24

Vol. VII No.05 I P3DI Maret 2015

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tindakan Main Hakim Sendiri dalam Kasus Begal (LSW)Diplomasi Anti Narkoba (SVM)Rencana penghentian pengiriman TKI Sektor Informal (SS)Kupas Tuntas Kenaikan Harga Beras (IH)Dinamika Politik Hub. DPRD-Gub DKI JKT (Prayudi)

Citation preview

  • - 1 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 05/I/P3DI/Maret 2015H U K U M

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    TINDAKAN MAIN HAKIM SENDIRI DALAM KASUS BEGAL

    Lidya Suryani Widayati*)

    Abstrak

    Tindakan main hakim sendiri merupakan wujud dari kemarahan masyarakat terhadap maraknya kasus begal dan lemahnya penegakan hukum terhadap kasus tersebut sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan penegakan hukumnya. Salah satu strategi penanggulangan tindakan main hakim sendiri adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Aparat penegak hukum juga harus bertindak tegas terhadap pelaku yang melakukan tindakan main hakim sendiri. Tindakan tersebut tidak hanya bertentangan dengan aturan hukum tapi juga melanggar asas praduga tidak bersalah.

    PendahuluanMemasuki tahun 2015, masyarakat

    dikejutkan dengan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku begal. Pelaku begal dibakar hidup-hidup sampai tewas oleh warga di Pondok Aren, Tangerang Selatan (24/2/2015). Kejadian yang nyaris serupa terjadi di Makasar (28/2/2015). Dua pelaku jambret nyaris tewas dihakimi massa saat tertangkap tangan. Tindakan main hakim sendiri juga terjadi ketika seorang begal yang beraksi di Pasar Minggu (1/3/2015) dihakimi warga setempat dan akhirnya tewas di rumah sakit.

    Tindakan main hakim sendiri dalam kasus begal memang bukan fenomena baru. Harian KOMPAS (16/6/2000) mencatat selama tahun 1999 s/d Mei 2000 hanya di wilayah Jabotabek saja telah terjadi 46 tindakan main hakim sendiri dengan korban dibakar dan tewas sebanyak 57 orang. Korban

    tersebut semuanya adalah pelaku kriminal, seperti pencurian/perampasan kendaraan bermotor, pencurian ternak, dan sebagainya (Setyoko, 2000).

    Tindakan main hakim sendiri (eigenrechting) dapat dilakukan oleh perseorangan, masyarakat, oknum pejabat sipil, atau oknum penegak hukum. Sebelum tumbangnya Orde Baru, tindakan tersebut lebih didominasi oleh oknum aparat terhadap lawan politik Negara. Menjelang akhir Orde Baru, muncul fenomena tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh masyarakat sipil, seperti dipicu oleh kebijakan aparat melalui penembakan misterius (petrus), hingga pembunuhan antar preman, pembunuhan terhadap orang-orang yang dituduh tukang santet (Nur Ismanto, 2000).

    Mencermati tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku begal, pertanyaan

    *) Peneliti Madya Hukum Pidana pada Bidang Hukum Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 2 -

    yang muncul adalah bagaimana hukum pidana mengatur tindakan tersebut?

    Faktor Penyebab Terjadinya Tindakan Main Hakim Sendiri

    Donald Black dalam The Behavior, 1976, merumuskan bahwa ketika pengendalian sosial melalui upaya hukum tidak jalan, maka bentuk lain dari pengendalian sosial secara otomatis akan muncul. Tindakan yang dilakukan oleh individu dan kelompok yang dari perspektif hukum dapat digolongkan sebagai tindakan main hakim sendiri, pada hakikatnya merupakan wujud pengendalian sosial yang dilakukan masyarakat (Zainuddin Ali, 2008).

    Tindakan main hakim sendiri merupakan perwujudan dari apa yang diistilahkan oleh Smelser sebagai a hostile outburst atau a hostile frustration. Tingkat kepercayaan masyarakat pada pranata formal termasuk terhadap law enforcement sudah teramat buruk. Sudah menjadi adagium: ketika tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum memburuk, maka tingkat tindakan main hakim sendiri akan meningkat. Oleh karena itu, harus ada strategi raksasa dalam upaya penanggulangan tindakan tersebut. Dalam hal ini, strategi raksasa adalah pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan penegakan hukum (Zainuddin Ali, 2008).

    Fungsi hukum adalah memelihara kepentingan umum, menjaga hak-hak manusia, mewujudkan keadilan (Huijbers, 1982) dan menciptakan ketertiban. Kusumaatmadja menyatakan bahwa ketertiban sebagai tujuan utama hukum merupakan suatu fakta objektif yang berlaku bagi masyarakat. Kebutuhan terhadap ketertiban ini, syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat yang teratur. Untuk mencapai ketertiban, diperlukan adanya kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat (Kusumaatmadja, 2002).

    Mengkaji apa yang menjadi fungsi hukum tersebut maka ketika negara melalui aparat penegak hukumnya tidak dapat memenuhi dan melindungi hak-hak setiap warga negara atas kehormatan, kemerdekaan, jiwa, dan harta benda, serta tidak dapat memberikan rasa aman maka akan menimbulkan tindakan main hakim sendiri. Tindakan main hakim sendiri juga dapat terjadi karena penegakan hukum yang tidak memberikan efek jera bagi pelaku dan tidak menimbulkan rasa takut bagi yang lain.

    Menurut Iswanto tindakan main hakim sendiri terjadi karena keretakan hubungan

    antara penjahat dan korban yang tidak segera diselesaikan atau diselesaikan dengan hasil yang dirasakan tidak adil bagi korban. Korban merasa kepentingan dan hak-haknya diinjak-injak bahkan dihancurkan oleh penjahat maka korban berkewajiban untuk mempertahankan kepentingannya dan hak-haknya terhadap penjahat secara langsung dengan jalan kekerasan bahkan mungkin lebih keras dan lebih kejam dari cara yang digunakan oleh pelaku (Iswanto, 2000).

    Tindakan Main Hakim Sendiri Dalam Perspektif Hukum Pidana

    Ketentuan dari zaman kuno vim vi repellere licet (kekerasan tidak boleh dibalas dengan kekerasan) kiranya tidak berlaku lagi. Ketentuan itu sekarang digantikan oleh upaya penegakan hukum oleh penguasa (demi ketertiban umum). Hanya jika negara dan organ-organnya tidak mampu lagi memberikan perlindungan, padahal jelas ada kebutuhan mendesak untuk melindungi diri, maka tindakan main hakim sendiri diakui keabsahannya. Negara tidak layak menuntut warga negaranya untuk pasrah membiarkan ketidakadilan menimpa mereka (Jan Remmelink, 2003).

    Oleh karena itu, pelaksanaan sanksi adalah monopoli negara. Perorangan tidak diperkenankan melaksanakan sanksi untuk menegakkan hukum. Memukul orang yang telah menipu kita, menyekap orang yang tidak mau melunasi hutang, mencuri sepeda motor milik sendiri dari pencurinya, semuanya merupakan tindakan main hakim sendiri. Tindakan tersebut dilarang dan pada umumnya merupakan tindak pidana, tetapi tidak selalu demikian. Setiap pelanggar aturan hukum pada dasarnya harus dikenakan sanksi. Namun ada perbuatan-perbuatan tertentu yang tidak dikenakan sanksi (Mertokesumo, 1996), karena adanya alasan penghapus pidana.

    Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menentukan mengenai sejumlah alasan penghapus pidana. Berdasarkan Pasal 103 KUHP, ketentuan tersebut juga meliputi semua delik (tindak pidana) di luar KUHP. Alasan penghapus pidana tersebut adalah: tidak mampu bertanggungjawab (Pasal 44 KUHP), daya paksa dan keadaan darurat (Pasal 48 KUHP), pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampaui batas (Pasal 49 KUHP), untuk melaksanakan ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP), untuk melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP).

  • - 3 -

    Dari beberapa Pasal tersebut, ketentuan yang paling terkait dengan tindakan main hakim sendiri adalah Pasal 49 KUHP mengenai pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampaui batas. Dalam konteks ini, pertanyaan yang muncul adalah apakah tindakan main hakim sendiri dapat dipandang sebagai pembelaan diri karena pembelaan terpaksa atau pembelaan terpaksa melampaui batas seseorang atau masyarakat ketika menghadapi kejahatan yang menimpanya.

    Pasal 49 ayat (1) menentukan bahwa tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri atau kepunyaan orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum. Berdasarkan rumusan Pasal 49 Ayat (1), pembelaan diri tidak boleh melampaui batas yang ditentukan, kecuali apa yang ditetapkan dalam Ayat (2) dari Pasal tersebut yang menentukan bahwa pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan, tidak dipidana. Dengan menggunakan dasar penghapus pidana dalam Pasal 49, orang yang terpaksa melakukan pembelaan dengan main hakim sendiri, dapat tidak dipidana sepanjang tindakan tersebut sesuai dengan unsur-unsur pembelaan terpaksa atau pembelaan terpaksa melampaui batas.

    Dengan demikian, hukum pidana telah menentukan batasan kebolehan seseorang membela diri dari suatu serangan yang melawan hukum atas suatu tindak pidana. Oleh karena itu, tindakan main hakim sendiri yang tidak jarang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang sudah tidak memenuhi ketentuan Pasal 49 KUHP. Dalam hal ini, aparat penegak hukum dapat menindak pelaku yang melakukan tindakan main hakim sendiri.

    Namun menurut Marwan Mas, telah terjadi pergeseran nilai masyarakat bahwa tindakan main hakim sendiri bukan lagi perbuatan melawan hukum yang dapat dipidana. Dalam teori hukum pidana dikenal sifat melawan hukum materiil dalam fungsi negatif. Teori ini menyebutkan, meskipun suatu perbuatan secara tegas dinyatakan melawan hukum dalam hukum tertulis, menurut nilai-nilai hukum dan rasa keadilan masyarakat perbuatan itu tidak perlu dipidana. Sebaliknya dalam teori sifat melawan hukum materiil dalam fungsi positif, meskipun suatu perbuatan tidak dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum dalam hukum

    tertulis, jika masyarakat menganggap perbuatan itu tercela karena bertentangan dengan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan masyarakat, perbuatan itu dapat dipidana.

