58
TOKSISITAS SUBAKUT EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya L.) VARIETAS CaliforniaDAN BangkokPADA HATI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER SENA YUNIA SAPUTRI PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1441 H

TOKSISITAS SUBAKUT EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50334...ke-29 darah mencit diambil melalui vena jungularis untuk diuji SGPT, SGOT

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • TOKSISITAS SUBAKUT EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica

    papaya L.) VARIETAS „California‟ DAN „Bangkok‟

    PADA HATI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER

    SENA YUNIA SAPUTRI

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2020 M/1441 H

  • TOKSISITAS SUBAKUT EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica

    papaya L.) VARIETAS „California‟ DAN „Bangkok‟ PADA

    HATI MENCIT (Mus musculus) SWISS WEBSTER

    SKRIPSI

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

    Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    SENA YUNIA SAPUTRI

    11150950000009

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2020 M/ 1441 H

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    ABSTRAK

    Sena Yunia Saputri. Toksisitas Subakut Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya

    L.) Varietas „California‟ dan „Bangkok‟ Pada Hati Mencit (Mus musculus)

    Swiss Webster. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan

    Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020.

    Dibimbing oleh Dr. Nani Radiastuti, M.Si. dan Indri Garnasih, M.Si.

    Biji pepaya memiliki rasa yang pahit, pedas dan beraroma menyengat

    sehingga biji pepaya kurang diminati untuk diolah. Biji pepaya yang banyak

    terbuang adalah biji pepaya varietas ‘California’ dan ‘Bangkok’. Biji pepaya dari

    kedua varietas tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, tetapi biji pepaya

    berpotensi sebagai bahan pengawet makanan yang ikut masuk ke dalam tubuh,

    oleh karenanya perlu di uji toksisitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui efek toksisitas subakut ekstrak biji pepaya ‘California’ dan

    ‘Bangkok’. Penelitian ini menggunakan 28 ekor mencit putih jantan, dibagi secara

    acak menjadi 3 kelompok diberi ekstrak ‘California’, 3 kelompok diberi ekstrak

    ‘Bangkok’ dan 1 kelompok diberi pelarut CMC 1% secara gavage dengan

    konsentrasi 4, 6, dan 8% (b/v). Perlakuan dilakukan selama 28 hari dan pada hari

    ke-29 darah mencit diambil melalui vena jungularis untuk diuji SGPT, SGOT

    serum, dan pembedahan untuk pengamatan organ viseral mencit secara

    makroskopis. Selama penyuntikkan mencit ditimbang berat badan dan diamati

    kondisi fisiknya. Hasil uji toksisitas subakut selama 28 hari dengan pemberian

    ekstrak tersebut tidak berpengaruh pada berat badan, kondisi fisik, dan organ

    viseral mencit. Namun pada data SGPT dan SGOT menunjukkan peningkatan

    pada semua kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol,

    tetapi peningkatan tersebut masih dibawah ambang batas normal sehingga aman

    untuk pengawet makanan.

    Kata kunci: Biji pepaya ‘California’; biji pepaya ‘Bangkok’; Toksisitas

    Subakut; SGPT; SGOT

  • vi

    ABSTRACT

    Sena Yunia Saputri. Subacute Toxicity of Papaya Seed Extract (Carica

    papaya L.) „California‟ and „Bangkok‟ Varieties in Swiss Webster Mice (Mus

    musculus) Hearts. Thesis. Biology Study Program. Faculty of Science and

    Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2020.

    Supervised by Dr. Nani Radiastuti, M.Sc. and Indri Garnasih, M.Sc.

    Papaya seeds have a bitter, spicy and aromatic aroma, so papaya seeds are

    less desirable to be processed. Papaya seeds that are wasted are ‘California’ and

    ‘Bangkok’ varieties of papaya seeds. Papaya seeds of the two varieties have not

    been used optimally, but papaya seeds have the potential as a food preservative

    that enters the body, therefore it needs to be tested for toxicity. This study aims to

    determine the effect of subacute toxicity of ‘California’ and ‘Bangkok’ papaya

    seed extracts. This study used 28 male white mice, randomly divided into 3

    groups given ‘California’ extract, 3 groups were given ‘Bangkok’ extract, and 1

    group was given gavage 1% CMC solvent with concentrations of 4, 6, and 8% (w

    / v). The treatment was carried out for 28 days and on the 29th day blood of mice

    was taken through the jungularis vein to be tested for SGPT, serum SGOT, and

    surgery for macroscopic observation of the visceral organs of mice. During the

    injection the mice weighed and their physical condition was observed. Subacute

    toxicity test results for 28 days by administering the extract had no effect on body

    weight, physical condition, and visceral organs of mice. However, the SGPT and

    SGOT data showed an increase in all treatment groups when compared to the

    control group, but the increase was still below the normal threshold making it safe

    for food preservatives.

    Keywords: „California’ papaya seeds; ‘Bangkok’ papaya seeds; Subacute

    toxicity; SGOT; SGPT

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sains. Salawat dan

    salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang

    membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang.

    Skripsi dengan judul “Toksisitas Subakut Ekstrak Biji Pepaya (Carica

    papaya L.) Varietas „California‟ dan „Bangkok‟ Pada Hati Mencit (Mus

    musculus) Swiss Webster” disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah

    dilaksanakan di Rumah Hewan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta dan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik karena adanya

    dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala

    kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M. Env. Stud. Selaku Dekan Fakultas Sains

    dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta

    dosen Penguji seminar proposal dan seminar hasil yang telah memberikan

    kritik dan saran yang membangun dalam proses penulisan skripsi.

    2. Dr. Priyanti dan Narti Fitriana, M.Si. selaku Ketua dan sekertaris Program

    Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta atas kerja sama dan bantuannya dalam adminstrasi

    akademik.

    3. Dr. Nani Radiastuti, selaku pembimbing I yang telah memberikan izin untuk

    melaksanakan penelitian di Rumah Hewan Fakultas Kedokteran Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pusat Laboratorium Terpadu

  • viii

    (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, memberikan

    bimbingan dan saran bermanfaat kepada penulis dalam proses penyelesaian

    skripsi.

    4. Indri Garnasih, M.Si. selaku pembimbing II yang telah memberikan ilmu,

    bimbingan, saran dan motivasi dalam pelaksanaan penelitian hingga

    penyusunan skripsi.

    5. Etyn Yunita, M.Si. selaku penguji seminar proposal dan seminar hasil yang

    telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam proses penulisan

    skripsi.

    6. Dr. Fahma Wijayanti dan Ardian Khairiah, M.Si. selaku dosen penguji sidang

    Munaqosyah yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam

    penulisan skripsi.

    7. Kepala Laboratorium Rumah Hewan Kedokteran dan Laboran Biologi Pusat

    Laboratorium Terpadu, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta atas kerja sama

    dan bantuan yang telah diberikan selama kegiatan penelitian.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih sangat banyak

    kekurangan, untuk itu penulis membuka diri terhadap kritik dan saran yang

    bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap skripsi ini dapat

    bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca sekalian.

    Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

    Jakarta, Januari 2020

    Penyusun

  • ix

    DAFTAR ISI

    Halaman

    LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................ ii

    LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................... iii

    LEMBAR PERNYATAAN ................................................................. iv

    ABSTRAK .......................................................................................... v

    KATA PENGANTAR ......................................................................... vii

    DAFTAR ISI ....................................................................................... ix

    DAFTAR TABEL ............................................................................... xi

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang .................................................................... 1

    1.2 Rumusan masalah ............................................................... 3

    1.3 Tujuan penelitian ................................................................ 3

    1.4 Manfaat penelitian .............................................................. 3

    1.5 Kerangka berpikir ............................................................... 4

    BABII TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Morfologi pepaya ‘California’ ............................................ 5

    2.2 Morfologi pepaya ‘Bangkok’ .............................................. 5

    2.3 CMC (Carboxyl Methyl Cellulose). ..................................... 6

    2.4 Toksisitas ........................................................................... 6

    2.5 Morfologi dan klasifikasi mencit......................................... 9

    2.6 Hati mencit ......................................................................... 9

    2.7 Enzim ................................................................................. 11

    BABIII METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat ............................................................. 13

    3.2 Bahan dan Alat ................................................................... 13

    3.3 Rancangan percobaan ......................................................... 13

    3.4 Desain Penelitian ................................................................ 14

  • x

    3.5 Cara Kerja .......................................................................... 15

    3.6 Analisis Data ...................................................................... 18

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Uji toksisitas subakut............................................................ 19

    4.2 Berat badan mencit................................................................ 20

    4.3 Kondisi fisik mencit ............................................................ 22

    4.4 Kadar GOT dan GPT serum ................................................ 23

    4.5 Berat organ viseral mencit .................................................. 28

    BABV KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan ........................................................................ 32

    5.2 Saran .................................................................................. 32

    DAFTAR PUSTAKA………………………………………………....... 33

    LAMPIRAN………………………………………………………......... 38

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Kondisi fisik mencit setelah didedahkan ekstrak biji

    pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi

    0, 4, 6, 8% (b/v) ...................................................................... 22

    Tabel 2. Berat organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak Biji

    pepaya ‘California’ selama 28 hari ......................................... 29

    Tabel 3. Berat organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak Biji

    pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari ........................................... 29

    Tabel 4. Morfologi organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak Biji

    pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ selama 28 hari ................. 30

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Kerangka berpikir ............................................................... 4

    Gambar 2. Pohon dan buah pepaya ‘California’ ................................... 5

    Gambar 3. Pohon dan buah pepaya ‘Bangkok’ ..................................... 6

    Gambar 4. Hewan uji mencit (Mus musculus) ...................................... 9

    Gambar 5. Desain penelitian ................................................................ 14

    Gambar 6. Berat badan mencit selama 28 hari setelah didedahkan

    ekstrak biji pepaya ‘California’ .......................................... 20

    Gambar 7. Berat badan mencit selama 28 hari setelah didedahkan

    ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ ............................................ 20

    Gambar 8. Rata-rata kadar GOT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan

    ekstrak biji pepaya ‘California’ selama 28 hari secara gavage.. 24

    Gambar 9. Rata-rata kadar GOT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan

    ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari secara gavage.. 24

    Gambar10. Rata-rata kadar GPT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan

    ekstrak biji pepaya ‘California’ selama 28 hari secara gavage.. 25

    Gambar 11. Rata-rata kadar GPT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan

    ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari secara gavage.. 25

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Uji parameter SGOT serum mencit setelah didedahkan

    ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ ................ 38

    Lampiran 2. Uji lanjut Tukey SGOT serum mencit setelah didedahkan ekstrak

    biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’……. ................... 39

    Lampiran 3. Uji parameter SGPT serum mencit setelah didedahkan

    ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ ................ 40

    Lampiran 4. Uji lanjut Tukey SGPT serum mencit setelah didedahkan

    ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ ................ 41

    Lampiran 5. Hasil GCMS ekstrak biji pepaya ‘California’ ................... 42

    Lampiran 6. Hasil GCMS ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ ..................... 43

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang banyak tersebar di

    berbagai negara tropis termasuk di negara Indonesia. Buah dari tanaman ini

    tergolong buah yang populer dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

    (Kalie, 2008). Biji pepaya memiliki rasa yang pahit, pedas dan beraroma

    menyengat menjadikan biji pepaya kurang diminati sebagai bahan konsumsi dan

    masih di anggap limbah oleh masyarakat dunia dan belum dimanfaatkan secara

    optimal (Ummah, 2012).

