64
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dewasa ini kasus-kasus penyalahgunaan Narkotika psikotropika dan Zat Aditif lainnya (NAPZA) semakin marak di tanah air, berbagai latar belakang orang terlibat dalam penyalahgunaan bahan berbahaya dan adiktif ini, mulai dari pesohor, anggota parlemen daerah, pegawai swasta, PNS dan yang paling parah adalah generasi muda pun yang seharusnya menjadi tulang punggung negara banyak terseret dalam kasus ini, bahkan selain terbukti menggunakan sendiri obat-obatan terlarang tersebut, mereka juga ternyata berkontribusi dalam pengedaran NAPZA di masyarakat. Tentunya kita sangat prihatin dengan kondisi ini. Ada banyak pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui seseorang tersebut terjerat NAPZA atau tidak. Salah satunya adalah dilakukannya uji screening dan apabila mendapatkan hasil yang positif perlu dilakukan suatu pemeriksaan lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika atau 1

toksik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

teks

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

0. Latar belakangDewasa ini kasus-kasus penyalahgunaan Narkotika psikotropika dan Zat Aditif lainnya (NAPZA) semakin marak di tanah air, berbagai latar belakang orang terlibat dalam penyalahgunaan bahan berbahaya dan adiktif ini, mulai dari pesohor, anggota parlemen daerah, pegawai swasta, PNS dan yang paling parah adalah generasi muda pun yang seharusnya menjadi tulang punggung negara banyak terseret dalam kasus ini, bahkan selain terbukti menggunakan sendiri obat-obatan terlarang tersebut, mereka juga ternyata berkontribusi dalam pengedaran NAPZA di masyarakat. Tentunya kita sangat prihatin dengan kondisi ini.Ada banyak pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui seseorang tersebut terjerat NAPZA atau tidak. Salah satunya adalah dilakukannya uji screening dan apabila mendapatkan hasil yang positif perlu dilakukan suatu pemeriksaan lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika atau psikotropika yang dikonsumsi oleh seseorang tersebut yang disebut dengan pemeriksaan konfirmasi. Sampel yang sering digunakan dalam uji konfirmasi ini adalah sampel urine karena obat, racun dan metabolit terdapat dengan konsentrasi yang lebih besar pada urine dibandingan dalam darah. Urine, tidak seperti plasma, bebas dari protein dan lipida, karena itu umumnya dapat langsung diekstraksi dengan pelarut organik.Uji konfirmasi ini bersifat kuantitatif sehingga dibutuhkan preparasi sampel sebelum dilakukan analisis. Metode pemisahan kali ini bertujuan untuk memisahkan obat-obat golongan amfetamin dan opiat dari sampel urine dengan dilakukannya ekstraksi padat dan ekstraksi cair terlebih dahulu yang kemudian analitnya akan digunakan dalam uji konfirmatif. Pada uji konfirmatif ini digunakan metode KLT-spektrodensitometri yang nantinya akan dapat diketahui jenis dan kadar dari sampel yang diperiksa.Uji konfirmasi ini sangat amat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu diharapkan pemeriksaan ini dapat memberikan manfaat bagi orang-orang yang sedang ketergantungan obat agar bisa dilakukannya terapi lebih lanjut untuk menghentikan ketergantungannnya tersebut.

0. Tujuan1. Tujuan Umum1. Mahasiswa mampu melakukan pemisahan obat-obat golongan amfetamin dan opiat dari sampel urine.2. Mahasiswa mampu melakukan uji konfirmasi senyawa golongan narkotika atau psikotropika pada urin pecandu narkoba dengan metode KLT-spektrofotodensitometri.1. Tujuan Khusus1. Mampu melakukan penyiapan sampel untuk ekstraksi cair-cair dan ekstrasi fase padat.2. Mampu memisahkan obat-obat golongan amfetamin dan opiat dari sampel urine dengan ekstrasi cair-cair dan ekstraksi fase padat.3. Mampu melakukan penyiapan plat KLT-spektrofotodensitometri.4. Mampu menggunakan alat spektrodensitometer.5. Mampu melakukan analisis senyawa-senyawa golongan narkotika atau psikotropika berdasarkan hasil uji konfirmasi.

