77
Disusun Oleh : ANGGITA APRILIANA NIM : H71217020 PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2021 Uji Efektivitas Biolarvasida Ekstrak Daun Bambu Kuning (Bambusa vulgaris) Terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti dan Culex sp. SKRIPSI

Uji E Biolarvasida E D B Kuning (Bambusa vulgaris Terhadap

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Disusun Oleh :

ANGGITA APRILIANA

NIM : H71217020

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2021

Uji Efektivitas Biolarvasida Ekstrak Daun Bambu Kuning (Bambusa

vulgaris) Terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti dan Culex sp.

SKRIPSI

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Anggita Apriliana

NIM : H01217020

Program Studi : Biologi

Angkatan : 2017

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang

berjudul: “UJI EFEKTIVITAS BIOLARVASIDA EKSTRAK DAUN BAMBU

KUNING (Bambusa vulgaris) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti

dan Culex sp”. Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka

saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan. Demikian pernyataan keaslian ini

saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya, 26 Juli 2021

Yang menyatakan,

Anggita Apriliana

NIM . H01217020

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

iv

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : ANGGITA APRILIANA

NIM : H71217020

Fakultas/Jurusan : SAINS DAN TEKNOLOGI/ BIOLOGI

E-mail address : [email protected]

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah : Sekripsi Tesis Desertasi Lain-lain (……………………………) yang berjudul : UJI EFEKTIVITAS BIOLARVASIDA EKSTRAK DAUN BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti dan Culex sp beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan. Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Surabaya, 29 Juni 2021

Penulis

(Anggita Apriliana)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

PERPUSTAKAAN Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300

E-Mail: [email protected]

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

vi

ABSTRAK

UJI EFEKTIVITAS BIOLARVASIDA EKSTRAK DAUN BAMBU KUNING

(Bambusa vulgaris) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti dan

Culex sp.

Nyamuk adalah jenis serangga yang menjadi vektor penyakit pada manusia

seperti demam berdarah yang ditularkan oleh Aedes aegypti dan filariasis yang

ditularkan oleh Culex sp. Setiap tahun kasus DBD mengalami peningkatan, dimana

jumlah kasus demam berdarah yang terjadi di Indonesia pada bulan Februari 2019 yaitu

sebanyak 16.662 kasus dengan jumlah penderita meninggal sebanyak 169 jiwa,

sedangkan untuk jumlah kasus filariasis di Indonesia pada tahun 2018 terdapat sebanyak

10.681 kasus. Berdasarkan data tersebut masih diperlukan adanya pengendalian, salah

satunya dengan menggunakan larvasida. Namun Penggunaan larvasida kimia yang

digunakan sebagai langkah pengendalian larva nyamuk juga dapat menimbulkan

masalah lain jika digunakan secara berlebihan. Sehingga diperlukan upaya lain untuk

mengurangi penggunaan larvasida kimia yaitu dengan menggunakan biolarvasida atau

larvasida yang terbuat dari bahan alam seperti daun bambu kuning. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)

terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. Konsentrasi ekstrak pada

penelitian menggunakan 6 perlakuan konsentrasi yaitu 50 mg/L, 60 mg/L, 70 mg/L, 80

mg/L, 90 mg/L dan 0 mg/L sebagai kelompok kontrol dengan pengulangan masing-

masing kelompok yaitu 4 pengulangan. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam sekali

selama 24 jam. Ekstrak dengan konsentrasi 90 mg/L, 80 mg/L dan 70 mg/L terhadap

larva Aedes aegypti memiliki rata-rata presentase mortalitas sebesar 100% dengan nilai

LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar 16,897 ppm, sedangkan pada kurun waktu

24 jam sebesar 15,086 ppm. Pengujian pada larva Culex sp ekstrak dengan konsentrasi

90 mg/L, 80 mg/L dan 70 mg/L juga memiliki rata-rata presentase mortalitas sebesar

100% dengan nilai LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar 17,269 ppm, sedangkan

pada kurun waktu 24 jam sebesar 16,133 ppm.

Kata kunci: Bambusa vulgaris, Aedes aegypti, Culex sp, Biolarvasida dan Mortaitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

vii

ABSTRACT

TESTING THE EFFECTIVENESS OF BIOLARVACIDE EXTRACT OF

YELLOW BAMBOO (Bambusa vulgaris) LEAVES ON MORTALITY OF Aedes

aegypti and Culex sp.

Mosquitoes are a type of insect that is a vector of diseases in humans such as dengue

fever which is transmitted by Aedes aegypti and filariasis which is transmitted by Culex

sp. Every year DBD cases have increased, where the number of dengue fever cases in

Indonesia in February 2019 was 16,662 cases with 169 deaths, while the number of

filariasis cases in Indonesia in 2018 was 10,681 cases. Based on these data, control is

still needed, one of which is by using larvicides. However, the use of chemical larvicides

used as a step to control mosquito larvae can also cause other problems if used

excessively. So that other efforts are needed to reduce the use of chemical larvicides,

namely by using biolarvicides or larvicides made from natural materials such as yellow

bamboo leaves. This study aims to determine the effectiveness of leaf extract of yellow

bamboo (Bambusa vulgaris) on the mortality of Aedes aegypti and Culex sp larvae. The

concentration of the extract in this study used 6 concentration treatments, namely 50

mg/L, 60 mg/L, 70 mg/L, 80 mg/L, 90 mg/L and 0 mg/L as a control group with 4

repetitions for each group. Observations were made every 12 hours for 24 hours.

Extracts with concentrations of 90 mg/L, 80 mg/L and 70 mg/L against Aedes aegypti

larvae had an average mortality percentage of 100% with an LC50 value for a period of

12 hours of 16.897 ppm, while in a 24-hour period of 15,086 ppm. Tests on larvae of

Culex sp extract with concentrations of 90 mg/L, 80 mg/L and 70 mg/L also had an

average mortality percentage of 100% with an LC50 value of 17,269 ppm for 12 hours,

while for a period of 24 hours of 16.133 ppm.

Keyword: Bambusa vulgaris, Aedes aegypti, Culex sp, Biolarvicide dan Mortality

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ................................. iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. v

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

ABSTRACT ......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................. x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5

1.4 Batasan Penelitian ......................................................................................... 5

1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6

1.5 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

2.1 Deskripsi Aedes aegypti ................................................................................ 7

2.2 Deskripsi Culex sp. ........................................................................................ 9

2.3 Siklus Hidup Nyamuk ................................................................................. 11

2.4 Penelitian Biolarvasida ................................................................................ 15

2.5 Deskripsi Tumbuhan Bambu Kuning (Bambusa vulgaris) ......................... 17

2.6 Penelitian Terkait Pemanfaatan Ekstrak Bambu ........................................ 26

2.7 Kerangka Teori ........................................................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 30

3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 30

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

x

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 31

3.3 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................... 32

3.4 Variabel Penelitian ...................................................................................... 33

3.5 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 33

3.6 Alur Penelitian ............................................................................................. 39

3.7 Analisis data ................................................................................................ 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 41

4.1 Hasil Skrining Uji Fitokimia Daun Bambu Kuning (Bambusa Vulgaris) ... 41

4.2 Uji Toksisitas Ekstrak Daun Bambu Kuning terhadap Larva Aedes aegypti42

4.3 Uji toksisitas Ekstrak Daun Bambu Kuning terhadap Larva Culex sp ........ 47

4.4 Pengamatan Mikroskopis Tubuh Larva ...................................................... 51

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 58

5.1 Simpulan ...................................................................................................... 58

5.2 Saran ............................................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 60

LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Timeline Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 29

Tabel 3.2 Pengenceran Larutan Ekstrak Daun Bambusa vulgaris ............................. 35

Tabel 3.3.Data Mortalitas Larva Aedes aegypti dan Culex sp. Jam ke-12 dan 24 jam

................................................................................................................... 38

Tabel 4.1 Hasil Uji Fitokimia Daun Bambu Kuning ................................................. 39

Tabel 4.2 Data Mortalitas Larva Aedes aegypti pada 12 jam .................................... 41

Tabel 4.3 Data Mortalitas Larva Aedes aegypti pada 24 jam .................................... 42

Tabel 4.4 Data Mortalitas Larva Culex sp pada 12 jam ............................................ 45

Tabel 4.5 Data Mortalitas Larva Culex sp pada 24 jam ............................................ 45

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Nyamuk Aedes aegypti .......................................................................... 5

Gambar 2.2 Nyamuk Culex sp ................................................................................... 7

Gambar 2.3 Siklus Hiup Nyamuk .............................................................................. 9

Gambar 2.4 Telur Nyamuk ........................................................................................ 10

Gambar 2.5 Larva Nyamuk Instar I-IV ..................................................................... 10

Gambar 2.6 Pupa Nyamuk ......................................................................................... 11

Gambar 2.7 Morfologi Bambu Kuning (Bambusa vulgaris) ..................................... 14

Gambar 2.8 Bagian Tanaman Bambu Kuning (Bambusa vulgaris) .......................... 15

Gambar 4.1 Grafik Analisis Probit Mortalitas Larva Aedes aegypti Pada 12 jam.42

Gambar 4.2 Grafik Analisis Probit Mortalitas Larva Aedes aegypti Pada 24 jam ..... 43

Gambar 4.3 Grafik Analisis Probit Mortalitas Larva Culex sp Pada 12 jam 46

Gambar 4.4 Grafik Analisis Probit Mortalitas Larva Culex sp Pada 12 jam ............. 47

Gambar 4.5 Hasil Pengamatan Tubuh Larva Menggunakan Mikroskopis Stereo ..... 50

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyamuk merupakan salah satu jenis serangga yang menjadi vektor penyakit

pada manusia seperti demam berdarah dan filariasis. Demam berdarah (DBD)

adalah suatu penyakit yang dapat menyerang manusia akibat gigitan dari nyamuk

jenis Aedes agypti. Aedes agypti merupakan salah satu vektor arbovirus yang

sering menginfeksi manusia dikarenakan nyamuk ini memiliki sifat antropofilik

dan memiliki habitat disekitar lingkungan manusia (Rahayu dan Ustiawan, 2013).

Jumlah kasus demam berdarah yang terjadi di Indonesia pada bulan Februari

2019 yaitu sebanyak 16.662 kasus dengan jumlah penderita yang meninggal

sebanyak 169 jiwa. Kasus demam berdarah tertinggi di Indonesia terdapat di

wilayah Jawa Timur dengan jumlah kasus sebanyak 2.657 dan di wilayah Jawa

Barat sebanyak 2.008 (Liliana, 2019). Selain demam berdarah terdapat juga

penyakit filariasis, dimana filariasis merupakan penyakit yang dapat ditularkan

oleh nyamuk jenis Culex sp.

Filariasis merupakan penyakit yang diularkan oleh vektor nyamuk Culex sp

yang membawa cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening.

Penyakit ini menyebabkan kerusakan pada limfe sehingga terjadi pembengkakan

pada tangan maupun kaki yang dapat menimbulkan kecacatan seumur hidup.

Penyakit filariasis menjadi masalah kesehatan masyarakat ditingkat global

termasuk di Indonesia. Pada tahun 2018 terdapat sebanyak 10.681 kasus filariasis.

Lima provinsi dengan kasus filariasis terbanyak adalah Papua (3.615 kasus), Nusa

Tenggara Timur (1.542 kasus), Jawa Barat (781 kasus), Papua Barat (622 kasus)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

2

dan Aceh (578 kasus) sedanganan daerah dengan kasus filariasis terendah yaitu 3

kasus (Kemrnkes, 2019).

Berdasarkan data diatas, maka masih diperlukan upaya pengendalian dengan

melakukan pemutusan mata rantai sejak dini yaitu sejak fase larva. Hal ini

dikarenakan jika larva nyamuk mengalami kegagalan berkembang maka dapat

menyebabkan kematian pada nyamuk. Upaya yang dapat dilakukan sebagai

langkah pengendalian adalah dengan menggunakan pestisida. Pestisida

merupakan campuran zat kimia khusus yang digunakan untuk mengendalikan atau

mencegah dari gangguan serangga, hama maupun virus dan bakteri serta jasad

renik lainnya (Djojosumarto, 2008). Salah satu jenis pestisida yang digunakan

untuk membunuh larva nyamuk yaitu larvasida.

Larvasida merupakan kelompok pestisida yang terdiri atas beberapa zat kimia

seperti organoklorin, organofosfat, kabamat, piretroid dan DEET (Kusumastuti,

2014). Penggunaan larvasida kimia yang digunakan sebagai langkah pengendalian

larva nyamuk juga dapat menimbulkan masalah lain jika digunakan secara

berlebihan. Masalah yang akan ditimbulkan oleh penggunaan larvasida kimia

yaitu dapat mencemari lingkungan yang diakibatkan oleh residu yang dihasilkan

oleh larvasida kimia akan sulit terurai di lingkungan. Sehingga diperlukan upaya

lain untuk mengurangi penggunaan larvasida kimia yaitu dengan menggunakan

biolarvasida seperti daun bambu kuning.

Penelitian terkait pemanfaatan bambu sebagai biolarvasida juga telah

dilakukan oleh Cao Dkk (2004) yang mengekstraksi 7 spesies bambu yaitu bagian

daun dengan metode soxhlet menggunakan beberapa pelarut. Hasilnya yaitu

ekstrak dari bambu Pleioblastus juxianensis dengan konsentrasi 48,34mg/L

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

3

memiliki pengaruh terhadap kematian larva Culex sp dengan persentase kematian

sebesar 85,72% pada 24 jam..

Bambu merupakan tanaman yang termasuk dalam jenis rumput-rumputan

dalam famili Gramineaea dan termasuk dalam komoditas hasil hutan bukan kayu.

