29
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kespon Terhadap Penetapan HJD Berada Pada Tingkat KPH Sebelumnya telah dinyatakan bahwa manfaat penetapan harga jual dasar kayu bundar jati berada pada tingkat KPH diperoleh dari berbagai hasil penelitian sebelumnya, yaitu : 1. E'endapatan perusahaan masih bisa ditingkatkan, 2. Kondisi stock masing-masing KPH nampak dalam laporan keuangan, 3. Output dan Harga Optimal diketahui. Berdasarkan manfaat-manfaat tersebut diharapkm kinerja KPH akan meningkat. Namun demikia~l, hasil analisa hierarki diperoleh sebaliknya. Dengan membandingkan penetapan HJD bukan pada KPH dengan penetapan HJD berada pada KPI-I, diperoleh hasil sebagai berikut (data-da.ta selengkapnya terdapat pada lampiran) : 0,526 Faktor Penghambat : = 1,109 0,474 0,957 = 0,862 0,489 1,109 Faktor Pendukung : -- = 0,957 0,511 Dari analisa benefit-cost ratio diperoleh besaran 0,862 atau kurang dari 1, maka dapat dinyatakan bahwa penetapan HJD berada pada tingkat KPH dalam lingkungan PT. Perhutani belum bisa dilaksanakan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kespon Terhadap Penetapan HJD Berada Pada Tingkat KPH

Sebelumnya telah dinyatakan bahwa manfaat penetapan harga jual dasar

kayu bundar jati berada pada tingkat KPH diperoleh dari berbagai hasil penelitian

sebelumnya, yaitu :

1. E'endapatan perusahaan masih bisa ditingkatkan,

2. Kondisi stock masing-masing KPH nampak dalam laporan keuangan,

3. Output dan Harga Optimal diketahui.

Berdasarkan manfaat-manfaat tersebut diharapkm kinerja KPH akan

meningkat. Namun demikia~l, hasil analisa hierarki diperoleh sebaliknya. Dengan

membandingkan penetapan HJD bukan pada KPH dengan penetapan HJD berada

pada KPI-I, diperoleh hasil sebagai berikut (data-da.ta selengkapnya terdapat pada

lampiran) :

0,526 Faktor Penghambat : = 1,109

0,474 0,957 = 0,862

0,489 1,109 Faktor Pendukung : -- = 0,957

0,511

Dari analisa benefit-cost ratio diperoleh besaran 0,862 atau kurang dari 1,

maka dapat dinyatakan bahwa penetapan HJD berada pada tingkat KPH dalam

lingkungan PT. Perhutani belum bisa dilaksanakan.

Page 2: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

39

Kondisi demikian mengindikasikan bahwa institusi, dalam pengertian

organisasi PT. Perhutani tidak menganggap manfaat-manfaat tersebut sebagai

sebuah inovasi ke arah pembaharuan sistem penetapan HJD kayu bundar jati.

Hal ini nampak dari analisa hierarki yang menempatkan faktor penghambat sulit

dsln memerlukan waktu lama sebagai prioritas pertama. Hasil selengkapnya adalah

sebagai berikut :

1. Hambatan Implementasi Perubahan Penetapan HJD

Beberapa aktor yang dijadikan responden dalam penelitian ini menyatakan

penilaiannya terhadap implementasi perubahan penetapan harga jual dasar

berdasarkan pengalanlan mereka selama bekerja di PT. Perhutani. Mereka

seakm bersepakat dalam menyatakan penilaiannya bahwa yang menjadi

penghambat utama dalam penetapan HJD pada masing-masing KPH adalah sulit

dan memerlukan w d t u yang lama, serta prediksi akan timbulnya gejolak pasar.

Sedangkan PT. Perhutani bukan lembaga profit murni serta penetapan harga

bultan wewenang Unit dan IQH menempati prioritas selanjutnya.

Demikian juga dengan matrik pendapat gabungan, faktor sulit dan

memerlukan waktu lama serta prediksi timbul gejolak pasar merupakan prioritas

pertama dan kedua, sedangkan PT. Perhutani bukan lembaga profit murni dan

penetapan harga bukan wewenang Unit dan KPH merupakan prioritas ketiga dan

keerripat. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 3: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

Tabel 3. Bobo: dan Prioritas Faktor Penghambat Matrik Pendapat Individu dan Gabungan Penetapan HJD Berada pada KPH.

Keterangan : Non Profit : PT. Perhutani Bukan Lembaga Profit Murni Sulit : Sulit & Memerlukan Waktu Lama Gejolak : Timbul Gejolak Pasar Wewenang : Penetapan Harga Bu-kan Wewenang Unit & KPH

Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah

dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT. Perhutani hampir

Sumber : Diolah dari kuesioner.

Faktor

- Nor1 Profit

SUM

Gejolak

Wewenang

1,5 juta hektar. Luasan ini terbagi kedalam petak-petak atau anak petak yang

Unit KPH

masing-masing luasnya berkisar antara 4,O ha - 50,O hektar, sehingga jurnlah

Gabungan Direksi

Bobot

0,271

0,286

0.365

0,079

Bobot

0.116

0.447

0,339

0,098

petawanak-petaknya sangat banyak sekali. Disamping itu, situasi dan kondisi

Bobot

0,214

0,336

0,327

0,123

Bobot

0,243

-2- 0 281

0,25 1

0,225

Pri

3

2

1

4

Pri

3

1

2

4

wilayah pengelolaan sangat variatif, baik daur ekonomi, keadaan hutan, geografis

Pri

3

1

2

4

Pri

3

1

2

4

hutark dan komponen biaya pembentuknya. Implikasinya variasi kualitas kayu

sangid beragam sekali, disarnpirig jenis sortimen yang dihasilkan. Hal ini sangat

sulit dan memerlukan waktu yang lama apabila harga ditetapkan berdasarkan

parameter-parameter tersebut serta berdasarkan sistem akuntansi yang

memasukkan tegakan sebagai persediaan yang harus diketahui setiap periode

Page 4: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

tahunan. Berdasarkan prakiraan ini, penetapan harga yang sesuai dengan kondisi

nyata di lapangan akan sulit dilaksanakan.

Kalaupun suatu saat ha1 ini sudah menjadi keputusan Direksi bahwa setiap

KPH harus mempunyai harga jual dasar masing-masing, sosialisasi dan proses

pelaksanaannya dibutuhkan waktu yang lama.

Timbul Gejolak Pasar. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, setiap aksi

akan menimbulkan reaksi. Prinsip ini sangat dipaharni benar oleh Perhutani,

setiap kenaikan harga akan direspon negatif oleh pasar. Dengan kata lain,

kanaikan harga akan menyebabkan turunnya kuantitas penjualan dan berakibat

pula pada turunnya pendapatan. Harga tidak serta merta dapat dinaikkan jika

dikaitltan dengan sedilcitnya jumlah persediaan (stock) ltayu di hutan.

