Transcript
Page 1: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Desy Putma H. (M0109018)

Gunawan Prabowo (M0109033)

Luk Luk Alfiana (M0109043)

Nur Indah (M0109055)

Tatik Dwi Lestari (M0109066)

SPESIFIKASI MODEL

Anggota kelompok 5 :

Page 2: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Bagaimana kita memilih nilai yang sesuai untuk p, d dan q untuk deret runtun waktu yang diberikan?

Bagaimana kita mengestimasi parameter dari model ARIMA(p, d, q) ?

Bagaimana kita mengecek kesesuaian model yang terpilih?

Subyek :

Page 3: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

memutuskan nilai p, d dan q.

mengestimasi parameter-parameter , dan 2 dalam

model

Cek kesesuaian

memilih model yang lain

mengestimasi parameter-parameter model yang baru

mengeceknya kesesuaiannya

Jika model tidak sesuai ???

Page 4: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

SIFAT-SIFAT FUNGSI AUTOKORELASI SAMPEL

Estimasi fungsi autokorelasi, untuk deret observasi, Z1, Z2 , ..., Zn, yaitu:

rk adalah fungsi autokorelasi sampel yang merupakan penaksir dari ρk

Penaksir yang baik :1. tak bias

2. variansi minimum3. konstan

Page 5: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Diperlukan sampel yang cukup besarMisal :

Mean nol, dan variansi berhingga

Asumsi

Page 6: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Untuk sembarang nilai m, distribusi bersama:

Distribusi bersama normalmean nol , variansi cii, dan covariances cij,

Untuk n besarmendekati

dist.normalmean: variansi: ckk/n

jadi., penaksir tak bias

Page 7: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Note:β€’ Variansi berbanding terbalik dengan ukuran sampel.β€’ Tetapi, korelasinya akan konstan untuk n besar.

Berarti,

Page 8: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

{Zt} ~ white noise , maka var (rk)β‰ˆ1/n

Ingat !Jadi,

BEBERAPA KASUS KHUSUS

{Zt} ~AR(1) ρk = Γ˜k untuk k=0,1,2,…

Ø= Β±1 var (r1) β‰ˆ 1/nUntuk n cukup besar maka var (r1)= 0r1 ρ1 (r1 penaksir yang cukup baik untuk ρ1)

untuk lag-lag yang lebih besar

Ø2k 0,

Untuk ر 1 , maka var (rk) ∞

Page 9: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Untuk AR(1)0<i≀j

Page 10: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

TAKSIRAN STANDAR DEVIASI DAN KORELASI DARI AUTOKORELASI SAMPEL UNTUK BERBAGAI NILAI-NILAI Ξ¦.

MODEL AR(1)

Page 11: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

UNTUK MODEL MA(1)

terlihat dari tabel  bahwa autocorrelations sampel sangat berkorelasi dan  standar deviasi dari rk untuk k> 1  lebih besar dari pada untuk k = 1.

TAKSIRAN STANDAR DEVIASI DAN KORELASI DARI AUTOKORELASI SAMPEL UNTUK BERBAGAI NILAI-NILAI Ξ˜.MODEL MA(1)

Page 12: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Model MA(q)

Page 13: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Untuk itu dilakukan uji hipotesisH0: ρk=0H1: ρkβ‰ 0Jika ada satu set data, rk dapat dihitung, kemudian akan dilihat untuk lag ke berapa rk dapat dianggap nol.Uji hipotesis:

Gunakan untuk menguji hipotesis tersebut:

Kapan kita mengatakan rk=0?

Jika Zt dapat dimodelkan MA(q) maka:(i) ρk = 0

(ii)

Jika Ho benar ( ) maka

Page 14: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

MA(q)ρk=0, untuk k>q

Maka rk merupakan indikator yang baik dari order proses.

AR(p) ρk β‰ 0, setelah sejumlah lag, maka fungsi autokorelasi tidak dapat digunakan untuk

menentukan orde(p).

