Vol v No 12 II p3di Juni 2013

Embed Size (px)

Citation preview

  • H U K U M

    - 1 -

    Vol. V, No. 12/II/P3DI/Juni/2013

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    VONIS PIDANA TERHADAP ANAK USIA DI BAWAH 12 TAHUN

    Monika Suhayati*)

    Abstrak

    Hak anak telah dijamin dalam Konstitusi Indonesia, termasuk hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam sistem peradilan. Vonis pidana terhadap anak usia 11 tahun di Pengadilan Negeri Pematangsiantar bertentangan dengan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang telah direvisi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010 berkaitan dengan batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak. Vonis tersebut menunjukkan masih adanya hakim berkualitas rendah, sehingga perlu peningkatan pengawasan dan pembinaan terhadap hakim, dan terhadap putusan tersebut harus dilakukan upaya banding untuk mengubah vonis.

    A. Pendahuluan

    Pada 5 Juni 2013, hakim tunggal Roziyanti di Pengadilan Negeri Pematangsiantar, Sumatera Utara menjatuhkan vonis kurungan selama 2 bulan 6 hari terhadap DYS (11 tahun) dan RS (16 tahun), anak warga Pematangsiantar. Keduanya dinyatakan bersalah karena terbukti melanggar Pasal 363 ayat (1) KUHP jo Pasal 4 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan Anak). Hakim Roziyanti dalam amar putusannya menyebutkan, DYS dan RS terbukti secara sah melakukan pencurian satu unit Blackberry dan satu unit laptop milik Rima Novita Panjaitan, warga yang mengontrak di

    Jalan Medan Area, Pematangsiantar. Pencurian terjadi pada bulan Maret 2013. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, 3 (tiga) bulan penjara.

    Amar putusan pengadilan memerintahkan kedua anak tersebut dikeluarkan dari rumah tahanan karena telah menjalani masa hukuman. Menurut Hakim Roziyanti, jika sebelum vonis ada tindakan, sementara mereka sudah menjalani masa tahanan, akan menjadi bermasalah. Oleh karenanya vonis dikurangkan dengan masa tahanan yang dijalani dan akhirnya mereka bebas. Walaupun sudah bebas, DYS ditolak untuk pulang oleh orangtuanya.

    *) Peneliti Muda bidang Hukum pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

  • - 2 -

    B. Reaksi atas Vonis Pidana DYS

    Vonis pidana kurungan 2 bulan 6 hari terhadap DYS yang masih berusia 11 tahun menuai banyak reaksi dan kecaman. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam sikap aparat penegak hukum yang telah membawa dan mengadili seorang anak yang belum berusia 12 tahun ke pengadilan. Menurut Ketua YLBHI, Alvon Kurnia Palma, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi 24 Februari 2011, anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana hanya yang sudah berumur 12 tahun. Seharusnya anak itu dikembalikan kepada keluarganya atau diserahkan ke Kementerian Sosial atau balai pemasyarakatan. YLBHI bersama KPAI mengajukan banding atas vonis tersebut, agar status DYS dibatalkan. YLBHI juga meminta agar hakim yang menanganinya diberikan sanksi.

    Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam putusan hakim tersebut. Menurut Sekretaris KPAI, Muhammad Ichsan, vonis yang dijatuhkan hakim Roziyanti telah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Vonis itu keliru dan menggunakan ketentuan dalam UU Pengadilan Anak yang lama, yang mencantumkan batas usia anak yang bisa dipidana adalah 8 tahun. Aparat penegak hukum yang mengadili perkara ini tidak memahami aturan perlindungan anak. Bukan hanya hakim, mulai polisi dan jaksa juga tidak memahaminya. Seharusnya aparat kepolisian setempat tidak meneruskan kasus ini, karena pelakunya masih anak di bawah usia 12 tahun.

    Menurut Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, penegak hukum telah keliru dalam memproses kasus DYS ke ranah pidana. Komnas Perlindungan Anak akan meminta penegak hukum untuk merehabilitasi nama baik DYS. Hal itu bertujuan untuk memulihkan kembali psikologis DYS.

    Komisi Yudisial merespon pengaduan YLBHI terkait kasus vonis DYS. Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial, Suparman Marzuki, mengatakan pihaknya sudah menyurati PN

    Pematangsiantar untuk meminta salinan putusan kasus tersebut. Komisi Yudisial belum berani membuat kesimpulan apapun terkait kasus ini, sebelum mempelajari putusan. Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) akan memeriksa proses vonis pidana DYS. Pemeriksaan dilakukan atas dugaan hakim yang tidak cermat dalam pertimbangannya.

    Menurut Anggota Komisi III DPR-RI, Aboe Bakar Al Habsy, putusan ini menunjukkan rendahnya tingkat penguasaan hakim atas peraturan perundang-undangan. Setiap hakim seharusnya mengikuti perkembangan, dan update perubahan peraturan perundangan. Tidak hanya hakim, kepolisian dan kejaksaan juga harus bertanggung jawab atas putusan itu. Ke depan, Kepala Polri dan Jaksa Agung harus memberikan protap dalam penanganan perkara anak.

    C. Kasus Anak Pelaku Tindak Pidana

    Sebelum kasus putusan PN Pematangsiantar terhadap DYS, ada beberapa putusan pengadilan terhadap anak di bawah umur. Pada tahun 2009, di PN Tangerang 10 anak yang dinyatakan bersalah turut serta melakukan perjudian menggunakan uang logam dengan menebak gambar burung atau angka. Mereka ditangkap di kawasan Bandar Udara Soekarno-Hatta pada 29 Mei 2009 dan sempat ditahan 29 hari. Sebagian dari 10 anak tersebut belum berusia 12 tahun yang menurut UU Pengadilan Anak tidak dapat dijatuhi pidana. PN Tangerang memutuskan mengembalikan mereka kepada orangtuanya agar bisa sekolah dan melakukan kegiatan layaknya anak dengan bimbingan Departemen Sosial.

    Kasus lainnya terjadi pada tahun 2006. Hakim PN Stabat, Langkat, Sumatra Utara, Tiurmaida Pardede, memutuskan RJ terdakwa anak 8 tahun secara sah dan menyakinkan melakukan tindakan pidana penganiayaan terhadap teman sekolahnya EM 14 tahun. Hakim tunggal, Tiurmaida Pardede mengenakan Pasal 24 ayat 1 UU Pengadilan Anak dalam putusannya dan memutus RJ dikembalikan kepada orangtuanya untuk dilakukan pembinaan. Kasus RJ ini menjadi

  • - 3 -

    bukti terlanggarnya hak konstitusional anak sebagai akibat dari batas usia tanggung jawab pidana anak (the age of criminal responsibility) yang terlalu rendah dan tidak adil, sehingga menjadi alasan kriminalisasi anak.

    D. Pengaturan Perlindungan terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana

    Konstitusi Indonesia memberikan jaminan atas hak anak secara khusus sebagaimana ditegaskan Pasal 28B ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menyatakan, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dengan adanya ketentuan ini maka negara memiliki kewajiban, salah satunya untuk memberikan pelindungan hukum dalam sistem peradilan, termasuk terhadap anak pelaku tindak pidana.

    Secara internasional, prinsip pelindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Kepres No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak).

    Sejak 3 Januari 1997, Indonesia memiliki UU Pengadilan Anak. Pasal 1 ayat (1) UU Pengadilan Anak memberikan pengertian anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Pasal 4 ayat (1) UU Pengadilan Anak kemudian mengatur batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Demikian pula Pasal 5 ayat (1) UU Pengadilan Anak menyatakan dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik.

    Terhadap ketiga ketentuan dalam UU Pengadilan Anak tersebut telah dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-

    VIII/2010 tertanggal 24 Februari 2011 menyatakan frasa 8 (delapan) tahun, dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 5 ayat (1), beserta penjelasan Undang-Undang tersebut khususnya terkait dengan frasa 8 (delapan) tahun, UU Pengadilan Anak adalah bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional), artinya inkonstitusional, kecuali dimaknai 12 (dua belas) tahun.

    Pada 30 Juli 2012, DPR-RI mengesahkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang akan menggantikan UU Pengadilan Anak, 2 tahun sejak diundangkan yaitu akan mulai berlaku pada 30 Juli 2014. UU No. 11 Tahun 2012 telah mengadopsi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010 yaitu dengan memberikan pengertian Anak yang Berkonflik dengan Hukum sebagai anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU No. 11 Tahun 2012).