Jika harga jual dasar dinaikkan dengan pertimbangan tersebut, implikasinya

adalsth akan timbul gejolak pasar (pada tahun 1999, pernah terjadi demo oleh

konsumen terhadap kenaikan harga), sehingga berakibat volume penjualan

menurun dan pendapatan menurun.

Sedangkan faktor PT. Perhutani bukan lembaga profit murni, ha1 itu

dibenarkan oleh para aktor. Hal tersebut nampak pada matrik pendapat individu

dan matrik pendapat gabungan yang semuanya menempatkan pada prioritas

ketiga. Para aktor seakan bersepakat untuk mengembalikan semua kegiatan

perusahaan pada visi dan misi perusahaan, termasuk pada penetapan harga jual

dasar kayu bundar jati agar tidak terlalu tinggi agar dapat dijangkau oleh semua

lapism masyarakat.

Page 5: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

42

Mengenai faktor penetapan harga bukan wewenang Unit dan KPH, yang

menempati prioritas keempat, baik matrik pendapat individu maupun matrik

pendapat gabungan, para alttor tidak secara eksplisit menyataltannya. Pendapat

para aktor umumnya adalah bahwa hal-ha1 yang menyangkut kebijakan harusnya

berada di Direksi. Sedangkan KPH hanya menyangkut kegiatan operasional di

lapangan dengan Unit sebagai koordinator dan fasilitator.

Sedangkan mengenai faktor-faktor pendukung, persepsi para aktor pada

umumnya adalah sebagai berikut :

2. Ilukungan Implementasi Perubahan Penetapan HJD

Seperti halnya pada hambatan implementasi perubahan penetapan harga jual

dasar tersebut di atas, para aktor Direksi dan Unit yang dijadikan responden

seakdn bersepakat dalam menyatakan penilaiannya bahwa yang menjadi faktor

pendukung dalam penetapan HJD pada masing-masing KPH adalah kemarnpuan

SDM pada prioritas pertam.a serta potensi tegakan dapat dipantau pada prioritas

kedua, akan tetapi merupakan sebaliknya bagi KPH. Sedangkan faktor pendukung

lainnya menempati prioritas selanjutnya.

Demikian juga dengan matrik pendapat gabungan, faktor kemampuan SDM

serta potensi tegakan dapat dipantau merupakan prioritas pertama dan kedua,

Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 6: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

Tabel 4. Bobot dan Prioritas Faktor Pendorong Matrik Pendapat Individu dan Gabungan Penetapan HJD Berada pada KPH.

Keterangan : Pote~nsi : Potensi Tegakan Dapat Dipantau Aktiva : Nilai Aktiva. Tegakan Dapat Dipantau SDM : Kemarnpuan SDM Otda : Otonomi Daerah Status : Perubahan Status Perusahaan Global : Era Globalisasi

Faktor Yendorong

Potensi - Akl iva

SDM

Otda

Status --- Global

-.

Seperti telah dijelaskan pada bab-bab sebelurnnya, kemampuan SDM

dalarn ha1 ini jumlah karyawan dan karyawati yang saat ini bekerja di PT.

Sumber : Diolah dari kuesioner.

Perhutani sampai tahun 2000 adalah sebayak 26.607 terdiri dari 15.487 orang

Direksi

tenaga kerja tetap dan 11.120 tenaga kerja kontrak, terdiri atas 1.373 tenaga

Bobot

0,297

0,203

0,315

0,069

0,056

0,060

teknis kehutanan, 652 sarjana non kehutanan, serta 13.388 SLTA, SLTP, SD, dan

Unit

Pri

2

3

1

4

6

5

non SD. Kualifikasi tenaga teknis kehutanan terdiri atas 400 sarjana, 255 diploma

Bobot

0,235 - 0,173

0,367

0,041

0,087

0,097

dan 7 18 SKMAIKKMAISUKMA. Selain itu terdapat karyawan dengan

Pri

2

3

1

6

5

4

KPH

kualifikasi pasca sarjana sebanyak 74 orang. Dengan dukungan tenaga kerja

Bobot

0,361

0,159

0,335

0,032

0,071

0,042

Gabungan

seperti itu, diyakini bahwa penetapan HJD berada pada KPH dapat dilaksanakan.

Pri

1

3

2

6

4

5

Bobot

0,298

0,176

0,341

0,045

0,073

0,067

Pri

2

3

1

6

4

5

Page 7: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

44

Sedangkan faktor pendukung potensi tegakan dapat dipantau, menempati

prioritas kedua, baik pada matrik pendapat individu (Direksi dan Unit) maupun

pada matrik pendapat gabungan serta merupakan prioritas pertama pada matrik

pendapat individu bagi KPH. Hampir semua aktor berpendapat bahwa faktor

pendukung ini berkait dengar1 faktor pendukung nilai aktiva tegakan dapat

dipantau yang merupakan prioritas ketiga, baik pada matrik pendapat individu

maupun pada matrik pendapat gabungan.

Untuk mengetahui potensi tegakan sebenarnya bisa melalui RPKH yang

telah disusun bagi KPH tesebut, yang perkembangannya bisa dipantau melalui

Buku Statistik Perusahaan (BSP) yang mencatat perubahan yang terjadi pada

setiap petak. Namun kegiatan ini jarang dilakukan, sehingga BSP bukan menjadi

pegangan yang baik untuk rnengetahui kondisi tegakan terkini. Berkait dengan

ha1 tersebut, merupakan ha1 yang baik sekali apabila potensi dan nilai aktiva

tegakan dapat diketahui dan dipantau pada setiap satu periode akuntansi.

Sedangkan faktor perubahan status perusahaan, menempati prioritas

keenlpat pada matrik pendapat individu KPH dan matrik pendapat gabungan, serta

menempati prioritas kelima dan keenam bagi matrik individu Unit dan Direksi.

Menurut pendapat para aktor, terdapat dua sisi dengan berubahnya status

perusahaan. Pertama, pesimis, meskipun perusahaan statusnya berubah, namun

jika perilaku dan budaya organisasi yang diterapkan adalah sama dengan kondisi

pada saat menjadi Perum, maka yang berubah hanya statusnya saja. Kedua,

optimis, dengan berubahnya status perusahaan diharapkan efisiensi terjadi di

Page 8: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

semila lini pekerjaan, kewenangan lebih besar diberikan ltepada KPH, sehingga

rantai birokrasi untuk memutuskan sesuatu ha1 menjadi lebih pendek.

