58
10 ULTIMAGZ Perkembangan dan Potensi Film Nusantara P•10 Lebih Mandiri Satu Tingkat Lagi P•14 Bersilat dari Garut sampai Hollywood P•20 Merebaknya Karya sejak ‘Gambar Hidoep’ P•6 MARET 2016 FILM NUSANTARA

ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Eksistensi karya anak bangsa perlu dipertahankan. Tidak hanya dukungan yang diperlukan, namun juga kreativitas dan kemampuan yang mumpuni. Hal ini dilakukan seiring dengan berkembangnya film lokal yang mulai meramaikan bioskop tanah air. Sebentar lagi, Indonesia akan merayakan Hari Film Nasional yang jatuh pada 30 Maret. Dalam edisi kali ini, Ultimagz memberikan informasi untuk bersama-sama bangga atas prestasi dan keindahan film nusantara.

Citation preview

Page 1: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

IU L T I M A G Z

10 ULTIMAGZPerkembangan dan Potensi Film Nusantara P•10

Lebih Mandiri Satu Tingkat Lagi P•14

Bersilat dari Garut sampai Hollywood P•20

Merebaknya Karya sejak ‘Gambar Hidoep’ P•6

MARET • 2016 • FILM NUSANTARA

Page 2: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

II U L T I M A G Z

SELAMATTAHUN BARU!

Page 3: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

I I IU L T I M A G Z

Alamat Redaksi dan PerusahaanGedung Universitas Multimedia Nusantara, B613Jl. Scientia Boulevard Gading SerpongTangerang - Banten

[email protected]@ultimagzultimagzwww.ultimagz.com

Redaksi Ultimagz menerima kiriman artikel sebanyak 600-1000 kata disertai dengan foto. Kirim ke [email protected] dengan subjek Kontributor. Jangan lupa sertai identitas lengkap.

DESAIN COVERY.C Yuditya Halim

PENERBIT

BOARD

Pelindung Ninok Leksono

Dewan Redaksi Bertha Sri EkoAmbang Priyonggo

EDITORIAL

Pemimpin UmumFirqha Andjani

Pemimpin Redaksi Lani Diana

Redaktur Pelaksana CetakAnnisa Meidiana

Redaktur Pelaksana OnlineAlif Gusti Mahardika

Redaktur FotoAnthony Dennis P. Tumiwa

Sekretaris Redaksi Aydina Chandra

Editor Annisa MeidianaAlif Gusti MahardikaPetrus Tomy WijanarkoLani Diana

Reporter Christian K. YangElisabethEvan Andraws LatiefJosephine ValenciaNatalia SetiawanNathania PessakRichard Joe SunartaValerie DanteAbram Christian ManafeAnaluna Djousie B. M.Christoforus RistiantoKezia Maharani Sutikno Monica Devi KristiadiPetrus Tomy WijanarkoRosa CindySelvianaStephani Laurensia

Keuangan Cintya Ladyana

Fotografer Gustama Pandu

Cindy GaniPricillia Tania Evelyn LeoAditya BhagasBenedict WiyanjayaDebora DarmawanIgnatia M. AdelineAngelina Rosalin

OPERATIONAL MANAGER

Gregorius Aryodamar P.

WEB MAINTENANCE

Rizka Hasnita (Editor)Robertus PajajakngKevin AlexanderRudiyanto

DESAIN VISUAL

Y.C. Yudiya Halim (Editor)Cantika A.S.Kevin Calviadi PrijatnaPricilla JessicaBryan ArfiandyIsmi UlfahLaetitia CaeliAngela Grace TanamasJeremias RamaLoren ChristianNadya ChandraRachel Ariella DISTRIBUTION & MARKETING

Pemimpin Perusahaan Silsa Dea

MarketingCintya LadyanaMonica PratiwiVincentius HendrianFelicia AriesandiNovia Puspa SariNurul NuraidaTannisa Hadiwijaya

Media PartnerNurul NuraidaRafael RyandikaRinda HaddadeTheresia Livinka

Public RelationsTheofilus Ifan Sucipto

Lani Diana Pemimpin Redaksi

KEMBANGKAN KREATIVITAS DALAM DIRI SINEAS

Pada 1 Februari 2016, Harian Kompas memberitakan tentang revisi UU Perfilman Nomor 33 Tahun 2009. Undang-undang tersebut dirasa sudah tidak lagi memiliki relevansi dengan perkembangan film Indonesia saat ini. Oleh karena itu, setiap masalah terkait dengan film nusantara perlu diperjelas dan diselesaikan demi mencegah hal buruk yang mungkin terjadi. Tujuannya agar tidak menghambat para sineas untuk berkarya di negeri sendiri.

Meski demikian, sineas Indonesia tak menyerah untuk menghasilkan karya yang berkualitas. Hal itu dapat dibuktikan dengan eksistensi film Indonesia di kancah internasional. Sebut saja film A Copy of My Mind karya Joko Anwar merupakan salah satu film nusantara yang patut diapresiasi berkat prestasi dan penghargaan yang diperoleh.

Film ini telah diputar di Venice International Film Festival, Toronto International Film Festival, dan Busan Internasional Film Festival. Selain itu, The Raid yang disutradarai oleh Gareth Evans pun pernah dipamerkan dalam beberap ajang festival film internasional dan meraih The Cadillac People’s Choice Midnight Madness Award, TIFF 2011.

Film Indonesia juga mengalami peningkatan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan data yang dilansir filmindonesia.or.id, terdapat 109 temuan film pada 2013, 113 temuan pada 2014, dan 120 temuan pada 2015.

Karya tersebut disajikan dengan konsep yang berbeda-beda. Penyampaian pesan pun tersalurkan melalui karya visual yang dibalut oleh kreativitas anak bangsa. Untuk membuat film, imajinasi para sineas juga diperlukan agar menghasilkan karya yang bercerita dan berbeda. Selain itu, kemampuan dalam hal visual dan kepekaan menilai karya artistik pun perlu dimiliki. Bahkan, Joko Anwar mengatakan bahwa seorang sutradara harus memiliki pemahaman bagaimana mengoperasikan kamera. Hal itu agar pembuatan film dapat berjalan baik dan mampu menciptakan konsep yang dekat dengan kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, kreativitas dalam diri seorang sineas merupakan salah satu kunci untuk membuat perfilman Indonesia berkembang. Tidak hanya itu, penguasaan dalam segala aspek yang berhubungan dengan film pun harus dimiliki dan dikembangkan setiap waktu.

Page 4: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

IV U L T I M A G Z

CONTENTS — Maret 2016

illustration by Bryan Arfiandy

01 SURAT PEMBACA

02 - 03 ALMANAC

04 - 05 EVENTS CALENDAR

06 - 09 COVER STORY Merebaknya Karya sejak ‘Gambar Hidoep’

10 - 13 INFO INDONESIA Perkembangan dan Potensi Film Nusantara

14 - 17 INFO KAMPUS Lebih Mandiri Satu Tingkat Lagi

18 - 19 WAWANCARA Sudah Siap Jalani Prodi Baru

20 - 21 SOSOK EKSTERNAL Bersilat dari Garut sampai Hollywood

22 - 23 SOSOK INTERNAL Mengulik Minat dan Suarakan Kritik 24 - 25 OPINI EKSTERNAL Menjaga Ingatan Lewat Pita Seluloid

26 - 27 OPINI INTERNAL Indie sebagai Kebebasan Mengeksplorasi Film

28 - 29 CHIT-CHAT Film Nusantara, Katanya...

30 - 31 MUSIK Mimpi Laskar Pelangi dalam Balutan Film

32 - 33 OLAHRAGA Sepak Bola Dibalik Sebuah Film

34 - 35 REVIEW Replika Kehidupan Indonesia Masa Kini

36 - 39 CERPEN Secangkir Cinta di Filosofi Kopi

40 - 43 EVENT Kolaborasi Apik Indonesia dan Jepang

44 - 45 SUSIS Mengubah Diri, Tunjukkan Mutu sebagai Mahasiswa

46 - 49 TEKNOLOGI Ajak Manusia untuk Lebih Modern

50 - 51 SNAPSHOTS

52 WHAT’S NEXT

Page 5: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

1U L T I M A G Z

Julistania Arnando – Jurnalistik 2014

Sejauh ini, menurut saya ULTIMAGZ sudah menjadi majalah kampus yang oke dengan konten yang bagus dan penulisan menarik yang mampu memikat mahasiswa untuk membaca ULTIMAGZ. Namun, tolong perbaiki lagi kualitas gambar yang terkadang pecah, baik di edisi PDF maupun cetak yang mengganggu, padahal isi bacaan sudah baik. Akan lebih baik jika dicek kembali resolusinya agar tidak timpang dengan bacaan yang sudah menarik. Sukses buat ULTIMAGZ!

Terima kasih untuk kritik serta komentarnya, Julistania. Ke depannya kami akan memperbaiki tidak hanya pada kualitas gambar, tetapi juga kualitas tulisan. Tetap pantau perkembangan ULTIMAGZ, ya. Salam deadline!

Stefina Chintara – Desain Interior Universitas Bina Nusantara 2014

Suka banget sama desainnya ULTIMAGZ! Meskipun ULTIMAGZ adalah majalah internal kampus, tapi kontennya punya kualitas yang baik untuk dibaca kalangan eksternal kampus. Keep up the good work!

Senang sekali ULTIMAGZ dapat dibaca oleh mahasiswa di luar UMN. Nantikan edisi-edisi ULTIMAGZ selanjutnya, Stefina. Salam deadline!

Richard Christofer – Manajemen 2014

Sebagai pers kampus UMN, saya rasa ULTIMAGZ sudah baik karena mengangkat topik-topik seputar kampus maupun luar kampus yang dekat dengan kehidupan remaja dan mahasiswa. Ditunggu edisi Maret-nya.

Terima kasih telah menjadi pembaca setia ULTIMAGZ, Richard. Kami akan terus berusaha meningkatkan kualitas dan menjadi pers yang dekat dengan mahasiswa serta membahas isu di dalam kampus. Salam deadline!

Gabriella Stephanie – Public Relations 2014

Membaca ULTIMAGZ membuat saya jadi up-to-date, mulai dari topik-topik dalam kampus sampai di luar kampus. Desain dan template ULTIMAGZ juga bagus, membuat saya tertarik untuk membuka majalahnya begitu melihat cover. Semangat dan sukses, ULTIMAGZ.

Terima kasih untuk komentar mengenai desain dan konten ULTIMAGZ, Gabriella. Jangan lupa ajak teman-teman lainnya untuk membaca ULTIMAGZ, ya. Salam deadline!

SURATPEMBACA

Page 6: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

2 U L T I M A G Z

ALMANACNote-worthy moments of a month past

Kecelakaan Garuda Indonesia GA-200

Kecelakaan pesawat Garuda Indonesia penerbangan GA-200 jurusan

Jakarta-Yogyakarta terjadi sembilan tahun yang lalu. Pesawat ini terperosok

dan meledak ketika melakukan pendaratan di Bandar Udara Adi Sutjipto

Yogyakarta pada 7 Maret 2007, tepatnya pukul 06.55 WIB. Kecelakaan

ini disebabkan ban depan yang meledak saat pendaratan dan memicu

api yang menjalar hingga ke badan pesawat. Akibatnya, badan pesawat

terbelah secara memanjang dan satu sayap pesawat pecah terbelah.

Kecelakaan ini memakan korban jiwa setidaknya 21 penumpang dan

satu awak pesawat. Beberapa tokoh Indonesia juga berada di pesawat

tersebut. Mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta

Kusnadi Hardjo Sumantri meninggal dunia, sedangkan Ketua Umum

PP Muhammadiyah Dien Syamsuddin dan kriminolog Adrianus Meliala

mengalami luka.

Berdasarkan penyelidikan diketahui bahwa penyebab awal kecelakaan

ini adalah flap pesawat yang tidak dikembangkan untuk pendaratan.

Selain itu, kecepatan pesawat lebih tinggi 60% dari yang seharusnya.

Pilot yang bertanggung jawab saat itu, Marwoto Komar dilaporkan

karena tidak menghiraukan alarm tanda bahaya pesawat yang berbunyi

sebanyak 15 kali.

Komar akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas kecelakaan pesawat

Garuda Indonesia GA-200 ini. Ia menjadi pilot pertama yang dijatuhi

vonis pengadilan, yakni dua tahun penjara. Penahanan Komar ini sempat

menuai kecaman oleh Federasi Pilot Indonesia dan Federasi Internasional

Asosiasi Pilot Penerbangan karena dianggap menyalahi aturan ICAO.

Syuting Pertama Film Darah dan Doa

Film Darah dan Doa mempunyai arti penting bagi dunia perfilman

Indonesia. Darah dan Doa merupakan film pertama Indonesia yang

diproduksi setelah Indonesia resmi menjadi negara pada 1950. Syuting

pertama dilaksanakan pada 30 Maret dan kemudian diakui secara resmi

oleh B.J Habibie (saat ia masih menjabat sebagai presiden) sebagai Hari

Film Nasional berdasarkan Keppres Nomor 25/1999. Kopi 35 mm/VHS

Darah dan Doa dapat diakses melalui Koleksi Sinematek Indonesia.

Film karya Usmar Ismail ini menceritakan tentang perjalanan panjang

prajurit Indonesia dari Yogyakarta menuju pangkalannya kembali di Jawa

Barat. Rombongan prajurit ini dipimpin oleh Kapten Sudarto (Del Juzar).

Sudarto dalam perjalanannya tidak hanya dihadapkan pada serangan

dari Belanda, tetapi juga kemelut kisah cinta dengan dua orang gadis.

Padahal, ia sudah beristri.

Film yang diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini)

ini tidak membingkai Sudarto sebagai pahlawan, melainkan seorang

manusia yang dihadapkan pada keraguan dan ketakutan. Skenario Darah

dan Doa dibuat oleh seorang penyair bernama Sitor Situmorang. Di luar

negeri, film ini lebih dikenal dengan judul Long March atau Blood and Prayer.

Page 7: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

3U L T I M A G Z

by Stephani Laurensia

Maret2016

Satelit Palapa A2 Diluncurkan

Satelit Palapa A2 adalah satelit komunikasi milik Indonesia dan

dioperasikan oleh Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel). Satelit

ini diluncurkan pada 10 Maret 1977 dengan menggunakan roket Delta 2914

dan beroperasi di orbit 77 BT sejak 11 Maret 1977 hingga Januari tahun

1988, empat tahun melewati masa operasional yang direncanakan. Satelit

ini dibangun oleh Hughes ini merupakan satu dari dua Satelit Palapa

generasi A dan memiliki desain HS-333.

Awalnya, pemerintah Indonesia memulai program Satelit Palapa A

saat memberikan kontrak terpisah pada Boeing Satellite Systems dari

Amerika serikat. Hal itu untuk menyediakan 10 stasiun yang terdiri dari

sembilan stasiun bumi serta satu stasiun kontrol utama untuk Palapa

A1 dan Palapa A2.

Pembangunan 10 stasiun ini merupakan salah satu pembangunan tercepat

yang dilakukan oleh Boeing, yakni dalam jangka waktu 17 bulan. Satelit

Palapa A2 ini dijadikan sebagai cadangan untuk siap beroperasi, apabila

satelit Palapa A1 gagal atau tidak dapat mengakomodasi permintaan pasar.

Satelit Palapa generasi A ini didesain dan dibangun secara khusus agar

mampu mengonsentrasikan kekuatan sinyalnya pada seluruh wilayah

kepulauan di Indonesia, terutama pulau-pulau utama dan juga negara-

negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand. Satelit

Palapa A2 diluncurkan dari Kennedy Space Center, Tanjung Canaveral,

Amerika Serikat.

Jalan Tol Jagorawi Diresmikan

Jalan tol Jagorawi merupakan jalan tol atau jalan bebas hambatan

pertama di Indonesia. Jagorawi sendiri merupakan singkatan dari Jakarta,

Bogor, dan Ciawi. Tol Jagorawi menghubungkan tiga kota tersebut dan

melintasi Jakarta Timur, Depok, Kabupaten dan Kota Bogor.

Jalan tol yang kurang lebih memiliki panjang 46 kilometer ini mulai

dibangun pada 1973 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto 9 Maret 1978.

Saat diresmikan, hanya ruas Jakarta-Citeureup yang sudah siap dilalui

oleh pengendara roda empat. Biaya yang dihabiskan untuk membangun

jalan tol ini mencapai 350 juga rupiah per kilometer.

