Upload
dinhdung
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
HALAMAN JUDUL
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN
DARI EKSTRAK ETIL ASETAT KAPANG ENDOFIT
DAUN TANAMAN BAKUNG RAWA
(Crinum jagus (J.Thomps.) Dandy)
SKRIPSI
GHIFARIL AZIZ
NIM: 1113102000046
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
AGUSTUS 2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN
DARI EKSTRAK ETIL ASETAT KAPANG ENDOFIT
DAUN TANAMAN BAKUNG RAWA
(Crinum jagus (J.Thomps.) Dandy)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
GHIFARIL AZIZ
NIM: 1113102000046
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
AGUSTUS 2017
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Ghifaril Aziz
NIM : 1113102000046
Tanda Tangan :
Tanggal : 14 Agustus 2017
vi
ABSTRAK
Nama : Ghifaril Aziz
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan dari Ekstrak Etil
Asetat Kapang Endofit Daun Tanaman Bakung Rawa
(Crinum jagus (J.Thomps.) Dandy)
Tanaman bakung rawa (Crinum jagus) secara empiris banyak digunakan sebagai
obat tradisional oleh masyarakat untuk pengobatan asma, konvulsi, sakit telinga,
peradangan dan luka. Crinum jagus mengandung senyawa alkaloid, tannin dan
saponin yang merupakan senyawa yang dapat berperan dalam aktivitas
antimikroorganisme. Ekstrak metanol umbi bakung rawa diketahui memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
aktivitas antioksidan dan antibakteri pada isolate DM3A(A). Metode yang
digunakan untuk uji antibakteri adalah metode mikrodilusi menggunakan
sterilized 96 round bottom microwell plate dan uji aktivitas antioksidan
menggunakan metode DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl). Dari penelitian ini
diketahui bahwa fraksi etil asetat dan n-heksana memiliki aktivitas antioksidan, uji
kuantitatif antioksidan terhadap fraksi etil asetat menunjukan nilai AAI 0,74 dan
IC50 131,63 ppm. Uji aktivitas antibakteri kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak
etil asetat memiliki nilai KHM sebesar 1000 ppm dan KBM sebesar >1000 ppm
terhadap bakteri Bacillus subtilis ATCC 6633, nilai KHM 1000 ppm dan KBM
>1000 ppm untuk bakteri Staphylococus aureus ATCC 25923 dan nilai KHM
sebesar 250 ppm dan KBM sebesar 500 ppm terhadap bakteri Salmonella typhi
ATCC 14028. Fraksi etil asetat dari kapang DM3A(A) memiliki aktivitas
antioksidan yang sedang dan memiliki aktivitas antibakteri paling besar terhadap
bakteri Salmonella typhi ATCC 14028.
Kata kunci: AAI, Antibakteri, Antioksidan, Bakung rawa, Crinum jagus
(J.Thomps.) Dandy, DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl), Endofit, IC50, KBM
(konsentrasi bunuh minimim), KHM (konsentrasi hambat minimum), Mikrodilusi.
vii
ABSTRACT
Name : Ghifaril Aziz
Major : Farmasi
Title : Test of Antioxidant and Antibacterial Activity from
Endophytic Mold of Bakung Rawa (Crinum jagus
(J.Thomps.) Dandy)
Bakung rawa widely used empirically as a traditional medicine by the community
for the treatment of asthma, convulsions, ear pain, inflammation and
wounds. Bakung rawa contains alkaloids, tannins and saponins which are
compounds that may play a role in antimicroorganisms activity. Methanol extract
of marsh tubers is known to have high antioxidant activity. The purpose of this
study was to determine the antioxidant and antibacterial activity in isolate
DM3A(A). The method used to test the antibacterial is microdilution method
using sterilized 96 round bottom microwell plate and the test for antioxidant
activity using DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl). From this research, it is
known that the fractions of ethyl acetate and n-hexane has antioxidant activity,
antioxidant quantitative test of the ethyl acetate fraction shows AAI value of
0.74457 and IC50 131.6395 ppm. Quantitative antibacterial activity test shows that
the ethyl acetate extract has MIC and MBC value of 1000 ppm and >1000 ppm
against Bacillus subtilis ATCC 6633, MIC and MBC value of 1000 ppm and
>1000 ppm against Staphylococus aureus ATCC 25923 and MIC and MBC value
of 250 ppm and 500 ppm against Salmonella typhi ATCC 14028. ethyl acetate
fraction of molds DM3A(A) has a moderate antioxidant activity and have the
biggest antibacterial activity against Salmonella typhi ATCC 14028.
Keywords: AAI, Antibacterial, Antioxidant, Bakung rawa, Crinum jagus
(J.Thomps.) Dandy, DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl), Endophytic, IC50,
Lilium swamp, MBC (Minimum Bacteriocidal Concentration), MIC (Minimum
Inhibitory Concentration), Microdilution.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil aalamiin, puji dan syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul
“Uji Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Kapang
Endofit Daun Tanaman Bakung Rawa (Crinum jagus (J.Thomps.) Dandy)”.
Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada Rasulullah SAW beserta
keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam skripsi ini yang jauh
dari sempurna, tetapi harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat kepada
banyak pihak serta menambah wawasan bagi pembacanya. Penulis juga
menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,
dukungan, dan do’a yang diberikan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ir. Aminudin Aziz, Ibunda Siti
Khalimah yang senantiasa mencurahkan cinta, kasih sayang, do’a, nasihat,
serta dukungan baik moral maupun materil.
2. Adik-adik tersayang Hana Faiqoh dan Muhammad Fatih Aziz yang telah
memberikan doa serta dukungan baik moral maupun materil yang
diberikan.
3. Nenek tercinta Hj. Nuraeni Roasih dan Hj. Nurjannah yang telah
memberikan doa serta dukungan baik moral maupun materil yang
diberikan.
4. Keluarga terkasih Pakde Ghofur dan Bude Tini sekeluarga, Om Dr. Jainal
Arifin, M.Ag., PIA dan Siti Elviah (Lik Eng) sekeluarga, Om Udin dan
Tante Ella sekeluarga terima kasih banyak atas do’a, nasihat, serta
dukungan moril maupun materil.
ix
5. Saudara- saudaraku Mochammad Luby Aska, Evan, Mba Nana sekeluarga,
Zirly Ainaya Sabrina, Zilfi Ainaya Sabrina, Mas Firdaus sekeluarga,
Zelina Asna, Izza Askiya Arifin, Ifalia Desta Arifin yang telah
memberikan support kepada penulis.
6. Ibu Puteri Amelia., M.Farm., Apt, dan Bapak Saiful Bahri, M.Si, selaku
pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, ilmu, masukan,
dukungan, dan semangat kepada penulis.
7. Dr. Arif Sumantri, M.KM selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing dan menerima keluh kesah selama perkuliahan.
10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan yang telah bersedia memberikan ilmunya kepada penulis
selama masa perkuliahan.
11. Team Endofit Ahmad Hasyim Abbas, Fairuza Ajeng, Putri Agni Kreativita
Ivada yang telah berjuang bersama dalam penelitian ini dan memberikan
motivasi dan bantuan selama penelitian
12. Teman-teman seperjuangan laboratorium Aulia Wardahani, Anggi, Asyraq
Fahruzzaman, Muhammad Faisal, Fandi Akhmad, Aisyah, Badriatun
Ni’mah, Fitrahtunnisa, Lisa Fizilalin, Nuril, Puspa Novadianti, Rizal,Tri
Wahyuni, Zakiyatul Munawaroh yang telah memberikan motivasi dan
bantuan selama penelitian.
13. Teman-teman Kelompok Biokim Ervina Octaviani, Marrisa dan Sri
Mardiah Islami, yang telah memberikan motivasi dan bantuan selama
penelitian.
14. Departemen Kastrat HMPS Farmasi periode 2016/2017 Ami, Salman
Almira, Nida yang selalu mendukung penulis dalam penyelasaian skripsi
ini.
15. Kabinet “Semangat Bermanfaat” HMPS Farmasi yang selalu mendukung
penulis dalam penyelasaian skripsi ini.
x
16. Teman terdekat Iga Faldini Gazali, Hasan Asyari Khatib yang selalu
mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
17. Teman-teman sejawat program studi Farmasi UIN Jakarta angkatan 2013
atas persaudaraan dan kebersamaan yang telah terjalin dan memotivasi
penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku
perkuliahan.
18. Seluruh laboran Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta atas kerjasamanya selama melakukan penelitian di
laboratorium.
19. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua
bantuan dan dukungan yang diberikan. Penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran
serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca. Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Jakarta, 14 Agustus 2017
Ghifaril Aziz
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................... vi
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ............................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.1
Rumusan Masalah ........................................................................................ 3 1.2
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3 1.3
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4 1.4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5
Bakung Rawa (Crinum jagus (J. Thomps.) Dandy) .................................... 5 2.1
2.1.1 Taksonomi.................................................................................................... 5
2.1.2 Deskripsi Tanaman ...................................................................................... 6
2.1.3 Tempat Tumbuh ........................................................................................... 6
2.1.4 Kandungan Kimia ........................................................................................ 6
2.1.5 Khasiat ......................................................................................................... 7
Mikroba Endofit ........................................................................................... 7 2.2
2.2.1 Definisi ......................................................................................................... 7
2.2.2 Kapang Endofit ............................................................................................ 8
2.2.3 Kapang Endofit Penghasil Antimikroorganisme ......................................... 8
2.2.4 Pemurnian Kapang Endofit .......................................................................... 9
2.2.5 Fermentasi Mikroba Endofit ...................................................................... 10
xiii
2.2.6 Ekstraksi ..................................................................................................... 11
Antibakteri ................................................................................................. 12 2.3
Radikal Bebas dan Antioksidan ................................................................. 13 2.4
2.4.1 Radikal Bebas ............................................................................................ 13
2.4.2 Antioksidan ................................................................................................ 14
Uji Aktivitas Antimikroba ......................................................................... 15 2.5
2.5.1 Metode Difusi ............................................................................................ 15
2.5.2 Metode Dilusi............................................................................................. 15
2.5.3 Metode Bioautografi .................................................................................. 16
Uji Antioksidan .......................................................................................... 17 2.6
Bakteri Uji .................................................................................................. 19 2.7
2.7.1 Bacillus subtilis .......................................................................................... 19
2.7.2 Staphylococcus aureus ............................................................................... 20
2.7.3 Salmonella typhi......................................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 23
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 23 3.1
Alat dan Bahan ........................................................................................... 23 3.2
3.2.1 Alat ............................................................................................................. 23
3.2.2 Isolat Kapang ............................................................................................. 23
3.2.3 Bahan ......................................................................................................... 23
3.2.4 Mikroorganisme Uji ................................................................................... 24
Prosedur Penelitian .................................................................................... 24 3.3
3.3.1 Sterilisasi Alat ............................................................................................ 24
3.3.2 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroorganisme..................................... 24
3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit ........................................................................ 26
3.3.4 Pembuatan Subkultur Kapang Endofit ....................................................... 26
3.3.5 Karakterisasi Kapang Endofit .................................................................... 26
3.3.6 Peremajaan Mikrobakteri Uji ..................................................................... 27
3.3.7 Identifikasi Kemurnian Bakteri Uji ........................................................... 27
3.3.8 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji ................................................................ 28
3.3.9 Fermentasi Kapang Endofit ....................................................................... 28
3.3.10 Ekstraksi Hasil Fermentasi ........................................................................ 29
3.3.11 Analisis KLT .............................................................................................. 29
3.3.12 Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH .................................................. 29
xiv
3.3.13 Uji Aktivitas Antibakteri Metode Mikrodilusi .......................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 34
Pemurnian Kapang Endofit ........................................................................ 34 4.1
Karakterisasi Kapang Endofit .................................................................... 35 4.2
Kemurnian Mikroba Uji ............................................................................. 36 4.3
Fermentasi Kapang Endofit ....................................................................... 37 4.4
Ekstraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit .............................................. 38 4.5
Skrining Fitokimia Menggunakan Plat KLT ............................................. 39 4.6
Uji Pendahuluan Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif dengan KLT ... 41 4.7
Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif ............................................. 43 4.8
Pengujian Aktivitas Antibakteri melalui Penentuan KHM dan KBM 4.9
dengan Metode Mikrodilusi ....................................................................... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 49
Kesimpulan ................................................................................................ 49 5.1
Saran .......................................................................................................... 49 5.2
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 50
LAMPIRAN ............................................................................................................ 57
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Isolat DM3A(A) Kapang Endofit Daun Tanaman
Bakung Rawa. ....................................................................................... 35
Tabel 4.2 Hasil Karakteristik Mikroskopik Mikroorganisme Uji ......................... 37
Tabel 4.3 Karakterisasi dan Bobot Ekstrak Hasil Fermentasi Isolat DM3A(A) ... 39
Tabel 4.4 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak DM3A(A) Bakung Rawa ................ 41
Tabel 4.5 Hasil KLT dan Uji Antioksidan Kualitatif Ekstrak DM3A(A) Bakung
Rawa ..................................................................................................... 42
Tabel 4.6 Hasil Uji Antioksidan Kuantitatif Ekstrak DM3A(A)Tanaman Bakung
Rawa ..................................................................................................... 44
Tabel 4.7 Nilai KHM dan KBM Ekstrak Etil Asetat DM3A(A) Tanaman Bakung
Rawa ..................................................................................................... 46
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bakung rawa (Crinum jagus) .......................................................... 5
Gambar 2.2 Reaksi Penangkapan Radikal DPPH oleh Antioksidan (A H =
antioksidan, ox = oksidasi, red = reduksi) (Dehpour, et al.,2009)
..................................................................................................... 18
Gambar 4.1 Perbandingan Nilai IC50 Fraksi Etil Asetat Ekstrak DM3A(A)
Bakung Rawa dengan Vitamin C ................................................ 44
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Identifikasi ATTC Bakteri Uji (Staphylococcus aureus) ............... 57
Lampiran 2. Identifikasi ATTC Bakteri Uji (Salmonella typhi) ......................... 58
Lampiran 3. Identifikasi ATTC Bakteri Uji (Bacillus subtilis) .......................... 59
Lampiran 4. Certificate of Analysis Ciprofloxacin HCl ..................................... 60
Lampiran 5. Certificate of Analysis Chloramphenicol ....................................... 61
Lampiran 6. Alur Penelitian ................................................................................ 62
Lampiran 7. Skema Pemurnian Kapang dan Karakterisasi Kapang ................... 63
Lampiran 8. Skema Fermentasi Kapang dan Ekstraksi ...................................... 64
Lampiran 9. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Kapang ...................................... 66
Lampiran 10. Bagan Pengujian Antioksidan ........................................................ 68
Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan DPPH ....................................................... 70
Lampiran 12. Hasil Uji Antioksidan Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat.................... 71
Lampiran 13. Hasil Uji Antioksidan Pembanding ................................................ 72
Lampiran 14. Persen Inhibisi Ekstrak Etil Asetat dan Pembanding ..................... 73
Lampiran 15. Perhitungan IC50 dan AAI .............................................................. 74
Lampiran 16. Hasil KHM Uji Antibakteri Metode Mikrodilusi ........................... 75
Lampiran 17. Hasil KBM Uji Aktivitas Antibakteri ............................................. 78
xviii
DAFTAR ISTILAH
AAI : Antioxidant Activity Index
ATCC : American Type Culture Collection
CFU : Coloni Forming Unit
DMSO : Dimethyl sulfoxide
DM3A(A) : Kode isolat
DNA : Deoxyribonucleic Acid
DO : Oksigen terlarut
DPPH : 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl
EA : Etil Asetat
IC50 : Inhibitory Concentration
INT : p-iodonitrotetrazolium
K+ : Kontrol Positif
K- : Kontrol Negatif (kontrol media)
KP : Kontrol Pertumbuhan
KBM : Konsentrasi Bunuh Minimum
KHM : Konsentrasi Hambat Minimum
KLT : Kromatografi Lapis Tipis
MHA : Mueller–Hinton Agar
MHB : Mueller–Hinton Broth
NA : Nutrient Agar
NaCl : Natrium Clorida
NH : N-Heksan
PDA : Potato Dextrose Agar
PDY : Potato Dextrose Yeast
pH : Power of Hydrogen
PPM : Part Per Million / µg/mL
Rf : Retardation factor
TBC : Tuberkulosis
UV : Ultra Violet
UV-Vis : Ultra Violet- Visible
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1.1
Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan obat, lebih dari 20000 jenis
tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini. Sekitar 1000 jenis tanaman telah
terdata dan sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
secara tradisional. Penggunaan tanaman sebagai bahan obat tradisional
memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan digunakan
sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru (Akbar,
2010).
