BAB I
PENDAHULUAN
Luka ulkus masih menjadi alasan nomor satu penderita diabetes untuk menjalani perawatan di
rumah sakit. Dalam sejumlah kasus, buruknya kendali kadar gula darah tidak hanya mengarah
pada terjadinya luka, tapi juga memicu infeksi dengan konsekuensi yang lebih serius, yaitu
amputasi. Kasus amputasi pada penyandang diabetes 15 kali lebih besar daripada yang tidak
memiliki penyakit diabetes.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, diperkirakan angka kematian akibat adanya ulkus
atau gangren pada penyandang diabetes mencapai 15%, dengan angka amputasinya mencapai
14-24%. Faktor risiko kaki diabetes dan amputasi adalah laki-laki, mengidap diabetes lebih dari
10 tahun, neuropathy perifer, kelainan struktur kaki, penyakit arteri perifer, merokok, riwayat
amputasi sebelumnya, gula darah yang tidak terkontrol.1
Perawatan luka ulkus membutuhkan biaya besar. Walaupun beberapa asuransi menanggungnya,
namun terkadang biaya yang dikeluarkan melebihi tanggungan. Seperti misalnya rawat inap,
dimana asuransi hanya menanggung 10 hari, sedangkan rata-rata pasien dengan luka ulkus harus
dirawat selama 22-36 hari, belum lagi dengan resiko amputasi, kemudian ada biaya sosial
amputasi yang harus dipertimbangkan. Sebagian besar pasien gagal untuk mempertahankan
hidup yang produktif karena mereka tidak bisa lagi mempertahankan pekerjaan.
Kaki diabetik terjadi akibat kendali kadar gula darah yang buruk.
Kendali kadar gula darah yang buruk memicu kerusakan saraf dan pembuluh darah. Saraf yang
rusak membuat penderita diabetes tidak bisa merasakan sensasi sakit, panas, atau dingin,
sehingga luka di kaki menjadi semakin parah. Kondisi ini disebut dengan neuropati, yang
disebabkan oleh kerusakan saraf perifer (motorik dan serabut sensoris) dan otonom. Pasien yang
mengalami masalah tersebut (disfungsi saraf perifer) bisa mengalami trauma sendi, dan tanpa
sadar melukai diri sendiri berulang kali. Sedangkan disfungsi saraf otonom menyebabkan
8 | B E D A H
keringat menurun. Kekeringan ini mengakibatkan celah dan retak pada kulit kaki sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi.
Tingginya kadar gula darah juga dapat menghambat diapedesis leukosit, difusi oksigen dan pertukaran zat kekebalan tubuh melalui membran kapiler.
Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih besar dibandingkan dengan
negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang pengetahuan penderita
akan penyakitnya, kurangnya perhatian dokter terhadap komplikasi ini serta rumitnya cara
pemeriksaan yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini.
9 | B E D A H
BAB II
DIABETES MELITUS
2.1 DEFINIS DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme
karbohidrat, yakni penurunan penggunaan glukosa yang rendah sehingga mengkibatkan
adanya penumpukan glukosa di dalam darah (hiperglikemia). Adapun penyebab
terjadinya penimbunan kadar glukosa didalam darah tersebut ialah adanya gangguan
berupa kurangnya sekresi enzim insulin pada pancreas (DM tipe 1), atau terjadin
gangguan fungsi pada enzim insulin tersebut dalam metabolisme glukosa (DM tipe 2). 1,2,3
2.2 DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polofagi, lemas dan berat badan yang menurun. Gejala lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien
pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita.4 Kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan timbulnya gejala-gejala khas, seperti frekwensi kencing meningkat, rasa
haus, banyak makan ,serta mudah terkena penyakit infeksi.
Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan jika 5 :
1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memilikitanda klinis
diabetes mellitus, atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupankalori selama 10
jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberianbeban glukosa
oral 75g.
10 | B E D A H
Gambar 2. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.
11 | B E D A H
BAB IIIU L K U S
3.1 DEFINISI ULKUS
Ulkus adalah ekskavasi yang berbentuk lingkaran maupun ireguler akibat dari hilangnya
epidermis dan sebagian atau seluruh dermis.6
3.2 PROSES TERJADINYA ULKUS
Komposisi jaringan lunak bervariasi pada satu anggota tubuh dengan anggota tubuh lainnya
sehingga pada aktivitas normal dapat melakukan adaptasi pada tekanan yang beragam tanpa
terjadi kerusakan. Kolagen dan elastin merupakan dua komponen yang memperkuat jaringan
lunak. Secara fisiologis, jaringan mengalami tekanan yang berlebihan maka akan memicu sel
saraf untuk mengirimkan impuls ke otak. Tekanan yang berlebihan akan diartikan sebagai
nyeri sehingga tubuh akan berespon untuk mengistirahatkan daerah tersebut.7
Respon lokal yang terjadi di jaringan tersebut berupa pelepasan fibrin, neutrofil, platelet, dan
plasma beserta peningkatan aliran darah yang menyebabkan edema. Edema ternyata dapat
menekan pembuluh kapiler yang menyuplai nutrisi sehingga jaringan dapat mengalami
kematian. Kematian jaringan ini justru akan semakin meningkatkan pelepasan mediator
inflamasi. Kulit memberikan tekanan internal untuk mengeluarkan akumulasi sel-sel debris
dan radang tersebut. 7
3.3 PROSES PENYEMBUHAN ULKUS
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan
perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi
secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk
mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari
kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu:
12 | B E D A H
1. Fase aktif ( ± 1 minggu).
Leukosit secara aktif akan memutus kematian jaringan, khususnya monosit akan
memutus pembentukan kolagen dan protein lainnya. Proses ini berlangsung hingga
mencapai jaringan yang masih bagus. Penyebaran proses ini ke dalam jaringan
menyebabkan ulkus menjadi semakin dalam. Undermined edge dianggap sebagai
tanda khas ulkus yang masih aktif.7
Di samping itu juga, terdapat transudat yang creamy, kotor, dengan aroma tersendiri.
Kemudian saat terikut pula debris dalam cairan tersebut, maka disebut eksudat. Pada
fase aktif, eksudat bersifat steril. Selanjutnya, sel dan partikel plasma berikatan
membentuk necrotix coagulum yang jika mengeras dinamakan eschar. 7
2. Fase proliferasi.
Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan reepitelisasi. Jaringan granulasi
merupakan kumpulan vaskular (nutrisi untuk makrofag dan fibroblast) dan saluran
getah bening (mencegah edema dan sebagai drainase) yang membentuk matriks
granulasi yang turut menjadi lini pertahanan terhadap infeksi. Jaringan granulasi terus
diproduksi sampai kavitas ulkus terisi kembali. Pada fase ini tampak epitelisasi di
mana terbentuk tepi luka yang semakin landai. 7
3. Fase maturasi atau remodeling.
Saat inilah jaringan ikat (skar) mulai terbentuk. 7
Kadar gula darah yang tinggi pada penderita diabetes mengakibatkan kuman
bertumbuh subur, karena gula merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
kuman, di samping itu, penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini
13 | B E D A H
dikarenakan kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman
berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg% sehingga
penyembuhan luka menjadi terhambat. Keadaan hipoksia akan menyebabkan
fibroblast tidak bermigrasi dengan baik, pelepasan kolagen menurun sehingga
menghambat penyembuhan luka.
Gambar 2.1 Tahap Penyembuhan Ulkusa. Fase aktif b. Fase prolifearsi c. Fase maturasi atau remodeling
b.
3.4 MENILAI LUAS ULKUS
14 | B E D A H
BA C
Di samping itu, tiga hal yang perlu dinilai untuk menentukan intervensi yang akan diberikan
pada ulkus tersebut adalah tepi ulkus, dasar ulkus dan jenis discharge. Berikut Interpretasi
dari ketiganya :
3.5 MENILAI ULKUS DIABETIKUM
a. Lokasi dan letak luka
Dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga
luka dapat diminimalkan. Misalnya pasien datang dengan letak luka pada ibu jari kaki,
penyebab terbanyak letak luka pada ibu jari kaki adalah akibat penekanan karena penggunaan
sepatu yang terlalu sempit, angka kejadian luka diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan
sepatu yang sempit.
15 | B E D A H
b. Stadium luka
Stadium luka dapat dibedakan berdasarkan atas :
a) Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis paling
atas dan terbagi atas stadium I dan II.
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan epidermis
yang hilang.
Stadium II : hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis
paling atas.
b) Full Thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan subkutan dan
terbagi atas stadium III dan IV.
Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan
subkutan.
Stadium IV : rusaknya lapisan subkutan hingga otot dan tulang.
c. Warna dasar luka
Selama ini kita mengenal banyak sekali metode yang dipakai di klinik untuk menentukan
tingkatan atau stadium dan klasifikasi dari derajat keseriusan suatu luka. Kemudahan yang
ingin diperkenalkan untuk menilai derajat keseriusan luka adalah menilai warna dasar luka.
Sistem ini bersifat konsisten , mudah dimengerti dengan bahasa sederhana dan sangat tepat
guna dalam membantu memilih tindakan dan terapi perawatan luka serta mengevaluasi
kondisi luka. Sistem ini dikenal dengan sebutan RYB / Red Yellow Black ( Merah-Kuning-
Hitam).
a) Red/Merah. Luka dengan dasar warna luka merah tua atau terang dan tampak selalu
lembab. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya mudah
berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna merah dasar merah adalah
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah terjadinya
trauma dan perdarahan.
16 | B E D A H
b) Yellow kuning. Luka dengan dasar luka warna luka kuning atau kecokelatan atau
kuning kehijauan atau kuning pucat adalah jaringan nekrosis. Merupakan kondisi luka
yang terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskularisasi. Hal tersebut harus dicermati
bahwa semua luka kronis merupakan luka yang terkontaminasi namun belum tentu
terinfeksi. Terinfeksi tidaknya luka dapat dinilai dengan adanya peningkatan jumlah
leukosit darah dalam tubuh dan perubahan tanda infeksi lain seperti peningkatan suhu
tubuh. Tujuan perawatannya adalah dengan meningkatkan system autolysis debridement
agar luka berwarna merah, absorb eksudate,menghilangkan bau tidak sedap dan
mengurangi atau menghindari kejadian infeksi.
c) Black/hitam. Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis,
merupakan jaringan avaskularisasi. Tujuan perawatannya sama dengan dasar warna luka
kuning.
d. Bentuk dan ukuran luka
Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga dimensi atau
dengan pengambilan photography. Tujuannya untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses
penyembuahan luka. Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran luka adalah mengukur
dengan menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut digunakan berulangkali,
hindari terjadinya infeksi silang/nosokomial. Pengukuran tiga dimensi dilakukan dengan
mengkaji panjang, lebar dan kedalaman luka, kemudian dengan menggunak kapas lidi steril,
masukkan ke dalam luka dengan hati-hati untuk menilai ada tidaknya goa, dan mengukurnya
mengikuti arah jarum jam.
e. Status vascular
Menilai status vascular berhubungan erat dengan pengangkutan atau penyebaran oksigenn
yang adekuat ke seluruh lapisan sel yang merupakan unsure penting dalam proses
penyembuhan luka.
17 | B E D A H
Pengkajian status vaskuler meliputi :
a) Palpasi. Palpasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya denyut nadi, perabaan
pada daerah tibial atau dorsal pedis. Klien lanjut usia biasanya ada kesulitan meraba
denyut nadi, dapat dikerjakan dengan menggunakan stetoskop atau ultrasonic dopler.
Tingkatan denyut nadi :
(1) Absen/tidak teraba.
(2) Ada denyut nadi sebentar.
(3)Teraba tappi kemudian hilang.
(4) Normal.
(5) Sangat jelas, kemungkinan ada bendungan/aneurysm.
b) Capillary refill. Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberi tekanan pada
ujung jari, setelah tampak kemerahan, segera lepaskan tekanan dan lihat apakah pada
ujung jari segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi, menurun atau
menghilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari yang tipis dan rambut yang
tidak tumbuh, merupakan indikasi iskemia, dengan kapilari refill
lebih dari 40 detik. Capillary refill time:
Normal 10-15 detik.
