8
Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012 Page 9 PENGARUH KOMPOSISI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI CAMPURAN KULIT KACANG DAN SERBUK GERGAJI TERHADAP NILAI PEMBAKARAN Agung Setiawan * , Okvi Andrio, Pamilia Coniwanti Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662 Abstrak Penelitian ini menggunakan bahan baku limbah serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah dengan temperatur karbonisasi yang digunakan mulai dari 300 0 C, 350 0 C, 400 0 C, 450 0 C, sampai dengan 500 0 C. Dan perekat yang digunakan pada penelitian berupa tepung sagu dengan kadar 20% dari berat briket bioarang. Nilai pembakaran yang optimal didapat pada temperatur karbonisasi 500 0 C yaitu senilai 5670,538 cal/gr. Kata kunci: briket, kulit kacang tanah, serbuk gergaji kayu, temperatur karbonisasi Abstract In this research is used waste feed sawdust wood and peanut skin with temperature carbonization is used starting from 300 0 C, 350 0 C, 400 0 C, 450 0 C, up to 500 0 C and adhesive is used in this research is sago powder with level 20% by weight of the charcoal briquette. The optimal combustion values are obtained in carbonization temperature 500 0 C is 5670.538 calorie/g. Keywords: briquette, peanut skins, sawdust wood, value combustion. . 1. PENDAHULUAN Masalah energi tidak lepas dari kehidupan manusia. Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pola hidup manusia dan semakin banyaknya industri yang berkembang mengakibatkan permintaan akan kebutuhan energi terus meningkat, sedangkan ketersediaaan cadangan energi semakin menipis. Hal ini berdampak pada meningkatnya harga jual bahan bakar minyak dunia khususnya minyak tanah di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan ramah lingkungan sebagai pengganti minyak tanah untuk industri kecil dan rumah tangga. Salah satunya energi alternatif tersebut adalah penggunaan briket dari limbah biomassa berupa serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah. Industri mebel kayu merupakan salah satu indutri yang banyak terdapat di Indonesia. Dalam menjalankan proses usaha tersebut industri mebel menghasilkan limbah yang jarang sekali termanfaatkan oleh mayoritas orang, yaitu serbuk gergaji. Berdasarkan data nasional BPS tahun 2006, produksi serbuk gergaji kayu di Indonesia sebesar 679.247 m 3 dengan densitas 600 kg/m 3 maka didapat 407.548,2 ton . Jika dari kayu yang tersedia tedapat 40% yang menjadi limbah serbuk gergaji, maka akan didapat potensi pembuatan briket sebesar 163.319,28 ton/th (Debi, 2010). Serbuk gergaji merupakan bahan yang masih mengikat energi yang melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan briket arang. Berdasarkan hasil penelitian Atok Setiawan (1990) dalam penelitian Unjuk Ketel Horizontal Return Turbular Dengan Bahan Bakar Briket Serbuk Gergaji Kayu Jati diperoleh Nilai kalor briket serbuk gergaji 4714 5519 kkal/kg. Kulit kacang tanah bagi sebagian orang barangkali tidak memiliki arti. Banyak sekali kulit kacang dibuang begitu saja tanpa adanya tindakan untuk mengatasi limbah rumah tangga tersebut. Berdasaran data BPS tahun 2009 produksi kacang tanah di Indonesia sebesar

Tika

Embed Size (px)

DESCRIPTION

123

Citation preview

Page 1: Tika

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012 Page 9

PENGARUH KOMPOSISI PEMBUATAN BIOBRIKET

DARI CAMPURAN KULIT KACANG DAN SERBUK

GERGAJI TERHADAP NILAI PEMBAKARAN

Agung Setiawan

*, Okvi Andrio, Pamilia Coniwanti

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Abstrak

Penelitian ini menggunakan bahan baku limbah serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah dengan

temperatur karbonisasi yang digunakan mulai dari 300 0C, 350

0C, 400

0C, 450

0C, sampai dengan 500

0C.

Dan perekat yang digunakan pada penelitian berupa tepung sagu dengan kadar 20% dari berat briket

bioarang. Nilai pembakaran yang optimal didapat pada temperatur karbonisasi 5000C yaitu senilai

5670,538 cal/gr.

Kata kunci: briket, kulit kacang tanah, serbuk gergaji kayu, temperatur karbonisasi

Abstract

In this research is used waste feed sawdust wood and peanut skin with temperature carbonization is used

starting from 300 0C, 350

0C, 400

0C, 450

0C, up to 500

0C and adhesive is used in this research is sago

powder with level 20% by weight of the charcoal briquette. The optimal combustion values are obtained

in carbonization temperature 500 0C is 5670.538 calorie/g.

