TIM PENYUSUN Fadhilah Silvi Novitasari
Evi Nurhayati Monika Yuniarti
EDITOR Dr. H. Abd. Rozak A. Sastra, M.A.
ISBN 978-602-5712-79-1
Indonesia
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan pertolongan-Nya, sehingga kumpulan makalah ini dapat
terselesaikan
sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Kumpulan makalah ini dibuat sebagai media pembelajaran di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam
rangka
memenuhi tugas yang berkaitan dengan bahan pembelajaran.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan kata atau kalimat
dan tata letak dalam makalah-makalah ini tentunya banyak
sekali
kekurangan dan kekhilafan baik kata, kalimat atau tata letak.
Untuk kebaikan dan kesempurnaan makalah ini, kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan. Dan akhirnya, semoga
kumpulan
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 30 Maret 2018
Ismiyatun Mawaddah
.............................................................................
34
Tentang Ilmu Pengetahuan
........................................................................
146
Saheful Hidayat
....................................................................................
186
Tentang Kemasyarakatan
..........................................................................
190
Krisna Mukti
.........................................................................................
190
Lauril Widad
.........................................................................................
210
Tentang Gender
.........................................................................................
216
Muhammad Irvan
..................................................................................
235
Fitri Askiyati
.........................................................................................
240
Nanda Astriyadi
....................................................................................
246
Alvian Salafin
.......................................................................................
251
Harun Alrasyid
.....................................................................................
257
Surah Al-Fatihah merupakan salah satu surah yang paling
agung,
karena mempunyai bermacam macam nama sesuai dengan apa yang
terkandung di dalam surah tersebut, nama nama tersebut di
antaranya,
pertama, Surah Al-Fatihah, Al-Fatihah di sini artinya pembuka atau
pemula,
surah ini dinamakan Al-Fatihah karena memang dengan surah inilah
di
bukanya Al-Quran. Peletakannya di permulaan Al-Quran
berdasarkan
taufiqi yaitu perintah dari Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad.
kedua, Ulumul-Quran surah ini di namakan dengan nama tersebut
karena
memang surah tersebut merupakan induk, pokok, atau basis bagi
Al-Quran
seluruhnya.
diturunkan di Mekkah. 1 Namun menurut pendapat sebagian ulama,
seperti
Mujahid, surat ini diturunkan di Madinah. Menurut pendapat lain
lagi, surat
ini diturunkan dua kali, sekali di Mekkah, sekali di Madinah. Ia
merupakan
surat pertama dalam daftar surat Al-Quran. Meski demikian, ia
bukanlah
surat yang pertama kali diturunkan, karena surah yang pertama
kali
diturunkan adalah Surah al-Alaq.
memang merupakan surat yang membuka atau mengawali Al-Quran,
dan
sebagai bacaan yang mengawali dibacanya surah lain dalam shalat. 2
Selain
Al-Fatihah, surat ini juga dinamakan oleh mayoritas ulama dengan
Ummul
Kitab. Namun nama ini tidak disukai oleh Anas, Al-Hasan, dan Ibnu
Sirin.
1 Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, Juz 1, (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000),
hlm. 17. 2 Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi ad-Damsyiqi, Tafsir
al-Quran al-Azhim, Juz 1,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hlm. 101.
2
Menurut mereka, nama Ummul Kitab adalah sebutan untuk al-Lauh
al-
Mahfuzh. Selain kedua nama itu di atas, menurut as-Suyuthi memiliki
lebih
dari dua puluh nama, di antaranya adalah Al-Wafiyah (yang
mencakup), Asy-
Syafiyah (yang menyembuhkan), dan As-Sabul Matsani (tujuh ayat
yang
diulang-ulang).
Dan masih banyak nama nama yang lain untuk surah pembuka ini
seperti al kanz, al hamd, as-salah dan yang lainnya. Banyak sekali
rahasia
yang terkandung dalam setiap ayat dari surah Al-Fatihah ini, selain
itu surah
ini pun setiap hari dibaca oleh umat Islam tak kurang dari 17 kali.
Tidak
hanya itu banyak-banyak keistimewaan-keistimewaan yang fimiliki
oelh
surat Al-Fatihah ini. Penjelasan bagaimana tafsir dari surat
Al-Fatihah pun
tak kalah menarik untuk dibahas. Di kesempatan kali ini makalah
yang saya
susun akan menjabarkan perihal surah Al Fatihah mulai dari
lafadz,
terjemah, tafsir surat Al-Fatihah.
Tafsir Al-Fatihah Ayat Satu
Artinya : “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi
Maha
Penyayang” (Q.S. Al-Fatihah [1] : 1)
Basmalah merupakan pembuka kitab ilahi. Basmalah bukan hanya
terdapat dalam pembukaan Al-Quran, namun dalam seluruh kitab
Samawi.
Basmalah adalah kunci pembuka perbuatan dan pekerjaan para nabi.
Ketika
perahu Nabi Nuh AS berhadapan dengan gelombang dan angin topan,
beliau
berkata kepada para pengikutnya, “Naiklah kamu sekalian dengan
menyebut
nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya”. (QS Hud [11] : 41)
3
Kalimat basmalah tersebut bermakna: “Aku memulai bacaanku ini
seraya memohon berkah dengan menyebut seluruh nama Allah.”
Idiom
“nama Allah” berarti mencakup semua nama di dalam Asmaul
Husna.
3 Muhammad Alcaff, Tafsir Populer Al-Fatihah, (Bandung: PT. Mizan
Pustaka, 2014),
hlm. 90.
permohonannya itu, ia bisa menggunakan salah satu nama Allah yang
seusai
dengan permohonannya. Permohonan pertolongan yang paling agung
adalah
dalam rangka ibadah kepada Allah. Dan yang paling utama lagi
adalah
dalam rangka membaca kalam-Nya, memahami makna kalam-Nya, dan
meminta petunjuk-Nya melalui kalam-Nya. 4
Allah adalah Dzat yang harus disembah. Hanya Allah yang berhak
atas
cinta, rasa takut, pengharapan, dan segala bentuk penyembahan. Hal
itu
karena Allah memiliki semua sifat kesempurnaan, sehingga
membuat
seluruh makhluk semestinya hanya beribadah dan menyembah
kepada-Nya.
Dalam tafsirnya Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Abi Hatim
rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya dari Utsman bin Affan
(22),
“Rasulullah SAW ditanya tentang bismillahirrahmanirrahim, maka
beliau
menjawab, „Ia merupakan salah satu nama Allah. Jarak antara Dia
dan
Nama Yang Agung itu hanya seperti jarak antara bagian hitam dan
bagian
putih pada mata, karena demikian dekatnya.”
Dalam sahahihain disebutkan dari Abu Hurairah RA bahwa
Rasulullah
SAW bersabda (27),
siapa yang menghitungnya, maka dia masuk surga.” 5
Ar-Rahman ar-Rahim merupakan dua nama yang diambil dari kata
ar-
Rahmah, dan bentuk kedua kata itu untuk menunjukkan makna
“sangat”.
Ar-Rahman lebih tegas dari ar-Rahim. Ar-Rahman merupakan isim
musytaq,
dan ini berbeda dengan orang yang memandangnya bukan isim musytaq.
Ar-
rahman merupakan nama dan sifat yang khusus untuk Allah, dan tidak
untuk
selain-Nya. Abu Ali Al-Farisi mengatakan, “Ar-Rahman merupakan
nama
yang bersifat umum dalam segala macam bentuk rahmat, dikhususkan
bagi
4 Abdurrahman bin Nashir bin as-Sadi, Tafsir Al-Lathif Al-Mannan fi
Khulash Tafsir Al-
Quran, (Saudi Arabia: Wizarah asy-Syuun al-Islamiyah wa al-Auqaf wa
ad-Dawah wa al-
Irsyad al-Mamlakah al-Arabiyyah as-Suudiyyah, 1422 H), hlm. 10. 5
Muhammad Nasib Ar-Rifai, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 55-56.
4
yang beriman.
Tafsir Al-Fatihah Ayat 2
Artinya :”Segala puju bagi Allah, Rabb semesta alam” (Q.S.
Al-Fatihah [1]
: 2)
kepada Allahsemata, bukan pada perkara yang disembah selain Dia
dan
bukan kepada perkara yang diciptakan-Nya, karena Dia telah
menganugerahkan nikmat kepada hamba-hamba-Nya yang tak
terhingga.
“Rabb semesta alam”, Ar-Rabb artinya Zat Yang Memiliki dan
yang
Mengelola. Kata ar-rabb dengan dimakrifkan oleh alif dan lam
hanya
dikatakan untuk Allah Taala. Kata rabb hanya boleh digunakan untuk
Allah
Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi.
Al-aalamiin adalah jamak dari „aalam berarti segala yang ada
selain
Allah Yang Maha mulia lagi Maha tinggi. „Aalam merupakan jamak
yang
tidak memiliki bentuk tunggal dari kata itu. Al-awaalim berarti
jenis
makhluk yang ada di langit dan di bumi, di daratan dan di lautan.
Maka
dikenallah istilah alam manusia, alam jin, dan alam malaikat.
Bisyir bin Imarah berkata dengan sanadnya dari Ibnu Abbas
“segala
puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam” itu maksudnya segala
puji
kepunyaan Allah Yang kepunyaan-Nyalah seluruh makhluk yang ada
di
langit dan di bumi serta apa yang ada di antara keduanya, baik yang
kita
ketahui maupun yang tidak kita ketahui.
Ayat ini merupakan pujian kepada Allah karena Dia memiliki
semua
sifat kesempurnaan dan karena telah memberikan berbagai kenikmatan,
baik
lahir maupun batin; serta baik bersifat keagamaan maupun
keduniawian. Di
dalam ayat itu pula, terkandung perintah Allah kepada para hamba
untuk
memuji-Nya. Karena hanya Dialah satu-satunya yang berhak atas
pujian.
5
Dialah yang menciptakan seluruh makhluk di alam semesta. Dialah
yang
mengurus segala persoalan makhluk. Dialah yang memelihara
semua
makhluk dengan berbagai kenikmatan yang Dia berikan. Kepada
makhluk
tertentu yang terpilih, Dia berikan kenikmatan berupa iman dan
amal
saleh.Surat Al-Fatihah bukan semata-mata bacaan untuk beribadah
saja,
tetapi juga mengandung bimbingan untuk membentuk pandangan
hidup
setiap muslim. Tauhid uluhiyah sudah ditunjukkan keberadaannya
dalam
ayat, “Alhamdulillah” (Segala puji bagi Allah). Hal itu
dikarenakan
penyandaran pujian oleh para hamba terhadap Rabb mereka
merupakan
sebuah bentuk ibadah dan sanjungan kepada-Nya, dan itu merupakan
bagian
dari perbuatan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
As-Sadi, Abdurrahman bin Nashir. 1422 H. Tafsir Al-Lathif Al-Mannan
fi
Khulash Tafsir Al-Quran. Saudi Arabia: Wizarah asy-Syuun al-
Islamiyah wa al-Auqaf wa ad-Dawah wa al-Irsyad al-Mamlakah
al-
Arabiyyah as-Suudiyyah.
Pustaka.
Ar-Razi, Fakhruddin. 2000. Mafatih al-Ghaib. Juz 1. Beirut: Dar
al-Kutub
al-Ilmiyyah.
Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.
Ad-Damsyiqi, Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi. 1994. Tafsir
al-Quran
al-Azhim. Beirut: Dar al-Fikr.
Surah Al-Fatihah adalah “Mahkota Tuntunan Ilahi”, Dia adalah
“Ummul Quran”, Banyak nama yang disandang kepada awal surah
Al-
Quran itu. Tidak kurang dari dua puluh sekian nama. Dari
nama-namanya
yang dapat diketahui betapa besar dampak yang dapat diperoleh bagi
para
pembacanya. Tidak heran jika dianjurkan untuk menutup doa dengan
al-
hamdu li-Ilahi rabbil „alamin atau bahkan dengan surah ini.
Dari sekian banyak nama yang disandang nya, hanya tiga atau
empat
nama yang diperkenalkan oleh Rasul SAW, atau dikenal pada masa
beliau
yaitu Al-Fatihah, Ummul kitab atau Ummul quran dan
as-Sabul-Matsani.
