Upload
lythien
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG
DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA
(STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN
BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)
Oleh
Chandra Joe Koenawan, Soeharmoko, Dony Apdillah dan Khodijah
ABSTRAK
Tingginya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan sumber daya
memberikan tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semakin
meningkat dan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem terumbu
karang dan biota yang hidup di dalamnya. Tujuan dan Manfaat Kegiatan a)
Mengetahui kondisi terumbu karang di perairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau. b) Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di
ekosistem terumbu karang. c) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu
karang di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang lestari dan berkelanjutan.
Metode dan Analisis Data Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan cara
pengamatan Snorkelling dan Manta Tow, pengamatan juga dilakukan terhadap mega
bentos dan ikan karang. Dapat dicatat bahwa persentase tutupan karang di pesisir
Bintan Timur (Pantai Trikora) masih kateori baik dan persentase tutupan karang hidup
tertinggi dicatat di pesisir Pantai Trikora yaitu di ST.2 yaitu 54,63%, dan didominasi
oleh karang jenis Acropora cytherea dengan bentuk pertumbuhan seperti meja
(tabulate).
Pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi
kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen
penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan
pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang
serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan
diminati oleh masyarakat.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya pesisir,
Kabupaten Kepulauan Riau memiliki
potensi sumberdaya yang cukup andal
bila dikelola dengan baik. Perairan ini
memiliki berbagai ekosistem laut yang
merupakan tempat hidup dan memijah
ikan-ikan laut seperti ekosistem
mangrove, lamun dan terumbu karang.
Mengingat 95,7% wilayah Provinsi
Kepulauan Riau berupa laut, ekonomi
kelautan dapat menjadi keunggulan
kompetitif menuju Provinsi Kepulauan
Riau yang maju, adil-makmur, dan
bermartabat.
Ekosistem terumbu karang
merupakan bagian dari ekosistem laut
yang penting karena menjadi sumber
kehidupan bagi beraneka ragam biota
laut. Di dalam ekosistem terumbu
karang ini biasa hidup lebih dari 300
jenis karang, yang terdiri dari sekitar
200 jenis ikan dan berpuluh-puluh
jenis moluska, crustacean, sponge,
alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri,
2000).
Pertambahan penduduk yang
menghuni daerah pesisir, memberikan
tekanan yang serius untuk terumbu
karang. Rendahnya tingkat
pengetahuan dan kesadaran akan
2
pentingnya fungsi terumbu karang,
ditambah lagi tidak mudahnya mencari
alternatif pekerjaan menambah tekanan
terhadap terumbu karang semakin
tinggi dan kompleks. Cara
pemanfaatan yang tradisionalpun,
misalnya pemakaian bubu dibeberapa
tempat karena dipakai dalam jumlah
yang banyak telah menyebabkan
kerusakan terumbu karang dalam skala
yang relatif luas.
1) Makalah Seminar Penelitian Dosen
FIKP-UMRAH, 2)
Ketua Peneliti, 3)
Anggota Peneliti
Rusaknya terumbu karang
dapat mengakibatkan terganggunya
fungsi-fungsi ekologis terumbu karang
yang sangat penting, yaitu (1)
hilangnya habitat tempat terumbu
karang dapat berkembang dengan baik
didaerah tropis. memijah,
berkembangnya larva (nursery), dan
mencari maka bagi banyak sekali biota
laut yang sebagaian besar mempunyai
nilai ekonomis tinggi dan (2) hilangnya
pelindung pulau dari dampak kenaikan
permukaan laut. Jika tidak ada karang
batu yang menghasilkan sedimen
kapur, maka fungsi terumbu karang
sebagai pemecah ombak akan
berkurang karena semakin dalamnya
air sehingga abrasi pantai akan secara
perlahan semakin intensif (Mahmudi,
2003).
Dengan latar belakang dan
permasalahan tersebut maka menarik
untuk dilakukan studi yang bertujuan
untuk melakukan kondisi terumbu
karang Selain itu, dalam penelitian ini
juga mengambarkan dan strategi
pengelolaanya. Adanya data dasar dan
data hasil pemantauan pada masa
mendatang sebagai data pembanding,
dapat dijadikan bahan evaluasi yang
penting bagi keberhasilan penelitian
ini.
Tujuan dan Manfaat Kegiatan a) Mengetahui kondisi terumbu
karang di perairan Teluk Bakau
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan
Riau.
b) Mengetahui penyebab
kerusakan yang terjadi di ekosistem
terumbu karang.
c) Membuat strategi pengelolaan
ekosistem terumbu karang di
Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau secara lestari
dan berkelanjutan
Data-data yang dihasilkan
penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan rujukan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambil
kebijakan pengelola sumberdaya
pesisir dan lautan khusunya ekosistem
terumbu karang oleh Pemerintah
Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan
Riau.
METODOLOGI
Gambaran Umum Wilayah
Secara geografis Kabupaten
Bintan terletak pada 20 00’ Lintang
Utara, 10 20’ Lintang Selatan 104
0 00’
Bujur Timur sebelah Barat,1080 30’
Bujur Timur sebelah Timur, dimana
sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Natuna, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kota
Tanjungpinang dan Lingga, sebelah
Timur berbatasan dengan Provinsi
Kalimantan Barat, dan sebelah Barat
berbatasan dengan Kota Batam.
Kabupaten Bintan memiliki
Luas Wilayah 87.717,84 Km2 dimana
luas daratan 1.319,51 Km2 ( 1,49%)
dan luas lautan 86.398,33 Km2
(98,51%), memiliki jumlah pulau 240
Pulau dengan 49 Pulau Berpenghuni
dan 191 pulau tidak berpenghuni.
3
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada
bulan Oktober - Desember 2008.
diperairan Teluk Bakau Kabupaten
Bintan Provinsi Kepulauan Riau.
Lokasi penelitian dapat dilihat pada
(Gambar 3.1), dimana lokasi penelitian
di bagi atas 2 stasiun pengamatan
terdiri dari Stasiun I (Side A) dan
Stasiun II (Side B), setiap stasiun
memiliki 1 titik stasiun.
Data yang dikumpulkan terdiri
atas data primer dan data sekunder.
Kebutuhan data primer biofisik
dilakukan dengan cara metode survei
di lapangan. Kegiatan dilapangan
meliputi survei tentang data sekunder
dan kegiatan wawancara dengan
masyarakat setempat.
Metode dan Analisis Data
Pengamatan terumbu karang
dilakukan dengan cara pengamatan
Snorkelling dan Manta Tow, yaitu
pengamatan dengan menggunakan
perahu dan papan manta yang
berfungsi sebagai tempat mengikat tali
dari perahu ke pengamat. Selain itu
juga berfungsi sebagai tempat menulis
sampel serta contoh gambar dari jenis-
jenis terumbu karang. Peneliti ditarik
oleh perahu dengan tali 12 meter
sepanjang terumbu karang yang telah
disurvei awal. Bila tidak
memungkinkan sebagai alternatif lain
digunakan pelampung agar pengamat
tetap berada di permukaan air untuk
memudahkan dalam melakukan
pengamatan.
Analisis data yang dilakukan
dalam penelitian ini dimana untuk
mencari persentase penutupan terumbu
karang menggunakan rumus menurut
UNEP (1993), yaitu :
Menurut Bachtiar (2001) yang
menyatakan bahwa persentase
penutupan terumbu karang dapat
dibagi menjadi lima kategori, yaitu :
(1) Kategori Sangat Jelek : 0 - 10
%
(2) Kategori Jelek : 11 - 30 %
(3) Kategori Sedang : 31 - 50 %
(4) Kategori Baik : 51 - 75 %
(5) Kategori Sangat Baik : 76 - 100
%
Pantai Teluk Bakau merupakan daerah
wisata pantai yang sering dikunjungi
oleh wisatawan dari manca negara
maupun masyarakat setempat. Pantai
ini memiliki hamparan pasir yang
diselingi dengan ”teresterial rock”
(batuan darat) dengan ukuran yang
besar. Pengambilan dengan metode
Manta Tow yang telah dilakukan
seluruhnya berjumlah 2 stasiun dengan
masing-masing 1 titik stasiun yang
meliputi daerah pesisir Pantai Teluk
Bakau
Hasil pengamatan stasiun I,
periaran teluk bakau dengan pantai
berpasir putih ditumbuhi oleh vegetasi
kelapa dan perdu. Panjang rataan
terumbu sekitar 300 m ke arah laut.
Pada saat pengamatan kondisi perairan
berombak dan berarus dengan jarak
pandang sekitar 10 m. Dasar perairan
terdiri dari pasir dan karang mati yang
ditumbuhi alga (TA) juga terdapat
hamparan padang lamun. Karang
didominasi oleh karang Acropora sp.
dengan bentuk pertumbuhan seperti
Panjang penutupan jenis spesies-i
% Penutupan (C) = x 100%
Total panjang jalur
4
meja (tabulate), bentuk pertumbuhan
bongkahan (massive), juga karang non-
Acropora yang didominasi oleh
Diploastrea heliopora dan Porites
lutea dengan diameter koloni sekitar 2
m. Karang dengan bentuk
pertumbuhan seperti daun (foliosa)
dijumpai dari jenis Pacyseris rugosa.
Bentuk pertumbuhan seperti jamur
(mushroom) didominasi oleh Fungia
sp.
Kondisi penutupan terumbu
karang di stasiun I rata-rata masih
tergolong baik yaitu 52,83% dimana
jenis Acropora menempati persentase
tertinggi 23,09%. Namun demikian
tingkat kerusakan terumbu karang
sudah mencapai 47,16%. Kondisi ini
tidak boleh didiamkan saja harus
segera ada tindakan yang dapat
mencegah ke arah kerusakan yang
lebih parah lagi.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Tingkat Tutupan Karang di Stasiun I
Tutupan
Karang
Tutupan
Karang
% %
1 Coral Submassive
9.22
Dead coral
algae 32.41
2 Acropora Branching 8.57 Dead coral 14.75
3 Acropora Tabulate 11.85
4 Zoanthids 3.41
5 Ascidians 1.72
6 Coral millepora 2.28
7 Aropora digitate 2.67
8 Coral massive 7.24
9 Coral mushoorm 5.87
Jumlah 52.83 Jumlah 47.16
Pertumbuhan karang umumnya berupa
kelompok-kelompok kecil dengan
bentuk pertumbuhan bercabang
(branching), seperti bongkahan
(massive) dan mengerak (encrusting).
Lereng terumbu landai , dengan jarak
pandang di dalam air (visibility) rata-
rata 5-7 m. Pertumbuhan karang
ditemukan hanya sampai 4 – 10 m,
setelah itu dasar perairan tertutup pasir
dan pecahan karang mati. Pada II
stasiun diperoleh persentasi tutupan
karang hidup antara 1,32 % - 13,02 %
dengan rerata persentase tutupan
karang hidup 54,63 % dengan kategori
baik. Data penutupan terumbu karang
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Tingkat Tutupan Karang di Stasiun II
Tutupan
Karang
Tutupan
Karang
% %
1 Coral Submassive
10.05
Dead coral
algae 31.44
2 Acropora Branching 5.88 Dead coral 13.92
3 Acropora Tabulate 13.02
5
4 Zoanthids 3.41
5 Ascidians 1.42
6 Coral millepora 1.32
7 Aropora digitate 5.54
8 Coral massive 6.87
9 Coral mushoorm 7.12
Jumlah 54.63 Jumlah 45.36
Megabentos
Tingginya Coral Mushrom
kelimpahan terutama dijumpai pada
Stasiun II. Kelompok bulu babi
(Diadema setosum) dijumpai dalam
jumlah banyak dimana kelimpahannya
tertinggi dicatat di stasiun II.
Sedangkan Kima (Giant clam)
dijumpai dalam jumlah yang sedikit,
dan banyak dijumpai hanya tinggal
cangkangya. Selama pengamatan
dilakukan, dijumpai sedikit tripang
(holothurian) hanya yang berukuran
kecil, untuk moluska (gastropoda)
kelompok Drupella sp. Ditemukan
dalam jumlah kecil, dan lola (Trochus
niloticus) juga dalam kisaran kecil.
Ikan Karang
Dari 2 stasiun yang dilakukan
pengamatan ikan karang dengan
metode Manta tow diperairan Bintan
Timur, ikan karang jenis Chaetodon
octofasciatus dan Paraglyphidodon
melas merupakan jenis yang paling
sering dijumpai selama pengamatan.
Kemudian diikuti oleh jenis
Choerodon anchorago dan Lutjanus
carponotatus
Jenis Chaetodon octofasciatus
merupakan ikan indikator kesehatan
terumbu karang, yang kehadirannya
dapat menunjukkan kondisi suatu
terumbu karang, apakah dalam
keadaan baik atau sebaliknya. Jenis
Lutjanus carponotatuss merupakan
ikan target, yang biasa dikonsumsi.
Menurut COREMAP (2007)
frekuensi relatif kehadirannya, hanya 1
jenis yang tingkat kehadirannya rendah
yaitu Abudefduf septemfasciatus
dengan nilai frekuensi 39,13 %.
Sepuluh jenis lainnya memiliki
frekuensi relatif kehadiran lebih dari
50%. bahwa kelompok ikan major
masih mendominasi perairan dan
kehadirannya lebih dari 50 %.
Penyebab Kerusakan Terumbu
Karang
Kerusakan terumbu karang di
daerah ini disebabkan oleh dua hal
yaitu proses secara alami dan adanya
kegiatan manusia. Kerusakan yang
disebabkan dari proses alami adalah
adanya blooming predator bintang laut
dan bencana alam seperti tsunami.
Sedangkan penyebab kerusakan
terumbu karang yang kedua adalah
diakibatkan oleh adanya kegiatan
manusia yang secara langsung maupu
tidak langsung merusak terumbu
karang, seperti penangkapan ikan yang
tidak ramah lingkungan seperti dengan
bahan peledak dan bahan beracun,
penggalian karang untuk batu kapur
dan limbah beracun yang masuk ke
perairan, juga adanya kegiatan wisata
pantai.
Dari hasil penemuan di lokasi,
masalah kerusakan terumbu karang
yang diakibatkan oleh manusia dari
akar permasalahan yang meliputi,
inkonsistensi dalam implementasi
kebijakan yang diambil, metode
pengelolaan yang kurang memadai,
instrumen penegakan hukum yang
belum memadai, kurangnya kesadaran,
6
pengetahuan dan pemahaman
masyarakat terhadap nilai ekonomis
dan arti strategis terumbu karang serta
sulitnya mencari alternatif mata
pencaharian di luar laut yang sesuai
dan diminati oleh masyarakat sekitar.
Secara rinci dapat dilihat pada Tabel
4.4.