Mengenai era globalisasi, yang menempati urutan prioritas kelima pada

matrik individu (KPH, Direksi) dan matrik pendapat gabungan serta menempati

urutan keempat pada matrik pendapat individu Unit, hampir semua aktor

sependapat, bahwa tidak terlalu perduli dengan ha1 tersebut. Jika PT. Perhutani

tidak bisa menjual ke negara-negara yang menerapkan syarat ekolabel,

PT. llerhutani inasih bisa menjual ke negara-negara yang tidak mengenakan syarat

terse but.

Menurut penulis pendapat ini tidak benar, karena era globalisasi tidak

ideniik dengan sertifikasi. Dalam ha1 ini masyarakat internasional menginginkan

dilakukannya internalisasi faktor kelestarian lingkungan hidup dalam aktivitas

ekonomi, rnulai dari eksploitasi bahan baku, proses produksi hingga pengemasan.

Perhatian dunia terhadap Icehutanan tidak berhenti sampai disitu.

Sesumgguhnya growing stock tidak termasuk dalam laporan keuangan ini tidak

hariya terjadi di Indonesia, namun juga di negara-negara lain. Dalam Deklarasi

Kongres Kehutanan Sedunia XI di Antalya - Turki, tanggal 22 Oktober 1997,

pada butir ke 7 meminta kepada negara-negara dan organisasi internasional untuk

mengembangkan metodologi dan mekanisme pemasukan perubahan persediaan

hutark dalam sistem akuntansi nasional.

Berkaitan dengan uraian di atas PT. Perhutani sebagai perusahaan

pengusahaan hutan yang selama ini dikenal dengan pengelolaannya yang lestari,

harusnya sudah mulai mengarah pada integrasi asset tegakan hutan dalam sistem

Page 9: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

46

akuritansi perusahaan. Hal ini mutlak dilakukan, selain terkait dengan Deklarasi

Antalya tersebut, yang lebih penting lagi adalah kinerja perusahaan dapat

meningkat, baik perkembangan potensi tegakan yang dapat tergambar jelas setiap

satu periode akuntansi, juga kinerja keuangan perusahaan lebih nyata.

Otonomi daerah menempati prioritas keenam pada matrik pendapat

individu KPH dan Unit serta pada matrik gabungan, akan tetapi menempati

prioritas keempat pada matrik pendapat individu Direksi. Bagi para pelaksana di

daerah otonomi daerah tidak ada hubungannnya dengan penetapan harga pada

KPH, yang berkait dengan Pemda setempat adalah seberapa besar Perhutani bisa

menyumbang PAD Pemda setempat. Lain halnya dengan Direksi, terdapat

kekuatiran yang cukup pada para aktor bahwa dengan semangat otonomi daerah,

terdapat kemungkinan bahwa pengelolaan hutan diserahkan kepada pemerintah

daeriih setempat.

B. Perilaku Organisasi

Dari Sub Bab sebelumnya dijelaskan bahwa faktor penghambat sulit dan

memerlukan waktu lama menempati prioritas pertama jika implementasi

penetapan harga jual dasar pada KPH dilaksanakan. Sebenarnya ha1 tersebut tidak

perlu terjadi jika PT. Perhutani memperhatikan faktor pendukung yang

menempatkan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki pada prioritas

pertama. Atau kalaupun tidak, PT. Perhutani bisa melakukan kerjasama dengan

perusahaan lain untuk melakukan perhitungan harga jual dasar berdasarkan

Page 10: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

47

parameter-parameter daur, situasi dan kondisi, geografis serta struktur biaya

pembuatan tegakan. Uraian berikut akan nlenjelaskan mengapa kondisi tersebut

tetap bertahan hingga saat ini.

1. l'engaruh Tidak Langsung

a. Budaya Indonesia dan Budaya Perusahaan di Indonesia

Uraian ini merupakan tinjauan dari berbagai referensi. Tujuan dari uraian

ini adalah untuk menggambarkan bahwa PT. Perhutani yang berkedudukan di

Indonesia, juga tidak terlepas dari budaya Indonesia dan budaya perusahaan di

Indonesia. Uraian selengkapnya adalah sebagai berikut :

Salah satu sumber daya yang penting bagi manajemen sebuah perusahaan

ialah manusia yang berkedudukan sebagai manajer dan pegawai/karyawan/buruh

atau pekerja. Sumberdaya inilah yang diberi nama baru yang sangat populer

dengan nama Sumber Daya Manusia (SDM) atau Human Resources. Human

Resources ini seringkali disebut manpower yang di Indonesia secara resmi

diteqemahkan menjadi tenaga kerja (Zainun, 2001). Selanjutnya dinyatakan

bahwa esensi dari SDM terletak pada "daya" yaitu daya yang bersurnber dari

rnanusia. Manusia di sini adalah manusia Indonesia.

Tanpa bermaksud menyamaratakan orang Indonesia, budaya pribadi orang

Indonesia tercermin dari rekaman para kartunis-situasi tentang berbagai kejadian

yang dapat dipandang sebagai gejala personal-czJture orang Indonesia dewasa ini,

G.M Sudarta (Kompas, 4 Januari 1997), Pramono (Suara Pembaharuan, 2

Page 11: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

48

Februari 1997), Dwi Koen (Kompas, 5 Januari 1997 dan 2 Februari 1997).

Karikatur-karikatur mereka menyiratkan bahwa manusia Indonesia mempunyai

kesadaran akan tanggungjawab yang lemah, suka cepat-cepat cuci tangan dan

menuding sosok lain sebagai kambing hitam, mudah ditunggangi, mudah dijebak,

mudah terseret hasutan dan ajaran-ajaran sempit radikal (Ndraha, 1997). Apabila

gambaran-gambaran ini memang mencerminkan realitas di lapangan, maka akan

mencadi penghambat utarna pemecahan masalah struktural dalam pengelolaan

hutan.

Jika pernyataan tersebut dikaitkan dengan PT. Perhutani sebagai sebuah

perusahaan di Indonesia, juga dipengaruhi oleh budaya pribadi orang Indonesia.

Kondisi demikian sebenarnya bukan hanya terjadi pada PT. Perhutani. Dalam

uraiannya mengenai Budaya Perusahaan di Indonesia, Ndraha (1997)

menjelaskan, bahwa sejak tahun 70-an secara bertahap dan pasti, administrasi

pemr:rintahan adalah juga manajemen pembangunan. Manajemen pembangunan

adalah manajemen proyek. Karena manajemen proyek adalah uang, maka

budaya organisasi yang terbentuk pada setiap level administratif pemerintahan

adalzdl budaya proyek. Budaya proyek lahir dari rimba birokrasi yang sangat

sentralistik, yang oleh Fred W. Riggs dalam Administration in Developing

Countries (1 964) penuh dengan formalism, overlapping dan heterogeneity. Untuk

memudahkan kontrol, segala sesuatu dibuat seragarn (uniform), serentak dan

formal; untuk memacu prestasi, target ditetapkan, kegiatan sosial dan profesional

diwa-jibkan berwadah tunggal. Pada kondisi seperti itu setiap unit kerja hanya

pelak sana operasional belaka dan duduk menunggu perintah atau proyek tahun

Page 12: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

49

depim. Semakin jauh dari pusat, semakin membudaya nilai-nilai demikian.