Pertumbuhan bambu termasuk cepat dan mempunyai daur yang relatif pendek

yaitu sekitar 3-4 tahun sudah bisa dilakukan pemanenan (Arsad, 2015). Bambusa

vulgaris merupakan salah satu jenis bambu dengan karakteristik khusus yang

mudah dikenali yaitu memiliki batang berwarna kuning yang biasa digunakan

sebagai penghias taman dan tidak jarang kayu dari bambu kuning juga digunakan

sebagai pagar taman atau rumah, sedangkan daun dari bambu kuning belum

banyak dimanfaatkan. Daun dari Bambusa vulgaris sendiri berwarna hijau dengan

bentuk yang meruncing (Hadjar dkk, 2017).

Pemanfaatan mengenai sumber daya alam juga sudah dijelaskan sebagaimana

firman Allah dalam Q.S Al-Hijr Ayat 19-20 yang berbunyi :

Artinya : “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya

gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut

ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-

keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang

kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya”.

Sayyid Qutb mengatakan bahwa dalam ayat ini mengisyaratkan mengenai

tumbuhan yang telah diberi sifat “sesuai ukuran” arti kata dari mauzun. Kata

mauzun sendiri dapat diartikan bahwa setiap tanaman yang telah ditumbuhkan

dibumi ini telah diciptakan dalam keadaan yang rapi, teliti dan tepat (Qutb, 2004).

Sumber daya alam yang telah diciptakan oleh Allah dapat dimanfaatkan dengan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

4

baik oleh seluruh umat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun

dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut juga harus sesuai dengan

ukurannya, jangan sampai dalam pemanfaatan tersebut dapat merusak sumber

daya alam. Sebagaimana yang diketahui bahwa daun bambu kuning juga menjadi

salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia menjadi

sebuah produk yang lebih berguna.

Pemilihan daun Bambusa vulgaris sendiri sebagai ekstrak larvasida

dikarenakan pada daun bambu jenis ini memiliki beberapa kandungan senyawa

aktif seperti saponin, flavonoid, alkaloid dan tanin (Daryatmo dkk, 2016).

Diketahui bahwa senyawa aktif seperti flavonoid, fenol, saponin, triterpenoid serta

tanin jika bekerja secara bersamaan maka dapat memiliki kemampuan sebagai

lavasida, insektisida atau juga bisa dijadikan sebagai obat nyamuk (Ravikumar

dkk, 2012). Jika dibandingkan dengan jenis daun bambu yang lain, daun Bambusa

vulgaris ini termasuk jenis daun bambu dengan kandungan senyawa aktif cukup

lengkap yang efektif dalam membunh larva nyamuk.

Pada daun bambu Gigantochloa apus hanya terdapat senyawa aktif fenolik,

triterpenoid, glikosida dan flavonoid (Novitasari, 2015). Sedangkan pada daun

Dendrocalamus asper terdapat senyawa aktif kumarin, flavonoid, fenolik,

antrakuinon dan polisakarida (Yanda dkk, 2013). Kedua jenis bambu ini biasanya

ditemukan di daerah aliran sungai (DAS) yang dapat dimanfaatkan juga, namun

untuk kandungan senyawa aktif yang mempengaruhi aktivitas larva nyamuk lebih

cukup lengkap ditemukan pada ekstrak daun Bambusa vulgaris.Oleh karena itu

penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait pemanfaatan daun dari bambu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

5

kuning menjadi suatu produk yang lebih bernilai ekonomis yaitu sebagai

biolarvasida pada nyamuk Aedes aegypti dan Culex sp.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) terhadap

mortalitas larva Aedes agypti ?

2. Bagaimana pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) terhadap

mortalitas larva Culex sp. ?

3. Bagaimana perbandingan pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa

vulgaris) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)

terhadap mortalitas larva Aedes agypti ?

2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)

terhadap mortalitas larva Culex sp. ?

3. Mengetahui perbandingan pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa

vulgaris) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. ?

1.4 Batasan Penelitian

Pembatasan masalah pada suatu penelitian diperlukan untuk menghindari adanya

pelebaran pokok masalah sehingga penelitian dapat lebih terarah. Batasan

penelitian dalam penilitian ini diantaranya yaitu :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

6

1. Bahan alam yang digunakan sebagai ekstrak biolarvasida adalah daun bambu

kuning (Bambusa vulgaris) dengan varietas lutea yang memiliki karakteristik

utama yaitu berbuluh kuning seluruhnya

2. Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu larva Aedes aegypti dan

Culex sp. instar III yang sesuai dengan ketentuan dari WHO serta lebih mudah

diamati

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan serta digunakan sebagai

literatur mengenai pembuatan biolarvasida daun bambu kuning (Bambusa

vulgaris). Selain itu juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti

penggunaan insektisida kimia yang tidak baik jika digunakan secara berlebihan

sebagai agen hayati dalam pengendalian vektor nyamuk.

1.5 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)

terhadap jumlah mortalitas larva Aedes agypti

2. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)

terhadap jumlah mortalitas larva Culex sp.

3. Terdapat perbandingan pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa

vulgaris) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Aedes aegypti

a. Klasifikasi nyamuk Aedes agypti

Klasifikasi dari nyamuk Aedes agypti menurut Linnaeus (1762) dalam

Myers dkk (2020) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Diptera

Family : Cucilidae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes agypti (Linnaeus, 1762)

b. Morfologi nyamuk Aedes agypti

Gambar 2.1. Nyamuk Aedes aegypti

(Suharno dan Susanto, 2017)

Aedes agypti merupakan salah satu vektor arbovirus yang sering

menginfeksi manusia dikarenakan nyamuk ini memiliki sifat antropofilik

dan memiliki habitat disekitar lingkungan manusia (Rahayu dan Ustiawan,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

8

2013). Nyamuk ini juga sering dikenal dengan sebutan tiger mosquito atau

black white mosquito. Hal ini dikarenakan pada tubuh nyamuk ini memiliki

ciri khas yaitu bercak garis putih keperakan dengan warna dasar dari

tubuhnya yaitu hitam (Anggraini, 2018).

Nyamuk dewasa Aedes agypti memiliki bagain kepala terdapat

probiosis halus yang digunakan untuk menghisap cairan tumbuhan atau

keringat pada nyamuk jantan atau untuk menghisap darah pada nyamuk

betina dan memiliki ukuran lebih panjang dari kepalanya. Pada probioscis

terdapat sepasang antena dengan 15 segmen (Rosmayanti, 2014).

Pada torak terdapat mesonotum yang berbentuk lyre dengan dua garis

putih melengkung. Pada kaki Aedes agypti bagian femur terdapat garis

putih yang memanjang (Rahayu dan Ustiawan, 2013). Abdomen pada

Aedes agypti memiliki bentuk ujung yang lancip dan memiliki cerci yang

panjang (Refai dkk, 2013).

c. Habitat dan Perilaku Aedes agypti

Karakteristik habitat dari nyamuk Aedes aegypti yaitu genangan air

yang bersih dan tenang dengan kondisi gelap. Suhu optimum untuk habitat

Aedes aegypti yaitu sekitar 25ºC-35ºC dengan kelembaban udara 81,5%-

89,5% serta keadaan air pad pH 4-9. Nyamuk Aedes aegypti biasanya

berkeliaran didaerah pemukiman padat penduduk ke rumah-rumah

terutama pada siang hari (Rosmayanti, 2014).

Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal atau beraktifitas pada siang

hari dan bersifat antropofilik atau lebih suka menghisap darah manusia

dari pada hewan serta bersifat endofilik atau terbiasa beristirahat didalam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

9

rumah. Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah untuk digunakan

sebagai makanan serta sumber protein untuk mematangkan telurnya. Pada

nyamuk Aedes aegypti jantan tidak menghisap darah namun menghisap

nektar bunga atau tumbuhan sebagai sumber energinya (Rosmayanti,

2014).

2.2 Deskripsi Culex sp.

a. Klasifikasi nyamuk Culex sp.

Klasifikasi dari nyamuk Culex sp. menurut Linnaeus (1758) dalam Myers

(2020) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Diptera

Family : Cucilidae

Genus : Culex

Spesies : Culex sp. (Linnaeus, 1758)

b. Morfologi nyamuk Culex sp.

Gambar 2.2. Nyamuk Culex sp.

Keterangan : a) antena b) palpi c) probosi d) abdomen

(Portunasari dkk, 2016)

d

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

10

Culex sp. juga menjadi salah satu vektor penyakit pada manusia

yaitu menyebabkan penyakit filariasis. Morfologi yang membedakan

antara Culex sp. dengan nyamuk yang lain adalah nyamuk ini tidak

memiliki tanda khusus seperti pada nyamuk Aedes aegypti yang memiliki

tanda garis putih pada tubuhnya. Perbedaan lainnya yaitu terlihat dari posisi

istirahatnya, dimana Culex sp membentuk posisi mendatar atau pararel

dengan permukaan bidang datar (Prasetyowati, 2007).

Bagian tubuh Culex sp. terdiri dari 3 bagian yaitu kepala,thorax dan

abdomen. Culex sp. memiliki tubuh yang berwarna colat dengan sayap

yang bersisik dan ujung runcing serta ujung abdomen yang tumpul. Pada

bagian kepala terdapat proboscis yang panjangnya tidak sama dengan palpi

(Wuri et al, 2019).

c. Habitat dan Perilaku Culex sp.

Pada umumnya tempat perkembangbiakan yang dibutuhkan oleh

nyamuk Culex sp. yaitu daerah genangan air yang cenderung kotor seperti

limbah pembuangan amar mandi, got (selokan), genangan air banjir dan

sungai yang penih sampah (Valiant dan Susi, 2010). Nyamuk Culex sp

mudah sekali beradaptasi dengan lingkungan habitatnya sehingga dapat

berkembang biak dengan pesat untuk menghasilkan telur yang akan

menjadi larva (Portunasari et al, 2016).

Perilaku dari nyamuk Culex sp. dalam menghisap darah unggas,

mamalia dan manusia yang dilakukan pada malam hari dengan fluktuasi

jam tertentu, umumnya nyamuk ini memiliki dua puncak gigitan yang

dilakukan pada awal matahari terbenam sampai dengan terbitnya matahari

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

11

(Prasetyawati, 2007). Nyamuk ini biasa nocturnal mosquito atau lebih

aktif pada malam hari dan beristirhat pada siang hari. Nyamuk Culex sp

ini lebih sering beraktivitas dengan masuk kedalam rumah-rumah

sehingga dapat dikatakan bahwa nyamuk ini tergolong dalam sebagai

nyamuk endofagik (Manimegalai dan Sukanya, 2014).

2.3 Siklus Hidup Nyamuk

Gambar 2.3. Siklus hidup nyamuk

(Global pest, 2013)

Nyamuk memiliki siklus hidup atau metamorfosis yang sempurna

yaitu telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa. Dalam mengalami

metamorfosis nyamuk dapat membutuhkan waktu sekitar 10 hari. Setelah

3 hari menghisap darah nyamuk betina akan bertelur dan setelah 24 jam

bertelur maka akan kembali menghisap darah. Sekali bertelur, nyamuk

betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir telur (Mukhsar, 2009).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

12

Perkembangan telur menjadi jentik atau larva yang membutuhkan

waktu sekitar 2 hari setelah terendam dalam air. Pada fase larva

berlangsung sekitar 5-8 hari dan setalah itu akan berkembang menjadi

kepompong atau pupa. Selanjutnya pupa akan berkembang menjadi

nyamuk dewasa setelah berlangsung 1-2 hari (Mukhsar, 2009).

1) Telur

Gambar 2.4. Telur Nyamuk

(Rosmayanti, 2014)

Telur yang telah dibuahi pada saat oviposisi ditempatkan pada

dinding wadah permukaan air. Ketika berada diatas permukaaan air

telur berwarna putih tetapi dapat berubah menjadi hitam mengkilat

dengan sangat cepat (Nelson, 1986). Telur relatif memiliki permukaan

yang halus dan memiliki bentuk cerutu dengan sisi agak sejajar (Pratt

and Kidwell, 1969). Telur berukuran 0,5-0,8 mm dan dapat menetas 1-

3 hari pada suhu 30ºC namun juga dapat bertahan sampai 4 hari jika

berada pada kelembaban udara yang rendah dan bahkan bisa sampai

berbulan-bulan jika kondisi suhu 2ºC-12ºC (Wahyuni, 2016).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

13

2) Larva

Gambar 2.5. Larva nyamuk instar I-IV

Keterangan : a) larva instar I b) larva instar II c) larva instar III d) larva instar IV

(Gama dkk, 2010)

Pada tahap larva akan berlangsung sekitar 5-8 hari dan akan

mengalami beberapa proses tahapan yaitu instar I, II, III dan IV. Pada

setiap pergantian tahapan instar tersebut maka larva akan mengalami

pergantian kulit atau ecdysis yang ditandai dengan munculnya pita-pita

hitam pada bagian thorax yang terbungkus oleh sirkular dan muncul

rambut lateral disepanjang kutikula (Sivanathan, 2006). Berikut adalah

karakteristik larva pada masing-masing tahap instar menurut Nugroho

(2013) :

a) Larva instar I berumur 1-2 hari setelah telur menetas memiliki

ukuran tubuh sekitar 1-2 mm dengan duri-duri kecil pada bagian

dada namun belum terlihat secara jelas

b) Larva instar II berumur 2-3 hari setelah telur menetas memiliki

ukuran tubuh sekitar 2,5-3,5 mm dengan duri-duri kecil pada bagian

a b

c d

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

14

dada namun belum terlihat secara jelas dan bagian kepala mulai

terlihat menghitam

c) Larva instar III berumur 3-4 hari setelah telur menetas memiliki

ukuran tubuh sekitar 4-5 mm dengan duri-duri pada bagian dada

suudah terlihat jelas dan saluran pernafasan terlihat berwarna coklat

kehitaman

d) Larva instar IV berumur 4-6 hari setelah telur menetas memiliki

ukuran tubuh sekitar 5-6 mm dengan warna kepala yang gelap

3) Pupa

Gambar 2.6. Gambar pupa nyamuk

(Sivanathan, 2006)

Pada fase pupa nyamuk berlangsung sekitar 2-4 hari dan memiliki

tubuh yang berbentuk seperti tanda koma dengan bagian kepala yang

membengkok dan berukuran lebih besar dibandingkan dengan bagian

abdomen (Parida, 2012). Fase pupa merupakan fase terakhir dalam air

yang tidak membutuhkan makanan. Pupa memiliki daya apung besar

dan terdapat pada permukaan air dengan posisi statis tetapi tetap

berenang (Hadi dkk, 2009).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

15

4) Nyamuk dewasa

Pada nyamuk dewasa umumnya memiliki karakteristik tubuh yang

ramping dan bagin tubuhnya terdiri dari kepala, torak dan abdomen.

pada bagian kepala terdapat sepasang mata dan sepasang antena yang

digunakan untuk mendekteksi bau dari tempat perindukan meletakkan

telurnya. Pada bagian thorax terdapat tiga pasang kaki serta sebuah kaki

yang menyatu dengan sayapnya yang digunakan dalam menggerakkan

tubuh. Pada bagian abdomen berfungsi sebagai tempat pencernaan

makanan serta mengembangkan telur (Vidya, 2019).

