Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TOKSISITAS SUBAKUT EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica
papaya L.) VARIETAS „California‟ DAN „Bangkok‟
PADA HATI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER
SENA YUNIA SAPUTRI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
TOKSISITAS SUBAKUT EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica
papaya L.) VARIETAS „California‟ DAN „Bangkok‟ PADA
HATI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
SENA YUNIA SAPUTRI
11150950000009
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/ 1441 H
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Sena Yunia Saputri. Toksisitas Subakut Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya
L.) Varietas „California‟ dan „Bangkok‟ Pada Hati Mencit (Mus musculus)
Swiss Webster. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020.
Dibimbing oleh Dr. Nani Radiastuti, M.Si. dan Indri Garnasih, M.Si.
Biji pepaya memiliki rasa yang pahit, pedas dan beraroma menyengat
sehingga biji pepaya kurang diminati untuk diolah. Biji pepaya yang banyak
terbuang adalah biji pepaya varietas ‘California’ dan ‘Bangkok’. Biji pepaya dari
kedua varietas tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, tetapi biji pepaya
berpotensi sebagai bahan pengawet makanan yang ikut masuk ke dalam tubuh,
oleh karenanya perlu di uji toksisitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek toksisitas subakut ekstrak biji pepaya ‘California’ dan
‘Bangkok’. Penelitian ini menggunakan 28 ekor mencit putih jantan, dibagi secara
acak menjadi 3 kelompok diberi ekstrak ‘California’, 3 kelompok diberi ekstrak
‘Bangkok’ dan 1 kelompok diberi pelarut CMC 1% secara gavage dengan
konsentrasi 4, 6, dan 8% (b/v). Perlakuan dilakukan selama 28 hari dan pada hari
ke-29 darah mencit diambil melalui vena jungularis untuk diuji SGPT, SGOT
serum, dan pembedahan untuk pengamatan organ viseral mencit secara
makroskopis. Selama penyuntikkan mencit ditimbang berat badan dan diamati
kondisi fisiknya. Hasil uji toksisitas subakut selama 28 hari dengan pemberian
ekstrak tersebut tidak berpengaruh pada berat badan, kondisi fisik, dan organ
viseral mencit. Namun pada data SGPT dan SGOT menunjukkan peningkatan
pada semua kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol,
tetapi peningkatan tersebut masih dibawah ambang batas normal sehingga aman
untuk pengawet makanan.
Kata kunci: Biji pepaya ‘California’; biji pepaya ‘Bangkok’; Toksisitas
Subakut; SGPT; SGOT
vi
ABSTRACT
Sena Yunia Saputri. Subacute Toxicity of Papaya Seed Extract (Carica
papaya L.) „California‟ and „Bangkok‟ Varieties in Swiss Webster Mice (Mus
musculus) Hearts. Thesis. Biology Study Program. Faculty of Science and
Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2020.
Supervised by Dr. Nani Radiastuti, M.Sc. and Indri Garnasih, M.Sc.
Papaya seeds have a bitter, spicy and aromatic aroma, so papaya seeds are
less desirable to be processed. Papaya seeds that are wasted are ‘California’ and
‘Bangkok’ varieties of papaya seeds. Papaya seeds of the two varieties have not
been used optimally, but papaya seeds have the potential as a food preservative
that enters the body, therefore it needs to be tested for toxicity. This study aims to
determine the effect of subacute toxicity of ‘California’ and ‘Bangkok’ papaya
seed extracts. This study used 28 male white mice, randomly divided into 3
groups given ‘California’ extract, 3 groups were given ‘Bangkok’ extract, and 1
group was given gavage 1% CMC solvent with concentrations of 4, 6, and 8% (w
/ v). The treatment was carried out for 28 days and on the 29th day blood of mice
was taken through the jungularis vein to be tested for SGPT, serum SGOT, and
surgery for macroscopic observation of the visceral organs of mice. During the
injection the mice weighed and their physical condition was observed. Subacute
toxicity test results for 28 days by administering the extract had no effect on body
weight, physical condition, and visceral organs of mice. However, the SGPT and
SGOT data showed an increase in all treatment groups when compared to the
control group, but the increase was still below the normal threshold making it safe
for food preservatives.
Keywords: „California’ papaya seeds; ‘Bangkok’ papaya seeds; Subacute
toxicity; SGOT; SGPT
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sains. Salawat dan
salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang
membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang.
Skripsi dengan judul “Toksisitas Subakut Ekstrak Biji Pepaya (Carica
papaya L.) Varietas „California‟ dan „Bangkok‟ Pada Hati Mencit (Mus
musculus) Swiss Webster” disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan di Rumah Hewan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik karena adanya
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M. Env. Stud. Selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
dosen Penguji seminar proposal dan seminar hasil yang telah memberikan
kritik dan saran yang membangun dalam proses penulisan skripsi.
2. Dr. Priyanti dan Narti Fitriana, M.Si. selaku Ketua dan sekertaris Program
Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta atas kerja sama dan bantuannya dalam adminstrasi
akademik.
3. Dr. Nani Radiastuti, selaku pembimbing I yang telah memberikan izin untuk
melaksanakan penelitian di Rumah Hewan Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pusat Laboratorium Terpadu
viii
(PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, memberikan
bimbingan dan saran bermanfaat kepada penulis dalam proses penyelesaian
skripsi.
4. Indri Garnasih, M.Si. selaku pembimbing II yang telah memberikan ilmu,
bimbingan, saran dan motivasi dalam pelaksanaan penelitian hingga
penyusunan skripsi.
5. Etyn Yunita, M.Si. selaku penguji seminar proposal dan seminar hasil yang
telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam proses penulisan
skripsi.
6. Dr. Fahma Wijayanti dan Ardian Khairiah, M.Si. selaku dosen penguji sidang
Munaqosyah yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam
penulisan skripsi.
7. Kepala Laboratorium Rumah Hewan Kedokteran dan Laboran Biologi Pusat
Laboratorium Terpadu, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta atas kerja sama
dan bantuan yang telah diberikan selama kegiatan penelitian.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih sangat banyak
kekurangan, untuk itu penulis membuka diri terhadap kritik dan saran yang
bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Jakarta, Januari 2020
Penyusun
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ............................................................... 3
1.3 Tujuan penelitian ................................................................ 3
1.4 Manfaat penelitian .............................................................. 3
1.5 Kerangka berpikir ............................................................... 4
BABII TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi pepaya ‘California’ ............................................ 5
2.2 Morfologi pepaya ‘Bangkok’ .............................................. 5
2.3 CMC (Carboxyl Methyl Cellulose). ..................................... 6
2.4 Toksisitas ........................................................................... 6
2.5 Morfologi dan klasifikasi mencit......................................... 9
2.6 Hati mencit ......................................................................... 9
2.7 Enzim ................................................................................. 11
BABIII METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................. 13
3.2 Bahan dan Alat ................................................................... 13
3.3 Rancangan percobaan ......................................................... 13
3.4 Desain Penelitian ................................................................ 14
x
3.5 Cara Kerja .......................................................................... 15
3.6 Analisis Data ...................................................................... 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji toksisitas subakut............................................................ 19
4.2 Berat badan mencit................................................................ 20
4.3 Kondisi fisik mencit ............................................................ 22
4.4 Kadar GOT dan GPT serum ................................................ 23
4.5 Berat organ viseral mencit .................................................. 28
BABV KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 32
5.2 Saran .................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………....... 33
LAMPIRAN………………………………………………………......... 38
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kondisi fisik mencit setelah didedahkan ekstrak biji
pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi
0, 4, 6, 8% (b/v) ...................................................................... 22
Tabel 2. Berat organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak Biji
pepaya ‘California’ selama 28 hari ......................................... 29
Tabel 3. Berat organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak Biji
pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari ........................................... 29
Tabel 4. Morfologi organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak Biji
pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ selama 28 hari ................. 30
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir ............................................................... 4
Gambar 2. Pohon dan buah pepaya ‘California’ ................................... 5
Gambar 3. Pohon dan buah pepaya ‘Bangkok’ ..................................... 6
Gambar 4. Hewan uji mencit (Mus musculus) ...................................... 9
Gambar 5. Desain penelitian ................................................................ 14
Gambar 6. Berat badan mencit selama 28 hari setelah didedahkan
ekstrak biji pepaya ‘California’ .......................................... 20
Gambar 7. Berat badan mencit selama 28 hari setelah didedahkan
ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ ............................................ 20
Gambar 8. Rata-rata kadar GOT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan
ekstrak biji pepaya ‘California’ selama 28 hari secara gavage.. 24
Gambar 9. Rata-rata kadar GOT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan
ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari secara gavage.. 24
Gambar10. Rata-rata kadar GPT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan
ekstrak biji pepaya ‘California’ selama 28 hari secara gavage.. 25
Gambar 11. Rata-rata kadar GPT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan
ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari secara gavage.. 25
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Uji parameter SGOT serum mencit setelah didedahkan
ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ ................ 38
Lampiran 2. Uji lanjut Tukey SGOT serum mencit setelah didedahkan ekstrak
biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’……. ................... 39
Lampiran 3. Uji parameter SGPT serum mencit setelah didedahkan
ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ ................ 40
Lampiran 4. Uji lanjut Tukey SGPT serum mencit setelah didedahkan
ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ ................ 41
Lampiran 5. Hasil GCMS ekstrak biji pepaya ‘California’ ................... 42
Lampiran 6. Hasil GCMS ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ ..................... 43
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang banyak tersebar di
berbagai negara tropis termasuk di negara Indonesia. Buah dari tanaman ini
tergolong buah yang populer dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.
(Kalie, 2008). Biji pepaya memiliki rasa yang pahit, pedas dan beraroma
menyengat menjadikan biji pepaya kurang diminati sebagai bahan konsumsi dan
masih di anggap limbah oleh masyarakat dunia dan belum dimanfaatkan secara
optimal (Ummah, 2012).