Al-Fatihah, Banyak hadis Nabi SAW yang menyebut nama ini.
Antara
lain. “Tidak ada (tidak sah) shalat bagi yang tidak membaca Fatihah
al-
Kitab” (HR, Bukhari, Muslim dan lain-lain). Kata fatih yang
merupakan
akar kata nama ini berarti “menyingkirkan sesuatu yang terdapat
pada satu
tempat yang akan dimasuki”. Tentu saja bukan makna harfiah itu
yang
dimaksud, penamaannya dengan Al-Fatihah karena ia terletak pada
awal Al-
Quran, dan karena biasanya yang pertama memasuki sesuatu adalah
yang
membukanya, maka kata fatihah di sini berarti awal Al-Quran. Surah
ini
awal dari segi penempatannnya pada suaunan Al-Quran, bukan
seperti
dugaan sebagian kecil ulama bahwa ia dinamai demikian karena surah
ini
adalah awal surah Al-Quran yang turun. Anda dapat juga berkata
bahwa Al-
Fatihah adalah pembuka yang sangat agung bagi segala macam
kebajikan.
Adapun penamaannya dengan as-Sabul-Matsani, maka ini pun
bersumber dari sekian banyak hadis antara lain diriwayatkan oleh
At-
Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Demi Tuhan yang
jiwaku
berada dalam genggaman-nya, Allah tidak menurunkan di dalam
Taurat,
Injil, maupun Zabur dan Al-Quran suatu surah seperti
as-Sabul-Matsani”
7
Dari segi bahasa, kata as-sabu berarti tujuh. Ini karena surah
tersebut
terdiri dari tujuh ayat, sedang kata matsani merupakan bentuk jamak
dari
kata mutsana atau matsna yang secara harfiah berarti “dua-dua”.
Yang
dimaksud dengan “dua-dua” adalah bahwa ia dibaca dua kali setiap
rakaat
shalat. Jika makna ini yang dimaksud, maka penamaan tersebut lahir
pada
awal masa Islam, ketika setiap shalat baru berdiri dari dua rakaat;
atau
karena surah ini turun dua kali, sekali di Mekkah dan sekali di
Madinah.
Bisa juga kata “dua-dua” dipahami dalam arti “berulang-ulang”,
sehingga
surah ini dinamai demikian, karena ia dibaca berulang-ulang dalam
shalat
atau diluar shalat, atau karena kandungan pesan setiap ayatnya
terulang-
ulang dalam ayat Al-Quran yang lain.
Penamaanya dengan Ummul kitab/Ummul Quran juga bersumber dari
nabi saw yang bersabda: “Siapa yang shalat tanpa membaca Ummu
Al-
Quran maka shalatnya khidaj (kurang/tidak sah)”. Imam Bukhari
juga
meriwayatkan yang kesimpulannya adalah bahwa Abu Said al-Khudri,
salah
seorang sahabat Nabi, melaporkan kepada beliau bahwa ia
membacakan
kepada seorang yang digigit ular Ummu Al-Quran, dan ternyata
pulih
kesehatannya.
Kata um dari segi bahasa berarti induk. Penamaan surah ini
dengan
Induk Al-Quran boleh jadi karena ia terdapat pada awal
Al-Quran
sehingga ia bagaikan asal dan sumber, serupa dengan ibu yang
datang
mendahului anaknya serta sumber kelahirannya.
Boleh jadi juga penamaannya sebagai umum/induk karena
kandungan
ayat-ayat Al-Fatihah mencakup kandungan tema-tema pokok semua
ayat-
ayat Al-Quran.
Artinya :”Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Fatihah
[1]
: 3)
8
Selepas Allah SWT menyebut perihal pujian dan mensucikanNya
atas
kekuasaan-Nya yang meliputi langit dan bumi dan apa-apa yang berada
di
antara keduanya maka seterusnya Allah SWT menyebut pula
dibalik
kekuasaan dan pemilikanNya ke atas langit dan bumi serta apa-apa
yang di
dalamnya itu Dia (Allah) sebenarnya adalah Maha Pengasih dan
Maha
Penyayang yang merahmati makhluk-makhluk-Nya demikianlah
hubungan
ayat ini dengan ayat yang pertama seperti yang dipahami oleh para
ulama.
(lihat Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir m/s 37 Jilid 1).
Telah diperjelaskan makna tafsir ayat ini pada awal-awal ayat
yang
pertama (yaitu pada bismillahirahmanirahim) dan menurut Imam
Al-
Qurtubi bahwa Allah SWT menyebut dua sifat-Nya ini sebagai
mengambarkan kemurahan dan kebaikan-Nya kepada hambanya yang
berada di bawah kekuasaan-Nya. Seterusnya pada ayat yang
berikutnya
Allah SWT menyebut kembali akan kekuasaan dan kehebatan serta
keagungan-Nya bagi mengulangi kepada hamba-hambaNya supaya
mengingati dan memahami akan hakikat kehidupan yang diciptakan-Nya.
6
“Ar-Rahman ar-Rahim”. Kata (Ar-Rahmaan) adalah salah satu
nama
Allah Subhaanahu wataala yang mengandung sifat rahmah (kasih
sayang)
Allah Subhaanahu wataala.
asmaul husna yang terkandung padanya sifat rahmah (kasih sayang).
Setiap
nama Allah Subhaanahu wataala pasti mengandung sifat yang
mendasarinya.
“ArRahmaan” merupakan nama Allah yang sifat kasih sayangnya
meliputi
seluruh makhluk-Nya. Adapun “Ar-Rahiim” menunjukan sifat kasih
sayang
Allah yang khususbagi orang-orang beriman, sebagaimana firman
Allah
6 Syaikh Ahmad Musthafa, Tafsir Imam Syafii, (Jakarta: Malmahira,
2007), hlm. 165.
9
Subhaanahu wataala yang artinya:”Adalah Dia Maha Penyayang
kepada
orang-orang yang beriman” (Al-Ahzab [33]:43). 7
Pemeliharaan tidak dapat terlaksana dengan baik dan sempurna
kecuali
disertai oleh rahmat kasih sayang, maka ayat ini menggaris bawahi
kedua
sifat Allah ini setelah sebelumnya menegaskan bahwa Allah
adalah
pemelihara seluruh alam. Pemeliharaan-Nya itu bukan atas
dasar
kesewenang-wenangan tetapi diliputi oleh rahmat dan kasih
sayang.
Ayat ketiga ini tidak dianggap sebagai pengulangan sebahagian
kandungan ayat pertama (Basmalah). Ar-Rahmani dan Ar-Rahim dalam
ayat
ketiga ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa pendidikan dan
pemeliharaan
Allah sebagaimana disebutkan pada ayat kedua, sama sekali bukan
untuk
kepentingan Allah atau sesuatu pamrih, seperti halnya seseorang
atasan
perusahaan yang menyekolahkan karyawannya. Pendidikan dan
pemeliharaan tersebut semata-mata karena rahmat dan kasih sayang
Tuhan
yang dicurahkan kepada makhluk-makhluk-Nya.
Penekanan pada sifat Ar-Rahman Ar-Rahim di sini dapat juga
bertujuan
menghapus kesan atau anggapan yang boleh jadi ditimbulkan oleh kata
Rab,
bahwa Tuhan memiliki sifat kekuasaan mutlak yang cenderung
sewenang-
wenang. Dengan disebutkannya sifat Rahman dan Rahim, kesan
tentang
kuasa mutlak akan bergabung dengan kesan rahmat dan kasih sayang.
Ini
mengantar kepada keyakinan bahwa Allah SWT adalah Maha Agung
lagi
Maha Indah, Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Seakan-akan
dengan
menyebut kedua sifat tersebut, Allah SWT mengundang para makhluk
untuk
datang ke hadirat-Nya demi memperoleh keridhaan-Nya dan
dengan
demikian hati mereka menjadi lapang dan jiwa mereka menjadi
tenang,
apapun yang mereka alami dan bagaimana keadaan mereka. 8
7 Tn, Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Fatihah : 5,
(http://kitabulama.id/tafsir-ibnu-katsir-surat-
al-fatihah-5/ diakses 30 Februari 2018) 8 Muhammad Quraish Shihab,
Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,
Volume 1, (Jakarta: Lentera hati, 2007)
10
Kesimpulan
Kekuasaan Allah sangatlah luas meliputi langit dan bumi, dan
Allah
pula lah yang merawatnya dengan sifat Ar-rahmaan dan Ar-rahim. Ayat
ke
tiga ini mengandung tauhid Asma wa sifat, dengan menyebutkan dua
buah
nama Allah. Kedua nama itu adalah Ar- rahman dan Ar-rahim
sebagaimana
di dalam ayat, “Ar-rahmanirrahim”. Pada ayat ini kata Ar-rahim
adalah
menunjukan sifat kasih sayang Allah yang khusus bagi
orang-orang
beriman. Allah dengan dzat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya,
maka
Dialah Sang Pencipta. Sedangkan semua selain diri-Nya adalah
makhluk.
DAFTAR PUSTAKA
Musthafa, Syaikh Ahmad. 2007. Tafsir Imam Syafii. Jakarta:
Malmahira.
Tn. Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Fatihah: 5. 30 Februari 2018.
http://kitabulama.id/tafsir-ibnu-katsir-surat-al-fatihah-5/.
Keserasian Al-Quran. Volume 1. Jakarta: Lentera Hati.
11
dan Urgensinya
.
Engkaulah kami meminta pertolongan.” (Q.S. Al-Fatihah [1] :
5)
Kandungan Surat al-Fatihah Ayat Ke Lima
Dengan kalimat hanya kepada-Mu kami menyembah ( ), Allah
membatasi penyembahan atau ibadah hanya kepada Diri-Nya
semata.
Dengan ayat tersebut, kita pun harus memutuskan bahwa ibadah
hanyalah
satu-satunya kepada Allah. Tidak boleh ibadah tersebut
dikait-kaitkan
dengan selain Allah. Ibadah juga merupakan bentuk ketundukan
manusia
kepada Allah untuk mengikuti berbagai perintah dan larangan-Nya.
9
Shalat merupakan bentuk ibadah yang paling dasar (asasi). Dalam
hal
ini, sujud merupakan bentuk ketundukan yang paling tinggi kepada
Allah.
Hal ini karena dalam bersujud, orang menundukkan wajahnya
yang
notabene merupakan bagian tubuh yang paling dimuliakan. Saat
bersujud,
orang menempelkan wajahnya di atas lantai yang notabene
merupakan
tempat yang biasa diinjak-injak oleh kaki. Apalagi di dalam shalat,
terutama
shalat berjamaah, ketundukan seseorang kepada Allah juga
dipertontonkan
kepada semua orang. 10
“penyembahan” ( ) juga merupakan bentuk pengajaran Allah
kepada
manusia tentang sopan santun. Allah memerintahkan kita untuk
beribadah
kepada-Nya terlebih dahulu. Setelah kita beribadah kepada-Nya,
barulah
kita pantas untuk meminta pertolongan kepada-Nya. Dengan kata
lain,
9 Muhammad Mutawalli As-Syarawi, Tafsirasy-Syarawi, Juz 1, Jilid 1,
Terj: Zainal
Arifin, (Medan: Duta Azhar, 1991), hlm. 3. 10
Ibid.
12
meminta segala sesuatu terlebih dahulu padahal ia belum
melaksanakan apa
yang diperintahkan. 11
Iyyaka merupakan objek yang didahulukan untuk tujuan
pembatasan,
supaya tujuan pembaca terfokus pada apa yang hendak diutarakan.
“Hanya
kepada Engkaulah kami beribadah” yakni kami tidak beribadah
kecuali
hanya kepada-Mu dan kami tidak berserah diri kecuali hanya
kepada-Mu,
dan ini merupakan kesempurnaan ketaatan. Secara lughawi, ibadah
berarti
„ketundukan. Dikatakan “jalan diratakan” dan “unta dijinakkan”,
yakni
dihinakan. Ibadah menurut syara ialah suatu hal yang
menyatakan
kesempurnaan, kecintaan, ketundukan, dan ketakutan. 12
Dalam ayat ini terjadi perubahan wacana dari bentuk ghaib
kepada
mukhatab yang ditandai dengan pemakaian “kaf” mukhatab pada
iyyaka.
