Budaya
Eksplorasi Falsafah Budaya Lokal untuk Anti Korupsi
Rangkuman:
Korupsi adalah permasalahan kronis Negara Indonesia. Penanganan korupsi yang tak kunjung
tuntas disebabkan karena masalah moral bangsa. Untuk itu perlu ditanamkan kepada anak
muda selaku penerus generasi bangsa tentang anti korupsi dengan cara mengeksplorasi
falsafah warisan nenek moyang. Agar Indonesia tak lagi dikenal sebagai peringkat Negara
terkorup di masa depan nantinya.
1
Korupsi, sebuah kata yang tidak akan habisnya untuk diperbincangkan dari warung
kopi jalanan hingga gedung mewah. Berbicara tentang korupsi maka pandangan akan tertuju
pada pemerintah beserta instrumentnya. Masyarakat mempercayai bahwa korupsi adalah
tindakan kejahatan dan bahkan MUI telah memfatwakan bahwa korupsi itu haram. Namun
ironisnya kini bermunculan pandangan sinis tentang pemberantasan korupsi. Rakyat tak lagi
percaya korupsi dapat diberantas, sebab seperti dalam kasus di Indonesia, korupsi sudah sejak puluhan
tahun dirumuskan aturan hukumnya. Namun hingga era reformasi ini, korupsi tetap berjalan dan
tidak berkurang kasusnya. Perlu memang diakui dengan adanya KPK telah banyak oknum pejabat
yang ditangkap namun pada saat proses peradilan yang bermasalah. Menandakan kekurangtegasan
pemerintah dalam menangani kasus ini. Contoh century yang kasusnya kini tak lagi terdengar
setelah rakyat disuguhi lakon drama Pansus, Anggodo yang tak kunjung usai penanganannya,
rekening gendut POLRI yang hilang, Gayus Tambunan, hingga diberikannya grasi kepada
besan Presiden SBY yakni Aulia Pohan. Hal ini menandakan bahwa pemberantasan korupsi
hanya sebatas slogan tanpa implementasi tegas. Pertanyaannya sekarang adalah apakah yang
salah? Apakah pemberantasan korupsi sudah mencapai tingkat keputusasaan? Apakah
pemberantasan korupsi hanya tugas pemerintah belaka?
Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, SH seorang ahli hukum dari Undip Semarang,
mengatakan Indonesia kini membutuhkan suatu tipe penegakkan hukum yang disebut
penegakkan hukum progresif, akibat penggunaan hukum modern yang kurang benar, karena
dewasa ini demoralisasi hukum kian terjadi sejak orang secara tajam memisahkan antara
hukum dan moral. Hukum progresif dibutuhkan untuk memberikan efek jera kepada oknum
pejabat untuk tidak melakukan korupsi. Selama ini di Indonesia berlaku azaz praduga tak
bersalah yang kerap kali dijadikan alasan dalam membela terdakwa sehingga naik banding
sampai peninjauan kembali (PK). Dari segi moral, haruslah ditanamkan dalam setiap pribadi
bangsa Indonesia tentang anti dan malu berkorupsi. Terkususnya kepada anak muda
Indonesia.
Anak muda merupakan penentu masa depan pemerintahan Negara Indonesia. Anak
muda adalah harapan bangsa. Anak muda adalah tunas negara. Negara akan bagus jika
pemudanya juga memiliki mental yang bagus dan begitu pula sebaliknya, Negara akan hancur
jika anak mudanya bermental korup . Karena jika anak muda kurang menyadari tentang hal
ini, maka akan terjadi pembiasaan akan korupsi itu sendiri. Berdasarkan data Survei yang
dilakukan UNDP menunjukkan bahwa korupsi di sektor publik dianggap sangat lazim oleh
75% responden. Sebanyak 65% responden bahkan tidak hanya menduga tentang praktik
korupsi tetapi terlibat secara langsung dalam praktik ini terutama menyangkut pejabat
2
pemerintah. Untuk itu anak muda perlu dasar pemahaman tentang anti korupsi yang dapat
diperoleh dari warisan leluhur bangsa melalui falsafah hidupnya.
Indonesia merupakan negeri yang memiliki kekayaan kultural khususnya falsafah
yang menuntun kehidupan ummat manusia. Tak jarang kita melupakan betapa pentingnya
falsafah ini. Kita seringkali tenggelam dalam bacaan-bacaan luar seperti Socrates, Plato,
aristoteles, Mahatma Gandhi dll. Padahal kita memiliki bacaan yang tak kalah bagusnya dan
bahkan sesuai dengan kondisi normatif rakyat Indonesia. Sekarang mari menggali beberapa
falsafah budaya lokal yang berkaitan dengan korupsi. Falsafah yang akan dibahas yakni
falsafah Bugis – Makassar dan Jawa Kuno. Karena kedua budaya ini mewakili masing-masing
bagian dari Indonesia yakni Barat dan Timur. Perlu diingat bahwa tak hanya kedua budaya ini
saja yang memiliki falsafah anti korupsi, namun seluruh budaya di Indonesia yang mungkin
tidak akan habisnya jika dikupas satu demi satu.
