21
1 UJARAN SYAIR TARLING DANGDUT PADA MASYARAKAT INDRAMAYU Supriatnoko Politeknik Negeri Jakarta [email protected] Abstrak Mata pencaharian masyarakat Indramayu pada umumnya adalah petani dan nelayan. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai buruh tani dan buruh nelayan tetapi karena faktor kemiskinan, mereka terlilit rentenir. Kondisi sosial-ekonomi lemah menjadi bagian dari pemicu untuk mendorong para orang tua segera melepaskan beban tanggung jawab kepada anak terutama kepada anak perempuan untuk segera dinikahkan atau mendapatkan jodoh walau belum cukup usia perkawinan (belum cukup umur untuk menikah). Kemudian dalam mengisi pernikahan itu sering ditemukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Tarling Dangdut sering dijadikan sebagai media yang mengangkat tindakan kekerasan tersebut. Tarling dangdut bagi masyarakat Indramayu adalah hiburan karena disuguhkan dengan nada musik riang gembira walaupun bila diteliti ujaran syairnya menunjukkan suatu pesan mengenai kenestapaan istri karena tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bentuk kekerasan dalam rumah tangga dari para suami pada masyarakat Indramayu. Penelitian dilaksanakan di Indramayu, objek penelitian adalah syair-syair lagu Tarling Dangdut, menggunakan pendekatan kualitatif dan metode observasi dengan teknik dokumentasi dan wawancara. Berlandaskan hasil pembahasan ditemukan cara-cara kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan psikis seperti suami selingkuh, istri dimadu, istri dicerai karena suami menikahi perempuan lain, penelantaran rumah tangga seperti ditinggal pergi tanpa diberi nafkah lahir dan batin, dan kekerasan fisik seperti penganiayaan badan. Kata Kunci: syair tarling dangdut, masyarakat indramayu, kekerasan dalam rumah tangga Pendahuluan Menurut para tokoh kesenian Tarling di Cirebon, tarling adalah kesenian musik khas Cirebon yang dapat dibedakan menjadi Tarling Klasik dan Tarling Modern. Sedangkan Dangdut Cirebonan tidak digolongkan sebagai jenis tarling, tetapi digolongkan ke dalam ranah musik dangdut yang syairnya berbahasa Cerbon. Sementara para tokoh kesenian Tarling di Indramayu, Dangdut Cirebonan

UJARAN SYAIR TARLING DANGDUT PADA MASYARAKAT …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/21A-Makalah... · syairnya menunjukkan suatu pesan ... imajinatif ini biasanya

Embed Size (px)

Citation preview

1

UJARAN SYAIR TARLING DANGDUT

PADA MASYARAKAT INDRAMAYU

Supriatnoko

Politeknik Negeri Jakarta

[email protected]

Abstrak

Mata pencaharian masyarakat Indramayu pada umumnya adalah petani dan nelayan.

Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai buruh tani dan buruh nelayan tetapi karena

faktor kemiskinan, mereka terlilit rentenir. Kondisi sosial-ekonomi lemah menjadi bagian

dari pemicu untuk mendorong para orang tua segera melepaskan beban tanggung jawab

kepada anak terutama kepada anak perempuan untuk segera dinikahkan atau

mendapatkan jodoh walau belum cukup usia perkawinan (belum cukup umur untuk

menikah). Kemudian dalam mengisi pernikahan itu sering ditemukan tindakan kekerasan

dalam rumah tangga. Tarling Dangdut sering dijadikan sebagai media yang mengangkat

tindakan kekerasan tersebut. Tarling dangdut bagi masyarakat Indramayu adalah hiburan

karena disuguhkan dengan nada musik riang gembira walaupun bila diteliti ujaran

syairnya menunjukkan suatu pesan mengenai kenestapaan istri karena tindakan kekerasan

dalam rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bentuk kekerasan

dalam rumah tangga dari para suami pada masyarakat Indramayu. Penelitian dilaksanakan

di Indramayu, objek penelitian adalah syair-syair lagu Tarling Dangdut, menggunakan

pendekatan kualitatif dan metode observasi dengan teknik dokumentasi dan wawancara.

Berlandaskan hasil pembahasan ditemukan cara-cara kekerasan dalam rumah tangga

berupa kekerasan psikis seperti suami selingkuh, istri dimadu, istri dicerai karena suami

menikahi perempuan lain, penelantaran rumah tangga seperti ditinggal pergi tanpa

diberi nafkah lahir dan batin, dan kekerasan fisik seperti penganiayaan badan.

Kata Kunci: syair tarling dangdut, masyarakat indramayu, kekerasan dalam rumah

tangga

Pendahuluan

Menurut para tokoh kesenian Tarling di Cirebon, tarling adalah kesenian

musik khas Cirebon yang dapat dibedakan menjadi Tarling Klasik dan Tarling

Modern. Sedangkan Dangdut Cirebonan tidak digolongkan sebagai jenis tarling,

tetapi digolongkan ke dalam ranah musik dangdut yang syairnya berbahasa

Cerbon. Sementara para tokoh kesenian Tarling di Indramayu, Dangdut Cirebonan

2

lazim disebut sebagai Tarling Dangdut, dimasukan sebagai jenis tarling,

sehingga kesenian musik tarling dikelompokkan ke dalam jenis Tarling Klasik dn

Tarling Dangdut.

