24

Vol VII No.08 II P3DI April 2015

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PENEGAKAN HUKUM PEREDARAN NARKOBA DI LAPAS DAN RUTAN (MS)KONFERENSI ASIA AFRIKA, FORUM EKONOMI DUNIA DAN KEPEMIMPINAN INDONESIA (PPN)KS_KEWASPADAAN TERHADAP PANGAN YANG TIDAK AMAN DIKONSUMSI (TRPL)EKP_KEBIjAKAN INDONESIA ATAS UTANG LUAR NEGERI DARI LEMBAGA KEUANGAN GLOBAL (NWS)PDN_KEWENANGAN KPU DALAM PENYUSUNAN PKPU PILKADA SERENTAK (DSD)

Citation preview

- 1 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 08/II/P3DI/April/2015H U K U M

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PENEGAKAN HUKUM PEREDARAN NARKOBA DI LAPAS DAN RUTAN

Monika Suhayati*)

Abstrak

Peredaran gelap narkoba di Lapas dan Rutan semakin mengkhawatirkan. Secara nasional, Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia sudah sampai ke tahap darurat narkoba. Oleh karena itu, penegakan hukum menjadi sangat penting dalam upaya pemberantasan peredaran narkoba, khususnya di Lapas dan Rutan. Berbagai upaya perlu dilakukan, antara lain peningkatan kualitas petugas Lapas dan Rutan, peningkatan pengawasan penghuni Lapas dan Rutan oleh petugas, peningkatan rehabilitasi bagi pecandu atau penyalahguna narkoba, koordinasi antar-instansi penegak hukum, dan percepatan pelaksanaan hukuman mati bagi terpidana mati .

PendahuluanPeredaran gelap narkoba di Lembaga

Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) tetap marak meskipun pelaksanaan hukuman mati telah dilaksanakan terhadap beberapa terpidana mati pengedar narkoba. Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia sudah sampai ke tahap darurat narkoba sehingga Presiden tidak akan mengabulkan grasi yang diajukan terpidana pengedar narkoba. Selain itu, berdasarkan statistik di Indonesia telah terdapat 4,5 juta orang yang terkena narkoba dan ada 1,2 juta orang yang sudah tidak bisa direhabilitasi karena kondisinya dinilai terlalu parah. Berdasarkan hasil survei dan investigasi Badan Nasional Narkotika (BNN), sekitar 60 persen peredaran narkoba

di Indonesia dikendalikan dari balik Lapas. Sesuai dengan data BNN, setiap tahun

ada pengungkapan peredaran narkotika dari balik penjara. Misalnya, pada tahun 2012, tujuh napi Nusakambangan terbukti menjadi otak peredaran narkotika 3,9 kilogram di Depok. Pada tahun 2013, seorang terpidana berinisial FI alias JF yang mendekam di Lapas Kembang Kuning, Nusakambangan, juga terbukti menyuruh seorang kurir berinisial BL untuk mendistribusikan sabu-sabu dan heroin di DKI Jakarta. Pada tahun 2014, terungkap dua terpidana dari Lapas Pontianak bernama Jacky Chandra dan Koei Yiong alias Memey terbukti menyuruh kurir bernama Nuraini untuk menyelundupkan 5 kg sabu-sabu dari Malaysia ke Indonesia. Pada tahun 2015, terpidana mati kasus

*) Peneliti Muda Hukum pada Bidang Hukum Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

- 2 -

narkoba, Freddy Budiman, diduga mengendalikan peredaran narkoba dari dalam Lapas Nusakambangan.

Pada kasus Freddy Budiman, terpidana sebelumnya telah divonis mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 15 Juli 2013 karena terbukti memiliki satu peti kemas berisi 1,4 juta pil ekstasi yang didatangkan dari Tiongkok. Kasasi atas kasus ini telah ditolak oleh Mahkamah Agung melalui surat putusan kasasi dengan nomor perkara 1093-/pid.sus/2014 pada 8 September 2014. Namun demikian, menurut Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi, surat putusan kasasi baru dikirim Mahkamah Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 15 April 2015. Keterlambatan penyampaian putusan kasasi diduga juga merupakan upaya untuk memperlambat pelaksanaan eksekusi vonis pidana mati Freddy Budiman.

Penyebab Peredaran Narkoba di Lapas dan Rutan

Maraknya peredaran narkoba di Lapas dan Rutan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pertama, menurut Kepala BNN Komjen Pol. Anang Iskandar, para pengedar menganggap penjara merupakan tempat bisnis narkoba yang menggiurkan sebab para penggunanya sudah jelas. Humas BNN AKBP Slamet Pribadi mengatakan, penjara menjadi tempat perekrutan bagi pengedar baru narkoba. Salah satu modusnya, pengedar lama menjerat para pengguna narkoba di tahanan dengan memberikan bantuan uang kepada pengguna. Setelah bebas, pengguna tersebut menjadi kaki tangan pengedar yang masih berada di dalam penjara karena jeratan hutang.

Kedua, jumlah narapidana kasus narkoba dan penempatannya dalam satu sel atau blok dengan narapidana non-narkoba. Menurut Sihabudin, mantan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Hukum dan HAM, maraknya kasus narkoba dalam penjara muncul seiring dengan melonjaknya penghuni yang berlatar belakang kasus narkoba. Denny Indrayana, pada saat menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM mengungkapkan bahwa, berdasarkan data Ditjenpas Kementerian Hukum dan HAM per 1 April 2013, jumlah napi dan tahanan narkotika sebanyak 46.894 orang dengan penjabaran jumlah napi narkotika

adalah 32.810 orang yang terdiri dari 19.160 orang bandar/pengedar, 13.650 orang merupakan penyalah guna, dan sebanyak 14.084 orang merupakan tahanan narkotika. Sedangkan jumlah napi dan tahanan di seluruh Indonesia berjumlah 155.525 orang. Berarti, 30,15% dari napi dan tahanan seluruh Indonesia berlatar belakang tindak pidana narkotika. Narapidana kasus narkoba dan narapidana kasus non-narkoba banyak ditempatkan dalam satu sel atau blok sehingga mempermudah terjadinya transaksi dan memperluas jaringan peredaran narkoba di dalam Lapas.

Ketiga, kurangnya kontrol atau pengawasan dari petugas Lapas terhadap peredaran narkoba di Lapas atau Rutan. Hal ini dapat terjadi karena sikap petugas Lapas cenderung permisif dan komersil terhadap pelangggaran yang terjadi di dalam lingkungan Lapasnya, sebagaimana diungkapkan Benny Mamoto pada saat masih menjabat sebagai Deputi Pemberantasan BNN. Keterlibatan petugas Lapas dapat terjadi pada level paling bawah hingga level Kepala Lapas. Hal tersebut lebih disebabkan oleh faktor individu masing-masing saat berhadapan dengan pelanggaran di dalam Lapas. Selain itu, jumlah petugas Lapas atau Rutan belum memadai apabila dibandingkan dengan jumlah narapidana dalam suatu Lapas atau Rutan.

Penegakan Hukum Peredaran Narkoba di Lapas dan Rutan

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika), peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika merupakan setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Pasal 38 UU Narkotika lebih lanjut mengatur bahwa setiap kegiatan peredaran narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah. Karena itu, tanpa adanya dokumen yang sah, peredaran narkotika dan prekursor narkotika tersebut dianggap sebagai peredaran gelap.

Dalam rangka menimbulkan efek jera terhadap pelaku peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, UU Narkotika mengatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana

- 3 -

minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah narkotika. Bagi pengedar narkotika, setidak-tidaknya terdapat 6 Pasal dalam UU Narkotika yang diancam dengan hukuman mati. Dalam hal kasus peredaran gelap narkoba di Lapas dan Rutan, ketentuan pidana dalam UU Narkotika ini berlaku baik bagi narapidana maupun petugas Lapas dan Rutan yang terbukti terlibat.

Terkait dengan peredaran narkotika di Lapas dan Rutan, konsideran menimbang Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) menyebutkan sistem pemasyarakatan yang dilaksanakan di Lapas merupakan rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga binaan pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Sebagai peraturan pelaksanaan UU Pemasyarakatan, dikeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (Permen No. 6 Tahun 2013). Pasal 4 angka 7 Permen tersebut melarang setiap narapidana atau tahanan menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau mengkonsumsi narkotika dan/atau prekursor narkotika serta obat-obatan lain yang berbahaya. Pelanggaran terhadap larangan ini termasuk NODVL¿NDVL� KXNXPDQ� GLVLSOLQ� WLQJNDW� EHUDW�yang diatur dalam Pasal 10 ayat (3). Adapun dalam hal pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana atau tahanan diduga tindak pidana, Kepala Lapas atau Kepala Rutan meneruskan kepada instansi yang berwenang (Pasal 17 Permen No. 6 Tahun 2013).

Dalam hal penegakan hukum bagi petugas Lapas, UU Narkotika maupun UU Pemasyarakatan tidak mengatur secara khusus sanksi maupun ketentuan pidana bagi petugas Lapas atau Rutan yang terduga terlibat peredaran gelap di

Lapas atau Rutan. Terhadap petugas Lapas yang terlibat peredaran gelap narkoba, dilakukan upaya pemberian hukuman disiplin sebagaimana diungkapkan mantan Dirjen Pemasyarakatan Hukum dan HAM, Sihabudin, bahwa hukuman disiplin tingkat berat telah dijatuhkan kepada petugas yang terlibat dalam peredaran narkoba di penjara. Tahun 2010, 32 petugas dikenai sanksi disiplin berat dan 27 petugas pada tahun 2011.