    Menurut Warisno (2003) Biji pepaya memiliki senyawa metabolit

    sekunder, seperti golongan fenol, terpenoid, alkaloid, dan saponin. Zat aktif yang

    bersifat toksik pada penelitian ini yaitu senyawa alkaloid. Selain itu, pada hasil

    GC-MS biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ yang telah dilakukan oleh

    Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019) bahwa didapatkan senyawa Dodecanoic acid

    (HO2C (CH2) 10Me), Phenol, 2,4-bis, Methyl ester of Benzylcarbamic acid,

    3,7,11,15-Tetramethyl-2-hexadecen-1, senyawa dari kedua varietas tersebut dapat

    berpotensi toksik (Wishart, Feunang, Marcu, Guo & Liang, 2013).

    Kandungan dalam senyawa tersebut diduga dapat merusak hati. Pemilihan

    hati sebagai organ sasaran yang mungkin dirusak oleh adanya efek toksik dari biji

    pepaya, dikarenakan hati merupakan organ tubuh yang rentan terhadap pengaruh

    bahan toksik. Maka dari itu dalam penelitian ini dilakukan uji Serum Glutamat

    Piruvat Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamat Oksaloasetat Transminase

    (SGOT) pada serum mencit, pembedahan dan pengamatan organ viseral mencit

    seperti hati, jantung, ginjal, paru-paru, lambung, usus, pankreas dan limpa.

    Pada penelitian ini selain penggunaan es sebagai bahan pengawet udang,

    formalin juga sering digunakan untuk mempertahankan lama simpan makanan.

    Namun kesadaran dalam penggunaan pengawet dari bahan alami pada bahan

    pangan mulai meningkat agar bahan pangan aman dikonsumsi (Roller, 1995). Biji

    pepaya yang sering dianggap limbah ini akan dijadikan sebagai bahan pengawet

    daging ayam dan udang. Minimnya penerapan sanitasi dan higiene pada

  • 2

    penangkapan udang menyebabkan udang lebih cepat busuk, maka perlu dilakukan

    cara untuk memperlambat pembusukan diantaranya adalah dengan mendinginkan

    dan menyimpannya dalam es (Opara, Al-Jufaili & Rahman, 2007).

    Uji toksisitas perlu dilakukan, adapun beberapa uji toksisitas adalah uji

    toksisitas akut, subakut, dan kronik. Uji toksisitas akut adalah uji yang pertama

    kali dilakukan terhadap suatu agensia. Uji toksisitas subakut adalah pendedahan

    dosis secara berulang yang dilakukan hingga 30 hari. Uji toksisitas kronik adalah

    pendedahan dosis secara berulang lebih dari tiga bulan (BPOM, 2014). Namun

    pada penelitian ini uji toksisitas akut tidak dilakukan, dikarenakan menurut

    penelitian Umana (2013) & Kanadi (2019) yang telah dilakukan bahwa uji

    toksisitas akut selama 96 jam dengan dosis tertinggi yaitu 5000 mg/kg b.b tidak

    didapatkan adanya kematian dan perubahan perilaku pada hewan uji mencit.

    Namun pada penelitian ini hanya dilakukan uji toksisitas subakut selama 28 hari

    dengan menggunakan dua varietas biji pepaya yang berbeda ‘California dan

    ‘Bangkok’ yang akan dipaparkan pada hewan mencit.

    Pada uji toksisitas subakut ini dilakukan pengamatan berat badan dan

    kondisi fisik mencit, seperti kulit dan rambut, mata dan mukosa, pernapasan,

    aktivitas dan motorik, tremor, salivasi, diare dan letargi (terseret-seret) setelah

    didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4,

    6, dan 8% (b/v) selama 28 hari selain itu, uji toksisitas subakut dilakukan dengan

    pemeriksaan serum darah mencit untuk mengetahui derajat kerusakan yang

    mungkin ditimbulkan akibat pemberian ekstrak biji pepaya dalam jangka waktu

    tertentu dan peningkatan aktivitas enzim SGPT dan SGOT.

    Pada penelitian toksisitas subakut ekstrak biji pepaya terhadap aktivitas

    enzim Serum Glutamic Oxaloasetic Transminase (SGOT) dan Serum Glutamic

    Pyruvic Transminase (SGPT) yang telah dilakukan oleh Safwan, Abdul, Ali & Ni,

    2017 menggunakan biji pepaya yang belum diketahui varietasnya. Hasil dari

    penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya dengan

    dosis 50 mg/kg b.b, 500 mg/kg b.b, dan 5000 mg/kg b.b selama 28 hari tidak

    menunjukkan peningkatan aktivitas SGPT dan SGOT. Namun dalam penelitian

    ini sudah diketahui varietasnya yaitu ‘California’ dan ‘Bangkok’ dan berbeda

    dalam pemberian konsentrasinya yaitu 4, 6, dan 8% (b/v).

  • 3

    Menurut penelitian Gusniar (2019), bahwa hasil ekstrak biji pepaya

    ‘California’ dan ‘Bangkok’ telah diaplikasikan sebagai bahan pengawet makanan

    terutama untuk menjaga kesegaran daging ayam dan udang dengan konsentrasi 4,

    6, dan 8% mampu memperpanjang umur simpan daging ayam dan udang selama

    penyimpanan suhu dingin, dan pada hasil TPC bahwa serbuk biji pepaya

    ‘California’ maupun ‘Bangkok’ dapat berpotensi menghambat pertumbuhan

    bakteri pada daging ayam dan udang dengan pemberian konsentrasi tertinggi yaitu

    8%, maka pada penelitian ini biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ mampu

    dijadikan sebagai bahan pengawet alami pada daging ayam dan udang.

    Pengujian toksisitas subakut ini bertujuan untuk mengetahui tingkat dosis

    keamanan dan efek samping yang ditimbulkan dari biji pepaya ‘California’ dan

    biji pepaya ‘Bangkok’. Sehingga serbuk biji pepaya dapat digunakan sebagai

    produk bahan pengawet makanan terutama menjaga kesegaran pada ikan dan

    sejenisnya. Selain itu, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas dan biji pepaya

    dari kedua varietas tersebut tidak lagi menjadi limbah yang terbuang.

    1.2 Rumusan Masalah

    Apakah pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) dari dua

    varietas berbeda ‘California’ maupun ‘Bangkok’ dapat menimbulkan efek

    toksisitas subakut dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% berdasarkan parameter

    aktivitas enzim SGPT dan SGOT pada serum mencit?

    1.3 Tujuan

    Mendapatkan informasi tentang efek toksisitas subakut pemberian

    ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) dari dua varietas berbeda ‘California’

    maupun ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% berdasarkan parameter

    aktivitas kadar enzim SGPT dan SGOT pada serum mencit.

    1.4 Manfaat

    Memberikan informasi tingkat toksisitas subakut biji pepaya ‘California’

    maupun biji pepaya ‘Bangkok’ sehingga mengetahui tingkat keamanan terhadap

    konsumsi biji pepaya yang digunakan sebagai pengawet.

  • 4

    1.5 Kerangka Berpikir

    Gambar 1. Kerangka berfikir toksisitas subakut ekstrak biji pepaya ‘California’

    dan ‘Bangkok’ pada SGPT dan SGOT mencit swiss webster

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Morfologi pepaya „California‟

    Tanaman pepaya varietas ‘California’ menjadi salah satu jenis pepaya

    yang diminati dan ditanam para petani karena keuntungannya yang menjanjikan.

    pepaya ‘California’ memiliki sifat dan ciri khasnya sendiri, yaitu: berukuran tidak

    terlalu besar sekitar 1,5 kg/buah, memiliki kulit tebal dan permukaannya rata,

    buah berbentuk lonjong, daging buah berwarna kuning, serta mempunyai rasa

    yang manis. Varietas pepaya ‘California’ termasuk ke dalam jenis unggul dan

    berumur genjah. Pohonnya kerdil lebih pendek dibandingkan dengan jenis pepaya

    lain, tingginya sekitar 1,5-2 meter (Gambar 2). Buah pepaya ‘California’ sudah

    bisa dipanen setelah berumur 8-9 bulan. Pohonnya dapat berbuah hingga

    mencapai umur empat tahun (Nuswamarhaeni, Phihartini & Pohan, 1999).

    Gambar 2. Morfologi pohon, buah dan serbuk pepaya ‘California’

    (Dokumen pribadi)

    2.2 Morfologi pepaya „Bangkok‟

    Tanaman pepaya ‘Bangkok’ merupakan jenis pepaya yang berasal dari

    Thailand. Buah pepaya jenis ini memiliki ukuran yang sangat besar dibandingkan

    dengan jenis pepaya lainnya dan memiliki bentuk yang lebih bulat. Pepaya

    ‘Bangkok’ memiliki ciri khas utama yaitu memiliki ukuran yang besar

    dibandingkan dengan pepaya jenis lainnya dengan berat per buah mencapai 3,5

    kg. Buah pepaya ‘Bangkok’ juga memiliki kulit buah yang kasar dan tidak rata

  • 6

    (berbenjol-benjol), daging buahnya berwarna jingga kemerahan, sedikit keras,

    serta memiliki rasa yang manis dan segar (Gambar 3), (Nuswamarhaeni et al.,

    1999).

    Gambar 3. Morfologi pohon, buah dan serbuk pepaya ‘Bangkok’

    (Dokumen pribadi)

    2.3 CMC (Carboxyl Methyl Cellulose)

    CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) mudah larut dalam air dingin maupun

    air panas. Berdasarkan sifat dan fungsinya, CMC dapat digunakan sebagai bahan

    aditif pada produk minuman dan aman dikonsumsi. CMC mampu menyerap air

    yang terkandung dalam udara. Banyaknya air yang terserap dan laju

    penyerapannya bergantung pada jumlah kadar air yang terkandung dalam CMC

    dan kelembaban serta temperatur udara disekitarnya (BPOM, 2014). Menurut

    Fery (2006), bahwa jumlah CMC yang diijinkan untuk bercampur dengan bahan

    lain adalah berkisar dari 0.5 % sampai 3 %, untuk mendapatkan hasil optimum.

    Maka dalam penelitian ini menggunakan CMC 1%.

    2.4 Toksisitas

    Toksisitas dapat diartikan sebagai kemampuan racun (molekul) untuk

    menimbulkan kerusakan apabila masuk ke dalam tubuh dan lokasi organ yang

    rentan terhadapnya. Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

    komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi

    pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima. Toksikan merupakan zat

    berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya yang dapat

    menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi

  • 7

    biologi populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul dalam bentuk merusak

    struktur maupun fungsi biologis (Soemirat, 2003).