Iskemia sedang 15-25 detik.
Iskemia berat 25-40 detik.
Iskemia sangat berat > 40 detik
c) Edema. Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar pada
midcalf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan jari pada tulang
menonjol di tibia atau medial malleolus. Kulit yang edema akan tampak lebih coklat
kemerahan atau mengkilat, seringkali merupakan tanda adanya gangguan darah balik
vena. Tingkatan pada edema :
0 - 1/4 inch yaitu 1+ ( mild).
18 | B E D A H
¼ - ½ inch yaitu 2+ (moderate).
½ - 1 inch yaitu 3+ (severe)
Temperature kulit memberikan informasi tentang kondisi perfusi jaringan dan fase
inflamasi, serta merupakan variabel penting dalam menilai adanya peningkatan atau
penurunan perfusi jaringan terhadap tekanan. Cara melakukan penilaian dengan
menempelkan punggung tangan pada kulit sekitar luka dan membandingkannya dengan
kulit bagian lain yang sehat.
f. Status neurologic
Pengkajian status neurologic terbagi dalam pengkajian status fungsi motorik, fungsi sensorik
dan fungsi autonom.
a) Fungsi motorik. Pengkajian status fungsi motorik berhubungan dengan adanya
kelemahan otot secara umum, yang menampakkan adanya perubahan bentuk tubuh,
terutama pada kaki, seperti jari-jari yang menekuk atau mencengkeram dan telapak kaki
menonjol. Penurunan fungsi motorik menyebabkan penggunaan sepatu atau sandal
menjadi tidak sesuai terutama pada daerah sempit dan menonjol sehingga akan menjadi
penekanan terus menerus yang kemudian timbul kalus dan disertai luka dengan diabetic
mengalami gangguan neuropati sensorik akan merasakan bahwa luka yang baru saja
terjadi padahal kenyataannya sudah terjadi pada beberapa waktu sebelumnya.
b) Fungsi sensorik. Pengkajian fungsi sensorik berhubungan dengan penilaian terhadap
adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas. Banyak klien dengan diabetic
mengalami gangguan neuropati sensorik akan merasakan bahwa luka yang baru saja
terjadi padahal kenyataannya sudah terjadi pada beberapa waktu sebelumnya.
c) Fungsi autonom. Pengkajian fungsi autonom pada klien diabetic dilakukan untuk
menilai tingkat kelembaban kulit. Biasanya klien akan mengatakan keringatnya
berkurang dan kulitnya kering. Penurunan factor kelembaban kulit akan menandakan
19 | B E D A H
terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama pada ekstremitas) akibatnya akan timbul
fisura yang diikuti dengan formasi luka.
g. Infeksi
Kejadian infeksi dapat diidentifikasi dengan adanya tanda-tanda infeksi secara klinis seperti
peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit yang meningkat. Pseudomonas
aeuruginase danStaphylococcus aereus, keduanya merupakan organisme patogenik yang paling
sering muncul pada perawatan luka. Namun selama komponen sistemik tubuh mampu
mengatasi hal ini dan kolonisasi bakteri tidakmelebihi dari jumlah normal, teknik pencucian
dan perawatan yang tepat cukup mampu mengatasi hal tersebut. Luka yang terinfeksi
didefinisikan apabila terjadi peningkatan konsentrasi bakteri > 105 organisme/gram pada
jaringan luka. Luka yang terinfeksi seringkali ditandai dengan eritema yang semakin meluas,
edema, cairan berubah purulent, nyeri yang lebih sensitive, peningkatan temperature tubuh,
peningkatan jumlah sel darah putih dan timbul bau yang khas.
3.6 JENIS ULKUS
Yang termasuk dalam golongan ulkus kulit ini adalah:
1. Ulkus neurotropik.
2. Ulkus varikosus.
3. Ulkus arterial.
4. Ulkus bakteriil.
5. Ulkus mikotik.
6. Ulkus karsinogenik.
20 | B E D A H
BAB IV
ULKUS DIABETIKUM
4.1 DEFINISI ULKUS DIABETIKUM
Ulkus dibetikum adalah luka ulkus yang terjadi pada penderita diabetes, lokasi tersering
adalah di kaki, atau sering di sebut sebagai kaki diabetik, yaitu kelainan pada tungkai bawah
yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus.3
Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa luka
terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus
diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat
luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien diabetes sangat beresiko terhadap
kejadian luka dikaki (Litzelman, 1993) dan merupakan jenis luka kronis yang sangat sulit
penyembuhannya. Perawtan luka diabetes khususnya dikaki relatif mahal, namun menjadi
lebih berkualitas dibanding pasien harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya.
4.2 FAKTOR RISIKO ULKUS DIABETIKA
Ulkus diabetikum mempunyai beberapa faktor resiko seperti pada gambar dibawah.
Gambar faktor resiko terjadinya foot ulcer (Frykberg, R.G., 2006)
21 | B E D A H
Umumnya infeksi pada diabetic foot ulcer adalah polimikroba (gambar I.3) dengan
Staphylococcus serta Streptococcus adalah bakteri yang paling dominan menyebabkan
infeksi. Penanganan infeksi pada gangren memerlukan antibiotika yang sesuai. Pemilihan
antibiotik secara empiris berdasarkan tingkat keparahan dengan kriteria luka yang
mengancam ekstremitas (resiko amputasi) dan mengancam nyawa. Berikut ini adalah
antibiotik yang terpilih:
1. Non limb-threatening infection dengan kriteria ulcer berada pada lapisan superficial,
tanpa tanda iskemia, serta penyakit tulang dan sendi (misal osteomylitis) : Untuk
infeksi ini dapat digunakan antibiotika peroral yaitu cephalosporin (cefadroxil,
cephalexin), fluoroquinolon (levofloxacin), penicilin (amoxilin/clavulanat),
kotrimoxazol, doxycycline.
2. Limb-threatening infection dengan kriteria infeksi yang lebih serius dan akut, dijumpai pada
pasien diabetes dengan PAD, terjadi leukositosis serta gejala infeksi lain. Antibiotika yang
dapat digunakan : Ampicilin/sulbactam, ticarcillin/clavulanat, ceftazidime + klindamisin,
cefotaxim ± klindamisin, Fluoroquinolon + klindamisin, vancomisin + levofloxacin +
metronidazol, imepenem/cilastin.
3. Life-threatening infection. Antibiotika yang dapat digunakan :
Ampicilin/sulbactam+aztreonam, Fluoroquinolon+vancomisin +metronidazol,
imepenem/cilastin (Frykberg, R.G., 2006)
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky dengan
modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a) Umur ≥ 60 tahun.
b) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) :
a) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
22 | B E D A H
b) Obesitas.
c) Hipertensi. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
d) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
e) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan : Kolesterol
Total tidak terkontrol, Kolesterol HDL tidak terkontrol dan Trigliserida tidak
terkontrol.
f) Kebiasaan merokok.
g) Ketidakpatuhan Diet DM.
h) Kurangnya aktivitas Fisik.
i) Pengobatan tidak teratur.
j) Perawatan kaki tidak teratur.
k) Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Gambar distribusi bakteri pada diabetic foot ulcer (Frykberg, R.G., 2006)
23 | B E D A H
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetik lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :
a. Umur ≥ 60 Tahun.
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetik karena pada usia tua, fungsi
tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau
resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa
darah yang tinggi kurang optimal. Pada lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12%
saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol
normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada aterosklerosis,
makroangiopati, yang factor-faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan sirkulasi
darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah
terjadi ulkus diabetik.
b. Lama DM ≥ 10 Tahun.
Ulkus diabetik terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10
tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul
komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-
mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki. Penderita diabetik yang
sering tidak dirasakan.
c. Neuropati.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi,
berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan
degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang
rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat
kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering
dan mudah robek.
24 | B E D A H
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus diabetika.
Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus diabetika.
d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 2 kg/m2 (pria) atau BBR
lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan
aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi
ulkus/ganggren diabetika.
e. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi
defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg
dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang
berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan
mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di Iowa
menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi ulkus diabetika
dengan tanpa hipertensi pada DM15.
f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan Kadar Glukosa Darah Tidak Terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik
dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi
Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh
sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi
proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa darah tidak terkontrol (
GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik
25 | B E D A H
jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus
diabetika.
g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida Tidak Terkendali.
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida
dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai
pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl).
Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan
mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia
serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.
Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang
akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh
darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Penelitian kasus kontrol oleh Pract, pada penderita
DM dengan kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol mempunyai risiko ulkus
diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol, trigliserida normal
h. Kebiasaan Merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita
Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko 3 X untuk
menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit
yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat
clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis
26 | B E D A H
berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea,
dan tibialis juga akan menurun.
i. Ketidakpatuhan Diet DM
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian kadar
glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah
komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang
sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.
j. Kurangnya Aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan
mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam
seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh
positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan.
Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM menunjukkan bahwa
olah raga akan menurunkan kadar trigliserida. Penelitian di Swiss oleh Rocher dikutip
oleh Wibisono pada penderita DM dengan neuropati, hasil penelitian olah raga tidak
teratur akan terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah raga
yang teratur.
k. Pengobatan Tidak Teratur.
Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian di
Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan
dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus diabetika.
l. Perawatan Kaki Tidak Teratur.
27 | B E D A H
Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya
komplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan oleh Calle dkk. pada
318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi perawatan kaki kemudian diikuti
selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok I (223 responden) melaksanakan perawatan
kaki teratur dan kelompok II (95 responden) tidak melaksanakan perawatan kaki, pada
kelompok I terjadi ulkus sejumlah 7 responden dan kelompok II terjadi ulkus sejumlah
30 responden. Kelompok I dilakukan tindakan amputasi sejumlah 1 responden dan
kelompok II sejumlah 19 responden. Hasil penelitian pada diabetisi dengan neuropati
yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13 kali risiko terjadi ulkus
diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan kaki secara teratur.
m. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat.
Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki yang
tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila
terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang. Penelitian
eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki karena penggunaan alas kaki yang
tidak tepat dengan kejadian ulkus diabetika, menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki
tidak tepat menyebabkan tekanan yang tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus
diabetika 3 kali dibandingkan dengan penggunaan alas kaki yang tepat.
4.3 PATOGENESIS ULKUS DIABETIKUM
Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi
darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan
penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk
ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan
nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak
sembuh-sembuh. 3
Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi
darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang
28 | B E D A H
merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang
berperan terhadap terjadinya kaki diabetik. 3
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor
risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak
negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap
metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan
pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah
besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan
dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.3
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang
menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya
insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat
menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot. 3
Yang sangat penting bagi diabetik adalah memberi perhatian penuh untuk mencegah kedua
kaki agar tidak terkena cedera. Karena adanya konsekuensi neuropati, observasi setiap hari
terhadap kaki merupakan masalah kritis. Jika pasien diabetes melakukan penilaian preventif
perawatan kaki, maka akan mengurangi risiko yang serius bagi kondisi kakinya. 3
Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan pada kaki.
Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis pada pasien diabetik karena sirkulasi
yang buruk merusak proses penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi, dan
kondisi serius pada kaki. 3
Dari faktor-faktor pencetus diatas faktor utama yang paling berperan dalam timbulnya kaki
diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi sendiri sangat jarang merupakan
faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi
yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik
29 | B E D A H
dikategorikan menjadi 2 golongan :kaki diabetik akibat angiopati / iskemia dan kaki diabetik
akibat neuropati, dan ditambah kaki diabetik akibat infeksi.
Kaki Diabetik Akibat Neuropati.3
Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada pasien
dengan gula darah yang tidak terkontrol.
Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami
infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya
bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan
tumbuh subur terutama bakteri anaerob.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat
berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari
akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya
dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon,
hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk
kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer
Toes (ibujari martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya
demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot.
30 | B E D A H
Gambar 2.Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian
dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal.
Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh :
- Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma.
- Macam, besar dan lamanya trauma.
- Peranan jaringan lunak kaki.
Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik saraf
sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris
nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki
yang tidak sensitif ini. 3
Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf
simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah,
produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. 3
Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan
menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di
vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki diabetik
neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan menyebabkan
produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami
dehidrasi serta menjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan
selanjutnya timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom
akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi,
fungsi dan keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun
yang memudahkan terjadinya ulkus.
31 | B E D A H
Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik :3
- 50% ulkus pada ibu jari.
- 30% pada ujung plantar metatarsal.
- 10 – 15% pada dorsum kaki.
- 5 – 10% pada pergelangan kaki.
- Lebih dari 10% adalah ulkus multipel.
Kaki Diabetik Akibat Angiopati / Iskemia.3
Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada
pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima “hiperplasia
membran basalis arteria”, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau
abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan
(agregasi).
Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal sehingga fungsi
khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis dan
bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar
untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan
diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi
darah yang tidak normal. Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar
fripronogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya
agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan
terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi
gangguan sirkulasi.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi
pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari
32 | B E D A H
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang
menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan/tindakan amputasi.
Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai meliputi
klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau di
malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial superior, kulit menipis atau
berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada rambut pada tungkai dan kaki
bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau
berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat.
Kaki diabetik akibat infeksi
Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi daripada
orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi serius karena
gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita.5
Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu:
a. Faktor imunologi.
- Produksi antibodi menurun
- Peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
- Daya fagositosis granulosit menurun
b. Faktor metabolik.
- Hiperglikemia
- Benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
- Glikogen hepar dan kulit menurun
c. Faktor angiopati diabetika.
d. Faktor neuropati.
Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak kaki,
selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak
33 | B E D A H
DIABETES MELLITUS
Penyakitpembuluhdarahtepi
Neuropati otonom Neuropati perifer
Sumbatan Aliranoksigen, nutrisi,antibiotik
Keringat Alirandarah
Inderaraba
Gerak
Luka sulitsembuh
Kultkering,pecah
Resorpsitulang
Kerusakansendi
Kerusakankaki
Tumpuan beratyang baru
Kehilanganrasa sakit
Trauma
Atropi
Kehilanganbantalanlemak
ULKUSINFEKSISindrom jari biru
Gangren mayor
Gangren
AMPUTASI
kaki. Pada ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan infeksi
kuman Gram positif, negatif dan anaerob. 5
Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu: (Goldberg dan Neu, 1987)
1. Abses pada deep plantar space
2. Selulitis non supuratif dorsum pedis
3. Ulkus perforasi pada telapak kaki
4.4 MASALAH KAKI PADA PENYANDANG DIABETES
Setiap orang dapat mengalami masalah pada kaki seperti di bawah ini. Namun bagi penyandang
diabetes dengan kadar gula darah yang tidak terkendali, masalah kaki ini dapat mengarah kepada
terjadinya infeksi dan konsekuensi yang lebih serius seperti amputasi.6
o Kalus
34 | B E D A H
Merupakan penebalan kulit yang umumnya terjadi di telapak kaki. Kalus disebabkan
gesekan atau tekanan berulang pada daerah yang sama, distribusi berat tubuh yang tidak
seimbang, sepatu yang tidak sesuai, atau kelainan kulit. Kalus dapat menjadi berkembang
menjadi infeksi.6
o Kulit M elepuh
Dapat terjadi jika sepatu selalu menggesek kaki pada daerah yang sama. Disebabkan
penggunaan sepatu yang kurang pas atau tanpa kaus kaki.Kulit melepuh dapat
berkembang menjadi infeksi.Hal penting untuk menangani kulit melepuh adalah dengan
tidak meletuskannya, karena kulit melindungi lepuhan dari infeksi.6
o Kuku K aki Y ang T umbuh K e D alam
Terjadi ketika ujung kuku tumbuh ke dalam kulit dan menimbulkan tekanan yang dapat
merobek kulit sehingga kulit menjadi kemerahan dan terinfeksi.Kuku kaki yang tumbuh
ke dalam dapat terjadi jika anda memotong kuku sampai ke ujungnya, dapat pula
disebabkan pemakaian sepatu yang terlalu ketat atau trauma kaki karena aktivitas seperti
berlari dan aerobik.Jika ujung kuku kaki anda kasar, gunakan kikir untuk meratakannya.6
o Pembengkakan I bu J ari K aki
Terjadi jika ibu jari kaki condong ke arah jari di sebelahnya sehingga menimbulkan
kemerahan, rasa sakit, dan infeksi.Dapat terjadi pada salah satu atau kedua kaki karena
penggunaan sepatu berhak tinggi dan ujung yang sempit.Pembengkakan yang
menimbulkan rasa sakit dan deformitas (perubahan bentuk) kaki dapat diatasi dengan
pembedahan.6
o Plantar W arts
35 | B E D A H
Kutil terlihat seperti kalus dengan titik hitam kecil di pusatnya.Dapat berkembang sendiri
atau berkelompok.Timbulnya kutil disebabkan oleh virus yang menginfeksi lapisan luar
telapak kaki.6
o Jari K aki B engkok
Terjadi ketika otot kaki menjadi lemah.Kerusakan saraf karena diabetes dapat
menyebabkan kelemahan ini.Otot yang lemah dapat menyebabkan tendon (jaringan yang
menghubungkan otot dan tulang) di kaki memendek sehingga jari kaki menjadi
bengkok.Akan menimbulkan masalah dalam berjalan dan kesulitan menemukan sepatu
yang tepat.Dapat juga disebabkan pemakaian sepatu yang terlalu pendek.6
o Kulit K aki K ering dan P ecah
Dapat terjadi karena saraf pada kaki tidak mendapatkan pesan dari otak (karena neuropati
diabetik) untuk berkeringat yang akan menjaga kulit tetap lembut dan lembab. Kulit yang
kering dapat pecah.Adanya pecahan pada kulit dapat membuat kuman masuk dan
menyebabkan infeksi. Dengan gula darah anda yang tinggi, kuman akan mendapatkan
makanan untuk berkembang sehingga memperburuk infeksi.6
o Athlete's F oot ( K aki A tlet)
Disebabkan jamur yang menimbulkan rasa gatal, kemerahan, dan pecahnya
kulit.Pecahnya kulit di antara jari kaki memungkinkan kuman masuk ke dalam kulit dan
menimbulkan infeksi.Infeksi dapat meluas sampai ke kuku kaki sehingga membuatnya
tebal, kekuningan, dan sulit dipotong.6
36 | B E D A H
Gambar Masalah kaki pada penyandang diabetes.
4.5 KLASIFIKASI KAKI DIABETIK
Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam derajat menurut Wagner, yaitu;2
Tabel 1.sistem klasifikasi kaki diabetik, Wagner.
Derajat Lesi
Derajat 0
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Dearjat IV
Derajat V
Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai
kelainan bentuk kakiUlkus superficial dan terbatas di kulit
Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang
Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis
Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah
Tabel 2. Sistem klasifikasi kaki diabetic, modifikasi Brodsky
Kedalaman Luka Definisi
37 | B E D A H
0
1
2
3
Kaki berisiko tanpa ulserasi
Ulserasi superfisial, tanpa ulserasi
Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon
Ulserasi yang luas/abses
Luas Daerah Iskemik Definisi
A
B
C
D
Tanpa iskemik
Iskemik tanpa gangrene
Partial gangrene
Complete foot gangrene
38 | B E D A H
4.6 BAGAN TERJADINYA LUKA DIABETES
39 | B E D A H
Diabetes melitus
mikroangipaty makroangipaty
Pe↑ FibrinogenPe↑ Reaktivitas Trombosit
motorik sensorik otonomik Agregasi sel darahmerah meningkat
- Kelemahan otot/atropi
- Deformitas- Stress
abnormal- Tekanan
berlebihan pada plantar
- Terjadi kalus
Kehilangan sensasi pada ekstremitas/trauma tidak terasa
- Keringat berkurang
- Kulit kering,rusak dan timbul fisura
- Penurunan saraf simpatik (perubahan regulasi aliran darah)
Arteriosklerosis/ penyumbatan pembuluh darah besar/ iskemia
Trauma mekanis, termal dan kimia
Penurunan respon imun terhadap infeksi
Ulserasi kaki diabetikum
GANGRENE
AMPUTASI
Berkurangnya nutrisi pada aliran darah kapiler
neuropathy
Thrombosis
Vascular insufisiency
Hipoksia/nekrosis jaringan
4.7 DIAGNOSIS ULKUS DIABETIKUM
ANAMNESA
Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri, polidipsi dan polifagi.
Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya ke dokter dan laboratorium
menunjang penegakkan diagnosis. Adanya riwayat keluarga yang sakit seperti ini dapat
ditemukan, dan memang penyakit ini cenderung herediter.
Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau
istirahat , durasi menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat
yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.
Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan prognosis seorang
pasien, sebab walaupun penanganan telah baik namun terapi diabetesnya tidak teratur maka
akan sia-sia. Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera setelah trauma.
Gangguan neuropati sensorik mengkaburkan gejala apabila luka atau ulkusnya masih ringan.
Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan oleh penderita dan
menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah sakit. Banyak dari seluruh penderita
diabetes melitus dengan komplikasi ulkus atau bentuk infeksi lainnya, memeriksakan diri
sudah dalam keadaan lanjut,sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih
buruk ( contohnya amputasi atau sepsis ).
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah defek pada kulit
sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda ) yang bersifat kronik, terinfeksi
dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal
mempunyai dasar luka dermis atau lemak /jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda
kedalamannya sampai otot bahkan tulang.Ulkus sering disertai hiperemi di sekitarnya yang
menunjukkan proses radang.
40 | B E D A H
Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya tidak ada. Pada
pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan fluktuatif. Abses yang letaknya
sangat dalam secara fisik sulit untuk didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan keluar
dari sumbernya.
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non pitting edema,
teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri tekan. Hal ini menandakan
proses infeksi / radang telah mencapai jaringan lunak atau soft tissue.
Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi darah. Klinis tampak
warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika terdapat
krepitasi di bawah kulit maka disebut dengan gas gangren.
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan dengan
keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi karakter
ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya
ulkus (neuropati, obstruksivaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan
melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya
pulsasi arteri tungkai dan pedis.
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan lokasi.
Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang dilatarbelakangi
neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan
lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch
out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering
adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat,
edema atau kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau
sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah dipermukaan jari dorsal
dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit 37%) dan daerah dorsum pedis
(11%).
41 | B E D A H
Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab terjadinya ulkus dapat
digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan garpu
tala, atau dengan uji monofilamen. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat
sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus
karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak
normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang
dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumitdan dan di
antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela jari dan
cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga mudah terluka dan
kemudian mengalami infeksi.
Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada penderita
penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea,
dorsalis pedis, tibialis posterior harus dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai
aneurisma, normal, lemah atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan
dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi aksial normal.
Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri femoralis superfisialis,
dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak didapatkan pulsasi pada
arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita diabetik lebih sering didapatkan
menderita gangguan infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri
femoral dan popliteatapi tidak didapatkan pulsasi distalnya.
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui adanya
obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah dilakukan dan
mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi arterial.
Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan manset
tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe
Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah
(ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas
(brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi
42 | B E D A H
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan
sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90
terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40
telah terjadi obstruksi vaskulerberat.
Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi pada arteri kaki bagian
bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga
angka ABI tersebut tidak menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5
dianjurkan operasi (misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat
diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara pasti adalah
dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood Count),
pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit.
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan non invasif
seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah dijelaskan pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau
menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic
resonance angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy(CTA ).