Selain itu juga terdapat petugas Lapas yang diproses secara pidana di pengadilan dengan menggunakan ketentuan pidana dalam UU Narkotika. Hal ini sudah diterapkan antara lain oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Serang yang menghukum petugas Lapas Kelas II A Serang, Wisnu Ari Wibowo, enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar pada 22 Oktober 2014. Wisnu Ari Wibowo dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menguasai narkotika jenis ekstasi sebanyak 100 butir sesuai Pasal 112 UU Narkotika. Berdasarkan fakta persidangan, petugas Lapas tersebut adalah kurir dari Dodi Kusmiyanto, terpidana narkoba yang masih menjalani masa hukuman di penjara tersebut.

Terkait kasus Freddy Budiman, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly menyatakan oknum sipir yang terlibat dalam jaringan peredaran narkoba akan mendapat sanksi tegas. Lebih lanjut dikemukakan, Sipir yang melanggar aturan kepegawaian harus dipecat dan dipidana. Semua sipir Lapas telah diingatkan agar tidak membantu masuknya barang terlarang ke lingkungan Lapas. Sanksi bagi pelanggar adalah rotasi sampai dengan pemecatan dan dipidana.

PenutupPeredaran narkoba di Lapas dan Rutan

menunjukkan semakin memprihatinkannya penegakan hukum pemberantasan peredaran narkoba di Indonesia. Lapas dan Rutan yang seharusnya merupakan rangkaian penegakan hukum dan tempat pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan untuk memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat telah berubah menjadi sarang peredaran narkoba terbesar dan sekaligus tempat perekrutan pengedar baru narkoba.

- 4 -

Bahkan, sebagian besar peredaran narkoba di Indonesia ternyata dikendalikan dari balik penjara.

Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan sejumlah upaya, pertama, sebagaimana diungkapkan pakar hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof. Dr. Laode Husen Biku, perlunya peningkatan kualitas petugas Lapas dan Rutan melalui pembinaan, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan kesejahteraan, dan hukuman yang lebih tegas bagi oknum petugas yang terlibat peredaran gelap narkoba. Kedua, peningkatan pengawasan dari aparat petugas Lapas dan Rutan kepada penghuni Lapas dan Rutan dalam bentuk antara lain razia mendadak ke Lapas dan Rutan.

Ketiga, untuk menekan jumlah pecandu atau penyalah guna narkoba, upaya rehabilitasi perlu dilakukan sehingga diharapkan dapat membuat para bandar kehilangan pangsa pasar. Keempat, perlunya koordinasi antar-instansi penegak hukum yang mempunyai kewenangan dalam hal pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yaitu BNN dan Polri untuk efektivitas dalam penanganan kasus. Kelima, percepatan pelaksanaan hukuman mati bagi terpidana mati kasus peredaran gelap narkoba oleh Kejaksaan. Vonis pidana mati dimaksudkan untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku peredaran gelap narkoba.

DPR melalui Komisi terkait memegang peranan penting dalam pengawasan terhadap pelaksanaan penegakan hukum peredaran gelap narkoba di Lapas dan Rutan oleh Pemerintah. Melalui pengawasan DPR terhadap Pemerintah diharapkan penegakan hukum dapat berjalan lebih efektif sehingga peredaran gelap narkoba di Lapas dan Rutan dapat berkurang, bahkan diberantas hingga penjara bersih dari narkoba.

ReferensiUndang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan.Badan Narkotika Nasional Republik

Indonesia, Jurnal Data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Tahun 2011 Edisi Tahun 2012, 2012.

“Terpidana Mati Masih Berulah”, Kompas, 15 April 2015.

“Eksekusi Mati Freddy Budiman Bakal Dipercepat”, Koran Jakarta, 15 April 2015.

“MA: Freddy Budiman Tetap Dihukum Mati”, Republika, 17 April 2015.

“Bandar Ekstasi Internasional Divonis Hukum Mati”, http://www.tempo.co/read/news/, diakses tanggal 21 April 2015.

“Lapas, Jadi Pusat Peredaran Narkoba”,http://www.suara.com/news/, diakses tanggal 23 April 2015.

“Indonesia Darurat Narkoba. Ini Dia 5 Alasan Hukuman Mati Berlaku di Indonesia”, http://news.detik.com/read/2015/04/23/090612/2895716/10/ini-dia-5-alasan-hukuman-mati-berlaku-di-indonesia, diakses tanggal 24 April 2015.

Kasus Narkoba di Penjara Akibat Tingginya Napi Pemakai, http://www.tempo.co/read/news/, diakses tanggal 28 April 2015.

Ini Penyebab Bisnis Narkoba Subur di Dalam Lapas, http://www.republika.co.id/ berita/nasional/hukum/13/05/24/, diakses tanggal 27 April 2015.

Petugas Lapas Dihukum Enam Tahun, http://poskotanews.com/, diakses tanggal 28 April 2014.

Kemenkumham Optimis Lapas dan Rutan Bersih dari Narkoba, http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/humas/berita/, diakses tanggal 28 April 2015.

- 5 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 08/II/P3DI/April/2015HUBUNGAN INTERNASIONAL

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KONFERENSI ASIA AFRIKA, FORUM EKONOMI DUNIA DAN KEPEMIMPINAN INDONESIA

Poltak Partogi Nainggolan*)

Abstrak

Indonesia baru saja menjadi tuan rumah dua kegiatan internasional sekaligus, yang sangat bernilai historis dan juga penting bagi kinerja pemerintahan baru, baik di dalam negeri maupun di fora internasional. Peringatan Konperensi Asia Afrika (KAA) ke-60 tahun dan Forum Ekonomi Dunia untuk Asia Timur (World Economy Forum on East Asia/WEF) merupakan ujian besar bagi kemampuan kinerja internasional rejim baru Indonesia dan kepemimpinannya setelah kunjungan perkenalannya ke negara ASEAN, Jepang, dan Tiongkok. Kepemimpinan Presiden Jokowi tidak lagi bisa bersandar pada pencitraan domestik dan dukungan media, namun dituntut lebih dari itu, yakni dukungan asing melalui realisasi kerja sama yang lebih nyata di bidang politik, keamanan, ekonomi, dan sosial. Kepemimpinannya untuk mendorong Kemitraan Baru Strategis Asia Afrika (NAASP) dan menuntaskan hutang sejarah KAA untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina harus dibuktikan segera pasca-peringatan KAA dan WEF di Jakarta dan Bandung tahun ini.

PendahuluanIndonesia telah menggelar dua

perhelatan berskala dunia, dengan menjadi tuan rumah peringatan KAA ke-60 tahun yang berlangsung di Jakarta dan Bandung dari 18-24 April 2015, dan pelaksanaan Forum Ekonomi Dunia untuk Asia Timur ke-24, yang diadakan di Jakarta pada 19-21 April 2015. Asia Afrika merepresentasikan dua kawasan yang luas dengan penduduknya mencakup tiga perempat penduduk dunia. Di kawasan ini terdapat 5 negara dengan populasi penduduk terbesardi dunia, yaitu di Tiongkok (1,4 milyar), India (1,3 milyar), Indonesia (251,5 juta), Pakistan (194 juta), Nigeria (177,5 juta), dan Bangladesh (158,5 juta). Peringatan KAA diikuti 22 kepala negara

dan 95 wakil presiden atau menteri, mewakili 86 dari 109 negara yang diundang, termasuk perwakilan negara peninjau dan organisasi internasional. Peringatan KAA diarahkan pada 3 tujuan kerjasama, yakni penguatan solidaritas politik dan kerjasama ekonomi dan pembangunan. Di pilar politik, membahas isu toleransi, perdamaian dan solidaritas, dan upaya memerangi kejahatan transnasional. Di pilar ekonomi dan pembangunan dibahas peningkatan kerjasama perdagangan dan investasi, infrastruktur, energi, dan maritim. Sementara, dalam pilar sosial-budaya dibahas masalah demokrasi, pemberdayaan perempuan, dan pengurangan resiko akibat bencana alam. Semuanya diarahkan untuk

*) Profesor Riset Masalah-masalah Politik, Keamanan, Dekomokrasi, dan non-traditional security threats pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. Email: [email protected].

- 6 -

mengurangi kesenjangan dalam berbagai hal, yang dihadapi negara dan rakyat di kedua benua tersebut. Output KAA adalah ekspresi pernyataan bersama (deklarasi) yang tertuang dalam Semangat atau Pesan Bandung, yang bersifat multilateral.

Sedangkan WEF diikuti para pengambil keputusan di tingkat pemerintahan dan kalangan swasta, terutama perusahaan besar, dari berbagai negara, terutama negara-negara maju, dengan 600 lebih peserta dari 1000 undangan dari 40 negara, 40 mentri, dan 180 eksekutif bisnis (CEO), serta perwakilan organisasi internasional. Jika dalam KAA, target Indonesia mencakup politik dan ekonomi, dalam WEF fokus pada ekonomi, sebagai ajang promosi Indonesia untuk investasi asing. WEF menjadi ajang jualan infrastruktur atau promosi investasi, dengan memiliki output berupa komitmen kerjasama dan investasi yang dituangkan dalam MOU yang bersifat bilateral. Media Eropa memberi perhatian pada WEF di Jakarta karena minat Eropa untuk memantau dinamika ekonomi GL�$VLD�3DVL¿N�PDVLK� DGD��+DO� LQL�ZDMDU�� VHEDE�pertumbuhan ekonomi Eropa masih stagnan. Sementara, peserta yang hadir dalam WEF adalah dari negara-negara yang dalam beberapa dasawarsa belakangan adalah penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi di kawasan, atau menjadi pemain dan penentu baru di tingkat global.