    E. Pengawasan dan Pembinaan Hakim

    Vonis pidana terhadap anak berusia 11 tahun di PN Pematangsiantar menunjukkan, tidak semua hakim mengikuti perkembangan perubahan peraturan perundang-undangan. Putusan pengadilan yang berkualitas hanya dapat diproduksi oleh hakim yang berkualitas. Putusan hakim Roziyanti menunjukkan rendahnya kualitas hakim. Hakim yang berkualitas dihasilkan salah satunya dengan mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan. Untuk itu diperlukan pengawasan dan pembinaan terhadap hakim. Pengawasan dan pembinaan hakim merupakan salah satu fungsi dari Mahkamah Agung, yang saat ini dilakukan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung berdasarkan UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan UU No. 3 Tahun 2009 (UU Mahkamah Agung).

    Fungsi pengawasan Mahkamah Agung ditegaskan dalam Pasal 32 ayat (1)

  • - 4 -

    UU Mahkamah Agung yang menyatakan, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Pasal 32 ayat (4) UU Mahkamah Agung kemudian menyatakan Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya. Adapun pengawasan dan kewenangan tersebut tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara (Pasal 32 ayat (5) UU Mahkamah Agung). Hal ini kembali ditegaskan dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial No. 02/PB/MA/IX/2012, 02/PB/P.KY/09/2012. Pasal 15 Peraturan Bersama tersebut menyatakan, dalam melakukan pengawasan, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tidak dapat menyatakan benar atau salahnya pertimbangan yuridis dan substansi putusan hakim.

    Dengan demikian dalam pelaksanaan fungsi pengawasan baik Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial, tidak dapat memberikan sanksi kepada Hakim Roziyanti yang telah menjatuhkan vonis pidana bertentangan dengan UU Pengadilan Anak yang telah direvisi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi. Terhadap putusan tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah upaya banding untuk mengubah vonis DYS.

    F. Penutup

    Pendekatan pidana (penalty approach) dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system) perlu menekankan pada proses rehabilitasi moral dan mental anak dibandingkan pada penerapan sanksi an sich. Sistem Peradilan Pidana Anak harus ditujukan untuk memberikan perlindungan dan kesesuaian antara kepentingan anak dan ketertiban umum secara adil dan seimbang dengan lebih memperhatikan perlindungan sosial, mental, dan moral anak dibandingkan konsep pemidanaan (sentencing) semata-mata.

    Vonis pidana yang dikeluarkan PN Pematangsiantar terhadap anak di bawah usia 12 tahun merupakan preseden buruk dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Oleh

    karena itu penting untuk melakukan beberapa upaya untuk memastikan tidak berulangnya vonis terhadap anak bawah umur, antara lain pertama, peningkatan kualitas hakim dengan senantiasa mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan; kedua, peningkatan pengawasan dan pembinaan terhadap hakim khususnya hakim di daerah oleh Mahkamah Agung; ketiga sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada masyarakat yang dalam hal ini menjadi tugas pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM; keempat, sebagai lembaga legislatif DPR-RI perlu mendorong semua pihak untuk melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan, khususnya kepada penegak hukum di daerah.

    Rujukan:1. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-

    VIII/2010 tertanggal 24 Februari 2011.2. Divonis 2 Bulan, Pencuri BlackBerry

    Langsung Bebas, http://bangka.tribunnews.com/2013/06/05/, diakses 17 Juni 2013.

    3. YLBHI Laporkan Hakim yang Vonis Anak 11 Tahun ke KY, http://news.detik.com/read/2013/06/11/083039/2269678/10, diakses 19 Juni 2013.

    4. KPAI Kecam Vonis Anak 11 Tahun - Putusan Hakim Dinilai Bertentangan Dengan Keputusan MK, http://koran-sindo.com/node/320591, diakses 19 Juni 2013.

    5. Bawas MA akan Periksa Hakim Sidang Anak 11 Tahun di Pematangsiantar, http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/06/11/34162, diakses 19 Juni 2013.

    6. Vonis Anak 11 Tahun, Kualitas Hakim Masih Rendah, http://nasional.kompas.com/read/2013/06/16/07500534, diakses 18 Juni 2013.

    7. 10 Anak Berjudi, Putusan Hakim Membingungkan, http://poskota.co.id/berita-terkini/2009/07/27, diakses 24 Juni 2013.

    8. Hakim Putuskan RJ Dikembalikan ke Orangtua, http://www.tempo.co/read/news/2006/03/08/05574905, diakses 24 Juni 2013.

    9. Disahkannya UU Sistem Peradilan Pidana Anak Menjadi Jaminan Masa Depan Anak, h t tp : / /menegpp.go. id/V2/ index .php/component/content/article/12-anak/400, diakses 24 Juni 2013.

  • H U B U N G A N I N T E R N A S I O N A L

    - 5 -

    Vol. V, No. 12/II/P3DI/Juni/2013

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    NILAI STRATEGIS LATIHAN BERSAMA PENANGGULANGAN

    BENCANA BAGI KAWASANRizki Roza*)

    Abstrak

    Sejumlah bencana besar di kawasan telah meningkatkan kesadaran akan pentingnya kerjasama antar-negara dalam peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan menghadapi risiko bencana. Berbagai latihan bersama dilakukan, salah satunya melalui kerangka ADMM-Plus. Akan tetapi latihan bersama kali ini tidak hanya penting bagi peningkatan kesiapsiagaan menghadapi bencana, tetapi juga memiliki nilai strategis bagi keamanan dan stabilitas kawasan.

    A. Pendahuluan

    Beberapa waktu lalu, Brunei Darussalam menjadi tuan rumah pelaksanaan latihan militer gabungan yang melibatkan 2.200 personel dari 18 negara. Kegiatan tersebut adalah Latihan Gabungan Penanggulangan Bencana yang merupakan bagian dari agenda ASEAN Defence Ministry Meeting-Plus, Humanitarian Assistance Disaster Relief/Military Medicine Exercise (ADMM-Plus HADR/MM) yang dilaksanakan 1720 Juni 2013. Setiap negara peserta mengirimkan sejumlah personel dengan keahlian tertentu, seperti personel search and rescue, tim medis, tenaga konstruksi, yang dilengkapi pula dengan dukungan kapal perang dan pesawat serta perlengkapan lainnya.

    Dalam pelaksanaannya, latihan tersebut mengutamakan latihan-latihan yang

    berkaitan dengan peningkatan kapasitas dalam menghadapi risiko bencana, seperti penanggulangan bencana, pelacakan korban, pengobatan, pembangunan kembali jembatan, distribusi bantuan material, serta karantina kesehatan dalam kondisi bencana. Bencana badai yang melanda beberapa negara Asia Tenggara turut melatar belakangi dirancangnya latihan gabungan penanggulangan bencana ini.

    Tingginya intensitas bencana, mendorong negara-negara di kawasan untuk terus berupaya meningkatkan kesiapsiagaan melalui latihan-latihan bersama baik secara bilateral, maupun multilateral. Jika kegiatan-kegiatan serupa telah seringkali dilaksanakan, apa yang dapat diperoleh negara-negara peserta dari latihan gabungan di bawah mekanisme ADMM-Plus ini? Apa pula arti penting latihan gabungan ini bagi kawasan?

    *) Peneliti Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

  • - 6 -

    B. Kesiapsiagaan Kawasan Rawan Bencana

    Tak terelakkan lagi bahwa kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan yang rawan bencana. Menurut laporan Asia Pacific Disaster Report 2012, Asia Pasifik merupakan kawasan paling rawan bencana di dunia, di mana sebanyak 2 juta jiwa sebagai akibat bencana dalam rentang waktu tahun 19702011, yang merupakan 75% dari total kematian akibat bencana di dunia dalam rentang waktu yang sama. Indonesia sebagai bagian dari kawasan juga merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat. Indonesia memiliki empat kawasan rawan bencana tsunami, yaitu di wilayah Sumatera, Sulawesi, Papua, dan bagian selatan Jawa. Megathrust Mentawai merupakan salah satu dari empat kawasan utama yang memiliki risiko dan probabilitas tsunami yang tinggi.

    Dalam beberapa tahun terakhir kawasan telah menghadapi sejumlah bencana yang menelan korban jiwa yang sangat besar serta kerugian materil yang tidak sedikit pula. Gempa bumi besar yang melanda kawasan timur Jepang dan tsunami yang ditimbulkannya, serta ketakutan bencana nuklir yang menyertainya setelah gempa bumi dan tsunami tersebut mengakibatkan kerusakan sistem pendingin di PLTN Fukushima Daiichi; dan bencana-bencana banjir yang melanda kawasan Asia Tenggara, khususnya Thailand, telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian material yang sangat besar pada negara-negara di kawasan selama tahun 2011. Kerugian yang dialami mencapai 80% dari total kerugian akibat bencana global tahunan, dan juga senilai dengan 80% dari total kerugian akibat bencana yang dialami kawasan dalam rentang waktu tahun 20002009.