2.4 Penelitian Biolarvasida

Larvasida merupakan termasuk dalam jenis golongan insektisida yang

lebih spesifik digunakan untuk membunuh larva. Keuntungan dari penggunaan

biolarvasida yaitu residu yang dihasilkan dapat mudah mengalami degradasi

atau penguraian, sehingga mengurangi risiko tercemarnya lingkungan. Selain

itu biolarvasida juga memiliki toksisitas yang lebih rendah pada mamalia

dibandingkan dengan larvasida kimia sehingga memungkinkan untuk

diterapkan dikehidupan sehari-hari (Pratiwi, 2013). Telah banyak penelitian

yang telah dilakukan terkait biolarvasida terutama untuk larva nyamuk, seperti

beberapa penelitian berikut.

Pemanfaatan dari Moringa oleifera atau kelor sebagai larvasida

terhadap Aedes aegypti yaitu menggunakan bagian daun, bunga, kulit kayu, biji

dan akar yang diekstrak menggunakan pelarut etanol. Penelitian dilakukan

dengan 11 kelompok perlakuan konsentrasi yaitu 10ml/L, 20ml/L, 30ml/L,

40ml/L, 50ml/L, 60ml/L, 70ml/L, 80ml/L, 90ml/L,100mlL dan 0ml/L sebagai

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

16

kelompok kontrol dengan 4 pengulangan pada masing-masing perlakuan.

Pengamatan mortalitas larva dilakukan pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam setelah

pemberian ekstrak daun kelor. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak yang

menggunakan biji kelor adalah hasil terbaik untuk uji lrvasida Aedes aegypti

dengan persentase kematian sebesar 34 % pada 24 jam dan ekstrak yang

menggunakan bunga menunjukkan persentase kematian sebesar 38% pada 48

jam (Alves dkk, 2019).

Pemanfaatan dari Lantana camara sebagai larvasida terhadap Aedes

aegypti, Anopheles stephensi, Culex quinquefaciatus yang diekstraksi dengan

menggunakan beberapa pelarut yaitu Aqueous, Aceton, Cloroform, Etanol dan

metanol. Penelitian dilakukan dengan 5 kelompok perlakuan konsentrasi yaitu

50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200ppm dan 250 ppm dengan 5 kali pengulangan.

Pengamatan mortalitas larva dilakukan pada 24 jam setelah pemberian ekstrak

daun Lantana camara. Dalam penelitian ini hasilnya yaitu ekstrak metanol

Lantana camara menunjukkan aktivitas larvasida 100% pada konsentrasi 150

ppm (Hemalatha dkk, 2015).

Pemanfaatan daun Morinda citrifolia atau mengkudu sebagai larvasida

terhadap larva Aedes aegypti, Anopheles stephensi, Culex quinquefaciatus

dengan menggunakan beberapa pelarut yaitu heksana kloroform, aceton,

metanol dan aquades. dengan konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan

600 ppm. Pengamatan mortalitas larva dilakukan pada 24 jam setelah

pemberian ekstrak daun Moringa citrifolia. Dalam penelitian ini hasilnya yaitu

ekstrak Morinda citrifolia dengan pelarut metanol menunjukkan hasil

mortalitas larva tertinggi pada konsentrasi 600 ppm (Kovendan dkk, 2012).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

17

Pemanfaatan daun Coleus aromaticus atau daun jinten sebagai

larvasida terhadap Aedes, Culex dan Anopheles dengan menggunakan beberapa

jenis pelarut yaitu metanol, etil asetat, aceton dan benzena dengan konsentrasi

10 sampai 50 ppm. Pengamatan mortalitas larva dilakukan pada 24 jam setelah

pemberian ekstrak daun Coleus aromaticus. Dari penelitian tersebut hasilnya

yaitu ekstrak Coleus aromaticus dengan pelarut metanol menunjukkan hasil

mortalitas larva tertinggi 100% yaitu pada konsentrasi 40 ppm (Baranitharan

dkk, 2017).

Pemanfaatan kulit pohon Pinus merkusii sebagai larvasida terhadap

Aedes aegypti dengan menggunakan pelarut etanol dan berbagai tingkatan

konsentrasi yaitu 0, 10, 20, 40, 80, 160, 320 dan 640 ppm. Pengamatan

mortalitas larva dilakukan pada 1,5 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam

setelah pemberian ekstrak daun Pinus merkusii dan dilakukan pengamatan

pada. Dari penelitian tersebut hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak dari kulit

pohon pinus merkusii memiliki efek larvacidal 100% pada konsetrasi 640 ppm

setelah 12 jam dan pada konsentrasi 160 ppm setelah 24 jam (Setiawan dkk,

2017).

2.5 Deskripsi Tumbuhan Bambu Kuning (Bambusa vulgaris)

a. Klasifikasi bambu kuning (Bambusa vulgaris)

Klasifikasi dari bambu kuning (bambusa vulgaris) menurut Widjaja (2001)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spematophyta

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

18

Subdivisi : Angiospermae

Ordo : Poales

Famili : Gramineae

Genus : Bambusa

Spesies : Bambusa vulgaris (Schard, 1808)

b. Morfologi bambu kuning (Bambusa vulgaris)

Gambar 2. 7. Morfologi bambu kuning (Bambusa vulgaris)

(Rini dkk, 2017)

Bambusa vulgaris merupakan salah satu jenis bambu yang tersebar

luas dikawasan tropik maupun subtropik seperti Afrika, Asia hingga

polinesia. Batang bambu biasa dimanfaatkan menjadi perabot rumah

tangga maupun bahan bangunan lainnya. Bambusa vulgaris sendiri biasa

digunakan sebagai pagar rumah maupun sebagai tanaman hias. Hal ini

dikarenakan Bambusa vulgaris memiliki ukuran tanaman yang kecil dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

19

memiliki batang berwarna kuning yang menjadi daya tarik (Musa dkk,

1989).

Menurut Musa dkk (1989) ada Bambusa vulgaris terdapat 4 varietas

yang berbeda yang dilihat berdasarkan warna buluh batangnya, 4 varietas

tersebut diantaranya yaitu :

1) Varietas viridis : bambu yang memiliki karakteristik buluh dengan

warna hijau dan memiliki nama lokal haur hejo, haur geulis atau

bambu ampel

Gambar 2.8. Morfologi Bambusa vulgaris var. viridis

(Widiarti, 2013)

2) Varietas lutea : bambu yang memiliki karakteristik buluh dengan

warna kuning seluruhnya dan hanya beberapa saja yang memiliki

sedikit garis hijau, bambu ini juga biasa dikenal dengan sebutan haur

kuning atau bambu kuning

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

20

Gambar 2.9. Morfologi Bambusa vulgaris var. lutea

(Rini dkk, 2017)

3) Varietas striata : bambu yang memiliki karakteristik buluh berwarna

kuning dan selalu terdapat garis hijau, bambu ini juga biasa dikenal

dengan sebutan haur sehah atau bambu kuda

Gambar 2.10. Morfologi Bambusa vulgaris var. Striata

Keterangan: a) rumpun bambu b) buluh bambu yang terdapat garis hijau

(Sujarwanto dan Zen, 2020)

4) Varietas maculata : bambu yang memiliki karakteristik buluh dengan

warna hijau dan berubah menjadi tutul coklat jika sudah tua, bambu ini

juga biasa dikenal dengan sebutan bambu tutul

a b

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

21

Gambar 2.11. Morfologi Bambusa vulgaris var. Maculata

Keterangan: a) bambu tutul muda b) bambu tutul tua

(Arinasa dan Peneng, 2013)

Gambar 2.12. Bagian tanaman bambu kuning (Bambusa vulgaris)

Keterangan : a) tanaman bambu kuning b) batamg bambu kuning c) daun bambu kuning

d) pelepah bambu kuning

(Hadjar dkk, 2017)

Bambusa vulgaris termasuk dalam pohon tahunan dengan tinggi

yang mencapai 5-10 m. Bambusa vulgaris memiliki panjang internodus

atau ruas sekitar 27 cm dengan diameter nodus 3,1-7 mm, memiliki

permukaan batang yang licin dan warna batang kuning yang merupakan

karakteristik utama yang membedakan bambu kuning (Bambusa vulgaris)

dengan bambu lain (Murtodo dan Setyati, 2015).

a b

c d

b a

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

22

Selain itu Bambusa vulgaris juga memiliki pelepah Bambusa

vulgaris yang berwarna terang dan mudah terlepas dengan ukuran 34-37

cm. Pelepah pada Bambusa vulgaris berbentuk segitiga dengan diselimuti

bulu hitam sepanjang 0,8 cm. Daun Bambusa vulgaris memiliki warna

hijau berbentuk lanset dengan panjang 27,5 cm, lebar 4,5 cm, memiliki

struktur urat daun yang lebih jelas, ukuran kuping pelepah sekitar 0,1 cm,

dan memiliki bulu kejur tegak berukuran 0,3 cm serta bentuk ligula yang

rata (Murtodo dan Setyati, 2015).

c. Kandungan senyawa aktif daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Daryatmo dkk

(2016), pada daun Bambusa vulgaris sendiri memiliki beberapa

kandungan senyawa aktif diantaranya yaitu saponin, flavonoid, alkaloid

dan tanin.

1) Saponin

Saponin merupakan senyawa aktif yang bersifat polar dan biasa

ditemukan pada tanaman termasuk pada daun bambu. Senyawa

saponin adalah suatu glikosida alami yang berasal dari steroid atau

triterpen yang dapat menimbulkan busa. Senyawa saponin memiliki

molekul kompleks yang terdiri dari aglikon dan non-gula dengan

tambahan unit rantai gula. Saponin terbagi menjadi dua kelas utama

yaitu triterpenoi dan steroid yang bersala dari 30 atom karbon yang

mengandung prekusor oxidosqualene (Haralampidis dkk, 2002).

Perbedaan antara saponin triterpenoid dan saponin steroid yaitu

dari jumlah atom C yang terkandung. Pada steroid memiliki 27 atom

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

23

C sedangkan triterpenoid memiliki 30 atom C Saponin memiliki satu

ataulebih linier atau bercabang rantai gula yang mengandung glukosa,

galaktosa, asam glukuronat, xilosa, rhamnose atau methylpentose yang

dilekatkan pada aglikon melalui ikatan glikosid eter atau ester. Saponin

dapat berupa monodesmoid (rantai gula tunggal) maupun bidesmosid

(rantai gula ganda) (Sun dkk, 2009).

Diketahui bahwa senyawa aktif saponin jika digunakan sebagai

insektisida terutama larvasida nyamuk dapat mengganggu saluran

pencernaan bagian tengah yang merupakan organ pencernaan utama

pada serangga. Saponin masuk kedalam tubuh larva melalui mulut dan

menyebabkan menurunnya aktivitas enzim protease serta penyerapan

makanan. Jika saluran pencernaan terganggu, maka metabolisme tubuh

serangga akan kacau dan dapat menyebabkan energi untuk

pertumbuhan larva menjadi berkurang sehingga pertumbuhan larva

terhambat dan akhirnya mati (Anggraini, 2018).

2) Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu senyawa aktif yang bersifat

polar dan umum ditemukan pada tanaman. Flavonoid adalah senyawa

metabolit sekunder polifenolik yang dikategorikan menjadi 6

subkelompok utama yaitu isoflavon, flavon, flavonol, flavandiol,

antosianidins dan juga flavanon (Li, 2014). Senyawa flavonoid

memiliki 15 atom carbon yang tersusun dengan konfigurasi C6-C3-C6

yang berarti bahwa kerangka dari carbon terdiri atas 2 gugus C6 (cincin

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

24

benzena tersubtitusi) yang disambungkan dengan rantai alifatik 3

carbon (Tian-yang, 2018).

Flavonoid termasuk sebagai senyawa polar yang dapat larut

dengan baik dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol,

aseton seta dimetilformamida maupun pelarut polar lainnya. Hal ini

karena flavonoid terikat dalam bentuk glikosida sehingga pelarut

tersebut dapat menjadi pelarut yang baik untuk flavonoid glikosida,

sedangkan yang berbentuk aglikon lebih mudah terlarut dalam

kloroform dan eter (Arifin dan ibrahim, 2018).

