PERANAN LEMBAGA KEAGAMAAN
DALAM MEMBINA KEBERAGAMAAN MUALLAF
(Studi Kasus Di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah Pondok Cabe Ilir poncol)
Oleh
ABDULLAH WARID WH NIM: 2030322048
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H./2008 M.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kuasanya telah
memberikan inspirasi dan bimbingan-Nya kepada penulis sehingga bisa
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa disampaikan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari baik, apalagi
sempurna. Sekalipun penulis mencoba berusaha melakukan yang terbaik, namun
masih ada banyak kekurangan dan kelemahan yang dapat ditemukan. Dengan
demikian, penulis membuka diri untuk menerima masukan dan kritik yang
konstruktif demi perbaikan skripsi dan diri penulis.
Penulis tidak dapat menghindari keterlibatan banyak pihak dalam
penulisan skripsi ini. Karena kata pepatah al-rajulu ibnu bi'atihi (orang itu anak
dari lingkungannya). Maka, boleh jadi apa yang tertuang dalam skripsi ini ada
pikiran-pikiran mereka yang terkutip yang tidak disadari penulis. Motivasi,
nasehat, teguran dan peringatan dari mereka, hingga penulis menyelesaikan
skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis merasa sangat perlu untuk menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak DR. M. Amin Nurdin, MA., Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
yang telah memberikan kebijakan-kebijakan yang cukup berarti bagi penulis.
2. Bapak Drs. Harun Rasyid, MA. selaku Direktur Ekstensi yang telah
membantu penulis selama masa perkuliahan.
3. Joharatul Jamilah, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
mengorbankan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis.
4. Pimpinan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah dan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat yang telah memberikan fasilitas pada penulis.
5. Drs. H. Abdul Karim SA. selaku pengasuh Yayasan Sosial Pendidikan al-
Karimiyah yang telah mengorbankan waktu dan menerima penulis untuk
mengadakan penelitian dan wawancara guna untuk mengumpulkan bahan-
bahan dan melengkapi data yang berhubungan dengan penulisan skripsi.
6. Keluarga di madura, Aba dan Umi yang telah mengajariku "belajar hidup
mandiri" dan yang mengajariku untuk tetap tabah dalam menghadapi segala
cobaan dan rintangan yang datang menghadang. Dan adikku Zahratut
Tamamah WH. yang saat ini dalam pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu
Keislaman An-Nuqayah (STIKA). Kakak-ku tercinta M. Qudsi WH. yang
selama ini telah memberikan saran, semangat belajar kepada penulis sehingga
mampu menyelesaikan skripsi sebagai syarat akhir dari study di UIN Jakarta.
7. Teman-teman di Jurusan sosiologi Agama angkatan 2003 yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya atas koreksi dan perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
Semoga Yang Maha Kuasa memberikan balasan yang setimpal. Amin yaa
Rabbal al-alamin.
Jakarta, 29 Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................................. 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................... 5
D. Metodologi Penelitian ..................................................................... 5
E. Sistematika Penulisan .................................................................... 8
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Agama dan Lembaga Keagamaan ................................................ 10
1. Pengertian Agama dan Keberagamaan .................................... 10
2. Pengertian Lembaga Keagamaan.............................................. 18
3. Fungsi Agama dan Lembaga Keagamaan................................. 20
B. Definisi Peranan ............................................................................ 25
C. Muallaf .......................................................................................... 27
1. Pengertian Muallaf .....................................................................27
2. Konversi Agama dan Prosesnya.................................................28
3. Pengalaman Keberagamaan Pada muallaf .................................30
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Agama................35
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN SOSIAL PENDIDIKAN AL-
KARIMIYAH
A. Sejarah Berdirinya.......................................................................... 38
B. Visi dan Misi ................................................................................ 39
C. Tujuan dan Struktur Kepengurusan ............................................... 40
D. Sistematika Pengislaman Muallaf di Yayasan Sosial Pendidikan al-
Karimiyah ..................................................................................... 41
E. Profil Muallaf ................................................................................. 42
F. Pola Pembinaan dan Bentuk-bentuk Kegiatan................................ 49
BAB IV PERAN YAYASAN SOSIAL PENDIDIKAN AL-KARIMIYAH
DALAM MEMBINA KEBERAGAMAAN MUALLAF
A. Ilmu Pengetahuan .......................................................................... 52
B. Akidah atau Keyakinan ................................................................. 55
C. Ibadah ............................................................................................ 56
D. Amal Shalih ................................................................................... 59
E. Penghayatan ................................................................................... 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 61
B. Saran............................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di zaman sekarang ini, kebutuhan manusia semakin kompleks dan
permasalahan yang dihadapi pun beragam pada berbagai bidang kehidupan. Maka
modal pertama yang harus dimiliki setiap orang yang merindukan kebahagiaan
adalah ketenangan jiwa.1 Salah satu cara untuk mendapatkannya adalah melalui
sebuah agama, sehingga manusia disebut makhluk yang beragama. Di dalam buku
pengantar ilmu jiwa dikatakan bahwa tatkala Allah membekali manusia itu
dengan nikmat berpikir dan daya penelitian, diberinya pula rasa bingung dan
bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam sekitarnya disamping rasa
ketakutan terhadap kegarangan dan kebengisan alam. Hal inilah yang mendorong
manusia tadi untuk mencari sesuatu kekuatan yang dapat melindungi dan
membimbingnya di saat-saat yang gawat.2
Kebutuhan spiritual ini merupakan kebutuhan untuk mempertahankan,
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama serta kebutuhan
untuk mendapatkan pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa
percaya pada Tuhan.3 Karena manusia itu beragam serta mempunyai keterbatasan
untuk mengatasi masalah tersebut. Apabila seseorang memiliki kepribadian yang
displatis (terpecah), maka orang itu akan mudah terjebak oleh perasaan frustasi
1 Zakiah Darajat, Pembinaan Jiwa Mental (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 12. 2 Djalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 1998),
h. 70. 3 B. S Wibowo dkk, Shoot (Bandung: PT Syamil, 2003), h. 40.