Keywords: briquette, peanut skins, sawdust wood, value combustion.

.

1. PENDAHULUAN

Masalah energi tidak lepas dari kehidupan

manusia. Pertambahan jumlah penduduk,

peningkatan pola hidup manusia dan semakin

banyaknya industri yang berkembang

mengakibatkan permintaan akan kebutuhan

energi terus meningkat, sedangkan ketersediaaan

cadangan energi semakin menipis. Hal ini

berdampak pada meningkatnya harga jual bahan

bakar minyak dunia khususnya minyak tanah di

Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan bahan

bakar alternatif yang murah dan ramah

lingkungan sebagai pengganti minyak tanah

untuk industri kecil dan rumah tangga. Salah

satunya energi alternatif tersebut adalah

penggunaan briket dari limbah biomassa berupa

serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah.

Industri mebel kayu merupakan salah

satu indutri yang banyak terdapat di Indonesia.

Dalam menjalankan proses usaha tersebut

industri mebel menghasilkan limbah yang jarang

sekali termanfaatkan oleh mayoritas orang, yaitu

serbuk gergaji. Berdasarkan data nasional BPS

tahun 2006, produksi serbuk gergaji kayu di

Indonesia sebesar 679.247 m3 dengan densitas

600 kg/m3 maka didapat 407.548,2 ton . Jika dari

kayu yang tersedia tedapat 40% yang menjadi

limbah serbuk gergaji, maka akan didapat

potensi pembuatan briket sebesar 163.319,28

ton/th (Debi, 2010). Serbuk gergaji merupakan

bahan yang masih mengikat energi yang

melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pembuatan briket arang. Berdasarkan hasil

penelitian Atok Setiawan (1990) dalam

penelitian Unjuk Ketel Horizontal Return

Turbular Dengan Bahan Bakar Briket Serbuk

Gergaji Kayu Jati diperoleh Nilai kalor briket

serbuk gergaji 4714 – 5519 kkal/kg.

Kulit kacang tanah bagi sebagian orang

barangkali tidak memiliki arti. Banyak sekali

kulit kacang dibuang begitu saja tanpa adanya

tindakan untuk mengatasi limbah rumah tangga

tersebut. Berdasaran data BPS tahun 2009

produksi kacang tanah di Indonesia sebesar

Page 2: Tika

Page 10 Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

763.507 Ton. Sedangkan di Provinsi Sumatera

Selatan sebanyak 6.252 Ton. Jadi jika berat kulit

kacang tanah 20% berat keseluruhan kacang

tanah, maka kuantitas kulit kacang tanah di

Indonesia sebesar 152.701 ton/th (Debi, 2010).

Namun kulit kacang yang dianggap tidak

berguna dan sering kali dilupakan, jika diproses

kembali dapat dijadikan sebagai bahan bakar

briket sebagai alternatif pengganti bahan bakar

fosil akan memberikan banyak manfaat. Tidak

hanya lebih ramah lingkungan dari pada bahan

bakar fosil, melainkan juga sebagai bahan bakar

alternatif yang dapat menjadi prioritas yang

harus dikembangkan untuk mengatasi bahan

bakar fosil yang semakin menipis. Berdasarkan

pada penelitian oleh Budi Utomo K. W. (1988)

telah meneliti tentang Analisis Termofisik Pada

Briket Kulit Kacang dan didapatkan Nilai kalor

briket kulit kacang 4301,01 – 4831,44 kkal/kg.

Serbuk gergaji memiliki nilai kalor yang

tinggi, bila dibandingkan kulit kacang tanah yang

memiliki nilai kalor yang lebih rendah. Dewasa

ini serbuk gergaji lebih banyak dimanfaatkan

sebagai bahan pembuat mebel dan furniture oleh

berbagai pihak sehingga membuat kuantitas nya

relative menurun. Lain hal dengan kulit kacang

tanah yang kuantitas nya banyak dan jarang

sekali termanfaatkan, atas pertimbangan itu

dilakukan penelitian pencampuran biobriket dari

kedua bahan tersebut dengan diharapkan

mendapat nilai pembakaran yang optimal dan

memenuhi standar briket SNI sebagai energi

alternatif pengganti minyak tanah.

Serbuk Gergaji Kayu

Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai

bahan bakar telah banyak dilakukan. Dengan

menggunakan barbagai jenis kayu sebagai bahan

bakar seperti kayu bakar, serbuk gergaji kayu,

ampas tebu, dan kayu bekas peti kemas (

Tranggono dkk, 1977 ). Menurut jofie F.

Dumanauw (1996), kayu terdiri beberapa unsur

kimia. Namun, persentase kandungan yang

terdapat dalam kayu tersebut berbeda – beda

untuk tiap – tiap jenis kayu. Biasanya jenis kayu

keras memiliki persentase komposisi kimia yang

lebih tinggi bila dibandingkan dengan kayu

lunak.