Berdasarkan penelitian yang telah banyak dilakukan, sebagian besar
komponen kimia yang berasal dari tanaman yang digunakan sebagai obat
merupakan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, tannin, fenol, steroid,
flavonoid dan lain sebagainya (Radji, 2005). Metabolit sekunder tersebut bukan
merupakan komponen yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup suatu
tumbuhan yang memproduksinya, dan bukan merupakan bagian yang diperlukan
dalam proses pembentukan dan perkembangan sel hidup tumbuhan tersebut
(Ankanna et al., 2012), akan tetapi metabolit sekunder berperan dalam
menginduksi ketahanan tanaman terhadap gangguan mikroorganisme patogen
(Simarmata et al., 2007). Salah satu sumber yang dapat menghasilkan metabolit
sekunder adalah mikroorganisme endofit (Kumala, 2014).
Tanaman bakung (Crinum) dari suku Amarillidaceae merupakan tanaman
berumbi yang banyak dijumpai pada daerah tropis di Afrika, Amerika, Australia
dan Asia, termasuk di Indonesia. Tanaman ini memiliki kurang lebih 160 spesies,
salah satunya adalah bakung rawa (Crinum jagus (J. Thomps) Dandy) yang
banyak dijumpai pada daerah rawa (Lannello et al., 2014).
Secara empiris, bakung rawa banyak digunakan sebagai obat tradisional
oleh masyarakat untuk pengobatan asma, konvulsi, sakit telinga, peradangan dan
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
luka (Idu et al., 2008; Borokini et al., 2013; Udegbunam et al., 2015).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adesanya et al. (1992) dan
Udegbunam et al. (2015), ditemukan adanya senyawa alkaloid, tannin dan saponin
dari ekstrak metanol bakung rawa yang merupakan senyawa yang dapat berperan
dalam aktivitas antimikroorganisme, Adesanya et al. (1992) melaporkan bahwa
senyawa crinamine yang di dapatkan dari ekstrak metanol umbi bakung rawa
menunjukkan aktivitas yang kuat sebagai antimikroba terhadap bakteri Bacillus
subtilis dan Staphylococcus aureus, pada penelitian lain yang dilakukan oleh Ode
et al. (2010) ekstrak metanol umbi bakung rawa memiliki aktivitas antioksidan
yang signifikan tinggi. Efek antioksidan jelas terlihat ketika dibandingkan dengan
vitamin C pada konsentrasi (50 - 400 µg/ml).
Khoriyatus Sholihah (2016) dalam penelitiannya telah menguji aktivitas
antibakteri dan antijamur dari isolat kapang yang diisolasi dari daun bakung rawa
yang didapat dari Kp. Mekarwangi, Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan Tanah
Sareal, Bogor. Tanaman ini telah dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Bogor. Hasil penelitian Khoriyatus Sholihah (2016)
menunjukkan beberapa isolat memiliki aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus
aureus, Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeroginosa.
Mikroba endofit adalah bakteri atau jamur yang sebagian atau seluruh daur
hidupnya berada inter atau intra-seluler di dalam jaringan tanaman inang yang
sehat tanpa menunjukkan tanda-tanda sakit (Tan and Zou, 2001). Endofit diisolasi
dari bagian tengah jaringan tanaman yang permukaannya telah disterilkan dan
dikultivasi pada medium yang sesuai. Endofit jenis kapang/jamur lebih sering
diisolasi daripada bakteri (Strobel et al., 2003).
Dalam seluruh siklus hidupnya mikroorganisme endofit berada di dalam
inang tumbuhan maka mikroorgansime endofit memiliki kemampuan
menghasilkan metabolit sekunder yang sama seperti inangnya. Kemampuan
mikroorganisme endofit menghasilkan metabolit sekunder yang sama dengan
tanaman inangnya memiliki potensi yang besar dalam pencarian sumber-sumber
obat baru. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di dunia, masing-
masing tanaman dapat mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit yang
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdiri dari bakteri dan fungi, dan yang paling banyak diisolasi adalah dari jenis
kapang (Strobel et al., 2003). Hal ini karena kapang merupakan mikroorganisme
yang mudah ditumbuhkan, memiliki siklus hidup yang pendek dan dapat
menghasilkan senyawa bioaktif dalam jumlah besar dengan metode fermentasi
(Prihatiningtias et al., 2011).
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin melanjutkan dan mengembangkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Khoriyatus Sholihah (2016) yang telah
mengisolasi beberapa kapang endofit dari daun tanaman bakung rawa salah
satunya adalah isolat DM3A(A) dan menguji aktivitas antibakteri dan antijamur
dari isolat DM3A(A) yang diisolasi dari daun bakung rawa yang didapat dari Kp.
Mekarwangi, Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan Tanah Sareal, Bogor. Peneliti
ingin memfokuskan penelitian pada isolat yang memiliki aktivitas antibakteri
terbaik yaitu isolat DM3A(A) dan menguji aktivitas antioksidan dan antibakteri
secara kuantitatif dari ekstrak etil asetat isolat tersebut.
Rumusan Masalah 1.2
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dibuat rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Apakah isolat DM3A(A) kapang endofit dari daun tanaman Bakung rawa
memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan?
2. Apakah senyawa utama yang terkandung dalam isolat tersebut yang
berpotensi sebagai antibakteri dan antioksidan?
Tujuan Penelitian 1.3
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai AAI dan IC50 ekstrak
etil asetat isolat DM3A(A) dan mengetahui nilai KHM (konsentrasi hambat
minimum) dan KBM (konsentrasi bunuh minimum) dari ekstrak etil asetat isolat
DM3A(A).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Manfaat Penelitian 1.4
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
aktivitas antibakteri dan antioksidan isolat kapang endofit yang diisolasi dari
daun tanaman bakung rawa dan dapat digunakan sebagai pertimbangan
dalam pengembangan agen antimikroorganisme.
2. Memacu minat dan keinginan peneliti lain untuk meneliti bakung rawa
(Crinum jagus) (J. Thomps.) Dandy).
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bakung Rawa (Crinum jagus (J. Thomps.) Dandy) 2.1
Gambar 2.1 Bakung rawa (Crinum jagus)
(www.davesgaarden.com,2006)
Bakung rawa memiliki nama lain Crinum giganteum Andrews (Wiersema et
al., 2013) merupakan tanaman berumbi dari suku Amaryllidaceae yang banyak
dijumpai pada daerah tropis di Afrika, Amerika, Australia dan Asia, termasuk di
Indonesia. Tanaman ini juga dikenal dengan nama umum poison bulb (umbi
beracun) (Idu et al., 2008). Di Indonesia, tanaman ini dikenal sebagai bakung
rawa karena umum dijumpai pada daerah rawa. Bunga dari tanaman ini hanya
tumbuh pada musim kemarau dan dikenal dengan nama bunga Lili, St.
Christopher Lily, atau Hamattan Lily (Aderonke et al., 2013).
2.1.1 Taksonomi
Kingdom : Viridiplantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Asparagales
Famili : Amaryllidaceae
Genus : Crinum
Spesies : Crinum jagus (J. Thomps.) Dandy
Sinonim : Crinum giganteum Andrews
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2 Deskripsi Tanaman
Bakung rawa memiliki bentuk yang tegak, dengan akar berupa umbi dan
bentuk daun yang linear dengan ujung daun yang tumpul. Bagian daun yang
mendekati ujung memiliki ukuran lebih lebar daripada bagian pangkal. Panjang
rata-rata daun (81,27 ± 2,58 cm) adalah 7 kali dari rata-rata lebarnya (11,52 ± 0,28
cm). Permukaan bawah daun berwarna hijau-pucat, dan permukaan atas berwarna
hijau-mengkilap (Ogunkunle et al., 2010).
Pada saat berbunga, dalam satu tanaman dapat berbunga sebanyak 4
hingga 12 bunga. Kelopak bunga berjumlah 6 kelopak dengan benang sari yang
melekat pada kelopak bunga. Kelopak berwarna putih dengan tulang pada
permukaan bagian bawah berwarna hijau-kekuningan (Ogunkunle et al., 2010).
2.1.3 Tempat Tumbuh
Sekitar tujuh spesies Crinum ditemukan di Afrika Barat, semua tanaman
itu ditemukan pada tanah yang lembab dengan bunga yang mekar. Bakung rawa
khususnya adalah tanaman yang umum ditemukan di daerah rawa dengan bunga
berwarna putih yang muncul pada musim kering (Olorode,1984) Bakung rawa
biasa ditemukan tumbuh liar di daerah pinggiran sungai, rawa- rawa hutan pada
ketinggian 1200 - 1800 meter diatas permukaan laut. Tumbuhan ini dapat di
temukan di daerah Afrika barat, selatan Amerika dan daerah-daerah tropis lain.
2.1.4 Kandungan Kimia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Udegbunam et al. (2015),
tanaman bakung rawa mengandung beberapa metabolit sekunder yaitu alkaloid,
tannin dan saponin. Alkaloid yang terdapat di dalam bakung rawa yaitu lycorine,
hamayne, crinamine dan 6-hydroxycrinamine. Kandungan metabolit sekunder
tersebut dinilai merupakan senyawa yang dapat berperan dalam aktivitas
antimikroorganisme (Adesanya et al., 1992).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5 Khasiat
Bakung rawa banyak digunakan secara tradisional untuk mengobati
beberapa penyakit seperti asma, konvulsi, peradangan dan luka. Daun tumbuhan
bakung rawa dapat digunakan untuk mengobati sakit telinga dengan cara
dipanaskan, kemudian diperas, dan hasil perasan ditambahkan dengan garam
dapur. Campuran yang masih hangat tersebut diteteskan ke telinga yang sakit dua
kali sehari. Hasil perasan daun bakung rawa yang hangat dan telah ditambahkan
garam juga dapat digunakan sebagai agen antiemetik (Idu et al., 2008). Daun
bakung rawa juga digunakan dalam pengobatan konvulsi pada orang dewasa
maupun pada anak-anak dengan dikombinasi menggunakan tumbuhan lain yaitu
Allium ascalonicum dan Nicotiana tabacum (Borokini et al., 2013).
Mikroba Endofit 2.2
2.2.1 Definisi
Endofit adalah mikroorganisme yang mempunyai habitat hidup di dalam
organ tanaman dalam kurun waktu tertentu, dapat berkolonisasi di dalam jaringan
tanaman tanpa merugikan tanaman inangnya. Mikroba endofit dapat hidup
bersimbiosis dengan tanaman inangnya dan dapat menghasilkan metabolit
sekunder, termasuk metabolit sekunder yang memiliki bioaktivitas, seperti enzim,
zat pengatur tumbuh, zat antimikroba, antifungi dan antikanker (Kumala, 2014).
Ada beberapa ketentuan untuk dapat mengisolasi mikroba endofit yang
mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang potensial, diantaranya yaitu:
1. Tumbuhan inang fungi endofit merupakan tumbuhan yang tumbuh pada
lingkungan yang khas.
2. Tumbuhan tersebut memiliki sejarah etnobotani yang berhubungan erat
dengan penggunaan spesifik tumbuhan tersebut oleh penduduk asli suatu
daerah.
3. Tumbuhan inang merupakan tumbuhan endemik pada suatu daerah.
4. Tumbuhan inang fungi endofit tumbuh pada daerah yang memiliki
biodiversitas yang tinggi (Prihatiningtias, 2005).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2 Kapang Endofit
Kapang termasuk salah satu jenis mikroorganisme endofit dan merupakan
kelompok mikroorganisme eukariotik yang tergolong dalam fungi berfilamen dan
multiseluler. Beberapa ciri spesifik dari kapang yaitu memiliki inti sel,
memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat melakukan
fotosintesis, dan dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual (Gandjar
et al., 2006; Kumala, 2014).
Struktur morfologi kapang tersusun dari hifa yang berbentuk tabung
menyerupai seuntai benang panjang yang terbentuk dari pertumbuhan spora atau
konidia. Hifa ini berfungsi untuk menyerap nutrien dari lingkungan (hifa
vegetatif) serta membentuk struktur untuk reproduksi (hifa fertil). Hifa berisi
protoplasma yang dikelilingi oleh suatu dinding yang kuat sebagai proteksi diri
(Gandjar et al., 2006).
Berdasarkan morfologi hifa secara mikroskopik, hifa dapat dibedakan
menjadi hifa yang berseptum dan tidak berseptum. Septum adalah suatu sekat
yang membagi hifa menjadi kompartemen. Hifa yang berseptum dan memiliki
satu inti disebut hifa monositik, sedangkan hifa yang tidak berseptum memiliki
banyak inti dan disebut hifa senositik (Gandjar et al., 2006).
2.2.3 Kapang Endofit Penghasil Antimikroorganisme
Banyak kelompok fungi endofit yang mampu memproduksi senyawa
antibiotik yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia,
hewan dan tumbuhan. Pada penelitian yang dilakukan Dreyfuss et al. (1986)
dalam Prihatiningtias et al. (2011), isolat kapang endofit Pleurophomopsis sp. dan
Cryptosporiopsis sp. dari tumbuhan Cardamin heptaphylla menghasilkan
penisilin N, sporiofungin A, B dan C sehingga memiliki aktivitas
antimikroorganisme yang tinggi.
Penicillium janthinellum yang diisolasi dari buah Milea azedarach
mengandung senyawa poliketida critinin memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Leishmania sp. Xylaria sp. YX-28 yang diisolasi dari Ginkgo biloba L. memiliki
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aktivitas terhadap mikroorganisme yang merusak makanan termasuk
Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Salmonella typhimurium, Salmonella
enteritidis, Aeromonas hydrophila, Yersinia sp., Vibrio anguillarum, Shigella sp.,
Vibrio parahaemolyticus, Candida albicans, Penecillium. expansum dan
Aspergillus niger, sehingga direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet
makanan alami (Kumar et al., 2014).
Streptomyces sp. mengandung senyawa bioaktif polyene yang memiliki
aktivitas antimikroorganisme spektrum luas termasuk terhadap Aspergilus sp.,
Candida sp., Bacillus anthracis dan Mycobacterium tuberculosis yang
multiresisten terhadap berbagai obat anti TBC (Castillo et al., 2002, Kumar et al.,
2014; dalam Radji, 2005). Berdasarkan penelitian oleh Castillo et al. (2003),
mikroorganisme endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea pteridifolia juga
memiliki aktivitas berspektrum luas. Endofit tersebut menghasilkan metabolit
kakadumycin yang aktivitas antibakterinya sama seperti yang dihasilkan oleh
Streptomices sp., dan kakadumycin juga berkhasiat sebagai antimalaria (Radji,
2005).
2.2.4 Pemurnian Kapang Endofit
Isolasi kapang endofit dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan isolat
kapang endofit yang hidup dalam jaringan tanaman. Kapang endofit ini
menunjukkan bahwa jenis kapang tersebut mampu memanfaatkan bahan-bahan
yang ada di dalam jaringan tanaman untuk kehidupannya (Kumala et al., 2006).
Isolasi kapang endofit dimulai dengan proses sterilisasi permukaan untuk
menghilangkan debu, kotoran, dan mikroorganisme lain yang berada pada
permukaan sampel. Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan alkohol 70%
dan natrium hipoklorida (NaOCl) (Kumala et al., 2006).