(kegagalan) yang nantinya akan berkiblat pada sikap pesimis (putus asa) dan tidak
berdaya terhadap problem yang dihadapinya.4
Tak heran lagi, jika sekarang ini banyak manusia yang mengalami
gangguan mental spiritual dalam dirinya. Adalah konflik keagamaan yang
menimbulkan adanya paham yang berkecamuk dalam hati manusia itu sendiri
serta hampir putus asa dalam menjalani hidupnya.
Oleh karenanya kekuatan spiritual seseorang sangatlah ditentukan oleh
kedalaman keyakinan (aqidah), kebenaran nilai-nilai ibadah, dan ketulusan
solidaritas diri. Adapun sumber dari gangguan tersebut terletak pada fungsi-fungsi
yang tidak normal serta tidak harmonis dan tidak stabil ketika mengalami
dilematis atau juga keterbatasan dalam hidup. Penyakit mental dapat merasuki
berbagai kalangan baik dikalangan masyarat kecil maupun menengah sampai elit
pun mengalami yang namanya gangguan mental, akan tetapi tergantung pada
kadar penyakit yang dideritanya. Pengaruh mental tersebut sangatlah besar dalam
menentukan berbagai segi kehidupan, maka ketenangan jiwa adalah modal utama
yang harus dimiliki oleh setiap orang yang merindukan kebahagiaan hidup.5
Ketika seseorang mengalami konversi agama, di mana seseorang masuk
atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan lain yang berlawanan dengan
kepercayaan sebelumnya.6 Maka, ketika itu dia membutuhkan bimbingan yang
dapat mengarahkan kemana dia akan jalani hidup ini. Adapun orang yang
berkompeten dalam menangani hal tersebut adalah tokoh-tokoh agama antara lain;
para kyai, dan ustadz yang tentunya berpengalaman dan profesional.
4 M. Arifin, Teori-Teori Konseling dan Agama (Jakarta: PT Golden Terayon, 1996)), h. 3. 5 Zakiah Darajat, Pembinaan Jiwa Mental, h. 15. 6 Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1984), h. 78.
Konversi agama terkadang terjadi disebabkan oleh kegelisahan terhadap
agama, jika tidak mendapatkan solusi dari problem yang dihadapinya, karena
segala bentuk kehidupan batinnya yang semula mempunyai pola tersendiri
berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya (agama), maka setelah terjadi
konversi agama pada dirinya pandangan hidup tersebut akan ditinggalkannya.
Segala bentuk perasaan batin terhadap kepercayaan lama seperti: harapan,
keselamatan, kemantapan berubah menjadi berlawanan arah. Lalu timbullah
gejala-gejala baru berupa; perasaan serba tak lengkap dan tidak sempurna. Gejala
ini menimbulkan proses kejiwaan dalam bentuk merenung, timbulnya tekanan
batin, penyesalan diri, rasa berdosa, cemas terhadap masa depan, perasaan susah
yang ditimbulkan oleh kebimbangan. Perasaan yang berlawanan itu timbul dalam
batin sehingga untuk mengatasi masalah tersebut harus dicari jalan penyalurnya.7
Berbicara masalah pembinaan muallaf tidak jauh berbeda ketika berbicara
masalah pembinaan terhadap orang Islam lainnya, hal tersebut dapat dilaksanakan
oleh siapapun. Akan tetapi selama ini yang menjadi masalah adalah banyak
lembaga-lembaga keagamaan seperti masjid dan lain-lain yang menangani
permasalahan muallaf hanya sebatas mengadakan prosesi pengislaman semata
tanpa ada tindak lanjut (follow up). Padahal banyak muallaf-muallaf yang merasa
malu dalam mempelajari agama ketika mereka harus bergabung dengan muslim
lainnya yang sudah lama masuk Islam. Sebagai seorang muallaf yang baru masuk
Islam membutuhkan kasih sayang, bimbingan dari orang-orang yang berkompeten
dalam menangani masalah tersebut.
7 Djalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 59.
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah adalah salah satu yayasan yang
bergerak dibidang keagamaan yang mempunyai peran strategis dalam
meningkatkan pemahaman tentang keagamaan muallaf dan membantu para
muallaf dalam memberikan pengertian yang lebih dalam mengenai ajaran-ajaran
yang ada dalam agama Islam serta memantapkan keyakinan mereka melalui
program-program khusus untuk para muallaf tentang Islam secara baik dan benar
untuk lebih berislam secara Kaffah.
Dari latar belakang pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
dan menganalisis peranan pembinaan Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah,
karena yayasan tersebut memiliki peranan dalam membimbing dan mengarahkan
muallaf. Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi ini penulis sengaja mengambil
judul: “Peranan Lembaga Keagamaan Dalam Membina Keberagamaan Muallaf:
Studi Kasus Di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah Pondok Cabe Ilir
Poncol".
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari kerancuan dalam penelitian ini, maka peneliti sengaja
membuat suatu batasan. Ruang lingkup masalah yang akan diteliti dibatasi pada
kegiatan keagamaan yang terdapat pada salah satu lembaga sosial di yayasan
sosial pendidikan al-Karimiyah.
Kemudian untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan penelitian ini, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah peranan Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah dalam
Membina keberagamaan muallaf?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengungkap dan memperjelas tentang pembinaan keberagamaan muallaf di
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah Pondok Cabe.