Satu hal menarik yang menyeret musik tarling ke dalam musik dangdut

adalah atas pertimbangan pasar, dimana masyarakat Cirebon dan Indramayu

secara umum sekarang sangat akrab dan “gandrung’ dengan musik dangdut

sehingga pencipta lagu-lagu tarling khususnya di Indramayu menciptakan syair-

syair berbahasa Cerbon kemudian diujarkan atau dinyanyikan ke dalam alunan

musik dangdut. Melalui kreatifitas ini, para pencipta dan penyanyi asal Indramayu

dapat memperpanjang kreatifitas keseniannya dan sekaligus mereka pun dapat

menghibur masyarakat dengan syair-syair yang sudah mereka kenali bahasanya.

Kreatifitas seperti ini sebelumnya pernah dilakukan oleh para pencipta lagu

berbahasa Cerbon yang kemudian diujarkan ke dalam iringan musik tarling yang

dipadukan dengan musik jaipong di era 1980-90an. Kreatifitas para pencipta syair

lagu berbahasa Cerbon asal Indramayu diakui lebih produktif dalam menggali

gagasan atau ide dibanding dengan pencipta asal Cirebon khususnya di dalam

menciptakan karya-karya berupa syair-syair berbahasa Cerbon untuk diujarkan

atau dinyanyikan dan diiringi oleh musik dangdut. Pada konteks ini, bahasa

Cerbon berfungsi imajinatif (Finnocchiaro, 1974; Halliday, 1973; Jacobson

menyebutnya fungsi poetic speech dalam Chaer dan Agustina, 2004: 16). Fungsi

imajinatif ini biasanya berupa karya seni.Gagasan, perasaan, pikiran, atau pokok

pikiran yang mendasari suatu karya yang disebut tema dapat disampaikan melalui

puisi, cerpen, novel, melalui karya nonfiksi, atau dapat melalui syair atau lirik

lagu.

Karya-karya berupa puisi, cerpen, novel, atau berbentuk syair lagu ada

kemiripan dengan sesuatu di dalam hidup ini karena bahannya diambilkan dari

pengalaman hidup. Pengalaman hidup ini dapat berupa pengalaman langsung,

yaitu yang dialami secara langsung oleh pengarang dan pencipta, dapat juga

berupa pengalaman tidak langsung, yaitu pengalaman orang lain yang secara tidak

langsung sampai kepada pengarang dan pencipta. Pengalaman hidup demikian

kemudian oleh pengarang dan pencipta diunggah ke dalam pikirannya sebagai

3

sebuah gagasan, ide, atau pikiran utama untuk menciptakan karta-karyanya.

Menelisik syair-syair atau lirik-lirik lagu Dangdut Cirebonan atau masyarakat

Indramayu menyebutnya Tarling Dangdut diduga banyak mengangkat tema

mengenai kehidupan sosial-ekonomi dan persoalan domestik rumah tangga. Pada

tataran persoalan domestik rumah tangga khususnya mengenai kekerasan dalam

rumah tangga menjadi batasan tema dari pelaksanaan penelitian ini.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:

1. Mengungkap bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang digambarkan pada

syair Tarling Dangdut

2. Mengidentifikasi gaya lagu yang mengiringi syair Tarling Dangdut

3. Mengidentifikasi dan menganalisis amanat yang ingin disampaikan pencipta

melalui tema pada syair Tarling Dangdut

TINJAUAN PUSTAKA

Ujaran

Mengujarkan artinya mengatakan atau menuturkan, kegiatan melisankan.

Ujaran adalah kalimat atau bagian kalimat yang dilisankan (KBBI, 2007: 1237;

Kridalaksana, 2008: 248). Syair Tarling Dangdut dapat dikelompokkan sebagai

kalimat atau bagian kalimat yang sengaja ditulis untuk dipersiapkan untuk

dinyanyikan atau dilagukan. Menyanyikan atau melagukan syair dapat

dipersamakan dengan mengujarkan.

Karya Seni (Sastra) Dalam Konsep Sosiologi Sastra

Sosiologi, didefinisikan sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai

manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses

sosial. Sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat

dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan

hidup. Sosiologi juga berurusan dengan proses perubahan-perubahan sosial baik

4

yang terjadi secara berangsur-angsur maupun secara revolusioner, dengan akibat-

akibat yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut (periksa Faruk, 1994: 1).

Damono (1984: 7) menyatakan bahwa seperti halnya sosiologi, sastra

berurusan dengan manusia dalam masyarakat: usaha manusia untuk menyesuaikan

diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dalam hal isi, sesungguhnya

sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama. Dengan demikian karya sastra,

novel misalnya, dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia

sosial itu: hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya, politik, negara,

dan sebagainya, Dalam pengertian dokumenter murni, jelas tampak bahwa novel

berurusan dengan tekstur sosial, ekonomi, dan politik—yang juga menjadi urusan

sosiologi.