Komposisi unsur kimia dalam kayu secara

umum dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 1. Komposisi Unsur Kimia Dalam Kayu

No. Unsur % Berat Kering

1. Karbon 50

2. Hidrogen 6

3. Nitrogen 0,04 – 0,01

4. Abu 0,26 – 0,50

5. Oksigen 0 - 45

Sumber : J.F. Dumanauw,1996

Pada penelitian ini digunakan jenis kayu

tembesu (Fagrarea Fragrans Roxb). Tembesu

merupakan salah satu jenis tumbuhan hutan

hujan tropis yang memiliki ketinggian antara 30

m – 50 m. daunnya runcing, buahnya bulat kecil

lebih kurang sebesar biji jagung dan berkembang

biak dengan baik di Sumatera Selatan.

Bagian kayu tembesu yang merupakan

salah satu limbah padat yaitu limbah potongan

kayu atau serbuk hasil penggergajian kayu yang

cukup menjadi masalah penting. Di Sumatera

Selatan sendiri limbah kayu ini jarang

dimanfaatkan dan biasanya dibuang begitu saja

sehingga menyebabkan pencemaran di

lingkungan perairan sekitar sungai Musi. Selain

itu, pemanfaatan serbuk kayu dimasyarakat

belum begitu luas. Penggunaannya baru terbatas

pada bahan baku pembuatan pupuk, bahan bakar,

dan bahan baku pada industri pengepresan kayu.

Komponen kimia kayu terdiri dari beberapa

unsur, yaitu :

1. Unsur Karbohidrat yang terdiri dari

selulosa

Selulosa merupakan polisakarida yang

tersusun dari glukosa dengan rumus molekul

C6H12O6. selulosa merupakan bahan utama kayu

yang berkaitan erat dengan bahan struktural

tumbuhan yang kompleks yang disebut lignin.

Selulosa pada kayu terutama terletak pada

dinding sel skunder, yaitu 39 – 45 %

(Sjostrom,1995).

2. Unsur karbohidrat yang terdiri dari

hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan senyawa dengan

molekul – molekul besar yang berupa

karbohidrat (J.F. Dumanauw,1996). Kadar

hemiselulosa dalam kayu berkisar antara 15 – 25

% yang tersusun atas gula beratom C-5 dengan

rumus molekul C5H10O5 yang disebut pentosan.

Page 3: Tika

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012 Page 11

3. Unsur non karbohidrat yang terdiri dari

lignin

Lignin merupakan suatu polimer yang

kompleks dengan bentuk amorf dan memiliki

berat molekul yang tinggi (J.F. Dumanauw,

1996). Kadar lignin dalam kayu berkisar antara

18 – 33 %. Memiliki titik nyala 250 – 2750C.

Lignin tersusun atas unit–unit fenil propan.

Lignin yang terdapat diantara sel – sel di

dalam dinding sel, berfungsi sebagai perekat

antar sel. Lignin dapat mempertinggi sifat racun

yang membuat kayu tahan bakteri–bakteri

perusak dan serangga, namun ada beberapa

kelompok mikroorganisme seperti jamur yang

memiliki enzim tertentu yang tidak bisa

dirombak oleh lignin ( Kirk dan Ferrel dalam

Richard, 1996 ).

4. Unsur yang diendapkan dalam kayu

selama proses pertumbuhan (zat

ekstraktif)

Zat ekstraktif merupakan komponen kayu

yang dapat larut dalam pelarut seperti ester,

alcohol, bensin, dan air. Kadar rata–ratanya

berkisay antara 3 – 8 % dari berat kayu kering,

termasuk didalamnya resin, lilin, lemak, tannin,

gula, pati, minyak, dan zat warna. Zat ekstraktif

sangat penting untuk mempertahankan fungsi

biologi pohon, karena dapat bersifat racun dan

menghambat pertumbuhan bakteri dan serangga

(Agoes. D, 1994). Zat ekstraktif juga berfungsi

dalam proses pembuatan pulp dan kertas

(Ajostrom E,1995).

5. Abu

Selain senyawa diatas, didalam kayu juga

terdapat beberapa zat organic yang disebut abu

(sisa pembakaran). Kadar abu dalam kayu sekitar

0,2 – 1 % dari berat kayu kering (J.F.

Dumanauw,1996). Komponen utama abu kayu

adalah kalium, kalsium, magnesium, dan silicon

(D. Fengel dan G. Wegener, 1983).

Kulit Kacang Tanah

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.)

merupakan tanaman polong-polongan atau legum

kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia.

Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan namun

saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang

beriklim tropis atau subtropis.