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Bagi penulis
Melatih berpikir ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah melalui
penelitian langsung pada objek tertentu yang menjadi sasaran, sehingga
ilmu yang selama ini dipelajari dapat diaplikasikan, serta sebagai syarat
untuk memperoleh gelar sarjana S1 Fakultas Ushuluddin dan filsafat
Jurusan sosiologi Agama di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Kegunaan Bagi Lembaga
Sebagai salah satu referensi bagi pengelola lembaga sosial pendidikan
keagamaan (yayasan, pesantren, dan sebagainya) untuk mengembangkan
dan meningkatkan bidang pembinaan moral.
D. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penlitian ini adalah metode kualitatif, yaitu
studi tentang suatu penelitian yang berupaya menghimpun data, mengolah dan
menganalisis secara deskriptif dengan menafsirkan secara kualitatif. Untuk itu
data-data penelitian yang dikumpulkan adalah dalam wujud konsep-konsep.
Menurut Bogdan dan Taylor bahwa metodologi penelitian kualitatif adalah
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.8
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Yayasan Sosial Pendidikan Al-Karimiyah,
sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang peduli terhadap keberadaan
para muallaf, dan objek penlitian ini adalah peranan yayasan sosial pendidikan al-
Karimiyah dalam membina keberagamaan para muallaf yang berjumlah 6 orang.
Sedangkan yang diperoleh berupa wawancara dengan pengasuh yayasan, staf-
stafnya untuk mendapatkan gambaran tentang yayasan al-Karimiyah, yang
merupakan data primer. Sedangkan data sekunder berupa literatur yang berkaitan
dengan penelitian ini yang didapat melalui peneliltian kepustakaan. Dari data
yang diperoleh dengan menggunakan metode tersebut, peneliti akan
menyimpulkan sebagai kesimpulan akhir.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Penulis melakukan observasi untuk memperoleh data dalam bentuk
mengamati serta mengadakan pencatatan dari hasil observasi. Teknik
observasi yang penulis lakukan adalah bersifat langsung mendatangi
Yayasan Sosial Pendidikan Al-Karimiyah, di wilayah tersebut terdapat
informan sebagai nara sumber dari peneliti.
8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 1999), h. 3.
b. Wawancara
Untuk mendukung analisa tersebut, penulis melakukan wawancara secara
langsung kepada pihak pengasuh dan muallaf dengan mengajukan
beberapa pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan, kemudian
setelah itu dijawab oleh pemberi data dengan bebas dan terbuka. Adapun
nara sumber yang diwawancarai adalah Drs. Abdul Karim SA, sebagai
pengasuh sekaligus ketua, Drs. Agus Shirly sebagai sekretaris Yayasan
Sosial Pendidikan Al-Karimiyah, dan sebagian para muallaf.
Dalam pelaksanaan wawancara penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
• Wawancara bebas (inguided interview), dimana penulis bebas
menanyakan apa saja yang berkaitan yang diinginkan, tetapi ia juga harus
mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan. Dalam pelaksanaannya
pewawancara tidak membawa pedoman apa yang akan ditanyakan.
• Wawancara terpimpin (guided interview), yaitu wawancara yang
dilakukan dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan
terperinci.9
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah
pedoman wawancara, tape recorder, dan buku catatan. Pedoman wawancara
digunakan agar lebih fokus menggali apa yang menjadi sasaran penelitian.
Sedangkan tape recorder digunakan untuk merekam kata-kata yang dikatakan oleh
9 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan dan Praktek (Jakarta: PT.
Renika Cipta, 1998), h. 145-146.
informan, sedangkan buku catatan digunakan untuk mncatat hal-hal yang tidak
dapat terekam.
c. Proses Penafsiran
Dalam penafsiran ini penulis melakukan analisis selama pengumpulan data
dengan menggunakan beberapa bukti, membangun rangkaian bukti dan
mengklarifikasinya. Setelah data itu direduksi dan dilakukan berbagai
proses pemilihan pemusatan perhatian dan penyederhanaan data dasar.
Selanjutnya dilakukan penyajian data yang merupakan sekumpulan
informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan.
E. Sitematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada pelitian ini, penulis membagi menjadi
lima bagian:
Bab Pertama, yaitu pendahuluan, penulis membahas mengenai latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah. Kemudian, agar tulisan
terfokus, maka tujuan penelitian, metodologi penelitian, tempat penelitian,
sistematika penelitian.
Bab Kedua, bagian ini menguraikan mengenai pengertian agama dan
lembaga keagamaan, fungsi agama, pengertian muallaf dan definisi peranan,
konversi agama serta faktor-faktor yang mempengaruhi konversi agama.
Bab Ketiga, membahas tentang gambaran umum subjek penelitian seperti
latar belakang berdirinya Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah, visi dan misi,
tujuan dan struktur kepngurusan, sistematika pengislaman muallaf di Yayasan
Sosial Pendidikan al-Karimiyah, profil muallaf, dan pola pembinaan dan bentuk-
bentuk kegiatan.
Bab keempat, menjelaskan hasil penelitian berupa keberagamaan muallaf
setelah mendapatkan pembinaan dilihat dari beberapa segi antara lain; ilmu
pengetahuan, aqidah, ibadah, amal shalih, penghayatan.
Sebagai bab terakhir, penulis menyimpulkan dan saran dari penelitian
yang telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Agama dan Lembaga Keagamaan
Pada bagian ini akan diuraikan tentang pengertian agama dan
keberagamaan, pengertian lembaga keagamaan, fungsi-fungsi agama dan lembaga
keagamaan, dimensi-dimensi keberagamaan, definisi peranan, pengertian muallaf,
konversi agama, dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi agama.