Menurut Warisno (2003) Biji pepaya memiliki senyawa metabolit
sekunder, seperti golongan fenol, terpenoid, alkaloid, dan saponin. Zat aktif yang
bersifat toksik pada penelitian ini yaitu senyawa alkaloid. Selain itu, pada hasil
GC-MS biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ yang telah dilakukan oleh
Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019) bahwa didapatkan senyawa Dodecanoic acid
(HO2C (CH2) 10Me), Phenol, 2,4-bis, Methyl ester of Benzylcarbamic acid,
3,7,11,15-Tetramethyl-2-hexadecen-1, senyawa dari kedua varietas tersebut dapat
berpotensi toksik (Wishart, Feunang, Marcu, Guo & Liang, 2013).
Kandungan dalam senyawa tersebut diduga dapat merusak hati. Pemilihan
hati sebagai organ sasaran yang mungkin dirusak oleh adanya efek toksik dari biji
pepaya, dikarenakan hati merupakan organ tubuh yang rentan terhadap pengaruh
bahan toksik. Maka dari itu dalam penelitian ini dilakukan uji Serum Glutamat
Piruvat Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamat Oksaloasetat Transminase
(SGOT) pada serum mencit, pembedahan dan pengamatan organ viseral mencit
seperti hati, jantung, ginjal, paru-paru, lambung, usus, pankreas dan limpa.
Pada penelitian ini selain penggunaan es sebagai bahan pengawet udang,
formalin juga sering digunakan untuk mempertahankan lama simpan makanan.
Namun kesadaran dalam penggunaan pengawet dari bahan alami pada bahan
pangan mulai meningkat agar bahan pangan aman dikonsumsi (Roller, 1995). Biji
pepaya yang sering dianggap limbah ini akan dijadikan sebagai bahan pengawet
daging ayam dan udang. Minimnya penerapan sanitasi dan higiene pada
2
penangkapan udang menyebabkan udang lebih cepat busuk, maka perlu dilakukan
cara untuk memperlambat pembusukan diantaranya adalah dengan mendinginkan
dan menyimpannya dalam es (Opara, Al-Jufaili & Rahman, 2007).
Uji toksisitas perlu dilakukan, adapun beberapa uji toksisitas adalah uji
toksisitas akut, subakut, dan kronik. Uji toksisitas akut adalah uji yang pertama
kali dilakukan terhadap suatu agensia. Uji toksisitas subakut adalah pendedahan
dosis secara berulang yang dilakukan hingga 30 hari. Uji toksisitas kronik adalah
pendedahan dosis secara berulang lebih dari tiga bulan (BPOM, 2014). Namun
pada penelitian ini uji toksisitas akut tidak dilakukan, dikarenakan menurut
penelitian Umana (2013) & Kanadi (2019) yang telah dilakukan bahwa uji
toksisitas akut selama 96 jam dengan dosis tertinggi yaitu 5000 mg/kg b.b tidak
didapatkan adanya kematian dan perubahan perilaku pada hewan uji mencit.
Namun pada penelitian ini hanya dilakukan uji toksisitas subakut selama 28 hari
dengan menggunakan dua varietas biji pepaya yang berbeda ‘California dan
‘Bangkok’ yang akan dipaparkan pada hewan mencit.
Pada uji toksisitas subakut ini dilakukan pengamatan berat badan dan
kondisi fisik mencit, seperti kulit dan rambut, mata dan mukosa, pernapasan,
aktivitas dan motorik, tremor, salivasi, diare dan letargi (terseret-seret) setelah
didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4,
6, dan 8% (b/v) selama 28 hari selain itu, uji toksisitas subakut dilakukan dengan
pemeriksaan serum darah mencit untuk mengetahui derajat kerusakan yang
mungkin ditimbulkan akibat pemberian ekstrak biji pepaya dalam jangka waktu
tertentu dan peningkatan aktivitas enzim SGPT dan SGOT.
Pada penelitian toksisitas subakut ekstrak biji pepaya terhadap aktivitas
enzim Serum Glutamic Oxaloasetic Transminase (SGOT) dan Serum Glutamic
Pyruvic Transminase (SGPT) yang telah dilakukan oleh Safwan, Abdul, Ali & Ni,
2017 menggunakan biji pepaya yang belum diketahui varietasnya. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya dengan
dosis 50 mg/kg b.b, 500 mg/kg b.b, dan 5000 mg/kg b.b selama 28 hari tidak
menunjukkan peningkatan aktivitas SGPT dan SGOT. Namun dalam penelitian
ini sudah diketahui varietasnya yaitu ‘California’ dan ‘Bangkok’ dan berbeda
dalam pemberian konsentrasinya yaitu 4, 6, dan 8% (b/v).
3
Menurut penelitian Gusniar (2019), bahwa hasil ekstrak biji pepaya
‘California’ dan ‘Bangkok’ telah diaplikasikan sebagai bahan pengawet makanan
terutama untuk menjaga kesegaran daging ayam dan udang dengan konsentrasi 4,
6, dan 8% mampu memperpanjang umur simpan daging ayam dan udang selama
penyimpanan suhu dingin, dan pada hasil TPC bahwa serbuk biji pepaya
‘California’ maupun ‘Bangkok’ dapat berpotensi menghambat pertumbuhan
bakteri pada daging ayam dan udang dengan pemberian konsentrasi tertinggi yaitu
8%, maka pada penelitian ini biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ mampu
dijadikan sebagai bahan pengawet alami pada daging ayam dan udang.
Pengujian toksisitas subakut ini bertujuan untuk mengetahui tingkat dosis
keamanan dan efek samping yang ditimbulkan dari biji pepaya ‘California’ dan
biji pepaya ‘Bangkok’. Sehingga serbuk biji pepaya dapat digunakan sebagai
produk bahan pengawet makanan terutama menjaga kesegaran pada ikan dan
sejenisnya. Selain itu, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas dan biji pepaya
dari kedua varietas tersebut tidak lagi menjadi limbah yang terbuang.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) dari dua
varietas berbeda ‘California’ maupun ‘Bangkok’ dapat menimbulkan efek
toksisitas subakut dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% berdasarkan parameter
aktivitas enzim SGPT dan SGOT pada serum mencit?
1.3 Tujuan
Mendapatkan informasi tentang efek toksisitas subakut pemberian
ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) dari dua varietas berbeda ‘California’
maupun ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% berdasarkan parameter
aktivitas kadar enzim SGPT dan SGOT pada serum mencit.
1.4 Manfaat
Memberikan informasi tingkat toksisitas subakut biji pepaya ‘California’
maupun biji pepaya ‘Bangkok’ sehingga mengetahui tingkat keamanan terhadap
konsumsi biji pepaya yang digunakan sebagai pengawet.
4
1.5 Kerangka Berpikir
Gambar 1. Kerangka berfikir toksisitas subakut ekstrak biji pepaya ‘California’
dan ‘Bangkok’ pada SGPT dan SGOT mencit swiss webster
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi pepaya „California‟
Tanaman pepaya varietas ‘California’ menjadi salah satu jenis pepaya
yang diminati dan ditanam para petani karena keuntungannya yang menjanjikan.
pepaya ‘California’ memiliki sifat dan ciri khasnya sendiri, yaitu: berukuran tidak
terlalu besar sekitar 1,5 kg/buah, memiliki kulit tebal dan permukaannya rata,
buah berbentuk lonjong, daging buah berwarna kuning, serta mempunyai rasa
yang manis. Varietas pepaya ‘California’ termasuk ke dalam jenis unggul dan
berumur genjah. Pohonnya kerdil lebih pendek dibandingkan dengan jenis pepaya
lain, tingginya sekitar 1,5-2 meter (Gambar 2). Buah pepaya ‘California’ sudah
bisa dipanen setelah berumur 8-9 bulan. Pohonnya dapat berbuah hingga
mencapai umur empat tahun (Nuswamarhaeni, Phihartini & Pohan, 1999).
Gambar 2. Morfologi pohon, buah dan serbuk pepaya ‘California’
(Dokumen pribadi)
2.2 Morfologi pepaya „Bangkok‟
Tanaman pepaya ‘Bangkok’ merupakan jenis pepaya yang berasal dari
Thailand. Buah pepaya jenis ini memiliki ukuran yang sangat besar dibandingkan
dengan jenis pepaya lainnya dan memiliki bentuk yang lebih bulat. Pepaya
‘Bangkok’ memiliki ciri khas utama yaitu memiliki ukuran yang besar
dibandingkan dengan pepaya jenis lainnya dengan berat per buah mencapai 3,5
kg. Buah pepaya ‘Bangkok’ juga memiliki kulit buah yang kasar dan tidak rata
6
(berbenjol-benjol), daging buahnya berwarna jingga kemerahan, sedikit keras,
serta memiliki rasa yang manis dan segar (Gambar 3), (Nuswamarhaeni et al.,
1999).
Gambar 3. Morfologi pohon, buah dan serbuk pepaya ‘Bangkok’
(Dokumen pribadi)
2.3 CMC (Carboxyl Methyl Cellulose)
CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) mudah larut dalam air dingin maupun
air panas. Berdasarkan sifat dan fungsinya, CMC dapat digunakan sebagai bahan
aditif pada produk minuman dan aman dikonsumsi. CMC mampu menyerap air
yang terkandung dalam udara. Banyaknya air yang terserap dan laju
penyerapannya bergantung pada jumlah kadar air yang terkandung dalam CMC
dan kelembaban serta temperatur udara disekitarnya (BPOM, 2014). Menurut
Fery (2006), bahwa jumlah CMC yang diijinkan untuk bercampur dengan bahan
lain adalah berkisar dari 0.5 % sampai 3 %, untuk mendapatkan hasil optimum.
Maka dalam penelitian ini menggunakan CMC 1%.
2.4 Toksisitas
Toksisitas dapat diartikan sebagai kemampuan racun (molekul) untuk
menimbulkan kerusakan apabila masuk ke dalam tubuh dan lokasi organ yang
rentan terhadapnya. Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi
pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima. Toksikan merupakan zat
berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya yang dapat
menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi
7
biologi populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul dalam bentuk merusak
struktur maupun fungsi biologis (Soemirat, 2003).
