Upload
dessy-vinoricka-andriyana
View
261
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
1/65
1
SMF/Lab Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Demam Berdarah Dengue
(Dengue Haemorrage Fever)
Disusun Oleh :
Evyarosna Sinaga 0708015053
Dessy Vinoricka Andriyana 0808015022
Ratna Noor Mariati 0808015006
Pembimbing
dr. Fatchul Wahab, Sp. A
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada SMF/Lab Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2013
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
2/65
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit demam akut
yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus, family Flaviviridae,mempunyai 4
jenis serotype yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4, melalui perantara nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di
seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia,
den-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat,
diikuti serotipe den-2. Demam berdarah dengue terjadi ketika seseorang terinfeksi
jenis virus dengue yang berbeda setelah terinfeksi dengan jenis lain sebelumnya.
Kekebalan terhadap jenis virus dengue yang berbeda memainkan peran penting
dalam keparahan penyakit.
Demam berdarah dengue memiliki potensi komplikasi kematian,
pertama kali ditemukan pada tahun 1950 pada epidemi dengue di Filipina dan
Thailand. Sekitar 100 juta kasus demam dengue dan antara 250.000 dan 500.000
kasus dari demam berdarah dengue dilaporkan oleh WHO. Dengue dipercaya
dapat menginfeksi 50 sampai 100 juta orang di seluruh dunia dalam satu tahun
dengan 1/2 juta infeksi yang mengancam jiwa yang memerlukan rawat inap,
menghasilkan sekitar 12.500 kematian. Insiden demam berdarah dengue
meningkat 30 kali lipat antara tahun 1960 dan 2010. Peningkatan ini diyakini
karena kombinasi urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan peningkatan perjalananinternasional. Di Amerika Serikat, tingkat infeksi dengue di antara mereka yang
kembali dari daerah endemis dengan demam adalah 2,9-8,0%.
Di Indonesia demam berdarah dengue pertama kali dicurigai di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologist baru diperoleh pada tahun 1970. Di
Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut
dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta pada tahun 1972. Epidemi pertama di luar
jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
3/65
3
Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan di
Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1993 DBD telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Kejadian luar biasa DBD terbesar
terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000
penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%,
namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000);
21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Sejak Januari
sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang
(CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang)
sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%). Kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kaltim periode Januari hingga akhir Pebruari 2004 di
Kaltim mencapai 403 kejadian dan telah menelan korban jiwa 10 orang atau 2,48
persen.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau
tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD
bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Oleh karena itu diperlukan
kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue,
patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang
baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium)
dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.
1.2 Tujuan
Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang di dapat. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan
yang terdapat langsung pada kasus.
Mendiagnosa dengan cepat dan menyusun rencana tatalaksana yang tepatkepada pasien.
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
4/65
4
BAB 2
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
- Nama : An. AF- Jenis kelamin : Laki-laki- Umur : 4 bulan- Alamat : Jl. Pattimura Mangkupalas- Anak ke : I dari I bersaudara- MRS : 11 Mei 2013
Identitas Orang Tua
- Nama Ibu : Burni- Umur : 29 tahun- Alamat : Jl. Pattimura Mangkupalas- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga- Pendidikan Terakhir : SMP- Ibu perkawinan ke : I- Riwayat kesehatan ibu : Baik
Anamnesa
Keluhan Utama
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam sudah dialami pasien selama sejak kurang lebih 5 hari sebelum
masuk rumah sakit, demam naik turun, demam dirasakan naik terutama pada
malam hari, disertai mengigau dan menggigil.
Mual dan muntah juga dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Muntah terjadi jika pasien diberi makan dan minum. Muntah berisi makanan,
tidak menyemprot.
BAB 6 kali sehari saat satu hari sebelum masuk rumah sakit, tidak cair, tidak
terdapat lendir, tanpa darah. BAK normal. Batuk dialami sejak 1 hari sebelum
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
5/65
5
masuk rumah sakit. Nafsu makan pasien menurun, namun tetap kuat minum. BAK
pasien normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Empat hari sebelum masuk RS, pasien dibawa ke praktek dokter karena
demam kemudian mendapatkan obat penurun panas dan antibiotik, namun
keluhan belum hilang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa ataupun penyakit
keganasan.
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Berat badan lahir : 3000 gr
Panjang badan lahir : 48 cm
Berat badan sekarang : 11 kg
Tinggi badan sekarang : 88 cm
Gigi keluar : 1 tahun
Miring : tidak bisa
Tengkurap : tdak bisa
Duduk : tidak bisa
Merangkak : tidak bisa
Berdiri : tidak bisa
Berjalan : tidak bisa
Berbicara 2 kata : tidak bisa
Makan dan Minum Anak
ASI : sejak lahir
Dihentikan : sejak umur 1 tahunSusu formula/sapi : diberikan sejak umur 1 tahun hingga sekarang
Bubur nasi : usia 6 bulan hingga sekarang
Makanan padat+lauk : belum pernah diberikan
Pemeriksaan Prenatal
Periksa di : Bidan praktek swasta
Penyakit kehamilan : tidak ada
Obat-obat yang sering diminum : obat sakit kepala
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
6/65
6
Riwayat Kelahiran
Lahir di : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Bidan
Usia dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : Spontan
Riwayat kelahiran : Bayi tidak langsung menangis setelah lahir, tidak
kuning
Pemeliharaan Postnatal
Periksa di : Puskesmas
Keadaan anak : terlihat lambat perkembangannya
Keluarga Berencana
Keluarga Berencana : Ya
Jenis KB : Suntik 3 bulan
Riwayat Imunisasi
Hanya mendapatkan imunisasi 4 kali, namun ibu pasien lupa kapan waktunya.