Proses isolasi dilakukan dengan penanaman sampel dengan metode tanam
langsung pada media yang cocok untuk pertumbuhan kapang. Media memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan kapang endofit karena
kandungan nutrisinya. Salah satu media yang cocok dan sering digunakan untuk
isolasi kapang endofit adalah potato dextrose agar (PDA), karena PDA
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengandung banyak karbohidrat yang mudah dicerna, sehingga memudahkan
kapang endofit untuk tumbuh (Hafsari dan Asterina., 2013). Pembiakan isolat
kapang endofit membutuhkan waktu antara 5 – 7 hari pada suhu ruang (27 - 29°C)
(Kumala et al., 2006).
2.2.5 Fermentasi Mikroba Endofit
Fermentasi berasal dari kata “ferfere”, yang berarti mendidihkan. Istilah
fermentasi ini digunakan untuk proses penguraian metabolik senyawa organik
oleh mikroorganisme yang menghasilkan energi dan pada umumnya berlangsung
pada kondisi anaerob. Produk metabolit sekunder dari kapang endofit dapat
diperoleh dari hasil proses fermentasi yang selanjutnya digunakan untuk uji
aktivitas biologis (Kumala, 2014).
Fermentasi dapat dibedakan berdasarkan jenis media yang digunakan,
yaitu fermentasi media padat dan media cair. Fermentasi media padat atau solid
state merupakan fermentasi dimana pertumbuhan mikroorganisme dan
pembentukan produk terjadi pada permukaan substrat padatan dengan kondisi air
yang terbatas dan tanpa aliran air yang mengalir bebas. Fermentasi media padat
banyak diaplikasikan untuk produksi makanan terutama produk soya seperti
tempe, soya sauce dan lain-lain (Riadi, 2013).
Fermentasi media cair merupakan fermentasi dimana substrat terlarut atau
tersuspensi dalam fase cair. Fermentasi media cair memiliki beberapa kelebihan
yaitu tersedianya kandungan air dan nutrien yang lebih banyak pada fermentasi
dengan media padat. Proses fermentasi media cair dapat dilakukan dengan atau
tanpa agitasi. Sebagai inokulum pada fermentasi ini digunakan bakteri, kapang
atau khamir (Kumala, 2014).
Berdasarkan metodenya, fermentasi dibagi menjadi dua, yaitu fermentasi
shaker dan statis. Fermentasi shaker atau metode goyang dilakukan dengan
menggunakan alat pengocok atau rotaryshaker dengan kecepatan 200 - 250 rpm.
Dan fermentasi statis atau diam dilakukan tanpa diberikan goncangan pada saat
inkubasi (Kumala, 2014).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil yang diperoleh setelah proses fermentasi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1. Nutrisi
Nutrisi yang dikandung oleh media harus dapat mencukupi kebutuhan
mikroorganisme untuk pertumbuhan dan memperoleh energi. Beberapa
substrat yang dapat digunakan sebagai sumber karbon adalah molase dan
pati, dan sumber nitrogen dapat diperoleh dari garam ammonium, urea,
nitrat dan tepung kedelai.
2. pH media fermentasi
Media yang digunakan harus memiliki pH optimum kapang, yaitu dalam
rentang 5 – 7.
3. Suhu
Fermentasi dilakukan pada suhu dimana pertumbuhan sel atau produksi
metabolit tertinggi. Kebanyakan mikroorganisme hanya dapat tumbuh
pada rentang suhu 20 – 30°C.
4. Aerasi dan agitasi
Aerasi bertujuan agar pasokan oksigen cukup memadai, untuk
mempertahankan kondisi aerobik dan membuang gas karbon dioksida
selama fermentasi. Agitasi juga bertujuan untuk meratakan penyebaran
mikroorganisme, nutrien dan oksigen di dalam medium (Kumala, 2014).
2.2.6 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI, 2000).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari, et al., 2011).
Dalam penelitian ini supernatan hasil fermentasi diekstraksi menggunakan
pelarut n-heksana dan etil asetat, secara bertingkat, hasil ekstraksi dipekatkan
sampai diperoleh ekstrak kering pekat. Ekstrak kering kemudian digunakan untuk
uji aktivitas antibakteri, antioksidan dan skrining fitokimia (Kumalaet al., 2015).
Antibakteri 2.3
Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah
pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971).
Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral
(Ganiswara, 1995).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.
Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu
substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat
pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara
bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar dan Chan, 1988).
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi cakram dilakukan dengan
mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam
ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105
- 108
CFU/mL (Hermawan et al., 2007).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan.
Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode
lubang/sumuran dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu
membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah
dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang
diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi,
pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di
sekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007).
Radikal Bebas dan Antioksidan 2.4
2.4.1 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya dan bersifat reaktif. Suatu
atom atau molekul akan tetap stabil bila elektronnya berpasangan, untuk mencapai
kondisi stabil tersebut, radikal bebas dapat menyerang bagian tubuh seperti sel.
sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sel tersebut dan berimbas pada
kinerja sel. jaringan dan akhirnya pada proses metabolisme tubuh. Radikal bebas
dapat berasal dari tubuh makhluk hidup itu sendiri sebagai akibat aktivitas tubuh
seperti aktivitas autooksidasi, oksidasi enzimatik, organel subseluler. aktivitas ion
logam transisi, dan berbagai sistem enzim lainnya (Fessenden & Fessenden,
1986).
Secara umum sumber radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
endogen dan eksogen. Radikal bebas endogen dapat terbentuk melalui autoksidasi.
oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transpor elektron di mitokondria
dan oksidasi ion-ion logam transisi. Sedangkan radikal bebas eksogen berasal dari
luar sistem tubuh, misalnya sinar UV. Di samping itu. radikal bebas eksogen
dapat berasal dari aktivitas lingkungan. Aktivitas lingkungan yang dapat
memunculkan radikal bebas antara lain radiasi, polusi, asap rokok, makanan,
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minuman, ozon dan pestisida. Terbentuknya senyawa radikal, baik radikal bebas
endogen maupun eksogen terjadi melalui sederetan reaksi. Mula-mula terjadi
pembentukan awal radikal bebas (inisiasi), lalu perambatan atau terbentuknya
radikal baru (propagasi), dan tahap terakhir yaitu pemusnahan atau pengubahan
senyawa radikal menjadi non radikal (terminasi).
Radikal bebas yang beredar dalam tubuh berusaha untuk mencuri elektron
yang ada pada molekul lain seperti DNA dan sel. Pencurian ini jika berhasil akan
merusak sel dan DNA tersebut. Dapat dibayangkan jika radikal bebas banyak
beredar maka akan banyak pula sel yang rusak. Kerusakan yang ditimbulkan
dapat menyebabkan sel tersebut menjadi tidak stabil yang berpotensi
mempercepat proses penuaan dan kanker (Rohmatussolihat, 2009).
Radikal bebas dalam tubuh pada dasarnya berperan dalam pemeliharaan
kesehatan karena sifatnya yang reaktif untuk mengikat atau bereaksi dengan
molekul asing yang masuk ke dalam tubuh. Ketidakseimbangan antara radikal
bebas dengan antioksidan dalam tubuh dapat menyebabkan terganggunya sistem
metabolisme, hal ini diakibatkan karena sifat radikal bebas yang dapat menyerang
lipid. deoxyribonucleic acid (DNA), dan protein komponen sel dan jaringan
(Darmiawan dan Artanti, 2009).
2.4.2 Antioksidan
Antioksidan adalah semua zat yang mampu memperlama atau
menginhibisi proses oksidasi zat secara signifikan dalam konsentrasi yang lebih
rendah (Halliwell dan Gutteridge, 1995 dalam Shebis, et al., 2013). Antioksidan
merupakan senyawa yang mampu menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi
dan dapat mendonorkan satu atau lebih atom hidrogen (Schuler, 1990). Senyawa
antioksidan biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh senyawa radikal bebas.
Zat oksidan atau lebih dikenal senyawa radikal bebas merupakan atom
atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil (mempunyai satu atau lebih
elektron tanpa pasangan), sehingga untuk memperoleh pasangan elektron senyawa
ini sangat reaktif dan merusak jaringan. Dengan adanya senyawa antioksidan,
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
oksidan atau senyawa radikal bebas yang tadinya sangat tidak stabil dan bersifat
merusak sel tubuh dapat menjadi stabil dan kerusakan sel tubuh dapat dicegah.
Terdapat 2 kelompok utama antioksidan di dalam sel-sel hidup yaitu antioksidan
enzimatik dan non-enzimatik. Mekanisme antioksidan terjadi pada 2 tahap reaksi:
inisiasi dan propagasi. Reaksi inisiasi merupakan tahap terbentuknya radikal
bebas, sementara reaksi propagasi adalah tahap diubahnya radikal bebas menjadi
radikal bebas lain yang lebih stabil (Shebis, et al., 2013).
Uji Aktivitas Antimikroba 2.5
2.5.1 Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi cakram agar
(metode Kirby-Bauer) (Jawetz et al., 2005). Keunggulan metode ini mencakup
fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih obat yang akan diperiksa, kemudahan
mengenali biakan campuran, dan biaya yang relatif murah (Sacher, 2004). Pada
metode difusi cakram agar ini, cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat
ditempatkan pada medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji
pada permukaannya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram
dipergunakan untuk mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji
(Jawetz et al., 2005).
Metode difusi dipengaruhi beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor
antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran
molekular, dan stabilitas obat). Meskipun demikian, standarisasi faktor-faktor
tersebut memungkinkan melakukan uji kepekaan dengan baik (Jawetz et al.,
2005).
2.5.2 Metode Dilusi
Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara
bertahap, baik dengan media cair atau padat. Media diinokulasi bakteri uji dan
dieramkan. Pada tahap akhir, antimikroba dilarutkan dengan kadar yang
menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan
penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja. Uji kepekaan cara dilusi cair
dengan menggunakan tabung reaksi, tidak praktis dan jarang dipakai, namun kini
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ada cara yang lebih sederhana dan banyak dipakai, yakni menggunakan microwell
plate. Keuntungan uji mikrodilusi cair adalah bahwa uji ini memberi hasil
kuantitatif yang menunjukkan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk
mematikan bakteri (Jawetz et al., 2005).
2.5.3 Metode Bioautografi
Bioautografi merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi zat yang
mempengaruhi tingkat pertumbuhan organisme uji dalam campuran dan matriks
yang kompleks. Metode ini menggabungkan penggunaan teknik kromatografi
lapis tipis dengan respon dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas
biologi dari suatu analit yang dapat berupa antibakteri, antijamur, antitumor,
antriprotozoa (Choma, 2005). Aplikasi dari metode bioautografi ini, diantaranya
(Choma, 2005):
1. Mencari zat antibiotik, antijamur, antitumor, dan antiprotozoa baru dengan
mempelajari aktivitas biologis zat yang berasal dari tanaman,
mikroorganisme, atau kombinasi secara kimia.
2. Penelitian antibiotik dan senyawa biologis aktif lainnya dalam air limbah,
air minum, cairan tubuh, pakan, dan makanan.
3. Kontrol kualitas obat-obatan antibiotik.
4. Mencari senyawa antimikroba yang efektif melawan bakteri dan jamur
pathogen pada tanaman.
5. Deteksi dan penentuan senyawa toksin (misalnya, aflatoksin) atau
fototoksik (misalnya, furokumarin).
Metode bioautografi dibedakan menjadi tiga, yaitu (Choma, 2005):
1. Bioautografi kontak
Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan plat KLT hasil elusi
senyawa yang akan diuji di atas media padat yang sudah diinokulasi
dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditandai dengan adanya
daerah bening yang tidak ditumbuhi mikroba.
2. Bioautografi imersi atau bioautografi agar overlay
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada bioautografi agar overlay, plat KLT hasil elusi senyawa yang akan
diuji dilapisi dengan agar yang masih cair yang sudah diinokulasi dengan
mikroba uji. Setelah agar mengeras, plat KLT diinkubasi dan diwarnai
dengan reagen warna tetrazolium. Penghambatan dapat dideteksi dengan
terbentuknya pita (band).
3. Bioautografi langsung
Bioautografi langsung dilakukan dengan menyemprotkan mikroba uji pada
plat KLT hasil elusi senyawa yang akan diuji atau dengan mencelupkan
plat KLT pada suspensi mikroba uji yang telah ditumbuhkan pada medium
kaldu yang cocok dan diinkubasi. Zona hambat yang terbentuk
divisualisasikan dengan menyemprot plat KLT dengan reagen warna
tetrazolium. Keuntungan metode bioautografi ini diantaranya, sifatnya
yang efisien untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak
bercak dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks
sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut
(Pratiwi, 2008).
Uji Antioksidan 2.6
Metode peredaman radikal 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) Packer
(1999) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat diukur dari
kemampuannya menangkap radikal bebas. Radikal bebas yang biasa digunakan
sebagai model dalam mengukur daya penangkapan radikal bebas adalah DPPH
yang merupakan senyawa radikal bebas yang stabil sehingga apabila digunakan
sebagai pereaksi dalam uji penangkapan radikal bebas cukup dilarutkan. Jika
disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpanan yang baik akan
stabil selama bertahun-tahun (Shivaprasad, et al., 2005; Dave, et al., 2009).
DPPH adalah yang metode paling sering dilaporkan digunakan untuk
skrining aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman obat. Metode peredaman
radikal bebas DPPH didasarkan pada reduksi dari radikal bebas DPPH yang
berwarna oleh penghambat radikal bebas. Prosedur ini melibatkan pengukuran
penurunan serapan DPPH pada panjang gelombang maksimalnya. yang berwarna
oleh penghambat radikal bebas. Prosedur ini melibatkan pengukuran penurunan
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
serapan DPPH pada panjang gelombang maksimalnya, yang sebanding terhadap
konsentrasi penghambat radikal bebas yang ditambahkan ke larutan reagen DPPH.
Aktivitas tersebut dinyatakan sebagai konsentrasi efektif EC50 (effective
concentration). atau IC50 (inhibitory concentration) (Shivaprasad, et al., 2005;
Dave, et al., 2009).
Gugus kromofor dan auksokrom pada radikal bebas DPPH memberikan
absorbansi maksimum pada panjang gelombang 517 nm sehingga menimbulkan
warna ungu. Warna DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning seiring
penambahan antioksidan. Hasil dekolorasi oleh antioksidan serta dengan jumlah
electron yang tertangkap. Mekanisme penangkapan radikal bebas ditunjukan pada
reaksi di bawah ini
Gambar 2.2 Reaksi Penangkapan Radikal DPPH oleh Antioksidan (A H =
antioksidan, ox = oksidasi, red = reduksi) (Dehpour, et al.,2009)
1. Metode reducing power
Prinsip metode ini adalah kenaikan serapan dari campuran reaksi.
Peningkatan pada serapan menunjukkan peningkatan pada aktivitas
antioksidan. Dalam metode ini antioksidan membentuk kompleks
berwarna dengan kalium ferisianida, asam trikloroasetat. dan besi (III)
klorida yang diukur pada panjang gelombang 700 nm. Peningkatan
pada serapan campuran reaksi menunjukkan kekuatan mereduksi dari
sampel (Shivaprasad, et al., 2005; Dave, et al., 2009).
2. Metode uji kapasitas serapan radikal oksigen (ORAC)|
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prosedur analisis ini mengukur kemampuan antioksidan dari makanan,
vitamin, suplemen nutrisi atau bahan kimia lainnya terhadap radikal
bebas. Uji ini dilakukan dengan menggunakan trolox (analog vitamin
E) sebagai standar untuk menentukan trolox ekuivalen (TE). Nilai
ORAC kemudian dihitung dari TE dan ditunjukan sebagai satuan atau
nilai ORAC. Semakin tinggi nilai ORAC, semakin besar kekuatan
antioksidannya (Shivaprasad, et al., 2005; Dave, et al., 2009).