Metode kuantitatif berupa penentuan lethal dose50 (LD50) merupakan
metode tersering yang digunakan dalam penilaian uji toksisitas akut (Paramveer,
2010). Hasil LD50 dapat menentukan kriteria penggolongan derajat toksisitas
substansi fitofarmaka yang diklasifikasikan menjadi luar biasa toksik, sangat
toksik, toksik sedang, toksik ringan, praktis tidak toksik, dan relatif tidak
membahayakan. Uji toksisitas akut adalah uji yang pertama kali dilakukan
terhadap suatu agensia. Uji toksisitas subakut adalah pendedahan dosis secara
berulang yang dilakukan hingga 30 hari. Uji toksisitas kronik adalah pendedahan
dosis secara berulang lebih dari tiga bulan (BPOM, 2014).
2.4.1 Metabolit Sekunder
Kandungan biji dalam buah pepaya kira-kira 14,3 % dari keseluruhan buah
pepaya. Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini ternyata banyak
diantaranya mengandung alkaloid, steroid, tanin, dan minyak atsiri. Dalam biji
pepaya mengandung senyawa-senyawa steroid (Satriasa dan Pangkahila, 2010)
dan asam lemak tak jenuh yang tinggi, yaitu asam oleat dan palmitat (Yuniwati
dan Purwanti, 2008). Selain mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui
mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol, alkaloid, terpenoid, dan
saponin (Warisno, 2003), glucoside cacirin dan karpain (Setiawan, 2008).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil skrining biji pepaya
menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid, steroid-triterpenoid, flavonoid,
tanin, saponin dan glikosida (Ramadhani, 2014).
Aktivitas insektisida dari metabolit sekunder pada daun dan biji pepaya
yang bersifat toksik seperti saponin, flavonoid, dan triterpenoid (Wahyuni, 2014).
Alkaloid karpain mekanisme kerjanya menghambat proses metabolisme tubuh
pada ulat, merintangi hormon pertumbuhan, dan mencerna protein dalam tubuh
ulat lalu merubahnya menjadi derivat pepton yang menyebabkan ulat kekurangan
makanan dan akhirnya mati (Utomo, 2010). Saponin adalah racun yang bersifat
polar, larut dalam air, dan ketika masuk ke dalam tubuh ulat akan menyebabkan
hemolisis di pembuluh darah, juga menghambat metamorfosis, pembentukan kulit
8
ulat, yang akan menyebabkan ulat mati (Suirta, 2007). Flavonoid bekerja sebagai
racun perut yang menurunkan nafsu makan ulat yang menyebabkan ulat tidak
dapat merasakan rangsangan makanan sehingga ulat akan mati kelaparan
(Cahyadi, 2009). Triterpen adalah senyawa yang bersifat toksik akut ketika
diaplikasikan secara topikal atau ketika bercampur dengan air. Triterpenoid
menyebabkan penurunan makan dan peningkatan kematian pada ulat (Wahyuni,
2014).
2.4.2 Toksisitas Subakut
Uji toksisitas ini dilakukan dengan memberikan bahan uji berulang-ulang,
biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih
10% dari masa hidup hewan, yaitu tiga bulan untuk tikus dan satu atau dua tahun
untuk anjing. Meskipun demikian, beberapa peneliti menggunakan jangka waktu
yang lebih pendek, misalnya pemberian zat selama 14 dan 28 hari (Lu, 1995).
Pengamatan yang perlu dilakukan pada toksisitas subakut meliputi:
a. Berat badan dan konsumsi makan
Kedua hal tersebut harus diukur setiap minggu. Berkurangnya
pertambahan berat badan merupakan indeks efek toksik yang sederhana namun
sensitif. Konsumsi makanan merupakan indikator yang berguna sebab bila
konsumsi makanan berkurang dapat menimbulkan efek yang mirip atau
memperberat manifestasi toksik zat kimia.
b. Pengamatan umum
Hal yang diamati adalah penampilan, perilaku, dan semua abnormalitas.
Hewan yang mati atau sakit dipisah dari kandang untuk diperiksa secara umum
dan kalau mungkin secara mikroskopik.
c. Uji laboratorium
Pemeriksaan hematologik mencakup hematokrit, hemoglobin,
penghitungan leukosit total dan penghitungan jenis leukosit. Uji laboratorium
klinik mencakup glukosa darah puasa, SGOT, SGPT, alkali fosfatase, protein
total, albumin, globumin, dan unsur-unsur seperti natrium, kalium, kalsium, dan
klorit. Sedangkan urinalis mencakup warna, berat jenis, protein, glukosa, keton,
unsur berbentuk kristal dan benda amorf (Lu, 1995).
9
2.5 Morfologi dan Klasifikasi Mencit
Hewan uji mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia, yang
paling sering digunakan dalam penelitian uji toksisitas, sehingga budidaya
mencit (Mus musculus) sangat berkembang, mencit pun peka terhadap perubahan
lingkungan. Kriteria hewan uji tersebut tersedia luas, baik di budidaya di
laboratorium maupun alam, dapat dipelihara dengan baik, memiliki riwayat
genetik. Maka dari itu hewan tersebut cocok dijadikan sebagai hewan uji dalam
penelitian.
Gambar 4. Morfologi hewan uji Mencit (Mus musculus)
Mencit (Mus musculus) secara umum memiliki ciri-ciri tekstur rambut
lembut dan halus, bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan silindris agak
membesar kebelakang warna rambut putih, mata merah, ekor merah muda dan
berat badan dewasa 25-40 g (betina), 20-40 g (jantan). Mus musculus banyak
digunakan sebagai hewan uji dalam percobaan di dalam laboratorium dengan
beberapa alasan, diantaranya adalah struktur anatomi mencit hampir sama dengan
struktur anatomi manusia selain itu juga perkembangbiakan mencit yang sangat
cepat, disertai siklus hidup yang relatif pendek sehingga memudahkan peneliti
dalam mendapatkannya (Moriwaki, Shiroishi & Yonekawa 1994). Mus musculus
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Class; Mamalia, Ordo; Rodentia, Famili;
Muridae, Genus; Mus, Species; Musculus (Arrington, 1972).
2.6 Hati Mencit
2.6.1 Anatomi dan Fisiologi Hati pada mencit
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar 1.500 g.
Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya.
Permukaan superior adalah cembung, terletak di bawah kubah kanan diafragma
10
dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap
ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati mempunyai dua lobus utama,
kanan dan kiri pada mencit. Lobus kanan dibagi segmen anterior dan posterior
oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi
menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme berjalan dari hati
ke diafragma dan dinding depan abdomen (Price & Wilson, 1995).
Dasar unit fungsional hati adalah lobulus hati yang merupakan struktural
silindris dengan panjang beberapa milimeter dan garis tengah 0.8-2 mm. Hati
mencit mengandung 50.000-100.000 lobulus. Dalam septa juga terdapat venula
porta kecil yang menerima darah terutama dari vena saluran pencernaan melalui
vena porta, dari venula ini darah mengalir ke sinusoid hati gepeng dan bercabang
yang terletak diantara lempeng-lempeng hati dan kemudian masuk vena sentralis.
Dengan demikian, sel hati terus menerus terpapar dengan darah vena porta. Selain
vena porta, juga ditemukan arteriol hati di dalam septum interlobularis. Arterol ini
menyuplai darah arteri ke jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan dan
banyak arteriol kecil juga mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering pada
sepertiga jarak ke septum interlobularis (Guyton & Hall, 2007).
Sinusoid vena dibatasi oleh dua jenis sel yaitu sel endotel dan sel kupffer
besar yang merupakan makrofag jaringan (sel retikoloendotel), yang mampu
menjaga fagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus.
Lapisan endotel sinusoid vena mempunyai pori yang sangat besar, beberapa
dianataranya berdiameter hampir satu mikrometer. Di bawah lapisan ini terletak
diantara sel endotel dan sel hepar, terdapat ruang jaringan yang sangat sempit
yang disebut ruang disse. Jutaan ruang disse kemudian menghubungkan pembuluh
limfe di dalam septum interlobularis. Oleh karena itu, kelebihan cairan di dalam
ruang ini dikeluarkan melalui cairan limfatik (Guyton & Hall, 2007).
2.6.2 Fungsi Hati
Hati merupakan organ parenkim terbesar dan menduduki urutan pertama
dalam hal jumlah, kerumitan, dan ragam fungsi. Hati sangat penting untuk
mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi metabolik tubuh
dan bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas yang berbeda. Penelitian pada
11
hewan coba, bahwa pengambilan 80-90% parenkim hati, hewan masih dapat
menunjukkan fungsi hati yang normal. Sehingga untuk menghabiskan daya
cadangan ini, diperlukan penyakit yang mengenai seluruh parenkim hati (Robbin
& Kumar, 1995). Hati merupakan kelenjar tubuh terbesar dan memiliki
multifungsi komplek, diantaranya adalah: 1. Fungsi vaskular untuk menyimpan
darah, 2. Fungsi metabolisme, 3. Fungsi ekskresi, 4. Fungsi proteksi, 5. Fungsi
detoksifikasi.
2.6.3 Tes Gangguan Hati
Mengetahui gangguan fungsi organ tubuh dapat ditentukan melalui tes
laboratorium atau diagnosa dengan pemeriksaan jaringan. Tes laboratorium untuk
evaluasi penyakit hati pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi:
1. Diagnosis terhadap hasil ekskresi dan sekresi dari hati
2. Diagnosis terhadap fungsi biokimia yang spesifik
2.6.4 Parameter Kerusakan Hati
Apabila jaringan hati normal diamati secara mikroskopik, maka akan
terlihat penampang jaringan organ yang kompak. Penggunaan pewarnaan
Hematoxylin Eosin metode Harris, maka akan tampak sel-sel tersusun teratur
radial, inti sel berwarna biru dan sitoplasma berwarna merah.
Tanda-tanda kerusakan hati yang dapat diamati secara mikroskopis adalah
degenerasi. Degenerasi merupakan perubahan morfologi sel akibat dari luka yang
tidak mematikan (non letal injury) yang bersifat reversibel. Reversibel karena
apabila rangsangan yang menimbulkan cidera dapat dihentikan, maka sel akan
kembali seperti semula. Tetapi apabila berjalan terus menerus dan dosis
berlebihan, maka akan mengakibatkan nekrosis atau kematian sel yang tidak dapat
pulih kembali (Robbins & Kumar, 1995)
2.7 Enzim
2.7.1 Sifat Umum Enzim
Enzim berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan mempunyai sifat yang
sangat khas. Sebagian besar reaksi kimia dalam sel hidup akan terjadi sangat
12
lambat jika tidak dikatalisa oleh enzim (Wilson, 1982). Dalam jumlah yang sangat
kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak
terjadi penyimpanan-penyimpanan hasil akhir reaksinya. Enzim akan kehilangan
aktivitasnya akibat panas, asam atau basa kuat dan pelarut organik yang bisa
menyebabkan denaturasi protein (Girinda, 1986). Pada keadaan patologis tertentu
kadar enzim dalam serum dapat digunakan sebagai parameter diagnostik yang
penting (Wilson, 1982).