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG - //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio - - - - - -
Campak - - //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT - - - //////////// - -
Hepatitis B - - - ////////// - -
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Mei 2013
Kesan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS E4VxM6
Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 136 x/menit, reguler, kuat angkat- Tekanan darah : 80/60 mmHg- Frekuensi napas : 34 x/menit-
Temperatur : 39,6
o
C
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
7/65
7
Antropometri
Berat badan : 11 kg
Panjang Badan : 88 cm
BMI : 14,2
Status Gizi : Gizi baik (kurva WHO 0 s/d -1 SD)
Kepala
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, ubun-ubun cekung (-)
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupilisokor diameter 3mm/3mm, mata cowong (-/-)
Hidung : Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir tampak basah, sianosis (-), lidah bersih,
faring hiperemis (-), pembesaran tosil (-)
Leher : Kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
8/65
8
Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada dan pergerakan napas simetris, retraksi (-),
Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Fremitus raba sulit dievaluasi, iktus kordis teraba di ICS
V linea mid klavikula sinistra
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru, batas jantung normal
Kanan : ICS III parasternal line dextra
Kiri : ICS V midclavicula line Sinistra
Auskultasi :
Pulmo : Vesikuler, Stridor (-/-), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1 S2 tunggal reguler, murmur(-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Flat
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-),
turgor kulit baik.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas : Superior : Akral hangat, oedem (-/-), Rumple leed (+)
Inferior : Akral hangat, oedem (-/-)
Status Neurologicus
Meningeal Sign
Kaku kuduk (-)
Kernig sign (-)Laseque (-)
Brudinzky I (-)
Brudzinsky II (-)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis Nilai
Okulomotorius (III)- Sela mata- Pergerakan mata kearah superior, medial,
inferior
SDE(+/+)
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
9/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
10/65
10
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium11/05/13 12/05/2013 13/05/13 14/05/13 15/05/13
20.00 02.00 09.00 15.00 24.00 09.00 21.00 09.00 21.00 09.00 21.00
Darah LengkapLeukosit 4.600 4.700 6.500 5.200 5.700 3.200 3.100 3.100 3.200 3.300 4.500
Hb 7,5 7,5 8,2 7,9 7,9 8,6 9,8 12,1 12,0 12,6 12,9
Hct 23 % 22% 25% 25% 24,3% 24,5% 31,0% 33,7% 32,9% 35,9% 37,0%
Plt 74.000 59.000 77.000 96.000 99.000 39.000 54.000 160.000 186.000 228.000 270.000
Kimia Darah Lengkap
Albumin 2,5
Hbs Ag (-)negatif
Ureum 20,1
Kreatinin 0,7
Elektrolit
Na 134
K 4,5
Cl 100
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
11/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
12/65
12
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Dengue Hemorragic Fever gr. III + Cerebral Palsy
Diagnosis Banding : Demam Typhoid
PENATALAKSANAAN:
1. Fase Syok: IFVD RL 20cc/ kgBB dalam 1 jam selang seling dengan HES20 cc/ kgBB dalam 1 jam diulang sebanyak 3 kali dan lanjut IVFD RL 3
cc/ kgBB/ jam33 cc/ jam
2. Paracetamol Injeksi 110 mg/ 8 jam/ IV (kalau demam)3. Cefotaxime Injeksi 350 mg/ 8 jam/ IV4. Puasakan sementara5. O2 nasal kanul 2L/ menit6. Transfusi PRC 100 cc sebanyak 2 kali
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
13/65
13
Follow Up Ruangan
Tanggal S O A P
11/05/13H-1
Demam (+) hari ke V, BAB cair
(-), muntah (-)BB = 11 kg
Kesadaran = somnolen,
GCS E24VxM4
TD= 80/50mmHg
N= 100x/menit, kuatangkatRR= 30x/menit
T=39,5oC
Anemis (+/+), ikterik(-/-),
bising usus kesannormal
Akral hangat
DL :
Hb = 7,5 gr/dl
Hct = 23%
Leu = 4.600
Tromb = 74.000
Obs. Febris ec.
DHF gr. III + CP
- IVFD RL 5cc/kgBB 15 tpm(makro)
maintanance 3 cc /kgBB/24 jam
- Cek DL Serial per 6 jam-
Observasi tiap 2 jam
12/05/13H-2
Pkl 12.10
Demam (+), tanda-tanda
perdarahan (-)
BB = 11 kg
Kesadaran = somnolen,GCS E2VxM4
TD= 80/50mmHgN= 124x/menit, kuat
angkatRR= 36x/menit
T=38,6oC
Anemis (+/+), ikterik(-/-),
bising usus kesannormal
Akral dingin
DL :
Obs. Febris ec.
DHF gr. III + CP
Co, Sp. A :
- Terapi lanjut
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
14/65
14
Hb = 7,5 gr/dl
Hct = 23%
Leu = 4.700Tromb = 59.000
12/05/13
Pkl.19.20Demam (+) , BAB cair (-),
muntah (-)Pasien post rehidrasi
Kesadaran = somnolen,
GCS E2VxM4
TD= 80/50mmHgN= 118x/menit, lemah
RR= 50x/menit, takipneu
T=38,7oCAnemis (+/+), ikterik(-/-),
bising usus kesannormal
Akral dingin
Obs. Febris ec.
DHF gr. III + CP
- Co Sp. A, advis :1)Cek BGA, ada hasil langsung lapor2)Farmadol 110 mg
12/05/13
Pkl.23.35Demam (+) Kesadaran = somnolen,
GCS E2VxM4
TD= 70/40mmHgN= 110x/menit, lemah
RR= 48x/menit
T=38,5oC
Hb : 7,9 gr/dl
Tromb : 96.000
Sa 02 : 100%
Obs. Febris ec.