3. Metode tiosianat
Aktivitas antioksidan sampel dengan metode tiosianat ditunjukkan
dengan kekuatan sampel dalam menghambat peroksidasi asam linoleat.
Jumlah peroksida yang terbentuk diukur secara tidak langsung dengan
pembentukan kompleks fenitiosianat yang berwarna merah
(Shivaprasad, et al., 2005; Dave, et al., 2009).
4. Uji dien terkonjugasi
Metode ini memungkinkan penghitungan yang dinamis terhadap dien
terkonjugasi sebagai hasil dari oksidasi awal PUFA (poly unsaturated
fatty acids) dengan mengukur serapan UV pada 234 mn. Prinsip dari
uji ini adalah bahwa selama oksidasi asam linoleat, ikatan rangkap
dirubah menjadi ikatan rangkap terkonjugasi yang mana dikarakterisasi
oleh serapan UV kuat pada 234 mn. Aktivitas diekspresikan dengan
konsentrasi penghambatan (inhibitory concentration), IC50
(Shivaprasad, et al., 2005; Dave, et al., 2009).
Bakteri Uji 2.7
2.7.1 Bacillus subtilis
Berikut adalah klasifikasi B. subtilis: (Madigan, 2005)
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Species : B. subtilis
B. subtilis merupakan bakteri Gram positif kemoorganotrof yang memiliki
bentuk basil atau batang atau silinder tunggal dengan panjang 0,3 – 2,2 μm × 1,27
– 7,0 μm. Sebagian besar bergerak dengan flagellum khas lateral dan membentuk
endospora tidak lebih dari satu dalam satu sel sporangium. B. subtilis termasuk
aerobik sejati atau anaerobik fakultatif dan umum dijumpai dalam tanah (Pratiwi,
2008).
Suhu optimum pertumbuhan B. subtilis yaitu antara 25 - 37°C. B. subtilis
merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
dengan sistem imun terganggu, misalnya gastroenteritis akut dan meningitis.
Bakteri ini juga dikenal sebagai penyebab keasaman pada makanan kaleng karena
fermentasi gula yang dikandung bahan pangan tersebut (Pratiwi, 2015).
2.7.2 Staphylococcus aureus
S. aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7
- 1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah
anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini
tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada
suhu kamar (20 - 25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai
kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari
90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida
atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri. Berbagai derajat
hemolisis disebabkan oleh S. aureus dan kadang-kadang oleh spesies
Staphylococcus lainnya. (Jawetz et al., 2008).
Dari Rosenbach (1884) klasifikasi Staphylococcus aureus yaitu:
Domain : Bacteria
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kingdom : Eubacteria
Filum : Firmicutes
Ordo : Bacillales
Kelas : Bacilli
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : S. aureus
Nama binomial : Staphylococcus aureus
S. aureus adalah patogen utama pada manusia. Hampir semua orang
pernah mengalami infeksi S. aureus selama hidupnya, dengan derajat keparahan
yang beragam, dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan hingga infeksi
berat yang mengancam jiwa. Sebagian bakteri Staphylococcus merupakan flora
normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada
manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus
yang patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase,
dan mampu meragikan manitol.
Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai
abses. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul,
jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya
pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan
endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial,
keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Kusuma, 2009).
2.7.3 Salmonella typhi
S typhi merupakan bakteri gram negatif, bersifat motil (bergerak), bakteri
anaerob fakultatif. Berbentuk batang pendek berderet seperti rantai. Salmonella
typhi tidak dapat menfermentasi glukosa dan lactosa, tidak menghasilkan asam
dan gas dari glukosa. Salmonella typhi dapat tumbuh baik pada media MacConkey
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dimana akan membentuk koloni yang tidak berwarna. Bakteri ini tumbuh secara
optimal pada suhu sekitar 35 - 37ºC
Taksonomi Salmonella typhi :
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Ordo : Gamma Proteobacteria
Kelas : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella typhi (Jawetz et al, 2006).
S typhi biasanya ditemukan pada jaringan limfe saluran pencernaan kemudian
masuk ke dalam nodus limfe dan aliran darah. S typhi dapat menyebabkan
penyakit demam tifoid (Dwidjoseputro, 1987).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian 3.1
Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan dari bulan November 2016
sampai Mei 2017 di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Alat dan Bahan 3.2
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya cawan petri,
laminar air flow (Minihelic), autoclave (ALP Ogawa Seiki), inkubator (France
EtUVes), refrigerator, vortex (Vortex MIXER VM-300), mikroskop cahaya
(Shimadzu), timbangan analitik (AND GH-202), hot plate stirrer (VELP
Scientifica), jarum ose, batang L, pinset, mikropipet (Thermoscientific) dan tip,
botol kaca, bunsen dan pemantik api, jangka sorong, cover glass, kaca objek,
kertas cakram 6 mm, pH indikator, spatula, batang pengaduk, kaca arloji, gelas
beaker (Schott Duran), erlenmeyer (Schott Duran), gelas ukur (Pyrex), labu ukur
(Schott Duran), tabung reaksi (Pyrex), corong, corong pisah, pipet tetes, pisau,
tisu, kapas, kasa, tali, karet gelang, alumunium foil, plastic wrap, plastik tahan
panas dan kertas saring.
3.2.2 Isolat Kapang
Isolat kapang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu isolat DM3A(A)
yang diperoleh dari hasil isolasi penelitian terdahulu oleh Khoriyatus Sholihah
(2016).
3.2.3 Bahan
Alkohol 70%, NaOCl 5,25%, aquadest steril, methylene blue, NaCl 0,9%,
larutan kristal violet, lugol, alkohol 96%, safranin, cakram kloramfenikol 30 μg,
potato dextrose agar (PDA) (Merck), nutrient agar (NA) (Merck), nutrient broth
(NB), kentang, dextrose (Merck), yeast extract (Merck), potato dextrose agar
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(PDY) Mueller–Hinton agar (MHA) (Merck), Mueller–Hinton broth (MHB),
metanol, etil asetat, n-heksana, DMSO (dimethyl sulfoxide), DPPH (2,2-Diphenyl-
1-picrylhydrazyl).
3.2.4 Mikroorganisme Uji
Bakteri uji yang akan digunakan pada penelitian ini adalah 2 bakteri gram
positif B. subtilis ATCC 6633 dan S. aureus ATCC 25923 serta 1 bakteri gram
negatif S. typhi ATCC 14028 yang didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi
Farmasi FMIPA UI.
Prosedur Penelitian 3.3
3.3.1 Sterilisasi Alat
Sterilisasi alat dilakukan dengan cara alat seperti ose, jarum, dan spatula
dilewatkan di atas api bunsen sampai berpijar. Sterilisasi untuk alat yang tahan
panas dengan oven dilakukan selama 1 jam dengan suhu 170°C. Untuk alat yang
tidak tahan pemanasan dengan suhu tinggi dan alat-alat yang presisi, seperti gelas
ukur dan pipet volumetri, sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoclave
pada suhu 121°C tekanan 1 atm selama 15 menit (Kumar, 2012).
3.3.2 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroorganisme
3.3.2.1 Pembuatan Media PDA
Media PDA dibuat dengan cara melarutkan 39 gram PDA (Merck) dalam
1000 ml akuades. Media dicampur sampai homogen dengan pengadukan dan
pemanasan menggunakan hot plate dan stirrer, kemudian disterilisasi dalam
autoclave pada suhu 121°C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media dituang ke
dalam cawan petri steril masing-masing ±10 ml dan dibiarkan hingga memadat.
3.3.2.2 Pembuatan Media PDA Miring
Media agar miring dibuat dengan cara melarutkan 39 gram PDA (Merck)
dalam akuades 1000 ml hingga homogen di atas hot plate stirrer. Media
kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml, lalu
disterilisasi di dalam autoclave pada suhu 121°C, selama 15 menit. Setelah
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam posisi miring ±45°C dan
dibiarkan hingga memadat (Jauhari, 2010).
3.3.2.3 Pembuatan Media NA
Media NA digunakan untuk seleksi kapang endofit yang memiliki
potensi sebagai antibakteri. Sebanyak 20 gram NA dan dimasukkan ke dalam labu
yang sudah berisi 1 liter aquadest. Selanjutnya dipanaskan di atas hot plate hingga
mendidih sambil dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer. Dilakukan
sterilisasi menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC. Media
dituang secara aseptis ke dalam cawan petri sebanyak masing-masing ±10mL di
laminar air flow dan biarkan sampai memadat (Rustanti, 2007).
3.3.2.4 Pembuatan Media NA Miring
Media agar miring NA dibuat dengan cara melarutkan 20 gram NA
(Merck) pada 1000 ml aquadest hingga homogen di atas hot plate stirrer. Media
tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml, lalu
disterilisasi di dalam autoclave pada suhu 121°C, tekanan 1 atm selama 15 menit.
Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam posisi miring ±45°C
dan dibiarkan hingga memadat (Jauhari, 2010).
3.3.2.5 Pembuatan Media PDY Broth
Satu liter PDY dibuat dari 200 gram kentang yang telah dikupas dan
dipotong dadu. Kentang direbus dalam aquadest hingga mendidih. Air hasil
rebusan kentang disaring dan ditambahkan dextrose (Merck) 20 gram (Ramesha et
al., 2013) dan yeast extract (Merck) 2 gram, kemudian dilarutkan dengan 1000 ml
akuades. Media dicampur sampai homogen menggunakan hot plate dan stirrer.
Media PDY disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121°C, selama 15 menit
(Jauhari, 2010).
3.3.2.6 Pembuatan Medium NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk NB ditambah satu liter aquadest dipanaskan
sampai mendidih kemudian disterilkan di autoclave pada suhu 121°C selama 15
menit, setelah agak dingin disimpan dalam lemari pendingin dan dapat digunakan.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3 Pemurnian Kapang Endofit
Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi selanjutnya dimurnikan
pada media PDA baru. Setiap koloni kapang yang berbeda diambil sedikit hifanya
menggunakan ose steril, kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi
PDA baru. Kapang diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari. Selama waktu
inkubasi dilakukan pengamatan morfologi, jika ditemukan pertumbuhan koloni
yang berbeda secara makroskopis, maka dilakukan pemurnian ulang hingga
diperoleh isolat murni (Kumala, 2014).
Isolat kapang yang telah murni ditransfer ke agar miring PDA baru untuk
dijadikan working culture (penelitian) dan stock culture. Stock culture diinkubasi
pada suhu ruang selama 7 hari, kemudian disimpan pada suhu 4°C sebagai kultur
cadangan (Kumala, 2014).
3.3.4 Pembuatan Subkultur Kapang Endofit
Masing-masing subkultur kapang endofit di tanam pada media PDA di
cawan petri selama 7 hari (Arisanti et al., 2011). Miselium kapang yang telah
tumbuh diambil dan ditanam kembali pada media PDA miring. Pengamatan
morfologi kapang secara makroskopis dan mikroskopis untuk verivikasi (Alfida,
2014).
3.3.5 Karakterisasi Kapang Endofit
Karakterisasi kapang endofit dilakukan dengan melihat karakteristik secara
makroskopik dan mikroskopik. Karakteristik makroskopik dilakukan dengan
pengamatan morfologi koloni meliputi bentuk koloni (halus, bergelombang, licin
atau mengkilap, rata, menggunung), warna koloni, warna sebalik koloni (reverse
color), tekstur (granular, seperti tepung, seperti beludru, seperti kapas), zonasi,
tetes eksudat, garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni, dan
lingkaran-lingkaran konsentris (Gandjar, 2000).
Karakteristik mikroskopik dilakukan dengan pemeriksaan preparat kapang
melalui mikroskop menggunakan metode slide culture. Metode slide culture
dilakukan dengan cara tisu diletakkan pada dasar cawan petri, kemudian di
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atasnya diletakkan kaca objek dan kaca penutup (cover glass), lalu cawan petri
ditutup. Cawan petri disterilkan di autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit
(Kumala, 2014).
Setelah sterilisasi, kaca objek diteteskan medium PDA steril dan
didiamkan hingga memadat. Kemudian diletakkan sedikit miselium kapang di atas
PDA yang telah memadat dan ditutup secara hati-hati dengan kaca penutup. Tisu
ditetesi akuades steril agar suasana dalam cawan petri menjadi lembab.
Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 7 hari pada suhu 29°C (Kumala, 2014).
Setelah masa inkubasi selesai, cover glass dilepaskan, lalu kapang ditetesi
1 tetes alkohol 70% dan 1 tetes methylene blue, kemudian ditutup dengan cover
glass dan diamati dengan mikroskop cahaya dari perbesaran terkecil hingga
terbesar. Pengamatan yang dilakukan meliputi ada atau tidaknya sekat pada hifa,
pertumbuhan hifa, bentuk dan warna konidia (Kumala, 2014).
3.3.6 Peremajaan Mikrobakteri Uji
Peremajaan B. subtilis ATCC 6633, S. aureus ATCC 25923 dan S. typhi
ATCC 14028 masing-masing diinokulasikan satu ose biakan ke dalam medium
NA miring, kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C. Pengerjaan
dilakukan dalam kondisi steril di dalam laminar air flow (Handayani, 2015).
3.3.7 Identifikasi Kemurnian Bakteri Uji
Identifikasi kemurnian bakteri uji dilakukan dengan pengamatan bakteri
uji secara mikroskopis dengan metode pewarnaan Gram. Kaca objek dibersihkan
dengan alkohol 70%, kemudian dilewatkan di atas api untuk menghilangkan
lemak dan dibiarkan dingin sebelum dipakai. Preparat dibuat dengan cara
menetesi kaca objek dengan sedikit NaCl 0,9% dan meletakkan satu ose bakteri
uji di atasnya, lalu difiksasi dengan melewatkan kaca objek pada api bunsen.
Preparat dipaparkan larutan gentian violet selama 1 menit, lalu dicuci dengan air
mengalir selama 5 detik, kemudian diteteskan lugol, dibiarkan selama 1 menit,
dan dicuci dengan air mengalir lagi. Preparat selanjutnya dicuci dengan alkohol
96% sampai tidak ada lagi pewarna yang terbawa oleh etanol selama 30 detik,
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditetesi larutan safranin selama 1 menit, dicuci kembali dengan air mengalir, dan
dikeringkan dengan cara diletakkan di atas tisu steril. Preparat diamati dengan
mikroskop cahaya (Rustanti, 2007).
3.3.8 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri uji yang telah diremajakan pada agar miring dibuat suspensi
dengan menggunakan NaCl fisiologis steril 0,9%. Koloni bakteri diambil dari agar
miring menggunakan jarum ose kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang telah berisi NaCl fisiologis steril. Campuran tersebut kemudian
dihomogenkan menggunakan vortex hingga diperoleh kekeruhan sama dengan
standar McFarland 3 yaitu dinyatakan sama dengan 109 CFU/ml (Aljufri, 2010).
Suspensi induk kemudian diencerkan hingga konsentrasi 106 CFU/ml untuk
pengujian aktivitas antifungi (Aljufri, 2010).
3.3.9 Fermentasi Kapang Endofit
Fermentasi kapang endofit dilakukan dengan fermentasi cair menggunakan
media PDY. Koloni murni isolat kapang endofit yang berusia 7 hari diambil
sebanyak 3 potongan menggunakan sedotan steril lalu diinokulasikan ke dalam
media fermentasi cair PDY yang telah steril. Media PDY yang digunakan
sebanyak 20% dari volume botol. Selanjutnya media diinkubasi secara statis pada
suhu kamar (27 – 29°C) selama 21 hari (Radji et al., 2011; Kumala, 2014;
Handayani, 2015).