    Kawasan Asia Pasifik paling rentan dengan bencana meteorologi, seperti siklon tropis. Sejak tahun 2000, 1.2 miliar orang terdampak bencana meterologi, sementara 355 juta jiwa terdampak bencana iklim, biologi,

    dan geofisika. Dari besarnya jumlah terdampak tersebut diketahui pula, terjadi penurunan jumlah kematian akibat bencana. Hal ini dapat terjadi karena adanya upaya-upaya pengembangan sistem peringatan dini dan peningkatan kesiapsiagaan. Tingginya intensitas bencana di kawasan dan dampak masif yang telah mereka rasakan membuat negara-negara di kawasan Asia Pasifik kian menyadari pentingnya meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Kesadaran ini yang kemudian mendorong mereka untuk terus melakukan berbagai kerjasama baik bilateral maupun multilateral demi menciptakan kesiapsiagaan bersama dalam menghadapi risiko bencana.

    Bagi pemerintah Indonesia, bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004 telah menjadi peringatan mengenai pentingnya peningkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi risiko bencana. Sebagaimana negara-negara lainnya di kawasan, Indonesia telah melaksanakan sejumlah kerjasama latihan gabungan penanggulangan bencana secara bilateral maupun multilateral dengan negara-negara sahabat, misalnya latihan bersama TNI dengan USPACOM beberapa waktu lalu di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) Sentul, Bogor. Latihan bersama itu dilakukan untuk meningkatkan kerjasama dan komunikasi, serta pengembangan rencana operasi terpadu di bidang penanggulangan bencana. Latihan bersama tersebut telah menghasilkan perencanaan koordinasi dalam penanggulangan bencana antara TNI dan USPACOM.

    Bagian penting dari kerjasama latihan gabungan penanggulangan bencana tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan nasional menghadapi risiko bencana, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan koordinasi bantuan internasional. Bantuan internasional telah menunjukkan peran nyata dalam penanggulangan bencana. Tidak ada negara yang dapat menanggulangi bencana secara sendiri. Latihan Gabungan di bawah kerangka ADMM-Plus di Brunei lalu memberikan manfaat yang sangat besar

  • - 7 -

    bagi negara-negara peserta karena merupakan operasi latihan gabungan pertama di lapangan yang melibatkan sebagian besar negara kawasan Asia Pasifik, termasuk negara-negara besar. Melalui latihan tersebut para peserta dapat berkonsultasi dan menyusun prosedur operasi yang diakui bersama, termasuk pengajuan permohonan bantuan oleh negara yang tertimpa bencana, konfirmasi pemberian bantuan oleh negara lain serta komando tunggal setelah pasukan negara bantuan tiba di negara yang tertimpa bencana. Dengan demikian, penanggulangan bencana dapat dilakukan tepat waktu dan jumlah korban jiwa maupun tingkat kerugian materil dapat ditekan.

    C. Bagian Penting dari Arsitektur Keamanan Kawasan

    Kawasan Asia, khususnya Asia Timur, dewasa ini tengah mengalami perkembangan yang sangat dinamis di mana pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat sedang terjadi. Di tengah pertumbuhan tersebut, sementara ancaman-ancaman keamanan non-tradisional muncul dalam berbagai bentuk misalnya bencana alam, persoalan-persoalan keamanan tradisional masih belum terselesaikan. Sengketa Laut Cina Selatan merupakan salah satu tantangan yang harus dikelola dengan baik oleh negara-negara di kawasan demi menjamin terciptanya kawasan yang stabil yang memungkinkan pertumbuhan pesat yang sedang mereka nikmati dapat terus berlangsung.

    ASEAN dianggap telah memainkan peran penting dalam berbagai upaya membangun sikap saling percaya dan juga preventive diplomacy, serta berperan dalam upaya peace building, tidak hanya bagi kawasan Asia Tenggara, tetapi juga bagi Asia Pasifik. Peran ASEAN sangat berarti bagi perdamaian dan stabilitas kawasan. Sementara ASEAN belum memiliki mekanisme resolusi konflik, pendekatan yang mungkin dilakukan adalah dengan membiarkan persoalan-persoalan

    di kawasan terselesaikan dengan sendirinya melalui peningkatan kerjasama antara negara-negara yang bersengketa. Untuk itu negara-negara di kawasan telah mengembangkan berbagai forum kerjasama di bidang politik dan keamanan, seperti ASEAN Regional Forum (ARF), the Shangri-la Dialogue (SLD), ataupun ASEAN Defence Ministerial Meeting (ADMM).

    Selama ini forum-forum tersebut diakui sudah memberikan kontribusi bagi terwujudnya dialog keamanan di kawasan. Terbentuknya ADMM-Plus pada tahun 2010 memberikan peran penting pula karena merupakan forum pertama yang secara khusus dimaksudkan bagi para menteri atau pejabat pertahanan untuk bertemu dan mendiskusikan tantangan-tantangan keamanan yang mereka hadapi. Penting bagi para pejabat pertahanan untuk memiliki forum mereka sendiri agar dapat memperkuat kerjasama keamanan dan pertahanan serta berkontribusi membicarakan stabilitas kawasannya. Defence diplomacy saat ini telah menjadi bagian penting dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri, dan keberadaan ADMM-Plus memfasilitasi hal tersebut. ADMM-Plus kini menjadi bagian penting dari arsitektur keamanan kawasan, terlebih lagi dengan dilibatkannya militer, termasuk dari negara-negara besar. Keterlibatan Tiongkok dalam forum ini tentunya memberikan arti penting pula.

    Harapan yang besar atas keberadaan ADMM-Plus tentunya masih diliputi banyak keraguan mengingat usianya yang masih sangat muda dan baru sekali mengadakan pertemuan. Keterlibatan seluruh negara anggota dalam latihan gabungan penanggulangan bencana di Brunei beberapa waktu laluyang merupakan agenda kegiatan pertama ADMM-Plus, dan persiapan matang yang telah dijalankan beberapa bulan sebelum pelaksanaannya diharapkan dapat mencerminkan komitmen negara-negara peserta terhadap upaya meningkatkan kerjasama demi keamanan dan stabilitas kawasan. Latihan Gabungan tersebut nantinya akan menjadi bagian penting dari tonggak sejarah perdamaian kawasan.

  • - 8 -

    D. Penutup

    ADMM-Plus memfokuskan kegiatannya pada lima isu utama, yaitu penanggulangan bencana, pemeliharaan perdamaian, pengobatan militer, keamanan maritim, dan kontra terorisme. Isu-isu tersebut bukan merupakan isu sensitif sehingga lebih mudah menghasilkan kesepakatan. Pendekatan non-kontroversial ini mempermudah semua pihak untuk bekerjasama, yang nantinya akan memungkinkan mereka untuk menangani isu-isu yang lebih berat. Latihan gabungan penanggulangan bencana yang dilakukan di dalam kerangka ADMM-Plus tidak dapat dilihat hanya sebagai latihan biasa yang membantu meningkatkan kesiapsiagaan negara-negara peserta dalam menghadapi risiko bencana. Latihan gabungan tersebut memiliki arti yang sangat strategis bagi arsitektur keamanan kawasan. Diharapkan terlaksananya latihan gabungan tersebut dapat menjadi cerminan komitmen negara-negara di kawasan untuk meningkatkan kerjasama sehingga kemudian mendorong terciptanya perdamaian dan stabilitas di kawasan.

    DPR-RI perlu mendorong dan terus mendukung upaya pemerintah dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan kerjasama semacam ini. Melalui latihan gabungan tersebut, Indonesia tidak hanya memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi risiko bencana, tetapi secara tidak langsung Indonesia juga dapat berperan dalam mengupayakan perdamaian dan stabilitas kawasan. DPR-RI juga perlu mengingatkan pemerintah agar tetap menjaga kepemimpinan Indonesia di ASEAN, dan kemudian mempertahankan sentralitas ASEAN dalam menentukan arsitektur keamanan kawasan.

    Rujukan:1. ADMM-Plus: Overview, http://www.

    asean.org/communities/asean-political-security-community/category/overview-5, diakses 24 Juni 2013.

    2. ASEAN Gelar Latihan Penanggulangan Bencana, http://indonesian.cri.cn/201/2013/06/18/1s139262.htm, diakses 24 Juni 2013.

    3. Desmond Ball. 2012. Reflection on Defence Security in East Asia. Singapore: RSIS Working Paper.

    4. Indonesia Berpartisipasi pada Kegiatan ADMM-Plus HADR/MM di Brunei Darussalam, http://www.bnpb.go.id/news/read/1420, diakses 24 Juni 2013.

