17
 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Orang Utan (  Pongo pygmaeus ) Orangutan hidup di dataran rendah dan rawa-rawa hutan tropika di wilayah Kalimantan dan Sumatera. Gambar 1. Orang Utan Istilah "orang utan" diambil dari bahasa Melayu, yang berarti manusia (orang) hutan. Orang utan mencakup dua spesies, yaitu orang utan sumatera (  Pongo abelii ) dan orang utan kalimantan (borneo) (  Pongo pygmaeus). Yang unik adalah orang utan memiliki kekerabatan dekat dengan manusia pada tingkat kingdom animalia, dimana orang utan memiliki tingkat kesamaan DNA sebesar 96.4%. Ciri-Ciri Mereka memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai ekor. Orangutan memiliki tinggi sekitar 1.25-1.5 meter. Tubuh orangutan diselimuti rambut merah kecoklatan.Mereka mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi. Berat orangutan jantan sekitar 50-90 kg, sedangkan orangutan betina  beratnya sekitar 30-50 kg. Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia. Orangutan masih termasuk dalam spesies kera  besar seperti gorila dan simpanse. Golongan kera besar masuk dalam klasifikasi

tkff

Embed Size (px)

Citation preview

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 1/17

 

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Orang Utan (  Pongo pygmaeus) Orangutan hidup di dataran rendah dan

rawa-rawa hutan tropika di wilayah Kalimantan dan Sumatera.

Gambar 1. Orang Utan

Istilah "orang utan" diambil dari bahasa Melayu, yang berarti manusia

(orang) hutan. Orang utan mencakup dua spesies, yaitu orang utan sumatera

( Pongo abelii) dan orang utan kalimantan (borneo) ( Pongo pygmaeus). Yang unik 

adalah orang utan memiliki kekerabatan dekat dengan manusia pada tingkat

kingdom animalia, dimana orang utan memiliki tingkat kesamaan DNA sebesar 

96.4%.Ciri-Ciri 

Mereka memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan

yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai

ekor. Orangutan memiliki tinggi sekitar 1.25-1.5 meter. Tubuh orangutan

diselimuti rambut merah kecoklatan.Mereka mempunyai kepala yang besar 

dengan posisi mulut yang tinggi.

Berat orangutan jantan sekitar 50-90 kg, sedangkan orangutan betina

 beratnya sekitar 30-50 kg. Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang

ditambah 1 ibu jari. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang

sangat mirip dengan manusia. Orangutan masih termasuk dalam spesies kera

 besar seperti gorila dan simpanse. Golongan kera besar masuk dalam klasifikasi

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 2/17

 

mammalia, memiliki ukuran otak yang besar, mata yang mengarah kedepan, dan

tangan yang dapat melakukan genggaman.

K lasifikasi 

Spesies dan Subspesies

1. Ada 2 jenis spesies orangutan, yaitu orangutan Kalimantan/Borneo

( Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatra ( Pongo abelii).

2. Keturunan Orangutan Sumatra dan Kalimantan berbeda sejak 1 sampai 2, 3 juta

tahun yang lalu.

3. Subspecies

y  Pembelajaran genetik telah mengidentifikasi 3 subspesies Orangutan

Borneo :  P.p.pygmaeus,  P.p.wurmbii,  P.p.morio. Masing-masing

subspesies berdiferensiasi sesuai dengan daerah sebaran geografisnya danmeliputi ukuran tubuh.

y  Orangutan Kalimantan Tengah ( P.p.wurmbii) mendiami daerah

Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. 

Mereka merupakan subspesies

Borneo yang terbesar.

y  Orangutan Kalimantan daerah Timur Laut ( P.p.morio) mendiami daerah

Sabah dan daerah Kalimantan Timur. Mereka merupakan subspesies yang

terkecil.

y  Saat ini tidak ada subspecies orangutan Kalimantan yang berhasil dikenali.

Lokasi dan habitat

Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu

di pulau Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia.

Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan.

Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus

 perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa

gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan.

Di Borneo, orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan

laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatra dilaporkan dapat mencapai hutan

 pegunungan pada 1.000 m dpl.

Orangutan Sumatra merupakan salah satu hewan endemis yang hanya ada

di Sumatra. Orangutan di Sumatra hanya menempati bagian utara pulau itu, mulai

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 3/17

 

dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak di Tapanuli Selatan. 

