20
H U K U M - 1 - Vol.V, No. 18/II/P3DI/September/2013 Info Singkat © 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI www.dpr.go.id ISSN 2088-2351 URGENSI REFORMASI PERADILAN MILITER Inosentius Samsul *) Abstrak Peradilan Militer semakin menjadi sorotan publik akhir-akhir ini, karena dinilai belum disesuaikan dengan semangat reformasi nasional dan reformasi TNI itu sendiri. Beberapa isu penting yang terkait adalah mengenai penerapan prinsip perlakuan sama di depan hukum dan pemerintahan, serta potensial terjadinya praktek pelanggaran Hak Asasi Manusia. Tulisan ini mengemukakan pentingnya perubahan terhadap UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer untuk disesuaikan dengan semangat reformasi dan amanat UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, terutama mengenai kewenangan Peradilan Militer untuk mengadili Anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum diubah menjadi kewenangan peradilan umum. A. Pendahuluan Aspirasi publik yang akhir-akhir ini semakin kuat menghendaki terjadinya proses reformasi peradilan militer sebagai langkah untuk memutus satu mata rantai impunitas, perlu mendapat perhatian DPR-RI sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang- undang. Kasus penyerangan oleh anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) terhadap tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Cebongan, Sleman dapat menjadi momentum untuk merevisi UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Bahkan Ketua Komisi I DPR-RI, Mahfudz Siddiq berharap agar penegakan hukum terkait kasus Cebongan harus ditegakkan setelah Kopassus mengakui pelaku penyerangan Lapas Cebongan adalah anggota Kopassus. Penyelesaian kasus tersebut menimbulkan kontroversi dan menggugah rasa keadilan di masyarakat. Kritik Munir, seorang pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa peradilan militer sering kali jadi sarana impunitas oknum TNI yang melanggar HAM masih tetap relevan hingga saat ini. Karenanya, gagasan melakukan reformasi peradilan militer dengan melakukan revisi terhadap UU No. 31 Tahun 1997 adalah salah satu agenda penting yang sering diingatkan oleh Munir. Dengan demikian, perubahan UU No. 31 Tahun 1997 merupakan urgensi dalam agenda prioritas legislasi nasional bidang *) Peneliti bidang Hukum pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Urgensi Reformasi Peradilan Militer (Inosentius Samsul)Isu Penggunaan Senjata Kimia dalam Konflik Suriah (Adirini Pujayanti)Letusan Gunung Sinabung dan Penanganan Bencana di Indonesia (Hartini Retnaningsih)Dampak Hadirnya Mobil Murah di Indonesia (Eka Budiyanti)Partisipasi Pemilih Menjelang Pemilu 2014 (Dewi Sendhikasari D.)

Citation preview

Page 1: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

H U K U M

- 1 -

Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

URGENSI REFORMASI PERADILAN MILITER

Inosentius Samsul*)

Abstrak

Peradilan Militer semakin menjadi sorotan publik akhir-akhir ini, karena dinilai belum disesuaikan dengan semangat reformasi nasional dan reformasi TNI itu sendiri. Beberapa isu penting yang terkait adalah mengenai penerapan prinsip perlakuan sama di depan hukum dan pemerintahan, serta potensial terjadinya praktek pelanggaran Hak Asasi Manusia. Tulisan ini mengemukakan pentingnya perubahan terhadap UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer untuk disesuaikan dengan semangat reformasi dan amanat UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, terutama mengenai kewenangan Peradilan Militer untuk mengadili Anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum diubah menjadi kewenangan peradilan umum.

A. Pendahuluan

Aspirasi publik yang akhir-akhir ini semakin kuat menghendaki terjadinya proses reformasi peradilan militer sebagai langkah untuk memutus satu mata rantai impunitas, perlu mendapat perhatian DPR-RI sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Kasus penyerangan oleh anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) terhadap tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Cebongan, Sleman dapat menjadi momentum untuk merevisi UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Bahkan Ketua Komisi I DPR-RI, Mahfudz Siddiq berharap agar penegakan hukum terkait kasus Cebongan

harus ditegakkan setelah Kopassus mengakui pelaku penyerangan Lapas Cebongan adalah anggota Kopassus. Penyelesaian kasus tersebut menimbulkan kontroversi dan menggugah rasa keadilan di masyarakat. Kritik Munir, seorang pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa peradilan militer sering kali jadi sarana impunitas oknum TNI yang melanggar HAM masih tetap relevan hingga saat ini. Karenanya, gagasan melakukan reformasi peradilan militer dengan melakukan revisi terhadap UU No. 31 Tahun 1997 adalah salah satu agenda penting yang sering diingatkan oleh Munir.

Dengan demikian, perubahan UU No. 31 Tahun 1997 merupakan urgensi dalam agenda prioritas legislasi nasional bidang

*) Peneliti bidang Hukum pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Page 2: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 2 -

pertahanan dan keamanan di DPR-RI. Permasalahan utama dalam UU No. 31 Tahun 1997 adalah peradilan militer yang masih memiliki kewenangan mengadili tindak pidana umum yang dilakukan oleh anggota prajurit Tentara Republik Indonesia (TNI). Oleh karena itu, polisi militer memiliki kewenangan-kewenangan serta fungsi atasan yang berhak menghukum (Ankum) dan perwira penyerah perkara (Papera) dalam tahap penyelidikan dan penyidikan yang seharusnya dilakukan oleh Kepolisian Negara RI (Polri). Selain itu oditur militer, memiliki kewenangan penuntutan yang seharusnya merupakan kewenangan kejaksaan dalam perkara pidana. Sesungguhnya, agenda reformasi peradilan militer sudah menjadi mandat dari UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 65.

B. Implementasi UU Peradilan Militer

Salah satu landasan hukum utama peradilan militer di Indonesia adalah UU No. 31 Tahun 1997 dan UU No. 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata yang secara organisatoris administrasi dan finansial berada di bawah Panglima. Kewenangan Pembina dalam hal ini Ankum dan Papera tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara dan dalam penyelesaian perkara pidana wewenangnya hanya sampai pada tahap penyerahan perkara.

Berbagai permasalahan dalam UU No. 31 Tahun 1997 yaitu, pertama, aturan hukum tersebut merupakan produk perundang-undangan yang dibangun oleh rezim Orde Baru (ORBA) dalam dominasi militer. Kedua, lemahnya praktek peradilan yang adil (fair trial) dan independensi peradilan. Kelemahan yang sangat mendasar ini menjadi penghalang untuk memenuhi kepuasan korban pelanggaran HAM atas rasa keadilan. Jika merujuk pada undang-undang tersebut, sampai saat ini segala

tindak kejahatan yang dilakukan oleh anggota TNI (baik tindakan pidana militer ataupun pidana umum) akan diadili melalui pengadilan militer. Pengecualian diterapkan kepada para anggota militer yang terlibat dalam tindak pelanggaran HAM berat, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM atau tindak pidana korupsi seperti yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan undang-undang revisinya. Ketiga, UU No. 31 Tahun 1997 dalam implementasinya masih terbentur dengan kuatnya status quo logika militer di tengah arus utama demokrasi yang mengutamakan supremasi hukum dan penghormatan terhadap HAM.

C. Komitmen terhadap Reformasi dan Perlindungan Hak Sipil dan Politik

Urgensi reformasi terhadap peradilan militer sangat relevan ditempatkan pada komitmen terhadap reformasi dan perlindungan hak sipil dan politik. Salah satu dokumen politik kenegaraan yang penting buah reformasi adalah TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan POLRI. DPR-RI sebagai salah suatu lembaga yang menjiwai semangat dan spirit reformasi tersebut, perlu secara konsisten melanjutkan amanat TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan POLRI. Keputusan politik tersebut, telah membagi peran TNI dan POLRI dan telah meletakan dasar penundukan prajurit TNI dalam peradilan militer umum apabila melakukan tindak pidana umum. Walaupun keputusan ini telah ditindaklanjuti dalam Pasal 65 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004, namun belum cukup apabila perubahan tersebut tidak menyentuh langsung pada undang-undang yang khusus mengatur Peradilan Militer, yaitu UU No. 31 Tahun 1997.

Di samping itu, Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik atau Kovenan Sipol, (International Covenant on Civil and Political

Page 3: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 3 -

Rights (ICCPR) atau Instrumen HAM pokok internasional lainnya, Kovenan Sipol ini tidak mengatur secara khusus sistem peradilan militer. Dalam kerangka reformasi peradilan militer kedepan, pasal-pasal dalam UU No. 31 Tahun 1997 harus dapat mengadopsi Pasal 14 Kovenan Sipol yang menganut prinsip persamaan di muka hukum (equality before the law) dalam administrasi peradilan (administration of justice) tentang prinsip-prinsip utama suatu peradilan, khususnya soal independensi institusi peradilan dan jaminan fair trial bagi mereka yang menjadi tersangka, terdakwa, atau terpidana.

Pasal 14 Kovenan Sipol ini dapat menggugat keberadaan praktek peradilan militer yang menyangkut asas non-diskriminasi. Penafsiran pasal ini secara implisit tidak membenarkan suatu peradilan khusus bagi kelompok khusus berdasarkan suatu perbedaan; ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran, atau status lainnya. Selanjutnya, penafsiran Pasal 26 Kovenan Sipol tentang prinsip persamaan perlindungan oleh hukum (equal protection of law) mempunyai makna bahwa semua orang harus diperlakukan sama dalam suatu produk hukum dan legislasi. Sementara itu, perlakuan sama bukan berarti bentuk perlakuannya harus identik. Makna dari prinsip ini adalah suatu perlakuan yang sama harus diterapkan kepada suatu fakta yang polanya sama dan perlakuan yang berbeda harus diterapkan pada suatu fakta yang polanya berbeda.