Kacang tanah budidaya dibagi menjadi dua

tipe: tipe tegak dan tipe menjalar. Tipe menjalar

lebih disukai karena memiliki potensi hasil lebih

tinggi.

Tabel 2. Komposisi Kimia Kacang Tanah

No. Komponen

Kimia

Komposisi

(%)

1 Lignin 30 – 40

2 Hemiselulosa 25 – 30

3 Selulosa 25 – 30

4 Abu 5,3 – 7,3

5 Air 4,95 – 7,75

Sumber : Silvi Oktavia, 2008

Briket Bioarang

Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan

atau batangan-batangan arang yang terbuat dari

bioarang (bahan lunak). Bioarang sebenarnya

termasuk bahan lunak yang dengan proses

tertentu diolah menjadi bahan arang keras

dengan bentuk tertentu. Kualitas bioarang ini

tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar

jenis arang lainnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat

briket arang adalah berat jenis bahan bakar atau

berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu

karbonisasi, dan tekanan pengempaan. Selain itu,

pencampuran formula dengan briket juga

mempengaruhi sifat briket.

Menurut Mahajoeno (2005), syarat briket

yang baik adalah briket yang permukaannya

halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di

tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket

juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Mudah dinyalakan

b. Tidak mengeluarkan asap

c. Emisi gas hasil pembakaran tidak

mengandung racun

d. Kedap air dan hasil pembakaran tidak

berjamur bila disimpan pada waktu lama

e. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu,

laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang

baik.(Nursyiwan dan Nuryetti, 2005).

Teknologi Pembriketan

Proses pembriketan adalah proses

pengolahan yang mengalami perlakuan

penggerusan, pencampuran bahan baku,

pencetakan dan pengeringan pada kondisi

tertentu, sehingga diperoleh briket yang

mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia

tertentu.

Secara umum beberapa spesifikasi

briket yang dibutuhkan oleh konsumen adalah

sebagai berikut :

1. Daya tahan briket.

2. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk

penggunaannya.

3. Bersih (tidak berasap), terutama untuk sektor

rumah tangga.

4. Bebas gas-gas berbahaya.

Page 4: Tika

Page 12 Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

5. Sifat pembakaran yang sesuai dengan

kebutuhan (kemudahan dibakar, efisiensi

energi, pembakaran yang stabil).

(Diana Ekawati Fajrin, 2010)

Briket adalah bahan bakar padat yang

dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif

yang mempunyai bentuk tertentu. Kandungan air

pada pembriketan antara 10 – 20 % berat.

Ukuran briket bervariasi dari 20 – 100 gram.

Pemilihan proses pembriketan tentunya harus

mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai

ekonomi, teknis dan lingkungan yang optimal.

Pembriketan bertujuan untuk memperoleh suatu

bahan bakar yang berkualitas yang dapat

digunakan untuk semua sektor sebagai sumber

energi pengganti. Beberapa tipe / bentuk briket

yang umum dikenal, antara lain : bantal (oval),

sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder,

telur (egg), dan lain-lain. Adapun keuntungan

dari bentuk briket adalah sebagai berikut :

1. Ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

2. Porositas dapat diatur untuk memudahkan

pembakaran.

3. Mudah dipakai sebagai bahan bakar.

(Brades, A. C & Tobing, F. S., 2007)

Bahan Perekat

Untuk merekatkan partikel – partikel zat

dalam bahan baku pada proses pembuatan briket

maka diperlukan zat perekat sehingga dihasilkan

briket yang kompak. Berdasarkan fungsi dari

perekat dan kualitasnya, pemilihan bahan perekat

dapat dibagi sebagai berikut :

1) Berdasarkan sifat/bahan baku perekat

briket.

Adapun karakteristik bahan baku perekatan

untuk pembuatan briket adalah sebagai berikut:

a. Memiliki gaya kohesi yang baik bila

dicampur dengan semikokas atau batubara.

b. Mudah terbakar dan tidak berasap.

c. Mudah didapat dalam jumlah banyak dan

murah harganya.

d. Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan

tidak berbahaya.

2) Berdasarkan jenis

Jenis bahan baku yang umum dipakai sebagai

pengikat untuk pembuatan briket, yaitu :

a. Pengikat anorganik

Pengikat anorganik dapat menjaga ketahanan

briket selama proses pembakaran sehingga dasar

permeabilitas bahan bakar tidak terganggu.

Pengikat anorganik ini mempunyai kelemahan

yaitu adanya tambahan abu yang berasal dari

bahan pengikat sehingga dapat menghambat

pembakaran dan menurunkan nilai kalor. Contoh

dari pengikat anorganik antara lain semen,

lempung (tanah liat), natrium silikat.

b. Pengikat Organik

Pengikat organik menghasilkan abu yang

relative sedikit setelah pembakaran briket dan

umumnya merupakan bahan perekat yang efektif.

