20
Pengaturan dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya untuk Pekerja Luthvi Febryka Nola *) Abstrak Efektifitas penegakan hukum pembayaran Tunjangan Hari Raya (selanjutnya disingkat THR) dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu penegak hukum dan materi hukum. Kelemahan faktor penegak hukum dapat diatasi dengan cara peningkatan kualitas dan kuantitas pengawasan ketenagakerjaan. Sedangkan perbaikan terhadap materi hukum tidak cukup hanya dengan perubahan Peraturan Menteri (selanjutnya disingkat Permen) akan tetapi juga Undang-Undang (selanjutnya disingkat UU). H U K U M A. Pendahuluan Pembayaran THR selalu menjadi permasalahan ketenagakerjaan menjelang hari raya Idul Fitri karena ada saja perusahaan yang melanggar aturan. Pelanggaran pembayaran THR ini telah menimbulkan kesulitan hidup bagi pekerja karena kebutuhan hidup dan harga- harga kebutuhan pokok akan meningkat tajam menjelang hari raya. Berbagai aksi demonstrasi dan mogok kerja menuntut pembayaran THR pun dilakukan pekerja. Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (selanjutnya disingkat Kemenakertrans) untuk mengantisipasi masalah THR. Pada tahun 2012 ini, Kemenakertrans berupaya mendekati asosiasi-asosiasi pengusaha dalam rangka menyosialisasikan kewajiban pembayaran THR. Pengawas Ketenagakerjaan juga telah diaktifkan untuk melakukan pemantauan jika terjadi pelanggaran dan menerima pelaporan dari masyarakat. Namun pemantauan oleh pengawas ketenagakerjaan ini kurang efektif karena jumlah petugas yang terbatas. Menurut Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (selanjutnya disingkat Menakertrans), jumlah pengawas ketenagakerjaan yang ada saat ini kurang ideal, karena 1.469 petugas pengawas harus mengawasi 224.060 perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan idealnya jumlah pengawas tenagakerjaan ini haruslah 3,734 orang. Selain terkendala masalah jumlah, pengawasan ketenagakerjaan juga harus menangani berbagai macam masalah ketenangakerjaan seperti upah minimum, jaminan sosial tenaga kerja, kebebasan berserikat, pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan outsourcing . Pada 19 Juli 2012, Menakertrans mengeluarkan Surat Edaran (SE Menakertrans) No. SE. 05/MEN/VII/2012 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Himbauan Mudik Lebaran *) Peneliti bidang Hukum pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected] Vol. IV, No. 16/II/P3DI/Agustus/2012 - 1 -

Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengaturan dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya untuk Pekerja (Luthvi Febryka Nola) 45 Tahun ASEAN dan Sentralitas Kepemimpinan ASEAN 5 (Poltak Partogi Nainggolan) Saatnya Beralih ke Sistem Transportasi Berkelanjutan (Sri Nurhayati Qodriyatun) Analisa RAPBN Tahun 2013: Peluang Penguatan Perekonomian Domestik (Nidya Waras Sayekti) Penguatan Lembaga Penyiaran Publik (Handrini Ardiyanti)

Citation preview

Page 1: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

Pengaturan dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya untuk Pekerja

Luthvi Febryka Nola*)

Abstrak

Efektifitas penegakan hukum pembayaran Tunjangan Hari Raya (selanjutnya disingkat THR) dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu penegak hukum dan materi hukum. Kelemahan faktor penegak hukum dapat diatasi dengan cara peningkatan kualitas dan kuantitas pengawasan ketenagakerjaan. Sedangkan perbaikan terhadap materi hukum tidak cukup hanya dengan perubahan Peraturan Menteri (selanjutnya disingkat Permen) akan tetapi juga Undang-Undang (selanjutnya disingkat UU).

H U K U M

A. Pendahuluan

Pembayaran THR selalu menjadi permasalahan ketenagakerjaan menjelang hari raya Idul Fitri karena ada saja perusahaan yang melanggar aturan. Pelanggaran pembayaran THR ini telah menimbulkan kesulitan hidup bagi pekerja karena kebutuhan hidup dan harga-harga kebutuhan pokok akan meningkat tajam menjelang hari raya. Berbagai aksi demonstrasi dan mogok kerja menuntut pembayaran THR pun dilakukan pekerja.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (selanjutnya disingkat Kemenakertrans) untuk mengantisipasi masalah THR. Pada tahun 2012 ini, Kemenakertrans berupaya mendekati asosiasi-asosiasi pengusaha dalam rangka menyosialisasikan kewajiban pembayaran THR. Pengawas Ketenagakerjaan juga telah diaktifkan untuk melakukan pemantauan jika terjadi pelanggaran dan menerima pelaporan

dari masyarakat. Namun pemantauan oleh pengawas ketenagakerjaan ini kurang efektif karena jumlah petugas yang terbatas. Menurut Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (selanjutnya disingkat Menakertrans), jumlah pengawas ketenagakerjaan yang ada saat ini kurang ideal, karena 1.469 petugas pengawas harus mengawasi 224.060 perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan idealnya jumlah pengawas tenagakerjaan ini haruslah 3,734 orang. Selain terkendala masalah jumlah, pengawasan ketenagakerjaan juga harus menangani berbagai macam masalah ketenangakerjaan seperti upah minimum, jaminan sosial tenaga kerja, kebebasan berserikat, pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan outsourcing .

Pada 19 Juli 2012, Menakertrans mengeluarkan Surat Edaran (SE Menakertrans) No. SE. 05/MEN/VII/2012 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Himbauan Mudik Lebaran

*) Peneliti bidang Hukum pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Vol. IV, No. 16/II/P3DI/Agustus/2012

- 1 -

Page 2: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 2 -

Bersama. SE Menakertrans berisi penegasan muatan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan dan himbauan kepada Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk membentuk Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) Ketenagakerjaan Peduli Lebaran. Kehadiran SE Menakertrans ini disambut baik oleh Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan diharapkan membuat pengusaha membayar THR tepat waktu.

Akan tetapi faktanya sampai dengan 16 Agustus 2012, Posko Satgas menerima 92 pengaduan. Kemenakertrans menyatakan telah menyelesaikan 64 pengaduan sehingga tersisa 28 pengaduan yang menjadi kasus. Jumlah kasus THR tahun 2012 ini jauh di bawah tahun 2011 yang mencapai 84 kasus. Penurunan jumlah kasus THR pernah terjadi pada tahun 2010 akan tetapi kembali meningkat pada tahun 2011. Dari perkembangan kasus tersebut terlihat bahwa permasalahan THR bersifat menahun dan menjadi masalah nasional.

B. Kelemahan Permen

Upaya Kemenakertrans untuk mengantisipasi munculnya permasalahan THR ini tidak didukung oleh materi hukum yang kuat. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003) tidak menjelaskan secara terperinci mengenai THR. Sehingga dasar hukum yang menjadi acuan dalam penegakan hukum THR adalah Permen dengan kelemahan, antara lain: 1. Menetapkan besar THR sejumlah

satu bulan upah (Pasal 3). Ketetapan ini menurut beberapa kalangan kurang begitu adil karena tidak memperhitungkan masa kerja.

2. Memberikan kesempatan pada perusahaan untuk membayarkan THR selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya (Pasal 4 ayat (2)). Waktu satu minggu sangatlah dekat dengan hari raya sehingga apabila ada permasalahan belum tentu selesai sebelum hari raya tiba. Pembayaran

setelah hari raya tidak menguntungkan bagi pekerja karena justru tunjangan tersebut dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hari raya. Sehingga batas waktu pembayaran THR sebaiknya lebih dari 7 hari.

3. Memberikan kesempatan pada perusahaan untuk membayar THR dalam bentuk lain, kecuali minuman keras, obat-obatan atau bahan obat-obatan, dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari nilai THR yang seharusnya diterima (Pasal 5 ayat (1)). Ketentuan ini memang memuat kalimat “dengan persetujuan pekerja“ akan tetapi kurang tegas sehingga tidak jarang perusahaan secara sepihak memberikan THR dalam bentuk lain, tanpa seizin pekerja.

4. Mengatur bahwa hak atas THR hanya diberikan kepada pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan (Pasal 6 Ayat (1)). Ketentuan ini dimanfaatkan oleh beberapa pengusaha untuk mengakhiri hubungan kerja sebelum jangka waktu 30 hari tersebut.

5. Memberikan kesempatan luas kepada Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan untuk menetapkan besar dispensasi jumlah THR dengan hanya memperhatikan keuangan perusahaan (Pasal 7 ayat (3)). Ketentuan ini tidak sesuai dengan prinsip tripartit yang harusnya juga melibatkan pekerja.

6. Aturan yang menjadi pedoman sanksi dari Permen ini sudah tidak berlaku (Pasal 8 jo. Pasal 192 UU No. 13 Tahun 2003). Akibatnya sanksi bagi pengusaha yang melanggar menjadi tidak jelas.

Kelemahan Permen yang paling fatal adalah terkait ketidakjelasan sanksi akibat UU No. 13 Tahun 2003 telah mencabut UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja yang menjadi dasar hukum pemberlakuan sanksi pidana dari Permen. Akibatnya, selama ini sebagian besar pelanggaran terhadap THR diajukan secara perdata. Gugatan secara perdata ini kurang membuat

Page 3: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 3 -

jera perusahaan yang enggan membayar THR. Hal ini terbukti dengan berulangnya kasus pada daerah tertentu seperti: Batam dan Jawa Timur.