BAB IIDASAR TEORI2.1 Uji Pemastian confirmatory testUji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan kadarnya. Konfirmatori test tidak sesensitif uji penapisan, namun harus lebih spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi yang dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas - spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array detektor, kromatografi cair - spektrofotometri massa (LC-MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas analit, sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada (Wirasuta, Gelgel, 2009).Disamping melakukan uji indentifikasi potensial positif analit (hasil uji penapisan), pada uji ini juga dilakukan penetapan kadar dari analit. Data analisis kuantitatif analit akan sangat berguna bagi toksikolog forensik dalam menginterpretasikan hasil analisis. Misal analisis toksikologi forensik ditegakkan bertujuan untuk memastikan dugaan kasus kematian akibat keracunan atau diracuni (Wirasuta, Gelgel, 2009).2.2 Amfetamin DerivatAmphetamine merupakan salah satu obat dari golongan psikotropika golongan II. Istilah amphetamine digunakan untuk sekelompok obat yang secara struktural mempunyai keterbatasan dalam penggunaan klinis tetapi sangat potensial untuk menjadi toksik adiksi dan disalah gunakan. Golongan betafenilisopropilamin adalah bentuk dasar dari golongan amfetamin dan pertama kali disintesa pada tahun 1887 (Dokter Irga, 2011).2.3 OpiatOpiat adalah obat yang diperoleh dari alkaloid opium umpama morfin. Opioid adalah zat zat yang sifatnya mirip morfin berikatan dengan reseptor spesifik. Opioid yang diisolasi dari berbagai struktur otak dimana reseptor opiat ada disebut opioid endogen (endorfin berasal dari endogen dan morfin). Opioid eksogen adalah opioid yang disintese/ semi sintesis seperti heroin ,metadon,petidin. Opioid endogen adalah antara lain met dan leuenkefalin, dinorfin dan alfa,beta,gamma dan delta endorfin, semua endorfin sama aktif dengan morfin kecuali beta endorfin (5-10) kali lebih poten dari morfin. Endorfin terutama ditemukan di hipotalamus yang berfungsi analgesia, euforia dan perubahan tingkah laku (Anonim, 2012).Opioid diklasifikasi sebagai agonis, agonis antagonis dan antagonis, ada juga memasukkan agonis parsial. Disebut agonis bila hubungan dengan reseptor dapat menghasilkan efek maksimal yang bergantung dosis yang diberikan (morfin,meferidin,fentanil dan lain lain). Agonis antagonis, opioid yang bekerja sebagai agonis pada satu jenis reseptor dan bersifat antagonis terhadap reseptor lain(pentazocin) (Anonim, 2012).2.4 UrinUrin sangat berguna dalam screening racun karena obat, racun dan metabolit terdapat dengan konsentrasi yang lebih besar pada urin dibandingkan dalam darah. Urine, tidak seperti plasma, bebas dari protein dan lipida, karena itu umumnya dapat langsung diekstraksi dengan pelarut organik. Dibandingan dengan plasma atau serum, komposisinya bervariasi cukup besar yang dapat dilihat dari warna gelap urin malam dibandingkan dengan warna yang pucat dari urin yang dikumpulkan pada siang hari. Keuntungannya adalah bahwa jenis senyawa yang umum terdapat dalam urin adalah larut air, sedangkan sebagian besar obat adalah larut lemak, hingga dapat diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Yang menjadi kesukaran adalah bahwa adanya perbedaan yang besar dari volume urin yang dihasilkan pada satu tenggang waktu. (Wirasuta, 2008).2.5 Solid Phase Extraction (SPE)Solid Phase Extraction (SPE) merupakan teknik yang relatif baru akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra-perlakuan sampel atau untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misal sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin, dll.Karena SPE merupakan proses pemisahan yang efisien maka untuk memperoleh recovery yang tinggi (>99%) pada SPE lebih mudah dari pada ekstraksi cair-cair. Dengan ekstraksi cair-cair diperlukan ekstraksi beberapa kali untuk memperoleh recovery yang tinggi, sedangkan dengan SPE hanya dibutuhkan satu tahap saja untuk memperolehnya (Lansida, 2010). Ada 2 strategi untuk malakukan penyiapan sampel menggunakan SPE ini. Pertama adalah dengan memilih pelarut yang mampu menahan secara total analit yang dituju pada penjerap yang digunakan, sementara senyawa-senyawa yang mengganggu akan terelusi. Analit yang dituju yang tertahan pada penjerap ini selanjutnya dielusi dengan sejumlah kecil pelarut organik yang akan mengambil analit yang tertahan ini. Strategi ini bermanfaat jika analit yang diutuju berkadar rendah. Strategi lain adalah dengan mengusahakan supaya analit yang tertuju keluar (terelusi), sementara senyawa pengganggu tertahan pada penjerap. Tahap pertama menggunakan SPE adalah dengan mengkondisikan penjerap dengan pelarut yang sesuai. Untuk penjerap non polar seperti C18 dan penjerap penukar ion dikondisikan dengan mengalirinya menggunakan metanol lalu dengan akuades. Pencucian yang berlebihan dengan air akan mengurangi recovery analit. Penjerap-penjerap polar seperti diol, siano, amino, dan silika harus dibilas dengan pelarut nonpolar seperti metilen klorida (Lansida, 2010).2.6 Ekstraksi Cair-Cair (liquid extraction, solvent extraction)Ekstraksi cair-cair yaitu pemisahan solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase residu (rafinat), berisi diluen dan sisa solut dan fase solven (ekstrak), berisi solute dan solven (Anonim, 2011).Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam logam. Proses inipun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair (Anonim, 2011).2.7 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat ( Imam Haqiqi, Sohibul,2008 ).Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya ( Imam Haqiqi, Sohibul,2008 ).KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. ( Anggraeni, Megawati,2009 )Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. ( Anggraeni, Megawati,2009 )Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.Pelaksanaan ini biasanya dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat pewarna atau pemisahan dan isolasi pigment tanaman yang berwarna hijau dan kuning ( Anggraeni, Megawati,2009 )2.8 SpektrofotodensitometriDensitometri merupakan teknik analisis kuantitatif kelanjutan dari kromatografi lapis tipis. Densitometri merupakan pengukuran sifat-sifat absorbsi atau fluoresensi suatu zat langsung pada kromatogram lapis tipis menggunakan alat dengan sumber cahaya tunggal atau ganda, baik berdasarkan cahaya yang ditransmisikan maupun cahaya yang direfleksikan oleh bercak pada lempeng. Cara ini banyak digunakan dalam analisis farmasi karena sensitif dan reprodusibel. Pengukuran absorbsi maupun refleksi, dilakukan pada panjang gelombang yang memberikan absorbsi atau fluoresensi maksimum untuk memperoleh sensitivitas yang lebih besar (Harmita, 2005).Spektrodensitometri merupakan spektrodensitometer yang mengukur absorbsi zat pada lapisan tipis. Pada dasarnya semua alat densitometer mempunyai desain yang sama, yaitu terdiri dari sumber cahaya, alat seleksi panjang gelombang, sistem kondensor dan fokus sistem optik, detektor fotosensitisasi, serta suatu mekanisme untuk menggerakkan lempeng ke bawah berkas cahaya terfokus guna men-scann lempeng tersebut (Harmita, 2005).Sumber cahaya yang digunakan tergantung panjang gelombang pengukuran. Untuk mengukur pada panjang gelombang ultraviolet (200-400 nm) dapat digunakan lampu deutorium (D2), merkuri atau xenon. Untuk pengukuran pada daerah panjang gelombang cahaya tampak (400-700 nm) dapat digunakan lampu tungsten, walfram. Sebagai alat seleksi panjang gelombang dapat digunakan monokromator, filter atau keduanya. Penggunaan monokromator lebih menguntungkan dibandingkan filter karena monokromator memungkinkan perubahan panjang gelombang dengan mudah dan menghasilkan sebuah berkas cahaya yang lebih monokromatis. Monokromator terdiri dari entrance slit, grating, cermin dan exit slit (Harmita, 2005).Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau diteruskan jika plat yang digunakan transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indikator platdapat diemisikan berupa flouresensi dan fosforesensi (Sherma and Fried 1994). Pemadamanflouresensi indikator F-254 dapat terjadi akibat adanya noda pada plat sehingga teramati di bawah lampu UV sebagai noda hitam (Mulja dan Sukarman, 1995).2.9 Uji Konfirmasi Pada uji konfirmasi dengan KLT, setiap senyawa yang terlarut dalam fase gerak memiliki hambatan yang berbeda saat bergerak pada fase diam. Besar hambatan ini dapat dinyatakan dengan nilai Rf (hRf = q00 Rf) (Sherma and fried, 1996). Harga Rf dapat dihitung dengan persamaan berikut :Rf = Jarak yang ditempuh masing-masing senyawa Jarak yang ditempuh fase gerakUji konfirmasi dilakukan dengan membandingkan nilai hRf analit dengan data senyawa standard an pustaka. Pada prakteknya, nilai hRf bervariasi karena pengaruh faktor lingkungan seperti kejenuhan bejana kromatografi (chamber), pH medium, suhu penguapan fase gerak pada plat, kadar analit yang ditotolkan (Sherma and Fried, 1996 ; Flanagan et al., 2007).

BAB IIIPROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat 44

a. Sentrifuge b. Alat vortexc. Gelas ukurd. Pipet volumee. Ball fillerf. Pipet tetesg. Pipet ukurh. Gelas beakeri. Botol vialj. Labu ukurk. Tabung reaksil. Aluminium foilm. Plat silica GF 254n. Chambero. Camag nanomat 4p. Spektrofotodensitometerq. Bejana kromatografi vertical (Camag-Muttenz-Switzerland)r. Ovens. Strip test benzodiazepine, THC, dan opiat dari BIO-RADt. Strip pH dari MACHEREY-NAGELu. Pemanas dari Caorning PC-420Dv. Catridge SPE ACCUBOND dan CHROMABOND

3.2.2 Bahan a. Sampel urineb. Amfetamin (AM)c. Opiatd. Buffer phospat pH 10,5e. Methanol f. Kloroform g. Aquadest h. Eluen : TAEA dan TBi. Bahan Kimia dan PelarutBahan kimia dan pelarut yang digunakan mempunyai derajat kemurnian pro analisis dari Merck-Germany yaitu : methanol, kloroform, sikloheksan, toluene, dietilamin, HCl, NaOH, amoniak 25%, aseton dan etanol.j. Fase DiamFase diam yang digunakan adalah plat Al-TLC Si 60 GF254 dari Merck-Germanyk. Senyawa StandarSenyawa standar pembanding digunakan larutan morfin, kodein, kafein, papaverin, bromheksi, teofilin dan dekstrometorfan.