Reformasi peradilan militer juga harus memperkuat secara kelembagaan jaminan indepedensi dan imparsialitas sistem peradilan militer dengan memperkuat hak dari tersangka dan hak-hak korban dan dapat diajukan banding terhadap putusan ke peradilan sipil yang lebih tinggi, misalnya ke Mahkamah Agung (MA).

Tuntutan DPR-RI untuk melakukan penyempurnaan terhadap sistem peradilan militer telah dilakukan dengan mengajukan RUU perubahan atas UU No. 31 Tahun 1997 oleh DPR-RI periode 2004–2009. Namun, terjadi perdebatan yang berkepanjangan antara

DPR-RI dan Pemerintah mengenai substansi kewenangan peradilan militer sampai akhir masa periode DPR-RI 2004–2009. Kini perubahan tersebut mendapat dukungan yang kuat dari DPR-RI, tidak saja dari Anggota Komisi I, tetapi juga dari Komisi III. Anggota Komisi III DPR-RI Deding Ishak misalnya prihatin terhadap terjadinya kasus Cebongan dan penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer dalam kasus tersebut. Pendirian Deding Ishak didasarkan pada pertimbangan aspek sosiologis dan yuridis merevisi UU No. 31 Tahun 1997.

Dari aspek sosiologis, maraknya tindak pidana yang dilakukan anggota militer menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat, jika penanganannya masih dilakukan oleh pengadilan militer dan bukan pengadilan umum. Sedangkan dari aspek yuridis, perundangan peradilan militer dinilai sudah tidak sesuai dengan konteks kekinian, serta semangat reformasi dan demokrasi negara ini. Namun, perbedaan yang tajam dalam pembahasan perubahan UU No. 31 Tahun 1997 pada DPR-RI periode 2004–2009 serta sikap Pemerintah yang belum menghendaki revisi terhadap kewenangan peradilan militer, mengakibatkan RUU perubahan atas UU No. 31 Tahun 1997 tersebut tidak diagendakan oleh DPR-RI dan Pemerintah pada saat ini.

D. Penutup

Perbedaan pandangan politik hukum kewenangan atas tindak pidana umum yang dilakukan oleh anggota militer merupakan suatu bentuk perbedaan antara pandangan yang konsisten dan yang tidak konsisten untuk melanjutkan reformasi nasional yang dimulai dari tahun 1998. Substansi dari agenda perubahan atau reformasi peradilan militer adalah memastikan bahwa semua orang sama di hadapan hukum dan prinsip-prinsip HAM serta tidak ada perlakuan khusus terhadap anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum atas warga negara lain dalam bentuk kompetensi peradilan militer.

Page 4: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 4 -

Revisi terhadap UU No. 31 Tahun 1997 merupakan sesuatu yang urgen untuk menjamin proses peradilan yang adil dengan mengubah ketentuan Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1997 yang mendasarkan kewenangan peradilan militer pada tempat terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit menjadi kewenangan atas tindak pidana militer dalam arti, bukan mengadili tindak pidana umum yang dilakukan oleh prajurit TNI. Ketentuan ini dimaksudkan supaya selaras dengan prinsip persamaan di depan hukum serta Kovenan Sipol yang berlaku secara universal.

Rujukan:1. Undang-Undang No. 31 Tahun 1997

tentang Peradilan Militer.2. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000

tentang Pengadilan HAM.3. Undang-Undang No. 34 Tahun 2004

tentang Tentara Nasional Indonesia.4. Undang-Undang No. 12 Tahun 2005

tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik).

5. Kontras (2009). Lembar Fakta, Revisi Sistem Peradilan Militer di Indonesia, Menerobos Jalan Buntu. Jakarta: Kontras.

6. Sebastian C. Leonard, dan Lisgindarsah, Assessing 12-year Military Reform in Indonesia: Major Strategic Gaps for the Next

Stage of Reform, the RSIS Working Paper Series No. 227 S. Rajaratnam School of International Studies, Singapore 6 April 2011.

7. “Siaran Pers Imparsial No. 003/siaran pers/imparsial/II/2010,” http://www.imparsial.org/2010, diakses 18 September 2013.

8. “Persidangan Cebongan, Momentum Reformasi Peradilan Militer,” http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52259e0cd1f50, diakses 18 September 2013.

9. “Vonis Cebongan Harus Bisa Penuhi Rasa Keadilan Masyarakat,” http://nasional.kompas.com/read/2013/09/05/1314085, diakses 18 September 2013.

10. “Penegakan Hukum Kasus Lapas Cebongan, Pintu Masuk Revisi UU Peradilan Militer,” http://www.lensaindonesia.com/2013/04/05, diakses 18 September 2013.

11. “Ini Buktinya SMS Kasus Cebongan Terencana,” http://www.tempo.co/read/news/2013/06/19/063489637, diakses 18 September 2013.

12. “Kontras Kritik Konstruksi Hukum Putusan Kasus Cebongan,” http://nasional.kompas.com/read/2013/09/06/0752303, diakses 18 September 2013.

13. “UU Peradilan Militer tak Sesuai Semangat Reformasi,” http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/09/09/1/180267, diakses 20 September 2013.

Page 5: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

H U B U N G A N I N T E R N A S I O N A L

- 5 -

Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

ISU PENGGUNAAN SENJATA KIMIA DALAM

KONFLIK SURIAH Adirini Pujayanti*)

Abstrak

Tim inspeksi PBB menemukan bukti penggunaan senjata kimia gas sarin dalam serangan di Ghouta, Damaskus, 21 Agustus 2013, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang. Pihak Barat dan negara-negara Arab yang didukung kelompok HAM independen menyatakan senjata tersebut milik Pemerintah Assad. Namun Pemerintahan Assad yang didukung Rusia, menuduh serangan tersebut dilakukan oleh pihak oposisi. Laporan tim inspeksi PBB menjadi kunci untuk menekan Dewan Keamanan (DK) PBB mengambil langkah tegas, termasuk menyetujui serangan militer terhadap Suriah dan melengserkan rezim Presiden Bashar al-Assad. Indonesia tegas menyatakan sikapnya, solusi politik perlu dikedepankan untuk mengatasi krisis Suriah dan memastikan PBB jadi bagian dari solusi konflik Suriah.

A. PendahuluanTim investigasi PBB memastikan

penggunaan senjata kimia gas sarin skala besar dalam serangan senjata kimia di wilayah Ghouta, pinggiran kota Damaskus pada serangan 21 Agustus 2913 lalu. Penggunaan senjata kimia yang ditembakkan dari roket ke wilayah yang diduduki pihak oposisi menewaskan lebih dari 1.400 orang, yang 400 di antaranya anak-anak. PBB menyatakan, pembunuhan massal di Ghouta merupakan serangan senjata kimia terbesar saat ini. Investigasi PBB tersebut mengarah pada rezim Suriah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Secara terpisah, laporan tim Hak Asasi

Manusia (HAM) PBB menyatakan, telah terjadi 14 serangan senjata kimia di Suriah selama konflik yang berlangsung sejak Maret 2011. Pemerintahan Assad menolak tuduhan itu, dan menuduh kelompok oposisi yang melakukannya.

B. Perbedaan Kebijakan AS-RusiaPerbedaan sikap negara-negara Barat

dan Rusia dalam penyelesaian senjata kimia Suriah di DK PBB semakin meruncing. Barat menuduh rezim Assad yang harus bertanggung jawab, namun Rusia meyakini kelompok oposisi yang menggunakannya. Kubu Barat di DK PBB yaitu AS, Perancis

*) Peneliti bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Page 6: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 6 -

dan Inggris mengusulkan resolusi DK PBB dengan opsi serangan militer sesuai dengan Bab VII Piagam PBB. Sementara Rusia dan China tetap meminta dunia internasional berada di jalur diplomasi yang telah disetujui, tanpa ada kekerasan. Hal ini sesuai dengan Bab VI Piagam PBB yang mengedepankan perundingan. Pihak Rusia menyatakan hasil investigasi tersebut bias dan dipolitisasi karena tim inspeksi hanya mengambil sebagian bukti dan mengesampingkan tiga insiden sebelumnya. Ketegangan kedua pihak tersebut dipandang sebagai babak baru “Perang Dingin” antara AS dan Rusia.

Presiden Assad menegaskan akan bersikap kooperatif, namun AS harus lebih dahulu mencabut ancaman sanksi militer AS terhadap Suriah. Presiden Assad berjanji menyerahkan seluruh senjata kimia sesuai kesepakatan antara AS dan Rusia. Penyerahan senjata setidaknya membutuhkan waktu satu tahun. Upaya pengangkutan senjata tersebut juga membutuhkan dana sebesar US$1 miliar karena merupakan operasi yang rumit dan sangat teknis. Rusia dan AS telah sepakat senjata kimia Suriah harus dimusnahkan pertengahan 2014 di bawah pengawasan internasional. Kedua negara sepakat Suriah harus memberikan data akurat tempat penyimpanan dan pembuatan senjata kimia. Suriah juga harus mengizinkan dan tidak menghalang-halangi kerja tim inspeksi senjata kimia PBB yang akan ke Suriah pada November 2013. Pada pertengahan tahun 2014, pelucutan dan pemusnahan senjata kimia harus sudah dilakukan.

