21
MANAJEMEN PARTISIPATIF

Teori Pembangunan 10 Revisi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

handout mata kuliah

Citation preview

Page 1: Teori Pembangunan 10 Revisi

MANAJEMEN PARTISIPATIF

Page 2: Teori Pembangunan 10 Revisi

PENDAHULUAN

Untuk mempelajari pendekatan dalam manajemen kota partisipatif, terlebih dahulu perlu

memahami prinsip-prinsip peranserta masyarakat.

Peran serta diterjemahkan dari asal kata participation. Menurut Pei (1976) secara singkat partisipasi diartikan sebagai “take a part” atau ikut serta.

Roberts (1975) dan White (dalam Sastropoetro, 1988) : keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksanaannya dalam proyek pembangunan untuk masyarakat.

Mubyarto (1984) : kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.

Ramos (dalam Yeung dan Mc Gee, 1986) : penyerahan sebagian peran dalam kegiatan dan tanggung jawab tertentu dari satu pihak kepada pihak lain.

Narine (dalam Midgley, 1986) : kesediaan kedua belah pihak dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan. Dalam hal ini pengertian partisipasi masyarakat tidak hanya dipahami sebagai sharing kegiatan, harta benda dan gotong royong saja, tetapi juga pendapat.

Page 3: Teori Pembangunan 10 Revisi

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM BERBAGAI KEGIATAN

Page 4: Teori Pembangunan 10 Revisi

BRIGMAN AND DAVIS (2000)

Brigman dan Davis (2000) menyebutkan lima kategori partisipasi dimana pemerintah dapat mengambil bagian, yaitu:

- Information; yang meliputi: surveys, focus groups, dan public information campaign.

- Consultation, yang meliputi: keys contacts, interest groups meetings, town hall meetings, circulation of proposals, dan public hearings.

- Partnership yang meliputi: advisory committees dan policies.

- Delegation, yang meliputi: public inquiries, impact assessment studies, dan communities.

- Control yang meliputi: referenda dan privatisation.

Dalam masyarakat demokratis sudah menjadi hal umum jika pemerintah melakukan proses konsultasi dengan masyarakat dalam melakukan pembangunan.

Proses konsultasi sangat penting sebagai upaya sharing informasi dari banyak kebijakan publik yang terkait dengan pelaksanan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat.

Page 5: Teori Pembangunan 10 Revisi

INSTRUMEN KONSULTASI DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKANBRIGMAN AND DAVIS (DALAM HANNA; 2003)

MINIMUM PARTISIPATION MAXIMUM PARTISIPATION

INFORMATION(To Develop awareness)

CONSULTATION(To develop

Understanding)

PARTNERSHIP(To developrole sharing)

DELEGATION(To be

responsible)

CONTROL(To be

independent)

Surveys Focus group Public information campaign

Key contact Interest group meeting Town halls meeting Circulation of proposals Public hearings

Advisory comitees Policy

Public inquieies Impact assesment studies Community

Referenda Privatisation

Page 6: Teori Pembangunan 10 Revisi

SKEMA PERAN SERTA MASYARAKATARNSTEIN DALAM HANNA (2003)

Sherry R. Arnstein (1969) menggolongkan peran serta masyarakat dalam delapan tingkatan

berdasarkan “kekuasaan” yang diberikan kepada masyarakat.

NO TINGKAT PARTISIPASI KATEGORI ORIENTASI

1 Kontrol masyarakat Independen

2 Pelimpahan kekuasaan

Aktif3 Kemitraan

4 Penenteraman

Tokenisme5 Konsultasi

6 Informasi

Pasif

7 Terapi

8 Manilpulasi

Page 7: Teori Pembangunan 10 Revisi

TINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT MENURUT ARNSTEIN

Page 8: Teori Pembangunan 10 Revisi

 

PENJELASAN

Tiga klasifikasi terendah (manipulasi, therapi dan informasi) dinamakan passive participatory.