3.2 Prosedur Kerja3.2.1 Ekstraksi Sampel Menggunakan Ekstraksi Cair CairTabung centrifuge berisi 1 ml sampel urine

+ 1 ml buffer fosfat pH 9,3+ 2 ml campuran kloroform : isopropanol (1:3)

Tabung berisi campuran sampel dan reagen

Divortex dgn kecepatan 2500 rpm selama 30 menit

Tabung berisi emulsi sempurna

Tabung dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit

Fase airFase kloroform (fraksi A yg mengandung morfin) ditampung)

Fase air

+ buffer fosfat pH 10,5+ campuran kloroform : isopropanol (1:3 )

Tabung berisi campuran fase air dan reagen

Divortex dgn kecepatan 2500 rpm selama 30 menit

Tabung yang berisi emulsi sempurna

Dicentrifuge dgn kecepatan 3000 rpm selama 10 menit

Fraksi B

+ Fraksi A

Fraksi A + B

Diuapkan pd suhu 600-700 C

Residu

Dilarutkan dlm 25 l metanol

Hasil akhir (analit)

3.2.2 Ekstraksi Sampel Menggunakan SPE (Solid Phase Extraction)Menggunakan fase diam Kolom SPE Accubond II Evidex Catridgea. AmfetaminSampel urine 5 mL

Preparation+ 3 ml K2HPO4 0,1 M pH 6

Kolom

SPE Condition+ 6 ml methanol+ 6 ml K2HPO4 0,1 M pH 6

Urine yang telah dipreparasi dimasukkan+ 3 ml air+ 3 ml 0,1 M asam asetat+ 3 ml metanol

Rinse

+ 3 ml kloroform-isopropil alcohol-HCl (60/40/1)

Elution

Eluat

b. OpiatUrine 5 mL

+ 0,5 ml HCl, ditutup dan dipanaskan (1200C/20menit), didinginkan + 0,75 ml 10 N NaOH Adjust pH 6,5-7,5 dengan 2,5 ml 0,5 M asam fosfat

Preparation

Kolom

SPE Condition+ 6 ml methanol+ 6 ml K2HPO4 0,1 M pH 6

+ 3 ml K2HPO4 0,1 M pH 6 dipasang 8 ml reservoir urin yang telah dipreparasi dimasukkan reservoir dilepas+3 ml air+ 3 ml sodium asetat 0,1 M pH 4,5+ 3ml metanol

Rinse

+ 3 ml kloroform-isopropil alcohol-NH4OH (78/20/2)Elution

Eluat

Amfetamin dan OpiatMasing-masing Eluat yg diperolehDirekonstitusi dengan 25 l metanolDiuapkan pada suhu 650C

Fraksi fraksi yang telah diuapkan

Hasil akhir (analit)

3.2.3 Sistem KromatografiA. Penyiapan Fase DiamPlat Al-TLC Si 60 GF254

Plat yang sudah dicuciDipotong sesuai ukuranPlat yang sudah dipotongDiaktivasi dalam oven pada suhu 120 C selama 30 menitPlat siap digunakanDicuci/dielusi dengan metanol

B. Penyiapan Larutan Pengembang1. Larutan Pengembang TBLabu ukur berisi sikloheksana : toluene : dietilamin (75:15:10)

Dihomogenkan

Larutan pengembang TB yang siap digunakan

1. Larutan Pengembang TAEALabu ukur berisi toluen : aseton : etanol : ammonia ( 45: 45: 7: 3)

Dihomogenkan

Larutan pengembang TAEA yg siap digunakan

C. Penjenuhan Bejana KromatografiBejana yg dilapisi kertas saring

Dimasukkan Larutan pengembang TB

Didiamkan 30 menit

Bejana siap digunakan

D. Larutan Standar Pembanding1. Fase Gerak Sistem TB

Teofilin (1 mg/ mL)

Larutan standar pembanding sistem TB

Papaverin (1 mg/ mL)

Dekstrometorfan (1 mg/ mL)

Bromheksin (1 mg/ mL)

3.2.2 Pemisahan Hasil Ekstraksi Sampel dengan KLTPlat Al-TLC Si 60 GF254 yg sudah diprewashing dan diaktivasi

Ditotolkan standar pembanding + 25 L larutan ekstrak yg direkonstitusi dengan metanol

Plat Al-TLC Si 60 GF254 yg telah ditotolkan

Dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yg sudah jenuh dan dielusi dengan fase gerak TAEA dan TB sampai 90 mm dari tepi atas plat

Plat yang sudah dimasukkan ke dalam bejana

Plat diangkat dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 C selama 10 menit

Plat yang sudah dikeringkan

3.2.3 Deteksi dengan Spektrofotodensitometer dan Penetapan Hasil Ekstraksi SampelPlat yang sudah dielusi dengan pengembang TAEA dan TB

Setiap noda dibuat spektrumnya dari 190 400 nmHistogramSenyawa hasil deteksiHasil spektrum

Dipindai dengan TLC scanner pada panjang gelombang pengukuran

Dicocokkan harga hRfc dan spectrum senyawa yang terdeteksi

BAB IVDATA HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

A. Ekstraksi Sampel dengan Menggunakan LLE (Liquid liquid Extraction) atau Ekstraksi Cair caira. Sampel urine yang digunakan (dicurigai mengandung senyawa golongan Opiat)

b. Hasil setelah dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selam 10 menit

Terbentuk 2 fase , yaitu fase kloroform (bagian bawah) dan fase air (bagian bawah)

c. Hasil setelah diuapkan pada suhu 60-700 C

Setelah diuapkan diperoleh kristal-kristal kecil yang merupakan senyawa golongan Opiat. Selanjutnya dilakukan penambahan methanol sebanyak 25 L.B. Uji konfirmasi narkotika/psikotropika pada sampel urin pecandu narkoba dengan metode KLT-Spektrofotodensitometer.a. Penotolan pada plat

458769321

Keterangan :1. Larutan standar amfetamin + opiate konsentrasi 200 ng2. Larutan standar amfetamin + opiate konsentrasi 400 ng3. Larutan standar amfetamin + opiate konsentrasi 600 ng4. Larutan standar amfetamin + opiate konsentrasi 800 ng5. Larutan standar amfetamin + opiate konsentrasi 1000 ng6. Sampel SPE Amphetamin7. Sampel SPE Opiate8. Sampel LLE Opiate9. Larutan standar pembanding ( teofilin, papaverin, dextrometofan, dan bromhexin)

b. Gambar plat yang baru ditotolkan

Tampak totolan keenam memiliki daerah totolan yang lebar. Hal ini karena terlalu berlebihnya volume analit yang ditotolkan

c. Gambar plat yang sudah dielusi

Hasil elusi dianalisis lebih lanjut dengan spektrofotodensitometer untuk melihat spektrum dan nilai Rf-nya.