2.7.2 Enzim SGOT dan SGPT
Transminase adalah sekelompok enzim dan bekerja sebagai katalisator
dalam proses pemindahan gugusan amino antara suatu asam alfa amino dengan
asam alfa keto (Page, 1997). Enzim Serum Glutamat Oxaloasetat Transminase
(SGOT) terdapat dalam sel-sel organ tubuh, yang terbanyak pada otot jantung, sel-
sel hati, otot ginjal dan pankreas. Bila jaringan tersebut mengalami kerusakan
yang akut, kadarnya dalam serum meningkat. Kadar yang meningkat terdapat
pada hepatoseluler nekrosis atau infark miokard (Hadi, 2002).
Prinsip reaksi penentuan kadar enzim SGOT adalah Glutamat
Oksaloasetat Transminase mengkatalisis reaksi antara asam α-ketoglutarat dengan
asam L-aspartat menghasilkan suatu asam oksaloasetat dan asam L-glutamat.
Asam oksaloasetat yang terbentuk, dengan adanya MDH, akan direduksi menjadi
asam malat, bersamaan dengan itu NADH menjadi NAD+. NADH diabsorbsi
pada panjang gelombang 340 nm. Kecepatan penurunan absorbsi pada panjang
gelombang tersebut sebanding dengan aktivitas Serum Glutamat Oxaloasetat
Transminase (SGOT) (Amadea, 1987).
Enzim Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) banyak terdapat
dalam sel-sel jaringan tubuh dan sumber utama adalah sel-sel hati, sedang dalam
jantung dan otot-otot skelet agak kurang jika dibandingkan dengan GOT. Kadar
dalam serum meningkat terutama pada kerusakan dalam hati jika dibandingkan
dengan GOT (Hadi, 2002). Prinsip reaksi penentuan kadar enzim SGPT adalah
Glutamat Piruvat Transaminase mengkatalisis reaksi antara α-ketoglutarat dengan
L-alanin menghasilkan suatu asam piruvat dan asam L-glutamat. NADH
diabsorbsi pada panjang gelombang 340 nm (Amadea, 1987).
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Oktober 2019 di Rumah
Hewan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah dan Pusat Laboratorium
Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu ekstrak biji pepaya dua varietas pepaya
yaitu ‘Bangkok’ yang didapatkan dari pertanian rakyat Sukabumi dan
‘California’ dari pertanian rakyat Bogor, akuabidestillata steril, alkohol 70%, es
batu, CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) 1%, 28 ekor mencit jantan dewasa
berumur 12 minggu yang didapatkan dari perternakan mencit Pamulang,
makanan dan air minuman mencit, sekam mencit, reagent SGOT dan SGPT
merk reiged.
Alat yang digunakan meliputi timbangan analitik, timbangan manual,
glinder, inkubator, alat sentrifugasi, spektrofotometri uv-vis, homogenizer,
erlenmeyer, hot plate, gelas ukur, micropipet 100 microlite dan 1000 microlite,
vortex, batang pengaduk, kandang mencit ukuran 120 x 40 cm, botol minum
mencit, jarum gavage, mikrotube 1,5 mL, tip yellow dan blue, syiringje 1 mL,
coolbox, pipa kapiler, 1 set alat bedah, beaker glass, botol kaca.
3.3 Rancangan Percobaan
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian toksisitas
subakut untuk hewan uji mencit adalah RAK. Penelitian terhadap 28 mencit
jantan dewasa, usia 12 minggu, berat badan 29-40 g yang dibagi secara acak
menjadi 1 kelompok kontrol, 3 kelompok perlakuan ekstrak biji pepaya
‘California’ dan 3 kelompok perlakuan ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ dan
masing-masing kelompok terdiri 4 ekor mencit. Pada masing-masing kelompok
perlakuan mencit dipaparkan ekstrak tersebut dengan konsentrasi 4, 6, dan 8 %
(b/v) yang dilarutkan menggunakan CMC 1%.
14
3.4 Desain Penelitian
Gambar 5. Desain penelitian toksisitas subakut ekstrak biji pepaya varietas
‘California’ dan ‘Bangkok’ pada SGPT dan SGOT mencit swiss
webster
15
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Ekstraksi Biji Pepaya „California‟ dan „Bangkok‟
Biji pepaya yang telah dikumpulkan sebanyak 20 kg dibersihkan dari
kulit arinya, selanjutnya dicuci dibawah air mengalir sampai bersih, ditiriskan,
lalu dikeringkan. Sampel yang telah kering dibuat dalam bentuk serbuk dengan
menggunakan glinder. Kemudian serbuk dicampurkan dengan pelarut CMC
(Carboxyl Methyl Cellulose) 1% (Gunawan & Mulyani, 2004).
3.4.2 Persiapan Hewan Uji
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit
jantan (Mus musculus) Swiss Webster yang didapatkan dari perternakan mencit
pamulang, yang berumur 12 minggu, berat badan 29-40 g. Mencit dipelihara di
ruang pemeliharaan rumah hewan, Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang diberi penerangan dari pukul 16.00-05.00 WIB
sedangkan dari pukul 05.00-16.00 diterangi sinar matahari dan ditempatkan
pada suhu ruang pada setiap harinya. Mencit diletakkan pada kandang yang
terbuat dari plastik dan pada bagian alas kandang diberi sekam. Pada bagian
atas tutup kandang terbuat dari kawat. Pada tutup terdapat lubang yang
berfungsi untuk memasukkan ujung botol minum. Seluruh kandang
ditempatkan pada satu rak diruang pemeliharaan hewan.
Kandang dibersihkan setiap tiga hari sekali dengan mencuci dan
mengganti sekam, sedangkan botol minum dibersihkan setiap 2 minggu sekali.
Mencit diberi pakan 5 g perhari sedangkan air minum diberikan secara ad
libitum. Pakan yang diberikan adalah pakan anak babi 551.
3.4.3 Penentuan Konsentrasi yang digunakan untuk Mencit (Mus
musculus)
Pada penelitian ini konsentrasi ekstrak biji pepaya ‘California’ dan
‘Bangkok’ diperoleh dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019) didapat sebesar konsentrasi 4, 6, dan 8%
(b/v) dalam larutan CMC 1 %.
16
3.4.4 Uji Toksisitas Subakut pada Mencit (Mus musculus)
Mencit dibagi secara acak yaitu tiga kelompok perlakuan yang
diberikan ekstrak biji pepaya ‘California’ tiga kelompok perlakuan diberikan
biji pepaya ‘Bangkok’ dan 1 kelompok perlakuan diberikan CMC 1% saja
sebagai kontrol. Mencit yang telah didistribusikan diletakkan pada masing-
masing kandang. Kemudian pada ekor mencit masing-masing kelompok
diberikan tanda dengan menggunakan spidol pada ekornya, misalnya strip 1
(1coretan) untuk individu ke 1 dan seterusnya. Kemudian setelah itu untuk
masing-masing kandang diberikan tanda sesuai dengan konsentrasi yang akan
didedahkan.
Mencit dilakukan penimbangan berat badan setiap harinya, kemudian
mencit didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ dengan
konsentrasi 4, 6, dan 8 % (b/v) yang telah dicampurkan pelarut CMC 1%
dengan cara gavage dengan cara diarahkan kebagian rongga mulut
menggunakan jarum gavage tegak lurus sampai masuk ke dalam lambung.
Tepatnya daerah pendedahan ditandai dengan lancarnya jarum gavage saat
masuk ke lambung. Pendedahan dilakukan setiap hari selama 28 hari, setelah
mencit didedahkan larutan ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’
kemudian dilakukan pengamatan kondisi fisik mencit (Mus musculus) seperti
kulit dan rambut, mata dan mukosa, pernafasan, aktivitas motorik, tremor,
salivasi, diare, letargi (terseret-seret).
3.4.5 Pengamatan Fisik Mencit (Mus musculus)
Pada pengamatan kondisi fisik mencit hal pertama yang dilakukan
adalah mengamati setiap kelompok mencit setelah didedahkan ekstrak biji
pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% (b/v).
Semua kelompok perlakuan diamati setiap hari selama 28 hari. Fisik yang
diamati, seperti kulit dan rambut, mata dan mukosa, pernapasan, aktivitas
motorik, tremor, salivasi, diare, dan letargi (terseret-seret).
17
3.4.6 Uji Aktivitas Enzim SGOT dan SGPT
Uji Serum Glutamat Oxaloasetat Transminase (SGOT) dan Serum
Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) dilakukan dengan cara mengambil
darah mencit melalui vena jungularis yang terdapat pada sekitar areal mata
menggunakan pipa kapiler dan ditampung pada tabung mikro yang telah
disterilisasi. Darah yang diperoleh disentrifus pada kecepatan 4000 rpm selama
10 menit (Safwan et al., 2017). Lapisan serum diambil sebanyak 100 mikrolit
untuk pengukuran aktivitas Serum Glutamat Oxaloasetat Transminase (SGOT)
dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT). Serum yang didapatkan
dimasukkan ke dalam mikrotube baru yang telah disterilisasi dan dibawa ke
suhu kamar (15-300C). Diatur spektrofotometer ke 0 (nol) menggunakan air
suling dengan panjang gelombang 340 nm. Sampel serum diambil sebanyak 50
mikrolit, reagent 1 sebanyak 400 mikrolit dan reagent 2 sebanyak 100 mikrolit
kemudian dicampur dan inkubasi 370C. Setelah 60 detik, dibaca dan dicatat
absorbansinya. Pembacaan absorbansi diulangi tepat setelah 1, 2 dan 3 menit.