    Ukuran pembenaran teori hukum pidana tentang sifat melawan hukum materiil dalam fungsi negatif akan terlihat pada tindakan polisi. Apabila polisi membiarkan atau tidak menangkap dan memproses warga masyarakat yang melakukan tindakan main hakim sendiri, teori itu memiliki penguatan dan pembenaran. Aparat penegak hukumlah yang memiliki RWRULWDV XQWXN PHUHHNVL WHRUL LWX DSDNDKdibenarkan dengan tidak memproses warga masyarakat atau tetap memprosesnya sesuai hukum yang berlaku.

    -LND PHQJDFX GHQLVL PHQJHQDLkeamanan dan ketertiban masyarakat berdasarkan UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, tindakan main hakim sendiri dapat menimbulkan penafsiran sebagai potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum.

    Selain itu, peraturan perundang-undangan, terutama KUHP tidak mengatur secara khusus mengenai tindakan main hakim sendiri. Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindakan main hakim sendiri tidak dilarang sepanjang tidak memenuhi perumusan tindak pidana lain (Prodjodikoro: 2002). Mencermati tindakan main hakim sendiri dalam kasus begal maka tindakan tersebut telah memenuhi perumusan tindak pidana lain. Tindakan main hakim sendiri, seperti: merusak kendaraan pelaku, menganiaya, membakar pelaku hingga mengalami luka-luka atau bahkan mengakibatkan hilangnya nyawa pelaku telah memenuhi perumusan tindak pidana sebagaimana diatur dalam KUHP. Beberapa ketentuan tindak pidana dalam KUHP dapat diberlakukan terhadap tindakan main hakim sendiri, antara lain Pasal 351 tentang penganiayaan, Pasal 170 tentang kekerasan, dan Pasal 406 tentang perusakan.

    Jika tindakan main hakim sendiri sudah memenuhi rumusan tindak pidana seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dikaji mengenai keharusan tindakan main hakim sendiri sebagai pembelaan diri dan kepatutan akan tindakan main hakim sendiri dengan menggunakan alasan penghapus pidana karena pembelaan terpaksa.

    Jika kasus begal dikaitkan dengan Asas subsidiaritas dalam hukum pidana yang menyatakan bahwa seseorang melanggar kepentingan hukum untuk melindungi kepentingan hukum orang lain

  • - 4 -

    tidak diperkenankan, jika perhitungan itu dapat dilakukan tanpa atau dengan kurang merugikan. Dengan kata lain, tidak ada kemungkinan yang lebih baik atau jalan yang lain. Dalam kasus begal, pembelaan (seperti: memukul, menghajar pelaku begal, dan sebagainya) tidak menjadi keharusan (jadi, tidak akan dibenarkan) selama orang (korban) masih bisa melarikan diri.

    Selain itu, dapat dikaitkan dengan Asas proporsionalitas, yaitu dimana pelanggaran kepentingan hukum untuk melindungi kepentingan hukum orang lain dilarang, jika kepentingan hukum yang dilindungi tidak seimbang dengan pelanggarannya. Sehubungan dengan pembelaan terpaksa, ini berarti bahwa tindak pidana yang dilakukan untuk pembelaan tidak boleh demikian beratnya sehingga tidak seimbang dengan beratnya tindak pidana yang dilakukan pelaku. Dalam kasus begal, tindakan main hakim sendiri seperti menganiaya, melakukan kekerasan, membakar pelaku begal bahkan hingga tewas adalah tidak dibenarkan karena tidak seimbang dengan apa yang dilakukan pelaku.

    Selain memenuhi perumusan tindak pidana dalam KUHP dan melanggar asas-asas terkait dengan alasan penghapus pidana, tindakan main hakim sendiri juga bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Oleh karena itu, tindakan main hakim sendiri seharusnya dapat dicegah atau diproses hukum oleh aparat penegak hukum.

    PenutupTindakan main hakim sendiri

    merupakan perwujudan dari tumpukan kemarahan atau kekecewaan masyarakat terhadap semakin maraknya kasus begal dan lemahnya penegakan hukum terhadap kasus tersebut sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan penegakan hukumnya. Oleh karena itu, salah satu strategi penanggulangan tindakan main hakim sendiri adalah pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Aparat penegak hukum harus dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum atas terjadinya segala bentuk kejahatan termasuk kasus begal. Upaya ini dilakukan guna memenuhi dan melindungi hak-hak setiap warga negara atas kehormatan, kemerdekaan, jiwa, dan harta benda, serta memberikan rasa aman bagi setiap warga Negara.

    Di pihak lain, aparat penegak hukum juga harus bertindak tegas terhadap pelaku yang melakukan tindakan main hakim sendiri. Tindakan tersebut tidak hanya bertentangan dengan aturan hukum tapi juga melanggar asas praduga tidak bersalah. Setiap warga negara atau masyarakat tidak boleh dibiarkan untuk mengambil alih kewenangan dan tugas aparat penegak hukum untuk menanggulangi atau memberantas kejahatan karena apabila dibiarkan akan berlaku hukum rimba.

    Tulisan ini juga merekomendasikan agar RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional) antara lain dapat merevisi pengertian keamanan dan ketertiban masyarakat agar tidak menimbulkan penafsiran yang negatif.

    ReferensiZainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Jakarta:

    6LQDU*UDNDJan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta:

    Gramedia Pustaka Utama, 2003.Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep

    Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, 2002

    Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana 7HUWHQWX 'L ,QGRQHVLD %DQGXQJ 5HNDAditama, 2002.

    Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1982.

    Nur Ismanto, Tinjauan Yuridis Eigenrichting: Declinatoisme Penegakan Hukum Oleh Masyarakat, Makalah Dalam Seminar Main Hakim Sendiri Oleh Masyarakat, Kerjasama Unsoed-Polwil-PWI, 5 Agustus 2000.

    Iswanto, Kecenderungan Masyarakat Main Hakim Sendiri, Makalah Dalam Seminar Main Hakim Sendiri Oleh Masyarakat, Kerjasama Unsoed-Polwil-PWI, 5 Agustus 2000

    TB Ronny Rachman Nitibaskara Fenomena Begal, KOMPAS, Sabtu, 28 Februari 2015.

    Marwan Mas Ketika Begal Diadili Masyarakat, Media Indonesia, Rabu 4 Maret 2015.

  • - 5 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 05/I/P3DI/Maret 2015HUBUNGAN INTERNASIONAL

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    DIPLOMASI ANTI-NARKOBA Simela Victor Muhamad*)

    Abstrak

    Kejahatan narkoba lintas batas negara merupakan sebuah kejahatan transnasional yang memberikan ancaman terhadap negara dan masyarakat. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional tidak lepas dari kejahatan transnasional ini. Tingkat kejahatan narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan diikuti dengan jenis narkoba yang terus bervariasi dan modus operandi yang berubah-ubah. Indonesia telah menjadi negara target sindikat narkoba internasional. Pemerintahan Presiden Jokowi menetapkan hukuman mati terhadap kasus narkoba. Kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra, terutama di negara asal terpidana. Pemberlakuan hukuman mati terhadap kasus narkoba merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk mampu menjelaskan hal tersebut kepada masyarakat internasional melalui diplomasi anti-narkoba..

    PendahuluanSalah satu bukti bahwa Indonesia

    menjadi target sindikat narkoba internasional adalah banyaknya warga negara asing (WNA) yang tertangkap dan diproses secara hukum di Indonesia karena berusaha menyelundupkan narkoba. Beberapa diantaranya bahkan telah divonis sebagai terpidana mati oleh pengadilan. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Narkotika Nasional (BNN) per Januari 2015, dari 66 terpidana mati kasus narkoba yang sedang menunggu untuk dieksekusi, diketahui jumlah terpidana mati yang merupakan WNA berjumlah 39 orang. Reaksi keras pun muncul dari beberapa negara atas pelaksanaan hukuman mati terhadap warga negara mereka yang sudah dan akan dijatuhi hukuman mati karena kasus kejahatan

    narkoba di Indonesia. Reaksi dari beberapa negara, seperti

    Brasil, Belanda, dan kemudian juga Australia harus diletakkan secara proporsional sebagai hak dari setiap negara tersebut, sejauh sifatnya tidak mengganggu hubungan bilateral. Masalah menjadi lain ketika negara-negara tersebut terus mempersoalkan dan mencoba mengintervensi pelaksanaan hukuman mati yang akan menimpa warga mereka karena kasus narkoba di Indonesia. Di sinilah hubungan bilateral dan diplomatik Indonesia dengan negara-negara tersebut mengalami ujian, bahkan cukup terganggu. Hal tersebut terlihat dalam kasus dibatalkannya secara mendadak penyerahan credential letter (surat kepercayaan) Toto Riyanto sebagai Duta Besar RI untuk Brasil pada 20 Februari 2015 lalu oleh pihak Brasil.

    *) Peneliti Madya Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: [email protected].

  • - 6 -

    Pelaksanaan hukuman mati terhadap pelaku kasus narkoba, sebagai bagian dari penegakan hukum positif yang masih berlaku di Indonesia, dan pelaksanaan hubungan bilateral antara Indonesia dengan negara-negara sahabat sesungguhnya tidak ada kaitannya satu sama lain. Kedaulatan hukum suatu negara harus dihormati, sedangkan hubungan bilateral antarnegara merupakan bagian dari pergaulan antarbangsa yang sudah seharusnya dikembangkan dan ditingkatkan oleh negara-negara di dunia. Kajian singkat ini mencoba mengulas perihal diplomasi anti-narkoba yang sudah seharusnya diintensifkan oleh Indonesia, baik secara bilateral maupun multilateral. Diplomasi anti narkoba bertujuan untuk memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat internasional tentang bahaya ancaman narkoba di Indonesia dan upaya serius Indonesia untuk mengatasinya.

    Indonesia Darurat NarkobaDiplomasi anti narkoba yang dilakukan

    oleh Indonesia sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari adanya kebijakan Indonesia yang tegas dalam memerangi peredaran gelap narkoba. Narkoba telah menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia, khususnya keamanan manusia (human security) bangsa Indonesia. Ancaman itu nyata, karena sindikat internasional telah menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial bagi peredaran gelap narkoba.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara (separuh dari penduduk ASEAN yang berjumlah lebih dari 500 juta jiwa), ditambah dengan pengguna narkoba yang cenderung meningkat jumlahnya, Indonesia menjadi pasar yang menarik bagi sindikat narkoba internasional. Oleh karena itu tidak mengherankan, berbagai upaya dilakukan oleh para sindikat narkoba internasional untuk memasukkan barang dagangannya ke Indonesia dengan cara diselundupkan. Modus operandi penyelundupan sudah tentu dilakukan dengan berbagai cara untuk mengelabui petugas agar narkoba yang dibawa atau dikirim sindikat internasional ke Indonesia lolos dari penyitaan.