    5. Joint Exercise under ADMM-Plus Mechanism Kicks off, http://english.peopledaily.com.cn/90786/8290778.html, diakses 24 Juni 2013.

    6. Minimalisir Bencana, BNPB Gelar Latihan Bersama, http://nasional.sindonews.com/read/2013/04/22/15/740871, diakses 24 Juni 2013.

    7. UNISDR. 2012. The Asia-Pacific Disaster Report 2012: Reducing Vulnerability and Exposure to Disasters. Bangkok: ESCAP, UNISDR.

  • KESEJAHTERAAN SOSIAL

    - 9 -

    Vol. V, No. 12/II/P3DI/Juni/2013

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH TERTINGGAL,

    PERBATASAN, DAN KEPULAUANTri Rini Puji Lestari*)

    Abstrak

    Akses pelayanan kesehatan di wilayah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan terbentur pada situasi dan kondisi geografis yang sulit terjangkau, terbatasnya sarana dan prasarana kesehatan, serta ketersediaan dan kualitas SDM kesehatan yang rendah. Perlu dilakukan upaya mendasar guna meningkatkan akses pelayanan kesehatan, sehingga masyarakat mendapatkan pelayaan kesehatan dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu diperlukan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak terkait.

    A. Pendahuluan

    Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia. Sesuai amanat Pasal 14 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Namun, pemerataan upaya kesehatan di Indonesia belum dapat dilaksanakan secara optimal karena kendala geografis dan sosial, yaitu mereka yang tinggal di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK).

    Di satu sisi, sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang luas masih ditemukan keterbatasan sarana prasarana pelayanan

    kesehatan khususnya di DTPK sehingga akses masyarakat ke sarana pelayanan kesehatan rendah. Di sisi lain, kurangnya minat tenaga kesehatan yang bersedia ditempatkan di wilayah DTPK turut menyumbang status kesehatan masyarakat yang tergolong rendah. Permasalahan ketidakmerataan upaya kesehatan ini juga disebabkan permasalahan sosial yaitu tingkat kemiskinan masyarakat setempat sehingga tidak dapat menjangkau pelayanan kesehatan.

    Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan kesehatan di DTPK yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kebijakan Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat. Beberapa program khusus yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam mendukung pelayanan kesehatan di

    *) Peneliti bidang Kebijakan dan Manajemen Kesehatan pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

  • - 10 -

    DTPK, antara lain: a. pendayagunaan tenaga kesehatan berupa peningkatan ketersediaan, pemerataan, dan kualitas SDM; b. peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di DTPK misal: rumah sakit bergerak, pelayanan dokter terbang, pelayanan perairan; c. dukungan pembiayaan kesehatan seperti Jamkesmas, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Dana Alokasi Khusus (DAK), Jampersal, dan bantuan sosial; d. dukungan peningkatan akses pelayanan berupa pengadaan perbekalan, obat dan alat kesehatan; e. pemberdayaan masyarakat di DTPK melalui kegiatan Posyandu, Desa Siaga, Tanaman Obat Keluarga serta kegiatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); f. Kerja sama antar-Kementerian Kesehatan dengan kementerian lainnya; g. dan berbagai program lainnya.

    Upaya mengimplementasikan kebijakan tersebut secara khusus akan menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan beranda depan yang berinteraksi positif dengan negara tetangga dan secara umum meningkatkan akses pelayanan kesehatan di DTPK. Untuk itu diperlukan upaya dan komitmen seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, legislatif, dunia usaha, masyarakat adat, dan sebagainya.

    B. Kondisi Pelayanan Kesehatan

    Isu prioritas yang harus segera ditangani di DTPK di antaranya adalah masalah akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu, pemenuhan SDM Kesehatan yang diikuti dengan distribusi SDM tersebut secara merata, serta sistem rujukan di instalasi kesehatan. Permasalahan utama sistem rujukan terletak pada pelayanan kesehatan tambahan seperti puskesmas pembantu (pustu) dan puskesmas dengan rumah sakit terdekat seperti yang ditemui di salah satu Kabupaten, yaitu Kabupaten Raja Ampat, sebagai salah satu daerah tertinggal dan minim fasilitas kesehatan.

    Kondisi sarana pelayanan kesehatan masih terbatas pada puskesmas (ada di setiap distrik), pustu, poliklinik desa/kampung (polindes), pos malaria desa (posmaldes) dan puskesmas keliling (baru dimiliki 4 unit) yang berfungsi untuk memberikan pelayanan

    kesehatan terhadap masyarakat yang kesulitan untuk pergi ke puskesmas di ibukota distrik. Sedangkan untuk rumah sakit, baru dimiliki sebuah Rumah Sakit bergerak (Tipe D) di Waisai.

    Keberadaan dokter umum juga masih jauh dari yang diharapkan (pada tahun 2009 rasio dokter per 100.000 penduduk adalah 0,03 yang idealnya 40) dan sebagian besar yang bekerja di puskesmas adalah dokter PTT, sedangkan dokter gigi dan dokter spesialis belum ada. Jumlah bidan yang ada di Puskesmas, RS, dan Sarana Kesehatan sangat terbatas dengan tingkat pendidikan D3 Kebidanan dan lulusan D1 Kebidanan. Sedangkan Jumlah tenaga perawat kesehatan baik di Puskesmas, RS, dan Sarana Kesehatan Lain sebanyak 85 orang yang terdiri dari D3 keperawatan sejumlah 63 dan SPK sejumlah 22 orang. Padahal, idealnya di setiap Puskesmas tersedia dokter dan di setiap kampung tersedia bidan.

    Keterbatasan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut menyebabkan kualitas kesehatan masyarakat di wilayah perbatasan masih tergolong rendah, selain dikarenakan kondisi lingkungan permukiman dan cara hidup masyarakat yang kurang sehat. Contoh, penyakit yang umum diderita penduduk Raja Ampat adalah malaria klinis, infeksi saluran pernapasan akut, dan penyakit kulit. Selain itu, juga masih ditemukan kasus kematian ibu waktu melahirkan, dan kematian neonatal. Pada tahun 2009 jumlah kematian ibu waktu melahirkan sebanyak 4 per 100.000 kelahiran hidup. Kasus kematian bayi waktu dan pasca dilahirkan tercatat 33,8 per 1000 kelahiran hidup. Kematian bayi di bawah 1 bulan ini masih didominasi oleh berat bayi yang lahir rendah (< 2500 gram), keadaan bayi yang sesak nafas (aspeksia), dan infeksi akibat pemotongan tali pusar bayi dengan menggunakan peralatan yang tidak bersih.

    C. Upaya yang Perlu Dilakukan

    Arah kebijakan Pembangunan Kesehatan tahun 2010-2014 adalah peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi kelompok miskin dan daerah tertinggal.

  • - 11 -

    Ada 8 fokus prioritas reformasi kesehatan di daerah perbatasan yaitu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Pelayanan Kesehatan, Ketersediaan Obat, Saintifikasi Jamu, Reformasi Birokrasi, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Penanganan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK), dan Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (World Class Hospital). Tahun 2014, kebijakan ini berakhir dan diharapkan sudah membuahkan hasil yang positif.

    Upaya peningkatan pelayanan kesehatan di wilayah perbatasan intinya meliputi: a. Perencanaan yang difokuskan untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang mampu berperan sebagai gate keeper. Rujukan kesehatan dan show window pelayanan kesehatan dengan pembangunan unit pelayanan kesehatan yang responsif dan kompetitif terhadap pelayanan kesehatan di wilayah perbatasan; b. Membangun kerja sama dengan negara tetangga dalam rujukan gawat darurat; c. Adanya koordinasi peayanan kesehatan antara Pemda/Dinas Kesehatan dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan; d. Tersedia radio medik.

    Selain itu juga ada kebijakan khusus di DTPK, yaitu menggerakkan dan memberdayakan masyarakat; meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas; meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan; meningkatkan pemberdayaan SDM Kesehatan; meningkatkan ketersediaan obat dan alkes; meningkatkan sistem survailance, monev dan Sistem Informasi Kesehatan (SIK); dan meningkatkan manajemen kesehatan.

    Dalam pelaksanaan manajemen kesehatan masyarakat ke depan, perlu diawali dengan pemetaan masalah dan potensi kesehatan yang tersedia. Selain itu, keberpihakan pemerintah kabupaten melalui penyelenggaraan pembangunan daerah yang berorientasi pada kesehatan dan peningkatan dukungan biaya dari pemerintah pusat yang lebih berorientasi pada kebutuhan dan kondisi khusus daerah (tidak bersifat top down) juga sangat diperlukan.