Tabel 4.3. Matrik kondisi, penyebab kerusakan dan akar permasalahan dalam
pemanfaatanan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan
Penyebab Kerusakan Akar Permasalahan
A. KEGIATAN MANUSIA
Penambangan dan
pengambilan karang
Penangkapan ikan dengan
bom dan potas
Wisata pantai
Limbah dan bahan pencemar
Inkonsistensi dalam implementasi
kebijakan yang diambil
Metode pengelolaan yang kurang
memadai
Instrumen penegakan hukum yang belum
memadai
Kurangnya kesadaran, pengetahuan dan
pemahaman masyarakat terhadap nilai
ekonomis dan arti strategis terumbu karang
Sulitnya mencari alternative mata
pencaharian di luar laut
B. ALAMI
Pemangsaan berlebih oleh
predator
Surut yang lama
blooming bintang laut dan mahkota
berduri
terjadi bleeching (pemutihan karang)
Strategi Pengelolaan Terumbu
Karang
Suatu pengelolaan yang baik adalah
yang memikirkan generasi mendatang
untuk dapat juga menikmati sumber
daya yang sekayang ada. Dengan
demikian dalam pengelolaan terumbu
karang haruslah mempertimbangkan
hal sebagai berikut : Pertama,
melestarikan, melindungi,
mengembangkan, memperbaiki dan
meningkatkan kondisi atau kualitas
terumbu karang dan sumber daya yang
terkandung di didalamnya bagi
kepentingan seluruh lapisan
masyarakat serta memikirkan generasi
mendatang. Kedua, mendorong dan
membantu pemerintah daerah untuk
menyusun dan melaksanakan program-
program pengelolaan sesuai denga
karakteristik wilayah dan masyarakat
setempat serta memenuhi standar yang
ditetapkan secara nasional berdasarka
pertimbangan-pertimbangan daerah
yang menjaga antara upaya ekploitasi
dan upaya pelestarian lingkungan.
Ketiga, mendorong kesadaran,
partisipasi dan kerjasama/kemitraan
dari masyarakat, pemerintah daerah,
antar daerah dan antar instansi dalam
perencanaan dan pelaksanaan
pengelolaan terumbu karang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Secara garis besarnya, dari
hasil Manta tow dapat dicatat bahwa
persentase tutupan karang di pesisir
Bintan Timur (Pantai Trikora) masih
kateori baik dan persentase tutupan
karang hidup tertinggi dicatat di pesisir
Pantai Trikora yaitu di ST.2 yaitu
7
54,63%, dan didominasi oleh karang
jenis Acropora cytherea dengan bentuk
pertumbuhan seperti meja (tabulate).
Biota megabentos didominasi
oleh CMR dan bulu babi Diadema
setosum. Kelompok ikan major
mendominasi lokasi pengamatan
dengan metode Manta tow maupun
metode UVC. Sedangkan ikan karang
jenis Chaetodon octofasciatus dan
Paraglyphidodon melas merupakan
jenis yang paling sering dijumpai
selama pengamatan. Kemudian diikuti
oleh jenis Choerodon anchorago dan
Lutjanus carponotatus
Kerusakan terumbu karang di
daerah ini disebabkan proses alami
yaitu adanya blooming predator
bintang laut dan mahkota berduri, serta
kerusakan terumbu karang yang
diakibatkan oleh penangkapan ikan
dengan bahan peledak dan bahan
beracun, penggalian karang untuk batu
kapur dan adanya kegiatan wisata
pantai.
Akar permasalahan
pengelolaan terumbu karang meliputi,
inkonsistensi dalam implementasi
kebijakan yang diambil, metode
pengelolaan yang kurang memadai,
instrumen penegakan hukum yang
belum memadai, kurangnya kesadaran,
pengetahuan dan pemahaman
masyarakat terhadap nilai ekonomis
dan arti strategis terumbu karang serta
sulitnya mencari alternatif mata
pencaharian di luar laut yang sesuai
dan diminati oleh masyarakat.
Strategi pengelolaan terumbu
karang berdasarkan permasalah yang
ditemukan dilokasi secara garis besar
adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan masyarakat
pesisir yang secara langsung
bergantung pada pengelolaan
terumbu karang.
2. Mengurangi laku degradasi
kondisi terumbu karang yang
ada saat ini.
3. Mengelola terumbu karang
berdasarkan karakteristik
ekosistem, potensi,
pemanfaatan dan status
hukumnya.
Saran
Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini mungkin belum cukup
untuk menggambarkan kondisi
perairan di Kabupaten Kepulauan Riau
secara keseluruhan mengingat
penelitian kali ini difokuskan hanya
pada beberapa kawasan yang berada di
Pesisir Bintan Timur.
Secara umum, kondisi perairan di
lokasi penelitian ini dapat dikatakan
relatif masih baik untuk kehidupan
karang serta biota laut lainnya.
Keadaan seperti ini perlu
dipertahankan bahkan jika mungkin,
lebih ditingkatkan lagi daya
dukungnya, untuk kehidupan terumbu
karang dan biota lainnya. Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan
harus dicegah sedini mungkin,
sehingga kelestarian sumberdaya yang
ada tetap terjaga dan lestari, dengan
adanya COREMAP di Kabupaten
Bintan sangat membantu dalam
melestarikan sumber daya perikanan
khusunya ekosistem terumbu karang
yang memberikan fungsi kehidupan
ikan-ikan, sehingga masyarakat
nelayan dapat meningkatkan dan
memenuhi kebutuhan ekonominya.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, 2001. Pengelolaan Terumbu
Karang. Pusat Kajian
Kelautan, Universitas
Mataram. NTB.
8
COREMAP, 2007 Studi Baseline
Ekologi Pulau Bintan
Kabupaten Kepulauan Riau
Tahun 2007
Dahuri, R. 2000.
Pendayagunaan sumberdaya
kelautan untuk kesejahteraan
masyarakat. LISPI.
Jakarta.
Mahmudi M, 2003. Studi Kondisi
Ekosistem Terumbu Karang
Serta Strategi Pengelolaannya
(Studi Kasus Di Teluk Semut
Sendang Biru Malang)
Pengantar Falsafah Sains
(PPS702) Program
Pascasarjana/S3 Institut
Pertanian Bogor.
UNEP, 1993. Pengamatan terumbu
karang dalam perubahan. Ilmu
Kelautan. Australia. Hal. 8 29.
9
PERAN KOPERASI DALAM MENINGKATKAN
PEREKONOMIAN
MASYARAKAT NELAYAN
(Studi Kasus: Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan Tanjungunggat
Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang)
Oleh
Winny Retna Melani, Muzahar,Lily Viruly, Rina Dwi Lestari
ABSTRAK
Peningkatan kesejahteraan anggota merupakan tujuan sekaligus peran yang
diharapakan dari sebuah koperasi. Meskipun demikian tidak semua koperasi mampu
mewujudkan hal tersebut. Penelitian ini melihat bagaimana peranan Koperasi Serba
Usaha (KSU) Citra Nelayan. Berdasarkan analisis sistem yang dilakukan tergambar
bahwa selama ini KSU Citra Nelayan baru dapat membantu anggota dalam
menampung hasil tangkapan dan kemudian baru dipasarkan. Responden yang menjual
hasil tangkapan ke koperasi hanya 50 persen, selebihnya menjual sendiri dan bahkan
mengkonsumsi langsung hasil tangkapan. Meskipun demikian responden yang
menyatakan nilai jual sesuai dengan harga pasar sebanyak 75 persen sedangakan
yang menyatakan hasil diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan sebesar 80
persen. Kondisi ini menjadi kendala utama bagi koperasi untuk dapat berperan aktif
bagi anggota selain juga karena keterbatasan modal usaha koperasi. Berdasarkan
analisis pasar yang telah dilakukan, KSU Citra Nelayan belum mampu
memanfaatkan potensi pasar yang ada seefisien dan seefektif mungkin. Kenyataan ini
berkaitan dengan masih rendahnya SDM anggota serta hasil tangkapan yang masih
rendah sehingga tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Solusi pengembangan KSU
Citra Nelayan dimasa depan agar dapat lebih berperan aktif bagi peningkatan
kesejahteraan anggota antara lain a. Mengembangkan sistem penangkapan ikan yang
lestari dan berkelanjutan; 2. Manfaatkan sumberdaya manusia yang ada untuk
meningkatkan hasil dengan perbaikan penggunaan alat tangkap; 3. Melakukan
pelatihan peningkatan keterampilan teknis perikanan serta pelatihan pengembangan
jiwa wirausaha bagi anggota; 4.Tingkatkan kemampuan manajerial melalui
pengembangan unit usaha pemasaran. Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan
inti; 5. Merintis usaha pengolahan hasil perikanan yang memiliki nilai
tambah; 6. Diversifikasi produk olahan perikanan yang bernilai jual tinggi; 7.Terlibat
aktif dalam pengawasan sumberdaya perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap
yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan (pukat harimau, dsb).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nelayan dan komunitas desa
pesisir, pada umumnya adalah bagian
dari kelompok masyarakat miskin yang
berada pada level paling bawah dan
acapkali menjadi korban pertama yang
paling menderita akibat
ketidakberdayaan dan kerentanannya.
Nelayan (tradisional) bukan saja
sehari-hari harus berhadapan dengan
ketidakpastian pendapatan dan tekanan
musim paceklik ikan yang panjang,
tetapi lebih dari itu mereka juga sering
harus berhadapan dengan berbagai
tekanan dan bentuk eksploitasi yang
muncul bersamaan dengan
berkembangnya proses modernisasi di
10
sektor perikanan. Melihat fenomena ini
maka perlu adanya kegiatan
perekonomian berbasis kerakyatan
yang benar-benar bersentuhan
langsung dengan masyarakat nelayan
atau masyarakat pesisir. Kegiatan
perekonomian yang dapat dengan
mudah menyesuaikan perannya
dengan kebutuhan masyarakat nelayan
atau masyarakat pesisir adalah
koperasi. Koperasi menjadi suatu
kegiatan perekonomian yang dapat
diandalkan karena ia berhubungan
langsung dengan barang atau produk
maupun dengan jasa-jasa yang
berkaitan dengan masyarakat pesisir
dan bertujuan untuk kesejahteraan
bersama.
Pemberdayaan kegiatan koperasi
sangat terkait dengan upaya
menggerakkan koperasi dengan
pemanfaatan dan penggunaan sumber
daya yang dimiliki oleh anggota
koperasi yang didirikan oleh anggota
untuk memenuhi ekonomi anggota dan
masyarakat. Ekonomi rakyat pada
umumnya usaha mikro yang
merupakan sektor ekonomi yang
digeluti oleh rakyat kebanyakan seperti
anggota Koperasi Serba Usaha Citra
Nelayan Tanjungunggat sebagai usaha
mikro. Mengingat pentingnya sektor
usaha mikro yang telah tergabung
dalam koperasi, maka gerakan koperasi
harus menjadi prioritas pembinaan dan
pengembangan usahanya, karena usaha
demikian dapat menyediakan lapangan
pekerjaan, dan mengurangi
pengangguran. Maka sudah sewajarnya
kalau sektor mikro yang tergabung
dalam koperasi mendapatkan perhatian
untuk lebih dikembangkan sehingga
benar-benar dapat menjadi penyangga
utama perekonomian nasional.
Perumusan Masalah
Penelitian ini bermaksud
mengkaji situasi problematik yang
dihadapi masyarakat pesisir atau
nelayan di kawasan Tanjungunggat
dalam melangsungkan kehidupannya
sehari-hari. Fokus persoalan yang
dikaji dalam penelitian ini adalah
masalah peran koperasi Serba Usaha
Citra Nelayan bagi masyarakat
nelayan, terutama melalui kegiatan
pemanfaatan koperasi untuk
pengembangan usaha nelayan.
Permasalahan lain yang dikaji dalam
kegiatan penelitian ini adalah:
1. Peran koperasi Serba Usaha Citra
Nelayan terutama dalam
meningkatkan kesejahteraaan
anggota.
2. Kegiatan unit usaha koperasi yang
prospektif dikembangkan untuk
mendorong pengembangan
kegiatan alternatif atau
meningkatkan kesejahteraan
keluarga nelayan atau masyarakat
pesisir.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui peranan koperasi
Serba Usaha Citra Nelayan di
daerah pemukiman nelayan di
Tanjungunggat.
2. Membantu memberikan solusi
pengembangan koperasi yang
tepat agar masyarakat dapat
merasakan manfaat dari
keberadaan koperasi.
Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang
diharapkan dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah:
1 Bagi pemerintah daerah (
Pemerintah Provinsi Kepulauan
Riau maupun instansi terkait
lainnya) sebagai lembaga publik
yang berhubungan langsung
dengan masyarakat, dapat
11
dijadikan masukan dalam
menentukan kebijakan yang
berhubungan dengan koperasi
nelayan dimasa yang akan datang.
2 Bagi koperasi Serba Usaha Citra
Nelayan dapat dijadikan masukan
dalam mengembangkan unit
usahanya agar mampu menghadapi
persaingan pasar dan dapat
mensejahterakan anggotanya.
3 Bagi para akademisi dan peneliti
sebagai salah satu wahana untuk
dapat menerapkan ilmu dan
kemampuan yang dimiliki dalam
menyikapi berbagai kondisi dan
permasalahan yang dihadapi
masyarakat pesisir atau nelayan
serta bagaimana solusi
pemecahannya.
METODELOGI PENELITIAN
Metoda Penelitian
Penelitian menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan studi
kasus di Koperasi Serba Usaha Citra
Nelayan. Metode deskriptif dilakukan
untuk mengidentifikasi dan
menganalisis kondisi riil dan berbagai
permasalahan yang terjadi pada saat
dilakukannya penelitian. Studi kasus
terhadap koperasi Serba Usaha Citra
Nelayan dilakukan untuk membatasi
penelitian ini agar tidak menyimpang
dari tujuan semula
Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan untuk
penelitian ini berupa data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh
melalui wawancara langsung (depth
interviews) pada pengurus koperasi
Serba Usaha Citra Nelayan. Data
lainnya diperoleh dari pengisian
kuesioner oleh anggota koperasi Serba
Usaha Citra Nelayan dan masyarakat
sekitar lokasi penelitian serta melalui
pengamatan langsung di lapangan.
Sedangkan data sekunder diperoleh
dari studi kepustakaan.
Teknik Pengambilan Sampel
Pemilihan responden dilakukan
dengan mengambil para pengurus
koperasi secara sengaja (judgement
sampling). Sampel yang diambil dari
anggota Koperasi Citra Nelayan serta
masyarakat sekitar wilayah
pengambilan sampel, dimana mereka
mengetahui keberadaaan koperasi Citra
Nelayan. Pengambilan sampel
menggunakan metode acak sederhana
(Simple Random Sampling). Setiap
sampel diambil secara acak atau
sedemikian rupa sehingga tiap populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk
dipilih sebagai sampel. Menurut
Taken,1965 dalam Singarimbun (1989)
penelitian yang menggunakan derajad
keseragaman dari populasi, dimana
semakin seragam populasi maka
semakin kecil sampel yang diambil.
Penentuan jumlah sampel dengan
menggunakan rumus solvin dalam
Rianse (2008). Responden yang dipilih
untuk wawancara langsung (depth
interviews) yaitu pengurus koperasi
Serba Usaha Citra Nelayan dan
anggota sebanyak 20 orang dan
masyarakat nelayan di sekitar lokasi
penelitian sebanyak 20 orang.