DHF gr. III + CP
- Co Sp. A, advis :1) Infus diganti HES 10 cc/kgBB/jam,
coba dulu untuk 21 jam, bisa diulang
1 kali, selanjutnya tetesan
maintanance
13/05/13 Demam (+) Kesadaran = somnolen,GCS E2VxM4
TD= 65/45mmHgN= 60x/menit, lemah
RR= 40x/menit
T=35,4C
Hb : 8,6 gr/dl
Obs. Febris ec.DHF gr. III + CP
- Co Sp. A, advis :1)IVFD RL 20cc/kgBB2)Diulang 2 kali bila masih syok3)Cek KDL, CRP
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
15/65
15
Hct : 24,5 %
Leukosit : 3.900
Tromb : 39.000
Ig M dengue (+)
Ig G dengue (-)14/05/13 Demam (-), muntah (-) BB = 11 kg
Keadaan umum : sakit
beratKesadaran = somnolen,
GCS E2VxM4N= 52-60x/menit, lemah
RR= 46x/menit
T=36,3C
An (+/+), ikt (-/-), rhonki
(+/+), wh (-/-)
UT : 100cc/jam
Hasil HDT 13 Mei 2013
Kesan : pansitopenia
Advis : retikulosit,monitoring DL
Obs. Febris ec.
DHF gr. III + CP
- Co Sp. A, advis :1)IVFD HES 33cc/kgBB RL33cc/KgBB/jam RL3cc/kgBB/jam bila Tanda vital stabil
15/05/13 Demam (-), muntah (-), BABcair (-)
BB : 10,9 kgKeadaan umum : sakit
berat
Kesadaran = somnolen,GCS E2VxM4
N= 53-55x/menit, lemah
RR= 39x/menit
T=35,9C
An (+/+), ikt (-/-), rhonki
(+/+), wh (-/-)
Obs. Febris ec.
DHF gr. III + CP
- Co Sp. A, advis :1)RL 33cc/ kgBB/ jam2)Terapi lanjut
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
16/65
16
UT: 100cc/ jam 9cc/
kgBB/ jam
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
17/65
17
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Demam Dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi, dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam
berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue
yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan (Sudoyo, 2006)..
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviridae,
dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat serotipe yang
dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik
mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung dari serotipe virus
dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub
tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.
(Sudoyo, 2006).
2.2. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun
1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak
dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi
kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di
Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkankasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
18/65
18
tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada
anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur
memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
19/65
19
menurun menjadi 59,02 per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah
dapat ditekan namun belum mencapai target yang diinginkan yakni
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
20/65
20
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan
terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo,
2006; Soedarmo, 2012).
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk
Aedes albopictus.NyamukAedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering
ditemukan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau
tempat penampungan air sekitar rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik,
berbintik bintik putih, biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi
dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes
albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini
berada di sekitar rumah dan pohon pohon, tempat menampung air hujan yang
bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada
siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter (Rampengan, 2008)
Gambar 1.4 Distribusi nyamukAedes aegypti dan nyamukAedes albopictus
(WHO, 2011)
2.4. PATOFISIOLOGI
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
21/65
21
Patogenesis dan patofisiologi, patogenesis DBD tidak sepenuhnya
dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang dominan, yaitu
meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma,
hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu
terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal.
Kebocoran plasma terjadi singkat dalam 24-28 jam (Soedarmo, 2012).
Beberapa kondisi yang ditemukan pada kasus DBD, sebagai berikut:
a. Volume PlasmaFenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit
dan membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemoragik.
Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131
Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa
plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa
demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok
terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan
bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang
rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat
badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya edema(Soedarmo, 2012).
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti
secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada
masa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok
terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis.
Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh
darah yang bersifat dekstruktif atau akibat radang, sehingga
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
22/65
22
menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh
darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja
secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD
pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang
mirip dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga
mirip dengan binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat
keadaan trombositopenia (Soedarmo, 2012).
b. TrombositopeniaTrombositopenia merupakan kelainan hematologis yang
ditemukan pada sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai
menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok.
Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan
nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit
muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga
akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain
trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan
radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam
sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi
trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi
penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen,
kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara
bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD
terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti
ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dangangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya
perdarahan pada DBD (Soedarmo, 2012).
c. Sistem koagulasi dan fibrinolisisKelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD.
Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa
tromboplastin parsial yang teraktivasi memajang. Beberapa faktor
pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen.
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
23/65
23
Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan Fibrinogen Degradation
Products (FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan
adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga
dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan
antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen da faktor VIII. Hal ini
menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor
VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga
oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD
dibuktikan dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan penurunan
aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa
(Soedarmo, 2012):
1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi danfibrinolisis
2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapatterjadi juga DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC
tidak menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi
apabila penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis
maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan
mencolok. Syok dan DIC saling mempengaruhi sehingga
penyakit akan memasuki syok irreversible disertai perdarahan
hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri
dengan kematian.
3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler,gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan
perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebihkomplek seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan,
dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus
dengan syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi
asidosis metabolik.
4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasusdengan kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin
akan berkurang (Soedarmo, 2012).
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
24/65
24
d. Sistem KomplemenPenelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan
penurunan kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang
disertai syok maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar
serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan
perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui
jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radio isotop
mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum komplemen
disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena
produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini
menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan
stimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator
kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan
plasma dan syok hipopolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop
virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang
menimbulkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma,
syok, dan perdarahan. Disamping itu komplemen juga merangsang
monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor(TNF),
interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1) (Soedarmo, 2012).