Kepemimpinan IndonesiaIndonesia memiliki kepentingan yang

sama. dalam kedua perhelatan internasional tersebut, yaitu menunjukkan kepemimpinan Indonesia di kawasan dan dunia yang multipolar saat ini. Indonesia juga berupaya meraih manfaat untuk kepentingan nasional, VHSHUWL� PHQJDWDVL� GH¿VLW� SHUGDJDQJDQ� GDQ�kelangkaan pembiayaan pembangunan, dengan mendorong kerjasama antar-negara dan lintas- kawasan.

Sebagai bagian dari upaya mendukung atau memperkuat kinerja pemerintah, parlemen (DPR) telah menggelar side event, berupa Konferensi Parlemen Asia Afrika di gedung DPR pada 23 April 2015. KPAA menghasilkan sebuah deklarasi yang menunjukkan komitmen negara-negara yang hadir untuk meindaklanjutinya, terutama terhadap langkah mewujudkan kemerdekaan Palestina dan kemitraan dalam kerangka NAASP. KPAA juga bertekad mendorong kerjasama Selatan-Selatan dan menjadikan parlemen sebagai penggerak dan pemelihara demokrasi. Sebagai konsekuensinya, sebuah kantor sekretariat

tetap dan pembiayaan rutin dari APBN harus ada untuk menindaklanjuti pertemuan yang akan dilakukan secara reguler dalam kerangka mendukung kegiatan parlemen Asia Afrika secara lebih terorganisasi.

Hal yang menggembirakan buat pencapaian kepentingan nasional dari peringatan KAA berbiaya Rp200 milyar ini adalah meningkatnya hubungan Indonesia GHQJDQ� QHJDUD�QHJDUD� NHFLO� GL� 3DVL¿N� 6HODWDQ��yang selama ini cenderung memusuhi Indonesia dalam menyikapi masalah Papua. Respons Fiji, Solomon, dan Vanuatu untuk membuka Kedubes di Jakarta sangat baik, terkait dengan upaya Indonesia untuk bisa PHQLQJNDWNDQ�SHUDQQ\D�GL�3DVL¿N�6HODWDQ��

Dari sisi neraca perdagangan, Indonesia sampai tahun 2014 masih memperlihatkan GH¿VLW� SHUGDJDQJDQ� \DQJ� WHUXV� PHQLQJNDW�dengan beberapa negara anggota KAA, di antaranya dengan Bahrain dan Kazakhstan di Asia, serta Nigeria dan Zimbabwe di Afrika. Kemajuan ekonomi Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan Tiongkok dan India, dua negara Asia pendukung utama KAA tahun 1955 tersebut telah bangkit menjadi kekuatan baru ekonomi dunia. Saat ini nilai perdagangan Indonesia-Afrika baru mencapai 10,7 milar dolar AS. Sementara, India-Afrika mencapai 70 miliar dolar AS, sedangkan Tiongkok-Afrika bahkan telah mencapai 200 miliar dolar AS. India dan Tiongkok, terutama, terus tumbuh dengan ekonomi mereka yang dinamis dan menjadi mitra baru yang diperhitungkan dan sekaligus dicari banyak negara, khususnya negara maju yang pertumbuhan ekonomi mereka mengalami kemandekan akibat krisis di kawasan dan dalam negeri mereka yang belum dapat diatasi.

Dari sisi politik, India dan Tiongkok telah diakui kehadirannya sebagai kekuatan baru dunia, dengan kehadiran teknologi dan angkatan perangnya, minimal di kawasan, yang intensif, dengan kapasitas dan kapabilitasnya yang terus meningkat. Penting diperhatikan, situasi dunia ketika KAA 1955 diadakan dengan peringatannya sekarang ini, berbeda. Konteks Perang Dingin dan kondisi bipolarismenya, dengan hadirnya rivalitas Soviet dan AS, telah digantikan secara berangsur oleh unipolarisme di bawah kedigdayaan AS menuju multipolarisme, dengan kehadiran Tiongkok dan India dari Asia, dan beberapa negara lainnya di luar benua itu. Indonesia sendiri, sekalipun telah ditempatkan Presiden Jokowi dalam barisan baru negara besar, masih digugat, posisi, kinerja, dan kepantasannya untuk dijadikan mitra kerjasama yang dapat

- 7 -

diandalkan dalam jangka panjang. Penilaian ini dapat dilihat di kalangan analis dan pihak swasta pada umumnya.

Pentingnya Konsistensi Secara khusus peringatan KAA

menggelorakan kembali Semangat Bandung sebagaimana tertuang dalam Dasasila Bandung, yang intinya membebaskan dunia dari berbagai bentuk penjajahan dan PHZXMXGNDQ� GXQLD� EDUX� GDUL� EHUEDJDL� NRQÀLN�akibat ketidakadilan. Karenanya, kelanjutan perjuangan kemerdekaan Palestina, sejak dini menjadi sorotan dan sekaligus agenda hutang yang harus segera diselesaikan. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana kepemimpinan Indonesia dalam mengelola kedua even internasional itu untuk mencapai tujuannya?

Kiranya menjadi hal yang logis jika kemudian muncul tagihan lebih lanjut terhadap kemampuan Indonesia untuk bisa menuntaskan hutang sejarah KAA 1955 membebaskan Palestina dari pendudukan Israel, dengan segala konsekuensinya. Tidak heran, PM Palestina yang hadir dalam peringatan KAA ke-60 tahun mengingatkan Indonesia untuk segera membuka kantor konsulat di Palestina sebagai bukti atas dukungannya yang kuat dan pengakuannya terhadap telah hadirnya sebuah negara Palestina merdeka. Kapabilitas kepemimpinan Indonesia di bawah presiden barunya tersebut terus diuji dengan pertanyaan tentang kemampuan Indonesia untuk membantu menyelesaikan transisi demokratis yang gagal GL�$UDE�GDQ�$IULND��GDQ�PHPDGDPNDQ�NRQÀLN�NRQÀLN� VHNWDULDQ� \DQJ� EHUPXQFXODQ� SDVFD�kegagalan itu. Sebab, Indonesia sendiri masih menghadapi tantangan yang sama, yang juga sulit diatasi.

Indonesia berupaya memimpin penyebaran pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan global. Indonesia juga berupaya turut serta merespons dan mereduksi dampak ketidakadilan global yang bermunculan dalam berbagai bentuk kejahatan transnasional. Namun, di dalam negeri sendiri pemerintah Indonesia masih kesulitan dalam mengatasi LOOHJDO� ¿VKLQJ dan berbagai bentuk penyelundupan, terutama narkoba dan pekerja migran, dan ancaman terorisme akibat melebarnya kesenjangan domestik.

Kiranya menjadi hal yang pantas jika publik berharap lebih dari sekedar peringatan KAA dan WEF di Jakarta dan Bandung, dengan produk lebih dari sekadar deklarasi untuk mendukung pembangunan berkelanjutan global, agar keduanya tidak bernilai seremonial

saja. Konsekuensinya, agenda NAASP sudah harus dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk agenda aksi nyata atau berbagai program, walaupun tidak lepas dari kritik tidak mudah diwujudkan mengingat begitu banyaknya negara Asia Afrika yang terlibat. Kehadiran rejim di Asia Afrika yang tidak/belum demokratis dan terkena tudingan pelanggaran HAM juga merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan untuk direspons, jika tujuan peringatan KAA selanjutnya adalah ingin menyebarkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, serta mereduksi ketidakadilan global. Sebagai konsekuensinya, menyelesaikan masalah di dalam negeri menjadi beban tersendiri sebelum negara-negara Asia Afrika di bawah kepemimpinan Indonesia dapat berperan keluar secara optimal untuk bersinergi membantu mewujudkan kemerdekaan Palestina secepatnya.

Demikian pula, perjuangan negara dan rakyat di Asia Afrika semakin berat untuk pencapaian target reformasi PBB. Dalam perumusan roadmap sulit mencapai kata sepakat, karena pemimpin Asia Afrika yang hadir dalam peringatan KAA belum dapat memetakan kepentingan bersama. Banyak negara lebih tergoda mengedepankan kepentingan dan posisinya masing-masing GDULSDGD�PHQGH¿QLVLNDQ� NHSHQWLQJDQ� EHUVDPD�dalam meluncurkan reformasi PBB. Padahal, di luar arena, Asia Afrika masih harus berhadapan dengan negara-negara besar pemegang hak veto dan penentu masa depan PBB, bersama negara lain yang sangat berpengaruh dengan kapasitas lobi-lobi internasional mereka. Sehingga, perjuangan menambah kursi keanggotaan tetap pemegang hak veto di DK PBB lebih muncul sebagai agenda perjuangan masing-masing negara Asia Afrika yang menginginkannya ketimbang kepentingan dunia.

WEF pun masih terbatas hasilnya pada pengembangan wacana kerjasama di bidang perdagangan dan investasi, untuk negara Asia Afrika yang sangat berkepentingan, seperti Indonesia. Belajar dari roadshow Presiden Jokowi ke Jepang dan Tiongkok beberapa waktu sebelumnya, walaupun muncul komitmen tertentu, tetap saja realisasinya di lapangan masih harus dibuktikan atau ditunggu. Peluncuran Grow Asia, sebuah kemitraan yang melibatkan pemerintah, LSM, swasta, dan kelompok tani, bernilai konstruktif, yang diinisiasi Indonesia, Vietnam, Myanmar, dan Filipina, namun masih harus ditunggu hasilnya. Begitu pula kesadaran untuk memerangi bersama secara lebih baik kejahatan transnasional, seperti terorisme, dan

- 8 -

juga pandemik, seperti Ebola, masih harus dibuktikan.

