7
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2 Bandung, 19-20 Oktober 2009 TPL13-1 KUALITAS GAS EMISI PADA UJICOBA INSINERATOR BERGERAK SKALA 5 KG/JAM Muryanto, Muchlis, Edi Iswanto Wiloso PUSAT PENELITIAN KIMIA LIPI Kawasan PUSPITEK, Serpong, Tangerang Telp: ( 021 ) 7560929 Fax : ( 021 ) 7560549 e-mail : [email protected] , Abstrak Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Barang bukti sitaan narkoba yang juga meningkat menimbulkan resiko penyalahgunaan oleh pihak tidak berwenang jika tidak segera dimusnahkan. Salah satu cara pemusnahan narkoba secara tepat dan cepat serta dapat mencapai lokasi- lokasi yang tersebar adalah dengan menggunakan mobile incinerator yang didesain khusus memusnahkan narkoba. Insinerator ini terdiri dari dua ruang bakar yaitu ruang bakar utama untuk pembakaran narkoba padat (serbuk, pil dan tablet) dan ruang bakar kedua untuk pembakaran gas hidrokarbon menjadi gas CO 2 . Suplai panas berasal dari gas burner di masing-masing chamber berkapasitas 70.000 kcal/jam. Insinerator ini diletakkan pada platform beroda berukuran 2 m x 4 m untuk melayani pemusnahan di lokasi yang tersebar di banyak wilayah. Insinerator ini berkapasitas 5 kg dengan kapasitas alat pengumpan 1kg. Pada tahap ujicoba digunakan gaplek sebagai pengganti narkoba. Emisi gas yang keluar dari cerobong dianalisa untuk dibandingkan dengan baku mutu. Analisa gas baru terbatas pada gas-gas parameter pembakaran yaitu karbondioksida, karbon monoksida, SO x dan NO x . Dari hasil analisa diperoleh nilai emisi CO2 sebesar 5.5 %, kadar CO sebesar 2 ppm, kadar SO x < 14 ppm, dan kadar NO x sebesar 71 ppm. Sehingga dapat disimpulkan nilai emisi tersebut memenuhi baku mutu emisi udara untuk insinerator, Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-03/BAPEDAL/09/1995. Kata kunci: insinerator, gas emisi, karbon monoksida, narkoba Abstract Abuse and illegal distribution of narcotic, psychotropic and other types of drugs in Indonesia rises. Increasing of evidence has some possibilities for authorized person to use the materials. This evidence must be destruction as soon as possible. The solution for this problem is using mobile incinerator for narcotic destruction that can be used in many locations. The paper presents a temperature profile in chamber that designed to destruction the confiscated narcotics. The mobile incinerator consist of two chambers, that primary chamber for burning solid narcotic and secondary chamber for burning hydrocaarbon gases to be carbondioxide. Two 70.000 kcal/hr gas burners are used to ignite the narcotic and to maintain a constant combustion temperature. The mobile incinerator is placed on wheeled platform having size 2 m x 4 m. The mobile incinerator was completed with an exhaust gas treatment unit consisted of a quencher and a jet venturi scrubber. Thus the emitted gas trough the chimney is not harmful to the environment. Gas analysis in this paper only in gas that have influence to combustion, which are carbon dioxide carbon monoxide,SO 2 and NO x . From analysis value of CO2, CO, SO 2 , and NO x are 5.5 %, 2 ppm, < 14 ppm, and 71 ppm. The emiited gas from mobile incinerator achieved the emission gas standard, KEP-03/BAPEDAL/09/1995. Keyword : chamber, incinerator, mobile, narcotics, temperature

TPL13

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TPL13

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL13-1

KUALITAS GAS EMISI PADA UJICOBA

INSINERATOR BERGERAK SKALA 5 KG/JAM

Muryanto, Muchlis, Edi Iswanto Wiloso PUSAT PENELITIAN KIMIA – LIPI

Kawasan PUSPITEK, Serpong, Tangerang

Telp: ( 021 ) 7560929 – Fax : ( 021 ) 7560549

e-mail : [email protected],

Abstrak

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia menunjukkan adanya

kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Barang bukti sitaan narkoba yang juga

meningkat menimbulkan resiko penyalahgunaan oleh pihak tidak berwenang jika tidak segera

dimusnahkan. Salah satu cara pemusnahan narkoba secara tepat dan cepat serta dapat mencapai lokasi-