C. Penegakan Hukum

Beberapa pemerintah daerah (Pemda) melakukan upaya khusus dalam menghadapi permasalahan pembayaran THR seperti Pemda Jawa Timur yang mengumumkan daftar perusahaan yang bermasalah dalam pembayaran THR kepada publik sebagai bentuk sanksi moral kepada perusahaan yang bersangkutan. Selain itu, Pemda dan DPRD Pamekasan berupaya menerbitkan peraturan daerah (Perda) berkaitan THR. Menakertrans juga berusaha menjalin kerjasama dengan Kementerian Perindustrian untuk memberikan sanksi administratif berupa pembekuan atau peninjauan izin kepada perusahaan yang melanggar ketentuan THR. Akan tetapi Kemenakertrans dan Kementerian Perindustian harus berhati-hati menerapkan sanksi ini karena jika tidak didukung oleh dasar hukum yang kuat maka perusahaan dapat mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara.

DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan, juga berusaha mengingatkan Kemenakertrans agar segera menyelesaikan secara tegas kasus pelanggaran pembayaran THR dan mengevaluasi efektivitas dari sistem pengaduan. Peringatan juga diberikan DPR kepada para kepala daerah agar lebih proaktif mengawasi realisasi pemberian THR. Selain itu DPR juga mengeluarkan beberapa pernyataan langsung kepada perusahaan dan pengusaha untuk segera menyelesaikan pembayaran THR.

Kondisi penegakan hukum pembayaran THR ini setidaknya mengalami 2 (dua) kondisi yang digambarkan oleh Soerjono Soekanto sebagai kondisi yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum. Kondisi tersebut adalah:1. Keterbatasan kualitas dan kuantitas

penegak hukum dalam hal ini pengawasan ketenagakerjaan.

2. Beberapa kelemahan dalam materi hukum yang menyebabkan

kekosongan hukum, ketidakadilan dan ketidakjelasan hukum.

Kondisi pertama berkaitan dengan pengawas ketenagakerjaan. Perbaikan kualitas dan kuantitas pengawasan ketenagakerjaan dapat ditingkatkan apabila dilakukan penambahan pengawas ketenagakerjaan, sehingga dapat fokus menangani bidang-bidang tertentu. Selain itu, apabila penegakan hukum THR masuk ke ranah Pidana maka penegakan hukumnya dapat melibatkan penegak hukum lain seperti kepolisian. Manajemen pengawasan juga perlu ditingkatkan melalui pemanfaatan informasi teknologi, keterlibatan lembaga swadaya masyarakat (LSM) ketenagakerjaan, masyarakat, dan DPR.

Kondisi kedua berkaitan dengan perbaikan materi peraturan. Revisi Permen tidak cukup efektif dalam menyelesaikan THR karena muatan pengaturannya yang sangat terbatas seperti tidak bisanya dimasukkan aturan tentang sanksi pidana. Menurut Pasal 15 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang dapat dimasukkan materi sanksi pidana hanya dalam UU dan Perda. Pengaturan dalam Perda memiliki wilayah keberlakukuan (jurisdiksi) terbatas pada daerah-daerah tertentu. Sedangkan lingkup masalah THR merupakan masalah nasional, oleh sebab itu tempat yang paling tepat untuk mengatur THR adalah dalam UU ketenagakerjaan. Saat ini merupakan saat yang tepat untuk melakukan perubahan terhadap UU Ketenagakerjaan, yaitu melalui perubahan UU No. 13 Tahun 2003.

Materi THR dalam perubahan UU No. 13 Tahun 2003 setidaknya meliputi rincian jenis-jenis dari tunjangan termasuk THR; memuat sanksi yang tegas bagi pelanggaran terhadap pembayaran tunjangan; dan mengatur kesepakatan tripartit dalam membahas mengenai tunjangan. Selain itu untuk membantu tugas pengawas ketenagakerjaan perlu diatur juga mengenai peran serta masyarakat dalam rangka pengawasan.

Meski pengaturan Perda sangat terbatas, akan tetapi tetap dibutuhkan karena masalah pelayanan ketenagakerjaan

Page 4: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 4 -

menurut Pasal 13 dan Pasal 14 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan urusan Pemda. Pengaturan dalam Perda biasanya melingkupi materi penjabaran dari UU dan aturan yang bersifat khusus sesuai kondisi daerah masing-masing. Sebagai acuan bagi Pemda dan DPRD dalam membuat Perda tentang THR, Kemenakertrans tetap perlu melakukan revisi terhadap Permen.

D. Penutup

Pembayaran THR telah menjadi masalah menahun dan bersifat nasional. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk mengefektifkan penegakan hukum pembayaran THR melalui perbaikan faktor penegak hukum dan materi hukum. Perbaikan faktor penegak hukum dapat dilakukan dengan menambah personel dan meningkatkan manajemen pengawasan ketenagakerjaan. Sedangkan perbaikan materi hukum tidak hanya melalui perubahan Permen akan tetapi UU No. 13 Tahun 2003 dengan mendelegasikan hal-hal yang bersifat khusus kepada Perda dan Permen.

Rujukan:1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.2. UU No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peratuan Perundang-Undangan.

3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahan.

5. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE. 05/MEN/VII/2012 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Himbauan Mudik Lebaran Bersama.

6. Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

7. “Perkuat Peranan Pengawas Tenaga Kerja, Kemenakertrans Gandeng BKN,” http://menteri.depnakertrans.go.id/?show=news&news_id=892, diakses tanggal 28 Agustus 2012.

8. “DPR Ingatkan THR Harus Beres H-7 Lebaran,” http://apindo.or.id/index.php/berita-a-artikel/news/769-dpr-ingatkan-thr-harus-beres-h-7-lebaran-, diakses tanggal 27 Agustus 2012.

9. “Kemenakertrans terima 28 Pengaduan Kasus THR,” http://ekbis.sindonews.com/read/2012/08/16/34/666332/kemenakertrans-terima-28-pengaduan-kasus-thr, diakses tanggal 23 Agustus 2012.

10. “Perlu Perda yang Mengatur THR,” http://infopontianak.org/perlu-perda-yang-mengatur-thr/, diakses tanggal 23 Agustus 2012.

11. “H-5 Lebaran, 5 Perusahaan di Batam Belum Membayar THR,” http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/08/14/127087/H-5-Lebaran-5-Perusahaan-di-Batam-Belum-Bayar-THR, diakses tanggal 23 Agustus 2012.

12. “Inilah 15 Perusahaan Jatim yang Menunggak THR Karyawannya,” http:/ /kelanakota.suarasurabaya.net/news/2012/109264-Inilah-15-Perusahaan-Jatim-Yang-Menunggak-THR-Karyawannya, diakses tanggal 23 Agustus 2012.

13. “Pamekasan Terbitkan Perda UKM dan THR,” http://www.tempo.co/read/news/2012/07/31/058420466/Pamekasan-Terbitkan-Perda-UMK-dan-THR, diakses tanggal 23 Agustus 2012.

14. “DPR Minta Perusahaan Segera Bayar THR Pekerja,” http://www.tribunnews.c o m / 2 0 1 2 / 0 8 / 1 4 / d p r - m i n t a -perusahaan-segera-bayar-thr-pekerja, diakses tanggal 27 Agustus 2012.

15. “DPR Minta Perusahaan Bayar THR Seminggu Sebelum Lebaran,” http://www.batamtoday.com/berita18413-DPR-Minta-Pengusaha-Bayar-THR-Seminggu-Sebelum-Lebaran.html, diakses tanggal 27 Agustus 2012.

Page 5: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

45 Tahun ASEAN dan Sentralitas Kepemimpinan ASEAN

Poltak Partogi Nainggolan*)

Abstrak

Lemahnya sentralitas dan keterlibatan masyarakat sipil dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan di ASEAN merupakan hal krusial dari banyak permasalahan yang dihadapi ASEAN dalam usianya yang mencapai 45 tahun. Bertambahnya anggota dan mitra dialog baru yang masuk tidak cukup menjadi ukuran semakin signifikannya kehadiran ASEAN di kawasan. Tulisan ini mengungkapkan dan menganalisis kelemahan ASEAN terkait sentralitas kepemimpinan di tengah targetnya mewujudkan komunitas kawasan tahun 2015.

HUBUNGAN INTERNASIONAL

A. Pendahuluan

Pada tanggal 8 Agustus 2012 yang baru lalu, ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) telah memasukii usianya yang 45 tahun, yang menandai organisasi regional yang semula dibentuk untuk mewadahi kerja sama politik antar-negara dan bangsa di Asia Tenggara itu semakin tua usianya, namun kian diharapkan banyak berperan secara signifikan dalam mengatasi masalah yang dihadapi para anggotanya. Usia 45 tahun itu juga mengungkap realitas baru bahwa ASEAN yang semula digagas dan didirikan oleh 5 negara utama di kawasan, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand, dewasa ini anggotanya telah menjadi 2 kali lipat banyaknya, dengan masuknya Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Myanmar. Demikian pula, negara mitra dialog ASEAN, bertambah banyak, tidak hanya, RRC, Korea Selatan dan Jepang,

namun juga kekuatan global seperti AS, Rusia, India, dan Uni Eropa, dan bahkan Timor Leste, negara bekas provinsi ke-27 Indonesia yang baru memisahkan diri tahun 1999.

45 tahun perjalanan ASEAN telah membuat (keanggotaan) organisasi regional itu semakin besar cakupan wilayah kerja sama dan potensi manfaat yang ditawarkannya bagi pihak luar, yang berminat melakukan kerja sama, terutama setelah negara-negara anggota ASEAN terbebas dari krisis ekonomi tahun 1997 dan mengalami pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih baik dari negara-negara di kawasan lainnya. Kontradiktif dengan perkembangan ini, kalangan akademisi, khususnya analis kritis asal Eropa, menilai sesungguhnya ASEAN belum bermanfaat banyak bagi negara-negara anggotanya, karena sifat elitis keorganisasiannya yang belum banyak berubah, dan kemampuannya dalam mengatasi secara

*) Peneliti Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

- 5 -

Vol. IV, No. 16/II/P3DI/Agustus/2012

Page 6: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 6 -

tuntas permasalahan yang dihadapi para anggotanya. Para analis tersebut membandingkannya dengan Uni Eropa, yang telah berkembang menjadi sebuah organisasi supranasional dan komunitas utuh di kawasan, baik di bidang politik, ekonomi, budaya dan pertahanan-keamanan.