Perbedaan yang ada antara keduanya adalah bahwa sosiologi melakukan

analisis ilmiah yang objektif, sedangkan novel menyusup menembus permukaan

kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat

dengan perasaannya. Adanya analisis ilmiah yang objektif ini menyebabkan

bahwa seandainya ada dua orang ahli sosiologi mengadakan penelitian atas satu

masyarakat yang sama, hasil penelitian itu besar kemungkinannya menunjukkan

persamaan juga, sedangkan seandainya ada dua orang novelis menulis tentang

suatu masyarakat yang sama, hasilnya cenderung berbeda sebab cara-cara

manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda menurut

pandangan orang-perorang.

Faruk (1994: 4-5) menyajikan temuan Damono (1978) dari Wellek dan

warren mengenai tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra, yaitu

(1) sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan

lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra; (2) sosiologi

karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri; (3) sosiologi sastra yang

memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

Dari Ian Watt, Damono juga menemukan tiga macam pendekatan yang

berbeda. Pertama, konteks sosial pengarang. Hal ini berhubungan dengan posisi

sosial pengarang dalam masyarakat dan kaitannya dengan faktor-faktor sosial

yang bisa mempengaruhi isi karya sastranya. Yang terutama harus diteliti dalam

5

pendekatan ini adalah (a) bagaimana pengarang mendapatkan mata

pencahariannya, (b) sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai

suatu profesi, (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang. Kedua, sastra

sebagai cermin masyarakat. Yang terutama mendapat perhatian adalah (a)

sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra itu ditulis,

(b) sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat

yang ingin disampaikan, (c) sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang

dapat dianggap mewakili seluruh masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra. Dalam

hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian: (a) sejauh mana sastra dapat

berfungsi sebagai perombak masyarakatnya, (b) sejauh mana sastra hanya

berfungsi sebagai penghibur saja, dan (c) sejauh mana terjadi sintesis antara

kemungkinan (a) dan (b) di atas (periksa Faruk, 1994: 4-5).

Tema Dan Amanat

Jika kita membaca karya seni (sastra), seperti puisi, cerita, syair lagu,

dongeng, lelucon, diduga bahwa pengarang, penyair, atau pencipta tidak sekedar

ingin menyampaikan sebuah cerita demi bercerita saja. Ada sesuatu yang

dikemasnya dengan bercerita, ada suatu konsep sentral atau gagasan atau pokok

pikiran yang ingin dikemukakan dan dikembangkan di dalam cerita itu. Gagasan

atau pokok pikiran yang mendasari suatu karya seni atau karya sastra, oleh

Sudjiman disebut tema (1992: 50). Kridalaksana (2008: 238) menuliskan tema

sebagai bagian terdepan dari kalimat; pokok pembicaraan yang dikembangkan

selanjutnya dalam paragraf. Sejalan dengan itu, KBBI (2007: 1164) menuliskan

tema sebagai pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai

dasar mengarang, menggubah sajak, dan sebagainya).

Tjahjono (1988; 159) menuliskan bahwa bagi pembaca, tema itu baru akan

benar-benar jelas jika pembaca tersebut telah memahami satuan peristiwanya,

tahapan plotnya, tokoh-tokoh dalam cerita itu dan karakterisasinya, memahami

latar dan hubungan latar dengan persoalan yang diangkat serta tokoh-tokohnya,

dan memahami sikap pengarang terhadap persoalan yang diangkat dalam cerita

itu.

6

Karya seni atau sastra yang mengandung tema sesungguhnya merupakan

suatu penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Persoalan yang terkandung di

dalam tema kandangkala diselesaikan secara positif, negatif, bahkan ada yang

dibiarkan “menggantung” tanpa penyelesaian. Jika persoalan yang diajukan di

dalam cerita juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluarnya itu

disebut amanat (periksa Sudjiman, 1992: 57). Hal ini sejalan dengan pengertian

amanh dalam KBBI (2007: 35), yaitu pesan yang ingin disampaikan pengarang

kepada pembaca atau pendengar; konsep dan perasaan yang disampaikan

pembicara untuk dimengerti dan diterima pendengar atau pembaca (periksa juga

Kridalaksana, 2008: 13).

Amanat dapat diungkapkan secara eksplisit atau secara implisit. Eksplisit,

jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran,

peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya. Secara implisit, jika jalan

keluar atau ajaran moral itu disiratkan di dalam tingkah laku tokoh menjelang

cerita berakhir.

Latar Sosial Dan Latar Fisik

Latar adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya

lakuan dalam karya sastra (KBBI, 2007: 643). Sudjiman (1992: 44-45 dengan

mengutip pendapat Hudson, 1963) membedakan latar dalam cerita rekaan ke

dalam latar sosial dan latar fisik. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan

masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, budaya,

bahasa, dan lain-lain yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar

fisik adalah tempat di dalam ujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, waktu, dan

sebagainya.

Latar fisik dibedakan menjadi latar netral dan latar tipikal (Nurgiyantoro,

1995: 220-221). Latar netral tidak mementingkan kekhususan waktu dan tempat.