Perilaku unit kerja terlihat dari berbagai ungkapan seperti "jika sulit mengapa

dipermudah?". Singkatnya, pernyataan tersebut merujuk pada sikap5, perilaku6,

pentlirian7, dan raga daripada manusia tersebut (Ndraha, 1997).

Hasil survey PQM Consultant (1992) dalam Kartodihardjo (1999),

menunjukkan bahwa hambatan pembaharuan perusahaan-perusahaan di Indonesia,

swasta maupun BUMN, pada umurnnya disebabkan oleh faktor-faktor :

(1) k.urangnya komitmen dari pimpinan puncak, (2) kurangnya pengetahuan dan

keyakinan akan arti pembaharuan, (3) kurangnya prioritas penetapan program

yang bersifat strategis, (4) kurangya dukungan manajemen tingkat menengah,

(5) budaya perusahaan yang tidak mendukung, dan (6) kurangnya standart (ukuran

kineja) sebagai sarana pengetahuan.

Pada PT. Perhutani, meskipun ha1 tersebut tidak seluruhnya benar,

setidihya dari penelitian ini, diketahui bahwa perubahan penetapan HJD kayu

bundar jati belum bisa dilaksanakan.

5 . Sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap sesuatu, ia menunjukkan arah, potensi dan dorongan menuju sesuatu itu. L.L. Thurstone mendefinisikannya sebagai the degree of positive or negative affect associated with some psychologicul object. Indrawijaya (2000) mendefinisikan sebagai apredisposition to react in some manner to an individual or situation.

6 . Perilaku (behavior) adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi, atau organisasi), sementara sikap adalah operasionalisasi dan aktualisasi pendirian. Ilrnu jiwa mendefinisikan perilaku sebagai : kegiatan organisme yang dapat diamati oleh organisme lain oleh berbagai instrumen penelitian. Yang termasuk dalam perilaku ialah laporan verbal mengenai pengalaman subyektif dan disadari.

7. Pendirian bersifat abstrak, ia terlihat melalui sikap. Ukurannya didasarkan atas keteguhan atitu kekuatannya.

Page 13: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

b. Sikap Feodalistik dan Paternalistik

Menurut Ndraha (1 997), disamping dampak budaya perusahaan di Indonesia

tersebut, di dalam organisasi juga terasa dampak budaya daerah yang masih kuat.

Misalnya bahasa yang digunakan sehari-hari di kantor dan masyarakat. Di

kantor-kantor, bahasa dan logat masing-masing subkultur tetap digunakan.

Jika pepatah "bahasa menunjukkan bangsa" diingat, dapat dibayangkan betapa

sulitnya rnembentuk persepsi yang sama dalam berkomunikasi dan bekerja sama.

Apabila dihubungkan dengan konsepsi organisasi, pengaruh kebudayaan

sangat terlihat sekali dalam ha1 motivasi. Walaupun belum ada suatu studi yang

mendalam tentang pengaruh suatu kebudayaan etnik di Indonesia, penemuan

Prof. Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan

membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kebudayaan dan pelaku

administrasi (Indrawijaya, 2000).

Perlu dijelaskan bahwa pengelolaan hutan jati di P. Jawa dimulai pada abad

XVII, melalui persetujuan antara Belanda (VOC) dengan Susuhunan Surakarta,

yang isinya VOC mendapatkan hak untuk memanen kayu jati.

Hal ini menyiratkan kentalnya budaya barat dan kerajaan di P. Jawa dalam

budaya organisasi PT. Perhutani. Jika mental imperialis lambat lawn terkikis

dengiin semangat nasionalisasi perusahaan sejak jaman proklamasi kemerdekaan,

akan tetapi mental feoda18 belum sepenuhnya hilang dalam tubuh PT. Perhutani.

8. Fc:odalisme, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan (1) sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yarig besar kepada kaum bangsawan; (2) sistem sosial- kt:masyarakatan yang mengagung-agungkan jabatan (kedudukan) dan bukan mengagung- agungkan prestasi kerja; (3) sistem sosial di Eropa pada abad pertengahan yang ditandai oleh kekuasaan dominan di tangan tuan tanah.

Page 14: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

Implikasi feodalisme ini antara lain, peserta organisasi dalam menyelesaikan

peke jaannya berpikiran bukan karena ha1 tersebut merupakan tanggungjawabnya,

akan tetapi lebih terdorong terhadap siapa yang memberi tugas.

Menurut Raillon (200 l), dalam budaya Jawa terdapat stereotip sektor swasta

pribumi yang berkembang selana masa penjajahan Belanda masih berlaku. Inti

dari nilai-nilai pribumi, budaya jawa, sering dicap sebagai merusak bagi

kegiiitan ekonomi. Rasa memiliki pada orang Jawa terhadap suatu komunitas,

pola gotong royong dan visi apanase9 perekononiian yang dipandang sebagai

sisteln feodal yang memanjakan dianggap bertentangan dengan cara orang barat

berdiigang.

Jebarus (2000) menyatakan, mungkin terdapat proses adopsi nilai masyarakat

dalarn rangka pembentukan budaya organisasi. Namun akan sangat celaka kalau

nilai-,nilai yang berasal dari suatu masyarakat tertentu dituangkan begitu saja dan

menjadi budaya dominan suatu organisasi. Masalah akan timbul, manakala

anggata organisasi tersebut bersifat heterogen secara budaya. Sehingga terjadi

pemaksaan budaya yang mungkin saja tidak cocok untuk individu organisasi yang

berasal dari culture berbeda. Selain itu, masalah pun akan timbul manakala

nilai-nilai yang dianut masyarakat tersebut tidak cocok dengan tuntutan perubahan

dalanl lingkungan organisasi. Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah suatu

tindakan kompromi dalam merumuskan nilai budaya organisasi yang dianut.

9. Apanase, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisilcan sebagai bantuan berupa tempat atau tanah yang diberikan pemerintah kepada orang anggota kerabat bangsawan atau tuan tanah.

Page 15: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

5 2

Nilai masyarakat bisa menjadi salah satu unsur pembentuk budaya organisasi di

sarnping unsur-unsur lain seperti sejarah perkembangan perusahaan.

Pendapat tersebut, jika dikaitkan dengan kentalnya budaya Jawa dengan

mental feodalistik dan paternalistiknya dalanl tubuh PT. Perhutani merupakan

perdebatan yang panjang, bisa benar meskipun tidak seluruhnya benar,

sebaliknya bisa salah meskipun tidak seluruhnya salah.