Pisau analisis konstruktifis dan neo-konstruktifis, yang mendasarkan diri pada pendekatan historis dan nilai (kultur), yang telah melihat relevansi perkembangan sejarah dan budaya masyarakat bangsa-bangsa di Asia Tenggara dan interaksi mereka dengan negara-negara dari luar kawasan, terutama Barat, telah meragukan ASEAN dapat bertransformasi seperti Uni Eropa, sebagai sebuah komunitas kawasan yang utuh. Para analis dengan pisau analisis alternatifnya itu, yang telah mengingatkan untuk menilai ASEAN dari perpektif sejarah dan nilai-nilai kulturnya sendiri, berpendapat tidak aneh jika ASEAN hanya mengalami kemajauan secara fisik atau cakupan luas wilayah geografis negara anggotanya yang memberikan citra kemajuan di permukaan, tetapi tidak secara substansial. Mereka tidak heran, jika dalam perkembangan dewasa ini, ASEAN tetap belum mampu menunjukkan sikap yang secara signifikan berubah, yang menandai kemajuan berarti dalam pencapaian sasarannya, seperti yang pernah ditargetkan dalam beberapa KTT yang monumental dengan menghasilkan kesepakatan seperti Bali Concord I, II, dan III, jauh lebih dari sekedar perjanjian persahabatan (treaty of amity and friendship) yang umum dan mudah dijumpai dalam berbagai bentuk kerja sama regional dan multilateral. Mereka skeptis, ASEAN telah benar-benar sepakat dan siap secara menyeluruh untuk meninggalkan arogansi kedaulatan nasionalnya, menanggalkan prinsip ‘elegan’ menolak intervensi asing, dan menggantikannya dengan sebuah prinsip baru untuk hidup bersama dalam sebuah payung regional total, yang bersifat supranasional, mengingat telah dicanangkannya perwujudan pilar-pilar politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya. Karena itu, perlu diungkapkan di sini, apa indikator dan sekaligus penyebab sulitnya terwujud transformasi ASEAN

dari sebuah organisasi regional biasa menjadi sebuah komunitas komprehensif di kawasan.

B. Lemahnya Sentralitas

Hal yang paling sering dikemukakan oleh para kritisi adalah absennnya sentralitas ASEAN dalam pengambilan keputusan untuk mencari penyelesaian (solusi) masalah bersama di kawasan. Sentralitas ASEAN (ASEAN centrality) belakangan banyak dipertanyakan untuk memperlihatkan lemah dan tidak berdayanya (kepemimpinan) ASEAN dalam menentukan sikap dan mengambil keputusan yang sama untuk merespons suatu masalah di kawasan. Sentralitas diartikan sebagai kemampuan organisasi regional ini dalam membentuk persatuan dan sikap yang utuh, dalam mengeluarkan keputusan yang bersifat mengikat dan dapat dipatuhi oleh negara-negara anggotanya. Dengan demikian, tidak akan ada sentralitas organisasi jika tidak ada kesatuan sikap yang utuh ketika berupaya memecahkan atau mencari solusi atas suatu masalah, yang harus menghadapkan mereka pada pihak luar. Ini artinya, pihak (kekuatan) luar, non-anggota, tidak mempunyai pengaruh yang besar, apalagi mampu mengendalikan sikap negara-negara kecil anggota organisasi regional tersebut. Negara-negara anggota mempunyai posisi yang sejajar, dengan otoritas yang menyebar, walaupun ada negara anggota dengan kategori senior, sebagai pendiri atau tokoh pembentukan organisasi regional itu. Kemudian, yang jelas, sentralitas juga berarti kehendak yang sama setiap negara anggota atas target suatu keputusan dan komitmen yang sama untuk mematuhinya. Masalah ini sepintas seperti hanya menyangkut kepemimpinan (leadership) dan manajemen dan kinerja organisasi ASEAN, namun jika ditelaah lebih jauh, menyangkut masalah yang fundamental, yakni nilai atau budaya secara lebih luas, yang mempengaruhi cara mengambil keputusan dan perilaku atau aksi dan tindakan negara-negara anggotanya.

Page 7: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 7 -

Sentralitas ASEAN mengemuka ketika KTT tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN yang diadakan pertengahan Juli 2012 lalu di Kamboja gagal mencapakai kesepakatan untuk mengeluarkan Komunike Bersama (Joint Communique), sebagaimana yang rutin dapat dihasilkan selama ini. Masih adanya perbedaan sikap dan posisi yang kukuh antara negara peserta, yang gagal dinegosiasikan dan sulit mencair, dalam menilai masalah Laut Cina Selatan dan mencari solusi dari konflik yang muncul di antara negara pengklaim dan para pendukungnya, menjadi penyebab gagalnya dihasilkan kesepakatan bersama KTT Menlu ASEAN di Phnom Penh. Kejadian ini disepakati oleh negara anggotanya sebagai indikasi kegagalan ASEAN untuk menghasilkan keputusan untuk pertama kalinya sejak organisasi regional itu didirikan tahun 1967. Padahal, dalam periode sebelumnya, dalam sejarah panjang 45 tahun ASEAN, dikatakan tidak pernah ada kegagalan ASEAN untuk mengeluarkan sebuah komunike bersama setelah usainya sebuah Konperensi Tingkat TInggi (KTT). Karena itulah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Indonesia, salah satu negara pendiri ASEAN, mengeluarkan pernyataan kekecewaannya secara terbuka terhadap perkembangan ASEAN, yang disiarkan secara luas, yang menandai juga sangat berartinya masalah ini.

Masalah Laut Cina Selatan, yang berasal dari klaim teritorial yang tumpang-tindih negara-negara anggota ASEAN seperti Filipina, Vietnam, dan Brunei Darussalam dan RRC, negara di luar kawasan, yang tidak kunjung dapat diselesaikan, menjadi penanda lemahnya sentralitas ASEAN. Peran pemerintah Kamboja, dan juga Myanmar, yang keduanya bukan pengklaim, yang belakangan ini dikendalikan RRC, mempengaruhi lemahnya sentralitas ASEAN dalam mencari solusi atas masalah Laut Cina Selatan. Kamboja dan Myanmar yang sangat didominasi pengaruh dan kepentingan RRC, dengan mudah mengorbankan semangat dan solidaritas ASEAN, dan terang-terangan memperjuangkan dan mempertahankan kepentingan RRC, dengan tidak mendukung aspirasi negara anggota ASEAN lainnya,

yaitu Filipina dan Vietnam, untuk menyebut ada klaim dan kepentingan teritorial negara Filipina dan Vietnam atas Laut Cina Selatan, serta adanya pelanggaran kedaulatan dan aksi-aksi provokasi dan agresi angkatan laut RRC, yang telah meningkatkan ketegangan di kawasan baru-baru ini. Keinginan pemerintah Filipina dan Vietnam agar Komunike Bersama menyebut nama wilayah, yang menghargai klaim historis mereka, serta respons dan manuver agresif angkatan laut RRC, yang ditolak pemerintah Kamboja penyelenggara KTT tingkat Menlu, dan ketidakmampuan negara-negara anggota ASEAN lain, terutama negara besar seperti Indonesia, untuk mencari alternatif solusi keluar dari kebuntuan dan menjembatani perbedaan sikap yang ada, berbuntut pada ketidaksepakatan atas penyusunan sebuah deklarasi hasil KTT tingkat Menlu itu.

Sikap keras masing-masing anggota ASEAN yang tidak dapat dikompromi atau dipertemukan tersebut telah menunjukkan kepada masyarakat dunia bahwa ASEAN sesungguhnya tidak mempunyai sentralitas, walaupun selama ini diklaim sebagai kompak dan solid. Bahkan, yang lebih tidak menyenangkan buat Indonesia, salah satu negara pendiri ASEAN, yang sering disebut sebagai big brother yang sangat dihormati dan disegani serta sering diminta pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan selama ini, keberadaan dan pendapatnya yang selalu menjaga kepentingan bersama ASEAN, seperti diabaikan. Tidak adanya kesamaan persepsi atas masalah di Laut Cina Selatan di antara negara anggota ASEAN, yang memunculkan lemahnya persatuan, beragamnya kepentingan nasional mereka, lemahnya komitmen bersama, yang bersumber dari sejarah dan perkembangan masyarakat dan kebudayaan mereka, telah menyebabkan absennya sentralitas di ASEAN. Dapat dikatakan, tanpa persamaan persepsi, serta persatuan, kepentingan dan komitmen, sentralitas ASEAN hanyalah ilusi, yang telah dan akan terus membuat ASEAN seolah-olah merupakan sebuah organsisasi, apalagi komunitas, kawasan yang modern dan kuat, padahal sesungguhnya lemah dan tidak berarti.

Page 8: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 8 -

Apakah absen atau lemahnya sentralitas ASEAN merupakan masalah baru dalam realitas dunia politik dan akademik? Berbeda kalangan politik dan akademik, dunia akademik telah lama mengindentifikasi ini dengan mengadopsi pendekatan baru dalam cara melihat dan menganalisis ASEAN, dalam diskusi-diskusi mereka satu dasawarsa terakhir. Lagi-lagi konstruktifis dan neokonstruktifis, berbeda dengan elit politisi ASEAN, mengingatkan bahwa masalah Laut Cina Selatan bukan masalah baru. Kegagalan ASEAN juga bukan baru kali ini saja, tetapi juga dalam tahun-tahun lalu ketika ketegangan meningkat akibat manuver militer RRC yang tidak menghormati upaya diplomasi ke arah penyusunan kode perilaku yang dapat disepakati bersama. Pendekatan bilateral baru RRC ke Menlu Marty Natalegawa untuk menembus kebuntuan malah membuat kian melemahnya sentralitas ASEAN. Sementara, untuk pembanding, di Uni Eropa, negara luar sulit untuk menembus tembok birokrasi dan kepemimpinan UE, sehingga tidak memungkinkan mereka untuk mengambil jalan pintas bilateral dalam mencari solusi.