    Berdasarkan hasil temuan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, terungkap bahwa kasus narkoba di Indonesia PHQJDODPL SHQLQJNDWDQ VLJQLNDQ GDULyang semula 17.539 kasus dengan 23.000

    tersangka pada tahun 2013, meningkat menjadi 18.788 kasus dan melibatkan sebanyak 25.151 tersangka di tahun 2014. Jumlah orang meninggal rata-rata per hari akibat penyalahgunaan narkoba dan pengguna narkoba yang direhabilitasi pun meningkat jumlahnya di Indonesia. Angka yang pasti mengenai jumlah orang yang meninggal rata-rata per hari akibat penyalahgunaan narkoba masih diperdebatkan di kalangan LSM, tetapi BNN pernah menyebutkan bahwa pada 2014 rata-rata sekitar 33 orang yang meninggal per hari. Data ini setidaknya menunjukkan bahwa peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah semakin parah, bahkan Presiden Jokowi pernah menyebutkan bahwa Indonesia sudah berada pada tingkat negara darurat narkoba

    Ini artinya, langkah tegas memang perlu diambil oleh Indonesia untuk mengatasi masalah narkoba yang sudah sangat mengancam kehidupan masyarakat Indonesia. Langkah tegas tersebut, antara lain, adalah dengan membuat kebijakan hukum yang tegas, seperti tercermin dalam ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Undang-Undang Narkotika), yang antara lain memuat ketentuan hukuman mati bagi pelanggarnya, terutama yang dikategorikan sebagai pengedar dan bandar narkoba. Situasi dan kondisi Indonesia yang darurat narkoba serta ketentuan hukum Indonesia yang tegas terkait narkoba inilah yang perlu dikomunikasikan oleh Indonesia melalui jalur diplomasi, terutama terhadap negara-negara yang warganya menjadi terpidana kasus narkoba di Indonesia.

    Diplomasi BilateralDalam kerangka bilateral, diplomasi

    anti-narkoba yang dilakukan oleh Indonesia adalah melakukan komunikasi secara intensif dengan negara-negara sahabat secara bilateral guna menyampaikan perihal ancaman narkoba yang semakin masif dan nyata di Indonesia, dan oleh karena itu perlu suatu pengertian yang bisa dipahami oleh negara-negara sahabat. Bahaya ancaman narkoba yang sudah menjadi keprihatinan masyarakat internasional, termasuk badan dunia PBB melalui UNODC (United Nations 2IFH RQ 'UXJV DQG &ULPH), harus menjadi dasar bagi upaya bersama negara-negara di dunia untuk memerangi peredaran gelap

  • - 7 -

    dan penyalahgunaan narkoba. Ini artinya, diplomasi yang dilakukan secara bilateral oleh Indonesia pada dasarnya, selain merupakan kepentingan nasional, juga merupakan bagian dari bentuk keprihatinan masyarakat internasional akan bahaya ancaman narkoba.

    Negara-negara di dunia pada dasarnya menaruh perhatian yang besar terhadap bahaya ancaman narkoba, dan oleh karena itu diplomasi anti-narkoba secara bilateral sesungguhnya hanya menegaskan komitmen bersama antarnegara agar bisa lebih tegas lagi mengatasi masalah tersebut. Salah satu bentuk ketegasan suatu negara dalam mengatasi masalah narkoba adalah melalui ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangannya yang berkaitan dengan narkoba. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, melalui Undang-Undang Narkotika, Indonesia memberlakukan hukuman mati bagi pelanggar berat undang-undang tersebut. Berbagi informasi terkait ketentuan pidana bagi pelanggar undang-undang terkait narkoba di masing-masing negara sudah tentu juga harus menjadi bagian yang dikomunikasikan dalam diplomasi bilateral anti-narkoba.

    Ketentuan pidana yang tegas bagi pelanggar peraturan perundang-undangan tentang narkoba merupakan sesuatu yang penting untuk diketahui dan dipahami oleh negara-negara yang sedang membangun kesepahaman secara bilateral dalam memberantas narkoba. Terbangunnya pemahaman sejak awal di antara negara-negara dapat membantu negara-negara tersebut dalam menjelaskan kepada publiknya bahwa mereka harus menghormati kedaulatan hukum negara lain jika ada warga dari negara mereka yang dijatuhi hukuman karena kasus narkoba. Diplomasi anti-narkoba seperti inilah, selain membangun kerja sama bilateral lainnya terkait pencegahan dan pemberantasan narkoba, yang perlu dilakukan dan diintensifkan oleh Indonesia. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, yakni diplomasi yang bertujuan untuk memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat internasional tentang bahaya ancaman narkoba dan upaya serius untuk mengatasinya, termasuk melalui penegakan hukum yang tegas.

    Sejauh ini negara-negara di dunia memiliki komitmen yang sama dan tinggi dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba. Mereka pun sepertinya sepakat

    untuk menjatuhkan hukuman yang berat terhadap pelaku peredaran gelap narkoba. Sejumlah negara ASEAN, selain Indonesia, memberlakukan hukuman mati bagi pelaku peredaran gelap narkoba, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Tidak semua negara menerapkan hukuman mati bagi pelaku peredaran gelap narkoba. Dalam hal penegakan hukum, termasuk penegakan hukum terkait kasus narkoba, setiap negara memiliki ketentuan hukumnya masing-masing dan hal ini merupakan kedaulatan hukum yang tidak bisa diintervensi. Jika dalam diplomasi bilateral hal tersebut bisa dipahami oleh masing-masing negara, maka tidak ada alasan bagi suatu negara untuk mengintervensi putusan hukum yang telah dijatuhkan terhadap warga negara mereka yang terlibat kasus narkoba.

    Mengingat aktor diplomasi dalam hubungan internasional kini tidak saja semata-mata hanya diplomat dari unsur kementerian luar negeri, maka dalam pelaksanaan diplomasi anti-narkoba ini sudah selayaknya melibatkan pemangku kepentingan terkait, seperti unsur kepolisian, BNN, bahkan LSM anti-narkoba. Kerja sama antarkepolisian di antara negara-negara di kawasan yang selama ini sudah terjalin, kiranya dapat digunakan untuk meningkatkan kerja sama di bidang pemberantasan narkoba, seperti halnya antara kepolisian Indonesia dan Polis Diraja Malaysia, atau antara kepolisian Indonesia dan kepolisian Australia. Forum bilateral khusus antarnegara yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait kiranya juga perlu dikembangkan ke depan guna membahas upaya pemberantasan narkoba.

    Diplomasi Multilateral Upaya pemberantasan narkoba

    sudah tentu juga perlu ditingkatkan melalui diplomasi multilateral. Di sini, titik tekannya pada membangun kerja sama antarnegara secara multilateral, terutama melalui kerja sama antar-institusi atau pemangku kepentingan terkait, dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba, karena tidak mungkin suatu negara dapat memberantas peredaran gelap narkoba yang sudah mendunia ini sendirian. Dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba internasional, masyarakat internasional telah banyak membentuk kerja sama internasional, seperti melalui Interpol,

  • - 8 -

    Europol, ASEANAPOL, ASOD (ASEAN 6HQLRU2IFLDORQ'UXJV0DWWHUV), dan lain-lain. Selain tentunya melalui wadah Badan Anti-Narkoba PBB (UNODC). Dalam wadah atau forum multilateral tersebut biasanya dibahas berbagai upaya kerja sama untuk memberantas peredaran gelap narkoba dalam lingkup yang lebih luas, baik di suatu kawasan maupun tingkat global.

    Khusus ASEAN, saat ini negara-negara perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara ini tengah berupaya keras melakukan upaya memerangi peredaran narkoba, termasuk diantaranya memberlakukan hukuman mati bagi pelaku peredaran gelap narkoba. Hal ini sejalan dengan visi yang diusung bersama untuk membebaskan kawasan Asia Tenggara dari peredaran narkoba pada tahun 2015, meskipun hal itu tidak mudah dilakukan.

    Wadah atau forum multilateral sudah tentu juga harus dimanfaatkan oleh Indonesia untuk membangun komunikasi yang intensif, selain bertukar pengalaman dan informasi, seputar upaya pemberantasan narkoba. Suatu forum yang juga tidak kalah penting yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah melalui jalur diplomasi antarparlemen. Memperhatikan aktivitas pertemuan fora antarparlemen selama ini, isu pemberantasan narkoba juga kerap menjadi bagian dari agenda yang dibahas. Bahkan untuk tingkat ASEAN, melalui AIFOCOM (AIPA Fact Finding &RPPLWWHH 7R &RPEDW 'UXJ 0HQDFH), parlemen negara-negara anggota ASEAN yang tergabung dalam AIPA secara khusus membahas upaya pemberantasan narkoba di kawasan Asia Tenggara, yang hasil rekomendasinya nanti disampaikan kepada pemerintah masing-masing. APPF (Asia 3DFLF 3DUOLDPHQWDU\ )RUXP), APA (Asian Parliamentary Assembly), dan berbagai forum antarparlemen lainnya, termasuk IPU (Inter-Parliamentary Union) juga kerap membahas isu pemberantasan narkoba.

    Diplomasi anti-narkoba yang dilakukan oleh Indonesia, sekali lagi, harus memanfaatkan berbagai forum multilateral tersebut bagi penyampaian informasi yang utuh tentang ancaman bahaya narkoba di Indonesia dan upaya serius Indonesia untuk mengatasinya. Indonesia harus terus berusaha mengkomunikasikan kepada masyarakat internasional bahwa bahaya ancaman narkoba merupakan salah satu

    musuh bersama yang harus diperangi secara bersama-sama.

    Penutup Bahaya ancaman narkoba tidak saja

    merupakan permasalahan Indonesia semata. Hampir semua negara di dunia menghadapi permasalahan tersebut, dan oleh karena itu upaya untuk mengatasinya harus menjadi kepedulian dan perhatian masyarakat internasional. Masih adanya pro dan kontra di antara negara-negara di dunia terkait pemberlakuan hukuman mati terhadap kasus narkoba merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia, yang harus mampu menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan hukum positif yang masih berlaku dan ditegakkan oleh Indonesia, dan tidak ada kaitannya dengan hubungan antarnegara. Oleh karena itu, berbagi informasi terkait ketentuan pidana bagi pelanggar undang-undang terkait narkoba di antara negara-negara di dunia harus menjadi bagian yang dikomunikasikan oleh Indonesia dalam diplomasi anti-narkoba.