Hasil data diperoleh dan diolah dengan menghitung perbedaan absorbansi rata-
rata per menit (Abs/Min). Hasil abs/menit yang didapat dikalikan dengan faktor
1746 (faktor untuk SGOT) sedangkan SGPT dengan faktor 1768 yang akan
menghasilkan hasil dalam U/L (Bergmeyer, Horder & Rej, 1986).
3.4.7 Pembedahan dan Pengamatan Organ Viseral Mencit (Mus
musculus)
Sebelum pembedahan mencit harus dimatikan terlebih dahulu dengan
cara dislokasi pada bagian leher mencit menggunakan alat tumpul untuk
menekan bagian leher, sedangkan bagian ekor mencit ditarik sampai mencit
tidak bergerak atau mati. Setelah mencit mati dilakukan pembedahan dengan
menggunakan gunting bedah dimulai dari bagian anus. Organ viseral yang
diamati adalah jantung, paru-paru, lambung, usus, hati pankreas, ginjal, limpa.
Organ tersebut diberi alas alumunium foil kemudian ditimbang. Setelah
ditimbang organ viseral tersebut diamati secara makroskopis. Organ viseral
dibandingkan dengan kontrol dengan melihat dari warna organ.
18
3.5 Analisis Data
Data Serum Glutamat Oxaloasetat Transminase (SGOT) dan Serum
Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) yang telah diperoleh kemudian diolah
dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 25.0 for
windows dengan menggunakan uji Parametrik Anova. Uji ini untuk mengetahui
adanya perbedaan antar perlakuan konsentrasi.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Toksisitas Subakut
Uji toksisitas subakut dilakukan dengan pemberian ekstrak biji pepaya
varietas ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan variasi konsentrasi (0, 4, 6 dan 8
(%/b/v) pada mencit dewasa dengan berat 29-40 g. Menurut penelitian yang telah
dilakukan oleh Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019) pada uji antibakteri ekstrak biji
pepaya bahwa konsentrasi dari 4, 6 dan 8% efektif untuk menghambat mikroba.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Umana (2013) & Kanadi
(2019) bahwa uji toksisitas akut selama 96 jam dengan dosis tertinggi yaitu 5000
mg/kg b.b tidak didapatkan adanya kematian mencit dan perubahan perilaku pada
hewan uji mencit. Namun dalam uji toksisitas subakut dengan pemberian ekstrak
biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8 % (b/v)
selama 28 hari tidak ditemukan adanya kematian serta perubahan kondisi fisik
pada mencit, dapat dilihat pada (Tabel 1), sehingga di nilai LD50 dikatakan 0
karena tidak ada dosis letal.
Maka penelitian ini dilakukan uji lanjut dengan pengujian Serum Glutamat
Oxaloasetat Transminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase
(SGPT) pada mencit melalui pengambilan darah lewat vena jungalaris untuk
mengetahui derajat kerusakan yang mungkin ditimbulkan akibat pemberian
ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ dalam jangka waktu tertentu
dan peningkatan aktivitas enzim SGPT dan SGOT pada serum darah mencit.
4.2 Berat Badan Mencit
Berdasarkan hasil pengukuran berat badan pada Gambar 6 (ekstrak biji
pepaya ‘California’ dan Gambar 7 (ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’) bahwa
dihasilkan berat badan yang bervariasi pada setiap perlakuan. Pada semua
kelompok perlakuan dengan konsentrasi 4, 6 dan 8 % (b/v) menunjukkan hasil
semua berat badan mengalami peningkatan. Menurut BPOM (2014), mengatakan
bahwa parameter berat badan tersebut perlu dilakukan, dikarenakan berat badan
merupakan indikasi teringan untuk uji toksisitas.
20
Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan, seperti
yang telah dikatakan oleh Kahn dan Wein (1994) bahwa mencit jantan lebih
rentan terhadap zat-zat toksik dibandingkan mencit betina. Pemberian senyawa
pada hewan coba memiliki dosis maksimum (yaitu 5000 mg/kg bb).
Gambar 6. Berat badan mencit selama 28 hari yang telah didedahkan ekstrak biji
pepaya ‘California’
Gambar 7. Berat badan mencit selama 28 hari yang telah didedahkan ekstrak biji
pepaya ‘Bangkok’
Berdasarkan parameter berat badan yang telah didedahkan ekstrak biji
pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6 dan 8% menunjukkan
bahwa pada hari ke-1 hingga hari ke-28 pada semua kelompok perlakuan
mengalami penambahan berat badan, maka penelitian ini menandakan bahwa
hewan uji tersebut tidak adanya sakit atau derita setelah pemberian ekstrak biji
pepaya dari kedua varietas tersebut. Walaupun berat badan mencit mengalami
33
34
35
36
37
38
39
40
0 4 6 8
Ber
at
Ba
da
n (
g)
Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'California' (%)
Hari ke-
1 2 3 4
5 6 7 8
9 10 11 12
13 14 15 16
17 18 19 20
21 22 23 24
25 26 27 28
34
34,5
35
35,5
36
36,5
37
37,5
38
0 4 6 8
Ber
at
Bad
an
(g)
Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'Bangkok' (%)
Hari ke-
1 2 3 4
5 6 7 8
9 10 11 12
13 14 15 16
17 18 19 20
21 22 23 24
25 26 27 28
21
peningkatan pada semua kelompok tetapi masih dalam kisaran range 20%,
sehingga berat badan tersebut masih dapat digunakan dalam parameter uji
toksisitas.
Pada pengamatan berat badan setelah didedahkan ekstrak biji pepaya
‘California’ maupun ‘Bangkok’ didapatkan hasil yang selalu meningkat dengan
semakin tingginya konsentrasi yang digunakan. Hal ini diduga dalam hasil uji
GC-MS menurut Awaliah, Fitri dan Radiastuti (2019) bahwa ekstrak biji pepaya
dari dua varietas yang berbeda tersebut terdapat kandungan senyawa aktif yang
bersifat toksik seperti alkaloid dan senyawa lainnya, yaitu endosper biji pepaya
sebagai cadangan glukosa yang dapat memacu terjadinya peningkatan berat badan
mencit, adapun faktor lain yang menyebabkan terjadinya peningkatan adalah
pemberian pakan atau nutrien yang terdapat dalam pakan mencit.
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) mengatakan bahwa kondisi
yang mengindikasikan hewan mengalami sakit atau derita umumnya saat berat
badan yang telah menurun lebih dari 20% dibandingkan dengan hewan kontrol,
atau berat badan yang telah menurun lebih dari 20% selama periode 7 hari atau
lebih biasanya disertai dengan konsumsi makan yang menurun. Pertumbuhan
mencit ada dua fase yaitu fase tumbuh cepat saat laju pertambahan bobot badan
mencit meningkat tajam, dan fase yang kedua yaitu fase tumbuh lambat saat laju
pertambahan bobot badan mulai menurun sampai menjadi nol yaitu hewan telah
mencapai dewasa tubuh. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa
rata-rata pertambahan bobot badan seekor mencit adalah 1 g/ekor/hari.
Menurut penelitian (Siburian, Marlina & Johari, 2008) menyatakan
pemberian ekstrak biji pepaya dengan dosis 50 mg kg/BB, 75 mg kg/BB dan 10
mg kg/BB pada mencit betina selama 10 hari pada tahap pracopulasi tidak
berpengaruh nyata terhadap berat badan. Kurva pertumbuhan mencit berbentuk
sigmoid dan cenderung mengalami peningkatan yang cepat (akselerasi) pada umur
21-42 hari karena pada saat itu mencit mulai memasuki masa dewasa kelamin dan
mengalami penurunan sesaat kemudian meningkat kembali hingga memasuki
umur 54 hari. Pada umur 54-57 hari mencit memasuki umur dewasa tubuh,
dimana pertumbuhannya sudah mulai konstan dan sedikit mengalami peningkatan
(Pribadi, 2008). Penambahan berat badan dapat digunakan sebagai kriteria untuk
22
mengukur pertumbuhan yaitu suatu proses yang sangat kompleks yang meliputi
pertambahan berat badan dan perkembangan semua bagian tubuh secara serentak
dan merata. Nilai pertambahan berat badan diperoleh melalui pengukuran berat
badan yang dilakukan secara berkala pada waktu tertentu.
4.3 Kondisi Fisik Mencit
Pengamatan makroskopis dengan paparan ekstrak biji pepaya ‘California’
dan ‘Bangkok’ yang didedahkan terhadap mencit tidak berpengaruh terhadap
parameter fisik seperti kulit dan rambut, mata dan mukosa, pernapasan, aktivitas
motorik, tremor, salivasi, diare, dan letargi.
Tabel 1. Kondisi fisik mencit setelah didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’
dan ‘Bangkok’ dosis 0, 4, 6 dan 8% (b/v)
Hari
ke-
Kulit
dan
rambu
t
Mata
dan
mukos
a
Pernapasa
n
Aktivita
s dan
motorik
Tremo
r
Salivas
i
Diare Letarg
i
1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0 0 0 0
13 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 0 0 0 0 0
23
15 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0
17 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0 0 0 0 0
19 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0
21 0 0 0 0 0 0 0 0
22 0 0 0 0 0 0 0 0
23 0 0 0 0 0 0 0 0
24 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 0 0 0 0 0 0 0
26 0 0 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 0 0 0 0 0
28 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan : 0: tidak ada gangguan/ kondisi fisik normal
1: Jumlah adanya gangguan kondisi fisik mencit
Berdasarkan hasil penelitian ini setelah pemberian ekstrak biji pepaya
‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% (b/v) selama 28 hari
didapatkan hasil yang menunjukkan normal, dan terlihat masih aktif pada semua
kelompok perlakuan pada pengamatan kondisi fisik. Hewan uji mencit tersebut
tidak ditemukan penyakit atau perubahan pada tubuh mencit jika dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang telah didedahkan CMC (Carboxyl Methyl
Celullose) 1%. Hal ini dikarenakan bahwa zat aktif yang terdapat pada ekstrak biji
pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ yang telah didedahkan setiap harinya
tidak menimbulkan kondisi fisik dengan dosis tersebut. Parameter fisik yang
ditunjukkan merupakan respon tubuh mencit terhadap adanya racun di dalam
tubuh.