Ketika masih dalam tahap pembangunan, status awal tol Jagorawi

hanya jalan penghubung Jakarta-Bogor. Selesai dibangun pada 1978,

pemerintah berencana agar biaya pengoperasian dan pemeliharaan

ruas jalan dapat dilakukan secara mandiri tanpa membebani anggaran

pemerintah. Oleh karena itu, Menteri Pekerjaan Umum pada masa itu

Sutami mengusulkan agar jalan Jakarta-Bogor dijadikan sebagai jalan

tol. Pendanaan berasal dari APBN dan pinjaman luar negeri, sedangkan

pengelolaan diberikan kepada PT Jasa Marga.

Hingga kini ruas tol Jagorawi telah dilebarkan menjadi empat lajur

dari Jakarta hingga Sentul Selatan, tiga lajur dari Sentul Selatan sampai

Bogor, dan dua lajur untuk Bogor hingga Ciawi.

Page 8: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

4 U L T I M A G Z

EVENTSCALENDAR

04- 06

Java Jazz Festival 2016

— Maret 2016

Page 9: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

5U L T I M A G Z

E V E N T S C A L E N D A R

11 Hari Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)

9 Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1938 10 Hari Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi)

24 Peringatan Bandung Lautan Api

25 Jumat Agung - Wafatnya Yesus Kristus 29 Hari Filateli (Perangko) Indonesia 30 Hari Film Nasional

8 Hari Perempuan Internasional

22 Hari Air Sedunia

Page 10: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

6 U L T I M A G Z

Page 11: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

7U L T I M A G Z

PRODUK BUDAYA POPULER yang berkembang di masyarakat

Indonesia salah satunya terlahir dari karya berbentuk film. Jika

membandingkan antara jenis film lokal dengan garapan luar

negeri, tidak ada perbedaan yang signifikan. Hanya saja konten

cerita, pemain, dan penggunaan bahasa disuguhkan dengan

cara berbeda, meski shooting mungkin saja dilakukan di lokasi

yang sama.

Dengan demikian, ciri khas film Indonesia tentunya merupakan

sebuah karya yang menggunakan bahasa Indonesia, dibuat, dan

dimainkan oleh orang-orang dalam negeri sendiri.

“Contohnya film Pocong dan Kuntilanak. Inilah dua ikon horor

film Indonesia yang tidak ada di negara lain, bahkan Inggris dan

Amerika,” tutur salah satu pengamat fim, Yan Widjaya sembari

tertawa.

Tak hanya itu, sebagian besar film Indonesia memotret

permasalahan sekaligus menjadi refleksi atas kehidupan

sosial yang terjadi di masyarakat. Misalnya, Tabula Rasa karya

Adriyanto Dewo yang mengisahkan tentang makanan, namun

juga menggambarkan keragaman dan kekayaan budaya Indonesia

Merebaknya Karya sejak ‘Gambar Hidoep’By Christoforus RistiantoIllustration by Yudit Halim

Page 12: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

8 U L T I M A G Z

C O V E R S T O R Y

dengan memasukkan nilai-nilai sosial

budaya kuliner dalam film tersebut.

Adapun warna lain dari karya Angga

Dwimas Sasongko dengan judul Cahaya

Dari Timur. Film tersebut mengusung tema

sederhana dan berakar pada daya hidup

lokalitas masyarakat di Indonesia.

Sementara itu, film Indonesia lainnya

mengangkat tema yang beragam, seperti

soal sepak bola di Indonesia bagian Timur

sebagai ruang kepahlawanan dan komunal

hingga katarsis anak muda, novel sastra di

awal kebangkitan, representasi kekerasan

yang sangat banal di kota besar, multikultural

dan nilai humanitas terkait revolusi mental

di kehidupan kota-kota besar Indonesia,

persoalan masyarakat terasing, korupsi,

kepahlawanan nasional, dan lainnya.

Kepekaan terhadap permasalahan di

masyarakat ini pun menjadi ciri khas

yang membedakan film lokal dengan film

luar negeri.

‘GAMBAR HIDOEP’ INDONESIA

Pada masa penjajahan Belanda sekitar

1990-an, masyarakat Indonesia sudah

mengetahui keberadaan film atau yang

lebih dikenal dengan “Gambar Hidoep”

kala itu. Film melayu pertama kali digarap

pada 1926 dengan menghadirkan cerita

tentang Loetoeng Kasaroeng, sebuah kisah

yang diangkat dari legenda Sunda dan

dibuat di Jawa Barat.

Film tersebut diprakarsai oleh Raden Aria

Adipati Wiranatakoesoema V selaku Director

of Photography (DOP) yang juga menjabat

sebagai Bupati Bandung, disutradarai oleh

Jelangkung. Lahirnya jenis atau genre

tersebut rupanya berhasil menghibur

masyarakat. Kehadiran film Petualangan

Sherina dan Ada Apa dengan Cinta? pun telah

mengembalikan penonton film Indonesia

datang ke bioskop.

Hingga saat ini, Indonesia patut berbangga

dengan prestasi para sineas yang telah

membawa karyanya hingga dapat dinikmati

di luar negeri. Adapun film yang pernah

beredar di bioskop Amerika Serikat, seperti

The Raid dan The Raid 2: Brandal.

Kedua film tersebut sempat masuk 11

besar box office mingguan di sana. Selain

sukses secara komersil, film ini juga

menuai kritik lantaran adegan aksinya

yang dikoreografi secara menawan. Film

ini merupakan sejarah bagi Indonesia,

karena sukses di mancanegara hingga

menjadi perbincangan banyak media dan

pengamat film di dunia.

GENRE FILM INDONESIA

Perkembangan dunia film di Indonesia

berbeda-beda sesuai dengan keadaaan

yang ada di masyarakat. Dengan demikian,

beragam genre dalam sebuah film selalu

berjalan dinamis dan mengandung nilai

serta makna tersendiri. Untuk pertama

kali, film Indonesia booming melalui film

Krisis dan Lagi-Lagi Krisis. Kedua film

buatan Usmar Ismail ini menggambarkan

kegalauan masyarakat pada era 1950-an

yang masih relevan hingga saat ini.

Selain itu, Yan menjelaskan bahwa pasca

reformasi ditandai sebagai momentum awal

kebangkitan perfilman nasional. Hal itu

dua sineas asal Belanda, yakni G. Krugers

dan L. Heuveldorp. Film tersebut sukses

ditayangkan selama satu minggu penuh

di dua bioskop kelas satu di Bandung dari

31 Desember 1926 hingga 6 Januari 1927.

Menurut Yan, sejak itulah (1926) film

buatan dalam negeri beredar di bioskop

setiap tahunnya. Kendati demikian, pasang

surut perfilman Indonesia tak terhindarkan.

Pasalnya, perfilman Indonesia mulai

bangkit dan maju sejak 1950. Di tahun

yang sama, film Darah & Doa oleh Usmar

Ismail mulai melakukan syuting perdana,

tepatnya pada 30 Maret 1950. Hingga saat

ini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari

Film Nasional. Kala itu, Bung Karno pun

memuji Usmar Ismail dan menganggapnya

sebagai sutradara Indonesia sesungguhnya.

Di sisi lain, jumlah film Indonesia

pernah mengalami penurunan yang bisa

dihitung dengan jari, meskipun beberapa

karya pernah beredar hingga mencapai

130 judul dalam tempo satu tahun. Ketika

pasar melemah, para sineas tak tinggal

diam dan selalu berupaya untuk mencari

jalan keluar.

“Saat situasi meredup pada tahun 1970,

produser-sutradara Turino Djunaedy dari

PT Sarinande Film, bikin film drama sex

Bernafas Dalam Lumpur berdasarkan novel

Zaenal Abdi, dibintangi Suzanna dan all

Indonesian actors, yang sukses luar biasa.

Maka bioskop kembali ramai,” kata Yan.

Ketika film Indonesia mengalami

penurunan pada awal XXI, trio Jose

Poernomo, Rizal Mantovani, dan Erwin

Arnada menggarap film horor berjudul

Page 13: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

9U L T I M A G Z

Sayangnya, menurut Yan, ragam genre

dan konten cerita film Indonesia tidak

dapat menyaingi film impor, sehingga

tidak menutup kemungkinan terjadinya

perebutan yang ketat untuk memperoleh

ruang tayang di bioskop. Yan memaparkan,

hanya 22% bioskop di Indonesia yang

menayangkan film dari dalam negeri. Akan

tetapi, film lokal tetap harus dibanggakan.

Hal itu dikarenakan kesuksesan film Laskar

Pelangi dan Habibie & Ainun yang berhasil

menjual tiket hampir lima juta ini telah

membuktikan kredibilitas sineas dan

kualitas karya anak bangsa.

EDI T ED BY L A NI D I A N A

C O V E R S T O R Y

dapat dibuktikan dengan munculnya film

musikal Petualangan Sherina (1999) karya

Riri Reza yang sukses memikat keinginan

anak-anak untuk menontonnya.

Selang beberapa tahun, film horor dan

film cinta sukses menjadi penguasa pasar

dengan kehadiran Jelangkung (2001) karya

sutradara Jose Purnomo, Erwin Arnada, dan

Rizal Mantovani serta munculnya Ada Apa

Dengan Cinta? (2001) karya sutradara Rudi

Soedjarwo. AADC? sukses meraih 62.217

penonton dalam kurun waktu tiga hari.

Dua film tersebut menjadi pelopor

perkembangan film-film lainnya dengan

tema dan genre yang sama. Bahkan, hingga

kini film remaja yang mengandung unsur

horor masih laris di pasaran.

Tak hanya itu, genre lainnya yang

memperlihatkan eksistensi film Indonesia

adalah komedi. Sejak dahulu, sambutan

baik selalu datang dari masyarakat saat

menonton film komedi, khususnya bila

dibintangi oleh ikon komedian dari era

Bing Slamet, Ateng, Benyamin S, Warkop

(Dono, Kasino, dan Indro), dan kini para

komika. Namun demikian, cerita drama

tetap mendominasi lantaran menyuguhkan

konten cerita yang menarik dan dekat dengan

masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sepanjang masa di mana pun, hampir di seluruh negara, film Hollywood selalu merajai bioskop”

Page 14: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

10 U L T I M A G Z

Dunia perfilman di Indonesia pernah

mengalami masa kegelapannya. Pada era

90-an, kualitas buruk dan jumlah produksi

yang rendah membuktikan kemunduran

perfilman nusantara. Faktanya, jumlah

produksi sepanjang 1999 hanya menghasilkan

sepuluh film. Angka tersebut terus menurun

di tahun 2000 hingga 2001 dengan jumlah

enam dan empat film sepanjang tahun.

Selain jumlah produksi yang rendah,

film yang dihasilkan juga dianggap kurang

berkualitas. Salah satu penanda adalah

kurangnya keberanian dan kreativitas

dalam memproduksi film.

Perkembangan dan Potensi Film NusantaraBy Rosa Cindy dan Nathania PessakPhoto by Gustama Pandu

Page 15: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

1 1U L T I M A G Z

“Orang cenderung bikin film dengan

tema yang sudah pasti, seperti religi,

poligami, dan lainnya. Itu gak bagus.

Lama-lama orang jadi malas nonton film

Indonesia. Sudah temanya itu-itu saja,

kualitasnya jelek,” tutur sutradara, Joko

Anwar dalam perbincangan di Metro Plus

Siang, Rabu, 27 Januari silam.

Meski demikian, era 2000-an juga

menjadi kebangkitan dunia perfilman

Indonesia. Hal itu ditandai kemunculan

film Petualangan Sherina pada 2000, disusul

dengan Ada Apa Dengan Cinta pada 2002.

Tahun 2008 merupakan puncaknya,

yakni jumlah produksi yang mencapai 34

film dalam 15 tahun terakhir. Di tahun

itu pula, salah satu karya anak bangsa,

Laskar Pelangi mendapatkan penghargaan

SIGNIS Award di Hong Kong International

Film Festival. Tahun berganti tahun, para

sineas muda pun tampil untuk memajukan

perfilman Indonesia.

KEBANGKITAN FILM NUSANTARA

Pada 2015 lalu, Lembaga Sensor Film

mencatat bahwa Indonesia telah memproduksi

127 film. Meskipun masih jauh di bawah

jumlah film impor yang masuk ke Indonesia,

hal ini sudah menjadi bukti adanya upaya

untuk memajukan film nusantara. Juru

bicara Lembaga Sensor Film Rommy Fibri

Herdianto menyatakan, perkembangan

film Indonesia sudah cukup bagus. Hal

ini ditandai dengan penambahan ragam

tema, penguatan alur, serta penyesuaian

terhadap zaman.

Hal serupa juga disampaikan oleh Angga

Dwimas Sasongko. Baginya, perkembangan

dunia perfilman di Indonesia sangat luar

Page 16: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

12 U L T I M A G Z

biasa yang dapat terlihat dengan munculnya

hasil karya anak bangsa di sejumlah festival

film asing.

“Tahun lalu hampir di setiap festival

film luar negeri ada film Indonesia. Itu kelas

dunia dan hebatnya, film di sana adalah

hasil garapan anak muda Indonesia,” ujar

sutradara muda Indonesia ini.

Film karya anak bangsa kini sudah semakin

berkualitas di beberapa aspek, baik dari

segi tema, alur, hingga teknis pembuatan.

Namun, itu saja belum cukup karena

harus juga diiringi dengan perkembangan

mindset masyarakat yang justru menjadi

aspek terbesar yang mempengaruhi

popularitas film. Sutradara Filosofi Kopi

ini berpendapat bahwa umur perfilman

di Indonesia masih sangat panjang dan

akan ada banyak peluang yang muncul.

Anak bangsa juga diharapkan mulai lebih

jeli terhadap peluang yang ada.

“Jangan hanya iri dengan perubahan

global, tapi kita juga harus ikut dalam

10

6

4

9

12

21

33

33

53

87

78

77

82

90

106

123

127

155

187

168

182

287

254

288

210

214

214

269

227

201

201

165

207

180

Perbandingan Jumlah Film Lokal dengan Film Impor

Jumlah Penonton Film Lokal dari 2010-2014

Jumlah Film Lokal1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

Jumlah Film Impor

Jumlah Film Lokal

2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah Penonton (Juta)

8290

105

123 127

16.816.2

15.7 15 15.2

Page 17: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

1 3U L T I M A G Z

I N F O I N D O N E S I A

perubahan itu,” kata ayah satu anak ini.

Dengan demikian, akan menjadi sebuah

hal yang lucu ketika kita menilai film

Indonesia berkualitas buruk, namun tidak

menonton dan mengikuti perkembangannya.

KUALITAS BURUK BUKAN PENYEBAB SEPI

PENONTON

Film Indonesia dapat dikatakan kurang laku

di pasaran negeri sendiri. Padahal, belum

tentu kualitasnya buruk. Akan tetapi, hal

yang tidak laku belum tentu jelek, begitu

juga sebaliknya. Hal itu juga berlaku untuk

film asing yang masuk ke Indonesia. Meski

karya-karya mancanegara tersebut laku

di pasaran Indonesia, namun hal ini tidak

selalu membuktikan tingkat kualitasnya.

Kalau diperhatikan, memang ada beberapa

aspek yang dimiliki film asing, tapi tidak

dengan film Indonesia. Film asing rata-

rata memiliki alur yang kuat.

“Saking kuatnya, mau ditinggal buang

air saja sayang rasanya,” gurau Rommy.

Namun, hal ini tidak menggambarkan

bahwa film Indonesia kalah kualitas. Menilik

dari aspek-aspek intrinsik cerita, film

Indonesia juga memiliki berbagai macam

kisah yang dikemas dalam genre horor,

komedi, romantika, drama, dan lain-lain

yang juga dimiliki film luar negeri.

Dari segi kualitas, salah satu kekurangan

film Indonesia yang diakui Rommy adalah

teknologi. Kurangnya kemampuan sumber

daya animator dan teknologi yang mumpuni

menjadi alasan animasi film Indonesia

masih dinilai minim. Meski demikian,

ketertinggalan ini dapat segera disusul,

sehingga seharusnya bukan menjadi

masalah besar.

BELAJAR DARI FILM MANCANEGARA

Ada beberapa hal yang membuat film asing

begitu ‘meledak’ di pasaran. Hal tersebut

adalah kekuatan marketing communication

yang luar biasa. Ketika film Indonesia masih

berusaha untuk menghasilkan produk

yang berkualitas, film asing sudah mampu

mengombinasikan kualitas produknya

dengan promosi yang ‘gila-gilaan’ dan

unik. Hal ini pun diakui oleh Angga. Aspek

ini menjadi pekerjaan rumah yang harus

dipikirkan oleh sejumlah pihak, salah

satunya adalah media.

“Ini sebenarnya juga PR (pekerjaan

rumah) bagi media,. Seperti di negara-

negara lain, film impor tidak begitu laku

karena promosi dari film lokalnya itu

kuat,” ungkapnya.

Kekuatan marketing communication ini

rupanya memiliki dampak yang luar biasa.