lokasi yang tersebar adalah dengan menggunakan mobile incinerator yang didesain khusus

memusnahkan narkoba. Insinerator ini terdiri dari dua ruang bakar yaitu ruang bakar utama untuk

pembakaran narkoba padat (serbuk, pil dan tablet) dan ruang bakar kedua untuk pembakaran gas

hidrokarbon menjadi gas CO2. Suplai panas berasal dari gas burner di masing-masing chamber

berkapasitas 70.000 kcal/jam. Insinerator ini diletakkan pada platform beroda berukuran 2 m x 4 m

untuk melayani pemusnahan di lokasi yang tersebar di banyak wilayah. Insinerator ini berkapasitas 5 kg

dengan kapasitas alat pengumpan 1kg. Pada tahap ujicoba digunakan gaplek sebagai pengganti

narkoba. Emisi gas yang keluar dari cerobong dianalisa untuk dibandingkan dengan baku mutu. Analisa

gas baru terbatas pada gas-gas parameter pembakaran yaitu karbondioksida, karbon monoksida, SOx

dan NOx. Dari hasil analisa diperoleh nilai emisi CO2 sebesar 5.5 %, kadar CO sebesar 2 ppm, kadar

SOx < 14 ppm, dan kadar NOx sebesar 71 ppm. Sehingga dapat disimpulkan nilai emisi tersebut

memenuhi baku mutu emisi udara untuk insinerator, Keputusan Kepala Bapedal No.

KEP-03/BAPEDAL/09/1995.

Kata kunci: insinerator, gas emisi, karbon monoksida, narkoba

Abstract

Abuse and illegal distribution of narcotic, psychotropic and other types of drugs in Indonesia rises.

Increasing of evidence has some possibilities for authorized person to use the materials. This evidence

must be destruction as soon as possible. The solution for this problem is using mobile incinerator for

narcotic destruction that can be used in many locations. The paper presents a temperature profile in

chamber that designed to destruction the confiscated narcotics. The mobile incinerator consist of two

chambers, that primary chamber for burning solid narcotic and secondary chamber for burning

hydrocaarbon gases to be carbondioxide. Two 70.000 kcal/hr gas burners are used to ignite the narcotic

and to maintain a constant combustion temperature. The mobile incinerator is placed on wheeled

platform having size 2 m x 4 m. The mobile incinerator was completed with an exhaust gas treatment unit

consisted of a quencher and a jet venturi scrubber. Thus the emitted gas trough the chimney is not

harmful to the environment. Gas analysis in this paper only in gas that have influence to combustion,

which are carbon dioxide carbon monoxide,SO2 and NOx. From analysis value of CO2, CO, SO2, and

NOx are 5.5 %, 2 ppm, < 14 ppm, and 71 ppm. The emiited gas from mobile incinerator achieved the

emission gas standard, KEP-03/BAPEDAL/09/1995.

Keyword : chamber, incinerator, mobile, narcotics, temperature

Page 2: TPL13

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL13-2

1. Pendahuluan Penyalahgunaan narkoba (narkotika,

psikotropika dan bahan berbahaya lainnya)

merupakan permasalahan nasional yang serius.

Saat ini Indonesia bukan hanya sebagai tempat

transit perdagangan gelap narkoba, tetapi juga

telah menjadi tempat pemasaran dan bahkan

tempat produksi gelap narkoba. Jumlah kasus

narkoba yang dapat diungkap oleh pihak

kepolisian selama tahun 2008 (Januari-

September) sebanyak 29.359 kasus yang

tersebar di berbagai daerah seperti Jakarta,

Tangeran, Bogor, dan beberapa kota besar di

Indonesia seperti Sumatera Utara, Riau,

Lampung, Aceh dan Bali. Jumlah barang bukti

yang berhasil disita sebanyak 700 ribu gram

narkotika dan psikotropika, dan lebih dari satu

juta tablet ekstasi menyebabkan pihak

kepolisian sulit untuk melakukan pemusnahan

secara terpusat dan dalam waktu cepat (BNN,

2009). Bila tidak dimusnahkan dengan segera,

dapat timbul resiko penyalahgunaan barang

bukti/sitaan narkoba oleh pihak yang tidak

berwenang.