Kehadiran tata ekonomi dunia baru semakin dirasakan kebutuhannya. Namun, upaya untuk mereformasi agenda global, seperti di WEF dan reformasi PBB, yang melibatkan negara maju, tidak hanya Asia Afrika, tampaknya masih tersendat. Sedangkan institusi-institusi pendanaan pembangunan internasional, seperti IMF, World Bank, dan Asian Development Bank semakin diakui gagal menyelesaikan krisis ekonomi global dan kemiskinan di Asia Afrika. Seperti di KAA, dalam WEF, kesamaan lainnya adalah, komitmen kerjasama ekonomi bilateral ataupun multilateral juga masih ditunggu.

PenutupPara pemimpin dan rakyat Asia Afrika,

seperti halnya pengamat internasional, melihat kini waktunya bagi negara-negara Asia Afrika untuk melakukan aksi melalui kerjasama konkret. Berdiskusi di forum konperensi internasional dan media massa tanpa realisasi dalam kerangka aksi selain membutuhkan biaya tinggi, juga akan menjadi sia-sia. Sementara itu, masih banyak rakyat di kedua benua yang hidup di bawah sejahtera, tanpa UDVD� DPDQ� DNLEDW� NRQÀLN� VRVLDO� \DQJ� EHOXP�teratasi. Berbagai inisiatif dan kerangka aksi melalui kerjasama konkret telah ditunggu, tidak cukup hanya dalam bentuk seruan, janji, dan komitmen yang tertuang dalam deklarasi akhir, yang telah dihasilkan konperensi dan forum internasional yang telah dijalankan.

Setelah 10 tahun sejak diluncurkan tahun 2005 dalam peringatan KAA ke-50 tahun, NAASP kini ditunggu implementasinya. Lambatnya aksi atau absennya segera aksi di lapangan, hanya akan memperkuat kritik media dan kepesimisan publik yang sudah muncul bersamaan dengan pelaksanaan KAA dan WEF. Padahal, seharusnya tidaklah demikian. Keduanya harus dapat memberi nilai tambah bagi Indonesia, tidak hanya menghasilan endorsement (dukungan) berulang bagi Indonesia secara politik dan ekonomi di fora internasional, dalam bentuk kerjasama konkret. Langkah baru yang maju untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina, dan yang terlebih adalah hadirnya sebuah Palestina yang merdeka, jauh lebih berharga dan memberi nilai tambah dibandingkan dengan realisasi kerjasama ekonomi dalam bentuk peningkatan perdagangan dan investasi bilateral dan multilateral yang dapat diraih Indonesia sebagai tuan rumah kedua kegiatan internasional yang bernilai strategis tersebut.

ReferensiAndhika, Donny AM. “”Dengarkan Suara Asia

Afrika, Media Indonesia, 24 April 2015: 1. _________. “Presiden Xi Jinping Siap Hadir,”

Media Indonesia, 18 April 2015: 8._________.”RI Diharap Tingkatkan Peran di

3DVL¿N�´�Media Indonesia, 20 April 2015:8.“Asia-Afrika Butuh Kerjasama Konkret,” Koran

Tempo, 21 April 2015: 34.“Gelar World Economic Forum Asia Timur:

Jualan Infrastruktur, BKPM Ngarep Investasi Melonjak,” Rakyat Merdeka, 21 April 2105: 14.

“Hasil Konperensi Asia Afrika (KAA) ke-60: Minim Realisasi Komitmen Konkret,” Neraca, 27 April 2015: 1.

“KPAA Sepakati Bentuk Sekretariat di Indonesia,” Suara Pembaruan, 24 April 2015: A9.

“Peringatan 60 tahun Konperensi Asia Afrika,” Kompas, 19 April 2015: 8-9.

Sa’diyah, Alimatus. “Buang IMF dan Bank Dunia.” Republika, 23 April 2015: 1.

Sa’diyah, Alimatus dan Melisa Riska Putri. ”Dunia Harus Dengarkan KAA,” Republika, 24 April 2015: 1.

“Simbol Kebangkitan Asia Afrika: Seruan Reformasi PBB Tak Mudah Diwujudkan,” Kompas, 24 April 2015: 1.-15.

- 9 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 08/II/P3DI/April/2015KESEJAHTERAAN SOSIAL

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KEWASPADAAN TERHADAP PANGAN YANG TIDAK AMAN DIKONSUMSI

Tri Rini Puji Lestari*)

Abstrak

Lemahnya penyelenggaraan keamanan pangan menyebabkan makanan yang tidak layak konsumsi masih beredar di Indonesia. Kondisi ini disebabkan berbagi faktor, mulai dari buruknya sistim pangan, faktor sosial budaya, mata rantai teknologi makanan, faktor lingkungan, hingga aspek nutrisi. Untuk itu diperlukan keseriusan dalam pelaksanaan dan pengawasan manajemen keamanan pangan dan mutu pangan pada proses produksi, perdagangan dan distribusi yang melibatkan berbagai sektor terkait.

PendahuluanPeredaran pangan yang tidak aman

dikonsumsi sampai saat ini masih banyak di masyarakat. Seperti yang diberitakan oleh media massa belakangan ini, salah satunya adalah kasus penggerebekan pabrik saus yang dicurigai menggunakan bahan zat pewarna tekstil di Medan. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan menegaskan bahwa pabrik saus tersebut tidak ditemukan adanya kandungan pewarna tekstil. Namun demikian, hasil investigasi BBPOM menemukan bahwa dari tiga merek yang mendapatkan izin BPOM, hanya satu merek yang izinnya masih berlaku, sedang dua produk lainnya sudah mati izin edarnya.

Selain itu sebuah pabrik pembuatan es batu di Jakarta Timur kedapatan memproduksi dan mengedarkan es batu EHUEDKDQ�NLPLD�EHUEDKD\D�GDQ�WHULGHQWL¿NDVL�positif mengandung bakteri ecoli dengan

kadar mencapai 70%. Kemudian pada akhir maret lalu, telah digerebek pula dua pabrik pengolahan kulit di Kota Tasikmalaya karena mencampur kikil yang sudah rusak dengan bahan kimia yang tidak layak dikonsumsi agar kulit terlihat segar. Pernah beredar pula bakso sapi yang dicampur dengan formalin atau daging babi celeng. Bahkan, pada bulan April 2015 ini telah ditutup sebuah toko kue di salah satu mall di Jakarta selatan karena kedapatan menjual brownies mengandung ganja.

Beredarnya pangan yang tidak layak dikonsumsi tersebut bukan hal yang baru. Sederetan hasil investigasi mendadak (sidak) BPOM mendapati pangan yang mengandung bahan berbahaya. Hasil sidak oleh Tim Gabungan dari BPOM Jawa Tengah dan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, di Pasar Legi Solo dan Terminal Tirtonadi pada bulan Agustus tahun lalu misalnya, menunjukkan

*) Peneliti Madya Kebijakan dan Manajemen Kesehatan pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

- 10 -

fakta ini. Dari 800 sampel makanan yang VHFDUD� ¿VLN� GLGXJD� PHQJDQGXQJ� rodhamin dan borax, 17% di antaranya mengandung zat berbahaya. Zat pewarna tekstil tersebut banyak ditemukan pada makanan ringan seperti kue gabus, onde-onde, serta kerupuk.

Beredarnya pangan berbahaya di atas tentu meresahkan masyarakat. Menurut UU Pangan, yang dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Indikator untuk menunjukkan bahwa suatu pangan tidak aman dikonsumsi mudah diketahui dengan tanda-tanda misalnya, berbau busuk atau tengik, dan terdapat kotoran pada makanan. Selain itu, masih ada bahan-bahan lain yang tidak kasat mata yang dapat menyebabkan pangan berbahaya bagi kesehatan, yaitu mikroorganisme misalnya virus atau bakteri serta racun yang dihasilkan atau bahan-bahan kimia yang tidak layak untuk dikonsumsi. Karena itu, pangan yang tidak aman masih tetap dapat beredar dengan mudah di masyarakat.

Dengan demikian, semakin penting untuk mengembangkan sistem pangan nasional Indonesia yang bisa menjamin terjaminnya produksi pangan dengan tingkat keamanan pangan yang baik, sebagaimana sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pangan. Misi ini menjadi semakin penting seiring dengan seruan WHO dalam peringatan hari kesehatan sedunia tanggal 7 April lalu, bahwa para pengambil keputusan, petani dan peternak, pengelola pangan, keluarga dan individu harus untuk menjadikan keamanan pangan sebagai kebijakan prioritas.

Masalah Keamanan Pangan Di Indonesia

Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah utama di bidang pangan dan gizi di Indonesia. Pada tahun 2014, indeks keamanan pangan di Indonesia secara global tercatat peringkat ke 72 di dunia dan paling rendah di Asean

(masih kalah dari Filipina dan Vietnam).Akan tetapi, kondisi keamanan pangan

di Indonesia diprediksikan lebih buruk daripada data statistik karena adanya fakta underreporting atau fenomena gunung es. Menurut WHO, fenomena gunung es ini dikarenakan data kasus keracunan pangan ataupun penyakit karena pangan yang dilaporkan dan tercatat pada lembaga-lembaga resmi hanya kurang dari 1% dari kejadian yang sesungguhnya.

Upaya penyelengaraan keamanan pangan yang masih kurang memadai ini terkait dengan beberapa hal. Pertama, Food System (Sistim Pangan), yaitu rangkaian kegiatan yang dimulai dari produksi, proses, penyiapan, distribusi dan konsumsi bahan pangan. Jika tahap ini tidak dilakukan dengan baik dan benar (memperhatikan higinitas dan sanitasi), maka dapat terjadi kontaminasi. Permasalahan tersebut rentan terjadi pada produksi makanan yang masih didominasi industri kecil dan menengah dengan modal, sarana, dan prasarana yang terbatas.