Sebut saja, salah satu film asing yang

beberapa bulan lalu sempat digandrungi

pecinta film. Berkat promosi yang kuat, tiket

pemutaran film tersebut sudah laris terjual

satu minggu sebelum pemutaran perdana.

Bahkan, sejumlah produk pendukung seperti

parfum dan lainnya ikutan laris manis.

Tak hanya itu, dukungan dana pun

menjadi aspek penting dalam produksi film,

karena dana yang dibutuhkan untuk bisa

‘meledakkan’ sebuah film terbilang cukup

besar. Hal ini karena dana tidak hanya

digunakan pada produksi film, tapi juga

untuk kegiatan marketing communication.

Film Indonesia masih menggunakan

konsep yang bertolak belakang dengan film

asing. Fokus utama film Indonesia adalah

menyalurkan dana untuk pembuatan film

yang berkualitas. Sebaliknya, film asing

menggunakan dana jauh lebih besar, bahkan

berkali-kali lipatnya untuk segi promosi

dibandingkan pembuatan film.

“Kalau hal tadi diterapkan, tidak ada

yang tidak terkejar oleh perfilman Indonesia

juga,” kata Rommy.

FILM NUSANTARA BERPOTENSI MAKSIMAL

Dari 265 juta jiwa penduduk Indonesia,

sebagian besar memang masih mengagungkan

kualitas film impor. Namun menurut Angga,

respon masyarakat tidak bisa disalahkan.

Suka atau tidaknya masyarakat akan suatu

film, baik atau buruknya respon yang

diberikan, semuanya adalah proporsional.

Ia meminta masyarakat untuk memandang

respon secara holistik, alias menyeluruh.

Bagi Angga sendiri, potensi perfilman

Indonesia berada di titik puncak. Kualitas

film Indonesia terbukti semakin maju

dengan sejumlah penghargaan yang didapat

atas hasil karya anak bangsa di kancah

internasional. Sebut saja di antaranya, film

The Raid: Redemption , The Raid 2: Berandal,

Siti, Merantau, Jalanan, dan semacamnya.

Sayang, kurangnya fasilitas dan rendahnya

infrastruktur belum mampu mewujudkan

potensi tersebut.

“Bahkan 70 persen kotamadya masih

belum memiliki bioskop, sehingga masih

banyak masyarakat Indonesia yang belum

bisa menikmati film lokal maupun luar

negeri,” katanya.

Meski demikian, para sineas muda pun

punya harapan untuk dunia perfilman

Indonesia. “Makin beragam, supaya

kompetisi makin ada. Dan dengan demikian,

masyarakat Indonesia bisa menikmati

lebih banyak jenis film,” harap Angga saat

berbincang-bincang di Metro Plus Siang

bersama Joko Anwar.

EDI T ED BY A L IF GU S T I M A H A R DIK A

Page 18: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

14 U L T I M A G Z

Page 19: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

1 5U L T I M A G Z

Lebih MandiriSatu Tingkat Lagi

By Agustina Selviana & Christian ManafePhoto by Evelyn Leo

Illustration by Priscilla Jessica

I N F O K A M P U S

MELALUI PROGRAM STUDI FTV (Film & Televisi), Rektor Universitas

Multimedia Nusantara (UMN) menantang mahasiswa agar dapat

menciptakan film yang berbeda. Ninok memercayai bahwa

keberadaan teknologi saat ini dapat membantu mahasiswa dalam

membuat film yang seolah-olah riil, padahal merupakan olahan

komputer. Mengingat industri film di Indonesia yang kembali

hidup pun, ia menghendaki mahasiswa untuk menghasilkan karya

unik yang unggul di genre-nya dengan kreasi masing-masing.

“Teknologi kan bisa membantu. Semoga bisa berkarya dengan

cerita yang bagus, didukung dengan teknologi ICT-nya,” ujar

Ninok memberi pesan.

Program Studi FTV merupakan satu dari empat program studi

baru di UMN yang resmi dibuka pada tahun ajaran 2016/2017. Ninok

mengaku akan konsekuen mempersiapkan hal-hal yang dapat

mendukung kelancaran prodi FTV, seperti memenuhi kebutuhan

laboratorium dan tenaga pengajar atau dosen. Namun untuk

merealisasikan kebutuhan tersebut, pihak kampus membutuhkan

dukungan mahasiswa dengan lebih fokus menjalani studi di UMN.

“Lebih serius lagi belajarnya,” harap Ninok.

Page 20: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

16 U L T I M A G Z

Ketua Program Studi FTV Ina Riyanto

menjelaskan bahwa peminatan Cinematography

dan Animasi pada Program Studi DKV akan

dilebur menjadi satu ke dalam prodi FTV.

Penggabungan tersebut dilakukan karena

terdapat unsur bercerita dalam peminatan

Cinematography dan Animasi, serta unsur

gambar yang bergerak, yakni live action pada

Cinematography dan animated untuk Animasi.

“Supaya kalian bisa berkolaborasi lebih

yang nantinya akan menjadi poin plus-plus

bagi yang lulus dari situ,” ujar Ina.

Peminatan prodi FTV terdiri atas beberapa

fokus, di antaranya produksi film, membuat

film baik live action ataupun animation, dan

pembuatan special effect. Kurikulum FTV akan

mengalami beberapa perubahan, seperti

West Art History menjadi World Art History,

sedangkan mata kuliah Drawing Principal

dan Shape and Form Analysis tergabung

menjadi Visual Composition. Penggabungan

tersebut berdampak pada penambahan

Satuan Kredit Semester (SKS), misalnya

Visual Composition yang memiliki lima SKS.

Adapun mata kuliah baru yang akan

diberlakukan untuk membantu kinerja

mahasiswa FTV dalam mengerjakan tugas

atau ujian, yakni Studio dengan total enam

SKS. Untuk Mata Kuliah Umum (MKU),

seperti Bahasa Indonesia, Agama, dan

Pendidikan Kewarganegaraan tidak diajarkan

pada prodi FTV.

Kurikulum tersebut juga akan ditetapkan

untuk mahasiswa angkatan 2014-2015

peminatan Cinematography dan Animasi,

sedangkan mahasiswa angkatan 2010-2013

dengan peminatan yang sama tetap mengikuti

kurikulum DKV. Hal itu dikarenakan mahasiswa

yang telah memasuki tahun keempat sudah

memenuhi 144 SKS sebagai syarat kelulusan.

Dengan demikian, mahasiswa angkatan

2010-2013 diharapkan lulus secepatnya

agar tidak mendapatkan kurikulum FTV.

Salah satu mahasiswa Cinematography

2014 Nanda Agi Andaru menganggap bahwa

perpindahan tersebut tidak menyulitkan

mahasiswa.

“Jujur sih tidak menyusahkan karena

menurut saya jangan melihat dari banyaknya

SKS ataupun mata kuliah. Adanya program

studi ini jadi lebih terfokus ke peminatan,”

ujar Nanda.

SEMANGAT PARA PELOPOR

Pendirian peminatan Cinematography

tidak lepas dari peranan 30 mahasiswa

angkatan 2007. Mereka adalah pelopor yang

mengajukan usulan kepada pihak kampus

agar membangun peminatan Cinematography.

Dalam kesempatan tentang penjelasan FTV

dan transfer yang berlansung di Lecture Hall

Mahasiswa jurusan sinematografi mengisi LH pada salah satu acara yang diadakan oleh komunitas Popsicle.

Page 21: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

1 7U L T I M A G Z

(LH) dan Function Hall (FH) pada Kamis (21/1),

Ina menceritakan, usulan 30 mahasiswa

tersebut ditolak. Namun tidak menyerah

begitu saja, mereka mengumpulkan tanda

tangan hingga akhirnya Cinematography

dapat berdiri sampai saat ini.

Terlepas dari semangat para pelopor, Ina

menilai bahwa perubahan ini merupakan

sesuatu yang harus dilakukan agar pendidikan

yang ditawarkan UMN tidak statis dan dapat

berkembang.

“Kami membuat perubahan ini bukan

untuk menyulitkan mahasiswa. Kami sudah

memperhitungkan masak-masak,” jelasnya.

Berdasarkan pertimbangan jumlah

mahasiswa Fakultas Seni dan Desain,

Ina dan tim dosen lainnya merasa bahwa

total lebih dari 2 ribu mahasiswa dari

empat peminatan dan satu prodi membuat

pergerakan cukup sulit dilakukan. Perihal

tenaga pengajar, Ina menjelaskan bahwa

kebutuhan dosen untuk prodi FTV sudah

mencukupi. Saat ini, Fakultas Seni & Desain

memiliki 15 dosen, di antaranya lima dosen

full time dan 10 dosen part time.

“Lebih enak kalau dipecah, tapi semuanya

dikelola oleh fakultas yang sama, Fakultas

Seni dan Desain. Jangan ada yang merasa

satu ditinggalkan dan satu diajak. Jangan

merasa kamu orang lain,” tutur Ina.

Salah satu dosen Fakultas Seni dan

Desain Kemal Hassan mengatakan bahwa

perpindahan mahasiswa Cinematography

ke prodi FTV merupakan sebuah proses

transfer dan bukti bahwa Cinematography

sudah dewasa. Mahasiswa hanya mengalami

peralihan prodi, tetapi tidak pindah peminatan.

“Kamu pindah prodi, berarti dicabut

dari akarnya. Namanya transfer, bukan

konversi. Sudah banyak film mahasiswa yang

masuk festival-festival. Itu menunjukkan

pencapaian yang luar biasa bagi mahasiswa

Cinematography,” ujar Kemal.

SESUAI PROSEDUR

Selain prodi FTV, tiga program studi

baru yang lain, yakni Teknik Fisika, Teknik

Elektro, dan Arsitektur. Saat ditemui pada

2015 lalu, Wakil Rektor Bidang Akademik Hira

Meida menjelaskan bahwa pihak kampus

telah mengikuti prosedur dan peraturan

yang ditentukan oleh Kementerian Riset

Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik

Indonesia (Kemenristek Dikti) tentang

mendirikan program studi baru. Beberapa

persiapan, seperti kurikulum dan fasilitas

pun telah disesuaikan dengan kebutuhan

di tahun pertama.

“Pengajuan proposal (ke Kemenristek

Dikti) sudah diterima, artinya tahun depan

sudah harus dibuka. Kalau punya izin

tapi tidak dibuka, maka bisa ditutup. Kan

tidak mungkin UMN tujuh prodi (program

studi) terus. Kalau dibilang UMN mau cari

keuntungan, ya untung buat sustainable. Tapi

selain itu, harus memenuhi aturan. Kalau

mau jadi universitas harus minimal memiliki

10 prodi, sehingga harus ditambah. Kalau

tidak, status UMN akan diubah,” jelas Hira.

(dari kiri kanan) Dosen-dosen Sinematografi UMN Ina Listyani Riyanto, Kus Sudarsono, dan Kemal Hassan.

EDI T ED BY L A NI D I A N A

I N F O K A M P U S

Page 22: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

18 U L T I M A G Z

PADA 6 FEBRUARI 2016 lalu, LINE Official HMFSD UMN

mengumumkan bahwa Ina Listyani Riyanto terpilih menjadi

Ketua Program Studi FTV. Ia dibantu oleh Sekretaris

Program Studi FTV Annita dalam mengemban tugas barunya

sebagai pemimpin.

BAGAIMANA PERSIAPAN PROGRAM STUDI FTV SEJAUH INI?

Sebenarnya sudah siap, akan tetapi Program Studi FTV baru akan

mulai digunakan kurikulumnya pada semester depan, yakni pada

September 2016/2017. Perlu diingat kembali, hanya angkatan

2014, 2015, dan seterusnya yang menggunakan kurikulum FTV,

sedangkan angkatan 2013 ke atas masih tetap menggunakan

kurikulum DKV.

APAKAH ADA SOSIALISASI TERKAIT MATA KULIAH? TERUTAMA KARENA

BANYAK MATA KULIAH BARU YANG MELIPUTI TEORI. PERSIAPAN APA SAJA

YANG DILAKUKAN AGAR MAHASISWA TIDAK SHOCK MENGHADAPI KURIKULUM

BARU INI NANTINYA?

Sosialisasi kami lakukan setiap dalam perkuliahan dan kami

(tim dosen) melakukan ini untuk meghindari adanya shock yang

dialami mahasiswa, jika tiba-tiba ada perubahan kurikulum. Jadi,

By Christian Manafe

Photo by Evelyn Leo

Program Studi FTV (Film & Televisi) secara resmi

akan dibuka pada tahun ajaran 2016/2017. Hal

ini mengharuskan Fakultas Seni dan Desain

(DKV) untuk menggabungkan peminatan

Cinematography dan Animasi menjadi prodi

FTV. Selain itu, babak pemberlakukan kurikulum

baru pun akan segera dimulai.

SUDAH SIAP JALANIPRODI BARU

Page 23: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

1 9U L T I M A G Z

kami ingin kenalkan dulu kepada mereka

mengenai mata kuliah apa saja yang akan

mereka hadapi di kurikulum FTV.

BAGAIMANA IBU MELIHAT KESIAPAN MAHASISWA

DENGAN ADANYA PROGRAM STUDI FTV INI?

Mereka siap, melalui pengenalan dan

sosialisasi yang sudah kami lakukan pada

setiap pertemuan perkuliahan.

SAAT INI BERAPA JUMLAH DOSEN DKV SECARA

KESULURUHAN DAN BERAPA YANG AKAN DISIAPKAN

UNTUK PRODI FTV? APAKAH ADA PENAMBAHAN

DOSEN?

Tim dosen DKV sendiri secara keseluruhan

ada 15 orang, lima yang dapat bekerja

full-time dan 10 orang yang hanya paruh

waktu saja. Jadi, jumlah dosen yang akan

mengajar di FTV sudah cukup dan perlu

diingat kembali bahwa yang mendapatkan

program studi FTV hanya angkatan 2014,

2015, dan seterusnya. Setiap tahunnya,

DKV juga selalu kedatangan dosen baru.

PRESTASI TERBESAR APA YANG PERNAH DIRAIH

MAHASISWA CINEMATOGRAPHY?

Untuk yang terbesar, saya agak bingung

karena banyak sekali. Kita melihat film-

film yang dibuat mahasiswa sering masuk

ke dalam festival film, baik di nasional dan

internasional. Kalau di nasional, seperti FFI,

XXI, documentary di Yogyakarta. Kalau untuk

di luar negeri ada di Beijing dan Malaysia.

NILAI APA YANG PALING TERLIHAT DAN TERASA

DI KELUARGA BESAR DKV YANG INGIN TETAP

DIPERTAHANKAN, MESKIPUN ADA PROGRAM

STUDI BARU?

Nilai kekeluargaan DKV saya rasa sangat

kuat sekali karena kami sesama dosen,

setiap bertemu sudah bagaikan teman

sendiri. Tidak hanya berkolaborasi dalam

pekerjaan saja, tetapi kami juga erat secara

pribadi juga.

APA KESAN IBU SELAMA MENGAJAR MAHASISWA

DKV?

Saya sudah punya banyak pengalaman

mengajar kira-kira 30 tahun. Menurut saya,

mahasiswa DKV cukup oke dan motivasinya

sangat tinggi, walaupun ada juga yang tidak.

Tetapi, hampir semua memiliki motivasi

yang tinggi dan ingin bekerja keras.

JIKA MENILAI KEKURANGAN DARI FAKULTAS SENI

DAN DESAIN, APA HAL YANG INGIN DITAMBAH

ATAU DIPERBAIKI?

Kalau soal kekurangan, salah satunya itu

jumlah mahasiswa DKV yang setiap tahunnya

bertambah terus. Akibatnya adalah karena

terlalu banyak masuk, maka banyak juga

mahasiswa yang tidak memiliki motivasi

dan niat yang tinggi. Seperti contoh, banyak

mahasiswa melihat Graphic Design, Animasi

dan Cinema merupakan hal keren dan enteng

karena selalu membawa kamera.

Padahal tidak, karena masih diperlukan

membaca buku, menulis review, membuat

paper dan sebagainya. Sering kali kalau

banyak mahasiswa yang sudah memiliki

mindset bahwa jurusan-jurusan itu enteng

hanya membawa kamera saja, maka tidak

akan maksimal dan tidak niat.

Ina Listyani Riyanto

W A W A N C A R A

EDI T ED BY A NNI SA MEIDI A N A

Page 24: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

20 U L T I M A G Z

Menjadi seorang bintang film tak pernah

terlintas dalam benak guru sekolah dasar

ini. Cecep Arif Rahman, pria kelahiran

Garut, 18 Agustus 1976 ini sebelumnya telah

mengabdikan diri pada dunia pendidikan

dan seni bela diri pencak silat. Berasal dari

keluarga yang memiliki riwayat dalam

bidang pendidikan, ia pun berhasil meraih

cita-citanya yang sejak dulu ingin menjadi

seorang guru sekaligus pesilat.