Tidak terlalu penting di mana dan kapan cerita itu berlangsung; oleh karena itu

cukup disebutkan misalnya “di sebuah kota” tanpa merinci kota mana itu, atau

“pada suatu pagi” entah pukul berapa atau pagi hari apa. Latar tipikal lebih

menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu

7

maupun sosial, mencerminkan kearifan lokal. Latar fisik yang menimbulkan

dugaan atau tautan pikiran tertentu disebut latar spiritual, berwujud tata cara

upacara, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.

Latar ini biasanya menyarankan sejumlah informasi dari nilai-nilai tertentu,

misalnya disarankan suasana kota besar dengan hubungan antarmanusia yang

renggang sehingga orang mudah terasing, kesibukan karena beban pekerjaan yang

luar biasa sehingga orang mudah tersinggung dan marah. Lain dari pada itu,

penggambaran latar yang terinci mencegah timbulnya tautan yang stereotip, yaitu

mencegah pembaca terlalu mudah dan terlalu cepat menautkan latar tertentu

dengan konotasi tertentu (periksa Sudjiman, 1992: 46).

Metode Penelitian

Objek penelitian ini adalah syair-syair lagu Tarling Dangdut. Populasi

penelitian ini adalah seluruh lagu-lagu Tarling Dangdut yang diduga terkait

dengan persoalan domestik rumah tangga khususnya tema kekerasan dalam rumah

tangga, yang sudah diproduksi oleh perusahaan perekaman dan beredar dipasaran

ke dalam bentuk CD/VCD. Sampel penelitian ditentukan menurut teknik sampling

secara acak. Sampel lagu ditetapkan sebanyak 20 lagu Tarling Dangdut.

Penelitian ini adalah penelitian dokumen dan lapangan yang menggunakan

pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menemukan fakta

sosial dan fakta fisik masyarakat Indramayu dalam bentuk kekerasan dalam rumah

tangga.

Penelitian ini menggunakan tinjauan sinkronis. Tinjauan sinkronis bersifat

deskriptif dan pengkajiannya dilandaskan pada pendeskripsian atau pemaparan

bentuk kekerasan dalam rumah tangga dan amanat dari pencipta pada lagu yang

dijadikan sampel. Pengambilan data mengenai Indramayu yang sejalan dengan

analisis terhadap syair-syair lagu Tarling Dangdut dimaksudkan sebagai latar atau

pijakan sosiologis yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan tafsiran

syair-syair lagu Tarling Dangdut sebagai bagian dari karya sastra.

8

Penelitian ini menggunakan metode observasi. Metode observasi adalah

metode penjaringan data dengan cara peneliti mengobservasi syair-syair lagu yang

telah ditetapkan sebagai sampel.

Teknik penjaringan data yang dilakukan peneliti di dalam menerapkan

metode observasi adalah teknik dokumentasi dan wawancara. Teknik dokumentasi

digunakan terhadap teks-teks syair lagu Tarling Dangdut, sedangkan pada

kegiatan wawancara digunakan teknik catat atau pencatatan langsung.

Data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode sastra dan teknik

pemandangan. Dimaksud dengan teknik pemandangan, yaitu latar fisik disajikan

secara umum, lakuan digambarkan secara umum, dan jangka waktu yang panjang

dikisahkan dengan satu kalimat atau di dalam satu paragraf. Dengan demikian

terasa adanya seorang pencerita yang memilih dan mengikhtisarkan peristiwa

yang terkandung di dalam syair-syair Tarling Dangdut. Pada tataran ini bahasa

berfungsi referensial, yakni sebagai alat berpikir dan berfungsi imajinatif, yaitu

yang mampu membangkitkan pikiran, ide, gagasan, dan perasaan, baik yang

sebenarnya maupun yang hanya imajinasi.

Hasil analisis data disajikan secara deskriptif. Dimaksud dengan penyajian

secara deskriptif, yaitu hasil analisis data dipaparkan secara jelas dan rinci dengan

menggunakan terminologi yang bersifat teknis.

9

Latar Fisik Dan Latar Sosial Masyarakat Indramayu

Lokasi Geografi Indramayu

Peta 1. Lokasi Geografi Indramayu

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa

Barat. Peta 1 di atas menunjukkan lokasi geografisnya. Di sebelah utara

berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten

Subang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten

Majalengka, sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Cirebon. Luas

wilayahnya 2.000,99 km dihuni oleh penduduknya sejumlah 1.795.372 jiwa

Kabupaten Indramayu dalam luas wilayah 2.000,99 km dibagi ke dalam 31

kecamatan dan 313 desa/kelurahan. Beberapa nama-nama kecamatan ataupun

desa merupakan nama-nama khas Indramayu, dan memiliki sejarahnya sendiri

(Situs Web Belajar Online, 2015: 1—10).

Asal-usul Penduduk Indramayu

Diduga bahwa asal-usul penduduk atau penduduk asli Indramayu berasal

dari lembah pegunungan Ciremai yang membentang sampai Tasik. Bila dugaan

10

ini benar maka dimungkinkan bahwa penduduk asli Indramayu adalah etnis

Sunda, sehingga mereka berbahasa Sunda.