Keberadaan hewan mamalia ini dilindungi Undang-Undang 5 tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan digolongkan

sebagai C ritically Endangered  oleh IUCN. Di Sumatra, salah satu populasi

orangutan terdapat di daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru, Sumatra Utara.

Populasi orangutan liar di Sumatra diperkirakan sejumlah 7.300. Di DAS Batang

Toru 380 ekor dengan kepadatan pupulasi sekitar 0,47 sampai 0,82 ekor per 

kilometer persegi. Populasi orangutan Sumatra (  Pongo abelii lesson) kini

diperkirakan 7.500 ekor .Padahal pada era 1990 an, diperkirakan 200.000 ekor.

  Populasi mereka terdapat di 13 daerah terpisah secara geografis. Kondisi

ini menyebabkan kelangsungan hidup mereka semakin terancam punah. Saat ini

hampir semua Orangutan Sumatra hanya ditemukan di Provinsi Sumatra Utaradan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan sebarannya.

Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya , yaitu Sarulla

Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi orangutan terbesar di

Sumatra dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan Leuser Timur (1.052

individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Populasi lain yang diperkirakan

  potensial untuk bertahan dalam jangka panjang (viable) terdapat di Batang

Toru,Sumatra Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu. 

Orangutan di Borneo yang dikategorikan sebagai endangered  oleh IUCN

terbagi dalam tiga subspesies: Orangutan di Borneo dikelompokkan ke dalam tiga

anak jenis, yaitu  Pongo pygmaeus pygmaeus yang berada di bagian utara Sungai

Kapuas sampai ke timur laut Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang ditemukan

mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito; dan  Pongo

 pygmaeus morio. Di Borneo, orangutan dapat ditemukan di Sabah, Sarawak, dan

hampir seluruh hutan dataran rendah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan dan

Brunei Darussalam.

Makanan

Meskipun orangutan termasuk hewan omnivora, sebagian besar dari

mereka hanya memakan tumbuhan. 90% dari makanannya berupa buah-buahan.

Makanannya antara lain adalah kulit pohon, dedaunan, bunga, beberapa jenis

serangga, dan sekitar 300 jenis buah-buahan Selain itu mereka juga memakan

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 4/17

 

nektar,madu dan jamur. Mereka juga gemar makan durian, walaupun aromanya

tajam, tetapi mereka menyukainya. Orangutan bahkan tidak perlu meninggalkan

 pohon mereka jika ingin minum.

Mereka biasanya meminum air yang telah terkumpul di lubang-lubang di

antara cabang pohon. Biasanya induk orangutan mengajarkan bagaimana cara

mendapatkan makanan, bagaimana cara mendapatkan minuman, dan berbagai

  jenis pohon pada musim yang berbeda-beda. Melalui ini, dapat terlihat bahwa

orangutan ternyata memiliki peta lokasi hutan yang kompleks di otak mereka,

sehingga mereka tidak menyia-nyiakan tenaga pada saat mencari makanan. Dan

anaknya juga dapat mengetahui beragam jenis pohon dan tanaman, yang mana

yang bisa dimakan dan bagaimana cara memproses makanan yang terlindungi

oleh cangkang dan duri yang tajam.Predator

Predator terbesar orangutan dewasa ini adalah manusia. Selain manusia, predator 

orangutan adalah macan tutul, babi, buaya, ular phyton, dan elang hitam.

Cara melindungi diri 

Orangutan termasuk makhluk pemalu. Mereka jarang memperlihatkan dirinya

kepada orang atau makhluk lain yang tak dikenalnya.

Reproduksi 

Orangutan betina biasanya melahirkan pada usia 7-10 tahun dengan lama

kandungan berkisar antara 8,5 hingga 9 bulan; hampir sama dengan manusia.

Jumlah bayi yang dilahirkan seorang betina biasanya hanya satu. Bayi orangutan

dapat hidup mandiri pada usia 6-7 tahun. Kebergantungan orangutan pada

induknya merupakan yang terlama dari semua hewan, karena ada banyak hal yang

harus dipelajari untuk bisa bertahan hidup, mereka biasanya dipelihara hingga

 berusia 6 tahun.

Orangutan berkembangbiak lebih lama dibandingkan hewan primata

lainnya, orangutan betina hanya melahirkan seekor anak setiap 7-8 tahun sekali.