C. Penutup

Lemahnya sentralitas kepemimpinan ASEAN merupakan masalah krusial yang membuat kesulitan ASEAN dalam mewujudkan berbagai sasarannya selama ini. Kelemahan ini memperlihatkan berbedanya ASEAN dengan Uni Eropa yang harus konsisten untuk menerapkan apa yang sudah diputuskan, dengan tidak membuka jalur-jalur diplomasi bilateral dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di kawasan yang dihadapi negara-negara anggotanya, seperti masalah Laut Cina Selatan. Jika negara-negara anggota ASEAN gagal memperlihatkan sentralitasnya, atau mau selalu membuka jalur bilateral jika berhadapan dengan negara luar, terutama negara besar seperti RRC, dengan lebih mau mendengar dan mendahulukan

kepentingan negara itu ketimbang kepentingan negara anggotanya, di masa depan, akan lebih banyak lagi kesepakatan bersama yang dilanggar ASEAN, seperti terhadap realisasi perdagangan bebas, mekanisme solusi masalah HAM dan sebagainya.

Sebagai konsekuensinya, kondisi sentralitas kepemimpinan ASEAN harus diperbaiki dengan memperkuatnya, dengan cara memperlihatkan komitmen yang lebih kuat atas berbagai kesepakatan bersama yang telah dicapai, dan melarang anggotanya untuk menggunakan jalur-jalur bilateral dalam berhadapan dengan negara luar kawasan, apalagi negara besar, yang sangat berpengaruh. Sentralitas harus diperkuat dengan memperbaiki persatuan dan kekompakan negara-negara anggota ASEAN. Persamaan senasib, kesatuan kepentingan, kebersamaan dalam menyelesaikan masalah dan menghadapi pihak luar harus dipertahankan. Hanya dengan berhasilnya ASEAN mengukuhkan kepentingan bersama (common interest) sebagai identitas bersama (common identity), sentralitas kepemimpinan, dan selanjutnya, kinerja dan capaian kemajuan ASEAN, dapat diperbaiki.

Rujukan: 1. “ASEAN anniversary: The challenge of

creating unity,” Jakarta Post, 8 Agustus 2012: 7

2. “ASEAN at 45: Reform or become irrelevant,” Jakarta Post, 8 Agustus 2012: 7.

3. “ASEAN Pecah, Kesepakatan Gagal: Kebuntuan Pertama dalam 45 Tahun,” Suara Pembaruan, 14 Juli 2012: 16.

4. “ASEAN Terancam Kebuntuan,” Kompas, 13 Juli 2012: 10.

5. “East Asian regionalism: End of ASEAN centrality,” Jakarta Post, 12 Juli 2012: 7.

6. “Presiden Yudhoyono Kecewa dan Prihatin,” Media Indonesia, 17 Juli 2012: 23.

Page 9: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

Saatnya Beralih ke Sistem Transportasi Berkelanjutan

Sri Nurhayati Qodriyatun*)

Abstrak

Fenomena mudik lebaran telah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Namun budaya mudik ini menjadi terhambat karena tidak didukung oleh sarana transportasi yang memadai. Muncul kemacetan di hampir seluruh ruas jalur mudik. Dampaknya tidak hanya pada meningkatnya jumlah kecelakaan dan semakin bertambahnya waktu tempuh antarwilayah, tetapi juga meningkatnya polusi udara dan pemborosan energi. Ini semua sebagai akibat dari kebijakan sistem transportasi di Indonesia yang masih bertumpu pada sistem jalan raya yang tidak diikuti dengan pengembangan sarana transportasi publik yang memadai di setiap wilayah. Untuk itu Pemerintah perlu mengubah sistem transportasi yang lebih berkelanjutan, yaitu yang lebih memberikan ruang bagi pengembangan sarana transportasi publik yang ramah lingkungan, nyaman, dan terjangkau secara ekonomis bagi semua kalangan masyarakat.

K E S E J A H T E R A A N S O S I A L

A. Pendahuluan

Fenomena pulang kampung atau mudik pada saat lebaran telah menjadi peristiwa budaya dan keagamaan yang sangat semarak dan tidak mungkin untuk dihindari oleh masyarakat Indonesia. Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan memprediksi jumlah pemudik tahun ini mencapai 16 juta jiwa. Besarnya jumlah pemudik yang biasanya memuncak pada dua-tiga hari menjelang lebaran telah menimbulkan banyak permasalahan kemacetan dan kepadatan lalu lintas di hampir seluruh ruas jalur mudik.

Kemacetan dan kepadatan lalu lintas tersebut ternyata tidak hanya menimbulkan kerugian waktu karena kecepatan perjalanan yang rendah dan meningkatkan stres pengguna jalan, tetapi juga mengakibatkan

meningkatnya jumlah kecelakaan lalu lintas. Kementerian Perhubungan melaporkan korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 824 orang sejak H-7 hingga H+5. Jumlah itu meningkat sebanyak 16,05% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 710 orang. Selain itu, aktivitas mudik meningkatkan emisi gas rumah kaca di udara, dan menimbulkan pemborosan energi.

Saat ini populasi kendaraan bermotor di Indonesia sudah mencapai 20 juta kendaraan, mulai dari sepeda motor, mobil, bus, dan truk. Jumlah itu terus naik dengan tingkat pertambahan 13% per tahun. Jumlah kendaraan pribadi pun terus meningkat akibat minimnya sarana transportasi publik yang memadai, baik dari sisi pelayanan maupun keterjangkauannya secara ekonomi bagi masyarakat. Studi

*) Peneliti bidang Kebijakan Sosial pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

- 9 -

Vol. IV, No. 16/II/P3DI/Agustus/2012

Page 10: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 10 -

yang dilakukan untuk inventarisasi limbah emisi polutan di lima kota besar (Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, dan Medan) menunjukkan, sektor terbesar yang mengemisikan unsur-unsur pencemar udara (seperti HC, NOx, dan CO) adalah sektor transportasi yaitu sebesar 60–70%. Besarnya kontribusi emisi sektor ini tidak hanya karena volume lalu lintas di pusat kota dan perdagangan, tetapi juga karena sering terjadinya kemacetan. Apalagi sebagian besar kendaraan bermotor di Indonesia menggunakan bahan bakar fosil yang gas buangnya menjadi sumber pencemaran terbesar di beberapa kota, melebihi pencemaran udara dari industri dan rumah tangga. Tingginya pencemaran udara menyebabkan meningkatnya kasus kematian bayi prematur, serangan asma, bronchitis pada anak, gejala penyakit saluran pernafasan, serta peningkatan inefisiensi hari kerja akibat penyakit saluran pernafasan.

Kemacetan dan kepadatan kendaraan bermotor juga mengakibatkan terjadinya pemborosan energi. Konsumsi energi di sektor transportasi dari tahun ke tahun telah meningkat secara signifikan. Bahkan saat ini sektor transportasi telah menyerap sekitar 40% dari total kebutuhan energi primer. Padahal kegiatan transportasi tidak bisa dibatasi dan akan terus meningkat dari tahun ke tahun seiring meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas kegiatan sosial ekonomi masyarakat.

Kemacetan dan kepadatan lalu lintas selama arus mudik dan balik lebaran adalah refleksi sistem transportasi Indonesia yang masih jauh dari gambaran sistem transportasi yang berkelanjutan yaitu sistem transportasi yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat ini dan masa mendatang tanpa merusak lingkungan. Sistem transportasi Indonesia yang ada saat ini masih sangat tergantung pada sistem jalan raya, yang pada kenyataannya tidak hanya memakan ruang/lahan tetapi juga menimbulkan polusi udara karena jumlah kendaraan yang terus bertambah, dan menimbulkan pemborosan energi. Selain itu juga berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, perlu kiranya dikaji kembali kebijakan sistem transportasi Indonesia agar lebih ramah terhadap lingkungan dan lebih berkelanjutan.

B. Sistem Transportasi Berkelanjutan

Secara umum transportasi didefinisikan sebagai pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin (Nasution, 2004). Dalam pengertian tersebut ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu ada muatan yang diangkut (manusia atau barang), tersedia kendaraan sebagai alat angkutannya (mobil, bis, kereta api, kapal laut, pesawat terbang), dan ada jalanan yang dapat dilalui (jalan, sungai, rel, lautan, udara). Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan dalam sistem transportasi yang harus bekerja secara sinergis sehingga proses transportasi terjadi.

Sistem transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan karena transportasi merupakan mekanisme kunci untuk meningkatkan, membangun, dan membentuk perekonomian suatu bangsa. Transportasi tidak hanya sebagai sarana sosial yang menghubungkan manusia di satu tempat dengan manusia di tempat lain, tetapi juga merupakan sarana ekonomi dan politik bagi suatu bangsa untuk membuka wilayahnya dari keterisoliran dan keterbelakangan sehingga proses pembangunan juga terjadi di wilayah tersebut. Untuk itu sangat diperlukan suatu sistem transportasi yang baik, yang dapat menghubungkan antarwilayah dan menjadi prasarana pergerakan manusia dan proses pembangunan.

Saat ini sudah berkembang konsep baru dalam sistem transportasi yaitu sistem transportasi yang berkelanjutan (sustainable transportation). Konsep ini sudah banyak diterapkan di banyak negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang, dan cukup berhasil untuk menangani permasalahan transportasi. Meskipun sampai saat ini belum ada definisi yang baku tentang sustainable transportation, namun ada beberapa definisi yang dapat dijadikan acuan tentang sistem transportasi yang berkelanjutan ini.