Teknik Pengolahan dan Analisis
Data
Data-data yang diperoleh
dianalisa lebih lanjut untuk
menentukan tingkat
keberhasilan dengan menggunakan
Analisis Sistem. Berdasarkan hasil
temuan dan permasalahan dicari
alternatif pemecahan. Kemudian
alternatif pemecahan ini dapat menjadi
12
bahan masukan bagi Koperasi Serba
Usaha Citra Nelayan untuk
perkembangan koperasi dimasa akan
datang, terutama untuk meningkatkan
perekonomian anggota pada khususnya
dan masyarakat nelayan di
Tanjungunggat pada umumnya.
Langkah-langkah yang dilakukan
dalam Analisis Sistem di penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kuesioner pada
nelayan anggota koperasi Serba
Usaha Citra Nelayan dan
masyarakat nelayan di sekitar
lokasi penelitian.
b. Data yang diperoleh kemudian
diolah untuk kemudian dapat
ditemukan apa permasalahan dan
temuan yang diperoleh.
c. Membuat suatu kesimpulan tentang
sejauh mana perkembangan
koperasi Serba Usaha Citra
Nelayan selama ini mencakup
efektifitas pelaksanaan atau
kegagalan yang mencakup
permasalahan yang muncul dalam
pelaksanaan sistem.
Setelah dilakukan analisis sistem,
berdasarkan kesimpulan yang
diperoleh kemudian dilakukan analisis
pasar. Analisis pasar yang gunakan
yaitu dengan menggunakan penerapan
konsep Structure-Conduct-
Performance (SCP). Berdasarkan
kedua analisis tersebut, selanjutnya
dilakukan analisis SWOT agar dapat
memberika rekomendasi terhadap
pengembangan KSU Citra Nelayan
dimasa hadapan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Responden
Berdasarkan hasil jawaban
kuesioner oleh nelayan anggota KSU
Citra Nelayan, maka dapat diperoleh
hasil sebaran responden pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran Responden Anggota Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan
No Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Umur:
≤ 15 tahun
16 tahun s/d 35 tahun
36 tahun s/d 55 tahun
≥ 56 tahun
-
3
15
2
-
15
75
10
2. Pendidikan:
SD
SMP (SLTP)
SMU (SLTA)
SARJANA
10
4
6
-
50
20
30
-
3. Pekerjaan:
Nelayan
Swasta
PNS
17
3
-
85
15
-
4. Status:
Kawin
Tidak Kawin
19
1
95
5
5. Jumlah anggota Keluarga:
13
1 orang
2 orang
3 orang
4 orang
≥ 5 orang
1
-
3
6
10
5
-
15
30
50
Identifikasi Pelaksanaan Sistem
Koperasi Serba Usaha Citra
Nelayan
Identifikasi pelaksanaan sistem
KSU Citra Nelayan, dilakukan melalui
penyebaran kuesioner kepada para
nelayan. Anggota koperasi. Hasil
identifikasi pelaksanaan sistem KSU
Citra Nelayan ditampilkan pada Tabel
2.
Tabel 2. Hasil Kuesioner Pelaksanaan Sistem Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan.
NO PERTANYAAN JUMLAH
(orang)
PERSENTASE
( % )
A.
1.
KEGIATAN USAHA PENANGKAPAN
Wilayah tangkap:
Laut Tanjung Unggat
Diluar wilayah laut Tanjung
Unggat
16
4
80
20
2. Alat Tangkap:
Tradisional (alat sederhana)
Alat berat/mesin
20
-
100
-
3. Rata-rata jumlah pengeluaran usaha nelayan
≤ Rp. 750 000
Rp. 750 001 – Rp. 1 500 000
Rp. 1 500 001 – Rp. 2 500
000
≥ Rp. 2 500 001
18
2
0
0
0
90
10
-
-
-
4. Rata-rata jumlah pendapatan:
Rp. 500 000 – Rp. 1 500 000
Rp. 1 500 000 – Rp 2 500 000
Rp. 2 500 000 – Rp 3 500 000
Rp. 3 500 000 – Rp. 4 500
000
≥ Rp. 5000 000
15
5
-
-
-
75
25
-
-
-
5. Mengapa merasa perlu untuk menjadi
anggota koperasi?
Pengaruh dari sesama nelayan
Saran dari petugas lapangan
Perlu modal untuk kegiatan
penangkapan ikan
5
-
15
25
-
75
6. Pinjaman Koperasi digunakan untuk:
Pembelian alat penangkapan
17
85
14
Modal Usaha Penjualan
Kebutuhan lain
2
1
10
5
B.
1.
PERANAN KOPERASI
Cara pengajuan penguatan permodalan ke
koperasi:
Menyusun usulan sendiri
Dibuat kelompok bersama
pengurus koperasi
Dibuat pengurus koperasi
3
13
4
15
65
20
2. Berapa lama setelah pengajuan penguatan
permodalan dicairkan:
Satu bulan setelah pengajuan
Dua bulan setelah pengajuan
Tiga bulan setelah pengajuan
Lebih dari tiga bulan
pengajuan
Tidak ada
-
-
-
-
20
-
-
-
-
100
3. Bentuk penguatan permodalan diperoleh
Uang tunai
Sarana Produksi
Uang tunai dan sarana
produksi
Tidak ada
-
5
-
15
-
25
-
75
4. Apakah jumlah penguatan permodalan yang
diperoleh sesuai dengan pengusulan:
Sesuai dengan yang diusulkan
Kurang dari jumlah yang
diusulkan
Lebih dari yang diusulkan
Tidak ada
-
-
-
20
-
-
-
100
C.
1.
HASIL DAN PRODUKSI
Bagaimana hasil produksi yang diperoleh
Kurang sesuai dengan yang
diharapkan
Sudah cukup sesuai
Lebih dari yang diharapkan
16
3
1
80
15
5
2. Berapa banyak hasil penangkapan yang
diperoleh sekali turun melaut:
≤ 5 kilogram
6 - 10 kilogram
11 – 15 kilogram
16 – 20 kilogram
≥ 21 kilogram
17
2
1
-
85
10
5
-
3. Jenis ikan yang selalu diperoleh
Udang
Kepiting
Ikan (belanak, selangat,
karang)
3
3
14
15
15
70
4. Kemana hasil tangkapan dijual:
15
Koperasi
Jual sendiri
Konsumsi
10
8
2
50
40
10
5. Bagaimana hasil penjualan yang diperoleh
Dibawah harga pasar
Sesuai dengan harga
pasaran/cukup
Diatas harga
pasaran/memuaskan
5
15
-
25
75
-
D.
1.
PENGEMBALIAN PINJAMAN
Rencana pengembalian pinjaman:
Diangsur setiap mendapat
hasil penangkapan
Diangsur setiap mendapat
hasil penjualan
Diangsur setiap bulan
Tidak tahu
-
-
5
15
-
-
25
75
Analisis Pasar
Analisis pasar terhadap kinerja
usaha KSU Citra Nelayan meliputi
tiga aspek utama yakni fisik,
sumberdaya manusia (SDM) dan
pemasaran. Ketiga aspek tersebut
saling berkaitan dan sangat
menentukan kinerja dan keberhasilan
usaha bagi KSU Citra Nelayan.
Sebagai sebuah koperasi yang dimiliki
oleh nelayan dan bergerak diberbagai
usaha sebenarnya koperasi ini
memiliki peluang untuk berkembang
lebih maju lagi.
Peluang yang ada tersebut baru
sebagian dapat dilaksanakan oleh KSU
Citra Nelayan, hal ini terlihat dari
penerapan konsep Structure-Conduct-
Performance (SCP) KSU Citra
Nelayan. Konsep SCP ini dapat
membuat kinerja KSU Citra Nelayan
lebih efektif dan efisien karena
kemampuan suatu organisasi
disesuaikan dengan kondisi pasar yang
ada. Produktivitas yang dapat dicapai
selalu dikaitkan dengan peluang pasar
yang ada dan keberlanjutannya.
Peningkatan kuantitas selalu diikuti
dengan peningkatan kualitas.
Penerapan konsep SCP oleh KSU Citra
Nelayan dapat dilihat pada Gambar
Penerapan Konsep SCP oleh KSU
Citra Nelayan.
Analisis SWOT
Setiap organisasi akan
menghadapi masalah lingkungan
strategis yang mencakup lingkungan
internal dan lingkungan eksternal.
Lingkungan internal merupakan faktor
yang berpengaruh pada kinerja
organisasi yang dapat dikendalikan
secara langsung. Sedangkan
lingkungan eksternal merupakan faktor
yang berpengaruh pada organisasi
tetapi diluar kendali organisasi
tersebut.
Tabel 3. Hasil Analisis Identifikasi Lingkungan Strategik
INTERNAL EKSTERNAL
KEKUATAN (STRENGTHS) PELUANG (OPPORTUNITIES)
16
Potensi laut yang masih luas
dimana Provinsi Kepri 95.8%
wilayahnya terdiri dari perairan laut.
Keanekaragaman hayati yang
besar (terdiri dari beragam jenis ikan
dan biota laut lainnya ditambah
ekosistem pesisir (terumbu karang,
mangrove, padang lamun dan lain-
lain).
Terletak pada wilayah strategis
yaitu berdekatan dengan negara
Singapura dan Malaysia yang
merupakan potensi pasar.
Potensi wilayah yang memiliki
keunggulan komperatif dibandingkan
negara tetangga (Singapura dan
Malaysia).
Dekat dengan pasar internasional
dan pasar lokal
Perkembangan fasilitas
komunikasi dan informasi
KELEMAHAN (WEAKNES) ANCAMAN (THREATS)
Kualitas SDM yang masih sangat
rendah (sebagian besar nelayan
tamatan sekolah dasar (SD).
Sarana dan prasarana
penangkapan ikan yang masih
tradisional.
Koperasi nelayan belum
sepenuhnya dimanfaatkan oleh
anggota sebagai wadah perekonomian.
Ketersediaan SDM yang
berkualitas dalam menangani koperasi
memerlukan proses.
Kemampuan untuk menghasilkan
produk olahan perikanan yang benilai
jual tinggi.
Masih adanya nelayan yang
melakukan penangkapan ikan tanpa
memperhatikan daya dukung
lingkungan (menggunakan bom dan
pukat harimau).
Kajian Analisis Sistem dan Analisis
Pasar
Berdasarkan hasil kajian
analisis sistem dan anlisis pasar yang
telah dilakukan serta memfokuskan
pada peranan koperasi bagi
anggotanya, maka pada masa akan
datang KSU Citra Nelayan mampu
untuk berkembang dalam hal
membantu anggotanya. Hal ini
dikarenakan karakteristik wilayah
pemukiman anggota merupakan daerah
kepulauan sehingga potensi untuk
meningkatkan hasil tangkapan masih
sangat terbuka luas. Begitu pula dalam
hal pengolahan hasil perikanan, masih
sangat terbuka luas peluang pasar.
Namun demikian peranan pemerintah
dalam hal melakukan pembinaan dan
pelatihan bagi anggota koperasi sangat
diharapkan selain memberikan bantuan
alat tangkap yang memperhatikan daya
dukung lingkungan.
Dengan memperhatikan kondisi
lapangan yang ada penguatan
permodalan juga menjadi hal yang
sangat penting terutama dalam
perkembangan koperasi pada masa
akan datang. Penguatan permodalan
ini bukan hanya bergantung pada
jumlah modal yang dimiliki oleh
koperasi akan tetapi juga kemampuan
manajerial pengurus dalam mengelola
keuangan yang ada seoptimal
mungkin.
Lembaga pemerintahan
sebaiknya melakukan pembinaan
manajemen usaha nelayan dan
17
keuangan koperasi bagi masyarakat
pesisir ini. Kenyataan memperlihatkan
bahwa masih rendahnya jiwa
wirausaha anggota KSU Citra Nalayan.
Apabila jiwa wirausaha nelayan ini
rendah maka tingkat ketergantungan
mereka pada pihak luar akan sangat
tinggi sekali terutama kepada pihak
penguasa modal . Kondisi ini terlihat
dari penjualan hasil tangkapan. Tidak
semua anggota koperasi menjual hasil
tangkapan ke koperasi, meskipun nilai
jual di pasar sama dengan di koperasi.
Apabila kondisi ini terus berkembang
maka akan sulit bagi koperasi untuk
bertahan dalam jangka waktu yang
lama. Melalui peran pemerintah,
pengurus koperasi dan dukungan dari
anggota maka tujuan koperasi untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota
dan kesinambungan usaha akan
terwujud.
Kajian Analisis SWOT
Koperasi yang ada di Indonesia
pada umumnya selalu dicirikan dengan
tingkat manajemen dan usaha
sederhana sehingga akan sangat
berpengaruh pada rendahnya
pelayanan pada anggota. Kondisi ini
juga tergambar pada KSU Citra
Nelayan, yaitu lemahnya kemampuan
manajerial pengurus, penguasaan
informasi, dan teknologi serta
kelembagaan yang meliputi seluruh
mata rantai usaha koperasi.
Namun demikian kemampuan
KSU Citra Nelayan untuk dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan
eksternal dan internal merupakan
faktor utama agar tetap dapat bertahan
dan mengembangkan unit-unit
usahanya. Perubahan baik dalam
organisasi, kelembagaan, maupun
aktivitas lainnya akan dapat
meningkatkan peranan dan daya saing
koperasi itu sendiri.
Setelah dilakukan analisis
SWOT, selanjutnya ditentukan
tingkatan prioritas terhadap lingkungan
internal dan eksternal yang dihadapi
oleh KSU Citra Nelayan. Tujuan yang
ingin dicapai dari penentuan prioritas
ini yaitu agar koperasi dapat lebih
berperan aktif bagi peningkatan
kesejahteraan anggota. Perencanaan
yang dapat dilakukan berdasarkan
analisa SWOT dapat dilihat pada
Tabel Rencana Terhadap Faktor
Prioritas.
4. Tabel Rencana Terhadap Faktor Prioritas
No Urutan Prioritas Rencana Program yang dilakukan
1. KEKUATAN
Keanekaragaman
hayati yang besar
(terdiri dari beragam
jenis ikan dan biota laut
lainnya ditambah
ekosistem pesisir
(terumbu karang,
mangrove, padang
lamun dan lain-lain).
Potensi laut yang
masih luas dimana
Provinsi Kepri 95.8%
wilayahnya terdiri dari
Memberikan informasi dalam hal pengolahan
hasil perikanan berbasis teknologi dan
mengembangkan pemuliaan dan domestikasi
jasad hayati perairan.
Mengembangkan sistem penangkapan ikan
yang lestari dan berkelanjutan.
Manfaatkan sumberdaya manusia yang banyak
18
perairan laut.
Terletak pada
wilayah strategis yaitu
berdekatan dengan
negara Singapura dan
Malaysia yang
merupakan potensi
pasar.
untuk meningkatkan hasil dengan perbaikan alat
tangkap.
2. KELEMAHAN
Kualitas SDM
yang masih sangat
rendah (sebagian besar
nelayan tamatan
sekolah dasar (SD).
Sarana dan
prasarana penangkapan
ikan yang masih
tradisional.
Koperasi nelayan
belum sepenuhnya
dimanfaatkan oleh
anggota sebagai wadah
perekonomian.
Melakukan pelatihan peningkatan keterampilan
teknis perikanan.