FUNGSI AUTOKORELASI PARSIAL(PACF)

Page 15: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

π“π’Œπ’Œ = Corr αˆΊπ’π’• ,π’π’•βˆ’π’Œ |π’π’•βˆ’πŸ,π’π’•βˆ’πŸ,…,π’π’•βˆ’π’Œ+𝟏ሻ πœ™π‘˜π‘˜ adalah koefisien korelasi dalam distribusi bivariat dari 𝑍𝑑 ,π‘π‘‘βˆ’π‘˜ tergantung pada π‘π‘‘βˆ’1,π‘π‘‘βˆ’2,…,π‘π‘‘βˆ’π‘˜+1

Zt normal Bagaimana jika Zt tidak berdist. Normal?

Page 16: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Jika Zt tidak berdist. Normal maka fungsi autokorelasi parsial pada lag k dapat ditentukan menggunakan korelasi antara

kesalahan prediksi

πœ™π‘˜π‘˜ = πΆπ‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ (𝑍𝑑 βˆ’ 𝛽1π‘π‘‘βˆ’1βˆ’ 𝛽2π‘π‘‘βˆ’2 βˆ’ β‹―βˆ’ π›½π‘˜βˆ’1π‘π‘‘βˆ’π‘˜+1, π‘π‘‘βˆ’π‘˜ βˆ’ 𝛽1π‘π‘‘βˆ’π‘˜+1 βˆ’ 𝛽2π‘π‘‘βˆ’π‘˜+2 βˆ’ β‹―βˆ’π›½π‘˜βˆ’1π‘π‘‘βˆ’1)

Page 17: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Telah diket bahwa

Untuk menetukan

Korelasi residu (PACF antara ) dan

Page 18: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Cov(𝑍𝑑 βˆ’ 𝜌1π‘π‘‘βˆ’1,π‘π‘‘βˆ’2 βˆ’ 𝜌1π‘π‘‘βˆ’1) = 𝛾0(𝜌2 βˆ’ 𝜌12 βˆ’ 𝜌12 + 𝜌12) = 𝛾0 (𝜌2 βˆ’ 𝜌12)

dimana

Var (𝑍𝑑 βˆ’ 𝜌1π‘π‘‘βˆ’1) = Var (π‘π‘‘βˆ’2 βˆ’ 𝜌1π‘π‘‘βˆ’1)

= 𝛾0 (1+ 𝜌12 βˆ’ 2𝜌12) = 𝛾0 (1βˆ’ 𝜌12)

Pertimbangkansekaranguntuk model AR (1). Ingat bahwa πœŒπ‘˜ = πœ™π‘˜ sehingga

πœ™22 = πœ™2βˆ’πœ™21βˆ’πœ™2 = 0

Page 19: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Pertimbangkan bentuk umum AR (p). Ini akan ditampilkan dalam Bab 9 bahwa prediktor linier terbaik dari𝑍𝑑 dalam hal π‘π‘‘βˆ’1,π‘π‘‘βˆ’2,…,π‘π‘‘βˆ’π‘,…,π‘π‘‘βˆ’π‘˜+1 untuk k>p dalam halnya

πœ™1π‘π‘‘βˆ’1 + πœ™2π‘π‘‘βˆ’2 + β‹―+ πœ™π‘π‘π‘‘βˆ’π‘

Page 20: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Juga, predictor terbaik dari π‘π‘‘βˆ’π‘˜ akan menjadi beberapa fungsi β„Ž(π‘π‘‘βˆ’π‘˜+1,π‘π‘‘βˆ’π‘˜+2,…,π‘π‘‘βˆ’1), misalnya. Jadi

Covࡣ�𝑍𝑑 βˆ’ πœ™1π‘π‘‘βˆ’1 βˆ’ πœ™2π‘π‘‘βˆ’2 βˆ’ β‹―βˆ’ πœ™π‘π‘π‘‘βˆ’π‘,π‘π‘‘βˆ’π‘˜ βˆ’ β„Ž(π‘π‘‘βˆ’π‘˜+1,π‘π‘‘βˆ’π‘˜+2,…,π‘π‘‘βˆ’1)ࡧ = CovαˆΎπ‘Žπ‘‘,π‘π‘‘βˆ’π‘˜ βˆ’ β„Ž(π‘π‘‘βˆ’π‘˜+1,π‘π‘‘βˆ’π‘˜+2,…,π‘π‘‘βˆ’1)ሿ = 0 (karenaπ‘Žπ‘‘ tidak tergantung π‘π‘‘βˆ’1,π‘π‘‘βˆ’2,…)