Rusia mengusulkan proses empat langkah dalam prosedur serah terima senjata kimia tersebut. Rencana itu mengharuskan Suriah bergabung dengan Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW), menunjukkan lokasi penyimpanan senjata kimia mereka, mengizinkan tim inspeksi OPCW mengaksesnya dan mengatur penghancuran senjata tersebut. OPCW akan mendialogkan rencana dan langkah-langkah teknis perlucutan senjata kimia Suriah di Den Haag, Belanda. Melalui inisiatif ini, untuk sementara Rusia memegang kendali penyelesaian isu Suriah di kancah internasional.

Sebagai langkah kooperatif, Suriah telah berusaha bergabung dengan OPCW. Sekjen

PBB secara resmi menerima permohonan Suriah ke dalam OPCW. Presiden Assad telah menandatangani dekrit yang menyatakan bahwa Suriah akan menyetujui hukum internasional tentang larangan senjata kimia. Hal ini berarti Suriah secara resmi menyetujui hukum internasional yang melarang penggunaan senjata kimia dan Pemerintah Suriah berkomitmen untuk mengemban kewajiban konvensi internasional mengenai pelarangan senjata kimia. Namun belum ada kejelasan apakah Suriah telah memenuhi seluruh persyaratan hukum tambahan atas perjanjian internasional tersebut.

AS terus menegaskan Suriah harus mengikuti setiap kesepakatan untuk membawa persediaan senjata kimianya di bawah kontrol internasional secara kredibel dan dilaksanakan tepat waktu. AS telah memperingatkan Suriah untuk tidak menggunakan strategi mengulur waktu. Meski mayoritas rakyat AS menolak serangan militer ke Suriah, Presiden Obama tetap menyiapkan opsi serangan militer jika rencana Rusia untuk mengamankan dan memusnahkan senjata kimia rezim Assad gagal. Saat ini pasukan AS dan sekutunya telah berada di sekitar wilayah yang berdekatan dengan Suriah. Kapal perang AS serta negara pendukungnya dapat bergerak dengan cepat. Pangkalan militer mereka pun dapat difungsikan secara efektif.

C. Gas Sarin Berdasarkan kerangka resolusi DK

PBB, Pemerintahan Assad harus menyerahkan daftar lengkap kepemilikan senjata kimia agar dapat diindentifikasikan sebelum dihancurkan seluruhnya pada pertengahan 2014. DK PBB meminta Suriah untuk menyerahkan seluruh daftar lengkap kepemilikan senjata kimia berikut fasilitasnya. DK PBB akan meninjau kepatuhan Suriah terhadap resolusi ini dan mengusulkan agar pihak yang dicurigai sebagai pelaku serangan kimia diproses ke pengadilan pidana internasional dengan tuduhan kejahatan perang.

AS menilai Suriah memiliki 1000 ton senjata kimia beserta material pembuatnya yang ditempatkan di 45 lokasi. Dugaan bahwa Suriah memiliki sarin dalam jumlah besar sangat memprihatinkan masyarakat

Page 7: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 7 -

internasional. Konvensi PBB tentang Senjata Kimia ditandatangani oleh 162 negara anggota, telah melarang pembuatan dan penimbunan senjata kimia, termasuk gas sarin. Ketentuan ini mulai berlaku pada 29 April 1997 dan menyerukan penghancuran semua stok senjata kimia tertentu pada April 2007.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, Sarin 26 kali lebih mematikan daripada gas sianida. Hanya satu tetes sarin seukuran jarum sudah mampu membunuh manusia. Gas sarin merupakan cairan tidak berbau yang pada mulanya digunakan sebagai bahan pestisida. Sarin sangat mudah menguap selanjutnya uap sarin dapat menembus kulit. Sarin dapat mematikan meski pada konsentrasi sangat rendah. Apabila terhirup atau diserap melalui kulit, gas itu membunuh dengan melumpuhkan pusat pernafasan dari sistem saraf pusat dan melumpuhkan otot-otot sekitar paru-paru. Dalam waktu satu menit setelah menyerap gas, manusia akan menemui ajal karena tercekik akibat kelumpuhan otot pernafasan. Gas yang lebih berat dari udara itu dapat bertahan lama di suatu daerah, hingga enam jam, tergantung pada kondisi cuaca. Dalam perkembangannya zat ini digunakan sebagai senjata kimia diklasifikasikan sebagai senjata pemusnah massal dalam Resolusi PBB Nomor 687.

D. Masalah Pengungsi Ribuan warga sipil Suriah mengungsi

ke luar negeri. Menurut PBB, hingga akhir Agustus 2013, jumlah pengungsi di Irak lebih kurang 200 ribu orang, 520 ribu di Yordania, dan 720 ribu orang di Lebanon, dan 464 ribu orang di Turki. Pemerintah Yordania menyatakan, pengungsi Suriah ke negaranya meningkat 10 kali lipat. Setiap hari rata-rata 900 orang. Sementara Italia telah menjadi negara tujuan para pengungsi Suriah di Eropa. Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi UNHCR, menyatakan jumlah warga Suriah yang mengungsi ke Italia terus meningkat. Dalam 40 hari telah tercatat sekitar 3.000 pengungsi Suriah telah tiba di Italia. Badan Pengungsi PBB UNHCR memperkirakan sebanyak 4.600 orang telah menyelamatkan diri dengan naik perahu ke pantai Italia sejak awal 2013.

Warga sipil terus menjadi sasaran perang. Saat ini lebih dari setengah juta orang masih terjebak di tengah pertempuran di pinggiran Damaskus. PBB menyerukan dihentikannya pertempuran Suriah dan mendesak akses kemanusiaan untuk warga sipil Suriah. Warga sipil tak dapat meninggalkan daerah mereka yang dikuasai oposisi atau pemerintah.

Dewan Gereja Dunia (WWC) menyerukan seluruh anggotanya untuk melobi pemerintah masing-masing guna mencari solusi damai. Upaya ini diharapkan dapat mengurungkan niat AS dan sekutunya untuk melakukan opsi militer kepada Suriah.

E. Sikap dan Posisi IndonesiaPemerintah Indonesia mengecam

penggunaan senjata kimia di Suriah. Masyarakat internasional harus bertindak agar situasi tidak semakin memburuk. Masyarakat internasional juga perlu memastikan agar pengguna senjata kimia bertanggung jawab. Pemerintah Indonesia menegaskan perlunya peran utama PBB, khususnya DK PBB dalam menyelesaikan berbagai situasi yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Indonesia mendukung upaya investigasi PBB terkait dugaan penggunaan senjata kimia di Suriah.

Terkait dengan konflik di Suriah, dalam rangkaian Sidang Majelis Umum PBB ke-68 di New York, bulan September 2013 ini, Indonesia memanfaatkan forum PBB tersebut untuk mendorong penyelesaian damai dan solusi politik dalam penyelesaian konflik di Suriah yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Dalam berbagai pertemuan, Menlu RI Marty Natalegawa mengungkapkan bahwa Indonesia tegas menyatakan sikapnya soal solusi politik untuk mengatasi krisis Suriah. Intinya, memastikan bagaimana PBB jadi bagian dari solusi konflik Suriah. Posisi Indonesia jelas, yakni mendesak dunia internasional menghentikan kekerasan yang telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Sekjen PBB Ban Ki-moon, dalam pembukaan Sidang Majelis Umum, juga mendesak para pemimpin dunia mengedepankan perdamaian ketimbang pertumpahan darah.

Sikap Indonesia sesungguhnya berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan dan HAM.

Page 8: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 8 -

Sebagai langkah implementasi, Indonesia menawarkan solusi damai dalam penyelesaian masalah di Suriah, tanpa harus mengerahkan kekuatan militer. Sikap Indonesia, yang pada utamanya adalah agar AS dan sekutunya tidak terburu-buru melakukan langkah militer yang kemudian imbasnya merugikan dunia secara luas. Sikap politik luar negeri Indonesia itu dituangkan dalam tiga langkah kebijakan, yaitu melakukan gencatan senjata, memberikan akses bantuan kemanusian dan penyelesaian proses politik. Indonesia berharap, di tengah semakin meningkatnya ketegangan, ada semacam harapan bahwa upaya diplomasi masih dapat dikedepankan.

F. PenutupSituas Suriah yang terus memburuk

dan membahayakan warga sipil menjadi keprihatinan dunia. DPR-RI dapat meminta pemerintah untuk terus berpartisipasi aktif mencari solusi damai bagi Suriah. Pemerintah Indonesia juga harus secara aktif mendukung upaya PBB untuk menyelesaikan krisis Suriah secara damai. Selain itu mengingat dampaknya yang sangat membahayakan kehidupan umat manusia, Indonesia secara aktif harus juga berpartisipasi membantu PBB dalam upaya pemusnahan sejata kimia di Suriah secara khususnya, dan di seluruh dunia pada umumnya.

Hal mendesak lain yang juga harus menjadi perhatian DPR-RI adalah meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai upaya evakuasi WNI di Suriah. Saat ini situasi di Suriah telah semakin memburuk, selain ancaman perang senjata kimia antara pemerintah dan pihak oposisi, juga terdapat potensi ancaman serangan militer oleh AS dan sekutunya. Pemerintah harus siap dengan opsi evakuasi WNI, dan terdapat informasi bahwa WNI di Suriah secara bertahap telah mulai dievakuasi. Oleh sebab itu, penjelasan pemerintah mengenai proses evakuasi tersebut harus diketahui untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Hal penting lainnya, upaya diplomasi melalui jalur parlemen juga perlu dilakukan, seperti melalui forum PUIC (Parliamentary Union of the OIC Member States), APA (Asian Parliamentary Assembly), dan IPU (Inter-

Parliamentary Union). Melalui fora antar-parlemen, Anggota DPR-RI dapat menjalin komunikasi dengan sesama anggota parlemen dari berbagai negara untuk turut mencari solusi damai dalam mengatasi konflik Suriah.