Umur orangutan di alam liar sekitar 45 tahun, dan sepanjang gidupnya orangutan

  betina hanya memiliki 3 keturunan seumur hidupnya. Dimana itu berarti

reproduksi orangutan sangat lambat.

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 5/17

 

Cara bergerak 

Orangutan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada

cabang-cabang pohon, atau yang biasa dipanggil brachiating . Mereka juga dapat

 berjalan dengan kedua kakinya, namun jarang sekali ditemukan. Orang utan tidak 

dapat berenang.

Cara Hidup

Tidak seperti gorila dan simpanse, orangutan tidak hidup dalam

sekawanan yang besar. Mereka merupakan hewan yang semi-soliter. Orangutan

 jantan biasanya ditemukan sendirian dan orangutan betina biasanya ditemani oleh

 beberapa anaknya. Walaupun oranutan sering memanjat dan membangun tempat

tidur dipohon, mereka pada intinya merupakan hewan terrestrial(menghabiskan

hidup ditanah).Ancaman

Ancaman terbesar yang tengah dialami oleh orangutan adalah habitat yang

semakin sempit karena kawasan hutan hujan yang menjadi tempat tinggalnya

dijadikan sebagai lahan kelapa sawit, pertambangan dan pepohonan ditebang

untuk diambil kayunya. Orangutan telah kehilangan 80% wilayah habitatnya

dalam waktu kurang dari 20 tahun. Tak jarang mereka juga dilukai dan bahkan

dibunuh oleh para petani dan pemilik lahan karena dianggap sebagai hama. Jika

seekor orangutan betina ditemukan dengan anaknya, maka induknya akan dibunuh

dan anaknya kemudian dijual dalam perdagangan hewan ilegal. Pusat rehabilitasi

didirikan untuk merawat oranutan yang sakit, terluka dan yang telah kehilangan

induknya. Mereka dirawat dengan tujuan untuk dikembalikan ke habitat aslinya.

Pembukaan Lahan dan K onversi Perkebunan

Di Sumatra, populasinya hanya berada di daerah Leuser, yang luasnya 2.6

  juta hektare yang mencakup Aceh dan Sumatra Utara. Leuser telah dinyatakan

sebagai salah satu dari kawasan keanekaragaman hayati yang terpenting dan

ditunjuk sebagai UNESCO Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera pada tahun

2004. Ekosistemnya menggabungkan Taman Nasional Gunung Leuser, tetapi

kebanyakan para Orangutan tinggal diluar batas area yang dilindungi, dimana luas

hutan berkurang sebesar 10-15% tiap tahunnya untuk dijadikan sebagai area

 penebangan dan sebagai kawasan pertanian.

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 6/17

 

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami berkurangnya

  jumlah hutan tropis terbesar didunia. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan

 berkurangnya laju deforestasi. Sekitar 15 tahun yang lalu, tercatat sekitar 1.7 juta

hektare luas hutan yang terus ditebang setiap tahunnya di Indonesia, dan terus

 bertambah pada tahun 2000 sebanyak 2 juta hektare.

Konflik mematikan yang sering terjadi di perkebunan adalah saat dimana

Orangutan yang habitatnya makin berkurang karena pembukaan hutan harus

mencari makanan yang cukup untuk bertahan hidup. Spesies yang dilindungi dan

terancam punah ini seringkali dipandang sebagai ancaman bagi keuntungan

 perkebunan karena mereka dianggap sebagai hama dan harus dibunuh.

Orangutan biasanya dibunuh saat mereka memasuki area perkebunan dan

merusak tanaman. Hal ini sering terjadi karena orangutan tidak bisa menemukanmakanan yang mereka butuhkan di hutan tempat mereka tinggal.

Perdagangan Ilegal

Secara teori, orangutan telah dilindungi di Sumatra dengan peraturan

  perundang-undangan sejak tahun 1931, yang melarang untuk memiliki,

membunuh atau menangkap orangutan. Tetapi pada prakteknya, para pemburu

masih sering memburu mereka, kebanyakan untuk perdagangan hewan. Pada

hukum internasional, orangutan masuk dalam Appendix I dari daftar 

CITES(C onvention on International Trade in Endangered Species) yang melarang

dilakukannya perdagangan karena mengingat status konservasi dari spesies ini

dialam bebas. Namun, tetap saja ada banyak permintaan terhadap bayi orangutan,

  baik itu permintaan lokal, nasional dan internasional untuk dijadikan sebagai

hewan peliharaan. Anak orangutan sangat bergantung pada induknya untuk 

 bertahan hidup dan juga dalam proses perkembangan, untuk mengambil anak dari

orangutan maka induknya harus dibunuh. Diperkirakan, untuk setiap bayi yang

selamat dari penangkapan dan pengangkutan merepresentasikan kematian dari

orangutan betina dewasa.