Mengusulkan bantuan alat tangkap perikanan
dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Kepulauan Riau.
Pembinaan pengurus dan anggota melalui
pelatihan manajerial dan tingkatkan fungsi
melalui unit usaha pemasaran.
3. PELUANG
Potensi wilayah
yang memiliki
keunggulan komperatif
dibandingkan negara
tetangga (Singapura
dan Malaysia).
Dekat dengan pasar
internasional dan pasar
lokal.
Perkembangan fasilitas
komunikasi dan
informasi.
Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan
inti.
Merintis produk perikanan yang memiliki nilai
tambah.
Memberikan pelatihan pengenalan instrumentasi
kelautan digital kepada para nelayan.
4. ANCAMAN
Ketersediaan SDM
yang berkualitas dalam
menangani koperasi
Kontinuitas program pengembangan
kemampuan manajerial pengurus dan usaha
19
memerlukan proses.
Kemampuan untuk
menghasilkan produk
olahan perikanan yang
benilai jual tinggi.
Masih adanya
nelayan yang
melakukan
penangkapan ikan tanpa
memperhatikan daya
dukung lingkungan
(menggunakan bom dan
pukat harimau).
koperasi serta kembangkan jiwa wirausaha.
Diversifikasi produk olahan perikanan yang
bernilai jual tinggi.
Terlibat aktif dalam pengawasan sumberdaya
perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap
yang tidak memperhatikan daya dukung
lingkungan (pukat harimau, dsb).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Keberadaan KSU Citra
Nelayan pada saat ini hanya dapat
membantu anggota dalam menampung
hasil tangkapan dan selanjutnya
dipasarkan. Akan tetapi dari
pernyataan responden hanya 50 persen
yang menjual hasil tangkapan ke
koperasi selebihnya menjual sendiri
dan bahkan mengkonsumsi langsung
hasil tangkapan. Meskipun 75 persen
responden mengatakan nilai jual
sesuai dengan harga pasar namun hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan
yang diharapkan yaitu sebesar 80
persen. Kenyataan ini menjadi kendala
utama bagi koperasi untuk dapat
berperan aktif bagi anggota selain juga
karena keterbatasan modal usaha
koperasi.
Berdasarkan analisis pasar
keberadaan KSU Citra Nelayan
sebagai salah satu koperasi yang
dimiliki oleh nelayan dan bergerak
diberbagai usaha, sebenarnya koperasi
ini memiliki peluang untuk
berkembang lebih maju lagi. Meskipun
demikian anggota KSU Citra Nelayan
belum mampu memanfaatkan potensi
pasar yang ada seefisien dan seefektif
mungkin. Kenyataan ini berkaitan
dengan masih rendahnya SDM anggota
serta hasil tangkapan yang masih
rendah (keterbatasan alat tangkap)
sehingga tidak dapat memenuhi
permintaan pasar. Meskipun demikian
anggota seharusnya menyadari
peningkatan kuantitas harus selalu
diikuti dengan peningkatan kualitas
karena jika tidak pemasaran tidak
akan berjalan lancar.
Solusi pengembangan KSU
Citra Nelayan dimasa depan agar
dapat lebih berperan aktif bagi
peningkatan kesejahteraan anggota,
dilakukan dengan menggunakan
analisis SWOT antara lain 1.
Mengembangkan sistem penangkapan
ikan yang lestari dan berkelanjutan; 2.
Manfaatkan sumberdaya manusia yang
ada untuk meningkatkan hasil dengan
perbaikan penggunaan alat tangkap; 3.
Melakukan pelatihan peningkatan
keterampilan teknis perikanan serta
pelatihan pengembangan jiwa
wirausaha bagi anggota; 4. Tingkatkan
kemampuan manajerial melalui
20
pengembangan unit usaha pemasaran.
Jalin kerjasama kemitraan dengan
perusahaan inti; 5.Merintis usaha
pengolahan hasil perikanan yang
memiliki nilai tambah; 6. Diversifikasi
produk olahan perikanan yang bernilai
jual tinggi; 7. Terlibat aktif dalam
pengawasan sumberdaya perairan laut
dan cegah penggunaan alat tangkap
yang tidak memperhatikan daya
dukung lingkungan (pukat harimau,
dsb).
Saran
1. Berkenaan dengan masih
kurangnya peranan koperasi
terhadap anggota maka perlu
dilakukan upaya peningkatan peran
aktif pengurus dan anggota,
terutama dalam hal peningkatan
keterampilan dan kemampuan
manajerial pengurus serta jiwa
wirausaha pengurus dan anggota.
2. Berdasarkan analisis sistem dan
analisis pasar yang dilakukan,
kondisi karakteristik wilayah
berdirinya KSU Citra Nelayan
merupakan daerah pesisir sehingga
potensi untuk meningkatkan hasil
tangkapan masih sangat terbuka
luas. Begitu pula dalam hal
pengolahan hasil perikanan, masih
sangat terbuka peluang pasar.
Namun demikian peranan
pemerintah dalam hal melakukan
pembinaan dan pelatihan bagi
anggota koperasi sangat diharapkan
selain memberikan bantuan alat
tangkap yang memperhatikan daya
dukung lingkungan.
3. Diperlukan upaya penelitian lebih
lanjut terhadap pengembangan
KSU Citra Nelayan dalam upaya
peningkatan jaringan usaha dan
keanekaragaman usaha terutama
dalam hal peningkatan nilai tambah
dari hasil tangkapan.
DAFTAR PUSTAKA
Eriyatno, 1989. Ilmu Sistem
Meningkatkan Mutu dan
Efektifitas Manajemen. Penerbit
IPB Press,Bogor.
Jogianto,H.M.1989. Analisis dan
Desain Sistem
Informasi.Penerbit Andi Offset,
Jogyakarta.
Kaputra,D.1996. Strategi Pemasaran di
Koperasi Unit Desa (KUD),
Minasari Pangandaran. Tesis
Promram studi Magister
Manajemen Agribisnis IPB.
Kolter, P. 1993. Manajemen
Pemasaran: Analisis,
Perencanaan, Implementasi dan
Pengendalian. Jilid 1.
Terjemahan: J. Wasana.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Nazir,M. 1988. Metode
Penelitian.Graha Indonesia.Jakarta.
Penyusunan Master Plan Pendidikan
Kota Tanjungpinang. 2008.
Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah.
Pemerintah Kota
Tanjungpinang.
Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis
SWOT Teknik Membedah
Kasus Bisnis. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama
Jakarta.
Rianse, Usman dan Abdi. 2008.
Metodelogi Penelitian Sosial
dan Ekonomi “teori dan
aplikasi”. Penerbit
Alfabeta,Bandung.
Singarimbun,Masri dan Sofian
Effendi.1989.Metode Penelitian
Survei.LP3ES.Jakarta.
21
Undang-Undang Republik Indonesia,
Nomor 25 Tahun 1992,tentang
Koperasi.
Wilson,I.2000.The New Rules: Ethics,
Social Responbility and
Strategy.Journal of Leadership
and Strategy Vol.28.No 3.2000
pp 12-16.
22
HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR
DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN
PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNG PINANG PROVINSI
KEPULAUAN RIAU
The Relationship Between Some Water Quality Parameters with Phytoplankton
Abundance Around Penyengat Island, Tanjung Pinang Regency Kepulauan Riau
Province
By
T. Efrizal
Lecture at Faculty of Marine Science and Fisheries
Maritim University of Raja Ali Haji Tanjungpinang
ABSTRACT
This research was conducted from July to September 2006 and it is located
around Penyengat Island. There were 3 sampling points, samples were taken once a
days for 4 days period. Samples were then analyzed in the Ecology Laboratory
Fisheries and Marine Science Faculty. This research was aimed to determine the
relationship between some water quality parameters with phytoplankton abundance.
Results of this research showed determination coefficient (R2) = 0,977 and correlation
coefisient (R) = 0,989 indicating that the relationship between water quality
parameters on phytoplankton abundance is very strong. There were 40 phytoplankton
species, the obtained highest abundance is at station III (East Penyengat Island) that is
10371 cells/l, and which lowest is at stasion I (West Penyengat Island) that is 7471
cells/l. Water quality parameters in Penyengat Island are as follow: temperature 29.0 –
29.5 0C, tranparancy 1.873 – 2.430 m, salinity 32.0 – 32.5
0/00, pH 8, dessolved
oxygen 5.142 – 5.267 mg/l, CO2 2.083 – 2.198 mg/l, surface water velocity 0.55 –
0.63 m/s, nitrate 1.213 – 1.678 mg/l and phosfat 1.213 – 1.678 mg/l.
Keyword: water quality, abundance, phytoplankton, Penyengat Island
PENDAHULUAN
Keberadaan fitoplankton sangat
berpengaruh terhadap kehidupan di
perairan karena memegang peran
penting sebagai makanan bagi berbagai
organisme laut. Pada awalnya
penelitian fitoplankton di laut hanya
untuk memenuhi keingin-tahuan
peneliti akan aneka jenis biota tersebut,
namun pada masa kini fitoplankton
sudah dianggap sebagai salah satu
unsur penting dalam ekosistem bahari.
Penelitian ini dilakukan di
perairan Pulau Penyengat yang
merupakan daerah penting bagi
nelayan setempat karena telah lama
dijadikan sebagai areal penangkapan
sumberdaya hayati perikanan untuk
kebutuhan pangan, juga merupakan
tempat lalu lintas kapal, daerah
pemukiman masyarakat dan pelabuhan
kapal. Di lain pihak Pulau Penyengat
yang berhadapan dengan Kota Tanjung
Pinang telah mengalami modifikasi
bila ditinjau dari segi aktivitas
masyarakat penghuni kawasan
tersebut, dan ada kecenderungan
aktivitas tersebut akan meningkat di
23
masa mendatang sesuai dengan laju
pembangunan saat ini. Sehingga
pemanfaatannya harus didukung
dengan adanya informasi mengenai
potensi perairan tersebut agar dapat
digunakan seoptimal mungkin dan
untuk mempermudah dalam
pengelolaan. Selain itu, dengan makin
pesatnya perkembangan pembangunan
maka upaya penyajian informasi
sumberdaya perikanan terbaru mutlak
diperlukan untuk memenuhi
permintaan akan informasi yang lebih
rinci dan akurat oleh para perencana
pembangunan perikanan.
Perkembangan daerah ini cepat
atau lambat akan memberikan dampak
yang kurang menguntungkan terhadap
keberlangsungan sumberdaya alam,
Adapun penentu tingkat kesuburan
suatu perairan dapat dilihat dari
kelimpahan fitoplankton dan kondisi
kualitas fisika kimia perairan. Aktifitas
yang berlebihan di sekitar perairan
Pulau Penyengat akan dapat merubah
kondisi ekosistem perairan seperti
kelimpahan fitoplankton dan kualitas
air. Berkenaan dengan hal tersebut,
penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang
hubungan beberapa parameter kualitas
air dengan kelimpahan fitoplankton di
perairan Pulau Penyengat Kota
Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan
Riau.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk
melihat hubungan antara beberapa
parameter kualitas air dengan
kelimpahan fitoplankton di perairan
Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang
Propinsi Kepulauan Riau. Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai informasi awal
mengenai kondisi perairan Pulau
Penyengat dan nantinya dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengelolaan lingkungan dan
sumberdaya perairan lainnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Juli-September 2006 di
perairan sekitar Pulau Penyengat.
Identifikasi dan analisis sampel
dilakukan di laboratorium Ekologi
Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau.
ALAT DAN BAHAN
Peralatan yang digunakan
dilapangan adalah GPS, ember plastik
volume 15 liter, plankton net no 25,
botol sampel volume 50 ml untuk
sampel fitoplankton, botol untuk
sampel air volume 330 ml,
thermometer, kertas pH, current drag,
hand refraktometer, ice box, peralatan
tulis dan kapal pompong (alat
transportasi dalam melakukan
pengambilan sampel). Peralatan di
laboratorium yang digunakan adalah
mikroskop, objek glass, pipet tetes,
cover glass, spektrofotometer,
erlenmeyer dan buku-buku identifikasi
fitoplankton. Bahan yang digunakan
antara lain larutan lugol untuk
pengawet sampel fitoplankton.
METODE
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survei,
data yang dikumpulkan berupa data
kualitas air baik yang diukur dan
diamati di lapang atau yang dianalisis
di laboratorium. Selanjutnya data yang
diperoleh ditabulasikan ke dalam
bentuk tabel dan grafik. Data
parameter kualitas air akan dianalisis
secara deskriptif. Sedangkan untuk
melihat hubungan antara beberapa
parameter kualitas air dengan
kelimpahan fitoplankton dianalisis
dengan menggunakan regresi linier
berganda.
Lokasi Pengambilan Sampel
24
Lokasi selama penelitian
dibagi menjadi 4 stasiun secara
purposive yang dianggap dapat
mewakili dari daerah penelitian, yaitu:
Stasiun 1 : Terletak sebelah Barat
Pulau Penyengat (relatif
tidak ada aktifitas
masyarakat).
Pengambilan sampel
dilakukan pada 3 titik
sampling yaitu St-1.1
(1040
24' 17" BT - 00
55'
42" LU), St-1.2 (1040
24'
11" BT - 00
55' 38" LU)
dan St-1.3 (1040
25' 17"
BT - 00
55' 31" LU).
Stasiun 2 : Terletak sebelah Selatan
Pulau Penyengat (terdapat
beberapa pohon
mangrove, bekas
pelabuhan, dan ada
pemukiman masyarakat).
Pengambilan sampel
dilakukan pada 3 titik
sampling yaitu St-2.1
(1040
24' 54" BT - 00
55'
21" LU), St-2.2 (1040
25'
0" BT - 00
55' 16" LU)
dan St-2.3 (1040
25' 5"
BT - 00
55' 21" LU
Stasiun 3 : Terletak sebelah Timur
Pulau Penyengat (terdapat
pemukiman penduduk
dan tempat lalu lintas
kapal). Pengambilan
sampel dilakukan pada 3
titik sampling yaitu St-3.1
(1040
25' 43" BT - 00
55'
33" LU), St-3.2 (1040
25'
47" BT - 00
25' 37" LU)
dan St-3.3 (1040
25' 43"
BT - 00
55' 42" LU).
Stasiun 4 : Terletak sebelah Utara
Pulau penyengat
(pemukiman penduduk,
terdapat pelabuhan dan
tempat lalu lintas kapal).
Pengambilan sampel
dilakukan pada 3 titik
sampling yaitu St-4.1
(1040
24' 53" BT - 00
55'
57" LU), St-4.2 (1040
25'
0" BT - 00
56' 1" LU)
dan St-4.3 (1040
25' 6"
BT - 00
55' 57" LU).
Prosedur Pengambilan Sampel Air
Pengambilan sampel air untuk
nitrat dan fosfat dilakukan di
permukaan perairan sampai botol terisi
penuh kemudian botol diberi larutan
pengawet H2SO4 pekat dan botol
dibalut dengan alumunium foil.
Prosedur Pengambilan Sampel
Fitoplankton
Sampel fitoplankton diambil
dengan menggunakan Plankton net no.