Pada penelitian ini menggunakan pelarut CMC yang merupakan garam
natrium dari polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tidak kurang dari 6,5%
24
dan tidak lebih dari 9,5%, Natrium (Na) dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. CMC berupa serbuk atau granul berwarna putih sampai krem dan
bersifat higroskopik. CMC mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
koloidal (Direktorat Jendral Pengawasan Obat & Makanan RI, 1995). CMC
merupakan polimer semisintetik yang diperoleh dari substitusi parsial gugus
hidroksil dalam selulosa dengan gugus –OCH2COONa dan pelarutan dalam air,
CMC berupa cairan kental transparan (Mitsui, 1997). Menurut Fery (2006), bahwa
jumlah CMC yang diijinkan untuk bercampur dengan bahan lain adalah berkisar
dari 0.5 % sampai 3 %, untuk mendapatkan hasil optimum, maka dalam penelitian
ini menggunakan CMC 1%.
4.4 Kadar GOT dan GPT serum mencit
Pada hasil GOT dan GPT serum darah mencit setelah didedahkan ekstrak
biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ bahwa mengalami peningkatan pada
semua kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil
aktivitas enzim Serum Glutamic Oxalosetic Transaminase (SGOT) dan Serum
Glutamic Pyruvic Transminase(SGPT) pada penelitian ini ditampilkan pada
Gambar 8 (GOT biji pepaya ‘California’), Gambar 9 (GOT biji pepaya
‘Bangkok’), Gambar 10 (GPT biji pepaya ‘California’) dan Gambar 11 (GPT biji
pepaya ‘Bangkok’).
Gambar 8. Rata-rata kadar GOT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan ekstrak
biji pepaya ‘California’ selama 28 hari secara gavage
*54.51*
*90.21*
*113.49*
*139.68*
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4
Kad
ar
GO
T (
U/I
)
Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'California' (%)
SGOT
25
Gambar 9. Rata-rata kadar GOT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan ekstrak
biji pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari secara gavage
Gambar 10. Rata-rata kadar GPT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan ekstrak
biji pepaya ‘California’ selama 28 hari secara gavage
*54.51*
*128.04* *161.5* *178.96*
0
50
100
150
200
250
0 4 6 8
Kad
ar
GO
T (
U/I
)
Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'Bangkok' (%)
SGOT
43.65
57.46
75.14
*98.71*
0
20
40
60
80
100
120
0 4 6 8
Kad
ar
GP
T (
U/I
)
Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'California' (%)
SGPT
26
Gambar 11. Rata-rata kadar GPT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan ekstrak
biji pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari secara gavage
Berdasarkan hasil SGOT serum mencit setelah didedahkan ekstrak biji
pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ bahwa mengalami peningkatan pada
semua kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada
hasil uji Anova parameter SGOT menunjukkan bahwa pada semua konsentrasi 0,
4, 6 dan 8% didapatkan hasil yang signifikan atau berbeda nyata, dapat dilihat
pada (Lampiran 1). Hal ini menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji lanjut Tukey
pada perlakuan jenis pepaya dan konsentrasi berpengaruh pada semua kelompok
perlakuan dengan ditandai adanya peningkatan pada kadar SGOT serum darah
mencit dapat dilihat pada (Lampiran 2).
Berdasarkan hasil SGPT serum mencit setelah didedahkan ekstrak biji
pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ bahwa mengalami peningkatan juga pada
semua kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun
hasil uji Anova parameter SGPT menunjukkan bahwa hanya pada konsentrasi 8%
saja yang didapatkan hasil signifikan atau berbeda nyata. Sedangkan pada
konsentrasi 0, 4, dan 6% didapatkan hasil yang tidak signifikan, dapat dilihat pada
(Lampiran 3). Hal ini menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji lanjut Tukey pada
perlakuan jenis pepaya dan konsentrasi hanya berpengaruh pada konsentrasi
tertinggi saja yaitu 8% dengan ditandai adanya peningkatan pada kadar SGPT
serum darah mencit, dapat dilihat pada (Lampiran 4).
43.65 53.03 58.93
*85.45*
0
20
40
60
80
100
120
0 4 6 8
Kad
ar
GP
T (
U/I
Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'Bangkok' (%)
SGPT
27
Pada hasil peningkatan kadar SGOT maupun SGPT serum darah mencit
dapat disebabkan karena adanya senyawa-senyawa zat aktif yang bersifat toksik
pada ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ tersebut. Menurut
(Warisno, 2003) bahwa senyawa yang bersifat toksik atau racun adalah alkaloid.
Namun zat-zat aktif tersebut jika dikonsumsi dengan dosis yang yang tepat akan
bermanfaat bagi tubuh. Sedangkan jika dikonsumsi dengan dosis yang tidak tepat
diduga dapat menyebabkan efek toksik terhadap hati. Namun pada hasil uji GC-
MS ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ yang telah dilakukan oleh
Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019) bahwa golongan senyawa Dodecanoic acid
(HO2C (CH2) 10Me), Phenol, 2,4-bis, Methyl ester of Benzylcarbamic acid,
3,7,11,15-Tetramethyl-2-hexadecen-1 dapat berpotensi toksik terhadap hati,
dikarenakan senyawa tersebut tidak dapat larut dalam air.
Namun hasil tersebut walaupun mengalami peningkatan pada kadar SGOT
dan SGPT jika dibandingkan dengan ambang batas normal dinyatakan masih
aman untuk dikonsumsi, sehingga tidak berpotensi toksisitas pada hati. Menurut
Guyton dan hall (2007) bahwa aktivitas kadar normal enzim Serum Glutamic
Oxalosetic Transaminase (SGOT) sebesar 70-400 U/I dan Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) yaitu sebesar 25-200 U/I.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh (Safwan, 2017) mengenai uji
toksisitas subakut dengan parameter SGOT dan SGPT didapatkan hasil yang
menunjukkan bahwa pada hasil uji Anova tidak adanya perbedaan yang bermakna
untuk semua kelompok (p>0,05). Hasil ini menunjukkan perlakuan ekstrak biji
pepaya dengan dosis 50 mg/kg b.b, 500 mg/kg b.b dan 5000 mg/kg b.b tidak
berpengaruh pada aktivitas enzim SGOT dan SGPT pada mencit. Dari hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa toksisitas secara subakut tidak terjadi pada
ekstrak biji pepaya dilihat dari parameter SGOT dan SGPT.
Kerusakan hati dapat dinilai dengan terjadinya peningkatan kadar aktivitas
enzim SGOT dan SGPT dalam darah. Peningkatan kadar SGOT dan SGPT dapat
mencapai 20-100 kali di atas batas normal tertinggi apabila terjadi nekrosis pada
sel hati yang disebabkan oleh obat-obatan dan bahan toksis (Sacher, Ronald &
Richard, 2002). Terjadinya kerusakan pada hati disebabkan oleh gangguan
keseimbangan dari ion-ion, cairan atau produk-produk metabolisme seperti lemak
28
bebas maupun hasil penguraian dari membran fosfolipid. Pada keadaan tersebut
dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan cairan yang berupa
pembengkakan sel maupun degenerasi seluler (Evans & Butler, 1993).
Parameter yang digunakan pada penelitian toksisitas ini adalah aktivitas
kadar enzim SGOT dan SGPT untuk melihat adanya kerusakan hati. SGOT dan
SGPT atau aspartate aminotransferase (AST) merupakan sebuah enzim yang
biasanya terletak dalam sel-sel hati. Enzim ini akan dilepaskan menuju ke darah
ketika hati atau jantung rusak. Tingkat SGOT dan SGPT dalam darah signifikan
dengan tingginya kerusakan hati atau kerusakan jantung. Beberapa obat pun juga
dapat meningkatkan aktivitas SGOT dan SGPT. Pada jumlah kecil enzim ini
ditemukan pada otot jantung, ginjal dan otot rangka (Wibowo, 2008).
Secara farmakologik setiap zat aktif yang dimiliki oleh tumbuhan seperti
fenol, alkaloid, terpenoid, saponin yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami
proses farmakodinamik dan farmakokinetik. Biji pepaya yang dikomsumsi akan
melalui absorbsi di usus, di distribusikan ke seluruh tubuh untuk mengalami
proses metabolisme di hepar dan selanjutnya zat-zat yang tidak berbahaya di
ekskresikan melalui ginjal (Richard, 2002).
Sel hati menjadi organ yang sangat berpotensi mengalami peradangan atau
kerusakan sel hati pada umumnya ditunjukkan dengan peningkatan enzim
transminase seperti SGOT dan SGPT. Enzim dari detoksifikasi pada hati
menyebabkan enzim tersebut dapat digunakan sebagai parameter kerusakan hati.
Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat
Transminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak dan jumlahnya
meningkat di dalam darah, sehingga hal tersebut dapat dijadikan indikator
kerusakan hati (Ronald, 2004).
Fungsi hati yang tidak normal sering terindikasi terjadi kerusakan pada
hati, tetapi sebaliknya pada tes fungsi hati yang normal tidak selalu menunjukkan
hati dalam keadaan normal atau bebas dari penyakit. Karena pada kasus penyakit
hati kronis (menahun dan berjalan perlahan), dapat ditemukan kadar enzim SGOT
dan SGPT yang normal atau hanya sedikit meningkat. Kondisi ini sering
ditemukan pada kasus hepatitis B kronik atau hepatitis C kronik.
29
Enzim hati meningkat ketika sel-sel hati mengalami kerusakan yang masif,
sedangkan pada infeksi hati kronik (menahun), sel hati mengalami kerusakan
secara perlahan-lahan sehingga kenaikan SGOT dan SGPT tidak signifikan
bahkan terlihat normal. Salah satu indikasi kerusakan hati adalah pada aktivitas
SGOT dan SGPT, oleh karena itu pada penelitian ini diperlukan jenis pemeriksaan
lainnya seperti uji histologi (Kirsch, Robson & Meissner, 1991), tetapi dalam
penelitian ini uji histologi tidak dilakukan karena membutuhkan waktu yang
sangat lama.