2. Pengaruh Langsung

a. Motif Kepentingan

Seperti telah dinyatakan pada Bab Pendahuluan, jika manfaat-manfaat

tersebut bulcan dianggap sebagai sebuah solusi, maka peserta organisasi

PT. 13erhutani menganggap, tidak ada masalah dengan penetapan harga jual dasar

yang saat ini diberlakukan. Demikian juga kalaupun peserta organisasi

PT. Perhutani tahu dengan kondisi tersebut, akan tetapi pura-pura tidak tahu, bisa

dinyatakan bahwa para peserta mempunyai adaptasi yang kurang terhadap ha1 itu.

Sikap adaptasi yang kurang ini jika ditelusuri lebih lanjut, merupakan sikap apatis

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luarnya.

Dalam kerangka pemikiran juga telah dijelaskan, bentuk kesempatan yang

tersedia (opportunily sets) dalam lingkungan tergantung dari aturan main yang

bersifat formal seperti peraturan pemerintah, maupun informal seperti kebiasaan,

adat-istiadat dan lain-lain. Aturan main tersebut inerupakan bentuk institusi yang

menentukan interdepedensi antar individu atau kelompok masyarakat yang

Page 16: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

53

terlibat. Implikasi bentuk interdepedensi tersebut mengakibatkan 'siapa

menclapatkan apa" dalarn suatu sistem ekonomi tertentu (Kartodihardjo, 1998b).

Dari pengertian sikap dan perilaku di atas, apabila dihubungkan dengan

sikap apatis serta opportunity sets dan rational expectations, menunjukkan

bahwa perilaku mendapat pengaruh kuat dari motif kepentingan. Namun bukan

hanya kepentingan yang disadari yang dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku

seseorang, kondisi lingkungan (dari luar) juga mempengaruhinya.

Pada kasus peserta organisasi PT. Perhutani, motif kepentingan yang

disactari berhubungan dengan opportunity sets dan dan rational expectations yang

selama ini dirasakan dan telah dinikmati dianggap sudah sesuai dengan sikap clan

pendirian bahkan dengan budaya perusahaan itu sendiri, yang apabila dilakukan

perubahan penetapan HJD pada tingkat KPH, opportunity sets dan rational

ecpectations pun juga turut berubah, dan perubahan yang akan terjadi tidak

dikelahui, apakah akan membawa benefits (keuntungan secara pribadi) atau justru

cost (meskipun bukan merupakan kerugian atau biaya yang mesti ditanggung,

akan tetapi benefits yang mestinya dapat dinikmati akan l~ilang). Kondisi ini

masih ditambah dengan lingkungan yang juga akan berubah seiring dengan

perubahan yang terjadi, dan pada akhirnya perubahan lingkungan tersebut akan

mempengaruhi opportunity sets dan rational expectations.

b. Lemahnya Insentif

Secara umurn konsep insentif di PT. Perhutani belum dilaksanakan

sepeiluhnya, dengan kata lain baru berupa cost/penalty/disincentive yang

Page 17: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

54

mengemuka atau dikedepankan. Pihak manajemen menentukan penalty karena

ditemukan suatu pelanggaran oleh satuan pengawas, sedangkan rewards

terkadang tjdak sesuai dengan prestasi yang telah dicapai. Sehingga terdapat

kesam bahwra prestasi satuan pengawas adalah jika telah menemukan suatu

pelanggaran dan bobot dari pelanggaran tersebut. Kondisi ini sebenarnya tidak

protfuktif, karena peserta organisasi tidak mau dan bersikap tidak perduli dengan

prestasi, implikasinya adalah setiap individu tidak bersedia untuk mengeluarkan

kemampuan terbaiknya yang dimiliki, atau dengan pernyataan lain, motivasi

individu ditentukan oleh penghargaan yang dapat diterimanyalO.

C. Pendekatan Perubahan Terhadap Sistem Penetapan Hargn Jual Dasar

Sebenarnya PT. Perhutani sendiri sudah melakukan perubahan-perubahan

sejak diagendakannya Reformasi Perum Perhutani pada tahun 1999 serta melalui

SK. Direksi No. 193/Kpts/Dir/2001 tentang Transformasi Menuju Perhutani Masa

Depan. Di dalamnya tercakup mengenai perubahan paradigma pengelolaan hutan,

dari timber management menjadi forest resources management, dan dari state

bast? forest management menjadi community based forest management melalui

Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM); serta pricing

polilcy, pemberantasan KKN, efisiensi, restrukturisasi organisasi, hingga redefinisi

10. Menurut teori harapan (expectancy theori) motivasi seseorang dalam organisasi bergantung j~ada harapannya. Seseorang akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk berprestasi tinggi (lalam organisasi kalau ia berkeyakinan bahwa dari prestasinya itu ia dapat mengharapkan hmbalan yang lebih besar. Seseorang yang yang tidak mempunyai harapan bahwa prestasinya iidak akan dihargai lebih tinggi, tidak akan berusaha meningkatkan prestasinya (Indrawijaya, :,000).

Page 18: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

peran level-level organisasi dan bisnis, yaitu : Direksi sebagai pembuat kebijakan

tingltat korporat, Unit sebagai taktis-koordinatif, pengawasan dan pengendalian,

serta ICPH sebagai operasional atau sebagai pusat pertanggungjawaban.

Namun demikian, program-program yang dicanangkan dan sebagian sedang

dilaksanakan, sebenarnya merupakan gejala, akibat dan situasi dari permasalahan

yang, sebenarnya. Akar permasalahannya belum disentuh, yaitu kurang

sempurnanya institusi yang diperlukan agar setiap pengambil keputusan dapat

mengarahkan keputusannya pada hal-ha1 yang benar-benar menjadi pokok

permasalahan.

Sejalan dengan SK Direksi tersebut, penyempurnaan institusi disini bersifat

melengkapi serta menekankan kekurangan-kekurangan dalam transformasi

tersebut. Jika transformasi dilaksanakan dengan terbitnya sebuah surat

keputusan, maka penyempurnaan institusi yang dilakukan disini juga

diterbitkannya melalui surat keputusan. Dengan kata lain untuk menjalankan

sebuah kebijakan pada organisasi PT. Perhutani diperlukan ketegasan bahkan

coercbion yang diwujudkan melalui diterbitkannya surat keputusan oleh Direksi.

Terbitnya surat keputusan ini bukan semata-mata bahwa Direksi sebagai

pembuat kebijakan tingkat korporat, namun lebih mengarah pada pendekatan

rasiollalitas ekonomis dan rasionalitas birolaatis". Pendekatan rasionalitas

1 1. Menurut Putra (2001) pendekatan rasionalitas dalam proses pembuatan kebijakan publik pada dasarnya bertumpu pada dua hal, yaitu rasionalitas ekonomis dan rasionalitas birokratis. Riisionalitas ekonomis dimaksudkan bahwa pembuatan kebijakan harus didahului oleh pembacaan yang mendalam atas perhitungan-perhitungan dampak ekonomis, sedangkan rasionalitas birokratis bertumpu pada efisiensi dan efektifitas kinerja birokrasi yang mengacu pada kaidah-kaidah tipe ideal birokrasi seperti spesialisasi, hierarki, impersonal dan se bagainya.