Menurut Undang-undang No 22 Tahun

1997 yang dimaksud dengan Narkotika adalah

zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintesis maupun semi-

sintesis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,

dan menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan sebagaimana

terlampir dalam undang-undang ini atau yang

kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri

Kesehatan. Secara garis besar narkotika

menurut undang-undang ini dibagi menjadi tiga

golongan. Sedangkan menurut Undang-undang

No 5 tahun 1997, yang dimaksud dengan

psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah

maupun sintetis, bukan narkotika yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif

pada susunan saraf pusat yang menyebabkan

perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku. Psikotropika dibagi menjadi empat

golongan utama.

Jenis narkotika yang sering

disalahgunakan oleh pemakai antara lain;

(1) Opioda terdiri atas opium, morfin dan

heroin; (2) Kokain, (3) Ganja/Kanabis/

Mariyuana, sedangkan jenis psikotropika yang

sering disalah gunakan adalah: (1)

Amfetamin, (2) Ekstasi, dan (3) Shabu-shabu

(Fatchurahman dan Bulkani, 2006).

Keberhasilan aparat kepolisian dalam

mengungkap penyalahgunaan narkoba membuat

semakin banyak barang bukti narkoba yang

tersita. Pemusnahan barang bukti narkoba

merupakan hal yang amat penting, pemusnahan

ini dilakukan hingga barang-barang tersebut

tidak dapat lagi disalahgunakan atau bahkan

disebarluaskan dan menjadi permasalahan baru.

Terkait dengan bahan narkotika, teknik

pemusnahan yang mudah adalah dengan cara

membakarnya hingga tuntas sehingga

keseluruhan bahan tidak memiliki lagi sifat-sifat

asalnya yang dapat disalahgunakan.

Pemusnahan barang bukti tindak

kejahatan narkoba, khususnya yang berupa

bahan narkotika, psikotropika maupun zat

berbahaya lainnya, harus memenuhi unsur: (i)

tidak dapat digunakan lagi; (ii) tidak

menghasilkan bahan baru yang juga berbahaya;

(iii) tidak berisiko terhadap lingkungan.

Pemusnahan barang bukti narkoba dengan cara

pembakaran pada suhu tinggi perlu juga

memenuhi syarat-syarat keamananan, di mana

pembakaran berlangsung sempurna, sehingga

hasil pembakaran tidak menimbulkan

pencemaran lingkungan.

Pemusnahan narkoba telah banyak

diberitakan dalam surat kabar. Metode

pemusnahan yang selama ini dilakukan adalah

dengan membakarnya pada tempat terbuka atau

yang lebih dikenal dengan pembakaran terbuka.

Pemusnahan dengan menggunakan pembakaran

terbuka berpotensi menimbulkan menyabarnya

zat-zat yang masih bersifat adiktif. Pembakaan

sistem terbuka juga memperbesar peluang

terbentuknya pembakaran tidak sempurna yang

dapat menghasilkan gas-gas beracun dan

meninggalkan sisa-sisa bahan yang tidak

terbakar. Pembakaran terbuka dari limbah

rumah tangga yang dilakukan pada kondisi

pembakaran dan suhu yang rendah dapat

menimbulkan gas racun dioksin dan furan,

demikian dikatakan oleh

Paul Lemieux, Ph.D., salah seorang peneliti dari

National Risk Management Research

Laboratory, US-EPA.

Sedangkan menurut PP 18 tahun 1999

tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya

dan Beracun (B3) produk-produk kadaluarsa

dan kemasan dari kegiatan farmasi

dikatagorikan sebagai limbah B3, dan dari segi

komposisi kimia, narkotika dan zat psikotropika

dapat dimasukkan kedalam kelas bahan farmasi.

Menurut Basel Convention, teknik yang umum

digunakan untuk memusnahkan limbah B3

adalah salah satunya dengan insinerasi pada

suhu tinggi. Demikian juga menurut Office of

Controlled Substances of Health Canada

menyatakan bahwa metode untuk memusnahkan

obat-obatan kadaluarsa termasuk narkotika

adalah dengan insinerator (CVO, Canada, 2007).

Teknik insinerasi atau pembakaran telah banyak

digunakan di dunia dengan mengacu kepada

konvensi Basel tahun 1997 (Basel Convention,

Page 3: TPL13

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL13-3

1997). Oleh karena itu, insinerator bergerak

menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi

permasalahan tersebut.