1. Pengertian agama dan keberagamaan
Secara etimologis kata “agama” berasal dari bahasa sansakerta agama
yang berarti tidak kacau. Untuk menyatakan konsep ini agama berasal dari dua
kata, yaitu “a” yang berarti tidak dan ‘gama” yang berarti kacau. Dari pengertian
ini, dapat dikatakan bahwa agama adalah suatu peraturan yang mengatur
kehidupan manusia agar tidak kacau. Dalam istilah yang sama juga ditemukan
kata religi yang berasal dari bahasa latin yaitu religio dan berakar pada kata kerja
religare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang
mengikat dirinya kepada Tuhan.10
Secara umum, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan
peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur
hubungan manusia dengan lingkungannya. Aturan-aturan tersebut penuh dengan
muatan sistem-sistem nilai, karena pada dasarnya aturan-aturan tersebut
bersumber pada etos dan pandangan hidup. Karena itu juga, aturan-aturan dan
peraturan-peraturan yang ada dalam agama lebih menekankan pada hal-hal yang
10 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), h. 13.
normatif atau yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan dan bukannya berisikan
petunjuk-petunjuk yang bersifat praktis dan teknis dalam hal manusia menghadapi
lingkungannya dan sesamanya.11
Dalam perspektif sosiologis, agama tidak dipandang sebagai sebuah
keyakinan yang diturunkan Tuhan kepada umatnya tapi agama dipandang sebagai
sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu.12
Agama dalam pengertian sosiologi merupakan gejala sosial yang general
dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia. Ia merupakan salah satu
aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat.
Agama juga bisa dilihat sebagai unsur kebudayaan suatu masyarakat disamping
unsur-unsur yang lain seperti kesenian, bahasa, sistem mata pencaharian, suku
peralatan, dan sistem organisasi sosial.13 Menurut Emile Durkheim bahwa agama
merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi. Sedangkan menurut
Marx bahwa agama merupakan candu bagi manusia. Maksudnya manusia dibius
dalam suasana ketertindasan, menjanjikan pahala di kehidupan akhirat atau
memberikan jalan ritual mencapai kegembiraan luar biasa sebagai kompensasi
atau status yang rendah atas penindasan yang dialami.14
Menurut J. Milton Yinger bahwa agama merupakan sistem kepercayaan
dan praktek dimana suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga
menghadapi masalah terakhir dalam hidup. Dunlop juga menambahkan bahwa
agama sebagai sarana terakhir yang sanggup menolong manusia bilamana instansi
11 Parsudi Suparlan, Kebudayaan dan Pembangnunan, (Jakarta: 1996), h. 2. 12 Thomas F.O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengantar Awal, (Jakarta: CV. Rajawali
Press, 1985), h. 1. 13 Dadang kahmad, Sosiologi Agama, h. 14. 14 Thomas F.O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengantar Awal, h. 3.
lainnya gagal tak berdaya. Maka ia merumuskan bahwa agama sebagai suatu
instansi atau bentuk kebudayaan yang menjalankan fungsi pengabdian kepada
umat manusia jika suatu institusi atau lembaga lain tidak bisa menanganinya.15
Seorang tokoh sosiologi agama Thomas F.O’Dea dalam teori
fungsionalisnya mengatakan bahwa agama merupakan pendayagunaan sarana-
sarana supra empiris untuk maksud-maksud non empiris atau supra empiris.16
Selain itu juga, agama merupakan tanggapan manusia terhadap titik kritis dimana
dia bersentuhan dengan kekuatan tertinggi dan sakral.
Elizabeth K. Nottingham mengatakan bahwa agama bukan sesuatu yang
dapat dipahami melalui definisi, melainkan melalui deskripsi (penggambaran).17
Tidak ada definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan. Karena satu hal,
agama dalam keanikaragamannya yang hampir tidak dapat dibayangkan itu
memerlukan deskripsi (penggambaran) dan bukan definisi (batasan). Agama
adalah gejala yang begitu sering terdapat di mana-mana sehingga sedikit
membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Agama berkaitan
dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari
keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta.
Menurut Dister bahwa agama merupakan hubungan yang dihayati manusia
dengan yang transinden yang melebihi dan mengatasi alam ciptaan ini (Tuhan).
Hubungan tersebut bersifat lahir dan batin. Yang bersifat lahir, agama
menyangkut kelakuan, perilaku, atau tindak tanduk tertentu yang mengungkapkan
15 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: PT. Kanisius, 1983), h. 35. 16 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 34. 17 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1991), h. 225.
segi batin dalam praktek kehidupan. Sedangkan yang bersifat batin, agama
menyangkut perasaan, keinginan, harapan, dan keyakinan yang dimiliki manusia
terhadap kekuasaan yang transinden.18
Agama merupakan sistem keyakinan, pemujaan yang bertujuan
mengekang berbagai dorongan hasrat problematis manusia; memberikan petunjuk
dan peraturan moral bagi pemeluknya tentang bagaimana menjalani kehidupan
yang dipertahankan dan diperkuat lewat interaksi kelompok; juga memberikan
koherensi serta kontinuitas akan pengalaman-pengalaman manusia ke dalam suatu
kebutuhan. Selain itu juga, agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran
penganutnya ketika terjadi hal-hal yang berada di luar jangkauan dan
kemampuannya karena sifatnya supra natural sehingga diharapkan dapat
mengatasi masalah-masalah yang empirik.