    Melalui program-program kerjanya, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2011 telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di DTPK,

    di antaranya melalui peningkatan ketersediaan kualitas serta pemerataan tenaga kesehatan di DTPK, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit di DTPK, peningkatan pembiayaan kesehatan, pengadaan perbekalan, obat dan alkes. Selain itu, dilakukan pula upaya inovatif lewat penyediaan Rumah Sakit bergerak, pelayanan dokter terbang, penyediaan puskesmas keliling untuk wilayah daratan dan perairan, serta pengembangan dokter dengan kewenangan tambahan. Serta anggaran bidang kesehatan yang dialokasikan minimal sebesar 10% dari APBD diluar gaji dan 50% di antaranya untuk program promotif dan preventif.

    Untuk mengatasi disparitas tenaga kesehatan yang lebih terkonsentrasi di perkotaan, sehingga masih ada daerah-daerah yang kekurangan tenaga kesehatan, terutama di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan terluar (DTPK), Dewan pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Uji Kompetensi dan Penempatan Tenaga Dokter tanggal 17 Januari 2011, telah meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk membuat program terobosan guna pemerataan dokter, tenaga kesehatan (bidan dan perawat), sarana pelayanan kesehatan di DTPK. Selain itu pada saat Rapat Kerja (Raker) dengan Kemenkes pada tanggal 18 Januari 2012, Dewan juga telah mendorong Kemenkes RI agar melakukan upaya terobosan guna meningkatkan jumlah, mutu, distribusi, retensi dan pendayagunaan SDM Kesehatan untuk mendukung pelayanan kesehatan di DTPK.

    Terkait kebijakan tersebut, kini banyak pemerintah daerah dengan DTPK berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan. Misal, kebijakan kesehatan di Kabupaten Sorong dan Raja Ampat pada tahun terakhir difokuskan dalam rangka pengembangan sarana dan prasarana kesehatan yaitu peningkatan status rumah sakit, dan pelayanan kesehatan masyarakat terpadu. Selain pengadaan tenaga kesehatan, pemerintah daerah juga menyediakan insentif bagi dokter dan paramedis serta pemberian pelatihan bagi tenaga kesehatan.

    Bentuk dukungan lain dari Pemerintah Daerah Raja Ampat adalah program pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan

  • - 12 -

    prasarana puskesmas/pustu dan jaringannya. Untuk memenuhi kebutuhan bidan desa, Pemerintah Daerah Morotai Maluku Utara juga memberikan beasiswa bagi 15 orang putra daerah berjenis kelamin perempuan lulusan SMA/SLTA yang sudah menikah, berumur tidak lebih dari 30 tahun, mendapat restu dari keluarga dan suaminya, bersedia mengabdikan diri di desa sebagai bidan desa (tiap desa 2 orang), dan lulus seleksi. Dalam hal ini, Pemerintah daerah bekerja sama dengan salah satu akademi kebidanan swasta di Tobelo. Para peserta didik D3 Kebidanan tersebut mendapatkan beasiswa penuh dari APBD.

    Selain pemberian beasiswa, pemeritah daerah juga bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Ternate, membuka kelas khusus (SabtuMinggu) yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Ternate. Program pendidikan ini ditujukan untuk karyawan tetap maupun honorer yang bekerja di sarana kesehatan (baik lulusan SMA, SPK, atau D3) yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang D3 atau S1 dan biaya selama pendidikan ditanggung sendiri dan mereka hanya mendapatkan ijin belajar, namun setelah lulus harus kembali mengabdikan dirinya di Morotai.

    Contoh lain, Pemerintah Kalimantan Timur mengarahkan lembaga-lembaga kesehatan yang ada di Kaltim untuk menempatkan tenaga medisnya di daerah perbatasan, pedalaman dan daerah terluar Kaltim sehingga menyentuh ke masyarakat yang terisolasi. Dalam hal ini, pemerintah menyediakan anggaran pemberian insentif kepada para tenaga medis, dan juga anggaran subsidi obat-obatan, perbaikan atau melengkapi fasilitas seperti puskesmas dengan layanan rawat inap yang perlu ditingkatkan.

    Terkait upaya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan di DTPK guna meningkatkan status kesehatan masyarakat, Pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur melalui Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi pada 1014 Juni 2013 mengadakan kunjungan ke Diskes Kalimantan Barat untuk melihat perbandingan antara pelayanan kesehatan di perbatasan Indonesia dengan pelayanan kesehatan perbatasan Malaysia.

    D. Penutup

    Upaya pelayanan kesehatan di DTPK perlu mendapat perhatian khusus guna meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang bermutu. Selain itu, terpenuhinya pelayanan kesehatan di DTPK akan turut mengkonsolidasi persatuan nasional dan menjaga keutuhan NKRI.

    Terkait dengan hak tersebut, Kementerian Kesehatan telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di DTPK, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa disparitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan di DTPK masih ada.

    DPR RI perlu terus mendorong Pemerintah untuk terus mengevaluasi dan meningkatkan keberhasilan capaian, serta melakukan upaya terobosan Pelayanan Kesehatan di DTPK, sehingga peningkatan akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan bertanggung jawab di DTPK dapat segera terwujud.

    Rujukan:1. Kemenkes. 2012. Pedoman Peningkatan

    Akses Pelayanan Kesehatan di DTPK. Jakarta: Dirjen Bina Upaya Kesehatan.

    2. Hadi Suprayoga. 2009. Program Pembangunan Kawasan Perbatasan. Jakarta: Bappenas.

    3. Manurung Kisman, Stategi Pembangunan Kawasan Perbatasan, Tabloid Demokrasi, 16 Oktober 2011.

    4. Nainggolan Poltak Partogi. Ed. 2012. Potensi dan Masalah Pulau Perbatasan, Kabupaten Pulau Morotai dan Kabupaten Pulau Raja Ampat. Jakarta: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika.

    5. Pelayanan Kesehatan di DTPK Perlu Perhatian Khusus, Kompas, 25 Oktober 2011.

    6. Komisi IX Minta Kemenkes Buat Program Terobosan Pemerataan Dokter, http://www.dpr.go.id, diakses 23 Juni 2013.

    7. Komisi IX Sekjen DPR RI, Laporan singkat Rapat kerja (Raker) dengan Kemenkes, tanggal 18 Januari 2012, http://www.dpr.go.id, diakses 23 Juni 2013.

  • - 13 -

    Vol. V, No. 12/II/P3DI/Juni/2013

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    E KO N O M I DA N K E B I J A K A N P U B L I K

    EKSPEKTASI DALAM KEBIJAKAN KENAIKAN

    HARGA BBM DAN DAMPAKNYA

    Rasbin*)

    Abstrak

    Kebijakan kenaikan harga BBM diambil dan ditetapkan pemerintah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang terjadi pada masa lampau dan masa depan, yakni adanya ekspektasi jika harga BBM tidak dinaikkan maka defisit anggaran akan lebih dari tiga persen. Akan tetapi, dampak yang ditimbulkan dari kebijakan kenaikan harga BBM ini sudah terjadi sebelum kebijakan tersebut ditetapkan, yakni naiknya beberapa harga produk-produk komoditas, begitu juga setelah kebijakan ini ditetapkan. Pihak yang paling merasakan dampak kebijakan ini adalah masyarakat ekonomi lemah. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (Balsem atau BLSM).

    A. Pendahuluan

    Ekspektasi atau ramalan tentang masa depan dalam bidang ekonomi dibuat berdasarkan segala informasi yang ada padanya, apakah itu dari informasi pasar, kebijaksanaan pemerintah, perkembangan internasional, dan sebagainya. Ekspektasi secara umum terbagi dalam tiga jenis yaitu ekspektasi statis, ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Jenis ekspektasi yang biasanya digunakan dalam perumusan kebijakan adalah ekspektasi rasional (rational expectation).

    Dalam membuat kebijakan, Pemerintah Indonesia, juga menggunakan dan mempertimbangkan Teori Ekspektasi

    (baik Adaptif maupun Rasional). Begitu juga dengan kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diambil oleh pemerintah. Karena di dalam ekspektasi rasional, tidak hanya berdasarkan pengalaman masa lalu saja (ekspektasi adaptif ) tetapi juga berdasarkan pada keyakinannya tentang kemungkinan yang terjadi di masa depan. Yakni adanya ekspektasi bahwa jika harga BBM tidak dinaikkan maka subsidi BBM akan menyebabkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lebih dari tiga persen.

    Menurut Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, harga premium bersubsidi seharusnya berada pada kisaran Rp7.000,-Rp8.000,- (harga keekonomisan)

    *) Peneliti bidang Ekonomi Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

  • - 14 -

    bukan Rp4.500,- (harga jual). Karena, rendahnya harga BBM bersubsidi tersebut telah mendorong orang-orang melakukan tindakan penyalahgunaan penggunaan BBM bersubsidi.