Hal itu selaras karena tatkala seorang hamba memuji, memuja,
mengagungkan, menyucikan penghambaan, dan permintaan tolong
kepada
selain Allah, maka seolah-olah ia berada dekat dengan Yang Maha
Mulia
lagi Maha Agung dan menjadi hadir dihadapan-Nya. Maka pantaslah
jika
hamba menyapa-Nya dengan sebutan orang kedua pada “hanya
kepada
Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon
pertolongan”. 13
bukan kepada selain Engkau. “Dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon
pertolongan” untuk menaati-Mu dan melakukan seluruh persoalan
kami.
11
Syamilah), hlm. 6. 12
Muhammad Nasibar-Rifai, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir,
(Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 62. 13
Ibid.
13
mencapai ibadah. 14
Permulaan surat Al-Fatihah merupakan berita dari Allah SWT
yang
memuji dirinya sendiri dengan sifat-sifatNya yang terbaik,
sekaligus sebagai
petunjuk buat hamba-hamba-Nya agar mereka memuji-Nya melalui
kalimat-
kalimat tersebut.
Karena itu tidaklah sah salat seseorang yang tidak mengucapkan
surat
ini. Sedangkan dia mampu membacanya. Sebagaimana yang telah
disebutkan dalam kitab shahihain melalui Ubadah Ibnu Samit
yang
mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Artinya : “Tidak ada shalat (tidak sah shalat) orang yang tidak
membaca
Fathihatul Kitab.” (H.R. Bukhari & Muslim)
Di dalam kitab Shahih Muslim disebutkan melalui hadis Al-Ala
Ibnu
Abdur Rahman Maula al-Hirqah, dari ayahnya Abu Hurairah RA
yang
mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
:
:
:
:
.
:
14
Ibid.
14
Artinya :
Allah SWT berfirman, “Aku bagikan salat buat diri-Ku dan
hamba-Ku
menjadi dua bagian; satu bagian untuk-Ku dan sebagian yang lain
untuk
hamba-Ku. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” 15
Apabila seorang hamba mengatakan, “Segala puji bagi Allah,
Tuhan
semesta alam,”maka Allah berfirman, “Hamba-Ku telah
memuji-Ku.”
Apabila dia mengatakan, “Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang,” Allah berfirman, “Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.”
Apabila dia mengatakan, “Yang menguasai haripembalasan,”
Allah
berfirman, “Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.” Apabila dia
mengatakan,
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah
kami
mohon pertolongan,” maka Allah berfirman, “Ini antara Aku dan
hamba-
Ku, dan bagi kamba-Ku apa yang dia minta.”
Apabila dia mengatakan, “Tunjukilah kami jalan yang lurus
(yaitu)
jalan orang-orang yang telah: Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka,
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan) mereka
yang
sesat, maka Allah berfirman. Ini untuk hamba-Ku, dan bagi hambaku
apa
yang dia minta.
Surat Al-Fatihah memiliki urgensi yang agung dan keutamaan
yang
banyak, diantaranya: 16
1. Ia termasuk rukun shalat. Tidak sah shalatnya jika tidak
membaca
surat al-Fatihah.
2. Dia merupakan surat paling mulia dalam Al-Quran.
Diriwayatkan
oleh Tirmizi, no. 2875 dan dishahihkannya. Dari Abu Hurairah
15
Keutamaannya,
(https://d1.islamhouse.com/data/id/ih_fatawa/id_islam_qa/id_islam_qa_132386.pdf
diakses 31
wasallam berkata kepada Ubay bin Kab:
“Apakah engkau suka aku ajarkan kepadamu surat yang belum
diturunkan di Taurat, Injil, Zabur tidak juga dalam AlFurqan
sepertinya?” Dia menjawab, “Ya. Wahai Rasulullah.” Rasulullah
sallallahu „alaihi wasallam bersabda, “Bagaimana anda membaca
dalam shalat?” Beliau menjawab, “Membaca Ummul Quran (Al-
Fatihah).” Maka Rasulullah sallallahu „alaihi wasallam
bersabda,
“Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya. Tidak diturunkan dalam
Taurat, Injil, Zabur tidak juga dalam Al-Furqan (surat)
semisalnya.” (Dishahihkan Al-Albany dalam Shahih Tirmizi)
3. Dia adalah Assabul Matsani (tujuh ayat yang
diulang-ulang).
Allah berfirman dalam Al-Quran: “Dan sesungguhnya Kami telah
berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al
Quran yang agung.” (QS. Al-Hijr [15] : 87)
4. Di dalamnya menggabungkan antara tawasul kepada Allah
Taala
dengan pujian dan sanjungan kepada-Nya serta memuliakan-Nya.
Bertawasul kepada-Nya dengan ubudiyah dan mentauhidkan
kepada-Nya. Kemudian setelah itu meminta keperluan yang
paling
penting dan keinginan yang paling bermanfaat yaitu petunjuk
setelah dua wasilah tersebut. Maka orang yang meminta seperti
lebih layak untuk dikabulkan. (Lihat „Madarijussalikin, 1/24)
5. Meskipun pendek, surat ini memuat tiga macam tauhid,
tauhid
Rububiyah, tauhid Uluhiyah dan tauhid Asma was sifat.
(Silahkan
lihat „Madirijussalikin, 1/24-27)
kelompok sesat. Juga bantahan terhadap ahli bidah dan
kesesatan
umat ini. Hal ini dapat diketahui dari dua sisi, secara global
dan
terperinci.
16
diturunkan. (Madarijussalikin, 1/74)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Saya
renungkan doa yang paling bermanfaat adalah permintaan
bantuan
untuk menggapai keridhaan-Nya. Kemudian saya lihat ada pada
surat Al-Fatihah pada ayat “Iyyakanabudu waiyya kanastain
(Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanyakepada-Mu kami
memohon pertolongan)” (Madarijus Salikin, 1/78)
Kesimpulannya, bahwa surat Al-Fatihah merupakan kunci semua
kebaikan dan kebahagian di dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Sebagian Keutamaannya. 31 Maret 2018.
https://d1.islamhouse.com/data/id/ih_fatawa/id_islam_qa/id_islam_qa_
132386.pdf.
Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.
Syarawi, Muhammad Mutawalli. 1991. Tafsir Syarawi. Juz 1. Jilid
1.
Diterjemahkan oleh: Zainal Arifin. Medan: Duta Azhar.
Thanthawi, Muhammad Sayyid. At-Tafsir Al-Wasith. Juz 1. t.th.
Penerbit:
Maktabah Syamilah.
Dalam Surat Al-Fatihah yang terus kita baca pada shalat kita
mengandung pelajaran bahwa ada dua macam hidayah yang terus kita
minta
pada Allah, yaitu hidayah supaya terus mendapatkan penjelasan
kebenaran
dan hidayah supaya dapat menerima kebenaran tersebut. Inilah yang
akan
kita kaji dalam faedah surat Al-Fatihah ayat 6:
. Artinya : “Tunjukilah (berilah hidayah) kami jalan yang lurus”
(Q.S. Al
Fatihah [1] : 6)
Ihdina (menggunakan dhamir jamak) dalil ini menunjukkan
bahwasanya bagi kaum lelaki sholat berjamaah itu wajib di masjid
bersama
kaum muslimin.
Ketika kita membaca ayat tersebut Allah Subhanahu wataala
akan
berkata:”Ini adalah untuk hambaku, dan baginya apa yang ia minta”.
(H.R.
Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dalam Shohihnya,
At-Tirmidzi
dalam Sunannya)
Hendaknya ketika membaca ayat tersebut menghadirkan hati
karna
Allah Subhanahu wataala tidak mengabulkan doa bagi yang hatinya
lalai.
As Sirat (jalan yang lurus (jelas)). Dari An-Numan bin
Basyir Radhiyallahu „anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya : “Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang
haram pun
jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih
samar-
yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang
menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah
menyelamatkan
18
syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana
ada
pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah
larangan
yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki
tanah
larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah
perkara-perkara
yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no.
1599)
Jadi kita meminta kepada Allah Subhanahu wataala agar
ditunjukkan
yang jelas dan dihindarkan dari yang haram termasuk yang subhat
karena
yang subhat akan mengantarkan kepada yang haram.
Ibn syur menjelaskan bahwa hidayah ditandai dengan adanya
ketenangan (tala uf) karena adanya kebaikan (khair). Hakikat
hidayah
adalah al-wul il makn al -malb (sampai pada tujuan). Menurut
istilah
syariat hidayah adalah ad-dillah al m yarallah min fil al
-khair
wayuqbiluh a -allahwa hiya tagrr (petunjuk terhadap apa yang
diridhai Allah SWT dengan cara mengerjakan kebaikan dan
menghindari
kesesatan). Kemudian, ia mengklasifikasikan hidayah dalam
empat
tingkatan, yaitu: 1) potensi penggerak dan tahu, 2) petunjuk yang
berkaitan
dengan dalil untuk membedakan antara yang aq dan batil, 3) hidayah
yang
tidak dapat dijangkau akal, diutuslah rasul, dan 4) hidayah
tersingkapnya
hakikat rahasia yang tertinggi serta aneka rahasia. 17
Lebih lanjut Ibn syur menjelaskan bahwa ulama kalam
berbeda pendapat tentang makna hidayah ketika dikaitkan dengan
adanya
hambatan untuk sampai ke tujuan kebaikan (khair) sebagaimana
hakikat
hidayah. Pendapat jumhur ulama Asyari meniadakan hambatan
menuju
kebaikan. Hal ini karena hidayah adalah jalan menuju tujuan, baik
sampai
maupun tidak. Inilah pendapat yang benar. Di sisi lain,
Zamakhsyari menyatakan bahwa hidayah merupakan petunjuk yang
sampai
pada tujuan. Bila tidak sampai pada tujuan bukan merupakan
kesesatan,
17
Muammad ahir ibn syur, Tafsr at -Tarr wa at Tanwr, Jilid I,
(Tunisia: Dr a-
Tunisiyahwa an-Nasyr, 1984), hlm. 187.
19
siapa yang Dia beri petunjuk.
Menurut Al-Baiawi, ayat keenam surah Al-Ftihah merupakan
penjelasan tentang adanya pertolongan yang diminta oleh hamba.
Seolah-
olah terjadi dialog antara hamba dengan Allah SWT. “Bagaimana
Aku
menolongmu?” Hamba pun menjawab “ihdin a- ir al-mustaqm.”
Hidayah merupakan bagian dari nikmat.Oleh karena itu, hidayah
yang
diberikan Allah SWT sangat banyak bahkan tidak terhitung.
Meskipun
demikian, Al-Baiawi mengklasifikasikan hidayah dalam empat
kelompok.
Pertama, potensi yang memungkinkan seseorang meraih
kemaslahatan,
misalnya potensi akal, indera, batin, perasaan (batin), dan fisik
(zahir).
Kedua, potensi petunjuk yang dapat membedakan antara hak dan
batil,
kedamaian dan kerusakan. Ketiga, hidayah dalam bentuk diutusnya
rasul
dan diturunkannya Al-Quran. Keempat, potensi terbukanya rahasia
hati
baik melalui wahyu, ilham, mimpi yang benar. Potensi yang
keempat
dikhususkan kepada para nabi dan para wali. 18
Umar bin Khattab RA dengan Ubay bin Kaab RA. Ketika pada
suatu
saat Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu bertanya kepada Ubay.
“Apa
sebenarnya taqwa itu?” tanya Umar, bukan jawaban yang didapat
Ubay
malah berbalik bertanya, “Apakah engkau pernah berjalan di suatu
jalan
yang banyak batu duri yang membahayakan?”. “Tentu”, kata Umar.
Lalu
Ubay mengatakan, “Terus kalo berjalan dijalan seperti itu
kamu
berjalannya bagaimana?”. Umar menjawab, “Saya berjalan dengan
waspada dan berhati hati”. “Nah itulah taqwa”, kata Ubay. Senjata
yang
paling utama agar terselamatkan dari fitnah dunia adalah
meminta
pertolongan, perlindungan dan petunjuk Allah Subhanahu
wataala.
Rasullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda:
18
Nahr ad-Dn Ab Sad Abdullah ibn Umar ibn Muammad asy-Syirz
al-Baiawi,
Anwr at -Tanzl wa Isrrat -Tawl, Jilid I, (Kairo: Dr al-Fikr, t.t),
hlm. 34.
20
:
Artinya : Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu anhu, dari Nabi
SAW,
beliau bersabda:”Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan
sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menguasakan kepada kalian
untuk
mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana
kalian
berbuat. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap dunia dan
wanita,
karena fitnah yang pertama kali terjadi pada Bani Israil adalah
karena
wanita.” (H.R. Muslim no. 2742 (99))
Apakah ketika seorang hamba berada dijalan yang lurus
kemudian
berhenti berdoa “tidak” hendaklah ia senantiasa berdoa kepada
Allah Subhanahu wataala karena banyak orang yang mengetahui
kebenaran namun masih berat untuk mengikutinya olehnya itu ada
sebuah
doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW :
Artinya : “Ya Allah Tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar
dan
berikan kami kekuatan untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kami
yang
batil itu batil dan berikan kami kekuatan untuk menjauhinya”. (HR.
Bukhari
dan Muslim)
Hidayah terbagi menjadi 2 (dua):
1. Hidayatu lil irsyad (Milik para nabi, ulama, dai, orang
yang
menyampaikan kebenaran kepada saudaranya).
baik muslim maupun kafir, yaitu berupa penjelasan bagi mereka
berupa kebenaran. Karena Allah telah menjelaskan kebenaran
pada
setiap makhluk, namun orang kafir enggan menerima.
Allah Taala berfirman,
21
beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan)
daripada petunjuk.” (Q.S. Fushshilat [41]: 17).
Dalam ayat ini, petunjuk yang dimaksud adalah hidayah
dalalah wa irsyad, yaitu berupa penjelasan. Hidayah semacam
ini
ditujukan pada seluruh makhluk sampai pun pada orang kafir
seperti kaum Tsamud.
“Sampai engkau Muhammad tidak tahu apa itu keimanan dan kitab
akan tetapi kitab itu kami menjadikan cahaya, kami memberi
hidayah dengan Al-Quran itu kepada yang kami inginkan dari
hamba – hamba kami, dan engkau juga memberi hidayah dan
petunjuk kejalan yang lurus”.
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada
orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada
orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-
orang yang mau menerima petunjuk.” (Q.S. Al-Qashash [28] :
56)
Dan Allah berfirman tentang diri Nabi
Muhammad Shallallahu „alaihi wasallam:
memberi hidayah kepada jalan yang lurus, (yaitu) jalan
Allah”. (QS. Asy Syura [26] : 52-53)
2. Hidayatul lil taufik (hanya milik Allah) yang senantiasa kita
minta
kepada Allah.
atau untuk menjalankan penjelasan yang telah diberikan.
Inilah
yang disebut dengan hidayah taufik. Dan ini diberikan khusus
pada
orang beriman.
Sehingga dalam shalat kita ketika membaca Al Fatihah ini,
maka berarti kita meminta pada Allah dua macam hidayah di
atas.
Dalam dakwah atau mengajak yang lain dalam kebaikan,
tugas kita hanyalah menyampaikan penjelasan (hidayah dalalah
wal irsyad), sedangkan hidayah taufik untuk menerima
kebenaran
hanyalah pada kuasa Allah. Sampai pada orang yang kita cintai
pun kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk hidayah taufik ini.
Semoga Allah memudahkan kita untuk terus berada di jalan
yang lurus. Hanya Allah yang memberi taufik.
Allah Subhanahu wataala berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad
Shallallahualaihi Wasallam) tidak dapat memberikan hidayah
kepada orang yang engkau cintai, tetapi Allah memberikan
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Dia yang
lebih
mengetahui tentang orang-orang yang mau menerima
petunjuk”. (Q.S. Al-Qashash [28]: 56)
Doa iftitah yang sering dibaca oleh Rasulullah Shallallahu
„alaihi wasallam dalam sholat lail:
Pencipta langit dan bumi. Yang mengetahui hal ghaib dan juga
nyata. Engkaulah hakim di antara hamba-hamba-Mu dalam hal-
hal yang mereka perselisihkan. Tunjukkanlah aku kebenaran
dalam apa yang diperselisihkan, dengan izin-Mu. Sesungguhnya
Engkau memberi petunjuk menuju jalan yang lurus, kepada siapa
saja yang Engkau kehendaki.” (H.R. Muslim 2/185)
23
Al-Baiawi, Nahr ad-Dn Ab Sad Abdullah ibn Umar ibn Muammad
asy-Syirz. t.t. Anwr at -Tanzl wa Isrrat -Tawl. Jilid I. Kairo:
Dr
al-Fikr.
syur, Muammad ahir ibn. 1984. Tafsr at -Tarr wa at Tanwr. Jilid
I.
Tunisia: Dr a-Tunisiyahwa an-Nasyr.
http://www.ibnukatsironline.com/2014/08/tafsir-al-fatihah-ayat-6.html.
24
Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 6
. Artinya : “Tunjukilah Kami jalan yang lurus.” (Q.S. Al-Fatihah
[1] : 6)
Setelah mempersembahkan puja puji kepada Allah dan mengakui
kekuasaan dan kepemilikan-Nya, ayat selanjutnya merupakan
pernyataan
hamba tentang ketulusan-Nya beribadah serta kebutuhannya
kepada
pertolongan Allah. Nah, dengan ayat ini sang hamba mengajukan
permohonan kepada Allah, yakni bimbing/antarlah kami (masuk) jalan
lebar
dan luas.
Makna dari “Tunjukanlah kami jalan yang lurus”. Yaitu
tunjukanlah,
bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti
shirotol
mustakim yaitu jalan yang lurus. Jalan yang lurus itu adalah jalan
yang
terang dan jelas serta mengantarkan orang yang berjalan diatasnya
untuk
sampai kepada Allah SWT dan berhasil menggapai syurga-Nya.
Hakikat
jalan yang lurus (shirotol mustakim) adalah memahami kebenaran
dan
mengamalkannya. Oleh karena itu ya Allah, tunjukanlah kami menuju
jalan
tersebut dan ketika kami jalan diatasnya 19
.
Jika dipaparkan melalui kata perkata, kata ( ) ihdina terambil
dari
akar kata yang terdiri dari huruf-hutuf Ha, Dal, dan Ya. Maknanya
berkisar
pada dua hal. Pertama, “tampil ke depan memberi petunjuk”, dan
kedua,
“menyampaikan dengan lemah lembut”. Dari sini lahir kata hadiah
yang
merupakan penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna
menunjukkan
simpati.
Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” ( berarti “berilah
(
kami ilham.” Sedangkan “jalan yang lurus” ( berarti kitab (
Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang lurus” itu adalah agama
Islam. Selain
19
Hafidz Dasuki, dkk, Al-Quran dan Tafsirnya, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1995),
hlm. 34.
itu, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ia berarti
“al-haqq”
(kebenaran). Dengan demikian, menurut Ibnu Abbas lagi,
kalimat
“tunjukkan kami jalan yang benar” berarti “berilah kami ilham
tentang
agama-Mu yang benar, yaitu tiada tuhan selain Allah satu-satunya;
serta
tiada sekutu bagi-Nya” 20
sesuai dengan peranan yang diharapkan oleh makhluk. “Tuhan kami
ialah
(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberi petunjuk” (Q.S. Thaha [20] :
50).
Allah menuntun setiap makhluk kepada apa yang perlu
dimilikinya
dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dialah yang memberi
hidayat
kepada anak ayam untuk memakan benih ketika baru saja menetas,
atau
lebah untuk membuat sarangnya dalam bentuk segi enam, karena
bentuk
tersebut lebih sesuai dengan bentuk badan dan kondisinya. 21
Kata ( ) ash-shirat terambil dari kata ( ) saratha, dan
karena
huruf () Sin dalam kata ini bergandengan dengan huruf () ra, maka
huruf
) zai ( ( shirat atau ( ) Shad (( Sin terucapkan () ) . Asal
katanya sendiri bermakna “menelan”. Jalan yang lebar dinamai sirath
karena
sedemikian lebarnya sehingga ia bagaikan menelan si pejalan.
Menurut Ibnu Abbas Kata ash-shirath ( dalam ayat di atas (
mempunyai tiga macam cara membaca (qiraat). Pertama, mayoritas
qari,
membacanya dengan dengan huruf shad, sebagaimana yang
tercantum
dalam mushaf Utsmani.Kedua, sebagian lain membacanya dengan
huruf
siin, sehingga menjadi (). Ketiga, dibaca dengan huruf zay
(),
sehingga menjadi ) ( 22
20
Ibnu Abi Hatim Ar-Razi, Tafsir Ibnu Abi Hatim, Juz 1, (Arab Saudi:
Maktabah Nazar
Musthofa Al-Baz, 1997), hlm. 8-9. 21
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume 1, (Ciputat: Lentera
Hati, 2000), hlm.
61. 22
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Azhim, Juz 1, (Beirut: Dar Al-Fikr,
1994), hlm. 136.
26
at-Thabari, kata ash-shirath ( berarti jalan yang jelas dan tidak
(
bengkok 23
Kata ,Menurut Al-Qasimi .() berasal dari akar kata hidayah
hidayah berarti petunjuk –baik yang berupa perkataan maupun
perbuatan–
kepada kebaikan. Hidayah tersebut diberikan Allah kepada
hamba-Nya
secara berurutan. Hidayah pertama diberikan Allah kepada manusia
melalui
kekuatan dasar yang dimiliki manusia, seperti pancaindra dan
kekuatan
berpikir. Dengan kekuatan inilah, manusia bisa memperoleh petunjuk
untuk
mengetahui kebaikan dan keburukan. Hidayah kedua adalah
melalui
diutusnya para Nabi. Macam hidayah ini terkadang disandarkan
kepada
Allah, para rasul-Nya, atau Al-Quran. Hidayah tingkatan ketiga
adalah
hidayah yang diberikan oleh Allah kepada para hamba-Nya yang
karena
perbuatan baik mereka. Hidayah keempat adalah hidayah yang
telah
ditetapkan oleh Allah di alam keabadian. Dalam pengertian
hidayah
keempat inilah, maka nabi Muhammad tidak berhasil mengajak sang
paman,
Abi Thalib, untuk masuk Islam 24
.
Kata shirath ditemukan dalam Al-Quran sebanyak 45 kali
semuanya
dalam bentuk tunggal, 32 kali di antaranya dirangkaikan dengan
berbagai
kata seperti as-sawiy, sawa, dan al-jahim. Selanjutnya bila
shirath
dinisbahkan kepada sesuatu maka penisbahannya adalah kepada Allah
swt.
Seperti kata shirathaka, (jalan-Mu) atau shirathi (jalan-Ku). atau
shirath al-
aziz al-hamid, (jalan Allah yang Maha Mulia lagi Maha terpuji),
dan
kepada orang-orang mukmin yang mendapat anugerah nikmat Ilahi
seperti
dalam ayat al-Fatihah ini.
Penggunaan diatas menunjukkan bahwa shirath hanya satu dan
selalu
bersifat benar dan hak. Shirath bagaikan jalan tol. Anda tidak
dapat lagi
keluar atau tersesat setelah memasukinya. Bila memasukinya anda
telah
23
Muhammad Bin Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Ghalib Al-Amali Abu
Jafar Ath-
Thabari, Jami Al-Bayan Fi Tawil Al-Quran, Juz 1, (Riyadh: Muassasah
Ar-Risalah, 2000),
hlm. 170. 24
Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi, Mahasin at-Tawil, kitab digital
dalam Program al-
Maktabah asy-Syamilah versi 3.13.
27
ditelan olehnya dan tidak dapat keluar kecuali setelah tiba pada
akhir tujuan
perjalanan. Shirath adalah jalan yang luas.
