BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu ter-
dapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperpla-
sia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60
tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80
tahun. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang
menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat
dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE)
yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau
dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus
disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign
prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menim-
bulkan perubahan struk-tur buli-buli maupun ginjal sehingga menye-babkan
komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS
(lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi
miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terpu-
tus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap se-
lanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat
kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan se-
baliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali
faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar
prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia
tua dan masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan
testosteron. Di samping itu pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diet
tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan diduga berperan dalam
1
proliferasi selsel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktorfaktor terse-
but mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis protein growth
factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu ter-
jadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu
meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor ekstrin-
sik sedangkan protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang
menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat.
Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat
keluhan pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan
pasien. Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis
dan modalitas terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan
sumber daya manusia di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian dokter di
daerah terpencilpun diharapkan dapat menangani pasien
BPH dengan sebaik-baiknya. Penyusunan guidelines di berbagai ne-
gara maju ternyata berguna bagi para dokter maupun spesialis urologi dalam
menangani kasus BPH dengan benar.
1.2 Batasan Masalah
Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala
pasien, serta penatalaksanaan BPH atau benign prostatic hyperplasia.
Laporan ini juga membahas sedikit mengenai BPH secara umum.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk:
- Melaporkan pasien dengan diagnose BPH.
- Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
- Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan
Kepanjen Malang.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Penderita
Nama : Tn. M
Umur : 78 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gedangan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Tamat SMP
Agama : Islam
St.Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
2.2 Anamnesa
Keluhan Utama:
Susah BAK sejak ± 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak ± 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah buang air kecil.
Pasien juga merasa susah untuk memulai BAK dan terkadang harus disertai
dengan mengedan untuk buang air kecil, pancaran semakin lama dirasa
melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan
lancar kembali. Sebelumnya pasien juga merasakan anyang-anyangen tapi
sekarang menghilang, pasien menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali
ke kamar kecil dikarenakan hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di
kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain
itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi
untuk buang air kecil, keluhan yang lain juga kadang terasa menetes padahal
pasien telah buang air kecil 15 menit yang lalu. Kemudian pasien
memeriksakan diri ke dokter dan dipasang kateter. Jika kateter dilepas,
pasien susah BAK. pasien tidak merasakan pusing, mual, muntah, BAB (+)
normal, tidah dirasa nyeri pada daerah tertentu, kencing darah (-), Panas (-),
3
pinggang terasa sakit, kadang-kadang batuk.
Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kejadian serupa seperti
sekarang. tidak ada riwayat kencing keluar batu.
- Diabetes Melitus : disangkal
- Hipertensi : disangkal
- Alergi : disangkal
- Batuk lama : disangkal
Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat sakit denga gejala serupa : Tidak diketahui
- Diabetes Melitus : Tidak diketahui
- Hipertensi : Tidak diketahui
- Alergi : Tidak diketahui
Riwayat Kebiasaan
- Makan : 1 x sehari.
- Minum air putih : Jarang.
- Rokok : (+)
- Alkohol : (-)
- Obat tanpa resep dokter : (-)
- Jamu : (-)
- Olahraga : (-)
2.3 Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, isi cukup
Pernafasan : 21x/menit, regular
Suhu : 36o C
Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : warna putih beruban, distribusi merata
Mata
Sklera Ikterik : -/-
4
Conjuctiva Anemis : -/-
Telinga
Bentuk : normotia
Secret : -/-
Hidung
Tidak ada deviasi septum
Sekret : -/-
Mulut dan tenggorokan
Bibir : tidak kering dan tidak cyanosis
Tonsil : T1/T1
Pharing : tidak hiperemi
Leher
Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, tidak tampak adanya massa
Palpasi : teraba masa kistik pada supra simpisis, defence muskular
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia
Terpasang DC (+)
Status lokalisata
Pemeriksaan dalam (digital rectal examina-tion) : sfingter ani
mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba
prostat kenyal, kanan dan kiri tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus
medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol
2.4 Resume
Pasien Tn.M ♂ umur 78 tahun datang ke poli bedah RSUD
Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan sejak ± 1 tahun yang lalu pasien
5
merasakan susah buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai
BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil,
pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami
kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali. Sebelumnya pasien juga
merasakan anyang-anyangen tapi sekarang menghilang, pasien
menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan
hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar
beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku
sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi untuk buang air
kecil, keluha yang lain juga kadang terasa menetes padahal pasien telah
buang air kecil 15 menit yang lalu. Kemudian pasien memeriksakan diri ke
dokter dan dipasang kateter, BAK melalui kateter, kadang-kadang batuk.