Yang pertama adalah definisi sustainable transportation dari The Centre of Sustainable Transportation Canada (2002). Sistem transportasi yang berkelanjutan adalah sistem transportasi yang:a. Menjadi akses utama yang dibutuhkan

oleh individu dan masyarakat agar keamanannya lebih terjaga, manusiawi,

Page 11: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 11 -

tidak mencemari lingkungan, dan memberikan keadilan baik di dalam maupun antargenerasi;

b. Dapat dioperasikan secara efisien; memberikan pilihan moda transportasi dan mendukung pergerakan aspek ekonomi;

c. Membatasi emisi, pemborosan dalam kemampuan bumi menyerapnya, meminimalkan penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, membatasi penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbarui agar kualitasnya tetap terjaga, menggunakan dan memperbarui bagian-bagiannya, dan meminimalkan penggunaan lahan dan produksi yang menimbulkan kegaduhan.

Definisi lain dari Brundtland Commission dalam CAI-Asia (2005). Sustainable transportation didefinisikan sebagai kumpulan kegiatan transportasi bersama dengan infrastruktur yang tidak meninggalkan masalah atau biaya-biaya untuk generasi mendatang guna menyelesaikannya dan menanggungnya. Definisi ketiga berasal dari The World Bank (1996). Secara konseptual sustainable transportation didefinisikan sebagai transportasi yang melayani tujuan utama sebagai penggerak ekonomi wilayah perkotaan dan perkembangan sosial.

Meskipun berbagai definisi tersebut memberikan pandangan yang berbeda-beda tentang sustainable transportation, namun definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan bahwa sistem transportasi yang berkelanjutan merupakan:a. kegiatan transportasi yang

mengutamakan keselamatan dan kenyamanan pemakai atau masyarakat;

b. semua kegiatan transportasi harus dilakukan secara efisien dan efektif baik untuk pemakai kendaraannya ataupun bahan bakar yang digunakan. Selama ini kendaraan pribadi rata-rata setiap hari hanya berisi satu orang. Jika setiap satu orang dari kendaraan pribadi dialihkan ke kendaraan umum, maka dapat dibayangkan berapa banyak bahan bakar yang dihemat dan berapa banyak kemacetan dan emisi kendaraan yang berkurang.

c. ada keseimbangan tiga pilar transportasi yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial;.

d. transportasi yang bukan hanya bisa dinikmati masa sekarang tetapi juga

masa yang akan datang; dane. sistem transportasi yang menggunakan

sarana transportasi yang ramah lingkungan.

C. Rekomendasi

Sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State) seperti yang termaktub dalam Pasal 25A UUD Negara Rebuplik Indonesia Tahun 1945, Indonesia membutuhkan suatu sistem transportasi yang berkelanjutan, yang tidak hanya dapat mengatasi permasalahan kemacetan, kecelakaan lalu lintas, polusi udara, pemborosan energi, tetapi juga dapat menjembatani kesenjangan antarwilayah dan mendorong pemerataan pembangunan. Meskipun saat ini sudah ada empat undang-undang terkait sistem transportasi, yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkerataapian, namun permasalahan transportasi di Indonesia masih belum terselesaikan. Koneksivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu antarwilayah di Indonesia seperti yang dimaksudkan dalam Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 belum terwujud.

Untuk itu DPR RI perlu mendorong Pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan pada sistem transportasi nasional menuju ke arah sistem transportasi yang berkelanjutan, yaitu dengan:a. mengembangkan penggunaan moda

transportasi yang berkelanjutan. Untuk itu setiap Pemerintah Daerah perlu menjalankan sistem hirarki prioritas moda transportasi berdasarkan sifat keberlanjutan dari tiap-tiap moda, seperti menetapkan pedestrian (areal untuk pejalan kaki) dan areal pengendara sepeda pada hirarki teratas, diikuti pada hirarki selanjutnya moda transportasi publik, dan pada hirarki terakhir adalah kendaraan bermotor pribadi. Pengembangan moda transportasi publik harus yang berkelanjutan, memadai, nyaman, aman, terjangkau secara waktu dan biaya, serta disesuaikan dengan kondisi kewilayahan. Seperti, untuk

Page 12: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 12 -

daerah yang berada di kepulauan besar dan merupakan kota-kota besar dapat dikembangkan Bus Rapid Transit, pengembangan sarana transportasi sungai jika di wilayahnya dilewati sungai besar, atau pengembangan sarana transportasi berbasis rel. Untuk daerah yang dominan perairan dapat dikembangkan sarana transportasi air (laut, sungai, danau). Untuk daerah yang dominan pegunungan atau daerah kepulauan dapat dikembangkan penerbangan perintis (penerbangan pesawat kecil yang melayani penerbangan jarak dekat).

b. mengembangkan moda transportasi baik darat, laut, maupun udara yang saling terintegrasi antarwilayah.

c. mengembangkan kebijakan-kebijakan pendukung transportasi berkelanjutan, seperti: (i) mempromosikan moda yang ramah lingkungan antara lain menggencarkan moda berjalan kaki (pedestrianisasi), menggencarkan bersepeda (membuat jalur khusus bersepeda, subsidi perusahaan sepeda), menggencarkan transportasi publik (prioritas terhadap transpotasi publik, jalan khusus untuk bus, taman dan area bersepeda yang terintegrasi); (ii) mengenakan biaya parkir tinggi dan pembatasan kapasitas parkir; (iii) pajak bahan bakar; (iv) mengembangkan teknologi kendaraan ramah lingkungan/teknologi bahan bakar ramah lingkungan.

d. mengembangkan perencanaan kota yang berkontribusi terhadap transportasi, seperti: (i) pemadatan dan pengkonsentrasian segala aktivitas dan fasilitas pada area yang terbatas; (ii) penggunaan lahan bercampur; (iii) lokasi permukiman dekat dengan fasilitas umum; (iv) pengembangan kota yang berorientasi pada pengembangan transportasi publik.

Jika setiap daerah di seluruh wilayah Indonesia menerapkan sistem transportasi yang berkelanjutan beserta kebijakan-kebijakan pendukungnya, maka arus mudik masyarakat dari satu wilayah ke wilayah lainnya tidak harus diikuti dengan arus kendaraan yang harus masuk atau keluar dari wilayah-wilayah tertentu secara bersamaan. Karena dengan adanya fasilitas tranportasi publik yang memadai di setiap wilayah, yang nyaman dan terjangkau secara waktu dan ekonomi, akan

mengurangi keinginan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi dalam melakukan perjalanan mudik.

Rujukan:1. Nasution, M.N. (2004), Manajemen

Transportasi, Jakarta: Ghalia Indonesia2. NN, 2002, Definition and Vision Of

Sustainable Transportation, Canada: The Centre fot Sustainable Transport

3. NN, 2005, Sustainable Urban Transport in Asia, Cina:ICIA

4. World Bank, 1996, Sustainable Transport: Priorities for Policy Reform.

5. “Pemudik Turun, Antrean di Gilimanuk 2 Km, Antrean pemudik tidak terjadi lama dan panjang seperti tahun lalu,” http://nasional.news.viva.co.id/news/read/344947-jumlah-pemudik-turun--gilimanuk-antre-2-km, diakses 23 Agustus 2012.

6. “Ribuan Pemudik Terlantar di Bakauheni, Armada Bus Reguler yang ada tidak dapat mengangkut penumpang,” http://nasional.news.viva.co.id/news/read/344959-ribuan-pemudik-terlantar-di-bakauheni, diakses 23 Agustus 2012.

7. “Pantura Butuh Delapan Jalur, Selasa,” http:/ /megapoli tan.kompas.com/read/2012/08/21/10564637/Pantura.Butuh.Delapan.Lajur, diakses 23 Agustus 2012.

8. “Persoalan Mudik Harus Ditangani Serius,” http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/520924/, diakses 23 Agustus 2012.

9. “Arus Balik Mengular di Jalan Lintas Sumatera,” Kamis, 23 Agustus 2012, Pos Kota, di http://www.poskotanews.com/2012/08/23/arus-balik-mengular-di-jalan-lintas-sumatera/, diakses 23 Agustus 2012.

10. “Soal Kecelakaan Mudik, DPR akan Minta Penjelasan Pemerintah,” Republika, 24 Agustus 2012, di http://www.republika.co.id/berita/nasional/u m u m / 1 2 / 0 8 / 2 3 / m 9 7 i n n - s o a l -kecelakaan-mudik-dpr-akan-minta-penjelasan-pemerintah, diakses 24 Agustus 2012.

11. “Hendra Gunawan, Kerugian Kecelakaan Selama Lebaran Mencapai Rp. 10.787 M,” 27 Agustus 2012 di http://www.Tribunnews.com, di akses 27 Agustus 2012.

Page 13: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

Analisa RAPBN Tahun 2013: Peluang Penguatan Perekonomian Domestik

Nidya Waras Sayekti*)

Abstrak

Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003, pemerintah menyusun APBN setiap tahun. RAPBN 2013 disusun dengan mempertimbangkan arah perkembangan situasi dan kondisi ekonomi, baik global maupun domestik di tahun 2012, dan prospeknya pada tahun 2013, serta sekaligus memperhatikan upaya pencapaian sasaran-sasaran pembangunan sebagaimana tertuang dalam RPJMN tahun 2010 – 2014. RAPBN 2013 juga berpedoman pada Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-pokok Kebijakan Fiskal, dan RKP Tahun 2013. Dalam RAPBN 2013, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 1.507,7 triliun dan belanja negara ditargetkan sebesar Rp 1.657,9 triliun. Diharapkan APBN 2013 dikelola secara efisien, efektif, transparan dan akuntabel, sehingga benar-benar dapat memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional.

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

A. Pendahuluan

Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara setiap tahun disusun APBN. Pada tanggal 16 Agustus 2012 Presiden menyampaikan RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2013 (selanjutnya disebut RAPBN 2013) bersama nota keuangannya di depan DPR RI.