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau apabila
direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digital subtraction
angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi
obstruksi vaskuler perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi
endovascular menjadi pilihan terapi.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada tidaknya
komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambarandestruksi tulang dan osteolitik.
4.8 GAMBARAN KLINIS ULKUS DIABETIKUM
43 | B E D A H
Gambaran klinis dibedakan :
1.Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik
(Artropati Charcot ), Edema neuropatik.
2.Neuro-ischemic-foot.
NEUROPATHIC FOOT
o Ulkus Neuropatik
Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibreneuropathy yang berakibat
gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa hilangnya sensasi panas dan
nyeri sebelum rabaan dan fibrasi terganggu. Juga saraf simpatik mengalami denervasi
yang mengganggu aliran darah disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan
arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta dilatasi arteri perifer. Aliran darah yang
miskin makanan ini mengurangi efektivitas dari perfusi jaringan yang memang sudah
berkurang. Disamping ini neuropati merusak serabut C saraf sensorik sehingga terjadi
gangguan nosiseptor. Jadi ulkus pada kaki diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat
adanya gambaran gas. Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus
anaerob, dan Bacteroides sp. Untuk melakukan identifikasi kasus yang rentan ulkus,
kini digunakan alat sederhana untuk screening, yaitu TCD (Tactile Circumferential
Discriminator) pada hallux yang korelasinya dengan menggunakan filament dan
ambang fibrasi yang cukup tinggi. Dalam menilai ulkus perlu dipastikan dalam serta
luasnya ulkus. Sering kita terkecoh karena kita anggap enteng, padahal lesi ini
merupakan puncak dari gunung es.
Secara klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap berbaring.
Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada ulkus maka perlu
diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample untuk biakan bakteri.
44 | B E D A H
Gambar Ulkus
Neuropati
o Artropati Neuropatik
Kerusakan serabut motorik, sensorik dan autonom memudahkan terjadinya
atropati Charcot. Keadaan ini diduga akibat disfungsi saraf otonom yang
berakibat terjadi perfusi yang abnormal pada tulang-tulang kaki, sehingga terjadi
fragmentasi tulang dan kolaps arkus. Atropati Charcot atau dengan nama lain
“Rocker-bottom foot” ini rentan terhadap kerusakan jaringan dan ulserasi.
Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler (aterosklerosis) maupun
karena gangguan yang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia
kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga
mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki.
Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes cenderung
mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang berhubungan dengan
menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah caput metatarsal pertama.
Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk yang ekstrim dari
deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot. Sebab terjadinya fraktur dan reabsorbsi tulang
pada kaki Charcot ini belum jelas, tetapi diduga akibat neuropati otonom (akibat
gagalnya tonus vaskular ini akan meningkatkan aliran darah, pembentukan shunt
arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita diabetes densitas tulang rendah)
dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga pasien masih aktif berjalan dan
45 | B E D A H
sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada fraktur, kolaps sendi, dan
deformitaskaki. Awalnya kaki Charcot ini akut: panas, merah, dengan nadi yang
keras, dengan atau tanpa trauma (perlu di DD dengan selulitis). Pada stadium 4
mudah sekali terjadi ulkus dan infeksi dan gangren yang dapat berakibat amputasi.
Lokasi-lokasi tempat terjadinya ulkus DM neuropati
o Edema Neuropatik
Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat edema (pitting)
kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan kerusakan saraf tepi
(kesampingkan dulu sebab kardial dan renal). Gangguan saraf simpatis berakibat
edema dan venous pooling yang abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada sikap
berdiri.
NEURO ISCHEMIC FOOT
Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang dipercepat
pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio intermitten, nyeri tungkai
waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren. Umumnya rest pain diwaktu malam,
dan berkurang pada sikap kaki yang tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus
46 | B E D A H
neuropatik, disini ulkusnya nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus
dan tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial metatarsal I, atau
tepilateral metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa pembuluh darah arteri, kalau
perlu dengan arteriografi.
Tabel 3. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetik5
Iskemia Neuropati
Gejala
Inspeksi
Palpasi
Ulserasi
Klaudikasio
Nyeri saat istirahat
Tergantung rubor
Perubahan Tropik
Dingin
Tak teraba nadi
Nyeri
Tumit dan jari kaki
Biasanya tidak nyeri
Kadang nyeri neuropati
Lenngkung tinggi
Kuku-kuku jari kaki
Tak ada perubahan
tropic
Hangat
Nadi teraba
Tak nyeri
Plantar
47 | B E D A H
Tabel 4. Stadium dari Fontaine 5
Stadium Gejala dan Tanda Klinis
I
II
IIa
IIb
III
IV
Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat
Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila
istirahat
Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m
Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m
Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari)
Ulkus / gangrene
48 | B E D A H
4.9 PENATALAKSANAAN
Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari penobatan umum yaitu pengendalian diabetes
dan pengobatan khusus yaitu penanganan terhadap kelainan kaki.2
UMUM
Istirahat.
Istirahat tempat tidur mutlak pada setiap penderita kelainan kaki diabetes. Dengan
berjalan akan memberi tekanan pada daerah ulkus dan merusak jaringan fibroblas;
sehingga akan menghalangi penyembuhan. Selain itu setiap tekanan pada luka
menciptakan kondisi iskemia pada daerah yang sakit dan sekitarnya sehingga
penyembuhan menjadi semakin sulit.
Pengendalian Diabetes (dengan insulin).
Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan melakukan
manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan
pasien dengan kaki diabetik juga menderita malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan
infeksi kronis.
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satu- nya adalah terjadinya
gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik,
diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit
dihambat.
Dalam mengelola diabetes mellitus langkah yang harus dilakukan adalah
pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan
jasmani.Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut sasaran
pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjut-kan dengan langkah
berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau pengelolaan farmakologis.
49 | B E D A H
Perencanaan makanan pada penderita diabetes mellitus masih tetap
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus,
meskipun sudah sedemikian majunya riset dibidang pengobatan diabetes
dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang
mutakhir.Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes
umumnya berdasarkan dua hal, yaitu; a).Tinggi karbohidrat, rendah lemak,
tinggi serat, atau b).Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh
berikatan tunggal.
Sarana pengendalian secara farmakologis pada penderita diabetes mellitus
dapat berupa pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO) :
- Golongan Sulfonylurea
- Golongan Biguanid
- Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
- Golongan Insulin Sensitizing
Antibiotik.
Setiap luka pada kaki membutuhkan antibiotik, walaupun demikian tidaklah berarti
pemberian antibiotik boleh dilakukan secara serampangan.Biakan kuman mutlak
harus dilakukan untuk mendapat jenis antibiotik yang sesuai.Dari pengalaman,
hampir setiap infeksi menghasilkan biakan kuman ganda. Dari salah satu penelitian
di New England Deaconess Hospital selalu ditemukan 3 kelompok kuman, yaitu:
gram positif coccus, gram negatif coccus dan kelompok anaerob.
Tampaknya semakin buruk keadaan infeksi, semakin banyak pula jenis kuman gram
negatif.Bila infeksi yang berat ditemukan adanya jenis gram negatif Proteus,
Enterococcus, dan Pseudomonas, prognosis umumnya buruk.Gas gangren harus
dicurigai sebagai tanda adanya infeksi oleh kuman anaerob.Oleh karena infeksi pada
diabetes cenderung untuk cepat memburuk, pengobatan antibiotik sebaiknya segera
dimulai.Pada infeksi kaki yang memburuk, sebaiknya pilihan antibiotik (sambil
menunggu hasil biakan) ialah pemberian intravena.Dua kelompok kombinasi yang
50 | B E D A H
dianggap baik yaitu kombinasi aminoglikosida, ampisilin dan klindamisin atau
sefalosporin dan kloramfenikol.
KHUSUS (PENGENDALIAN KAKI)
A. Strategi Pencegahan
Sebagian besar penderita kelainan kaki diabetes umumnya baru mencari pertolongan
dokter setelah keadaan kaki sudah terlalu jelek. Pencegahan jauh lebih baik daripada
pengobatan. Cara terbaik untuk pencegahan ialah mengajak penderita untuk mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya kelainan kaki, di samping pemeriksaan kaki
oleh dokter.
Dengan cara tersebut kemungkinan masuk rumah sakit atau amputasi akan jauh
berkurang. Dari beberapa penelitian klinik ternyata frekuensi pemeriksaan kaki oleh
dokter di klinik penyakit dalam maupun klinik diabetes hanya berkisar antara 19% dari
pengunjung dibandingkan dengan pemeriksaan tekanan darah misalnya mencapai 76,9%
penderita. Jadi jelas bahwa perhatian penderita bahkan dokter sekalipun untuk perawatan
kaki sangat minim.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan pencegahan, baik
oleh dokter maupun penderita. Dianjurkan agar para dokter selalu memperhatikan:
1. Bentuk Kaki
Pembengkakan pada kaki perlu dicari penyebabnya, sebab pada penderita dengan
neuropati diabetik adanya infeksi yang ringan kadang-kadang tidak disertai rasa sakit.
Charcot joint tidak jarang menyerupai artritis degeneratif. Dengan pemeriksaan
radiologis, diagnosis dapat ditegakkan.
51 | B E D A H
2. Kulit Kaki / Kuku
Tidak jarang penderita pun mengalami infeksi pada kuku/kulit. Sepatu yang sempit
sering mengakibatkan lecet pada kulit kaki; yang dapat berlanjut menjadi sumber
gangren. Perlu dicari adanya penebalan kulit, kalus, fisura atau ulserasi.
3. Keadaan Sepatu
Sebaiknya mempergunakan sepatu yang agak lebar, jangan yang lancip.
4. Palpasi Nadi Kaki
Pulsasi nadi kaki harus selalu diraba, terutama arteri tibialis posterior. Pemakaian
Doppler Ultrasound recorder sangat banyak membantu menemukan kelainan
pembuluh darah arteri di kaki. Bagi penderita usia lanjut dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan rutin.
5. Palpasi Suhu Kaki
Perlu palpasi perbandingan suhu kaki kiri dan kanan. Bahkan antara kaki betis dan
paha untuk mengetahui derajat suplai darah ke perifer.
6. Status Sensorik-Motorik Kaki
Pemeriksaan neurologis ini penting sekali. Selain itu juga mudah dilakukan. Tes
vibrasi kaki kiri kanan dan pemeriksaan refleks sebaiknya dikerjakan secara rutin.
Agaknya tidaklah terlalu sulit kalau pada semua penderita diabetes perlu diberikan
pendidikan/informasi yang berkaitan dengan terjadinya kaki.
Beberapa saran umum yang dapat diberikan pada penderita ialah :
1) Periksalah kaki anda setiap hari. Telitilah kelainan yang terjadi misalnya lecet
oleh karena sepatu, infeksi pada kaki/kuku.
52 | B E D A H
2) Khusus pada kuku agar harus dipotong pendek. Potonglah kuku secara garis
lurus agar tidak memberi luka pada sudut kuku.
3) Kaki harus setiap hari dibersihkan dan segera dikeringkan. Ada baiknya bila
setelah dikeringkan digosok dengan bahan berminyak seperti minyak krim
(cream oil) agar kaki tidak terlalu kering. Jangan sekali-kali merendamkan kaki
pada air hangat/panas, sebab perubahan-perubahan temperatur dapat
menambah beban metabolisme jaringan kaki.
4) Pakailah sepatu yang agak lebar, jangan yang lancip. Khususnya wanita;
jangan gunakan sepatu tinggi.
5) Gantilah kaos kaki setiap hari. Jangan mempergunakan kaos kaki yang terlalu
ketat/elastik, sebaiknya kaos kaki wool. Khusus pada wanita dianjurkan untuk
tidak memakai stocking.
B. Penanganan Ulkus
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat dengan baik.
Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau penekanan oleh
ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian membentuk rongga berisi
cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang sering diikuti oleh infeksi sekunder.