3.3.9.1 Metode Shaker/Goyang
Isolat kapang endofit yang diperoleh ditumbuhkan dalam medium PDA
selama 7 hari dalam cawan petri, diambil sebanyak 5 potong biakan kapang
berukuran kurang lebih 1x1 cm. Potongan kapang tersebut dimasukkan ke dalam
medium fermentasi cair PDY sebanyak 50 mL dalam erlenmeyer 250 mL hingga
didapat jumlah total media fermentasi sebanyak 100 mL. Fermentasi dengan
shaker selama 10 hari dengan kecepatan 150 rpm. Supernatan dipisahkan dari
biomassa (Kumala 2014).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.10 Ekstraksi Hasil Fermentasi
Supernatan hasil fermentasi diekstraksi menggunakan pelarut n-heksana
dan etil asetat, secara bertingkat, hasil ekstraksi dipekatkan sampai diperoleh
ekstrak kental (Kumala 2014). Partisi cair dengan kedua pelarut ini, diuapkan
menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental atau kering.
Hasil ekstraksi ini disaring lalu dikeringkan dari pelarut menggunakan rotary
evaporator.
3.3.11 Analisis KLT
Pengujian dengan KLT dilakukan dengan menggunakan plat silika G60
F254 sebagai fase diam. Plat silika gel dibuat dengan ukuran lebar 1 cm dan
panjang 5 cm pada ujung atas dan bawah diberi batas 0,5 cm. Untuk menentukan
pengembang yang optimum, dicoba berbagai komposisi pengembang.
Ekstrak yang akan diuji dilarutkan dalam beberapa mL pelarut yang
digunakan pada ekstraksi sebelumnya (larutan uji), lalu ditotolkan sebanyak 20 µl
pada titik awal pergerakan. Setelah totolan kering, dilakukan pengelusian di dalam
bejana KLT yang telah dijenuhkan dan ditutup rapat. Setelah eluen mencapai garis
atas, lempeng dikeluarkan dan dikeringkan.
Bercak diamati secara visual, dengan lampu UV pada panjang gelombang
254 nm dan 366 nm, dan menggunakan pereaksi semprot universal untuk
menampakkan bercak yang tidak berwarna dan tidak berfluorosensi. Pereaksi
semprot universal yang digunakan adalah pereaksi Godin (reagen A; 1% vanilin
dilarutkan dalam etanol: 3% HClO3 dalam aquadest, 1:1 dan reagen B; 10%
H2SO4) yang dilanjutkan dengan pemanasan.
3.3.12 Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH
3.3.12.1 Uji Kualitatif Antioksidan dengan KLT
Uji pendahuluan sebagai antioksidan penangkap radikal dilakukan sesuai
metode Demirezer et al (2001). Kromatogram dikeringkan dan disemprot dengan
larutan 0,2% DPPH dalam metanol p.a. Kromatogram diperiksa 30 menit setelah
penyemprotan. Senyawa aktif penangkap radikal bebas akan menunjukkan bercak
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berwarna putih kekuningan dengan latar belakang ungu. (Wahdaningsih, et al.,
2013).
3.3.12.2 Uji Kuantitatif Antioksidan
Pada ekstrak n-heksana dan etil asetat dilakukan uji kuantitatif antioksidan
dengan metode berdasarkan Chyau et al. pada tahun 2002 (Komala, et al., 2015).
a. Pembuatan Larutan DPPH 0,25 mM
DPPH ditimbang sebanyak 4,9 mg dan dilarutkan dengan metanol
absolut hingga 50 ml dalam labu ukur.
b. Pembuatan Larutan Stok
Larutan stok 1000 ppm disiapkan dengan cara ditimbang 5 mg
ekstrak kental dan dilarutkan dengan metanol absolut sambil
dihomogenkan, volume akhir dicukupkan metanol absolut sampai 5 ml
dalam labu ukur.
c. Pembuatan Larutan Stok Vitamin C Murni
Larutan stok 1000 ppm disiapkan dengan cara menimbang 50 mg
vitamin C murni dan dilarutkan dengan metanol absolut, volume akhir
dicukupkan hingga 50 ml labu ukur.
d. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH
Pengukuran serapan larutan blanko DPPH
Larutan DPPH 0,25 mM dipipet sebanyak 1 ml dan
dicukupkan volumenya sampai 5 ml dengan metanol absolut dalam
labu terukur. Larutan ini kemudian dihomogenkan dan dibiarkan
selama 30 menit, selanjutnya serapan diukur dengan spektrofotometri
UV-Vis pada panjang gelombang 515,8 nm.
Pengukuran aktivitas pengikatan radikal bebas DPPH dengan sampel
Pengujian dilakukan dengan cara, dibuat pengenceran sampel
dari larutan sampel induk 1000 ppm dengan konsentrasi 200; 100; 50;
25; 12,5; dan 6,25 ppm. Dari masing-masing konsentrasi dipipet
sebanyak 4 ml dan ditambahkan larutan DPPH 1 ml kedalam labu
ukur. Selanjutnya dihomogenkan menggunakan vortex dan dibiarkan
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
selama 30 menit, lalu diukur serapan dengan spektrofotometri UV-Vis
pada panjang gelombang 515,8 nm.
Besarnya persentase pengikatan radikal bebas dihitung dengan rumus
Nilai 50% Inhibitory Concentration (IC50) ditentukan menggunakan
kurva kalibrasi dengan memplotkan konsentrasi ekstrak dengan
besarnya nilai pengikat radikal.
e. Pengukuran aktivitas pengikatan radikal bebas DPPH dengan vitamin c murni
Pengujian dilakukan dengan dibuat pengenceran dari larutan stok
vitamin C dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm. Kemudian dipipet
sebanyak 4 ml dan ditambah 1 ml DPPH 0,25 mM ke dalam labu ukur.
Larutan dihomogenkan menggunakan vortex dan dibiarkan selam 30
menit. Selanjutnya serapan diukur dengan spektrofotometri UV-Vis pada
panjang gelombang 515,8 nm.
3.3.13 Uji Aktivitas Antibakteri Metode Mikrodilusi
3.3.13.1 Preparasi Inokulum Bakteri Uji
Pembuatan inokulum mikroorganisme uji dilakukan dengan cara biakan
mikroorganisme uji diinokulasikan sebanyak satu ose ke dalam tabung reaksi
yang telah diisi dengan 9 mL larutan NaCl 0,85%, kemudian dihomogenkan
menggunakan vortex. Kekeruhan suspensi mikroorganisme dibandingkan dengan
kekeruhan standar McFarland 0,5 (1 - 2) x108 CFU/mL). Apabila kekeruhan
belum sama, bakteri diinokulasikan lagi ke dalam suspensi hingga diperoleh
kekeruhan yang sama dengan standar McFarland 0,5. Suspensi bakteri kemudian
diencerkan dalam media MHB sehingga mendapatkan tingkat kekeruhan 106
CFU/mL.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.13.2 Pengujian Aktivitas Mikroorganisme
a. Penyiapan larutan induk uji ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak dengan pelarut DMSO
2,5% dengan cara ditimbang 2,5 mg ekstrak dilarutkan dalam 2,5 mL DMSO
2,5% (larutan induk) 1000 ppm.
b. Pembuatan Larutan kloramfenikol (Wardani et al., 2012).
Sebanyak 1 mg kloramfenikol ditimbang, lalu dilarutkan dalam 1 mL
aquadest steril. Sebanyak 0,5 mL larutan kloramfenikol ditambahkan 0,1 mL
bakteri uji 106 CFU/Ml dan di ad 0,4 mL NB.
c. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif (Wardani et al., 2012).
Sebanyak 200 µL media MHB ditambahkan pada microwell plate.
d. Pembuatan Larutan Kontrol Pertumbuhan
Sebanyak 100 µL MHB dan 100 µL suspensi bakteri uji ditambahkan
dalam microwell plate.
e. Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minumim (KHM) (Metode
Mikrodilusi Cair)
Pengujian metode mikrodilusi cair dilakukan dengan menggunakan
microwell plate yang terdiri dari 8 baris dan 12 kolom sehingga terdapat
96 sumur microwell plate. Pada setiap pengujian disertakan kontrol negatif
pada sumur kolom pertama, kontrol positif di kolom ke-2 dan kontrol
pertumbuhan pada kolom ke-3. Kontrol negatif berisi media MHB, control
positif berisi media dan ekstrak atau antibiotik, sedangkan kontrol
pertumbuhan berisi media MHB dan suspensi bakteri.
Langkah pertama yaitu mengisi semua sumur dengan media MHB
sebanyak 100 µL, kolom ke-4 tidak di isi dan kontrol negatif diisi dengan
media MHB sebanyak 200 µL. Setelah itu larutan induk uji 1000 ppm
sebanyak 100 µL dimasukan ke dalam sumur ke-12. Sebanyak 100 µL
campuran dari sumur ke-12 dipindahkan ke sumur 11 lalu dicampur
sampai homogen. Pengenceran dilakukan sampai sumur ke-5 yang
memiliki konsentrasi ekstrak terkecil 7,8125 ppm. Setelah itu, dimasukkan
suspensi bakteri ke semua sumur kecuali sumur kontrol negatif pada
sumur pertama dan kolom 4.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Microwell plate selanjutnya di inkubasi pada suhu 37o C selama 24
jam. Pengamatan KHM secara visual dilakukan dengan penambahan
pewarna p-iodonitrotetrazolium (INT) kedalam setiap sumur. Pengujian
ini dilakukan secara triplo (Balouri et al, 2016 dengan modifikasi).
f. Penentuan Konsentrasi Bakterisid Minimum (KBM)
Nilai KBM ditentukan dengan melakukan penggoresan dari hasil dilusi
yang menunjukkan KHM dan pada konsentrasi di bawah KHM pada media
MHA padat. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. KBM
ditentukan apabila tidak ada pertumbuhan pada permukaan media (Santos et
al, 2015 dengan modifikasi).
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji aktivitas antioksidan
dan antibakteri dari isolat kapang endofit DM3A(A) terhadap bakteri patogen B.
subtilis, S. aureus dan S. typhi. Isolat ini didapat dari hasil isolasi penelitian
terdahulu pada daun tanaman bakung rawa yang dilakukan oleh Khoriyatus
Sholihah pada tahun 2016.
Pemurnian Kapang Endofit 4.1
Bakung rawa merupakan tanaman yang banyak dijumpai pada daerah
tropis termasuk Indonesia. Tanaman bakung rawa mengandung beberapa
metabolit sekunder yaitu alkaloid, tannin dan saponin yang diketahui memiliki
beberapa aktivitas biologi (Udegbunam et al.,2015)
Pada penelitian ini dilakukan pemurnian isolat kapang endofit DM3A(A)
dari daun tanaman bakung rawa yang tumbuh pada media PDA. Purifikasi ini
bertujuan untuk mendapatkan kultur endofit yang benar-benar murni. Proses
purifikasi membutuhkan media yang baik untuk pertumbuhan sebagian besar
jamur, media PDA umumnya mengandung karbohidrat yang lebih mudah dicerna
oleh kapang endofit, sehingga pertumbuhan endofit pada media ini umumnya
lebih cepat (Pupsitasari, 2008). Selanjutnya koloni kapang endofit dimurnikan
pada media PDA miring (slant) untuk mempersempit luas daerah pertumbuhan
kapang. Hasilnya dapat digunakan sebagai stock culture dan working culture.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Karakterisasi Kapang Endofit 4.2
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Isolat DM3A(A) Kapang Endofit Daun Tanaman
Bakung Rawa.
Posisi Penelitian Khoriyatus Sholihah
(2016)
Penelitian Ghifaril Aziz
(2017)
Tam
pak
Dep
an
Tam
pak
Bel
akan
g
Pen
ampak
an M
ikro
skopik
Karakterisasi kapang endofit dilakukan secara makroskopik dan
mikroskopik. Pengamatan makroskopik meliputi warna koloni, warna sebalik
koloni, tekstur, tepi koloni, zoonasi dan tetes eksudat. Sedangkan pengamatan
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mikroskopik dilakukan dengan menggunakan metode slide culture. Pada metode
ini dilakukan proses pewarnaan hifa kapang dengan methylene blue. Penggunaan
methylene blue untuk memperjelas bentuk morfologi kapang yang akan diamati di
bawah mikroskop. Selain itu pewarna ini mengandung fenol sehingga dapat
mendeaktivasi enzim litik seluler sehingga sel tidak mengalami lisis. Pengamatan
mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dari perbesaran
terkecil hingga terbesar. Pengamatan mikroskopik ini meliputi ada atau tidaknya
sekat pada hifa, pertumbuhan hifa, bentuk dan warna konidia.
Isolat DM3A(A) memiliki morfologi koloni berwarna putih dan keabu-
abuan dengan permukaan seperti kapas tebal, tepi rata, dan terdapat lingkaran-
lingkaran konsentris. Tampak sebalik koloni isolat berwarna putih dengan
lingkaran konsentris kecoklatan. Diameter pertumbuhan koloni pada hari ke tujuh
yaitu 7,72 cm. Pada pengamatan mikroskopik dengan perbesaran 400×, hifa
kapang bercabang dan berseptum, dengan spora berbentuk silinder atau batang.
Kemurnian Mikroba Uji 4.3
Pengamatan kemurnian mikroba uji dilakukan untuk memastikan bahwa
mikroba uji yang digunakan adalah mikroba uji yang murni tanpa adanya
kontaminasi. Pengamatan kemurnian mikroba uji ini dilakukan dengan mengamati
karakteristik secara mikroskopik dengan metode pewarnaan Gram. Pewarnaan
gram merupakan penentu karakter isolat berdasarkan perbedaan struktur dinding
sel bakteri Gram positif dan Gram negatif (Aminollah, 2016). Mikroorganisme uji
yang digunakan pada penelitian ini yaitu, bakteri Gram positif B. subtilis dan S.
aureus bakteri Gram negatif S. typhi.
Pada pewarnaan Gram, bakteri Gram positif berwarna ungu dan Gram
negatif berwarna merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan struktur
pada dinding sel kedua jenis bakteri Gram tersebut. Dinding bakteri Gram positif
banyak mengandung peptidoglikan, sehingga kompleks kristal violet dan iodin
tidak dapat tercuci oleh alkohol karena lapisan peptidoglikan yang kokoh.
Sedangkan bakteri Gram negatif banyak mengandung lipopolisakarida, sehingga
pada pewarnaan Gram negatif adanya alkohol dapat merusak lapisan
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lipopolisakarida sehingga sel bakteri tampak transparan dan menjadi berwarna
merah setelah diberikan safranin (Pratiwi, 2008; Sholihah, 2016).
Tabel 4.2 Hasil Karakteristik Mikroskopik Mikroorganisme Uji
Bacillus subtilis ATTC 6633
Bakteri Gram positif, berwarna ungu pada
pewarnaan Gram, bentuk basil (batang).
[sumber : dokumentasi pribadi]
Staphylococcus aureus ATTC 25923
Bakteri Gram Positif, berwarna ungu pada
pewarnaan gram, berbentuk kokus (bulat)
tunggal atau bergerombol.
[sumber : dokumentasi pribadi]
Salmonella typhi ATTC 14028
Bakteri Gram negative, berwarna merah
pada pewarnaan gram, berbentuk basil
(bulat) tunggal atau bergerombol.
[sumber : dokumentasi pribadi]
Fermentasi Kapang Endofit 4.4
Fermentasi merupakan suatu proses yang berkaitan dengan pembentukan
energi serta pembentukan metabolit yang berguna oleh biomassa mikroorganisme
(Stanbury, Whitaker dan Hall, 1994). Fermentasi kapang endofit bertujuan untuk
menghasilkan sel kapang endofit dalam jumlah banyak sehingga mengoptimalkan
senyawa metabolit yang dihasilkan.
Media fermentasi yang digunakan adalah media PDY yang mengandung
potato dextrose broth sebagai sumber karbon dan yeast extract sebagai sumber
nitrogen. Dalam penelitian ini media yang digunakan adalah media cair, hal ini
dikarenakan penggunaan media cair memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan media fermentasi padat, yaitu komposisi dan konsentrasi medium dapat
diatur dengan mudah sehingga dapat memberikan kondisi yang optimum bagi
pertumbuhan. Pemakaian medium fermentasi cair juga menjadi lebih efisien
karena kontak antara kapang dan medium lebih optimal. Pengunaan media cair
juga lebih mudah dikerjakan secara aspetis dan lebih cocok untuk proses
fermentasi dalam skala besar (Stanbury, Whitaker dan Hall, 1994).