Dari Pemeriksaan dalam didapatkan genitalia terpasang DC, sfingter
ani mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba
prostat kenyal, kanan dan kiri tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus
medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol.
2.5 Diagnosis
Diagnosis Kerja
Pembesaran prostat jinak (BPH)
Diagnosis Banding
karsinoma prostat, Neurogenic bladder, Acute prostatitis.
Dasar Diagnosis
- Anamnesa : sejak ± 1 tahun yang lalu pasien merasakan susah buang air
kecil. Pancaran melemah dan terkadang harus disertai dengan mengedan
- Pada pasien didapatkan Hesitansi, Pancaran lemah, Intermitensi, Miksi
tidak puas, Terminal dribbling, disuria.
6
- IPSS (International Prostate Symptom Score)
Dalam 1 bulan terakhir
Tidak pernah
Kurang dari
sekali dalam lima hari
Kurang dari
setengah
Kadang-kadang (sekitar 50%)
Lebih dari
setengah
Hampir selalu
Skor
1. Seberapa sering anda merasa masih ada sisa selesai kencing?
0 1 2 3 4 5 5
2. Seberapa sering Anda harus kembali kenc-ing dalam waktu ku-rang dari 2 jam sete-lah selesai kencing?
0 1 2 3 4 5 3
3. Seberapa sering Anda mendapatkan bahwa Anda kencing terpu-tus-putus?
0 1 2 3 4 54
4. Seberapa sering tidak bisa menahan keinginan untuk kencing?
0 1 2 3 4 54
5. Seberapa sering pan-caran kencing Anda lemah?
0 1 2 3 4 5 4
6. Seberapa sering Anda harusmengejan untuk mulai kencing?
0 1 2 3 4 54
7. Seberapa sering Anda harus bangun untuk kencing, sejak mulai tidur pada malam hari hingga bangun di pagi hari?
0 1 2 3 4 53
Skor IPSS Total (pertanyaan 1 sampai 7) = 27
Senang sekali
SenangPada
umumnya Puas
Biasa saja
Pada umumnya
tidak puas
Tidak bahagia
Buruk sekali
Seandainya Anda harus enghabiskan sisa hidup dengan fungsi kencing seperti saat ini, agaimana perasaan Anda?
√
7
- Pemeriksaan dalam : sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin,
ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri tidak
simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-
benjol.
2.6 Diskusi
Berdasarkan data tersebut di atas pasien ini di diagnose pembesaran
prostat jinak (BPH). Hal-hal yang mendukung diagnosis tersebut
berdasarkan anamnesa adalah sejak ± 1 tahun yang lalu pasien merasakan
susah buang air kecil. Pancaran melemah dan terkadang harus disertai
dengan mengedan dan juga pada pasien didapatkan Hesitansi (susah
memulai miksi), Pancaran lemah, Intermitensi (kencing tiba-tiba berhenti
dan lancar kembali), Miksi tidak puas, Terminal dribbling (menetes setelah
miksi), disuria (rasa tidak enak saat kencing). Pemeriksaan dalam
didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum
tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri tidak simetris, nyeri tekan
(-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol. Dan di kategorikan
berat karena skor IPSS = 27
Diagnosis banding dari kasus ini adalah karsinoma prostat,
Neurogenic bladder, Acute prostatitis.