C. Pembuatan Kurva Standar, Konsentrasi Analit, dan nilai hRF Analit Data konsentrasi dan absorbansi standar golongan Opiat Konsentrasi ( ng/L)Absorbansi

2004006008001000928,0917,51288,21586,2647,1

Data absorbansi pada konsentrasi 200 ng/L dan 1000 ng/L tidak digunakan, hal ini disebabkan karena absorbansinya tidak membentuk garis linier. Pembuatan kurva standarKeterangan : x = konsentrasi larutan standary = area Data MorphineXYX2Y2XY

400917,5160000841806,3367000

6001288,23600001659459,24772920

8001586,264000025160301268960

x = 1800y = 3791,9x2 = 1160000y2 =5017296xy = 2408880

a. Perhitungan Penentuan Panjang Garis

Persamaan Garis :

b. Penentuan Koefisien Regresi :

= 0,998 Kurva Standar Golongan Opiat Morphin

Perhitungan konsentrasi Morphine yang ditotolkan pada track 8.Absorbansi morfin (Y) = 5009,9Y= 1,6718x + 260,925009,9= 1,6718x + 260,92X= 2840,64 ng= 0,00284064 mgJadi konsentrasi Morfin dari sampel urine yang dianalisis yaitu 0,00284064 mg. Sehingga kadar Morfin dari 1 mL urine yang dianalisis : = 0,00284064 mg / 1 mL = 0,00284064 mg/mL Tabel harga hRfc pustaka senyawa standar pembanding untuk sistem TB :Senyawa Standar PembandinghRfc

Teofilin1

Papaverin8

Dextrometorphan42

Bromhexin69

Tabel hasil harga hRfc senyawa standar pembanding untuk sistem TB di track 9:Senyawa Standar PembandinghRfc

Teofilin2

Papaverin17

Dextrometorphan67

Bromhexin88

Hasil hRf Morphine pada track 8 = 0,04 x 100 = 4Sehingga berada diantara hRfc Teofilin dan Papaverin

Perhitungan

= 1 + 7/15 x 2= 1 + 14/15= 1 + 0,933= 1,933Keterangan :hRfc (X) = nilai hRfc Morphine sampelhRfc (A)= nilai hRfc Teofilin pustakac = hRfc (B) - hRfc (A) (selisih pustaka nilai hRfc Papaverin dengan Teofilin)= hRf (B) - hRf (A) (selisih nilai hRf Papaverin dengan Teofilin di track 9)hRf (X)= nilai Rf max Morphine di track 8 dikali 100hRf (A)= nilai Rf max Teofilin di track 9 dikali 100

Perbandingan harga hRf Morfin Harga hRf Morfin pada fase gerak TB di pustaka = 0 Harga hRf Morfin pada fase gerak TB dalam sampel urine yang dianalisis = 1,933