Dua klasifikasi berikutnya (konsultasi dan penenteraman) dinamakan tokenism; dalam hal ini masyarakat sudah diajak bicara tentang gagasan dan aspirasinya tetapi keputusan yang diambil sepenuhnya berada di tangan pemerintah.

Dua klasifikasi di atasnya dinamakan active participatory. Klasifikasi puncak adalah kontrol masyarakat (citizen control).

Tiga klasifikasi puncak (kemitraan, pelimpahan kekuasaan dan kontrol masyarakat) adalah apa yang sebenarnya ada dalam gagasan Arnstein tentang peran serta masyarakat; yaitu pada derajat kekuasaan masyarakat dimana sudah terjadi pembagian hak, tanggung jawab, dan wewenang antara masyarakat dan pemerintah dalam pengambilan keputusan.

Page 9: Teori Pembangunan 10 Revisi

PERAN SERTA MASYARAKAT DI NEGARA BERKEMBANGCHOGUILL (1996)

Marisa B. Guaraldo Choguill (1996) merumuskan delapan tingkatan partisipasi masyarakat

di negara berkembang, ditinjau dari “tingkat keterlibatan institusi eksternal dalam membantu

komunitas untuk bekerjasama menyelesaikan proyek mereka sendiri”.NO TINGKAT PARTISIPASI KATEGORI ORIENTASI

1 PemberdayaanDUKUNGAN

2 Kemitraan

3 Konsiliasi

4 DisimulasiMANIPULASI

5 Diplomasi

6 Informasi

7 Konspirasi

8 Pengelolaan sendiri

PENOLAKAN

PENGABAIAN

Page 10: Teori Pembangunan 10 Revisi

ORIENTASI BARU

Sejalan dengan tuntutan reformasi, yaitu diterapkannya good governance, otonomi daerah dan tantangan pembangunan bangsa khususnya dalam menghadapi persaingan global, maka paradigma pembangunan tidak lagi hanya milik pemerintah dan memposisikan masyarakat sebagai obyek pembangunan; melainkan mendudukkan pembangunan sebagai milik bersama antara pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku pembangunan, dengan prinsip kemitraan dan kesetaraan untuk mencapai hasil pembangunan yang benar-benar diharapkan masyarakat

Guna mewujudkan peran masyarakat yang seutuhnya, proses pelibatan masyarakat tidak boleh berhenti sampai tahap tokenisme, tetapi harus terlihat jelas bahwa aspirasi masyarakat terefleksi dalam setiap proses pembangunan.

Pembangunan yang bercirikan partisipatif pada saat ini dirasakan menjadi model pembangunan yang paling sesuai dengan kondisi dan paradigma pembangunan yang bottom-up. Hal ini terkait erat dengan upaya pemerintah untuk menyusun program pembangunan yang benar-benar bermanfaat dan menguntungkan masyarakat luas.

Page 11: Teori Pembangunan 10 Revisi

Pelibatan masyarakat akan mendapat sambutan sangat positif dari seluruh stakeholders, jika mereka merasa mendapatkan nilai tambah yang terlihat nyata.

Keterlibatan masyarakat akan berlangsung tanpa didorong dan dipaksa siapapun. Sebagai pihak yang paling terkena dampak pembangunan, masyarakat harus dilindungi dari berbagai tekanan dan paksaan pembangunan. Untuk itu perlu upaya guna menempatkan masyarakat pada posisi yang seharusnya.

Page 12: Teori Pembangunan 10 Revisi

HAMBATAN PERANSERTA MASYARAKAT

Hana (2003) menyebutkan, pada umumnya terdapat tiga hambatanutamauntuk mewujudkan pembangunan partisipatif, yaitu: 1. Hambatan struktural yang membuat iklim atau lingkungan menjadi

kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi. Misalnya kurangnya kesadaran berbagai pihak akan pentingnya partisipasi serta kebijakan maupun aturan yang kurang mendukung terwujudnya partisipasi.

2. Hambatan internal masyarakat sendiri; yaitu kurangnya inisiatif, tidak terorganisir dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif dalam proses pengambilan keputusan.