25. pengambilan ini dilakukan
sebanyak dua kali dengan interval
waktu dua hari. Sampel yang diperoleh
dimasukkan ke dalam botol 50 ml yang
telah diberi label dan diberi larutan
pengawet lugol. Sampel kemudian
dimasukkan ke dalam ice box dan
dibawa ke laboratorium untuk
dianalisis. Identifikasi merujuk kepada
Yamaji (1976), Sachlan (1980), serta
Bold dan Wyne (1985).
Kelimpahan
Untuk menghitung kelimpahan
fitoplankton digunakan metode APHA
(1989) yaitu:
10 VxV
xCNK
Dimana :
K = kelimpahan fitoplankton
(sel/l)
N = jumlah individu (sel)
C = volume air dalam botol
sampel (50 ml)
V0 = volume air disaring (100
l)
V1 = volume pipet tetes (0,01
ml)
25
Analisis Data
Data fisika dan kimia perairan
dianalisis secara deskriptif. Sedangkan
hubungan beberapa parameter kualitas
air dengan kelimpahan fitoplankton
dianalisis secara statistik dengan
mengunkan regresi linear berganda
(Sudjana, 1992).
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +
b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 +
b8X8 + b9X9
dimana :
Y = kelimpahan
fitoplankton (sel/l)
a dan b = konstanta
X1 = suhu
X7 = kecepatan arus
X2 = kecerahan
X8 = nitrat
X3 = salinitas
X9 = fosfat
X4 = pH
X5 = oksigen terlarut
X6 = karbondioksida
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Fitoplankton
Jenis fitoplankton yang
ditemukan selama penelitian terdiri
dari 28 jenis tergolong ke dalam kelas
Bacillariophyceae, 4 jenis dari kelas
Cyanophyceae dan 8 jenis dari kelas
Chlorophyceae (Tabel 1).
Tabel 1. Jenis fitoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun selama
penelitian
Jumlah (sel/l)
I II III IV
1.
Bacillariophyceae
Triceratium reticulum
Odontella sp
Eucampia sp
Streptotheca indica
S. thamenis
Rhizosolenia bergantii
R. calcaravis
R. alata
R. setigera
Melosira granulata
M. varians
Skeletonema costatum
Chaetoceros distans
Thalassionema longisima
Fragillaria constriens
Tabellaria fenestriata
Nitzchia lorenziana
N. longissima
N. pungens
N.vitrea
N. closterium
N.sigma
Orthoseira sp
Pleurosigma aestuari
P. angulatum
5
3
3
6
3
5
14
6
6
10
8
13
8
11
5
7
3
7
5
3
9
3
3
4
11
13
4
2
9
7
7
19
10
10
6
11
5
11
4
7
9
5
5
7
6
4
9
5
6
10
11
8
5
9
4
4
10
9
9
7
6
7
10
10
8
13
3
8
9
4
12
13
11
5
6
7
2
5
6
2
7
18
6
11
11
7
14
9
10
8
10
8
6
6
4
11
10
3
5
10
26
2.
3.
Cyanophyceae
Chlorophyceae
Meridion circulare
Aulacoseira plaufiana
A. muzzanensis
Dactylococcopsis cicularis
D. rhaphidiodes
Rhichelia intracellularis
Hammatoda sinensis
Closterium lineatum
C. intermedium
C. gracile
Chlorogonium elegans
Gonatozygon sp
Tetraspora gelatinosa
Raphidonema nivale
Spirotaenia obscures
7
5
4
14
20
12
7
6
4
2
5
4
7
8
4
7
9
4
8
9
15
6
3
2
2
6
13
8
10
5
7
8
7
14
9
11
8
23
9
11
4
10
18
11
14
6
6
11
14
11
14
5
14
6
6
9
9
10
13
7
Spesies yang paling banyak ditemui
selama penelitian adalah dari jenis
Rhizosolenia carcalavis, spesies ini
termasuk dalam Famili
Rhizosoleniaceae yang memiliki ciri–
ciri katup berbentuk oval dengan
puncak esentrik, ada yang berbentuk
silindris dan berbentuk rantai.
Cornelius (1999) menambahkan genus
yang paling banyak dijumpai di
perairan akibat dari aktifitas manusia
adalah dari genus Coscinodiscus,
Biddulphia, Chaetoceros, Pleurosigma
dan Rhizosolenia. Selanjutnya
Samiadji, Nurachmi, dan Siregar
(1991) menyatakan bahwa pada waktu-
waktu tertentu populasi suatu jenis
fitoplankton dapat tumbuh atau
melimpah sehingga muncul jenis yang
paling banyak. Munculnya spesies atau
populasi ini kadang-kadang dengan
tiba-tiba, kemudian hilang lagi dan
keberadaannya diganti dengan jenis
lainnya .
Kelimpahan Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton rata-
rata berkisar 7471-10137 sel/l.
Kelimpahan rata-rata fitoplankton
tertinggi berada pada Stasiun III yaitu
10137 sel/l, sedangkan terendah berada
pada Stasiun I yaitu 7471 sel/l (Tabel
2).
Tabel 2. Kelimpahan rata-rata fitoplankton di perairan sekitar Pulau
Penyengat pada setiap stasiun selama penelitian
Kelimpahan (sel/l)
Sampling I Sampling II
Stasiun I 6666 7499
7330 8833
6832 7665
Jumlah 7471
Stasiun II 7163 8997
7834 9164
7835 8332
Jumlah 8415
Stasiun III 9498 10667
10331 11665
27
9000 9830
Jumlah 10137
Stasiun IV 8499 9332
9166 10665
8331 9997
Jumlah 9332
Dari Tabel 2 terlihat bahwa
kelimpahan rata-rata terendah
ditemukan pada Stasiun I, diduga hal
ini disebabkan oleh tingkat kecerahan
perairan yang relatif rendah berada
pada Stasiun I. Efrizal (2001)
menyatakan bahwa kecerahan
merupakan faktor penentu daya
penetrasi cahaya matahari yang masuk
ke perairan. Kelimpahan fitoplankton
tertinggi ditemukan di Stasiun III, hal
ini diduga disebabkan oleh adanya
peningkatan unsur nitrat dan fosfat di
perairan. Hasil analisis konsentrasi
nitrat menunjukkan bahwa konsentrasi
nitrat tertinggi berada pada Stasiun III.
Hal yang sama juga terlihat dari
analisis fosfat yang menunjukkan
bahwa konsentrasi fosfat yang tertinggi
berada pada Stasiun III. Meningkatnya
unsur nitrat dan fosfat di perairan
disebabkan adanya masukan limbah
domestik karena Stasiun III ini
merupakan daerah padat pemukiman
dan lalu lintas kapal. Dari data
kelimpahan fitoplankton menunjukkan
bahwa kelimpahan fitolankton di
Perairan Pulau Penyengat termasuk
kategori rendah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rimper (2002) yang
menyatakan bahwa kelimpahan
fitoplankton < 12500 sel/l termasuk
kategori rendah.
Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas perairan
yang diukur selama pengamatan di
perairan Pulau Penyengat meliputi :
suhu, kecerahan, salinitas, pH, Oksigen
terlarut, Karbondioksida bebas,
kecepatan arus, Nitrat dan Fosfat. Hasil
pengukuran perairan tersebut
dibandingkan dengan baku mutu air
laut untuk biota laut (KEP
NO.51/MENLH/ 2004). Hasil
pengukuran parameter kualitas air rata-
rata selama penelitian dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengukuran parameter kualitas air rata-rata di perairan sekitar
Pulau Penyengat selama penelitian
Stasiun Pengamatan
I II III IV
Suhu (0C)
Kecerahan (m)
Salinitas (0/00)
pH
Oksigen terlarut (mg/l)
Karbondioksida bebas(mg/l)
Kecepatan arus (m/s)
Nitrat (mg/l)
Fosfat (mg/l)
29
1,873*
32
8
5,142
2,198
0,630
1,331*
0,086*
29
2,235*
32
8
5,183
2,163
0,618
1,213*
0,065*
29,5
2,372*
32,5
8
5,267
2,095
0,563
1,678*
0,173*
29,5
2,430*
32,5
8
5,217
2,083
0,550
1,602*
0,127*
Alami
> 5
Alami
7 - 8,5
> 5
-
-
< 0,008
< 0,015
Keterangan :
* = Melebihi baku mutu
Suhu
28
Suhu perairan rata-rata berkisar
29-29,50C, suhu terendah berada pada
Stasiun I dan II dan tertinggi pada
Stasiun III dan IV. Nurdin (2000)
menyatakan bahwa suhu dapat
mempengaruhi fotosintesis di laut baik
secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh secara langsung
yakni suhu berperan untuk mengontrol
reaksi enzimatik dalam proses
fotosintesis. Suhu yang tinggi dapat
menaikan laju maksimum fotosintesis,
sedangkan pengaruh tidak langsung
yakni dalam merubah struktur
hidrologi kolom perairan yang pada
gilirannya akan mempengaruhi
distribusi fitoplankton.
Kecerahan
Kecerahan perairan rata-rata
perairan Pulau Penyengat berkisar
1,87-2,43 m, kecerahan tertinggi
terdapat pada Stasiun IV dan terendah
pada Stasiun I. Secara umum
kecerahan perairan tergolong relatif
rendah, jika dibandingkan dengan baku
mutu air laut yang diperuntukkan bagi
biota laut (Kep NO.51/MENLH/Tahun
2004) yakni > 5 meter. Rendahnya
kecerahan di setiap stasiun disebabkan
oleh adanya aktifitas-aktifitas yang
tinggi di perairan ini seperti kegiatan
transportasi, pelabuhan dan
pemukiman.
Salinitas
Nilai salinitas rata-rata berkisar
32-32,5 0/00, secara umum kisaran
salinitas di perairan ini masih
tergolong alami untuk kehidupan biota
air. Hal ini didukung oleh pendapat
Milero dan Sohn (1992) yang
menyatakan bahwa fitoplankton dapat
berkembang dengan baik pada salinitas
15 – 32 0/00.
pH
Nilai rata-rata pH perairan
Pulau Penyengat di setiap stasiun sama
yaitu 8,0. Isnansetyo dan Kurniastuty
(1995) menyatakan bahwa pH berkisar
antara 8,0 – 9,0 masih dapat
mendukung perkembangan
fitoplankton.
O2 Terlarut
Nilai rata-rata oksigen terlarut
berkisar 5,14-5,27 mg/l. Kadar
oksigen terlarut tertinggi terdapat pada
Stasiun III, hal ini diduga disebabkan
oleh proses fotosintesis yang dilakukan
oleh fitoplankton. Tingginya
kelimpahan fitoplankton di stasiun ini
memberikan kontribusi terhadap
tingginya kadar oksigen terlarut yang
merupakan hasil dari proses
fotosintesis. Jika dibandingkan dengan
KEP NO.51/MENLH/2004, oksigen
terlarut yang diperkenankan adalah >
5. Dari data oksigen terlarut di
perairan ini menunjukkan bahwa
oksigen terlarut pada masing- masing
stasiun termasuk kategori tinggi.
Karbondioksida Bebas
Konsentrasi rata-rata
Karbondioksida bebas selama
penelitian berkisar 2,08-2,20 mg/l.
Karbondioksida bebas tertinggi berada
pada Stasiun I dan yang terendah
berada pada Stasiun IV yaitu 2,083
mg/l. Hal ini disebabkan karena dalam
melakukan fotosintesis fitoplankton
membutuhkan karbondioksida bebas.
Kecepatan Arus
Kecepatan arus rata-rata
berkisar 0,55-0,63 m/detik, arus
tertinggi terdapat pada Stasiun I dan
terendah pada Stasiun IV. Data ini
tidak berbeda jauh dengan penelitian
Nurrachmi (2000), yang menyatakan
kecepatan arus di perairan Pulau
Bintan berkisar 0,5- 0,75 m/detik.
Kuatnya arus di stasiun I disebabkan
posisi stasiun I yang terletak sebelah
barat dari pulau yang posisinya lebih
29
terbuka dibandingkan dengan stasiun
lain.
Nitrat
Konsentrasi rata-rata nitrat
berkisar 1,213-1,678 mg/l, konsentrasi
rata-rata tertinggi berada pada Stasiun
III dan terendah pada Stasiun I. Zieren,
Priyana dan Aribowo (1996)
menyatakan bahwa konsentrasi nitrat
di perairan Bintan 0,69 mg/l.
Selanjutnya Goldman dan Horne
dalam Nurrachmi (1999) menyatakan
bahwa konsentrasi nitrat > 0,2 mg/l
merupakan kesuburan yang baik.
Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi
nitrat di perairan Pulau Penyengat
termasuk dalam kategori kesuburan
yang baik. Namun, jika dibandingkan
dengan baku mutu air laut untuk biota
laut konsentrasi maksimum nitrat
tersebut telah melewati stándar baku
mutu. Hal ini memperlihatkan tingkat
kesuburan perairan Pulau Penyengat
termasuk kategori sangat subur.
Fosfat
Nilai rata-rata fosfat selama
penelitian berkisar 0,065-0,173 mg/l.
Konsentrasi rata-rata fosfat tertinggi
berada pada Stasiun III dan terendah
berada pada Stasiun I. Namun, jika
dibandingkan dengan baku mutu air
laut untuk biota laut konsentrasi
maksimum fosfat tersebut telah
melewati stándar baku mutu. Hal ini
memperlihatkan tingkat kesuburan
perairan Pulau Penyengat termasuk
kategori sangat subur. Tingginya
konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan
Pulau Penyengat dan sekitarnya
mengindikasikan bahwa aktivitas-
aktivitas pemukiman, industri,
pertanian dan aktivitas lainnya
memberikan kontribusi terhadap input
nitrat dan fosfat perairan.
Hubungan Kelimpahan
Fitoplankton dengan Parameter
Kualitas Air
Dari hasil analisis data
diperoleh nilai koefisien determinasi
(R2) = 0,977. Hal ini memberikan
gambaran bahwa terdapat hubungan
yang sangat kuat antara variabel bebas
yakni kesembilan parameter kualitas
air (suhu, kecerahan, salinitas, pH,
oksigen terlarut, karbondioksida bebas,
kecepatan arus, nitrat dan fosfat)
dengan variabel terikat yakni
kelimpahan fitoplankton. Selanjutnya
diperoleh persamaan regresi linier
berganda sebagai berikut:
Y = 24,911 + 0,000suhu +
0,047kecerahan – 0,752salinitas +
0,000pH + 0,921Oksigen terlarut -
0,328Karbondioksida bebas -
4,410kecepatan arus + 0,143Nitrat +
0,803Fosfat
Dari persamaan regresi tersebut
memperlihatkan bahwa parameter
kualitas air yang memiliki hubungan
searah (berbanding lurus) adalah suhu,
kecerahan, O2 terlarut, pH, nitrat dan
fosfat. Sedangkan parameter kualitas
air yang memiliki hubungan
berbanding terbalik yaitu; salinitas,
CO2 bebas, salinitas dan kecepatan
arus.