BAB VPEMBAHASANUji konfirmasi merupakan uji lanjutan dari uji screening narkotika / psikotropika dimana uji konfirmasi merupakan pemeriksaan yang lebih akurat karena hasil yang diperoleh merupakan hasil yang sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika / psikotropika dalam suatu sampel yang dianalisis. Dalam uji konfirmasi narkotika / psikotropika, sampel yang digunakan adalah sampel urine pasien yang dicurigai mengandung zat narkotika / psikotropika. Penggunaan sampel urine dikarena dalam sampel urine obat, racun, dan metabolit ada dalam konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dalam darah. Sebelum melakukan uji konfirmasi terhadap jenis narkotika / psikotropika, dilakukan suatu pemisahan zat narkotika / psikotropika terlebih dahulu dari sampel yang akan dianalisis. Pemisahan tersbut dilakukan dengan menggunakan proses ekstraksi.Ekstraksi merupakan proses pemisahan analit dari suatu matriks sampel menggunakan pelarut dimana analit tersebut sangat larut dalam pelarut yang digunakan namun zat pengotornya tidak larut. Dalam proses ekstraksi, setelah analit dalam sampel larut dalam pelarut organik yang digunakan, kemudian dilakukan suatu proses penguapan untuk menghilangkan pelarut tersebut sehingga diperoleh analitnya saja untuk selanjutnya dianalis, dimana hal ini disebut dengan tahap isolasi. Dalam proses ekstraksi, syarat untuk pelarut sesuai yang dapat digunakan yaitu memiliki kakuatan mengekstraksi yang baik sehingga analit yang akan diekstraksi dapat dipisahkan sepenuhnya dari matriks sampel dan zat pengotor, kelarutannya rendah dalam air, memiliki kerapatan yang rendah dalam air, memiliki volalitas moderat agar mudah diuapkan saat akan memperoleh analit yang larut dalam pelarut tersebut namun pelarut tersebut tidak boleh terlalu volatile sehingga pada saat digunakan untuk melarutkan analit atau preparasi sampel pelarut tersebut tidak cepat menguap seluruhnya, bersifat stabil dan tidak mudah terbakar, murah, kemurniannya tinggi, tidak mengabsorpsi sinar UV atau tdak memiliki aktivitas elektrokimia sehingga tidak mengganggu proses analisis analit.Dalam praktikum yang dilakukan, proses ekstraksi dilakukan untuk memperoleh obat obat golongan Amfetamin dan Opiat dari sampel urine yang selanjutkan akan dianalisis dengan menggunakan spektrofotodensitometri. Dalam proses analisis obat golongan Amfetamin, yang menjadi sasaran dalam proses analisis yaitu amfetamin, metamfetamin, methylendioxy amfetamin (MA) dan methylendioxy metamfetamin (MDMA). Sedangkan untuk obat golongan Opiat, yang menjadi sasaran dalam proses analisis yaitu kodein dan morfin.Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu ekstraksi padat cair, ektraksi cair cair, dan ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction/ SPE). Dalam praktikum yang dilakukan, metode ekstraksi yang digunakan yaitu ekstraksi cair cair dan ekstraksi fase padat (SPE).Ekstraksi cair cair merupakan ekstraksi suatu analit yang didasarkan atas distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Dalam proses ektraksi cair cair terdapat beberapa tahap, yaitu adjust pH (penyesuaian pH), partition, dan separated phase. Pada proses pengerjaannya, sampel urine yang akan dianalisis diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung centrifuge, kemudian ditambahkan dengan buffer fosfat pH 9,3 sebanyak 1 ml dengan tujuan untuk mengkondisikan pH sampel agar sesuai dengan pH yang baik untuk proses ekstraksi (basa) karena semakin tinggi pH larutan akan semakin tinggi pula jumlah analit yang akan dperoleh.. Setelah itu ditambahkan dengan 2 ml campuran kloroform isopropanol yang sebelumnya telah dicampurkan dengan perbandingan 3:1, dimana campuran kloroform isopropanol berfungsi sebagai pelarut yang akan membuat analit dalam sampe diperoleh kembali dengan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan yang lain. Sampel urine, buffer fosfat pH 9,3 dan campuran kloroform isopropanol dalam tabung centrifuge tersbut kemudian di vortex dengan kecepatan 2500 rpm selama 30 menit agar terbentuk emulsi yang sempurna sehingga analit atau sasaran zat dalam proses analisis dapat larut dengan baik hingga selanjutnya dilakukan proses centrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit untuk memperoleh hasil pemisahan antara fase kloroform dan fase airnya. Fase kloroform merupakan fraksi yang mengandung analit yang diinginkan. Setelah proses centrifuge, fase kloroform akan berada dibagian bawah tabung centrifuge karena kloroform memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan berat jenis air. Fase kloroform tersbut kemudian di pipet dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Sedangkan fase air yang tersisa dalam tabung centrifuge diekstraksi kembali. Hal ini dilakukan karena diduga dalam fase air tesbut masih terdapat analit / zat yang diinginkan. Oleh karenanya, dilakukan kembali penambahan buffer fosfat dengan pH yang lebih tinggi dari pH buffer fosfat sebelumnya yaitu 10,5 untuk memaksimalkan perolehan analit yang terdapat dalam fase air tersbut. Kemudian ditambahkan campuran kloroform isopropanol kembali dan dilakukan proses vortex dan centrifugasi dengan waktu dan kecepatan yang sama. Dari proses tersebut juga akan diperoleh fase kloroform dimana fase kloroform ini ditambahkan pada fase kloroform pertama yang terdapat dalam tabung reaksi untuk selanjutnya dipindahkan ke dalam botol vial dan di uapkan pada suhu 60 - 700C menghilangkan pelarut pelarut organik yang sebelumnya digunakan untuk proses elusi sehingga diperoleh analit murni dari target yang diinginkan.Ekstraksi fase padat adalah suatu teknik preparasi sampel yang mengacu pada peristiwa pelepasan senyawa kimia dari sampel cairan yang mengalir karena adanya retensi pada suatu padatan penyerap, yang kemudian diikuti dengan perolehan kembali analit yang diinginkan melalui proses elusi. Pada praktikum yang dilakukan, ekstraksi fase padat menggunakan fase diam berupa kolom SPE Accubond II Evidex Catridge serta fase gerak berupa pelarut organik yang sesuai. Prinsip pengerjaan ekstraksi fase padat terdiri dari tahapan condition, application, retention, rinse, dan elution. Namun, pada tahap pertama sebelum dilakukan tahapan condition, sampel yang akan dianalisis dipreparasi terlebih dahulu. Karena pada saat praktikum jenis zat narkotika / psikotropika yang akan dianalisis adalah Amfetamin dan Opiat, maka proses ekstraksi fase padat ini dilakukan dengan dua pelarut yang berbeda. Untuk preparasi sampel dengan target analisis Amfetamin, 5 ml urine ditambahkan dengan 3 ml K2HPO4 0,1 M pH 6 untuk mngkondisikan pH sampel urine agar sesuai dengan pH yang baik untuk proses ekstraksi. Sedangkan untuk preparasi sampel dengan target analisis Opiat, 5 ml urine ditambahkan dengan 0,5 ml HCl dalam botol vial yang kemudia ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan pada penangas air dengan suhu 1200C selama 15 menit. Penambahan HCl pada sampel urine dengan proses pemanasan ini dilakukan dengn tujuan untuk mendestruksi protein pengotor yang terdapat pada sampel karena umumnya apabila suatu sampel urine mengandung Opiat, maka dalam sampel urine tersebut akan banyak protein yang mengikat Opiat sehingga untuk mempermudah proses analisis Opiat, protein yang Opiat tersebut harus didestruksi terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan 0,75 ml NaOH 10 N yang menyebabkan pH urine menjadi basa (pada saat praktikum pH urine menjadi 13). Untuk mengkondisikan pH urine pada pH yang sesuai untuk proses ekstraksi yaitu berkisar antara 6,5 7,5 maka sampel urine ditambahkan dengan 2,5 ml asam fosfat 0,5 M. Namun pada saat praktikum, ketika ditambahkan 2,5 ml asam fosfat 0,5 M ternyata pH urine menjadi 1. Oleh karenanya, sampel urine ditambahkan kembali dengan NaOH 10 N hingga pH sampel urine berkisar antara 6,5 7,5. Selanjutnya dilakukan tahap SPE condition yang merupakan tahap untuk menyesuaikan kondisi lingkungan kolom yang akan menjadi tempat mengalirnya sampel yang akan diekstraksi. Untuk target analisis Amfetamin dan Opiat, SPE condition dilakukan dengan tahapan yang sama yaitu menambahkan 6 ml metanol dengan 6 ml K2HPO4 0,1 M pH 6, dimana methanol berfungsi sebagai fase gerak yang akan membantu proses elusi sedangkan K2HPO4 0,1 M pH 6 berfungsi untuk menjaga pH kolom agar sama dengan pH sampel yang akan diekstraksi, sehingga perubahan perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika sampel dimasukkan dapat dihindari. Tahapan selanjutnya setelah SPE condition adalah tahapan retention yang merupakan tahapan dimana terjadi suatu proses penghambatan matriks dan analit serta tahapan rinse yang merupakan pencucian matriks dari sampel yang dianalisis. Tahapan retention dan rinse untuk target analisis Amfetamin, dilakukan dengan memasukkan sampel urine sehingga matriks dan Amfetamin akan tertahan pada fase padat kolom. Kemudian ditambahkan 3 ml air yang merupakan tahapan awal untuk menghilangkan matriks yang tertahan pada fase padat. Selanjutnya ditambahkan 3 ml asam asetat 0,1 M sebanyak 3 ml untuk mencuci sisa matriks yang masih tertahan di dalam kolom dimana matriks ini akan dihilangkan dari dalam kolom dengan penambahan 3 ml methanol. Sedangkan untuk target analisis Opiat, tahapan retention dan rinse dilakukan dengan penambahan 3 ml K2HPO4 0,1 M kemudian disusul dengan sampel urine yang dimasukkan ke dalam kolom. Selanjutnya dilakukan penambahan 3 ml air, 3 ml sodium asetat 0,1 M pH 4,5 dan 3 methanol dimana penambahan 3 zat ini ke dalam kolom mempunyai tujuan yang sama seperti pada tahapan rinse untuk Amfetamin sehingga yang tersisa dikolom hanya analit yang diinginkan. Setelah tahapan retention dan rinse, dilakukan proses elusi, dimana proses elusi dilakukan ntuk mengambil analit tersebut dari kolom dengan menggunakan pelarut organik yang sesuai. Untuk Amfetamin, ditambahkan ke dalam kolom 3 ml campuran kloroform, isopropyl alkohol dan HCl dengan perbandingan 60:40:1. Sedangkan untuk Opiat, ditambahkan ke dalam kolom 3 ml campuran kloroform, isopropyl alkohol, dan Na4OH dengan perbandingan 78:20:2. Dengan pelarut yang sesuai tersebut, akan diperoleh kembali analit yang diinginkan dari dalam kolom tersebut secara maksimal. Masing masing eluat yang diperoleh kemudian diuapkan pada suhu 650C untuk menghilangkan pelarut pelarut organik yang sebelumnya digunakan untuk proses elusi sehingga diperoleh analit murni dari target yang diinginkan.Analit yang telah diperoleh baik dengan ekstraksi cair cair maupun SPE direkonstitusi dengan methanol sebanyak 25l dengan tujuan untuk melarutkan analit tersebut sehingga diperoleh dalam bentuk cairan sehingga memudahkan analit untuk selanjutnya dilakukan uji konfirmasi dengan metode KLT Spektrodensitometri.Setelah diperoleh analit dari sampel urine yang akan dianalisis, kemudian analisis analit tersebut dilanjutkan pada uji konfirmasi. Dalam praktikum yang dilakukan, uji konfirmasi dilakukan dengan menggunakan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis) Spektrofotodensitometri. Hal pertama yang dilakukan dalam uji konfirmasi dengan KLT Spektrodensitometri adalah menyiapkan plat lapis tipis yang akan digunakan untuk menotolkan noda analit yang telah diperoleh sebelumnya. Preparasi plat lapis tipis sangat penting untuk dilakukan karena akan menentukan hasil dari proses selanjutnya dari uji konfirmasi ini. Plat lapis tipis yang digunakan mengandung silika gel yang berperan sebagai fase diam. Plat umumnya berukuran 20X20 cm, namun pada praktikum yang dilakukan, plat yang diperlukan berukuran 10 X 10 cm, sehingga harus dilakukan pemotongan terlebih dahulu sebelum plat tersebut digunakan. Dalam pemotongan plat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain: Alas yang digunakan untuk memotong plat harus bersih, halus serta terbuat dari keramik atau kaca. Alat pemotong yang digunakan harus tajam dan tidak boleh berkarat. Dalam pemotongan plat, tidak harus dipaksakan pemotongan tersebut dilakukan dalam sekali tahap pemotongan. Pengulangan pemotongan boleh dilakukan hingga plat benar benar terputus dengan sempurna.Hal tersebut dilakukan agar diperoleh plat yang tidak bergerigi, dan bebas dari kontaminasi sebab plat yang bergerigi dapat mengganggu proses elusi sehingga menghasilkan elusi analit yang tidak lurus sempurna (miring), berekor (tailing) serta terbentuk jalur elusi baru. Plat yang telah dipotong dengan baik, harus diberi identitas berupa kode arah elusi dipojok kanan atau kiri atas dengan menggunakan pensil dan tidak boleh menggunakan ballpoint. Walapun pensil dan ballpoint sama sama mengandung bahan kimia, tetapi bahan kimia yang terkandung dalam pensil masih bisa ditoleransi oleh plat dibanding bahan kimia yang terkandung dalam ballpoint. Selain itu, apabila menggunakan ballpoint, saat plat dicuci dengan menggunakan methanol, kemungkinan tinta dari ballpoint tersebut akan luntur dan mengotori plat. Fungsi dari pemberian kode arah elusi adalah agar proses pencucian plat dan proses elusi dapat berjalan kearah yang sama, sebab apabila arah pencucian plat dengan arah elusi berbanding terbalik, akan menyebabkan kotoran plat yang telah dibawa ke bagian atas plat saat pencucian plat dengan methanol akan turun kembali ke daerah uji saat proses elusi yang menyebabkan analit yang dielusikan akan terelusi bersama pengotor pengotor tersebut sehingga mengganggu proses analisis analit. Selain itu, plat yang telah dipotong harus diberi batas atas dengan menggunakan pensil sekitar 1 cm dengan tujuan agar titik akhir elusi dari masing masing noda dapat diamati dengan jelas. Selain itu juga untuk memastikan agar masing masing noda tidak menyentuh pengotor pengotor hasil pencucian plat yang terkumpul dibagian atas plat.Sebelum digunakan, plat yang telah dipotong tersebut dicuci dan diaktivasi. Pencucian harus dilakukan sebab plat kemungkinan mengandung pengotor karena faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah pada saat proses pembuatan plat tersebut, sedangkan faktor eksternal adalah pada saat penyimpanan plat itu sendiri. Pencucian dilakukan dengan menggunakan larutan methanol yang merupakan pelarut polar / semi polar yang dapat melarutkan banyak senyawa. Arah proses pencucian harus disesuaikan dengan kode arah elusi yang telah ditetepkan sebelumnya karena methanol itu ikut bermigrasi bersama pengotor kearah pencucian. Sebenarnya larutan yang lebih baik digunakan untuk proses pencucian plat adalah fase geraknya sendiri karena fase geraknya tersebut akan secara langsung membawa zat yang dianggap sebagai pengotor oleh fase gerak itu sendiri sehingga plat tersebut akan terbebas dari semua pengotor yang dapat mengganggu proses elusi. Sedangkan apabila menggunakan methanol, zat yang tidak larut dalam methanol namun merupakan pengotor bagi fase gerak, maka pada saat proses elusi analit dengan fase geraknya tersebut proses elusi akan diganggu oleh pengotor tersebut. Namun, dalam praktikum yang dilakukan, pencucian dilakukan dengan menggunakan methanol mengingat methanol merupakan pelarut yang umum digunakan dan mudah diperoleh dipasaran serta dapat melarukan banyak zat. Untuk memastikan telah tercucinya plat dengan sempurna, perlu diperhatikan bahwa saat bagian paling atas plat telah terbasahi semua maka perlu ditunggu lagi selama 10 menit sehingga meyakinkan area penotolan dan elusi analit dan standar telah bebas dari kotoran dan zat-zat pengganggu.Tahap selanjutnya dilakukan proses aktivasi plat dengan pemanasan plat pada suhu 600C selama 10 menit di dalam oven. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan uap air dan pengotor yang menempel pada sisi aktif plat karena methanol yang digunakan untuk pencucian plat terdiri atas campuran air dan methanol sehingga kemungkinan air tersebut terjerat dalam silika gel dan menyebabkan silika gel tersebut menjadi jenuh dan harus diaktivasi. Oleh karenanya proses aktivasi dilakukan dengan menghilang air yang terjerat dalam silika gel tersebut sehingga silika gel tersebut tidak jenuh dan agar plat dapat memberikan respon baseline yang lebih baik serta mengurangi ratio gangguan (noise ratio).Setelah aktivasi plat dilakukan, kemudian dilakukan pembuatan larutan pengembang. Larutan pengembang yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan pengembang sistem TB. Larutan pengembang TB dibuat dengan mencampurkan sikloheksana, toluene, dan dietilamin dengan perbandingan 75:15:10 dalam sebuah labu ukur. Selanjutnya, dilakukan pembuatan senyawa standar dengan konsentrasi 50 ng/l. Karena pada saat praktikum telah tersedia larutan standar dengan konsentrasi 1000 ng/l, maka larutan standar dengan konsentrasi 1000 ng/l tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 50 ng/l dengan cara 0,25 ml larutan standar 1000 ng/l diencerkan dalam labu ukur 5 ml dengan menggunakan methanol hingga tanda batas labu ukur, sehingga diperoleh larutan standar pembanding 5 ng/l yang diinginkan. Setelah dilakukan pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 50 ng/l, kemudian dibuat larutan standar pembanding untuk sistem TB. Larutan standar pembanding untuk sistem TB dibuat dari larutan teofilin, papaverin, dekstrometorfan, dan bromheksin yang masing masing larutan tersebut berkonsentrasi 1 mg / ml kecuali larutan dektrometorfan yang memiliki konsentrasi 2 mg/ml. Oleh karenanya sebelum keempat larutan tersebut dicampurkan, larutan dekstrometorfan harus diencerkan terlebih dahulu hingga diperoleh larutan standar pembanding dekstrometorfan 1 ml /ml. Pengenceran larutan dekstrometorfan 2 mg / ml dilakukan dengan memipet 2,5 ml larutan dektrometorfan 2 mg / ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml kemudian ditepatkan hingga tanda batas dengan methanol dan dihomogenkan hingga diperoleh larutan Dektrometorfan 1 mg / ml. Pembuatan larutan standar pembanding untuk sistem TB dilakukan dengan mencampurkan masing masing 0,5 ml larutan teofilin 1 mg / ml, papaverin 1 mg / ml, dektrometorfan 1 mg / ml, serta bromheksin 1 mg /ml dalam sebuah botol vial dan kemudian dihomogenkan. Tahapan selanjutnya adalah penjenuhan chamber. Sebelum dijenuhkan, dipilih terlebih dahulu chamber yang sesuai dengan ukuran plat. Karena Plat yang digunakan berukuran 10 X 10 cm, maka chamber yang digunakan adalah chamber dengan ukuran 10 X 10. Kemudian penjenuhan chamber dilakukan dengan cara memasukkan 10 ml larutan pengembang TB ke dalam chamber yang telah di berisi sebuah kertas saring kemudian chamber ditutup rapat dengan penutupnya selama kurang lebih 30 menit. Fungsi penambahan kertas saring ke dalam chamber saat proses penjenuhan chamber adalah untuk mengetahui chamber tersebut sudah jenuh atau belum. Apabila chamber telah jenuh, maka kertas saring dalam chamber tersebut akan terbasahi seluruhnya oleh larutan pengembang TB. Namun, dalam prakteknya tentu saja akan sangat sulit melihat kejelasan penjenuhan ini. Sebab terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti ukuran kertas saring yang digunakan bervariasi sehingga kecepatan terbasahinya kertas saring juga akan berbeda pula. Semakin kecil ukurannya akan semakin cepat terbasahi dan diasumsikan telah terjenuhinya chamber. Namun jika ukuran kertas saring yang digunakan lebih besar maka tentu saja akan menyebabkan lebih lamanya kertas saring itu terbasahi sehingga waktu penjenuhan chamber akan lebih lama. Oleh karena itu digunakan parameter waktu saja yaitu waktu penjenuhan selama 30 menit. Untuk volume larutan pengembang (eluen) TB yang dimasukkan ( 10 mL) harus lebih rendah dari spot noda pada plat nantinya saat plat dimasukkan ke dalam chamber agar spot noda yang ditotolkan tidak larut ke bawah dan dapat terelusi sempurna. Selain itu penjenuhan chamber harus dilakukan pada tempat yang datar dan bebas dari getaran sehingga penjenuhan berjalan lebih efektif.Bersamaan dengan proses penjenuhan chamber, dilakukan proses penotolan larutan standar, analit sampel yang sebelumnya telah direkonstitusi dengan methanol, serta larutan standar pembanding sistem TB pada plat yang telah dicuci dan diaktivasi dengan menggunakan alat penotolan semi otomatis Linomart. Dikatakan sebagai alat penotolan yang semi otomatis, karena pada proses aspirasi bahan uji ke dalam syringe linomart masih dilakukan secara manual oleh petugas tetapi untuk proses penotolan bahan uji dilakukan secara otomatis oleh linomart itu sendiri melalui proses setting komputerisasi yang sebelumnya telah dilakukan sehingga petugas hanya perlu penempatan plat pada meja linomart. Karena plat yang digunakan berukuran 10 X 10 cm dan jarak penotolan satu senyawa dengan senyawa lainnya adalah 1 cm, maka pada plat tersebut akan terdapat 9 titik penotolan. Titik penotolan 1 sampai 5 diisi dengan larutan standar, titik penotolan 6 sampai 8 diisi dengan analit dari sampel, dan titik penotolan 9 diisi dengan larutan standar pembanding untuk sistem TB. Pada titik penotolan 1 sampai 5, ditotolkan larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda beda, yaitu 200 ng/l, 400 ng/l, 600 ng/l, 800 ng/l, dan 1000 ng/l. Karena larutan standar yang tersedia memiliki konsentrasi 50 ng/l, maka tiap titik penotolan (dari titik penotolan 1 sampai 5) memiliki jumlah penotolan yang berbeda beda sesuai konsentrasi larutan standar pada setiap titik penotolan yang telah dipaparkan sebelumnya. Jumlah penotolan pada setiap titik pada titik penotolan 1 sampai 5, antara lain; Titik penotolan 1 : Konsentrasi larutan standar 200 ng/l, maka penotolan larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 4 kali. Titik penotolan 2 : Konsentrasi larutan standar 400 ng/l, maka penotolan larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 8 kali. Titik penotolan 3 : Konsentrasi larutan standar 600 ng/l, maka penotolan larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 12 kali. Titik penotolan 4 : Konsentrasi larutan standar 800 ng/l, maka penotolan larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 16 kali. Titik penotolan 5 : Konsentrasi larutan standar 1000 ng/l, maka penotolan larutan standar 50 ng/l dilakukan sebanyak 20 kali.Selanjutnya, pada titik penotolan 6 sampai 8 diisi oleh analit dari sampel yang dianalisis. Pada titik penotolan ke 6 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis Amfetamin, pada titik penotolan 7 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis Opiat dan titik penotolan 8 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi LLE dengan target sasaran analisis Opiat. Masing masing analit dari sampel tersebut ditotolkan sebanyak 50 l. Sedangkan pada titik penotolan 9 ditotolkan 2 l larutan standar pembanding TB.Apabila proses penotolan telah selesai dilakukan, kemudian plat dikeringkan pada oven dengan suhu 600 C selama 10 menit.Hal ini dilakukan saat praktikum dikarenakan noda sampel yang ditotolkan pada plat sedikit berlebihan sehingga perlu dioven untuk mempercepat pengeringan noda tersebut sehingga nantinya proses elusi dapat berjalan optimal. Setelah itu barulah plat tersebut dimasukkan ke dalam chamber kromatografi yang telah terjenuhkan sebelumnya dan dielusi dengan fase gerak TB sampai batas atas plat. Yang perlu diperhatikan saat peletakan plat KLT di chamber yaitu plat tidak boleh sepenuhnya menempel di dinding chamber melainkan harus sedikit miring dengan bagian atas plat saja yang menempel ke dinding sedangkan bagian bawah menempel pada cekungan chamber. Hal ini bertujuan agar saat pengangkatan plat dari chamber dapat dilakukan lebih mudah sehingga menghindari terjatuhnya plat ke dalam chamber. Diperhatikan juga agar noda di plat tidak tersentuh larutan pengembang pada chamber. Setelah proses elusi selesai, plat diangkat dan dikeringkan lagi dalam oven pada suhu 600 C selama 10 menit. Pengeringan plat di dalam oven ini dilakukan dengan tujuan untuk menguapkan pelarut pengembang TB sehingga saat dianalisis pada spektrodensitometer, plat tersebut dalam keadaan kering.Selanjutnya, plat dianalisis pada spektrodensitometri dengan meletakkan plat yang akan dianalisis di dalam KLT-Scanner 3, dimana semua fungsi dari KLT Scanner 3 dikendalikan oleh suatu perangkat computer. KLT Scanner 3 akan mengirimkan semua data hasil dari proses pemindaian spot noda dalam bentuk digital ke computer yang selanjutnya diolah dengan piranti lunak spesifik untuk KLT yaitu winCATS 1.24. Setiap senyawa memiliki serapan panjang gelombang yang khas maka pengukuran intensitas cahaya yang diserap maupun dipantulkan melalui proses pemindaian sehingga dapat dioptimalkan dengan memilih panjang gelombang yang sesuai untuk setiap jenis senyawa pada noda. Proses pemindaian spot noda yang terdapat pada plat akan dipindai pada panjang gelombang 190 400 nm. Pada uji konfirmasi dengan KLT, setiap senyawa yang terlarut dalam fase geraknya memiliki hambatan yang berbeda beda saat bergerak pada fase diam. Besar hambatan ini dapat dinyatakan dengan harga nilai Rf atau hRf (hRf = 100Rf), dimana nilai Rf merupakan nilai yang diperoleh dari jarak yang ditempuh masing masing senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh fase gerak. Dari proses pemindaian tersebut akan diperoleh Rf, Spektrum serta AUC (Area Under Curve) dari masing masing noda yang terbaca oleh Spektrodensitometri. Spektrum yang tampak dari umumnya ada yang berwarna dan tidak berwarna. Spektrum yang berwarna merupakan spectrum dari noda yang dicurigasi sebagai analit. Sedangkan spectrum yang tidak berwarna merupakan spektrum dari noda yang dianggap sebagai zat pengotor. Dari nilai Rf masing masing senyawa yang diperoleh maka dapat dilakukan uji kualitatif untuk mengetahui senyawa yang memiliki Rf tersebut merupakan senyawa yang menjadi target analisis dengan cara membandingkan Rf senyawa tersebut dengan Rf pada pustaka. Namun, apabila Rf senyawa tersebut dibandingkan dengan Rf pada pustaka akan diperoleh beberapa kemungkinan senyawa yang sesuai, dimana hal ini akan memungkinkan munculnya banyak senyawa yang dicurigai sebagai analit. Untuk lebih meyakinkan hasil analisis, maka digunakan kombinasi harga Rf dengan spectrum analit. Dari kombinasi kedua variabel ini akan diperoleh deretan deretan senyawa yang berurutan, dimana senyawa yang korelasinya paling sesuai dengan analit tersebut disebut dengan senyawa hit factor. Sedangkan untuk uji secara kuantitatif, langkah pertama yang dilakukan adalah mencari nilai persamaan regresi dari senyawa standar yang ditotolkan pada plat dengan lima konsentrasi yang berbeda. Dari kelima konsentrasi senyawa standar tersebut, masing masing akan diperoleh AUC (Area Under Curve) dari kelima konsentrasi. Dari nilai AUC tersebut dapat dibuat kurva standar dengan mengkorelasikan konsentrasi larutan standar dengan AUC larutan standar tersebut yang merupakan absorbansinya. Dari kurva standar tersebut, dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai koefisien korelasi yang merupakan nilai yang menyatakan linieritas dari kurva standar yang dibuat. Semakin mendekati nilai 1, maka kurva standar yang dibuat akan semakin linier. Dari proses perhitungan nilai R, diperoleh nilai R dari kelima konsentrasi larutan standar tersebut adalah 0,998, dimana nilai ini mendekati nilai 1 yang menunjukkan kurva standar tersebut linier. Kemudian dilanjutkan dengan mencari nilai konstanta (A) dan nilai koefisien regresi (B). Dari nilai Konstanta dan koefisien regresi tersebut akan diperoleh persamaan garis Y= A + Bx yang akan digunakan untuk memperoleh nilai konsentrasi analit dalam sampel urine yang dianalisis. Dari proses perhitungan diperoleh persamaan garis Y = 1,6718x + 260,92. Kemudian diamati AUC untuk analit sampel yang dianalisis. Dari analisis yang dilakukan, diketahui ternyata dalam sampel urine yang diekstraksi dengan metode ekstraksi cair-cair tersebut, terkandung 2 jenis senyawa narkotika/psikotropika yaitu golongan Amfetamin yaitu MDMA dan golongan Opiat yaitu Morfin. Namun yang merupakan target analisis pada saat praktikum adalah senyawa Morfin, maka penentuan kadar dilakukan terhadap senyawa golongan Opiat, yaitu Morfin saja. Dimana nilai AUC untuk Morfin dalam sampel urine yang dianalisis adalah 5009,9. Nilai AUC tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan sebagai nilai Y, maka diperoleh konsentrasi Morfin dalam sampel urine yang dianalisis yaitu 2840,64 ng yang kemudian dikonversi ke dalam satuan mg menjadi 0,0028406 mg. Dari 1 ml sampel urine yang diekstraksi, dianggap semua senyawa Morfin tersebut terekstraksi secara sempurna sehingga dapat diketahui kadar dari senyawa Morfin dari sampel urine yang dianalisis yaitu 0,0028406 mg / 1 ml atau sama dengan 0,0028406 mg / ml.Kemudian dilakukan pula perhitungan untuk mengetahui nila hRf dari senyawa Morfin tersebut. Dari proses perhitungan, diperoleh nilai hRf senyawa Morfin dalam sampel urine yang dianalisis yaitu 1,933. Sedangkan menurut pustaka, nilai hRf untuk Morfin adalah 0. Penyimpangan nilai hRf senyawa Morfin yang terdapat dalam sampel urine yang dianalisis dari nilai hRf pustaka kemungkinan dikarenakan faktor lingkungan seperti kejenuhan bejana kromatografi (chamber), pH medium, suhu penguapan fase gerak pada plat, dan kadar analit yang ditotolkan pada plat.