    Metode kuantitatif berupa penentuan lethal dose50 (LD50) merupakan

    metode tersering yang digunakan dalam penilaian uji toksisitas akut (Paramveer,

    2010). Hasil LD50 dapat menentukan kriteria penggolongan derajat toksisitas

    substansi fitofarmaka yang diklasifikasikan menjadi luar biasa toksik, sangat

    toksik, toksik sedang, toksik ringan, praktis tidak toksik, dan relatif tidak

    membahayakan. Uji toksisitas akut adalah uji yang pertama kali dilakukan

    terhadap suatu agensia. Uji toksisitas subakut adalah pendedahan dosis secara

    berulang yang dilakukan hingga 30 hari. Uji toksisitas kronik adalah pendedahan

    dosis secara berulang lebih dari tiga bulan (BPOM, 2014).

    2.4.1 Metabolit Sekunder

    Kandungan biji dalam buah pepaya kira-kira 14,3 % dari keseluruhan buah

    pepaya. Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini ternyata banyak

    diantaranya mengandung alkaloid, steroid, tanin, dan minyak atsiri. Dalam biji

    pepaya mengandung senyawa-senyawa steroid (Satriasa dan Pangkahila, 2010)

    dan asam lemak tak jenuh yang tinggi, yaitu asam oleat dan palmitat (Yuniwati

    dan Purwanti, 2008). Selain mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui

    mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol, alkaloid, terpenoid, dan

    saponin (Warisno, 2003), glucoside cacirin dan karpain (Setiawan, 2008).

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil skrining biji pepaya

    menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid, steroid-triterpenoid, flavonoid,

    tanin, saponin dan glikosida (Ramadhani, 2014).

    Aktivitas insektisida dari metabolit sekunder pada daun dan biji pepaya

    yang bersifat toksik seperti saponin, flavonoid, dan triterpenoid (Wahyuni, 2014).

    Alkaloid karpain mekanisme kerjanya menghambat proses metabolisme tubuh

    pada ulat, merintangi hormon pertumbuhan, dan mencerna protein dalam tubuh

    ulat lalu merubahnya menjadi derivat pepton yang menyebabkan ulat kekurangan

    makanan dan akhirnya mati (Utomo, 2010). Saponin adalah racun yang bersifat

    polar, larut dalam air, dan ketika masuk ke dalam tubuh ulat akan menyebabkan

    hemolisis di pembuluh darah, juga menghambat metamorfosis, pembentukan kulit

  • 8

    ulat, yang akan menyebabkan ulat mati (Suirta, 2007). Flavonoid bekerja sebagai

    racun perut yang menurunkan nafsu makan ulat yang menyebabkan ulat tidak

    dapat merasakan rangsangan makanan sehingga ulat akan mati kelaparan

    (Cahyadi, 2009). Triterpen adalah senyawa yang bersifat toksik akut ketika

    diaplikasikan secara topikal atau ketika bercampur dengan air. Triterpenoid

    menyebabkan penurunan makan dan peningkatan kematian pada ulat (Wahyuni,

    2014).

    2.4.2 Toksisitas Subakut

    Uji toksisitas ini dilakukan dengan memberikan bahan uji berulang-ulang,

    biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih

    10% dari masa hidup hewan, yaitu tiga bulan untuk tikus dan satu atau dua tahun

    untuk anjing. Meskipun demikian, beberapa peneliti menggunakan jangka waktu

    yang lebih pendek, misalnya pemberian zat selama 14 dan 28 hari (Lu, 1995).

    Pengamatan yang perlu dilakukan pada toksisitas subakut meliputi:

    a. Berat badan dan konsumsi makan

    Kedua hal tersebut harus diukur setiap minggu. Berkurangnya

    pertambahan berat badan merupakan indeks efek toksik yang sederhana namun

    sensitif. Konsumsi makanan merupakan indikator yang berguna sebab bila

    konsumsi makanan berkurang dapat menimbulkan efek yang mirip atau

    memperberat manifestasi toksik zat kimia.

    b. Pengamatan umum

    Hal yang diamati adalah penampilan, perilaku, dan semua abnormalitas.

    Hewan yang mati atau sakit dipisah dari kandang untuk diperiksa secara umum

    dan kalau mungkin secara mikroskopik.

    c. Uji laboratorium

    Pemeriksaan hematologik mencakup hematokrit, hemoglobin,

    penghitungan leukosit total dan penghitungan jenis leukosit. Uji laboratorium

    klinik mencakup glukosa darah puasa, SGOT, SGPT, alkali fosfatase, protein

    total, albumin, globumin, dan unsur-unsur seperti natrium, kalium, kalsium, dan

    klorit. Sedangkan urinalis mencakup warna, berat jenis, protein, glukosa, keton,

    unsur berbentuk kristal dan benda amorf (Lu, 1995).

  • 9

    2.5 Morfologi dan Klasifikasi Mencit

    Hewan uji mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia, yang

    paling sering digunakan dalam penelitian uji toksisitas, sehingga budidaya

    mencit (Mus musculus) sangat berkembang, mencit pun peka terhadap perubahan

    lingkungan. Kriteria hewan uji tersebut tersedia luas, baik di budidaya di

    laboratorium maupun alam, dapat dipelihara dengan baik, memiliki riwayat

    genetik. Maka dari itu hewan tersebut cocok dijadikan sebagai hewan uji dalam

    penelitian.

    Gambar 4. Morfologi hewan uji Mencit (Mus musculus)

    Mencit (Mus musculus) secara umum memiliki ciri-ciri tekstur rambut

    lembut dan halus, bentuk hidung kerucut terpotong, bentuk badan silindris agak

    membesar kebelakang warna rambut putih, mata merah, ekor merah muda dan

    berat badan dewasa 25-40 g (betina), 20-40 g (jantan). Mus musculus banyak

    digunakan sebagai hewan uji dalam percobaan di dalam laboratorium dengan

    beberapa alasan, diantaranya adalah struktur anatomi mencit hampir sama dengan

    struktur anatomi manusia selain itu juga perkembangbiakan mencit yang sangat

    cepat, disertai siklus hidup yang relatif pendek sehingga memudahkan peneliti

    dalam mendapatkannya (Moriwaki, Shiroishi & Yonekawa 1994). Mus musculus

    dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Class; Mamalia, Ordo; Rodentia, Famili;

    Muridae, Genus; Mus, Species; Musculus (Arrington, 1972).

    2.6 Hati Mencit

    2.6.1 Anatomi dan Fisiologi Hati pada mencit

    Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar 1.500 g.

    Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya.

    Permukaan superior adalah cembung, terletak di bawah kubah kanan diafragma

  • 10

    dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap

    ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati mempunyai dua lobus utama,

    kanan dan kiri pada mencit. Lobus kanan dibagi segmen anterior dan posterior

    oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi

    menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme berjalan dari hati

    ke diafragma dan dinding depan abdomen (Price & Wilson, 1995).

    Dasar unit fungsional hati adalah lobulus hati yang merupakan struktural

    silindris dengan panjang beberapa milimeter dan garis tengah 0.8-2 mm. Hati

    mencit mengandung 50.000-100.000 lobulus. Dalam septa juga terdapat venula

    porta kecil yang menerima darah terutama dari vena saluran pencernaan melalui

    vena porta, dari venula ini darah mengalir ke sinusoid hati gepeng dan bercabang

    yang terletak diantara lempeng-lempeng hati dan kemudian masuk vena sentralis.

    Dengan demikian, sel hati terus menerus terpapar dengan darah vena porta. Selain

    vena porta, juga ditemukan arteriol hati di dalam septum interlobularis. Arterol ini

    menyuplai darah arteri ke jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan dan

    banyak arteriol kecil juga mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering pada

    sepertiga jarak ke septum interlobularis (Guyton & Hall, 2007).

    Sinusoid vena dibatasi oleh dua jenis sel yaitu sel endotel dan sel kupffer

    besar yang merupakan makrofag jaringan (sel retikoloendotel), yang mampu

    menjaga fagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus.

    Lapisan endotel sinusoid vena mempunyai pori yang sangat besar, beberapa

    dianataranya berdiameter hampir satu mikrometer. Di bawah lapisan ini terletak

    diantara sel endotel dan sel hepar, terdapat ruang jaringan yang sangat sempit

    yang disebut ruang disse. Jutaan ruang disse kemudian menghubungkan pembuluh

    limfe di dalam septum interlobularis. Oleh karena itu, kelebihan cairan di dalam

    ruang ini dikeluarkan melalui cairan limfatik (Guyton & Hall, 2007).

    2.6.2 Fungsi Hati

    Hati merupakan organ parenkim terbesar dan menduduki urutan pertama

    dalam hal jumlah, kerumitan, dan ragam fungsi. Hati sangat penting untuk

    mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi metabolik tubuh

    dan bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas yang berbeda. Penelitian pada

  • 11

    hewan coba, bahwa pengambilan 80-90% parenkim hati, hewan masih dapat

    menunjukkan fungsi hati yang normal. Sehingga untuk menghabiskan daya

    cadangan ini, diperlukan penyakit yang mengenai seluruh parenkim hati (Robbin

    & Kumar, 1995). Hati merupakan kelenjar tubuh terbesar dan memiliki

    multifungsi komplek, diantaranya adalah: 1. Fungsi vaskular untuk menyimpan

    darah, 2. Fungsi metabolisme, 3. Fungsi ekskresi, 4. Fungsi proteksi, 5. Fungsi

    detoksifikasi.

    2.6.3 Tes Gangguan Hati

    Mengetahui gangguan fungsi organ tubuh dapat ditentukan melalui tes

    laboratorium atau diagnosa dengan pemeriksaan jaringan. Tes laboratorium untuk

    evaluasi penyakit hati pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi:

    1. Diagnosis terhadap hasil ekskresi dan sekresi dari hati

    2. Diagnosis terhadap fungsi biokimia yang spesifik

    2.6.4 Parameter Kerusakan Hati

    Apabila jaringan hati normal diamati secara mikroskopik, maka akan

    terlihat penampang jaringan organ yang kompak. Penggunaan pewarnaan

    Hematoxylin Eosin metode Harris, maka akan tampak sel-sel tersusun teratur

    radial, inti sel berwarna biru dan sitoplasma berwarna merah.

    Tanda-tanda kerusakan hati yang dapat diamati secara mikroskopis adalah

    degenerasi. Degenerasi merupakan perubahan morfologi sel akibat dari luka yang

    tidak mematikan (non letal injury) yang bersifat reversibel. Reversibel karena

    apabila rangsangan yang menimbulkan cidera dapat dihentikan, maka sel akan

    kembali seperti semula. Tetapi apabila berjalan terus menerus dan dosis

    berlebihan, maka akan mengakibatkan nekrosis atau kematian sel yang tidak dapat

    pulih kembali (Robbins & Kumar, 1995)

    2.7 Enzim

    2.7.1 Sifat Umum Enzim

    Enzim berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan mempunyai sifat yang

    sangat khas. Sebagian besar reaksi kimia dalam sel hidup akan terjadi sangat

  • 12

    lambat jika tidak dikatalisa oleh enzim (Wilson, 1982). Dalam jumlah yang sangat

    kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal tidak

    terjadi penyimpanan-penyimpanan hasil akhir reaksinya. Enzim akan kehilangan

    aktivitasnya akibat panas, asam atau basa kuat dan pelarut organik yang bisa

    menyebabkan denaturasi protein (Girinda, 1986). Pada keadaan patologis tertentu

    kadar enzim dalam serum dapat digunakan sebagai parameter diagnostik yang

    penting (Wilson, 1982).