2. Hambatan akibat kurang terkuasainya metoda dan teknik partisipasi.

Page 13: Teori Pembangunan 10 Revisi

Rendahnya pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan telahmengakibatkan dampak negatif sebagai berikut:

Rendahnya rasa memiliki dari masyarakat atas program pembangunan yang disusun. Akibatnya keberlanjutan dari program yang dilaksanakan tidak terwujud.

Program pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakatnya.

Munculnya biaya yang sangat mahal karena masyarakat kurang memahami tujuan dari program pembangunan sehingga seringkali muncul penolakan atas program yang dilaksanakan.

Page 14: Teori Pembangunan 10 Revisi

RENDAHNYA PARTISIPASI MASYARAKAT

Secara umum hal tersebut disebabkan oleh:

Kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya berorientasi pada masyarakat sehingga masyarakat tidak terlibat langsung dalam pembangunan.

Kurang terbukanya para pelaku pembangunan dalam menyelenggarakan proses pembangunan yang mengangap masyarakat hanya sekedar obyek pembangunan.

Masih rendahnya upaya-upaya pemerintah dalam memberikan informasi tentang program-program pembangunan yang dilaksanakan sehingga masyarakat merasa pembangunan yang dilaksanakan tersebut tidak memperhatikan aspirasinya.

Walaupun pengertian partisipasi masyarakat telah diketahui bersama, akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat pemahaman yang tidak sama.

Kurang optimalnya kemitraan atau sinergi antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan.

Persoalan yang dihadapi dalam hal pembangunan partisipatif adalah panjangnya proses pengambilan keputusan.

Page 15: Teori Pembangunan 10 Revisi

KELEMAHAN PERANSERTA MASYARAKAT

Kelemahan peranserta masyarakat yang dideskripsikan oleh Arimbi dan Santosa (1994),

antara lain adalah :

Adanya kebingungan masyarakat terhadap isu yang disampaikan. Hasil peranserta yang belum menentu. Resiko adanya kemungkinan penundaan proyek, bahkan peningkatan biaya (cost) dari

proyek tersebut. Kecenderungan masyarakat untuk kehilangan gairah selama pelaksanaan proyek yang

memakan waktu cukup lama, karena stamina masyarakat terbatas (bisa menimbulkan perasaan skeptis).

Sulit menentukan siapa yang bakal menjadi wakil masyarakat untuk terlibat dalam suatu kegiatan atau proyek (yang vokal atau yang banyak pendukung ?).

Peranserta masyarakat tidak mencakup komitmen politik, sehingga kekuasaan pengambilan keputusan tetap di tangan sektor administratif.

Peranserta masyarakat dimaknai sebagai kooptasi terhadap pihak oposisi. Karena tidak jarang program peranserta masyarakat memang didesain untuk “menggiring” masyarakat agar setuju dengan pendapat pengambil keputusan.

Page 16: Teori Pembangunan 10 Revisi

KEBIJAKAN PUBLIK YANG BERORIENTASI PADA MASYARAKAT

Bridgman dan Davis (2000) menjelaskan kebijakan publik sebagai instrumen kepemerintahan atau suatu kebijakan untuk mengelola berbagai sumberdaya publik; sebagai hasil dari persaingan antara gagasan, kepentingan dan ideologi yang mendorong sistem politik.

Kebijakan publik mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam rangka membuat suatu rencana dan mengalokasikan sumberdaya masyarakat untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Prinsip kebijakan publik :

Harus dirumuskan secara hati-hati, disesuaikan dengan lingkungan atau situasi yang ada, untuk menghindari kemungkinan terjadinya resistensi masyarakat.

Harus realistis (applicable), mudah dimengerti (understable), dan terjangkau (reachable). Dengan perkataan lain, kebijakan publik harus mudah dipahami berdasarkan cara berpikir dan cara pandang masyarakat, bukan dari sisi pandang birokrat atau pengambil kebijakan publik di jajaran Pemerintah. Selain itu harus realistis untuk dilaksanakan.