    ReferensiWilliam B. McAllister, Drug Diplomacy in

    the Twentieth Century: An International History, Routledge, 2000.

    Text your say: Diplomatic tension, The Jakarta Post, 28 Februari 2015.

    Text your say: Heating up diplomacy, The Jakarta Post, 27 Februari 2015.

    Jokowi Sebut Indonesia Negara Darurat Narkoba, Tribunnwes.com. 4 Feb 2015, http://www.tribunnews.com/nas ional/2015/02/04/jokowi-sebut-indonesia-negara-darurat-narkoba - diakses 7 Maret 2015.

    Ronny Noor, 90 Warga Australia Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri, Kompasiana, 26 Januari 2015, http://luar-negeri.kompasiana.com/2015/01/26/90-warga-australia-terancam-hukuman-mati-di-luar-negeri-719551.html - diakses 7 Maret 2015.

    8 Negara ASEAN Yang Terapkan Hukuman Mati, Liputan6.com. 22 Feb 2015 http://news.liputan6.com/read/2179609/8-negara-asean-yang-terapkan-hukuman-mati - diakses 7 Maret 2015.

  • - 9 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 05/I/P3DI/Maret 2015KESEJAHTERAAN SOSIAL

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    RENCANA PENGHENTIAN PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA SEKTOR INFORMAL

    Sali Susiana*)

    Abstrak

    Bekerja merupakan hak setiap warga negara, termasuk bekerja di luar negeri. Oleh karena itu rencana penghentian pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sektor informal perlu diiringi dengan penyediaan lapangan kerja di dalam negeri dan pembenahan mekanisme rekrutmen serta peningkatan kualitas calon TKI. Apabila hal itu tidak dilakukan, maka dikhawatirkan jumlah TKI tidak berdokumen (ilegal) akan semakin bertambah, mengingat terbatasnya lapangan kerja di dalam negeri GDQ WLQJJLQ\DDQLPRPDV\DUDNDWXQWXNPHQMDGL7.,'DUL VLVL OHJLVODVL'355,SHUOXmengakomodasi rencana penghentian pengiriman TKI sektor informal ini dalam 5DQFDQJDQ8QGDQJ8QGDQJWHQWDQJ3HUXEDKDQDWDV8QGDQJ8QGDQJ1RPRU7DKXQ2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri \DQJWHODKPHQMDGL5883ULRULWDV7DKXQGDODP3URJUDP/HJLVODVL1DVLRQDO

    PendahuluanPengadilan Hongkong tanggal 27

    Februari 2015 memvonis Law Wan Tung enam tahun penjara dan membayar denda 15.000 dollar Hongkong (Rp25 juta). Ia dihukum karena terbukti menyiksa dan menahan pramuwismanya yang berasal dari Indonesia, Erwiana Sulistyaningsih, dengan 18 dakwaan, termasuk mencederai berat, menyerang, melakukan intimidasi kriminal, dan tidak membayar upah.

    Kasus Erwiana hanyalah satu dari sekian banyak potret buram yang dialami oleh pekerja migran atau lebih sering disebut sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Selain Erwiana, kasus yang pernah mendapat perhatian masyarakat luas antara lain: eksekusi terhadap

    Ruyati (TKI yang dihukum pancung di Arab Saudi karena terbukti membunuh majikannya dengan alasan untuk membela diri); kasus penganiayaan oleh majikan terhadap TKI bernama Sumiati binti Salam Mustapa asal Dompu, Nusa Tenggara Barat; dan pembunuhan terhadap Kikim Komalasari, TKW asal Jawa Barat yang bekerja di Arab Saudi (Sali Susiana, 2012).

    Banyaknya permasalahan yang terjadi pada TKI, terutama tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) menjadi salah satu alasan Pemerintah untuk melakukan moratorium (penghentian sementara) penempatan TKI yang bekerja sebagai PRT ke negara-negara penerima TKI. Untuk negara Arab

    *) Peneliti Madya Studi Kemasyarakatan Studi Khusus Gender pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail:[email protected].

  • - 10 -

    Saudi, moratorium mulai diberlakukan pada tanggal 1 Agustus 2011, tidak lama berselang setelah terjadi kasus eksekusi hukuman mati terhadap Ruyati. Tindakan ini merupakan respons Pemerintah terhadap desakan untuk melakukan moratorium yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan berbagai pihak lainnya, terutama organisasi masyarakat sipil dan aktivis pekerja migran.

    Sebelumnya Pemerintah juga telah melakukan moratorium dengan Malaysia (25 Juni 2009), Kuwait (1 September 2009), dan Yordania (30 Juli 2010). Selain tindakan moratorium, untuk melindungi TKI, Pemerintah melalui Satgas TKI juga menunjuk kuasa hukum tetap secara jangka panjang untuk ditempatkan di di Arab Saudi dan di Malaysia. Dengan demikian setiap saat ada pengacara yang siap mendampingi TKI yang bermasalah di kedua negara tersebut.

    Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, berkembang wacana untuk melakukan penghentian pengiriman TKI sektor informal. Presiden menegaskan hal tersebut sesaat setelah bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak. Menanggapi permintaan itu, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan rencana tersebut, yang diikuti dengan pembuatan peta jalan/road map dengan target Indonesia tidak lagi mengirim PRT ke luar negeri pada tahun 2017. Menjadi pertanyaan kemudian, apakah rencana pemerintah untuk menghentikan pengiriman TKI sektor informal tersebut merupakan langkah yang tepat, mengingat keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri dan animo masyarakat yang besar untuk menjadi TKI, termasuk yang bekerja di sektor informal?

    Penyediaan Lapangan Kerja dan Tingkat Pengangguran

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri membuat sebagian orang memilih untuk bekerja di luar negeri dengan menjadi TKI. Hal ini telah berlangsung sejak tahun 1980-an atau pada masa pemerintahan Orde Baru.

    Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), saat ini terdapat 2,5 juta orang TKI yang bekerja di luar negeri. Namun diperkirakan angka tersebut jauh

    lebih kecil dibandingkan dengan TKI yang tidak tercatat. KemNaker memperkirakan total ada sekitar 6,2 juta orang TKI. Data lain dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukkan, hingga Maret 2013 jumlah TKI mencapai 6,5 juta orang yang bekerja di 42 negara. TKI tersebut berasal dari 392 kabupaten/kota di Indonesia (Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan TKI, 2014). BNP2TKI juga mencatat bahwa jumlah TKI yang dilayani oleh BNP2TKI lebih banyak didominasi oleh TKI sektor formal. Pada tahun 2014 dari total 429.872 orang yang dilayani, lebih dari setengahnya adalah TKI sektor formal, yaitu sebanyak 247.610 orang atau 58% (BNP2TKI, 2015).

    Akan tetapi, lebih banyak TKI yang bekerja di luar negeri yang tidak terdaftar oleh BNP2TKI atau Kemnaker. Diperkirakan saat ini sekitar 65% TKI masih didominasi oleh pekerja sektor informal. Mereka berprofesi sebagai buruh bangunan, buruh perkebunan, dan PRT. Sejak krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998, terdapat sekitar 400.000 orang yang secara resmi tercatat sebagai TKI setiap tahunnya. Data dari Bank Dunia menunjukkan, pada tahun 2004, jumlah TKI yang terdaftar mencapai 380.688 orang, sekitar 83% dari TKI adalah TKW, dan 95% di antaranya bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga atau profesi lain yang sejenis, seperti perawat bayi/babysitter atau orang lanjut usia/pramurukti (Sali Susiana, 2012).

    Bagi banyak orang, bekerja di luar negeri sebagai TKI telah menjadi salah satu alternatif yang dapat dipilih di tengah segala keterbatasan yang mereka hadapi, tidak terkecuali bagi banyak perempuan miskin yang memilih untuk bekerja di luar negeri sebagai TKW. Tidak mengherankan jika setiap tahun terjadi peningkatan jumlah TKI yang bekerja ke luar negeri, termasuk perempuan yang menjadi TKW. Terlebih bila dikaitkan dengan jumlah pengangguran yang relatif meningkat dibanding tahun sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan data Badan Pusat Statistik tahun 2014 yang menunjukkan bahwa sepanjang bulan Februari hingga Agustus 2014, jumlah pengangguran di Indonesia bertambah 0,09 juta orang dari 7,15 juta orang meningkat menjadi 7,24 juta orang. Tingkat pengangguran ini diprediksi akan bertambah karena pertumbuhan ekonomi yang melambat pada angka 5,01%.

    Sejalan dengan hal itu, World Bank juga menyatakan bahwa angka penggangguran yang tinggi merupakan salah satu masalah

  • - 11 -

    bidang ketenagakerjaan yang masih harus dihadapi Indonesia. Pengangguran meningkat secara pesat sejak tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 2003. Angka yang ada berkisar sekitar 9,5% atau sama dengan 9,5 juta orang. Selain itu terdapat lebih dari 30 juta orang yang berada dalam kategori setengah pengangguran karena bekerja kurang dari 35 jam per minggu. Angka pengangguran ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara Asia lainnya yang juga terkena krisis seperti Korea (3,7%), Thailand (1,5%) dan Malaysia sebesar 3,4%.

    Kaum muda dan perempuan merupakan penyumbang terbesar angka pengangguran nasional. Hampir tiga dari sepuluh orang yang berusia 15-24 tahun, sedang berusaha mencari pekerjaan, sementara saat ini dua pertiga dari orang yang menganggur adalah kaum usia muda. Angka yang cenderung meningkat ini, menunjukkan bahwa perekonomian tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menyerap pendatang baru dan lulusan sekolah yang masuk ke dalam angkatan kerja. Di samping itu, sejak krisis terjadi, lebih banyak perempuan yang kehilangan pekerjaannya dibandingkan dengan laki-laki. Saat ini, perempuan yang menganggur telah mencapai angka 13%.