    2.7.2 Enzim SGOT dan SGPT

    Transminase adalah sekelompok enzim dan bekerja sebagai katalisator

    dalam proses pemindahan gugusan amino antara suatu asam alfa amino dengan

    asam alfa keto (Page, 1997). Enzim Serum Glutamat Oxaloasetat Transminase

    (SGOT) terdapat dalam sel-sel organ tubuh, yang terbanyak pada otot jantung, sel-

    sel hati, otot ginjal dan pankreas. Bila jaringan tersebut mengalami kerusakan

    yang akut, kadarnya dalam serum meningkat. Kadar yang meningkat terdapat

    pada hepatoseluler nekrosis atau infark miokard (Hadi, 2002).

    Prinsip reaksi penentuan kadar enzim SGOT adalah Glutamat

    Oksaloasetat Transminase mengkatalisis reaksi antara asam α-ketoglutarat dengan

    asam L-aspartat menghasilkan suatu asam oksaloasetat dan asam L-glutamat.

    Asam oksaloasetat yang terbentuk, dengan adanya MDH, akan direduksi menjadi

    asam malat, bersamaan dengan itu NADH menjadi NAD+. NADH diabsorbsi

    pada panjang gelombang 340 nm. Kecepatan penurunan absorbsi pada panjang

    gelombang tersebut sebanding dengan aktivitas Serum Glutamat Oxaloasetat

    Transminase (SGOT) (Amadea, 1987).

    Enzim Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) banyak terdapat

    dalam sel-sel jaringan tubuh dan sumber utama adalah sel-sel hati, sedang dalam

    jantung dan otot-otot skelet agak kurang jika dibandingkan dengan GOT. Kadar

    dalam serum meningkat terutama pada kerusakan dalam hati jika dibandingkan

    dengan GOT (Hadi, 2002). Prinsip reaksi penentuan kadar enzim SGPT adalah

    Glutamat Piruvat Transaminase mengkatalisis reaksi antara α-ketoglutarat dengan

    L-alanin menghasilkan suatu asam piruvat dan asam L-glutamat. NADH

    diabsorbsi pada panjang gelombang 340 nm (Amadea, 1987).

  • 13

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Oktober 2019 di Rumah

    Hewan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah dan Pusat Laboratorium

    Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3.2 Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan yaitu ekstrak biji pepaya dua varietas pepaya

    yaitu ‘Bangkok’ yang didapatkan dari pertanian rakyat Sukabumi dan

    ‘California’ dari pertanian rakyat Bogor, akuabidestillata steril, alkohol 70%, es

    batu, CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) 1%, 28 ekor mencit jantan dewasa

    berumur 12 minggu yang didapatkan dari perternakan mencit Pamulang,

    makanan dan air minuman mencit, sekam mencit, reagent SGOT dan SGPT

    merk reiged.

    Alat yang digunakan meliputi timbangan analitik, timbangan manual,

    glinder, inkubator, alat sentrifugasi, spektrofotometri uv-vis, homogenizer,

    erlenmeyer, hot plate, gelas ukur, micropipet 100 microlite dan 1000 microlite,

    vortex, batang pengaduk, kandang mencit ukuran 120 x 40 cm, botol minum

    mencit, jarum gavage, mikrotube 1,5 mL, tip yellow dan blue, syiringje 1 mL,

    coolbox, pipa kapiler, 1 set alat bedah, beaker glass, botol kaca.

    3.3 Rancangan Percobaan

    Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian toksisitas

    subakut untuk hewan uji mencit adalah RAK. Penelitian terhadap 28 mencit

    jantan dewasa, usia 12 minggu, berat badan 29-40 g yang dibagi secara acak

    menjadi 1 kelompok kontrol, 3 kelompok perlakuan ekstrak biji pepaya

    ‘California’ dan 3 kelompok perlakuan ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’ dan

    masing-masing kelompok terdiri 4 ekor mencit. Pada masing-masing kelompok

    perlakuan mencit dipaparkan ekstrak tersebut dengan konsentrasi 4, 6, dan 8 %

    (b/v) yang dilarutkan menggunakan CMC 1%.

  • 14

    3.4 Desain Penelitian

    Gambar 5. Desain penelitian toksisitas subakut ekstrak biji pepaya varietas

    ‘California’ dan ‘Bangkok’ pada SGPT dan SGOT mencit swiss

    webster

  • 15

    3.4 Cara Kerja

    3.4.1 Ekstraksi Biji Pepaya „California‟ dan „Bangkok‟

    Biji pepaya yang telah dikumpulkan sebanyak 20 kg dibersihkan dari

    kulit arinya, selanjutnya dicuci dibawah air mengalir sampai bersih, ditiriskan,

    lalu dikeringkan. Sampel yang telah kering dibuat dalam bentuk serbuk dengan

    menggunakan glinder. Kemudian serbuk dicampurkan dengan pelarut CMC

    (Carboxyl Methyl Cellulose) 1% (Gunawan & Mulyani, 2004).

    3.4.2 Persiapan Hewan Uji

    Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit

    jantan (Mus musculus) Swiss Webster yang didapatkan dari perternakan mencit

    pamulang, yang berumur 12 minggu, berat badan 29-40 g. Mencit dipelihara di

    ruang pemeliharaan rumah hewan, Fakultas Kedokteran UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta, yang diberi penerangan dari pukul 16.00-05.00 WIB

    sedangkan dari pukul 05.00-16.00 diterangi sinar matahari dan ditempatkan

    pada suhu ruang pada setiap harinya. Mencit diletakkan pada kandang yang

    terbuat dari plastik dan pada bagian alas kandang diberi sekam. Pada bagian

    atas tutup kandang terbuat dari kawat. Pada tutup terdapat lubang yang

    berfungsi untuk memasukkan ujung botol minum. Seluruh kandang

    ditempatkan pada satu rak diruang pemeliharaan hewan.

    Kandang dibersihkan setiap tiga hari sekali dengan mencuci dan

    mengganti sekam, sedangkan botol minum dibersihkan setiap 2 minggu sekali.

    Mencit diberi pakan 5 g perhari sedangkan air minum diberikan secara ad

    libitum. Pakan yang diberikan adalah pakan anak babi 551.

    3.4.3 Penentuan Konsentrasi yang digunakan untuk Mencit (Mus

    musculus)

    Pada penelitian ini konsentrasi ekstrak biji pepaya ‘California’ dan

    ‘Bangkok’ diperoleh dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh

    Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019) didapat sebesar konsentrasi 4, 6, dan 8%

    (b/v) dalam larutan CMC 1 %.

  • 16

    3.4.4 Uji Toksisitas Subakut pada Mencit (Mus musculus)

    Mencit dibagi secara acak yaitu tiga kelompok perlakuan yang

    diberikan ekstrak biji pepaya ‘California’ tiga kelompok perlakuan diberikan

    biji pepaya ‘Bangkok’ dan 1 kelompok perlakuan diberikan CMC 1% saja

    sebagai kontrol. Mencit yang telah didistribusikan diletakkan pada masing-

    masing kandang. Kemudian pada ekor mencit masing-masing kelompok

    diberikan tanda dengan menggunakan spidol pada ekornya, misalnya strip 1

    (1coretan) untuk individu ke 1 dan seterusnya. Kemudian setelah itu untuk

    masing-masing kandang diberikan tanda sesuai dengan konsentrasi yang akan

    didedahkan.

    Mencit dilakukan penimbangan berat badan setiap harinya, kemudian

    mencit didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ dengan

    konsentrasi 4, 6, dan 8 % (b/v) yang telah dicampurkan pelarut CMC 1%

    dengan cara gavage dengan cara diarahkan kebagian rongga mulut

    menggunakan jarum gavage tegak lurus sampai masuk ke dalam lambung.

    Tepatnya daerah pendedahan ditandai dengan lancarnya jarum gavage saat

    masuk ke lambung. Pendedahan dilakukan setiap hari selama 28 hari, setelah

    mencit didedahkan larutan ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’

    kemudian dilakukan pengamatan kondisi fisik mencit (Mus musculus) seperti

    kulit dan rambut, mata dan mukosa, pernafasan, aktivitas motorik, tremor,

    salivasi, diare, letargi (terseret-seret).

    3.4.5 Pengamatan Fisik Mencit (Mus musculus)

    Pada pengamatan kondisi fisik mencit hal pertama yang dilakukan

    adalah mengamati setiap kelompok mencit setelah didedahkan ekstrak biji

    pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% (b/v).

    Semua kelompok perlakuan diamati setiap hari selama 28 hari. Fisik yang

    diamati, seperti kulit dan rambut, mata dan mukosa, pernapasan, aktivitas

    motorik, tremor, salivasi, diare, dan letargi (terseret-seret).

  • 17

    3.4.6 Uji Aktivitas Enzim SGOT dan SGPT

    Uji Serum Glutamat Oxaloasetat Transminase (SGOT) dan Serum

    Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) dilakukan dengan cara mengambil

    darah mencit melalui vena jungularis yang terdapat pada sekitar areal mata

    menggunakan pipa kapiler dan ditampung pada tabung mikro yang telah

    disterilisasi. Darah yang diperoleh disentrifus pada kecepatan 4000 rpm selama

    10 menit (Safwan et al., 2017). Lapisan serum diambil sebanyak 100 mikrolit

    untuk pengukuran aktivitas Serum Glutamat Oxaloasetat Transminase (SGOT)

    dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT). Serum yang didapatkan

    dimasukkan ke dalam mikrotube baru yang telah disterilisasi dan dibawa ke

    suhu kamar (15-300C). Diatur spektrofotometer ke 0 (nol) menggunakan air

    suling dengan panjang gelombang 340 nm. Sampel serum diambil sebanyak 50

    mikrolit, reagent 1 sebanyak 400 mikrolit dan reagent 2 sebanyak 100 mikrolit

    kemudian dicampur dan inkubasi 370C. Setelah 60 detik, dibaca dan dicatat

    absorbansinya. Pembacaan absorbansi diulangi tepat setelah 1, 2 dan 3 menit.

    Hasil data diperoleh dan diolah dengan menghitung perbedaan absorbansi rata-

    rata per menit (Abs/Min). Hasil abs/menit yang didapat dikalikan dengan faktor

    1746 (faktor untuk SGOT) sedangkan SGPT dengan faktor 1768 yang akan

    menghasilkan hasil dalam U/L (Bergmeyer, Horder & Rej, 1986).

    3.4.7 Pembedahan dan Pengamatan Organ Viseral Mencit (Mus

    musculus)

    Sebelum pembedahan mencit harus dimatikan terlebih dahulu dengan

    cara dislokasi pada bagian leher mencit menggunakan alat tumpul untuk

    menekan bagian leher, sedangkan bagian ekor mencit ditarik sampai mencit

    tidak bergerak atau mati. Setelah mencit mati dilakukan pembedahan dengan

    menggunakan gunting bedah dimulai dari bagian anus. Organ viseral yang

    diamati adalah jantung, paru-paru, lambung, usus, hati pankreas, ginjal, limpa.