Shirath yang luas yang dimohonkan dalam surah Al-Fatihah ini
adalah
yang (( mustaqim yakni “yang lurus”. Kata ini terambil dari kata
(
qama- yaqumu yang arti aslinya adalah mengandalkan kekuatan betis
(
dan atau memegangnya secara teguh sampai yang bersangkutan
dapat
berdiri tegak lurus. Karena itu kata qama bisa diterjemahkan
“berdiri” atau
“tegak lurus”. Dalam surah al-Fatihah ini kata mustaqim diartikan
“lurus”.
Shirath al-mustaqim adalah jalan luas, lebar, dan terdekat menuju
tujuan.
Jalan luas lagi lurus itu adalah jalan segala jalan yang dapat
mengantar
kepada kebahagiaan dunia dan akhirat 25
. Orang-orang yang mengikuti jalan
yang lurus akan berbahagia, dan yang menghindarkan diri dari jalan
yang
lurus akan celaka. Dengan ini dapat difahami adanya janji dan
ancaman.
Jalan yang menyampaikan manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia
dan
di akhirat, yaitu akidah (kepercayaan) yang benar, hukum dan
peraturan,
pelajaran yang dibawa oleh Al-Quran. 26
Oleh sebab itu setiap insan wajib memanjatkan doa ini di dalam
setiap
rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak bukan karena
memang
hamba begitu membutuhkan doa ini. 27
Kesimpulan
Nya, yaitu jalan yang lurus dimana terdapat keselamatan dan
kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Jadi dengan menyebut ayat ini seakan-akan kita memohon dan
berdoa
kepada Allah SWT “Bimbing dan beri taufiklah kami, ya Allah
dalam
25
Ibid. 26
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: Al
Hidayah, 2002),
hlm. 7. 27
(Banyumas: Buana Ilmu Islami, 1996), hlm. 39.
28
Bimbing dan beri taufiklah kami dalam melaksanakan kepercayaan
kami.
Bimbing dan beri taufiklah kami dalam melaksanakan segala
perintah-Mu.
Jadikanlah kami mempunyai akhlak yang mulia, agar berbahagia hidup
kami
di dunia dan akhirat”.
DAFTAR PUSTAKA
Ar-Razi, Ibnu Abi Hatim. 1997. Tafsir Ibnu Abi Hatim. Arab
Saudi:
Maktabah Nazar Musthofa Al-Baz.
Ath-Thabari, Muhammad. 2000f. Jami Al-Bayan Fi Tawil Al-Quran.
Juz
1. Riyadh: Muassasah Ar-Risalah.
Hafidz Dasuki, dkk. (1995). Al-Quran dan Tafsirnya . Yogyakarta:
Dana
Bhakti Wakaf.
Katsir, Ibnu. (1994). Tafsir Al-Quran Al-Azhim. Juz 1. Beirut: Dar
Al-Fikr.
–Rahimahulloh, Asy-Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sadi. 1996.
Tafsir
Karimir Rahman. Banyumas: Buana Ilmu Islami.
Departemen Agama RI. (2002). Al-Quran dan Terjemahnya. Surabaya:
Al-
Hidayah.
Lentera Hati.
Tafsir dan Kandungan Surah Al-Fatihah Ayat 7
. Artinya: “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan)
mereka yang sesat”. (Q.S. Al-Fatihah [1] : 7)
Nikmat-nikmat Allah beraneka ragam dan bertingkat-tingkat, baik
dari
segi kualitas maupun kuantitasnya. Ada yang memperoleh tambahan
yang
banyak dan ada yang sedikit. Ada tambahan yang sangat bernilai ada
pula
yang relatif kurang. Kata “nikmat” yang dimaksud oleh ayat terakhir
al-
Fatihah ini adalah nikmat yang paling bernilai, yang tanpa nikmat
itu,
nikmat-nikmat lainnya tidak akan mempunyai nilai yang berarti,
bahkan
dapat menjadi “niqmat” yakni bencana. Nikmat tersebut adalah
“nikmat
memperoleh hidayat Allah, serta ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya”,
yaitu nikmat Islam dan penyerahan diri kepada-Nya.
Demikian juga yang dimaksud dengan firman-Nya dalam surat Ad-
Dhuha ayat 11; “Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah
kamu
menyampaikannya”, yakni nikmat Ilahi berupa tuntunan agama
yang
engkau terima wahai Muhammad sehingga engkau tidak sesat jalan.
Nikmat
itu hendaklah kamu sampaikan dan ajarkan kepada manusia.
Kata ( gadhab yang () al-magdhub berasal dari kata (
dalam berbagai bentuknya memiliki keragaman makna, namun
semuanya
memberi kesan keras, kokoh, dan tegas. Jadi “al-ghadab” adalah
sikap
keras, tegas, kokoh, dan sukar tergoyahkan yang diperankan oleh
pekakunya
terhadap objek disertai dengan emosi.
Melalui redaksi ayat ketujuh ini, Allah mengajar manusia agar
tidak
menisbahkan sesuatu yang berkesan negatif kepada Allah SWT.
Ketika
berbicara tentang nikmat, secara tegas dinyatakan bahwa sumbernya
adalah
30
Allah SWT. Perhatikan firman-Nya: shirathal ladzina
anamta „alaihim” (Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat).
28
Mayoritas ulama tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
(mereka yang dimurkai) adalah orang-orang Yahudi, sedangkan
(mereka
yang sesat) adalah orang-orang Nasrani. Hal itu dijelaskan dalam
hadist
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Adiy bin Hatim RA.
Orang yahudi telah kehilangan amal, sedangkan orang Nasrani
telah
kehilangan ilmu. Oleh karena itulah kemurkaan diberikan kepada
orang-
orang Yahudi dan kesesatan disandangkan kepada orangorang
Nasrani.
Sehingga barangsiapa yang berilmu tetapi tidak beramal, maka
ia
menyerupai orang-orang Yahudi. Dan barangsiapa yang beramal tetapi
tidak
berilmu, maka ia menyerupai orang-orang Nasrani.
Kata dhallin berasal dari kata dhalla. Tidak kurang dari 190
kali
kata dhalla dalam berbagai bentuknya terulang dalam Al-Quran. Kata
ini
pada mulanya berarti “kehilangan jalan, bingung, atau tidak
mengetahui
arah”. Makna-makna ini berkembang sehingga kata tersebut juga di
pahami
dalam arti “binasa, terkubur”, dan dalam arti immaterial ia berarti
“sesat dari
jalan kebajikan”, atau lawan dari petunjuk. 29
Didalam ayat yang terakhir dari surat Al Fatihah menunjukkan ada
tiga
golongan manusia. Pertama, manusia yang diberi nikmat (al-
munamalaihim). Kedua, manusia yang dimurkai (al maghdlb
„alaihim).
Ketiga, manusia yang sesat (al dllln). Orang-orang yang
dimurkai
sebenarnya termasuk sesat juga. Sebab, saat mencampakkan
kebenaran,
mereka telah berpaling dari tujuan yang benar dan menghadap ke arah
yang
keliru. Mereka tidak akan sampai pada tujuan yang diinginkan dan
tidak
akan pernah mendapatkan untuk memperoleh yang dikehendaki.
Demikian ayat terakhir surah al-Fatihah ini mengajar manusia
agar
bermohon kepada Allah kiranya ia diberi petunjuk oleh-Nya
sehingga
28
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume 1, (Ciputat: Lentera
Hati, 2000), hlm.
70. 29
Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwaul Bayan, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006), hlm. 99.
31
mampu menulusuri jalan luas lagi lurus, jalan yang pernah ditempuh
oleh
orang-orang yang telah memperoleh sukses dalam kehidupan ini,
bukan
jalan orang yang gagal dalam kehidupan ini karena tidak mengetahui
arah
yang benar, atau mengetahuinya tapi enggan untuk
menulusurinya.
Hikmah dan Kandungan Ayat:
1. Ayat ini berisi dorongan yang membawa kegembiraan agar
kita
mengikuti jejak dan melaksanakan ajaran-ajaran agama dan
syariat
Islam. Kiranya perlu disadari bahwa orang yang menempuh jalan
lurus tidaklah seperti sinar matahari menembus udara atau
seperti
angin di angkasa. Karena manusia mempunyai musuh yang jelas
dan menyesatkannya serta memalingkannya dari jalan kebenaran
dengan menawarkan kelezatan dan manfaat yang membawa
kepada kebinasaan. Karena itu Allah menetapkan dua macam
perjuangan bagi kita.
perbuatan haram ini hanya mungkin dengan jalan mengendalikan
dan menguasai hawa nafsu yang membawa pada kerusakan dan
kefasikan. Barangsiapa yang meninggalkan perbuatan-perbuatan
haram niscaya jiwanya terangkat tinggi dan berser-seri dengan
sifat-sifat terpuji yang membawa kepada kebahagiaan sehingga
hidup dan jiwanya terarah kejalan kebajikan dan menjadi
sumber
rahmat bagi manusia dan makhluk lainnya. Allah memberi rahmat
kepada orang yang menjadi sebab kebahagiaan orang lain.
Adapun perjuangan kedua adalah melawan orang-orang yang
berkehendak membecanai umat dan yang menghendaki kekuasaan
serta melakukan perbuatan-perbuatan merusak di muka bumi
dengan tujuan memadamkan cahaya kebenaran. Mereka itu
berupaya menguasai orang-orang beriman dan mempersulit mereka
melaksanakan tugas-tugas yang diperintahkan Allah, bahkan
32
2. Dalam ayat juga terdapat isyarat agar umat Islam
mempelajari
kisah-kisah dan riwayat umat terdahulu baik yang beriman
maupun
yang kafir. Tentu saja yang terutama adalah mempelajari
sejarah
nabi Muhammad SAW dan sahabatnya. Hal ini disebabkan karena
sulit mengikuti jejak pri kehidupan nabi Muhammad SAW dan
sahabatnya kecuali dengan mengetahui sejarahnya. Pernyataan
di
atas tidak bermakna bahwa pengetahuan yang diperlukan
bersifat
lengkap dan rinci, tetapi memadai dengan pengetahuan secara
garis
besar sehingga kita dapat mengambil pelajaran, demikian juga
pengetahuan tentang sebab-sebab kehancuran suatu kaum
sehingga
tidak dapat menghindarinya.
3. Dari uraian di atas apat pula diketahui kedudukan
pengetahuan
yang berkaitan dengan kisah-kisah dan sejarah perjalanan
hidup
umat yang lalu dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kehidupan mereka seperti kemajuan pengetahuan dan budaya
mereka atau kejahilan mereka, kekuatan atau kelemahan mereka,
kemuliaan dan kehinaan mereka serta faktor lainnya yang
menimpa suatu kelompok massyarakat. Telaah dan pengetahuan
kesejarahan akan mempengaruhi jiwa dan mendorong kita untuk
meneladani kehidupan mereka yang terpuji dan menjauhi
sifat-sifat
dan perbuatan-perbuatan mereka yang buruk tercela. 31
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbah. Volume 1. Ciputat:
Lentera
Hati.
30
Abdul Muin Salim, Jalan Lurus (Tafsir Surat Al-Fatihah), (Jakarta:
Yayasan Kalimah,
1999), hlm. 122-124. 31
Azzam.
Salim, Abdul Muin. 1999. Jalan Lurus (Tafsir Surat Al-Fatihah).
Jakarta:
Yayasan Kalimah.
Fitrah Lahiriah dalam Surat Al-’Araf Ayat 172
.
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa
mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka
menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”.
(kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan:
“Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Q.S. Al-Araf [7] : 172) 32
Kosa Kata
syuhudan wa syuhadatan yang artinya memberi khabar yang pasti
atau
bersumpah. Syahada merupakan kata kerja yang mendapat
imbuhan,
sehingga maknanya adalah menjadikan seseorang bersaksi atau
besumpah.
Kata ini digunakan dalam Al-Quran untuk menegaskan
bahwasannya
manusia telah diambil ikrar atau sumpahnya tentang keesaan
Tuhan.