Rujukan: 1. “Perundingan Berlanjut di AS,” Kompas, 14

September 2013.2. “AS-Rusia Sepakat,” Kompas, 15 September

2013.3. “Assad Terbukti Gunakan Senjata Kimia,”

Suara Pembaruan, 14-15 September 2013.4. “Suriah Setujui Senjata Kimia Dimusnahkan,”

Media Indonesia, 14 September 2013.5. “PBB: Assad setujui larangan senjata kimia,”

Suara Pembaruan, 13 September 2013.6. “Barat Terus Tekan Assad,” Kompas, 17

September 2013.7. “Convincing Evidence of Syria chemical

Attack: UN,” Jakarta Post, 17 September 2013.

8. “Assad Tandatangani Pakta Antisenjata Kimia,” Republika, 14 September 2013.

9. “PBB Desak Akses Kemanusiaan Untuk Suriah,” Republika, 15 September 2013.

10. “PBB : Suriah Terbukti Gunakan Gas Sarin Skala Besar,” Suara Pembaruan, 17 September 2013.

11. “Gas Attack data Point to Assad’s Forces,” International Herald Tribune, 19 September 2013.

12. “Barat dan Rusia Bersitegang,” Kompas, 19 September 2013.

13. “Rusia Ragukan Temuan PBB,” Republika, 19 September 2013.

14. “SBY Tolak Aksi Militer di Suriah,” http://www.voaindonesia.com/content, diakses 19 September 2013.

15. “Menlu RI Kecam Penggunaan Senjata Kimia di Suriah,” http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/08/27/ms657i, diakses 27 Agustus 2013.

16. “Assad Minta Waktu Satu Tahun,” Kompas, 20 September 2013.

17. “Rusia Perpanjang Nafas Assad,” Republika, 20 September 2013.

18. “Assad Patuhi Kesepakatan,” Republika, 20 September 2013.

19. “Churches Urged To Back Syria Peace Plan,” Jakarta Post, 20 September 2013.

20. “Krisis Suriah Harus Diselesaikan dengan Proses Politik,” Kompas, 25 September 2013.

Page 9: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 9 -

Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

LETUSAN GUNUNG SINABUNG DAN

PENANGANAN BENCANA DI INDONESIA

Hartini Retnaningsih*)

Abstrak

Letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara kembali mengingatkan pentingnya kesiapan dalam menangani bencana. Penanganan bencana harus dilakukan secara komprehensif berdasarkan standar yang ada. DPR-RI perlu melakukan pengawasan atas implementasi UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan peraturan-peraturan turunannya. DPR-RI perlu mengawal, agar penanganan bencana dilakukan sebaik-baiknya.

A. PendahuluanGunung Sinabung di Kabupaten Karo,

Sumatera Utara kembali meletus pada Ahad (15 September 2013) pukul 02.00 dan diikuti letusan-letusan berikutnya. Letusan terakhir terjadi Rabu, 18 September 2013 pukul 01.03, di mana abu vulkanik menyembur hingga 1.500 meter diikuti lontaran material pijar.

Gunung Sinabung berketinggian 2.460 meter dari permukaan laut dan mempunyai 4 kawah (Kawah I, II, III, dan IV). Gunung bertipe strato tersebut mempunyai catatan letusan seperti diperlihatkan pada Tabel.

Letusan Gunung Sinabung kali ini menyebabkan 15.281 jiwa menjadi pengungsi, lebih banyak dari pengungsi pada letusan tahun 2010 yang hanya 12.000 jiwa. Jumlah pengungsi sempat melonjak hingga 15.691 jiwa yang tersebar di 24 titik pengungsian, yang akhirnya difokuskan di 16 titik. *) Peneliti bidang Studi Kemasyarakatan (Kepakaran Analisis Dampak Sosial dan Evaluasi

Program) pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Tabel Sejarah Letusan Gunung Sinabung

Tahun LetusanSebelum

1600Berupa muntahan batuan piroklastik serta aliran lahar yang mengalir ke arah selatan.

1912 Aktivitas Solfatara terlihat di puncak dan lereng atas.

2010 22 Agustus–7 September terjadi beberapa kali letusan yang di antaranya merupakan freatik. Satus Gunung Sinabung berubah dari tipe B menjadi tipe A.

2013 Terjadi letusan pada Minggu dini hari, 15 September 2013. Letusan masih terjadi lagi hingga beberapa kali kemudian. Saat ini status gunung pada level III atau siaga. Jumlah pengungsi di Posko Bencana Kabupaten Karo mencapai lebih dari 11.000 jiwa.

Sumber: Kompas, 19 September 2013.

Page 10: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 10 -

Upaya mobilisasi pengungsi harus dilakukan, mengingat bahaya langsung akibat letusan gunung api berupa leleran lava, aliran piroklastik (awan panas), dan jatuhan piroklastik. Selain itu, letusan gunung api juga mengandung bahaya sekunder berupa lahar hujan, banjir bandang, dan longsoran vulkanik, yang membahayakan penduduk serta dapat mengubah topografi sungai dan merusak infrastruktur.

B. Penanganan PengungsiAda sejumlah permasalahan dalam

penangan pengungsi, di antaranya banyak warga di zona aman yang ikut mengungsi, sehingga menambah beban para petugas. Selain itu, juga terjadi ketegangan di mana para korban menyesalkan PVMBG yang tidak memberi tahu warga akan terjadinya letusan pada Ahad (Media Indonesia, 15 September 2013).

Di sisi lain, dalam kepanikan, ada masyarakat yang tidak mau mengungsi, padahal mereka tinggal di zona bahaya (radius 3 km), di antaranya warga Desa Berastepu, Kecamatan Simpang Empat. Mereka bertahan dengan alasan ingin menjaga rumah, ternak, dan tanaman kebun yang siap panen. Padahal mereka termasuk yang direkomendasikan untuk mengungsi. Warga Berastepu tercatat sebanyak 930 orang dan 20 persen-nya berada di zona bahaya.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara bersama Pemerintah Kabupaten Karo, dan Badan Geologi, terpaksa mengumumkan agar warga di zona aman yang sempat mengungsi untuk pulang. Lokasi yang dikosongkan hanya radius 3 km dari Gunung Sinabung. Tercatat sekitar 2.452 pengungsi dari sembilan lokasi pengungsian yang dilaporkan akan pulang. Proses pemulangan dibantu 15 truk dari TNI, BPBD, Brimob, Polres, Satpol PP, dan Dinas PU.

Upaya penanganan pengungsi seharusnya memang tidak terlepas dari sistem nasional penanggulangan bencana yang berlaku di Indonesia. Sistem tersebut mencakup: 1) Legislasi. Pemerintah Indonesia telah mengesahkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana beserta Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan

Kepala Kepala Badan, serta peraturan daerah; 2) Kelembagaan. Secara formal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Focal point penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Sedangkan dari sisi nonformal, forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk memperkuat penyelenggaran penanggulangan bencana di Indonesia; 3) Pendanaaan. Pendanaan penanggulangan bencana terdiri dari: a) Dana DIPA (APBN/APBD); b) Dana Kontijensi; c) Dana On-call; d) Dana Bantual Sosial Berpola Hibah; e) Dana yang bersumber dari masyarakat; dan f ) Dana dukungan komunitas internasional.

Sistem nasional penanggulangan bencana tersebut harus dijabarkan di lapangan. Salah satu upaya Pemerintah adalah membentuk pos-pos pengungsian dan mengidentifikasi para pengungsi. Menko Kesra, Agung Laksono, telah meninjau lokasi dan menyerahkan bantuan senilai Rp300 juta. Selain itu, Kemensos juga mengerahkan 95 personel Taruna Siaga Bencana (Tagana) dengan 10.000 paket bantuan senilai Rp637 miliar.

Untuk mengatasi dampak abu vulkanik, BNPB menjadwalkan hujan buatan pada 23–25 September 2013, untuk melarutkan abu vulkanik guna mengurangi risiko-risiko penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan mencegah kerusakan tanaman.

Penanganan bencana seharusnya difokuskan untuk menolong para korban, namun dalam kenyataan masih ada penyimpangan. Menurut Kompas (20 September 2013), para pengungsi lebih mengandalkan bantuan warga lain dibanding bantuan pemerintah. Bahkan Pos Pengungsi di Kecamatan Payung terpaksa menolak bantuan ikan teri dari pemerintah karena jumlahnya tidak sesuai, penerima harus menandatangani sebanyak 24 kg, padahal yang diserahkan hanya 15 kg. Selain itu, pengungsi juga enggan makan beras bantuan pemerintah sebab berasnya tidak layak.

BNPB Sumatera Utara dan TNI sangat menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten Karo yang lamban. Banyak bantuan terkendala tanda tangan Bupati. Bantuan yang terhambat

Page 11: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 11 -

distribusinya antara lain berasal dari PNPB, Basarnas, Bulog, dan beberapa kementerian. Selain itu, hingga sekarang Pemerintah Kabupaten Karo belum memiliki sistem peringatan dini (early warning system). Semua itu mengakibatkan kelambanan dalam upaya evakuasi dan penanganan pengungsi.

C. Dampak Sosial BencanaLetusan Gunung Sinabung selain

meninggalkan trauma dan kepanikan, juga meninggalkan beberapa permasalahan di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

Ratusan warga dirawat telah di RSUD Kabanjahe, karena menderita penyakit ISPA akibat letusan. Sejak terjadinya letusan hingga Kamis (20 September 2013) jumlah warga yang dirawat sebanyak 148 orang.