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada
penderita DBD ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat
dalam urin 24 jam, (2) adanya kompleks imun yang bersirkulasi
(circulating immune complex) baik pada DBD derajat ringan maupun
berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan
derajat berat penyakit (Soedarmo, 2012).e. Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan.
Pemeriksaan limfosit plasma biru secara seri dari preparat hapus darah
tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak
pada hari ke enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari
keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
25/65
25
proporsi LPB pada DBD dengan demam dengue. Dari penelitian
imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit
B dan limfosit T. (Soedarmo, 2012)
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi
perdarahan. Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD
kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme
aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah
dilaporkan pada DBD. Namun demikian peran kompleks antigen-antibodi
sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD
dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi
virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi
dengue sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus
serta respon imun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.
2.5. PATOGENESIS
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan
biokimiawi demam berdarah dengue belum diketahui secara pasti karena
kesukaran mendapatkan model binatang percobaan yang dapat
dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia.
Hingga kini sebagaian besar masih menganut the secondary heterologous
infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang telah terinfeksi
virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus serotypelain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun. (Soedarmo, 2012)
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
26/65
26
Gambar 1.5 Hipotesissecondary heterologus infections( Soegijanto, 2006 )
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamukAedes AegyptiatauAedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ
RES meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus,
sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan
bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi
ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit
perifer (Soegijanto, 2006).
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di
dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus
genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom
virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN
terjadi di sitoplasma sel (Soegijanto, 2006)
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari Ig G yang
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
27/65
27
berfungsi menghambat replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing
antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe
antibodi yang dibedakan berdasarkan adanya virion determinant spesificity,
yaitu (Soedarmo, 2012):
1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasitetapi memacu replikasi virus
2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai dayamemacu replikasi virus.
Antibodi non neutralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan
akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat
bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung
menimbulkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah meningkatnya
reaksi imunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang
berlangsung sebagai berikut (Soedarmo, 2012):
a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan selkupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus pertama
b. Antibodi non neutralisasi baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yangmelekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya
virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme
pertama ini disebut mekanisme aferen.
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklearyang telah terinfeksi
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akanmenyebar ke usus, hati, lumpa, dan sumsum tulang. Mekanisme inidisebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan
dan tanpa syok adalah jumlah sel yang terkena infeksi
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengansistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya
mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi
sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD.
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
28/65
28
Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat
mengeluarkan interferon dan . Pada infeksi sekunder oleh virus dengue,
Limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan interferon . Interferon
selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan
monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik
virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator
yang akan menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan (Soedarmo,
2012).
Semua flavivirusmemiliki kelompok epitop pada selubung protein
yang menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal
ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan.
Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi
oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap
serotip virus tersebut, tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip
virus yang lain (Soegijanto, 2006).
2.7. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma
virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue
tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya
berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang
lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam
tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai
sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot,
mual-muntah, dan ruam-ruam.Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang
disertai bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga
sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk
kanan ( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam
mencapai 40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa
penderitanya, oleh :
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
29/65
29
1. Demam tinggi yang terjadi tiba-tiba2. Manifestasi pendarahan3. Nepatomegali atau pembesaran hati4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai
dari test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ).
Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi,
juga bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran
cerna, dan pendarahan dalam urine.
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, 2010):
1. Silent dengue atau Undifferentiated feverPada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk
pertama kali mungkin akan berkembang gejala yang tidak bisa dibedakan
dari infeksi virus lainnya. Bercak maculopapular biasanya mengiringi
demam. Biasanya juga muncul gejala saluran pernafasan atas dan gejala
gastrointestinal (WHO, 2011)
2. Demam dengue klasikDemam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik
lebih sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum,
manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai dengan
gejala nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash, leukopenia, dan
trombositopenia. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan
gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang
endemis, insidensi jarang muncul pada penduduk lokal (WHO, 2011).
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak usia kurang dari15 tahun pada daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan dengan infeksi
virus dengue berulang. Demam berdarah dengue memiliki karakteristik
onset akut demam yang sangat tinggi, disertai dengan tanda dan gejala
yang sama dengan demam dengue. Gejala perdarahan yang muncul dapat
berupa tes torniquet yang positif, ptekie, perdarahan gastrointestinal yang
masif. Saat akhir dari fase demam, ada tendensi untuk berkembang
menjadi keadaan syok hipovolemik oleh karena adanya plasma leakage
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
30/65
30
(WHO, 2011).
Terdapat tanda bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri abdomen,
letargi, oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan
hemostasis dan adanya plasma leakage merupakan tanda utama dari
demam berdarah dengue. Trombositopenia dan peningkatan hematokrit
harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda syok.
Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi sekunder
virus dengue yang mana sudah pernah terinfeksi oleh virus dengue DEN-1
dan DEN-3 (WHO, 2011)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS)Manifestasi yang tidak lazim melibatakn berbagai organ misalnya
hepar, ginjal, otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue telah
dilaporkan meningkat pada berbagai kasus yang tidak memiliki bukti
terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut dikaitkan dengan syok
yang berkepanjangan (WHO, 2011).
Gambar 1.6 Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue (Trihadi, 2012)
Demam Dengue
Masa inkubasi antara 4 6 hari (berkisar 3 14 hari) disertai gejala
konstitusional dan nyeri kepala, nyeri punggung, dan malaise (WHO,2011).