Persaksian ini dari mereka atas diri mereka sendiri yaitu meminta
pengakuan
mereka masing-masing melalui potensi yang dianugerahkan oleh
Allah
kepada mereka, seperti akal, hati nurani, dan hamparan bukti bukti
tentang
keesaan Allah yang tersebar di alam raya. Tanda-tanda yang
sedemikian
banyak ini tampak sudah sangat mencukupi untuk digunakan sebagai
dalil
keesaan Allah.
Cahaya, 2011), hlm. 519.
Pada ayat yang lalu Allah SWT telah mengisahkan keingkaran
dari
penolakan orang Yahudi terhadap ajaran para nabi, bukti ajaran nabi
Musa
ataupun ajaran nabi Muhammad SAW. Maka pada ayat ini Allah
menerangkan bahwa fitrah manusia itu menerima ajaran Allah dan ini
sudah
mereka ikrarkan dalam diri mereka.
Tafsir
Dalam Surat Al-Araf ayat 172 ini, Allah menerangkan tentang
janji
yang dibuat pada waktu manusia dilahirkan dari rahim orang tua
mereka.
secara turun temurun, yakni Allah menciptakan manusia atas dasar
fitrah.
Allah menyuruh roh mereka untuk menyaksikan susunan kejadian
diri
mereka yang membuktikan keesaanNya. Keajaiban proses penciptaan
dari
setetes air mani hingga menjadi manusia bertubuh sempurna dan
mempunyai daya tangkap indra, dengan urat nadi dan sistem urat
syaraf
yang mengagumkan. Berkata Allah kepada roh manusia “bukankah Aku
ini
Tuhamnu?” Maka menjawablah roh manusia “Benar (Engkaulah
Tuhan
kami). Kami telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan pengakuan
roh
pribadi manusia sejak awal kejadiannya akan adanya Allah Yang Maha
Esa
yang tiada Tuhan yang patut disembah selainNya. Dengan ayat ini
Allah
bermaksud untuk menjelaskan kepada manusia bahwa hakikat
kejadian
manusia itu didasari atas kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa.
Sejak
manusia itu dilahirkan dari rahim orang tua mereka, ia sudah
menyaksikan
tanda-tanda keesaan Allah pada kejadian mereka sendiri.
Imam Ibnu Katsir berkata “Allah mengeluarkan anak keturunan
Adam
dari shulbinya, mereka bersaksi bahwa Allah adalah Robbnya
dan
Pemiliknya dan bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah”. Sebagaimana
dalam
sebuah hadits shohih, rasulullah bersabda :
36
- - :
Artinya : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci).
Riwayat lain
menyebutkan: dalam keadaan memeluk agama ini (Islam), maka
kedua
orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang
Nasrani
atau searang Majusi, seperti halnya dilahirkan hewan ternak yang
utuh,
apakah kalian merasakan (melihat) ada yang cacat padanya?”
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Iyad ibnu
Himar
bahwa rasulullah SAW telah bersabda:
Artinya : “Allah SWT, berfirman, “Sesungguhnya Aku menciptakan
hamba-
hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada agama yang
hak), kemudian datanglah setan, lalu setan menyesatkan mereka
dari
agamanya dan mengharamkan kepada mereka apa-apa yang telah
Aku
halalkan kepada mereka.”
Imam As-Sadi berkata “maksud dari ayat ini adalah Allah
mengeluarkan manusia dari sulbi mereka. Ketika Allah
mengeluarkan
mereka dari perut ibunya, mereka dimintai kesaksian tetang
rububiyah Allah
dan mereka mengakui itu. Allah juga memberikan fitrah kepada
mereka
untuk mengetahui kebenaran”. (Tafsir as Sadi)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa kebutuhan umat manusia
terhadap
kekuasaan dan pengaturan Allah adalah suatu hal yang fitrah, yang
telah
tertanam dalam jiwa manusia sejak ia dilahirkan.
Ayat ini menceritakan saat ketika Allah menerima janji-janji dari
umat
manusia yang berisi pengakuan di atas ketuhanan Allah Taala. Kelak
di hari
kiamat, Allah akan menanyai setiap manusia tentang pelaksanaan
janji yang
pernah mereka ucapkan itu. Meskipun dalam Al-Quran tidak
dijelaskan
bagaimana bentuk pengambilan janji tersebut, namun para mufassir
telah
menjelaskan masalah ini. Sebagian mufassir menyatakan bahwa
ketika
37
benih manusia keluar dari sulbi bapak dan tertanam dalam rahim ibu,
Allah
telah menanamkan fitrah keimanan dan keinginan untuk mencari
kebenaran
kepada-Nya dan fitrah ini diberikan Allah kepada semua
manusia.
Oleh sebab itu, setiap orang pasti memiliki kecenderungan
dalam
hatinya untuk mengenal Allah SWT dan bergerak menuju ke
jalan-Nya.
Fitrah yang ditanamkan oleh Allah kepada seluruh manusia ini
merupakan
sebuah hujjah bagi semua umat manusia. Kelak pada hari kiamat,
mereka
tidak bisa lagi berkata, “Kami menjadi musyrik karena mengikuti
ayah-ayah
kami, sehingga tidak ada jalan lain bagi kami,”atau, “Kami terlupa
terhadap
masalah ini dan tidak memiliki pengetahuan tentang Tuhan pencipta
jagat
raya ini.”
Setiap anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitroh. Artinya,
mereka
lahir dalam keadaan mengakui serta meyakini akan keesaan Allah
Taala,
sebagai satu-satunya Dzat yang menciptakan, menguasai dan mengatur
alam
semesta ini. Tiada keraguan sedikitpun dalam diri mereka bahwa
hanya
Allah lah yang berhak untuk di ibadahi. Ketika mereka di keluarkan
oleh ibu
mereka dari sulbi (tulang rusuk), mereka telah bersaksi bahwa hanya
Allah
adalah Robb mereka. Allah berfirman yang artinya : “Dan ingatlah
ketika
Robbmu mengeluarkan dari keturunan anak-anak adam dari sulbi
(tulang
rusuk) mereka dan Allah mengambil kesaksian kepada jiwa mereka
(seraya
berfirman), “Bukankah Aku ini Robbmu ? mereka menjawab,”Betul
(Engkau Robb kami), kami menjadi saksi” (Q.S. Al Araf [7]:
172).
Kesaksian anak Adam bahwa Allah adalah Robb mereka, ini
menunjukkan bahwa mereka lahir dalam keadaan fitroh (Islam). Fitroh
yang
salimah (lurus) ini seharusnya tetap mereka pertahankan dan mereka
jaga.
Kelak di hari kiamat, orang-orang yang keluar dari fitroh ini akan
menyesal
dan merugi.
Seorang bayi ibarat selembar kertas berwarna putih, bersih.
Kedua
orang tualah yang berperan lebih besar dalam menentukan warna
kertas itu
selanjutnya. Mereka adalah orang yang terdekat dengan anak,
sehingga
dalam mendidik, membimbing serta mengarahkan, mereka memiliki
peran
yang cukup vital keitmbang yang lainnya. Apakah akan mereka
pertahankan
warna putih tersebut ataukah mereka beri corak warna yang
lain.
Tentang anak kaum musyrikin
Pada pembahasan ini, terdapat banyak pendapat. Ada yang
berpendapat
bahwa kelak anak tersebut akan mengikuti orang tua mereka di
neraka. Ada
pula yang tidak memberi tanggapan atas permasalahan ini. Namun ada
yang
berpendapat bahwasanya anak-anak kaum musyrikin yang meninggal
dunia,
kelak mereka termasuk ahlul Jannah. Inilah pendapat yang paling
benar,
berdasar dalil berikut, diantaranya:
1. Sebuah hadits ketika Ibrahim Al khalil alaiissalam dilihat
oleh
nabi Muhammad shallahu „alaihi wa sallam di jannah, dan di
sekitarnya terdapat anak-anak. Para sahabat bertanya, “wahai
Rasulullah, bagaimana dengan anak-anak kaum musyrikin?”
beliau
menjawab, “begitu juga dengan anak-anak kaum musyrikin (di
Jannah)” (H.R. Bukhori dalam shohihnya).
2. Firman Allah Taala, “Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum
Kami mengutus seorang rosul” (Q.S. Al-Isra [17] : 15) .
Taklif
(pembebanan) tidak di tujukan kepada bayi yang baru lahir
hingga
ia memasuki usia baligh, maka dari itu berlakulah sabda
Rasulullah
shallahu „alaihi wa sallam, bahwa anak-anak kaun musyrikin
yan
meninggal dunia kelak berada di Jannah. 33
Abul „ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim berkata,
“pendapat yang ketiga ini juga di kuatkan dengan beberapa hadits,
di
antaranya:
33
Yahya bin Syarof An-Nawawi, Shohih Muslim bin Syarhin Nawawi,
(Beirut: Daar Al
Kutub Al Ilmiyah, 2001), hlm. 170.
39
Hadits Anas secara marfu, “Aku memohon kepada Rabb ku agar
Dia
tidak mengadzab anak-anak dari keturunan manusia, maka Dia
mengabulkannya.” (Al Hafidz berkata, „sanadnya hasan), ia
berkata,
“penyebutan bahwa tafsir allahin dalam hadist itu adalah
anak-anak,
berdasarkan hadist Ibnu Abbas secara marfuyang dikeluarkan
oleh
Albazzar.
Hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad melalui jalur Khansa
binti
Muawiyah bin Sharim dari bibinya ia berkata, “Aku bertanya,
„wahai
Rasulullah, siapakah dijannah ?”. Beliau menjawab “Nabi, orang yang
mati
syahid dan anak-anak berada di jannah”. Al Hafidz berkata, sanadnya
hasan.
Diperkuat juga dengan sebuah hadits yang di riwayatkan Abu
Razzaq
dari jalur Abu Muadz dari Az zuhri dari Urwah dari „Aisyah, beliau
berkata,
“Khadijah bertanya kepada Rosulullah shallahu „alaihi wa sallam
tentang
anak-anak kaum musyrikin, maka Nabi menjawab, “Allah lah yang
mengetahui apa yang mereka lakukan.”Kemudian aku bertanya lagi
setelah
Islam menjadi kokoh, maka turunlah ayat,”Dan orang yang berdosa
tidak
akan memikul dosa orang lain” (Q.S. Fathir [35] : 18). Beliau
shallahu
„alaihi wa sallam bersabda, “mereka berada dalam fitrah” atau
mereka
berada di Jannah. 34
Mencari dan mengenal Tuhan merupakan sebuah fitrah yang
sebelumnya telah ditanamkan Allah kepada semua umat manusia.
Fitrah itu akan tetap ada dalam jiwa manusia dan tidak akan
terpengaruh oleh berbagai perubahan kehidupan manusia
sepanjang sejarah, bahkan oleh majunya teknologi dan
peradaban.
Taklid kepada leluhur tidaklah dapat dijadikan alasan untuk
mengingkari kebenaran atas keesaan Allah, karena bukti
keesaan
34
Muhammad Abdul Rahman bin Abdul Rahim, Tuhfat al-Ahwazi, (Qohirah:
Dar al-
Hadis, 2005), hlm. 287-288.
menarik kesimpulan dari bukti-bukti itu sehingga mereka
sampai
kepada tauhid. 35
Dengan kata lain, kita boleh menghormati nenek moyang tapi
tidak
boleh menyebabkan kita menyimpang dari kebenaran. Karena itu,
mengikuti jejak nenek moyang dalam hal pemikiran dan
keyakinan
yang batil tidak bisa dijadikan pedoman.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, Yahya bin Syarof. 2001. Shohih Muslim bin Syarhin
Nawawi.
Beirut: Daar al kutub Al ilmiyah.
Hamdani, Anwar. 1995. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Fikahati
Aneska.
Rahim, Muhammad Abdul Rahman bin Abdul. 2005. Tuhfat
al-Ahwazi.
Qahirah: Dar al-Hadis.
oleh: Penterjemah Tim Pustaka Firdaus. Cet. IV. Jakarta:
Pustaka
Firdaus.
Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya.