Karsinoma prostat dijadikan diagnosis banding didasarkan pada
anamnesa dari pasien merasakan susah buang air kecil. Pasien juga merasa
susah untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan
untuk buang air kecil, pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang
pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali, dan
disingkirkan dikarenakan pada rectal touser karsinoma prostatharusnya
didapatkan konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin antara
lobus prostat tidak simetri.
Neurogenic bladder dijadikan diagnosis banding didasarkan pada
anamnesa dari pasien merasakan, pancaran semakin lama dirasa melemah
dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan lancar
kembali. keluha lain juga kadang terasa menetes padahal pasien telah buang
air kecil 15 menit yang lalu. akan tetapi disingkirkan dikarenakan pada
8
Neurogenic bladder bisa terjadi akibat Penyakit, Cedera,
Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau saraf yang
menuju ke kandung kemih, saraf yang keluar dari kandung
kemih maupun keduanya, dan itu tidak di dapatkan pada
pasien tersebut.
Acute prostatitis dijadikan diagnosis banding didasarkan pada
anamnesa dari pasien yang menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali
ke kamar kecil dikarenakan hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di
kamar kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain
itu pasien mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi
untuk buang air kecil, akan tetapi Acute prostatitis disingkirkan dikarenakan
pada acute prostatitis sering sering menggigil, demam, sakit di punggung
bawah dan daerah kelamin, nyeri tubuh, dan dibuktikan dengan adanya
infeksi saluran kemih (sebagaimana dibuktikan oleh keberadaan sel-sel
darah putih dan bakteri dalam urin).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
USG abdomen
Hepar : tak membesar, tepi reguler. Intensitas echoparenchym
homogen rata. Sistem vaskuler/bilier/porta tak tampak kelainan. Tak tampak
nodul/kista/abses.
Gall Bladder : dinding tak menebal. Tak tampak batu/sludge.
Pancreas/ Lien : kontur normal. Tak tampak klasifikasi/ nodul.
Ren Dextra : ukuran 8,5 x 5,2 cm, intensitas echocortex meningkat.
batas cortex medula kabur. sistema pelviocalyceal tak dilatasi. Tampak kista
pada pole atas tengah dan bawah diameter terbesar 4 cm.
Ren sinistra : ukuran 7,6 x 4,5 cm, , intensitas echocortex meningkat.
batas cortex medula kabur. sistema pelviocalyceal tak dilatasi. Tampak kista
pada pole atas tengah dan bawah diameter terbesar 4 cm.
Ves.Urinaria : dinding tak menebal, tak tampak batu
Prostat : ukuran 6,9 x 5,9 x 5,7 cm-vol 116,5 cm. Tampak sebagian
prostat pada vesica. Echoparenchym homogen. Indentasi dasar buli-buli (+).
9
Kesimpulan:
1. Intra vesica BPH
2. Chronic parenchymal disease bilateral
3. Renal cyst dextra multiple
Penatalaksanaan
1. Non operatif
KIE : Pengaturan gaya hidup yang meliputi, Jangan mengkonsumsi kopi.
Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi, coklat),
Kurangi makanan pedas atau asin, Jangan menahan kencing terlalu lama
2. Operatif : Pro operasi (open prostatektomi)
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pendahuluan
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang terletak di sebelah infe-
rior bulibuli dan membungkus uretra posterior.1 Paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas.2 Bila mengalami pembesaran, organ
ini membuntu uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin keluar dari
buli-buli.1 Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan Pembesaran Pro-
stat Jinak (PPJ) yang menghambat aliran urin dari buli-buli.3 Pembesaran
ukuran prostat ini akibat adanya hyperplasia stroma dan sel epitelial mulai
dari zona periurethra.3,4
Gambar 1. Perbedaan aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan
prostat yang mengalami pembesaran Bentuk kelenjar prostat sebesar buah
kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Mc Neal (1976)
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona peri-
urethra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.1,6
3.2 Etiologi dan Patofisiologi
11
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara
pasti,tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya den-
gan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Be-
berapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia pro-
stat:1
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone testos-
teron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi
metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 α – reduk-
tase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel ke-
lenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu per-
tumbuhan kelenjar prostat. 1
NADPH NADP
Gambar 2. Perubahan Testosteron menjadi Dihidrotesteron oleh enzim
5 α – reduktase1
Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 α – reduktase dan jumlah resep-
tor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak ter-
jadi dibandingkan dengan prostat normal.1
12
Gambar 3. Teori Dihidrotestosteron dalam Hiperplasia Prostat8
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedan-
gkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen : testos-
teron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas
sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,meningkatkan jumlah
reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apopto-
sis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun merangsang terbentuknya
sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang
lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.1
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan
selsel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma
melalui suatu mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth
13
factor yang selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menye-
babkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.1
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeo-
statis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara
laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat
yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel
kelenjar prostat.1
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu
sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan
sel ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun
(misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga ter-
jadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas
sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel
epitel.1
Patofisiologi Hiperplasia Prostat
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen ure-
tra pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan
tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan ter-
jadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, tra-
bekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran
kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms(LUTS).1
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
14
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.
3.3 Manifestasi Klinis
Anamnesa
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada
akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap.
Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa
hal yang menyebabkan penderita datang berobat, yakni adanya LUTS.4
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif.
Gejala obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah, inter-
mitensi, miksi tidak puas, menetes setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif
terdiri dari: frekuensi, nokturia, urgensi dan disuri.1
Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi
urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien.
Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah international Pro-
static Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan
yang berhubungan dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubun-
gan dengan kualitas hidup pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan
gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:1,9
Ringan : skor 0-7
Sedang : skor 8-19
Berat : skor 20-35
IPSS (International Prostate Symptom Score)
Dalam 1 bulan terakhir
Tidak pernah
Kurang dari
sekali dalam lima hari
Kurang dari
setengah
Kadang-kadang (sekitar 50%)
Lebih dari
setengah
Hampir selalu
Skor
1. Seberapa sering anda merasa masih ada sisa selesai kencing?
0 1 2 3 4 5 5
2. Seberapa sering Anda harus kembali kenc-
0 1 2 3 4 5
15
ing dalam waktu ku-rang dari 2 jam sete-lah selesai kencing?
3
3. Seberapa sering Anda mendapatkan bahwa Anda kencing terpu-tus-putus?
0 1 2 3 4 54
4. Seberapa sering tidak bisa menahan keinginan untuk kencing?
0 1 2 3 4 54
5. Seberapa sering pan-caran kencing Anda lemah?
0 1 2 3 4 5 4
6. Seberapa sering Anda harusmengejan untuk mulai kencing?
0 1 2 3 4 54
7. Seberapa sering Anda harus bangun untuk kencing, sejak mulai tidur pada malam hari hingga bangun di pagi hari?
0 1 2 3 4 53
Skor IPSS Total (pertanyaan 1 sampai 7) =
Senang sekali
SenangPada
umumnya Puas
Biasa saja
Pada umumnya
tidak puas
Tidak bahagia
Buruk sekali
Seandainya Anda harus enghabiskan sisa hidup dengan fungsi kencing seperti saat ini, agaimana perasaan Anda?
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang,
benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).1
3. Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.1
16
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan
teraba massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.1 Pemerik-
saan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pe-
meriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter
ani, pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan
seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan ini dinilai be-
sarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan
ada tidaknya nodul.1,4,9
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal,
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didap-
atkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras
dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.1
Gambar 4. Pemeriksaan Colok Dubur5
Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses in-
feksi atau inflamasi pada saluran kemih.1 Obstruksi uretra menyebabkan
bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya
penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis.1,9 Pe-
meriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis kuman yang menye-
babkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap be-
berapa antimikroba yang diujikan.
17
Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi
sel-sel uroteliumyang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah un-
tuk mendeteksi adanya diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada buli-buli. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu
diperiksa penanda tumor prostat (PSA).1
Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh
terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat men-
erangkan adanya :1
• kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
• memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan
indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau
ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
• penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi buli-buli
Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH.1 Pemeriksaan
USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk menge-
tahui besar dan volume prostat , adanya kemungkinan pembesaran prostat
maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menen-
tukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli. Pe-
meriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama
(purnomo, de jong).
