18
JURNAL READING Kepaniteraan klinik mata Rs. Islam sultan agung semarang Dipresentasikan Oleh : Panggi Anggriawan Pembimbing : dr. Hj.Am.Sita Pritasari, Sp.M

uveitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Slide 1

JURNAL READINGKepaniteraan klinik mataRs. Islam sultan agung semarangDipresentasikan Oleh :Panggi Anggriawan

Pembimbing :dr. Hj.Am.Sita Pritasari, Sp.M

Terapi Anti Inflamasi Nonsteroidal Pada Uveitis Anterior Akut Rekuren

Vanessa M. B. Fiorelli, MD, Pooja Bhat, MD, and C. Stephen Foster, MD, FACS, FACR

Informa Healthcare USA, 2010PendahuluanUveitis anterior akut rekuren adalah peradangan intraokular, paling umum ditemukan.Sekitar 8,2 kasus baru per 100.000 orang pertahunnya. Dari sudut pandang etiologinya salah satu penyakit yang paling sulit untuk didiagnosa. Dengan diperkenalkannya kortikosteroid pada tahun 1949 Kortikosteroid topikal lini pertama untuk penyakit inflamasi akut pada mata.

Sebelum munculnya kortikosteroid, obat NSAID (aspirin) digunakan dalam pengobatan peradangan pada mata. Pengalaman penulis di Massachusetts Eye Research and Surgery Institution (MERSI) NSAID oral sangat berguna dalam pengelolaan jangka panjang terhadap pasien dengan nongranulomatous, idiopatik akut, atau HLA-B27 yang terkait dengan uveitis anterior yang rekuren.Jurnal ini menyajikan analisis secara retrospektif terhadap penggunaan NSAID oral sebagai profilaksis dalam pencegahan rekurensi dari uveitis pada pasien dengan uveitis anterior yang rekuren.TUJUANUntuk mengetahui efek terapi anti inflamasi nonsteroidal (NSAID) dalam mencegah terjadinya rekurensi uveitis pada pasien dengan nongranulomatous berulang, idiopatik, atau HLA-B27 yang terkait dengan uveitis anterior akut (AAU).METODEKasus diambil secara retrospektif dari 59 pasien yang terdiagnosis uveitis anterior akut (AAU) berulang oleh MERSI Mei 2005 dan April 2008 diobati dengan obat celecoxib atau obat diflunisal.Semua pasien uveitis baik yang berulang maupun yang akut harus melalui periode follow-up minimal 1 tahun sebelum dan setelah dimulainya terapi NSAID oral.59 pasien yang terdiagnosis uveitis menjalani tes skrining standar yang dilakukan oleh MERSI termasuk tes terhadap sifilis dan HLA-B27. Semua pasien diperiksa oleh penyidik utama (CSF) di setiap kunjungan.Klasifikasi uveitis rekomendasi Uveitis Study Group International. Sedangkan peradangan ruang anterior pada mata dinilai seperti yang didefinisikan oleh Foster dan Vitale. Menurut SUN deskripsi kelompok uveitis:Serangan akut jika onset tiba-tiba dan lamanya kurang dari 3 bulan. Pasien dengan tanda-tanda, gejala, dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mengarah ke penyakit rheumatologic dievaluasi lebih lanjut oleh konsultasi rheumatologi. Beberapa variabel yang dinilai:Usia saat onset muncul Jumlah dan durasi seranganPenyakit sistemik terkait Waktu dan durasi penggunaan kortikosteroid topikalWaktu serta durasi penggunaan NSAID sistemik. Rekurensi peradangan sebelum memulai terapi NSAID dicatat dari dokumentasi dalam catatan grafik dari pasien yang diperoleh dari dokter yg merujuk, sedangkan setelah pemberian terapi NSAID tercatat pada pemeriksaan di MERSI seperti efek samping sementara pada NSAID.Perbaikan didefinisikan sebagai tidak adanya kekambuhan atau inflamasi lagi setelah berhentinya menggunakan terapi NSAID sistemik / terapi kortikosteroid sistemik selama minimal 6 bulan.NSAID sistemik yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah celecoxib (Celebrex, Pfizer, New York, NY) dan diflunisal (Dolobid, Merck, Rahway, NJ). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon untuk membandingkan perbedaan dari kambuh sebelum dan selama pengobatan NSAID. Mann-Whitney test digunakan untuk membandingkan perbedaan dalam follow up serta remisi antara kelompok berikut: celecoxib dan diflunisal, HLA-B27 positif dan negatif, dan kelompok pria dan wanita. Nilai P kurang dari 0,05 dianggap signifikan secara statistik. Penelitian ini telah disetujui oleh Institutional Review Board dari Massachusetts Eye dan Ear Infirmary dan dilakukan dalam konkordansi dengan Deklarasi Helsinki.HASILUsia rata-rata pada penelitian tersebut adalah 43 11,7 tahun. 26 laki-laki dan 33 perempuan. Penyakit autoimun sistemik diamati pada 13 pasien (11 wanita dan 2 laki-laki):Spondilitis (n = 4)Juvenile idiopathic arthritis (n = 2)Psoriasis (n = 2)Fibromyalgia (n = 1)Tiroiditis Hashimoto ( n = 1)Rheumatoid arthritis (n = 1)Penyakit Crohn (n = 1). Semua pasien di follow up setidaknya 1 tahun sebelum diberikan terapi dengan menggunakan NSAID. Perbedaan dalam tingkat kekambuhan sangat signifikan secara statistik pada p < 0.001.

Kelompok pasien dibagi berdasarkan jenis kelamin (laki-laki= 26; perempuan= 33).Semua pasien tetap dalam remisi rata-rata sekitar 18,22 bulan.

Hasil juga dianalisis berdasarkan pada pasien yang menerima celecoxib (n = 30) dibandingkan dengan pasien yang menerima diflunisal (n = 29). Dari 30 pasien yang menerima celecoxib:26 menerima dosis 20 mg 4 sisanya pasien menerima 100 mg. Semua pasien pada kelompok diflunisal menerima 500 mg. Perbedaan antara tingkat kekambuhan pada terapi celecoxib versus terapi diflunisal secara statistik tidak ditemukan nilai yang signifikan (p = 0,165). Pasien pada terapi celecoxib tetap dalam remisi lagi (21 5,50 bulan) Pasien yang diterapi dengan diflunisal (15,34 5,78 bulan). Perbedaan ini ditemukan secara statistik dan signifikan dengan nilai p