Menurut data dari website WWF, diperkirakan telah terjadi pengimporan

orangutan bernama ke Taiwan sebanyak 1000 ekor yang terjadi antara tahun 1985

dan 1990. Untuk setiap orangutan yang tiba di Taiwan, maka ada 3 sampai 5

hewan lain yang mati dalam prosesnya. Perdagangan orangutan dilaporkan juga

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 7/17

 

terjadi di Kalimantan, dimana baik orangutan itu hidaup atau mati juga masih

tetap terjual.

Status K onservasi Orang Utan

Orangutan Sumatra telah masuk dalam klasifikasi C ritically Endangered  

dalam daftar IUCN. Populasinya menurun drastis dimana pada tahun 1994

  jumlahnya mencapai lebih dari 12.000, namun pada tahun 2003 menjadi sekitar 

7.300 ekor. Data pada tahun 2008 melaporkan bahwa diperkirakan jumlah

Orangutan Sumatra di alam liar hanya tinggal sekitar 6.500 ekor.

Secara historis, orangutan ditemukan di kawasan hutan lintas Sumatra,

tetapi sekarang terbatas hanya didaerah Sumatra Utara dan provinsi Aceh. Habitat

yang sesuai untuk Orangutan saat ini hanya tersisa sekitar kurang dari 900.000

hektare di pulau Sumatra. Saat ini diperkirakan orangutan akan menjadi spesieskera besar pertama yang punah di alam liar. Penyebab utamanya adalah

 berkurangnya habitat dan perdagangan hewan.

Orangutan merupakan spesies dasar bagi konservasi. Orangutan

memegang peranan penting bagi regenerasi hutan melalui buah-buahan dan biji-

 bijian yang mereka makan. Hilangnya orangutan mencerminkan hilangnya ratusan

spesies tanaman dan hewan pada ekosistem hutan hujan. Hutan primer dunia

yang tersisa merupakan dasar kesejahteraan manusia, dan kunci dari planet yang

sehat adalah keanekaragaman hayati, menyelamatkan orangutan turut menolong

mamalia, burung, reptil, amfibi, serangga, tanaman, dan berbagain macam spesies

lainnya yang hidup di hutan hujan Indonesia.

Tujuan Penulisan

1.  Memahami permasalahan konflik antara manusia dengan Orang Utan

2.  Mampu memberikan solusi berupa argument-argumen yang kuat dalam

memecahkan masalah konflik antara manusia dan satwa

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 8/17

 

K ONFLIK  MANUSIA DENGAN ORANG UTAN

Gambar 2. Orang Utan ( Pongo pygmaeus)

K onf lik Manusia vs Orangutan, Demi Perluasan Lahan K elapa Sawit

Berbagai konflik masyarakat desa dengan orangutan dan hilangnya kawasan

hutan secara cepat menjadi ancaman terbesar bagi kelestarian orangutan. Padahal

orangutan merupakan binatang unik yang hanya bisa ditemukan di Indonesia dan

sebagian kecil Sabah, Malaysia.

Hal tersebut terungkap dalam penelitian yang dilakukan 17 Non Government

Organsation (NGO) konservasi di tiga provinsi di Kalimantan yaitu Kalimantan

Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Beberapa NGO yang terlibat

antara lain FK3I, Yayasan Palung, Yayasan Riak Bumi, Yayasan Sangkur Huta,

WWF, Perhimpunan Teropong, Suar Institute, Titian dan Akar, dan lainnya.

Peneliti dari Asosiasi Pemerhati dan Ahli Primata Indonesia Sri Suci Atmoko

mengatakan, dari 725 desa yang di teliti, mayoritas masyarakat melaporkan

  pernah terjadi konflik antara manusia dan orangutan. "Kalimantan merupakan

 propinsi dengan tingkat konflik tertinggi karena 18 persen melaporkan frekuensi

konflik cukup tinggi," katanya saat konferensi pers ringkasan eksekutif  Potret

Orangutan Kalimantan di Jakarta, Selasa (1/11).