RAPBN 2013 disusun dengan mempertimbangkan arah perkembangan situasi dan kondisi ekonomi, baik global maupun domestik di tahun 2012, dan prospeknya pada tahun 2013, serta sekaligus memperhatikan upaya pencapaian sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014. RAPBN 2013 tersebut juga berpedoman pada Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-pokok Kebijakan

Fiskal, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2013, yang telah dibahas bersama Pemerintah dan DPR RI. Berikut gambaran postur umum RAPBN 2013 dibandingkan dengan APBN-Perubahan (APBN-P) 2012.

Gambaran postur umum RAPBN 2013, antara lain adalah pendapatan negara yang ditargetkan sebesar Rp 1.507,7 triliun atau naik 11% dibandingkan APBN-P 2012. Belanja Negara ditargetkan sebesar Rp 1.657,9 triliun atau naik 7,1% dibandingkan dengan APBN-P 2012. Dengan konfigurasi seperti itu, dalam RAPBN 2013 diupayakan dapat mengendalikan defisit anggaran menjadi Rp 150,2 triliun atau 1,6% dari PDB, turun dari defisit APBN-P 2012 sebesar 2,23% dari PDB.

B. Analisa RAPBN 2013: Peluang Penguatan Perekonomian Domestik

Menurut Menko Perekonomian Hatta Rajasa, RAPBN 2013 sebagai instrumen

*) Peneliti bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

- 13 -

Vol. IV, No. 16/II/P3DI/Agustus/2012

Page 14: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 14 -

kebijakan fiskal memiliki fungsi untuk memperkuat perekonomian domestik serta makna strategis dalam memecahkan berbagai masalah dan tantangan perlambatan perekonomian dunia. RAPBN 2013 juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam menampung langkah-langkah antisipatif untuk mengatasi krisis.

Kondisi perekonomian tahun depan yang diperkirakan akan lebih baik apabila dibandingkan 2012 yaitu dengan adanya potensi pertumbuhan ekonomi global 2013 yang diperkirakan meningkat ke level 3,9%. Peningkatan pertumbuhan didorong oleh peningkatan pertumbuhan negara maju dan berkembang yaitu masing-masing sebesar 1,9% dan 5,9%. Peningkatan tersebut, lanjut Hatta, juga diiringi perbaikan aktivitas perdagangan dunia yang diprediksi tumbuh sebesar 5,1% dibandingkan tahun 2012 yang hanya diperkirakan mencapai 3,8%.

Namun, pemulihan global tersebut masih dibayangi tekanan ekonomi karena tingginya utang pemerintah di kawasan Eropa yang dapat menjadi hambatan bagi upaya stimulus yang dibutuhkan negara-negara di kawasan tersebut. Kegiatan investasi dan arus modal diperkirakan belum dapat pulih sepenuhnya sebagai dampak diturunkannya peringkat kredit beberapa negara Eropa pada 2012. Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan yang disertai faktor-faktor spekulasi dan geopolitik telah menyebabkan lonjakan harga minyak mentah dunia ke tingkat yang sangat tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, harga komoditas minyak mentah dunia telah menunjukkan fluktuasi yang cukup besar.

Dalam menghadapi situasi tersebut, pemerintah menetapkan 11 prioritas nasional dan 3 prioritas bidang dalam rencana kerja yang menekankan pentingnya penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian domestik untuk mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat. Kesebelas prioritas nasional itu meliputi: (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan, (4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim investasi dan iklim usaha; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik; (11) serta kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi. Sementara itu, tiga prioritas bidang mencakup: (1) prioritas bidang politik, hukum, dan keamanan; (2) prioritas bidang perekonomian; dan (3) prioritas bidang kesejahteraan rakyat,

Pemerintah dalam sasaran pembangunan nasional 2013 juga menekankan empat isu strategis yaitu pertama adanya peningkatan daya saing melalui peningkatan iklim investasi dan usaha, percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan pembangunan industri di berbagai koridor ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja, khususnya tenaga kerja muda. Sasaran pemerintah adalah menurunkan tingkat pengangguran terbuka menjadi sekitar 5,8--6,1%, Isu strategis kedua adalah peningkatan daya tahan ekonomi, antara lain melalui peningkatan ketahanan pangan menuju pencapaian surplus beras 10 juta ton pada 2014 serta peningkatan rasio elektrifikasi dan konversi

Tabel Ringkasan Postur APBN-P 2012 dan RAPBN 2013(dalam triliun rupiah)

KETERANGANAPBNP 2012

RAPBN 2013

Selisih RAPBN 2013 thd APBN 2012

Rp %

A. Pendapatan NegaraI. Pendapatan DN

1. Penerimaan Pajak2. PNBP

II. Penerimaan HibahB. Belanja Negara

I. Belanja Pemerintah Pusat1. Belanja K/L2. Belanja non-K/L

II. Transfer ke Daerah1. Dana Perimbangan2. Dana Otonomi Khusus

dan Penyesuaian

1.358,21.357,41.016,2

341,10,8

1.548,31.069,5

547,9521,6478,8408,470,4

1.507,71.503,31.178,9

324,34,5

1.657,91.139,0

547,4591,6518,9435,383,6

149,5145,9162,7(16,8)

3,7109,669,5(0,5)70,040,126,913,2

11,010,716,0(4,9)

443,47,16,5

(0,1)13,48,46,6

18,8

Sumber: Nota Keuangan RAPBN 2013

Page 15: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 15 -

energi. Isu strategis ketiga, peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pembangunan sumber daya manusia dan percepatan pengurangan kemiskinan. Sasaran penurunan tingkat kemiskinan untuk tahun 2013 adalah menjadi sekitar 9,5-10,5%. Isu strategis terakhir adalah pemantapan keamanan nasional dan stabilitas sosial politik melalui persiapan pemilu 2014, perbaikan kinerja birokrasi dan pemberantasan korupsi serta percepatan pembangunan minimum essential force Tentara Nasional Indonesia.

Dengan mempertimbangkan besarnya tantangan, pemerintah akan tetap mendorong stimulus fiskal yang terukur dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, dengan tetap menjaga APBN yang sehat dalam rangka mewujudkan kondisi fiskal yang berkesinambungan. Selain itu, sebagai upaya untuk menjaga kesehatan dan kesinambungan fiskal, pemerintah dalam RAPBN 2013 akan menempuh strategi mengendalikan defisit anggaran pada tingkat yang aman dan menurunkan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang “manageable.” Sasaran tersebut akan dicapai melalui upaya-upaya untuk mengembangkan secara optimal sumber-sumber pendapatan negara dengan tetap menjaga iklim usaha, menjaga disiplin anggaran dan melaksanakan kebijakan pinjaman pemerintah yang prudent.

Presiden dalam pidato pengantar RAPBN 2013 mengakui, peningkatan volume APBN dari tahun ke tahun belum didikuti ruang gerak fiskal yang optimal. Hal ini disebabkan belanja negara masih didominasi belanja wajib seperti belanja pegawai, belanja barang operasional, kewajiban pembayaran utang, berbagai jenis subsidi, dan transfer ke daerah.

Menurut pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, isu utama RAPBN 2013 masih berkutat pada ketidakjelasan arah pemulihan ekonomi di Eropa dan AS. Sementara secara internal, isu pokoknya tetap tidak bergeser, yakni pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas dengan kata ganti pertumbuhan inklusif. Ia melihat, pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas itu bukan hanya kegagalan mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan. Tapi juga gagal meningkatkan harkat martabat bangsa, mengatasi kriminalitas karena alasan keterhimpitan ekonomi, besarnya alih fungsi lahan pertanian dan buruknya infrastruktur pertanian, sebagai indikasi

awal kegagalan ketahanan pangan. Apalagi, kalau harus mencapai kedaulatan pangan. Selain itu, meningkatnya pasar tumpah dan retail modern, tutupnya toko kelontong masyarakat, rusaknya tata ruang, serta sadar atau tidak meningkatnya human trafficking karena alasan ekonomi, diikuti mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan. Risetnya selama 2003-2008 membuktikan hal itu terjadi di tingkat nasional sampai hingga ke provinsi atau kota/kabupaten yang memperoleh DAU cukup besar.

Lembaga Kajian Ekonomi dan Keuangan (Indef) menilai, sejumlah program pembangunan di 2013 yang diusung Bappenas umumnya tidak disertai dengan alokasi anggaran yang memadai akibat tidak terkoordinasinya Kementerian PPN/Bappenas dan Kemenkeu dalam penetapan alokasi anggaran, sehingga program prioritas tidak terefleksi pada proporsi RAPBN 2013. Sejak 2003, Bappenas memang telah kehilangan fungsi budgeting power yang beralih ke Kemenkeu, termasuk dana pinjaman luar negeri. Peran Bappenas hanya sebatas pada perencanaan pembangunan dan tidak memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi anggaran.

Berkaca pada pengalaman terdahulu, Menurut Direktur Indef, Enny Sri Hartati, pada pembahasan dan penyusunan RAPBN seluruhnya terfokus pada Bappenas, sehingga angka-angka alokasi anggaran bisa langsung ditetapkan sesuai dengan kebutuhan program prioritas, tetapi memang harus diverifikasi lagi oleh Menkeu. Sekarang ini yang menetapkan angka alokasi anggaran hanya Menkeu. Dia berharap, pada penyusunan RAPBN perencanaan program pembangunan dan penetapan alokasi anggaran bisa dilakukan melalui koordinasi yang matang antara Kemenkeu dan Bappenas secara bersamaan. Sehingga rencana tersebut tidak hanya sekadar program, tetapi ada output dan outcome-nya.

C. Asumsi Makro RAPBN 2013

Asumsi makro RAPBN 2013 disusun dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi global dan domestik terkini, kerangka ekonomi makro yang sekaligus menjadi asumsi dasar basis perhitungan RAPBN 2013 adalah pertumbuhan ekonomi 6,8%; laju inflasi 4,9%; suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 5%; nilai tukar rupiah Rp 9.300,- per USD; harga minyak USD 100 per barel; dan lifting minyak 900 ribu barel per hari. Selain

Page 16: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 16 -

keenam asumsi ekonomi makro tersebut, mulai RAPBN tahun 2013, Pemerintah juga akan menggunakan lifting gas, sebagai salah satu basis perhitungan penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam selain minyak mentah. Lifting gas pada tahun 2013 mendatang diasumsikan berada pada kisaran 1,36 juta barel setara minyak per hari.