“Saya pemerhati film, dari kecil sudah

senang film action dalam maupun luar

negeri, tapi memang tidak terpikir bahwa

kalau sudah dewasa saya akan bergabung

di film,” ujarnya.

Karir Cecep di dunia perfilman bermula

ketika sutradara asal Inggris, Gareth Evans

mengunjungi perguruan silat Cecep di

Garut, Jawa Barat. Ketika itu, Gareth tengah

dalam penggarapan film Merantau, setelah

menyutradarai film dokumenter tentang

pencak silat. Karya tersebut mengharuskan

ia mengelilingi Sumatera hingga Bali untuk

penelitian.

“Nah, waktu buat film dokumenter itu

juga (Gareth) datang ke perguruan kami

BERSILAT DARI GARUT SAMPAI HOLLYWOOD

By Kezia Maharani SutiknoPhoto by Aditya Bhagas

yang di Garut. Mungkin di sana dia sudah

kasih tanda bahwa nanti kalau dia buat

film, si ini, si ini, si ini akan diajak untuk

ikut dalam filmnya,” ungkapnya.

Sejak pertemuannya dengan Gareth

saat itu, Cecep sudah mendapat tawaran

untuk ikut berakting dalam seri The Raid.

Namun, pria yang akrab disapa Kang

Cep ini belum menyanggupi karena baru

saja diangkat sebagai guru di tempatnya

mengajar saat ini. Setahun berlalu, tawaran

untuk ikut andil dalam sekuel The Raid

pun datang. Kali ini, ajakan datang dari

Page 25: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

2 1U L T I M A G Z

S O S O K E K S T E R N A L

salah satu rekannya, Yayan Ruhian atau

yang dikenal dengan panggilan Mad Dog.

Ia menyanggupi kesempatan itu dengan

syarat latihan dilakukan di luar jam sekolah.

“Saya bilang kalau diusahakan latihannya

tiap Jumat, Sabtu, Minggu, saya siap. Lalu,

shooting-nya pas libur tentu lebih siap lagi

dan alhamdulillah bisa dikondisikan seperti

itu,” papar Cecep.

Tiga bulan latihan yang ditempuh pria

beranak satu ini telah menghasilkan sosok

The Assassin, yakni seorang yang menjadi

tangan kanan Bejo, pendiam dan misterius

dalam sekuel The Raid: Berandal. Harus

mendalami peran antagonis rupanya bukan

hal yang sulit bagi pesilat profesional ini.

Menurutnya, setiap orang pasti memiliki

keinginan untuk mengekspresikan sisi baik

dan sisi buruk yang ada dalam diri masing-

masing. Kali ini, ‘sisi gelap’ Cecep dapat

ditunjukkan melalui saluran yang positif

tanpa harus melukai siapa pun.

“Di kehidupan nyata, kita tidak bisa

mengekspresikan hal tersebut. Masa kita

harus mukulin orang, kan enggak enak.

Apalagi saya sebagai guru, enggak mungkin

kalau saya malah begitu,” ujarnya.

Berkah terus mengalir pada pria yang

telah mempelajari pencak silat sejak

berumur delapan tahun ini. Sutradara,

produser, sekaligus penulis skenario

Star Wars: The Force Awakens J. J. Abrams

meminta kepada kerabatnya, Gareth Evans

untuk meminjami beberapa karakter The

Raid dan main dalam film Star Wars. Enam

aktor asal Indonesia pun berhasil tembus

dalam film yang laris di penghujung 2015

itu, salah satunya adalah Cecep. Bersama

dengan Iko Uwais dan Yayan Ruhian, ia

berperan menjadi Crokind Shand, salah

satu anggota Kanjiklub.

“Kita mikir orang lain kan pasti sulit buat

bisa main, walaupun hanya sebagai peran

cameo, tapi mainnya di Star Wars. Itu kalau

kita sengaja casting bisa katanya sampai

beberapa tahap. Kita hanya diundang untuk

main, tentu kita anggap sebagai penghargaan

yang besar sekali,” papar Cecep.

Walaupun masih sibuk dalam dunia

perfilman, pemain film Skakmat ini tak

lantas meninggalkan profesi sebagai guru.

Ia pun masih mengajar mata pelajaran

Bahasa Inggris untuk SMP setiap Senin

dan Selasa hingga saat ini. Sebagai seorang

aktor dan seniman bela diri pencak silat,

pantas saja jika Cecep juga disebut sebagai

pahlawan tanpa tanda jasa. Cita-cita yang

sejak dahulu ingin menjadi seorang guru

dan pesilat pun telah tercapai.

Sosok yang mengidolakan Jet Li, Bruce

Lee, dan Donnie Yen ini berpendapat bahwa

perfilman Indonesia sudah nampak lebih

baik karena kualitas sumber daya manusia

yang mumpuni.

“Dan sepertinya ke depan saya kira

perfilman kita tidak akan kalah dari film

hollywood karena sekarang banyak insan

perfilman kita, baik dari tahun 80-an juga

yang sudah sering terlibat di film luar,”

ujarnya.

Pria yang mencintai film-film action

seperti Si Pitung, film Bruce Lee, dan Bourne

Identity ini pun mengharapkan peran-peran

yang berkaitan dengan pengembangan

bela diri pencak silat, tidak hanya dari

segi pembelajaran dan pendidikan, tetapi

juga hiburan.

“Orang lebih banyak gampang mengenal

silat melalui film daripada bidang yang

lain,” katanya.

CECEP ARIF RAHMAN

Tempat/Tanggal Lahir

• Garut, 18 Agustus 1976

Prestasi

• The Raid 2: Berandal (2012)

• Star Wars: The Force Awakens (2015)

• 3 – The Movie (2015)

• Skakmat (2015)

• Iseng (2016)

• Juara (2016)

EDI T ED BY A NNI SA MEIDI A N A

Page 26: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

22 U L T I M A G Z

“Gue yang sebelumnya hanya bisa ngomel

kalau ada tindakan pemerintah yang tidak

gue suka, sekarang dapat dituangkan dalam

bentuk karya. Dalam film kita bercerita dan

dalam cerita itu kita mengkritik sesuatu,”

jelas laki-laki bernama lengkap Wisnu

Dewa Broto ini.

Menurut Wisnu, sinematografi merupakan

bentuk seni yang mengungkapkan semua

elemen-elemen dasar di dalam sebuah frame.

Baginya, dalam sebuah frame memiliki arti

dan maksud tertentu yang ingin disampaikan

kepada penonton.

“Misalnya ada sebuah sapu di dalam

frame, pasti ada konsep tersendiri kenapa

ada sapu di dalam frame itu. Kenapa

WISNU DEWA BROTO

Tempat/Tanggal Lahir

• Jambi, 23 November 1995

Latar Belakang Pendidikan

• SD Attaufiq, Jambi

• SMPN 1 Kota Jambi

• SMA Xaverius 2 Kota Jambi

• Universitas Multimedia Nusantara

Cinematography 2013

Prestasi

• Peraih Angsa Emas di UI Film Festival

melalui film Wong Tjilik

• Pemutaran film Wong Tjilik di Los Angeles

Indonesian Film Festival

• Pemutaran film Wong Tjilik di Semarang

Film Exhibition 2015 (SEFITION)

• Pemutaran film Wong Tjilik di Festival

Film Tangerang

S O S O K I N T E R N A L

MengulikMinat danSuarakanKritik

Walaupun memiliki keahlian dan minat pada bidang editing dan visual effect,

Wisnu justru terpilih menjadi sutradara untuk tugas film pendek berjudul

Wong Tjilik yang berhasil menang di UI Film Festival dan ditayangkan di

Los Angeles Indonesian Film Festival. Melalui karya tersebut, ia menyadari

tujuannya berkecimpung di dunia sinematografi, yaitu menyuarakan kritik.

pergerakan kameranya ke kanan dan bukan

ke kiri, pasti konseptornya punya maksud

dibalik semua keputusan yang dia ambil,”

ungkap mahasiswa Cinematography UMN

angkatan 2013 ini.

Sebagai seorang seniman, ia mengaku

By Valerie DantePhoto by Cindy Gani

Gue yang sebelumnya hanya bisa ngomel kalau ada tindakan

pemerintah yang tidak gue suka, sekarang dapat dituangkan dalam bentuk karya. Dalam film kita bercerita dan dalam cerita itu kita mengkritik sesuatu”

Page 27: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

2 3U L T I M A G Z

S O S O K I N T E R N A L

memiliki metode kesenian yang sistematis

dan rapi. Pasalnya, ia sering menulis

kejadian-kejadian menarik secara acak

(random) yang terlihat selama satu minggu.

Catatan tersebut akan direfleksikan dan

dibaca kembali agar dapat menemukan

kejadian sehari-hari yang berpotensi untuk

dikembangkan menjadi sebuah karya.

“Sebenarnya metode kita dalam

berkesenian itu tergantung senyaman

apa kita berekspresi,” lanjutnya.

BERKUTAT DI SINEMATOGRAFI

Keputusan Wisnu untuk masuk ke dunia

sinematografi bukan didasari tanpa alasan.

Dahulu, ketertarikannya pada kamera pun

berhasil menimbulkan rasa penasaran

ketika melihat sang ayah berkutat dengan

sebuah kamera analog.

“Awalnya melihat papa foto-foto dan

minta diajarkan,” ungkapnya.

Tak berhenti di situ, laki-laki yang lahir

dan besar di Jambi ini.juga aktif mengikuti

workshop maupun sesi diskusi bertemakan

fotografi dan tergabung dalam komunitas

fotografi di Jambi. Sejak mengikuti kegiatan

tersebut, ia baru menyadari bakat fotografi

yang tertanam dalam dirinya. Anak bungsu

dari empat bersaudara ini pun mengaku

bahwa menekuni bidang fotografi hanya

dijadikan sebagai sebuah hobi sebelum

menemukan kesenangannya yang baru

di dunia sinematografi.

“Baru setelah masuk Cinematography,

gue merasa kalau kamera itu bukan lagi

dunia gue dan beralih ke dunia perfilman,”

kata Wisnu.

Selain itu, Wisnu yang sejak kecil sering

ikut sang ayah bekerja di kapal pengangkut

kopra (daging buah kelapa yang dikeringkan,

bahan baku minyak kelapa) ini sudah

terbiasa berada di sungai. Ia pun ‘tertular’

oleh ayahnya yang gemar memancing.

“Namanya juga masih kecil jadi pas

lihat papa mancing, penasaran, dan minta

diajarkan. Pernah ikut mancing di sungai

di Nipah Panjang saat naik kapal mau ke

Jambi,” tuturnya.

Ia berpesan kepada siapa pun yang

ingin menggeluti bidang sinematografi

agar memiliki kebebasan untuk berekspresi,

berkarya, dan tak hanya membuat film

sebatas ranah kampus.

“Pikirkan bagaimana karya itu

bisa dihargai oleh masyarakat banyak.

Gantungkan ekspektasi setinggi mungkin,”

pesan Wisnu.

Pikirkan bagaimana karya itu bisa dihargai oleh masyarakat banyak. Gantungkan ekspektasi setinggi mungkin”

EDI T ED BY A NNI SA MEIDI A N A

Page 28: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

24 U L T I M A G Z

Film dapat dianalogikan sebagai ingatan

manusia. Lewat rangkaian gambar dan

suara yang terekam dalam film, sebuah

era pun dapat didokumentasikan dengan

baik. Berbicara soal memelihara film ibarat

melestarikan kenangan kolektif. Demikian

pula dengan film-film Indonesia yang akan

membahas mengenai budaya dan identitas

Indonesia kepada generasi penerus. Oleh

karena itu, preservasi film-film lawas

Indonesia patut mendapat perhatian khusus

sebelum menghilang, seiring dengan

redupnya rekam jejak perjalanan bangsa

itu sendiri.

Preservasi film merupakan kegiatan

untuk memelihara, menjaga, dan melindungi

film dengan cara menyimpan ke dalam

bentuk gulungan pita seluloid seperti yang

dilakukan di zaman dahulu. Sebenarnya,

hal ini adalah pilihan tepat, mengingat

umur seluloid yang awet hingga 300 tahun

lamanya. Namun, merawat film seluloid

membutuhkan perhatian ekstra.

Idealnya, film seluloid disimpan dalam

suhu 10oC dan kelembapan ruangan yang

berkisar 40-50%. Jika tidak dirawat dengan

benar, berbagai kerusakan mulai dari

tumbuhnya jamur, pita yang terpelintir,

dan bau asam (vinegar syndrome) dapat

menggerogoti film tersebut, hingga akhirnya

tidak dapat diputar kembali alias tidak

terselamatkan.

Untuk preservasi satu film perlu

melalui beberapa tahapan. Pemeliharaan

terhadap satu film lawas berdurasi 120

menit saja membutuhkan waktu empat

hingga lima hari. Mula-mula, gulungan

pita seluloid dibersihkan dan dicek. Jika

ada sambungan film yang jelek akibat

proses cut saat penyuntingan film, harus

ada perbaikan terlebih dahulu agar tidak

putus saat diputar.

Menjaga Ingatan Lewat Pita

SeluloidBy Kiki Muchtar - Koordinator Yayasan Pusat Film Indonesia

Rewritten by Monica Devi KristiadiPhoto by Pricillia Tania

Tahap berikutnya, film akan diputar di

mesin pemindai khusus dengan kecepatan 8

frame per second (fps), tiga kali lebih lambat

ketimbang kecepatan film aslinya, yakni 24

fps. Selain pemindaian gambar, dilakukan

juga pemindaian suara secara terpisah untuk

digabungkan dan disinkronisasi melalui

komputer sebelum disimpan ke dalam

kaset LTO. Alasan penggunaan kaset LTO

sebagai media penyimpanan adalah harga

kaset yang lebih terjangkau daripada pita

seluloid serta dapat dipakai dalam jangka

waktu panjang dibandingkan hard disk.

Sayangnya, penyimpanan film-film

kuno di Indonesia masih jauh dari kata ideal.

Jika dibandingkan dengan negara-negara

tetangga seperti Thailand dan Vietnam,

gerakan preservasi film Indonesia telah

tertinggal jauh. Salah satu upaya preservasi

di Indonesia adalah menyimpan film lama

-yang berhasil diselamatkan- di Sinematek

O P I N I E K S T E R N A L

Page 29: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

2 5U L T I M A G Z

Indonesia. Sinematek Indonesia merupakan

arsip film nasional pertama di Asia Tenggara

yang didirikan pada 20 Oktober 1975.

Dahulu, pemerintah sempat mewajibkan

para sineas untuk menyerahkan salinan film

ke perpustakaan nasional dan Sinematek.

Namun, kesadaran para pembuat film

masih minim dan penegakan peraturan

dari pemerintah pun belum maksimal.

Peluang hilangnya film Indonesia dimulai

sejak proses penyuntingan selesai dan telah

menjadi sebuah karya utuh.

Sebenarnya, cita-cita dari preservasi ini

adalah agar masyarakat dapat menikmati

koleksi film lawas Indonesia yang dapat

digunakan sebagai bahan hiburan, mencari

inspirasi, hingga sarana untuk mempelajari

sejarah dan kebudayaan Indonesia.

Namun sayang, minimnya dukungan

dan dana membuat langkah pelestarian

film tertatih-tatih. Selain itu, kendala

lain yang dihadapi lebih mengarah pada

hal teknis, seperti pengatur suhu dan

kelembapan yang sering rusak, penerangan

yang kurang memadai, dan terbatasnya

dana untuk melakukan pengalihan media

film ke bentuk digital.

Tak hanya itu, kurangnya sarana dan

prasarana juga memberikan dampak. Salah

satunya adalah pemutaran pemutaran koleksi

film (sesuai dengan permintaan) kepada

khalayak umum belum dapat direalisasikan.

Meski demikian, terdapat satu rencana yang

diharapkan dapat mengatasi permasalahan

tersebut. Caranya dengan menciptakan

film-film hasil preservasi ke dalam versi

digital dan dimuat dalam situs

sebagai Museum Film Virtual. Sejatinya,

preservasi harus dilakukan sedini mungkin.

Tak perlu menunggu film mencapai usia

belasan, bahkan puluhan tahun.

Sejak 2011, sekitar 140.000 dolar telah

dikucurkan untuk investasi rencana tersebut.

Konten tertentu mungkin akan dikenakan

biaya, bergantung pada kebijakan pembuat

film. Harapannya adalah masyarakat dapat

streaming film apa pun melalui situs tersebut

suatu saat nanti.