Senyawa flavonoid dapat berperan sebagai larvasida yang

memiliki mekanisme kerja dengan menyerang sistem pernafasan

melalui siphon sehingga menyebabkan kelayuan pada sistem syaraf.

Senyawa ini menghambat kerja enzim asetilkolinesterase, sehingga

terjadi penumpukan asetilkolin yang berfungsi untuk mengantarkan

impuls dari sel saraf ke sel otot melalui sinaps. Akibatnya terjadi

kekacauan sistem penghantaran impuls yang menyebabkan otot akan

tetap berkontraksi sampai kelelahan, selanjutnya terjadi kelumpuhan

kelumpuhan pada otot pernapasan sehingga larva tidak dapat bernafas

dan akhirnya mati (Firdhayani dkk, 2014).

3) Alkaloid

Senyawa alkaloid merupakan senyawa aktif yang bersifat polar

dan umum ditemukan pada tanaman. Alkaloid termasuk dalam

senyawa metabolit sekunder yang mengandung atom nitrogen

sekunder, tersier dan kuarter yang bersifat basa dan termasuk dari

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

25

bagian cincin heterosiklik. Senyawa alkaloid berbentuk padatan kristal

dan juga berbentuk amorf atau berupa cairan (Hammado dan Illing,

2013).

Senyawa alkaloid merupakan garam yang memiliki kemampuan

dalam mendegradasi dinding sel serta merusak sel dan mengganggu

sistem syaraf pada larva nyamuk. Senyawa alkaloid dapat

menyebabkan adanya perubahan warna pada larva menjadi transparan

dan gerakan tubuh pada larva menjadi tidak terlalu aktif atau melambat

(Cania dan Setyaningrum, 2010).

4) Tanin

Senyawa tanin merupakan senyawa aktif yang bersifat polar dan

biasanya ditemukan pada tanaman. Tanin merupakan salah satu

senyawa yang termasuk dalam golongan senyawa flavonoid dengan

struktur 2 cincin aromatik yang terikat oleh 3 atom carbon (hayati dkk,

2010). Senyawa tanin merupakan polimer yang mudah larut dalam air

yang kaya akan gugus fenolik dengan kemampuan mengikat atau

mengendapkan protein yang larut dalam air (Hagerman and Butler,

1989).

Senyawa tanin terbagi menjadi dua yaitu tanin terkondensasi

dan tanin terhidrolisis. Tanin yang terkondensasi terdiri dari ikatan

karbon yang bergabung dengan monomer flavonoid dan tidak rentan

terhadap hidrolisis tapi dapat terdegradasi untuk menghasilkan

antosianidin. Tanin yang terhidrolisis terdiri dari ester glukosa atau

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

26

heksahidroksidifenat dan mudah dipecah menjadi asam galat

(Hagerman and Butler, 1989).

Senyawa tanin dapat berperan dalam membunuh larva nyamuk

dengan menembus kutikula dan dapat mencegah penyerapan glukosa

atau memblok pasca reseptor sinaptik sehingga dapat melumpuhkan

larva dan menyebabkan kematian pada larva (Wirawan dkk, 2017).

Selain itu senyawa tanin juga dapat menurunkan kemampuan pada

sistem pencernaan larva dengan cara menurunkan aktivitas dari enzim

pencernaan. Tanin dapat mengganggu aktivitas penyerapan protein

pada dinding usus dan menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi

(nadifah dkk, 2014).

2.6 Penelitian Terkait Pemanfaatan Ekstrak Bambu

Pemanfaatan bambu terutama bagian daunnya telah banyak digunakan

sebagan bahan penelitian untuk mengetahui berbagai manfaat dari ekstrak daun

bambu sendiri. Beberapa penelitian terkait daun bamu diantaranya digunakan

sebagai antimalaria, sebagai antimikroba, sebagai biopestisida dan sebagai

antifungi.

Penelitian mengenai manfaat bambu sebagai antimalaria dilakukan oleh

Anigboro (2018) yaitu menggunakan Bambusa vulgaris yang dimaserasi

dengan air suling selama 48 jam. Kelompok perlakuan terdiri dari 6 kelompok

perlakuan yaitu perlakuan induksi malaria dan penambahan konsentrasi ekstrak

Bambusa vulgaris 100mg/Kg, 200mg/Kg, 300mg/Kg, 100mg/Kg obat

antimalaria serta masing-masing 1 kelompok kontrol positif dan kelompok

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

27

kontrol negatif. Dari penelitian ini hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak

Bambusa vulgaris dapat digunakan sebagai obat antimalaria alami dengan

kisaran dosis yang diberikan yaitu 100mg/Kg – 200mg/Kg.

Penelitian mengenai manfaat bambu sebagai antimikroba dilakukan

oleh Jankowsky dkk (2018) yaitu menggunakan bambu Dendrocalamus asper

yang dibuat dengan pelarut metanol dan beberapa tingkatan konsentrasi

diantaranya 0,125 ; 0,500 ; 0,750 ; dan 1000 mg. Bakteri yang digunakan pada

penelitian ini adalah Eschericia coli dan Staphylococcus aureus. Dari

penelitian ini hasilnya menunjukkan adanya potensi ekstrak Dendrocalamus

asper sebagai agen antimikroba untuk Eschericia coli dan Staphylococcus

aureus pada dosis 0,125 ; 0,500 dan 0,750 mg bisa dikategorikan sebagai

resisten. Untuk Eschericia coli dosis 1.000 mg dan ampisilin dikategorikan

sebagai menengah dan untuk Staphylococcus aureus, dosis 1.000 mg adalah

sedang dan ampisilin dianggap sensitif.

Penelitian mengenai manfaat bambu sebagai biopestisida dilakukan

oleh Kaleeswaran dkk (2018) yaitu menggunakan bambu berduri Zanthoxylum

armatum yang dibuat dengan beberapa pelarut yaitu heksana, etil-asetat,

metanol dan aquades dengan berbagai tingkat konsentrasi diantaranya 0,6% ;

0,3% ; 0,15% ; 0,08% ; 0,04% ; 0,02% dan 0% sebagai kontrol. Hewan uji yang

digunakan pada penelitian ini yaitu Spodoptera litura. Dari penilitian ini

hasilnya yaitu menunjukkan bahwa ekstrak heksana Zanthoxylum armatum

dapat bersifat larvicidal terhadap Spodoptera litura pada konsentrasi 0,6%.

Penelitian mengenai manfaat bambu sebagai antifungi dilakukan oleh

Toan dkk (2018) yaitu menggunakan daun bambu secara acak untuk diuji

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

28

antifungi terhadap miselia Pyrucularia grisea yang merupakan jamur pada

tanaman padi yang dibuat dengan beberapa pelarut yaitu heksana, etil-asetat,

1-butanol dan aquadesdan berbagai tingkat konsentrasi yaitu 0,1mg/mL ;

0,5mg/mL dan 1,0mg/mL. Dari penelitian tersebut hasilnya menunjukkan

bahwa ektrak bambu pada semua konsentrasi menunjukkan adanya

penghambatan terhadap Pyrucularia grisea namun yang menunjukkan adanya

pengurangan maksimal terhadap pertumbuhan Pyrucularia grisea adalah

ekstrak bambu dengan pelarut heksana dengan nilai LC50 sebesar 0,62 mg/mL.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

29

2.7 Kerangka Teori

Daun Bambu Kuning

Mengandung

Alkaloid

Mengandung

Tanin

Mengandung

Saponin

Mengandung

Flavonoid

Menyerang Sistem

Pernapasan

Menyerang Sistem

Pencernaan

Menyerang Sistem

Syaraf

Efek Larvasida

Larva Aedes aegypti

dan Culex sp

Kematian larva

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan jenis penelitian

eksperimental, dimana penelitian eksperimental adalah sebuah penelitian untuk

meneliti pengaruh dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala dari suatu

kelompok lain yang sama dengan pemberian perlakuan yang berbeda (Kristin,

2016).

Pada penelitian ini menggunakan rancangan metode RAL (Rancangan Acak

Lengkap) yang merupakan rancangan penelitian sederhana dengan jumlah

perlakuan yang terbatas dan satuan dari percobaan harus homogen atau faktor

yang akan mempengaruhi percobaan bisa dikontrol (Persulessy dkk, 2016).

Pada penelitian ini dilakukan dengan 6 perlakuan konsentrasi yaitu 50 mg/L,

60 mg/L, 70 mg/L, 80 mg/L, 90 mg/L dan 0 mg/L sebagai kelompok kontrol.

Pengamatan dilakukan setiap 12 jam sekali selama 24 jam sehingga terdapat 2

kali pengamatan dengan menghitung jumlah larva yang mati pada masing-

masing perlakuan.

Penentuan tingkat konsentrasi dari ekstrak daun bambu kuning dan waktu

pengamatan larva dilakukan dengan mengacu pada jurnal Cao dkk (2004)

mengenai biolarvasida menggunakan 7 spesies bambu yang berbeda.

Selanjutnya penentuan dari jumlah pengulangan pada penelitian ini dilakukan

perhitungan dengan menggunakan rumus federer : .

Keterangan : n = jumlah ulangan t = jumlah kelompok perlakuan

(n-1)(t-1) ≥ 15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

31

Karena pada penelitian ini terdapat 6 kelompok perlakuan maka :

(n-1)(6-1) ≥ 15

(n-1) 5 ≥ 15

5n-5 ≥ 15

5n ≥ 20

n ≥ 4

Jadi untuk setiap kelompok dari perlakuan terdapat 4 kali pengulangan. Pada

masing-masing pengulangan berisi 25 larva Aedes aegypti dan Culex sp instar

III. Penentuan jumlah larva uji dilakukan sesuai dengan ketentuan yang

diberikan oleh World Health Organization yang menyatakan bahwa peneletian

larvasida nyamuk untuk fase I (studi laboratorium) mengenai biopotensi dan

aktivitas dapat menggunakan 25 instar III pada setiap perlakuan dengan

dimasukkan wadah sekali pakai yang berisi 100 ml air (WHO, 2005).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terintegrasi Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya pada bulan Maret 2020 sampai Juli 2021 sesuai

dengan timeline berikut :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

32

Tabel 3.1. Timeline pelaksanaan penelitian

No Kegiatan

Bulan ke-

Tahun 2020 tahun 2021

3 4 5 2 3 4 5 6 7 8

1 Pembuatan proposal

skripsi

2 Seminar proposal

3 Persiapan alat dan

bahan penelitian

4

Pembuatan ekstrak

daun bambu dan

pengujian fitokimia

5 Persiapan hewan uji

larva

6

Pengujian ekstrak

daun bambu terhadap

larva

7 Pengolahan dan

analisis data

8 Penyusunan dan revisi

draft skripsi

9 Seminar hasil

penelitian

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah nampan,

blender, kain kasa, gelas beker, gelas ukur, Rotary evaporator, gelas plastik,

timbangan digital, kertas saring, corong pemisah, tabung reaksi, pipet tetes dan

pengaduk.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun Bambusa vulgaris,

metanol, aquades, serbuk Mg, larutan HCl, larutan FeCl3, kloroform, pereaksi

meyer, larutan asam asetat glasial dan larutan H2SO4, larva Aedes aegypti dan

larva Culex sp.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

33

3.4 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : perbedaan pemberian kadar konsentrasi ekstrak daun

Bambusa vulgaris

2. Variabel terikat : jumlah mortalitas atau kematian pada larva Aedes aegypti

dan Culex sp.

3.5 Prosedur Penelitian

1. Preparasi sampel

Sampel Bambusa vulgaris yang digunakan sebagai ekstrak

biolarvasida dapat diidentifikasi secara morfologi dengan beberapa

diantaranya yaitu memiliki batang yang berwarna kuning dan beberapa

terdapat sedikit garis hijau dengan permukaan halus yang membedakan

dengan bambu lain. Panjang ruas dari bambu ini sekitar 27 cm dengan

diameter 3,1-7 mm. Daun pada bambu ini berwarna hijau dengan bentuk

yang meruncing dengan panjang 27,5 cm dan lebar 4,5 cm. Pelepah pada

bambu ini berukuran 34-37 cm dengan ujung yang lancip membentuk

segitiga (Murtodo dan Setyati, 2015).

Proses preparasi sampel ekstrak daun Bambusa vulgaris dimulai

dengan pengumpulan sampel daun Bambusa vulgaris sebanyak 2 kg berat

basah daun yang berwarna hijau tua. Pemilihan daun bambu yang tua

sebagai ekstrak dikarenakan pada daun bambu tua memiliki kandungan

senyawa akti yang lebih banyak dari pada daun bambu yang muda. Menurut

Mamay dkk (2020) semakin bertambahnya kematangan daun atau umur

pada daun , maka kandungan senyawa aktif pada daun akan semakin tinggi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

34

serta kandungan metabolit sekunder yang dihasilkan pada daun pun menjadi

semakin banyak.

Sampel daun bambu selanjutnya dicuci dengan air bersih dan dikering

anginkan. Kemudian setelah dikering anginkan, daun bambu dimasukkan

kedalam oven dengan suhu 40ºC selama 1-2 hari hingga daun bambu kering.

Jika sampel daun telah kering maka dilakukan proses penghalusan dengan

cara diblender dan dilakukan pengayakan untuk mendapatkan serbuk daun

Bambusa vulgaris yang benar-benar halus (Frihantini dkk, 2015).

2. Ekstraksi sampel

Proses Ekstraksi sampel daun Bambusa vulgaris dilakukan dengan

metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Alasan penggunaan pelarut

metanol dikarenakan pelarut metanol efektif dalam melarutkan senyawa

aktif terhadap larva seperti flavonid, saponin dan tanin (Widawati dan

Prasetyaningrum, 2013). Hal ini dikarenakan pelarut metanol merupakan

termasuk pelarut yang bersifat polar sehingga untuk mendapatkan senyawa

aktif pada daun Bambusa vulgaris yang bersifat polar harus menggunakan

pelarut yang bersifat polar juga sehingga senyawa aktif dalam ekstrak daun

bambu yang bersifat polar dapat dengan mudah terlarut (Arifianti dkk,

2014).