41
Al-Quran merupakan pedoman bagi setiap Muslim, didalamnya
terkandung 114 surat dengan 30 juz. Dijadikan pedoman karena
semua
permasalahan yang ada di dunia ini bisa kita lihat dalam Al-Quran
dengan
berbagai solusinya. Salah satunya adalah masalah Ketuhanan atau
tauhid,
yang menjadi dasar bagi setiap orang, didalam Al-Quran banyak
sekali ayat
yang memuat permasalahan ini. Al-Quran menjelaskan tauhid tentu
dari
berbagai aspek, agar tidak ada lagi yang harus dikhawatirkan,
melalui Al-
Quran dan umat Muslim tidak perlu khawatir lagi mengenai
pembahasan
kehidupan. Untuk itu, pada pembahasan kali ini kita akan
membahas
mengenai masalah Ketuhanan atau Tauhid yang terkandung dalam surat
Al
Araf ayat 173. Surat Al Araf sendiri mempunyai arti yaitu
Tempat-tempat
yang tinggi. Surat ini merupakan surat ke 7 dari 114 surat dalam
Al-Quran,
didalamnya terdapat 206 ayat dan Al-Araf juga termasuk kedalam
golongan
surat Makiyyah.
Adapun Ayat surat Al-Araf ayat 173, berbunyi:
Artinya : “Atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
orang-orang
tua Kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang Kami
ini
adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka
Apakah
Engkau akan membinasakan Kami karena perbuatan orang-orang
yang
sesat dahulu?” (Q.S. Al-Araf [7] : 173) 36
Pada ayat ini terdapat beberapa pendapat dari para mufassir
yang
menerjemahkan ayat tersebut menurut tafsirnya, yaitu :
36
Tim Penyempurna Tafsir Departemen Agama, Al-Quran dan tafsirnya,
(Jakarta:
Widiya Cahaya, 2011), hlm. 519.
42
Dalam kitab yang diakarang oleh, Jalal ad-Din al-Mahalli dan
Jalal
ad-Din as-Suyuti menerangkan sebagai berikut, (atau agar kamu
tidak mengatakan, “sesungguhnya orang-orang tua kami telah
mempersekutukan tuhan sejak dahulu) dimaksud sebelum kami
(sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang
sesudah mereka) maka kami hanya mengikut mereka (maka
apakah engkau akan membinasakan kami) engkau akan mengazab
kami (karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?”) dari
kalangan orang-orang tua kami yang pertama kali melakukan
kemusyrikan. Kesimpulan pengertian dari ayat ini bahwa mereka
tidak mungkin berhujah dengan alasan itu sedangkan mereka
telah
melakukan kesaksian terhadap diri mereka sendiri tentang
keesaan
Tuhan itu. penuturan tentang hal ini melalui lisan pemilik
mukjizat/ nabi Muhammad SAW. Keduduakannya sama dengan
penuturan terhadap jiwa manusia semuanya.
b) Tafsir Quraish Shihab
kamilah yang telah menyekutukan engkau. Sementara kami ini
hanyalah anak cucu yang mengikuti jejak leluhur. Mengapa
engkau
menyalahkan dan mencelakakan kami karena perbuatan syirik
mereka yang diwariskan yang diwariskan kepada kami” alasan
seperti tentu tidak dapat diterima lagi.
Dalam pemaparan di atas secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa,
mereka merasa tidak patut disiksa, karena yang salah adalah nenek
moyang
mereka yang mencontohkan hal tersebut kepada mereka. Dalam ayat
ini
pula, Allah menerangkan bahwa tidak bisa berhujjah dengan alasan
tersebut.
Kerena mereka di ciptakan di atas fitrah tauhid, dan fitrah yang
ada dalam
diri mereka sesungguhnya sadar dan mendukung bahwa apa yang
dilakukan
oleh nenek moyang mereka adalah sesuatu yang batil. Dan kebenaran
adalah
43
yang dibawa oleh para nabi dan rasul sebagai perantara dari Allah.
Para
rasul juga telah mengingatkan mereka agar segera bertaubat kepada
Allah.
Namun mereka ternyata menolaknya, kalaupun mereka menganggap
apa
yang nenek moyang mereka kerjakan adalah sebuah kebenaran. Maka hal
itu
tidak lain karena ia telah berpaling dari hujjah-hujjah Allah,
bukti-bukti
nyata dan juga dengan ayat-ayat-Nya yang ada di alam semesta dan
pada
diri mereka sendiri.
Seperti yang telah di paparkan di atas, Ayat ini juga
menjelaskan
tentang ketauhidan sesuai dengan fitrah manusia, Sebagian
mufassir
mengatakan bahwa, Allah telah menanamkan fitrah keimanan dan
keinginan
untuk mencari kebenaran kepada-Nya dan fitrah ini diberikan Tuhan
kepada
semua manusia, sejak manusia berada dalam rahim ibu. Oleh sebab
itu,
semua orang pasti memiliki kecenderungan dalam hatinya untuk
mengenal
Allah SWT dan bergerak menuju ke jalan-Nya.
Dalam sebuah hadis Ash-Shahihain atau kitab Shahih Bukhori
dan
muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, rasulullah
SAW
bersabda, “setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah”.
Kemuadian
pada kitab Shahih Muslim, diriwayatkan dari Iyadh bin Himar, Ia
berkata,
rasulullah SAW, bersabda : “Allah berfirman : “sesunggguhnya aku
telah
menciptakan hamba-hambaku dalam keadaan hanif (lurus). Maka
datanglah
syaitan-syaitan kepada mereka, lalu menyimpangkan mereka dari
agamanya
dan mengharamkan bagi mereka apa yang telah aku halalkan bagi
mereka”
hadis ini diriwayatkan oleh muslim.
Fitrah yang ditanamkan oleh Allah kepada seluruh manusia ini
merupakan hujjah bagi semua umat manusia. Kelak pada hari
kiamat,
mereka tidak bisa lagi berkata, “kami menjadi musyrik karena
mengikuti
ayah-ayah kami, sehingga tidak ada jalan lain bagi kami” atau “kami
terlupa
terhadap masalah ini dan tidak memiliki pengetahuan tentang
Tuhan
pencipta jagat raya ini.”
orang kafir, setidaknya ada tiga pendapat:
1. Dalam pendapat pertama menyebutkan bahwa, kelak maereka
berada di neraka mengikuti bapak-bapak mereka. Pendapat ini
merupakan pendapat mayoritas.
memberikan komentar) kepada anak-anak kaum Musyrikin,
apalagi ketika anak-anak kaum Musyrik ini meninggal, apakah
akan masuk surga atau tidak.
3. Pendapat yang terakhir ini adalah, bahwasanya anak-anak
kaum
Musyrikin akan meninggal dunia, kelak meraka akan masuk ke
dalam Jannah dan termasuk ahlul jannah.
Kemudian mengenai anak-anak kaum Musyrikin ini, ada sebuah
hadis
yang menerangkan. Yaitu ketika Ibrahim Al-khalil dilihat oleh
nabi
Muhammad SAW Di Jannah, disekitarnya terdapat anak-anak. Para
sahabat
bertanya, “wahai rasulullah, bagaimana dengan anak-anak kaum
Musyrikin”
beliau menjawab “begitu juga dengan anak-anak kaum Musyrikin
(di
Jannah). (H.R. Bukhori dalam Shohihnya). Pembebanan atau Taklif
tidak
ditunjukan kepada bayi yang baru lahir, hingga ia memasuki usia
Baligh,
maka berdasarkan pada sabda rasulullah SAW, bahwa anak-anak
kaum
musyrikin yang meninggal dunia kelak berada di Jannah (Shohih
Muslim,
bin Syahrin Nawawi : 16/170)
Dalam Firman Allah SWT, surat Al-Isro ayat 15 yang artinya
“dan
kami tidak akan mengadzab sebelum kami mengutus seorang
rasul”.
Setiap bayi yang dilahirkan kedunia ini, dalam keadaan
Fitroh.
Sementara orang tua bertanggung jawab atas dan berperan besar
dalam
menjaga Fitroh itu tersebut, atau bahkan mengubahnya. Sementara itu
bagi
anak-anak yang meninggal di usia yang belum Baligh, baik dari
anak-anak
kaum muslimin maupun kaum musyrikin maka kelak akan masuk
surga.
45
umat manusia terhadap kekuasaan dan pengaturan Tuhan adalah suatu
hal
yang fitrah, yang telah tertanam dalam jiwa manusia sejak ia
dilahirkan.
Ayat ini juga menceritakan saat ketika Allah menerima janji-janji
dari umat
manusia yang berisi pengakuan diatas ketuhanan Allah SWT. Dan
dihari
kiamat kelak, Allah akan menanyai setiap manusia tentang
pelaksanaan janji
yang pernah mereka ucapkan itu. meskipun didalam Al-Quran
tidak
dijelaskan bagaimana cara pengambilan janji tersebut, namun
sebagian
mufassir telah menjelaskan masalah tersebut. Allah juga mengatakan
bahwa
Dia telah mengeluarkan keturunan Bani Adam atau Manusia dari
Sulbi
mereka untuk mengadakan persaksian diri mereka bahwa Allah
adalah
Tuhan mereka, dan tidak ada Tuhan selain Dia. Sebagaimana Allah
SWT,
telah menjadikan hal tersebut dalam fitrah Manusia dan pembawaan
mereka,
Allah berfrman dalam surat Ar-Rum ayat 30 :
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah,
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah
itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Q.S. Ar-Rum [30] :
30)
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan
Allah
mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia
tidak
beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak
beragama
tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
Dalam sebuah Hadis yang ada dalam kitab Sahihaini, melalui
Abu
Hurairah menjelaskan bahwa setiap anak yang lahir ke Dunia ini
berada
dalam keadaan suci (dengan Fitrah Allah).
Sebagian Mufassir juga berpendapat bahwa ketika benih manusia
keluar dari sulbi ayahnya dan mulai tertanam dalam rahim sang ibu,
maka
disanalah Allah telah menanamkan fitrah kepadanya. Yaitu berupa
fitrah
46
keimanan dan keinginan untuk mencari kebenaran terhadap Islam.
Fitrah ini
juga diberikan kepada semua manusia, tanpa terkecuali. Inilah yang
menjadi
alasan bahwa setiap manusia pasti mempunyai kecenderungan
untuk
mengenal Allah dan agama Islam dalam hatinya. Karena fitrah yang
telah
ditanamkan itu sendiri, fitrah ini juga sebagi hujjah bagi setiap
manusia.
Sehingga kelak pada hari kiamat mereka tidak lagi bisa mengatakan
“kami
menjadi musyrik karena mengikuti ayah-ayah kami, sehingga tidak ada
jalan
lain bagi kami” atau “kami terlupa terhadap masalah ini dan tidak
memiliki
pengetahuan tentang Tuhan pencipta jagat raya ini”.
Allah SWT juga menegaskan dalam ayat ini, tidaklah benar orang
kafir
itu berkata pada hari kiamat bahwa nenek moyang mereka adalah
yang
menciptakan kemusyrikan sehingga mereka mengikutinya.
Kemudian
mereka juga berkata bahwa mereka tidak mengetahui jalan menuju
tauhid.
Oleh karena itu mereka dibinasakan disebabkan kesalahan perbuatan
nenek
moyang mereka.
Oleh karena itu, mencari dan mengenal Tuhan merupakan sebuah
fitrah. Dimana fitrah itu sendiri telah ditanamkan oleh Allah
kepada setiap
manusia sejak berada dalam rahim ibu. Fitrah itu akan terus berada
dalam
jiwa manusia dan tidak akan terpengaruh oleh berbagai
perubahan
kephidupan manusia sepanjang sejarah, bahkan oleh majunya teknologi
dan
peradaban.
mengingkari kebenaran atas keesaan Allah, karena bukti keesaan
Allah itu
sangat jelas dihadapan mereka, dan mereka mampu menarik kesimpulan
dari
bukti-bukti itu sehingga mereka sampai kepada tauhid. 37
Dengan kata lain, kita boleh menghormati nenek moyang tapi
tidak
boleh menyebabkan kita menyimpang dari kebenaran. Karena itu,
mengikuti
jejak nenek moyang dalam hal pemikiran dan keyakinan yang batil
tidak
bisa dijadikan pedoman.
Bahrun Abu Bakar, dkk. Cetakan II. Semarang: Toha Putra
Semarang.