O P I N I E K S T E R N A L

Page 30: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

26 U L T I M A G Z

INDIE SEBAGAI KEBEBASAN MENGEKSPLORASI FILM By Yosep Anggi Noen Photo by Angelina RosalinRewritten by Josephine Valencia

Page 31: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

2 7U L T I M A G Z

TERM indie bukan berbicara soal siapa

yang memproduksi, namun bagaimana kita

diberi keleluasaan dan kebebasan berekspresi

atau mengungkapkan gagasan untuk film.

Beberapa hal yang dapat mengungkung

kebebasan tersebut salah satunya adalah

uang dan pemikiran bahwa artis terkenal

dapat menjual film dan laku di pasaran.

Oleh karena itu, saya memilih

untuk fokus membuat film indie karena

dapat berekspresi dan membuat cerita apa

pun yang diinginkan. Saya bebas untuk

mengeksplorasi dan menentukan jalan

cerita, serta menemukan cara bertutur yang

baru. Saya pun tidak pernah mengklaim

bahwa saya adalah pembuat film indie. Hal

itu dikarenakan kata indie atau independent

tersebut saya pakai sebagai sebuah spirit

yang tidak perlu dihubung-hubungkan

dengan karya.

Jika berbicara soal film, secara

kuantitas perfilman Indonesia berkembang

pesat. Hal itu terbukti dengan penyebaran

film komersial di bioskop dan film pendek

yang bertebaran di mana-mana berkat

bantuan teknologi. Kemudahan teknologi

ini diharapkan dapat tumbuh berbarengan

dengan niat para pembuat film untuk bisa

mengeksplorasi gagasan dan tutur baru yang

berasal dari penjuru nusantara.

Namun secara kualitas, kadang-kadang

masyarakat yang dimudahkan jalannya

tidak memiliki semangat atau struggling

untuk menggali lebih dalam gagasan-

gagasan konten cerita. Hal tersebut dapat

menimbulkan kesan main-main dalam

membuat film karena hanya mengikuti arus

tren yang sedang masyhur. Persoalan pun

akan muncul ketika film tidak digarap atas

dasar kegelisahan sang sineas.

Selain itu, seorang sineas dituntut

untuk memiliki banyak referensi dengan

cara menonton film, membaca buku, dan

terjun ke masyarakat. Menjadi pembuat

O P I N I I N T E R N A L

film adalah mengalami sesuatu secara

langsung dan mempunyai kedekatan dengan

kehidupan nyata.

Saya selalu mengatakan bahwa

sinema adalah bagaimana kita menemukan

sesuatu. Banyak yang dapat ditemukan,

seperti cara bertutur yang baru ataupun

cerita-cerita yang baru. Sayangnya, sekarang

ini mayoritas film Indonesia menceritakan

tema cinta dan berpusat di Jakarta.

Padahal, Indonesia sangat luas dan

kita juga ingin melihat cerita cinta dari

Aceh atau cerita sedih dari Padang. Oleh

karena itu, ciri-ciri film yang paling baik

adalah memiliki keragaman. Apabila sebuah

komunitas film besar atau ekosistem perfilman

memiliki karya yang bermacam-macam, hal

itu menandakan bahwa ekosistem tersebut

berkembang positif.

Pesan yang ingin disampaikan dalam

film saya jelas berbeda-beda. Setiap film

mengandung pesan tersendiri dan saya selalu

ingin menyampaikan pesan yang penting.

Penting seperti apa? Ketika ingin membuat

pernyataan mengenai penyelewengan dana

yang terjadi di lingkungan saya, maka konten

cerita yang disajikan pun akan berbicara

soal korupsi. Akan tetapi, hal yang paling

utama adalah bagaimana membuat film

yang dapat mengajak para penonton untuk

melakukan refleksi pada diri sendiri, pada

kehidupannya, dan merenung untuk melihat

dunia, melihat kenyataan.

Saya selalu menikmati setiap pengerjaan

film dan tidak menganggap apa pun yang

saya hadapi sebagai halangan. Film, sinema,

adalah hidup saya. Saya akan selalu berusaha

untuk menghidupkan film Indonesia. Terlebih

lagi, yang paling penting adalah film harus

ditonton oleh banyak orang.

Page 32: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

28 U L T I M A G Z

Nuansa perkembangan film Indonesia sangat

terasa di awal 2016 ini. Beberapa film lokal

mulai bermunculan dengan kualitas yang tidak

mengecewakan. Dengan demikian, wajar saja

apabila anak muda berbondong-bondong

mendatangi bioskop untuk menikmati karya

para sineas. Tidak sedikit masyarakat Indonesia

yang melontarkan hal tersebut, namun ada juga

yang beranggapan bahwa film Indonesia belum

memiliki mutu yang baik. Namun, bagaimana

kesan mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara

tentang perfilman Indonesia?

FILM NUSANTARA, KATANYA...

Film Indonesia terkadang kurang bagus,

script-nya kurang kreatif, plotnya nge-

bosenin, dan biasa mengandung unsur

sensasional saja.

Melvin Junior, Desain Grafis 2014

Jarang nonton sih film Indonesia. Tapi

kalau ada rekomendasi yang bagus, aku

nonton. Menurut aku, film Indonesia sudah

berkembang dari yang sebelumnya, tapi

masih kurang mendapat apresiasi dari dalam

negeri. Justru film-film yang bagus malah

banyak dapat apresiasi dari luar negeri.

Adhyra RamadianiJurnalistik 2014

By Analuna ManullangPhoto by Angelina Rosalin

Page 33: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

2 9U L T I M A G Z

Aku suka nonton film Indonesia, tapi cuma

film yang aku anggap bermutu saja karena

film Indonesia ujung-ujungnya mengandung

unsur seksualitas. Jadi, aku pilih film-film

yang bermutu.

Amanda Natashia Public Relations 2014

Gue lumayan suka nonton film Indonesia.

Film-film yang sekarang sudah mulai bagus,

seperti The Raid dan film karya Raditya Dika.

Film-film aksi Indonesia juga sudah bagus.

Stefan Jivalino Teknik Informatika 2014

Jarang sih nonton, cuma kalau dilihat

sekarang ini film Indonesia sudah mulai

bagus, animasinya sudah bagus, seperti

Battle of Surabaya gitu, kan. Film Indonesia

sekarang genrenya condong ke romansa,

seperti Negeri Van Oranje dan Single.

Victor Raditia Jurnalistik 2014

Aku suka nonton film Indonesia, karena

beberapa di antaranya ada yang bagus.

Film-film sekarang sudah banyak kema-

juannya, sudah lebih berbobot.

Denise Gabriella Public Relations 2014

Aku lumayan suka nonton kalau lagi ada

waktu kosong. Menurut aku, film Indo-

nesia kurang memberikan pesan moral

yang bagus, sih. Cuma sekadar film dengan

efek-efek tertentu dan artis-artis terkenal.

Jadi, kurang ada pesan moralnya.

Agnia Ananda Putri Animasi 2013

Aku suka nonton, tapi kadang-kadang. Film

Indonesia sekarang sudah mulai bagus,

banyak yang berkualitas dan terkenal di

dunia, kayak film A Copy of My Mind .

Amalia Kartika Jurnalistik 2014

C H I T C H A T

Page 34: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

30 U L T I M A G Z

Mimpi Laskar Pelangi dalam Balutan Film By Analuna ManullangPhoto by Gustama Pandu

Untuk pertama kali, sang vokalis grup band Nidji, Giring,

membaca buku yang begitu laris dan direkomendasikan

oleh banyak orang. Pukul dua dini hari saat sedang berada

di Denpasar, ia pun menyampaikan keinginannya kepada personil

Nidji yang lain untuk menciptakan sebuah soundtrack bagi film

Laskar Pelangi. Menurutnya, belum lengkap rasanya apabila alur

cerita yang dimainkan oleh para pemain terbaik tidak dilengkapi

dengan musik yang baik juga.

Dua hari setelahnya, Nidji memperoleh keberuntungan saat

menerima panggilan telepon dari penulis skenario Laskar Pelangi

Mira Lesmana. Film Laskar Pelangi diadaptasi dari sebuah novel

yang menceritakan peristiwa kehidupan Andrea Hirata di masa

sekolahnya. Tiga tahun kemudian setelah dirilis pada 2005 lalu,

karya tulis Andrea ini pun berhasil direalisasikan ke dalam

bentuk film dengan judul yang sama dan diproduksi oleh Miles

Films dan Mizan Production.

“Dia (Mira) bilang sedang di Bitung untuk membuat Laskar

Pelangi. Dari situ Mbak Mira langsung tawarin Nidji untuk membuat

soundtrack Laskar Pelangi. Anehnya, Mbak Mira tidak tahu kalau

gue baca bukunya, dan gue juga tidak tahu kalau Mbak Mira lagi

buat film Laskar Pelangi,” ungkap Giring saat ditemui di gedung

Metro TV, Jakarta, Minggu (24/1) lalu.

Setelah berembuk, akhirnya Nidji menerima tawaran Mira dan

segera mulai membuat musik Laskar Pelangi. Surabaya menjadi

tempat penulisan lirik pertama oleh Giring yang terinspirasi dari

angan-angan untuk menulis soundtrack Laskar Pelangi hingga

menjadi kenyataan. Penulisan lagu berjalan begitu lancar, meski

pada bagian reff sempat terhenti. Setelah menunggu satu bulan

lamanya, lirik ‘Menarilah dan terus tertawa, walau dunia tak seindah

surga’ pun tercipta yang diambil dari salah satu cerita hidup

anak-anak Laskar Pelangi.

“Selama sebulan stuck, reff-nya enggak ketemu-ketemu,

selama sebulan stuck, coba-coba reff enggak pernah dapet. Sampai

akhirnya di Makassar, tiba-tiba ingat satu scene di mana mereka

kena getah terus mereka menari, disitulah. Mereka miskin,

mereka ketawa, mereka enggak punya semuanya tapi mereka

tetap menikmati hidup,” tutur Giring.

Solo gitar yang dimainkan oleh Ariel juga menjadi salah satu

bagian kecil yang paling khas dari lagu tersebut. Tentu rasa

bangga dirasakan oleh para personil Nidji ketika lagu dan Laskar

Page 35: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

3 1U L T I M A G Z

Pelangi benar-benar menjadi satu kesatuan,

satu nyawa, dan satu jiwa. Lagu ini pun

tak sedikit mengukir prestasi.

“Tidak menyangka bisa senyawa dengan

filmnya. Mulai dari situ, pada akhirnya

Laskar Pelangi adalah lagu yang memiliki

award terbanyak untuk Nidji, seperti Best

Song, Best Soundtrack, Song of The Year,

banyaklah,” ujar Giring.

Selesai merampungkan lirik, akhirnya

pembuatan video klip akan dimulai. Daerah

yang disanggahi sama seperti lokasi

syuting Laskar Pelangi, yaitu Belitung.

Penggarapannya pada 2008 silam tidaklah

mudah, karena dahulu Belitung belum

begitu populer seperti sekarang yang banyak

dikunjungi masyarakat untuk berwisata.

Alhasil, Nidji harus menginap di rumah

warga atau homestay.

“Kalau sekarang ada orang foto terus

bilang ‘ini dia pantai Laskar Pelangi’ rasanya

senang dan bangga. Orang suka menyanyikan

lagu Laskar Pelangi di situ pakai gitar, jadi

bisa menginspirasi orang juga,” ujar Rama.

FILM DALAM NEGERI SEMAKIN BERANI

Ditanyakan soal film Indonesia, Nidji pun

mengaku bangga dan mempunyai harapan

yang besar terhadap film yang baru-baru

ini muncul di layar lebar Indonesia. Dari

segi kualitas dan keberanian, film-film

Indonesia kembali membanggakan tanah air.

“Film Indonesia ditonton cukup banyak

orang, penonton Indonesia ada. Pelan-pelan

penonton film Indonesia akan semakin

banyak, karena kualitasnya sudah semakin

bagus,” jelas Giring yang menggemari film

karya Reza Rahardian.

Senada dengan Giring, menurut Rama, film

lokal tidak kalah saing dengan keberadaan

film luar negeri. Misalnya, Star Wars The

Movie yang dirilis pada bulan Desember

lalu tidak membuat para sineas Indonesia

takut untuk kembali memberikan warna

baru pada industri film. Hal itu terlihat dari

animo besar penonton untuk menyaksikan

film Ngenest dan Single. Penonton film

lokal pun mencapai 500 ribu hingga satu

juta orang.

“Waktu itu antri Star Wars, gue kira

antrian yang panjang, ternyata yang

antriannya panjang malah film Indonesia,”

kata gitaris Nidji ini.

M U S I K

EDI T ED BY L A NI D I A N A

Page 36: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

32 U L T I M A G Z

O L A H R A G A

Seperti yang dilansir bbc.co, untuk tiga musim ke depan, harga hak siar seluruh pertandingan Liga Primer Inggris telah terjual sebesar 5,136 miliar Poundsterling atau sekitar 99,4 triliun rupiah. Angka tersebut unggul jauh dari pendapatan film Avatar yang merupakan film dengan pendapatan terbesar sepanjang sejarah Hollywood, yakni 38,6 triliun rupiah”

Sepak Bola Dibalik Sebuah FilmBy Petrus Tomy Wijanarko

Illustation by Ismi Ulfah

Pemain sepak bola asal Portugal, Cristiano Ronaldo baru-baru ini kembali menjadi pusat

perhatian dunia. Kali ini, bukanlah soal penghargaan Ballon D’Or, ataupun rivalitasnya dengan Lionel Messi, melainkan tentang peluncuran film dokumenter terbarunya yang berjudul Ronaldo.

Kehebohan yang terjadi dalam produksi film ini memang tak lepas dari ketenaran dan nama besar Ronaldo. Meski demikian, Ronaldo bukan pesepak bola pertama yang kisah hidupnya dijadikan film dokumenter. Sebelumnya, legenda Prancis, Zinedine Zidane juga mendapat kehormatan serupa dalam film A 21st Century Potrait.

Di Indonesia, film Garuda di Dadaku yang rilis pada 2009 silam juga mendapat perhatian khusus dari masyarakat, terutama penggemar sepak bola. Film garapan Ifa Isfansyah ini tidak hanya bertemakan mimpi seorang bocah untuk bermain sepak bola di jenjang yang tinggi, tetapi juga terdapat pesan moral dibalik film tersebut. Tentunya, betapa berartinya sepak bola di mata sebagian orang.

Lalu, apa yang melandasi seorang pemain sepak bola dan segala kisah dibaliknya layak dituangkan sebagai kisah utama dalam sebuah film?

BISNIS BERNILAI TINGGITidak dapat dipungkiri bahwa

kini sepak bola menjadi salah satu cabang olahraga yang paling digemari

masyarakat dunia. Bagaimana tidak? Selain asyik ketika dimainkan, sepak bola juga begitu menarik untuk disaksikan. Banyak orang yang rela berbondong-bondong mengantre hanya untuk menyaksikan pertandingan sepak bola, baik di stadion, tempat publik, restoran, kafe, dan sebagainya. Apalagi, jika yang bermain adalah tim kesayangan.

Situasi seperti ini nampaknya sesuai dengan pemikiran filsuf asal Italia, Umberto Eco dalam bukunya berjudul ‘Tamasya dalam Hiperealitas’. Eco berpendapat bahwa olahraga semacam sepak bola, kini mengalami pergeseran makna yang cukup signifikan. Awalnya sebagai permainan untuk kepentingan rekreatif dan kesehatan individu, kini berubah menjadi aktivitas permainan untuk ditonton orang lain.

Kenyataan inilah yang perlahan tapi pasti mulai mengubah kultur sepak bola itu sendiri. Sepak bola bukan lagi hanya sekadar olahraga, melainkan sebagai industri yang sangat menjanjikan.

Liga Primer Inggris menjadi contoh konkret akan gemerlap industri sepak bola ini. Pada 2008 lalu, tim papan atas Liga Primer Inggris Manchester City diakuisisi oleh konglomerat asal Arab, Sheikh Mansour.

Bayangkan saja, seperti yang dilansir bbc.co, untuk tiga musim ke depan, harga hak siar seluruh pertandingan Liga Primer Inggris telah terjual sebesar 5,136 miliar Poundsterling atau sekitar 99,4 triliun rupiah. Angka tersebut unggul jauh dari pendapatan film Avatar yang

merupakan film dengan pendapatan terbesar sepanjang sejarah Hollywood, yakni 38,6 triliun rupiah.

Wow, sepak bola ternyata memiliki harga jual yang lebih tinggi ketimbang industri film Hollywood. Wajar pula jikalau salah satu pemain sepak bola paling tenar saat ini, Ronaldo, sampai-sampai dibuatkan film dokumenter oleh sutradara ternama asal Inggris, Anthony Wonke. Selain mendokumentasikan kehidupan pemain asal Portugal tersebut, mungkin alasan penggarapan film Ronaldo adalah uang.