Makalah ini membahas tentang analisa

gas yang dihasilkan dari emisi insinerator

bergerak yang telah dirancang khusus untuk

memusnahkan barang bukti sitaan narkoba

untuk membantu pihak kepolisian. Analisa gas

yang dihasilkan baru terbatas pada tahap ujicoba

saja dengan menggunakan bahan yang

diasumsikan memiliki kandungan yang sama

dengan narkoba.

2. Teori Dasar

Insinerator yang digunakan didesain

khusus untuk memusnahkan narkoba.

Umumnya bahan yang dapat dibakar adalah

sampah tipe 0 sampai tipe 4 dengan nilai bakar

dan komposisi tertentu, namun dapat juga

didesain secara khusus. Narkoba dapat

diasumsikan sebagai limbah farmasi dan obat-

obatan yang umumnya mempunyai karakteristik

berbeda-beda. Oleh karena itu karakteristik dan

senyawa-senyawa berbahaya yang terkandung

dalam narkoba harus diidentifikasi terlebih

dahulu untuk menentukan secara tepat proses

dan desain yang akan digunakan. Senyawa yang

menjadi perhatian dalam mendesain insinerator

diantaranya adalah kandungan senyawa organik,

senyawa halogen, logam-logam, dan kandungan

nitrogen (Basel Convention, 1997).

Insinerator bergerak ini terdiri dari dua

ruang bakar, yaitu ruang bakar pertama yang

berfungsi untuk melakukan pembakaran

narkoba padat, dan ruang bakar kedua yang

berfungsi untuk membakar kembali gas-gas

yang dihasilkan dari pembakaran di ruang bakar

utama. Suhu pada ruang bakar pertama dijaga

pada suhu > 700 oC yang diharapkan dapat

mencegah terjadinya gas-gas berbahaya hasil

pembakaran yang tidak diinginkan seperti

dioxin. Sedangkan pada ruang bakar kedua suhu

pembakaran adalah > 1000 oC, berada diatas

titik bakar gas karbonmonoksida, sehingga gas

karbon monoksida akan terbakar di ruang bakar

kedua ini menjadi gas karbondioksida. Masing-

masing ruang bakar memiliki satu buah burner

yang berguna sebagai sumber api untuk

membakar narkoba dan gas-gas hasil

pembakaran, dan juga berfungsi untuk menjaga

suhu yang diinginkan di kedua ruang bakar.

Terdapat tiga parameter utama dalam

operasi insinerator yang harus diperhatikan,

yaitu 3-T (Temperature, Time dan Turbulence).

Temperatur berkaitan dengan pasokan oksigen

melalui udara. Udara yang dipasok akan

menaikan temperatur karena proses oksidasi

materi organik bersifat eksotermis. Waktu

berkaitan dengan lamanya fasa gas, sehingga

terjadi pembakaran sempurna. Turbulensi untuk

membuat limbah kontak sempurna dengan

oksigen. Insinerator besar diatur dengan kisi-

kisi atau ruang bakar yang dapat bergerak,

sedang insinerator kecil ruang bakarnya statis

(Brunner, 1984).

Insinerator bergerak ini dilengkapi unit

penanganan gas hasil pembakaran ini berfungsi

untuk mereduksi polutan-polutan yang terdapat

dalam gas buang sehingga memenuhi baku

mutu emisi udara untuk insinerator, sesuai

dengan Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-

03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan

Teknis Pengolahan Limbah Bahan Beracun

Berbahaya. Pada Tabel 1 ditunjukkan baku

mutu emisi udara sesuai dengan KEP-

03/BAPEDAL/09/1995

Tabel 1. Baku Mutu Emisi Udara untuk

Insinerator

Parameter

Kadar

maksimum

(mg/Nm3)

Partikulat

Sulfur dioksida (SO2)

Nitrogen oksida (NO2)

Hidrogen Fluorida (HF)

Karbon monoksida (CO)

Hidrogen Klorida (HCl)

Total hidrokarbon

(sebagai CH4)

Arsen (As)

Kadmium (Cd)

Kromium (Cr)

Timbal (Pb)

Merkuri (Hg)

Talium (TI)

Opasitas

50

250

300

10

100

70

35

1

0,2

1

5

0,2

0,2

10%

(KEP-03/BAPEDAL/09/1995)

Emisi gas buang yang dihasilkan

insinerator sangat bergantung kepada

karakteristik dan komposisi umpan serta desain

dan kondisi pengoperasian insinerator beserta

sistem pengendaliannya. Emisi yang dapat

dikendalikan dengan teknologi pembakaran

diantaranya karbon monoksida (CO), oksida-

oksida nitrogen (sebagai NO2), total

hidrokarbon (sebagai CH4), dan kelompok

polutan hasil pembakaran tidak sempurna

seperti dioksin (PCDDs/PCDFs), semi-volatile

dan volatile organic compound. Senyawa-

senyawa ini dapat dikendalikan keberadaannya

dengan menjaga kesempurnaan pembakaran.