KESIMPULAN
Berdasarkan nilai kelimpahan
fitoplankton, perairan sekitar Pulau
Penyengat termasuk pada kategori
kelimpahan yang rendah. Hasil regresi
berganda menunjukkan adanya
hubungan yang sangat kuat antara
beberapa parameter kualitas air yang
diamati dengan kelimpahan organisme
fitoplankton. Berdasarkan konsentrasi
Nitrat dan Fosfat memperlihatkan
bahwa perairan sekitar Pulau
Penyengat termasuk kategori sangat
subur. Salah satu parameter kualitas
perairan yang perlu mendapat
perhatian adalah rendahnya tingkat
kecerahan perairan. Namun secara
umum kondisi lingkungan perairan
30
sekitar Pulau Penyengat masih berada
pada kisaran yang layak untuk
kehidupan fitoplankton dan biota
perairan laut lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
American Public Health Association
[APHA]. 1989. Standard
Method for The Examination of
Water and Waste Water.
American Water Work
Association, Water Pollution
Control Federation, Port City
Press, Baltimore, Maryland.
Bold, H.C and M.J. Wyne. 1985.
Introduction to The Algae.
Stucture and Reproduction
Prentice-Hall, Inc. Englewood
Cliffts, New Jersey United
States of America. 720 pp.
Cornelius, E. 1999. Kajian fitoplankton
di perairan.
http://pkukmweb.ukm.my/
ahmad/ botani/elsie.html
(dikunjungi tanggal
01/12/2006, pukul 20.00 WIB).
Efrizal,T. 2001. Kualitas perairan di
sekitar lokasi penambangan
pasir Desa Pongkar
Kabupaten Karimun. Berkala
Perikanan Terubuk 74(28): 50-
58.
Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995.
Teknik Kultur Fitoplankton dan
Zooplankton (Pakan Alami
Untuk Pembenihan Organisme
Laut). Kanisius. Jogjakarta. 116
hal.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 51. 2004. Baku Mutu Air
Laut.
Milero, F.J. and M.L. Sohn. 1992.
Chemical Oceanography. CRC
Press Inc. London. 531 pp.
Nurdin, S. 2000. Kumpulan literatur
fotosintesis pada fitoplankton.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Riau.
Pekanbaru. 50 hal. (tidak
diterbitkan).
Nurrachmi, I. 2000. Hubungan
konsentrasi Nitrat dan Fosfat
dengan kelimpahan Diatom
(Bacillariophyceae) di perairan
pantai Dumai Barat. J.
Perikanan dan Kelautan 4(12):
47-58.
Rimper, J., 2002. Kelimpahan
fitoplankton dan kondisi
hidrooseanografi perairan
Teluk Manado. Makalah
Pengantar Falsafah Sains.
Institut Pertanian Bogor.
www.rudyct.com.
Sachlan, M. 1980. Planktonologi.
Diktat Perkuliahan. Fakultas
Perikanan Institut Pertanian
Bogor. 166 hal.
Samiadji, J., I. Nurachmi, dan M.R.
Siregar. 1991. Penuntun
Praktikum Planktonologi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Riau.
Pekanbaru. 32 hal.
Yamaji, I. 1976. Illustration of The
Marine Plankton of Japan.
Hoikusha Publishing Co, Ltd.
Tokyo. 539 pp.
Zieren, M., T. Priyana dan F. Aribowo.
1996. Kualitas air laut dan
kondisi terumbu karang di
Pulau Bintan: Evaluasi potensi
terumbu karang untuk
rehabilitasi dan konservasi.
Laporan Teknis No.4. Riau
Coastal Zone Land-Use
Management Project. PT Ardes
Perdana. 182 hal.
31
ANALISIS ‘TEMA’, ‘AMANAT’ DAN ‘NILAI BUDAYA’
LEGENDA PULAU PILANG
Oleh
Suhardi
ABSTRAK
Penulis telah melakukan penelitian terhadap tema, amanat dan nilai-nilai
budaya yang terkandung dalam cerita Pulau Pilang. Hasil penelitian yang penulis
peroleh adalah (1) tema cerita Pulau Pilang ini adalah lupa diri seorang anak (Pilang)
terhadap dirinya sendiri, (2) amanat yang terkandung dalam cerita Pulau Pilang ini
adalah seorang anak yang penuh kasih sayang terhadap kedua orang tua agar hidup
bisa selamat dunia dan akhirat; jadikanlah ajaran atau pedoman isi cerita ini agar tidak
mendapat murka dari Allah Swt.; janganlah sombong saat diberikan limpahan reski
dari Allah karena jika Allah menghendaki semua itu akan sirna dalam sekejab.
Hindarilah sifat sombong; sadarilah bahwa bagaimanapun orang tua kita tidak dapat
dibuang begitu saja. Baik dan buruk dia tetap orang tua kita; ingatlah Sabda Nabi
Muhammad bahwa sorga terletak di bawah telapak kaki Ibu. Begitu juga Firman
Allah yang menyatakan bahwa ridho Allah tergantung pada Ridhonya kedua orang
tua. Camkan itu!; semua yang terjadi di muka bumi (buruk dan baik) adalah
kekuasaannya Allah. Oleh sebab itulah, sadarlah wahai manusia! Sementara (3) nilai-
nilai budaya, seperti (a) nilai etika/moral, yaitu Cerita ini memberikan tuntutan
kepada para penikmatnya agar selalu berbuat baik kepada kedua orang tua. (b) nilai
estetika yang terkandung dalam cerita ini adalah alur cerita yang begitu runut dan
gaya bahasa yang digunakan si pencerita yang begitu baik membuat setiap pendengar
terpaku atau terlena mendengarkannya. Bahkan terkadang dapat mengundang air mata
yang menetes tanpa diminta. Keindahan cerita Pulau Pilang memiliki kesinoniman
dengan cerita yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau, yaitu cerita “Malin
Kundang”. Hanya saja latar dan nama tokoh yang membedakannya. ( c ) nilai
pendidikan yang terkandung dalam cerita ini adalah seorang anak yang lahir itu ibarat
kertas yang masih putih bersih belum ditulis. Orang tuanyanya yang akan
mewarnainya akan ia akan dijadikan islami atau nasrani. Maksudnya baik dan buruk
seorang anak besar pengaruhnya dari kedua orang tua sejauhmana ia didik dengan
baik. Kewajiban seorang anak terhadap kedua orang tua adalah mengabdikan diri.
Membantu meringankan beban kehidupan kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, jika
seorang anak memiliki kelebihan rezki maka bantulah kedua orang tua kita.
Kata kunci: Tema, Amanat, Nilai-Nilai Budaya
PENDAHULUAN
Provinsi Kepulauan Riau sangat kaya
dengan berbagai bentuk sastra, baik
sastra lisan maupun sastra tulis.
Kekayaan tersebut tersebar di berbagai
Kabupaten dan Kota yang ada di
Provinsi Kepulauan Riau. Sebut saja
diantaranya adalah Kabupaten Lingga.
Sebagai sebuah
kabupaten yang umurnya masih muda
(yang dulunya termasuk wilayah
Kabupaten Kepulauan Riau atau
Bintan saat ini), Kabupaten Lingga
memiliki banyak bentuk-bentuk sastra
32
lisan. Sebut saja di antaranya adalah
Legenda Pulau Pilang, Gunung Daik
Bercabang Tiga (di daerah Daik),
Meriam Tegak (di daerah Dabo), Batu
Berdaun, legenda Pulau Bakung, dst..
Dari beberapa bentuk legenda tersebut
belum ada satupun penulis jumpai
sampai saat ini peneliti lain yang
mencoba meneliti dan melakukan
kajian. Baik dari segi tema, amanat
maupun nilai-nilai budaya yang
terkandung dalam beberapa legenda
tersebut. Hal ini mungkin juga
disebabkan beberapa legenda tersebut
belum dibukukan. Dengan kata lain,
ceritanya masih banyak berkembang
dari mulut kemulut (lisan). Sejalan
dengan hal tersebut ke depan penulis
juga memiliki rencana untuk
mengajukan proposal ke pihak
pemerintah daerah Kabupaten Lingga
dan Dinas Pariwisatanya untuk dapat
memberikan dukungan dana dan moril
untuk mendokumentasikan berbagai
cerita rakyat yang masih berbentuk
lisan tersebut ke bentuk buku agar
dapat dinikmati oleh peminat sastra
lainnya. Selain itu juga untuk
membantu pemerintah daerah
kabupaten Lingga dalam
mengamankan bentuk kekayaan sastra
lisannya dari kepunahan di masa
dating.
Sebagai sebuah asset budaya milik
masyarakat Kabupaten Lingga,
berbagai bentuk legenda yang tersebar
di berbagai tempat saat ini perlu
diamankan agar tidak punah begitu
saja seiring perjalanan waktu dan arus
globalisasi yang melanda dunia saat
ini. Pemerintah Daerah Kabupaten
Lingga bersama dengan Dinas
Pariwisata dan Budaya perlu menjalin
kerja sama dengan perguruan tinggi
yang ada di daerah ini untuk bersama-
sama melakukan kajian, penelitian,
pendokumentasian hingga penerbitan
dalam bentuk buku-buku. Bahkan hasil
ini juga dapat menjadi bahan ajar di
berbagai sekolah tidak hanya di
Kabupaten Lingga mungkin juga pada
daerah-daerah lainnya. Mengingat
sastra lisan ini memiliki kelemahan
yang sangat tinggi. Sastra lisan ini
biasanya hanya dikuasai oleh orang-
orang tertentu saja sehingga jika orang
tersebut meninggal maka tamat pulalah
ceritanya.
Selain memiliki fungsi hiburan,
berbagai bentuk sastra lisan tersebut
juga memiliki unsure pendidikan
(moral, estetika, budaya). Semua itu
akan dapat dijumpai jika pada
beberapa bentuk legenda tersebut
dilakukan kajian/penelitian. Semakin
banyak peneliti yang melakukan kajian
dan penelitiannya maka terbukalah
peluang pemerolehan nilai-nilai
pendidikan yang terkandung di
dalamnya. Selanjutnya semakin
terbukalah mata penikmat sastra lisan
lainnya untuk menindaklanjutinya.
Sejalan dengan hal tersebut, penulis
sebagai peneliti yang selama ini sangat
suka melakukan riset budaya
berkeinginan sekali untuk melakukan
pengamatan serius terhadap legenda-
legenda yang terdapat dalam
masyarakat di Kabupaten Lingga.
Salah satunya adalah pengamatan
terhadap Legenda ‘Pulau Pilang’ yang
terdapat pada masyarakat di daerah
Dabo. Pada kesempatan lainnya
mungkin akan peneliti lanjutkan pada
legenda-legenda lainnya. Khusus
dalam hal ini, penelitian ini penulis
beri judul, “ ANALISIS TEMA,
AMANAT DAN NILAI BUDAYA
LEGENDA PULAU PILANG’.
Sejalan dengan rumusan permasalahan
tersebut maka penelitian ini lebih
difokuskan pada analisis tema, amanat
dan nilai budaya legenda Pulau Pilang.
Berdasarkan rumusan permasalahan
tersebut maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui tema, amanat
dan nilai budaya legenda Pulau Pilang.
Kemudian hasil akhir yang diharapkan
dari penelitiannya adalah diketahuinya
tema, amanat, dan nilai-nilai budaya
33
yang terkandung dalam Legenda Pulau
Pilang.
METODODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif (Arikunto,
1999). Pendekatan kualitatif bertitik
tolak dari pandangan fenomenologis
berdasarkan pemahaman makna
tingkah laku manusia sebagaimana
yang dimaksudkan pelakunya sendiri
yang bagi peneliti sifatnya
interpretative. Pendekatan kualitatif
ditekankan pada participan
observation (predley, 1980). Penelitian
kualitatif dalam menganalisis data
menggunakan metode induktif, yaitu
penarikan kesimpulan, perumusan teori
dilakukan setelah berbagai data
terkumpul secukupnya dan dianalisis.
Peneliti dapat terlibat langsung dengan
bervariasi mulai dari pasif, aktif,
moderat atau terlibat penuh. Obyek
penelitian adalah legenda Pulau Pilang
yang penulis runut dari cerita salah
seorang tokoh masyarakat Dabo
Kabupaten Lingga.
Teknik pengumpulan data dimulai dari
observasi umum ‘grand tour’, dengan
tujuan untuk mendapatkan deskripsi
umum tentang situasi sosial yang
menjadi obyek penelitian. Selanjutnya
dilakukan observasi terfokus ‘mini
tour’ dengan tujuan memperoleh
deskripsi yang lebih terinci tentang
berbagai komponen dan aspek atau
elemen yang ditemui dalam observasi
umum.
Instrumen yang digunakan untuk
mendapatkan data adalah melalui
angket yang berisi pertanyaan dan
pernyataan yang akan dijawab atau
ditanggapi oleh informan secara
langsung serta partisipan observasi
(observation participant).
HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Cerita
Pulau Pilang letaknya dari Kota Dabo
lebih kurang 40 menit jika kita
mengendarai motor. Pilang adalah
nama seorang anak yang dulunya
hidup di sekitar pulau ini. Asal mula
pulau ini bernama Pulau Pilang,
berikut ini alur ceritanya. Pilang hidup
bersama orang tuanya yang miskin.
Setelah dewasa ia memutuskan untuk
merantau. Setelah berhasil di rantau
dan berkeluarga ia memutuskan untuk
pulang guna menunjukkan ke kayaan
dan keberhasilannya kepada orang
kampungnya. Mendengar Pilang
pulang, orang kampong
menyambutnya dengan gembira.
Termasuklah ibunya Pilang. Dengan
menggunakan sampan, sang ibu
menyongsong kapal anaknya tersebut
ke tengah laut. Ibu Pilang sangat
bergembira mendengar anaknya
datang. Sudah sekian lama ia terpisah
dengan anaknya tersebut. Barulah kita
ia dapat berjumpa. Guna
menyenangkan hati anaknya tersebut,
Ibu Pilang memasak makanan
kesukaan anaknya tersebut. Kemudian
ia membungkus dan membawakan
makanan yang siap saji tersebut
dengan menggunakan sampan
menunuju kapal anaknya.
Sesampai di dekat kapal Pilang, sang
ibu terus menaiki tangga kapal.
Sesampai di tangga kapal, para
pengawal kapal yang berada di atas
kapal tersebut melaporkan ke Kapten
Kapal (Pilang) bahwa ada seorang tua
yang mau jumpa dengannya. Pilang
memerintahkan sang pengawal agar
mengusir ibu tua tersebut. Sang ibu
dengan memegang erat tangga kapal
tidak mau kembali sebab ia ingin
sekali jumpa dengan anaknya Pilang
yang sudah lama tidak bersua. Sang
pengawal memukul-mukul tangan
Sang ibu agar meninggalkan kapal.
Sang ibu berteriak, “Pilang ini ibumu,
34
Nak!”. Sang Kapten (Pilang)
menjawab, “Bukan kau bukan ibuku,
pergi tinggalkan kapal, ini!”.
Pengawal, usir ibu tua renta
ini!”.”Sang ibu karena tak tahan
dipukul terus, tangan pegangannya
lepas dari tanggal kapal. Sang ibu
terjatuh. Kemudian dengan hati sedih
dan rasa pilu yang sangat, sang ibu
memohon kepada Tuhan. Dengan
mengangkat kedua tangannya dan
menegadah ke lahit memohon kepada
Allah. “Ya, Allah tunjukkanlah
kekuasaan-Mu. Jika memang ia bukan
anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu.