Menurut dia, konflik orang utan terjadi karena orang utan memasuki kebun

atau ladang yang menjadi hama pengganggu tanaman sehingga orang utan banyak 

diburu manusia. Secara statistik laporan terjadinya konflik cenderung terjadi di

desa yang berdekatan dengan kawasan perkebunan kelapa sawit, sawah atau

kawasan hutan tanaman industri (HTI). "Ketika konflik terjadi, kebanyakan

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 9/17

 

masyarakat hanya mencoba mengusir dengan menakut-nakuti, dan hanya 5 persen

yang mencoba membunuh," katanya.

Dalam rentang waktu 2000 sampai 2008, sekitar 2,3 juta hektar hutan telah

hilang di Kalimantan, menjadikan tingkat deforestasi yang terbesar kedua setelah

Sumatera. Sementara itu, Direktur Program The Nature Consevation (TNC) Niel

Makinuddin mengatakan hanya 30 persen habitat orang utan terlindungi melalui

status kawasan lindung, sementara 70 persen sisanya dalam kondisi sangat rentan

karena habitatnya ada di luar kawasan konservasi. Ia mengatakan konflik terjadi

ketika orangutan masuk kebun atau ladang dan memakan buah hasil kebun

masyarakat. Selain itu, konflik lainnya terjadi karena pembelaan diri masyarakat

atau karena perlindungan adat. ³Masyarakat menganggap orangutan sebagai hama

karena memakan buah hasil kebun mereka,´ katanya.Bahkan fakta mengejutkan lainnya, 54 persen melaporkan kalau orang utan

dibunuh untuk dimakan dagingnya karena tidak adanya sumber protein daging

lainnya yang mereka temukan di hutan. ³Banyak dari masyarakat yang bilang

kalau daging orangutan itu enak, ada juga yang membunuh orangutan karena

alasan mistik atau tidak menemukan binatang ketika mereka berburu di hutan

sehingga orangutan yang menjadi sasaran,´ katanya.

Ia mencatat, sejak 2007, sekitar 750-1.800 orangutan mati di Kalimantan.

Sementara tahun ini, sebanyak 691 orangutan dilaporkan mati terbunuh.

Kebanyakan masyarakat, kata dia, mengaku telah membunuh 1-2 orangutan per 

tahun. ³Semakin banyak mereka membunuh malahan ada yang semakin bangga,´

kata dia.

Menanggapi hal tersebut, Kasubdit Spesies Konservasi dan Keanekaragaman

Hayati Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Konservasi Alam (PHKA) Agus

SB Sutito mengatakan perlu adanya semacam tim koordinasi di setiap daerah

yang dipimpin oleh bupati dan gubernur untuk menangani konflik satwa besar liar 

yang dilindungi seperti gajah, harimau, dan orangutan. ³Harusnya ada penanganan

konflik tiap daerah khususnya yang terdapat banyak satwa dilindungi,´ kata dia.

******************************

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 10/17

 

10

PEMBAHASAN

Salah satu dampak konflik antara manusia dan orangutan adalah

meningkatnya perburuan orangutan untuk diperdagangkan. Konversi hutan untuk 

  berbagai kepentingan (misalnya perkebunan) dan pembangunan infrakstruktur 

menyebabkan akses perburuan orangutan semakin mudah. Pembukaan lahan dan

 perburuan akan menyebabkan orangutan keluar dari habitatnya dan bergerak ke

daerah-daerah pinggiran sungai atau perkebunan, kondisi ini terjadi karena

orangutan ketakutan dan kehilangan sumber pakan. Bahkan pada beberapa kasus

orangutan memasuki daerah pemukiman masyarakat atau perkebunan, dan terjadi

konflik antar keduanya yang mengakibatkan orangutan menjadi korban.

Adakah cara untuk menangani konf lik orangutan vs manusia?

Belum terdapat solusi terbaik yang dilakukan untuk mengatasi konflik 

antar manusi dan orangutan. Pada perkebunan, langkah pertama dapat ditempuh

adalah melaukuan perencanaan penggunaan lahan secara terpadu, pembangunan

kawasan lindung, pembuatan koridor, pembuatan batas rintangan, penjagaan

tanaman, dan langkah terakhir namun tidak direkomendasikan adalah translokasi.