Selain itu, insinerator juga menghasilkan

polutan jenis logam berat (As, Cr, Cd, Pb, Hg

dan TI), partikulat, serta gas-gas anorganik

(SO2, HF, dan HCl) yang berasal dari

Page 4: TPL13

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL13-4

Tangki

Sirkulasi

Separator

Cerobong

Venturi

Scrubber

Quencher

karakteristik umpan. Kelompok polutan ini

dapat ditangani dengan wet scrubber.

Unit penanganan gas pada insinerator

bergerak ini terdiri dari unit pendingin, unit

scrubber, cerobong, dan tangki sirkulasi

absorben. Unit pendingin (quencher) merupakan

unit pendukung kinerja venturi yang berperan

dalam menurunkan beban volume pengolahan

gas oleh unit venturi melalui proses pendinginan

gas secara kontak langsung dan cepat dengan

memanfaatkan panas penguapan air yang

diumpankan melalui nozzle berdesain khusus

berjenis hidraulik dengan laju alir 4 LPM. Unit

Quencher dibangun dengan material Stainless

Steel AISI 304L yang tahan korosi terhadap

suasana asam dan kuat terhadap temperatur

tinggi hingga 1000 C. Posisi saluran inlet

diletakkan tepat dibagian bawah saluran nozel,

namun diletakkan pada ketinggian yang cukup

aman terhadap kemungkinan bahaya aliran balik

dari cairan nozzle yang terakumulasi pada

bagian dasar quencher menuju insinerator.

Sedangkan untuk saluiran outlet diletakkan pada

posisi diagonal terhadap saluran inlet yang

memberikan jarak tempuh maksimum bagi

aliran gas yang mengalami proses pendinginan.

Unit scrubber yang digunakan pada

insinerator bergerak ini adalah jenis jet venturi

scrubber, karena selain dapat mengabsorp

partikulat yang dihasilkan dari pembakaran,

juga dapat menimbulkan efek vakum yang

berfungsi menarik gas hasil pembakaran menuju

cerobong. Prinsip kerja unit ini memanfaatkan

fenomena tumbukan inersia antara partikulat

dalam aliran gas buang dengan aliran cairan

penyerap berkecepatan tinggi dalam kondisi

turbulen di dalam saluran yang menyempit.

Tangki sirkulasi absorben digunakan untuk

mensirkulasikan cairan penyerap ke unit jet

venturi scrubber, cairan yang digunakan adalah

air. Sedangkan nozzle yang digunakan juga

menggunakan material Stainless Steel AISI

304L dan termasuk golongan jenis nozzle

hidraulik berukuran ¾ inch yang dalam

pengoperasiannya menggunakan tekanan pompa

yang cukup tinggi hingga 3 bar untuk

mengalirkan cairan penyerap dengan laju alir

berkisar 50 LPM. Unit ini diharapkan dapat

menyisihkan partikulat berukuran besar dari

1 µm dengan efisiensi penyisihan hingga 92%.

Disamping itu, unit ini juga diharapkan mampu

menyisihkan gas-gas polutan anorganik yang

dapat diserap dalam air (HF, HCl, HBr, HI,

SOx) melalui peristiwa absorpsi.

Selain itu juga dilengkapi dengan unit

separator, yang merupakan unit pelengkap

untuk menyempurnakan peristiwa absorpsi gas-

gas polutan dan dilanjutkan dengan

memisahkan antara aliran gas buang dan cairan

penyerap. Peralatan ini terbuat dari logam

stainless steel yang tahan karat serta tahan

terhadap suhu relatif tinggi. Pada unit

penanganan gas emisi ini juga dilengkapi

dengan tangki sirkulasi absorben yang berfungsi

untuk menampung dan mensirkulasikan air

sebagai cairan penyerap ke unit Jet venturi

scrubber dengan bantuan pompa. Unit

penanganan gas emisi dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Unit penanganan gas keluaran

ruang pembakaran

Insinerator bergerak ini diletakkan pada

platform beroda berukuran 2 m x 4 m untuk

melayani pemusnahan di lokasi yang tersebar di

banyak wilayah, seperti yang terlihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Insinerator Bergerak