Contoh dari pengikat organik diantara nya kanji,

tar, aspal, amilum, molase dan parafin. Adapun

bahan perekat dalam pembuatan briket ini adalah

tepung tapioka (sagu).

Sagu merupakan tanaman tropik yang

sangat produktif sebagai penghasil pati dan

energi. Diperkirakan produktifitas sagu dapat

mencapai dua kali produktifitas ubi kayu. Pada

saat ini potensi produksi sagu di Indonesia

diperkirakan 4.913 ton tepung kering per tahun.

Jumlah ini masih dapat dikembangkan menjadi

90 kali lipat jika dilakukan pemanfaatan 50

persen dari total daerah rawa yang ada dan

dilakukan perbaikan teknik budidaya. (Soekarto

dan Wijandi, 1983)

Analisa Proksimat Briket

Analisa Proksimat bertujuan untuk

menetukan kandungan moisture (M), ash (A),

volatile matter (VM), fixed carbon (FC), dan

nilai kalor dari briket.

1) Kandungan Air (moisture)

Moisture yang dikandung dalam briket

dapat dinyatakan dalam dua macam :

a) Free moisture (uap air bebas)

Free moisture dapat hilang dengan

penguapan, misalnya dengan air-dying.

b) Inherent moisture (uap air terikat)

Kandungan inherent moisture dapat

ditentukan dengan memanaskan briket

antara temperature 104 – 1100C selama satu

jam.

2) Kandungan Abu (ash)

Abu adalah zat anorganik sebagai berat yang

tinggal apabila briket dibakar secara

sempurna. Briket dengan kandungan abu

tinggi sangat tidak mengutukan karena akan

membentuk kerak.

3) Kandungan Zat terbang (Volatille matter)

Volatille matter adalah bagian dari briket

dimana akan berubah menjadi volatile

matter (produk) bila briket tersebut

dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih

kurang 9500C. Untuk kadar volatile matter ±

40 % pada pembakaran akan memperoleh

nyala yang panjang dan akan memberikan

asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar

volatile matter rendah antara 15 – 25% lebih

disenangi dalam pemakaian karena asap

yang dihasilkan sedikit.

Page 5: Tika

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012 Page 13

Standar Kualitas Briket Arang

Briket arang daun dan rerumputan belum

memiliki standar yang bertaraf nasional maupun

internasional. Tetapi briket arang kayu untuk

bahan baku kayu, kulit keras dan batok kelapa

telah memiliki standar yaitu SNI (Standar

Nasional Indonesia) no. SNI 01-6235-2000

dengan syarat mutu meliputi kadar air: maksimal

8% b/b; bagian yang hilang pada pemanasan

9500C : maksimal 15%; kadar abu : maksimal

8%; kalori (atas dasar berat kering), minimal

5000 kal/gr. (Diana Ekawati Fajrin, 2010)

2. METODOLOGI

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

sebagai berikut:

1. Serbuk Gergaji Kayu

2. Kulit kacang tanah

3. Bahan perekat yaitu tepung sagu / Kanji

4. Aquadest

5. NaOH 0,1 N

Prosedur Penelitian

a. Proses Pembuatan Karbon/Arang Serbuk

Gergaji kayu dan Kulit Kacang Tanah

dengan proses karbonisasi. 1) Serbuk gergaji kayu dan Kulit Kacang tanah

dibersihkan dari pengotornya (tanah).

2) Jemur serbuk gergaji kayu dan Kulit kacang

tanah sampai benar – benar kering.

3) Serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah

dimasukkan ke dalam cawan porselin.

4) Kemudian dilakukan karbonisasi

menggunakan furnace dengan temperatur

300 oC, 350

oC, 400

oC, 450

oC, 500

oC selama

45 menit. Angkat dan dinginkan. Arang

serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah

kemudian digerus dalam cawan porselin dan

diayak dengan ayakan dengan sieve 40

mesh.

b. Prosedur Pembuatan Larutan Sagu /

Kanji

1) Timbang tepung sagu sesuai dengan variasi

komposisi yang diinginkan.

2) Tambahkan aquadest dan sedikit NaOH 0,1

N hingga terbentuk larutan.

3) Panaskan larutan di atas hot plate hingga

mendidih (berubah menjadi kental).

c. Prosedur Pembuatan Briket Arang 1. Bahan baku dalam keadaan kering dan siap

dikarbonisasi.

2. Lakukan pembakaran di atas furnace.Suhu

pembakarannya 300 oC, 350

oC 400

oC, 450

oC, 500

oC.