Kedua, Faktor Sosial Budaya, yaitu NHELDVDDQ� \DQJ� VHFDUD� VSHVL¿N� PHPEHULNDQ�dampak terhadap keamanan makanan seperti: jumlah makan dalam sehari, teknologi pengawetan yang tersedia, pandangan tentang makanan, kesehatan dan kesakitan, kebiasaan (tradisi) yang positif maupun negatif terhadap pangan. Termasuk juga kebiasaan dan pengetahuan produsen dan konsumen yang kurang memperhatikan keamanan pangan. Konsumen yang memiliki dana terbatas juga kurang mengedepankan kualitas pangan yang dikonsumsi.

Ketiga, Food Chain Technology (mata rantai teknologi makanan). Pada pasar lokal umumnya makanan dijajakan dalam wadah yang terbuka, sehingga sangat mudah bersentuhan dengan debu dan lalat. Air yang kualitasnya buruk kadangkala juga digunakan untuk menyegarkan jualan mereka saat dijajakan. Selain itu. pengawetan dilakukan di rumah yang kurang higienis seperti penyiapan makanan dalam rentang waktu yang cukup lama tanpa dimasukkan ke dalam pendingin. Sedangkan pada masyarakat urban dan industri, makanan diproduksi secara masal dan harus melalui jarak yang cukup jauh untuk sampai ke konsumen, sehingga Rantai makanan menjadi lebih komplek dan banyak tangan yang terlibat.

Keempat, Ecologycal Factor (faktor

- 11 -

lingkungan). Pencemaran bahan makanan yang disebabkan oleh buruknya suplai air bersih, sanitasi lingkungan yang buruk dan pembuangan air limbah/tinja yang tidak memenuhi syarat akan berakibat timbulnya penyakit yang berbasis air, makanan dan vektor (food borne disease, water borne disease and vector borne disease).

Kelima, Nutritional Aspect. Adanya degradasi nutrisi akibat dari pemakaian bahan tambahan makanan dapat memengaruhi kualitas nutrisi, demikian pula kontaminasi logam berat seperti timbal mempengaruhi absorpsi vitamin D dan Cd. Kondisi ini biasanya terjadi pada proses penyimpanan dan penyiapan makanan.

Pengaturan Keamanan Pangan di Indonesia

Saat ini peraturan perundangan terkait dengan keamanan pangan yang berlaku adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan). UU ini mengatur mulai dari tujuan penyelenggaraan keamanan pangan, tanggung jawab setiap orang yang terlibat dalam rantai pangan, standar mutu, hingga sanksi bagi yang melalaikan penyelenggaraan keamanan pangan. Menurut UU Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Untuk itu masyarakat perlu dilindungi dari pangan yang merugikan dan membahayakan kesehatan.

Penyelenggaraan kemanan pangan salah satunya dilakukan melalui Sanitasi Pangan. Sanitasi Pangan dilakukan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan makanan yaitu: 1) tempat pengolahan, harus memenuhi persyaratan sanitasi. 2) Penjamah Makanan (food handler) atau orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan makan, harus selalu dalam keadaan bersih, sehat dan terampil. 3) Cara pengolahan makannya, harus tidak terjadi kontaminasi makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah higiene dan sanitasi yang baik disebut GMP

(good manufacturing practice). Selain itu, keamanan pangan dilakukan juga melalui pengaturan terhadap bahan tambahan pangan; pengaturan terhadap pangan produk rekayasa genetik; pengaturan terhadap iradiasi pangan; penetapan standar kemasan pangan; pemberian jaminan keamanan pangan dan mutu pangan; dan jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.

Selama ini BPOM menginisiasi program dan kegiatan di bidang keamanan pangan yang berbasis masyarakat, baik di perkotaan maupun di daerah pinggiran atau pedesaan. Programnya di pedesaan disebut Gerakan Keamanan Pangan Desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya keamanan pangan di Indonesia dan mendorong masyarakat/konsumen untuk secara mandiri mampu memastikan bahwa pangan yang akan dikonsumsi aman, bermutu, dan bergizi. Sedangkan dalam rangka peningkatan mutu dan keamanan produk pangan industri rumah tangga (IRT), BPOM telah bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melatih tenaga Penyuluh Keamanan Pangan dan tenaga Inspektur Pangan (District Food Inspector/DFI) di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dengan target minimum 6000 DFI dan sekitar 1.200 DFI yang bertugas melakukan pengawasan IRT Pangan di seluruh Indonesia.

Peraturan pelaksana yang sudah diterbitkan untuk menjaga kualitas pangan, antara lain Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet, Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 37 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna, Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 38 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Antioksidan, Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014, Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan Bahan Berbahaya yang Disalahgunakan Dalam Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, serta Keputusan Bersama Menteri Pertanian,

- 12 -

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, Dan Menteri Negara Pangan Dan Hortikultura Nomor: 998.1/Kpts/OT.210/9/99, 790.a/Kpts-IX/1999, 1145A/MENKES/SKB/IX/1999, 015A/NmenegPHOR/09/1999, tentang Keamanan Hayati Dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik.

Sesuai dengan peraturan diatas, untuk menjaga keamanan pangan di masyarakat perlu dilakukan pengawasan mutu pangan pada proses produksi, perdagangan dan distribusi komoditas. Akan tetapi, pada kenyataannya peraturan yang sudah ada belum dapat ditegakkan secara maksimal. Sanksi yang dikenakan pada pelaku usaha yang melanggar standar keamanan pangan hanya berupa pidana ringan, sehingga tidak memberikan efek jera.

Perlu keseriusan untuk memaksimalkan penyelenggaraan keamanan pangan, dengan membentuk sistem keamanan pangan terpadu yang melibatkan tiga jejaring, yaitu Food Intelligence, jejaring yang menghimpun informasi kegiatan pengkajian risiko keamanan pangan dari lembaga terkait (data surveilan, inspeksi, riset keamanan pangan, dsb); Food Safety Control, jejaring kerja sama antarlembaga dalam kegiatan yang terkait dengan pengawasan keamanan pangan (standardisasi dan legislasi pangan, LQVSHNVL� GDQ� VHUWL¿NDVL� SDQJDQ�� SHQJXMLDQ�laboratorium, ekspor-impor, dan sebagainya); dan Food Safety Promotion, jejaring keamanan pangan, meliputi pengembangan bahan promosi (poster, brosur) dan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan keamanan pangan untuk industri pangan, pengawas keamanan pangan, dan konsumen. Pengelolaan Keamanan Pangan merupakan tanggung jawab 3 (tiga) pilar yaitu pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat selaku konsumen.

PenutupFaktor ekonomi, kurangnya

pengetahuan konsumen dan produsen yang berdampak pada belum maksimalnya penerapan peraturan perundang-undangan terkait keamanan pangan adalah beberapa IDNWRU� \DQJ� GLLGHQWL¿NDVL� PHPSHQJDUXKL�keamanan pangan di Indonesia. Akibatnya, peredaran makanan yang tidak aman dikonsumsi sampai saat ini masih banyak ditemukan.

Perlu komitmen dan penanganan serius

lintas-sektoral, terkait manajemen keamanan pangan yang komprehensif sehingga produk pangan bebas dari faktor yang tidak halal (faktor haram) dan faktor yang tidak sehat (cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia). DPR RI melalui Komisi IX bersama Komisi IV perlu lebih ketat mengawasi kinerja aparat pemerintah yang terkait dengan keamanan pangan.

Referensi“Marak, Es Batu Berbahan Kimia Beredar Di Jakarta

Es Batu Produksi Mereka Itu Positif Mengandung Bakteri Ecoli Dengan Kadar Mencapai 70 Persen”, http://pelitaonline.com/news/2015/03/29/marak-es-batu-berbahan-kimia-beredar-di-jakarta/, diakses tanggal 6 April 2015.

“Pabrik Saus Ini Beroperasi Sejak Tahun 1973. Hasil Produksinya, Kemudian Didistribusikan Ke Wilayah Sumut Dan Aceh”, http://www.metro24jam.co.id/?p=51687, diakses tanggal 6 April 2015.

“2 Pabrik Pengolahan Kikil Berbahaya Digerebek di Tasikmalaya”, http://www.tempo.co/read/n e w s / 2 0 1 5 / 0 3 / 2 5 / 0 5 8 6 5 2 7 2 2 / 2 - P a b r i k -Pengolahan-Kikil-Berbahaya-Digerebek-di-Tasikmalaya, diakses tanggal 6 April 2015.

“17 Persen dari 800 Sampel Makanan di Pasar Tradisional Mengandung Zat Berbahaya”, http://www.surakarta.go.id/konten/17-persen-dari-800-sampel-makanan-di-pasar-tradisional-mengandung-zat-berbahaya, diakses tanggal 6 April 2015.

Tobing Mona, Indeks keamanan pangan Indonesia terendah di Asean, http://industri.kontan.co.id/news/indeks-keamanan-pangan-indonesia-terendah-di-asean/ , diakses tanggal 13 April 2015.

Yordani Agus, Higiene Sanitasi Makanan Dan Minuman, http://www.bbtklppbjb.freeiz.com/2_5_Hygiene-Sanitasi-Makanan.html, diakses 8 April 2015.

”Prioritas Keamanan Pangan”, Koran Jakarta, Kamis, 09 April 2015.