Dalam Naskah Wangsakerta disebutkan bahwa yang sekarang disebut

Indramayu pernah berdiri kerajaan bernama Kerajaan Manukwara pada abad ke-5

terletak di sekitar hilir sungai Cimanuk, selanjutnya pada abad ke-9 wilayah

Indramayu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang. Sejak abad ke-

12 Sumedanglarang menjadi bawahan Kerajaan Pajajaran, sehingga otomatis

Indramayu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Galuh/Pajajaran.

Pada awal berdiri wilayah Kerajaan Sumedanglarang adalah Sumedang (wilayah

inti), Karawang, Ciasem, Pamanukan, Indramayu, Sukapura, Bandung, dan

Parakanmuncang (periksa Kasim, 2013: 49).

Seiring dengan arus komunikasi, hubungan dagang dan sebagai tempat

singgah para nelayan dari Jawa (Tengah dan Timur), diduga bahwa nelayan dari

Jawa pernah singgah di pelabuhan Cimanuk di era Kerajaan Manukwara, tetapi

tidak ada keterangan apakah nelayan dari Jawa itu kemudian menetap dan menjadi

penduduk Indramayu. Menurut beberapa informan, pamor Pelabuhan Cimanuk

menurun ketika muncul pelabuhan baru bernama Pelabuhan Muarajati. Diduga

nelayan Jawa itu ada yang kemudian menetap di Indramayu setelah singgah di

Pelabuhan Muarajati Pasambangan Cirebon. Di awal abad ke-14, Pelabuhan

Muarajati sudah menjadi pelabuhan internasional. Situs pelabuhan ini terletak di

Desa Muara daerah Bondet sekarang, kemudian bersambung di abad ke-16 ketika

Cirebon yang dibantu prajurit dari Kerajaan Demak menyerang Portugis di

Jayakarta dan menaklukkan Banten yang pada saat itu merupakan bagian dari

wilayah Kerajaan Pajajaran. Berlanjut di abad ke-17 ketika Pasukan Kerajaan

Mataram menyerbu Batavia. Wiralodra dan prajurit-prajurit Mataram yang

mengalami kekelahan ketika menyerbut Batavia, selanjutnya menetap di Cimanuk

membuka lahan pertanian. Proses migrasi ke Indramayu berlanjut sampai awal

abad ke-20, yaitu mereka yang datang dari Tegal-Brebes ke wilayah barat

Indramayu (periksa kasim, 2013: 20). Dengan demikian, asal-usul penduduk

Indramayu sekarang sebagian besar adalah etnis Sunda dan etnis Jawa, selain itu

ditemukan pula keturunan Cina dan Arab. Komunitas Cina berada di sebelah

11

timur Sungai Cimanuk dan komunitas Arab menetap di sebelah barat Sungai

Cimanuk di Kota Indramayu.

Penggunaan Bahasa Penutur Jati

Berlandaskan asal-usul penduduk Indramayu, dapatlah dikemukakan bahwa

penutur jati bahasa di Indramayu terbagi dua, yaitu penutur jati bahasa Sunda dan

penutur jati bahasa Jawa. Bahasa Sunda yang digunakan di Indramayu

membentuk Bahasa Sunda dialek Indramayu sering dikenal dengan sebutan Sunda

Parean dan bahasa Jawa yang digunakan penduduk Indramayu membentuk

Bahasa Jawa dialek Indramayu. Bahasa Jawa dialek Indramayu oleh Pemerintah

Provinsi Jawa Barat digolongkan ke dalam basa Cerbon dan sejak dekade 2010-

an ini, dengan didorong oleh politik identitas kedaerahan, penutur jati bersikeras

untuk melepaskan diri dari sebutan basa Cerbon dan mengklaim sebagai basa

Dermayu. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggolongkan Bahasa Jawa dialek

Indramayu ke dalam Bahasa Cirebon atau Basa Cerbon melalui Perda Jawa Barat

Nomor 5 Tahun 2003, kemudian direvisi melalui Perda Jawa Barat Nomor 14

Tahun 2014, dinyatakan sebutan Basa Cerbon-Dermayu.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Indramayu sejak mula sebagai petani dan

nelayan walaupun pada saat ini berbagai profesi telah dimiliki penduduk

Indramayu. Sebagian besar wilayah Indramayu merupakan lahan pertanian. Hasil

bumi Indramayu adalah padi. Bila musim tanam para nelayan beralih pekerjaan

untuk menanam padi sebaliknya pada musim angin barat mereka melaut. Sebagian

besar dari mereka adalah buruh tani dan buruh nelayan, secara ekonomi sebagian

besar termasuk masyarakat miskin, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak

sedikit yang meminjam uang ke rentenir dengan jaminan hasil panen atau hasil

melaut sehingga ketika pada waktunya tidak dapat memenuhi janji membayar

banyak di antara mereka yang terlilit lintah darat. Kondisi kehidupan sosial-

ekonomi seperti ini menjadi pemicu para orang tua segera melepaskan beban

tanggung jawab kepada anak terutama kepada anak perempuan dengan jalan

segera menikahkan atau mencarikan jodoh untuk anak perempuannya walau

12

mereka belum cukup usia pernikahan. Menurut para informan, kondisi ini

kemudian memunculkan image dan kebanggaan orang tua bahwa janda kembang

itu lebih mahal dari gadis yang sudah melewati usia remaja (“perawan tua”).