Jadi untuk model AR(p),

πœ™π‘˜π‘˜ = 0untukk>p (6-16)

Untuk bentuk MA(1), Persamaan (6-15) dengan cepat menghasilkan

πœ™22 = βˆ’πœƒ21+πœƒ2+πœƒ2

(6-17)

Page 21: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Penjabaran πœ™22 = 𝜌2βˆ’πœŒ121βˆ’πœŒ12 π‘€π΄αˆΊ1ሻ, 𝜌2 = 0

= βˆ’πœŒ121βˆ’πœŒ12 π‘€π΄αˆΊ1ሻ, 𝜌1 = βˆ’πœƒ1+πœƒ2

= βˆ’πœƒ21+2πœƒ2+πœƒ41βˆ’ πœƒ21+πœƒ2+πœƒ4

= βˆ’πœƒ21+πœƒ2+πœƒ2

Selain itu, dapat ditunjukkan bahwa dalam kasus ini

πœ™π‘˜π‘˜ = βˆ’(πœƒπ‘˜)(1βˆ’πœƒ2)1βˆ’πœƒ2(π‘˜+1) untukkβ‰₯ 1

(6-18)

Perhatikan bahwa autokorelasi parsial dari model MA(1) adalah tidak nol tetapi pada dasarnya meluruh secara eksponensial ke nol, bukan seperti autokorelasi untuk model AR (1).

Page 22: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

πœŒπ‘—= πœ™π‘˜1πœŒπ‘—βˆ’1 + πœ™π‘˜2πœŒπ‘—βˆ’2 + β‹―+ πœ™π‘˜π‘˜πœŒπ‘—βˆ’π‘˜ j = 1, 2, . . . , k (6-19)

Lebih eksplisit,

𝜌1 = πœ™π‘˜1 + πœ™π‘˜2𝜌1 + β‹―+ πœ™π‘˜π‘˜πœŒπ‘˜βˆ’1

𝜌2 = πœ™π‘˜1𝜌1 + πœ™2 + β‹―+ πœ™π‘˜π‘˜πœŒπ‘˜βˆ’2

.

. (6-20)

πœŒπ‘˜ = πœ™π‘˜1πœŒπ‘˜βˆ’1 + πœŒπ‘˜2πœ™π‘˜βˆ’2 + β‹―+ πœ™π‘˜π‘˜

Di sini kita menggunakan 𝜌1,𝜌2,…,πœŒπ‘˜ seperti yang diberikan dan untuk memecahkan, πœ™π‘˜1,πœ™π‘˜2,…,πœ™π‘˜π‘˜ yang tidak diketahui (membuang semua kecuali πœ™π‘˜π‘˜).

PACF MA(q) mirip dengan ACF AR(q)

Bagaimana menentukan fungsi autokorelasi dari AR(q)?

Bentuk umum dari PACF proses stasioner adalah:

Page 23: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

6.3 FUNGSI AUTOKORELASI PARSIAL SAMPLE

Persamaan (6-20) dapat diselesaikan secara rekursif sebagai berikut:

πœ™π‘˜π‘˜ = πœŒπ‘˜βˆ’Οƒ πœ™π‘˜βˆ’1 ,π‘—πœŒπ‘˜βˆ’π‘—π‘˜βˆ’1𝑗=11βˆ’Οƒ πœ™π‘˜βˆ’1 ,π‘—πœŒπ‘—π‘˜βˆ’1𝑗=1 (6-21)

Dimana πœ™π‘˜π‘— = πœ™π‘˜βˆ’1 ,𝑗 βˆ’ πœ™π‘˜π‘˜πœ™π‘˜βˆ’1 ,π‘˜βˆ’π‘— untuk 𝑗= 1,2,…,π‘˜βˆ’ 1