Hariyadi Purwiyatno, Double Burner: Isu Terkini Terkait Keamanan Pangan, https://www.google.co.id/search?newwindow=1&q=Isu+Terkini+Terkait+Keamanan+Pangan..., diakses tanggal 13 April 2015.

Health education in food safety. Report of a WHO consultation, (unpublished document WHO/EHE/FOS/88.7; dapat diperoleh dari Food Safety, World Health Organization, 1211 Geneva 27,

Switzerland), http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/42428/4/9794487074_chapter2_ind.pdf?ua=1, diakses tanggal 13 April 2015.

- 13 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 08/II/P3DI/April/2015EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KEBIjAKAN INDONESIA ATAS UTANG LUAR NEGERI DARI LEMBAGA KEUANGAN GLOBAL

Nidya Waras Sayekti*)

Abstrak

Dalam pembukaan peringatan KTT Asia Afrika ke-60, Presiden Joko Widodo ingin mengubah pandangan negara-negara Asia-Afrika khususnya Indonesia pada ketergantungan pendanaan dari World Bank, International Monetary Fund (IMF), dan Asian Development Bank (ADB). Namun demikian, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kondisi utang luar negeri (ULN) Indonesia yang pada Februari 2015 tercatat sebesar 298,9 miliar dolar AS atau naik 9,4 persen (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Organisasi internasional yang menjadi kontributor terbesar adalah International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) – World Bank yaitu 12,2 miliar dolar AS. Jumlah tersebut terus meningkat dibandingkan jumlah utang yang berasal dari ADB dan IMF yang cenderung menurun. Oleh karena itu, pemerintah kiranya perlu mengkaji kembali kebijakan ULN dan mengurangi ketergantungan ULN dari ketiga lembaga tersebut dengan pendanaan secara bilateral dan mengandalkan sumber-sumber domestik yang dikelola secara mandiri. DPR perlu melakukan pengawasan terhadap realisasi pencairan ULN serta pengelolaannya, dan bersama pemerintah perlu membahas lebih lanjut kebijakan-kebijakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

PendahuluanDalam pidato pembukaan peringatan

Konferensi Asia-Afrika ke-60, 22 April 2015, Presiden Joko Widodo ingin mengubah pandangan negara-negara Asia-Afrika khususnya Indonesia pada ketergantungan terhadap Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), dan Asian Development Bank (ADB). Tatanan perekonomian global memang sejak lama terdistorsi oleh dominasi beberapa lembaga keuangan global hingga menimbulkan ketidakadilan ekonomi. Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru yang sedang bangkit, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di muka bumi, sebagai negara demokrasi terbesar

ketiga di dunia, siap memainkan peran global sebagai kekuatan positif bagi perdamaian dan kesejahteraan.

Pernyataan tersebut mendapat apresiasi dari Ecky Awal Mucharam, Anggota Komisi XI DPR RI. Menurutnya negara-negara Asia-Afrika memiliki kutub ekonomi sendiri, bukan hanya berpatron pada lembaga keuangan yang sudah ada selama ini seperti Bank Dunia, IMF, atau ADB. Namun diharapkan pemerintah konsisten dengan perkataannya dan mencerminkan hal tersebut dalam kebijakannya.

Hal senada juga disampaikan Ina Primiana, ekonom Universitas Padjajaran. Selama ini

*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected].

- 14 -

banyak negara dunia ketiga yang terlena oleh pinjaman lunak dari lembaga ekonomi dunia yang didominasi negara maju sehingga kebijakan yang dianut negara tersebut rentan untuk diintervensi. Dalam konteks ini, Indonesia sebenarnya dapat mencontoh Malaysia dan Tiongkok yang sudah bisa berdikari. Apalagi sumber daya yang dimiliki Indonesia, baik alam dan manusia, jauh lebih baik. Hanya pengelolaan dan pemanfaatan sumber dayanya kurang optimal selama ini.

Di sisi lain, Agustinus Mangasa Sipahutar, ekonom Management and Economics Development Studies, menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut perekonomian terbuka dan ternyata Indonesia masih menjadi ”negara kecil”. Tiongkok dan Korea Selatan membuka diri untuk menjadi negara maju dan mereka tidak terlepas dari ketiga lembaga keuangan tersebut.

Utang Luar Negeri (ULN)Konsep dan terminologi ULN menurut

IMF’s External Debt Statistics: Guide for compilers and Users (2003) dan peraturan SHUXQGDQJDQ�� GLGH¿QLVLNDQ� VHEDJDL� XWDQJ�penduduk (resident) yang berdomisili di suatu wilayah teritori ekonomi kepada bukan penduduk (non-resident). ULN Indonesia terdiri atas ULN pemerintah, bank sentral dan swasta.

ULN pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, leasing dan Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan di luar negeri dan dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk. ULN bank sentral adalah utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia (BI), yang diperuntukkan dalam rangka mendukung neraca pembayaran dan cadangan devisa. ULN swasta adalah utang luar negeri penduduk kepada bukan penduduk dalam valuta asing dan atau rupiah berdasarkan perjanjian utang (loan agreement) atau perjanjian lainnya, kas dan simpanan milik bukan penduduk, dan kewajiban lainnya kepada bukan penduduk.

Berdasarkan Data BI (Tabel 1), ULN Indonesia pada Februari 2015 tercatat sebesar

298,9 miliar dolar AS atau naik 9,4 persen (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. ULN tersebut terdiri dari ULN sektor publik sebesar 134,8 miliar dolar AS (45,1 persen dari total ULN) dan ULN sektor swasta sebesar 164,1 miliar dolar AS (54,9 persen dari total ULN).

Sedangkan apabila dilihat dari sisi kreditor (Tabel 2), ULN Indonesia per Februari 2015 yang berasal dari negara peminjam berjumlah 176,8 miliar dolar AS (59,2 persen dari total ULN), organisasi internasional berjumlah 26,2 miliar dolar AS (8,8 persen dari total ULN) dan kreditor lainnya (pihak bukan penduduk yang memiliki surat berharga domestik) sebesar 95,9 miliar dolar AS (32 persen dari total ULN).

Negara kreditor terbesar Indonesia adalah Singapura sebesar 59,9 miliar dolar AS atau 33 persen dari total ULN bilateral. Sedangkan organisasi internasional yang menjadi kontributor terbesar utang Indonesia adalah International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) – World Bank yaitu 12,2 miliar dolar AS atau 46,6 persen dari total ULN organisasi internasional. Jumlah utang dari bank dunia tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun dibandingkan jumlah utang yang berasal dari ADB dan IMF yang cenderung menurun.

Kebijakan ULN Indonesia BI memandang perkembangan ULN masih

cukup sehat meskipun kondisi ini perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian. BI akan tetap memantau perkembangan ULN ke depan, khususnya sektor swasta. Hal

Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015

Dec Dec Dec Dec Feb

Pemerintah dan Bank Sentral

118,642 126,119 123,548 129,736 134,755

1.1 Pemerintah 112,427 116,187 114,294 123,806 129,275

1.2 Bank Sentral 6,215 9,932 9,255 5,930 5,481

Swasta 106,732 126,245 142,466 163,248 164,133

2.1 Bank 18,466 23,018 24,431 31,689 31,147

2.2 Bukan Bank 88,266 103,228 118,035 131,558 132,985

TOTAL (1+2) 225,375 252,364 266,015 292,983 298,888

Tabel 1. Posisi ULN Menurut Kelompok Peminjam (Juta Dolar AS)

Sumber: Bank Indonesia, April 2015.

Tabel 2. Posisi ULN Menurut Kreditor (Juta Dolar AS)

Keterangan2011 2012 2013 2014 2015

Dec Dec Dec Dec Feb

Negara Pemberi Pinjaman

140,477 153,555 163,028 176,482 176,834

Organisasi Internasional

27,033 27,413 27,126 26,434 26,191

Lainnya 57,865 71,396 75,861 90,068 95,863

TOTAL (1+2+3) 225,375 252,364 266,015

292,983 298,888

Sumber: Bank Indonesia, April 2015.

- 15 -

tersebut dimaksudkan agar ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi.

Yenny Sucipto, Sekjen Sekretaris Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), menilai pernyataan Jokowi dalam pembukaan KAA tidak sesuai dengan implementasi yang dilakukan pemerintah Indonesia tahun 2015 ini. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2015 telah ada penarikan utang sebesar Rp42,9 triliun dari target pembiayaan ULN sekitar Rp279 triliun, dengan beban pembayaran utang mencapai Rp155,7 triliun. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah tidak lagi melakukan penarikan utang ke lembaga pembiayaan internasional di tahun depan.

Kebijakan ULN telah menjadi warisan sejarah kebijakan ekonomi Indonesia yang terbukti menjadi titik kelemahan paling krusial selama ini. Beban langsung dari ULN sudah merupakan suatu hal yang jelas. Selama jangka waktu tertentu, beban utang langsung dapat diukur dengan suatu jumlah pembayaran tertentu dalam bentuk uang, baik dalam hal pembayaran bunga maupun cicilan utang terhadap pihak kreditor. Sedangkan beban riil langsung yang diderita negara peminjam berupa kerugian dalam bentuk kesejahteraan ekonomi yang hilang karena adanya pembayaran dalam bentuk uang tadi. Lebih jelasnya, hilangnya kesejahteraan ekonomi ini dapat diukur dengan besarnya guna (utility) yang hilang dari negara tersebut sebagai akibat berbagai pembayaran.