Budaya bugis – Makassar merupakan budaya terbesar di bagian timur Indonesia.
Hampir di seluruh tempat dapat ditemukan komunitas Bugis-makassar seperti di Jawa,
Kalimantan bahkan hingga ke Afrika. Hal ini dikarenakan jiwa petualang masyarakatnya yang
gemar mengarungi samudera. Namun apakah falsafah bugis memiliki penanaman budaya
malu berkorupsi untuk penerapan dalam kehidupan sehari – hari? Ada sebuah wasiat yang
tercantum dalam lontara Gowa, sebuah pesan Mangkubumi Gowa, I Mangadakcinna Daeng
Sitaba pada abad XVII, yakni “Suatu Negara akan hancur jika Punna tenamo naerok
ripakaingak Karaeng Manggauka. Nanre ngasengmi sosok pabbicaraia. Punna majaigauk lompo
rilalang akrasanganga. Punna tenamo tumangaseng ri lalang pakrasanganga, punna tenamo
nakamaseangngi atanna Karaeng Magauka. Artinya adalah Kalau Raja yang memerintah tidak
menasihati lagi; Kalau para hakim dan pejabat kerajaan makan sogok; Kalau terlampau banyak
kejadian besar dalam suatu negara; Kalau tidak ada cendekiawan dalam suatu negara besar; Kalau
Raja tidak menyayangi. Salah satu hal yang mesti digarisbawahi dari kutipan di atas adalah
kehancuran negara akan terjadi jika para hakim dan pejabat makan sogok. Penyuapan identik
hubungannya dengan korupsi, karena sama-sama merupakan “bisnis tertutup” yang mengandalkan
kepercayaan, kerahasiaan dan kolusi bahwa transaksi tersebut haram untuk dibocorkan keluar. Jika
seorang hakim dan pejabat makan sogok maka tindakan penegakan hukum akan terbengkalai dan
budaya korup akan semakin merajalela. Hukum tak lagi menjadi solusi atas sebuah permasalahan
malah menjadi masalah baru.
Kemudian yang menarik dari falsafah bugis – Makassar ini adalah budaya Siri’ na
pacce yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Dalam pengertian harfiahnya, siri’
adalah sama dengan rasa malu. Dan, kata siri’ ini akan berarti harkat (value), martabat
(dignity), kehormatan (honour), dan harga diri (high respect) apabila dilihat dari makna 3
kulturalnya. Jadi, perlu dibedakan pengertian harfiahnya dengan pengertian kulturalnya. Bagi
orang Bugis-Makassar, pengertian kulturalnya itulah yang lebih menonjol dalam kehidupan
sehari-hari apabila dia menyebut perkataan siri’ karena siri’ adalah dirinya sendiri. Siri’ ialah
soal malu yang erat hubungannya dengan harkat, martabat, kehormatan, dan harga diri
sebagai seorang manusia. Siri’ lebih sebagai sesuatu yang dirasakan bersama dan merupakan
bentuk solidaritas. Hal ini dapat menjadi motif penggerak penting kehidupan sosial dan
pendorong tercapainya suatu prestasi sosial masyarakat Bugis-Makassar dalam penanaman
anti korupsi. Sebab korupsi sama dengan penjajahan kemanusiaan yang berbeda dengan
prinsip solidaritas yakni kebersamaan. Bersama dalam tujuan, bersama dalam kebahagiaan
dan bersama dalam kesusahan. Sedangkan Pacce’ dalam pengertian harfiahnya berarti
“pedih“, dalam makna kulturalnya pacce berarti juga belas kasih, perikemanusiaan, rasa turut
prihatin, berhasrat membantu, humanisme universal. Jadi, pacce’ adalah perasaan
(pernyataan) solidaritas yang terbit dari dalam kalbu yang dpaat merangsang kepada suatu
tindakan. Ini merupakan etos (sikap hidup) orang Bugis-Makassar sebagai pernyataan
moralnya. Pacce’ diarahkan keluar dari dirinya, sedangkan siri’ diarahkan kedalam dirinya.
Siri’ dan pacce’ inilah yang mengarahkan tingkah laku masyarakatnya dalam pergaulan
sehari-hari sebagai “ motor “ penggerak dalam memanifestasikan pola-pola kebudayaan dan
sistem sosialnya.
Melalui latar belakang pokok hidup siri’ na pacce’ inilah yang menjadi pola-pola
tingkah lakunya dalam berpikir, merasa, bertindak, dan melaksanakan aktivitas dalam
membangun dirinya menjadi seorang manusia. Juga dalam hubungan sesama manusia dalam
masyarakat. Antara siri’ dan pacce’ saling terjalin dalam hubungan kehidupannya, saling
mengisi, dan tidak dapat dipisahkan yang satu dari lainnya. Dengan memahami makna dari
siri’ dan pacce’, ada hal positif yang dapat diambil sebagai konsep pembentukan hukum
nasional, di mana dalam falsafah ini betapa dijunjungnya nilai-nilai kemanusiaan – berlaku
adil pada diri sendiri dan terhadap sesama – bagaimana hidup dengan tetap memperhatikan
kepentingan orang lain. Dengan adanya rasa kemanusiaan inilah sehingga budaya korupsi
dapat dihindari dari kehidupan sehari – hari.