Jika memang ia adalah anakkku maka
tunjukkanlah kekuasaan-Mu. Tak lama
kemudian petir yang sangat dahsyat.
Sambar menyambar di langit. Pilang
takut dan memohon ampun kepada
Allah. Pilang dikutuk menjadi batu.
Segala harta yang ada di kapal tumpah
ke laut. Kapal dan peti emas yang
tumpah ke laut itu berubah menjadi
sebuah pulau. Kini pulau tersebut oleh
masyarakat disebut “Pulau Emas”
(Amri/16 Mei 2009).
2. Tema Cerita
Cerita Pulau Pilang bertemakan lupa
diri seorang anak (Pilang) terhadap
dirinya sendiri. Andai saja dia tahu
siapa dirinya tentunya perlakuannya
terhadap ibunya sendiri tidaklah
sedemikian. Selanjutnya kutukan
tersebut juga tidak akan terjadi. Namun
karena ia telah murka itulah, Pilang
harus menanggung resiko, yaitu
menjadi batu.
3. Amanat Cerita
Cerita Pulau Pilang yang berkembang
dalam masyarakat di daerah Dabo
Kabupaten Lingga ini memiliki amanat
sebagai berikut:
a. Jadilah seorang anak yang penuh
kasih sayang terhadap kedua orang tua
agar hidup bisa selamat dunia dan
akhirat.
b. Jadikanlah ajaran atau pedoman isi
cerita ini agar tidak mendapat murka
dari Allah Swt.
c. Janganlah sombong saat diberikan
limpahan reski dari Allah karena jika
Allah menghendaki semua itu akan
sirna dalam sekejab. Hindarilah sifat
sombong.
d. Sadarilah bahwa bagaimanapun
orang tua kita tidak dapat dibuang
begitu saja. Baik dan buruk dia tetap
orang tua kita.
e. Ingatlah Sabda Nabi Muhammad
bahwa sorga terletak di bawah telapak
kaki Ibu. Begitu juga Firman Allah
yang menyatakan bahwa ridho Allah
tergantung pada Ridhonya kedua orang
tua. Camkan itu!
f. Semua yang terjadi di muka bumi
(buruk dan baik) adalah kekuasaannya
Allah. Oleh sebab itulah, sadarlah
wahai manusia!
4. Nilai-Nilai Budaya
a. Nilai Etika/Moral
Cerita Pulau Pilang ini mengandung
nilai-nilai etika atau moral yang cukup
tinggi. Cerita ini memberikan tuntutan
kepada para penikmatnya agar selalu
berbuat baik kepada kedua orang tua.
Betapa tidak, sejak dalam kandungan
hingga kita dilahirkan ke permukaan
bumi ini, susah senang mereka alami
demi anak-anaknya. Belum lagi
susahnya saat dia mengandung kita
selama sembilan bulan. Tidaklah akan
mungkin bisa dibalas dengan apapun
besarnya jasa kedua orang tua kita
dalam membesarkan kita. Bahkan
nyamuk satu ekor pun ia tak rela
menggigit anaknya.
b. Nilai Estetika
Selain nilai etika/moral, cerita Pulau
Pilang ini juga mengandung nilai-nilai
estetika/keindahan. Alur cerita yang
begitu runut dan gaya bahasa yang
digunakan si pencerita yang begitu
baik membuat setiap pendengar
35
terpaku atau terlena mendengarkannya.
Bahkan terkadang dapat mengundang
air mata yang menetes tanpa diminta.
Keindahan cerita Pulau Pilang
memiliki kesinoniman dengan cerita
yang berkembang dalam masyarakat
Minangkabau, yaitu cerita “Malin
Kundang”. Hanya saja latar dan nama
tokoh yang membedakannya.
c. Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan yang terkandung
dalam cerita Pulau Pilang adalah
seorang anak yang lahir itu ibarat
kertas yang masih putih bersih belum
ditulis. Orang tuanyanya yang akan
mewarnainya akan ia akan dijadikan
islami atau nasrani. Maksudnya baik
dan buruk seorang anak besar
pengaruhnya dari kedua orang tua
sejauhmana ia didik dengan baik.
Kewajiban seorang anak terhadap
kedua orang tua adalah mengabdikan
diri. Membantu meringankan beban
kehidupan kedua orang tuanya. Oleh
sebab itu, jika seorang anak memiliki
kelebihan rezki maka bantulah kedua
orang tua kita.
d. Nilai Religius
Nilai religius yang terkandung dalam
cerita Pulau Pilang ini adalah seorang
anak sejak kecil harus diberikan
pendidikan agama yang cukup agar ia
memiliki iman yang kuat. Dengan
iman yang kuat inilah nantinya ia akan
mampu menyaring berbagai pengaruh
yang dating di sekitar kehidupannya.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan
Allah melalui firmannya dalam Surat
Lukman. Para orang tua sangat perlu
memahaminya terutama dalam
menuntun anak-anaknya selamat hidup
di dunia dan selamat pula hidupnya di
akhirat nanti.
4. Simpulan dan Saran
a. Simpulan
(1) Tema cerita Pulau Pilang ini adalah
lupa diri seorang anak (Pilang)
terhadap dirinya sendiri. Andai saja dia
tahu siapa dirinya tentunya
perlakuannya terhadap ibunya sendiri
tidaklah sedemikian. Selanjutnya
kutukan tersebut juga tidak akan
terjadi. Namun karena ia telah murka
itulah, Pilang harus menanggung
resiko, yaitu menjadi batu.
(2) Amanat cerita Pulau Pilang ini
adalah seorang anak yang penuh kasih
sayang terhadap kedua orang tua agar
hidup bisa selamat dunia dan akhirat;
jadikanlah ajaran atau pedoman isi
cerita ini agar tidak mendapat murka
dari Allah Swt.; janganlah sombong
saat diberikan limpahan reski dari
Allah karena jika Allah menghendaki
semua itu akan sirna dalam sekejab.
Hindarilah sifat sombong; sadarilah
bahwa bagaimanapun orang tua kita
tidak dapat dibuang begitu saja. Baik
dan buruk dia tetap orang tua kita;
ingatlah Sabda Nabi Muhammad
bahwa sorga terletak di bawah telapak
kaki Ibu. Begitu juga Firman Allah
yang menyatakan bahwa ridho Allah
tergantung pada Ridhonya kedua orang
tua. Camkan itu!; semua yang terjadi di
muka bumi (buruk dan baik) adalah
kekuasaannya Allah. Oleh sebab
itulah, sadarlah wahai manusia!
(3) Nilai-nilai budaya yang terkandung
dalam novel ini adalah:
a. Nilai Etika/Moral
Cerita Pulau Pilang ini mengandung
nilai-nilai etika atau moral yang cukup
tinggi. Cerita ini memberikan tuntutan
kepada para penikmatnya agar selalu
berbuat baik kepada kedua orang tua.
Betapa tidak, sejak dalam kandungan
hingga kita dilahirkan ke permukaan
bumi ini, susah senang mereka alami
demi anak-anaknya. Belum lagi
susahnya saat dia mengandung kita
selama sembilan bulan. Tidaklah akan
mungkin bisa dibalas dengan apapun
besarnya jasa kedua orang tua kita
36
dalam membesarkan kita. Bahkan
nyamuk satu ekor pun ia tak rela
menggigit anaknya.
b. Nilai Estetika
Selain nilai etika/moral, cerita Pulau
Pilang ini juga mengandung nilai-nilai
estetika/keindahan. Alur cerita yang
begitu runut dan gaya bahasa yang
digunakan si pencerita yang begitu
baik membuat setiap pendengar
terpaku atau terlena mendengarkannya.
Bahkan terkadang dapat mengundang
air mata yang menetes tanpa diminta.
Keindahan cerita Pulau Pilang
memiliki kesinoniman dengan cerita
yang berkembang dalam masyarakat
Minangkabau, yaitu cerita “Malin
Kundang”. Hanya saja latar dan nama
tokoh yang membedakannya.
c. Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan yang terkandung
dalam cerita Pulau Pilang adalah
seorang anak yang lahir itu ibarat
kertas yang masih putih bersih belum
ditulis. Orang tuanyanya yang akan
mewarnainya akan ia akan dijadikan
islami atau nasrani. Maksudnya baik
dan buruk seorang anak besar
pengaruhnya dari kedua orang tua
sejauhmana ia didik dengan baik.
Kewajiban seorang anak terhadap
kedua orang tua adalah mengabdikan
diri. Membantu meringankan beban
kehidupan kedua orang tuanya. Oleh
sebab itu, jika seorang anak memiliki
kelebihan rezki maka bantulah kedua
orang tua kita.
b. Saran
(1) Jadikanlah tokoh-tokoh cerita ini
sebagai pedoman. Janganlah
mengulang kesalahan yang sama di
masa dating!
(2) Cerita Pulau Pilang ini dapat
dijadikan bahan ajar, khususnya
apresiasi sastra di berbagai sekolah. Di
samping memperkenalkan kekayaan
sastra daerahnya juga memperkenalkan
sastra itu sendiri!
(3) Kajian terhadap bentuk-bentuk
legenda yang ada khususnya di
Kabupaten Lingga ini perlu
ditindaklanjuti oleh peneliti berikutnya
agar kekayaan yang ada tetap dapat
dipertahankan untuk masa dating.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Bina Cipta
Azyumardi, Azra. 1999. Pendidikan
Islam: Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logis
Donal Ary.dkk. 1984. Pengantar
Penelitian dalam Pendidikan
(terjemahan). Surabaya: Usaha
Nasional
Haroen, Nasrudin.dkk. 2001.
Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta:
Ictiar Baru van Hoeve
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian
Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan
Kuantitatif). Jakarta: GP Press.
Khatib, Yusran. 2988. Sistem Evaluasi
dan Penilaian. Padang:FPBS
Koentjaraningrat. 1974. Pengantar
Antropologi. Jakarta: Bulan Bintang
Navis, A.A. 1984. Alam Takambang
Jadi Guru. Jakarta: Grafiti
Nawawi, Hadari. 2003. Metode
Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
M. Echols, John. 1988. An English
Indonesian Dictionary.
Jakarta:Gramedia
37
Saini KM. 1989. Protes Sosial dalam
Sastra. Bandung:Angkasa
Sastrowardoyo, Subagio. 1989. Sekilas
Soal Sastra dan Budaya. Jakarta: Balai
Pustaka
Semi, M. Atar. 1989. Kritik Sastra.
Bandung: Angkasa
Sumardjo, Jakob. 1995. Sastra dan
Massa. Bandung; ITB
Teeuw, A. 1993. Khazanah Sastra
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
38
PROSES SEDMENTASI DI PERAIRAN DOMPAK KECAMATAN
BUKIT BESTARI PROVINSI KEPULAUAN RIAU
SEDIMENTATION PROCESS IN THE COAST OF DOMPAK
BUKIT BESTARI SUB-REGENCY KEPULAUAN RIAU
PROVINCE
Oleh
Amirul Mukminin
ABSTRACT
Research of sedimentation process has been carried out in the coast of
Dompak. The objectives of this research is to understand the sedimentation process,
including sediment accumulation, physical characteristic and anthropogenic activities
effects.
Result shown that the highest sediment accumulation volume rate in each
station is 2,2115 (ml/cm2/day) is as station 4 and the lowest is as stasion 3 that is
0,4789 (ml/cm2/day). Sediment fraction in each station is consisted of three fraction
types, namely gravel, mud and sand which is predominated by mud fraction.
Sediment fraction in the station 1, 2 and 3 are consisted of sandy mud sediment
fraction, while station 4 the sediment is muddy sand fraction. Highest sedimentation
rate found is the station 4 and station 1. This is due to the presence of anthropogenic
activities such as bauxite mines and transportation routes and there is a
Tanjungpinang-Dompak bridge construction in that area.
Keywords : Sedimentation process, Dompak , Kepulauan Riau, anthropogenic
activities.
PENDAHULUAN
Pulau Dompak merupakan
daerah perluasan Ibukota Provinsi
Kepulauan Riau dengan akan
dibangunnya pusat pemerintahan.
Perairan Dompak merupakan kawasan
aktivitas anthropogenik yang komplek
seperti aktivitas pelayaran, industri
tambang bauksit, pemukiman,
pelabuhan kapal maupun lainnya serta
limbah-limbah yang dihasilkan.
Segala bentuk aktivitas di sekitar
kawasan ini akan berdampak langsung
pada perairan tersebut baik secara
biologi, fisika maupun kimia, terhadap
proses sedimentasi. Sedimen
didefinisikan sebagai material-
material yang berasal dari
perombakan batuan yang lebih tua
atau material yang berasal dari proses
weathering batuan dan
ditransportasikan oleh air, udara dan
es, atau material yang diendapkan
oleh proses-proses yang terjadi secara
alami seperti precitipasi secara kimia
atau sekresi oleh organisme, kemudian
membentuk suatu lapisan pada
permukaan bumi Rifardi (2008a).
Pengendapan sedimen tergantung
kepada medium angkut, dimana bila
kecepatan berkurang medium tersebut
tidak mampu mengangkut sedimen ini
sehingga terjadi penumpukan (Ompi
et al, 1990).
Semua material dari aktivitas tersebut
masuk ke dalam perairan laut dan
mengendap di dasar perairan
39
penambahan pasokan sedimen cukup
merugikan bagi wilayah pesisir,
sehingga akan mengakibatkan adanya
fenomena alam yang menyebabkan
terjadinya pendangkalan, perubahan
terhadap jenis endapan sedimen di
Perairan Dompak, Rifardi (2008a)
ukuran butir sedimen dapat
menjelaskan hal-hal berikut : 1)
menggambarkan daerah asal sedimen,
2) perbedaan jenis partikel sedimen, 3)
ketahanan partikel dari bermacam-
macam komposisi terhadap proses
weathering, erosi, abrasi dan
transportasi serta 4) jenis proses yang
berperan dalam transportasi dan
deposisi sedimen. sedimentasi sangat
erat hubungannya dengan
pendangkalan. Sedimentasi ini
merupakan proses yang berlangsung
dalam jangka waktu yang lama
Uktoselya(1992). Streeter dan Wylie
(1990), kecepatan pengendapan butiran
sedimen didalam air dimana benda
tersebut digerakan secara horizontal ke
dalam air sebagai kombinasi dari gaya
angkat, gaya hambat dan gaya-gaya
lainnya yang bekerja. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui
proses sedimentasi ditinjau dari
sedimen terakumulasi, sedimen
tersuspensi dan karakteristik fisik
sedimen akibat aktivitas anthropogenik
di perairan Pantai Dompak Provinsi
Kepulauan Riau.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan
bulan Juli-Agustus 2008. Pengambilan
sampel sedimen dilakukan di perairan
pantai Dompak Kecamatan Bukit
Bestari Provinsi Kepulauan Riau.
Sedangkan Analisis sedimen
terakumulasi, sedimen tersuspensi dan
fraksi sedimen dilakukan di
Laboratorium Terpadu Ilmu Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Riau.