Shubhi, Ash-Shalih. 1993. Membahas Ilmu-ilmu Al-Quran.
Diterjemahkan
oleh: Penterjemah Tim Pustaka Firdaus. Cetakan IV. Jakarta:
Pustaka
Firdaus.
Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya.
Al-Quran merupakan pedoman bagi setiap Muslim, didalamnya
terkandung 114 surat dengan 30 juz. Dijadikan pedoman karena
semua
permasalahan yang ada di dunia ini bisa kita lihat di Al-Quran
dengan
berbagai solusinya. Salah satunya masalah Ketuhanan atau tauhid,
yang
menjadi dasar bagi setiap orang, didalam Al-Quran banyak sekali
ayat yang
memuat permasalahan ini. Al Quran menjelaskan tauhid tentu dari
berbagai
aspek, agar tidak ada lagi yang harus dikhawatirkan, melalui
Al-Quran
umat Muslim tidak perlu khawatir lagi mengenai pembahasan
kehidupan.
Surat Al-Hasyr Ayat 22-23
.
Artinya : (22) Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang
Mengetahui
yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.(23) Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja,
yang
Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan,
yang
Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang
memiliki
segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.”
(Q.S. Al-Hasyr [59] : 22-23) 38
Kosa Kata:
Al-Asmaul-husna. Al-Asmauul-husna terdiri dari dua kata yaitu
al-
asma dan al-husna. Al-Asma adalah bentuk jamak dari kata al-ism
yang
memiliki arti nama untuk sesuatu baik benda mati atau benda hidup.
Kata ini
38
Ahmad Mustofa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, Terj. Bahrun Abu Bakar,
dkk, (Semarang:
CV. Toha Putra Semarang, 1993), Cetakan II, hlm. 92.
49
yang berada diatas.
Kata al-asmaul-husna berarti nama-nama yang paling baik.
Misalnya
sifat pengasih, dapat disandang oleh makhluk, tetapi karena bagi
Allah nama
yang terbaik maka pastilah sigat kasihnya melebihi sifat kasih
makhluk
dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Al-Asmaul-husna
menunjukan
pada nama-nama yang sengat sempurnna tidak sedikit pun ada
kekurangan
atau kelemahan seperti nama-nama sifat yang disandang oleh
makhluk.
Dalam Al-Quran kata Al-asmaul-husna terulang sebanyak empat kali,
yaitu
dalam surat Al-Hasyr ayat 24, Al-Araf Ayat 180, Al-isra ayat 110.
Dan
Tha Ayat 108-109, para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah
bilangan
Al-asmaul-husna. Pendapat yang cukup populer menyebutkan jumlahnya
99
nama
mengenai nama-nama (asma) yang menjadi sifat Al-asmaul-husna
dari
Allah. Dalam ayat-ayat sebelumnya dijelaskan bahwa dialah Allah
yang
tiada Tuhan selain Dia. Dia maha mengetahui yang gaib dan
nyata.
Munasabah
mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larang-larangnya,
serta
mengerjakan semua yang bermanfaat, sedangkan Al-Quran adalah
sebagai
petunjuk bagi manusia kepada jalan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Tafsir
(22) Allah yang menurunkan Al-Quran dan menetapkan sebagai
petunjuk bagia manusia, dalam Tuhan yang Maha Esa, tidak ada
tuhan
selain Dia. Dia lah yang berhak disembah, tidak ada yang lain,
segala
penyembahan terhadap selain Allah, seperti pohon, batu, patung,
matahari
dan sebagainya.
50
(23) Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang memilki segala
sesuatu
yang ada, dan mengurus segala menurut yang dikehendakinya. Yang
Maha
Suci dari segala macam bentuk cacat dan kekurangan. Yang Maha
sejahtera,
Yang Maha memelihara keamanan, keseimbangan dan kelangsungan
hidup
seluruh makhlukNya, Yang Maha perkasa tidak menganiaya
makhlukNya.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah dari
nabi
SAW bersabda:
, . )
( Artinya : “Sesungguhnya Allah mempunyai Sembilan puluh Sembilan
nama,
seratus kurang satu, barang siapa yang menghafal, menghayati,
dan
meresapinya, niscaya akan masuk surga.” (H.R. Al-Bukhori dan
Muslim)
Yang dimaksud dengan menghayati dan meresapinya, disini ialah
benar-benar memahami sifat-sifat Allah itu, merasakan
keagungan,
kebesaran, dan kekuasaannya atas seluruh makhluk, dan merasakan
kasih
sayangnya.
Kesimpulan
Allah memiliki 99 nama yang indah atau lebih terkenal dengan
sebutan
Al-Asma-ul-Husna. Nama-nama tersebut merupakan cerminan dari
perilaku
Allah terhadap Hambanya. Karena itu, jika nama-nama tersebut kita
sebut
sebagai suatu permohonan,
Dalam sifat Asmaul Husna-Nya, Ia telah menujukan kebesaran-
kebesaran yang masuk akal hingga yang tidak masuk akal, semuanya
dapat
di kehendaki oleh-Nya karena Allah Maha Kuasa di atas
segala-galanya di
jagat raya ini, begitu banyak kemurahan dan nikmat yang di berikan
kepada
hamba-Nya tanpa pandang bulu, Semua Ia berikan, karena Allah
adalah
Dzat yang Maha Pengasih, Maha Pemurah lagi Maha Memelihara.
51
Oleh karena itu sebagai hamba Allah yang taat dan patuh
senantiasa
akan mengamalkan sifat-sifat tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
serta
meneladaninya sebagai wujud kecintaan kita terhadap Allah SWT.
39
DAFTAR PUSTAKA
Putra Semarang.
Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya.
Tim Penyempurna Tafsir Departemen Agama, Al-Quran dan Tafsirnya.
Juz 28, (Jakarta:
Widya Cahaya, 2011), hlm. 82.
52
Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 24
. Artinya : “Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan,
yang
membentuk Rupa, yang mempunyai Asmaaul Husna. bertasbih
kepadanya
apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi
Maha
Bijaksana.” (Q.S. Al-Hasyr [59] : 24) 40
KosaKata
Al-Asmaul-husna. Al-Asmauul-husna terdiri dari dua kata yaitu
al-
asma dan al-husna. Al-Asma adalah bentuk jamak dari kata al-ism
yang
memiliki arti nama untuk sesuatu baik benda mati atau benda hidup.
Kata ini
berakar dari san-yasmu-sumuwwan yang berarti ketinggian atau
sesuatu
yang berada diatas.
Kata Al-Asmaul-husna berarti nama-nama yang paling baik.
Misalnya
sifat pengasih, dapat disandang oleh makhluk, tetapi karena bagi
Allah nama
yang terbaik maka pastilah sifat kasihnya melebihi sifat kasih
makhluk
dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Al-Asmaul-husna
menunjukan
pada nama-nama yang sengat sempurna tidak sedikit pun ada
kekurangan
atau kelemahan seperti nama-nama sifat yang disandang oleh
makhluk.
Dalam Al-Quran kata Al-Asmaul-husna terulang sebanyak empat
kali,
yaitu dalam surah Al-Hasyr Ayat 24, Al-Araf Ayat 180, Al-israAyat
110.
Dan Tha Ayat 108-109, para ulama berbeda pendapat mengenai
jumlah
bilangan Al-Asmaul-husna. Pendapat yang cukup popular
menyebutkan
jumlahnya 99 nama.
40
Ahmad Mustofa Al Maragi, Tafsir Al Maragi, Terj. Bahrun Abu Bakar,
dkk, (Semarang:
CV. Toha Putra Semarang, 1993), Cetakan II, hlm. 92.
53
mengenai nama-nama (asma) yang menjadi sifat Al-Asmaul-husna
dari
Allah. Dalam ayat-ayat sebelumnya dijelaskan bahwa dialah Allah
yang
tiada Tuhan selain Dia. Dia maha mengetahui yang gaib dan
nyata.
Munasabah
mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi laranganNya, serta
mengerjakan semua yang bermanfaat, sedangkan Al-Quran adalah
sebagai
petunjuk bagi manusia kepada jalan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. 41
Tafsir Surat Al-Hasyr Ayat 24
Artinya : “Dialah Allah, Maha Pencipta” (pangkal ayat 24).
Yaitu bahwa kehendak menjadikan alam dalam berbagai bentuknya
ini
adalah dari Dia sendiri, tidak karena dikehendaki oleh yang
lain.
Artinya : “Yang Mengadakan”
Dari tidak ada kepada ada. Jadi bukanlah alam yang Dia ciptakan
itu
sama terjadi dengan Dia, sebagaimana kepercayaan yang dianut oleh
ahli-
ahli filsafat, yang mengatakan bahwa alam itu qadim. Sebab itu
maka
makhluk (yang dijadikan) ini tadinya tidaklah ada. Setelah dia
diciptakan
oleh Allah, lalu dijadikannya daripada tidak ada kepada ada. Sebab
itu maka
terjadilah alam ada permulaan, sedang Allah itu jadi dengan
sendiriNya dan
tidak ada permulaanNya.
41
Tim Penyempurna Tafsir Departemen Agama, Al-Quran dan Tafsirnya,
Juz 28,
(Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 81.
54
wajahnya, segala sesuatu ditentukan namanya, jenisnya dan
rerumpunannya
karena ciri-ciri khas yang ditentukan pada rupanya. Rupa
sesuatu
menentukan untuk namanya, khususnya manusia, diberi bentuk sendiri,
lain
dari bentuk makhluk yang lain. Pada waktu tafsir ini disusun
manusia yang
berada di permukaan bumi adalah sekitar 4.000.000.000. (empat
milyar).
Tidak seorang pun yang serupa, semua berlain rupa. Meskipun
ada
perbedaan warna kulit; ada yang putih, kuning dan hitam dan sawo
matang,
namun yang sama-sama hitam pun tidaklah serupa. Sepuluh orang
saudara
yang dilahirkan oleh seorang ibu, anak dari satu ayah tidak juga
ada yang
serupa. Tidak serupa wajahnya, tidak serupa sidik jarinya dan tidak
serupa
bunyi suaranya.
Tiap seseorang diberi satu bentuk badan, satu seri muka, satu sidik
jari,
satu bunyi suara, sehingga di mana pun dia berada, dia dapat
dikenal,
misalnya dia si Ahmad, bukan si Hamid. Fikirkanlah kekayaan
dan
kebesaran Allah. Sebuah pabrik mobil di Detroit yang terkenal
mengeluarkan mobil dari pabriknya sekali dalam lima menit,
hanyalah
sekedar sekali setahun seorang Insinyur merangkap ahli astetik
memikirkan
bentuk apa yang layak bagi mobil itu untuk tahun depan. Beribu-ribu
mobil
keluar dalam setahun, namun bentuknya sama, mesinnya sama,
atau
“model”nya sama, model tahun seribu sembilan ratus sekian,
Tetapi
manusia lahir setiap detik di seluruh dunia, masing-masing
membawa
bentuk dan rupa sendiri.
Artinya : “Bagi-Nyalah nama-nama yang baik”
Tuhan berulang kali memberi ingat tentang nama-namaNya yang
baik
ini di dalam Al-Quran. Telah diisyaratkan di dalam Surat Al-A`raf
ayat
180. Di dalam Surat Al-Isra ayat 110, Surat Thaha ayat 8, dan ayat
24
penutup Surat Al-Hasyr sekarang ini. Di Surat Al-Araf (Juzu 9)
Al-
Asmaul Husna telah kita uraikan juga. Dan nama-nama Tuhan yang
tersebut
55
sejak ayat 22 sampai ayat 24 ini adalah termasuk di dalam Al-Asmaul
Husna
itu juga adanya. Sayid Ibnul Murtadha dalam kitabnya “Litsaarul
Haqq”;
Ma`rifat atau mengenal kesempumaan Tuhan Yang Maha Mulia,
disertai
sifat-sifatNya yang sempurna dan nama-namaNya yang baik
adalah
termasuk kesempumaan Tauhid, yang mesti difahamkan
benar-benar.
Karena hendak mengetahui kesempurnaan dzat Tuhan hendaklah
dengan
memaham