Fermentasi dilakukan pada kondisi suhu 37oC, proses fermentasi dilakukan
selama 10 hari disertai pengocokan (agitasi) dengan kecepatan 150 rpm. Fungsi
dari pengocokan ini adalah untuk meningkatkan aerasi dari kultur fermentasi dan
dispersi dari miselium (Hanson, 2008). Satu kali proses fermentasi menghasilkan
750 mL kultur fermentasi yang selanjutnya dilakukan ekstraksi untuk memperoleh
senyawa metabolit aktif dari kapang endofit.
Metabolit sekunder dari kapang dapat dipanen pada fase stasioner dari
pertumbuhan kapang. Fase pertumbuhan dari kapang endofit yang akan
difermentasi merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Proses fermentasi
dilakukan selama 10 hari dimana kapang endofit diperkirakan sudah mencapai
fase stasioner dalam jangka waktu demikian. Menurut Pratiwi (2008), metabolit
sekunder tidak diproduksi pada saat fase logaritmik, tetapi biasanya disintesis
pada akhir siklus pertumbuhan sel, yaitu fase stasioner. Hasil yang didapatkan dari
fermentasi isolat kapang endofit adalah terbentuknya miselium isolat kapang
endofit dan terjadinya perubahan warna medium.
Ekstraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit 4.5
Proses ektraksi ini dilakukan dengan tujuan untuk menarik senyawa-
senyawa metabolit sekunder yang telah terbentuk pada proses fermentasi. Kultur
hasil fermentasi dipisahkan antara biomassa dan supernatan.
Supernatan yang telah dipisahkan dari biomassa kemudian dipartisi dengan
metode partisi cair-cair menggunakan corong pisah dengan perbandingan
supernatan dan pelarut 1:1. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana dan etil
asetat. Fraksi n-heksana digunakan untuk menyari senyawa-senyawa yang bersifat
non-polar dan etil asetat untuk senyawa yang bersifat semipolar. Kedua fraksi,
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yaitu n-heksana dan etil asetat selanjutnya dievaporasi dengan rotary evaporator
hingga didapatkan ekstrak kental n-heksana dan etil asetat.
Karakteristik dan bobot ekstrak hasil fermentasi isolat kapang endofit yang
didapatkan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Karakterisasi dan Bobot Ekstrak Hasil Fermentasi Isolat DM3A(A)
Isolat Ekstrak Organoleptis Bobot (mg)
DM3A(A)
N-heksana Warna: Kuning Kehijauan
Bau: Khas (Aromatis) 6
Etil asetat Warna: Coklat Kehitaman
Bau: Khas (Aromatis) 235,5
Skrining Fitokimia Menggunakan Plat KLT 4.6
Senyawa fitokimia merupakan senyawa golongan metabolit sekunder dalam
tumbuhan yang memiliki fungsi tertentu bagi manusia. Senyawa-senyawa tersebut
dapat diidentifkasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas
dari setiap golongan dari metabolit sekunder. Untuk mengetahui senyawa
fitokimia tersebut, pada penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap beberapa
jenis senyawa fitokimia yang diperkirakan terdapat pada ekstrak isolat daun
tanaman bakung rawa. Pada penelitian ini, skrining fitokimia dilakukan secara
kualitatif berdasarkan pada sifat kelarutan senyawa.
Metode yang digunakan untuk melakukan skrining fitokimia harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain, sederhana, cepat, dirancang untuk
peralatan minimal dan bersifat selektif untuk golongan senyawa yang dipelajari
(Fransworth, 1966). Pada penelitian ini skrining senyawa fitokimia dilakukan
dengan menggunakan plat KLT dan dilakukan pengamatan dibawah sinar UV
pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Pengamatan di bawah sinar UV 366
nm bertujuan untuk menampakkan noda yang berfluoresensi. Pada sinar 366 nm,
senyawa yang menadsorbsi sinar UV noda pada plat silikia gel akan
berfluoresensi yaitu memancarkan cahaya tampak saat dikenai sinar UV
sedangkan silika gel yang tidak berfluoresensi pada UV 366 nm akan berwarna
gelap (Marliana, 2005). Hasil analisis senyawa fitokimia diperoleh 3 senyawa
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
fitokimia yang terkandung pada ekstrak daun tanaman bakung rawa yaitu senyawa
golongan alkaloid, saponin, dan terpenoid.
Pada pengujian senyawa golongan alkaloid fase gerak yang digunakan
untuk fraksi etil asetat adalah campuran etil asetat dan n-heksana dengan
perbandingan 4:1, untuk fraksi n-heksana fase gerak yang digunakan adalah
campuran n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 9:1, selanjutnya plat
silika gel hasil uji KLT disemprot dengan pereaksi Dragendorff, uji posistif
apabila menghasilkan noda berwarna cokelat atau jingga. Pada uji alkaloid.
Setelah plat disemprot akan menunjukkan bercak cokelat jingga berlatar belakang
kuning (Harborne, 1996). Timbulnya noda dengan Rf 0,9 pada fraksi n-heksana
berwarna kuning muda pada pengamatan dengan sinar tampak, berwarna kuning
pada UV 254 nm dan berwarna hijau muda pada UV 366 nm. Hal ini menegaskan
adanya kandungan alkaloid pada ekstrak endofit DM3A(A) daun tanaman bakung
rawa pada fraksi etil asetat tidak terlihat noda coklat menandakan tidak adanya
kandungan alkaloid dalam ekstrak tersebut.
Pada pengujian senyawa terpenoid dilakukan dengan uji vanilin asam sulfat.
Fase gerak yang digunakan untuk fraksi etil asetat adalah campuran etil asetat dan
n-heksana dengan perbandingan 4:1, untuk fraksi n-heksana fase gerak yang
digunakan adalah campuran n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 9:1.
Uji posistif apabila setelah plat disemprot dan dipanaskan pada suhu 1000
C
selama 10 menit memunculkan warna merah-violet (Wagner,1996). Setelah plat
disemprot Hasil yang didapatkan untuk fraksi etil asetat dan n-heksana masing-
masing adalah adalah adanya noda berwarna ungu violet pada sinar tampak
dengan nilai Rf 0,45 dan 0,5. Hal ini menegaskan bahwa fraksi etil asetat dan n-
heksana ekstrak endofit DM3A(A) daun tanaman bakung rawa mengandung
senyawa terpenoid.
Pada pengujian senyawa saponin dilakukan dengan pereaksi lieberman
buchard. Fase gerak yang digunakan untuk fraksi etil asetat yaitu campuran etil
asetat dan n-heksana dengan perbandingan 4:1, untuk fraksi n-heksana fase gerak
yang digunakan adalah campuran n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan
9:1. Uji positif apabila setelah plat di semprot memunculkan warna ungu pada
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengamatan sinar tampak. Hasil yang didapatkan untuk fraksi etil asetat dan n-
heksana masing-masing adalah adanya noda berwarna ungu pada pengamatan
sinar tampak dengan Rf 0,35 dan 0,25. Hal ini menegaskan bahwa fraksi etil
asetat dan n-heksana ekstrak endofit DM3A(A) daun tanaman bakung rawa
mengandung senyawa saponin.
Tabel 4.4 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak DM3A(A) Bakung Rawa
No. Senyawa
Fitokimia
Fraksi
Ekstrak
Metode
Pengujian
Penampak
Noda
Hasil
Uji Keterangan
1. Alkaloid
N-
heksana KLT Dragendorf (+)
Bercak coklat
dan berwarna
kuning pada
UV 254 nm
dengan Rf 0,9
Etil
asetat KLT Dragendorf (-)
2. Terpenoid
N-
heksana KLT
Vanilin
As.Sulfat (+)
Bercak merah-
violet pada
sinar tampak
dengan Rf 0,45
Etil
asetat KLT
Vanilin
As.Sulfat (+)
Bercak merah-
violet pada
sinar tampak
dengan Rf 0,5
3. Saponin
N-
heksana KLT
Lieberman
Buchard (+)
Bercak hijau
pada sinar
tampak pada Rf
0,35
Etil
asetat KLT
Leiberman
Buchard (+)
Bercak ungu
violet pada
sinar tampak
pada Rf 0,25
Uji Pendahuluan Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif dengan KLT 4.7
Uji aktivitas antioksidan ekstrak kapang DM3A(A) dilakukan dengan
menggunakan metode penangkapan radikal bebas DPPH. Metode DPPH dipilih
karena memerlukan sedikit sampel, sederhana, mudah, cepat, dan peka untuk
mengevaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam. Pada metode ini,
DPPH bertindak sebagai model radikal bebas yang akan berikatan dengan
senyawa antioksidan (Wahdaningsih 2013). Uji antioksidan secara kualitatif ini
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antioksidan dari ekstrak
kapang DM3A(A).
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5 Hasil KLT dan Uji Antioksidan Kualitatif Ekstrak DM3A(A) Bakung
Rawa
Fraksi Uji Kualitatif Antioksidan
UV 254 UV 366 Semprot DPPH
N-heksana
Keterangan: Hasil pengujian antioksidan ekstrak n-heksana
menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (9:1) dengan DPPH 0,2%.
Ekstrak n-heksana memiliki aktifitas antioksidan ditandai dengan
bercak berwarna kuning dengan latar belakang ungu.
Etil Asetat
Keterangan: Hasil pengujian antioksidan ekstrak etil asetat
menggunakan eluen n- etil asetat : n-heksana (4:1) dengan DPPH
0,2%. Ekstrak etil asetat memiliki aktifitas antioksidan ditandai dengan
bercak berwarna kuning dengan latar belakang ungu.
Ekstrak kapang DM3A(A) ditotolkan pada pelat KLT menggunakan pipa
kapiler dengan fase gerak n-heksana dan etil asetat. Selanjutnya, eluen dibiarkan
merambat hingga mencapai batas pelat yang telah ditandai. Setelah dielusi,
ditunggu hingga kering lalu disemprot dengan larutan DPPH 0,2% (Wahdaningsih
et al, 2013; Isnindar et al, 2011) kemudian didiamkan selama 30 menit (Ghosal &
Mandal, 2012). Bercak dari bahan uji yang memiliki aktivitas antioksidan akan
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berubah menjadi warna kuning dengan latar belakang ungu (Kuntorini et al,
2010).
Metode ini dipilih karena kelebihannya yaitu analisisnya mudah, cepat dan
efisien, serta memungkinkan mengetahui adanya senyawa yang bersifat sebagai
antioksidan yang dapat dilihat secara visual Hasil uji kualitatif menunjukan bahwa
terdapat spot dengan warna kekuningan dengan latar ungu. Hal ini menunjukan
bahwa dalam ekstrak terdapat senyawa yang aktif sebagai antioksidan. Uji
antioksidan kemudian dilanjutkan ke uji kuantitatif.
Pada penelitian ini, uji kualitatif antioksidan pada ekstrak n-heksana
digunakan eluen N-heksana : etil asetat (9:1) dan ekstrak etil asetat menggunakan
eluen etil asetat : N-heksana (4:1). Setelah dielusi dan disemprot DPPH 0,2% dan
didiamkan selama 30 menit, pola bercak dari bahan uji berubah menjadi warna
kuning dengan latar belakang ungu yang menandakan bahwa kedua ekstrak
memiliki aktivitas antioksidan.
Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif 4.8
a. Pembuatan Larutan DPPH 0,25 mM
Serbuk DPPH ditimbang 0,0049 gram dilarutkan dengan metanol p.a
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, volumenya dicukupkan dengan
metanol p.a sampai tanda batas (Chyau et al, 2002 dalam Komala et al, 2015).
b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH
Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis didapat bahwa serapan maksimum DPPH berada pada
515,8 nm.
c. Analisis aktivitas antioksidan ekstrak kapang DM3A(A)
Uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif juga dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Pengujian secara kuantitatif ini dilakukan
untuk mengetahui absorbansi DPPH yang tersisa setelah ditambahkan ekstrak.
Jika suatu senyawa memiliki aktivitas sebagai antioksidan, maka akan terjadi
penurunan nilai absorbansi DPPH pada panjang gelombang 515,8 nm. Penurunan
absorbansi DPPH diukur terhadap absorbansi kontrol yaitu absorbansi DPPH
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam metanol p.a tanpa penambahan bahan uji. Penurunan absorbansi DPPH
ditunjukkan dengan terjadinya degradasi warna DPPH dari warna ungu menjadi
warna kuning. Proses degradasi warna DPPH berbanding lurus dengan
konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Nilai absorbansi DPPH yang diperoleh
digunakan untuk menentukan nilai presentasi penghambatan radikal DPPH (%
inhibisi), dan kemudian dapat ditentukan nilai IC50 ekstrak yang diujikan. Setelah
diperoleh nilai IC50 kemudian dihitung nilai AAI dari masing-masing ekstrak.
Tabel 4.6 Hasil Uji Antioksidan Kuantitatif Ekstrak DM3A(A)Tanaman Bakung
Rawa
No Ekstrak Persamaan linear IC50 (ppm) AAI
1 Etil Asetat y = 0,2824x + 12,825
R² = 0,9914
131,639 0,7444
2 Vitamin C y = 27,989x - 2,8471
R² = 0,9993
1,888 51,9028
Gambar 4.1 Perbandingan Nilai IC50 Fraksi Etil Asetat Ekstrak DM3A(A) Bakung
Rawa dengan Vitamin C
Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak
(ppm) yang mampu menghambat proses oksidasi sebesar 50%. Semakin kecil
nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004). IC50
diperoleh dari persamaan regresi linier sedangkan nilai AAI ditentukan dengan
Etil asetat Vitamin C
Series1 131,639 1,888
0
20
40
60
80
100
120
140
pp
m
Perbandingan IC50 Ekstrak vs Vitamin C
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membandingkan antara konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm)
dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm) dari masing-masing ekstrak. Nilai AAI
perlu diketahui untuk menggolongkan sifat antioksidan ekstrak. Jika nilai
AAI<0,5 antioksidan bersifat lemah. AAI>0,5-1 antioksidan bersifat sedang,
AAI>l-2 antioksidan bersifat kuat, dan AAI>2 antioksidan sangat kuat (Vasi et al,
2012).
Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh senyawa antioksidan adalah
melalui donasi atom hidrogen sehingga menyebabkan perubahan warna DPPH
dari ungu menjadi kuning (Molyneux, 2004). Perubahan warna DPPH terjadi
karena adanya senyawa yang dapat memberikan radikal hidrogen kepada radikal
DPPH sehingga tereduksi menjadi DPPH-H (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl)
(Molyneux, 2004). Biasanya senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan adalah senyawa fenol karena mempunyai gugus hidroksi yang
terdistribusi pada pada posisi ortho dan para terhadap gugus OH dan -OR
(Karama et al, 2017).
Pada pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif, digunakan vitamin C
sebagai pembanding. Vitamin C digunakan sebagai pembanding karena berfungsi
sebagai antioksidan sekunder yaitu menangkap radikal bebas dan mencegah
terjadinya reaksi berantai (Sánchez & Barrita, 2013). Vitamin C termasuk
golongan antioksidan sekunder yang mampu menangkal berbagai radikal bebas
ekstraselular. Hal itu dikarenakan vitamin C mempunyai gugus hidroksi bebas
yang bertindak sebagai penangkap radikal bebas dan jika mempunyai gugus
polihidroksi akan meningkatkan aktivitas antioksidan (Isnindar et al, 2011;
Sánchez & Barrita, 2013).
Hasil optimasi panjang gelombang dengan Spektrofotometer UV-Vis
menunjukkan bahwa serapan maksimum DPPH berada pada panjang gelombang
515,8 nm. Panjang gelombang maksimum dinyatakan sebagai analisis larutan
DPPH yang dapat menghasilkan absorbansi DPPH secara maksimum (Molyneux,
2004). Semua larutan uji dan pembanding diukur nilai absorbansinya pada
panjang gelombang 515,8 nm.