    Organ tersebut diberi alas alumunium foil kemudian ditimbang. Setelah

    ditimbang organ viseral tersebut diamati secara makroskopis. Organ viseral

    dibandingkan dengan kontrol dengan melihat dari warna organ.

  • 18

    3.5 Analisis Data

    Data Serum Glutamat Oxaloasetat Transminase (SGOT) dan Serum

    Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) yang telah diperoleh kemudian diolah

    dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 25.0 for

    windows dengan menggunakan uji Parametrik Anova. Uji ini untuk mengetahui

    adanya perbedaan antar perlakuan konsentrasi.

  • 19

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Uji Toksisitas Subakut

    Uji toksisitas subakut dilakukan dengan pemberian ekstrak biji pepaya

    varietas ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan variasi konsentrasi (0, 4, 6 dan 8

    (%/b/v) pada mencit dewasa dengan berat 29-40 g. Menurut penelitian yang telah

    dilakukan oleh Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019) pada uji antibakteri ekstrak biji

    pepaya bahwa konsentrasi dari 4, 6 dan 8% efektif untuk menghambat mikroba.

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Umana (2013) & Kanadi

    (2019) bahwa uji toksisitas akut selama 96 jam dengan dosis tertinggi yaitu 5000

    mg/kg b.b tidak didapatkan adanya kematian mencit dan perubahan perilaku pada

    hewan uji mencit. Namun dalam uji toksisitas subakut dengan pemberian ekstrak

    biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8 % (b/v)

    selama 28 hari tidak ditemukan adanya kematian serta perubahan kondisi fisik

    pada mencit, dapat dilihat pada (Tabel 1), sehingga di nilai LD50 dikatakan 0

    karena tidak ada dosis letal.

    Maka penelitian ini dilakukan uji lanjut dengan pengujian Serum Glutamat

    Oxaloasetat Transminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase

    (SGPT) pada mencit melalui pengambilan darah lewat vena jungalaris untuk

    mengetahui derajat kerusakan yang mungkin ditimbulkan akibat pemberian

    ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ dalam jangka waktu tertentu

    dan peningkatan aktivitas enzim SGPT dan SGOT pada serum darah mencit.

    4.2 Berat Badan Mencit

    Berdasarkan hasil pengukuran berat badan pada Gambar 6 (ekstrak biji

    pepaya ‘California’ dan Gambar 7 (ekstrak biji pepaya ‘Bangkok’) bahwa

    dihasilkan berat badan yang bervariasi pada setiap perlakuan. Pada semua

    kelompok perlakuan dengan konsentrasi 4, 6 dan 8 % (b/v) menunjukkan hasil

    semua berat badan mengalami peningkatan. Menurut BPOM (2014), mengatakan

    bahwa parameter berat badan tersebut perlu dilakukan, dikarenakan berat badan

    merupakan indikasi teringan untuk uji toksisitas.

  • 20

    Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan, seperti

    yang telah dikatakan oleh Kahn dan Wein (1994) bahwa mencit jantan lebih

    rentan terhadap zat-zat toksik dibandingkan mencit betina. Pemberian senyawa

    pada hewan coba memiliki dosis maksimum (yaitu 5000 mg/kg bb).

    Gambar 6. Berat badan mencit selama 28 hari yang telah didedahkan ekstrak biji

    pepaya ‘California’

    Gambar 7. Berat badan mencit selama 28 hari yang telah didedahkan ekstrak biji

    pepaya ‘Bangkok’

    Berdasarkan parameter berat badan yang telah didedahkan ekstrak biji

    pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6 dan 8% menunjukkan

    bahwa pada hari ke-1 hingga hari ke-28 pada semua kelompok perlakuan

    mengalami penambahan berat badan, maka penelitian ini menandakan bahwa

    hewan uji tersebut tidak adanya sakit atau derita setelah pemberian ekstrak biji

    pepaya dari kedua varietas tersebut. Walaupun berat badan mencit mengalami

    33

    34

    35

    36

    37

    38

    39

    40

    0 4 6 8

    Ber

    at

    Ba

    da

    n (

    g)

    Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'California' (%)

    Hari ke-

    1 2 3 4

    5 6 7 8

    9 10 11 12

    13 14 15 16

    17 18 19 20

    21 22 23 24

    25 26 27 28

    34

    34,5

    35

    35,5

    36

    36,5

    37

    37,5

    38

    0 4 6 8

    Ber

    at

    Bad

    an

    (g)

    Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'Bangkok' (%)

    Hari ke-

    1 2 3 4

    5 6 7 8

    9 10 11 12

    13 14 15 16

    17 18 19 20

    21 22 23 24

    25 26 27 28

  • 21

    peningkatan pada semua kelompok tetapi masih dalam kisaran range 20%,

    sehingga berat badan tersebut masih dapat digunakan dalam parameter uji

    toksisitas.

    Pada pengamatan berat badan setelah didedahkan ekstrak biji pepaya

    ‘California’ maupun ‘Bangkok’ didapatkan hasil yang selalu meningkat dengan

    semakin tingginya konsentrasi yang digunakan. Hal ini diduga dalam hasil uji

    GC-MS menurut Awaliah, Fitri dan Radiastuti (2019) bahwa ekstrak biji pepaya

    dari dua varietas yang berbeda tersebut terdapat kandungan senyawa aktif yang

    bersifat toksik seperti alkaloid dan senyawa lainnya, yaitu endosper biji pepaya

    sebagai cadangan glukosa yang dapat memacu terjadinya peningkatan berat badan

    mencit, adapun faktor lain yang menyebabkan terjadinya peningkatan adalah

    pemberian pakan atau nutrien yang terdapat dalam pakan mencit.

    Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) mengatakan bahwa kondisi

    yang mengindikasikan hewan mengalami sakit atau derita umumnya saat berat

    badan yang telah menurun lebih dari 20% dibandingkan dengan hewan kontrol,

    atau berat badan yang telah menurun lebih dari 20% selama periode 7 hari atau

    lebih biasanya disertai dengan konsumsi makan yang menurun. Pertumbuhan

    mencit ada dua fase yaitu fase tumbuh cepat saat laju pertambahan bobot badan

    mencit meningkat tajam, dan fase yang kedua yaitu fase tumbuh lambat saat laju

    pertambahan bobot badan mulai menurun sampai menjadi nol yaitu hewan telah

    mencapai dewasa tubuh. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa

    rata-rata pertambahan bobot badan seekor mencit adalah 1 g/ekor/hari.

    Menurut penelitian (Siburian, Marlina & Johari, 2008) menyatakan

    pemberian ekstrak biji pepaya dengan dosis 50 mg kg/BB, 75 mg kg/BB dan 10

    mg kg/BB pada mencit betina selama 10 hari pada tahap pracopulasi tidak

    berpengaruh nyata terhadap berat badan. Kurva pertumbuhan mencit berbentuk

    sigmoid dan cenderung mengalami peningkatan yang cepat (akselerasi) pada umur

    21-42 hari karena pada saat itu mencit mulai memasuki masa dewasa kelamin dan

    mengalami penurunan sesaat kemudian meningkat kembali hingga memasuki

    umur 54 hari. Pada umur 54-57 hari mencit memasuki umur dewasa tubuh,

    dimana pertumbuhannya sudah mulai konstan dan sedikit mengalami peningkatan

    (Pribadi, 2008). Penambahan berat badan dapat digunakan sebagai kriteria untuk

  • 22

    mengukur pertumbuhan yaitu suatu proses yang sangat kompleks yang meliputi

    pertambahan berat badan dan perkembangan semua bagian tubuh secara serentak

    dan merata. Nilai pertambahan berat badan diperoleh melalui pengukuran berat

    badan yang dilakukan secara berkala pada waktu tertentu.

    4.3 Kondisi Fisik Mencit

    Pengamatan makroskopis dengan paparan ekstrak biji pepaya ‘California’

    dan ‘Bangkok’ yang didedahkan terhadap mencit tidak berpengaruh terhadap

    parameter fisik seperti kulit dan rambut, mata dan mukosa, pernapasan, aktivitas

    motorik, tremor, salivasi, diare, dan letargi.

    Tabel 1. Kondisi fisik mencit setelah didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’

    dan ‘Bangkok’ dosis 0, 4, 6 dan 8% (b/v)

    Hari

    ke-

    Kulit

    dan

    rambu

    t

    Mata

    dan

    mukos

    a

    Pernapasa

    n

    Aktivita

    s dan

    motorik

    Tremo

    r

    Salivas

    i

    Diare Letarg

    i

    1 0 0 0 0 0 0 0 0

    2 0 0 0 0 0 0 0 0

    3 0 0 0 0 0 0 0 0

    4 0 0 0 0 0 0 0 0

    5 0 0 0 0 0 0 0 0

    6 0 0 0 0 0 0 0 0

    7 0 0 0 0 0 0 0 0

    8 0 0 0 0 0 0 0 0

    9 0 0 0 0 0 0 0 0

    10 0 0 0 0 0 0 0 0

    11 0 0 0 0 0 0 0 0

    12 0 0 0 0 0 0 0 0

    13 0 0 0 0 0 0 0 0

    14 0 0 0 0 0 0 0 0

  • 23

    15 0 0 0 0 0 0 0 0

    16 0 0 0 0 0 0 0 0

    17 0 0 0 0 0 0 0 0

    18 0 0 0 0 0 0 0 0

    19 0 0 0 0 0 0 0 0

    20 0 0 0 0 0 0 0 0

    21 0 0 0 0 0 0 0 0

    22 0 0 0 0 0 0 0 0

    23 0 0 0 0 0 0 0 0

    24 0 0 0 0 0 0 0 0

    25 0 0 0 0 0 0 0 0

    26 0 0 0 0 0 0 0 0

    27 0 0 0 0 0 0 0 0

    28 0 0 0 0 0 0 0 0

    Keterangan : 0: tidak ada gangguan/ kondisi fisik normal

    1: Jumlah adanya gangguan kondisi fisik mencit

    Berdasarkan hasil penelitian ini setelah pemberian ekstrak biji pepaya

    ‘California’ dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% (b/v) selama 28 hari

    didapatkan hasil yang menunjukkan normal, dan terlihat masih aktif pada semua

    kelompok perlakuan pada pengamatan kondisi fisik. Hewan uji mencit tersebut

    tidak ditemukan penyakit atau perubahan pada tubuh mencit jika dibandingkan

    dengan kelompok kontrol yang telah didedahkan CMC (Carboxyl Methyl

    Celullose) 1%. Hal ini dikarenakan bahwa zat aktif yang terdapat pada ekstrak biji

    pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ yang telah didedahkan setiap harinya

    tidak menimbulkan kondisi fisik dengan dosis tersebut. Parameter fisik yang

    ditunjukkan merupakan respon tubuh mencit terhadap adanya racun di dalam

    tubuh.