KISAH INSPIRATIF DIBALIK KARIR CEMERLANG

Seiring perkembangan zaman yang begitu pesat, dunia sepak bola juga semakin berkembang menuju ke arah yang menjanjikan. Kemajuan teknologi yang dipakai dalam sepak bola mampu

Page 37: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

3 3U L T I M A G Z

O L A H R A G A

Semoga kelak, salah satu kisah pemain Indonesia diabadikan dalam film, seperti Ronaldo.

EDITED BY ALIF GUSTI MAHARDIKA

meminimalisir kesalahan-kesalahan yang terjadi di masa lampau. Apalagi, fasilitas yang berkembang, seperti lapangan, bola, dan sepatu semakin memudahkan setiap orang untuk memainkan olahraga ini.

Akan tetapi, mungkin itu hanya seperti fenomena gunung es yang tampak sebagian di permukaan, namun ada begitu besar hal tak terlihat dibawahnya. Yakinlah, masih banyak diluar sana yang begitu mencintai sepak bola, namun butuh perjuangan yang besar untuk bisa menikmatinya.

Perlu perjuangan yang besar untuk mendapatkan dan memiliki karir cemerlang sebagai pemain sepak bola profesional. Mungkin sekarang kita bisa melihat penyerang AC Milan, Carlos Bacca begitu hebat dengan segala prestasi dan kekayaannya. Bersama klub sebelumnya, yakni Sevilla, Bacca berhasil meraih gelar Liga Eropa. Ia bahkan disegani sebagai salah satu penyerang terbaik di dunia.

Namun, siapa yang tahu jika dahulu kemiskinan sampai mengharuskan Bacca remaja bekerja sebagai kernet bus untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, jika pesepak bola lain bisa meniti karier sebagai pemain profesional dengan mengikuti akademi sepak bola sedari kecil, pemain asal Kolombia itu hanya lontang-lantung menjadi pesepak bola jalanan hingga berumur 20 tahun. Beruntung, ia kemudian diterima di klub Atletico Junior.

Perjalanan karier yang berliku dan sangat inspiratif seperti inilah yang menjadikan sepak bola menarik untuk diangkat dalam sebuah film. Bend it Like Beckham pada 2002 dan Goal yang terus dibuat hingga seri keempat merupakan contoh film yang menceritakan bagaimana perjuangan untuk menjadi seorang pemain sepak bola profesional.

Di Indonesia sendiri, film Garuda di Dadaku dibuat hingga dua edisi. Film tersebut menggambarkan bagaimana perjuangan seorang bocah dalam mewujudkan impiannya menjadi pemain sepak bola yang hebat.

KEMANUSIAAN DAN KEJADIAN SOSIALSepak bola tak hanya sekadar menang

atau kalah. Sepak bola adalah olahraga yang penuh rasa kemanusiaan dan kejadian sosial yang tak luput dari tangis kesedihan ataupun tawa kebahagiaan. Banyak kejadian sosial yang dipengaruhi sepak bola, bencana, kematian, kehilangan, hingga kebahagiaan.

Memori kelam tragedi Hillsborough yang mewarnai dunia sepak bola pada 1989 silam menjadi salah satu peristiwa kemanusiaan yang begitu miris dan menyedihkan bagi dunia sepak bola. 96 nyawa fans Liverpool F.C. harus melayang akibat sebuah insiden yang terjadi pada pertandingan semifinal FA Cup 1988/1989, kala The Reds bertemu dengan Nottingham Forest di Hillsborough Stadium.

Kejadian miris ini kemudian dikenang oleh sutradara Daniel Gordon dalam sebuah karya film dokumenter berjudul Hillsborough.

Sepak bola bahkan bisa mendamaikan sebuah peperangan. Pemain asal Pantai Gading, Didier Drogba menyebut jika sepak bola menjadi alat pemersatu negaranya dari peperangan. Di Indonesia, fenomena seperti ini juga menjadi salah satu kisah dalam film berjudul Cahaya Dari Timur: Beta Maluku.

Film ini menggambarkan bagaimana sepak bola mempersatukan perpecahan dan mendamaikan peperangan yang terjadi di Ambon.

Begitu banyak film mancanegara yang tidak hanya berpenghasilan tinggi dan hebat dalam pengambilan gambar, namun juga memiliki makna yang dalam, tak terkecuali film bertemakan sepak bola. Indonesia dalam perkembangannya juga telah menciptakan film olahraga, khususnya sepak bola, dengan rating yang cukup tinggi.

Film-film seperti Tabula Rasa, Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, Garuda di Dadaku, dan Tendangan dari Langit memiliki rating di atas tujuh dalam situs database film, IMDb.com. Meski belum banyak jumlah, namun akhirnya perfilman Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Sebagaimana halnya sepak bola, perfilman lokal terus berjuang untuk mencapai dan menikmati puncaknya, meski terseok-seok dan terjatuh berkali-kali. Semoga kelak, salah satu kisah pemain Indonesia diabadikan dalam film, seperti Ronaldo.

Page 38: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

34 U L T I M A G Z

A Copy of My Mind merupakan kisah percintaan, film romance yang menco-ba untuk meng-capture Indonesia pada

saat ini. Kita ingin membuat cerita ini dengan latar belakang Indonesia yang sangat realistis dan memasukkan semua elemen-elemen yang sekarang sedang hangat di masyarakat ter-masuk korupsi, politikus yang jahat, dan se-bagainya”

U L T I M A G Z

DEBU DAN ASAP KENDARAAN ITU SUDAH MENJADI

KESEHARIAN YANG DITEMUI SARI (Tara basro), gadis

yang sengaja merantau dua tahun lalu ke Jakarta. Dari

matahari terbit hingga menjelang senja, Sari bekerja sebagai

karyawan di sebuah salon bernama Yelo.

Merasa bosan dengan aktivitasnya, ia memberanikan diri untuk

menjejakkan kaki di salon kecantikan lain agar memiliki penghasilan

yang lebih banyak. Hal itu dirasa dapat mengubah menu makanan Sari

yang tidak melulu mie instan dan tidur di kamar kost sempit setiap hari.

Namun, kepindahan Sari ke salon kecantikan yang lebih bagus malah

terasa lebih membosankan. Ia hanya dipersilakan untuk mengobservasi

kerja para seniornya di sana. Kesal dengan pekerjaan yang demikian

selama dua minggu lebih, Sari meminta untuk melayani pelanggan.

Permintaan pun dikabulkan oleh sang manajer. Sari diminta untuk

menangani pelanggan yang berada di penjara. Sempat bingung dan

dilema, akhirnya ia beranjak ke penjara dan menemui pelanggan yang

merupakan seorang tahanan ‘spesial’ bernama Mirna.

Singkat cerita, Sari mengetahui latar belakang Mirna dan persoalan

yang sebenarnya terjadi dengan menonton sebuah DVD yang diambil

saat melayani Mirna di ‘kamar’ tahanan. Hal ini malah mengancam

hidup Sari karena teror berat dari pihak Mirna yang ingin mendapatkan

kembali bukti kejahatan Mirna di dalam DVD tersebut.

KISAH PERCINTAAN KLASIK NAN MODERN

Saat ditanya soal sosok laki-laki idaman yang dapat menjadi

pasangan hidupnya kelak, dengan polos Sari menjawab tak memiliki

kriteria spesifik. Ia hanya ingin merasa bahagia. Hanya itu saja.

Sebelum kembali ke tempatnya mengadu emosi, tepatnya di jajaran

permukiman kost pinggiran Ibu Kota, ia menyempatkan diri untuk pergi

ke tempat penjualan DVD bajakan. Maklum, itu sudah menjadi hobi bagi

Sari. Namun, kali ini ia harus kecewa karena kualitas DVD. Ia mengeluhkan

teks terjemahan yang ada tidak sesuai atau bahkan terbilang jelek.

REPLIKA KEHIDUPANINDONESIA MASA KINIBy Annisa Meidiana & Lani Diana

Kejadian ini pun mempertemukan Sari dengan pembuat teks

terjemahan DVD bajakan, Alek (Chicco Jerikho). Pertemuan tersebut

merupakan awal dari sebuah cerita cinta di antara Sari dan Alek.

Kehidupan Sari yang menurutnya membosankan, kini menjadi lebih

bervariasi.

Cinta pandangan pertama yang dirasakan Sari dan Alek membuat

film ini terasa begitu klasik. Selama menjalani hidup sebagai sepasang

kekasih, Alek melindungi Sari ketika menemukan bukti kejahatan seorang

public figure negara. Sari pun memberikan banyak perhatian untuk Alek.

Sikap kedua tokoh ini menggambarkan jalinan kasih pasangan yang

dimabuk cinta dan saling komitmen untuk setia.

Film yang berhasil menyabet tiga piala di Festival Film Indonesia

2015 ini bukan hanya menunjukkan kisah percintaan klasik, tapi juga

berkolaborasi dengan kisah percintaan yang berani. Adegan ranjang

antara Sari dan Alek dalam film tersebut menjadi salah satu tantangan

bagi Tara Basro, Chicco Jerikho, bahkan Joko Anwar.

Joko harus membuat A Copy of My Mind lolos sensor dan tayang di

Indonesia dengan cara menyiapkan dua versi film. Versi Indonesia dibuat

tak begitu seksi sehingga audience Indonesia dapat mengonsumsi film

tersebut.

“Kita mencoba untuk cari sponsor, tapi mungkin karena ceritanya

Page 39: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

3 5U L T I M A G Z

Post production lama karena ingin totalitas di musik. Musik dibikin se-natural mungkin karena ingin satu challenge di atas dan cer-

ita yang disajikan real. Genre lagu yang dibuat ada lagu metal, dangdut koplo, dan lain-lain, salah satunya ber-judul A Copy of Your Mind”

R E V I E W

yang tidak biasa, jadi sponsor juga takut untuk

memberikan sponsor. Akhirnya, kita harus

ke luar negeri untuk cari dana dan dapat.

Seharusnya A Copy of My Mind lebih booming

di Indonesia ketimbang luar negeri karena

memang dibuat untuk rakyat Indonesia,” jelas

sutradara A Copy of My Mind, Joko Anwar saat

dihubungi Ultimagz, Jumat (19/2) lalu.

POLITIK, KEPENTINGAN, DAN PUBLIK YANG

BUNGKAM

Film A Copy of My Mind tak hanya

menggambarkan kisah percintaan Sari dan

Alek yang berani lewat adegan ranjang, tapi

juga gambaran Indonesia yang terdesak dari

berbagai aspek, mulai dari politik, kepentingan,

hingga publik yang masih bungkam. Salah

satu kepingan DVD yang sengaja diambil Sari

dari kamar tahanan ‘spesial’, Mirna, ternyata

merupakan barang bukti atas kasus korupsi

petinggi negara yang tengah disebut makelar

suap.

“A Copy of My Mind merupakan kisah

percintaan, film romance yang mencoba untuk

meng-capture Indonesia pada saat ini. Kita

ingin membuat cerita ini dengan latar belakang

Indonesia yang sangat realistis dan memasukkan

semua elemen-elemen yang sekarang sedang

hangat di masyarakat termasuk korupsi,

politikus yang jahat, dan sebagainya,” ujar Joko.

Dalam kedipan mata, kehidupan Sari tak

lagi sama seperti dahulu, sebelum ia mengambil

DVD tersebut. Ia mulai diterjang dilema berat

dan dihadapkan pada dua pilihan, yakni

mengembalikan barang bukti kejahatan Mirna

atau tidak. Tak lama kemudian, Sari diteror

oleh orang tak dikenal lewat telepon. Alek yang

merasa cemas pun meminta Sari untuk tinggal

beberapa hari bersamanya.

Saat sedang mengambil barang-barang

milik Sari, Alek hilang dan diculik oleh orang-

orang tak dikenal. Ia dipaksa untuk mengatakan

keberadaan Sari. Hal itu membuat Sari takut

setengah mati, terlebih lagi setelah ia menerima

telepon dari sang penculik yang mengancam

akan membahayakan nyawa Alek kapan pun

sesuai keinginan.

Meski sudah berusaha untuk mencari, Sari

tak mampu lagi melihat Alek. Akhirnya, ia

berkehendak untuk menyebarkan barang bukti

tersebut lewat DVD bajakan sebagai bentuk rasa

kehilangan kekasihnya.

“Politik sudah mencengkeram rakyat. Film

ini dibuat dengan menampilkan dua anak muda

dari kalangan bawah yang menggambarkan

mereka sebagai harapan. Ingin membuat

film yang intimate, menempatkan audience di

tengah-tengah adegan bersama pemain,” kata

Joko.

Film yang telah ditayangkan di beberapa

festival film internasional ini berhasil digarap

selama delapan hari. Namun, proses yang harus

dilewati tentu tak sedikit. Persiapan dilakukan

selama delapan bulan dengan melibatkan 20 crew

dan lima pemain. Totalitas dan kesederhanaan

pun terlihat saat Joko meminta bantuan seorang

komposer, Rama Aba, untuk membuat 76 lagu di

76 titik film A Copy of My Mind.

“Post production lama karena ingin totalitas

di musik. Musik dibikin se-natural mungkin

karena ingin satu challenge di atas dan cerita

yang disajikan real. Genre lagu yang dibuat

ada lagu metal, dangdut koplo, dan lain-lain,

salah satunya berjudul A Copy of Your Mind,”

ungkapnya saat acara diskusi dan screening film

A Copy of My Mind di Lecture Hall UMN pada 15

Februari 2016.

Joko Anwar, Sutradara A Copy of My MindFotografer : Debora Darmawan

Poster Film A Copy of My Mind

EDI T ED BY L A NI D I A N A

Page 40: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

36 U L T I M A G Z

SECANGKIRCINTA DI

FILOSOFIKOPI

Illustration by Nadya ChandraStory written by Livani Rizky Putri

Page 41: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

3 7U L T I M A G Z

C E R P E N

P ADAHAL, untuk sebuah kafe kecil, kedai ini terlalu ramai dan sumpek. Yah,

ini menurutku saja sih¸sebagai orang yang tergila-gila mencari ketenangan di tengah hiruk-pikuknya keramaian Jakarta. Tetapi entah kenapa, berkali-kali penilaian subjektif itu muncul, berkali-kali pula aku datang ke kedai ini, kedai kopi yang jadi ramai karena based on movie.

Jujur saja, aku tak terlalu suka kopi. Kopi membuat asam lambungku meninggi. Belum lagi, kopi membuat adrenalinku berpacu, jadi menggigil gitu. Namun, kini kopi seakan menjadi sahabat karibku, semenjak putusnya hubunganku dengan Alfi. Yah, kupikir daripada aku jatuh ke dalam perbuatan yang nggak baik, lebih baik aku meluapkan emosiku pada secangkir kopi, bukan?

Dan untuk kesekian kali, aku kembali ke kedai kopi favoritku ini usai pulang kuliah. Biasanya, sang barista sudah mengerti apa yang hendak kupesan ketika aku datang. Secangkir tiwus dengan cita rasanya yang masam untuk rasa sebuah kopi, semasam perasaanku yang tak kunjung berakhir.

Hei! Jangan bayangkan sang barista tersebut adalah Chicco Jerikho atau Rio Dewanto, aku bahkan jarang sekali melihat mereka datang ke sini. Mungkin mereka datang ketika aku sudah pulang.

“Tiwus, tubruk?” Aku hanya mengangguk sambil tersenyum sembari membayar dan kemudian mencari posisi duduk favoritku, pojok kanan kedai menghadap jalan. Tempat yang paling nyaman untuk menyendiri, meski kedai ini tak absen ramai pembeli.

“Atas nama Kak Miranda!” Aku mengambil pesanan Kopi Tiwusku, kemudian kembali berlalu menuju tempat dudukku sebelumnya.

Keramaian dalam kedai ini kerap kali menjadi hiburan untukku. Orang-orang biasanya datang ke kedai ini hanya untuk sekedar menunjukkan citra diri bahwa dirinya eksis, berkunjung ke salah satu kedai kopi terkenal di Jakarta, berfoto, kemudian diposting di media sosial. Jarang aku melihat orang-orang datang untuk benar-benar menikmati secangkir kopi.

Ah, bukan. Bukannya aku sinis dengan mereka. Hanya saja itu benar-benar menjadi sebuah hiburan bagiku. Menarik melihat keceriaan mereka berfoto, terutama di bagian tembok dengan logo ilustrasi cangkir dengan mata tertutup khas kedai ini.

***Berjuang untuk keluar dari

permasalahan hati bukan hal yang gampang. Apalagi Alfi adalah orang yang sudah cukup lama menetap dalam kehidupanku. Menyadari bahwa pada akhirnya aku harus berpisah dengan Alfi juga bukan perkara mudah. Sudah tiga bulan lamanya sejak perpisahanku dengan Alfi, dan sudah tiga bulan lamanya pula aku mampir ke kedai ini hanya untuk melepas emosiku, setiap Rabu. Kupikir, aku baru menyadari sepertinya bukan ketenangan yang kucari, tetapi kebahagiaan. Ya, dengan melihat canda dan tawa pengunjung yang datang.