Akibat letusan Gunung Sinabung, sebanyak 22 sekolah diliburkan, terdiri dari 15 Sekolah Dasar dengan siswa sebanyak 2.374 orang, 6 Sekolah Menengah Pertama dan 1 Sekolah Menengah Atas dengan siswa sebanyak 2.312 orang. Sekolah yang paling banyak diliburkan berada di Kecamatan Naman Teran antara lain SD Negeri 040478 dan SDN 043950 di Desa Sigarang-garang, 2 SD di Desa Guru Kinayan dan masing-masing 1 SD di Desa Sukanalu dan Desa Simacem. Sementara 6 SMP yang diliburkan antara lain SMP Negeri 1 Simpang Empat, SMPN 1 Naman Teran dan SMP Satu Atap di Kecamatan Payung. Sedangkan SMA yang diliburkan yakni SMA Negeri 1 Simpang Empat.

Letusan Gunung Sinabung juga merusak tanaman pertanian dan perkebunan. Dari seluas 3.863 HA tanaman di enam kawasan, seluas 3.589 HA telah rusak akibat letusan. Hal ini kemudian berdampak pada kelangkaan bahan makanan. Pasokan sayur dan buah menurun hingga 40 persen karena banyak petani tak berani memanen, karena takut bahaya letusan. Terjadi kenaikan harga yang signifikan, misalnya sawi yang biasanya seharga Rp17.000/kg naik menjadi Rp20.000/kg.

D. Antisipasi Lebih LanjutPenanggulangan bencana gunung api

berdasarkan sistem yang telah ada mencakup tahapan dari sebelum hingga setelah letusan. Sebelum letusan, hal-hal yang dapat dilakukan

adalah: a) Melakukan pemantauan dan pengamatan aktivitas semua gunungapi aktif; b) Membuat dan menyediakan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Risiko Bahaya Gunung api, yang didukung dengan dengan Peta Geologi Gunung api; c) Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung api; d) Melakukan bimbingan dan pemberian informasi kegunungapian; e) Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika, dan geokimia di gunung api; serta f ) Melakukan peningkatan sumber daya manusia dan pendukungnya (sarana dan prasarana).

Saat letusan, yang harus dilakukan adalah menjauhkan masyarakat dari lokasi bencana. Dan setelah terjadi letusan, hal-hal yang dapat dilakukan adalah: a) Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan; b) Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya lanjutan; c) Memberikan saran penanggulangan bahaya; d) Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang; e) Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak; f ) Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun; serta g) Melanjutkan pemantauan rutin.

Diperlukan kesadaran masyarakat untuk terus belajar dan memahami kondisi Gunung Sibanung, agar dapat dilakukan minimalisasi kerusakan dan korban jika kembali terjadi letusan. Hingga kini masyarakat terus berusaha memahami kondisi Gunung Sinabung, mengingat sudah 100 tahun terakhir gunung tersebut tidak meletus. Ada beberapa hal yang telah dilakukan, misalnya dalam kondisi gunung berstatus siaga, masyarakat tidak lagi tidur di dalam kamar, namun di ruang depan sehingga jika bencana terjadi mereka akan cepat bergerak. Masyarakat juga menyiapkan kopor/tas berisi pakaian jika harus mengungsi sewaktu-waktu. Masyarakat juga merasa perlu memiliki kendaraan untuk meninggalkan lokasi bencana dengan cepat.

Pemerintah pun perlu terus belajar dari setiap bencana, agar kualitas penanganan bencana menjadi lebih baik. Indonesia perlu menjaga citra dan mempertahankan status sebagai negara terbaik dalam penanganan bencana di wilayah Asia Pasifik. Sebagaimana diketahui, pada Agustus 2011, Indonesia

Page 12: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 12 -

dinobatkan sebagai negara terbaik dan rujukan untuk belajar dalam hal penanggulangan bencana di kawasan Asia Pasifik. Saat ini, 11 negara di kawasan Asia Pasifik seperti Jepang, Fiji, Vanuatu, Papua Nugini, dan sebagainya memutuskan untuk mengikuti pelatihan penanggulangan bencana dan mengadopsi undang-undang kebencanaan di Indonesia.

Terkait penanganan bencana, pada Mei 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan penghargaan Global Champion for Disaster Risk Reduction Award dari PBB. Bahkan, PBB menilai web BNPB terbaik se-Asia. Kerenanya, negara-negara ASEAN, Jerman, Spanyol, dan negara-negara Pasifik ingin belajar dari Indonesia untuk mengembangkan web yang sama.

Prestasi yang telah diraih dalam penanganan bencana tersebut perlu dipertahankan dan dipupuk terus-menerus, agar penanganan bencana di masa depan semakin baik.

E. PenutupLetusan Gunung Sinabung kembali

menyadarkan masyarakat akan pentingnya keseriusan mengatasi bencana. Selain diperlukan kesiapan Pemerintah dan masyarakat, diperlukan juga penanganan bencana yang komprehensif. Setiap bencana dapat dijadikan pelajaran untuk melakukan antisipasi lebih lanjut atas kemungkinan bencana-bencana lain pada masa mendatang.

DPR-RI perlu terus mengawal implementasi UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan peraturan-peraturan turunannya. DPR-RI juga perlu terus melakukan pengawasan penanganan bencana, agar dalam setiap bencana dapat diminimalisir jumlah kerusakan dan korban, selain juga penanganan bencana dilakukan berdasarkan standar yang ada. Harus terus diupayakan agar situasi darurat bencana tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meraih keuntungan pribadi atau golongan. Terakhir, DPR-RI juga perlu mendorong penganggaran yang memadai untuk penanganan bencana.

Rujukan:1. “Gunung Sinabung: Sinabung Kembali Erupsi,

Warga Desa Mengungsi,” Kompas, 16 September 2013.

2. “Letusan Sinabung: Radius 3 Km Tetap Dikosongkan,” Kompas, 17 September 2013.

3. “Gunung Sinabung: Gunung Meletus Kembali, Jumlah Pengungsi Berlipat Ganda,” Kompas, 18 September 2013.

4. “Tak Ada Peringatan Dini di Sinabung: Pengungsi Mencapai 7.542 Jiwa,” Suara Pembaruan, 18 September 2013.

5. “Gunung Sinabung Terus Bergolak,” Kompas, 19 September 2013.

6. “Gunung Api: Belajar memahami Gunung Sinabung,” Kompas, 19 September 2013.

7. “Sinabung Belum Aman,” Media Indonesia, 19 September 2013.

8. “Pengungsi Sinabung Terus Bertambah,” Republika, 19 September 2013.

9. “Solidaritas Terus Mengalir: Penanganan Pengungsi Korban Letusan Sinabung Butuh Perhatian,” Kompas, 20 September 2013.

10. “Pengungsi Sinabung Terima Paket Lauk Pauk,” Media Indonesia, 20 September 2013.

11. “Distribusi Bantuan Terlambat, Pengungsi Sinabung Terlantar,” Suara Pembaruan, 20 September 2013.

12. “Pengungsi Sinabung Melonjak, Pemerintah Suruh Pulang,” Suara Pembaruan, 20 September 2013.

13. “Lima Desa Wajib Dikosongkan: Warga Harus Berdamai dengan Sinabung,” Kompas, Sabtu 21 September 2013.

14. “Pengungsi Sinabung Pulang: Warga Pulau Palue, NTT, Bosan di Pengungsian,” Kompas, 23 September 2013.

15. “4.000-an Pengungsi Masih Bertahan,” Media Indonesia, 23 September 2013.

16. “Masa Tanggap Darurat Diperpanjang,” Media Indonesia, 24 September 2013.

17. “Sistem Penanggulangan Bencana,” http://www.bnpb.go.id/page/read/7/sistem-penanggulangan-bencana, diakses 19 September 2013.

18. “Penanggulangan Bencana Letusan Gunung Api,” http://www.ibnurusydy.com, diakses 19 September 2013.

19. “Bahaya Gunung Api,” http://www.ibnurusydy.com, diakses 19 September 2013.

20. Heru Susetyo, “Urgensi Undang-Undang Penanggulangan Bencana di Indonesia,” http://www.esaunggul.ac.id/article, diakses 19 September 2013.

21. “Gunung Sinabung Meletus, ACT Bantu Pengungsi,” http://www.arrahmah.com/news/2013/09/16, diakses 23 September 2013.

22. “Gunung Sinabung Meletus, 22 Sekolah Diliburkan,” http://beritasumut.com/view/Peristiwa/12294, diakses 23 September 2013.

23. “Soal Penanganan Bencana, Indonesia Terbaik di Asia Pasifik,” http://metro.kompasiana.com/2011/09/28, diakses 23 September 2013.

Page 13: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 13 -

Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

E KO N O M I DA N K E B I J A K A N P U B L I K

DAMPAK HADIRNYA MOBIL MURAH DI INDONESIA

Eka Budiyanti*)

Abstrak

Sejak produsen otomotif ramai-ramai meluncurkan mobil murah dan ramah lingkungan (low cost green car-LCGC), muncul pro dan kontra dari banyak kalangan. Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan adalah kemacetan. Sedang sisi positifnya, mobil murah akan mendorong produktivitas masyarakat dalam beraktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk memfasilitasi agar mobil murah tidak berdampak buruk, maka Pemerintah mewacanakan beberapa konsep pencegahan. Konsep ini dinilai sebagai jalan tengah yang tidak akan menghambat pertumbuhan industri, konsumsi masyarakat, dan menambah permasalahan daerah.