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam
tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam/rash (Soedarmo, 2012).
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
31/65
31
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demambersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari (WHO, 2011).
Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak merah yang terdapat di dada,tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam bersifat
makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam timbul pada 6-12 jam
sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari
(Soedarmo, 2012).
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar
limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai
Castelanis signyang patognomonik (Soedarmo, 2012).
Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopeni selama periode pra
demam dan demam, nutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia
relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens.
Eusinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit,
hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma
meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya
trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu
(Soedarmo, 2012).
Pada daerah endemis, tes torniquet yang positif dan leukopenia ( < 5.000
cell/mm3) dapat membantu penegakan diagnosis dari infeksi dengue dengan
angka prediksi 70 80 %. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan (WHO,
2011):
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudianleukopeni hingga periode demam berakhir
Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanismepembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi
trombositopeni
Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkinmeningkat.
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
32/65
32
Peningkatan hematokrit ringan oleh karena akibat dari dehidrasi dikaitkandengan demam yang tinggi, muntah, anoreksia, dan minimnya intake oral.
Penggunaaan analgesik, antipiretik, antiemetik, dan antibiotik dapatmengintervensi peningkatan hasil laboratorium fungsi hepar dan
pembekuan darah.
Demam Berdarah Dengue
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD
terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat
pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila
sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi
dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi (Soedarmo, 2012).
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba
2-4 cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan
dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan
perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada
sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak
jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan(Soedarmo,
2012)
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia
sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama
yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Soedarmo, 2012)
Dengue Shock SyndromePada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi menurun (
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
33/65
33
Gambar 1.7 Gambaran Skematis Kebocoran Plasma pada DBD
Gambar 1.8 Manifestasi Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue
2.8 DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:
a. Kriteria Klinis1. Demam
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe
demam bifasik (saddleback).
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
34/65
34
Gambar 1.9 Demam Bifasik pada Demam Berdarah Dengue
2. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:a. Uji torniket (+)
b. Petechie, ekhimosis ataupun purpurac. Perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis, perdarahan
gusid. Hematemesis dan melena
3. Hepatomegali4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat
dan lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun
sampai tidak terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20
mmHg), capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak
gelisah.
b. Kriteria Laboratoris1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20%
setelah mendapat terapi cairan).
Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2 kriteria
klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit.
http://4.bp.blogspot.com/_2zZOB5JF1Cc/SZmfVkbCO2I/AAAAAAAAAQA/nfpx7T3H-Mo/s1600-h/DHF+2.jpg8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
35/65
35
Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO ialah :
a. Derajat IDemam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b. Derajat IIGejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan
spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
c. Derajat IIIKegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
36/65
36
Tabel 1.1 Pembagian derajat Infeksi Virus Dengue
DD/DBD Grade Tanda dan Gejala Laboratorium
DemamDengue
Demam disertai 2keadaan berikut :
- Nyeri Kepala- Nyeri retro-orbita- Mialgia- Rash- Atralgia/Nyeri tulang- Manifestasi
perdarahan
- Tanpa disertai adanyaplasma Leakage
- Leukopenia( < 5000 sel/mm
3)
- Trombositopenia( < 150.000 sel/mm
3)
- Peningkatan Hematokrit( 510 % )
- Tidak ditemukan kebocoranplasma
DBD I Demam disertai
manifestasi perdarahan
(torniquet tes + ) dan
adanya plasma leakage
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
DBD II Grade I ditambah
perdarahan spontan
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
DBD
(DSS)
III Grade I atau II ditambah
adanya kegagalan
sirkulasi :
- pulsasi nadi yanglemah,
- hipotensi,- perbedaan sistole dan
diastole yang sempit
- kondisi umum gelisah
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
DBD
(DSS)
IV Grade III ditambah
dengan syok berat serta
nadi dan tekanan darah
yang tidak terukur
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3)
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
37/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
38/65
38
Pemeriksaan dilakukan dengan memasang sfigmomanometer pada
lengan atas dan pompalah sampai tekanan berada ditengah-tengah nilai sistolik
dan diastolik. Pertahankan tekanan itu selama 10 menit, setelah itu lepaskan
ikatan dan tunggulah sampai tanda-tanda stasis darah lenyap lagi. Stasis darah
telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang dibendung tadi mendapat lagi
warna kulit lengan yang tidak dibendung. Lalu carilah petechiae yang timbul
dalam lingkaran berdiameter 5 cm kira-kira 4 cm distal dari vena cubiti. Test
dikatakan positif jika terdapat lebih dari dikatakan positif 10 petechiae dalam
lingkaran tadi.
d. Pemeriksaan lainnya :Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahi infeksi
virus dengue yaitu (WHO, 2011):
- Isolasi VirusKarakteristik serotypic/genotypic
- Deteksi Asam Nukleat VirusDengan RT-PCR (Reverse Transcripterase Polymerase Chain Reaction)
- Deteksi Antigen VirusDeteksi antigen NS1.
- Pemeriksaan serologis yang meliputi : Haemagglutination-inhibition (HI),Complement Fixation (CF), Neutralization Test (NT), Ig M capture
enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA), danpemeriksaan Ig
G ELISA indirect
Viremia pada pasien dengan infeksi dengue sangatlah pendek, yaitu
muncul pada 2 3 hari sebelum onset demam dan bertahan hingga 4 7 hari
saat sakit. Selama periode ini, asam nukleat virus dan antigen virus dapatterdeteksi.