Sebagai contoh, penggunaan πœ™11 = 𝜌1 untuk memulai, kita harus

πœ™22 = 𝜌2βˆ’πœ™11𝜌11βˆ’πœ™11𝜌1 = 𝜌2βˆ’πœŒ121βˆ’πœŒ12

Page 24: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

(Seperti sebelumnya) dengan πœ™21 = πœ™11 βˆ’ πœ™22πœ™11 (diperlukan untuk k = 3)

Kemudian πœ™33 = 𝜌3βˆ’πœ™21𝜌2βˆ’πœ™22𝜌11βˆ’πœ™21𝜌1βˆ’πœ™22𝜌2

Dengan demikian kita dapat menghitung nilai numerik sebanyak untuk πœ™π‘˜π‘˜ yang diinginkan. Sebagaimana dinyatakan, persamaan ini memberi kita autocorrelations parsial teoritis, tetapi dengan mengganti ρ dengan r, kita mendapatkan πœ™π‘˜π‘˜

Untuk menilai besarnya kemungkinan autocorrelations parsial, Quenouille (1949) telah menunjukkan bahwa, di bawah hipotesis bahwa AR (p) model benar, autocorrelations parsial diperkirakan pada tertinggal lebih besar dari p sekitar secara independen terdistribusi normal dengan nol berarti dan varians 1 𝑛΀ . Dengan demikian Β± 2 ξ𝑛΀ dapat digunakan sebagai batas kritis pada πœ™π‘˜π‘˜ untuk k > p untuk menguji hipotesis dari (p) model AR.

Page 25: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

RUNTUN YANG DISIMULASI

Untuk mengilustrasikan teori bagian 6.1 dan 6.2, kita akan menganggap sampel fungsi autokorelasi dan sampel fungsi autokorelasi parsial dari beberapa runtun waktu yang disimulasi.

Page 26: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.1 sampel fungsi autokorelasi (ACF) untuk white noise dgn n=121

Dari gambar tersebut maka jelas bahwa korelasi(rk) dari 21 sampel diatas terletak diantara +0.18 dan -0.18

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Auto

corr

ela

tion

Autocorrelation Function for white noise(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Dari pers. 6.3 dapat dihitung standar deviasi

dari rk yaitu1/√n=1/ √121

=0.09

Sehingga interval konvidensi 95% dari

rk adalah Β±0.18

Page 27: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.2 sampel fungsi autokorelasi parsial (PACF) untuk white noise dengan n=121

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

uto

corr

ela

tion

Partial Autocorrelation Function for white noise(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Karena white noise dapat dianggap sbg AR(p) dgn p=0

(Quenouille’s (1949) ) maka dapat digunakan untuk

menduga signifikansi dari estimasi.

Disini tidak ada lagi dari 21 nilai PACF

yang melampaui

batas.

Page 28: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.3 sampel fungsi autokorelasi untuk runtun AR(1) dengan =0.9 dan disimulasi n sebanyak 59βˆ…

161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Auto

corr

ela

tion

Autocorrelation Function for AR(1)(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Nilai yg diestimasi ρk = Γ˜k untuk k=0,1,2,… maka ρ1 =0.9 dan ρ2 =0.81.

dari table 6.1 standar deviasi r1 kira-kira , dan r2

Pada umumnya, plot menunjukkan

kecenderungan eksponensial

kemudian menghilang

dengan meningkatnya lag.