Dalam disiplin perbandingan agama, suatu aliran kepercayaan bisa disebut
sebagai agama apabila di dalamnya terdapat lima aspek, kelima aspek tersebut
antara lain; adanya ajaran-ajaran kepercayaan (aqidah), adanya sistem pemujaan
atau penyembahan (ibadah atau ritual), adanya aturan-aturan dalam melaksanakan
hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia (syari’at), adanya Nabi yang
membawa risalah, adanya kitab suci yang dijadikan sumber hukum penghambaan
manusia kepada tuhannya. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung
kelima aspek tersebut dapat disebut agama.19
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama merupakan sarana
kebudayaan bagi manusia dan dengan sarana itu dia mampu menyesuaikan diri
18 Nico Syukur Dister, Psikologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 9. 19 Thomas F.O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengantar Awal, h. 30.
dengan pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya;
termasuk dirinnya sendiri, anggota-anggota kelompoknya, alam, dan lingkungan
lain yang dia rasakan sebagai sesuatu yang tidak terjangkau. Agama merupakan
institusi yang mengayomi dan mengatur kehidupan manusia yang lebih
menunjukkan kepada Tuhan dalam aspek yang resmi serta jelas peraturan-
peraturan dan hukumnya.
Agama dan keberagamaan adalah dua istilah yang dapat dipahami secara
terpisah, meskipun keduanya mempunyai makna yang sangat erat. Agama adalah
sebuah konsep yang terpisah dari penganutnya, dan setelah mendapat awalan
"ber" kata agama menjadi "keberagamaan" yang mempunyai arti menganut
(memeluk agama) dan beribadah, taat pada agama serta baik hidupnya menurut
agama.20 Keberagamaan berarti pengalaman atau fenomena yang menyangkut
hubungan antara agama dengan penganutnya untuk bertingkah laku yang sesuai
dengan agamanya.21
Agama memiliki fungsi pengawasan sosial terhadap tingkah laku
masyarakat dan merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma yang
baik yang berlaku untuk masyarakat. Menurut Abd. Aziz al-Bone dalam
paloutziah bahwa keberagamaan adalah ketergantungan terhadap Tuhan dan
kehidupan abstrak dan kometmen kepribadian seseorang, cara berpikir, berbuat,
berprilaku moral serta tindakan lainya.22
20 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998), h. 9. 21 Jamaluddin Ancok, Psikologi Islami, h. 76. 22 Abd. Aziz al-Bone, sinopsis disertasi: hubungan antara komunikasi interpersonal dalam
keluarga, pengendalian diri, dan hasil pelajar pendidikan agama Islam, dengan religiusitas SMU Negeri Jakarta Timur, h. 4.
Muhammad Djamaluddin mendefinisikan bahwa keberagamaan adalah
“manifestasi” seberapa jauh individu penganut agama meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-
hari dalam semua aspek kehidupan.23
Hamka memberikan pandangan bahwa keberagamaan bukanlah 'uzlah atau
kecenderungan untuk menarik diri, melainkan dia memberikan dorongan kepada
setiap orang untuk "berani hidup" tapi "tidak takut mati" keberanian untuk hidup
itu hanya akan timbul jika orang bisa menangkap makna hidup.24
Berkaitan dengan keberagamaan islam, kualitas keberagamaan seseorang
ditentukan oleh seberapa jauh individu memahami dan mengamalkan ajaran-
ajaran serta perintah Allah secara menyeluruh dan optimal. Untuk mencapai hal
tersebut maka diperlukan iman dan ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan
sehingga fungsi sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia dan seluruh alam
dapat dirasakan. Keberagamaan Islam meliputi jasmani dan rohani, pikiran dan
dzikir, aqidah dan ritual, peribadatan, penghayatan dan pengamalan, akhlak,
individu dan sosial masyarakat serta masalah duniawi dan akhirat.25
Dalam dimensi aqidah seseorang harus meyakini dan mengimani aspek
dengan kokoh dan kuat, sehingga keyakinannya tersebut tidak dapat digoyahkan.
Keyakinan seperti itu akan diperoleh oleh seseorang dengan argumentasi (dalil
aqli) yang dapat dipertahankan. Keyakinan tersebut pada intinya berkisar pada
23 Muhammad Djamaluddin, Religiusitas dan Stress Kerja Pada Polisi (Yogyakarta:
UGK Press, 1995), h. 44. 24 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Prilaku Politik Bangsa: Risalah
Cendikiawan Muslim I (Bandung: Mizan, 1996), h. 375. 25 Susi Damayanti, skripsi: “Hubungan Antara Religiusitas Dengan Prilaku Prososial
Pada Santri Kelas II Aliyah Pondok Pesantren as-Shiddiqiyah Jakarta Barat (Jakarta: UIN, 2001), h. 30.
keimanan kepada Allah dan hari akhir. Selanjutnya dalam dimensi syariat adalah
konsekuensi logis dan praktis dari keyakinan mengamalkan syariat representasi
dari keyakinan sehingga sulit dipercaya jika seorang mengaku beriman kepada
Allah dan hari akhir tetapi tidak mengindahkan syariatnya, karena syariat
merupakan kewajiban dan larangan yang datang darinya. Maksudnya adalah
keyakinan harus disertai dengan pengamalan kepada Allah.26
Menurut penulis bahwa keberagamaan adalah bagaimana seseorang itu
berprilaku dalam beragama, ia memahami dan mengamalkan ajaran agamanya
sesuai dengan perintah Allah dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam isi atau
dimensi. Seperti yang diungkapkan Glock dan Stark, agama adalah sistem simbol,
keyakinan, dan sistem perilaku yang terlembagakan. Dengan demikian agama
adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Glock dan Stark menyatakan
bahwa ada lima dimensi keberagamaan, yaitu: keyakinan (ideological),
peribadatan dan praktek agama (ritualistic), pengalaman (experiental),
pengetahuan agama (intellectual), konsekuensi-konsekuensi (consequential).27
Fuad Nashori terinspirasi untuk membagi religiusitas (agama islam)
menjadi lima dimensi, yaitu: dimensi akidah, dimensi ibadah, dimensi amal
shalih, dimensi ihsan, dimensi ilmu.