Hal ini sangat penting dilakukan untuk mencegah munculnya potensi

konflik antara manusia dengan orangutan yang telah menjadi perhatian

internasional. Dengan demikian segala rencana pembangunan, termasuk 

 perkebunan (misalnya kebun sawit) sebaiknya tidak dilakukan di dalam kawasan

habitat potensial orangutan atau harus mengikuti aturan yang ditetapkan dalam

RSPO, prioritas CTDPs, dan HCVF dalam pendekatan BMP. Selain itu, izin

 pembangunan perkebunan baru baik perkebunan skala besar atau kecil sebaiknya

hanya di lahan terlantar atau di lahan tidur, bukan di hutan alam yang

mengandung keanekaragaman hayati.

Terkait upaya itu Indonesia sudah mengembangkan Indonesia Sustainable

Palm Oil (ISPO). Ada pula Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang

memiliki tujuan sama. Bisa kita lihat bahwa orangutan itu hidupnya tergantung

  pada dua hal, habitat dan pakan. Ketika habitat itu dirubah menjadi kebun yang

monokultur dan dirubah menjadi tambang batu bara, maka orangutan akan lari ke

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 11/17

 

11

tempat lain, lari itu dua kemungkinan. Ke dalam hutan, kalau didalamnya sudah

ada orangutan maka akan ada konflik dengan orangutan lain. Tapi kalau lari ke

kampung, kebun masyarakat, ladang maka ini akan menjadi konflik dengan

masyarakat. Jadi situasinya seperti itu, artinya habitat orangutan yang terancam

membuat orangutan itu harus ada konflik dengan masyarakat.

Gambar 2. Bangkai dan Tengkorak Orang Utan Yang Ditemukan

Dugaan pembantaian terhadap orang utan itu terjadi lantaran primata

cerdas tersebut dianggap sebagai hama, atau pengganggu areal perkebunan kelapa

sawit, sehingga menjadi alasan pembenaran terjadinya pembunuhan terhadap

  puluhan orang utan, meski banyak yang menduga masih banyak orang utan lain

yang juga dibunuh tapi tidak terungkap. telah terjadi perbedaan perspektif antara

konservasionis orang utan dengan perusahaan kelapa sawit. Sebagian besar dari

  pengusaha perkebunan sawit masih menempatkan orang utan sebagai hama,

sehingga tindakan yang dilakukan sama persis dengan memberantas hama.

Penyetaraan orang utan sebagai hama didasarkan pada asumsi, dalam satu hari

satu individu orang utan dapat menghabiskan 30 hingga 50 tanaman sawit yang

 berusia di bawah satu tahun. Jika diasumsikan, harga tanaman sawit yang berusia

di bawah satu tahun Rp20 ribu per tanaman, maka setidaknya setiap individu

orang utan dapat menyebabkan kerugian Rp600 ribu hingga Rp1 juta.

Dalam konteks ini, sangat jelas terlihat konflik orangutan di areal

  perkebunan sawit dibanding dengan fungsi kawasan lainnya, perubahan pola

konsumsi itu akibat adanya konversi habitat orang utan menjadi kebun sawit. Hal

ini terjadi lantaran konversi kawasan tersebut dilakukan tanpa perencanaan

konservasi orang utan yang matang, maka dalam perkembangannya menjadikan

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 12/17

 

12 

kelapa sawit sebagai salah satu sumber pakan bagi primata tersebut. Kondisi ini

yang akhirnya menimbulkan konflik antara orang utan dengan pihak perusahaan

 perkebunan kelapa sawit, hingga adanya tindakan pemberantasan `hama` (orang

utan) ini dianggap sebagai cara mudah menyelamatkan perkebunan sawit mereka.