Tak jauh beda dengan Bugis – Makassar, budaya Jawa Kuno sebagai salah satu
kebudayaan terbesar di Indonesia, terkenal dengan budaya kejawen yakni penghormatan
terhadap leluhur. Penghormatan bukan berarti statis melainkan multiaspek salah satunya
mengamalkan nasehat dan ajarannya. Apakah nasehat leluhur tentang anti korupsi dalam
falsafah jawa?. Rama mengajarkan kepada Bharata tentang lima macam perbuatan yang
berbahaya dan harus dihindari yang tertulis dalam Sastra Cheta dan disebut dengan nistha, 4
yakni mencuri, mencuri wanita, menyamun, berjudi dan menjilat. Bila dikaitkan dengan
korupsi maka konsep nistha ini menganjurkan untuk menghindarinya sebab salah satu poin
berhubungan makna, yakni korupsi dan mencuri. Sebagai masyarakat Jawa yang diajarkan
tentang konsistensi sebagaimana termaktub dalam buku Ramayana karya Yasadipura I (1729
– 1803 M) di Keraton Surakarta, tentang Hasta Bratha (etika kepemimpinan masyarakat Jawa)
yakni Bumi sebagai ajeg. Bumi memiliki sifat konsisten, tegas dan apa adanya. Konsisten
dalam perkataan dan perbuatan. Maka masyarakat Jawa akan menghindari diri dari perbuatan
korupsi karena tidak sesuai dengan nilai – nilai yang terkandung dalam filosofi nistha dan
ajeg ini.
Mpu Tantular dalam Dasasila Sutasoma menuliskan tentang Ajaamalat Duwe Nin
Wadwa Nira ( Jangan menjarah harta rakyatmu). Cukup tegas Mpu Tantular dalam
memberikan nasehat tentang anti korupsi ini. Menjarah harta adalah sebuah tindakan criminal
dan mesti dikenakan sanksi sebab dapat meyengsarakan rakyat banyak. Sesuai dengan
falsafah Ojo Dumeh, artinya jangan mentang – mentang yang bermakna sekali berkuasa dan
memiliki wewenang jangan sewenang-wenang menggunakan yang dimiliki. Kekuasaan dan
kewenangan yang diperoleh dari yang lebih berwenang harus digunakan demi kepentingan
orang banyak dengan memperhatikan kepentingan dan perasaan orang lain. Orang yang biasa
sewenang-wenang dalam menggunakan kekuasaan dan kewenangannya, akan dikucilkan dan
bahkan dituntut secara hukum jika tidak lagi memegang kekuasaan.
Masih banyak falsafah tentang anti korupsi ini yang tak akan selesai jika dipaparkan
dalam essay ini. Budaya kuno Indonesia sarat akan makna, bukan?. Sekarang kita sebagai
anak muda, penerus bangsa, tonggak estafet pemerintahan, mari menggali falsafah budaya
masing – masing yang dapat dilakukan dengan cara mengadakan diskusi, seminar, rajin
mengunjungi museum, membaca buku – buku budaya atau misalnya menyisipkan lakon
wayang (pementasan semacam drama dalam budaya Jawa), Sinrillik (seni tutur kata pada
budaya Bugis – Makassar), dalam kegiatan pentas seni. Sehingga budaya kita akan terus
lestari. Tak perlu malu dan takut disangka sebagai udik dan kampungan. Jepang sebagai salah
satu contoh Negara super power dalam hal teknologi, tapi toh tidak meninggalkan
kebudayaannya dan malah berhasil karena menggali falsafah negerinya. Tentu saja hal ini
jangan cuma sekedar permainan lisan belaka namun mesti diimplementasikan dalam
kehidupan sehari – hari. Mudah – mudahan bisa memperbaiki moral bangsa yang korup dan
kita tak lagi mesti malu untuk mengakui negeri ini karena salah satu peringkat korupsi
terbesar di dunia. Kita akan bangga bahwa nantinya Indonesia adalah Negara yang paling
bersih dari tindakan korupsi. Semoga!.5
Daftar Pustaka
Pelras, Christian., 2006, Manusia Bugis, Jakarta, Nalar.
Hermawan,Didik., 2007, 176 Pepatah Hidup Orang Jawa, Atma Media Press.
Various, 2005, I La Galigo, Lontar.
6
Biodata
Judul Naskah : Eksplorasi Falsafah Budaya Lokal untuk Anti Korupsi
Nama Penulis : Afif Alhariri Pratama
Tempat & Tanggal Lahir : Irian Jaya, 23 Juni 1989
Nama Perguruan Tinggi : Universitas Hasanuddin
Nama Fakultas, Jurusan : Teknik Pertambangan
Domisili (Alamat Surat) : Asrama Mahasiswa Unhas Unit I Blok D No 105
Alamat Email : [email protected]
Telepon :
Ponsel : 085255049964
7