    Selain itu, pengangguran juga dipengaruhi penurunan jumlah pekerja sektor formal. Sejak tahun 2000 serapan pekerja sektor formal hingga lebih dari 1 juta lapangan kerja yang hilang di tahun 2003. Kondisi ini terutama terlihat sekali pada kelompok pekerja kasar. Di lain pihak, pekerja di sektor informal menunjukkan gejala yang terus meningkat. Kecenderungan ini merupakan gambaran bahwa pekerjaan yang lebih produktif, dengan sistem jaminan sosial yang memadai sedang mengalami penurunan, digantikan dengan pekerjaan yang kurang produktif dan tanpa proteksi sosial.

    Akan tetapi, tidak mudah bagi pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi seluruh angkatan kerja yang ada. Menurut World Bank, penciptaan lapangan kerja yang mengecewakan saat ini amat berbeda jauh dengan pengalaman Indonesia di masa lalu. Sebelum krisis, pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh ekspor dengan investasi tinggi merupakan sumber utama penyerapan tenaga kerja. Antara tahun 1990 hingga 1995, industri berorientasi ekspor beserta berbagai industri pendukungnya diperkirakan telah menyediakan setengah dari total pekerjaan yang ada. Masyarakat miskin merupakan pihak yang paling diuntungkan dari pertumbuhan

    yang pesat pada berbagai industri berorientasi ekspor, terutama yang berasal dari investasi asing. Industri tersebut yang telah banyak menyediakan pekerjaan untuk para pekerja kasar.

    Pembenahan Sistem Rekrutmen dan Pembekalan Calon TKI

    Permasalahan lain yang akan dihadapi oleh pemerintah terkait dengan rencana penghentian pengiriman TKI informal adalah meningkatnya jumlah TKI tidak berdokumen atau lebih sering disebut sebagai TKI ilegal. Sebagai gambaran, saat ini saja sekitar 43% TKI adalah TKI tidak berdokumen. Apabila kebijakan pengiriman TKI informal ini dihentikan, jumlah TKI ilegal dikhawatirkan akan meningkat, karena orang tetap akan berupaya agar dapat bekerja ke luar negeri melalui berbagai cara, meskipun harus menempuh jalur yang tidak resmi/ilegal.

    Tingginya jumlah TKI ilegal pada gilirannya akan meningkatkan jumlah kasus yang terkait dengan TKI karena TKI ilegal relatif lebih tidak terlindungi hak-haknya, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai jenis pelanggaran hak TKI. Masalah yang terjadi pada saat TKI bekerja di negara tujuan selama ini bermacam-macam, baik yang berkaitan dengan masalah hubungan kerja seperti pelanggaran kontrak atau perjanjian kerja (misalnya gaji tidak dibayar atau dibayar tetapi jumlahnya tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya, jumlah jam kerja yang melebihi batas, jenis pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak, dan pemutusan hubungan kerja), hingga kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), seperti penganiayaan, perlakuan majikan yang tidak manusiawi, hingga pembunuhan. Khusus bagi TKW, masalah yang dihadapi di negara tujuan juga berkaitan dengan seksualitasnya sebagai SHUHPSXDQ VHSHUWL NHNHUDVDQ VLN SVLNRORJLVdan seksual (Irianto, 2011).

    Untuk menghindari terjadinya peningkatan jumlah TKI ilegal, pemerintah perlu membenahi sistem rekrutmen yang selama ini masih belum tertata dengan baik. Pemerintah daerah harus mampu mengambil alih peran para calo yang selama ini masih mendominasi proses rekrutmen di tingkat desa. Upaya lain adalah meningkatkan kualitas calon TKI. Sebelum ditempatkan, calon TKI harus mengikuti pendidikan dan pelatihan \DQJ GLEXNWLNDQ GHQJDQ DGDQ\D VHUWLNDWkompetensi kerja yang diakreditasi oleh %DGDQ 1DVLRQDO 6HUWLNDVL 3URIHVL %163Untuk itu Kementerian Ketenagakerjaan perlu merevitalisasi Balai Latihan Kerja TKI yang ada

  • - 12 -

    di daerah, mengingat selama ini peran lembaga tersebut belum optimal dalam meningkatkan kompetensi calon TKI. Selain itu, dari total 276 BLK yang ada di Indonesia, sebagian besar (88,04%) di antaranya belum terakreditasi (Kementerian Ketenagakerjaan, 2015).

    Dalam konteks yang lebih luas, juga diperlukan koordinasi yang baik antar-stakeholder yang terlibat dalam kebijakan penempatan dan perlindungan TKI, mengingat kebijakan ini melibatkan 21 kementerian/ lembaga, dan badan. Dalam pelaksanaan di lapangan, masing-masing kementerian/lembaga, dan badan masih cenderung mengedepankan ego sektoral serta berjalan sendiri-sendiri. Terlebih bila melihat bahwa sebagian besar (80%) permasalahan dalam kebijakan penempatan dan perlindungan TKI bersumber di dalam negeri, seperti terbatasnya lapangan kerja, data TKI yang tidak akurat, rendahnya tingkat pendidikan dan kompetensi yang dimiliki oleh TKI, serta sistem perekrutan, pendaftaran, pemberangkatan, dan penempatan TKI yang belum tertata dengan baik.

    PenutupMelihat kondisi ketenagakerjaan saat

    ini, merupakan hal yang tidak mudah bagi pemerintah untuk dapat melaksanakan road map yang telah disusun oleh Kemnaker. Diperlukan upaya maksimal dari seluruh stake holder, termasuk pemerintah daerah, baik pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota. Dalam hal ini DPR RI juga dapat memaksimalkan perannya melalui fungsi legislasi, yaitu dengan mengakomodasi rencana penghentian pengiriman TKI sektor informal ini ke dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang telah menjadi RUU Prioritas Tahun 2015 dalam Program Legislasi Nasional, maupun melalui pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kebijakan penempatan TKI yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan ke depan hanya TKI terdidik dan terlatih yang bekerja di sektor formal saja yang ditempatkan di luar negeri, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya kasus yang dihadapi oleh TKI, baik yang berkaitan dengan hubungan kerja maupun tindak kekerasan terhadap TKI.

    ReferensiBadan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia 2014.

    http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/SI_2014/index3.php?pub=Statistik%20Indonesia%202014, diakses 5 Maret 2015.

    Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. 2015. Bahan Rapat Dengar Pendapat Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dengan Komisi IX DPR RI tanggal 22 Januari 2015.

    Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2014. Laporan Akhir Pelaksanaan Tugas Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

    Irianto, Sulistyowati. 2011. Akses Keadilan dan Migrasi Global, Kisah Perempuan Indonesia Pekerja Domestik di Uni Emirat Arab, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

    Kementerian Ketenagakerjaan. 2015. Jawaban Tertulis atas Pertanyaan Anggota Komisi IX DPR RI pada Rapat Kerja Menaker dengan Komisi IX DPR RI Tanggal 22 Januari 2015.

    Susiana, Sali. 2012. Perlindungan Pekerja Migran Perempuan. Bagian buku Tenaga Kerja Indonesia: antara Kesempatan Kerja, Kualitas, dan Perlindungan. Penyunting: Sali Susiana. Jakarta: Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan ,QIRUPDVL3',GDQ$]]D*UDND

    World Bank. Tanpa tahun. Menciptakan Lapangan Kerja, Indonesia Policy Briefs - Ide-Ide Program 100 Hari, World Bank, http://siteresources.worldbank.org/

    Tenaga Kerja Indonesia: Korban Kekerasan Berbalik Jadi Pejuang, Kompas, 4 Maret 2015.

    Majikan Erwiana Divonis, Hakim Dorong Perbaikan Undang-Undang Lindungi Pramuwisma, Kompas, 28 Februari 2015

    Bekas Majikan TKI Divonis Penjara Enam Tahun, Media Indonesia, 28 Februari 2015.

    Pengiriman TKI Disetop Bertahap, Media Indonesia, 24 Februari 2015.

    Buruh Migran: Pulang untuk Berwirausaha, Kompas, 23 Februari 2015.

    Menaker Siapkan Langkap Setop Kirim PRT, Republika, 17 Februari 2015.

    Perlindungan Terbatas pada Wacana, Kompas, 16 Februari 2015.

    7,24 juta orang Indonesia adalah pengangguran, http://nasional.kontan.co.id/news/724-juta-orang-indonesia-adalah-pengangguran, diakses 5 Maret 2015.

  • - 13 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 05/I/P3DI/Maret 2015EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    KUPAS TUNTASKENAIKAN HARGA BERAS

    Iwan Hermawan*)Abstrak

    Kenaikan harga beras merupakan fenomena ekonomi dalam mencapai keseimbangannya. Namun demikian, kenaikan yang tidak wajar perlu diwaspadai karena akan berdampak negatif terhadap daya beli dan konsumsi beras, khususnya PDV\DUDNDW PLVNLQ 'L VLVL ODLQ NHQDLNDQ KDUJD EHUDV GDSDW PHQMDGL VLQ\DO SRVLWLIbagi pedagang dan sekaligus insentif bagi petani dalam memproduksi padi. Oleh sebab itu peran pemerintah untuk menjaga stabilitas harga beras dalam jangka SHQGHNGDQSDQMDQJPHQMDGLVDQJDWNUXVLDOVHKLQJJDGDSDWPHPEHULNDQEHQHWEDJLsemua pihak. Kegagalan pemerintah dalam mengantisipasi keamanan penawaran beras menstimulasi kenaikan harga beras akhir-akhir ini. Bahkan mundurnya musim tanam dan wacana penghentian raskin dengan uang elektronik menambah besaran kenaikan harga beras dari hari ke hari.

    PendahuluanKenaikan harga beras merupakan gejala

    ekonomi dalam menuju keseimbangan baru. Penyesuaian penawaran dan permintaan EHUDV WHUHHNVLNDQGDULQLODL \DQJGLED\DUNDQoleh konsumen dan yang diterima oleh produsen. Oleh sebab itu pergerakan harga beras akan berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat dan daya produksi petani. Kecenderungan kenaikan harga beras mempersempit opsi konsumen dalam mengonsumsi beras dengan kuantitas dan kualitas tertentu. Di sisi lain kenaikan harga beras juga menjadi insentif bagi petani dalam memproduksi padi. Menurut Gubernur Nusa Tenggara Barat, TGH. Zainul Majdi, kenaikan

    harga beras yang wajar sangat diperlukan guna mendorong petani mendapatkan harga jual yang sesuai. Namun demikian, jika kenaikan tersebut tidak wajar dan persistent, pemerintah harus mulai waspada.