Pertama, dimensi akidah (Ideologi/keyakinan) dimensi ini menyangkut
keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, Malaikat, Kita-kitab yang
diturunkan Allah, para Nabi, hari pembalasan, serta qadha dan qadar, kebenaran
26 http/www.al-Shina.com/html/id/service/maqolat/agama. 27 Rolland Robertson, Agama Dalam Analisa dan Intrpretsi Sosiologi (jakarta: PT.
Rajawali Press, 1993), h. 295.
agama, dan masalah-masalah gaib yang diajarkan agama. Inti dari dimensi ini
adalah tauhid atas mengesakan Allah.
Kedua, dimensi Ibadah (Ritual), dimensi ini diketahui dari sejauh mana
tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ibadah
sebagaimana yang diperintahkan oleh agamanya. Dimensi ini berkaitan dengan
frekuensi, dan intensitas pelaksanaan ibadah seseorang.
Ketiga, dimensi amal (pengamalan), Dimensi ini berkaitan dengan
kegiatan pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama yang
dianutnya dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan
spiritualitas agama. Dimensi ini menyangkut hubungan manusia dengan
lingkungan hidupnya.
Keempat, Dimensi ihsan (penghayatan) dimensi ini berkaitan dengan
seberapa jauh seseorang dekat dan dilihat oleh Allah dalalm kehidupan sehari-
hari. Dimensi ihsan mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Allah,
keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan Allah, dan dorongan untuk
melaksanakan perintah agama.
Kelima, dimensi ilmu (pengetahuan), dimensi ini berkaitan dengan
pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya. Orang-
orang yang beragama paling tidak harus mengetahui hal-hal pokok mengenai
dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Al-qur’an
merupakan pedoman hidup sekaligus sumber ilmu pengetahuan bagi umat Islam28
28 Fuad Nashori dan Bactiar Diana Mucharam, Membangun Kreatifitas Dalam Perspektif
Psikologo Islam, h. 71.
2. Pengertian lembaga keagamaan
Secara sosiologis lembaga keagamaan adalah suatu bentuk organisasi yang
tersusun relatif tetap atas pola-pola kelakuan, peranan-peranan dan relasi-relasi
yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal dan sanksi
hukum guna untuk mencapai kebutuhan dasar yang berkenaan dengan dunia
supra-empiris.29
Istilah lembaga keagamaan adalah merupakan organisasi yang dibangun
oleh manusia yang bertujuan mengembangkan kehidupan beragama yang
harmonis, semarak, dan mendalam yang ditandai dengan semakin meningkatnya
kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berkembangnya akhlak mulia bagi masyarakat. Lembaga keagamaan atau
organisasi keagamaan adalah salah satu unsur yang mempunyai tanggung jawab
dalam menunjang keberhasilan dibidang keagamaan.
Keberadaan lembaga keagamaan merupakan lembaga sosial keagamaan
yang memegang peranan penting dalam pembinaan kehidupan keagamaan
masyarakat. Peranan tersebut tampak dalam kegiatan penyelenggaraan pendidikan
baik formal maupun non formal, serta keaktipan lembaga keagamaan dalam
kegiatan amal dan pembinaan kerukunan hidup beragama. Masyarakat masih
merasakan manfaatnya yang besar dari peran lembaga keagamaan dalam
pembinaan kehidupan keagamaan masyarakat.30
Lembaga keagamaan dimaksudkan adalah untuk membentuk prilaku
sesuai dengan pola yang ditentukan oleh doktrin agama. Apabila lembaga
29 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 114. 30 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 116.
keagamaan tersebut ingin berhasil dalam mempengaruhi masyarakat sesuai
dengan arah dan tujuannya, maka lembaga tersebut harus berhasil dalam dua
sektor: Pertama, lembaga tersebut harus menertibkan peran anggota sesuai
dengan cita-cita yang ingin dicapai. Kedua, apabila lembaga tersebut juga ingin
mempengaruhi masyarakat yang lebih luas, maka harus mengembangkan lembaga
dan memperbesar pengaruhnya yang potensial dengan cara memasukkan orang-
orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan di luar lingkungan mereka.
Oleh karena itu lembaga keagamaan dihadapkan kepada dua pilihan: melestarikan
kemurnian etik dan spiritual dengan resiko lingkungan pengaruh sosialnya
terbatas, atau jika lembaga tersebut ingin berpengaruh kuat dalam masyarakat
tertentu, mungkin resikonya adalah mengorbankan semua atau sebagian dari cita-
cita utamanya itu sendiri.31
Oleh karena itu lembaga keagamaan sebenarnya merupakan agen
perubahan sosial yang mampu memberi pengalaman dan pengetahuan bagi
masyarakat akan perlunya perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan
keagamaan maupun dalam kehidupan sosial.
Dengan demikian lembaga keagamaan perlu didorong agar terus
mengembangkan perannya sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Oleh karena
itu keterlibatan lembaga keagamaan sebagai agen perubahan sosial masih sangat
dibutuhkan masyarakat.32
31 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, h. 145. 32 http://www.depag.web.id/research/lektur.