Page 29: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.4 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtun AR(1)

dengan =0.9 dan n=59βˆ…

Interval kon vidensi 95% sebesar ±2/√n= ±2/√59=0.26

161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

uto

corr

ela

tion

Partial Autocorrelation Function for AR(1)(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Page 30: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.5 sampel fungsi autokorelasi untuk runtun AR(1) dengan =0.4 dan n=119βˆ…

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Auto

corr

ela

tion

Autocorrelation Function for AR(1)(with 5% significance limits for the autocorrelations)

ρk = Γ˜k

Maka ρ1 =0.4 dan ρ2 =0.16

Yang telah diestimasi dengan r1

=0.409 dan r2 =0.198

Page 31: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.6 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtun AR(1) dengan =0.4 dan n=119βˆ…

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

uto

corr

ela

tion

Partial Autocorrelation Function for AR(1)(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Interval kon vidensi 95% sebesar ±2/√n= ±2/√119=0.183

Terdapat satu nilai autokorelasi parsial yang tidak signifikan yaitu

lag pertama

Page 32: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.7 sampel fungsi autokorelasi (ACF)untuk runtun AR(1) dengan =-0.7 dan n=119βˆ…

Dari gambar terlihat adanya osilasi (variasi periodik terhadap waktu) dalam ACF ketika nilai =-0.7βˆ…

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Auto

corr

ela

tion

Autocorrelation Function for AR(1)(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Page 33: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.8 sampel fungsi autokorelasi parsial (PACF) untuk runtun AR(1) dengan =-0.7 dan n=119βˆ…

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

uto

corr

ela

tion

Partial Autocorrelation Function for AR(1)(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Page 34: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.9 sampel fungsi autokorelasi untuk runtun AR(2) dengan βˆ…1=1.5 dan βˆ…2=-0.75 dan n=119

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Auto

corr

ela

tion

Autocorrelation Function for AR(2)(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Menunjukkan adanya damped sine wave (lembah gelombang sinus) dengan 12 periode dan damping factor=0.866. dan

mengosilasi dengan periode kira-kira 11 atau 12

Page 35: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.10 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtuk AR(2) dengan βˆ…1=1.5 dan βˆ…2=-0.75 dan n=119

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

uto

corr

ela

tion

Partial Autocorrelation Function for AR(2)(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Interval konvidensi 95% adalah sebesar

Page 36: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.11 sampel fungsi autokorelasi untuk runtun MA(1) dengan ΞΈ=0.9 denga n=120

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Auto

corr

ela

tion

Autocorrelation Function for MA(1)(with 5% significance limits for the autocorrelations) dari table 6.2

standar deviasi dari r1 kira-kira

konfidensi 95%

dari r1 sebesar

r1 = -0.519Untuk lag lebih besar dari 1, table 6.2

memberikan standar deviasi dari rk yaitu

Dan interval konvidensinya sebesar

Page 37: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.12 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtun MA(1) dengan ΞΈ=0.9 dengan n=120

2018161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

uto

corr

ela

tion

Partial Autocorrelation Function for MA(1)(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Page 38: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.13 sampel fungsi autokorelasi untuk runtuk ARMA(1.1) dengan =0.8 dan ΞΈ=0.4 dengan n=99 βˆ…

18161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Auto

corr

ela

tion

Autocorrelation Function for ARMA(1,1)(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Page 39: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

EXHIBIT 6.14 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtuk ARMA(1.1) dengan =0.8 dan ΞΈ=0.4 dengan n=99 βˆ…

18161412108642

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

uto

corr

ela

tion

Partial Autocorrelation Function for ARMA(1,1)(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Page 40: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

NONSTATIONARY

model ARMA Time series plot

ACF

Page 41: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

tidak jelas apakah ACF  mengestimasi untuk proses nonstasioner

Misalnya:Menggunakan hasil deviasi yang di lag kan dari mean dari pembilang dan penyebut mengasumsikan variansi yang konstan

Definisi fungsi autokorelasi secara implisit mengasumsikan stasioneritas

Namun demikian,untuk series nonstasioner , ACF biasanya menghilang dengan

cepat. Nilai rk tidak harus terlalu  tinggi bahkan untuk lag yang rendah,tetapi harus sering muncul.

Page 42: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Exhibit  6.15 memberikan sampel ACF untuk IMA(1,1 dengan =0.4

Page 43: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

6.15 Fungsi Autokorelasi sampel untuk runtun IMA(1,1) yang di difference satu kali dengan =0.4

Page 44: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Kemudian dibuat plot time series Zt untuk memeriksa  stasioneritas

Page 45: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Jika differencing pertama dan sampel ACF nya belum sesuai stasioneritas model ARMA , maka didiferencing lagi kemudian menghitung kembali ACF sampai sesuai dengan proses stasioner ARMA.