3. Arang yang dihasilkan tersebut dihaluskan

di kurs porselin.

4. Lakukan pengayakan dengan ukuran 40

mesh untuk arang serbuk gergaji kayu dan

arang kulit kacang tanah.

5. Arang serbuk gergaji kayu dan kulit kacang

tanah yang telah disaring selanjutnya

dicampur dengan perbandingan komposisi

campuran 80 % SK : 0 % KK, 70 % SK :

10 % KK, 60 % SK : 20 % KK, 50 % SK :

30 % TK, 0 % SK : 80 % KK. Selanjutnya

pada saat pencampuran ditambahkan lem

kanji sebanyak 20 % dari seluruh campuran

arang serbuk gergaji kayu dan kulit kacang

tanah.

6. Setelah bahan – bahan tersebut dicampur

secara merata, selanjutnya dimasukkan

kedalam cetakan briket kemudian

dikempa/dipress.

7. Setelah itu, briket yang sudah jadi dibiarkan

pada ruangan suhu kamar selama 24 jam.

8. Setelah itu, biobriket di panaskan dalam

oven selama 24 jam dengan temperature 50 oC. Keluarkan briket dari dalam oven dan

biarkan sampai dingin.

9. Briket siap dianalisa dengan uji analisa

proximat.

d. Prosedur Uji Kualitas Briket

Penelitian ini menghasilkan produk berupa briket

dari sebuk gergaji kayu dan tempurung kelapa

yang perlu dilakukan pengujian. Uji proximat

terhadap briket meliputi :

a. Kadar Air Lembab (Inherent Moisture)

b. Kadar Abu (Ash Content)

c. Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)

d. Kadar Karbon Padat (Fixed Carbon)

e. Nilai Kalor (Calorific Value)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Nilai Kalor (Calorific Value)

Gambar 1. Hubungan antara suhu karbonisasi

terhadap nilai kalor briket bioarang dari Serbuk

Gergaji Kayu (SK)

Page 6: Tika

Page 14 Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

Dari gambar 1 di atas, dapat dijelaskan

bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka

nilai kalor akan semakin meningkat. Hal ini

disebabkan karena semakin tinggi suhu

karbonisasi maka semakin sempurna karbonisasi

dari serbuk gergaji kayu tersebut. Selain itu,

semakin tinggi suhu maka semakin tinggi juga

kadar fixed carbon dalam arang serbuk gergaji

kayu semakin meningkat sedangkan kadar airnya

akan semakin berkurang sehingga nilai kalor dari

briket bioarang akan semakin meningkat juga.

Dari gambar . di atas, juga dapat dilihat

bahwa nilai pembakaran yang di hasilkan pada

setiap temperatur sudah memenuhi standar nilai

pembakaran SNI (Standar Nasional Indonesia)

yaitu ≥ 5000 Cal/gr.

3.2. Nilai Kalor (Calorific Value) Briket Arang

Kulit Kacang Tanah (KK) Murni

Gambar 2. Hubungan antara suhu karbonisasi

terhadap nilai kalor briket bioarang dari Kulit

Kacang Tanah Murni

Dari gambar 2 di atas, dapat dijelaskan

bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka

nilai kalor akan semakin meningkat juga. Hal ini

disebabkan karena semakin tinggi temperatur

karbonisasi maka semakin sempurna karbonisasi

kulit kacang tanah tersebut. Selain itu, semakin

tinggi suhu maka semakin tinggi juga kadar

fixed carbon dalam arang kulit kacang tanah

sedangkan kadar airnya akan semakin berkurang

sehingga nilai kalor dari briket bioarang akan

semakin meningkat juga.

Tetapi dari semua temperatur

karbonisasi yaitu 300 oC sampai dengan 500

oC

pada kulit kacang tanah ini tidak ada yang

memenuhi standar nilai kalor menurut SNI (

Standar Nasional Indonesia) sebesar 5000 Cal/gr.

Hal ini disebabkan karena selulosa yang

terkandung di dalam kulit kacang tanah lebih

rendah jika dibandingkan dengan selulosa yang

terdapat pada serbuk gergaji kayu. Dengan

rendahnya kandungan selulosa maka fixed

carbon yang terbentuk dalam arang kulit kacang

tanah sedikit.

3.3. Nilai Kalor Briket Bioarang

Pencampuran Serbuk Gergaji Kayu dan Kulit

Kacang Tanah Dengan Rasio 50% SK : 30%

KK : 20% Perekat.

Hubungan antara suhu karbonisasi dan briket

bioarang pencampuran serbuk gergaji kayu dan

Kulit kacang tanah dengan Rasio 50% SK : 30%

KK : 20% perekat terhadap nilai kalor yang

digambarkan dengan grafik sebagai berikut :

Gambar 3. Hubungan antara suhu karbonisasi

terhadap nilai kalor briket bioarang dari

pencampuran 50 % Serbuk Gergaji Kayu, 30 %

Kulit Kacang Tanah dan 20% perekat.