3. Fungsi agama dan lembaga keagamaan
a. Fungsi agama
Fungsi agama tidak dapat dilepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi
manusia dan masyarakatnya. Tantangan-tantangan tersebut dikembalikan pada
tiga hal antara lain; ketidak pastian, ketidak mampuan, dan kelangkaan. Untuk
mengatasi semua itu manusia lari kepada agama, karena manusia percaya dengan
keyakinan yang kuat, bahwa agama memiliki kesanggupan yang definitif dalam
menolong manusia. Dengan kata lain, manusia memberikan suatu fungsi tertentu
kepada agama. Di bawah ini akan disebutkan fungsi-fungsi agama antara lain
sebagai berikut:
1. Fungsi sebagai edukatif
Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup
tugas mengajar dan tugas bimbingan. Lain dari instansi (institusi profan) agama
dianggap sanggup memberikan pengajaran yang otoritatif, bahwa dalam hal-hal
yang “sakral” tidak dapat salah. Agama menyampaikan ajarannya dengan
perantara petugas-petugasnya baik di dalam upacara (perayaan) keagamaan,
khutbah, renungan (meditasi), pendalaman rohani dan lain-lain. Untuk
melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seperti: dukun, kyai,
pendeta, imam, nabi. Mengenai yang disebut Nabi ini dipercayai bahwa
penunjukannya dilakukan oleh Tuhan sendiri. Kebenaran ajaran agama yang harus
diterima dan yang tak dapat keliru, didasarkan atas kepercayaan penganut-
penganutnya, bahwa dapat berhubungan langsung dengan “yang ghaib” dan yang
“sakral” dan mendapat ilham khusus darinya.
Tugas bimbingan yang diberikan petugas-petugas agama juga dibenarkan
dan diterima berdasarkan pertimbangan yang sama. Masyarakat mempercayakan
anggota-anggotanya kepada instansi agama dengan keyakinan bahwa mereka
sebagai manusia (di bawah bimbingan agama) akan berhasil mencapai
kedewasaan pribadinya yang penuh melalui peroses hidup yang telah ditentukan
oleh hukum pertumbuhan yang penuh ancaman dari situasi yang tidak menentu
dan marabahaya yang dapat menggagalkannya mulai dari masa kelahiran dan
anak-anak menuju kemasa remaja dan masa dewasanya.33
2. Fungsi sebagai penyelamatan
Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat, baik
dalam hidup sekarang maupun sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita
tertinggi (yang tumbuh dari naluri manusia sendiri) itu tidak boleh dipandang
ringan begitu saja. Jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama. Terutama
karena agama mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas
untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yang pencapaiannya
mengatasi kemampuan manusia secara mutlak, karena kebahagiaan itu berada di
luar batas kekuatan manusia (breking point).34 Dalam mencapai keselamatan itu
agama mengajarkan para penganutnya melalui pengenalan kepada masalah sakral,
berupa keimanan kepada Tuhan. Pelaksanaan pengenalan kepada unsur (dzat
supranatural) itu bertujuan agar dapat berkomunikasi baik secara langsug maupun
dengan perantara langkah menuju kearah itu secara praktisnya dilaksanakan
dengan berbagai cara sesuai dengan ajaran agama itu sendiri, diantaranya;
33 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 38. 34 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 39.
mempersatukan diri dengan Tuhan (pantheisme), pembebasan dan pensucian diri
(penebusan dosa) dan kelahiran kembali (reinkarnasi). Untuk itu dipergunakan
berbagai lembaga keagamaan. Kehadiran Tuhan dapat dihayati secara batin
maupun benda-benda lambang. Kehadiran dalam bentuk penghayatan batin yaitu
melalui meditasi, sedangkan kehadiran dalam menggunakan benda-benda
lambang melalui: pertama, theophanea spontanea, kepercayaan bahwa Tuhan
dapat dihadirkan dalam benda-benda tertentu: tempat angker, gunung, area dan
lainnya. Kedua, theophanea invocativa: kepercayaan bahwa Tuhan hadir dalam
lambang karena dimohon, baik melalui invocativa magis (mantra, dukun) maupun
invocativa religius (permohonan, do’a, kebaktian dan sebagainya).35
3. Fungsi sebagai kontrol sosial
Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila
yang baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka agama
menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai
kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai
larangan atau tabu. Agama memberi juga sanksi-sanksi yang harus dijatuhkan
kepada orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat atas
pelaksanaannya.
Kaidah-kaidah moral yang asli tercantum dalam hukum adat. Hukum itu
merupakan cetusan hati nurani masyarakat yang hidup dalam kesadaran
masyarakat dan dinilai sebagai pusaka suci yang berasal dari para leluhur yang
menerimanya dari Tuhan. Sebagaimana adanya hukum adat merupakan suatu
35 Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 1993),
h. 127.
kompleks kebiasaan dengan kadar moral yang bervariasi dari yang berbobot moral
(harus) turun ke yang berkadar kepantasan hingga yang berbobot sopan santun
yang mengatur prilaku lahiriah. Dalam masyarakat di mana adat dan agama masih
menjadi satu, maka pengawasan-pengawasan (kontrol) atas hukum yang tidak
tertulis itu dilaksanakan oleh kepala adat (yang sekaligus kapala agama).36
4. Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki
kesamaan dalam satu-kesatuan; iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan
membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-
kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa agama rasa
persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.37
5. Fungsi sebagai transformatif
Mengenai fungsi ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui arti dari kata
“transformatif” karena fungsi ini menurut pengertiannya berbeda dengan
pengertian pengawasan dan kenabian. Kata transfomatif berasal dari kata latin
“transformare” artinya mengubah bentuk jadi fungsi transformatif (yang
dilakukan kepada agama) berarti mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama
dalam bentuk kehidupan baru. Ini berarti mengganti nilai-nilai lama dengan
menanamkan nilai-nilai baru. Jadi fungsi transformatif adalah mengubah
kesetiaan manusia adat kepada nilai-nilai adat yang kurang menusiawi dan
membentuk kepribadian manusia yang ideal.38
36 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 44-45. 37 Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 128. 38 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 55.