A. Pendahuluan

Pemerintah telah mengeluarkan aturan mobil murah dan ramah lingkungan (low cost green car-LCGC) beberapa waktu lalu. Harga jual mobil tersebut berkisar di angka Rp100 juta per unit. Kehadiran mobil murah ini menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Akan bertambahnya kemacetan di kota-kota besar menjadi salah satu dampak negatif dengan hadirnya mobil murah. Di sisi lain, mobil murah juga akan membuat rakyat Indonesia bangga karena setelah berpuluh tahun akhirnya bisa memproduksi mobil dalam negeri dengan harga murah.

Negara-negara di Asia seperti Malaysia sudah mengembangkan mobil nasionalnya

sejak 10–15 tahun lalu ketika pasar mobil di dalam negerinya mencapai 100.000 unit, sementara Korea sejak 20 tahun lalu saat pasar dalam negerinya mencapai 100.000 unit juga.

B. Sisi Positif Mobil Murah

Menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta, Arief Budi Santosa, dengan adanya mobil murah, akan terjadi peningkatan produksi yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi. Dari sisi produksi, mobil murah akan mendorong produktivitas masyarakat dalam beraktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

*) Peneliti bidang Ekonomi Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Page 14: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 14 -

Kehadiran mobil murah akan mendorong mobilitas masyarakat semakin tinggi, meskipun belum dapat diukur efektivitasnya dibandingkan dengan kendaraan bermotor roda dua. Setidaknya ada alternatif bagi masyarakat untuk menggunakan pilihan pengangkutan karena pada intinya keduanya sama-sama mendorong produktivitas.

Meskipun demikian, sedikitnya industri mobil murah nanti akan menyerap cukup banyak tenaga kerja. Kementerian Perindustrian memprediksi setidaknya ada 7.000 tenaga kerja pada industri perakitan akan diserap. Lebih dari itu 10.000 tenaga kerja lagi untuk jasa layanan purna jual.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, LCGC dapat menjadi produk unggulan ekspor Indonesia dalam menghadapi Komunitas Ekonomi ASEAN pada 2015. Hatta menjelaskan salah satu target Pemerintah dalam menghadapi Komunitas Ekonomi ASEAN adalah menjadi basis produksi untuk produk tertentu seperti otomotif atau tekstil agar produk Indonesia kompetitif dalam menghadapi pasar bebas. Indonesia dapat menjadi basis produksi, salah satunya otomotif di samping tekstil dan sebagainya. Ekspor dilakukan agar produk tersebut tidak sekadar memenuhi pasar dalam negeri tetapi juga pasar luar negeri.

Dengan adanya ekspor LCGC, Indonesia dapat memberikan kontribusi kepada negara lain di kawasan Asia Tenggara yang memerlukan kendaraan yang tidak boros energi. Orientasi ekspor produk LCGC dilakukan karena negara-negara ASEAN dan negara lain di kawasan ini memerlukan produk yang ramah lingkungan. Selain itu, kelahiran mobil murah dapat menjadi perwujudan dari mimpi Pemerintah untuk menciptakan mobil nasional, mendorong kelahiran industri manufaktur pendukung sektor otomotif dan mendukung target pengurangan emisi 26 persen pada tahun 2020. Hatta mengharapkan, LCGC dalam jangka panjang dapat mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, namun penggunaan bahan bakar dari kendaraan tersebut harus diawasi agar tidak menimbulkan penyelewengan.

Pemerintah telah mengeluarkan regulasi untuk produksi LCGC, yakni Peraturan Menteri Perindustrian No. 33 Tahun 2013 pada 1 Juli 2013. Aturan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2013. Dua aturan tersebut memungkinkan agen tunggal pemegang merek mobil memproduksi LCGC dengan keringanan pajak apabila telah memenuhi syarat.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli setuju dengan kebijakan LCGC asal berbasis mobil nasional atau buatan dalam negeri. Dengan kebijakan mobil nasional murah, maka sebagian besar komponennya harus dibuat di Indonesia sehingga konsekuensinya, pemasok komponen mobil dari luar negeri harus direlokasi ke Indonesia. Dengan dibuatnya komponen di Indonesia, biaya yang dibutuhkan semakin murah dan akan membuka banyak lapangan pekerjaan.

Menteri Perindustrian MS Hidayat optimistis, tahun depan LCGC siap diekspor. Sehingga LCGC yang dikhawatirkan akan menambah kemacetan tidak akan terjadi. Sebab penyerapannya akan terbagi untuk pasar domestik dan ekspor. Kemungkinan pasar utama yang dibidik yaitu, ASEAN dan Timur Tengah. Namun sampai saat ini dia belum dapat memperkirakan volume LCGC yang dapat diekspor tahun depan.

Pada tahun 2012 lalu produksi mobil mencapai 1,1 juta unit dan tahun ini diperkirakan mencapai 1,2 juta unit dengan tipe LCGC yang beredar. Pada tahun lalu ekspor mobil Indonesia mencapai 16 persen dari produksi. Tahun depan Gaikindo berjanji akan meningkatkan menjadi 30 persen. Hingga akhir tahun produksi LCGC ditargetkan mencapai 30 ribu unit, tahun depan produksinya dapat mencapai 100 ribu unit atau sekitar delapan persen dari total produksi mobil. Jadi porsi ekspornya LCGC masih sangat kecil nilainya.

Menurut Hidayat kegiatan ekspor itu harus dilakukan. Jika tidak, pasar ekspor akan dikuasai mobil LCGC produksi negara lain. Saat ini negara-negara otomotif dunia telah memproduksi mobil sejenis LCGC, dan

Page 15: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 15 -

diperkirakan mobil jenis LCGC akan menjadi tren otomotif masa depan. Tahun depan Thailand dan India siap mengekspor mobil LCGC ke Indonesia, dan akan diikuti oleh produsen-produsen mobil lainnya. Khusus di Jakarta, kekhawatiran efek kemacetan akan dihadapi dengan peraturan yang membatasi pemakaian LCGC.

C. Dampak Negatif Hadirnya Mobil Murah

Rencana mengembangkan mobil murah dipandang bertolak belakang dengan paket kebijakan ekonomi yang sudah digulirkan untuk menghadapi gejolak ekonomi. Mobil murah merupakan inkonsistensi dari paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan Pemerintah. Karena mobil murah berjalan lambat, maka konsumsi BBM mobil tersebut tinggi. Selain akan menambah impor BBM, pemenuhan impor bahan baku mobil murah tidak dapat dielakkan. Mobil murah tidak ada garansi bila tidak memakai BBM subsidi yang kemudian menyebabkan paket kebijakan ekonomi menjadi berantakan.

Keputusan Pemerintah mengizinkan mobil murah mendapat sambutan negatif di daerah. Kebijakan mobil murah itu dinilai tidak sejalan dengan program pemerintah daerah dalam mengembangkan transportasi umum.

Sikap keberatan sejumlah pemerintah daerah diawali pernyataan keras Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang menegaskan bahwa Pemerintah Pusat seharusnya mendorong transportasi murah, bukan mobil murah.

Walikota Bandung Ridwan Kamil juga termasuk yang menegaskan penolakan atas program mobil murah. Ridwan menyatakan, kebijakan mobil murah hanya memperparah kemacetan. Padahal saat ini pemerintah daerah sedang berusaha mengurangi kemacetan yang disebabkan banyaknya kendaraan. Kebijakan mobil murah sebaiknya diterapkan di wilayah yang tingkat kemacetannya masih rendah. Tidak seperti Bandung yang tergolong kota besar dan memiliki tingkat kemacetan tinggi.

Wakil Walikota Yogyakarta, Imam Priyono mengungkapkan hal sama. Kebijakan mobil murah akan menyebabkan kemacetan parah di kotanya. Pada sisi lain, Imam mengaku sedang menjalankan program transportasi massal untuk mengurangi kemacetan itu.

Kebijakan Pemerintah untuk memasarkan mobil murah di Indonesia diharapkan tidak menghambat laju perekonomian yang tengah naik, khususnya di tengah masyarakat pedesaan. Hadirnya kebijakan mobil murah, dikhawatirkan hanya akan membuat masyarakat menjadi konsumtif di tingkat perekonomian regional.

Menurut Wakil Ketua DPR-RI Bidang Kesejahteraan Rakyat Taufik Kurniawan, yang dibutuhkan adalah pembangunan infrastruktur di pedesaan untuk meningkatkan perekonomian yang menjadi kebutuhan real. Pada tingkat masyarakat regional pedesaan dan kecamatan, jalan-jalan perintis lebih diperlukan dibandingkan dengan mobil murah.

Dalam aspek peningkatan ekonomi, kebijakan mobil murah jangan sampai tumpang tindih dengan kebijakan lain lintas sektoral seperti pengentasan kemacetan dan kepadatan lalu lintas, juga dalam rangka peningkatan perekonomian. Kebijakan dalam kaidah peningkatan sektor jangan ditimpa oleh sifat konsumtif yang dipupuk bangsa sendiri.

Pengamat ekonomi dari Universitas Widya Kartika Dr. Murphin Joshua Sembiring juga menilai kebijakan tersebut merupakan kepanikan ekonomi atas usaha-usaha mengatasi persoalan transportasi, namun belum berhasil. Untuk mengatasi permasalahan transportasi, seharusnya Pemerintah fokus pada ruas jalan, sarana transportasi yang aman dan nyaman. Selain itu semua akses dapat difasilitasi, sehingga masyarakat lebih memilih transportasi umum. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan terlebih mobil pribadi, akan meningkatkan kemacetan. Jika sudah demikian, pada akhirnya akan mempengaruhi perekonomian di wilayah tersebut.