Perendaman sampel daun Bambusa vulgaris sebanyak 500 gr

dilakukan selama 6x24 jam serta pengadukan setiap hari. Hasil ekstrak

selanjutnya diuapkan dengan menggunakan Rotary evaporator pada suhu

48ºC dengan kecepatan 90 rpm hingga diperoleh ekstrak daun Bambusa

vulgaris yang kental (Frihantini dkk, 2015).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

35

3. Pengujian fitokimia ekstrak daun Bambusa vulgaris

Proses uji kandungan fitokimia dapat dilakukan secara kualitatif untuk

mengetahui ada tidaknya beberapa kandungan fitokimia ekstrak daun

Bambusa vulgaris seperti saponin, flavonoid, tanin, alkaloid terpenoid dan

steroid dengan beberapa pengujian sesuai yang dilakukan oleh Lailatul dkk

(2010).

a. Saponin

Pengujian saponin dilakukan dengan cara memasukkan sampel ekstrak

daun Bambusa vulgaris sebanyak 2 ml dan aquades sebanyak 5 ml

kedalam tabung reaksi, kemudian dilakukan pengocokan selama 10

menit. Jika terdapat buih atau busa pada ekstrak setelah pengocokan,

maka dalam ekstrak daun Bambusa vulgaris terdapat senyawa saponin.

b. Flavonoid

Pengujian flavonoid dilakukan dengan cara memasukkan sampel ekstrak

daun Bambusa vulgaris sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan dengan serbuk Mg sebanyak 1 gr dan larutan HCl pekat

sebanyak 1 ml. Jika terjadi perubahan warna pada ekstrak menjadi

kuning, merah atau jingga, maka dalam ekstrak daun Bambusa vulgaris

terdapat senyawa flavonoid.

c. Tanin

Pengujian tanin dilakukan dengan cara memasukkan sampel ekstrak

daun Bambusa vulgaris sebanyak 1 ml dan 3 tetes FeCl3. Jika pada

larutan ekstrak terjadi perubahan warna menjadi hitam, maka dalam

ekstrak daun Bambusa vulgaris terdapat senyawa tanin.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

36

d. Alkaloid

Pengujian alkaloid dilakukan dengan cara memasukkan sampel ekstrak

daun Bambusa vulgaris sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam tabung

reaksi kemudian ditambahkan 5 tetes kloroform dan beberapa tetes

pereaksi meyer. Jika pada larutan ekstrak terbentuk endapan putih

kekuningan, maka dalam ekstrak daun Bambusa vulgaris terdapat

senyawa alkaloid.

e. Terpenoid dan Steroid

Pengujian terpenoid dan steroid dilakukan dengan cara memasukkan

sampel sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan

dengan 1 ml asam asetat glasial dan 1 ml larutan asam sulfat pekat. Jika

pada larutan ekstrak terjadi perubahan warna menjadi biru atau ungu,

maka dalam ekstrak daun Bambusa vulgaris terdapat senyawa steroid

dan jika terjadi perubahan warna menjadi merah, maka dalam ekstrak

daun Bambusa vulgaris terdapat senyawa terpenoid.

4. Pembuatan larutan perlakuan

Pada penelitian ini pembuatan larutan untuk perlakuan dilakukan

dengan pembuatan larutan stok yaitu 1000 mg/L ekstrak daun bambu

kuning. Pembuatan larutan stok ekstrak daun bambu kuning dilakukan

dengan menggunakan 500 ml ekstrak daun dan 500 ml aquades sesuai

dengan perhitungan berikut :

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑥)

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑎𝑡

1000 𝑚𝑔

1000 𝑚𝑙=

𝑥

500 𝑚𝑙

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

37

1000 𝑚𝑔 . 500 𝑚𝑙 = 1000 𝑚𝑙 . 𝑥

500000 = 1000𝑥

500000

1000= 𝑥

500 = 𝑥

Pengenceran ekstrak daun Bambusa vulgaris dalam beberapa

konsentrasi yaitu 50 mg/L, 60 mg/L, 70 mg/L, 80 mg/L, 90 mg/L dan untuk

kontrol digunakan konsentrasi 0 mg/L. Pembuatan konsentrasi larutan

dibuat dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai berikut :

M1 . V1. = M2 . V2

Keterangan : M1= Konsentrasi larutan stok ekstrak daun Bambusa

vulgaris (mg/L)

V1 = Volume larutan ekstrak yang diencerkan (ml)

M2 = Konsentrasi ekstrak daun Bambusa vulgaris yang

dibuat (mg/L)

V2 = Volume larutan yang digunakan (ml)

Tabel 3. 2. Pengenceran larutan ekstrak daun Bambusa vulgaris

No

Jumlah

Larva

Uji

V2 M1 M2 V1 = 𝐕𝟐.𝐌𝟐

𝐌𝟏

Pengulangan

(V1 x 4)

∑volume total

ekstrak untuk

penelitian 2

spesies larva

1. 25 x 4 100 1000 90 9 36 72

2. 25 x 4 100 1000 80 8 32 64

3. 25 x 4 100 1000 70 7 28 56

4. 25 x 4 100 1000 60 6 24 48

5. 25 x 4 100 1000 50 5 20 40

6. 25 x 4 100 1000 0 0 0 0

5. Pengujian efektifitas ekstrak daun Bambusa vulgaris terhadap larva

Aedes aegypti dan Culex sp.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

38

1) Mempersiapkan larutan uji yang telah dibuat, larva Aedes aegypti

dan Culex sp yang akan digunakan., gelas plastik sebagai wadah

larva untuk perlakuan sebanyak 40 gelas (20 gelas untuk perlakuan

larva Aedes aegypti dan 20 gelas untuk perlakuan larva Culex sp,

gelas ukur untuk mengukur volume larutan yang digunakan, pipet

tetes, pengaduk, label, alat tulis.

2) Larutan uji yang telah dibuat dimasukkan ke dalam gelas plastik

sesuai dengan label dan dimasukkan larva yang telah disiapkan,

masing-masing gelas plastik berisi 25 ekor larva.

3) Pengamatan dilakukan setiap 12 jam sekali selama 24 jam dengan

menghitung jumlah larva yang mati pada masing-masing perlakuan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

39

3.6 Alur Penelitian

Ekstraksi

Uji Fitokimia

Culex sp Aedes aegypti

Uji Larvasida

Kel 1

25

larva +

air

Kel 2

25

larva +

Ekstrak

50 ppm

Kel 3

25

larva +

Ekstrak

60 ppm

Kel 4

25

larva +

Ekstrak

70 ppm

Kel 5

25

larva +

Ekstrak

80 ppm

Kel 6

25

larva +

Ekstrak

90 ppm

Dihitung kematian larva pada 12

jam dan 24 jam

Analisis Probit LC50

Daun Bambu Kuning

Saponin Alkaloid

Terpenoid

Steroid

Flavonoid

Tanin

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

40

3.7 Analisis data

Hasil dari perhitungan larva yang mati dimasukkan dalam tabel berikut :

Tabel 3.3. Data mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. Jam ke-12 dan 24 jam

Konsen

trasi

Jumlah Larva mati Total

Larva

mati

Rata-

rata

larva

mati

Rata-

rata

(%)

Pengulangan

1 2 3 4

90mg/

L

80mg/

L

70mg/

L

60mg/

L

50mg/

L

0mg/L

Keterangan :

Rata-rata larva yang mati : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖

𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

Total larva yang mati : Jumlah total larva yang mati dari 4x pengulangan

Rata-rata (%) : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖

𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 x 100%

Data mortalitas dari pengujian efektifitas ekstrak daun Bambusa

vulgaris terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. selanjutnya

dilakukan analisis dengan menggunakan analisis probit untuk mencari nilai

LC50. Serta dilakukan penyajian data dalam table.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Skrining Uji Fitokimia Daun Bambu Kuning (Bambusa Vulgaris)

Daun bambu kuning yang telah diekstraksi dengan pelarut metanol

dilakukan pengujian fitokimia yang bertujuan untuk mengetahui kandungan

fitokimia yang terdapat pada daun bambu kuning.n

Tabel 4.1 Hasil uji fitokimia daun bambu kuning

Senyawa

aktif Hasil Keterangan

Saponin + Terdapat buih atau busa

Flavonoid + Terjadi perubahan warna pada ekstrak menjadi

kuning

Tanin + Terjadi perubahan warna pada ekstrak menjadi

hitam

Alkaloid - Tidak terdapat endapan putih kekuningan pada

ekstrak

Steroid + Terjadi perubahan warna pada ekstrak menjadi biru

Terpenoid - Tidak terjadi perubahan warna pada ekstrak

Keterangan : + ( menunjukkan terdapat senyawa dalam ekstrak)

- (menunjukkan tidak terdapat senyawa dalam ekstrak)

Pada pengujian fitokimia pada daun bambu kuning diketahui bahwa

terdapat kandungan fitokimia saponin, flavonoid, tanin dan steroid. Beberapa

kandungan metabolit sekunder tersebut diketahui sangat berperan dalam

membunuh larva nyamuk, dimana untu kandungan saponin dan tanin dapat

menyerang sistem pencernaan sedangkan flavonoid dapat menyerang sistem

pernapasan pada larva. Hal inilah yang dapat mengganggu proses pertumbuhan

pada larva sehingga larva mengalami kematian sebelum menjadi nyamuk

dewasa.

Menurut Sutanto et al (2008) tingkat toksisitas larvasida dalam

membunuh larva sangat bergantung pada jenis larvasida, mekanisme masuknya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

senyawa aktif kedalam tubuh larva, konsentrasi larvasida, jumlah senyawa

dalam tubuh larva serta ukuran, susunan tubuh, stadium dan habitat larva.

Larvasida masuk ke dalam tubuh larva melalui 3 cara, yaitu melalui permukaan

tubuh (racun kontak), melalui mulut dan saluran pencernaan (racun perut), dan

melalui sistem respirasi (racun pernafasan).

Penetrasi senyawa toksik ke dalam tubuh serangga melalui epikutikula

serangga yang terdiri dari lipoprotein terkonjugasi (protein dan lemak terpisah)

yaitu bahan-bahan lipid atau lilin tersebar tapi tidak membentuk lapisan

sehingga lapisan ini mudah ditembus oleh senyawa saponin dan alkaloid.

Kemudian masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju organ sasaran

(Sutanto et al, 2008).

Larvasida yang bekerja sebagai racun perut dengan masuk ke dalam

tubuh serangga melalui alat pencernaan serangga dan racun pernafasan yang

masuk melalui sistem respirasi. Banyak senyawa yang dapat merusak sistem

dimana dapat berperan untuk menurunkan enzim asetilkolineterase. Enzim ini

bertugas menghantarkan pesan atau implus dari saraf otot melalui sinapse

(Diana, 2013).

4.2 Uji Toksisitas Ekstrak Daun Bambu Kuning terhadap Larva Aedes aegypti

Pengamatan kematian larva Aedes aegypti dilakukan 2 kali

pengamatan yaitu pada 12 jam dan 24 jam. Indikasi kematian pada larva Aedes

aegypti ditunjukkan dengan gerakan larva yang semula sangat atif kemudian

menjadi lamban bahkan tidak terjadi pergerakan lagi. Larva yang mengalami

kematian akan tenggelam dan berada di dasar air serta tubuhnya terlihat hitam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

dan menjadi transparan. Dari hasil pengujian ekstrak daun bambu terhadap larva

Aedes aegypti diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang

digunakan maka kematian yang terjadi pada larva juga semakin besar. Hal ini

dapat dilihat dari data mortalitas larva Aedes aegypti pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Data mortalitas larva Aedes aegypti pada 12 jam

Konsen

trasi

Jumlah Larva mati Total

Larva

mati

Rata-

rata

larva

mati

Rata-

rata

(%)

Pengulangan

1 2 3 4

90mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

80mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

70mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

60mg/L 15 24 19 21 79 19,75 79%

50mg/L 5 6 6 3 20 5 20%

0mg/L 0 0 0 0 0 0 0%

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa ekstrak daun bambu kuning

dapat membunuh larva Aedes aegypti dalam waktu 12 jam sebesar 100% pada

konsentrasi 90mg/L, 80mg/L dan 70mg/L, sedangkan pada konsentrasi

60mg/L memiliki rata-rata kematian larva sebesar 79% dan konsentrasi

50mg/L sebesar 20%.

Data mortalitas larva Aedes aegypti yang telah didapatkan

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis probit untuk

mengetahui Letal Concentration 50 (LC50) atau konsentrasi ekstrak daun

bambu yang efektif dalam membunuh larva sebanyak 50% dari populasi.

Berikut ini adalah grafik analisis probit LC50 pada mortalitas larva Aedes

aegypti selama 12 jam.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

Gambar 4.1 Grafik analisis probit mortalitas larva Aedes aegypti pada 12 jam

Keterangan: y = 5 dan x = 1,228

Berdasarkani grafik dan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa

persamaan antara ekstrak daun bambu kuning Dan mortalitas larva Aedes

aegypti adalah y = 0,239x – 3,8776 Sehingga didapatkan nilai LC50 dari data

mortalitas larva Aedes aegypti adalah 16,897 ppm. Hal ini menunjukkan

bahwa konsentrasi ekstrak daun bambu kuning yang optimum dalam

membunuh larva Aedes aegypti sebanyak 50% dari jumlah populai dalam

kurun waktu 12 jam yaitu 16,897 ppm.