Gambar 3. di atas menjelaskan bahwa semakin

tinggi suhu karbonisasi maka nilai kalor akan

semakin meningkat juga. Hal ini disebabkan

karena semakin tinggi temperatur karbonisasi

maka semakin sempurna karbonisasi dari bahan

bakunya. Selain itu, semakin tinggi suhu maka

semakin tinggi juga kadar fixed carbon dalam

arang kulit kacang tanah dan arang serbuk

gergaji. Hal ini disebabkan semakin banyak

material yang terbakar sehingga karbon yang

dihasilkan akan semakin banyak. Dalam

penelitian Edi Harwono, 2007 menyatakan

bahwa suhu karbonisasi yang tinggi akan

menurunkan kadar zat terbang sehingga karbon

tetapnya tinggi (bahkan bisa mencapai 90%).

sedangkan kadar airnya akan semakin berkurang

sehingga nilai kalor dari briket bioarang akan

semakin meningkat juga.

Dari grafik di atas dapat di lihat nilai

kalor yang memenuhi standar SNI mulai dari

kisaran temperatur ˃ 400 o

C sampai dengan

Page 7: Tika

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012 Page 15

temperatur 500oC . Hal ini disebabkan karena

nilai kalor dari serbuk gergaji murni yang

terdapat pada temperatur ini sudah jauh lebih

tinggi dari nilai kalor SNI yaitu sebesar

5587,1563 Cal/ gr (Tabel 4.1). Jadi bila di

campurkan dengan briket bioarang kulit kacang

tanah pada suhu yang sama dan memiliki nilai

kalor yang hampir mendekati standar SNI maka

akan menghasilkan nilai kalor yang memenuhi

standar SNI. Selain itu, hal ini juga bisa di

sebabkan karena semakin tinggi nilai

pembakaran maka semakin tinggi juga nilai kalor

yang dihasilkan. Sedangkan pada temperatur ≤

400oC nilai kalor yang dihasilkan tidak

memenuhi standar SNI. Hal ini di sebabkan

karena pada temperatur ini nilai kalor murni

arang kulit kacang tanah masih jauh dari standar

SNI.

Jadi dapat disimpulkan pada komposisi

ini, nilai kalor yang memenuhi standar SNI mulai

dari temperatur ˃ 400 oC sampai dengan 500

oC.

Sedangkan nilai kalor yang tidak memenuhi

standar SNI mulai dari temperatur 300 oC sampai

dengan ≤ 400oC.

3.4. Nilai Kalor Briket Bioarang

Pencampuran Serbuk Gergaji Kayu dan Kulit

Kacang Tanah Dengan Rasio 60% SK : 20%

KK : 20% Perekat.

Hubungan antara suhu karbonisasi dan

briket arang pencampuran serbuk gergaji kayu

dan Kulit kacang tanah dengan Rasio 60% SK :

20% KK : 20% perekat terhadap nilai kalor yang

digambarkan dengan grafik sebagai berikut :

Gambar 4. Hubungan antara suhu karbonisasi

terhadap nilai kalor briket bioarang dari

pencampuran 60 % Serbuk Gergaji Kayu, 20 %

Kulit Kacang Tanah dan 20% perekat.

Dari grafik 4. di atas, dapat dijelaskan

bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka

nilai kalor akan semakin meningkat juga. Hal ini

disebabkan karena semakin tinggi temperatur

karbonisasi maka semakin sempurna karbonisasi

serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah

tersebut. Selain itu, semakin tinggi suhu maka

semakin tinggi juga kadar fixed carbon dalam

arang serbuk gergaji kayu dan kulit kacang

tanah. Sedangkan kadar airnya akan semakin

berkurang sehingga nilai kalor dari briket

bioarang akan semakin meningkat juga.

Dari grafik di atas dapat di lihat nilai

kalor yang memenuhi standar SNI mulai dari

kisaran temperatur ≥ 350oC sampai dengan

temperatur 500oC . Hal ini disebabkan karena

nilai kalor dari serbuk gergaji murni yang

terdapat pada temperatur ini sudah jauh lebih

tinggi dari nilai kalor SNI yaitu sebesar

5587,1563 cal/gr. Jadi bila di campurkan dengan

briket bioarang kulit kacang tanah pada suhu

yang sama akan menghasilkan nilai kalor yang

memenuhi standar SNI. Selain itu, hal ini juga

disebabkan semakin tingginya komposisi dari

serbuk gergaji kayu itu sendiri . Sedangkan pada

temperatur 300oC nilai kalor yang dihasilkan

tidak memenuhi standar SNI. Hal ini di sebabkan

karena pada temperatur ini nilai kalor murni

arang kulit kacang tanah masih jauh dari standar

SNI.