Pernikahan dalam usia sangat muda ini diduga kemudian menjadi bagian dari

persoalan dalam rumah tangga, seperti perceraian, perselingkuhan, penelantaran,

sebagai lingkup kekerasan dalam rumah tangga.

Badan Kepegawaian Daerah Indramayu pada tahun 2012 menyebutkan

bahwa jumlah angka perceraian (termasuk PNS) di Kabupaten Indramayu cukup

tinggi. Tingkat perceraian ini, yang menunjukkan angka terbesar adalah dengan

alasan perselingkuhan disusul pada urutan kedua karena alasan sosial-ekonomi

(periksa Fajar Cirebon, 9 Januari 2013).

Hasil Dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Merujuk pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga Bab 3 Pasal 5 mengenai larangan kekerasan

dalam rumah tangga, menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan

kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya,

dengan cara: a) kekerasan fisik, b) kekerasan psikis, c) kekerasan seksual, dan d)

penelantaran rumah tangga.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 syair lagu Tarling Dangdut yang

menjadi sampel dengan merujuk kepada Pasal 5 Undang-undang Nomor 23 Tahun

2004 tentang Penghapusan Kekerasan, ditemukan cara-cara kekerasan dalam

rumah tangga berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan penelantaran rumah

tangga, tidak ditemukan kekerasan seksual. Walaupun mengalami tindak

kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh para suami, ditemukan

adanya perlawanan dari para istri untuk tidak pasrah yang mengakibatkan

ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,

rasa tidak berdaya karena penderitaan fisik, psikis, ataupun penelantaran rumah

tangga dari para suami. Berikut disajikan beberapa contoh syair lagu sebagai

bahan pembahasan.

13

Pembahasan

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jauth sakit,

atau luka berat. Kekerasan fisik ditemukan pada lagu berjudul “Mega Putih” pada

bait kedua, sementara bait pertama menyampaikan harapan atau keinginan

berumah tangga menjadi keluarga yang harmonis dan sejahtera (sakinah

mawaddah warohmah) sedangkan bait kedua menceritakan penderitaannya secara

fisik karena suami yang kalah judi pada umumnya berlaku kasar dan ringan

tangan terhadap istrinya. Syair ini didendangkan dengan iringan musik lagu ceria

sehingga bila tidak secara cermat menghayatinya, lagu ini hanya berfungsi sebagai

penghibur masyarakat saja.

Bait pertama

duh yayu sapa sing bli pengen

urip duh kaya wong sejen

bahagia bina rumah tangga

jadi kluarga sakinah warohmah

(duh mbak siapa yang tidak ingin

hidup seperti orang lain

bahagia membina rumah tangga

menjadi keluarga sakinah warohmah)

Bait kedua

tetapi kula sebalike, suami mabok judi bae

sering pisan kula disakiti

apa maning yen deweke kalah judi

duh yayu sapa sing bli pengen

(tetapi saya sebaliknya, suami ketagihan judi

sangat sering saya disakiti

apa lagi kalau dia kalah judi

duh mbak siapa yang tidak ingin)

2. Kekerasan Psikis

Perbuatan suami yang menimbulkan kekerasan psikis ditemukan dari sampel

syair lagu berupa perbuatan suami selingkung, istri dimadu, dicerai, ditinggal

menikah lagi.

14

Suami Selingkuh

Pencipta menggambarkan suami selingkuh dengan tegas memberi judul

“Selingkuh”. Lagu ini menceritakan kekesalan istri terhadap suaminya yang tega

berbohong dengan dalih berangkat kerja atau riungan di malam hari seperti

begadang bersama tetangga untuk tujuan tertentu, padalah berbuat selingkuh, ia

berpacaran dengan wanita lain. Perhatikan bait pertama dan kedua pada lagu

“Selingkuh” berikut ini.

Bait pertama

yen kakang wis ora sayang

ngomonga terang-terangan

mangkat kerja kanggo alesan

padahal waktune kanggo demenan

(kalau kakak sudah tidak sayang

bicaralah terus terang

berangkat kerja menjadi alasan

padahal waktunya untuk selingkuhan)

Bait kedua

sekiyen kula wis weru

lagi waktu ning bengi minggu

miang sore jarene arep melekan

padahal sampean lagi demenan

(sekarang saya sudah tahu

sewaktu malam minggu

pergi sore katanya akan riungan

nyatanya kamu sedang selingkuh)

Istri Dimadu

Pencipta menghadirkan lagu “Aja Digetuni” untuk menggambarkan batin

istri yang dimadu, dirasakan sakit batin seperti ditusuk sembilu. Perhatikan bait

reff dari syair lagu tersebut berikut ini.