Utang yang diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen untuk menjawab ketertinggalan pembangunan ekonomi di tingkat domestik. Disisi lain utang dapat memberikan problem yang berkepanjangan karena implikasi dari ketentuan dan aturan yang patut dipatuhi di tingkat struktural sebagai konsekuansi logis dari utang yang diluncurkan. Bahkan indikasi Indonesia sudah masuk dalam debt trap, yakni keterjebakan dalam utang yang melahirkan banyak konsekuensi secara ekonomi maupun politik hingga mewujudkan cultural gap. Ketergantungan Indonesia terhadap ULN membuka jalan kepentingan kekuatan pendukung neoliberalisme internasional untuk masuk secara masif di Indonesia.

Ketergantungan terhadap ketiga lembaga donor Bank Dunia, IMF, dan ADB telah memberikan dampak yang berkepanjangan bagi bangsa Indonesia. Lemahnya posisi tawar dengan lembaga tersebut harus diperbaiki dan menguntungkan bagi tiap pihak. Pemerintah bisa menaikkan posisi tawar dengan lembaga-lembaga peminjam keuangan dan memilih kredit yang biaya bunganya paling murah serta tingkat intervensi kebijakan politik dan ekonominya

paling minimal.Sebagai contoh Bank Dunia yang memiliki

kebijakan mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara atau Structural Adjustment Program (SAP). Tugas Bank Dunia di Indonesia, diantaranya yaitu: (1) memimpin Forum Consultative Group meeting on Indonesia (CGI) untuk “membantu” pembangunan di Indonesia dengan cara memberikan pinjaman uang serta bantuan teknik untuk menciptakan aturan-aturan pasar dan aktivitas ekonomi liberal; (2) menyediakan hutang dalam jumlah besar dengan mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan privatisasi dan kebijakan yang memihak pada perusahaan-perusahaan besar.

Dana hutang yang diberikan kepada Indonesia tersebut justru menjadi alat bagi Bank Dunia untuk memasarkan barang dan jasa dari negara-negara pemegang saham utama (Amerika, Inggris, dan Jepang) kepada Indonesia. Selain itu, adanya syarat pencairan hutang bagi pemerintah Indonesia dalam bentuk perubahan kebijakan, seperti: swastanisasi/privatisasi BUMN dan lembaga-lembaga pendidikan; deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor; pengurangan subsidi kebutuhan pokok; kenaikan tarif telepon, pos, dan bahan bakar minyak.

Indonesia mengalami kerugian dalam bidang ekonomi dan politik dengan menerima pinjaman dari Bank Dunia. Bentuk kerugian ekonominya antara lain kehilangan hasil dari pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan transnational partner Bank Dunia, dan pendapatan yang diperoleh Indonesia akhirnya untuk pembayaran hutang dan dinikmati oleh negara donor. Sedangkan bentuk kerugian dalam bidang politik yaitu keterikatan pada hutang membuat pemerintah menjadi sangat bergantung kepada Bank Dunia dan memengaruhi keputusan-keputusan politik yang dibuat pemerintah. Pemerintah harus berkali-kali membuat reformasi hukum yang sesuai dengan kepentingan Bank Dunia.

Indonesia sebaiknya tidak terlena menerima tawaran pinjaman dari lembaga pembiayaan internasional atau negara-negara besar yang berada dibalik lembaga tersebut yang pada akhirnya membuat negeri ini terjebak pada pola JDOL� OXEDQJ� WXWXS� OXEDQJ� XQWXN� PHQXWXS� GH¿VLW�anggarannya. Opsi kerja sama pendanaan secara bilateral dapat menjadi solusi bagi Indonesia. Melalui pendanaan secara bilateral, Indonesia dapat berada pada posisi tawar yang sama. 'HQJDQ� VXPEHU� GD\D� DODP� GDQ� ERQXV� GHPRJUD¿�yang dimilikinya, Indonesia memiliki kekuatan negosiasi yang dapat ditawarkan kepada negara kreditor. Selain itu, manfaat lain dari pendanaan secara bilateral ini, dapat mengurangi intervensi asing terhadap kebijakan-kebijakan politik,

- 16 -

ekonomi dan sosial yang diambil oleh Pemerintah Indonesia.

PenutupPernyataan Presiden Joko Widodo dalam

peringatan KTT Asia Afrika untuk lepas dari ketergantungan Bank Dunia, IMF, dan ADB merupakan keinginan Indonesia untuk berdikari dalam mewujudkan kedaulatan ekonomi. Secara makro, kondisi jumlah tabungan nasional yang tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan investasi dan program-program pembangunan (saving gap investment), ULN telah menjadi keniscayaan dunia ekonomi modern pascaperang Dunia II.

Kebijakan ULN bagi Indonesia, telah dilakukan sejak tahun 1970. Pada dasarnya pembiayaan melalui ULN wajar dilakukan oleh negara yang sedang berkembang, yang perlu diperhatikan pemerintah adalah ULN hendaknya digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dan proyek yang produktif serta bermanfaat. Di samping itu, kebijakan ULN diupayakan tidak membuka intervensi asing yang akan memberatkan perekonomian nasional dan mengganggu kedaulatan bangsa.

Pemerintah kiranya perlu mengkaji kembali kebijakan penarikan ULN dan mengurangi ketergantungan ULN. Indonesia masih menghadapi dan harus mengatasi berbagai tantangan yang memerlukan dukungan pendanaan dengan mengandalkan sumber-sumber domestik dan dikelola secara mandiri. DPR juga perlu melakukan pengawasan terhadap realisasi pencairan ULN serta pengelolaannya, dan bersama pemerintah perlu membahas lebih lanjut terkait kebijakan ULN.

Referensi“RI Serukan Bentuk Kekuatan Baru”, Media

Indonesia, 23 April 2015.“Memaknai Pencampakan Bank Dunia, IMF,

ADB di pidato Jokowi”, http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/617594-memaknai-pencampakan-bank-dunia--imf--adb-di-pidato-jokowi, diakses 23 April 2015.

”Berjuang Menghindari Jebakan Hutang Melalui Pengelolaan APBN Yang sarat Beban”, http://download.portalgaruda.org/article.php?article=121115&val=1307&title=BERJUANG%20MENGHINDARI%20JEBAKAN%20HUTANG%20MELALUI%20PENGELOLAAN%20APBN%20YANG%20SARAT%20BEBAN, diakses 23 April 2015.

”Statistik Utang Luar Negeri Indonesia”, http://www.bi.go.id/en/iru/economic-data/external-debt/Documents/SULNI%20APRIL%202015.pdf, diakses 23 April 2015.

”Jokowi Tak Konsisten Perihal Utang Luar Negeri”, http://sp.beritasatu.com/nasional/jokowi-tak-konsisten-perihal-utang-luar-negeri/85163, diakses 24 April 2015.

“Tak Mau Berutang ke IMF dan Bank Dunia, Masih Ada Sumber Lain?”, h t t p : / / w w w . t e m p o . c o / r e a d /news/2015/04/23/087660182/Tak-Mau-Berutang-ke-IMF-dan-Bank-Dunia-Masih-Ada-Sumber-Lain, diakses 24 April 2015.

“Peran Bank Dunia dalam Kemunduran Perekonomian Indonesia”, https://dinasulaeman.wordpress.com/2009/12/30/peran-bank-dunia-dalam-kemunduran-perekonomian-indonesia/, diakses 29 April 2015.

Ponny Anggoro, Why Does World Bank Control Indonesia, dimuat di jurnal Global Justice Update, Volume VI, 1st Edition, May 2008, http://www.globaljust.org/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=133.

- 17 -

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

Vol. VII, No. 08/II/P3DI/April/2015PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KEWENANGAN KPU DALAM PENYUSUNAN PKPU PILKADA SERENTAK

Dewi Sendhikasari D.*)

Abstrak

Pilkada serentak yang direncanakan dimulai pada Desember 2015 diharapkan sebagai awal mula reformasi demokrasi di Indonesia. KPU ditunjuk sebagai lembaga penyelenggara pilkada serentak diharapkan dapat membentuk PKPU yang sesuai dengan kewenangannya sebagai pedoman pelaksanaan tahapan-tahapan pilkada nantinya. Sebagai kewenangan atributif dari KPU, maka PKPU yang dihasilkan harus mencerminkan semangat UU No. 1 dan No. 8 Tahun 2015 yaitu semangat H¿VLHQVL�GDQ�HIHNWLYLWDV�GDODP�SHQ\HOHQJJDUDDQQ\D��+DUDSDQQ\D�DNDQ�WHUVHOHQJJDUD�Pilkada secara demokratis dan beradab.

PendahuluanData Kementerian Dalam Negeri

mencatat daerah otonom di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota mencapai 541 daerah. Jumlah kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2015 sebanyak 204 daerah, kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2016 sebanyak 100 daerah. Kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2017 sebanyak 67 daerah, pada 2018 sebanyak 118 daerah, dan pada 2019 sebanyak 52 daerah. Adapun kesepakatan terbaru yang tertuang dalam UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang Undang yang menyangkut jadwal penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung dan serentak

dibagi menjadi tujuh gelombang. Pilkada serentak gelombang pertama akan dilakukan pada Desember 2015 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2015 serta pada semester pertama 2016. Pilkada serentak ini akan diikuti oleh 269 daerah, terdiri dari 201 daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada Juni-Desember 2015 dan 68 daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada Januari-Juni 2016. Tahapan pelaksanaan pilkada tersebut dimulai pada akhir April 2015.