Tabel 4.3 Data mortalitas larva Aedes aegypti pada 24 jam

Konsen

trasi

Jumlah Larva mati Total

Larva

mati

Rata-

rata

larva

mati

Rata-

rata

(%)

Pengulangan

1 2 3 4

90mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

80mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

70mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

60mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

50mg/L 9 11 7 3 30 7,5 30%

0mg/L 0 0 0 0 0 0 0%

Berdasarkani tabel 4.3 dapat diketahui bahwa ekstrak daun bambu

kuning dapat membunuh larva Aedes aegypti dalam waktu 24 jam kematian

y = 0,239x - 3,8776R² = 0,8307

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

Pro

bit

Log ppm

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

larva memiliki rata-rata sebesar 100% pada konsentrasi 90mg/L, 80mg/L,

70mg/L dan 60mg/L sedangkan pada konsentrasi 50mg/L memiliki rata-rata

kematian larva sebesar 30%. Data mortalitas Aedes aegypti yang telah

didapatkan dilanjutkan dengan analisis probit untuk menentukan LC50.

Berikut ini adalah grafik analisis probit LC50 pada mortalitas larva Aedes

aegypti selama 24 jam.

Gambar 4.2 Grafik analisis probit mortalitas larva Aedes aegypti pada 24 jam

Keterangan: y = 5dan x = 1,179

Berdasarkan grafik dan perhitungan diatas dapat diketahui diketahui

bahwa persamaan antara ekstrak daun bambu kuning Dan mortalitas larva

Aedes aegypti adalah y = 0,1586x – 4,1078 Sehingga didapatkan nilai LC50

dari data mortalitas larva Aedes aegypti adalah 15,086 ppm. Hal ini

menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak daun bambu kuning yang optimum

dalam membunuh larva Aedes aegypti sebanyak 50% dari jumlah populai

dalam kurun waktu 24 jam yaitu 15,086 ppm.

Penelitian terkait biolarvasida dengan menggunakan ekstrak dari

tanaman seperti daun terhadap mortalitas larva Aedes aegypti juga telah

y = 0,1586x - 4,1078R² = 0,871

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

Pro

bit

Log ppm

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

diakukan oleh Marini et al (2018) yang menggunakan ekstrak daun

marigold (Togetes erecta L.) yang diekstraksi dengan pelarut etanol

menggunakan metode maserasi. Hasil yang didapatkan dari penelitian

tersebut yaitu adanya pengaruh mortalitas pada larva Aedes aegypti pada

konsentrasi terendah yaitu 2.000 ppm sebesar 59,2% dan semakin

meningkat seiring bertambahnya konsentrasi yaitu 99,2% pada konsentrasi

10.000 ppm. Dari hasil analisis probit yang dilakukan menunjukan bahwa

nilai LC95 pada penelitian tersebut sebesar 7.456 ppm.

Menurut Komisi Pestisida Departemen Pertanian (2012)

menyatakan bahwa larvasida dapat dikatakan efektif apabila dapat

membunuh sekitar 90-100% larva uji pada 24 jam dengan nilai LC50

dibawah 1000 ppm. Semakin tinggi nilai LC50 yang diperoleh maka akan

semakin banyak bahan yang dibutuhkan sehingga menyebabkan ekstrak

yang digunakan menjadi semakin tiak efisien jika digunakan sebagai

larvasida (Muflihati, 2008).

Berdasarkan pernyataan dari Komisi Pestisida Departemen

Pertanian (2012) maka hasil yang didapatkan pada penelitian ini dapat

dikatakan bahwa ekstrak daun bambu kuning efektif untuk digunakan

sebagai larvasida Aedes aegypti. Hal ini dikarenakan hasil nilai LC50 yang

diperoleh dari penelitian ini memiliki nilai dibawah 1000ppm, dimana pada

penelitian ini didapatkan hasil LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar

16,897 ppm, dan pada kurun waktu 24 jam sebesar 15,086 ppm.

Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh dilakukan

oleh Marini et al (2013) maka ekstrak daun bambu kuning lebih efektif

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

digunakan sebagai larvasida, karena memiliki nilai LC50 yang lebih kecil atau

lebih sedikit.

4.3 Uji toksisitas Ekstrak Daun Bambu Kuning terhadap Larva Culex sp

Pengamatan kematian larva Culex sp dilakukan 2 kali pengamatan yaitu

pada 12 jam dan 24 jam. Indikasi kematian pada larva Culex sp sama seperti

larva Aedes aegypti. Dari hasil pengujian ekstrak daun bambu terhadap larva

Culex sp diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan

maka kematian yang terjadi pada larva juga semakin besar. Hal ini dapat

dilihat dari data mortalitas larva Culex sp pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Data mortalitas larva Culex sp. pada 12 jam

Konsen

trasi

Jumlah Larva mati Total

Larva

mati

Rata-

rata

larva

mati

Rata-

rata

(%)

Pengulangan

1 2 3 4

90mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

80mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

70mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

60mg/L 18 15 19 14 66 16,5 66%

50mg/L 5 7 6 4 22 5,5 22%

0mg/L 0 0 0 0 0 0 0%

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa ekstrak daun bambu

kuning dapat membunuh larva Culex sp dalam waktu 12 jam sebesar 100%

pada konsentrasi 90mg/L, 80mg/L dan 70mg/L, sedangkan pada konsentrasi

60mg/L memiliki rata-rata kematian larva sebesar 66% dan konsentrasi

50mg/L sebesar 22%. Data mortalitas Culex sp yang telah didapatkan

dilanjutkan dengan analisis probit untuk menentukan LC50. Berikut ini

adalah grafik analisis probit LC50 pada mortalitas larva Culex sp selama 12

jam.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48

Gambar 4.3 Grafik analisis probit mortalitas larva Culex sp pada 12 jam

Keterangan: y = 5 dan x = 1,237

Berdasarkan grafik dan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa

persamaan antara ekstrak daun bambu kuning Dan mortalitas larva Culex sp

adalah y = 0,2433x – 3,8445 Sehingga didapatka nilai LC50 dari data

mortalitas larva Culex sp adalah 17,269 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa

konsentrasi ekstrak daun bambu kuning yang optimum dalam membunuh

larva Culex sp sebanyak 50% dari jumlah populai dalam kurun waktu 12

jam yaitu 17,269 ppm.

Tabel 4.5 Data mortalitas larva Culex sp. pada 24 jam

Konsen

trasi

Jumlah Larva mati Total

Larva

mati

Rata-

rata

larva

mati

Rata-

rata

(%)

Pengulangan

1 2 3 4

90mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

80mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

70mg/L 25 25 25 25 100 25 100%

60mg/L 25 25 22 25 97 24,25 97%

50mg/L 22 18 24 25 89 22,25 89%

0mg/L 0 0 0 0 0 0 0%

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa ekstrak daun bambu

kuning dapat membunuh larva Culex sp dalam waktu 24 jam dengan

y = 0,2433x - 3,8445R² = 0,819

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

Pro

bit

Log ppm

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

49

kematian larva rata-rata sebesar 100% pada konsentrasi 90mg/L, 80mg/L,

dan 70mg/L. Sedangkan pada 60mg/L memiliki rata-rata kematian larva

sebesar 97% dan pada konsentrasi 50mg/L memiliki rata-rata kematian

larva sebesar 89%. Data mortalitas Culex sp yang telah didapatkan

dilanjutkan dengan analisis probit untuk menentukan LC50. Berikut ini

adalah grafik analisis probit LC50 pada mortalitas larva Culex sp selama 24

jam.

Gambar 4.4 Grafik analisis probit mortalitas larva Culex sp pada 24 jam

Keterengan: y = 5 dan x = 1,208

Berdasarkan grafik dan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa

persamaan antara ekstrak daun bambu kuning Dan mortalitas larva Culex

adalah y = 0,052x – 4,097 Sehingga didapatkan nilai LC50 dari data

mortalitas larva Culex sp adalah 16,133 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa

konsentrasi ekstrak daun bambu kuning yang optimum dalam membunuh

larva Culex sp sebanyak 50% dari jumlah populai dalam kurun waktu 24

jam yaitu 16,133 ppm.

Penelitian terkait biolarvasida dengan menggunakan ekstrak dari

tanaman seperti daun terhadap mortalitas larva Aedes aegypti juga telah

y = 0,052x - 4,097R² = 0,9721

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

Pro

bit

Log ppm

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

50

diakukan oleh Kuncoro (2013) yang menggunakan ekstrak daun mara

tunggal (Clusena excavata BURM.F) dan daun zodia (Eodia ridleyi

HOCHR) yang diekstraksi dengan pelarut metanol menggunakan metode

maserasi. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu adanya

pengaruh mortalitas pada larva Culex sp.

Pada pengujian larva Culex sp dengan ekstrak daun mara tunggal

pada konsentrasi terendah yaitu 100 ppm sebesar 3,7% dan semakin

meningkat seiring bertambahnya konsentrasi yaitu 95,5% pada konsentrasi

500 ppm. Dari hasil analisis probit yang dilakukan menunjukan bahwa nilai

LC50 pada penelitian tersebut sebesar 313,3 ppm sedangkan pada pengujian

larva Culex sp dengan ekstrak daun zodia pada konsentrasi terendah yaitu

100 ppm sebesar 3% dan semakin meningkat seiring bertambahnya

konsentrasi yaitu 93,9% pada konsentrasi 500 ppm. Dari hasil analisis probit

yang dilakukan menunjukan bahwa nilai LC50 pada penelitian tersebut

sebesar 5321.083 ppm.

Hasil yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro

(2013) jika dibandingkan dengan penelitian ini dapat dikatakan bahwa

ekstrak daun bambu kuning yang digunakan pada penelitian ini dalam

pengujian larva Aedes aegypti lebih efektif digunakan sebagai larvasida. Hal

ini dikarenakan hasil nilai LC50 yang diperoleh dari penelitian ini lebih

kecil atau lebih sedikit, dimana pada penelitian ini didapatkan nilai LC50

dengan kurun waktu 12 jam sebesar 17,269 ppm, sedangkan pada kurun

waktu 24 jam sebesar 16,133 ppm. sedangkan pada penelitian yang

dilakukan oleh Kuncoro (2013) didapatkan hasil nilai LC50 pada penelitian

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

51

tersebut sebesar 313,3 ppm pada ekstrak daun mara tunggal dan nilai LC50

pada penelitian tersebut sebesar 5321.083 ppm pada ekstrak daun zodia.

4.4 Pengamatan Mikroskopis Tubuh Larva

Pada penelitian ini pengujian larvasida digunakan larva Aedes

aegypti dan Culex sp pada fase instar III. Penggunaan larva instar III pada setiap

pengujian larvasida sesuai dengan pedoman dari World Health Organization

(WHO) tahun 205. Selain itu alasan penggunaan larva instar III juga

dikarenakan pada fase ini secara morfologi larva sudah lebih sempurna

sehingga memiliki pertahanan yang baik, jadi jika terjadi kematian pada larva

dapat dikatakan karena adanya pengaruh dari ekstrak yang ditambahkan

(Kuncoro, 2013).

Hasil pengamatan mikroskopik pada larva Aedes aegypti maupun

Culex sp dapat terlihat bahwa tubuh larva yang diberikan ekstrak daun bambu

kuning terlihat menghitam kemudian menjadi transparan dan hancur. Berbeda

dengan tubuh larva pada kelompok kontrol yang tidak diberikan ekstrak daun

bambu kuning terlihat berwarna cerah (Gambar 4.5).

Gambar 4.5 Hasil pengamatan tubuh larva menggunakan mikroskop stereo. a) larva

normal, b) larva yang di berikan ekstrak daun bambu kuning

(Doumentasi ribadi, 2021)

a b

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

52

Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa

tubuh larva yangdiberikan ekstrak daun bambu kuning mengalami kerusakan

sel. Hampir seluruh bagian tubuh larva terlihat hancur baik kepala, thorax

maupun abdomen. Hal ini dikarenakan adanya kandungan senyawa flavonoid

yang terdapat pada ekstrak daun bambu kuning yang masuk kedalam tubuh

larva melalui sifon yang merupakan bagian dari sistem pernafasan. Pada saat

pengamatan terlihat bahwa setelah pemberian ekstrak daun bambu kuning

gerakan larva yang semula sangat aktif dan cepat menjadi semakin lemah dan

gerakannya sangat lambat.

Senyawa flavonoid yang masuk melalui siphon dapat menyebabkan

gangguan pada sistem syaraf. Senyawa ini menghambat kerja enzim

asetilkolinesterase, sehingga terjadi penumpukan asetilkolin yang berfungsi

untuk mengantarkan impuls dari sel saraf ke sel otot melalui sinaps. Akibatnya

terjadi kekacauan sistem penghantaran impuls yang menyebabkan otot akan

tetap berkontraksi sampai kelelahan, sehingga gerakan larva menjadi lambat

dan selanjutnya terjadi kelumpuhan kelumpuhan pada otot pernapasan sehingga

larva tidak dapat bernafas dan akhirnya mati (Firdhayani dkk, 2014).

Senyawa flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol,

dimana turunan dari senyawa fenol menyebabkan lisis pada sel larva sehingga

meracuni sel dan mengakibatkan kebocoran metabolit essensial, dan fenol akan

merusak sistem kerja sel. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol

dengan ikatan lemah yang segera terurai, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel

dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

53

menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis yang memicu

kematian larva (panghiyangani et al, 2010).

Senyawa fenol mempunyai sifat racun dehidrasi (desicant). Racun

tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena

kehilangan cairan terus menerus. Larva yang terkena racun akan mati karena

kekurangan cairan. Racun kontak adalah larvisida yang masuk ke dalam tubuh

larva melalui kulit, celah/lubang alami pada tubuh (shipon). Larva akan mati

apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan larvisida tersebut. (wahyuni,

2005).