18
Gambar 5. TransRectal Ultra Sound (TRUS)5
Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan men-
gukur:1,9
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan pe-
meriksaan ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.
3.4 Penatalaksanaan
Tujuan terapi:1
- memperbaiki keluhan miksi
- meningkatkan kualitas hidup
- mengurangi obstruksi infravesika
- mengembalikan fungsi ginjal
- mengurangi volume residu urin setelah miksi
- mencegah progressivitas penyakit
1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu
keluhan
19
ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien hanya diberikan
edukasi mengenai hal-hal yang dapat memperburuk keluhan :1
- Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol
- Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi, cok-
lat)
- Kurangi makanan pedas atau asin
- Jangan menahan kencing terlalu lama
2. Medikamentosa
Tujuan:
- mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik α blocker
- mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon testos-
terone melalui penghambat 5α-reduktase
- Selain itu, masih ada terapi fitofarmaka yang masih belum jelas
mekanisme kerjanya.1
3. Operasi
Pasien BPH yang mempunyai indikasi pembedahan:1
- Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa
- Mengalami retensi urin
- Infeksi Saluran Kemih berulang
- Hematuri
- Gagal ginjal
- Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi salu-
ran
- kemih bagian bawah
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan:
Transurethral reseksi prostat (TURP)
TURP telah menjadi prosedur umum untuk pembesaran prostat selama
bertahun-tahun, dan merupakan operasi yang dibandingkan perlakuan
lainnya. Dengan TURP, dokter bedah tempat lingkup yang menyala khusus
(resectoscope) ke dalam uretra Anda dan menggunakan alat pemotong kecil
untuk menghapus semua kecuali bagian luar prostat (reseksi prostat. TURP
20
umumnya mengurangi gejala cepat; kebanyakan pria memiliki aliran urin
kuat dalam beberapa hari. Setelah TURP, ada risiko pendarahan, infeksi, dan
Anda mungkin memerlukan kateter untuk menguras kandung kemih Anda
selama tiga sampai lima hari setelah prosedur. Anda akan bisa hanya
melakukan kegiatan ringan sampai Anda sembuh. Prosedur ini umumnya
digunakan untuk mengobati prostat lebih kecil. Namun, lebih baru dan
kurang perawatan invasif (terapi minimal invasif) menjadi lebih umum.
Operasi minimal invasif pada umumnya memiliki risiko yang lebih rendah
dari efek samping atau komplikasi, dan memerlukan waktu pemulihan
kurang dari tidak TURP atau jenis operasi invasive.Meskipun demikian,
TURP masih merupakan pilihan pengobatan terbaik untuk beberapa orang.
Transurethral sayatan dari prostat (TUIP atau TIP)
Operasi ini adalah pilihan jika Anda memiliki kelenjar prostat agak
membesar atau kecil, terutama jika Anda memiliki masalah kesehatan yang
membuat operasi lain terlalu berisiko. Seperti TURP, TUIP melibatkan
instrumen khusus yang dimasukkan melalui uretra. Tapi bukannya
menghilangkan jaringan prostat, ahli bedah membuat satu atau dua luka
kecil di kelenjar prostat untuk membuka saluran di uretra - sehingga lebih
mudah untuk urin melewatinya.
21
Buka prostatektomi
Jenis operasi ini umumnya dilakukan jika Anda memiliki prostat
sangat besar, kandung kemih kerusakan atau faktor komplikasi lain, seperti
batu kandung kemih. Ini disebut terbuka karena ahli bedah membuat sayatan
di perut bagian bawah untuk mencapai prostat. Buka prostatektomi adalah
pengobatan yang paling efektif untuk pria dengan pembesaran prostat yang
parah, tetapi memiliki resiko tinggi efek samping dan komplikasi. Pada
umumnya memerlukan kunjungan singkat di rumah sakit dan berhubungan
dengan risiko tinggi memerlukan transfusi darah.