4.5 Berat organ viseral mencit
Pada penelitian uji toksisitas subakut dengan pemaparan ekstrak biji
pepaya selama 28 hari kemudian pada hari ke-29 dilakukan uji SGOT dan SGPT
menggunakan spektrofotometer kemudian dilakukan uji lanjut dengan
pembedahan untuk melihat morfologi dan berat organ viseral pada mencit yang
telah didedahkan ekstrak biji pepaya dengan variasi konsentrasi 4, 6 dan 8 % (b/v)
serta pemberian CMC 0% (b/v) (kontrol). Hasil dari berat organ viseral tersebut
dapat dilihat pada (tabel 2 dan tabel 3 berat organ viseral atau berat badan),
sedangkan tabel pengamatan secara makroskopis morfologi dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 2. Berat organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak biji pepaya
‘California’ selama 28 hari Konsentra
si ekstrak
biji pepaya
„California
‟ (%)(b/v)
Organ viseral (g)
Hat
i
Ginjal Limpa Usu
s
Lambun
g
Pankrea
s
Jantung Paru
-
paru
0 1.18 0.49 0.12 2.45 0.25 0.16 0.13 0.15
4 1.52 0.41 0.07 3.45 0.47 0.29 0.12 0.11
6 1.41 0.38 0.05 2.58 0.33 0.26 0.12 0.13
8 1.52 0.41 0.07 3.47 0.47 0.29 0.12 0.13
30
Tabel 3. Berat organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak biji pepaya
‘Bangkok’ selama 28 hari Konsentra
si ekstrak
biji pepaya
„Bangkok‟
(%)(b/v)
Organ viseral (g)
Hati Ginjal Limpa Usus Lambun
g
Pankrea
s
Jantun
g
Paru
-paru
0 1.18 0.49 0.12 2.45 0.25 0.16 0.13 0.15
4 2.00 0.68 0.16 2.12 0.49 0.20 0.18 0.23
6 1.77 0.45 0.11 2.47 0.40 0.34 0.22 0.21
8 2.00 0.57 0.13 3.50 0.58 0.20 0.22 0.19
Berdasarkan hasil tabel 2 dan tabel 3 bahwa berat organ viseral setelah
dipaparkan ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun Bangkok selama 28 hari
menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari masing-masing kelompok perlakuan.
Namun pada pengamatan ini jika dikaitkan dengan organ hati mencit bahwa
menunjukkan hasil rata-rata berat hati hewan uji pada semua kelompok perlakuan
tersebut masih dalam kisaran yang normal. Menurut Rogers dan Renee (2012),
bahwa berat hati mencit berkisar antara 1,5-2 g, maka hasil tersebut menandakan
bahwa tidak adanya pengaruh dari pemberian ekstrak biji pepaya ‘California’
maupun ‘Bangkok’ terhadap kerusakan organ-organ viseral mencit.
Namun jika dilihat pada hasil berat organ viseral ginjal didapatkan hasil
yang masih dalam batasan normal. Menurut Price et al. (2006) mengatakan bahwa
berat ginjal normal mencit berkisar antara 1-1,5 g. Ginjal merupakan organ yang
berperan penting di dalam tubuh, selain hati yang menjadi organ sasaran dalam uji
toksisitas namun ginjal juga merupakan organ sasaran toksik karena ginjal
merupakan organ ekskresi yang dilewati oleh sebagian darah tubuh. Ginjal terdiri
dari glomerulus yang berperan dalam memfiltrasi darah yang masuk. Selanjutnya
terjadi proses absorbsi dan reabsorpsi di dalam tubulus proksimal dan distal yang
berakhir pada tubulus pengumpul sehingga menjadi zat-zat yang berbahaya bagi
tubuh akan di ekskresikan oleh ginjal.
Berdasarkan hasil berat organ viseral limpa mencit didapatkan hasil yang
masih dibawah normal setelah didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’ dan
31
‘Bangkok’ jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan ambang batas normal.
Menurut Bratawidjaja (2012) mengatakan bahwa berat normal limpa mencit
berkisar 0,5-1 g. Limpa merupakan tempat respon imun utama yang merupakan
saringan terhadap antigen asal darah. Namun pada hasil berat organ viseral
lainnya seperti jantung, paru-paru, lambung, usus, dan pankreas belum dapat
dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dikarenakan belum ada yang
melakukan penelitian terhadap organ viseral tersebut. Perubahan bobot, fisiologis,
dan morfologis hepar berkaitan dengan pakan yang dikonsumsi, kesehatan, dan
asupan zat toksik dalam tubuh hewan (Rust, 2002). Hasil ini menunjukkan bahwa
pemberian pakan dan bahan uji dengan konsentrasi yang diberikan tersebut diduga
tidak berpengaruh terhadap berat badan dan berat hati.
Tabel 4. Morfologi organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak biji pepaya
‘California’ dan ‘Bangkok’ selama 28 hari Organ Konsentrasi % (b/v)
0 4 6 8
Paru-
paru
Merah Segar Merah
Segar
Merah Segar Merah
Segar
Jantung Merah Hati Merah Hati Merah Hati Merah Hati
Lambung Putih
sedikit
kuning
Putih
sedikit
kuning
Putih sedikit
kuning
Putih
sedikit
kuning
Usus Putih Putih Putih Putih
Pankreas Putih sedikit
merah
Putih
sedikit
merah
Putih sedikit
merah
Putih
sedikit
merah
Ginjal Merah hati
segar
Merah hati
segar
Merah hati
segar
Merah hati
segar
Limpa Merah tua Merah tua Merah tua Merah tua
Hati Merah hati Merah hati Merah hati Merah hati
32
Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis pada tabel 4 bahwa
terlihat tidak adanya perbedaan warna pada seluruh organ viseral mencit
khususnya pada warna hati setelah didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’
dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% jika dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Pada hati mencit berwarna merah hati, hal ini menunjukkan
bahwa warna hati tersebut normal tidak ada kerusakan atau kelainan pada hati
mencit. Pada pengamatan ini hati merupakan organ utama yang menjadi target
akumulasi ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’. Akumulasi dapat
terjadi karena ekstrak biji pepaya membentuk senyawa kompleks dengan zat-zat
organik dalam tubuh (Ratnaningsih, 2004).
Hati merupakan organ ekskresi yang berfungsi untuk mendetoksifikasi zat-
zat toksik sehingga adanya sehingga adanya kerusakan hati merupakan petunjuk
apakah suatu zat itu bersifat toksik atau tidak. Jika hati terus menerus terpapar
obat dan zat kimia dalam jangka panjang maka sel-sel pada hati dapat mengalami
perubahan terutama pada sel hepatosit seperti degenerasi nekrosis hati yang dapat
menurunkan kemampuan regenerasi sel sehingga menyebabkan kerusakan
permanen sampai kematian sel (Anggraini, 2008). Namun dalam penelitian ini
hasil menunjukkan tidak ada berbeda antara kelompok kontrol dengan perlakuan,
hal ini berarti pemberian ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ tidak
mengganggu metabolisme lemak di hati sehingga tidak ditemukannya sel hati
yang mengalami degenerasi hidropis diduga pemberian ekstrak biji pepaya
tersebut tidak menyebabkan akumulasi cairan di dalam sel karena degenerasi
hidropis disebabkan oleh adanya akumulasi cairan akibat kegagalan sel dalam
mempertahankan homeostasis (Underwood, 1992).
Degenerasi hidropis merupakan kerusakan sel yang terjadi karena adanya
sel-sel yang sifatnya reversible tetapi apabila sel-sel yang mengalami degenerasi
hidropis tidak dapat memperbaiki dirinya maka dapat berakibat pada nekrosis
(Suyanti, 2008). Menurut Rianah (2014), sel-sel hati dapat memperbaiki dirinya
secara fisiologis dan menggantikannya dengan sel baru.
33
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Pemberian ekstrak biji pepaya California dan Bangkok selama 28 hari
dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% (b/v) tidak berpengaruh pada berat badan
mencit, kondisi fisik mencit, dan organ viseral mencit.
2. Pemberian ekstrak biji pepaya California dan Bangkok dapat
meningkatkan kadar SGPT dan SGOT dengan konsentrasi 4, 6, dan 8%
(b/v) jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, peningkatan ini
dikarenakan adanya kandungan senyawa Dodecanoic acid (HO2C (CH2)
10Me), Methyl ester of Benzylcarbamic acid, 3,7,11,15-Tetramethyl-2-
hexadecen-1 yang bersifat toksik. Namun peningkatan tersebut masih
dibawah ambang batas normal sehingga aman untuk dikonsumsi sebagai
bahan pengawet pangan.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian uji toksisitas kronik dan dilanjutkan dengan uji
histologi untuk mengetahui toksisitas bahan secara keseluruhan.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan perbedaan usia biji pepaya,
sehingga dapat diketahui biji pepaya yang lebih efektif untuk di
aplikasikan sebagai bahan pengawet pangan.
3. Perlu mengetahui konsentrasi yang tepat terlebih dahulu jika ingin
menggunakan biji pepaya sebagai bahan pengawet pangan, supaya tidak
memunculkan kenaikan GPT dan GOT di atas ambang batas normal.
4. Penelitian ini dapat dilanjutkan untuk menjadi produk suplemen minuman
dengan konsentrasi yang tepat.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D. R. (2008). Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hati dan
Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara (Thesis).
Amadea, J., Pesce, L., Kaplas, A. (1987). Methods in Clinical Chemistry. The
C.V. Mosby Company St. Louis, Washington DC. Toronto. P. 1062-1093.
Arrington, L. R. (1972). Introductory Laboratory Animal. The Breeding, Care
And Management of Experimental Animal Science. New York: The
Interstate Printers and Publishing, Inc.
Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019). Efektivitas Biji Pepaya dalam Menghambat
Bakteri. Islamic State University in Press: Jakarta.
Attouchi, M., & Sadok. (2010). The effect of powder ed thyme sprinkling on
quality changes of wild and farmed gilthead sea bream fi llets stored in ice.
Food Chem. 119, 1527-1534.
Bratawidjaja, K. G. (2012). Imunologi Dasar. Edisi ke 7. Gaya Baru: Jakarta.
Bergmeyer, H. U., Horder, M., & Rej, R. Approvedrecommendation. (1986).
On IFCC methods for the measurement of catalytic concentration of
enzymes. Part 2. IFCC method for aspartate amintransferase, J. Clin.