Populasi orang utan terus mengalami penurunan, saat ini tersisa 2.500

hingga 3. 000 ekor yang hidup di `lanscape` Kutai atau kawasan Huatan Tanaman

Industri (HTI) kebun sawit, tambang dan Taman Nasional Kutai (TNK) di

Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Kota Bontang. Selain faktor 

 perburuan dan pembantaian, ancaman paling serius yang dihadapi populasi orang

utan adalah, adanya fragmentasi atau degradasi habitat orang utan yang terjadi

secara umum di Pulau Kalimantan.   Pongo Pygmaeus Morio terfragmentasi ke

dalam 32 kelompok habitat orang utan yang hidup di kawasan yangterfragmentasi, mempunyai ancaman kelestarian populasi lebih tinggi dibanding

orangutan yang hidup pada kawasan yang utuh dan luas. Di sisi lain, saat ini

hanya 20 persen orang utan yang hidup di kawasan hutan primer sedangkan 80

 persen di kawasan hutan sekunder. Bila dilihat keberadaan orang utan berdasarkan

fungsi kawasannya, hanya 25 persen saja yang hidup di kawasan konservasi,

sementara lebih 75 persen hidup di luar kawasan konservasi yang keberadaannya

sangat terancam, yakni akibat dariproses konvensi lahan menjadi Hutan Tanaman

Industri, perkebunan kelapa sawit maupun pertambangan.

Banyak cara untuk mengatasi persoalan orang utan yang menyerang lahan

kelapa sawit selain harus membunuhnya. Jika kawasan tersebut belum dibuka

menjadi kebun, maka sebaiknya ada survei HCVF (High Conservation Value

Forest) untuk melihat apakah kawasan itu punya nilai sosial dan lingkungan.

Survei ini mencakup potensi keanekaragaman hayati wilayah serta potensi sosial,

misalnya kuburan adat, pohon yang dikeramatkan, hewan yang dikeramatkan dan

sebagainya. Cara ini akan mampu meminimalisasi risiko penyerangan orangutan.

Jika lahan sudah terlanjur dibuka dan orang utan sudah menyerang sekalipun,

masih ada cara-cara bijak untuk mengusir atau merelokasinya, yakni bisa

dilakukan dengan cara tembak bius, kemudiaan satwa tersebut dipindahkan ke

habitatnya, atau ditaruh ke tempat rehabilitasi. cara perkebunan menangani satwa

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 13/17

 

13 

langka dan masalah sosial adalah wujud misi mengembangkan perkebunan kelapa

sawit secara berkelanjutan.

K ebi jakan dan Aturan YangTerkait Dengan Orangutan

Salah satu undang-undang yang sangat penting adalah Undang-undang

  Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya, termasuk turunannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun

1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar dan Peraturan Pemerintah

 No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar.

Daf tar Perundangan dan Peraturan

1.  UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya2.  UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

3.  UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on

Biological Diversity (Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati)

4.  UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

5.  UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

6.  PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

7.  PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan

Perlindungan Alam

8.  PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru

9.  PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa)

10. PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Liar 

11. PP No. 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan

12. Keppres No. 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on

International Trade in Endagered Species of Wild Flora & Fauna)

13. Keppres No. 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional

14. Kepmenhut No. 460/Kpts-II/1990 Tentang Perubahan Keputusan Menteri

Kehutanan No. 62/Kpts-II/1998 Tentang Tata Usaha Peredaran Tumbuhan

Dan Satwa Liar 

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 14/17

 

14 

15. Kepmenhut No. 882/Kpts-II/92 Tentang Penetapan Tambahan Beberapa

Jenis Satwa Yang Dilindungi

16. Undang-Undang Disamping Jenis-Jenis Satwa Yang Telah Dilindungi

17. Kepmenthut No. 36/Kpts-II/1996 tentang Penunjukan Direktur Jenderal

Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Selaku Pemegang Kewenangan

Pelaksanaan ( Managment Authoriy) CITES)

18. Kepmenhut No. 617/Kpts-II/1996 tentang Pemasukan Satwa Liar Dari

Wilayah Lain Dalam Negara Republik Imdonesia Ke Taman Buru dan

Kebun Buru

19. Kepmenhut No. 479/Kpts-II/1998 Tentang Lembaga Konservasi

Tumbuhan Dan Satwa Liar 

20. Kepmenhut No. 241/Kpts-II/1999 Tentang Pemberian Izin Kepada TamanRekreasi Margasatwa Serulingmas Selamanik Banjarnegara, Kabupaten