    Spread antara harga keekonomian dan harga jual itulah yang disubsidi oleh pemerintah. Apalagi seiring berjalannya waktu, konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia terus mengalami peningkatan, bahkan melebihi kuota yang ditetapkan. Misalnya sektor transportasi, konsumsi BBM bersubsidi meningkat dari 41,2 juta kiloliter (KL) tahun 2011 menjadi 45,1 juta KL tahun 2012. Jika konsumsi BBM bersubsidi ini terus meningkat maka belanja subsidi BBM juga meningkat. Pada APBN-P 2012, realisasi belanja subsidi mencapai Rp211,9 triliun. Jumlah ini melebihi pagu belanja subsidi sebesar Rp137,4 triliun.

    Selain itu, kenaikan harga BBM tanggal 22 Juni 2013 juga disebabkan oleh beberapa ekspektasi. Pertama, saat ini harga BBM di Indonesia adalah yang termurah di kawasan ASEAN bahkan termurah di dunia untuk negara yang terkategori net importer. Misalnya Vietnam, harga BBM-nya (RON 92) sebesar Rp15.553,-; Laos Rp13.396,-; Kamboja Rp13.298,-; dan Myanmar Rp10.340,-. Hal ini berpotensi menimbulkan kegiatan penyelundupan BBM ke luar negeri. Kedua, harga BBM yang murah berpotensi menghambat munculnya energi alternatif (yakni bahan bakar nabati seperti berbahan dasar etanol ataupun crude palm oil/CPO).

    B. Ekspektasi Dampak Kenaikan Harga BBM

    Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah akan berdampak terhadap masyarakat baik dampak positif maupun negatif. Begitupun dengan kebijakan kenaikan harga BBM per 22 Juni 2013, yakni harga premium yang sebelumnya Rp4.500,- naik menjadi Rp6.500,- dan solar menjadi Rp5.500,- (harga sebelumnya Rp4.500,-). Dampak yang dirasakan oleh masyarakat akibat kenaikan harga BBM tersebut lebih didominasi oleh dampak negatif daripada positifnya.

    Dalam konsep ekspektasi, ekspektasi digunakan oleh agen-agen ekonomi dalam mengambil keputusan yang terkait untuk waktu di masa mendatang. Artinya keputusan yang akan ditetapkan untuk periode yang akan datang tapi diambil pada saat sekarang maka agen-agen ekonomi akan mempertimbangkan ekspektasi atau ramalan keadaan yang terjadi di masa lampau (ekspektasi adaptif ) dan/atau masa mendatang (ekspektasi rasional).

    Dalam menyikapi kebijakan kenaikan harga BBM, masyarakat merespon kebijakan tersebut dengan menaikkan harga beberapa barang komoditas sebelum kebijakan tersebut ditetapkan tanggal 22 Juni 2013. Karena berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, kenaikan harga BBM akan meningkatkan biaya transportasi sehingga akhirnya harga produk/komoditas akan meningkat.

    Dalam kasus kenaikan harga BBM, masyarakat (dalam hal ini pedagang) menaikkan harga komoditas yang dijualnya walaupun kebijakan tersebut belum ditetapkan. Hal ini berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dialami pada waktu sebelumnya saat sebelum kenaikan harga BBM.

    Masyarakat sebagai konsumen juga merasakan dampak kenaikan harga BBM walaupun kebijakan tersebut belum ditetapkan. Beberapa bahan kebutuhan pokok masyarakat mengalami kenaikan sebelum kebijakan kenaikan harga BBM ditetapkan seperti sayur mayur, beras, minyak goreng, telor, tepung, dan bahan kebutuhan pokok lainnya.

    Selain kebutuhan pokok masyarakat, dampak kenaikan harga BBM juga dialami oleh sektor perbankan. Sebelum kebijakan kenaikan harga BBM ditetapkan, adanya wacana kenaikan harga BBM maka Bank Indonesia (BI) melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 13 Juni 2013 menetapkan BI Rate naik sebesar 25 basis points (bps) menjadi enam persen (sebelumnya 5,75 persen).

    Kenaikan BI Rate tersebut disebabkan adanya ekspektasi inflasi yang meningkat terkait rencana kebijakan kenaikan harga BBM yang akan diambil oleh pemerintah. Juga adanya tekanan administered prices yang

  • - 15 -

    cenderung meningkat terkait penerapan kebijakan kenaikan tarif dasar listrik pada tahap ke-2 yang akan datang.

    Akibat BI Rate meningkat maka diperkirakan suku bunga kredit juga akan meningkat. Berdasarkan pengalaman kenaikan harga BBM tahun 2005, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kondisi stagnasi sehingga mengakibatkan pertumbuhan kredit perbankan tertahan hingga mencapai 50 persen. Karena suku bunga kredit diperkirakan meningkat maka resiko nonperforming loan (NPL) atau kredit macet juga akan meningkat.

    Dampak yang paling dirasakan akibat kenaikan harga BBM adalah sektor riil yakni sektor industri. Menurut Menteri Perindustrian, MS Hidayat, kenaikan harga BBM akan berdampak pada biaya produksi industri. Menurut perhitungan Kementerian Perindustrian, kenaikan biaya produksi rata-rata sebesar 1,2 persen akibat kenaikan harga BBM premium. Sektor industri yang paling terkena dampak adalah industri tekstil dan alas kaki dimana biaya produksinya meningkat sebesar 1,54 persen. Sedangkan biaya produksi industri makanan dan minuman hanya naik 0,63 persen, industri semen sebesar 0,66 persen.

    Kenaikan harga solar menjadi Rp5.500,- per liter akan meningkatkan biaya produksi rata-rata sebesar 0,6 persen. Biaya produksi industri makanan dan minuman hanya akan naik sebesar 0,31 persen, industri semen meningkat 0,33 persen, serta industri alas kaki dan tekstil meningkat sebesar 0,77 persen.

    Selain biaya tersebut, ada juga biaya yang termasuk dalam cost production yang ikut meningkat yakni biaya transportasi buruh. Biaya transportasi buruh yang sebelumnya hanya sebesar Rp10.000,-Rp30.000,- per hari akan ditambah Rp10.000,- per hari, sehingga biaya transportasi buruh menjadi Rp20.000,-Rp40.000,- per hari.

    Kenaikan harga BBM juga akan mempengaruhi sektor pekerja/buruh, di mana kemampuan para pekerja akan tergerus oleh meningkatnya harga di pasar (tingkat inflasi meningkat). Berdasarkan hal tersebut menimbulkan tuntutan dari para pekerja/buruh agar upah buruh ditingkatkan sebesar

    50 persen. Tapi, berdasarkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, kenaikan upah secara umum akibat kenaikan harga BBM belum dikaji dan kemungkinan akan dilakukan tahun depan.

    Secara umum, dampak dari kebijakan kenaikan harga BBM akan dirasakan oleh seluruh sektor ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung, khususnya sektor ekonomi yang banyak mengkonsumsi BBM. Seperti siklus hidup, kenaikan harga BBM akan ikut mempengaruhi sektor ekonomi lainnya melalui sektor ekonomi tertentu sebagai perantara.

    C. Kebijakan Antisipatif

    Dalam perumusan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah juga mengaplikasikan konsep ekspektasi adaptif. Berdasarkan adalah pengalaman-pengalaman yang terjadi sebelumnya (ekspektasi adaptif ) kenaikan harga BBM akan menggerus kemampuan masyarakat akibat inflasi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM.

    Untuk mengantisipasi menurunnya kemampuan masyarakat ekonomi bawah, pemerintah juga menetapkan kebijakan penanggulangan dampak kenaikan harga BBM, dengan mengeluarkan kebijakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat atau Balsem/BLSM sebesar Rp150.000,- per bulan per kepala keluarga (KK), walaupun kebijakan tersebut adalah kebijakan yang bersifat jangka pendek (hanya untuk empat bulan). Pemerintah mengharapkan dengan adanya kebijakan BLSM tersebut maka masyarakat yang terkena dampak dapat diminimalisasi.

    Tapi, karena kebijakan ini bersifat jangka pendek sedangkan dampak kebijakan kenaikan harga BBM adalah selamanya maka diperlukan solusi lain yang bersifat jangka panjang. Salah satu yang terkena dampak bagi masyarakat ekonomi lemah adalah biaya untuk pendidikan. Oleh karena itu, agar siswa tidak putus sekolah akibat kenaikan harga BBM perlu adanya beasiswa pendidikan untuk masyarakat ekonomi lemah.