Berdasarkan pengamatan mikroskopis pada Gambar4.7 dapat terlihat

bahwa tubuh larva terlihat transparan setelah pemberian ekstrak daun bambu

kuning. Hal ini dikarenakan pada ekstrak daun bambu kuning juga terdapat

senyawa aktif steroid, dimana senyawa ini dapat berpengaruh pada sistem saraf

pusat dalam memproduksi dan mengeluarkan hormon ekdison dan hormon

jouvenil. Hormon ekdison dan jouvenil bertanggung jawab terhadap pergantian

kulit larva, bila tidak ada dalam haemolimfa maka larva tidak dapat berganti

kulit. Oleh karena itu, larva membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

berubah ke instar berikutnya. (Kristiana et al, 2015). Senyawa ini yang dapat

menyebabkan dinding sel kitin pada tubuh larva menebal, sehingga

pertumbuhan larva akan terganggu dan menyebabkan kematian pada larva

(Diana, 2013).

Selain itu berdasarkan pengamatan secara mikroskopis pada Gambar 4.7

terlihat bahwa bagian abdomen larva yang merupakan tempat sistem

penvcernaan bagi larva juga terlihat hancur setelah pemberian ekstrak daun

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

54

bambu kuning. Hal ini dikarenakan pada ekstrak daun bambu kuning

mengandung senyawa saponin dan juga tanin sebagai racun perut yang dapat

menyerang sistem pencernaan pada larva.

Senyawa tanin dapat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas

enzim protease dalam mengubah asam-asam amino dengan cara membentuk

ikatan kompleks dengan protein pada enzim dan substrat yang dapat

mengakibatkan gangguan pada pencernaan larva dan merusak dinding sel.

Terikatnya enzim protease oleh senyawa tanin megakibatkan terhambatnya

proses metabolisme sehingga larva menjadi kekurangan nutrisi (Ramayanti dan

Febriani, 2016).

Proses penyerapan senyawa kimia tersebut sebagian besar terjadi pada

saluran pencernaan bagian tengah (midgut) yang merupakan organ pencernaan

serangga yang utama. Saluran ini merupakan organ penyerap nutrisi dan sekresi

enzim-enzim pencernaan. Hal ini dikarenakan saluran bagian tengah (midgut)

memiliki struktur yang tidak memiliki kutikula, sementara saluran bagian depan

(foregut) dan saluran akhir (hindgut) memiliki lapisan kutikula. Apabila saluran

pencernaan bagian tengah rusak, aktivitas enzim akan terganggu sehingga

proses pencernaan tidak maksimal hingga mengakibatkan metabolisme tubuh

serangga menjadi tidak terkendali (Ahdiyah, 2015).

Senyawa saponin juga dapat menyerang sistem pencernaan dengan cara

mendenaturasi protein dan enzim di dalam sel. Saponin bisa berdifusi melalui

membran luar serta dinding sel yang rentan kemudian mengikat membran

sitoplasma sehingga memberi gangguan dan mengurangi kestabilan membran

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

55

sel. Kondisi ini membuat sitoplasma bocor keluar dari sel sehingga mengalami

kematian (Ishak, 2019).

Kedua senyawa aktif ini juga memiliki rasa yang pahit dan tajam serta

dapat menyebabkan iritasi lambung pada larva saat masuk dalam saluran

pencernaan larva. Hal ini menyebabkan nafsu makan larva menjadi menurun

yang kemudian mengakibatkan kematian (Waskito dan Cahyati, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan diketahui bahwa

ekstrak daun bambu kuning memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap

mortalitas larva aedes segypti dibandingkan dengan mortalitas larva Culex sp.

Hal ini dikarenakan morfologi dari larva Aedes aegypti memiliki sifon yang

lebih pendek dibandingkan dengan larva Culex sp sehingga tingkat paparan

senyawa dalam ekstrak daun bambu kuning lebih cepat berpengaruh terhadap

larva Aedes aegypti. Perbedaan morfologi pada larva Aedes aegypti dan Culex

sp dapat dilihat pada Gambar 4.6

Gambar 4.6 Perbedaan sifon pada larva Culex sp dan Aedes aegypti

Keterangan: a) larva Culex sp, b) larva Aedes aegypti

(Portunasari dkk, 2016 ; Dokumentasi ribadi, 2021)

Sifon

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

56

Hasil penelitian ini merupakan salah satu dari sekian banyak

kekuasan yang Allah tunjukkan kepada kita dimana Ciptaan-Nya tidak ada yang

sia-sia baik yang ada dilangit dan dibumi, baik yang besar maupun kecil.

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Shad ayat 27:

النار ف و يل ل لذ ين ك ف روام ن الذ ين ك ف روا ظ ن ل ك ذ ط لا ن هم اب و م اب ي و م اخ ل قن االسم اء و ال رض

Artinya: “ Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang

ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah

anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir

itu karena mereka akan masuk neraka”.

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa Allah telah menciptakan

semua ciptaanya memiliki manfaat. Semua yang diciptakan oleh Allah tidak

ada yang sia-sia termasuk salah satunya yaitu tanaman bambu kuning.

Dimana pada penelitian ini daun bambu kuning dapat dimanfaatkan menjadi

biolarvasida untuk pengendalian larva Aedes aegypti dan Culex sp.

Allah berfirman dalam Q.S Al-An’am ayat 99 yang berbunyi:

Artinya : “Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Kami

tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan,

maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang

menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu

butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai tangkai-

tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami

keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak

serupa. Perhatikanlah buahnya pada waktu berbuah, dan

menjadi masak. Sungguh, pada yang demikian itu ada tanda-

tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

57

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa Allah memerintahkan kepada

manusia agar memperhatikan tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam.

Setiap penciptaan Allah pasti memiliki kegunaan, namun semua itu tidak

dijelaskan secara langsung melainkan dapat melalui perumpamaan-

perumpamaan yang tersirat dalam Al-Quran dan kita sebagai manusia yang

diciptakan sebagai makhluk Allah dengan kelebihan untuk berpikir, maka

kita harus mempelajarinya dengan menggunakan ilmu yang kita dapatkan.

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Ankabut ayat 43 yang berbunyi :

Pada ayat diatas diketahui bahwa dalam Al-Quran memberikan

gambaran tentang beberapa perumpamaan yang menjadikan tumbuhan

maupun bagian-bagiannya sebagai obyek penelitian dalam ilmu

pengetahuan. Seperti contohnya penelitian terkait pemanfaatan daun bambu

kuning sebagai biolarvasida. Sebagian orang awam hanya mengetahui

bahwa dari tanaman bambu hanya bagian batang yang bisa digunakan

sebagai bahan perabotan rumah atau kerajinan maupun memanfaatkan

rebung bambu untuk memuat masakan. Namun jarang sekali orang yang

mengetahui bahwa daun bambu juga bisa dimanfaatkan sebagai biolarvasida

dikarenakan kandungan yang terdapat dalam daun bambu melalui rangkaian

proses penelitian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

58

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan

bahwa:

a) Ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) memiliki pengaruh

terhadap mortalitas larva Aedes agypti, dimana ekstrak dengan

konsentrasi 90 mg/L, 80 mg/L dan 70 mg/L terhadap larva Aedes aegypti

memiliki rata-rata presentase mortalitas sebesar 100% dengan nilai

LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar 16,897 ppm, sedangkan pada

kurun waktu 24 jam sebesar 15,086 ppm.

b) Ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) memiliki pengaruh

terhadap mortalitas larva Culex sp, dimana ekstrak dengan konsentrasi

90 mg/L, 80 mg/L dan 70 mg/L memiliki rata-rata presentase mortalitas

sebesar 100% dengan nilai LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar

17,269 ppm, sedangkan pada kurun waktu 24 jam sebesar 16,133 ppm.

c) Ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) memiliki pengaruh

yang lebih besar terhadap kematian larva Aedes aegypti dibandingkan

dengan larva Culex sp, dikarenakan morfologi larva Aedes aegypti

memiliki sifon yang lebih pendek dibandingkan dengan larva Culex sp

sehingga tingkat paparan senyawa dalam ekstrak daun bambu kuning

lebih cepat berpengaruh terhadap larva Aedes aegypti.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

59

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperlukan

penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan ekstrak daun bambu kuning

untuk memberantas larva nyamuk dilapangan dengan menentukan dosis

yang tepat, serta penelitian terhadap spesies larva nyamuk yang lain dengan

jangka waktu pengamatan lebih cepat seperti 4 jam sekali selama 24 jam,

sehingga juga bisa dilakukan analisis LT50 atau Lethal Time 50 jadi dapat

diketahui tingkat mortalitas larva berdasarkan waktu paparan dari

biolarvasida.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

60

DAFTAR PUSTAKA

Ahdiyah I.K.I.P. 2015. Pengaruh Ekstrak Daun Mangkokan (Nothopanax

scutellarium) Sebagai Larvasida Nyamuk Culex sp. Jurnal Sains dan Seni

ITS. 4(2): 2337-3520.

Alves, A.C.L., Silva, T.L.D., Azevedo, F.R.D., Candido, E.L., Virgulino, R.R.,

Costa, C.E.T.L and J.V. Freitosa. Larvacidal Activity In Vivo of Ethanolic

and Aqueous Extracts From Moringa (Moringa oleifera Lam.) on Aedes

aegypti L. (Diptera: Culicidae). Journal of Agricultural Science. 11(8): 129-

137

Anggraini, N. 2018. Efektivitas Kulit Buah Rambutan(Nephelium lappaceum L.)

sebagai Larvasida Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi.

Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung.

Anigboro, A.A. 2018.Antimalarial Efficacy and Chempreventive Capacity of

Bamboo Leaf (Bambusa vulgaris) in Malaria Parasitized Mice. Journal

Appl Science Environ Manage. 22(7): 1141-1145.

Arifianti, L., Oktariana, R.D dan I. Kusumawati. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut

Pengekstraksi Terhadap Kadar Sinensetin DalamEkstrak Daun Orthosiphon

stamineus Benth. E-Journal Planta Husada. 2(1): 1-4

Arifin, B dan S. Ibrahim. 2018. Struktur, Bioaktivitas dan Antioksidan Flavonoid.

Jurnal Zarah. 6(1): 21-29

Arinasa, I.B.K dan I.N. Peneng. 2013. Jenis-jenis Bambu di Bali dan Potensinya.

LIPI Press, Jakarta.

Arsad, E. 2015. Teknologi Pengolahan dan Mafaat Bambu. Jurnal Riset Industri

Hasil Hutan. 7(1): 45-52

Baranitharan, M., Dhanasekaran, S., Kovendan, K., Murugan, K., Gokulakrishnan

and G. Benelli. 2017. Coleus Aromaticus Leaf Extract Fractions: A Source

of Novel Ovicides, Larvacides and Repellents Against Anopheles, Aedes

dan Culex Mosquito Vectors. Process Safety and Envirinmental Protection.

106: 23-33

Cania, E dan E. Setyaningrum. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Larvasida Ekstrak

Daun Legundi (Vitex trifolia) Terhadap Larva Aedes aegypti.Medical

Journal of Lampung University. 2(4): 52-60

Cao, H.Q., Yue, y.D., Peng, Z.H., Hua, R.M and F. Tang. 2004. Evaluation of

Extracts From Bamboo For Biological Activity Against Culex pipiens

pallens. Entomologia Sinica. 11(4): 267-273

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

61

Daryatmo, J dan B. P. Widiarso. 2016. Abortus dan Perubahan Anatomi Uterus

Pada Kelinci Bunting yang Diberi Infisa Daun Bambu (Bambusa vulgaris).

Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu. Sekolah

Tinggi PenyuluhanPertanian, Magelang.

Diana, L. 2013. Efektivitas Minyak Atsiri Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia.

Swingle) Terhadap Mortalitas Larva Aedes Aegypti L. Intisar III. Fakultas

Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda, Aceh.

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

Frihantini, N., Linda, R., Mukarlina. 2015. Potensi Ekstrak Daun bambu Apus

(Gigantochloa apus Kurz) Sebagai Bioherbisida Penghambat

Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Gulma Rumput Grinting (Cynodon

dactylon (L.) Pers). Protobiont. 4(2): 77-83

Gama, Z. P., Yanuwiadi, B dan T. H. Kuniati. 2010. Strategi Pemberantasan

Nyamuk Aman Lingkungan: Potensi Bacillus thuringiensisi Isolat Madura

Sebagai Musuh Alami Nyamuk Aedes agypti. Jurnal Pembangunan dan

Alami Lestari. 1(1): 1-10

Global Pest. 2013. Pengetahuan Dasar Tentang Hama Nyamuk [Serial Online].

Diakses 29 Februari 2016. http://globalpest.is,com/layanan-jasa-

penanggulanganhama/pestcontrol/pembasminyamuk-dbd.

Hadi, H.M., Tarwotjo dan R. Rahardjan. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Graha

Ilmu, Yogyakarta.

Hadjar, N., Pujirahayu, N., E. Fitriono. 2017. Keragaman Jenis Bambu (Bambusa

sp.) Di Kawasan Tahura Nipa-nipa Kelurahan Mangga Dua. Ecogreen. 3(1):

9-16

Hagerman, A.E and L.G.Butler. 1989. Choosing Appropriate methods and

Standards For Assaying Tannin. Journal of Chemical Ecology. 15(6): 1795-

1810

Hammado, N dan I. Illing. 2013. Identifikasi Senyawa Bahan Aktif Alkaloid pada

Tanaman Lahuna (Eupatorium odoratum). Jurnal Dinamika. 4(2): 1-18

Haralampidis, k., Trojanowska, M and A.E. Osbourn. Biosynthesis of Triterpenoid

Saponin In Plants. Adv Biochem Eng Biotechnol. 75: 31-49

Hayati, E.K., Fasyah, A.G dan L. Sa’adah. 2010. Fraksinasi dan Identifikasi

Senyawa Tanin PadaDaun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Jurnal

kimia. 4(2): 193-200

Hemalatha, P., Elumalai, D., Janaki. A., Babu, M., Velu, K., Velayutham, K and

Patheri Kunyil. 2015. Larvicidal Activity of Lantana Camara aculeata

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

62

Againts Three Important Mosquito Species. Journal of Entomology and

Zoology Studies. 3(1): 174-181

Ishak, N.I dan K. Chandra. 2019. Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Limau Kuit (Citrus

amblycarpa) sebagai Larvasida Aedes aegypti Instar III. Jurnal MKMI.