    Kewaspadaan tersebut dilandasi pertimbangan bahwa beras sebagai bahan pangan utama yang dikonsumsi oleh hampir semua masyarakat Indonesia, berkontribusi WHUKDGDS LQDVL-DQXDUL)HEUXDUL WHUMDGL GHDVL QDPXQ EHUDV PDVLKPHQ\XPEDQJLQDVLVHEHVDUSHUVHQGDQketerlibatan jumlah tenaga kerja usaha tani padi yang besar (lebih dari 40 persen dari total tenaga kerja). Karena perannya yang vital dan strategis, pemerintah memiliki perhatian yang

    *) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 14 -

    lebih besar dibandingkan komoditas lainnya.Perum Badan Urusan Logistik (Bulog)

    sebagai garda terdepan pemerintah dalam mengintervensi pasar beras mulai melakukan operasi pasar selama seminggu terakhir. Meskipun demikian harga beras relatif tidak banyak berubah. Hal ini menunjukkan jika operasi pasar tersebut belum banyak memengaruhi pasar beras. Selain itu, kasus penyelewengan operasi pasar beras banyak ditemukan sporadis di daerah, seperti DKI Jakarta dan DIY, di mana pembeli beras justru didominasi oleh para pedagang beras dan pengusaha rumah makan.

    Konstelasi Alasan Kenaikan Harga Beras

    Berbagai pihak memberikan argumentasi praktis terkait kenaikan harga beras 2 bulan terakhir ini. Kementerian Pertanian menilai bahwa melonjaknya harga beras sebagai fenomena yang tidak wajar. Hal ini karena harga gabah tidak mengalami peningkatan di daerah lumbung padi dan panen padi sedang berlangsung. Bahkan stok beras nasional di salah satu sentranya, yaitu Makasar, dan juga di pasar-pasar tradisional masih mencukupi. Kenaikan harga gabah di tingkat petani mencapai 0,3 persen atau di kisaran Rp4.500 per kg, sedangkan kenaikan beras mencapai 30 persen atau di kisaran Rp12.000 per kg. Harga beras tersebut jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP) beras oleh Bulog yang sebesar Rp7.000 per kg.

    Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Arya Bima, melansir kenaikan harga beras terjadi karena permainan kartel pada tatanan distribusi. Indikasinya dapat dilihat dari peningkatan harga beras walaupun stok beras mencukupi. Oleh sebab itu tidak heran jika NHPXGLDQ PXQFXO LVX PDD LPSRU EHUDVSenada dengan itu, Presiden Joko Widodo juga menegaskan adanya pihak-pihak yang menginginkan impor beras kembali dibuka.

    Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Muhammad Syarkawi Rauf, berargumen jika kenaikan harga beras kemungkinan disebabkan spekulan. Struktur pasar oligopolistik menyebabkan fungsi Bulog tidak maksimal. Para pengusaha besar penggilingan padi dan pedagang besar diduga melakukan price setting beras. Fenomena ini terjadi karena ada celah dari kebijakan perberasan. Contohnya mekanisme penyaluran beras miskin (raskin)

    yang berbelit dan terhentinya penyaluran raskin sejak November 2014-Januari 2015 mendorong masyarakat miskin membeli beras di pasaran. Bahkan operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah di beberapa daerah juga belum mampu menstabilkan harga beras. Hal ini kemudian dimanfaatkan para spekulan beras.

    Menurut ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso, kenaikan harga EHUDV EXNDQ GLDNLEDWNDQ ROHK PDD QDPXQkarena paceklik yang setiap tahunnya terjadi pada Januari-Februari 2015. Faktor lain yang diungkap oleh Khudori dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia adalah distribusi dan terhentinya penyaluran raskin. Terhentinya raskin dan digantinya dengan uang elektronik justru menjadi pemicu kenaikan harga beras itu sendiri, karena belum tentu fasilitas tersebut digunakan untuk membeli beras Bulog.

    Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kenaikan Harga Beras

    Pergerakan harga beras dapat dijelaskan dari sisi penawaran dan permintaan beras dalam konteks teori Cobweb. Teori ini menjelaskan bagaimana siklus harga dan produksi terjadi pada komoditas beras. Dengan melihat jumlah permintaan beras yang relatif tidak banyak berubah, maka sisi penawaran menjadi titik perhatian utama dalam kenaikan harga beras.

    Pola tanam dan panen padi di Indonesia terjadi dalam siklus enam bulan masa surplus dan enam bulan masa paceklik (September sampai dengan Maret). Kondisi ini berlangsung karena padi ditanam pada lahan sawah yang banyak mengandalkan musim hujan. Pada tahun 2014 musim tanam padi mundur karena musim hujan juga mengalami keterlambatan dan kondisi ini menjadikan musim paceklik lebih lama.

    Menurut data Kementerian Pertanian, produksi padi pada Januari 2015 mencapai 3,23 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara 2,03 juta ton beras, pada Februari 2015 mencapai 6,75 juta ton GKG atau setara 4,25 juta ton beras, dan pada Maret diperkirakan mencapai 12,25 juta ton GKG atau setara 7,72 juta ton beras. Di sisi lain kebutuhan beras nasional sebesar 5-6 juta ton selama Januari-Februari 2015. Apabila petani masih menyisihkan sekitar 30 persen atau 1,89 juta

  • - 15 -

    ton padi untuk bekal persediaan tanam musim panen berikutnya, maka kebutuhan tersebut belum dapat terpenuhi dari pasokan petani walaupun pasokan Bulog tersedia. Oleh sebab itu ketika penawaran beras berkurang maka harga beras terstimulasi meningkat.

    Selain itu Bulog belum dapat menyalurkan stok (kurang lebih 1,5 juta ton beras) karena wacana penghentian raskin pada Januari-Februari 2015 dan akan digantikan dengan uang elektronik. Kebutuhan beras nasional yang disalurkan Bulog dalam program itu diperkirakan dapat menutup kebutuhan beras nasional sebesar 10 persen. Resultan kondisi ini membuat masyarakat miskin membeli beras di pasaran, sehingga permintaan beras semakin meningkat. Meskipun Januari-Februari 2015 terjadi panen, namun sporadis. Penggilingan padi yang berjumlah 182 ribu unit dengan kapasitas optimal 25-35 juta ton padi per bulan berusaha membeli gabah dengan harga tinggi untuk dijual ke wilayah yang belum panen. Rantai distribusi beras menjadi cukup panjang karena panen yang belum merata, sehingga biaya pemasarannya meningkat (transportasi, kuli angkut, dan lain-lain). Kondisi-kondisi tersebut semakin mempertinggi kenaikan harga beras dari waktu ke waktu.

    Di sisi lain, pemerintah juga terlambat melakukan intervensi pasar beras. Tindakan ini seharusnya dapat diantisipasi dan dipetakan dengan melihat potensi masalah yang ditunjukkan dengan penurunan produksi beras tahun 2014 sebesar 0,9 persen dan informasi cuaca yang dirilis oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan *HRVLND %0.* .HWHUODPEDWDQ DQWLVLSDVLini membawa konsekuensi luas terhadap perberasan nasional.

    ,VXPDDEHUDVXQWXNPHQGRURQJLPSRUjuga perlu dipertimbangkan dengan bijak. 0HQXUXW 3HUSDGL PDD EHUDV WLGDN DNDQmendapatkan EHQHW jika beraksi pada saat ini. Alasanya impor sedang tidak dibutuhkan karena Indonesia akan memasuki panen raya pada bulan-bulan berikutnya. Selain LWX PHQXUXW .338 LVX PDD EHUDV SHUOXdibuktikan dengan data sehingga dapat GLWHODDK OHELK ODQMXW ,VX PDD DWDXSXQspekulan beras tidak begitu saja ditampik. Isu ini dapat dicermati sebagai bagian penting untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah. 3DGD GDVDUQ\D PDD DWDX VSHNXODQmemanfaatkan celah kebijakan pemerintah

    yang tidak tepat

    Alternatif Tindakan Pemerintah dalam Stabilisasi Harga Beras

    Intervensi pemerintah bertujuan untuk mendistorsi pasar beras. Dalam jangka pendek, pemerintah dapat melakukan (1) operasi pasar yang tepat volume dan sasaran, dan (2) penyaluran raskin. Untuk dapat memengaruhi harga beras maka ketersediaan data perberasan yang valid meliputi penawaran, permintaan, harga, dan juga jumlah penduduk miskin menjadi syarat utamanya. Di samping itu wacana penggantian program raskin dengan uang elektronik perlu diatur ulang waktunya, misalnya saat panen raya atau adanya waktu transisi. Tindakan pemerintah dalam jangka pendek ini bersifat responsif dan belum menyelesaikan permasalahan secara radikal.

    Dalam jangka panjang, pemerintah dapat melakukan tindakan yang lebih fundamental pada sisi penawaran dan juga permintaan beras guna mencapai stabilisasi KDUJDEHUDV \DLWX PHQGRURQJGLYHUVLNDVLpangan, (2) memperkuat kelembagaan Bulog, dan (3) pengawasan serta penegakan hukum. 'LYHUVLNDVL SDQJDQ PHQMDGLNDQ SLOLKDQkonsumen lebih luas. Menurut Guru besar Fakultas Ekonomi Pertanian Universitas %UDZLMD\D 1XKO +DQDQL NHWHUVHGLDDQbahan pangan nasional cukup beragam untuk menggantikan beras, seperti ubi, jagung, kedelai, sagu, dan ketela rambat. Dalam rangka untuk meningkatkan produktivitasnya membutuhkan komitmen pemerintah, khususnya terkait peningkatan anggaran produksi pangan, membuka akses daerah terisolasi, dan meningkatkan pendapatan petani. Sementara itu untuk memperkuat kelembagaan Bulog, pemerintah harus mengembalikan khitah Bulog sebagai operator yang dinamis, mengelolanya dengan prinsip good corporate governance, dan memperkuat dukungan regulasi, termasuk dukungan anggaran. Peran pentingnya dikembalikan dalam menetapkan kebijakan RRU SULFH, ceiling price, dan buffer stock. Hal ini sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Terkait dengan GXJDDQPXQFXOQ\DVSHNXODQDWDXPDDEHUDVpemerintah dapat melakukan tindakan kuratif dengan memasukkannya ke dalam daftar hitam untuk menghentikan bisnisnya dan dikenai hukuman pidana. Sedangkan tindakan

  • - 16 -

    preventif dapat dilakukan dengan melakukan HVLHQVL WDWD SURGXNVL SHPEHQDKDQadministrasi perdagangan beras di dalam dan di luar negeri, dan mengaudit gudang serta distribusi beras.