Reff

ombak banyu ombak segara

belingbing keris panca warna

wong diwayu batine lara

15

turun tangis sabandina

(ombak air ombak laut

belimbing keris lima warna

orang dimadu sakit batinnya

setiap hari dirundung tangis)

Suami Minta Cerai

Pencipta menghadirkan lagu “Jaluk Pegat” untuk menggambarkan perasaan

pilu seorang istri karena suaminya minta cerai. Hal ini sebagai peristiwa yang

tidak lazim sebab pada umumnya pihak istri yang minta cerai ketika suaminya

selingkuh, ketahuan punya istri muda atau sedang kasmaran kepada wanita lain.

Perhatikan bait kedua dan reff dari syair lagu tersebut berikut ini.

Bait Kedua

nyatane kegoda

kedanan ning rangda kaya

iwak sepat serawa-rawa

jaluk pegat ning kula selewa-lewa

(nyatanya dia tergoda

kasmaran ke janda kaya

ikan sepat sepanjang rawa

minta cerai ke saya tiba-tiba)

Reff

sapa wong sing bli panas baran

lagi demen jaluk pegatan

sapa wong sing bli sakit ati

lagi seneng kula ditinggal kari

(siapa orang yang tidak kesal

sedang cinta-cintanya minta cerai

siapa orang yang tidak sakit hati

sedang senang-senangnya ditinggal pergi)

Suami Menikah Lagi

Pencipta menghadirkan lagu “Talak Telu” untuk menggambarkan

kekecewaan seorang istri karena suami di kampung menikah lagi sementara ia

berkerja di luar negeri sebagai TKW berjuang untuk kelangsungan hidup

16

keluarga. Setiap bulan ia mengirim uang hasil kerjanya untuk menutupi kebutuhan

hidup suami dan anak tetapi ketika ia pulang ternyata suaminya punya istri baru.

Uang yang diterima dari penghasilan istri ternyata digunakan oleh suami untuk

modal nikah dan menghidupi istri barunya. Perhatikan bait reff dan bait ketiga

dari syair lagu tersebut berikut ini.

Reff

Sun kerja ning luar negeri

Demi anak uga demi laki

Barang balik ning umah

Sampeyan wis duwe rabi

(saya bekerja di luar negeri

demi anak dan suami

tetapi ketik pulang ke rumah

kamu malah punya istri lagi)

Bait Ketiga

nerima duit kiriman

malah entok nggo ongkos kawinan

bli mikir masa depan ora inget ning keturunan

najan sumpah percuma najan janji kula wis ora peduli

(menerima uang kiriman

malah dihabiskan untuk biaya kawinan

tidak mikir masa depan tidak sayang pada keturunan

walau sumpah percuma saja walau janji saya sudah tidak peduli)

3. Penelantaran Rumah Tangga

Penelantaran rumah tangga ditemukan misalnya pada lagu berjudul “Nambang

Dawa”

Bait pertama

lara ning ati ditinggal laki tanpa permisi

diurus beli dipegat beli

batin kesiksa digawe lara

alias nambang dawa

(sakit di hati ditinggal suami tanpa berita

dirawat tidak dicerai pun tidak

batin tersiksa dibuat sakit

alias diulur-ulur)

17

Pada bait pertama syair lagu “Nambang Dawa”, pencipta ingin menghadirkan

perasaan tersiksa lahir batin karena ditelantarkan suami begitu saja tak ada kabar

berita, dicerai tidak diurus pun tidak, ditelantarkan tanpa diberi nafkah lahir batin.

4. Gambaran Ketegaran Istri

Menghadapi Kekerasan Fisik dan Psikis

Di dalam menghadapi kekerasan fisik, pencipta memotivasi istri-istri pada

keluarga Indramayu agar memiliki ketegaran, memiliki kemampuan untuk

bertindak, kemampuan untuk menunjukkan rasa percaya diri dari kondisi

ketakutan apabila bercerai dari suaminya. Bait Ketiga dari syair lagu “Mega

Putih” mewakili semangat ketegaran sikap perbuatan yang ditunjukkan oleh istri.

Bait Ketiga

nandur tomat cukule jae

kuning-kuning kembang lempuyang

yen bli kuat jaluk pegat bae

ganti maning kang lewih sayang

(tanam tomat tumbuh jahe

kuning-kuning kembang lempuyang

jika tak tahan gugat cerai saja

cari lagi suami yang lebih sayang)

Di dalam menghadapi kekerasan psikis pun istri-istri pada keluarga

Indramayu dimotivasi agar tetap tegar, tidak bersikap pasrah menerima kenyataan

hidup berumah tangga yang harus ditanggung karena suami selingkuh, dimadu

karena suami menikahi wanita lain, atau dicerai. Mereka berontak untuk tidak

tergantung pada belas kasihan suami. Perhatikan syair dari beberapa lagu berikut

ini, yang intinya senada yaitu lebih baik bercerai dan menjadi janda dari pada

punya suami tetapi menanggung derita lahir dan batin.