Respon antibodi dapat dilihat dari 2 jenis imunoglobulin. Antibodi Ig
M dapat terdeteksi pada 3 5 hari setelah onset, meningkat cepat selama 2
minggu, dan menurun hingga tidak terdeteksi pada 2 3 bulan. Antibodi Ig G
terdeteksi rendah pada akhir minggu pertama, meningkat kemudian, dan
menetap hingga bertahun tahun. Pada infeksi sekunder virus dengue, titer
antibodi meningkat cepat. Antibodi Ig G terdeteksi pada level tinggi, pada saat
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
39/65
39
fase inisial, dan menetap hingga beberapa bulan. Antibodi Ig M biasanya lebih
rendah pada infeksi dengue sekunder. Oleh karena itu, perbandingan Ig M/ Ig
G digunakan untuk membedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder
virus dengue. Disebut infeksi primer jika perbandingan Ig M / Ig G lebih dari
1,2, dan disebut infeksi sekunder jika perbandingan Ig M / Ig G kurang dari
1,2 (WHO, 2011).
Gambar 1.10 Deteksi jumlah Ig M dan Ig G pada Demam Berdarah Dengue
2.10 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :
a. Infeksi virus golonganArbovirus : Chikungunyab. Penyakit virus lainnya
Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Epstein barr
virus, Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus
c. Penyakit bakterialMeningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial disease,
Scarlet Fever
d. Penyakit parasit : Malaria
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
40/65
40
Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding
meliputi infeksi spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya
dengan diagnosis banding dari demam dengue. Adanya trombositopenia disertai
dengan hemokonsentrasi membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit
yang lainnya. Hasil yang normal dari ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dapat
membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan syok septik (WHO, 2011).
Gambar 1.11 Manifestasi DBD dibandingkan dengan Demam Chikungunya
2.11 PENATALAKSANAAN
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler
Diseminata (KID).
Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah
Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan
hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam Berdarah Dengue dan
Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Berikan nasihat kepada orang
tua agar anak diberikan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah,
dan lain lain. Selain itu diberikan pula obat antipiretik golongan parasetamol.
Penggunaan antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada penanganan
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
41/65
41
demam. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 39
0C dengan dosis 1015 mg/KgBB/kali.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam 4 6
jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak dapat diberikan cairan
rumatan 80 100 ml/KgBB/hari dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih
minum ASI, tetap diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam,
disamping diberikan antipiretik, diberikan pula antikonvulsif selama masih
demam.
Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 5 yang
memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda vital,
kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali)
perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume
replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.
Cairan intravena diperlukan apabila :
1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkindiberikan minum per oral
2.Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkalaPada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus
selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai
penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien
dating, berikan cairan kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar
hematokrit serta trombosit tiap 6 ja,. Selanjutnya evaluasi 12 24 jam. Apabila
selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang, tekanannadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam 2
kali pemeriksaan berturutturut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam.
Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi
menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan dalam 24 48 jam.
Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, yaitu : anak tampak gelisah,
nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg
memburuk, serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan menjadi 10
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
42/65
42
ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam, maka tetesan di
naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah
12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam
lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan ht naik maka
berikan koloid 10 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/KgBB.
Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10 ml/KgBB/jam.
Bila terdapat asidosis, dari cairan total dikeluarkan dan diganti dengan
larutan berisi 0,167 mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl
0,9 % + glukosa ditambah Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi cairan
yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai
sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 % (5 8 %) seperti tertera pada
tabel dibawah ini.
Tabel 1.2 Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 58 %)
Berat Waktu Masuk (Kg) Jumlah Cairan tiap hari
< 7 Kg
711 Kg
1218 Kg
> 18 Kg
220 ml/KgBB/hari
165 ml/KgBB/hari
132 ml/KgBB/hari
88 ml/KgBB/hari
Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi
teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru, tangan
dan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin. Langkah yang harus dilakukan
adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB secepatnya dalam 30 menit
dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam diberikan bersama
koloid 1020 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit
dan trombosit tiap 46 jam, serta periksa pula elektrolit dan gula darah.
Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan kristaloid belum
dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 10 20
ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid ini diberikan pada jalur infus yang sama
dengan kristaloid, diberikan secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah,
keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4 6 jam. Lakukan pula
koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah.
Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
43/65
43
mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam dan
dipertahankan hingga 24 jam atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%.
Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht
stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 5 ml/Kg/BB/jam dan
seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi
masih > 40%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak
perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan
kristaloid 10 ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP pada syok berat kadang diperlukan,
sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan
resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 20
ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut antara lain :
1. Dekstan2. Gelatin3. Hydroxy Ethyl Starch (HES)4. Fresh Frozen Plasma (FFP)
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat
traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan
homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur
pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan
bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan
suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen
plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegahagregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula
diberikan packed red cell (PRC).
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali
dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh)
bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi
hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
44/65
44
masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar
hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
45/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
46/65
46
Gambar 1.13. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
47/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
48/65
48
Gambar 1.15. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
49/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
50/65
50
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jamsetelah menerima laporan kasus
b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24 jam ke Dinas Kesehatan
tingkat II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan yang sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan
terjadinya penularan lebih lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi
sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus pada Puskesmas/ Dinas Kesehatan
tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan segera melakukan penyelidika
epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat kemungkinan resiko
penularan (Soedarmo, 2012).
Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko
penularan DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah langkah upaya
penanggulangan berupa : foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan abatisasi
adalah membunuh larva dengan butirbutir abate sand granule(SG) 1 % pada
tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per milion) yaitu : 10 gram meter
100 liter air. Selain itu dapat dilakukan dengan menggalakkan masyarakat untuk
melakukan kerja bakti dalan pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo, 2012).
2.11 PROGNOSIS
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan
menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinansembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab
kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001).
Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita
demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak
perempuan daripada laki laki. Penyebab kematian tersebut antara lain
(Rampengan, 2008) :
1. Keterlambatan diagnosis
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
51/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
52/65
52
b. Kelainan GinjalKelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal
ginjal akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan
sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat
diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum,
dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP
(central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan
selanjutnya.
c. Edema paruEdema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima
sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru
oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan
terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai
sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto
roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
53/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
54/65
54
Demam berdarah dengue didahului oleh demam mendadak disertai gejala
klinik yang tidak spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri punggung, tulang, sendi
dan kepala. Demam sebagai gejala utama terdapat pada semua kasus. Penyakit
demam berdarah dengue didahului oleh. demam tinggi yang mendadak, terus
menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan obat antipiretik.
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam mulai
cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena fase
tersebut.dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam.
Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi
syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah
(
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
55/65
55
melalui berbagai jaras. Muntah dapat pula terjadi karena tekanan psikologis
melalui jaras yang kortek serebri dan system limbic menuju pusat muntah (VC).
Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini. Muntah terjadi jika
pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebella dari
labirint di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak
(LCS) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat
anti emetik. Nervus vagal dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat
menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna disertai saluran cerna dan
pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka
cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah. Muntah
merupakan perilaku yang komplek, dimana pada manusia muntah terdiri dari 3
aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan pengeluaran isi lambung. Ada 2
regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone
(CTZ) dan 2) central vomiting centre(CVC). CTZ yang terletak di area postrema
pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak).
Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik di dalam sirkulasi
darah atau di cairan cerebrospinal (CSF). Eferen dari CTZ dikirim ke CVC
selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang dimulai melalui vagal eferan
spanchnic. CVC terletak di nukleus tractus solitarius dan disekitar formation
retikularis medulla tepat dibawah CTZ. CTZ mengandung reseptor reseptor untuk
bermacam-macam sinyal neuroaktif yang dapat menyebabkan muntah. Reseptor
untuk dopamine titik tangkap kerja dari apomorphine acethylcholine, vasopressine,
enkephalin, angiotensin, insulin, endhorphine, substance P, dan mediator-mediator
yang lain. Mediator adenosine 3,5 cyclic monophosphate (cyclic AMP) mungkin
terlibat dalam respon eksitasi untuk semua peptide. Stimulator oleh theophylinedapat menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptic tersebut.
Batuk merupakan gejala klinis pada respirasi yang dapat muncul pada
demam. Hal ini diakibatkan karena adanya endotoksin yang menempel pada
reseptor sel endotel kapiler. Dimana adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
bertujuan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang berminggu-minggu sampai berbulan-bulan peradangan
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
56/65
56
dimulai. Sifat batuk dimulai dari batuk nonproduktif (kering) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi batuk produktif.
4.2 Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
Pemeriksaan Fisik
Suhu tinggi lebih dari 39oC Uji torniquet (rumple leede)
positif
Didapatkan syok, yaituhipotensi nadi lemah dan akral
dingin
Suhu biasanya tinggi (>390C), kadang suhu mugkinsetinggi 40-410C
Perdarahan kulit seperti uji tourniquet (rumple leede)positif, petekie, purpura, ekimosis, dan perdarahan
konjungtiva.
Perdarahan lain epistaksis, perdarahan gusi, melena, danhematemesis.
HepatomegaliSyok ditandai nadi cepat dan lemah, hipotensi, kaki dan
tangan dingin
4.3 Diagnosis Banding
1. Demam Tifoid
2. Malaria
3. Demam Berdarah Dengue
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
57/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
58/65
58
- Anoreksia- Batuk- Gejala perut
bertambah parah
-
Mengigau- Sinkop
Tanda fisik:
- Bradikardi- Hepatomegali- Splenomegali- Meteorismus dengan
nyeri difus
- Ruammakula/makulopapular
pada hari ke 7-10
primer:
- Menggigil- Demam tinggi- Berkeringat
banyak- Periode apiretik
Data
Laboratorium
- Leukopenia pada minggupertama/kedua
- Jika terjadi abses
- Hapusan darah:Ditemukan parasit
dalam eritrosit
- Pansitopenia pada hari ke 3-4 sakit denganleukopenia serendah 2000/mm3dan trombosit jarang
dibawah 100.000/mm3
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
59/65
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
60/65
60
4.4 Pemeriksaan Penunjang
Fakta Teori
Pemeriksaan Penunjang
Leukopenia: 4.700 sel/ mm3 Trombositopenia: 55.000 sel/ mm3 Tes widal titer antibody O
meningkat, yaitu positif 1/160
Laboratorium
Leukopenia pada minggupertama/kedua
Jika terjadi abses bernanahmenyebabkan leukositosis
20.000-25.000/mm3
Trombositopenia Gangguan fungsi hati Proteinuria Sering ditemukan leukosit dan
eritrosit di feses
Tes widal dengan titer antibody O dan H
meningkat
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
61/65
61
4.5 Diagnosis
Teori Kasus
Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan
LabDemam
Demam mendadak terus menerus
2-7 hari tanpa sebab yang jelas.
Tipe demam bifasik (saddleback).
Manifestasi perdarahan, salah satu
tergantung:
- Uji torniket (+)- Petechie, ekhimosis ataupun
purpura
- Perdarahan mukosa traktusgastrointestinal, epistaksis,
perdarahan gusi
- Hematemesis dan melenaHepatomegali
Kriteria Laboratoris
- Trombositopenia (trombosit< 100.000 /ul)
- Hemokonsentrasi( Peningkatan Ht 20% ataupenurunan Ht 20% setelah
mendapat terapi cairan).