    PenutupKenaikan harga beras dalam dua bulan

    terakhir ini menjadi sinyal penting terhadap manajemen perberasan nasional, khususnya dari sisi penawaran. Kebijakan intervensi terhadap pasar beras tidak hanya berkaitan dengan kesiapan jumlah stok beras pada saat masa paceklik, namun juga ketepatan waktu kebijakan tersebut diimplementasikan. Belum efektifnya operasi pasar dalam meredam kenaikan harga beras menunjukkan lemahnya dukungan perencanaan dan data perberasan nasional. Hal ini dikhawatirkan dapat PHPEXND FHODK VSHNXODQ DWDX PDD EHUDVberaksi.

    Stabilisasi harga beras dapat diupayakan oleh pemerintah melalui kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek pemerintah dapat melakukan (1) operasi pasar yang tepat volume dan sasaran serta (2) penyaluran raskin. Sedangkan dalam jangka panjang dapat dilakukan dengan PHQGRURQJ GLYHUVLNDVL SDQJDQ memperkuat kelembagaan Bulog, dan (3) pengawasan serta penegakan hukum. DPR RI sebagai mitra kerja pemerintah juga memiliki andil esensial untuk mengawal kebijakan perberasan nasional agar berjalan sesuai koridor regulasi pangan dan bermanfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

    ReferensiAgustine, I. Antara Produksi, Raskin, dan

    0DDBisnis Indonesia 2 Maret 2015.Asril, S. Mantan Kabulog: Kenaikan

    Harga Beras Seharusnya Sudah Diketahui Pemerintah, (http://b i s n i s k e u a n g a n . k o m p a s . c o m /read/2015/03/03/171510526/ Mantan.K a b u l o g . K e n a i k a n . H a r g a . B e r a s .Seharusnya.Sudah.Diketahui.Pemerintah, diakses 06 Maret 2015).

    Berita Resmi Statistik, No. 10/02/Th. XVIII, 2 Februari 2015.

    Gubernur NTB Nilai Kenaikan Harga Beras Wajar, (http://nasional.republika. co.id/berita/nasional/umum/15/03/02/nkkrpn-gubernur-ntb-nilai-kenaikan-harga-beras-wajar, diakses 25 Maret 2015).

    Harga Beras Naik Karena Jokowi Telat Beri Raskin Buat 15 Juta Rakyat, (http://www.merdeka.com/uang/harga-beras-naik-karena-jokowi-telat-beri-raskin-buat-15-juta-rakyat.html, diakses 02 Maret 2015).

    Ini Dia Faktor Penyebab Harga Beras Naik Versi Pengamat, (http://nasional. r e p u b l i k a . c o . i d / b e r i t a / n a s i o n a l /umum/15/02/28/nkgzw0-ini -dia-faktor-penyebab-harga-beras-naik-versi-pengamat, diakses 02 Maret 2015).

    JK Sebut Stok Beras Nasional Aman, (http://www.republika.co.id/berita /ekonomi/makro/15/02/28/nkhehk-jk-sebut-stok-beras-nasional-aman, diakses 02 Maret 2015).

    Kebijakan Pemerintah Buka Peluang Spekulan Beras, (http://www.republika. co.id/berita/ekonomi/makro/15/02/28/nkh6ms-kebijakan-pemerintah-buka-peluang-spekulan-beras, diakses 02 Maret 2015).

    Kuntadi, Diserbu Pedagang, Operasi Pasar Beras Salah Sasaran, (http://ekbis. s indonews.com/read/968740/34/diserbu-pedagang-operasi-pasar-beras-salah-sasaran-1424837580, diakses 03 Maret 2015).

    Laut, R. dan D. A. Pitaloka. Menteri Pertanian: Kenaikan Harga Beras Akibat Penyelewengan, (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/594872-menteri-pertanian-kenaikan-harga-beras-akibat-penyelewengan, diakses 03 Maret 2015).

    Menko Sofyan Akui Masih Butuh Impor Beras, (http://economy.okezone. com/read/2015/02/20/320/1108355/menko-sofyan-akui-masih-butuh-impor-beras, diakses 06 Maret 2015).

    Sonia, U. F. Menteri Amran: Cuaca Ekstrem Tak Pengaruhi Panen Padi, (http://www.tempo.co/read/news/2015/02/22/090644381/Menteri-Amran-Cuaca-Ekstrem-Tak-Pengaruhi-Panen-Padi, diakses 04 Maret 2015).

    Subandriyo, T. Mengembalikan Khitah Bulog, (http://nasional.sindonews.com /read/970125/18/mengembalikan-khitah-bulog-1425091421/1, diakses 10 Maret 2015).

  • - 17 -

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    Vol. VII, No. 05/I/P3DI/Maret 2015PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

    Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

    DINAMIKA POLITIK HUBUNGANDPRD-GUBERNUR DKI JAKARTA

    Prayudi*)

    Abstrak

    +XEXQJDQ SROLWLN '35'*XEHUQXU '., %DVXNL 7MDKDMD 3XUQDPD $KRN NHQWDOGHQJDQFLUL\DQJEHUVLIDWNRQLN3HUMDODQDQNRQLNLQLVXGDKGLPXODLVHMDNVHEHOXPGLODQWLNQ\D$KRN VHEDJDL*XEHUQXU \DLWX NHWLNDPDVLK VHEDJDL:DJXE 6WDWXV'.,sebagai Ibukota negara seharusnya menjadi contoh yang baik dalam tata kelola SHPGD EDJL GDHUDK ODLQ GL ,QGRQHVLD WHUPDVXN VRDO KXEXQJDQ '35'.HSDOD'DHUDK %HUDQMDN GDUL NHSHUOXDQ LQL SHUOX GLNHPEDQJNDQ VWDELOLWDV SHPGD \DQJtidak lagi sekedar tergantung pada karakter personal kepemimpinan daerah tetapi lebih bergantung pada pola checks and balances secara tepat dengan pembatasan kekuasaan masing-masing lembaga dari model legislatif yang dikembangkan.

    PendahuluanHubungan antara DPRD dengan

    Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berkembang sangat dinamis. Hubungan kedua pihak VDQJDW GLZDUQDL ROHK NRQLN \DQJ VXGDKberkembang, bukan hanya sejak awal pelantikan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta, tetapi juga sudah berkembang pada saat dirinya masih menjabat Wakil *XEHUQXU :DJXE .RQLN \DQJ WHUMDGLtelah mengakibatkan munculnya ancaman terbengkalainya berbagai program pembangunan pelayanan publik dan bahkan terhadap pemenuhan anggaran bagi aparatnya.

    Dengan intensitas kontroversi yang tinggi, maka peluang bagi dinamika politik hubungan DPRD dengan Gubernur DKI VHPDNLQ WHUEXND OXDV %DKNDQ NRQLNdemikian bukan hanya secara kelembagaan atas isu tertentu, tetapi melibatkan juga kalangan masyarakat dari beragam kelompok dengan isu yang beragam.

    Masalahnya, bagaimana dinamika politik semacam ini dapat berkembang justru pada saat demokratisasi pemerintahan daerah sedang dikonsolidasikan? Selanjutnya, solusi kelembagaan seperti apa yang dapat ditawarkan?

    *) Peneliti Utama Politik dan Pemerintahan Indonesia pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

  • - 18 -

    Model Legislatif dan Beragam Isu Pemicu Konflik

    Menyikapi dinamika hubungan antara DPRD-Gubernur DKI Jakarta terkait isu digunakannya hak angket DPRD, Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta mengambil sikap atas proses penetapan APBD 2015. Seluruh anggota DPRD DKI yang berjumlah 106 orang, semula dari 9 fraksi memberikan tanda tangan persetujuan penggunaan hak angket, walaupun kemudian Fraksi Nasdem menarik diri. Sebanyak 33 anggota DPRD juga telah tercatat dalam panitia angket. Ketua DPRD DKI Prestyo Edi Marsudi mengatakan, panitia angket berencana menyelidiki langkah Pemprov menyerahkan dokumen APBD yang bukan hasil pembahasan bersama eksekutif-legislatif ke .HPGDJUL:DNLO.HWXD'35''.,07DXNmenilai, hasil penyelidikan DPRD dapat berujung laporan pada penegak hukum dan dilakukan pemberhentian jabatan jika ternyata ditemukan pelanggaran pidana oleh Gubernur.

    Secara teoritis, model legislatif yang terbentuk dengan komposisi kekuatan politik masing-masing yang mendukung atau tidaknya agenda pemerintahan dapat berjalan efektif. Model legislatif dari Cox dan Morgenstern (2001 dan 2002) yang dikutip Djajadi Hanan (2014) menganalisisnya dari sudut presidensialisme yang terbentuk, Model legislatif demikian membagi model legislatif ke dalam tiga macam: (1) originatif (menciptakan): mengangkat dan memberhentikan eksekutif. (2) proaktif: membuat dan meloloskan usulan legislatif sendiri; (3) Reaktif: mengubah dan /atau memveto usulan eksekutif. Dari model legislatif demikian, maka tampaknya kasus relasi DPRD dengan Pemprov DKI, cenderung mengarah pada nomor 3 yang bersifat reaktif dengan segala konsekuensi politik upaya revisi atau bahkan vetonya melalui campur tangan pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden yang diwakili Mendagri. Harapan dukungan campur tangan ini beralasan, karena DPRD ditempatkan sebagai bagian dari rezim pemda dari model legislatifnya.

    Sejarah menunjukkan kasus pengangkatan Plt Gubernur DKI Jakarta, Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, menjadi kontroversi politik tersendiri di tengah-tengah panggung politik nasional.