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KesimpulanAdapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini , antara lain :1. Penyiapan sampel urine yang mengandung senyawa golongan Amphetamin dan Opiat dilakukan dengan ekstraksi cair-cair dengan prinsip adjust pH, partititon, separate phase dan ekstraksi fase padat dengan prinsip condition SPE, application, retention, rinse, dan elution.2. Dari hasil ekstraksi cair-cair dan fase padat sampel urine yang mengandung senyawa golongan Opiat dan Amfetamin, diperoleh eluat dari sampel urine tersebut untuk selanjutnya dianalisis pada uji konfirmasi dengan KLT Spektrodensitometri.3. Penyiapan plat KLT Spektrodensitometri dilakukan dengan pemotongan plat berukuran 10 x 10 cm, pencucian plat dengan metanol, dan aktivasi plat dengan proses pengeringan dalam oven pada suhu 110-1200 C selama 30 menit.4. Proses pemindaian plat KLT pada Spektrodensitometri akan menghasilkan kromatogram serta spektrum dari masing-masing noda sehingga dapat diketahui AUC dan nilai Rf dari setiap noda tersebut.5. Dari uji konfirmasi yang dilakukan dengan metode KLT-Spektrodensiotometri yang dilakukan, diperoleh kadar Morfin dalam sampel urine yang dianalisis adalah 0,00284064 mg/mL dengan harga hRf Morfin pada fase gerak TB sebesar 1,933.