22
Pembedahan laser operasi.
Laser (juga disebut terapi laser) menggunakan energi laser tinggi
untuk menghancurkan atau menghapus jaringan prostat lebatLaser bedah
umumnya segera meredakan gejala dan memiliki risiko efek samping yang
lebih rendah daripada TURP. Beberapa operasi laser dapat digunakan pada
pria yang tidak harus memiliki prosedur prostat lain karena mereka
mengambil obat pengencer darah.
Pembedahan laser dapat dilakukan dengan berbagai jenis laser dan
dengan cara yang berbeda.
Prosedur Ablatif (termasuk penguapan) menghapus jaringan prostat
menekan uretra dengan membakar begitu saja, sambil aliran urin.
prosedur ablatif dapat menyebabkan iritasi gejala urin setelah operasi
dan mungkin perlu diulang di beberapa titik.
Prosedur Enucleative serupa untuk membuka prostatektomi, tapi
dengan risiko yang lebih sedikit. Prosedur ini biasanya menghapus
semua prostat jaringan memblokir aliran urin, dan mencegah
pertumbuhan kembali jaringan. Salah satu manfaat dari prosedur
enucleative adalah bahwa jaringan prostat dihapus dapat diperiksa
untuk kanker prostat dan kondisi lainnya.
Jenis pembedahan laser meliputi:
Ablasi laser Holmium dari prostat (HoLAP)
Visual laser ablasi dari prostat (VLAP)
Laser Holmium enucleation dari prostat (HoLEP)
Fotosensitif penguapan dari prostat (PVT)
23
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pasien Tn.M ♂ umur 78 tahun datang ke poli bedah RSUD
Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan sejak ± 1 tahun yang lalu pasien
merasakan susah buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai
BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil,
pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami
kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali. Sebelumnya pasien juga
merasakan anyang-anyangen tapi sekarang menghilang, pasien
menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil dikarenakan
hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar
beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku
sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi untuk buang air
kecil, keluha yang lain juga kadang terasa menetes padahal pasien telah
buang air kecil 15 menit yang lalu. Kemudian pasien memeriksakan diri ke
dokter dan dipasang kateter, BAK melalui kateter, kadang-kadang batuk.
Dari Pemeriksaan dalam didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat,
mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan
kiri tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak
berbenjol-benjol.
25
DAFTAR PUSTAKA
1.Purnomo. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta: CV.Sagung Seto.
2007. 69-85
2.Birowo dan Rahardjo. Pembesaran Prostat Jinak. 2000.
http://fkui.co.id/urologi/ppj.mht
3.Leveillee. Prostate Hyperplasia, Benign. 2006. http://www.emedicine.com.
4.Fadlol dan Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita Pembesaran
Prostat Jinak. Indonesian J of Surgery 2005; XXXIII-4; 139-145
5.Anonim. Normal Prostate and Benign Prostate Hyperplasia.
2008.http://www_med_nyu_edu/healthwise/media/medical/nci/cdr0000462
221/jpg.mht
6.Kim dan Belldegrun (eds). Urology Dalam Schwartz’s Manual Of Surgery,
8thEdition, Brunicardi et al (eds). USA: Mc Graw-Hill Medical Publishing
Division. 2006. 1036-1060
7.Suryawisesa, Malawat, Bustan. Hubungan Faktor Geografis Terhadap Skor
Gejala Prostat Internasional (IPSS) Pada Komunitas Suku Makassar Usia
Lanjut Tahun 1998. Ropanasuri 1998; XXVI – 4; 1-10
8.Anonim. The Development of Benign Prostate Hiperplasia. 1998.
http://www_lef_org/magazine/graphics/pros1mar98_jpg.mht.
9. Sjamjuhidayat & De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005. 782
10.Pheonix 5. Transurethral Prostatectomy. 2002.
http://www_phoenix5_org/glossary/graphics-turp/NIDDK/gif.mht
26