Chem. Biochem.
BPOM. (2014). Pedoman uji toksisitas nonklinik secara in vivo. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.7
Tahun 2014.
Cui, X., Fang, J.L., & Wang. (2007). Kinetic spectrophotometric method for
rapid determination of trace formaldehyde in foods. Anal. Chem. Acta,
590, 253-259.
Dikretorat Jendral Pengawasan Obat & Makanan RI. (1995). Farmakope
Indonesia. Jilid IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
pp, 95-98.
Evans, J. G., & Butler. (1993). Histopathology in Safty Evaluation.
Experimental Toxicology. The Basic Issue. 2 Edition. D. Anderson and
D.M. Conning (eds). Hartnolls Ltd., Bodmin, hal. 119.
Fan, W., Chi., & Zhang. (2008). The use of a teapolyphenol dip to extend the
shelf life of silvercarp (Hypophthalmicthys molitrix) during storagein ice.
Food Chem. 108, 148-153.
Fery, M. (2006). Pengaruh Konsentrasi Karboksil Metil Selulosa (CMC)
Terhadap Mutu Sirup Jambu Mete. Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik.
35
Girinda, A. (1986). Biokimia 1. Jakarta: Gramedia.
Gleasson, M. N. (1969). Clinical toxicology of commercial product. The
william and wilkins. Baltimore.
Gunawan, D., Mulyani, S. (2004). Farmakognosi. Jakarta: Swadaya.
Gusniar, A. B. (2019). Aplikasi Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.)
Varietas California dan Bangkok Sebagai Bahan Pengawet Daging Ayam
dan Udang. Islamic State University in Press: Jakarta.
Guyton, A. C & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.Jakarta:
EGC.
Hadi, S. (2002). Gastroenterology. Penerbit Alumni, Bandung. Hal. 402-420.
Kalie, M. B. (2008). Bertanam Pepaya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Kanadi, A. J., Alhassan, A. I., Ngwen, A. I., Yaradua, A., Nasir & Wudil.
(2019). Acute Toxicity Studies and Phytochemical Constituents of
Different Solvents Extracts of Carica papaya Seeds. Asian Journal of
Research in Botany.
Kirsch, R. S., Robsons and Meissner. (1991). A Pratical Guide to the Diagnosis
and management of Liver Disease, in Liver. Cape Town. South Africa.
Kusumawati. (2004). Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Larasaty & Wisya. (2013). Uji Antifertilitas Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur
Sprague Dawley Secara In Vivo. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
Laurence & Bacharach. (1964). Evaluation of Drug Activities
Pharmacometrics. 1th ed. Academic Press. London.
Lestari. (2017). Farmakologi Dasar. UB Press: Malang.
Lu, F. C. (1995). Toksikologi Dasar Edisi Dua. Jakarta: UI-Press.
Lu, F., Din.,Ye & Liu. (2010). Cinamon andnisin in alginate-calcium coating
maintain quality of fresh northern snakehead fish fi llet. LWT-Food Sci.
Tech. 43, 1331-1335.
Marlinda, M. (2012). Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas
Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana mill). Jurnal MIPA
UNSRAT ONLINE. Manado.
Martiasih, M. (2012). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Pepaya Terhadap
Escherichia coli dan Streptococcus pyogenesis. Yogyakarta. Fakultas
Teknologi Universitas Atma Jaya.
36
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Elsevier, Netherlands, 134-135, 479-
487.
Moniharpon., Soekarto & Nitibaskoro. (1993). Biji buah Atung (Parinarium
glaberimum HASSK) sebagai pengawet udang windu segar. Jurnal Pasca
Panen Perikanan, 56, 1-9.
Moriwaki, K. T., Shiroishi & Yonekawa. (1994). "Genetic in Wild Mice." Its
Aplication to Biomedical Research. Karger, Tokyo: Japan Scientific
Societies Press.
Nagai, T., Inoue., Kanamori., Suzuki & Nagashima. (2006). Characterization on
honeyfrom different floral sources. Its functionalproperties and effects of
honey species on storageof meats. Food Chem, 96, 256-262.
Nuswamarhaeni, S. D., Phihartini & Pohan. (1999). Mengenal buah unggul
Indonesia. Swadaya: Jakarta.
Oduola, T., Adeniyi, FAA., Ogunyemi, EO., Bello, IS., Idowu, To., and Subair.
(2007). Toxicity studies on an unripe Carica Papaya aqueous extract:
biochemical and haematological effects in wistar albino rats. Journal of
Medicinal Plants Research, 1(1), 1-4.
Oehlenschlager, J. (2010). Introduction-importanceof analysis in seafood and
seafood products, variability and basic concepts. In: Handbookof Seafood
and Seafood Product analysis. Editedby: Leo M.L. Nollet and Fidel
Todra. CRC Press.
Opara, L.U., Al-Jufaili and Rahman. (2007). Postharvest handling and
preservation of fresh shand seafood. In: Handbook of Food Preservation,
Rahman, M. S. ed. CRC Press, Boca Raton, FL, 151-202.
Page, D. S. (1997). Prinsip-Prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Price, A. S., & Wilson, M. L. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC. 426-430.
Paramveer, D., Chancal, M., Paresh, M., Rani, A., and Nema, R. K. (2010).
Effective alternative methods of LD50 help to save number of
experimental animals. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research,
2(6), 450-3.
Pribadi & Gutama, A. (2008). Penggunaan Mencit dan Tikus sebagai Hewan
Model Penelitian Nikotin.Skripsi. Bogor: IPB.
Price., Sylvia, A., Lorraine., & Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi " Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit". Edisi 4. Jakarta: EGC.
Purwaningdyah. (2015). Efektivitas Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.)
sebagai Antidiare pada Mencit yang Diinduksi Salmonella typhimurium.
Jurnal Pangan dan Agroindustri.
37
Putra, W. S. (2012). 68 Buah Ajaib Penangkal Penyakit. Yogyakarta: Katahati.
Quitral, V., Donoso., Ortiz., Herrera., Araya and Aubourg. (2009). Chemical
changes during the chilled storage of Chillean jack mackerel (Trachurus
murphyi): effect of a plant-extract icingsystem. LWT-Food Sci. Tech. 42,
1450-1454.
Ratnaningsih, A. (2004). Pengaruh Cadmium Terhadap Gangguan Patologik
pada Hati Tikus Percobaan. Jurnal Matematika, Sains Dan Teknologi.
Ridwan, E. (2013). Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian
Kesehatan. J. Indon Med Assoc. 63. Jakarta.
Robbins & Kumar. (1995). Buku Ajar Patologi 1. Edisi 4. Jakarta. EGC. 290-
293.
Rogers, A. B., Z. D., Renee. (2012). Comparative Anatomy and Histology: A
Mouse and Human Atlas. USA: Elsevier Inc, 193-196.
Rust, M. B. (2002). Nutritional Physiology. In: Halver, J. E., R.W. Hardy. Fish
nutrition. USA: Academic Press, 822.
Roller, S. (1995). The quest for natural antimicrobials asnovel means of food
preservation: Status reporton a European research project. Int. Biodete,
333-345.
Ronald, A., Sacher & Richard, A. (2002). Tinjauan Klinis. Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta: EGC.
Sacher., Ronald, A., & Richard, A. (2002). Tinjauan Klinis. Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta: EGC.
Safwan., Abdul, R. W., Ali, R. H., & Ni Nyoman, M. M. (2007). Toksisitas Sub
Akut Ekstrak Biji Pepaya Terhadap Aktivitas Enzim SGPT dan SGOT
Secara In Vivo. Farmasi. Universitas Muhammadiyah Mataram.
Satriyasa, B. K., & Pangkahila, W. (2010). Fraksi heksan dan fraksi metanol
ekstrak biji pepaya muda menghambat spermatogonia mencit (Mus
musculus). Denpasar-Bali. Farmakologi FK UNUD.
Siburian, J., Marlina & Johari. (2008). Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica
papaya L.) pada Tahap Pra copulasi terhadap Fungsi Reproduksi Mencit
(Mus musculus. L) Swiss Webster Betina. Laporan Penelitian. PS
Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Jambi.
Smith, B. J., & Mangkoewidjojo. (1988). Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia. Jakarta:
University Press.
Soemirat, J. (2003). Tolksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Sudarmono & Untung. (2014). Uji Keamanan Ekstrak Etanol Daun Mindi
38
(Melia azedarach I) Pada Tikus Galus Wistar Berdasarkan Dosis Letal 50
Serta Gambaran Histopatologi Hepar dan Ginjal. Jurnal Kesehatan
"Caring and Enthusiasm".
Suyanti, L. (2008). Gambaran Histologi Hati dan Ginjal Tikus pada Pemberian
Fraksi Asam Amino Non-Protein Lamtoro Merah (Acacia villosa) pada
Uji Toksisitas Akut. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
(Skripsi).
Ummah, W. (2012). Pengaruh Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan
Testosteron Undekanoat (TU) Terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus
musculus L.). (Skripsi) S1 FMIPA Universitas Sumatera Utara. Medan.
Umana, Uduak, E., Timbuak, J. A., Musa, S. A., Samuel, A., Joseph, H., &
Anuka, J. A. (2013). Acute and Chronic Hepatotoxicity and
Nephrotoxicity Study of Orally Administered chloroform extract of Carica
papaya Seeds in Adult Wistar Rats. International Journal of Scienctific
and Research Publication, vol, 3.
Underwood, A. L. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Warisno. (2003). Budidaya Pepaya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Wilson and Gosvold. (1982). Textbook of Organic Medicinal and
Pharmaceutical Chemistry in Deorge, RF. (Ed). Buku Teks Wilson dan
Gisvold: Kimia Farmasi dan Medisinal Organik. Lippincott Company,
Philadelphia-Toronta.
Yuniawati, M. & Purwanti, A. (2008). Optimasi Kondisi Proses Ekstraksi
Minyak Biji Pepaya. Journal Teknologi Tecnoscientia. Vol 1, No. 1. 75-
82.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Beda Menggunakan Metode Uji Parametik Anova Two
Way
1. Uji Parameter SGOT Serum Mencit Setelah didedahkan Ekstrak Biji Pepaya
California dan Bangkok
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SGOT
Source
Type III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corr