Pendiri Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto menilai, dimasukkannya lifting gas dalam RAPBN 2013 tidak relevan karena gas diproduksi berdasarkan kontrak, tidak seperti minyak, sehingga besaran yang ditargetkan pasti tercapai lantaran sudah disesuaikan dengan kontrak. Sedangkan mengenai target lifting minyak, kemungkinan target tersebut tidak akan tercapai karena saat ini produksinya masih sekitar 875.000 barel per hari.

Menurut Ichsanuddin Noorsy, dari keseluruhan asumsi terlihat tiga hal. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebenarnya tidak meningkat, karena diikuti asumsi nilai tukar yang melemah. Kedua, lebarnya angka penyimpangan menunjukkan rendahnya kemampuan Pemerintah membangun ketahanan fundamental makroekonomi. Ketiga, berlaku prinsip mitigasi risiko, yakni, jika suatu asumsi ditetapkan dengan rentang penyimpangan yang lebar, maka tingkat kepekaan rancangan atau perencanaan keuangan sebenarnya berkualitas rendah. Artinya, dalam posisi perekonomian kita terintegrasi dengan perekonomian global, maka rendahnya tingkat kepekaan itu terhadap gejolak eksternal, sebenarnya menunjukkan kelemahan pengelolaan ekonomi-keuangan. Perspektif itulah yang kemudian membawa pemikiran bahwa RAPBN 2013 tidak memberi banyak makna dalam menyelesaikan akar masalah perekonomian Indonesia.

D. Penutup

RAPBN 2013 diharapkan dapat berperan sebagai stimulus pembangunan nasional. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mendorong peran tersebut antara lain dengan meningkatkan kualitas belanja negara melalui upaya efisiensi berbagai jenis belanja yang kurang produktif; menghilangkan sumber-sumber kebocoran anggaran yang masih ada; memperlancar penyerapan anggaran; dan meningkatkan secara signifikan anggaran infrastruktur untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan memperluas lapangan kerja.

Melalui berbagai langkah itulah, diharapkan APBN tahun 2013 dapat dikelola secara efisien, efektif, transparan dan akuntabel, sehingga benar-benar dapat memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional.

Rujukan:1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara.2. Pidato Presiden Republik Indonesia pada

Penyampaian Keterangan Pemerintah atas Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2013 beserta Nota Keuangannya, http://www.setkab.go.id/berita-5391-pidato-presiden-tanggal-16-agustus-2012.html, diakses 17 Agustus 2012.

3. “Stimulus APBN Jadi Kunci,” Media Indonesia, 16 Agustus 2012.

4. “Rumusan APBN Alternatif,” Kompas, 16 Agustus 2012.

5. “RABPN 2013 Minim Stimulus,” Kompas, 18 Agustus 2012.

6. “Hatta: RAPBN 2013 untuk Perkuat Perekonomian Domestik,” http://www.antaranews.com/berita/328274/hatta-rapbn-2013-untuk-perkuat-perekonomian-domestik, diakses 22 Agustus 2012.

7. “RAPBN 2013: Asumsi Pertumbuhan Ekonomi 6,8%,” http://www.bisnis.com/articles/rapbn-2013-asumsi-pertumbuhan-ekonomi-6-8-percent, diakses 22 Agustus 2012.

8. “Hatta:Kenaikan RAPBN 2013 untuk Kenaikan Investasi,” http://www.republ ika .co. id /ber i ta /ekonomi/keuangan/12/08/20/m91u5u-hatta-kenaikan-rapbn-2013-untuk-kenaikan-investasi, diakses 22 Agustus 2012.

9. “Lifting Gas: Tidak Relevan Masuk RAPBN 2013,” http://www.bisnis.com/articles/lifting-gas-tidak-relevan-masuk-rapbn-2013, diakses 27 Agustus 2012.

10. “RAPBN 2013 Cerminkan Mismatch Kemenkeu-Bappenas,” h t t p : / / w w w. a n a l i s a d a i l y. c o m /n e w s / r e a d / 2 0 1 2 / 0 8 / 2 7 / 7 0 2 6 0 /rapbn_2013_cerminkan_mismatch_kemenkeubappenas/, diakses 27 Agustus 2012.

11. “RAPBN 2013 Tidak Tuntaskan Akar Masalah Ekonomi,” http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1897100/rapbn-2013-tidak-tuntaskan-akar-masalah-ekonomi, diakses 27 Agustus 2012.

Page 17: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

Penguatan Lembaga Penyiaran PublikHandrini Ardiyanti*)

Abstrak

Komisi I DPR RI ingin mendorong revitalisasi TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik (LPP) melalui regulasi yang mengatur tentang berbagai faktor terkait dalam sebuah undang-undang tersendiri. Penguatan program dapat dilakukan dengan menciptakan pengaturan yang dapat menghasilkan sebuah panduan yang dapat mendorong terciptanya program yang berkualitas tinggi dan berorientasi pada kepentingan dan pelayanan umum namun tetap menarik dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip daya tarik program seperti aktual, geografis dan emosional, membahas tentang permasalahan yang dekat dengan masyarakat, yang memiliki pertentangan dan ketengangan, memiliki human interes, ketokohan serta keanehan. Sedang penguatan kelembagaan perlu diarahkan pada terciptanya organisasi yang ramping tetapi padat fungsi serta mendukung upaya untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya ide-ide kreatif dalam setiap program yang ditawarkan.

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

A. Pendahuluan

Komisi I DPR RI ingin merevitalisasi TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik (LPP). Revitalisasi dilakukan dengan membahas gagasan untuk menyusun UU khusus yang mengatur tentang TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik yang merangkum berbagai gagasan ideal tentang LPP yang sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013 paling lambat tahun 2012.

Keberadaan TVRI dan RRI sebagai LPP selama ini diatur dalam UU tentang Penyiaran. Pada Pasal 14 Ayat (2) UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ditegaskan, yang dimaksud dengan LPP adalah TVRI dan RRI yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota negara Republik Indonesia. Pengaturan tentang LPP dalam UU Penyiaran hanya terdiri dari

2 pasal yaitu pasal 14 yang terdiri dari 10 ayat dan pasal 15 yang terdiri dari 2 ayat.

Secara garis besar penguatan LPP dapat dilakukan di dua lini yaitu penguatan dari sisi program serta penguatan dari sisi kelembagaan. Terkait tentang program, tidak diatur secara khusus tentang pengaturan program LPP dalam UU Penyiaran. Pengaturan program dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dilakukan secara umum dalam Bab IV tentang pelaksanaan siaran, Bab V tentang pedoman perilaku siaran. Sementara tentang kelembagaan LPP, UU Penyiaran hanya mengatur tentang hal-hal umum terkait dengan organisasi TVRI dan RRI sebagai LPP yaitu mengatur tentang Dewan Pengawas dan Dewan Direksi. Dewan Pengawas TVRI dan RRI di pusat masing-masing lima orang sedang bagi LPP lokal Dewan Pengawas sebanyak tiga orang.

*) Peneliti bidang Komunikasi pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

- 17 -

Vol. IV, No. 16/II/P3DI/Agustus/2012

Page 18: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 18 -

Sedang Dewan Direksi diangkat dan dan ditetapkan oleh Dewan Pengawas.

Dalam prakteknya LPP baik itu TVRI maupun RRI masih memegang “tradisi lama“ sebagai sebuah birokrasi pemerintah yang gemuk struktur namun miskin fungsi. TVRI stasiun Yogyakarta misalnya memiliki struktur yang cukup gemuk yang dipimpin Kepala Stasiun yang membawahi lima kepala bidang di samping sekretariat kepala stasiun. Masing-masing kepala bidang membawahi dua dan atau tiga kepala seksi. Setiap kepala seksi membawahi dua sampai dengan empat PJ Pokja.

Karenanya diharapkan keberadaan UU secara khusus tentang lembaga penyiaran publik dapat memberikan arahan tentang pengaturan kelembagaan lembaga penyiaran publik yang efektif dan memberikan kesempatan untuk mendorong iklim yang kondusif bagi perkembangan TVRI dan RRI selaku media penyiaran yang kreatif dan mandiri.

Dalam rangka penguatan LPP baik melalui penguatan kelembagaan maupun program, pertanyaan yang harus dijawab adalah hal-hal apa sajakah yang perlu diatur secara lebih tegas agar dapat memberikan penguatan terhadap keberadaan TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik baik dari sisi penguatan program dan kelembagaan?

B. Penguatan Program

Menurut Suwardi dalam “Seputar Bisnis dan Produksi Siaran Televisi,” saat ini di Indonesia sedikitnya terdapat 10 stasiun televisi komersial dan belasan televisi komunitas. Strategi pemasaran yang digunakan untuk meraih pangsa pemirsa dan pangsa iklan dilakukan dengan menghadirkan program-program yang menarik. Agar program diminati acap kali dilakukan dramatisasi program siaran.

Untuk meraih pemirsa sebanyak-banyaknya, stasiun penyiaran harus merencanakan promosi program siarannya. Promosi dilakukan bukan hanya di dalam rangkaian siarannya sendiri, akan tetapi dilakukan dengan memanfaatkan media lainnya seperti media cetak, media elektronik dan media luar ruang. Karena itu menawarkan sebuah program yang dibutuhkan masyarakat merupakan senjata andalan bagi TVRI dan RRI untuk tumbuh dan berkembang sebagai sebuah lembaga penyiaran. Namun permasalahannya

adalah bagaimana menggagas sebuah program yang dibutuhkan masyarakat menjadi sebuah program yang menarik?