Pada lagu berjudul “Balung Jagung”

Reff

yen wis bli sayang ngomonga terang-terangan

yen wis bli suka anteraken ning wong tua

wong rumah tangga ketemu pada gedene

18

kula wong wadon sing penting weru berese

tinimbang sun ditele-tele, wis bagen pegatan bae

(jika sudah tidak sayang bicaralah terus terang

jika sudah tidak suka antarkanlah ke orang tuaku

orang berumah tangga bertemu saat dewasa

saya sebagai wanita yang penting tahu beres

dari pada diombang-ambing, biarlah bercerai saja)

Demikian pula pada lagu “Dadi Rangda”, pencipta menggambarkan sosok

wanita Indramayu untuk lebih baik memilik menjadi janda dari pada dimadu.

Perhatikan isi syairnya berikut ini.

Bait Ketiga

pelem cengkir pelem wong indramayu

banyu bening anane ning tanah sunda

pikir pusing yen kula arep diwayu

masih mending kula milih dadi rangda

(mangga cengkir mangga orang indramayu

air bening adanya di tanah sunda

pusing mikir jika saya kan dimadu

lebih baik saya pilih jadi janda)

Mensikapi Penelantaran Rumah Tangga

Mensikapi hidup ditelantarkan oleh suami, pencipta menyemangati istri

keluarga Indramayu agar tetap tegar dan minta suami untuk memperlakukan istri

dengan kasih sayang dan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Perhatikan

isi syair lagu “Nambang Dawa” di bawah ini.

Reff

apa sih wis bosen, apa wis bli demen

apa sih wis bli suka, apa wis bli tresna

yen wis bli suka aja dilelara

priwen sih karepe priwen tanggung jawabe

(apa sudah bosan, apa sudah tidak kangen

apa sudah tidak suka, apa sudah tidak cinta

jika tidak suka janganlah menyakiti

apa sih maunya bagimana tanggung jawabnya)

19

Berlandaskan isi syair di atas, istri mempertanyakan sikap suami, mengingatkan

suami untuk tidak menyakiti istri, dan yang lebih penting lagi istri

mempertanyakan hubungan selanjutnya apakah bercerai atau bila pernikahan itu

tetap dipertahankan bagaimana menunjukkan tanggung jawabnya sebagai suami

yang mencintai dan sayang kepada istrinya.

Kesimpulan

Berlandaskan pada hasil penelitian dan pembahasan atas tema kekerasan

dalam rumah tangga melalui syair lagu Tarling Dangdut, dapatlah ditarik

kesimpulan sebagai berikut.

1. Bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang digambarkan pada syair Tarling

Dangdut ditemukan kekerasan fisik, kekerasan psikis dan penelantaran rumah

tangga

2. Pencipta membuat syair berisi tema kekerasan dalam keluarga yang dikemas

dalam iringan musik lagu dangdut riang gembira sehingga masyarakat awam

hanyut dalam alunan musik tersebut dan tidak menyadari bahwa tema yang

diangkat oleh penciptanya bercerita tentang kekerasan dalam rumah tangga

3. Pencipta melalui syair yang diciptakannya ingin menyampaikan amanat kepada

para suami untuk:

a. tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga khususnya kepada para

istrinya

b. melindungi istri korban kekerasan dalam keluarga

c. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera

4. Pencipta melalui syair yang diciptakannya menghadirkan solusi untuk

memotivasi dan memberi semangat kepada para istri agar mampu bersikap

tegar, membangun rasa percaya diri dan kemampuan bertindak apabila

mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

20

Daftar Referensi

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Dahuri, Rohmin, dkk. 2004. Budaya Pantura: Sebuah Apresiasi di Cirebon.

Jakarta: Perum Percetakan Negara RI.

Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta: Pusat Bahasa Depdikbud RI.

Depdiknas RI. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai

Pustaka.

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kasim, Supali. 2013. Budaya Dermayu: Nilai-nilai Historis, Estetis dan

Transendental. Yogyakarta: Poestaka Djati.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Situs Web Belajar Online, 2011. Daftar Nama Kecamatan Desa/Kelurahan dan

Kode Pos di Kabupaten Indramayu. www.organisasi.org Diunduh pada

tanggal 25 Desember 2015.

Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Tjahjono, Libertus Tengsoe. 1988. Sastra Indonesia: Pengantar Teori dan

Apresiasi. Flores: Nusa Indah.

BIODATA

Supriatnoko, lahir di Cirebon, 29 Januari 1962, menamatkan sekolah dari TK sampai dengan SMA

di Cirebon, tamat S1 dari Universitas Negeri Jakarta pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris,

tamat S2 dari Universitas Indonesia pada Program Studi Ilmu Susastra, dan tamat S3 dari

Universitas Indonesia pada Program Studi Ilmu Linguistik. Bertugas sebagai Tenaga Pengajar

Tetap di Politeknik Negeri Jakarta mengampu Mata Kuliah Bahasa Inggris. Selain tugas pokok

sebagai tenaga pengajar, saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Bahasa Politeknik Negeri Jakarta,

dan sebagai Tim Pengembang Bahasa, Kebudayaan dan Kesenian Cerbon-Dermayu (Cirebon-

Indramayu) Tingkat Provinsi Jawa Barat

21