Page 5: TPL13

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL13-5

Wadah vakum

Plastik sampling pompa

Selang

silikon

3. Bahan dan Metode

Penelitian yang dilakukan adalah

melakukan ujicoba pada insinerator bergerak

yang dibuat khusus untuk memusnahkan

narkoba. Insinerator bergerak ini dirancang

berdasarkan nilai kalori dari narkoba padat.

Barang bukti narkoba sangat sulit didapatkan,

sehingga sebagai pengganti digunakan gaplek

singkong. Hal ini didasari bahwa seperti halnya

obat-obatan, narkoba ini tidak murni 100 % zat

aktif, namun terdiri dari campuran zat aktif dan

sebagian besar zat pengisi yang pada umumnya

adalah amilum dan kafein (Suharjono, 1997).

Komposisi kadnungan singkong adalah 70% air,

24 % pati, dan 2% serat dan 4% kandungan lain

(Tonukari, 2004). Sehingga pengeringan

singkong menjadi gaplek dapat menurunkan

kadar air dan meningkatkan kandungan pati

pada singkong hingga 60%

(www.cassavabiz.org). Gaplek yang digunakan

bervariasi, disimulasikan seperti narkoba, yaitu

dalam bentuk granular yang diasumsikan

sebagai pil dan tablet, serta dalam bentuk

serbuk.

Pengambilan sampling gas dilakukan

pada lubang samping yang terdapat pada ujung

cerobong, gas hasil pembakaran disampling dan

disimpan didalam gas sampling bag untuk

kemudian dianalisa. Rangkaian peralatan

analisa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Instalasi Sampling Gas

Khusus untuk pengambilan data

karbondioksida dan karbonmonoksida

dilakukan dengan melakukan variasi pada unit

blower sebagai alat pensuplai udara sekunder ke

dalam ruang pembakaran, dan pada unit

quencher sebagai unit pendingin gas hasil

pembakaran sebelum masuk ke dalam scrubber.

Untuk variasi sampling gas CO dan CO2 ini

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Variasi sampling gas CO dan CO2

4. Hasil dan Pembahasan Pada ujicoba insinerator bergerak ini

gaplek digunakan sebagai umpan untuk

menggantikan narkoba. Gaplek yang bentuknya

bervariasi dari mulai serbuk hingga granular

dimasukkan kedalam ruang bakar melalui unit

pengumpan. Sebelum dilakukan pengumpanan,

dilakukan terlebih dahulu proses preheating.

Proses ini dimaksudkan untuk mencapai suhu

yang diinginkan pada ruang bakar pertama,

yaitu sekitar 700oC. Temperatur ini ditujukan

untuk mencegah terbentuknya dioksin yang

terbentuk pada temperatur dibawah 600oC.

Selain itu preheating ini juga ditujukan agar

dinding-dinding bata api pada permukaan ruang

bakar telah mengalami pemanasan yang merata.

Waktu yang dibutuhkan untuk proses preheating

berdasarkan ujicoba-ujicoba sebelumnya

diperoleh selama 60-70 menit.

Umpan gaplek dimasukkan setelah

suhu ruang bakar pertama mencapai > 700oC

yaitu pada menit ke 0-10 setelah proses

Preheating hingga > 700oC

Sampling gas CO dan CO2

variabel : on/off quencher

dan blower

4 Run @ duplo

persiapan kondisi RUN

baru : 10 menit

selesai

RUN Blower Quencher

I ON OFF

II ON ON

III OFF OFF

IV OFF ON

Page 6: TPL13

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL13-6

preheating. Umpan yang dimasukkan sebesar

1 kg secara bertahap melalui unit pengumpan.

Pemasukkan umpan secara bertahap ini juga

untuk menghindari terjadinya penumpukkan

umpan didalam ruang bakar pertama. Sampling

dilakukan setelah proses pengumpanan berjalan

5 menit, hal ini diperkirakan bahwa sudah

terjadi kondisi steady state pada ruang bakar.