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu;
Tingkat 0
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan
pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara
khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang
yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi
53 | B E D A H
dengan pengguna-an alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan
pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan
deformitas.
Tingkat I
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,
perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
Tingkat II
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan
lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
Tingkat III
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang
sesuai dengan kultur.
Tingkat IV :
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau amputasi
seluruh kaki.
Pencucian Luka
Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang bersih, sisa
balutan yang digunakan dan sisa metabolic tubuh pada cairan luka. Mencuci dapat
meningkatkan, memperbaiki, dan mempercepat proses penyembuhan luka
danmenghindari kemungkinan terjadinya infeksi.
54 | B E D A H
Pencucian luka merupakan aspek yang paling penting mendasar dalam manajemen luka.
Merupakan basis untuk proses penyembuhan luka yang baik, karena luka akan sembuh
dengan baik jika luka dalam kondisi bersih.
Teknik pencucian pada luka.
Teknik pencucian pada luka antara lain dengan swabbing, scrubbing, showering,
hydrotherapi, whirlpool, dan bathing.
Mencuci dengan teknik swabbing dan scrubbing tidak terlalu dianjurkan pada
pencucian luka, karena dapat menyebabkan trauma pada jaringan granulasi dan
epithelium, juga membuat bakteri terdistribusi bukan mengangkat bakteri. Pada saat
scrubbing atau menggosok dapat menyebabkan luka menjadi terluka sehingga dapat
meningkatkan inflamasi ( persisten inflamasi).
Teknik showering (irigasi), whirpool,dan bathing adalah teknik yang paling sering
digunakan dan banyak riset yang mendukung teknik ini. keuntungan dari teknik ini
adalah dengan teknik tekanan yang cukup dapat mengangkat bakteri yang
terkolonisasi, mengurangi terjadinya trauma dan mencegah terjadinya infeksi silang
serta tidak menyebabkan luka mengalami
trauma.
Debridement
Nekrotik adalah perubahan morfologi yang diindikasi kan oleh adanya sel mati yang
disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, ini merupakan respon yang normal
dari tubuh terhadap jaringan yang rusak.
Jaringan nekrotik dapat dibedakan menjadi 2 bentuk :
55 | B E D A H
a) Eschar yang berwarna hitam, keras, serta dehidrasi impermeable dan lengket pada
permukaan luka.
b) Slough-basah, kuning, berupa cairan dan tidak lengket pada luka.
Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan
menyediakan tempat untuk pertumbuhan bakteri.untuk menolong penyembuhan
luka, tindakan debridement sangat dibutuhkan.
Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal, surgical,
enzimatik, autolysis, dan biochemical.
o Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,
Ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan
nekrotik.
o Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen
secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan
residu-residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan
elastin. Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse
dan fibrinolisin.
o Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka.
Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi.
o Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk
debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan
56 | B E D A H
jaringan nekrotik dengan sendirinya secara selektif memakan jaringan nekrosis
sehingga dasar luka menjadi merah.
o Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien.
Tujuan debridemen bedah adalah untuk:
a) Mengevakuasi bakteri kontaminasi.
b) Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan.
c) Menghilangkan jaringan kalus.
d) Mengurangi risiko infeksi lokal.
Dressing
Memilih balutan merupakan suatu kebutuhan suatu keputusan yang harus dilakukan untuk
memperbaiki kerusakan jaringan integument. Berhasil tidaknya luka membaik, tergantung
pada kemampuan perawat dalam memilih balutan yang tepat, efektif dan efisien.
Tujuan Memilih Balutan
a) Balutan dapat mengontrol kejadian infeksi / melindungi luka dari trauma dan
invasi bakteri.
b) Mampu mempertahankan kelembaban.
c) Mempercepat proses penyembuhan luka.
d) Absorbs cairan luka.
e) Nyaman digunakan,steril dan cost effective.
Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound healing
atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila
eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan
bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas. Tindakan dressing
merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi.
57 | B E D A H
Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga
dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.Berikut ini akan dikenalkan beberapa jenis
bahan topical terapi yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan perawatan luka diabetic,
diantaranya adalah calcium alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel, metcovazin, gamgee,
polyurethane foam, silver dressing.
o Calcium Alginate
Berasal dari rumput laut, dapat berubah menjadi gel jika bercampur dengan luka.
Berupa jenis balutan yang dapat menyerap jumlah cairan luka yang berlebihan. Dan
keunggulannya adalah kemampuannya menstimulasi proses pembekuan darah jika
terjadi perdarahan minorserta barier terjadi kontaminasi oleh psedomonas.
o Hydrokoloid
Jenis topikal terapi yang berfungsi untuk mempertahankanluka dalam keadaan
lembab,melindungi luka dari trauma, dan menghindari dari resiko infeksi, mampu
menyerap eksudat minimal. Baik digunakan pada luka yang berwarna merah, abses
tau luka yang terinfeksi. Bentuknya adaberupa lembaran tipis serta pasta.
Keunggulannya adalah berbentuk lembaran,tidak memerlukan balutan lain
diatasnya sebagai penutup, cukup ditempel dan ganti jika sudah bocor.
Contoh produk hydrocolloid :
Hydroaktif gel
Jenis topikal terapi yang mampu melakukan peluruhan jaringan nekrotik oleh
tubuh sendiri. Banyak mengandung air, akan membuat suasana luka yang kering
karena jaringan nekrosis menjadi lembab. Air yang berbentuk gel akan masuk
kesela-sela jaringan yang mati dan kemudian akan menggembung jaringan
nekrosis seperti lebam mayat yang kemudian akan memisahkan antara jaringan
yang sehat dan jaringan mati. Pada keadaan lunak inilah biasanya akan lebih
58 | B E D A H
mudah melakukan surgical debridemang atau biarkan tubuh sendiri yang
melakukannya.
Polyurethane Foam
Jenis balutan dengan daya serap yang tinggi, sehingga sering digunakan pada
keadaan luka yang cukup banyak mengeluarkan eksudat/cairan tang berlebihan
dan pada dasar luka yang berwarna merajh sajka. Kemampuannya menampung
cairan dapat memperpanjang waktu penggantian balutan. Selain itu balutan ini
juga tidak memerlukan balutan tambahan,langsung dapat ditempel pada luka,
dan membuat dasar luka menjadi rata, terutama pada hypergranulasi.
Gamgee, balutan anti mikrobial dan pengikat bakteri
Gamgee adalah jenis topikal terapi berupa tumpukan bahan balutan yang tebal
dengan daya serap cukup tinggi dan diklaim jika bercampur dengan cairan luka
dapat mengikat bakteri.palingh sering digunakan sebagain balutan tambahan
setelah balutan utama yang menempel pada luka. Beberapa balutan pada jenis
ini ada yang mengandung antimicrobial dan hydrophobic atau mengikat bakteri.
Metcovazin
Jenis topical terapi dengan paten wocare klinik. Sangat mudah digunakan
karena hanya tinggal mengoles saja. Bentuk salep, berwarna putih dan kemasan.
Berfungsi untuk support autolisis debridement (meluruhkan jaringan nekrosis /
mempersiapkan dasar luka berwarna merah) menghindari trauma saat membuka
balutan, mengurangi bau tidak sedap,mempertahankan suasana lembab dan
suport granulasi. Keunggulannya dapat digunakan untuk semua warna dasar
luka dan mempersiapkan dasar luka menjadi sehat.
Silver dressing
Kondisi infeksi yang ssulit ditangani, luka mengalami fase statis, dasar luka
menebal seperti membentuk agar-agar atau yang dikenal dengan biofilm,
59 | B E D A H
penggunaan silver dressing merupakan pilihan paling tepat. Pada keadaan ini
luka mengalami sakit yang berat, eksudat dapat menjadi purulen dan
mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dressing ini digunakan dalam jumlah
pemakaian 4 x ganti balutan dimana silver menempel pada luka sekurangnya 5-
7 hari saja. dengan daya.
4.10 PROGNOSIS
Menurut penelitian pada penderita kaki diabetik yang telah dilakukan amputasi transtibial,
dalam kurun waktu 2 tahun terdapat 36% penderita meninggal. 2
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia
penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada
kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat
kualitas sirkulasi, pendidikan, sosioekonomi, gizi dan keterampilan dari tenaga medis atau
paramedis. 2
60 | B E D A H
BAB VBUERGER’S DISEASE
5.1 DEFINISI
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.
5.2 ETIOLOGI
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak ada hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah .
Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini. Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem imun.
5.3 PATOGENESIS
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien dengan penyakit ini memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitive pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer.
Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada pasien ini, yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini.
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi perubahanpatologis :
(a) Otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis.
61 | B E D A H
(b) Tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang yang berkembang menjadi osteomielitis.
(c) Terjadi kontraktur dan atrofi.(d) Kulit menjadi atrofi.(e) Fibrosis perineural danperivaskular.(f) Ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari.
Penyakit ini menyerang arteri ukuran sedang sampai kecil dan sering yang diekstremitas bawah walaupun mengenai juga pembuluh ekstremitas atas. Pembuluh mesenterial,serebral dan koroner agak jarang terkena. Kelainan di ekstremitas bawah biasanya mulai dari trifurkasio a.poplitea terus ke a.dorsalis pedis, a.tibialis posterior, a.fibularis dan a.digitalis.
Pada ekstremitas atas, kelainan ini terjadi pada a.radialis dan a.ulnaris, berlanjut ke arteri jarijari. Biasanya kelainan patologik bersifat segmental, artinya terdapat daerah normal di antara lesi yang dapat berukuran beberapa millimeter sampai sentimeter. Namun pada fase lanjut,seluruh pembuluh akan terkena.
Pada fase awal tampak sebukan sel-sel radang polimorfonuklir di semua lapisan dinding pembuluh. Bersamaan dengan itu terjadi pembentukan trombus. Perubahan sekunder adalah terbentuknya kolateral yang akan menjamin pasokan darah untuk bagian distal. Pada fase lanjut, sumbatan akan demikian hebat sehingga kolateral tidak akan memadai lagi.
5.4 MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis Tromboangitis Obliterans terutama disebabkan oleh iskemia. Gejalayang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam tingkatnya. Pengelompokan Fontaine tidak dapat digunakan disini karena nyeri terjadi justru waktu istirahat. Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, maka nyeri sangat hebat dan menetap.
Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena bisa memperlihatkan tanda sianosis atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan kuku dan akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal yang bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada tungkai dan penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit buerger. Sakit mungkin sangat terasa pada daerah yang terkena.
62 | B E D A H
Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditandai dengan campuran pucat-sianosis-kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau hilang merupakan tanda fisik yang penting.
Tromboflebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum tampaknya gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter sampai sentimeter di bawah kulit. Kelainan ini sering muncul di beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjolbenjol.
Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir patognomonik untuk tromboangitis obliterans. Gejala klinis Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan gangrene terjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului dengan udem dan dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai ke tanda selulitis.
5.5 KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis pasti penyakit Tromboangitis Obliterans sering sulit jika kondisi penyakit ini sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan kriteria diagnosis walaupun kriteria tersebut kadang-kadang berbeda antara penulis yang satu dengan yang lainnya.
Beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis penyakit Buerger :1. Adanya tanda insufisiensi arteri.2. Umumnya pria dewasa muda.3. Perokok berat.4. Adanya gangren yang sukar sembuh.5. Riwayat tromboflebitis yang berpindah.6. Tidak ada tanda arterosklerosis di tempat lain.7. Yang terkena biasanya ekstremitas bawah.8. Diagnosis pasti dengan patologi anatomi.
Sebagian besar pasien (70-80%) yang menderita penyakit Buerger mengalami nyeri iskemik bagian distal saat istirahat dan atau ulkus iskemik pada tumit, kaki atau jari-jari kaki.