Daya tarik sebuah program hampir serupa dengan daya tarik sebuah berita sebab keduanya sama-sama memiliki batasan waktu “kekinian“ yaitu sebagai berikut:1. Waktu (Aktualisasi). Para penonton

menyukai program yang aktual dan memotret trend yang berkembang dalam masyarakat, misalnya tentang booming sejumlah media sosial.

2. Jarak (Geografis dan Emosional). Sebuah program yang memotret apa yang terjadi di sekitar penonton menjadi relevan untuk dikedepankan karena ada kedekatan secara emosional

3. Program yang baik adalah yang mampu menarik perhatian semua kalangan masyarakat, misalnya yang memotret tentang bagaimana masyarakat mensiasati kenaikan harga BBM.

4. Program yang mampu mengolah pertentangan dan ketegangan sebab secara alamiah manusia kalau suka dengan pertentangan dan ketegangan misalnya bagaimana mencari solusi bentrok antar pelajar, bentrok antar etnis yang dikemas secara bijak dan memberikan solusi.

5. Daya Tarik Manusiawi (Human Interest) misalnya bagaimana kisah sepasang suami-istri yang hidup berjuang hidup sebagai tukang bakso keliling hingga akhirnya sukses menjadi pengusaha bakso ternama dan lainnya.

6. Program yang terkait dengan pelaku dalam peristiwa yang mengupas sebuah peristiwa sederhana bisa menjadi sangat menarik jika pelakunya adalah artis, orang terkenal atau perjalanan kehidupan.

7. Keanehan. Pemirsa cenderung tertarik pada hal-hal yang bersifat “aneh“ seperti misalnya berbagai fenomena alam yang “aneh“ atau sejumlah keanehan lainnya.

8. Seks dalam artian misalnya pembawa acara aktris cantik misalnya merupakan daya tarik tersendiri bagi sebuah program.

Karena itu sebagai LPP, TVRI dan RRI hendaknya dapat memaksimalkan daya tarik program dari ke-7 elemen di samping seks seperti yang dilakukan televisi publik diberbagai negara telah berhasil

Page 19: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 19 -

menawarkan sejumlah program yang menarik namun tetap mengedepankan program yang dibutuhkan masyarakat dalam beragam format acara.

Dunia penyiaran baik itu audio maupun audiovisual pada hakekatnya adalah industri kreatif, sedangkan sebagai lembaga penyiaran publik, Untuk itu diharapkan dengan adanya payung hukum khusus tentang lembaga penyiaran publik dapat memberikan panduan terkait dengan program-program yang dibutuhkan masyarakat namun tetap menarik untuk dinikmati.

C. Penguatan Kelembagaan

Penguatan produksi program harus diikuti dengan penguatan kelembagaan

Tabel 1. Program LPP yang Kompetitif di Sejumlah Negara

No LPP Program Format

1. NHK (Jepang)

GREAT NATURE Feature ttg danau lava & gunung berapi

FORWARD: Silent Warnings

Dokumenter ttg tsunami raksasa terakhir di Jepang lengkap dg hasil penelitian & animasi serta pengetahuan ttg peringatan dini tsunami

MAPPING KYOTO STREETS

Feature yg memotret jalan-jalan di Kyoto lengkap dg karakter dan sejarah masing-masing

Asia in View Memotret pertumbuhan ekonomi di Asia lengkap dg berbagai analisa seperti bagaimana Vietnam bangkit & membangun kembali pereko-nomian mereka paska perang saudara

NHK NEWSLINE hard news merupakan laporan berita terkini dari Jepang, Asia dan seluruh dunia, berita bisnis, politik hingga prakiraan cuaca global.

Today’s Close-up hard news berisi berita ttg isu-isu domestik dan global yang berpen-garuh thd Jepang yg krusial & kontroversial

2. Korean Broad-casting System (KBS)

KBS World Radio: radio siaran internasional

KBS Drama Drama unggulan seperti Winter Sonata, Empress Myeongseong , For-bidden Love dll yg juga dijual ke sejumlah negara.

The story of Korean History

Dokumenter yang mengupas ttg sejarah Korea

Midnight Debate-Live Program dialog yg mengupas berbagai isu krusial dan kontroversial di Korea

Music Bank K-Chart, K-Pop Hot Clip

Program hiburan berisi k-pop

Pani Pani Program khusus anak-anak

Age of Global Suc-cess

Dokumenter berisi ttg biografi para pemimpin yg bermaksud mem-berikan panduan bagaimana menjadi pemimpin kaliber dunia yang sukses dibawakan oleh aktris ternama Korea

Adventure into Dra-mas

variety show yg mengupas ttg perjalanan pembuatan sebuat drama, mengksplorasi bagaimana sebuah drama dipilih menjadi sebuah pro-gram drama di KBS, mengungkap belakang adegan dan cerita, dll

Sumber: http://www3.nhk.or.jp/nhkworld/english/tv/schedule/index.html dan http://www.youtube.com/user/kbsworld?ob=0&feature=results_main

agar TVRI dan RRI dapat bersaing dengan stasiun penyiaran lainnya baik nasional maupun internasional.

Organisasi media penyiaran menurut Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin pada umumnya terdiri dari tiga hal yaitu bidang umum, bidang program dan bidang teknik. Namun pemekaran organisasi sangat tergantung pada kebijakan manajemen penyiaran, yaitu apakah yang diinginkan adalah organisasi yang ramping tetapi padat fungsi atau organisasi yang gemuk dengan beban tugas yang sedikit karena pertimbangan pemberian ruang kepada masing-masing kompetensi. Kedua alternatif model struktur organisasi ini masing-masing memiliki untung rugi.

Manajemen pembiayaan LPP harus efektif dan efisien. Diperlukan adanya

Page 20: Vol IV No 16 II P3DI Agustus 2012

- 20 -

pengaturan tentang kelembagaan dalam UU lembaga penyiaran publik yang mutlak menjaga independensi, memilih dan menetapkan Direksi serta mensupervisi pelaksanaan tugasnya. Dewan Pengawas RRI dan TVRI harus mampu bertindak sebagai akselerator dan dinamisator serta penjaga harmoni dari sisi internal organisasi. Dengan kondisi yang stabil dan manajemen yang berlanjut itulah upaya meletakkan kerangka landasan serta menciptakan program-program yang baik dapat dilakukan. Dengan cara itulah RRI dan TVRI berusaha membangun kepercayaan kepada publik (public trust), kepada pemerintah, DPR RI, dan masyarakat.

D. Penutup

Penguatan LPP perlu dilakukan dengan cara membuat regulasi yang mengatur tentang berbagai faktor terkait dengan penguatan program dan penguatan kelembagaan dalam sebuah Undang-Undang tersendiri.

Penguatan program dapat dilakukan dengan menciptakan pengaturan yang dapat menghasilkan sebuah panduan yang dapat mendorong terciptanya program yang berkualitas tinggi dan berorientasi kepada kepentingan umum serta melayani publik namun tetap menarik dengan mendasarkan para prinsip-prinsip daya tarik program seperti aktual, geografis dan emosional, membahas tentang permasalahan yang dekat dengan masyarakat, yang memiliki pertentangan dan ketengangan, memiliki human interes, ketokohan serta keanehan.

Tabel 2. Perbandingan Model Organisasi Penyiaran

Model Organisasi Keuntungan Kerugian

Organisasi ramping dg padat fungsi

- Penyediaan anggaran utk struktur lebih murah

- Pengendalian organisasi lebih mudah & keputusan dpt lebih cepat diambil

- Beban tugas tiap unit kerja terlalu banyak & dituntut SDM yg serba bisa.

Organisasi gemuk dg sedikit fungsi

- Beban tugas tiap unit kerja relatif sedikit shg dpt diselesaikan lebih cepat dg hasil yg semestinya krn ditangani personel yg kompeten.

- Penyediaan anggaran utk struktur organisasi lebih mahal krn lebih byk SDM yg terlibat.

- Pengendalian organisasi lebih sulit krn hrs mengikuti hierarki organisasi.

Sumber: modifikasi tabel model organisasi dari Dasar-Dasar Penyiaran Sejarah, Organisasi, Operasional dan Regulasi

Sedang penguatan kelembagaan hendaknya diarahkan pada terciptanya organisasi yang ramping tetapi padat fungsi serta yang mendukung upaya untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya ide-ide kreatif dalam setiap program yang ditawarkan.

Rujukan:1. Seputar Bisnis dan Produksi Siaran

Televisi, Purnama Suwardi, TVRI Sumbar, 2006.

2. Peraturan Dewan Direksi LPP TVRI Nomor: 02/PRTR/DIREKSI/TVRI/2010 tentang Kebijakan Penyiaran LPP TVRI.

3. Dasar – Dasar Penyiaran, Sejarah, Organisasi, Operasional dan Regulasi, Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011.

4. h t tp : / /www.dpr.go . id / id /be r i t a /komisi1/2012/jun/06/4041/komisi-i-ingin-revitalisasi-lpp-rri.

5. http://www3.nhk.or.jp/nhkworld/english/tv/schedule/index.html

6. h t t p : / /www.you tube .com/use r /kbsworld?ob=0&feature=results_main

7. h t t p : / / w w w . s c r i b d . c o m /doc/39574900/7/Merevitalisasi-TVRI-Sebagai-Lembaga-Penyiaran-Publik

8. http://anangwiharyanto.wordpress.c o m / a c a ra / d e s k r i p s i - l e m b a g a -penyiaran-publik-tvri-stasiun-d-i-yogyakarta-lpp-tvri-d-i-yogyakarta/

9. ht tp: / /hiburan.kompasiana.com/televisi/2012/02/17/meng-create-program-tvri-yang-menarik/

10. h t t p : / /med ia . kompas i ana .com/new-media/2010/06/14/penguatan-lembaga-penyiaran-publik-catatan-dari-ams-2010-bag-ke-3/