  • - 16 -

    D. Penutup

    Pihak yang paling merasakan dampak kenaikan harga BBM adalah masyarakat ekonomi bawah. Akibat kenaikan harga BBM, inflasi akan mengalami kenaikan. Adanya inflasi yang ditimbulkan akan menggerus kemampuan masyarakat ekonomi bawah (dan berpotensi meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia).

    Untuk mengantisipasi hal ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan antisipatif dengan mengeluarkan kebijakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat atau Balsem/BLSM. Selain itu diharapkan akan ada kebijakan lainnya yang sifatnya langsung menyentuh masyarakat yang membutuhkan seperti beasiswa untuk masyarakat kurang mampu.

    Selain kebijakan BLSM, pemerintah bersama-sama dengan DPR-RI perlu memikirkan lagi kebijakan-kebijakan lain yang bersifat jangka panjang yang akan digunakan untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM (yang kemungkinan juga akan dilakukan pada periode-periode mendatang jika harga minyak mentah dunia terus meningkat atau defisit anggaran meningkat). Dengan demikian, kebijakan tersebut akan lebih efektif mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM.

    Rujukan:1. Inilah Alasan Kenapa Harga BBM Harus

    Naik, 4 Juni 2013, http://bisniskeuangan.kompas.com, diakses 22 Juni 2013.

    2. Harga BBM Naik, Golkar: Itu Pertimbangan Rasional, 12 Juni 2013, http://news.liputan6.com, diakses 22 Juni 2013.

    3. Sejarah Pemikiran Ekonomi (Aliran Ratex), http://dickyhendramulyadi.blog.com, diakses 22 Juni 2013.

    4. Ekonomi Rasional: Pengertian Teori Ekspektasi Rasional, 27 Maret 2013, http://ekonomirasional.blogspot.com, diakses 22 Juni 2013.

    5. Ekspektasi Inflasi Akibat BBM Naik Jadi Alasan BI Naikkan BI Rate, 13 Juni 2013, http://finance.detik.com, diakses 22 Juni 2013.

    6. MS Hidayat: Kenaikan BBM Tambah Biaya Produksi Industri Naik 1,2%, http://finance.detik.com, diakses 22 Juni 2013.

    7. BBM Naik, Buruh Dapat Tambahan Upah Transportasi Rp10.000/Hari, 20 Juni 2013, http://finance.detik.com, diakses 22 Juni 2013.

    8. Siap-siap! Harga BBM Naik, Suku Bunga Kredit Ikut Melambung, 3 Juni 2013, http://finance.detik.com, diakses 22 Juni 2013.

    9. Pertamina: Kami Berupaya Agar Kuota Tak Jebol, 24 April 2013, http://www.republika.co.id, diakses 25 Juni 2013.

    10. Jero Wacik: Harga BBM Premium Idealnya Rp8.000/Liter, 24 November 2012, http://finance.detik.com, diakses 25 Juni 2013.

  • - 17 -

    Vol. V, No. 12/II/P3DI/Juni/2013

    Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

    P E M E R I N TA H A N D A L A M N E G E R I

    DAFTAR CALON SEMENTARA DAN PERMASALAHAN

    KUOTA PEREMPUANSiti Nur Solechah*)

    Abstrak

    Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) ke publik pada Kamis 13 Juni 2013. Publikasi DCS memunculkan sejumlah permasalahan, antara lain adanya penghapusan calon legislatif (Caleg) beberapa partai di daerah pemilihan (Dapil) tertentu. Ada lima partai yakni Partai Amanat Nasional (PAN) , Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Gerindra, dan Partai Hanura yang kehilangan beberapa Dapil akibat partainya di Dapil tersebut tidak memenuhi syarat 30 persen keterwakilan perempuan. Tulisan ini merekomendasikan pentingnya tindakan/politik afirmatif, namun tidak harus menggugurkan Bakal Caleg lainnya dalam satu Dapil seperti yang dilakukan oleh KPU.

    A. Pendahuluan

    Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) ke publik secara resmi pada Kamis 13 Juni 2013. Masyarakat memiliki waktu selama dua minggu untuk memantau apakah Caleg yang maju dari daerah konstituen mereka bermasalah atau tidak. Jika ada masalah, masyarakat dapat mengadukan hal itu kepada KPU, selanjutnya KPU akan melakukan cross check keabsahan data Caleg berdasarkan laporan masyarakat. Mekanisme pengajuan keberatan dan/atau tanggapan dari masyarakat disampaikan kepada KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota dengan disertai identitas yang

    jelas paling lama 10 hari terhitung sejak DCS anggota DPR/DPRD diumumkan, seperti yang diatur didalam Peraturan KPU No. 7 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

    Publikasi DCS memunculkan sejumlah permasalahan, antara lain adanya penghapusan Caleg beberapa partai di Dapil tertentu. Ada lima partai yang kehilangan beberapa Dapil karena partainya di Dapil tersebut tidak memenuhi syarat 30 persen keterwakilan perempuan. Selain itu, Caleg perempuan sangat jarang ditemukan berada pada nomor urut atas.

    *) Peneliti Madya bidang Politik dan Pemerintahan Indonesia pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

  • - 18 -

    Akibat dari tidak dipenuhinya 30 persen keterwakilan perempuan, banyak Bakal Caleg untuk DPR dan DPRD terhapus dari daftar pencalonan di beberapa Dapil. KPU, baik di pusat maupun daerah, menggugurkan seluruh Bakal Caleg di Dapil yang kuota keikutsertaan perempuannya tidak tercapai. Untuk selanjutnya, di Dapil yang daftar Calegnya harus dikosongkan tersebut hanya ada logo partai politik bersangkutan. Pemilih masih bisa mencoblos partai tersebut, namun hanya mencoblos logo partai.

    B. Pembatalan DCS Partai di Dapil Tertentu

    Adapun empat partai politik yang kehilangan beberapa Dapil karena partainya di Dapil tidak memenuhi syarat 30 persen keterwakilan perempuan tersebut yaitu Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Gerindra, dan Partai Amanat Nasional (PAN).

    PKPI kehilangan hak di tiga Dapil, yaitu Jawa Barat V, Jawa Barat VI, dan Nusa Tenggara Timur I. PPP kehilangan hak di dua Dapil, yaitu, Jawa Barat II, dan Jawa Tengah III. Sedangkan dua partai lainnya yang kehilangan hak di masing-masing satu Dapil, yaitu, Gerindra di Jawa Barat IX, dan PAN di Sumatera Barat I. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) juga kehilangan Dapil Jawa Barat II.

    Menanggapi hilangnya hak mereka, empat partai yakni PKPI, PPP, Partai Gerindra dan PAN akhirnya menolak menandatangani DCS. Mereka bermaksud mengajukan sengketa pemilu ke Bawaslu.

    Lantas bagaimana sebenarnya duduk persoalan pengguguran Bakal Caleg Pusat maupun Daerah ini? Bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini?

    C. Pengajuan Permohonan Sengketa Pemilu

    KPU baik KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten terkesan tegas dalam hal melindungi/menjamin keterwakilan

    perempuan dalam DCS yang diajukan partai-partai, namun di sisi lain menampakkan kejanggalan. Kejanggalan tersebut tampak ketika seorang Caleg perempuan tidak mampu memenuhi syarat undang-undang dan partai politiknya menjadi tidak memenuhi syarat minimal 30 persen keterwakilan perempuan, mengakibatkan seluruh Caleg partai tersebut di Dapil itu harus dicoret. Daftar Caleg Partai tersebut di Dapil itu menjadi kosong.

    Contoh kasus misalnya yang menimpa PAN untuk Dapil Sumatera Barat I, satu Calegnya bernama Selvyana Sofyan Hosen dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena tidak ada ijazahnya. Namun, karena dinyatakan TMS, kuota 30 persen perempuan keterwakilan PAN di Dapil itu kurang sehingga digugurkan. Begitu juga kasus yang dialami PPP dan Gerindra. Kasus PPP di Dapil Jawa Barat II, sudah memenuhi kuota 30 persen perempuan, tapi penempatan nomor urutnya salah sehingga digugurkan.

    Sedang Caleg Gerindra bernama Nur Rahmawati untuk Dapil Jawa Barat IX tercantum sebagai Caleg PKPI Dapil Jawa Barat V. KPU lalu mencoret namanya dari dua partai tadi. Karena dinyatakan TMS, kuota 30 persen perempuan Partai Gerindra dan PKPI di Dapil itu kurang. Konsekuensinya, keterwakilan calon partai di Dapil itu digugurkan.

    Menanggapi pengaduan keempat partai tersebut, pihak Bawaslu merekomendasikan kepada PAN dan PPP untuk mengajukan permohonan sengketa pemilu ke Bawaslu terkait dengan keputusan KPU yang menggugurkan keterwakilan calon di sejumlah daerah pemilihan. Hal itu karena menurut Bawaslu masalah pencoretan Dapil, masuk ke ranah sengketa pemilu.