5.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis penyakit Buerger. Tidak seperti penyakit vaskulitis lainnya, reaksi fase akut (seperti angka sedimen eritrosit dan level protein C reaktif) pasien penyakit Buerger adalah normal. Pengujian yang direkomendasikan untuk mendiagnosis penyebab terjadinya vaskulitis termasuk didalamnya
63 | B E D A H
adalah pemeriksaaan darah lengkap; uji fungsi hati; determinasi konsentrasi serum kreatinin, peningkatan kadar gula darah dan angka sedimen, pengujian antibody antinuclear, faktor rematoid, tanda-tanda serologi pada CREST (calcinosis cutis, Raynaud phenomenon, sklerodaktili and telangiektasis) sindrom dan scleroderma dan screening untuk hiperkoagulasi, screening ini meliputi pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan homocystein pada pasien buerger sangat dianjurkan.
Angiogram pada ekstremitas atas dan bawah dapat membantu dalam mendiagnosis penyakit Buerger. Pada angiografii tersebut ditemukan gambaran “corkscrew” dari arteri yang terjadi akibat dari kerusakan vaskular, bagian kecil arteri tersebut pada bagian pergelangan tangan dan kaki. Angiografi juga dapat menunjukkan oklusi (hambatan) atau stenosis (kekakuan) pada berbagai daerah dari tangan dan kaki.
5.7 PENATALAKSANAAN
Terapi medis penderita penyakit Buerger harus dimulai dengan usaha intensif untuk meyakinkan pasien untuk berhenti merokok. Jika pasien berhasil berhenti merokok, maka penyakit ini akan berhenti pada bagian yang terkena sewaktu terapi diberikan.
Sayangnya, kebanyakan pasien tidak mampu berhenti merokok dan selalu ada progresivitas penyakit. Untuk pembuluh darahnya dapat dilakukan dilatasi (pelebaran) dengan obat vasodilator, misalnya Ronitol yang diberikan seumur hidup. Perawatan luka lokal, meliputi mengompres jari yang terkena dan menggunakan enzim proteolitik bisa bermanfaat. Antibiotic diindikasikan untuk infeksi sekunder.
Terapi bedah untuk penderita buerger meliputi debridement konservatif jaringan nekrotik atau gangrenosa , amputasi konservatif dengan perlindungan panjang maksimum bagi jari atau ekstremitas, dan kadang-kadang simpatektomi lumbalis bagi telapak tangan atau simpatetomi jari walaupun kadang jarang bermanfat. Revaskularisasi arteri pada pasien ini juga tidak mungkin dilakukan sampai terjadi penyembuhan pada bagian yang sakit. Keuntungan dari bedah langsung (bypass) pada arteri distal juga msih menjadi hal yang kontroversial karena angka kegagalan pencangkokan tinggi. Bagaimanapun juga, jika pasien memiliki bebrapa iskemik pada pembuluh darah distal, bedah bypass dengan pengunaan vena autolog sebaiknya dipertimbangkan.
Terapi bedah terakhir untuk pasien penyakit Buerger (yaitu pada pasien yang terus mengkonsumsi tembakau) adalah amputasi tungkai tanpa penyembuhan ulcers, gangrene yang progresif, atau nyeri yang terus-menerus serta simpatektomi dan penanganan lainnya gagal. Hidarilah amputasi jika memungkinkan, tetapi, jika dibutuhkan, lakukanlah operasi dengan cara menyelamatkan tungkai kaki sebanyak mungkin. Beberapa usaha berikut sangat penting untuk mencegah komplikasi dari penyakit buerger:
- Gunakanlah alas kaki yang dapat melindungi untuk menghindari trauma kaki dan panas atau juga luka karena kimia lainnya.
- Lakukanlah perawatan lebih awal dan secara agresif pada lula-luka ektremis untukmenghindari infeksi.
- Menghindar dari lingkungan yang dingin.
64 | B E D A H
BAB VI
GAS GANGREN
6.1. EPIDEMIOLOGI
Gas gangren adalah infeksi jaringan subkutan dan otot yang disebabkan toksin yang dihasilkan oleh spesies Clostridium terutama Clostridium perfringens.
Pada tahun 1861, Louis Pasteur mengidentifikasi spesies Clostridium pertama yaitu Clostridium butyricum, kemudian pada tahun 1892 Welch dan peneliti lain mengisolasi basil anaerob gram positif dari luka gangren. Organisme ini awalnya dinamakan Bacillus aerogenes capsulatus yang kemudian berganti nama menjadi Perfringens baccilus, Clostridium welchii, dan sekarang dikenal dengan Clostridium perfringens.
Clostridium perfringens adalah yang paling umum penyebab gas gangren (80-90 %). Spesies lain yang dapat menyebabkan gas gangren adalah Clostridium nouyi, Clostridium septikum, Clostridium hictolyticum, Clostridium bifermenstan dan Clostridium fallax(4,12). Sonavane A dkk(2008) mendapatkan dari 64 kasus gas gangren 90,6 % penyebabnya adalah Clostridium perfringens.
Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 3000 kasus gas gangren per tahun, dimana 1.100 diantaranya meninggal dunia sedangkan di Indonesia belum ada data yang jelas mengenai insiden dari gas gangren ini.
6.2. PATOGENESIS
Clostridium perfringens adalah basil gram positif yang bersifat anaerob. Organisme ini membentuk spora dan hidup dimana-mana terutama di daerah tanah yang yang subur. Clostridium juga termasuk flora normal di usus, kulit dan saluran reproduksi wanita.Organisme ini menghasilkan sedikitnya 12 eksotoksin dimana α,β ,ε dan θ adalah empat toksin utama yang dapat menyebabkan kematian. Clostridium perfringens dibagi menjadi lima tipe yaitu A,B,C,D dan E berdasarkan toksin utama yang dihasilkannya(tabel 1).
Tabel 1.Hubungan antara biotype Clostridium perfringens dengan penyakit pada manusia dan binatang.
65 | B E D A H
Alfa toksin adalah toksin yang paling berperan dalam pembentukan gas gangren. Toksin ini terdiri dari 370 residu zinc metalloenzim yang merupakan suatu Phospholipase- C dan dapat berikatan dengan memban sel dengan bantuan ion kalsium.
Phospholipase- C adalah suatu enzim yang dapat mengkatalis hidrolisis dari phosphatidylcholine (phospholipid lainnya) menjadi choline phosphate and 1,2-diacylglycerol dan dapat menyebabkan kerusakan sel dengan jalan hidrolisis dari komponen utama membran sel. Toksin ini juga dapat menyebabkan lisis dari eritrosit, leukosit, platelet, fibroblast dan sel otot.
Infeksi gas gangren terjadi karena masuknya spora Clostridium kedalam luka. Luka pada jaringan akan mengganggu suplai darah sehingga akan menyebabkan iskemia dan penurunan potensial reaksi oksidasi/ reduksi di jaringan. Semua ini akan memudahkan spora dari Clostridium untuk berkembang.
Sewaktu Clostridium bermultiplikasi bermacam macam eksotoksin dilepaskan ke jaringan sekitarnya sehingga infeksi akan menjalar ke jaringan subkutan yang akan menyebabkan selulitis dan jaringan otot sehingga terjadi nekrosis otot yang progresif. Fermentasi anaerob didalam otot yang nekrosis akan menyebabkan terbentuknya gas gangren.
6.3. FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya gas gangren antara lain: Pemakai alkohol Malnutrisi Trauma Diabetes Melitus Pemakaian kortikisteroid Keganasan pada Traktus Gastrrointestinal Penyakit hematologi yang disertai dengan imunosupresi Injeksi intra muskular ataupun subkutan
6.4. PEMBAGIAN GAS GANGREN BERDASARKAN PENYEBAB
Dilihat dari penyebabnya gas gangren dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu posttraumatik, postoperative dan spontan.
1. Gas gangren posttraumatik merupakan 60 % dari keseluruhan kasus gas gangren. Gas gangren posttraumatik antara lain:
a) Sebagian besar kasus adalah kecelakaan lalu lintas b) Komplikasi trauma yang timbul akibat fraktur tertutup, luka tembak, luka bakar.
2. Postoperative gas gangren.a) Operasi traktus gastrointestinalb) Operasi traktus genitourinariusc) Aborsid) Amputasi
66 | B E D A H
e) Turniket, gips, perban yang dipasang terlalu ketat.3. Spontan
a) Dikenal sebagai nontraumatik, idiopatik, atau metastasis gas gangren.b) Paling sering merupakan infeksi campuran yang disebabkan oleh C.
septikum, C. perfringens, dan C. nouvy. Angka kematian akibat infeksi ini mendekati 100 %
c) Kira-kira 80 % pasien tanpa trauma memiliki hubungan dengan keganasan. Dari jumlah tersebut 40 % adalah keganasan hematologic dan 34 % adalah keganasan kolorektal.
6.5. DIAGNOSIS
Diagnosis gas gangren dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Anamnesis Riwayat pasien dengan gas gangren tergantung pada faktor- faktor yang dapat menimbulkan infeksi. Sebagian besar pasien gas gangren posttraumatik mempunyai cedera serius pada kulit, jaringan lunak ataupun fraktur terbuka. Pasien dengan gas gangren postoperatif sering disebabkan oleh operasi traktus gastrointestinal dan traktus biliaris. Sebaliknya pasien keganasan yang dihubungkan dengan gas gangren spontan tidak ada riwayat yang spesifik.
Keluhan yang pertama dan paling sering dirasakan pasien dengan gas gangren adalah nyeri yang timbul secara tiba- tiba, makin lama makin berat dan meluas sesuai dengan penyebaran dari gas gangren. Beberapa ada yang mengeluhkan perasaan berat pada ekstremitas yang terkena. Infeksi dapat disertai dengan demam dan perubahan dari status mental.
Pemeriksaan FisikPemeriksaan dilakukan secara menyeluruh sebelum berfokus pada bagian tubuh yang terlibat.
Tanda- tanda vital dapat menunjukkan toksisitas sistemik meliputi demam, takikardi, takipneu, hipotensi, dan hipoksia.
Pembengkakan lokal dan eksudat serosanguineous muncul segera setelah timbul rasa sakit.
Kulit berubah menjadi warna perunggu, kemudian berkembang menjadi biru kehitaman disertai dengan pembentukan bulae hemoragis.
Dalam beberapa jam wilayah sekitarnya menjadi udem. Krepitasi (+). Rasa sakit dan nyeri tidak sebanding dengan gambaran luka yang ditemukan.
Pemeriksaan Laboratorium Leukosit normal tetapi dapat juga meningkat terutama yang immatur.
67 | B E D A H
Peningkatan hasil tes fungsi hati yang mungkin disebabkan oleh kerusakan hati yang progresif.
Peningkatan blood urea nitrogen dan kreatinin. Mionekrosis dapat meningkatkan serum aldolase, kalium, laktat
dehidroginase, dan phospokinase. Gas darah menunjukkan adanya asidosis metabolic DIC Pada pewarnaan gram nampak adanya batang gram positif dan tidak
ditemukan adanya sel PMN. Organisme lain juga hadir hingga 75 % kasus. Tes ini sangat penting untuk diagnosis cepat.
Pemeriksaan Phospholipase- C ( sialidase ) yang dihasilkan oleh Clostridia dapat dilakukan pada serum dan cairan luka. Tes ini memberikan hasil yang cepat yaitu dibawah 2 jam dan dapat digunakan sebagai konfirmasi dari hasil pewarnaan gram.
Pemeriksaan Penunjang Lainnya Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan Roentgen menggambarkan pola bulu-bulu halus dijaringan.Clostridium perfringens fosfolipase menyebabkan kekeruhan di sekitar koloni pada media kuning telur (nagler plate).
Pemeriksaan histopatologiPemeriksaaan histologi menunjukkan adanya inflamasi dan nekrosis otot.
6.6. PENATALAKSANAANDalam penatalaksanaan gas gangren diperlukan diagnosis dan penatalaksanaan cepat dan agresif.
Pemberian antibiotik Terapi Hiperbarik Oksigen Pemberian vaksin dan antitoksin Tindakan debrideman
Pemberian AntibiotikAntibiotik yang sering dipakai antaralain :
1.Penisilin GMerupakan obat pilihan untuk infeksi dengan dosis 10- 20 juta unit/hari. Obat ini menghambat sintesis dinding sel bakteri selama proses multipikasi.