    Pada penelitian ini menggunakan pelarut CMC yang merupakan garam

    natrium dari polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tidak kurang dari 6,5%

  • 24

    dan tidak lebih dari 9,5%, Natrium (Na) dihitung terhadap zat yang telah

    dikeringkan. CMC berupa serbuk atau granul berwarna putih sampai krem dan

    bersifat higroskopik. CMC mudah terdispersi dalam air membentuk larutan

    koloidal (Direktorat Jendral Pengawasan Obat & Makanan RI, 1995). CMC

    merupakan polimer semisintetik yang diperoleh dari substitusi parsial gugus

    hidroksil dalam selulosa dengan gugus –OCH2COONa dan pelarutan dalam air,

    CMC berupa cairan kental transparan (Mitsui, 1997). Menurut Fery (2006), bahwa

    jumlah CMC yang diijinkan untuk bercampur dengan bahan lain adalah berkisar

    dari 0.5 % sampai 3 %, untuk mendapatkan hasil optimum, maka dalam penelitian

    ini menggunakan CMC 1%.

    4.4 Kadar GOT dan GPT serum mencit

    Pada hasil GOT dan GPT serum darah mencit setelah didedahkan ekstrak

    biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ bahwa mengalami peningkatan pada

    semua kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil

    aktivitas enzim Serum Glutamic Oxalosetic Transaminase (SGOT) dan Serum

    Glutamic Pyruvic Transminase(SGPT) pada penelitian ini ditampilkan pada

    Gambar 8 (GOT biji pepaya ‘California’), Gambar 9 (GOT biji pepaya

    ‘Bangkok’), Gambar 10 (GPT biji pepaya ‘California’) dan Gambar 11 (GPT biji

    pepaya ‘Bangkok’).

    Gambar 8. Rata-rata kadar GOT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan ekstrak

    biji pepaya ‘California’ selama 28 hari secara gavage

    *54.51*

    *90.21*

    *113.49*

    *139.68*

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    1 2 3 4

    Kad

    ar

    GO

    T (

    U/I

    )

    Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'California' (%)

    SGOT

  • 25

    Gambar 9. Rata-rata kadar GOT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan ekstrak

    biji pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari secara gavage

    Gambar 10. Rata-rata kadar GPT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan ekstrak

    biji pepaya ‘California’ selama 28 hari secara gavage

    *54.51*

    *128.04* *161.5* *178.96*

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    0 4 6 8

    Kad

    ar

    GO

    T (

    U/I

    )

    Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'Bangkok' (%)

    SGOT

    43.65

    57.46

    75.14

    *98.71*

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 4 6 8

    Kad

    ar

    GP

    T (

    U/I

    )

    Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'California' (%)

    SGPT

  • 26

    Gambar 11. Rata-rata kadar GPT (U/I) serum mencit setelah dipaparkan ekstrak

    biji pepaya ‘Bangkok’ selama 28 hari secara gavage

    Berdasarkan hasil SGOT serum mencit setelah didedahkan ekstrak biji

    pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ bahwa mengalami peningkatan pada

    semua kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada

    hasil uji Anova parameter SGOT menunjukkan bahwa pada semua konsentrasi 0,

    4, 6 dan 8% didapatkan hasil yang signifikan atau berbeda nyata, dapat dilihat

    pada (Lampiran 1). Hal ini menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji lanjut Tukey

    pada perlakuan jenis pepaya dan konsentrasi berpengaruh pada semua kelompok

    perlakuan dengan ditandai adanya peningkatan pada kadar SGOT serum darah

    mencit dapat dilihat pada (Lampiran 2).

    Berdasarkan hasil SGPT serum mencit setelah didedahkan ekstrak biji

    pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ bahwa mengalami peningkatan juga pada

    semua kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun

    hasil uji Anova parameter SGPT menunjukkan bahwa hanya pada konsentrasi 8%

    saja yang didapatkan hasil signifikan atau berbeda nyata. Sedangkan pada

    konsentrasi 0, 4, dan 6% didapatkan hasil yang tidak signifikan, dapat dilihat pada

    (Lampiran 3). Hal ini menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji lanjut Tukey pada

    perlakuan jenis pepaya dan konsentrasi hanya berpengaruh pada konsentrasi

    tertinggi saja yaitu 8% dengan ditandai adanya peningkatan pada kadar SGPT

    serum darah mencit, dapat dilihat pada (Lampiran 4).

    43.65 53.03 58.93

    *85.45*

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 4 6 8

    Kad

    ar

    GP

    T (

    U/I

    Konsentrasi ekstrak biji pepaya 'Bangkok' (%)

    SGPT

  • 27

    Pada hasil peningkatan kadar SGOT maupun SGPT serum darah mencit

    dapat disebabkan karena adanya senyawa-senyawa zat aktif yang bersifat toksik

    pada ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun ‘Bangkok’ tersebut. Menurut

    (Warisno, 2003) bahwa senyawa yang bersifat toksik atau racun adalah alkaloid.

    Namun zat-zat aktif tersebut jika dikonsumsi dengan dosis yang yang tepat akan

    bermanfaat bagi tubuh. Sedangkan jika dikonsumsi dengan dosis yang tidak tepat

    diduga dapat menyebabkan efek toksik terhadap hati. Namun pada hasil uji GC-

    MS ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ yang telah dilakukan oleh

    Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019) bahwa golongan senyawa Dodecanoic acid

    (HO2C (CH2) 10Me), Phenol, 2,4-bis, Methyl ester of Benzylcarbamic acid,

    3,7,11,15-Tetramethyl-2-hexadecen-1 dapat berpotensi toksik terhadap hati,

    dikarenakan senyawa tersebut tidak dapat larut dalam air.

    Namun hasil tersebut walaupun mengalami peningkatan pada kadar SGOT

    dan SGPT jika dibandingkan dengan ambang batas normal dinyatakan masih

    aman untuk dikonsumsi, sehingga tidak berpotensi toksisitas pada hati. Menurut

    Guyton dan hall (2007) bahwa aktivitas kadar normal enzim Serum Glutamic

    Oxalosetic Transaminase (SGOT) sebesar 70-400 U/I dan Serum Glutamic

    Pyruvic Transaminase (SGPT) yaitu sebesar 25-200 U/I.

    Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh (Safwan, 2017) mengenai uji

    toksisitas subakut dengan parameter SGOT dan SGPT didapatkan hasil yang

    menunjukkan bahwa pada hasil uji Anova tidak adanya perbedaan yang bermakna

    untuk semua kelompok (p>0,05). Hasil ini menunjukkan perlakuan ekstrak biji

    pepaya dengan dosis 50 mg/kg b.b, 500 mg/kg b.b dan 5000 mg/kg b.b tidak

    berpengaruh pada aktivitas enzim SGOT dan SGPT pada mencit. Dari hasil

    penelitian ini menunjukkan bahwa toksisitas secara subakut tidak terjadi pada

    ekstrak biji pepaya dilihat dari parameter SGOT dan SGPT.

    Kerusakan hati dapat dinilai dengan terjadinya peningkatan kadar aktivitas

    enzim SGOT dan SGPT dalam darah. Peningkatan kadar SGOT dan SGPT dapat

    mencapai 20-100 kali di atas batas normal tertinggi apabila terjadi nekrosis pada

    sel hati yang disebabkan oleh obat-obatan dan bahan toksis (Sacher, Ronald &

    Richard, 2002). Terjadinya kerusakan pada hati disebabkan oleh gangguan

    keseimbangan dari ion-ion, cairan atau produk-produk metabolisme seperti lemak

  • 28

    bebas maupun hasil penguraian dari membran fosfolipid. Pada keadaan tersebut

    dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan cairan yang berupa

    pembengkakan sel maupun degenerasi seluler (Evans & Butler, 1993).

    Parameter yang digunakan pada penelitian toksisitas ini adalah aktivitas

    kadar enzim SGOT dan SGPT untuk melihat adanya kerusakan hati. SGOT dan

    SGPT atau aspartate aminotransferase (AST) merupakan sebuah enzim yang

    biasanya terletak dalam sel-sel hati. Enzim ini akan dilepaskan menuju ke darah

    ketika hati atau jantung rusak. Tingkat SGOT dan SGPT dalam darah signifikan

    dengan tingginya kerusakan hati atau kerusakan jantung. Beberapa obat pun juga

    dapat meningkatkan aktivitas SGOT dan SGPT. Pada jumlah kecil enzim ini

    ditemukan pada otot jantung, ginjal dan otot rangka (Wibowo, 2008).

    Secara farmakologik setiap zat aktif yang dimiliki oleh tumbuhan seperti

    fenol, alkaloid, terpenoid, saponin yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami

    proses farmakodinamik dan farmakokinetik. Biji pepaya yang dikomsumsi akan

    melalui absorbsi di usus, di distribusikan ke seluruh tubuh untuk mengalami

    proses metabolisme di hepar dan selanjutnya zat-zat yang tidak berbahaya di

    ekskresikan melalui ginjal (Richard, 2002).

    Sel hati menjadi organ yang sangat berpotensi mengalami peradangan atau

    kerusakan sel hati pada umumnya ditunjukkan dengan peningkatan enzim

    transminase seperti SGOT dan SGPT. Enzim dari detoksifikasi pada hati

    menyebabkan enzim tersebut dapat digunakan sebagai parameter kerusakan hati.

    Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat

    Transminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak dan jumlahnya

    meningkat di dalam darah, sehingga hal tersebut dapat dijadikan indikator

    kerusakan hati (Ronald, 2004).

    Fungsi hati yang tidak normal sering terindikasi terjadi kerusakan pada

    hati, tetapi sebaliknya pada tes fungsi hati yang normal tidak selalu menunjukkan

    hati dalam keadaan normal atau bebas dari penyakit. Karena pada kasus penyakit

    hati kronis (menahun dan berjalan perlahan), dapat ditemukan kadar enzim SGOT

    dan SGPT yang normal atau hanya sedikit meningkat. Kondisi ini sering

    ditemukan pada kasus hepatitis B kronik atau hepatitis C kronik.

  • 29

    Enzim hati meningkat ketika sel-sel hati mengalami kerusakan yang masif,

    sedangkan pada infeksi hati kronik (menahun), sel hati mengalami kerusakan

    secara perlahan-lahan sehingga kenaikan SGOT dan SGPT tidak signifikan

    bahkan terlihat normal. Salah satu indikasi kerusakan hati adalah pada aktivitas

    SGOT dan SGPT, oleh karena itu pada penelitian ini diperlukan jenis pemeriksaan

    lainnya seperti uji histologi (Kirsch, Robson & Meissner, 1991), tetapi dalam

    penelitian ini uji histologi tidak dilakukan karena membutuhkan waktu yang

    sangat lama.

    4.5 Berat organ viseral mencit

    Pada penelitian uji toksisitas subakut dengan pemaparan ekstrak biji

    pepaya selama 28 hari kemudian pada hari ke-29 dilakukan uji SGOT dan SGPT

    menggunakan spektrofotometer kemudian dilakukan uji lanjut dengan

    pembedahan untuk melihat morfologi dan berat organ viseral pada mencit yang

    telah didedahkan ekstrak biji pepaya dengan variasi konsentrasi 4, 6 dan 8 % (b/v)

    serta pemberian CMC 0% (b/v) (kontrol). Hasil dari berat organ viseral tersebut

    dapat dilihat pada (tabel 2 dan tabel 3 berat organ viseral atau berat badan),

    sedangkan tabel pengamatan secara makroskopis morfologi dapat dilihat pada

    tabel 4.