Page 16: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 16 -

D. Upaya Pemerintah Mengurangi Dampak Negatif

Untuk memfasilitasi agar mobil murah tidak berdampak buruk ke depannya maka Pemerintah mewacanakan beberapa konsep pencegahan. Konsep ini dinilai sebagai jalan tengah di mana tidak akan menghambat pertumbuhan industri, konsumsi masyarakat, dan menambah permasalahan daerah.

Pemerintah akan memberlakuan electronic road pricing (ERP) dan membenahi transportasi massal. Selain itu, pihaknya menghimbau kepada produsen untuk mendistribusikan mobil murah secara merata di seluruh penjuru Indonesia, sehingga tidak ada penumpukan penjualan di satu titik tertentu. Saat ini mobil murah yang telah beredar cukup diminati di daerah atau kota-kota kecil, misalkan saja di Solo.

Sementara untuk mengantisipasi penggunaan BBM bersubsidi pada mobil murah, Pemerintah akan bekerja sama dengan produsen untuk mencabut garansinya. Produsen tidak akan menggaransi mesin mobil murah yang rusak lantaran menggunakan BBM subsidi. Mesin mobil murah diharuskan menggunakan bahan bakar beroktan 92 (RON 92) yang notabene tidak disubsidi Pemerintah. Penggunaan BBM subsidi yang mengandung oktan 88 berpotensi merusak mesin mobil murah. Sejalan dengan itu, Pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan teknis yang melarang mobil murah menggunakan BBM subsidi.

Produksi nasional mobil murah, dari merek seperti Toyota dan Daihatsu, tidak akan lebih dari 30.000 unit. Total produksi nasional kendaraan roda empat akhir 2013, kemungkinan melampaui 1,2 juta unit. Sehingga, penyumbang kemacetan bukan mobil murah, melainkan mobil lain.

E. Penutup

Pertumbuhan dalam produksi mobil akan memberikan rangsangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tetapi nantinya akan muncul masalah kemacetan apabila tidak diimbangi dengan peningkatan ruas jalan atau sarananya. Keberadaan LCGC ini akan menjadi pisau bermata dua apabila tidak disinergikan atau dibarengi dengan upaya mengantisipasi dampak negatifnya.

Kehadiran LCGC lebih diharapkan akan mendorong penggunaan komponen otomotif dalam negeri. Efek berganda yang diberikan kepada perekonomian lebih tinggi. Pada akhirnya kehadiran LCGC akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan dan kestabilan ekonomi di masa yang akan datang.

Rujukan:1. “Daerah Tolak Mobil Murah,” Republika,

13 September 2013.2. “Mobil Murah Berimbas Positif Bagi

Pertumbuhan Ekonomi,” http://krjogja.com/read/187343, diakses 20 September 2013.

3. “Produksi LCGC Bertentangan Dengan Paket Ekonomi,” http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2031414, diakses 20 September 2013.

4. “Mobil Murah Bisa Jadi Ekspor Unggulan,” http://wartaekonomi.co.id/berita16828, diakses 23 September 2013.

5. “Rizal Ramli Setuju Mobil Murah Asala Nasional,” http://www.beritasatu.com/ekonomi/139696, diakses 23 September 2013.

6. “Kehadiran Mobil Murah Diharapkan Jadi Stimulus Ekonomi,” http://www.infobanknews.com/2013/09, diakses 23 September 2013.

7. “4 Cara Pemerintah Mengurangi Dampak Mobil Murah,” http://www.merdeka.com/uang, diakses 23 September 2013.

Page 17: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 17 -

Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

Info Singkat© 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RIwww.dpr.go.idISSN 2088-2351

P E M E R I N TA H A N D A L A M N E G E R I

PARTISIPASI PEMILIH MENJELANG PEMILU 2014

Dewi Sendhikasari D.*)

Abstrak

Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia akan digelar kembali pada tahun 2014 mendatang. Berbagai persiapan dilakukan oleh KPU, sebagai penyelenggara Pemilu, maupun Pemerintah. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat memegang peranan penting dalam penyelenggaraan Pemilu tersebut. Sebagai pemilih, masyarakat mempunyai hak politik untuk menyalurkan aspirasinya melalui Pemilu. Menilik dari penyelenggaraan Pemilu sebelumnya, tingkat partisipasi pemilih mengalami penurunan yang signifikan. Oleh karena itu, Pemerintah bersama KPU perlu berupaya meningkatkan partisipasi pemilih guna keberlangsungan Pemilu yang baik dan demokratis.

A. PendahuluanPartisipasi pemilih dari setiap Pemilu

terus mengalami penurunan seperti yang terjadi pada Pemilu 1999 hingga 2009 dimana terjadi penurunan partisipasi yang signifikan yaitu sebesar 21 persen. Pada Pemilu pertama di era reformasi, tahun 1999, partisipasi pemilih mencapai 92,74 persen. Angka itu menurun pada Pemilu 2004 menjadi 84,07 persen. Pada Pemilu 2009, partisipasi terus merosot menjadi hanya 71 persen. Kondisi tersebut disampaikan Ketua KPU, Husni Kamil Manik yang menyatakan keprihatinannya atas penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu sejak era reformasi. Dari tiga Pemilu yang digelar, hanya Pemilu 1999 yang

tingkat partisipasi masyarakatnya tinggi. Bila kecenderungan itu terus berlanjut, jumlah pemilih pada Pemilu 2014 diprediksi akan menurun sampai angka 17 persen menjadi 54 persen. Meskipun demikian, KPU memasang target partisipasi pemilih pada Pemilu 2014 di angka 75 persen.

Senada dengan hal tersebut, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Ahmad Bakir Ihsan, menyatakan bahwa penurunan tingkat partisipasi Pemilu tersebut berbahaya bagi kualitas demokrasi. Fenomena pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang berlangsung dari 2010 sampai dengan 2013 dapat menggambarkan proyeksi partisipasi pemilih

*) Peneliti bidang Politik Dalam Negeri pada Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Page 18: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 18 -

dalam Pemilu selanjutnya. Hal ini dikarenakan fenomena turunnya partisipasi pemilih juga terjadi dalam Pilkada. Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, pada Pilkada di tahun 2013 ini, tingkat partisipasi politik masyarakat berkisar antara 50 hingga 70 persen. Bahkan ada yang hanya 50 persen. Bupati Pandeglang, Erwan Kurtubi, juga menyatakan tingkat partisipasi masyarakat pada Pilkada menjadi acuan untuk Pemilu 2014. Pada beberapa Pilkada di Banten partisipasi masyarakat relatif rendah, dan itu harus dijadikan acuan untuk Pemilu 2014 nanti.

Penurunan tingkat partisipasi pemilih tersebut menjadi sebuah persoalan tersendiri di tengah banyaknya persoalan terkait Pemilu. Partisipasi masyarakat seolah dikesampingkan dengan persoalan lain seperti kampanye, DPT, tumpang tindih peraturan Pemilu, dan sebagainya. Padahal, partisipasi pemilih penting karena tanpa adanya pemilih, maka Pemilu tidak akan terselenggara. Oleh karena itu, penyelenggara negara harus bekerja keras untuk menaikkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2014 yang akan datang.

B. Penurunan Tingkat Partisipasi Pemilih

Pemerintah khawatir angka partisipasi pemilih di Pemilu 2014 mendatang masih rendah. Ini berkaca pada pelaksanaan pemilihan gubernur (Pilgub) di sejumlah provinsi, di mana angka partisipasi pemilih turun drastis. Pilgub Sumut 2013 misalnya, angka partisipasi hanya 48,5 persen. Dengan demikian, angka tidak memilih (golongan putih-golput) mencapai 51,5 persen. Ini merupakan angka golput tertinggi dibanding dengan Pilgub di sejumlah provinsi lain. Contoh lain Pilgub Jateng, yang angka partisipasi pemilihnya 52 persen, dan Pilgub di Papua, yang mencapai 70 persen angka partisipasi pemilihnya.

Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan 1–12 Februari 2012, dari 2.050 responden yang diteliti dengan metode acak bertingkat, tercatat lebih 50 persen responden berpotensi tidak akan memilih pada Pemilu 2014. Sementara itu, pengamat politik dari Sugeng Sarjadi Syndicate (SSS), Toto Sugiarto, memperkirakan tingkat partisipasi politik masyarakat di Pemilu 2014

hanya 60 persen. Jika tidak ada perubahan, partisipasi publik di 2014 akan rendah dibandingkan 2009 yaitu 70 persen, dan 2004 dengan persentase 80 persen.

Beberapa penyebab partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu yang rendah di antaranya adalah sebagai berikut:1. Proses Pemilu yang rumit dan sering

berlangsungnya penyelenggaraan Pemilu; 2. Perilaku elit politik yang akhir-akhir ini

banyak terjerat dengan kasus korupsi, malas hadir dalam rapat, dan kunjungan kerja ke luar negeri yang menghabiskan uang negara tanpa ada transparansi;

3. Rendahnya tingkat kepercayaan publik kepada penyelenggara Pemilu (KPU) sekarang ini;

4. Gagalnya partai politik membangun basis pendukung yang kuat di masyarakat, sistem rekrutmen partai yang kacau, pengambilan bakal calon legislatif yang terkesan tidak serius dan tidak berkualitas;

5. Pandangan apatis di kalangan masyarakat, bahwa suara yang diberikan saat Pemilu tidak terlalu berpengaruh bagi nasib mereka.

Berbagai penyebab tersebut menyebabkan mereka lebih memilih bekerja daripada ke tempat pemungutan suara, karena merasa tidak ada perubahan yang luar biasa yang membuat keadaan jauh lebih baik.

Fenomena penurunan partisipasi pemilih tersebut seharusnya menjadi peringatan keras bagi praktik demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu pemerintah bersama jajaran KPU diharapkan terus berbenah diri untuk memperbaiki kinerjanya.