Atau, biasanya aku menulis di sini, dengan laptop kecil usangku. Laptop turunan dari kakak, yang tak terpakai lagi setelah ia lulus menjadi sarjana Psikologi dua tahun yang lalu.

Kuseruput kopi Tiwusku. Ugh... Panas. Sensasi asam dan panas menyatu di lidah. Agak aneh untukku, but it acceptable so I drink it anyway. Kuseruput lagi. Entah bagaimana aku mendeskripsikannya, rasa asamnya seperti bertahap memenuhi rongga mulutku. From medium to high. Mungkin ini alasan mengapa kopi jenis ini menjadi ‘bintang’ dalam filmnya, dan yang kutahu, tak banyak kafe yang menjual kopi Tiwus seperti di sini. Karena rasanya yang unik itu.

Laptop-ku teranggur di meja. Rasanya malas sekali untuk menulis hari ini, setelah berkutat dengan tugas di kampus tadi. Tapi... Aku tidak sedang membawa buku. Bosan sekali! Akhirnya kuputuskan untuk sekedar iseng mencari informasi di Internet. Sekedar mengecek media sosial, melihat kabar teman-teman SMA yang sudah lama aku tidak berkomunikasi dengan mereka.

Pada akun Facebook salah satu sahabatku, Rini, terdapat foto-foto kami saat SMA. Ah... Betapa culun dan kucelnya kami dulu! Aku tersenyum sendiri melihatnya. Ternyata Rini masih menyimpan foto-foto kami saat SMA. Sudah lama aku tidak mengobrol dengannya. Sejak aku berpacaran dengan Alfi, frekuensi mengobrolku dengan sahabat-sahabatku, termasuk Rini, jadi berkurang.

‘Ah! Lo masih nyimpen foto ini, Rin? Ahahaha culun banget!’

Namun, ku urungkan niat untuk mengeposkan komentarku pada foto itu. Aku merasa nggak enak dengan Rini. Sudah lama menjauh, lalu tiba-tiba mengomentari foto, lewat Facebook lagi. Benar-benar nggak tahu malu.

Page 42: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

38 U L T I M A G Z

‘Gara-gara Alfi nih, sama sahabat sendiri aja malu,’ gumamku dalam hati. Giliran sekarang putus, aku nggak punya sahabat dekat siapa-siapa lagi. Ah, kesal! Aku benar-benar kapok deh kalau pacaran yang malah menjauhkanku dengan sahabat seperti itu. Nggak lagi-lagi deh.

Kuseruput kembali kopi Tiwusku. Kini kopinya hangat, nggak se-panas tadi. Tetapi rasa asamnya masih sama, tak hilang.

***“Kamu tuh ngapain sih minum

kopi?” Tiba-tiba aku teringat ucapan Bunda tempo hari. “Anak perempuan itu nggak baik minum kopi. Lebih baik minum teh, bagus buat badanmu juga.”

“Enak kok, Bunda.” jawabku. “Lagian kopi itu baik, kalau nggak diminum berlebihan. Banyak manfaatnya,” sanggahku.

“Apa coba manfaatnya? Terus itu lagi, aduh... Masa anak perempuan sering-sering banget ke warung kopi begitu?”

“Apaan sih... Bundaaa.... Itu kafe, beda sama warung kopi!” ujarku.

Duh, Bunda. Bunda nggak ngerti aja kalau kopi ini yang bikin aku semangat lagi. Lagipula Bunda nggak harus tahu juga kan, betapa sulitnya aku menghadapi masalahku sendiri?

***“Bangku ini, kosong?” ucap

seorang laki-laki yang baru datang

sambil membawa kopi, menanyakan bangku di sebelahku. Perawakannya tinggi, cukup tampan. Sepertinya seumuran denganku.

“Oh iya, kosong.” jawabku sambil melihatnya. Ia tersenyum. Lalu duduk di sebelahku.

Ia melihat kopiku, lalu menatapku.

“Itu Tiwus?” tanyanya. Aku mengangguk.

“Wah, kamu suka Tiwus?” tanyanya kembali.

“Iya. Lo juga?” ucapku.“Saya juga suka Tiwus, tapi hari

ini sedang mood minum Lestari, hehe.” jawabnya. Aku heran, kok hari gini ada laki-laki yang tiba-tiba ngajak ngobrol, tanpa kulihat gelagat ‘modus’ darinya sama sekali.

“Namanya siapa? Saya Adrian.”Aku menatapnya, bingung. Lho

kok tiba-tiba ngajak kenalan?Ia tersenyum, kemudian tertawa.

“Mbaknya mikir saya mau nawarin barang ke mbak ya? Hahaha, nggak kok, mbak. Saya bukan sales-sales yang deketin orang cuma karena ada maunya aja.”

“Hehehe,” cengirku akhirnya. “Gue Miranda. Masnya kerja?”

“Ah, nggak. Masih semester 4 kok.”

“Lha, sama dong!” benar kan, dugaanku. “Kirain udah kerja. Habis rapi banget.”

“Hahaha, nggak kok. Ini malah baru pulang kuliah. Iseng aja

ke sini, pengin ngopi.”“Bukan karena kafenya bekas

lokasi syutingnya?” gurauku. Ia tertawa lagi. Duh, manis. Eh?

“Hahaha, iya itu juga. Mungkin terpengaruh dari filmnya ya,” jawabnya.

Kemudian tiba-tiba obrolan kami mengalir, seperti sudah mengenal lama satu sama lain. Kemudian ia bercerita mengenai pendapatnya tentang Tiwus dan perspektifnya kunilai sebagian besar lahir karena menonton filmnya, Filosofi Kopi.

“Tiwus itu kopi yang sederhana,” ucapnya, “tapi entah kenapa, saya mendapatkan kesan yang dalam kalau minum kopi ini. Waktu pertama minum, asemnya nggak karuan. Saya pikir, ‘ini serius kopi?’. Tapi lama-lama, seiring saya sering datang ke sini dan mesan Tiwus lagi, akhirnya saya nemu feeling untuk menikmati si Tiwus,” jelasnya panjang lebar.

“Kalau kamu, suka Tiwus kenapa?” tanyanya. Aku terdiam.

Kemudian secara tak sengaja, aku menceritakan diriku mengapa datang ke kedai ini dan menikmati Tiwus. Yah... Malah cerita hal pribadi, deh.

Adrian mendengarkan ceritaku dengan seksama. Tanpa menghakimi, ia mendengarkanku dengan baik. Aku merasa nyaman mengobrol dengannya.

“Eh...” ucap Adrian. “Saya nggak bermaksud lho sampai kamu nyeritain masalah pribadi gitu.

C E R P E N

Page 43: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

3 9U L T I M A G Z

Maaf ya,” lanjutnya. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.

Tak terasa, setelah mengobrol panjang lebar dan membahas hal-hal lainnya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku harus pulang, kalau tidak... Bunda pasti akan mengomel dan omelannya akan bertambah kalau tahu aku datang ke sini.

“Dri, gue pulang dulu ya. Kapan-kapan kita ngobrol lagi.” ucapku

sambil beranjak dari bangku. Adrian diam, namun ketika aku hendak keluar meninggalkannya, ia menarik tanganku.

“Minggu depan, kita ketemu lagi di sini, ya?” katanya sambil tersenyum.

Dengan perlahan ku tinggalkan Adrian. Aku kembali menengok ke belakang untuk melihatnya. Ia masih menatapku dengan senyum yang sama seperti sebelumnya.

C E R P E N

Hmm, kurasa bayangan akan Alfi dalam pikiranku sebentar lagi akan memudar!

SELESAI

Page 44: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

40 U L T I M A G Z

KOLABORASI APIK INDONESIA

DAN JEPANGBy Agustina Selviana & Christian K. Yang

Photo by Evelyn Leo

“Konichiwa...” begitulah sapaan dari pembawa acara yang mulai terdengar serta mampu mengalihkan pandangan para pengunjung di Tribeca Park Central Park Mall ke arah panggung. Hal ini pun menandakan Japan Wave Expo 2016 telah dimulai.

Acara dibuka dengan DJ performance yang menyuguhkan remix lagu-lagu Jepang. Tak hanya musik, beragam breakdance juga ditampilkan lengkap dengan kostum Harajuku yang dipakai oleh para penari. Para performance yang hadir pun tak hanya

berasal dari Indonesia, tapi juga dari Jepang.

Di sisi lain, sebanyak 15 merek fashion dipamerkan untuk para penggemar busana ala Jepang. Mulai dari Bobson, Subciety, Olive des Olive, Tokyo Post Exchange, Micoameri, dan 20.000.000 fragments pun menampilkan koleksinya saat fashion show berlangsung.

Merek lain asal Kumamoto bernama Imari juga turut menampilkan busana perempuan tradisional yang kawaii (menggemaskan).

Uniknya, wujud busana tersebut

menggabungkan unsur kebudayaan Jepang dan Indonesia, yakni sebuah kimono modern dengan kain tenun batik khas Indonesia. Pemilik Imari Hirokazu Fukagawa memutuskan untuk menyatukan kedua unsur tersebut dengan alasan, kimono dan batik adalah budaya unggul khas Jepang dan Indonesia.

“Saya ingin memfokuskan produksi pakaian pada jenis kimono tenun yang dipajang di booth Imari karena jenis pakaian ini yang paling banyak diminati masyarakat Indonesia,” ujar Hirokazu.

+

Page 45: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

4 1U L T I M A G ZU L T I M A G Z

E V E N T

macam-macam,” kata fashion blogger ini.

Selain Rachel, Japan Wave Expo 2016

turut menghadirkan fashion blogger

bersaudara Jessica Yamada dan Elle

Yamada untuk menjadi pembicara.

Blogger yang memiliki darah Jepang ini

juga mengaku suka terhadap fashion

Jepang yang unik dan berbeda, dilihat

dari gaya berunsur layering atau berlapis.

“Misalnya saja mereka kalau pakai

sepatu high heels sering di-layer pakai

kaos kaki dengan atasan outerwear atau

overall,” ujar Jessica.

Melihat banyak fashion merek Jepang

di Indonesia, Jessica dan Elle berpendapat

bahwa respon masyarakat Indonesia

sangat positif. Keberadaan fashion Jepang

di tengah-tengah masyarakat tersebut

seolah-olah telah menciptakan market

tersendiri bagi para penggemarnya.

“Karena mereka kalau sudah nge-

fans, benar-benar nge-fans banget dan

mereka suka tiru mulai dari gaya rambut,

pakaian, sampai make up, semuanya,”

kata Elle.

Tak hanya membahas busana khas

Jepang, acara ini turut menampilkan

demo make up Jepang ala Mimi Kwok.

Dalam tata rias ala Jepang, Mimi

menekankan pada pemakaian bulu mata

dan softlens dengan diameter yang besar.

Uniknya, wujud busana tersebut menggabungkan

unsur kebudayaan Jepang dan Indonesia, yakni sebuah kimono modern dengan kain tenun batik khas Indonesia.

Kolaborasi antara Indonesia dan

Jepang ini merupakan hasil kerja sama

antara JETRO (Japan External Trade

Organization) dengan SYZYGY99

(PT. Sinar Zygma Sinergi) yang

menggabungkan unsur bisnis, fashion,

serta musik. Acara berlangsung dari

26-28 Februari 2016 dengan rangkaian

kegiatan, seperti fashion show, talkshow,

dan Hyper Wave Festival.

Daiki Kasugahara selaku Presiden

Direktur JETRO Indonesia melihat,

industri fashion saat ini sudah lebih dari

sekadar pemenuhan kebutuhan sandang

manusia. Penyelenggaraan Japan

Wave Expo 2016 pun diharapkan dapat

membuka peluang kolaborasi antara

industri fashion Jepang dan Indonesia.

“Semoga nantinya bisa memajukan

industri fashion yang sekaligus dapat

mendukung kemajuan ekonomi kedua

negara,” katanya.

FASHION UNIK KHAS JEPANG

Bukan rahasia umum lagi, jika model

busana Jepang memiliki keunikan

tersendiri. Salah satu pengisi acara Rachel

mengatakan bahwa keunikan tersebut

berasal dari warna dan potongan baju

yang dipadu-padankan. Ia menjelaskan,

busana Jepang lebih berani meski seolah-

olah nabrak. “Kalau mau coba fashion

Jepang, jangan takut pakai aksesoris

Page 46: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

42 U L T I M A G Z

“Pakai bulu mata atas bawah itu

penting dan cukup beri sentuhan

eyeshadow satu warna saja. Selain itu,

enggak perlu pemakaian berlebihan

untuk foundation dan bedak. Untuk bibir

juga cukup sedikit pakai lip gloss,” tutur

Mimi.

PANGGUNG KOLABORASI

Menjelang malam, panggung Hyper

Wave Festival mulai dipenuhi penampilan

penyanyi Indonesia dan Jepang, yakni girl

band Yoshimoto Indonesia (ABC), Amour

Nico, Faint Star, Hiroaki Kato, Rei Narita,

Teenebelle, dan Tulus.

Sebagian penyanyi Jepang pun

terdengar cukup fasih berbicara bahasa

“Semoga nantinya bisa memajukan industri fashionyang sekaligus dapat mendukung kemajuan ekonomi kedua negara,” katanya.

Indonesia. Faint Star juga sempat

mengatakan “Aku cinta Indonesia” dan

menyebutkan beberapa jenis makanan

khas Indonesia, seperti nasi goreng

gila dan nasi uduk. Walaupun belum

menguasai bahasa Indonesia sepenuhnya,

mereka tampak bangga dan excited karena

telah menjadi bagian dari Indonesia.

Kebanggaan para penyanyi asal

Jepang itu turut dirasakan oleh penyanyi

Indonesia, Tulus. Ia memberikan

apresiasi kepada Japan Wave Expo

2016 yang sudah menjadi wadah untuk

mengenal kebudayaan negara lain.

“Acara apa pun yang ada unsur saling

memperkenalkan budaya atau membuat

E V E N T

Page 47: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

4 3U L T I M A G Z

Menjelang malam, panggung Hyper Wave Festival mulai dipenuhi penampilan penyanyi Indonesia dan Jepang, yakni girl band Yoshimoto Indonesia (ABC), Amour Nico, Faint Star, Hiroaki Kato, Rei Narita, Teenebelle, dan Tulus.

E V E N T

delapan lagu, di antaranya Jangan Cintai

Aku Apa Adanya, Teman Hidup, Seribu

Tahun Lamanya, dan single terbaru

berjudul Pamit.

Dalam setiap lagu yang diciptakan,

Tulus tidak merasa terpengaruh dengan

musik Jepang. Namun, ia merasa

bahwa terdapat ruang tanpa batas

dalam bermusik, sehingga tidak dapat

menghalangi segala pengaruh yang

mungkin saja terbentuk.

“Buktinya, lagu Sepatu yang saya

tulis dalam bahasa Indonesia, saat

diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang

oke juga,” ungkapnya.

EDI T ED BY L A NI D I A N A

dua kultur atau lebih bersahabat, selalu

menarik, ya,” tutur Tulus.

Di sisi lain, salah satu performance

berdarah Jepang Hiroaki Kato

menyampaikan bahwa kolaborasi antara

musik Indonesia dan Jepang bukan hal

baru. Buktinya adalah lagu Bengawan

Solo yang pernah diterjemahkan ke

dalam bahasa Jepang. Respon positif

pun datang dari masyarakat Jepang yang

menganggap, melodi lagu tersebut cocok

dengan musik khas Jepang.

“Sangat suka lagu Indonesia.

Potensinya sangat besar,” kata Hiroaki.

Acara ditutup dengan penampilan

Tulus. Malam itu, ia menyanyikan total

Page 48: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

44 U L T I M A G Z

Mengubah Diri,Tunjukkan Mutu

sebagai MahasiswaBy: Laurensia Lindi Paramastuti – Student Support UMN

Rewritten by: Christian Karnanda Yang

Sejak Agustus 2015, terhitung sudah delapan bulan kita

menjalani tahun ajaran 2015/2016. Ada baiknya kita mel-

akukan refleksi tentang apa yang harus dilakukan, diubah,

diperbarui, ditinggalkan dan diperbaiki, serta dipersiapkan di

tahun ajaran mendatang untuk menjadi mahasiswa yang lebih

berkualitas dan berkompeten.

Pembukaan tiga prodi baru, yakni arsitektur, teknik elek-

tro, dan FTV sekaligus peresmian pembangunan gedung baru

merupakan perubahan dan persiapan yang dilakukan oleh pihak

kampus demi menyambut tahun ajaran 2016/2017.