15(3): 302-310

Janowsky, L., Lira, S.P.D., Tanaka, F.A.O., Jankowsky, I.P and J.O. Brito. 2018.

Antimcrobial Activity of The methanolic Fraction of Bamboo Pyroligneous

Liquor. Journal of Pharmacy and Pharmacology. 6: 924-934

Kaleeswaran, G., Firake, D.M., Sanjukta, R., Behere, G.T and S.V. Ngachan. 2018.

Bamboo-Leaf Prickly Ash Extract: A Potential Bio-pesticide Against

Oriental Leaf Worm, Spodoptera litura (Fabricius) (Lepidoptera:

Noctuidae). Journal of Environmental Management. 208: 46-55

Kementerian Kesehatan. 2019. Profil Kesehatan Indonesi 2018. Kementerian

Kesehatan, Jakarta.

Kovendan, K., Mrugan, K., Shanthakumar, S.P., Vincent, S and J.S. Hwang. 2012.

Larvicidal Activity of Morinda citrifolia L. (Noni) (Family: Rubiaceae)

Leaf Extract Against Anopheles stephensi, Culex quinquefasciatus, and

Aedes aegypti. Parasitology Research. 111(4): 1481-90

Kristiana, i.D., Ratnasari, E dan T. Haryono. 2015. Pengaruh Estrak Daun Bintaro

(Cerbera odollam) terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti.

Lentera Bio. 4(2): 131-135

Kristin, F. 2016. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Ditinjau

Dari Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD. Scholaria. 6(2): 74-79

Kuncoro, H. 2013. Aktivitas Larvasida Ekstrak Daun Tumbuhan Mara Tunggal

(Clausena excavata BURM,F) dan Daun Zodia (Euodia ridleyi HOCHR)

terhadap larva Culex sp. J Trop Pharm Chem. 2(2): 91-99

Kusumastuti, N. H. 2014. Penggunaan Insektisida Rumah Tangga Antinyamuk Di

desa Pangandaran Kabupaten Pangandaran. Widyariset. 17(3): 417-424

Lailatul, L.K., Kadarohman, A dan R. Eko. 2010. Efektivitas Biolarvasida Ekstrak

Etanol Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides)

Terhadap larva Nyamuk Aedes aegypti, Culex sp. dan Anopheles sundaicus.

Jurnal Sains dan Teknologi. 1(1): 59-65

Li, S. 2014. Transcriptional Control of Flavonooid Biosynthesis. Plant Signaling &

Behavior. 9(1): 1-7

Liliana, L. 2019. DBD di Indonesia hingga Februari 2019 mencapai 16.692 kasus.

Diakses pada 20 Februari 2019. <http:/www.kompasiana.com.>

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

63

Mamay., Sulhan, M.H dan S.S. Nurjanah. 2020. Analisis Kadar Polifenol Total

Pada Daun Muda, Tua dan Sangat Tua Bambu Surat (Gigantochloa

pseudoarundianaceae). Seminar Nasional Kesehatan. STIKES Rumah

Sakit Anwar Medika, Garut.

Manimegalai, K dan S. Sukanya. 2014. Biology of The Filarial Vector Culex

quinquefasciatus (Diptera: Culicidae). Int J Curr Microbiol App Sci. 3(4):

73-78

Marini., Ni’mah, T., Mahdalena, V., Komariah, R.H dan H. Sitorus. 2018. Potensi

Ekstrak Daun Marigold (Tagetes erecta L.) sebagai Lrvasida terhadap Larva

Aedes aegypti di Laboratorium. Jurnal Vektor Penyakit. 12(2): 109-114

Muflihati, Y.A. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Kandungan Kimia Bioatif dari Biji

Duku (Lansium domesticum Corr). J Penelit Univ Tanjungpura. X(2: 70-86

Mukhsar. 2009. Modifikasi Persamaan Logistik Pada Simulasi Laju Pertumbuhan

Nyamuk Aedes aegypti. JIMT. 6(1): 20-32

Murtado, A dan D. Setyati. 2015. Inventarisasi Bambu di Kelurahan Antirogo

Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Jurnal Ilmu Dasar. 15(2): 115-

121

Musa, N., Susityaningsih, Y.C dan E.A. Widjaja. 1989. Morfologi, Anatomi dan

Taksonomi Bambusa vulgaris Koleksi Kebun Raya Bogor. Floribunda.

1(2): 45-48

Myers, P., Espinosa, R., Parr, C. S., Jones, T.,Hammond and T. A. Dewey. 2020

The Animal Diversity Web (Online). <https://animaldiiversity.org.>

Nadifah, F., Nuryati, A dan N. Irawati. 2014. Daya Larvasida Ekstrak Daun

Kemangi (Ocimum citriodorum) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti.

Jurnal Kesehatan Gubayo. 1: 55-59

Nelson, M. J. 1086. Aedes aegypti: Biology and Ecology. PAN American Health

Organzation, USA.

Novitasari, A. 2015. Pengaruh Ekstrak Daun Bambu Tali (Gigantochloa apus

(Schult. & Shult. F.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Mencit

Jantan BALB-C (Mus musculus L.) Hiperurisemia dan Pemanfaatannya

Sebagai Karya Ilmiah Populer. Skripsi. Universitas Jember, Jember.

Nugroho, A.D. 2013. Perbedaan Jumlah Kematian Larva Aedes aegypti Setelah

Pemberian Abate Dibandingkan dengan Pemberian Serbuk Serai

(Andropogon nardus). Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Panghiyni, R., Isnaini dan D.T. Suarnella. 2010. Aktivitas Lavasida Atsiri impang

Kunyit Putih 9Curcuma zedoaria) terhadap larva Aedes aegypti. Majalah

kedokteran FK UKI. XXVII(3): 108-113

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

64

Parida, S.S. 2012. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes aegypti dan Pelaksanaan 3M

Plus dengan Kejadian Penyakit DBD di Lingkungan XVIII Kelurahan

Binjai Kota Medan Tahun 2012. Skripsi. Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Persulessy, E. R., Lembang, F. K dan H. Djidin. 2016. Penilaian Cara Mengajar

Menggunakan Rancangan Acak lengkap (Studi Kasus: Jurusan Matematika

FMIPA UNPATTI). Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan. 10(1): 9-16

Portunasari, W.D., Kusmintarsih, E.S dan E. Riwidiharso. 2016. Survei Nyamuk

Culex spp. Sebagai Vektor Filariasis di Desa Cisayong, Kecamatan

Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Biosfera. 33(3): 142-146

Prasetyowati, H. 2007. Kehidupan Nyamuk Culex. Litbang P2B2 Ciamis

Balitbanges. II(02): 19-21

Pratiwi, A. 2013. Studi Deskriptif Penerimaan Masyarakat Terhadap Larvasida

Alami. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Pratt, H. D and A. S. Kidwell. 1969. Eggs of Mosquitoes Found In Aedes aegypti

Oviposition Traps. Mosquito News. 29(4): 545-548

Qutb, S. 2004. Tafsir fi Zilatil Qur’an. Gema Insani, Jakarta.

Rahayu, D. F dan A. Ustiawan. 2013. Identifikasi Aedes agypti dan Aedes

albopictus. Balaba. 9(1): 7-10

Ramayanti, I dan R. Febriani. 2016. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Pepaya

(Carica papaya Linn) terhadap Larva Aedes aegypti. Syifa Medika. 6(2): 79-

88

Ravikumar, S., Inbaneson, S.J and P. Suganthi. 2012. In Vitro Antiplasmoid

Activity of Ethanolic Extracts of South Indian Medicinal Plants Againts

Plasmodium falciparum. Asian Pacific Journal of Tropical Disease. 180-

183

Refai., Hermansyah, H dan d. A. B. Naue. 2013. Uji Efektifitas Biolarvasida

Ekstrak Daun Papaya (Carica papaya L) Terhadap Kematian Larva Instar

III Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Kesehatan. 1(11): 91-99

Rini, D.S., Wulandari, F.T dan I.M.L. Aji. 2017. Studi Jenis dan Sebaran Bambu di

Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru. Jurnal

Sangkareang Mataram. 3(4): 37-41

Rosmayanti, K.2014. uji Efektivitas Ekstrak Biji Sirsak (Anona muricata L)

Sebagai Larvasida Pada Larva Aedes aegypti Instar III/IV. Skripsi.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

65

Setiawan., Koerniasari., Ngadino and S.A. Sudjarwo. 2017. Bioinsecticide Effect

of Pinus merkusii Tree Bark Extract on Aedes aaegypti Larvae. Journal

Young Pharm. 9(1): 127-130

Sivanathan, M.M.A.P. 2006. The Ecology and Biology of Aedes aegypti (L.) and

Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae) and The Resistance Status of

Aedes albopictus (Field Strain) Against Organophosphates In Penang

Malaysia. Thesis. Malaysia

Suharno, Z dan A. Sutanto. 2017. Identifikasi Jenis Kontainer dan Morfologi

Nyamuk Aedes sp. di Lingkungan SD Aisyiah Kecamatan Metro Selatan

Kota Metro. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan. Universitas

Muhammadiyah Metro, Lampung.

Sujarwanto, A dan S. Zen. 2020. Identifikasi Jenis dan Potensi Bambu (Bambusa

sp.) Sebagai Senyawa Antimalaria. BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan

Biologi. 11(2): 131-151

Sun, H.X., Xie, Y and P. Ye. 2009. Advances In Saponin-based Adjuvants.

Vaccine. 27: 1787-1796

Sutanto I, Is S I, Pudji KS, dan Saleha S. 2008. Parasitologi Kedokteran. Edisi

keempat. FKUI Press, Jakarta.

Tian-yang., Wang., Li, Q dan K. Bi. 2018. Bioactive Flavonoids In Medicinal

Plants: Structure, Activity and Biological Fateasian. Journal of

pharmaceutical Sciences. 13: 12-23

Toan,N.P., Xuan, T.D., Ha, P.T.T., Anh,A.T.T and T.D. Khanh. 2018. Inhibitory

Effects of Bamboo Leaf On The Growth of Pyrucularia grisea. Journal

Agriculture. 8(92): 1-8

Valiant, M., Sylvia, S dan Susy, T. 2010. Efek Infusa Daun Pepaya (Carica papaya

L.) terhadap Larva Nyamuk Culex sp. JM. 9(2): 155-160

Vidya, D. C. K. 2019. Aktivitas Larvasida Minyak Atsiri Umbi Rumput Teki

(Cyperus rotundus Linn) Terhadap Larva Nyamuk Anopheles aconitus.

Skripsi. Universitas Setia Budi, Surakarta.

Wahyuni, D. 2016. Toksisitas Ekstrak Tanaman Sebagai Bagan Dasar Biopestisida

Baru Pembasmi Larva Nyamuk Aedes aegypti (Ekstrak Daun Sirih, Ekstrak

Biji Pepaya dan Ekstrak Biji Srikayay) Berdasarkan Hasil Penelitian.

Media Nusa Creative, Malang.

Wahyuni, S. 2005. Daya Bunuh Ekstrak Serai (Andropogen nardus) terhadap

Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

66

Waskito, P.E dan W.H. Cahyati. 2018. Efektivitas Granul Daun Salam (Eugenia

polyantha Wight) Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes aegypti. Spirakel.

10(1): 12-20

World Health Organization. 2005. Guidelines For Laboratory and FieldTesting of

MosquitoLavacides.<https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/6910

1/WHOCDS_WHOPES_GCDPP_2005.13.pdf?sequence=1&isAllowed=y

>

Widawati, M dan H. Prasetyowati. 2013. Efektivitas Ekstrak Buah Beta vulgaris L.

(Buah Bit) dengan Berbagai Fraksi Pelarut Terhadap Mortalitas Larva

Aedes aegypti. Aspirator. 5(1): 23-29Wuri, D.A., Almet, J dan F.A. Jedaut.

2019. Jenis dan Morfologi Vektor Filarisasi Asal Kabupaten Malaka.

Prosiding Seminar Nasional VII Fakultas kedokteran Hewan. Universitas

Nusa Cendana, Kupang.

Widiarti, A. 2013. Pengusahaan Rebung Bambu Oleh Masyarakat, Studi Kasus Di

Kabupaten Demak Dan Wonosobo. Jurnal penelitian hutan dan konservasi

Alam, 10(1), 51-61.

Widjaja, E.A. 2001. Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Biologi LIPI Bogor, Indonesia.

Wirawan, I.G.K.O., Nurcahyo, W., Prastowo, J dan Kurniasih. 2017. Daya

Larvasida Ekstrak Daun Muda Kedondong Hutan Terhadap Haemonchus

contortus Secara In-vitro. Jurnal Veteriner. 18(2): 283-288

Wuri, D.A., Almer, J dan F.A. Jedaut. 2019. Jenis dan Morfologi Vektor Filariasis

Asal Kabupaten Malaka. Prosiding Seminar Nasional Faultas Kedoteran

Hewan. Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Yanda., Imarta, M.m., Nurdin, H dan A. Santosi. 2013. Isolasi dan Karakterisasi

Senyawa Fenolik dan Uji Antioksidan dari EkstrakDaun Bambu

(Dendrocalamus asper). Jurnal Kimia Universitas Andalas. 2(2): 51-55