    Masalah tersebut masuk ke ranah sengketa pemilu yang harus ditempuh PAN, PPP, Partai Gerindra dan partai lain yang Dapilnya digugurkan karena putusan KPU terkait penetapan partai yang calonnya masuk DCS adalah dalam bentuk Surat Keputusan (SK) KPU, sehingga rekomendasi KPU adalah bahwa partai dapat mengajukan permohonan penyelesaikan sengketa pemilu berdasar SK KPU.

  • - 19 -

    D. Pencalonan Anggota Legislatif

    Walaupun KPU digugat partai-partai yang kecewa, akan tetapi jika kita runut hal tersebut diakibatkan karena pengaturan yang terdapat dalam peraturan pemilu. Ketiadaan pengaturan tentang sanksi jika partai politik tidak bisa memenuhi kuota 30 persen menjadi penyebab utama terjadinya permasalahan.

    UU Pemilu dalam Pasal 53 mengatur bahwa bakal calon disusun dalam daftar bakal calon oleh partai politik masing-masing. Daftar Bakal Caleg DPRD Kab/Kota ditetapkan oleh pengurus partai politik peserta Pemilu tingkat Kab/Kota. Sementara Pasal 55 UU tersebut mengatur bahwa daftar bakal calon memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Selanjutnya, Pasal 56 ayat (2) menyebutkan bahwa di dalam daftar bakal calon, setiap tiga orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang perempuan bakal calon.

    Namun UU ini tidak mengatur sanksi apabila ada partai yang tidak bisa memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan. Hal ini berarti, konsekuensinya adalah dalam bentuk diumumkannya partai politik peserta pemilu kepada publik bahwa partai tersebut tidak mampu memenuhi keterwakilan perempuan.

    Demi mengamankan affirmative action, jauh-jauh hari sebelumnya, Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik, serta Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP-PA), Linda Amalia Sari Gumelar, pada tanggal 19 Juli 2012 telah menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) terkait kerja sama untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam Pemilu.

    Nota Kesepahaman bernomor 14/MPP-PA/07/2012 dan 09/SKB/KPU/VII/2012 itu terdiri atas sembilan bab, dan sebelas pasal, di mana isu utamanya adalah agar tercipta percepatan pengarusutamaan gender dalam politik. Dengan Nota Kesepahaman KPU dan Kemeneg PP-PA, telah berkomitmen untuk bekerja sama meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik pada pemilu legislatif (Pileg), pemilu presiden-wakil presiden

    (Pilpres), dan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.

    Peningkatan jumlah keterwakilan perempuan di parlemen inipun telah menumbuhkan optimisme bagi terciptanya kesetaraan gender di bidang politik, yang merupakan dampak positif dari aturan afirmasi dalam undang-undang politik. Kebijakan afirmasi memang telah membawa dampak positif karena jumlah keterwakilan perempuan di parlemen mengalami peningkatan, walaupun masih jauh di bawah 30 persen seperti yang diharapkan. Oleh sebab itu memang diperlukan kerja keras untuk meningkatkan partisipasi perempuan pada Pemilu 2014, hingga mendekati target 30 persen keterwakilan perempuan.

    Kebijakan afirmasi yang tercantum dalam UU tentang Pemilu sesungguhnya hanya sekadar tiket masuk bagi kalangan perempuan untuk dapat masuk ke parlemen. Hal tersebut tidak otomatis membuat perempuan yang menjadi Caleg mendapat kursi. Hal tersebut hanya akan menjadi lebih strategis ketika kelompok perempuan dapat memanfaatkan peluang tersebut, hingga representasi politik perempuan benar-benar bisa berpengaruh kuat bagi terwujudnya keadilan gender di tanah air.

    Walaupun begitu, muncul pertanyaan, apakah politik afirmatif harus diwujudkan dengan menggugurkan Bakal Caleg lainnya dalam satu Dapil seperti yang dilakukan oleh KPU? Harus pula diingat bahwa UUD 1945 memperbolehkan adanya perlakuan khusus dalam rangka mencapai persamaan dan keadilan. Penguatan posisi perempuan dalam politik tidak mesti dilakukan dengan membatalkan keikutsertaan seseorang yang kebetulan berada di daerah pemilihan yang keterwakilan perempuannya tidak mencapai 30 persen. Karena keikutsertaan dalam pemilu merupakan hak konstitusional yang juga wajib dihormati dan dilindungi.

    Setidaknya terdapat dua pemikiran untuk menindaklanjuti kasus Dapil yang harus kosong pada daftar nama Caleg suatu partai politik ini sebagaimana dikemukakan Toto Sugiarto. Pertama, suara pemilih yang mencoblos tanda partai yang daftar Calegnya dihapus ini dinyatakan hangus. Dengan

  • - 20 -

    demikian, berapapun banyaknya jumlah suara tersebut, meskipun jauh di atas angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), tidak lagi diperhitungkan. Suara rakyat tersebut terbuang sia-sia.

    Kedua, suara yang diperoleh partai politik tersebut, memang tidak berguna untuk mendudukkan seorang Caleg di kursi wakil rakyat. Namun demikian, suara tersebut tidak hangus sama sekali seperti pemikiran pertama di atas. Suara tersebut tetap diperhitungkan saat menentukan Parliamentary Threshold. Dengan demikian, adanya partai yang gagal masuk Senayan karena ada Dapilnya yang tidak memenuhi syarat keterwakilan perempun dapat dihindari.

    Di antara kedua pemikiran tersebut, hemat penulis sepakat dengan pendapat Toto Sugiarto bahwa pilihan kedua lebih baik. Pilihan kedua tersebut tidak menghilangkan sama sekali suara rakyat, melainkan masih diperhitungkan saat penentuan angka ambang batas untuk masuk parlemen. Dengan demikian, kemungkinan pengkhianatan terhadap suara rakyat dapat dihindari. Dengan kata lain, suara rakyat tersebut tidak sia-sia. Pilihan ini mendasarkan pada moral bahwa setiap suara rakyat harus dijaga keamanannya karena dalam demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat.

    E. Penutup

    Secara normatif, ketentuan sanksi bagi parpol peserta pemilu yang tidak memenuhi kuota 30 persen perempuan dalam Peraturan KPU No. 7 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai peraturan pelaksana, apa yang diatur di dalamnya jelas berbeda dengan apa yang ditentukan undang-undang.

    Tulisan ini merekomendasikan bahwa penting adanya tindakan/politik afirmatif, namun tidak harus menggugurkan Bakal Caleg lainnya dalam satu Dapil seperti yang dilakukan

    oleh KPU. UUD 1945 membolehkan adanya perlakuan khusus dalam rangka mencapai persamaan dan keadilan. Penguatan posisi perempuan dalam politik tidak mesti dilakukan dengan membatalkan keikutsertaan seseorang yang kebetulan berada di daerah pemilihan yang keterwakilan perempuannya tidak mencapai 30 persen. Karena keikutsertaan dalam pemilu merupakan hak konstitusional yang wajib dihormati dan dilindungi.

    Hendaknya di Dapil di mana ada partai yang tidak memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan, tidak menghilangkan sama sekali suara rakyat. Namun masih memperhitungkan saat penentuan angka ambang batas untuk masuk parlemen. Setiap suara rakyat harus dijaga keamanannya karena kedaulatan ada di tangan rakyat. Dengan demikian, adanya partai yang gagal masuk Senayan karena ada Dapilnya yang tidak memenuhi syarat keterwakilan perempuan dapat dihindari.

    Rujukan: 1. UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

    Anggota DPR, DPD, dan DPRD.2. Peraturan KPU No. 7 Tahun 2013 tentang

    Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

    3. Caleg dan Keterwakilan Perempuan, Kompas, 20 Juni 2013.

    4. Bawaslu Rekomendasikan PAN dan PPP Ajukan Sengketa Pemilu, 18 Juni 2013, http://www.tribunnews.com, diakses 21 Juni 2013.

    5. Partai politik masih setengah hati perjuangkan Caleg wanita, http://www.merdeka.com/politik, diakses 20 Juni 2013.

    6. Memprihatinkan, publik cuekin Daftar Calon Sementara Wakil Rakyat di Senayan, http://www.lensaindonesia.com, diakses 20 Juni 2013.

    7. Toto Sugiarto, Penghapusan Caleg Beberapa Partai di Dapil Tertentu, http://cps-sss.org/, diakses 20 Juni 2013.

    8. Empat Partai Terganjal Keterwakilan Perempuan, Republika, 14 Juni 2013.