    Tabel 2. Berat organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak biji pepaya

    ‘California’ selama 28 hari Konsentra

    si ekstrak

    biji pepaya

    „California

    ‟ (%)(b/v)

    Organ viseral (g)

    Hat

    i

    Ginjal Limpa Usu

    s

    Lambun

    g

    Pankrea

    s

    Jantung Paru

    -

    paru

    0 1.18 0.49 0.12 2.45 0.25 0.16 0.13 0.15

    4 1.52 0.41 0.07 3.45 0.47 0.29 0.12 0.11

    6 1.41 0.38 0.05 2.58 0.33 0.26 0.12 0.13

    8 1.52 0.41 0.07 3.47 0.47 0.29 0.12 0.13

  • 30

    Tabel 3. Berat organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak biji pepaya

    ‘Bangkok’ selama 28 hari Konsentra

    si ekstrak

    biji pepaya

    „Bangkok‟

    (%)(b/v)

    Organ viseral (g)

    Hati Ginjal Limpa Usus Lambun

    g

    Pankrea

    s

    Jantun

    g

    Paru

    -paru

    0 1.18 0.49 0.12 2.45 0.25 0.16 0.13 0.15

    4 2.00 0.68 0.16 2.12 0.49 0.20 0.18 0.23

    6 1.77 0.45 0.11 2.47 0.40 0.34 0.22 0.21

    8 2.00 0.57 0.13 3.50 0.58 0.20 0.22 0.19

    Berdasarkan hasil tabel 2 dan tabel 3 bahwa berat organ viseral setelah

    dipaparkan ekstrak biji pepaya ‘California’ maupun Bangkok selama 28 hari

    menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari masing-masing kelompok perlakuan.

    Namun pada pengamatan ini jika dikaitkan dengan organ hati mencit bahwa

    menunjukkan hasil rata-rata berat hati hewan uji pada semua kelompok perlakuan

    tersebut masih dalam kisaran yang normal. Menurut Rogers dan Renee (2012),

    bahwa berat hati mencit berkisar antara 1,5-2 g, maka hasil tersebut menandakan

    bahwa tidak adanya pengaruh dari pemberian ekstrak biji pepaya ‘California’

    maupun ‘Bangkok’ terhadap kerusakan organ-organ viseral mencit.

    Namun jika dilihat pada hasil berat organ viseral ginjal didapatkan hasil

    yang masih dalam batasan normal. Menurut Price et al. (2006) mengatakan bahwa

    berat ginjal normal mencit berkisar antara 1-1,5 g. Ginjal merupakan organ yang

    berperan penting di dalam tubuh, selain hati yang menjadi organ sasaran dalam uji

    toksisitas namun ginjal juga merupakan organ sasaran toksik karena ginjal

    merupakan organ ekskresi yang dilewati oleh sebagian darah tubuh. Ginjal terdiri

    dari glomerulus yang berperan dalam memfiltrasi darah yang masuk. Selanjutnya

    terjadi proses absorbsi dan reabsorpsi di dalam tubulus proksimal dan distal yang

    berakhir pada tubulus pengumpul sehingga menjadi zat-zat yang berbahaya bagi

    tubuh akan di ekskresikan oleh ginjal.

    Berdasarkan hasil berat organ viseral limpa mencit didapatkan hasil yang

    masih dibawah normal setelah didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’ dan

  • 31

    ‘Bangkok’ jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dan ambang batas normal.

    Menurut Bratawidjaja (2012) mengatakan bahwa berat normal limpa mencit

    berkisar 0,5-1 g. Limpa merupakan tempat respon imun utama yang merupakan

    saringan terhadap antigen asal darah. Namun pada hasil berat organ viseral

    lainnya seperti jantung, paru-paru, lambung, usus, dan pankreas belum dapat

    dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dikarenakan belum ada yang

    melakukan penelitian terhadap organ viseral tersebut. Perubahan bobot, fisiologis,

    dan morfologis hepar berkaitan dengan pakan yang dikonsumsi, kesehatan, dan

    asupan zat toksik dalam tubuh hewan (Rust, 2002). Hasil ini menunjukkan bahwa

    pemberian pakan dan bahan uji dengan konsentrasi yang diberikan tersebut diduga

    tidak berpengaruh terhadap berat badan dan berat hati.

    Tabel 4. Morfologi organ viseral mencit setelah dipaparkan ekstrak biji pepaya

    ‘California’ dan ‘Bangkok’ selama 28 hari Organ Konsentrasi % (b/v)

    0 4 6 8

    Paru-

    paru

    Merah Segar Merah

    Segar

    Merah Segar Merah

    Segar

    Jantung Merah Hati Merah Hati Merah Hati Merah Hati

    Lambung Putih

    sedikit

    kuning

    Putih

    sedikit

    kuning

    Putih sedikit

    kuning

    Putih

    sedikit

    kuning

    Usus Putih Putih Putih Putih

    Pankreas Putih sedikit

    merah

    Putih

    sedikit

    merah

    Putih sedikit

    merah

    Putih

    sedikit

    merah

    Ginjal Merah hati

    segar

    Merah hati

    segar

    Merah hati

    segar

    Merah hati

    segar

    Limpa Merah tua Merah tua Merah tua Merah tua

    Hati Merah hati Merah hati Merah hati Merah hati

  • 32

    Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis pada tabel 4 bahwa

    terlihat tidak adanya perbedaan warna pada seluruh organ viseral mencit

    khususnya pada warna hati setelah didedahkan ekstrak biji pepaya ‘California’

    dan ‘Bangkok’ dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% jika dibandingkan dengan

    kelompok kontrol. Pada hati mencit berwarna merah hati, hal ini menunjukkan

    bahwa warna hati tersebut normal tidak ada kerusakan atau kelainan pada hati

    mencit. Pada pengamatan ini hati merupakan organ utama yang menjadi target

    akumulasi ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’. Akumulasi dapat

    terjadi karena ekstrak biji pepaya membentuk senyawa kompleks dengan zat-zat

    organik dalam tubuh (Ratnaningsih, 2004).

    Hati merupakan organ ekskresi yang berfungsi untuk mendetoksifikasi zat-

    zat toksik sehingga adanya sehingga adanya kerusakan hati merupakan petunjuk

    apakah suatu zat itu bersifat toksik atau tidak. Jika hati terus menerus terpapar

    obat dan zat kimia dalam jangka panjang maka sel-sel pada hati dapat mengalami

    perubahan terutama pada sel hepatosit seperti degenerasi nekrosis hati yang dapat

    menurunkan kemampuan regenerasi sel sehingga menyebabkan kerusakan

    permanen sampai kematian sel (Anggraini, 2008). Namun dalam penelitian ini

    hasil menunjukkan tidak ada berbeda antara kelompok kontrol dengan perlakuan,

    hal ini berarti pemberian ekstrak biji pepaya ‘California’ dan ‘Bangkok’ tidak

    mengganggu metabolisme lemak di hati sehingga tidak ditemukannya sel hati

    yang mengalami degenerasi hidropis diduga pemberian ekstrak biji pepaya

    tersebut tidak menyebabkan akumulasi cairan di dalam sel karena degenerasi

    hidropis disebabkan oleh adanya akumulasi cairan akibat kegagalan sel dalam

    mempertahankan homeostasis (Underwood, 1992).

    Degenerasi hidropis merupakan kerusakan sel yang terjadi karena adanya

    sel-sel yang sifatnya reversible tetapi apabila sel-sel yang mengalami degenerasi

    hidropis tidak dapat memperbaiki dirinya maka dapat berakibat pada nekrosis

    (Suyanti, 2008). Menurut Rianah (2014), sel-sel hati dapat memperbaiki dirinya

    secara fisiologis dan menggantikannya dengan sel baru.

  • 33

    BAB V

    KESIMPULAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Pemberian ekstrak biji pepaya California dan Bangkok selama 28 hari

    dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% (b/v) tidak berpengaruh pada berat badan

    mencit, kondisi fisik mencit, dan organ viseral mencit.

    2. Pemberian ekstrak biji pepaya California dan Bangkok dapat

    meningkatkan kadar SGPT dan SGOT dengan konsentrasi 4, 6, dan 8%

    (b/v) jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, peningkatan ini

    dikarenakan adanya kandungan senyawa Dodecanoic acid (HO2C (CH2)

    10Me), Methyl ester of Benzylcarbamic acid, 3,7,11,15-Tetramethyl-2-

    hexadecen-1 yang bersifat toksik. Namun peningkatan tersebut masih

    dibawah ambang batas normal sehingga aman untuk dikonsumsi sebagai

    bahan pengawet pangan.

    5.2 Saran

    1. Perlu dilakukan penelitian uji toksisitas kronik dan dilanjutkan dengan uji

    histologi untuk mengetahui toksisitas bahan secara keseluruhan.

    2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan perbedaan usia biji pepaya,

    sehingga dapat diketahui biji pepaya yang lebih efektif untuk di

    aplikasikan sebagai bahan pengawet pangan.

    3. Perlu mengetahui konsentrasi yang tepat terlebih dahulu jika ingin

    menggunakan biji pepaya sebagai bahan pengawet pangan, supaya tidak

    memunculkan kenaikan GPT dan GOT di atas ambang batas normal.

    4. Penelitian ini dapat dilanjutkan untuk menjadi produk suplemen minuman

    dengan konsentrasi yang tepat.

  • 34

    DAFTAR PUSTAKA

    Anggraini, D. R. (2008). Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hati dan

    Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat. Fakultas Kedokteran

    Universitas Sumatra Utara (Thesis).

    Amadea, J., Pesce, L., Kaplas, A. (1987). Methods in Clinical Chemistry. The

    C.V. Mosby Company St. Louis, Washington DC. Toronto. P. 1062-1093.

    Arrington, L. R. (1972). Introductory Laboratory Animal. The Breeding, Care

    And Management of Experimental Animal Science. New York: The

    Interstate Printers and Publishing, Inc.

    Awaliah, Fitri & Radiastuti (2019). Efektivitas Biji Pepaya dalam Menghambat

    Bakteri. Islamic State University in Press: Jakarta.

    Attouchi, M., & Sadok. (2010). The effect of powder ed thyme sprinkling on

    quality changes of wild and farmed gilthead sea bream fi llets stored in ice.

    Food Chem. 119, 1527-1534.

    Bratawidjaja, K. G. (2012). Imunologi Dasar. Edisi ke 7. Gaya Baru: Jakarta.

    Bergmeyer, H. U., Horder, M., & Rej, R. Approvedrecommendation. (1986).

    On IFCC methods for the measurement of catalytic concentration of

    enzymes. Part 2. IFCC method for aspartate amintransferase, J. Clin.

    Chem. Biochem.

    BPOM. (2014). Pedoman uji toksisitas nonklinik secara in vivo. Peraturan

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.7

    Tahun 2014.