Page 19: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

eko~iomis didasarkan pada bahwa PT. Perhutani sebagai organisasi yang juga

ingin memperoleh laba, dalam pembuatan kebijakan penetapan HJD harus

didahului dengan pembacaan yang mendalam atas implikasi dari penerapan

kebijakan tersebut, lebih banyak menguntungkan atau bahkan membawa kerugian

secara materi bagi perusahaan.

Sedangkan pendekatan rasionalitas birokratis didasarkan bahwa sebagai

sebuah organisasi dengar1 perilaku dan budaya yang saat ini terjadi, implementasi

sebuah kebijakan perlu dilakukan oleh jenjang tertinggi level pengambil

keputusan agar efisiensi dan efektifitas kebijakan tersebut dapat dicapai oleh

level-level organisasi dibawahnya.

Adapun penyempurnaan institusi yang dimaksud dalam penelitian ini

menyangkut pada aturan main dan organisasi penetapan harga jual dasar kayu

bundar jati. Penyempurnaan ini tentunya akan menghasilkan implikasi-implikasi

terteiitu bagi organisasi pelaksananya, sehingga yang diperlukan disini adalah

kecocokanl\uatu perangkat kebijakan dengan permasalahan yang dihadapi

dalam sistem penetapan harga jual kayu bundar jati. Penyempurnaan tersebut

adalah sebagai berikut :

12. Menurut Darusman (1981), kecocokan suatu kebijakan ditentukan oleh sifat-sifat : (a) workability, (b) efisiensi, (c) derajat kepastian hasil, (d) keluwesan, (e) konsistensi, dan (0 ketepatan waktu. Kelemahan yang sering terjadi di negara berkembang adalah dalam sifat wr7rkabiIiol. Suatu aturan tidak akan efektif bila badan yang bertanggungjawab pada pelaksanaannya tidak mampu. Disamping itu menurut Kartodihardjo (19..), adanya ktlemahan dalam proses pembuatan kebijakan menimbulkan banyak masalah dalam in~plementasinya. Beberapa masalah yang terlihat antara lain : inefisiensi dalam penggunaan sumberdaya alam, inkonsistensi antara berbagai kebijakan, inkonsistensi antara tujuan kebijakan, instument yang dipakai dan - tentunya - hasil yang dicapai. Masalah kedua adalah banyaknya negative externalities yang dirasakan masyarakat, serta masalah ketiga adalah lernahnya political will yang melatarbelakangi. Sumber kelemahan ketiga adalah adanya sikap rent seeking dikalangan para pelaku ekonomi, birokrasi ekonomi, dan bahkan legislator.

Page 20: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

1. Penyempurnaan Cara Pandang Kebijaltan Penetapan HJD

a. Cara Pandang Saat Ini : Kayu Jati Sebagai Komoditas Perdagangan

Hal yang paling utama dalam penyempurnaan kebijakan penetapan harga

jual dasar kayu bundar jati ad.alah perubahan cara pandang bahwa kayu jati

bukanlah semata-mata merupakan komoditas perdagangan, akan tetapi merupakan

suat~x produk dari pabrik tegakan jati. Antara produk dan pabriknya bukan

meru~pakan sesuatu yang terpisah, melainkan sebuah satu kesatuan yang

merupakan bagian dari ekosistem hutan secara keseluruhan.

Pada kebijakan penetapan HJD saat ini, cara pandang demikian nampak

pada peraturan-peraturan yang mendasarinya, baik pada Surat Direksi Perum

Perhutani No. 025/07 1.1 /Sar/Dir tanggal 9-2- 1999 perihal Penjualan Kayu Bundar

Jati, yang menganggap sama semua kondisi tegaltan jati pada semua wilayah,

padahal setiap wilayah hutan mempunyai karakteristik berbeda; maupun pada

PSAK 32 yang menganggap tegakan bukan sebagai asset perusahaan, padahal

dalanl sebuah perusahaan kehutanan, tegakan merupakan inti dari pengusahaan.

Kondisi ini mengakibatkan pemborosan surnberdaya hutan (tercermin dari

economic loss pada Tabel 2). Tegakan bukan merupakan sesuatu yang perlu

dihemat dan dipertahankan keberadaannya. Oleh karena itu rusaknya hutan

secara fisik misalnya akibat pencurian atau altibat tidak diperhatikannya nilai

hutan sebagai asset, mengandung arti bahwa kedua pelaku dibalik tindakannya itu

Page 21: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

5 8

menlpunai value yang menganggap bahwa hutan bukanlah barang yang langka

(Kartodihardjo, 1999).

b. KPH Sebagai Unit Kelestarian dan Unit Usaha

Dari uraian sebelumnya dapat dinyatakan bahwa hutan bukan hanya sebagai

sumberdaya alam yang menunjang pembangunan ekonomi, melainkan juga

sebagai sumberdaya alam yang mendukung pelestarian lingkungan hidup, sosial

dan budaya. Kesemuanya tersebut terdapat pada KPH, sehingga penyempurnaan

cara pandang yang seharusnya dilakukan adalah dikembalikan pada peran sebuah

KPH. Sebagai "pemilik tegakan" KPH merupakan unit kelestarian sekaligus

merupakan unit usaha PT. Perhutani.

Seperti diketahui, tegakan jati tersebar di seluruh Jawa dengan karakteristik

tegakan yang tidak sama serta situasi sosial budaya yang berbeda. Sebagai unit

kelestarian KPH berperan bukan hanya melestarikan hutan sebagai sumberdaya

alam yang mendukung pelestarian lingkungan hidup, akan tetapi

bertanggungjawab terhadap situasi sosial budaya setempat. Namun demikian,

KPH tnemerlukan dana untuk menunjang aktivitas tersebut, disinilah peran KPH

sebagai unit usaha.

Dari uraian tersebut bisa dinyatakan bahura kedua peran tersebut tidak dapat

dipisiihkan satu sama lain, sehingga sebagai bagian dari sebuah pengusahaan

hutan,, ltegiatan sebuah K.PH adalah mulai dari perencaan, penanaman,

pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produknya, serta sebagai agen

pembangunan wilayah setempat.

Page 22: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

2. Penyempurnaan Kebijakan Penetapan HJD

Menyangkut kebijakan penetapan HJD sendiri, setelah cara pandang

tersebut diperoleh, adalah :

a. Memasukkan Tegakan Sebagai Asset Perusahaan

Seperti telah dinyatakan sebelumnya, sistem akuntansi yang dianut sebagian

besar perusahaan kehutanan, tidak terkecuali PT. Perhutani, adalah PSAK 32.