Bahan dan Alat. Bahan yang
digunakan meliputi sampel sedimen
terakumulasi, tersuspensi, fraksi
sedimen dan larutan hidrogen
peroksida (H2O2) dengan konsentrasi 3
%. Alat yang digunakan adalah
Sedimen Trap (sedimen terakumulasi),
Eckman Grab sampler (sedimen
permukaan), secchi disc, water
checker, handrefraktometer, GPS
Garmin, parasut arus, timbangan
analitik, oven pengering, cawan dan
saringan bertingkat, kertas whatman,
sistem penyaring vakum, oven, gelas
ukur, desikator dan timbangan analitik.
Pengambilan Sampel.
Pengambilan sampel dilaksanakan
pada empat stasiun di perairan pantai
Dompak dengan meletakkan sedimen
trap di dekat dasar perairan selama 10
hari dengan tiga kali pengulangan dan
Eckman Grab sampler untuk
mengambil sedimen permukaan.
Pengamatan di
Laboratorium. Analisis sampel
sedimen akumulasi yang dihitung
adalah volume dan berat sedimen yang
terendapkan persatuan luas area per
waktu berdasarkan Rifardi (2008b)
sebagai berikut :
1 Volume diukur dengan cara
menyaring sedimen sampel
dengan ayakan yang paling halus
0,063 mm untuk memisahkan
lumpur dengan fraksi lainnya.
2 Fraksi yang tertahan dalam ayakan
tersebut dihitung volumenya (ml)
dan setelah itu dikeringkan dengan
oven dan ditimbang beratnya
(gram).
Sedangkan sedimen yang lolos
dari ayakan, dibiarkan selama 3 hari
untuk diendapkan, setelah itu diukur
volume yang terendap (ml) dan
ditimbang (gram).
Analisa ukuran butir (tekstur)
sedimen dilakukan di laboratorium
40
dengan rujukan Rifardi (2008a)
sebagai berikut :
1 Sampel yang sudah direndam
dengan larutan hidrogen peroksida
3-5% diayak dengan ayakan yang
mempunyai mesh size 63 μm
untuk menganalisis fraksi populasi
lumpur.
2 Ayakan yang digunakan bermesh
size 2 mm (-1Ø) untuk
memisahkan fraksi populasi
kerikil dari pasir. Sedimen yang
tertahan dalam ayakan ini adalah
fraksi populasi kerikil dan yang
lolos adalah fraksi populasi pasir.
3 Populasi pasir dimasukan dalam
ayakan paling atas, dimana
sebelumnya ayakan telah disusun
berdasarkan ukuran mesh size
yaitu ukuran mesh size dari atas ke
bawah sebagai berikut: 1 mm
(0Ø), 0,5 mm (1Ø; 500 μm), 0,25
mm (2Ø; 250 μm), 1/8 mm (3Ø;
125 μm), 1/16 mm (4Ø; 63 μm).
Analisis Data Sampel.
Akumulasi sedimen diukur dengan
menghitung volume per satuan luas
area per waktu dengan perhitungan
sebagai berikut:
Laju Volume Akumulasi =
Keterangan :
Laju Volume Akumulasi =
(ml/cm2/hari)
V = Volume Sedimen (ml)
L = Luas Penampang Sediment-
trap (cm2)
T = Waktu Pemasangan
Sediment-trap (hari)
Selain itu akumulasi sedimen
yang dihitung adalah berat sedimen
yang terendapkan persatuan luas area
per waktu dengan perhitungan sebagai
berikut:
Laju Berat Akumulasi =
Keterangan :
Laju Berat Akumulasi =
(gram/cm2/hari)
W = Berat Kering Sedimen (gram)
L = Luas Penampang Sedimen-
trap (cm2)
T = Waktu Pemasangan Sedimen-
trap (hari)
Hasil dari metode pengayakan
basah dan metode pipet digabungkan
dan didapatkan diameter rata-rata atau
mean size (Ø), koofisien sorting (δ1),
skewness (Sk1) yang diperoleh dari
metode grafik menurut (Rifardi
2008a). Perhitungan nilai tersebut
didapatkan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
mean size (Mz) = Ø16 + Ø50 + Ø84
3
Klasifikasi:
Ø1 : coarse sand (pasir kasar)
Ø2 :medium sand (pasir
menengah)
Ø3 : fine sand (pasir halus)
Ø4 : very fine sand (pasir sangat
halus)
Ø5 : coarse silt (lumpur kasar)
Ø6 : medium silt (lumpur
menengah)
Ø7 : fine silt (lumpur halus)
Ø8 : very fine silt (lumpur sangat
halus)
> Ø8 : clay (liat)
Sorting (δ1)=Ø84 - Ø16 + Ø95 - Ø5
4 6,6
Klasifikasi:
<0,25Ø : very well sorted
(terpilah sangat baik)
0,35 – 0,50Ø: well sorted (terpilah
baik)
0,50 – 0,71Ø : moderately well sorted
(terpilah)
0,71 – 1,0Ø : moderately sorted
(terpilah sedang)
1,0 – 2,0Ø : poorly sorted (terpilah
buruk)
>2,0Ø : very poorly sorted
(terpilah sangat buruk)
Skewness(Sk1)=
41
Klasifikasi:
+ 1,0 s.d + 0,3 : very fine skewed
+ 0,3 s.d + 0,1 : fine skewed
+ 0,1 s.d – 0,1 : near symmitrical
- 0,1 s.d – 0,3 : coarse skewed
> - 0,3 : very coarse skewed
ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil
pengamatan dan pengukuran
dilapangan ditabulasikan kedalam
bentuk tabel dan dibahas secara
deskriptif. Semua analisis statistik
dilakukan dengan software Statistical
Product and Service Solution (SPSS)
versi 12. Laju sedimen terakumulasi
diuji dengan One Way Anova dengan
tingkat kepercayaan 95% untuk
melihat pengaruh aktivitas
anthropogenik terhadap proses
sedimentasi.
Hubungan antara laju sedimen
terakumulasi dan fraksi sedimen maka
digunakan regresi linier sederhana
(Sudjana, 1996) dengan model
matematis: Y = a + bx
Dimana :
Y = laju sedimen terakumulasi
(ml/cm2/hari)
a dan b = konstanta
X = fraksi sedimen (mz)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Laju Sedimen Terakumulasi Per Sepuluh Hari Volume dan Berat
Stasiun
1 2 3 4
I 0,2089 0,0968 0,2038 0,4943 1,0038
II 0,1936 0,1732 0,0611 0,5299 0,9578
III 0,3210 0,2854 0,2140 1,1873 2,0077
Jumlah
Total 0,7235 0,5554 0,4789 2,2115
3,9693
Rata-rata 0,2411 0,1851 0,1596 0,7371 1,3231
I 0,0404 0,0167 0,0424 0,1546 0,2541
II 0,0337 0,0322 0,0361 0,1581 0,2601
III 0,0605 0,0551 0,2040 1,1732 1,4928
Jumlah
Total 0,1346 0,1040 0,2825 1,4859 2,0070
Rata-rata 0,0448 0,0346 0,0941 0,4953 0,6690
Sumber : Data Primer
Hasil analisis untuk jumlah total laju
volume sedimen terakumulasi tertinggi
pada setiap stasiun adalah 2,2115
(ml/cm2/hari) yaitu pada stasiun 4,
tingginya akumulasi disebabkan karena
merupakan kawasan aktivitas
penambangan bauksit Pulau Dompak
dan pelayaran bagi kapal-kapal besar
pembawa hasil tambang bauksit.
Pada stasiun 1 jumlah total laju volume
terakumulasi yaitu 0,7235
(ml/cm2/hari) karena aktivitas
anthropogenik berupa jalur masuk
kapal-kapal menuju selat dompak dan
merupakan kawasan pembangunan
jembatan Tanjungpinang-Dompak
sepanjang 960 meter yang cukup
memberikan masukan bahan-bahan
organik, anorganik dan bahan
tersuspensi ke perairan pantai Dompak.
Untuk stasiun 2 jumlah total laju
volume terakumulasi yaitu 0,5554
(ml/cm2/hari) karena merupakan
stasiun kontrol yang belum terdapat
aktivitas anthropogenik dan banyak
ditumbuhi mangrove jenis Rhizophora
sp, Sonneratia sp, Bruguiera sp, dan
Xylocarpus sp dan jumlah total laju
42
volume akumulasi terendah terdapat
pada stasiun 3 yaitu sebesar 0,4789
(ml/cm2/hari), diduga karena stasiun 3
berada di dekat Sungai Dompak
dimana di sekitar ini terdapat
pemukiman, usaha tambak ikan dan
tempat pembangunan jembatan antara
pulau Dompak dengan pulau Bintan
Hasil analisis fraksi butiran sedimen
pada masing-masing stasiun di
Perairan Pantai Dompak terdiri atas
tiga jenis fraksi sedimen yaitu kerikil,
pasir dan lumpur yang didominasi oleh
fraksi lumpur.
Tabel 3. Persentase Berat Fraksi Sedimen dan Jenisnya
Fraksi Sedimen (%)
Kerikil Pasir Lumpur
1 0,9597 31,7978 67,2425 Lumpur berpasir
2 13,7112 42,0389 44,2499 Lumpur berpasir
3 4,2356 37,5174 58,2470 Lumpur berpasir
4 6,3064 61,3148 32,3788 Pasir berlumpur
Sumber : Data Primer
Hasil perhitungan diameter rata-rata (Mz) berkisar 3,00 – 5,20 Ø, koefisien sorting
(δ1) berkisar 0,4038 – 2,9576 dan skewness (Sk1) berkisar 0,8056 – 1,6105. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik Sedimen Pada Setiap Stasiun Penelitian
Stasiun Mz Δl Sk1
1 5,20 0,4038 1,4148
2 3,00 0,6970 0,8056
3 4,97 2,9576 1,1658
4 4,20 2,4977 1,6105
Sumber : Data Primer
Stasiun 1 dicirikan dengan nilai mean
size 5,20Ø (coarse silt), nilai koefisien
sorting 0,4038 (well sorted) dan
persentase lumpur 67,2425 %. Stasiun
2 dengan nilai mean size 3,00Ø (fine
sand), nilai koefisien sorting 0,6970
(moderately well sorted) dan
persentase lumpur 44,2499 %. Stasiun
3 nilai mean size 4,97Ø (coarse silt),
nilai koefisien sorting 2,9576 (very
poorly sorted) dan persentase lumpur
58,2470 %. Stasiun 4 memiliki nilai
mean size 4,20Ø (very fine sand),
koefisien sorting 2,4977 (very poorly
sorted) dan memiliki persentase pasir
61,3148 %. Duane (1964) menyatakan
bahwa negatively skewness disebabkan
oleh kelebihan material-material kasar
dari distribusi normal dan diduga
dihasilkan oleh lingkungan yang
menjadi sasaran aktifitas gelombang
dan arus, sedangkan sedimen yang
positively skewness dihasilkan oleh
lingkungan dimana aktivitas
gelombang sangat kecil.
43
Gambar 2. Hubungan Laju Sedimen Terakumulasi dengan Fraksi Sedimen
Uji regresi linier sederhana (Gambar 2)
menunjukan bahwa terdapat hubungan
negatif antara laju sedimen
terakumulasi dengan fraksi sedimen di
perairan pantai Dompak dengan
persamaan Y = -0,069x + 4,411, r = -
0,057. Dari hasil uji t dapat diketahui
bahwa t hitung lebih kecil dari t tabel,
yang berarti fraksi sedimen tidak
berpengaruh nyata terhadap sedimen
terakumulasi di perairan pantai
Dompak.
Fraksi sedimen yang bertanda negatif
berarti bahwa variabel bebas (fraksi
sedimen) mempunyai pengaruh searah
dengan variabel tergantung (laju
sedimen terakumulasi), artinya apabila
distribusi fraksi sedimen meningkat
atau menurun maka akan mendorong
menaikkan dan menurunkan laju
sedimen terakumulasi di perairan.
Proses sedimentasi di perairan
pantai Dompak ditinjau dari aktivitas
anthropogenik berdasarkan hasil uji
one way anova, menunjukan perbedaan
yang nyata terhadap proses
sedimentasi antar stasiun yang dinilai
dari variabel laju volume sedimen
terakumulasi dengan nilai probability
0,025 (p<0,05) dan nilai F hitung
(5,414) > F tabel (4,07) dengan tingkat
kepercayaan 95% yang berarti bahwa
Ha diterima yaitu aktivitas
anthropogenik memberikan pengaruh
terhadap proses sedimentasi. Hal ini
menunjukan bahwa aktivitas
anthropogenik berupa penambangan
bauksit memberikan bahan masukan
berupa partikel ke perairan Dompak,
terutama pada proses pencucian
bauksit dilakukan pada instalasi
pencucian yang bertujuan untuk
meliberasi bijih bauksit terhadap
unsur-unsur pengotornya yang pada
umumnya berukuran -2 mm yaitu
berupa tanah liat (clay) dan pasir
kuarsa, serta reklamasi pantai dalam
pembangunan jembatan
Tanjungpinang-Dompak yang
memberikan masukan sedimen ke
dalam perairan dan merupakan jalur
transportasi kapal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian,
maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan yaitu Proses sedimentasi di
perairan pantai pulau Dompak berasal
dari aktivitas antropogenik di sekitar
perairan ini, dimana aktivitas
pelayaran, industri tambang bauksit,
reklamasi pantai, pembangunan
jembatan Tanjungpinang-Dompak,
44
pelabuhan kapal yang mempengaruhi
proses sedimentasi di perairan.
Pada proses sedimentasi
menyebabkan peningkatan total laju
sedimen terakumulasi selama 30 hari
yaitu 2,2115 (ml/cm2/hari) pada stasiun
4 dan 0,7235 (ml/cm2/hari) stasiun 1.
Fraksi sedimen berperan dalam
mendistribusi laju sedimen
terakumulasi di perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Duane, D. B.,1964. Significance of
Skewness in Recent Sediment.
Jour. Sed. Pet., 34;242-248.
Ompi, M,. L. Effendie. B. Zottoli dan
Moringka, 1990. Sedimen dan
Hubungannya Dengan Komunitas
Moluska di Gugusan Pulau Pari
Kepulauan Seribu, Jakarta . Jurnal.
Fakultas Perikanan Institut
Pertanian Bogor, Bogor I (2): 125-
131.
Rifardi. 2008a. Tekstur Sedimen;
Sampling dan Analisis. Unri Press.
Pekanbaru,101 Hal.
Rifardi. 2008b. Ekologi Sedimen Laut
Modern. Unri Press. Pekanbaru.
145 Halaman.
Streeter, V.L. dan E.B. Wylie. 1990.
Mekanika Fluida. Alih Bahasa: A.
Prijono. Erlangga, Jakarta, 356
Hal.
Sudjana. 1996. Teknik Analisis
Regresi dan Kolerasi. Tarsito.
Bandung.
Uktoselya, H.,1992. Beberapa Aspek
Fisika Air Laut dan Peranannya
Dalam Masalah Pencemaran. Hal
143-154 dalam D. H. Kunarso dan
Ruyitno (eds). Laporan Seminar
Pencemaran Laut. Lembaga
Oseanografi Nasional LIPI,
Jakarta