Lalu pilkada serentak gelombang kedua akan dilaksanakan pada Februari 2017 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada semester kedua 2016 dan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2017. Pilkada serentak gelombang ketiga akan dilaksanakan pada Juni 2018 untuk kepala

*) Peneliti Muda Kebijakan dan Administrasi Publik pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected]

- 18 -

daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2018 dan 2019. Pilkada serentak gelombang keempat akan dilaksanakan pada 2020 untuk kepala daerah hasil pemilihan Desember 2015. Pilkada serentak gelombang kelima akan dilaksanakan pada 2022 untuk kepala daerah hasil pemilihan pada Februari 2017. Pilkada serentak gelombang keenam akan dilaksanakan pada 2023 untuk kepala daerah hasil pemilihan 2018. Kemudian, dilakukan pilkada serentak secara nasional pada 2027. Jadi mulai 2027, pilkada dilakukan secara serentak di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia, untuk seterusnya dilakukan kembali tiap lima tahun sekali.

Sehubungan dengan adanya tujuh gelombang pilkada serentak itu, menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy, pada provinsi, kabupaten, atau kota yang kepala daerahnya habis masa jabatannya maka sambil menunggu kepala daerah baru hasil pilkada serentak itu maka akan diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat walikota. Untuk penjabat gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya atau eselon satu, sedangkan untuk mengisi kekosongan jabatan bupati dan walikota akan diangkat penjabat bupati dan walikota dari jabatan pimpinan tinggi pratama atau eselon dua.

Namun demikian, persiapan penyelenggaraan pilkada serentak tersebut masih menimbulkan polemik terutama terkait kesiapan anggaran dan peraturan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan memaksakan untuk melaksanakan tahap pilkada di daerah yang belum menyiapkan anggaran. Beberapa daerah mungkin menunda pelaksanaan pilkada sampai anggaran siap. Hingga saat ini, sebagian besar daerah memang sudah berkomitmen untuk menyediakan anggaran. Namun, sebagian lagi hingga saat ini belum menyatakan sanggup mendanai hajatan publik itu. Menurut Komisioner KPU Ida Budhiati, jika memang tidak tersedia dana di suatu daerah dan KPU sulit melaksanakan pemungutan suara tahun 2015, maka daerah tersebut akan diikutkan pada pilkada gelombang berikutnya. Penundaan hingga gelombang berikutnya itu merupakan opsi terburuk. Adapun opsi lainnya yaitu penundaan tahap beberapa hari dengan catatan ada komitmen pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran, meskipun terlambat. Karena bagaimanapun, tahapan pilkada membawa konsekuensi anggaran. Selain itu KPU sebagai penyelenggara pilkada dituntut untuk segera menyelesaikan

Peraturan KPU (PKPU) yang sesuai ketentuan dalam undang-undang sebagai pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan pilkada tersebut.

Kewenangan KPUPutusan Mahkamah Konstitusi No. 97/

PUU-XI/2013 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Putusan ini mengindikasikan bahwa pemilihan kepala daerah bukan merupakan rezim pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, maka KPU yang diatur di dalam Pasal 22E tidak berwenang menyelenggarakan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Namun demikian, untuk mengatasi masalah konstitusionalitas penyelenggara tersebut dan dengan mengingat tidak mungkin menugaskan lembaga penyelenggara yang lain dalam waktu dekat ini, maka di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, ditegaskan bahwa KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) beserta jajarannya, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) masing-masing diberi tugas menyelenggarakan, mengawasi, dan menegakkan kode etik sebagai satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara berpasangan.

KPU sebagai lembaga yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pilkada sesuai dengan tugas dan wewenangnya yang tercantum dalam UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Adapun tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota meliputi: a. menyusun dan menetapkan pedoman

teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;

b. mengoordinasikan dan memantau tahapan pemilihan;

c. melakukan evaluasi tahunan penyelenggaraan pemilihan;

d. menerima laporan hasil pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;

e. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara

- 19 -

anggota KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

f. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan, maka KPU menyusun peraturan KPU (PKPU) sebagai peraturan pelaksana dan teknis dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang berpedoman kepada UU tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Dalam hal penyusunan PKPU, maka KPU berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. PKPU yang dipersiapkan berjumlah 10 (sepuluh) Rancangan PKPU (RPKPU) yang dikonsultasikan kepada Pemerintah dan Komisi II DPR RI. 3 (tiga) diantaranya dapat diselesaikan pada pertengahan April 2015 lalu yaitu PKPU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; PKPU Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi/Komisi Independen Pemilihan Aceh dan Komisi Pemilihan Umum/ Komisi Independen Pemilihan Kabupaten/Kota, Pembentukan dan Tata Kerja Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; dan PKPU Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Sedangkan RPKPU lainnya hasil konsultasi dengan Pemerintah dan DPR RI antara lain:1. RKPU tentang Sosialisasi dan Partisipasi

Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;

2. RKPU tentang Norma, Standar, Prosedur serta Kebutuhan Pengadaan dan Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota;

3. RKPU tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota;

4. RKPU tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;

5. RKPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur, dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;

6. RKPU tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota;

7. RKPU tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.

Diharapkan RPKPU tersebut dapat diundangkan sesuai dengan rencana tahapan pilkada karena PKPU tersebut yang menjadi pedoman penyelenggaraan pilkada serentak Desember 2015 mendatang.

PKPU Pilkada SerentakDalam penyusunan PKPU terkait

Pilkada, KPU terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Setelah penyusunan RPKPU oleh KPU dalam rapat pleno, kemudian RPKPU tersebut dikonsultasikan dengan pembuat Undang-Undang untuk menyinkronkan beberapa pasal strategis UU Pilkada yang diturunkan dalam PKPU. Dalam UU Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) menyatakan bahwa DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat panitia khusus, rapat panitia kerja, rapat tim pengawas, atau rapat tim lain yang dibentuk oleh DPR demi kepentingan bangsa dan negara. Untuk selanjutnya setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR tesebut.

Selain itu, dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI 2014-2019 Pasal 61 menjelaskan bahwa Komisi dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat

- 20 -

pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat panitia khusus, rapat panitia kerja, rapat tim pengawas atau rapat tim lain yang dibentuk oleh komisi demi kepentingan bangsa dan negara. Untuk selanjutnya setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi komisi tersebut.

KPU berkonsultasi dengan Pemerintah dan Komisi II DPR RI dalam penyusunan PKPU terkait Pilkada. Dalam konsultasi tersebut, Komisi II DPR RI memberikan rekomendasi dan menyepakati berbagai putusan yang ada dalam PKPU tersebut. KPU mempunyai tugas dan wewenang dalam menyusun PKPU tersebut. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan atributif KPU, yaitu kewenangan asli yang diberikan oleh UU kepada lembaga negara. Dalam hal ini kewenangan atributif KPU dalam menyusun PKPU berdasarkan amanat Pasal 8 ayat (3) UU Nomor 15 Tahun 2011 juncto UU Nomor 8 Tahun 2015.

PenutupPilkada serentak yang direncanakan

akan dimulai pada Desember 2015 nanti diharapkan sebagai awal mula reformasi demokrasi di Indonesia. Pelaksanaan pilkada serentak diharapkan dapat menekan biaya pemilu dan membuat pesta demokrasi OHELK� HIHNWLI� GDQ� H¿VLHQ�� 'HQJDQ� EDQ\DNQ\D�jumlah daerah yang akan menyelenggarakan pilkada serentak, maka besar pula beban dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara pilkada tersebut. Oleh karena itu KPU diharapkan dapat segera menyelesaikan berbagai hal terkait pilkada serentak terutama peraturan yang akan menjadi pedoman teknis pelaksanaan pilkada tersebut.

Sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945 Pasal 22E ayat (5) yang berbunyi “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Hal ini menunjukkan bahwa KPU bersifat nasional yang berarti mencakup seluruh wilayah Indonesia yang meliputi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. KPU bersifat tetap berarti KPU yang permanen dari pusat sampai daerah menjalankan tugasnya secara berkesinambungan. Kemudian KPU bersifat mandiri yang berarti KPU bebas dari pengaruh dan intervensi pihak luar terutama pemerintah. Oleh karena itu, KPU diharapkan dapat menjalankan tugas dan

wewenangnya tanpa adanya intervensi dari pihak manapun terutama dalam penyusunan PKPU. KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu memiliki kewenangan atributif dalam menyusun PKPU untuk menyelenggarakan pilkada serentak. Diharapkan PKPU yang telah dirancang dan dikonsultasikan dengan DPR dan Pemerintah dapat segera diundangkan untuk kelancaran tahapan pilkada serentak nantinya. DPR dan Pemerintah juga diharapkan dapat terus mendukung KPU dalam menjalankan tugas dan wewenangnya demi penyelenggaraan pemilu yang demokratis.

ReferensiBudi Setiawanto, "Tujuh Gelombang Pilkada

Serentak 2015 hingga 2027", http://www.antaranews.com/ber i ta/480618/tujuh-gelombang-pilkada-serentak-2015-hingga-2027, diakses tanggal 27 April 2015

Hasil Pembahasan dan Rekomendasi Rancangan PKPU dalam Panja Pilkada Komisi II DPR RI tanggal 24 April 2015

"Ini 68 Daerah yang juga ikut Pilkada Serenta 2015", http://www.jpnn.com/read/2015/02/23/288917/Ini-68-Daerah-yang-Juga-Ikut-Pilkada-Serentak-2015, diakses tanggal 27 April 2015

Kesepakatan Panja Pilkada Komisi II DPR RI sebagai Rekomendasi Terhadap Rancangan PKPU tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota mengenai Kepengurusan Partai Politik yang berhak mengajukan Pasangan Calon.

"KPU Buka Peluang Pilkada Tidak Serentak", http://www.jpnn.com/re ad/2015 /04/15 /298095 /K PU -Buka-Peluang-Pilkada-Tidak-Serentak, diakses tanggal 27 April 2015

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.