Pada sistenl ini stock tegakan ditempatkan diluar sistem akuntansi, atau dengan

pernyataan lain bahwa tegakan tidak dianggap sebagai bagian dari asset

perusahaan. Dampak dari kebijakan ini adalah kinerja perusahaan yang nampak

dalslln laporan keuangan adalah bias (Kamarudin, 2000).

Asset yang dimaksud disini adalah asset pada masing-masing KPH. Setiap

KPH mempunyai asset tegakan sesuai dengan nilai tegakan masing-masing,

sebagai dasar penentuan harga pokok penjualan. Menurut Andayani (1 998), jika

kebijakan ini diterapkan, maka pendapatan perusahaan secara keseluruhan

meniiigkat.

b. Law enjorcement

Fungsi hutan dalam bentuk intangible akan memberikan masyarakat

pemakainya turut menikmati hasilnya tanpa bertambahnya biaya produksi. Atau

dengim pernyataan lain, setiap penambahan satu unit manfaat yang diperoleh

masyarakat tidak menambah biaya marginal (MC=O) dalam proses produksinya.

Dala~n keadaan seperti itu bentuk manfaat intangible hutan disebut barang dengan

Page 23: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

dam pak bersamaljoint impact goods (Kartodihardjo, 1995). Sehingga, apabila

terjadi perubahan ekosistem hutan akibat perlakuan tertentu oleh pihak yang

mendapatkan hak akan mempengaruhi pihak lain yang dapat saja kehidupannya

tidalc bersangkut paut dengan hutan. Secara ekonomi kejadian seperti ini disebut

eksternalitas.

Sesuai dengan sifat kepemilikannya, hutan merupakan barang milik negara

(stale property). Para individu mempunyai kewajiban mematuhi aturan yang telah

ditetapkan oleh negara, atau pemerintah yang niemperoleh kuasa atau departemen

yang mengelola sumberdaya tersebut. Demikian pula, departemen yang

bersimgkutan mempunyai hak untuk memutuskan aturan main tersebut (Arifin dan

Racllbini, 2001). Berdasarkan uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa kewajiban

pernerintah (atau departemen) adalah mengelola sumberdaya tersebut untuk

men-nenuhi hajad hidup orang banyak sesuai dengan UUD 1945. Demikian pula

dapat dinyatakan bahwa hak individu sebagai warga masyarakat dapat melakukan

kontrol (dan penuntutan secara hukum) atas kelalaian-kelalaian pemerintah atas

pengelolaan terhadap sumberdaya alam tersebut.

Berdasarkan konsep joint impact goods dan state property tersebut,

dipellukan penyempurnaan kebijakan penegakan hukum lingkungan13 dan

13. Beberapa kendala penegakan hukum lingkungan di Indonesia menurut Koesnadi Hardjasoemantri (1997) dalam Absori (2001) adalah : (1) pemasyarakatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup kurang memadai sehingga sc:lama ini masyarakat kurang mengetahui hak dan kewajibannya, (2) Aparat penegak hukum, yaitu meliputi, pertama, pejabat yang berwenang memberi ijin, kedua, polisi, ketiga , jaksa, kzempat, hakim, kelima, pengacara/konsultan hukum, kurang tanggap terhadap perkembangan hukum lingkungan, dan (3) beberapa ketentuan undang-undang lingkungan hidup, terutama yang berkaitan dengan penegakan hukum kurang ada penjabaran secara jelas.

Page 24: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

6 1

pengelolaan hutan khususnya, dari segi hukum administrasi, pidana dan perdata.

Hal ini diperlukan guna membentuk opini bahwa siapapun (pemerintah,

pengelolalperusahaan, dan masyarakat m u m ) apabila melakukan perusakan

terhiidap hutan, &an berhadapan dengan hukum dan di depan hukum

kedudukannya adalah sama.

3. Penyempurnaan Organisasi Sistem Penetapan HJD

Dalam trasformasi juga tercantum mengenai restrukturisasi organisasi,

antara lain restrukturisasi organisasi Direksi serta perkuatan organisasi KPH

melalui penempatan tenaga dengan keahlian khusus. Disamping itu juga terdapat

redefinisi dan penetapan peran level-level organisasi (Direksi, Unit dan KPH).

Sedangkan penyempurnaan organisasi yang dimaksud disini adalah

pernibenahan secara mendasar sistem penetapan harga jual dasar melalui :

a. Menyederhanakan struktur organisasi14 sehingga ramping, luwes, memudahkan

pengambilan keputusan, mempercepat arus informasi dan berorientasi pada

f~mgsi, melalui pelimpahan wewenang penetapan HJD pada KPH.

b. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM. Selama lima tahun terakhir

terjadi peningkatan kuantitas karyawan dengan kualifikasi pendidikan sarjana

muda keatas. Jika ha1 ini tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan

14. Carzo dan Yanousas, 1969 dalam Masyita, 2000, menyatakan, dengan tingginya hirarki akan ntenyulitkan implementasi dan meningkatkan biaya birokrasi. Biaya birokrasi didefinisikan sebagai biaya opeasional dari sebuah struktur organisasi dan sistem kontrol.

Page 25: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

62

kapabilitasnya, maka yang terjadi hanyalah peningkatan kuantitas dan

peningkatan kualitas orang per orang.

c. Pembangunan mental dan spiritual karyawan dalam rangka pembentukan

perilaku dan nilai15 sesuai dengan visi, misi dan transformasi perusahaan

rrlenuju budaya organisasi yang barn.

d. Pembentukan citra. Pada masyarakat selama ini telah terbentuk kesan bahwa

membeli kayu jati adalah sulit dan biroktatis. Kesan ini harus dieliminir

bersamaan dengan dijalankannya transformasi PT. Perhutani.

e. Kecintaan pada profesi, tidak ada bagian perencanaan, bagian hasil hutan, dan

lain-lain, karena kesemuanya adalah rimbawan, sehingga kecemburuan antar

bagianlkelompoWgroup tidak ada.

f. Dikikisnya sikap feodal.

g. Dibentuknya tim intelejen pasar untuk mengetahui perilaku konsumen sebagai

dasar penyesuaian kebijakan pemasaran.

4. Penetapan Kinerja

Ukuran kinerja PT. Perhutani didasarkan pada SK. Menteri Keuangan

Nomor 826lKMK.O 1311 992 tanggal 24 Juli 1992 perihal Peningkatan Efisiensi

15. Nilai didefinisikan sebagai pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebuh benar atau kurang benar (Dananjaya, 1986). Sedangkan Sathe (1958) mendefinisikan nilai sebagai asumsi dasar tentang kondisi ideal yang diinginkan atau berharga, selcalipun memerlukan pengorbanan untuk mencapainya. Semua pengertian tentang nilai tersebut terdapat dalam Ndraha (1997).