6.2. SaranAdapun saran yang dapat diberikan dalam praktikum ini, yaitu sebaiknya sarana dan prasarana lebih ditingkatkan sehingga praktikum dapat dilaksanakan dengan semaksimal mungkin.DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2011. Ekstrasi Cair-Cair. http://artikelteknikkimia.blogspot.com/2011/12/ ekstraksi-cair-cair.html. (Diakses pada tanggal 15 Mei 2013)Dokter Irga. 2011. Intoksikasi Methampetamine. http://www.dokterirga.com/ intoksikasi-methampetamine/. (Diakses pada tanggal 15 Mei 2013)Lansida. 2010. Ekstraksi Fase Padat. http://lansida.blogspot.com/2010/08/ekstraksi-fase-padat.html. (Diakses pada tanggal 15 Mei 2013)Wirasuta, Gelgel. 2009. Uji Konfirmasi dan Metode Pemisahan Obat-obat Golongan Amfetamin dan Opiat Dalam Urin. http://gelgel- wirasuta.blogspot.com/ search?q=uji+ konfirmasi+ dan+metode+pemisahan+obat+ obat+golongan+amfetamin+dan+opiat+dalam+ urin. (Diakses pada tanggal 15 Mei 2013)Anggraeni, Megawati. 2009. Kromatografi Lapis Tipis. http://greenhati.blogspot.com /2009/ 01/kromatografi-lapis-tipis.html. (Diakses tanggal 22 Mei 2013)Flanagan, R. J., A. Taylor, I. D. Watson, R. Whelpton. 2007. Fundamental of Analytical Toxicology. West Sussex: John Wiley and Sons Ltd.Harmitta, I.G.A,. 2005. Buku Pegangan Kuliah Kromatografi. Universitas Setia Budi, Surakarta. Haqiqi, Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. nadjeeb.files.wordpress .com /2009/10/kromatografi.pdf. (Diakses tanggal 22 Mei 2013)Mulya, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Penerbit Airlangga University Press, Surabaya. Sherma, J. and B. Fried. 1996. Handbook of Thin-Layer Chromatography. 3rd Edition. New York: Marcel Dekter, inc.