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif menunjukkan bahwa
ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antioksidan sedang karena memiliki nilai
AAI antara 0,5-1,0 yaitu 0,74457. Aktivitas antioksidan ekstrak juga dapat dilihat
dari nilai IC50, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai
IC50 kurang dari 0,05 mg/mL,aktivitas kuat untuk IC50 antara 0,05-0,1 ppm,
aktivitas sedang jika IC50 bernilai 0.101-0.150 ppm dan aktivitas lemah jika IC50
bernilai 0,151 - 0,200 ppm (Blois, 1958). Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas
antioksidan sedang dengan nilai IC50 131.6395 ppm.
Pengujian Aktivitas Antibakteri melalui Penentuan KHM dan KBM 4.9
dengan Metode Mikrodilusi
Tabel 4.7 Nilai KHM dan KBM Ekstrak Etil Asetat DM3A(A) Tanaman Bakung
Rawa
Bakteri
KHM
dan
KBM
Nilai KHM dan KBM (ppm)
Fraksi Etil
asetat
DM3A(A)
Kloramfenikol Ciprofloksasin
Bacillus subtilis
ATCC 6633
KHM
KBM
1000
>1000
8
8
-
-
Staphylococus
aureus ATCC
25923
KHM
KBM
1000
>1000
-
-
4
> 4
Salmonella typhi
ATCC 14028
KHM
KBM
250
500
-
-
4
8
Pengujian aktivitas antibakteri pada penelitian ini dilakukan dengan
penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) dengan metode mikrodilusi,
penentuan konsentrasi bunuh minimum (KBM). Pada pengujian ini, bakteri yang
digunakan adalah B. subtilis ATCC 6633, S. aureus ATCC 25923 dan S. typhi
ATCC 14028 yang didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Farmasi FMIPA
UI.
Penentuan KHM secara in vitro dengan metode broth microdilution
(pengenceran agar) dipilih karena metode pengujian ini lebih sederhana, sampel
yang dibutuhkan lebih sedikit, sensitivitasnya lebih tinggi dan hasilnya kuantitatif.
Pengujian KHM dilakukan triplo untuk ekstrak tanaman uji dan triplo untuk
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kloramfenikol dan ciprofloksasin dengan prinsip pengujian yaitu pengenceran
berganda bahan uji pada media cair MHB yang dilakukan pada sterilized 96 round
bottom microwell plate. Konsentrasi paling tinggi ada pada sumur kolom kedua
belas. Kemudian konsentrasi sumur kolom kesebelas merupakan setengah dari
konsentrasi akhir sumur kolom kedua belas. Prinsip ini berlaku sama hingga
kolom kelima. Kolom ketiga digunakan sebagai kontrol positif yang berisi media
MHB dan bakteri uji saja tanpa adanya ekstrak tanaman uji, kolom kedua
digunakan sebagai kontrol negatif yang berisi media MHB, bakteri uji dan media,
sedangkan kolom pertama digunakan sebagai kontrol media yang berisi media
saja. Konsentrasi ekstrak tanaman uji digunakan dalam pengujian mikrodilusi ini
berada pada rentang 1000 ppm hingga 7.8 ppm, sedangkan untuk kloramfenikol
dan ciprofloksasin masing masing berada pada rentang 16 ppm hingga 0,125 ppm
dan 8 ppm hingga 0.0625 ppm.
Konsentrasi suspensi inokulum bakteri yang digunakan sesuai dengan
pedoman CLSI, yaitu konsentrasi akhir suspensi bakteri yang berada di dalam
sumur adalah 2-8x105 CFU/mL (CLSI, 2012). Hasil mikrodilusi diinkubasi pada
suhu 370C selama 18-24 jam sesuai dengan pedoman dari CLSI (CLSI,2012).
Suhu inkubasi ini juga disesuaikan dengan suhu optimum dari bakteri uji untuk
dapat tumbuh.
Pada saat melarutkan ekstrak tanaman uji dan antibiotik digunakan
dimetilsufoksida (DMSO) yang memiliki sifat sebagai pelarut universal, yaitu
dapat melarutkan sebagian besar senyawa polar, sebagian kecil senyawa
semipolar dan sebagian kecil senyawa non polar. DMSO mempunyai aktivitas
antibakteri pada konsentrasi > 10%, sehingga pada penggunaannya sebagai
pelarut, konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 2,5%. Pada
konsentrasi tersebut DMSO tidak memberikan aktivitas antibakteri.
Nilai KHM adalah nilai konsentrasi terkecil dimana tidak ada pertumbuhan
bakteri, pertumbuhan bakteri secara visual ditandai dengan perubahan warna ungu
saat penambahan larutan INT kedalam kolom microwell plate. Garam
tertrazolium akan diubah oleh mikroba melalui enzim dehydrogenase menjadi
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pewarna formazen (Choma,2010).Larutan yang bening dan tidak ada endapan
menandakan tidak adanya pertumbuhan bakteri.
Nilai KBM merupakan konsentrasi terkecil yang tidak menunjukkan adanya
pertumbuhan bakteri pada media agar setelah diinkubasikan. Penentuan nilai
KBM dilakukan dengan cara menggoreskan larutan uji pada konsentrasi larutan
bening hasil pengujian KHM menuju media MHA steril yang telah memadat
dalam cawan petri. Konsentrasi agar yang menunjukkan tidak adanya
pertumbuhan bakteri dinyatakan sebagai KBM. Hasil KHM dan KBM esktrak
tanaman uji dan antibiotik terhadap bakteri selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
4.7.
Dalam penelitian ini digunakan dua agen antibakteri yaitu kloramfenikol
dan ciprofloksasin. Kloramfenikol digunakan untuk bakteri B. subtilis ATCC
6633 karena tidak ada laporan mengenai resistensi terhadap bakteri B. subtilis dan
kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang bekerja dengan
menghambat sintesis protein bakteri (Jardetzky, 1962). Untuk bakteri S. aureus
ATCC 25923 dan S. typhi ATCC 14028 tidak digunakan agen antibakteri
kloramfenikol, karena bakteri tersebut memiliki resistensi terhadap antibiotik
kloramfenikol. Ciprofloksasin digunakan Karena menurut Rubin (2010) dan
Cucunawingsih (2017) bakteri S. Aureus dan S. typhi menunjukkan resistensi
terhadap antibakteri kloramfenikol.
Dari hasil pengujian KHM dengan menggunakan metode mikrodilusi,
ekstrak Etil Asetat DM3A(A) bakung rawa memiliki efek hambatan yang lebih
baik terhadap bakteri S. typhi ATCC 14028 dibandingkan dengan dua bakteri
lainnya B. subtilis ATCC 6633 dan S. aureus ATCC 25923. Hal ini terlihat bahwa
ekstrak Etil Asetat DM3A(A) bakung nilai KHM sebesar 250 μg/mL dan KBM
sebesar 500 μg/mL sedangkan ekstrak Etil Asetat DM3A(A) bakung rawa
memiliki nilai KHM sebesar 1000 μg/mL dan KBM sebesar >1000 μg/mL
terhadap bakteri B. subtilis ATCC 6633 dan nilai KHM dan KBM untuk bakteri S.
aureus ATCC 25923 adalah 1000 μg/mL dan >1000 μg/mL.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 5.1
1. Ekstrak etil asetat dan n-heksana isolat DM3A(A) fungi endofit yang di
isolasi dari tanaman bakung rawa (Crinum jagus (J.Thomps.) Dandy)
memiliki aktivitas antioksidan. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji
antioksidan kualitatif menggunakan DPPH 0.2%.
2. Uji aktivitas antioksidan kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
memiliki aktivitas antioksidan sedang dengan nilai AAI 0,74 dan IC50
131,63 ppm.
3. Uji aktivitas antibakteri kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
isolat DM3A(A) fungi endofit yang di isolasi dari tanaman bakung rawa
(Crinum jagus (J.Thomps.) Dandy) memiliki aktivitas antibakteri yang
tergolong tidak aktif (KHM > 250 ppm) terhadap bakteri Bacillus subtilis
ATCC 6633 dengan nilai KHM sebesar 1000 ppm dan KBM sebesar >1000
ppm, bakteri Staphylococus aureus ATCC 25923 dengan nilai KHM dan
KBM 1000 ppm dan > 1000 ppm dan nilai KHM sebesar 250 ppm dan
KBM sebesar 500 ppm terhadap bakteri Salmonella typhi ATCC 14028.
Saran 5.2
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait isolasi senyawa aktif yang
berperan sebagai antioksidan dan antibakteri dalam ekstrak etil asetat isolat
DM3A(A) kapang endofit dari daun tanaman bakung rawa.
2. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap aktivitas antioksidan dan
antimikroba ekstrak n-heksana isolat DM3A(A) kapang endofit dari daun
tanaman bakung rawa.
3. Perlu memperbanyak volume fermentasi agar didapatkan ekstrak yang lebih
banyak lagi.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bakteri Gram
positif dan Gram negatif lainnya.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Aderonke S. O., Oluranti E. O., Wolfe O. A., Minakiri S. I. 2013. The Effect of
Acetone Extracts of Crinum jagus On the Histology of the Kidney, Liver and
Testis of Albino Rats. Peak Journal of Medicinal Plant Research Vol 2(4),
pp.38-44
Adesanya SA, Olugbade TA, Odebiyi OO dan Aladesanmi JA. 1992.
Antibacterial Alkaloids in Crinum jagus. International Journal of
Pharmacognosy.Volume 30. P. 303-307
Ahmed S., and Kumar P. 2012. GC-MS Study Of The Exoecaria agallocha L.
Leaf Extract From Pitchavaram Tamil Tandu India.
Http://www.sciencepub.net/researcher 4(6)
Akbar, H.R. 2010. Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun
DandangGendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Alfida Zakiyah. 2014. Aktivitas Antibakteri dan Alkaloid Kuinin Kapang Endofit
Tanaman Kina. Skripsi. Jakarta: Program Studi Sarjana Biologi. Fakultas
Sains dan Teknologi. Universitas Islam Syarif Hidayatullah.
Ankanna, S., Suhrulatha D., Savithramma N. 2012. Chemotaxonomical Studies of
some important Monocotyledons. Botani Research International 5 (4): P.
90-96.
Blois, M.S. 1958. Antioxidant Determinations by the Use of a Stable Free
Radical. California : Stanford University, doi:10.1038/1811199a0.
Borokini T.I, Ighere D.A, Clement M., Ajiboye .O, Alowonle A.A.
2013.Ethnobiological Survey of Traditional Medicine Practices in Oyo
State. Journal of Medicinal Plan Studies.ISSn: 2320-3862. Hal. 1-16.
Buchanan R.E and N.E Gibbons. 1975. Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology. The William and Wilkins Company Baltimore, Amerika.
Chanda, S. & Dave, R., 2009. In Vitro Models for Antioxidant Activity Evaluation
and Some Medicinal Plants Possessing Antioxidant Properties : An
overview.African Journal of Microbiology Research, 3(13), pp.981–996.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Choma, Irena. 2005. The Use of Thin-Layer Chromatography with
DirectBioautography for Antimicrobial Analysis. LCGC Europe. 18 (9).
Clinical and Laboratory Standart Institute (2007), Performance Standarts for
Antimicrobial Susceptibility Testing; Seventeenth Informational
Supplement, USA.
Darmawan, A. & Artanti, N. (2007). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif
Antioksidan dari Ekstrak Air Daun Benalu yang Tumbuh pada Cemara. Vol
2. Jurnal Kimia Indonesia. Serpong.
Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., and Mohammad, N.S., 2009,
Antioxidant Activity of Methanol Extract of Ferula Assafoetida and Its
Essential Oil Composition, Grasas Aceites, 60(4), 405-412
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter
StandarUmum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan
RepublikIndonesia. Jakarta.
Ditjen POM Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Depkes RI. Jakarta.
Dreyfuss, M.E., H.H. Hoffman, H. Kobel, W. Pache, and H. Tsecherter., 1986.
Cyclosporin A and C : New Metabolites from Trichoderma polysporum
(Link Expers) Rifai. Appl. Environ. Microbiol. 3:125-133.
Fessenden, R . J dan Fessenden, J. S , 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Gandjar I., Sjamsuridzal W., Oetari A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Gandjar, Indrawati, dkk, 2000. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: IKAPI
DKI Jakarta
Ganiswara, G., S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru. Jakarta.
Ghosal, M. & Mandal, P., 2012. Phytochemical Screening and Antioxidant
Activities 0f Two Selected “Bihi” Fruits Used as Vegetables in Darjeeling
Himalaya. , 4(2).
Halliwell B. Antioxidant characterization. Methodology and mechanism. Biochem
Pharmacol. 1995;49:1341–1348. doi: 10.1016/0006-2952(95)00088-H.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Handayani, Putri Nur. 2015. Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antimikroba
Kapang Endofit dari Daun Tanaman Jamblang (Syzygium cumini L.)
terhadap E. coli, P. aeruginosa, B. subtillis, S. aureus, C. albicans, dan
Aspergilus niger. Skripsi. Jakarta: Program Studi Farmasi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Ed II., Diterjemahkan Oleh Kosasih
Patmawinata dan Iwang Sudiro. Bandung: ITB.
Hermawan, A., Hana, W. dan Wiwiek, T. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle L) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dengan Metode Diffusi Disk. Surabaya : Unair.
Idu M., Obaruyi G.O., and Erhabor J.O. 2008. Ethnobotanical Uses of Plants
Among the Binis in the Treatment of Ophthalmic and ENT (Ear, Nose and
Throat) Ailments. Nigeria: Department of Plant Biology and Biotechnology,
University of Benin City. Ethnobotanical Leaflets 13: 480.
Isnindar, Setyowati, E. P., dan Wahyuono, S., 2011, Aktivitas Antioksidan Daun
Kesemek (Diospyros kaki L.F) denganMetode DPPH (2,2-Difenil-1
Pikrilhidrazil), Majalah Obat Tradisional, 16 (2) 63-67.
Jauhari, Lendra Tantowi. 2010. Seleksi dan identifikasi Kapang Endofit Penghasil
Antimikoba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi. Jakarta:
Program Studi Sarjana Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas
Islam Syarif Hidayatullah.
Jawetz, E, J. melnick, et al., 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Jawetz; Melnick; dan Adelberg’s. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba
Medika. Jakarta.
Karama, M. et al., 2017. The Structure – Antioxidant Activity Relationship of
Ferulates. , pp.15–19.
Komala, Ismiarni., Azrifitria., Yardi., Betha, Ofa Suzanti., Muliati, Finti., Ni’mah,
Maliyathun. 2015. Antioxidant and Anti-Inflamatory of the Indonesian
Ferns, Nephrolepis falcata and Pyrrosia lanceolata. Ciputat, Indonesia:
Internatoional Of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kumala S et al.,2015. Antimicrobial Activity of Secondary Metabolites Produced
by Endophytic Fungi Isolated from Stems of Jati Tree (Tectonagrandis l.f)
Vol 6. No. 6
Kumala S., Agustina E., Wahyudi P. 2006. Uji Akivitas Animikroba Metabolit
Sekunder Kapang Endofit Tanaman Trengguli (Cassia fistula L.). Jurnal
Ilmu Bahan Alam Indonesia.
Kumala S., Pratiwi A.P. 2014. Efek Antimikroba dari Kapang Endofit Ranting
Tanaman Biduri. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol. 7 No. 2
Kumala, Shirly. 2014. Mikroba Endofit: Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam
Bidang Farmasi. Jakarta: ISFI Penerbitan.
Kumar, Suneel et al. 2014. Endophytic Fungi: As A Source of Antimicrobials
Bioactive Compounds. World Journal of Pharmacy And Pharmaceutical
Sciences. Volume 3, Issue 2, 1179-1197.
Kuntorini, E. M. dan Astuti, M. D., 2010, Penentuan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Etanol Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.), Sains
dan Terapan Kimia, 4 (1) 15-22.