Page 26: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

63

dan Produktivitas BUMN'~, dengan indikator utama (70%), yaitu rentabilitas,

likuxditas dan solvabilitas, serta indikator tambahan (30%) yang meliputi rasio

kelestarian, rasio pengolahan dan rasio operasi. Dari ukuran kinerja tersebut

nampak bahwa kinerja sebuali perusahaan kehutanan negara lebih dititikberatkan

pada kesehatan finansial daripada ukuran kelestarian hutan yang dikelolanya.

Dampak dari kebijakan ini adalah bahwa pengusaha akan lebih mendahulukan

pemenuhan terhadap ukuran-ukuran finansial yang bobot nilainya lebih besar.

Oleh karenanya, penataan kebijakan bagi perusahaan kehutanan harusnya

mengarah pada ukuran-ukuran kinerja yang lebih menitikberatkan pada aspek

kelestarian sumberdaya hutan. Demikian juga dengan kinerja sistem penetapan

HJD kayu bundar jati khususnya dan KPH urrlumnya, ukuran kinerjanya, selain

perbrrndingan rencana dan realisasi pelaksanaan kegiatan dan pemenuhan target

pendapatan dan keuntungan, juga menyangkut pada berkurang tidaknya

sumberdaya hutan yang dikelolanya.

5. Insentif

Dalam pembaharuan institusi terdapat konsekuensi (consequences of

institutions). Terdapat dua tingkatan konsekuensi, yang pertarna kelembagaan

meningkatkan rutinitas atau keteraturan atau tindakan manusia yang tidak

rnemerlukan pilihan yang lengkap dan sempurna, tetapi kelembagaan dapat

16. Berdasarkan SK tersebut, rasio kelestarian dihitung dengan membagi besaran luas tanaman dengan luas tebangan, rasio pengolahan dihitung dengan membagi besaran volume kayu yang diolah dengan volume tebangan, sedangkan rasio operasi dihitung dengan membagi hasil penjualan dengan total biaya (Rahardjo, 2001).

Page 27: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

64

mempengaruhi tingkah laku individual melalui insentif dan disinsentif. Kedua,

kelembagaan memiliki pengaruh bagi terciptanya suatu pola interaksi yang stabil

yang di-internalisasi oleh setiap individu. Hal inilah yang menimbulkan suatu

ekspektasi keteraturan dimasa mendatang (Arifin dan Rachbini, 200 1).

Dari uraian tersebut, dapat dinyatakan bakwa diperlukan insentif untuk

mendukung pelaksariaan sistem penetapan HJD berada pada tingkat KPH.

Insentif dapat berupa menyediakan rational expectations yang sesuai dengan

prestasi kerjanya, misalnya bonus (material rewards), serta penghargaan lainnya,

misalnya promosi, kenaikan pangkat (non material rewards). Sedangkan

disirlsentif yang dapat berupa kebalikan dari insentif tersebut.

6. Monitoring, Review dan Evaluasi

Terakhir dari kerangka penyempurnaan institusi sistem penetapan HJD kayu

bundar jati adalah monitoring, review dan evaluasi. Hal ini penting bukan hanya

menyangkut bagaimana pelaksanaannya, akan tetapi juga menyangkut apa

tujuannya, siapa pelaksananya, pengetahuan apa yang dibutuhkan, siapa yang

puny.a akses terhadap hasil monitoring, serta siapa yang berpartisipasi, siapa yang

belajar dari hasil ini dan siapa yang membuat keputusan, siapa yang merevisi

program atau membuat rumusan program barn dari hasil review dan evaluasi

terse but.

Page 28: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

7. Implikasi Penyempurnaan Institusi Penetapan HJD

a. Implikasi Pada KPH

Implikasi ini akan berbeda-beda pengaruhnya pada setiap KPH, bergantung

pada kondisi masing-masing, baik internal KPH maupun eksternal dengan KPH

lainnya. Internal KPH sendiri berkait dengan nilai, sikap, perilaku dan budaya

KPH, yang diharapkan akan lebih baik.

Sedangkan menyangkut dengan KPH lain, dapat timbul persaingan antar

KPH, yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Terdapat kebebasan pasar untuk

memilih darimana sebuah produk berasal serta harga. yang ditawarkan.

Dampaknya akan terasa sekali pada KPH-KPH lemah dalarn ha1 kuantitas

penyediaan dan kualitas produk, yang akan ditinggalkan oleh konsumen. Disinilah

peran Direksi dan Unit sebagai stabilisator dan fasilitator antar KPH. Stabilisator

harga lebih mengarah pada stabilisasi harga pada masing-masing KPH agar tidak

terjadi persaingan tidal< sehat dengan mengabaikan etika bisnis. Fasilitator lebih

tertuju pada KPH-KPH yang produknya tidak laku, bagaimana menyalurkan

produk dan harganya tersebut secara bijaksana, demikian juga jika terjadi

kelehihan penawaran pada KPH, bagaimana kebijakan Unit untuk mengatasi ha1

tersebut.

Page 29: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Faktor penghambat sulit dan memerlukan waktu lama. Seperti telah dijelaskan pada Bab 111, luas hutan jati yang dikelola oleh PT

b. Implikasi di Luar KPH

Implikasi pada luar KPH adalah berkait dengan konsurnen, baik pengusaha

kayu jati (pedagang) maupun industri pengolahan kayu jati, yaitu adanya

perubahan struktur pasar.

Pasar kayu bundar jati selama ini telah terbentuk, berikut dengan rantai

pemasarannya, yaitu mulai dari pedagang besar, pedagang menengah, pedagang

kecil, pengecer hingga pada konsumen akhir. Jika HJD diterapkan pada

masing-masing KPH, terdapat kebebasan konsumen untuk memilih produk yang

akan mereka beli. Ketergantungan masing-masing rantai pemasar akan berkurang

satu sama lain, karena konsumen dapat menentukan secara bebas kuantitas dan

kualltas berikut harga penawaran produk yang akan mereka beli. Implikasi dari

ha1 tersebut adalah perubahan pada struktur pasar, tidak ada konsumen

(pedagang besar dan menengah) yang "bertindak" sebagai produsen, semuanya

berstatus sama sebagai konsumen.

Sedangkan implikasi pada industri adalah perubahan pada mesin-mesin

industri. Karena tersedianya produk dengan kuantitas, kualitas serta harga

yang variatif, maka mesin-rnesin industri harus menyesuaikan dengan ha1 terebut,

yaitu kapasitas mesin sehubungan dengan kuantitas produk, spesifikasi mesin

berkaitan dengan kualitas produk, serta harga mesin kaitannya dengan harga

bahan baku dan biaya produksi.