Anamnesis
Anak laki-lakiUsia 1 tahun
BB : 11 kg
1. Demam 4 hari, naik turun,mengingau (-)
2. Torniquet test (+)3. Terjadi hemokonsentrasi dengan
penurunan Hct >20%
Hasil Lab:
Leukosit :
Leu :4.700 sel/ mm3
Hb : 7,5 g/dl
Hct : 22%
Tro: 55.000 sel/ mm3
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
62/65
62
4.6 Penatalaksanaan
Teori Kasus
1. Fase Syok: IFVD RL 20cc/kgBB dalam 1 jam selang
seling dengan HES 20 cc/
kgBB dalam 1 jam diulang
sebanyak 3 kali dan lanjut
IVFD RL 3 cc/ kgBB/ jam
33 cc/ jam
2. Paracetamol Injeksi 110 mg/8 jam/ IV (kalau demam)
3. Cefotaxime Injeksi 350 mg/8 jam/ IV
4. Puasakan sementara5. O2 nasal kanul 2L/ menit6. Transfusi PRC 100 cc
sebanyak 2 kali
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
63/65
63
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kasus demam berdarah dengue pada laporan kasus ini menunjukkan
gejala-gejala yang tidak terlalu khas jika dibandingkan dengan literatur dan
penelitian yang ada sebelumnya. Keluhan yang dialami pasien adalah panas 5 hari,
Demam dirasakan 5 hari naik turun, meningkat terutama pada malam hari, nafsu
makan menurun, muntah-muntah 2 hari sebelum MRS, berisi makanan, tidak
menyemprot, dan batuk berdahak, sehari sebelum MRS. Selain itu ketika demam,
pasien juga mengigau. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah
kesadaran komposmentis pada pasien setelah fase syok, nilai tekanan darah dan
nadi yang sudah normal, tidak ditemukan adanya hepatomegali, dan akral yang
hangat. Semua pasien dinyatakan positif menderita demam berdarah dengue
setelah terpenuhi semua kriteria klinis dan laboratorium yaitu antara hari panas
ke-4 sampai ke-7, dengan tes dengue blot positif pada sebagian besar pasien,
sesuai dengan literatur yang ada.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukannya tes Widal pada minggu kedua untuk memastikan adatidaknya demam thphoid sebagai penyakit penyerta pada kasus ini.
2. Penanganan kasus DBD yang terutama adalah pemberian cairan danperlunya diwaspadai terjadinya shock pada demam hari IV VI sesuai
dengan perjalanan klinis pasien.
8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
64/65
64
DAFTAR PUSTAKA
1. Arifin Z.Pola leukemia limfoblastik akut di bagian Ilmu kesehatan anak FKUSU/RS Pirngadi. Medan. eUSU Repository : Universitas Sumatra utara,
2004.
2. Anomim. Leukemia akut. (online), 2007. http: // www.scrib.com, diaksestanggal 11 november 2010.
3. Permono B, dkk. Leukemia akut. (editor) Bambang permono. Buku ajarhematologi onkologi anak cetakan kedua. Jakarta : IDAI, 2006, hal 246
247.
4. Rubnitz JE, Hon-pui C. Childhood acute lymphoblastic leukemia. Theoncologist 1997; 2 :374380.
5. Fanning, Suzanne R, Sekeres, Mikkael A and Theil K.Leukemia. ClevelandClinic, 2004
6. Ricerca MC, et al. Acute lymphoblastic leukemia. http ://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-ALL.pdf,December 2004, page. 113.
7. Emerianciano M, Koifman S, Pambode-oliverira.Acute Leukemia in earlychildhood. Brazilian journal of mediacai and biological research, vol.40, no.6,
2007, page. 749760.
8. Pui CH, Relling MD, Downing JR.Acute Lymphoblatic Leukemia. N ENGL JMED 350 ; 15, april 8, 2004, page. 15351548.
9. Pasquini, Marcelo and Rocha, Vanderson.Acute Myeloid Leukemia. [Online]2005
http://home.ccr.cancer.gov/oncology/oncogenomics/WEBHemOncFiles/PPT
%20and%20PDF%20etc%20to%20add/AML_2.pdf.10. Bachir F, et al. Characterization of acute lymphoblastic leukemia subtypes in
maroccan children. International journal of pediatrics, vol.2009, page 17.
11. Rubnitz JE, et al. Childhood acute lymphoblstic leukemia with MLL-ENLfusion and t (11;19) (q23;p13.3) translocation. J clin oncol 17, American
society of clinical oncology, 1999. Page 191196.
http://www.scrib.com/http://www.scrib.com/http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-ALL.pdfhttp://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-ALL.pdfhttp://home.ccr.cancer.gov/oncology/oncogenomics/WEBHemOncFiles/PPT%20and%20PDF%20etc%20to%20add/AML_2.pdfhttp://home.ccr.cancer.gov/oncology/oncogenomics/WEBHemOncFiles/PPT%20and%20PDF%20etc%20to%20add/AML_2.pdfhttp://home.ccr.cancer.gov/oncology/oncogenomics/WEBHemOncFiles/PPT%20and%20PDF%20etc%20to%20add/AML_2.pdfhttp://home.ccr.cancer.gov/oncology/oncogenomics/WEBHemOncFiles/PPT%20and%20PDF%20etc%20to%20add/AML_2.pdfhttp://home.ccr.cancer.gov/oncology/oncogenomics/WEBHemOncFiles/PPT%20and%20PDF%20etc%20to%20add/AML_2.pdfhttp://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-ALL.pdfhttp://www.scrib.com/8/13/2019 Tutorial Infeksi - DHF
65/65