    Sejumlah kekuatan politik DPRD sempat menganggap Ahok tidak dapat secara serta merta diangkat sebagai Gubernur DKI -DNDUWD GHQLWLIPHQJJDQWLNDQ -RNRZL \DQJmengundurkan diri sebelumnya karena pencalonanya sebagai kandidat Presiden. Catatan Koran Tempo menunjukkan bahwa Ahok sejak menjabat sebagai Wagub sampai sebagai Gubernur DKI Jakarta selalu mewarnai beragam isu yang menjadi SHPLFX NRQLNPertama, pada 1 Desember 2012 terkait sewa stan di PRJ. Kedua, pada 7 Desember 2012 terkait isu perlunya rapat terbuka DPRD yang disiarkan televisi secara langsung. Ketiga, pada 26 Juli 2013 terkait kasus penertiban pedagang KL Tanah Abang. Keempat, pada 17 Juli 2013 terkait isu Pansus MRT untuk meminta keterangan ihwal pengembalian pinjaman pemda DKI SDGDKDNSXVDWKelima, pada 9 Desember 2014 terkait ancaman interpelasi DPRD yang GLORQWDUNDQ :DNLO .HWXD 0 7DXN XQWXNmempertanyakan rendahnya penyerapan anggaran yang baru mencapai 36 persen. Keenam, pada 11 Desember 2014 terkait tuduhan mengenai dugaan permainan mengajukan pokok pikiran atau pokir. Pokir dari DPRD menurut Ahok mempersulit SKPD. Tuduhan ini dibantah oleh DPRD. Ketujuh, pada 10 Februari 2015 terkait isu mencoba menyuap DPRD, melalui apa yang disebut DPRD melalui tim anggaran bentukan Pemda DKI. Tuduhan suap dengan sebutan adanya upaya agar anggota DPRD dibiarkan mengisi anggaran yang jumlahnya Rp 12 triliun. Kedelapan, pada 16 Februari 2015 terkait hak angket bagi Ahok dengan dugaan pelanggaran pengajuan APBD. Ahok dianggap melanggar UU Nomor 28 Tahun 1999, UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 23 Tahun 2014, dan UU Nomor 17 Tahun 2014. Selain itu, Ahok dinilai melanggar PP No. 58 Tahun 2005, PP 79 Tahun 2005, Pemda, PP Nomor 16 Tahun 2010, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Permendagri Nomor 37 Tahun 2014, dan Permenkeu No. 46/PMK.02/2006. Khusus pada kasus dugaan pelanggaran pengajuan APBD 2015, Ahok menilai dalam draft APBD 2015 versi DPRD tiba-tiba tercantum dana siluman sebesar Rp12,1 triliun. Adapun jumlah keseluruhan APBD 2015 yang disetujui DPRD dan Pemda DKI adalah Rp73,08 triliun. Menurutnya, modusnya dianggap serupa dengan yang terjadi di

  • - 19 -

    APBD 2014, ketika tidak menggunakan e-budgeting, adalah muncul anggaran uninterruptible power supply (UPS) yang mencapai Rp6,2 miliar per sekolah.

    Proses pembahasan APBD DKI 2015 dimulai sejak pertengahan tahun 2014. Pada bulan Juni 2014, eksekutif mengajukan draf KUA/PPAS ke DPRD sebesar Rp 85,1 triliun. Sayangnya, sampai akhir masa jabatan DPRD 2009-2014 hingga pelantikan anggota DPRD 2014-2019, pada Oktober 2014, KUA/PPAS itu tidak kunjung dibahas. Pada 5 Desember 2014, eksekutif kembali mengajukan KUA/PPAS dengan nilai yang direvisi menjadi Rp 79,6 triliun. Namun, kembali, pembahasan KUA/PPAS tetap berlarut-larut hingga Desember 2014, karena AKD belum terbentuk. Pada 10 Desember 2014, KUA/PPAS disetujui menjadi RAPBD 2015 dan dibahas oleh setiap komisi DPRD dan berlanjut dibahas di tingkat masing-masing fraksi dan akhirnya di Banggar DPRD. Persetujuan APBD DKI baru dilakukanpada 27 Januari 2015, dengan nilai Rp73,08 triliun.

    Legislatif dan Politik Peralihan Desentralisasi Pemerintahan

    Dari sudut DPRD, putusan MK No. 35/PUU-XI-2013 tentang pengujian terhadap UU No. 17 Tahun 2003, kekuasaan lembaga legislatif dibatasi. Putusan MK ini

    menegaskan kewenangan legislatif hingga pada tingkatan satuan tiga (kegiatan, jenis belanja) adalah melanggar konstitusi. Posisi checks and balances antara kekuasaan lembaga negara, termasuk pelaksanaan fungsi anggaran legislatif didasarkan pada kekuasaan yang dibatasi oleh kekuasaan (power limited by power). Hak angket DPRD menjadi salah satu hak kelembagaan di samping dua hak lainnya, yaitu hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat. Hak angket merupakan hak untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penggunaan hak angket dianggap mengundang kekhawatiran tersendiri, karena dianggap seolah-olah dapat menjadi langkah awal DPRD untuk melakukan politik impeachment (pemakzulan) terhadap kepala daerah. Padahal, ketika lahir UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda sebagai perubahan atas UU No. 22 Tahun 1999, gencar dilakukan penataan atas euforia politik desentralisasi pemerintahan agar lebih terkendali proses politiknya. Penataan semacam ini juga menyentuh pada regulasi politik DPRD yang tidak lagi dapat secara sepihak melakukan pemakzulan.

    Tabel Silang Pendapat DPRD dan Gubernur DKI JakartaNo Versi DPRD DKI Jakarta Versi Pemprov

    1. Komponen anggaran yang tidak dianggarkan oleh Pemprov DKI:Komponen anggaran yang tidak dianggarkan oleh Pemprov DKI:Upah pungut untuk petugas pajak (insentif bagi pegawai pajak agar bisa mencapai target);Honor bagi guru honorer yang masih di bawah UMP;Pengadaan truk sampah;

    DPRD Memotong 10-15 persen anggaran yang sudah disusun.

    2. Masih dianggarkan, padahal masih ada sengketa hukum.Anggaran untuk pembangunan Stadion BMW di Jakarta Utara sebagai pengganti Stadion Lebak Bulus

    DPRD memasukkan rincian anggaran yang totalnya Rp 12,1 triliun, antara lain untuk pembelian penyimpan listrik cadangan (UPS) sebesar Rp4,2 miliar dan alat percepatan peningkatan mutu pembelajaran Rp4,9 miliar.

    3. Penggunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR);

    4. Rincian pendanaan untuk Kartu Jakarta Pintar

    5. Anggaran untuk operasional Pelayanan Terpadu Satu Pintu

    Sumber: Buka Draft APBD, Hindari Titipan, Kompas 26 Februari 2015.

  • - 20 -

    Masalahnya adalah penataan politik desentralisasi pemerintahan tampaknya sangat tergantung pada kapasitas dan karakter politik dari kepala daerah serta konstelasi kekuatan politik DPRD dalam tataran realitas pelaksanaannya. Sebagaimana UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004 juga tetap memberikan status otonomi khusus (desentralisasi asimetris) pada Jakarta, dan pengaturannya dalam UU tersendiri. Sebagai pengganti UU No. 34 Tahun 1999, maka lahir UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemda Prov. DKI Jakarta. Dalam UU ini tidak terdapat SHUXEDKDQ VLJQLNDQ GLEDQGLQJNDQ 88sebelumnya, baik mengenai bentuk, susunan, dan komposisi pembiayaannya, kecuali dibentuknya Deputi Gubernur. Sebagai daerah khusus Ibukota negara RI, maka kisruh hubungan DPRD terhadap Gubernur Ahok menjadi contoh buruk bagi daerah lain justru pada saat desentralisasi pemerintahan dikembangkan secara demokratis.

    Solusi Yang Perlu Dibangun.RQLN \DQJ WHUMDGL DQWDUD '35'

    dan Gubernur DKI Jakarta, Ahok, menjadi pelajaran berharga bagi perlunya dibangun komunikasi politik yang lebih konstruktif antar kedua belah pihak. Model legislatif yang memungkinkan terjadinya revisi atau bahkan veto atas kebijakan eksekutif dari relasi antar kedua lembaga ini, tidak dapat dibangun sekedar secara formal prosedural atau apalagi melalui ego politik. Kongkritnya, debat publik politik substansi pembahasan dari rancangan kebijakan pemda hingga tuntas secara substantif, lebih penting dikembangkan terlebih dahulu di antara Kepala Daerah dan DPRD. Debat LQL WHUPDVXN GDODP UDQJND NODULNDVLtemuan alokasi tertentu bagi pemenuhan riil kebutuhan publik atau sebaliknya berupa delegitimasi atas dugaan penyimpangan untuk sekedar kepentingan segelintir pihak. Langkah ini penting ditempuh sebelum kemudian dokumen kebijakan yang sudah dibahas disampaikan kepada pusat, seperti halnya RAPBD pada Mendagri.

    Dalam kerangka komunikasi politik semacam ini, khusus pada masalah RAPBD DKI 2015, dengan penegasan atas putusan MK terhadap hak budget DPR, maka batasannya menjadi jelas. Kewenangan

    legislatif yang tidak boleh melampaui sampai satuan tiga, merupakan kerangka hukum bagi pelaksanaan komunikasi pembahasan RAPBD yang bersifat substansi secara politik.

    Penutup+XEXQJDQ NRQLNWXDO '35'

    Gubernur DKI merupakan konsekuensi atas peralihan politik desentralisasi pemerintahan yang menempatkan pada kepemilikan resources politik model legislatif secara seimbang. Keseimbangan demikian perlu didukung oleh penataan kelembagaan struktur pemda yang diarahkan pada dinamika relasi DPRD-Kepala Daerah yang lebih menjamin stabilitas. Langkah kongkrit atas pola relasi semacam ini adalah penegasan atas DPRD dan Gubernur sebagai wakil pusat di daerah harus mampu secara konsisten dijalankan dalam wadah bangunan Pemda sesuai ketentuan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Melalui penegasan kedua pihak hanya sebagai kepanjangan tangan dari birokrasi pusat, maka dukungan stabilitas hubungan antara DPRD-Kepala Daerah tidak lagi tergantung pada sekedar karakter kepemimpinan daerah secara personal.

    ReferensiKegaduhan Politik Rugikan Masyarakat,

    Kompas, 27 Februari 2015Gerakan Lengserkan Ahok, Koran Tempo,

    27 Februari 2015;Ahok Melawan, Media Indonesia, 27

    Februari 2015.Buka Draft APBD, Hindari Titipan,

    Kompas, 26 Februari 2015.Jalan Berliku APBD DKI, Kompas, 28

    Februari 2015.aReza Syawawi, Menumpas Begal

    Anggaran, Koran Tempo, 5 Maret 2015.Djajadi Hanan, 0HQDNDU 3UHVLGHQVLDOLVPH

    0XOWL 3DUWDL GL ,QGRQHVLD 8SD\D0HQFDUL)RUPDW'HPRNUDVL