Maka dari itu, yang diperlukan sekarang adalah dukungan

dari mahasiswa dengan menunjukkan kepedulian dan kom-

petensi sebagai mahasiswa yang berkualitas. Caranya adalah

memiliki sikap dan bertindak selayaknya mahasiswa berkom-

peten, menjadi mahasiswa yang termotivasi, bersemangat, dan

bertanggung jawab.

Page 49: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

4 5U L T I M A G ZU L T I M A G Z

S U S I S

Memang sudah cukup banyak, namun belum seluruh ma-

hasiswa memiliki sikap dan mental seperti itu. Jika ditanya

mengapa, kondisi ini bisa saja disebabkan karena mahasiswa

belum menemukan passion dan tujuan untuk masa depan, se-

hingga belum mampu mendorong dan memotivasi diri sendiri.

Alhasil, mereka cenderung apatis dan tidak memprioritaskan

proses pembelajaran di bidang akademik maupun keaktifan di

bidang non-akademik. Dampak yang terjadi adalah mahasis-

wa ini melakukan tindakan-tindakan yang tidak mencermin-

kan mahasiswa berkualitas, seperti menyontek, membo-

los, serta tidak aktif di kegiatan-kegiatan non-akademik.

Motivasi, semangat, dan keinginan untuk belajar turut ber-

peran dalam membentuk mahasiswa yang bermental kuat

dan berkualitas. Diperlukan kesadaran diri sendiri untuk

melakukan perubahan menjadi mahasiswa yang lebih baik.

Kurangnya dukungan, perhatian, dan bimbingan dari orang-

orang terdekat, terutama keluarga dan orangtua pun dapat

membuat mahasiswa kurang memiliki semangat dan motivasi.

Tidak kalah penting, dukungan dari orang-orang sekitar, sep-

erti sahabat dan dosen juga dibutuhkan. Masalah pergaulan

sehari-hari yang berpengaruh negatif juga dapat menye-

babkan performa mahasiswa menurun di dunia perkuliahan.

Kepekaan tidak boleh hanya datang dari dalam diri sendiri,

namun juga dari orang-orang di sekitar mahasiswa. Melihat

mahasiwa yang belum termotivasi dapat membuat orang-orang

sekitar peduli dan melakukan tindakan nyata untuk menghasil-

kan perubahan demi kebaikan. Sebagai sesama mahasiswa, be-

berapa aksi yang dapat dilakukan, di antaranya berusaha men-

jadi teman yang baik untuk mereka yang berkebutuhan khusus,

yang kesulitan dalam belajar, dan yang mempunyai masa-

lah dalam pergaulan. Dengan demikian, mereka dapat mera-

sa lebih tergugah untuk berubah di tahun ajaran berikutnya.

Selain itu, lakukan langkah-langkah yang lebih konk-

ret, seperti membuat kampanye yang bertemakan Care Ter-

hadap Mahasiswa. Aksi ini dapat menjadi bentuk dukungan

dari, dan untuk sesama mahasiswa. Hal ini dapat mengingat-

kan mahasiswa bahwa persiapan tersebut tidak hanya dap-

at dilakukan satu kali, tetapi untuk setiap tahun ajaran baru.

Oleh karena itu, yang harus dipersiapkan para mahasiswa

untuk menyambut tahun ajaran baru tidak hanya hal-hal ber-

sifat materi dan fisik, namun juga perubahan mental dengan

berusaha memiliki lebih banyak semangat, motivasi, serta rasa

tanggung jawab. Hal-hal tersebut akan membentuk mental ma-

hasiswa yang kuat, yang merupakan dasar sebuah keberhasilan.

Tidak perlu terlalu tinggi dan terkesan tidak realistis dalam

memasang tujuan di masa depan. Mahasiswa dapat memu-

lai dengan membuat tujuan-tujuan jangka pendek setelah lu-

lus kuliah kelak. Tujuan yang realistis ini bisa meningkatkan

semangat dan motivasi mahasiswa untuk menjadi lebih baik.

Sumber lain : http://www.berkuliah.com/2014/10/5-tips-motivasi-

semangat-mahasiswa-agar-selalu.html

EDITED BY ALIF GUSTI MAHARDIKA

Page 50: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

46 U L T I M A G Z

Ajak Manusiauntuk Lebih Modern

T E K N O L O G I

Page 51: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

4 7U L T I M A G Z

Kini berbagai aspek kehidupan

manusia akan terasa lebih modern

berkat kehadiran penerjemah

portabel atau jam tangan pintar.

Selain itu, potret momen-momen

penting pun dapat menggunakan

kamera mungil bertenaga surya.

1. Kendalikan Smartwatch Hanya dengan Gerakan Mata

Jam tangan cerdas alias smartwatch bukanlah hal yang baru di telinga

masyarakat. Sejak kehadirannya pada 90-an, fungsi dan cara pengoperasian

smartwatch telah jauh berkembang pesat. Inovasi yang terus mengalir

dari para produsen, serta para periset teknologi membuat produk jam

tangan cerdas ini seolah tak pernah “mati”.

Dari sekian banyak jam tangan cerdas yang hadir menemani aktivitas

manusia, kini para periset teknologi University of Lancaster tengah

menjalankan proyek untuk mengadaptasi teknologi pendeteksi gerakan

mata (eye tracking) dalam bentuk perangkat lunak (software) agar dapat

mengendalikan smartwatch.

Lantas bagaimana jam tangan cerdas ini bisa mendeteksi gerakan mata

pengguna? Di dalam smartwatch ini akan ditanamkan kamera (in-built)

dengan kualitas tinggi yang sanggup mendeteksi setiap pergerakan mata

penggunanya. Pada saat pengguna melihat ke layar smartwatch, maka

secara tidak langsung pengguna telah menjalankan sejenis pemicu atau

trigger bagi smartwatch untuk menjalankan perintah tertentu.

Intinya adalah gerakan mata yang ditangkap oleh kamera sama dengan

menekan tombol smartwatch secara fisik. Satu layar mungil jam tangan

cerdas sendiri mampu memuat beragam fungsi apik yang bisa diaktifkan

hanya melalui gerakan mata. Hans Gellersen selaku periset proyek belum

menyebutkan kapan proyek ini akan selesai. Namun yang jelas, proyek

ini merupakan gebrakan yang cukup inovatif di bidang teknologi.

Sumber: wired.co.uk

University of Lancaster tengah mengadakan proyek untuk membuat piranti lunak yang berguna dalam pengoperasian smartwatch dengan gerakan mata (Jan,2016)By Elisabeth

Page 52: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

48 U L T I M A G Z

T E K N O L O G I

3. Drone Cerdas nan Handal Pelengkap Fotografi

Fotografi kini merupakan hobi yang digemari oleh sebagian

besar masyarakat di dunia. Berbagai macam alat digunakan untuk

mendokumentasikan aneka aktivitas dan momen penting, seperti kamera

digital ataupun kamera ponsel cerdas. Namun, terkadang fotografer

mengalami kendala saat menggunakan kamera ponsel ataupun kamera

digital. Kendala yang dirasakan adalah keterbatasan jangkauan foto atau

sulit mengoperasikan kamera untuk jarak tertentu.

Keterbatasan pun telah menciptakan tantangan bagi sejumlah produsen

dan periset teknologi. Para periset teknologi yang berasal dari Berkeley’s

Robotics Lab dan University of California berhasil menjawab tantangan

tersebut dengan menghadirkan drone cerdas nan handal, Lily Camera.

Lily Camera ialah drone pertama di dunia yang dioperasikan hanya

dengan throw and shoot. Pengguna cukup melemparkan kamera. Setelah

itu, Lily Camera akan mengikuti dan mendokumentasikan aktivitas

pengguna secara otomatis.

Perangkat drone ini termasuk alat yang mudah dibawa dan dibekali

oleh fitur Global Positioning System (GPS), sehingga mampu mengikuti

lokasi pengguna, serta tahan air (waterproof). Fitur GPS pada perangkat ini

lantas tidak dapat mendeteksi adanya hambatan di udara. Jika ditemukan

hambatan di udara, pengguna bisa menghentikan laju drone agar diam

pada satu titik secara manual.

Lily Camera akan dirilis pada musim panas 2016 atau sekitar Juni

2016. Selain itu, harga perangkat drone ini mencapai 799 USD atau sekitar

Rp 11 juta (Rp 11.034.190).

Sumber: petapixel.com, cnbc.com, lily.camera

Drone dengan “throw and shoot” pertama di dunia akan dirilis pada Juni 2016 mendatang.

2. Ili Translating Necklace, Penerjemah Portabel Handal

Bahasa yang berbeda kerap kali menjadi kendala dalam interaksi antar

manusia. Hal ini sangat dirasakan ketika kita berkunjung ke negeri asing

dan tidak mampu memahami bahasa lokal di negara tersebut. Melihat

hal itu, sebuah perusahaan startup yang berasal dari Jepang, Logbar,

memanfaatkan peluang ini sebagai ide bisnis untuk menciptakan sebuah

perangkat penerjemah portabel yang diberi nama Ili.

Ili termasuk perangkat penerjemah pertama di dunia yang dikhususkan

untuk para turis ataupun wisatawan yang berkunjung ke negara asing.

Bentuknya yang cukup kecil dan bisa dikenakan di leher pengguna

membuatnya mudah untuk dibawa berpergian. Selain portabilitas yang

cukup memadai, Ili juga memiliki kelebihan yang lain. Tak seperti

perangkat penerjemah lainnya, Ili tidak membutuhkan koneksi Internet

saat menerjemahkan bahasa serta menyediakan kosakata terjemahan

yang sangat mumpuni untuk bahasa Jepang, Inggris, dan Mandarin.

Untuk menggunakan Ili, pengguna tinggal menekan tombol yang

ada pada perangkat cerdas tersebut, kemudian berbicara. Ili pun akan

menerjemahkan bahasa pengguna ke bahasa tujuan yang diinginkan

secara otomatis. Semua kosakata bahasa disimpan dalam database

perangkat cerdas ini.

Ili dirilis pada Januari 2016 dan telah memperoleh Innovation Awards

untuk kategori Wearable Technologies di ajang teknologi paling bergengsi

di dunia, yakni CES 2016. Saat ini, database Ili baru menyimpan kosakata

untuk tiga bahasa. Inovasi selanjutnya adalah menghadirkan versi kedua

yang dapat menerjemahkan bahasa Perancis, Thailand, dan Korea.

Namun, pihak Logbar belum memberitahukan secara resmi kapan versi

tersebut akan dirilis.

Sumber: wired.com, logbar.jp, businessinsider.co.id, cesweb.org

Perangkat Penerjemah Portabel, Ili, berhasil meraih Innovation Award pada ajang CES 2016, tepatnya 4 Januari lalu di Las Vegas

Page 53: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

4 9U L T I M A G Z

T E K N O L O G I

4. Sensorwake, Bangunkan Tidur dengan Aroma Khas

Kini, seseorang dapat bangun di pagi hari tanpa bantuan dering alarm.

Berawal dari ide seorang wiraswasta muda asal Perancis, Guillaume Rolland,

alarm unik yang diberi nama Sensorwake ini mampu membangkitkan

orang dari tidurnya berkat aroma yang khas dengan menebarkan aroma

memikat ke seluruh sudut ruangan dalam waktu tiga menit.

Aroma tersebut dibalut dengan kapsul mungil yang dipasang ke dalam

Sensorwake. Kapsul mungil yang berbentuk seperti pengharum ruangan

(air fresheners) ini mampu menghadirkan varian aroma, seperti permen

stroberi, espresso, pepper mint, cokelat, croissant, dan lain-lain. Aroma

yang disajikan tentunya aman bagi tubuh.

Lalu, bagaimana akurasi Sensorwake dalam membangunkan tidur

seseorang? Pada masa percobaan, Sensorwake telah diuji kepada lebih dari

100 orang. Alhasil, mereka bangun hanya dalam waktu dua menit. Jika

tidak, maka Sensorwake akan berdering seperti alarm pada umumnya.

Penggunaan Sensorwake pun cukup mudah. Pertama-tama atur waktu

alarm, pasang sebuah kapsul, dan Sensorwake akan menebarkan aroma

harum.

Menurut Rolland, tingkat kebahagiaan seseorang ditentukan oleh

beragam faktor, salah satunya bangun di pagi hari tanpa perlu mendengar

kerasnya dering alarm. Perangkat unik ini termasuk dalam kategori 15

penemuan terbaik yang bisa mengubah dunia di acara Google Science Fair

dan dipamerkan dalam ajang teknologi bergengsi dunia, CES 2016.

Rencananya, Sensorwake tersedia di toko-toko retail di Amerika pada

November 2016. Namun, pengguna sudah bisa pre-order alat ini lewat

situs resmi sensorwake.com dengan harga mencapai 109 USD atau sekitar

Rp 1 juta (Rp 1.505.290).

Sumber: cnet.com, sensorwake.com

Kamera merupakan salah satu teman nan setia ketika hendak jalan-

jalan atau travelling. Dengan kamera, kita tidak akan melewatkan satu

momen penting yang berharga. Namun, sering kali daya baterai kamera

habis, sehingga kita harus menunggu pengisian daya terlebih dahulu

agar kamera dapat digunakan lagi. Hal tersebut mendorong perusahaan

Activeon menciptakan sebuah inovasi bernama Activeon Solar X, kamera

berukuran kecil yang mendapat tenaga dari cahaya matahari.

Berkat solar panel yang dipasang di sisi atas badan kamera, pengisian

daya baterai dapat dilakukan di luar ruangan. Pengisian hanya memakan

waktu sekitar 30 menit untuk mengisi daya dari 0 (nol) hingga mencapai

80 persen.

Tidak hanya pengisian baterai yang mudah, portabilitas tinggi serta

kemampuan kamera yang handal pun menjadi poin utama Activeon

Solar X dipamerkan dalam CES 2016. Meskipun berukuran kecil, kamera

ini mampu merekam video dengan resolusi tinggi, yakni 4K UHD (Ultra

High Definition), 2.160 p.

Selain itu, ponsel cerdas milik pengguna juga dapat terhubung dengan

kamera Activeon melalui perangkat lunak khusus Activeon yang saat ini

baru tersedia di dua platform, yakni iOS dan Android. Pihak Activeon juga

menyediakan layanan penyimpanan berbasis cloud, sehingga pengguna

mampu menyimpan lebih banyak data dengan mudah.

Activeon Solar X akan memasuki pasar Amerika pada Maret 2016

dengan kisaran harga 430 USD atau sekitar Rp 5 juta (Rp 5.938.300).

Sumber: cnet.com, engadget.com, activeon.com, geeky-gadget.com

5. Kamera Mungil Bertenaga Solar

Alarm nan unik, SensorWake mampu membangunkan pengguna dengan aroma khas dan dirilis pada November 2016.

Kamera bertenaga solar, Activeon Solar X hadir dalam ajang CES 2016 dan dirilis pada Maret 2016

ED I T ED BY A N N I S A M EID I A N A

Page 54: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

50 U L T I M A G Z

SNAPSHOTS

by Evelyn - Hiroaki Kato, ‘Himawari No Yakusoku’.

by Evelyn - Chiharu Collection, a fashion of self-expression.

by Evelyn - Tulus berduet dengan Hiroaki Kato menyanyikan ‘Sepatu’ dalam bahasa Indonesia dan Jepang.

by Evelyn - Tulus menyanyikan single terbarunya, ‘Pamit’.

by Evelyn - Salah satu koleksi terbaru dari label Imari.

by Evelyn - FIG & VAPER.

Page 55: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

5 1U L T I M A G Z

by Cindy Gani - Terlihat ekspresi pemain yang sangat menghayati perannya dalam pementasan Khatulistiwa.

by Cindy Gani - Pemain Khatulistiwa meramaikan panggung Function Hall, UMN.by Cindy Gani - Salah satu pemain utama Khatulistiwa yang tampil di Function Hall, UMN.

by Cindy Gani - Pemain utama sedang berakting dalam pementasan Khatulistiwa.

by Cindy Gani - Beberapa pemain yang terlibat dalam pementasan Khatulistiwa.

Page 56: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

52 U L T I M A G Z

Cover StoryEfektivitas Perubahan Regulasi Perguruan Tinggi

WawancaraMahasiswa Kritis atau Mahasiswa Krisis Acara?

Info KampusKebijakan Kampus

Musik• Kritik dalam Melodi• Hiroaki Kato

APRIL2016

CORAKKEBIJAKANKAMPUS

Page 57: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

5 3U L T I M A G Z

Mau pasang iklan di

Hubungi Dea (08567033009)

Page 58: ULTIMAGZ Maret 2016 - Film Nusantara

ULTIMAGZ .com

UltimagzEdisi #10Maret 2016 :“Film Nusantara”