Data hasil pengukuran emisi gas insinerator

bergerak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Hasil Uji Emisi Gas

Parameter Baku Mutu Emisi *) Hasil

Uji (mg/Nm3)

Partikulat 50 2,8

SOx 250 < 14

NOx 300 71

CO 100 17

*) Keputusan Kepala Bapedal No.KEP-

03/BAPEDAL/09/1995

Analisa gas yang dilakukan pada ujicoba

ini baru terbatas pada gas-gas yang terbentuk

dari proses pembakaran secara umum. Hal ini

dilakukan untuk memperlihatkan kinerja proses

pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar

hasil rancangan. Tabel 1 menunjukkan bahwa

nilai emisi gas-gas tersebut masih berada di

bawah baku mutu emisi untuk insinerator

sehingga emisi gas insinerator ini masih

memenuhi Kep. Bapedal No 03/09/1995. Selain

gas-gas tersebut dalam baku mutu juga

diharuskan mengukur nilai emisi dari logam-

logam berat yang dihasilkan dari gas emisi.

Namun parameter tersebut belum dilakukan

karena diasumsikan pada umpan yang masuk

yaitu gaplek singkong tidak terdapat logam-

logam berat seperti As, Cd, Cr, Pb, Hg, dan Tl.

Namun jika dilihat dari senyawa-senyawa

penyusun narkoba, yang umumnya adalah

senyawa-senyawa organik, maka dapat

diasumsikan bahwa untuk emisi logam-logam

berat ini juga memenuhi baku mutu emisi

insinerator.

Kadar gas karbonmonoksida (CO) yang

merupakan hasil dari proses pembakaran yang

tidak sempurna juga masih jauh dibawah baku

mutu, sehingga dapat disimpulkan proses

pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar

terjadi secara sempurna. Hal ini dapat terjadi

karena pada saat pembakaran suhu operasi yang

terjadi adalah > 800 untuk ruang bakar pertama

dan > 1000 untuk ruang bakar kedua. Suhu ini

relatif lebih tinggi dari temperatur gas

hidrokarbon khsususnya gas karbon monoksida,

sehingga gas CO dapat terbakar di dalam ruang

bakar kedua dan berubah menjadi gas karbon

dioksida (CO2).

Pada ujicoba ini juga dilakukan

perubahan kondisi pada saat operasi, hal ini

ditujukan untuk mengetahui proses pembakaran

dalam ruang bakar terjadi sempurna. Kondisi

yang dilakukan adalah dengan mematikan

memvariasikan suplai udara sekunder pada

blower dan proses pendinginan yang juga

berhubungan dengan waktu tinggal gas di ruang

pembakaran sekunder. Kondisi I adalah kondisi

dimana udara sekunder ditambahkan kedalam

ruang bakar dan waktu tinggal gas didalam

ruang bakar lebih lama karena quencher

dimatikan dan dapat berfungsi sebagai ruang

bakar, kondisi II quencher dinyalakan sehingga

proses pendinginan gas berlangsung, kondisi III

adalah kondisi dimana tidak diberikan udara

sekunder ke dalam ruang pembakaran dan juga

waktu tinggal gas lebih lama, dan kondisi IV

adalah kondisi dimana tidak ada suplai udara

sekunder namun quencher tetap dinyalakan.