Selain menggunakan differensing juga bisa menggunakan transformasi logaritma atau bisa juga menggunakan transformasi pangkat agar dapat mencapai stasioner.

Page 46: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Dari latihan 2.6 pada chapter 1 kita mengetahui difference dari proses stasioner juga stasioner. Dan difference dari proses tidak stasioner bisa menghasilkan proses stasioner.

Namun, differensing yang berlebihan cenderung menghasilkan korelasi yang besar dalam model dan mungkin membuat model yang relatif sederhana menjadi kompleks.

Dengan contoh, andaikan series observasi random walk maka:

Jika didifferencing sekali maka peroleh

Yang merupakan model MA(1) dengan = 1.

Wt = Zt – Zt-1 = at

Wt = at – at-1

OVERDIFFERENCING

Zt = at – at-1

Page 47: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

SPESIFIKASI DARI BEBERAPA RUNTUN WAKTU AKTUAL

Misalkan sekarang spesifikasi model untuk beberapa runtun waktu aktual. Kembali pada tingkat pengangguran kuartalan pada bab 1.

Runtun waktu diplot dalam Exhibit 1.1. Plot menunjukkan perubahan atas waktu dan kita mengharapkan korelasi positif pada lag rendah.

Hal ini dalam ACF sampel yang diberikan dalam Exhibit 6.17 yang menyarankan pendekatan model AR(2). Dalam hal ini n=121 dan 2/n = 0,18 sehingga tidak ada nilai PACF yang berbeda secara signifikan dengan nol untuk lag melampaui 2.

Dengan korelasi kuat pada lag 1, kita akan memutuskan juga untuk menganggap model non stasioner dengan d=1 tetapi AR(2) nampak menjadi pilihan pertama kita.

Misalkan sekarang spesifikasi model untuk beberapa runtun waktu aktual. Kembali pada data tingkat pengangguran kuartalan pada bab 1.

Runtun waktu diplot dalam Exhibit 1.1. Plot menunjukkan perubahan atas waktu dan kita mengharapkan korelasi positif pada lag rendah.

Page 48: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Time series plot untuk data tingkat pengangguran kuartalan

Page 49: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

ACF dari data tingkat pengangguran kuartalan

Exhibit 6.17

Terdapat penurunan secara exponensial dari plot ACF diatas

Page 50: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

PACF dari data tingkat pengangguran kuartalan

tidak ada nilai PACF yang berbeda secara signifikan dengan nol untuk lag melampaui 2. Jadi berdasarkan ACF dan PACF dapat

disimpulkan bahwa modelnya adalah AR(2)

Page 51: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Time series plot untuk data AA railroad bond yield

Plot time series dalam Exhibit 5.2 secara kuat menunjukkan model tidak stasioner.

Page 52: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

ACF dari data AA Railroad

Exhibit 6.19

Page 53: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Exhibit 6.20 menunjukkan ACF dari diferensing pertama

Page 54: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

Exhibit 6.21 menunjukkan PACF dari diferensing pertama

Exhibit 6.20 dan Exhibit 6.21 menunjukkan ACF dan PACF dari diferensi pertama dari mirip model AR(1).

Hal itu berarti model yang dispesifikasi untuk deret runtun waktu aslinya adalah ARI(1,1).

Page 55: Desy Putma  H.(M0109018) Gunawan Prabowo (M0109033) Luk Luk Alfiana (M0109043)

METODE SPESIFIKASI YANG LAIN Sejumlah pendekatan yang lain untuk spesifikasi

model telah diinvestigasi oleh Box dan Jenkins.

Salah satunya yang diteliti oleh Akaike dengan mengusulkan AIC (Akaike Information Criteria). Di sini kita menyeleksi model yang meminimalkan

AIC = - 2 log(maximum likelihood) + 2 k dengan k adalah total banyak parameter AR dan

MA dalam model.