Kusmayati, Agustini, N.W.R. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari
Mikroalga (Porphyridium cruentum), J Biod. 8(1) : 48 – 53.
Lannello C., Bastida J., Bonvicini F., Antognoni F., Gentilomi G., Poli F. 2014.
Chemical composition, and in vitro antibacterial and antifungal activity of
an alkaloid extract from Crinum angustum Steud. Natural Product Research:
Formerly Natural Product Letters, 28:10, 704-710, DOI:
10.1080/14786419.2013.877903. Longman Publishing Company, London,
p. 121.
Madigan M.T. dan Martinko J.M., 2005. Brock Biology of Microorganisms 11th
ed., Prentice Hall, New Jersey.
Maya sohivitri, Nengah Dwianita, Septia Arisanti. 2011. Uji antimikroba Isolat
Kapang Tanah Wonorejo Surabaya. Skripsi. Surabaya: Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.Nat. Prod. Rep. 18: 448-459.Natural Product. Microbial
Mol. Rev. 491-502
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Molyneux, P., 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl- Hydrazyl
( DPPH ) for Estimating Antioxidant Activity. , 50(June 2003).
Ode, O.J, et al. 2010. Evaluation of Antihaemorrhagic and Antioxidant Potentials
of Crinum jagus Bulb.Vol.1.Abuja. IJABPT. ISSN 0976-4550.
Ogunkunle A. T. J., Olopade O. R. 2010. Studies On the Asthma Coughs Plant
Crinum jagus L. (Amaryllidaceae) in Nigeria. African Journal of Plant
Science Vol. 5(2), pp. 108-114.
Olorode O (1984). Taxonomy of West African Flowering plants. Longman
Publishing Company, London, p.121
Pleczar, Michael J and Chan, E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta
UI Press
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Prihatiningtias, W., 2005. Senyawa Bioaktif Fungi Endofit Akar kuning
(Fibraurea chloroleuca Miers) sebagai Senyawa Antimikroba. Tesis.
Sekolah Pascasarjana UGM.
Prihatiningtias, W., dan Wahyuningsih, M.S.H. 2011. Prospek Mikroba Endofit
Sebagai Sumber Senyawa Bioaktif. Artikel. Yogyakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada.
Radji M., Sumiati A., Rachmayani R., Elya B. 2011. Isolation of Fungal
Endophytes from Garcinia mangostana and Their Antibacterial Activity.
African Journal of Biotechnology Vol. 10(1). Page: 103-107.
Radji, Maksum. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam
Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 11: 113-126.
Riadi, Lieke. 2013. Teknologi Fermentasi Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Robby Nasrul Sani et al.,2014. Analisis Rendemen dan Skrining Fitokimia
Ekstrak Etanol Mikroalga Laut (Tetrasemis chuii). Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol. 2 No. 2 p.121-126
Rohmatussolihat. (2009). Antioksidan, Penyelamat Sel-Sel Tubuh
Manusia.BioTrends. Vol.4. No.1.
Sacher, R.A., dan McPherson, R.A., 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. EGC. Jakarta.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sánchez, M. del S.S. & Barrita, J.L.S., 2013. Antioxidant Role of Ascorbic Acid
and His Protective Effects on Chronic Diseases.
Schuler P (1990) Natural antioxidants exploited commercially, In Food
Antioxidants, Hudson BJF (ed.). Elsevier, London, pp 99-170.
Sembiring, Indri Sri Devi, Isnindar, I., Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etanol
Daun Bawang Mekah (Eleutherine Americana Merr.) Dengan Metode
DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil). Program Studi Farmasi. Fakultas
Kedokteran. Universitas Tanjungpura Pontianak.
Shebis, Y. et al., 2013. Naural Antioxidants Function and Sources. , 2013(June),
pp.643–649.
Sholihah Khoriyatus. 2016. Uji Aktivitas Antimikroorganisme Isolat Kapang
Endofit dari Daun Tanaman Bakung Rawa (Crinum jagus) Terhadap
Stahylococcus aureus, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa dan
Candida albicans. Skripsi. Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Simarmata R., Lekatompessy S., Sukiman H. 2007. Isolasi Mikroba Endofitik dari
Tanaman Obat Sambung Nyawa (Gymura precumbens) dan Analisis
Potensinya Sebagai Antimikroba.Berk Penel Hayati13: 85-90.
Sri Wahdaningsih, S.W. and E.P.S., 2013. Isolation and Identification of
Antioxidant Compounds in Fern Stems (Alsophila Glauca J.Sm) Using
DPPH Method (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl). , 18(January), pp.5–10.
Strobel, G. & D. Bryn. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their
Natural Products. Microbiology and Molecular Biology Reviews. P. 491-
502
Sugijanto, N.E.; Diesel, A.; Rateb, M.; Pretsch, A. ; Gogalic, S. ; Zaini, N.C.;
Ebel, R.; Indrayanto, G. 2011. Lecythomycin, a new macrolactone glycoside
from Endophytic Fungus Lecythophora sp. Natural Product
Communications, , 6, 677-678.
Sulistyo, 1971. Farmakologi dan Terapi. EKG. Yogyakarta.
Tan, R. X. and W. X. Zou. 2001. Endophytes: A Rich of Functional Metabolits.
Tiwari, Kumar, Kaur Mandeep, Kaur Gurpreet & Kaur Harleem.
2011.Phytochemical Screening and Extraction: A
Review.InternationalePharmaceutica Sciencia vol. 1: issue 1.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Udegbunam S. O., Kene R. O. C., Anika S. M., Udegbunam R. I., Nnaji T. O.,
Anyanwu M. U. 2015. Evaluation of Wound Healing Potential of Metanolic
Crinum jagus Bulb Extract. Journal mof Intercultural
Ethnopharmacology.Vol 4 Issue 3 page. 194-201.
Vasi, S.M. et al., 2012. Biological Activities of Extracts from Cultivated
Granadilla Passiflora alata. , pp.208–218.
Wagner, H., Bladt, S., and Zgainski, E. M., 1984, Plant Drug Analisys: A Thin
Layer Chromatography Atlas. Berlin : diterjemahkan oleh Th. A. Scott,
Springer- Verlag.
Wiersema, John H and Leon, Blanca. 2013. World Economic Plants: A Standard
Reference, Second Edition.New York: CRC Press.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6 LAMPIRAN
Lampiran 1. Identifikasi ATTC Bakteri Uji (Staphylococcus aureus)
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Alur Penelitian
Pemurnian isolat DM3A(A)
kapang endofit dari daun
tanaman bakung rawa.
Karakterisasi Makroskopik
dan mikroskopik kapang
endofit DM3A(A)
Fermentasi Kapang endofit
DM3A(A)
Ekstraksi hasil fermentasi
kapang endofit DM3A(A)
Uji Aktivitas Antibakteri
kapang ekstrak endofit
DM3A(A)
Uji Aktivitas Antioksidan
ekstrak kapang endofit
DM3A(A)
Skrining Fitokimia Ekstrak
kapang endofit DM3A(A)
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Gambar 6.1 Hasil Fermentasi Shaker
Gambar 6.2 Hasil Fermentasi Shaker
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Kapang
Rea
gen
Sebelum Pemberian Sesudah Pemberian
Sinar
Tampak UV 254 UV 366
Sinar
Tampak UV 254 UV 366
Lei
ber
man
Bu
chard
Skrining fitokimia ekstrak n-heksana dan etil asetat menggunakan reagen lieberman buchard
untuk mengidentifikasi senyawa saponin, eluen yang digunakan n-heksana : etil asetat (9:1)
untuk ekstrak n-heksana dan etil asetat : n-heksana (4:1) untuk ekstrak etil asetat. Ekstrak n-
heksana dan etil asetat mengandung senyawa golongan saponin.
Dra
gen
dorf
Skrining fitokimia ekstrak n-heksana dan etil asetat menggunakan reagen dagendrof untuk
mengidentifikasi keberadaan golongan senyawa alkaloid, eluen yang digunakan n-heksana : etil
asetat (9:1) untuk ekstrak n-heksana dan etil asetat : n-heksana (4:1) untuk ekstrak etil asetat.
Ekstrak n-heksana mengandung senyawa golongan alkaloid.
Van
ilin
As.
Su
lfa
t
Skrining fitokimia ekstrak n-heksana dan etil asetat menggunakan reagen vanilin as.sulfat untuk
mengidentifikasi keberadaan golongan senyawa terpenoid, eluen yang digunakan n-heksana :
etil asetat (9:1) untuk ekstrak n-heksana dan etil asetat : n-heksana (4:1) untuk ekstrak etil
asetat. Ekstrak n-heksana dan etil asetat mengandung senyawa golongan terpenoid.
NH EA NH EA NH EA NH EA NH EA NH EA
NH EA NH EA NH EA NH EA NH EA NH EA
NH EA NH EA NH EA NH EA NH EA NH EA
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Kandungan
Kimia
Fraksi Rf Reagen
Sinar Tampak UV 254 UV 366
Ket Tanpa
pereaksi
Tambah
pereaksi
Tanpa
pereaksi
Tambah
pereaksi
Tanpa
pereaksi
Tambah
pereaksi
Alkaloid
N-
heksana 0,9
Dragendorf
-
Coklat
berlatar
kuning
Ungu
berlatar
hijau
Kuning
- Hijau
Kekuningan +
Etil
Asetat 0,8 Kuning - - - - - -
Terpenoid
N-
heksana 0,45
Vanilin
As.Sulfat
- Merah
Violet
Ungu
berlatar
hijau
-
Berwarna
biru terang
berlatar
ungu
- +
Etil
Asetat 0,5
Merah
violet
Ungu
berlatar
hijau
-
- - +
Saponin
N-
heksana 0,35
Leiberman
Buchard
Hijau
kekuningan Hijau
Ungu
berlatar
hijau
Kuning
kehijauan
- - +
Etil
Asetat 0,25 -
Ungu
violet
- -
- - +
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Bagan Pengujian Antioksidan
Uji Antioksidan Kuantitatif
Uji Antioksidan Kuantitatif
Uji Antioksidan Kualitatif
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan DPPH
Perhitungan Pembuatan DPPH 0,25 Mm
Diketahui:
V= 50 ml volum yang akan dibuat
Mr DPPH = 394,32
0,25 Mm =
x
= 4,929 mg
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Uji Antioksidan Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat
No. Konsentrasi Absorbansi Absorbansi
rata-rata IC50 AAI
1 2 3
1 Blanko 0,5090 0,5130 0,5080 0.510 ± 0.002
131.63 0.74
2 62.5 0,4470 0,4480 0,4480 0.447 ± 0.000
3 12.5 0,4340 0,4310 0,4340 0.433 ± 0.001
4 25,0 0,4070 0,4040 0,4000 0.403 ± 0.003
5 50,0 0,3620 0,3580 0,3640 0.361 ± 0.003
6 100,0 0,2910 0,2890 0,2920 0.290 ± 0.001
7 200,0 0,1630 0,1650 0,1645 0.164 ± 0.001
y = 0,2824x + 12,825 R² = 0,9914
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 50 100 150 200 250
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi
Etil Asetat
Series1
Linear (Series1)
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
y = 27,989x - 2,8471 R² = 0,9993
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 1 2 3 4
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi
Vitamin C
Series1
Linear (Series1)
Lampiran 13. Hasil Uji Antioksidan Pembanding
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
Vitamin C
Blanko (0) 0,3805
1 0,2865
2 0,175
3 0,0735
4 0,0175
5 0,0145
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Persen Inhibisi Ekstrak Etil Asetat dan Pembanding
Konsentrasi
(ppm)
Persen Inhibisi Konsentrasi
(ppm)
Persen Inhibisi
Etil asetat Vitamin C
6,25 12,2 1 24,7
12,50 15,0 2 54,0
25,00 20,8 3 80,6
50,00 29,1 4 95,4
100,00 67,8 5 96,1
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Perhitungan IC50 dan AAI
Perhitungan IC50
Etil asetat
y = 0,2824x + 12,825
R² = 0,9914
50 = 0,4163x + 8,0177
x = 131,6395 ppm
Vitamin C
y = 27,989x - 2,8471
R² = 0,9993
50 = 27,989x + 2,8471
x = 1,888 ppm
Perhitungan AAI
Etil asetat
=
=0,74457
Vitamin C
=
= 50,9029
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Hasil KHM Uji Antibakteri Metode Mikrodilusi
Hasil KHM Uji Antibakteri Terhadap Bakteri Salmonella typhi ATCC 14028
Keterangan: Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat terhadap bekteri
Salmonella typhi ATCC 14028 dengan metode mikrodilusi menggunakan
microwell plate menunjukan hasil KHM sebesar 250 ppm. Ditandai dengan tidak
adanya perubahan warna ungu pada media pertumbuhan yang telah ditambahkan
penanda warna INT.
1000 500 250 125 62,5 31,25 7,8125 15,625 KP K+ K-
4 2 1 0,5 0,25 0,125 KP K+ K- 0,0625 8
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Hasil KHM Uji Antibakteri Terhadap Bakteri Staphylococus aureus ATCC
25923
Keterangan: Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat terhadap bekteri
Staphylococus aureus ATCC 25923 dengan metode mikrodilusi menggunakan
microwell plate menunjukan hasil KHM sebesar 1000 ppm. Ditandai dengan tidak
adanya perubahan warna ungu pada media pertumbuhan yang telah ditambahkan
penanda warna INT.
1000 500 250 125 62,5 31,25 15,625 7,8125
8 4 2 1 0,5 0,25 0,125 0,0625
KP
KP
K+ K-
K+ K-
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Hasil KHM Uji Antibakteri Terhadap Bakteri Bacillus subtilis ATCC 6633
Keterangan: Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat terhadap bekteri
Bacillus subtilis ATCC 6633 dengan metode mikrodilusi menggunakan microwell
plate menunjukan hasil KHM sebesar 1000 ppm. Ditandai dengan tidak adanya
perubahan warna ungu pada media pertumbuhan yang telah ditambahkan penanda
warna INT.
1000 500 250 125 62,5 31,25 15,625 7,8125 K+
K+
KP
KP
K-
K- 16 8 4 2 1 0,5 0,25 0,125
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Hasil KBM Uji Aktivitas Antibakteri
Hasil KBM Uji Antibakteri Terhadap Bakteri Bacillus subtilis ATCC 6633
Ekstrak Etil Asetat Kontrol + (Kloramfenikol)
Keterangan: Hasil uji KBM ekstrak etil asetat terhadap Bacillus subtilis ATCC
6633 menunjukan hasil KBM sebesar >1000 ppm. Ditandai dengan adanya
pertumbuhan koloni bakteri pada konsentrasi 1000 ppm.
*penandaan nomor menggunakan satuan ppm
Hasil KBM Uji Antibakteri Terhadap Bakteri Staphylococus aureus
ATCC 25923
Ekstrak Etil Asetat Kontrol + (Ciprofloksasin)
Keterangan: Hasil uji KBM ekstrak etil asetat terhadap bekteri Staphylococus
aureus ATCC 25923 menunjukan hasil KBM sebesar >1000 ppm. Ditandai
dengan adanya pertumbuhan koloni bakteri pada konsentrasi 1000 ppm.
*penandaan nomor menggunakan satuan ppm
1000
1
2
4
0,25
0,5
250
500
1000
125 62,5
8 2
1 0,5
500
250
125
4
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Hasil KBM Uji Antibakteri Terhadap Bakteri Salmonella typhi ATCC 14028
Ekstrak Etil Asetat Kontrol + (Ciprofloksasin)
Keterangan: Hasil uji KBM ekstrak etil asetat terhadap Salmonella typhi ATCC
14028 menunjukan hasil KBM sebesar 500 ppm. Ditandai dengan tidak adanya
pertumbuhan koloni bakteri pada konsentrasi 500 ppm.
*penandaan nomor menggunakan satuan ppm
8
1
0,5
0,25
2
4
125
62,5
31,2
250
500
15,6