Data hasil pengukuran emisi gas CO dan CO2

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Emisi Gas CO dan CO2

pada berbagai kondisi

Kondisi CO ppm CO2 %

1 2 1 2

I 17 - 3.8 -

II 10 10 4.2 4.2

III 1 1 4.9 4.9

IV 2 2 5.5 5.5

Dari Tabel 2 dapat diperoleh bahwa

walaupun dengan adanya variasi kondisi

menunjukkan nilai emisi gas CO dan CO2

masih memenuhi baku mutu. Sehingga dari

hasil ujicoba ini dapat ditentukan kondisi

operasi yang tepat dan lebih hemat energi. Pada

kondisi I dimana merupakan kondisi ekstrim

yaitu dengan adanya tambahan udara dari

blower yang memberikan kondisi udara yang

berlebih dan jalur gas panas lebih panjang

sebelum mengalami pendinginan dan absorbsi

di scrubber, menunjukkan bahwa kadar CO dan

CO2 lebih tinggi dibanding kondisi lain. Kondisi

yang terbagus terlihat pada kondisi III yaitu

pada saat tidak ada udara berlebih yang masuk,

namun kondisi ini kurang baik dari segi proses

keseluruhan karena tidak terjadi proses

pendinginan gas sebelum masuk scrubber. Data

tersebut juga menunjukkan bahwa pada proses

pembakaran tersebut tidak lagi dibutuhkan

tambahan udara dari unit blower, karena sudah

tercukupi oleh blower yang terdapat pada unit

burner. Sehingga kondisi operasi yang dipilih

untuk insinerator bergerak ini adalah kondisi

Page 7: TPL13

Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978-979-98300-1-2

Bandung, 19-20 Oktober 2009

TPL13-7

IV, yaitu tidak diberikan udara sekunder

(mematikan blower) namun tetap menyalakan

unit quencher yang berfungsi sebagai pendingin

gas sebelum memasuki scrubber sehingga kerja

scrubber lebih optimal. Pada kondisi ini juga

nilai emisi gas CO masih memenuhi baku mutu

yaitu sebesar 2 ppm. Efisiensi pembakaran pada

kondisi ini mencapai 99,99%.

Kadar abu untuk dari gaplek singkong

yang digunakan dalam umpan adalah 14%.

Sedangkan abu yang tersisa dari hasil

pembakaran di dalam ruang bakar sebesar

1.65 %. Nilai destruction and removal eficiency

dari ruang bakar ini belum bisa dilakukan,

karena umpan yang dimasukkan belum

mengandung principil organic hazardaous

compound (POHC). Namun pengukuran DRE

dengan mendekati nilai perbandingan kadar abu

dari umpan yang masuk mencapai 98,34%.

5. Kesimpulan

Hasil ujicoba menunjukkan, gas emisi

keluaran insinerator untuk gas-gas parameter

pembakaran masih memenui baku mutu, dengan

nilai karbondioksida, karbon monoksida, SOx

dan NOx. Dari hasil analisa diperoleh nilai emisi

CO2 sebesar 5.5 %, kadar CO sebesar 2 ppm,

kadar SOx < 14 ppm, dan kadar NOx sebesar

71 ppm.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Ir. R. Binudi, Joko Waluyo, ST, Haznan

Abimanyu, PhD, dan Dr. rer nat Hery Haerudin,

atas diskusinya.

Daftar Pustaka

[1] Anonim, (1998), Design and

Construction of BMW insinerator,

Central Pollution Control Board Ministry

of Environment & Forest, Govt of India,

Parivesh Bhawan, East Arjun Nagar,

Delhi

[2] Anonim, Cassava Starch Production, Juli

2009,

http://www.cassavabiz.org/postharvest/st

arch03.htm

[3] Basel Convention, (1997), Technical

Guidelines on Incineration on Land.

Genewa: Basel Convention International

Environmnet House. ISBN : 92-1-

158604-6

[4] Brunner, Calvin R. (1984), “Incineration

Systems Selection and Design”, New

York: Van Nostrand Reinhold Company

[5] Cooper, David and F.C. Alley (Eds.),

(2002), “Air Polution Control : A Design

Approach”, edisi 3. Illinois: Waveland

Press Inc.

[6] Fatchurahman, M. dan Bulkani, 2006.

Peran Guru Pembimbing dalam Upaya

Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika

pada Siswa SMA Negeri dan Swasta

Kota Palangkaraya. WARTA, Vol. 9, No.

1, Maret 2006 : 21-27

[7] Pemerintah Republik Indonesia, (1997),

Undang-Undang No. 22 Tahun 1997

tentang Narkotika. Jakarta: DPR RI

[8] Pemerintah Republik Indonesia, (1997),

Undang-Undang No. 5 Tahun 1997

tentang Psikotropika. Jakarta: DPR RI

[9] Suharjono, (1997), Putau Bukan Sekedar

Heroin. Majalah Intisari. Oktober 1997

[10] Tim data puslitbang & Info BNN, (2009),

Data Kasus Tindak Pidana Narkoba di

Indonesia tahun 2001-2008. Jakarta:

Badan Narkotika Nasional

[11] Tonukari, Nyerhovwo John, (2004),

Cassava and the future of starch, Electric

Journal of Biotechnology, Vol. 7 No. 1.

[12] WHO, (1999), Guidelines for Safe

Disposal of Unwanted Pharmaceuticals

in and after Emergencies. World Health

Organization, Switzerland

RUN Blower Quencher

I ON OFF

II ON ON

III OFF OFF

IV OFF ON