    Cui, X., Fang, J.L., & Wang. (2007). Kinetic spectrophotometric method for

    rapid determination of trace formaldehyde in foods. Anal. Chem. Acta,

    590, 253-259.

    Dikretorat Jendral Pengawasan Obat & Makanan RI. (1995). Farmakope

    Indonesia. Jilid IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

    pp, 95-98.

    Evans, J. G., & Butler. (1993). Histopathology in Safty Evaluation.

    Experimental Toxicology. The Basic Issue. 2 Edition. D. Anderson and

    D.M. Conning (eds). Hartnolls Ltd., Bodmin, hal. 119.

    Fan, W., Chi., & Zhang. (2008). The use of a teapolyphenol dip to extend the

    shelf life of silvercarp (Hypophthalmicthys molitrix) during storagein ice.

    Food Chem. 108, 148-153.

    Fery, M. (2006). Pengaruh Konsentrasi Karboksil Metil Selulosa (CMC)

    Terhadap Mutu Sirup Jambu Mete. Balai Penelitian Tanaman Obat dan

    Aromatik.

  • 35

    Girinda, A. (1986). Biokimia 1. Jakarta: Gramedia.

    Gleasson, M. N. (1969). Clinical toxicology of commercial product. The

    william and wilkins. Baltimore.

    Gunawan, D., Mulyani, S. (2004). Farmakognosi. Jakarta: Swadaya.

    Gusniar, A. B. (2019). Aplikasi Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.)

    Varietas California dan Bangkok Sebagai Bahan Pengawet Daging Ayam

    dan Udang. Islamic State University in Press: Jakarta.

    Guyton, A. C & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.Jakarta:

    EGC.

    Hadi, S. (2002). Gastroenterology. Penerbit Alumni, Bandung. Hal. 402-420.

    Kalie, M. B. (2008). Bertanam Pepaya. Jakarta: Penebar Swadaya.

    Kanadi, A. J., Alhassan, A. I., Ngwen, A. I., Yaradua, A., Nasir & Wudil.

    (2019). Acute Toxicity Studies and Phytochemical Constituents of

    Different Solvents Extracts of Carica papaya Seeds. Asian Journal of

    Research in Botany.

    Kirsch, R. S., Robsons and Meissner. (1991). A Pratical Guide to the Diagnosis

    and management of Liver Disease, in Liver. Cape Town. South Africa.

    Kusumawati. (2004). Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada

    University Press: Yogyakarta.

    Larasaty & Wisya. (2013). Uji Antifertilitas Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar

    (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur

    Sprague Dawley Secara In Vivo. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif

    Hidayatullah.

    Laurence & Bacharach. (1964). Evaluation of Drug Activities

    Pharmacometrics. 1th ed. Academic Press. London.

    Lestari. (2017). Farmakologi Dasar. UB Press: Malang.

    Lu, F. C. (1995). Toksikologi Dasar Edisi Dua. Jakarta: UI-Press.

    Lu, F., Din.,Ye & Liu. (2010). Cinamon andnisin in alginate-calcium coating

    maintain quality of fresh northern snakehead fish fi llet. LWT-Food Sci.

    Tech. 43, 1331-1335.

    Marlinda, M. (2012). Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas

    Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana mill). Jurnal MIPA

    UNSRAT ONLINE. Manado.

    Martiasih, M. (2012). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Pepaya Terhadap

    Escherichia coli dan Streptococcus pyogenesis. Yogyakarta. Fakultas

    Teknologi Universitas Atma Jaya.

  • 36

    Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Elsevier, Netherlands, 134-135, 479-

    487.

    Moniharpon., Soekarto & Nitibaskoro. (1993). Biji buah Atung (Parinarium

    glaberimum HASSK) sebagai pengawet udang windu segar. Jurnal Pasca

    Panen Perikanan, 56, 1-9.

    Moriwaki, K. T., Shiroishi & Yonekawa. (1994). "Genetic in Wild Mice." Its

    Aplication to Biomedical Research. Karger, Tokyo: Japan Scientific

    Societies Press.

    Nagai, T., Inoue., Kanamori., Suzuki & Nagashima. (2006). Characterization on

    honeyfrom different floral sources. Its functionalproperties and effects of

    honey species on storageof meats. Food Chem, 96, 256-262.

    Nuswamarhaeni, S. D., Phihartini & Pohan. (1999). Mengenal buah unggul

    Indonesia. Swadaya: Jakarta.

    Oduola, T., Adeniyi, FAA., Ogunyemi, EO., Bello, IS., Idowu, To., and Subair.

    (2007). Toxicity studies on an unripe Carica Papaya aqueous extract:

    biochemical and haematological effects in wistar albino rats. Journal of

    Medicinal Plants Research, 1(1), 1-4.

    Oehlenschlager, J. (2010). Introduction-importanceof analysis in seafood and

    seafood products, variability and basic concepts. In: Handbookof Seafood

    and Seafood Product analysis. Editedby: Leo M.L. Nollet and Fidel

    Todra. CRC Press.

    Opara, L.U., Al-Jufaili and Rahman. (2007). Postharvest handling and

    preservation of fresh shand seafood. In: Handbook of Food Preservation,

    Rahman, M. S. ed. CRC Press, Boca Raton, FL, 151-202.

    Page, D. S. (1997). Prinsip-Prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga.

    Price, A. S., & Wilson, M. L. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

    Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC. 426-430.

    Paramveer, D., Chancal, M., Paresh, M., Rani, A., and Nema, R. K. (2010).

    Effective alternative methods of LD50 help to save number of

    experimental animals. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research,

    2(6), 450-3.

    Pribadi & Gutama, A. (2008). Penggunaan Mencit dan Tikus sebagai Hewan

    Model Penelitian Nikotin.Skripsi. Bogor: IPB.

    Price., Sylvia, A., Lorraine., & Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi " Konsep

    Klinis Proses-Proses Penyakit". Edisi 4. Jakarta: EGC.

    Purwaningdyah. (2015). Efektivitas Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.)

    sebagai Antidiare pada Mencit yang Diinduksi Salmonella typhimurium.

    Jurnal Pangan dan Agroindustri.

  • 37

    Putra, W. S. (2012). 68 Buah Ajaib Penangkal Penyakit. Yogyakarta: Katahati.

    Quitral, V., Donoso., Ortiz., Herrera., Araya and Aubourg. (2009). Chemical

    changes during the chilled storage of Chillean jack mackerel (Trachurus

    murphyi): effect of a plant-extract icingsystem. LWT-Food Sci. Tech. 42,

    1450-1454.

    Ratnaningsih, A. (2004). Pengaruh Cadmium Terhadap Gangguan Patologik

    pada Hati Tikus Percobaan. Jurnal Matematika, Sains Dan Teknologi.

    Ridwan, E. (2013). Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian

    Kesehatan. J. Indon Med Assoc. 63. Jakarta.

    Robbins & Kumar. (1995). Buku Ajar Patologi 1. Edisi 4. Jakarta. EGC. 290-

    293.

    Rogers, A. B., Z. D., Renee. (2012). Comparative Anatomy and Histology: A

    Mouse and Human Atlas. USA: Elsevier Inc, 193-196.

    Rust, M. B. (2002). Nutritional Physiology. In: Halver, J. E., R.W. Hardy. Fish

    nutrition. USA: Academic Press, 822.

    Roller, S. (1995). The quest for natural antimicrobials asnovel means of food

    preservation: Status reporton a European research project. Int. Biodete,

    333-345.

    Ronald, A., Sacher & Richard, A. (2002). Tinjauan Klinis. Hasil Pemeriksaan

    Laboratorium. Jakarta: EGC.

    Sacher., Ronald, A., & Richard, A. (2002). Tinjauan Klinis. Hasil Pemeriksaan

    Laboratorium. Jakarta: EGC.

    Safwan., Abdul, R. W., Ali, R. H., & Ni Nyoman, M. M. (2007). Toksisitas Sub

    Akut Ekstrak Biji Pepaya Terhadap Aktivitas Enzim SGPT dan SGOT

    Secara In Vivo. Farmasi. Universitas Muhammadiyah Mataram.

    Satriyasa, B. K., & Pangkahila, W. (2010). Fraksi heksan dan fraksi metanol

    ekstrak biji pepaya muda menghambat spermatogonia mencit (Mus

    musculus). Denpasar-Bali. Farmakologi FK UNUD.

    Siburian, J., Marlina & Johari. (2008). Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica

    papaya L.) pada Tahap Pra copulasi terhadap Fungsi Reproduksi Mencit

    (Mus musculus. L) Swiss Webster Betina. Laporan Penelitian. PS

    Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Jambi.

    Smith, B. J., & Mangkoewidjojo. (1988). Pemeliharaan, Pembiakan dan

    Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia. Jakarta:

    University Press.

    Soemirat, J. (2003). Tolksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press.

    Sudarmono & Untung. (2014). Uji Keamanan Ekstrak Etanol Daun Mindi

  • 38

    (Melia azedarach I) Pada Tikus Galus Wistar Berdasarkan Dosis Letal 50

    Serta Gambaran Histopatologi Hepar dan Ginjal. Jurnal Kesehatan

    "Caring and Enthusiasm".

    Suyanti, L. (2008). Gambaran Histologi Hati dan Ginjal Tikus pada Pemberian

    Fraksi Asam Amino Non-Protein Lamtoro Merah (Acacia villosa) pada

    Uji Toksisitas Akut. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

    (Skripsi).

    Ummah, W. (2012). Pengaruh Ekstrak Air Biji Pepaya (Carica papaya L.) dan

    Testosteron Undekanoat (TU) Terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus

    musculus L.). (Skripsi) S1 FMIPA Universitas Sumatera Utara. Medan.

    Umana, Uduak, E., Timbuak, J. A., Musa, S. A., Samuel, A., Joseph, H., &

    Anuka, J. A. (2013). Acute and Chronic Hepatotoxicity and

    Nephrotoxicity Study of Orally Administered chloroform extract of Carica

    papaya Seeds in Adult Wistar Rats. International Journal of Scienctific

    and Research Publication, vol, 3.

    Underwood, A. L. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.

    Warisno. (2003). Budidaya Pepaya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

    Wilson and Gosvold. (1982). Textbook of Organic Medicinal and

    Pharmaceutical Chemistry in Deorge, RF. (Ed). Buku Teks Wilson dan

    Gisvold: Kimia Farmasi dan Medisinal Organik. Lippincott Company,

    Philadelphia-Toronta.

    Yuniawati, M. & Purwanti, A. (2008). Optimasi Kondisi Proses Ekstraksi

    Minyak Biji Pepaya. Journal Teknologi Tecnoscientia. Vol 1, No. 1. 75-

    82.

  • 39

    LAMPIRAN

    Lampiran 1. Hasil Uji Beda Menggunakan Metode Uji Parametik Anova Two

    Way

    1. Uji Parameter SGOT Serum Mencit Setelah didedahkan Ekstrak Biji Pepaya

    California dan Bangkok

    Tests of Between-Subjects Effects

    Dependent Variable: SGOT

    Source

    Type III Sum

    of Squares Df Mean Square F Sig.

    Corr