C. Upaya Peningkatan Partisipasi Pemilih

Peneliti Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, penyelenggara Pemilu harus melakukan berbagai pendekatan. Dia mengusulkan dilakukan pendekatan keagamaan. Pemilih harus diberikan pemahaman bahwa Pemilu adalah sarana bagi rakyat dalam mewujudkan kedaulatan, sebagai sarana penting dalam mewujudkan keadilan. Pemilu dengan demikian menjadi bagian dari kewajiban agama. Pemilu menjadi wajib karena

Page 19: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 19 -

tanpa proses Pemilu, kedaulatan dan penegakan keadilan dalan kehidupan masyarakat tidak akan terwujud. Dia berharap, partisipasi pemilih pada Pemilu 2014 nanti semakin meningkat. Ketika pemilih datang ke TPS melakukan pencoblosan pada 9 April nanti, yang tadinya hanya kewajiban kolektif dapat menjadi kewajiban pribadi karena diniatkan untuk menegakkan keadilan dan tidak dapat ditinggalkan.

Namun demikian, gagasan ini masih harus dipertimbangkan secara matang. Jika memakai pendekatan agama, tentu harus melibatkan tokoh agama agar didengar oleh para pengikutnya. Selain itu, pemilih harus didorong supaya tetap jujur. Kewajiban datang ke TPS dan memilih harus juga dibarengi dengan pemahaman pelaksanaan Pemilu yang terkadang dihadapkan pada kecurangan, pelanggaran dan manipulasi suara dalam pelaksanaan.

Menurut Komisioner KPU, Arief Budiman, KPU akan berusaha keras mengajak masyarakat untuk berpartisasi dalam Pemilu 2014 nanti. Ada beberapa cara yang sudah dipersiapkan untuk mengajak pemilih. KPU sudah membentuk Relawan Demokrasi untuk menyosialisasikan Pemilu. Relawan tersebut akan menyebar sampai ke daerah-daerah supaya masyarakat memahami mengenai pentingnya Pemilu. Jika masyarakat paham maka diharapkan masyarakat akan peduli dan berpartisipasi dalam Pemilu. Relawan Demokrasi tersebut direkrut pihak kabupaten dan provinsi, namun akan digerakkan dari KPU pusat supaya lebih maksimal.

Mendagri Gamawan Fauzi meminta semua pemangku kepentingan Pemilu ikut mendorong partisipasi warga dalam menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014. Kemendagri akan membantu menyosialisasikan penyelenggaraan Pemilu bersama dengan aparat penyelenggara Pemilu, terutama KPU, untuk memberikan partisipasinya, misalnya sosialiasi untuk memberikan dukungan di tingkat nasional. Pemerintah daerah (Pemda) juga diminta mengalokasikan anggaran untuk mendukung Pemilu yaitu untuk mengatur, misalnya anggaran, dan memberikan dukungan apa saja yang dapat diberikan oleh Pemda.

Menurutnya, penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk sosialisasi Pemilu dapat disalurkan untuk produksi spanduk, baliho, atau banner. Namun demikian, peran itu harus dilakukan melalui koordinasi dengan KPU setempat. Hal ini agar tidak terjadi anggapan pemerintah pusat mengintervensi sehingga koordinasi dan sinkronisasi sangat diperlukan untuk sinergi antara Pemda dan penyelenggara Pemilu.

TNI dan Polri juga harus dilibatkan dalam penyelenggaraan Pemilu. Pelibatan itu dalam hal pengamanan kampanye, pendistribusian, dan pengamanan perlengkapan suara. Selain itu, sebanyak 38 perguruan tinggi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia telah melakukan kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam rangka peningkatkan partisipasi pemilih Pemilu 2014.

Penurunan partisipasi politik masyarakat sebagai pemilih dalam Pemilu belakangan ini memberikan anggapan rendahnya pembelajaran demokrasi di masyarakat. Hal ini tentu saja melibatkan banyak pihak yang berperan di dalamnya terutama partai politik (Parpol). Menurut Ahmad Bakir Ihsan, Parpol harus mendorong peningkatan partisipasi politik pada masyarakat. Hal ini diartikan bahwa Parpol perlu memperbaiki citra mereka yang cenderung negatif. Masyarakat tidak merasakan kehadiran partai, karena partai hanya sibuk pada Pilkada atau menjelang Pemilu saja. Selain itu, banyak partai tidak mampu membangun kepercayaan publik. Misalnya partai Islam yang harusnya memiliki ikatan emosional keagamaan nyatanya hanya dapat jadi partai menengah saja, yang berarti bahwa partai politik gagal membangun kepercayaan mereka.

Sementara itu, Ketua Umum Gerindra, Suhardi berpendapat bahwa tujuan Pemilu atau politik adalah mengubah nasib suatu bangsa. Jadi kalau ada orang yang apatis bahkan tidak mau berpartisipasi, artinya mereka tidak mau mengubah nasibnya. Banyak keputusan yang keluar dari DPR dan mempengaruhi nasib masyarakat Indonesia. Maka masyarakat harus benar-benar selektif memilih wakilnya dan presidennya. Suhardi mengakui akan banyaknya kecurangan yang terjadi pada Pemilu yang lalu menyebabkan masyarakat

Page 20: Vol. V, No. 18/II/P3DI/September/2013

- 20 -

perlu ikut serta melakukan pengawasan. Terkait ancaman meningkatnya golput, lebih lanjut dikatakan bahwa itu adalah tindakan yang tidak benar dan dilarang agama. Golput itu mendekati haram karena tidak peduli dan berusaha mengubah nasib ke arah kehidupan yang lebih baik.

D. PenutupUntuk mengembalikan partisipasi publik

pada Pemilu 2014 Parpol maupun KPU sebagai penyelenggara Pemilu diharapkan terus menyosialisasikan pentingnya Pemilu melalui media massa baik itu media cetak maupun elektronik. Tugas KPU saat ini adalah mengembalikan kepercayaan publik untuk ikut menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 2014 mendatang. Meskipun di dalam Undang-Undang tidak ada aturan yang mengatakan partisipasi rendah menjadikan Pemilu tidak sah, namun partisipasi publik sangat penting, sebab Pemilu merupakan fase terpenting dalam kehidupan sebuah negara demokrasi seperti Indonesia. Semoga dengan waktu yang masih tersisa, KPU dengan segala upayanya mampu terus meningkatkan partisipasi publik untuk ikut menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Dengan demikian selain meningkatkan citra KPU di mata publik, diharapkan Pemilu 2014 dapat menghasilkan wakil rakyat maupun pemimpin yang berkualitas demi kemajuan bangsa dan negara.

Begitu juga dengan Parpol, seharusnya lebih selektif dalam memilih kader untuk calon legislatif yang berkualitas dan berintegritas tinggi. Seleksi untuk bakal calon legislatif sebaiknya lebih diperketat agar Parpol dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyat yang akan mereka pilih nanti. Selain itu, sinkronisasi antara Pemda dan penyelenggara Pemilu (KPU) sangat perlu dilakukan. Hal ini telah dilakukan Kemendagri antara lain dengan menyelenggarakan Rakornas dalam rangka Persiapan Pemilu 2014 yang diikuti oleh peserta dari seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan Pemilu, antara lain dari KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kepolisian. Rakornas tersebut digelar untuk menyamakan persepsi dan sinergitas antarlembaga pemangku kepentingan

Pemilu. Harapannya adalah partisipasi politik masyarakat yang tinggi dalam Pemilu 2014, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Rujukan:1. “Tingkatkan Pemilih KPU Disarankan

Lakukan Pendekatan Agama,” h t t p : / / n a s i o n a l . s i n d o n e w s . c o m /read/2013/09/20/12/785387, diakses 20 September 2013.

2. “Tingkatkan Partisipasi Pemilih KPU Bentuk Relawan Demokrasi,” h t t p : / / n a s i o n a l . s i n d o n e w s . c o m /read/2013/09/20/12/785479, diakses 20 September 2013.

3. “Pemerintah Bantu Sosialisasi Partisipasi Pemilu,” http://nasional.kompas.com/read/2013/08/26/1506380, diakses 20 September 2013.

4. “Tingkat Partisipasi Pilkada Jadi Acuan Pemilu 2014,” http://www.antaranews.com/berita/396126, diakses 20 September 2013.

5. “Mendagri Minta Kominda Berperan Meminimalisir Angka Golput,” h t t p : / / n a s i o n a l . s i n d o n e w s . c o m /read/2013/09/09/12/781082, diakses 20 September 2013.

6. “Partisipasi Politik Pemilu 2014 Hanya 60%,” http://www.suarapembaruan.com, diakses 20 September 2013.

7. “Bahaya, Partisipasi Rakyat Dalam Pemilu Terus Menurun,” http://www.rmol.co/read/2013/07/05/117325/1, diakses 20 September 2013.

8. “Meningkatkan Partisipasi Publik Pada Pemilu 2014,” http://id.voi.co.id/voi-komentar/4281, diakses 20 September 2013.

9. “Partisipasi Masyarakat Pada Pemilu 2014 Diperkirakan Rendah,” http://www.antarakalbar.com/berita/316169, diakses 20 September 2013.

10. “Angka Golput Pilgub Tinggi, Pusat Cemaskan Pemilu 2014,” http://www.jpnn.com/read/2013/08/30/188446, diakses 20 September 2013.

11. “38 Perguruan Tinggi Akan Bantu Tingkatkan Partisipasi Pemilu,” http://www.beritasatu.com/politik/139715, diakses 23 September 2013.