2.KlindamisinObat ini menghambat sintesis protein bakteri. Dosis yang digunakan adalah 600-1200 mg/hari.
3.MetronidazolAktif terhadap bakteri anaerob dan protozoa dan pemakainnya tidak boleh lebih dari 4 gram/hari.
4.Vancomisin5.Kloramfenikol
68 | B E D A H
6.Tetrasiklin
Sekarang kombinasi antara Penicillin dan Clindamycin sudah secara luas digunakan. Kombinasi Clindamycin dan metronidazol adalah pilihan apabila pasien alergi penicillin.Studi terbaru menunjukkan obat penghambat sintesis protein (Clindamiccin, Chloramfenicol, rifamfisin, tetrasiklin) lebih efektif karena menghambat sintesis eksotoksin Clostridium dan mengurangi efek lokal ataupun sistemik dari toksin tersebut.
Terapi Hiperbarik Oksigen
Secara umum, terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu metoda pengobatan dimana pasien diberikan pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan udara dua hingga tiga kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (satu atmosfer).
Terapi Hiperbarik Oksigen (HBO) untuk pertama kalinya di gunakan untuk menanggapi penyakit dekompresi. Suatu penyakit yang di alami oleh penyelam dan pekerja tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan (naik ke permukaan) secara mendadak. Saat ini terapi HBO selain untuk penyakit akibat penyelaman juga diindikasi untuk berbagai penyakit klinis dan termasuk juga gas gangrene.
Perlu disadari bahwa terapi HBO yang bermanfaat bagi beberapa macam penyakit, ternyata menjadi Kontraindikasi bagi kondisi dan jenis penyakit tertentu, dan dari beberapa penelitian rupanya HBO juga dapat menyebabkan beberapa Komplikasi.
Prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada tingkat seluler akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua organisme. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan kondisi yang optimal.
Terapi HBO memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel. Pada sel endotel ini HBO terapi juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka.
Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama terapi HBO yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-
69 | B E D A H
G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema.
Tabel 2.indikasi hiperbarik oksigen terapi
No Indikasi
1
2
3
4
5
Embolisme gas dan udara
Keracunan karbonmonoksida (CO Smoke inhalation)
Cedera remuk (Crush Injury)
Keracunan gas sianida
Penyakit dekompresi
6 Meningkatkan penyembuhan luka-luka pada:
ulkus diabetikum
ulkus stasis venosus
ulkus dekubitus
ulkus insufisiensi arterial
7 Anemia (Exceptional blood loss)
8 Infeksi jaringan lunak bernekrosis
selulitis anaerob krepitan
gangrene bakterial progresif
fasitis nekrosis
Penyakit Fournier
9 Gas gangren kuman Clostridial
10 Osteomyelitis refrakter
11 Nekrosis karena radiasi
12 Tandur kulit (skin grafts and flaps )
70 | B E D A H
13 Luka bakar
Tabel 3. Kontraindikasi hiperbarik oksigen
No Kontraindikasi
1 Infeksi saluran nafas atas (ISNA)
2 Gangguan kejang
3 Emfisema dengan retensi C02
4 Lesi asimtomatik pada paru
5 Riwayat pernah bedah thoraks dan telinga
6 Demam tinggi
7 Tumor (Malignant Disease)
8 Kehamilan
Percobaan pada hewan membuktikan peningkatan terjadinya cacat
bawaan pada janin bila HBO diberikan pada awal kehamilan. Namun
jika nyawa si ibu terancam, keracunan gas CO misalnya, terapi HBO
harus diberikan.
9 Neuritis opticus
Tabel 4.Komplikasi hiperbarik oksigen
No Komplikasi
1 Barotrauma telinga
2 Nyeri sinus
3 Miopia dan katarak71 | B E D A H
4 Barotrauma Paru
5 Kejang
6 Penyakit Dekompresi
7 Klaustrofobia
Manfaat hiperbarik oksigen pada kasus gas gangren adalah: Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada
aliran darah yang berkurang Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran
darah pada sirkulasi yang berkurang Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium
perfingens Mampu menghambat produksi racun alfa toksin. Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup Meningkatkan produksi antioksidan tubuh.
Pemberian Vaksin dan AntitoksinMemahami struktur dan fungsi dari α- toxin sangat penting dalammerancang suatu vaksin yang dapat melindungi dari gas gangren. Secara struktural α- toksin terdiri dari 2 protein domain yaitu N- terminal domain dan C- terminal domain. Vaksin yang digunakan saat ini berasal dari protein domain α- toksin yang secara imunologi merupakan fragmen yang masih aktif. Penggunaan vaksin dalam pengobatan gas gangren masih kontroversi karena tidak banyak laporan penggunaannya pada manusia. Studi yang saat ini banyak dilakukan adalah dengan menggunakan binatang sebagai objek percobaan sehingga efektivitasnya pada manusia masih diragukan. Sedangkan antitoksin terhadap gas gangren sudah banyak digunakan sebagai propilaksis ataupun pengobatan. Antitoksin ini berasal dari serum kuda yang telah diimunisasi.
Tindakan Debrideman Tindakan debrideman luka diperlukan untuk pengeluaran benda asing atau segala kotoran yang ada pada luka disertai dengan pembuangan jaringan yang nekrosis sehingga yang tinggal hanya jaringan yang baik peredaran darahnya. Dikarenakan proses penyakit dapat
72 | B E D A H
terus melibatkan jaringan tambahan maka diperlukan explorasi dan debridemand yang berulang.
Amputasi dilakukan apabila terdapat jaringan nekrosis yang luas serta melibatkan jaringan otot.
73 | B E D A H
Bakteri pathogen s.aureus , streptococcus group A
Menyerang kulit dan jaringan sub kutan
Meluas kejaringan yang lebih dalam
Eritema local pada kulit
Menyebar secara sistemik
Terjadi peradangan akut
Kerusakan integritas kulit
Edema dan kemerehan Nyeri tekan
Gangguan rasa nyaman dan nyeri
BAB VII
SELULITIS
7.1 DEFINISI
Selulitis merupakan peradangan akut jaringan subkutis dapat disebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus, Stapilokokus aureus dan pada anak oleh Hemophilus influenza.
7.2 FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi untuk terjadi selulitis ini merupakan keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh terutama bila disertai higiene yang jelek; diabetes mellitus, alkoholisme, dan malnutrisi. Selain itu umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka/ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal.
7.3 GEJALA KLINIS
Gambaran kliniknya tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya pada semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas tidak jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka/ulkus. Disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).
7.4 PATOGENESIS
74 | B E D A H
7.5 DIAGNOSA
Gejala dan Tanda Selulitis
Gejala Prodormal Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah Predileksi Ekstrimitas atas dan bawah, wajah, badan dan genitalia
Makula eritematous Eritema cerah
Tepi Batas tidak tegas
Penonjolan Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau Bula Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema Edema
Hangat Tidak terlalu hangat
Fluktuasi Fluktuasi
Tabel 1. Perbedaan Erisipelas dan Selulitis 2
Selulitis dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemi. Selulitis yang disebabkan oleh H. influenza, lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan atau keunguan dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia. Anak dengan selulitis yang disebabkan oleh H. influenza tampak sakit berat dan toksik dan sering disertai gejala infeksi traktus respiratonius bagian atas, bakteriemi dan septikemi. Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
7.6 KOMPLIKASIPada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakterimia stafilokokus betahemolitikus grup A.Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intra kranial berupa meningitis.
7.7 PENATALAKSANAAN
Pada selulitis karena H. influenza diberikan untuk anak (3bln-12thn) 100-200 mg/kg/d (150-300mg), >12 tahun seperti dosis dewasa. Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari
75 | B E D A H
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan S.aureus penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa 250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/ hari tiap 6 jam) selama 10 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hr PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari setiap 6-8jam).3 Pada yang penyebabnya SAPP selain eritnomisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500mg/hari secara oral selama 7-10 hari.
Pada pasien ini dilakukan insisi atau drainase, jika pasien selulitis ini telah terjadi supurasi.
7.8 PENCEGAHANUntuk mencegah terjadinya selulitis maka hal-hal di bawah ini perlu dilakukan: Menjaga kebersihan tubuh dengan mandi teratur dan menggunakan sabun atau shampo yang mengandung antiseptik, agar kuman patogen secepatnya hilang dan kulit. Mengatasi faktor predisposisi. Mengusahakan tidak terjadinya kerusakan kulit atau bila telah terjadi kerusakan kulit berupa luka kecil maka segera dirawat atau diobati.
76 | B E D A H
BAB VIIIKARSINOMA SEL SKUAMOSA
8.1 DEFINISI
Karsinoma sel squamosa didefinisikan sebagai karsinoma awal setempat yang berkembang dari epitel squamosa, serta tampak sebagai sel-sel kuboid dan ditandai dengan keratinisasi dan sering dengan tetap dipertahankan jembatan intraseluler. Pada permukaan lokal dan superfisial, kemudian bermetastasis. Bentuk yang timbuk pada kulit ini biasanya terjadi pada daerah yang terpajan sinar matahari atau pada lesi yang pernah timbul sebelumnya.
8.2 ETIOLOGI
Penyebab eksogen tersering pada karsinoma sel skuamosa adalah pajanan sinar ultraviolet, yang kemudian menyebabkan kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki. Selain itu, pasien dengan imunosupresi akibat kemoterapi , transplantasi organ, maupun mengidap xeroderma pigmentosum berisiko lebih besar mengalami tumor ini. Selain efeknya pada DNA, sinar UV juga dapat menimbulkan efek imunosupresif sementara di kulit dengan mengganggu fungsi pengenalan antigen oleh Antigen Presenting Langerhans Cell.
Kerusakan DNA yang terjadi pada karsinoma sel skuamosa, selain diakibatkan paparan matahari, dapat pula diakibatkkan oleh infeksi virus (co: HPV 36) dan paparan agen kimia yang menginduksi aktivasi onkogen.
8.3 HISTOPATOLOGI
Tidak seperti keratosis aktinik, karsinoma sel skuamosa in situ ditandai dengan Sel yang sangat atipik pada semua lapisan epidermis. Jika sel ini menembus membran basal, kelainannya menjadi invasif. Karsinoma sel skuamosa invasif memperlihatkan diferensiasi yang bervariasi, berkisar dari tumor yang terbentuk oleh sel skuamosa poligonal yang tersusun dalam lobulus teratur dan memperlihatkan banyak zona besar keratinisasi higga neoplasma yang terbentuk oleh sel buat yang sangat anaplastik dengan fokus-fokus nekrosis serta keratinisasi sel tunggal yang abortif (diskeratosis).
Gambaran yang dapat ditemukan pada karsinoma sel skuamosa: Individual cell dyskeratosis (adaya keratin intrasel) Mutiara tanduk (pearl horn)
77 | B E D A H
Karsinoma sel skuamosa invasif pada kulit biasanya ditemukan selagi masih kecil, dan direseksi; kurang dari 5 % bermetastasis ke kelenjar regional saat didiagnosis.
8.4 GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS
Karsinoma sel skuamosa yag belum menginvasi menembus membran basal taut dermoepidermis (karsinoma in situ) tampak sebagai plak merah, berskuama, dan berbatas tegas. Lesi tahap lanjut yang invasif tampak nodular, dan memperlihatkan produksi keratin dalam jumlah bervariasi yang secara klinis tampak sebagai hiperkeratosis dan mungkin mengalami userasi.
Umur yang paling sering ialah 40-50 tahun (dekade V-VI) dengan lokalisasi yang tersering di tungkai bawah dan secara umum ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada wanita.
Tumor ini dapat tumbuh lambat, merusak jaringan setempat dengan kecil kemungkinan bermetastasis. Sebaliknya tumor ini dapat pula tumbuh cepat, merusak jaringan disekitarnya dan bermetastasis jauh, umumnya melalui saluran getah bening.