Daerah Tingkat II Banjarnegara Sebagai Lembaga Konservasi  Ex-situ

Satwa Liar Dalam Bentuk Kebun Binatang

21. Kepmenhut No. 242/Kpts-II/1999 Tentang Pemberian Izin Kepada Taman

Safari Indonesia Sebagai Lembaga Konservasi  Ex-situ Satwa Liar Dalam

Bentuk Kebun Binatang

22. Kepmenhut No. 250/Kpts-II/1999 Tentang Pemberian Izin Kepada

Yayasan Bina Wisata Kasang Kulim Pekanbaru Riau Sebagai Lembaga

Konservasi Ex-situ Satwa Liar Dalam Bentuk Kebun Binatang

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 15/17

 

15 

PENUTUP

Salah satu langkah yang dapat diambil untuk mengurangi konflik adalah

dengan merelokasi orangutan ke lokasi baru yang diperkirakan lebih aman dan

mempunyai daya dukung yang cukup untuk menjamin keberlangsungan populasi

orangutan di tempat itu. Relokasi memerlukan biaya tidak sedikit, yang meliputi

tindakan penyelamatan di lokasi konflik (rescue), proses rehabilitasi, pencarian

lokasi baru, dan pemindahan orangutan ke tempat baru (reintroduksi). Untuk itu,

diperlukan kerjasama dari semua pihak yang terlibat untuk mengatasi persoalan

konflik. Hal terpenting yang perlu dipahami dan disadari adalah, bahwa konflik 

dapat dihindari dandicegah dengan pengelolaan kawasan yang memperhatikan

unsur ekologi dan tingkah laku orangutan.

Melalui pengelolaan yang tepat, seperti sistem zonasi yang dibatasi

  penghalang alami, pembuatan koridor, dan pengayaan habitat, para pihak dapat

menjadikan relokasi sebagai pilihan terakhir dalam upaya mereka meredakan

konflik dengan orangutan. Untuk mengetahui lebih lanjut tindakan yang perlu

diambil oleh para pengelola kawasan (pemerintah daerah, HPH, HTI, perkebunan

dan pertambangan) di lokasi konflik, Peraturan Menteri Kehutanan tentang

Pedoman Penanggulangan Konflik dapat dijadikan acuan.

Selain itu diperlukan strategi dan rencana aksi yang dilaksanakan secara

terpadu dan selalu di monitoring, adapun strategi dan rencana aksi konservasi

tersebut adalah:

A. Strategi dan Program Pengelolaan K onservasi Orangutan

Pengelolaan konservasi orangutan dibagi ke dalam 3 strategi utama, yaitu :

1.  Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan

utama penyelamatan orangutan dihabitat aslinya

2.  Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan

untuk konservasi insituorangutan

3.  Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan

B. Strategi dan Program Aturan dan K ebi jakan

Pada bidang aturan dan kebijakan, ada 2 (dua) strategi utama, yaitu :

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 16/17

 

16 

1. Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan

konservasi daerah berdasarkan

karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum dan

kearifanmasyarakat

2. Strategi Meningkatkan implementasi dan menyempurnakan berbagai

  peraturanperundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi

orangutan

C. Strategi dan Program K emitraan dan K erjasama dalam Mendukung

K onservasi Orangutan Indonesia

Dalam kemitraan dan kerjasama untuk mendukung konservasi orangutan

Indonesia, ada 3 strategi utama, yaitu :

1.  Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah,swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan

aktif dalam kegiatan orangutan Indonesia

2.  Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat

3.  Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan

kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia

D. Strategi dan Program K omunikasi dan Penyadartahuan Masyarakat

untuk K onservasi Orangutan

E. Pendanaan untuk Mendukung K onservasi Orangutan

Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, lsm

serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana

 bagi konservasi orangutan Indonesia

5/12/2018 tkff - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tkff 17/17

 

17 

REFERENSI

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi

Orang Utan Indonesia 2007- 2017

Groves, Colin (16 September 2005). Wilson, D. E., dan Reeder, D. M. (eds). ed.

    Mammal Species of the World (edisi ke-edisi ketiga). Johns Hopkins

University Press. hlm. 183-184. ISBN 0-801-88221-4.

IUCN. 2007. http://www.iucn.org/search.cfm?uSearchTerm=pongo+pygmaeus

 Nellemann, C., Miles, L., Kaltenborn, B. P., Virtue, M., and Ahlenius, H. (Eds).

2007. The last stand of the orangutan ± State of emergency: Illegal

logging, fire and palm oil in Indonesia¶s national parks. United Nations

Environment Programme, GRID-Arendal,Norway, www.grida.no. ISBN

978-82-7701-043-5