Jadi dapat disimpulkan pada komposisi

ini, nilai kalor yang memenuhi standar SNI mulai

dari temperatur ≥ 350 oC sampai dengan 500

oC.

Sedangkan nilai kalor yang tidak memenuhi

standar SNI mulai dari temperatur 300 oC sampai

dengan ≤ 400oC.

3.5. Nilai Kalor Briket Bioarang

Pencampuran Serbuk Gergaji Kayu dan Kulit

Kacang Tanah Dengan Rasio 70% SK : 10%

KK : 20% Perekat.

Gambar 5. Hubungan antara suhu karbonisasi

terhadap nilai kalor briket bioarang dari

pencampuran 70 % Serbuk Gergaji Kayu, 10 %

Kulit Kacang dengan perekat 20%.

Page 8: Tika

Page 16 Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, April 2012

Dari gambar 5 di atas, dapat dijelaskan

bahwa semakin tinggi suhu karbonisasi maka

nilai kalor akan semakin meningkat juga. Hal ini

disebabkan karena semakin tinggi temperatur

karbonisasi maka semakin sempurna karbonisasi

dari serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah

tersebut. Selain itu, semakin tinggi suhu maka

semakin tinggi juga kadar fixed carbon dalam

arang kulit kacang tanah sedangkan kadar airnya

akan semakin berkurang sehingga nilai kalor dari

briket bioarang akan semakin meningkat juga.

Dari grafik di atas dapat di lihat bahwa

nilai kalor yang di hasilkan pada komposisi ini

semuanya memenuhi standar SNI.

4. KESIMPULAN

1. Serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah

yang semula hanya merupakan limbah dari

industri rumah tangga dan mebel, dengan

adanya proses pembuatan briket bioarang

dapat meningkatkan nilai pakai dari bahan

tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai

sumber energi alternatif penganti minyak

tanah.

2. Pencampuran komposisi bioarang serbuk

gergaji kayu dan kulit kacang guna

mendapatkan nilai pembakaran yang sesuai

SNI (≥ 5000 cal/gr) adalah berpengaruh,

yaitu pada pencampuran 3000C (70% SK :

10% KK), 3500C (60% SK : 20% KK dan

70% SK : 10% KK), 4000C (60% SK : 20%

KK dan 70% SK : 10% KK), 4500C (50% SK

: 30% KK, 60% SK : 20% KK dan 70% SK :

10% KK), 5000C (50% SK : 30% KK, 60%

SK : 20% KK dan 70% SK : 10% KK).

3. Rasio Pencampuran yang menghasilkan nilai

pembakaran paling optimal adalah 5000C

(70% SK : 10% KK) senilai 5670,5381

Cal/gr.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Helmi dan Arnaldo. 2007. Pembuatan

Briket Arang Dari Serbuk Gergaji Kayu

dan Tempurung Kelapa. Jurusan Teknik

Kimia UNSRI. Inderalaya

Brades, A.C dan Tobing, F.S. 2007. Pembuatan

Briket Arang Dari Enceng Gondok

(Eichornia Crasipess Solm) Dengan Sagu

Sebagai Pengikat. Jurusan Teknik Kimia

UNSRI. Inderalaya

Danar K.B dan Debi E.M. 2010. Pembuatan

Biobriket Dari Campuran Kulit Kacang dan

Serbuk Gergaji Sebagai Bahan Bakar

Alternatif. Institute Teknologi Sepuluh

November. Surabaya.

Fajrin, D.E. 2009. Pembuatan Briket Arang Dari

Daun Jati Dengan Sagu Aren Sebagai

Pengikat. Jurusan Teknik Kimia Unsri.

Inderalaya

Ismu Uti Adan. 1998. Membuat Briket Bio

Arang. Yogyakarta : Kanisius.

Ndhara, Nodali. 2009. Pembuat Briket Bioarang

Serbuk Kayu Terhadap Mutu Yang

Dihasilkan. Universitas Sumatera Utara.

Medan.

Nursyiwan dan Nuryetti. 2005. Pembuatan

Briket Arang dari Serbuk Gergaji. Jakarta:

LIPI.

Nuryanto, Eka. 2000. Pemanfaatan Kulit Kacang

Tanah Sebagai Sumber Bahan Kimia. Warta

PPKS 2000, Vol, 8(3) : 137 – 144.

Sudrajat. 1982. Produksi Arang dan Briket

Arang serta Prospek Pengusahaannya.

Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan

kehutanan Departemen Pertanian.