Secara histopatologik ditemukan :
1. Bentuk intraepidermal
Bentuk intraepidermal ditemukan pada : keratosis solaris, kornu kutanea, keratosis arsenikal, penyakit bowen, entroplasia (Queyrat), epitelioma Jadassohn. Penyakit ini dapat menetap dalam jangka waktu lama ataupun menembus lapisan basal sampai ke dermis dan selanjutya bermetastasis melalui saluran getah bening.
2. Bentuk invasif
Bentuk ini terdiri dari:a. Bentuk intraepidermalb. Bentuk prakankerc. De novo (kulit normal)
Mula-mula tumor ini berupa nodus yang keras dengan batas-batas yang tidak tegas, permukaannya mula-mula licin seperti kulit normal yang akhirnya
78 | B E D A H
berkembang menjadi verukosa atau menjadi papiloma. Pada keadaan ini biasanya tampak skuamasi yang menonjol.
Pada perkembangan lebih lanjut tumor ini biasanya menjadi keras, bertambah besar ke samping maupun ke arah jaringan yang lebih dalam. Invasi ke arah jaringan lunak maupun otot serta tulang akan memberikan perabaan yang sulit digerakkan dari jaringan di sekitarnya.
Ulserasi dapat terjadi umumnya ulai di tengah dan dapat timbul pada waktu berukuran 1-2 cm. Ulserasi tersebut diikuti pembentukan krusta dengan pinggir yang keras dan mudah berdarah. Bentuk papiloma eksofitik jarang ditemukan.
Urutan kecepatan invasif dan metastasi tumor sebagai berikut Tumor yang tumbuh di atas kulit normal (de novo): 30% Tumor didahului oleh prakanker (radio dermatitis, sikarik, ulkus, sinud
fistula): 25% Penyakit Bowen, eriyoplasia Queyrat: 20% Keratosis solaris: 2%
Tumor yang terletak di daerah bibir, anus, vulva, penis lebih cepat mengadakan invasi dan bermetastasis dibandingkan dengan daerah lainnya. Metastasis umumnya melalui saluran getah bening, engan perkiraan sekitar 0.1-50% semua kasus. Perbedaan metastasis bergantung pada diagnosis dini, cara pengobatan dan pengawasan setelah terapi.
8.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Pajanan sinar matahari kronis Kulit putih. Queensland, Australia, memiliki angka kejadian kanker kulit
tertinggi di dunia karena jumlah pajanan UV yang tinggi dan kebanyakan peduduknya adalah orang Inggris atau Irlandia yng mempuya kulit sensitif UV
Umur. Karsinoma sek skuamosa lebih sering terjadi pada orang tua. Umur rata-rata terjadinya kondisi ini adalah 66.
Jenis kelamin. Laki-laki leih cenderung mengalami karsinoma sel skuamosa dibanding wanita, mungkin karena pajanan terhadap UV yang lebih besar
Riwayat kanker kulit pada diri sendiri. Sekali terkena karsinoma sel skuamosa, ada kemungkinan untuk terkena lagi
Sistem imun yang lemah. Hal ini terjadi antara lain pada: leukemia kronis, kanker lain, atau HIV/AIDS, dan orang yang memperolh transplantasi organ yang menggunaka obat umtuk mensupresi sistem imun.
79 | B E D A H
Kelainan kulit langka. Orang sengan xeroderma pigmentosum, yangmenyebabkan sensitivitas yang ekstrim terhadap sinar matahari, mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena kanker kulit
Merokok. Meskipun penelitian tidak yakin menegnai mengapa merokok menyebabkan hal ini, mereka membuat teori bahwa tembakau merusak DNA, menyebabkan perubahan sel menjadi sel kanker leih mungkin
Inflamasi atau cedera kulit.7
8.6 PROGNOSIS
Prognosis karsinoma sel skuamosa sangat bergantung pada: Diagnosis dini Cara pegobatan dan keterampilan dokter Kerjasama antara pasien dengan dokter
Prognosis yang paling buruk bila tumor tumbuh di atas kulit normal(de novo), sedagka tumor yang ditemukan di kepala dan leher, prognosisnya lebih baik daripada tempat lainnya. Demikian juga prognosis yang ditemukan di ekstremitas bawah, lebih buruk daripada ekstremitas atas.1
8.7 PROMOTIF DAN PREVENTIF
Kebanyakan karsinoma sel skuamosa dapat dicegah. Cara pencegahannya, antara lain Hindari sinar matahari pada tengah hari. sinar matahari terkuat adalah antara
pukul 10.00 – 16.00. ingat ahwa sinar matahari lebih kuat jika dopantulkan oleh aor, pasir, dan salju.
Menggunakan sunscreen. Sunscreen tidak memfilter smua radiasi sinar UV yang berbahaya. Gunakan suscreen spectrum luas dengan SPF minimal 15. Gunakan sekitar 1 oz (29,5 mm), lindungi semua permukaan tubuh, termasuk bibir, telinga, punggung tangan dan leher. Gunakan sunscreen 20-30 menit sebelum pajanan sinar matahari dan gunakan kembali setiap 2 jam dan setelah berenang atau latihan fisik. UV A mempenetrasi kulit lebih kuat dibandingkan UVB, dab berperan dalam penuaan serta peningkatan risiko kanker.
Gunakan pakaian pelindung. KArena sunscreen tidak menyediakan proteksi lengkap, penting untuk menggunakan pakaian yang ditenun secara rapat untuk menutupi tangan dan kaki, serta topi dengan pinggiran luas daripada ropi baseball atau peci. Jangan lupa menggunakan kacamata hitm
Hindari tanning beds. Tanning secara indoor dapat lebih berbahaya daripada sinar matahari alami. Tanning beds mengemisikan sinar UVA yang mempenetrasi kulit lebih dalam dan menyebabkan lesi kanker. Peneliti menemukan peningkatan
80 | B E D A H
tidak wajar kanker kulit di antara orang-orang yang menggunakan tanning beds. Jika tetap ingin mendapatkan warna kulit seperti terjemur matahari, gunakan tanning lotion atau spray.
Hati-hati terhadap obat yang menyebabkan sensitisasi terhadap sinar matahari. Obat-obat tertentu, ibuprofen, obat jerawat isotretinoin.
Lakukan pemeriksaan kulit secara teratur. Kosumsi vitamin D yang cukup. Vitamiun ini membentuk menurunkan risiko
kanker tertentu Makan 4 sehat 5 smpurna, terutama buah dan sayur. C=Vitamin C, E, dan
karotenois menurunkan risiko kanker. U.S. Dietary Guielines menyarankan orang dewasa untuk mengonsumsi diet 2000 kalori sehari, makan 4,5 cangkir buah dan sayur.5
8.8 TATALAKSANA
Kebanyakan karsinoma sel skuamosa dapat dihilangkan seutuhnya dengan bedah minor atau kadang-kadang pengobatan topikl. Tipe pengobatan karsinoma sel skuamosa biasanya tergantung ukuran, lokasi, dan keagresifan tumor. Pengobatannya antara lain: Pembekuan (cryosurgery). Membekukan sel kanker dengan niotrogen efektif untuk
karsinoma sel basal yang kecil, tetapi tidak direkomendasikan untuk tumor yang lebih besar atau yang ada di hidung, telinga, atau kelopak mata.
Eksisi sederhana. Dalam prosedur ini, dokter memotong jaringan kanker dengan kulit sekat yang membetasinya. Pada beberapa kasus, dokter menyarankan eksisi luas, yaotu memotong tambahan kulit normal di s ekitar tur. Untuk minimalisasi scar, terutama di wajah, konsultasi ke dokter yang memiliki keahlian dalam rekonstruksikulit.
Laser therapy. Biasanya menyebabkan sedikit kerusakan pada jaringan sekitar dan mereduksi risiko perdarahan, bengkak, dan pembantukan scar. Biasanya digunakan untuk karsinoma superficial di bibir
Bedah Mohs. Bedah mohs merupakan cara pengobatan karsinoma sel skuamosa yang paling efektif, terutama untuk karsinoma yang lebih besar dari 3 cm, kambuh, atau berlokaso di wajah, membran mukosa dan area genital. Dokter membuang tumor lapis per lapis, memeriksa setiap lapisam di bawah mikroskop hingga tidak adaa sel abnormal yang tertinggal. Hal ini memungkinkan pembuangan tumor tapa mengambil jaringan kulit sehat di sekitarnya secara berlebihan. Karena hal ini membutuhkan seorang ahli, bedah Mohs hanya boleh dilakukan dokter yang telah terlatih dengan prosedur ini
Terapi rasiasi, Ini dapat menjadi pilihan untuk merawat kanker yang besarm seperti di kelopak mata, bibir, dan telinga yang merupakan area yang sulit untuk diterapi secara bedah atau untuk tumor yang terlalu dalam untuk dipotong
81 | B E D A H
Kemoterapi. Untuk kanker yang sangat superficiall, krim, atau lotin yang mengandung agen antikanker dapat diaplikasikan secara langsung ke kulit. Beberapa obat ini dapat menyebabkan inflamasi dan pembentukan parut yang parah.6
8.9 DIAGNOSIS DINI
Kecurigaan akan keganasan hendaknya sudah timbul bila:1. Secara anamnesis terdapat:
Rasa gatal/nyeri Perubahan warna (gelap, pucat dan terang) Ukurannya membesar Pelebarannya tak merata ke samping permukaan tak rata Trauma Pendarahan (walaupun karena trauma ringan) Ulserasi.infeksi yang sukar sembuh
2. Secara obyektif ditemukan Tidak berambut Warna: suram (waxy, seperti mutiara, translusen)atau sama dengan kulit
normalPermukaan: tak rata, cekug di tengah dengan pinggir agak menonjol (linear atau papular)
Penyebaran warna tidak homogen skuaasi halus atau krusta yang melekat bila diangkat timbul perdarahan
Sering timbul tunas yang bersifat seperti tumor induknya Perabaa berbeda-beda sesuai dengan keadaanl; dapat keras, kenyal, terasa
nyeri; dalam taraf permulaan, dasar mudah digerakkan Diameter terpanjang membentuk sudut dengan garis R.S.T.L (Rest Skin
Tension Line) Telangiektasia kadang-kadang sitemukan mulai dari pinggir ke arah sentral
Sangat sukit membedakan bentuk dini karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamoda maupun melanoma malihna. Diagnosis pasti keganasan ditemukan dengan pemeriksaan patologi-anatomik.
82 | B E D A H
DAFTAR PUSTAKA
1. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah, Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004. Hal 571-705.
2. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, Harrison’s Principles of internal medicine, International edition, Mcgraw Hill Book Co.,Singapore,1994.
3. Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI, Vaskuler, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara Jakarta, 1995; hal: 241-330.
4. Sjamsuhidayat R, De Jong WD : Buku ajar ilmu bedah, EGC; Jakarta, 1997.
5. Frykberg R.G. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management,American Family Physician, November 1, 2002.
6. Cunha BA: Diabetic foot infections. Emerg Med, 1997; 10: 115-24.
7. Author: Kenneth Patrick L Ligaray, MD, Fellow, Department of Endocrinology, Diabetes and Metabolism, St Louis University Coauthor(s): William L Isley, MD, Senior Associate Consultant, Associate Professor of Medicine, Division of Endocrinology, Diabetes, Metabolism, and Nutrition, Mayo Clinic of Rochester.
8. Author: Burke A Cunha, MD, Professor of Medicine, State University of New York School of Medicine at Stony Brook; Chief, Infectious Disease Division, Winthrop-University Hospital http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview Diabetic Ulcers.
9. Author: Richard M Stillman, MD, FACS, Honorary Medical Staff, Northwest Medical Center; Former Chief of Staff and Medical Director, Wound Healing Center, Department of Surgery, Northwest Medical Centerhttp://emedicine.medscape.com/article/460282-overview.
83 | B E D A H