Page 17: Teori Pembangunan 10 Revisi

THE POLICY CYCLE

SIKLUS DELAPAN TAHAP :BRIGMAN AND DAVIS (2003)

• Identifikasi permasalahan (identify Issues); • Analisa kebijakan (policy analysis); • Penyusunan instrumen kebijakan (policy instumrent); • Konsultasi (consultation); • Koordinasi (coordination);• Pengambilan keputusan (decision);• Implementasi (implementation), dan;• Evaluasi (evaluation).

Page 18: Teori Pembangunan 10 Revisi

PERGESERAN PARADIGMA

Sesuai tuntutan demokratisasi, peranan pemerintah dan pemerintah kota dalam

pengambilan kebijakan pembangunan mengalami pergeseran paradigma, antara lain:

  authoritarian ----------------- menjadi------------ democratic centralized ------------------ menjadi ----------- decentralized top down ------------------- menjadi ----------- bottom up bureaucratic ---------------- menjadi ----------- public services dependent ------------------ menjadi ----------- independent closed governance ------ menjadi ----------- transparent governance homogeneity -------------- menjadi ----------- heterogeneity growth orientation ------- menjadi ----------- equity oriantation provider ---------------------- menjadi ----------- enabler

Pergeseran paradigma yang terjadi dalam birokrasi pemerintah sangat menentukan cara

pendekatan dalam menangani pembangunan kota. Kewenangan tidak lagi berada hanya di

tangan pemerintah tetapi juga masyarakat; kepemerintahan dilaksanakan lebih transparan

dengan oreintasi pada pelayanan publik.

Page 19: Teori Pembangunan 10 Revisi

SALAH SATU HASIL

Dalam kaitannya dengan pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan

yang bersifat bottom up, Departemen Dalam Negeri telah

mengeluarkanSurat Edaran Nomor 050/987/SJ Tahun 2003 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Forum Koordinasi Pembangunan Partisipatif.

Ada sepuluh hal penting dalam Surat Edaran tersebut, yaitu:

Stakeholders non pemerintah harus dilibatkan dalam Musyawarah Pembangunan Desa/Kelurahan sampai dengan Rakorbang Kabupaten/Kota.

Keterlibatan stakeholders non pemerintah tidak lagi hanya sebagai pendengar, melainkan turut berperan dalam proses pengambilan keputusan.

Rakorbang bukan hanya membahas tentang program pembangunan tetapi juga anggarannya.

Anggaran yang dibahas tidak terbatas pada anggaran program/proyek saja, tetapi juga anggaran untuk DPRD (seperti dana studi banding) dan dalam lingkup Setda (seperti dana taktis kepala daerah).

Page 20: Teori Pembangunan 10 Revisi

Waktu pelaksanaan Rakorbang tidak satu hari, melainkan bisa 2-5 hari dengan berbagai agenda yang dibahas.

Pelaksanaan Rakorbang tidak lagi menjadi tanggung jawab Pemda sendiri, melainkan difasilitasi oleh suatu tim multistakeholders dan multidisiplin.

Hasil Rakorbang, RAPBD dan APBD harus dipublikasikan secara luas oleh tim tersebut, sehingga publik bisa melihat konsistensi urutannya.

Rakorbang tidak hanya menghasilkan program/proyek pembangunan, tetapi juga usulan-usulan kebijakan yang dibutuhkan oleh daerah tersebut.

Materi yang dibahas dalam Rakorbang juga meliputi hasil tinjauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan yang didanai APBD kabupaten/kota, propinsi maupun APBN untuk tahun sebelumnya dan tahun berjalan.

Penentuan program/proyek tidak lagi didasarkan oleh dominasi suatu pihak, tetapi berdasarkan kriteria dan indikator yang telah disepakati.

Page 21: Teori Pembangunan 10 Revisi

CONTOH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK YANG BERORIENTASIPADA PARTISIPASI MASYARAKAT