Selain itu juga, agama memiliki peranan penting terhadap pemeliharaan
masyarkat, ialah dalam kehidupan masyarakat mereka pasti akan melaksanakan
tugas-tugas sosial untuk kelangsungan hidupnya dan pemeliharaannya sampai
batas-batas tertentu. Agama merupakan salah satu bagian yang memenuhi
kebutuhan itu. Sebagai contoh adalah kehidupan ekonomi, bahwa roda ekonomi
akan berjalan tergantung pada apakah antara manusia yang satu dengan yang lain
saling menaruh kepercayaan bahwa mereka akan memenuhi kewajiban-kewajiban
bersama dibidang tersebut (keuangan). Hal ini memerlukan kekuatan yang
memaksa dan mengikat pihak-pihak yang bersangkutan dan mau mengorbankan
kepentingan pribadinya demi kepentingan tugas dan kewajiban.39
Sebagai suatu kelengkapan yang penting bagi terlaksananya fungsi agama
sebagai pemersatu adalah sumbangan fungsionalnya terhadap sosialisasi masing-
masing anggota masyarakat. Setiap disaat dia tumbuh menjadi dewasa
memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan
aktivitas manusia dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir
pengembangan kepribadiannya.40
b. Fungsi lembaga keagamaan
1. Memelihara dan meningkatkan kualitas kehidupan beragama.
2. Merupakan tempat silaturrahmi yang dapat menumbuhkan rasa
persaudaraan.
3. Untuk melayani kebutuhan bagian keagamaan secara mantap dan
mendalam.
39 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994) h. 35.
40 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, h. 45
4. Untuk terjaminnya stabilitas dan kontinuitas tercapainnya kepentingan
dasar yang berkenaan dengan keagamaan. Maksudnya untuk mencegah
terjadinya perubahan-perubahan hakiki mengenai isi dan penerapannya
dari waktu ke waktu.41
5. Wahana untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah yang
menyangkut keagamaan.
6. Mewakili umat dalam berdialog dan mengembangkan sikap saling
menghormati serta kerjasama dengan umat beragama lain.
7. Menyalurkan aspirasi umat kepada pemerintah dan menyebarluaskan
kebijakan pemerintah kapada umat.42
B. Definisi Peranan
Istilah peranan berasal dari kata “peran” yang berarti seperangkat tingkat
yang diharapkan dan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Kata
peran mendapat awalan pe dan akhiran an menjadi “peranan” yang mempunyai
arti bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.43
Para sarjana sosiologi berpandangan tentang manusia di dalam masyarakat
diungkapkan dalam konsep peranan. Bagi sarjana sosiologi manusia dilihat
sebagai pelaku dari peranan-peranan sosial. Misalnya peranan seseorang sebagai
suami, ayah, pemimpin masyarakat dan pendeta, atau sebagai tukang, pekerja toko
dan sebagainya.
41 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 116. 42 Http//www.e-dukasi.net/mol/mo. 43 Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), h. 667
Dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaannya, seseorang
diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan
peranan yang dipegangnya. Gross, Mason dan Mc. Eechern mengatakan bahwa
peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang
menempati kedudukan sosial tertentu.44 Harapan-harapan tersebut merupakan
imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
peranan-peranan itu ditentukakn oleh norma-norma di dalam masyarakat.
Maksudnya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkakan
oleh masyarakat di dalam peranan-peranan lainnya.
Di dalam peranan terdapat 2 (dua) macam harapan, yaitu; Pertama,
harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-
kewajiban dari pemegang peran. Kedua, harapan yang dimiliki oleh si pemegang
peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan
dengannya dalam menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya.
Dalam teori peran dikatakan bahwa harapan-harapan peran merupakan
pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berprilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang mempunyai peran tertentu misalnya
sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan
agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang
mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya
adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya.45
44 Fuad Nashori dan Bactiar Diana Mucharam, Membangun Kreatifitas Dalam Perspektif
Psikologo Islam, h. 71. 45 http://www.google.co.id/search/teori peran
Kemudian tentang peranan sebagai seperangkat harapan yang ditentukan
oleh masyarakat terhadap si pemegang peran, misalnya peranan sebagai kepala
sekolah ditentukan oleh guru-guru, orang tua-orang tua (wali murid), murid-
murid, petugas pemerintah lokal dan perwakilan-perwakilan rakyat setempat,
artinya; harapan-harapan dari semua orang ini harus diperhitungkan oleh para
kepala sekolah dalam menjalankakn tugas-tugasnya.46
C. Muallaf
1. Pengertian muallaf
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa muallaf adalah orang
yang hatinya diteguhkan agar cenderung kepada Islam.47 Dalam fikqih sunnah
juga disebutkan bahwa muallaf adalah orang yang diusahakan dirangkul dan
ditarik serta diteguhkan hatinya dalam keislaman disebabkan belum mantapnya
keimanan mereka.48
Dari pengertian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa muallaf adalah
orang-orang yang hatinya dibujuk dan dijinakkan hatinya agar cenderung kepada
Islam. Mereka adalah orang-orang yang baru mengetahui dan belum memahami
tentang Islam. Oleh karena itu mereka berada pada posisi yang membutuhkan
pembinaan, dan bimbingan ajaran-ajaran agama Islam.
Pada masa Nabi Saw para muallaf diposisikan sebagai penerima zakat
untuk menjamin kelestarian mereka pada Islam dengan terus memberikan
pembinaan tentang agama Islam. Salah satu alasan Nabi Saw memberikan zakat
46 David Berry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, h. 102. 47 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Pradaya Paramita, 1993),
h. 173. 48 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Alih Bahasa Oleh Mahyuddin Syaif, (Bandung: al-Maarif,
1996), h. 96.
kepada mereka adalah menyatukan hati mereka pada Islam. Oleh karenanya
mereka dinamakan al-muallafah Qulubuhum.49
Menurut Buya Hamka muallaf adalah orang yang dijinakkan hatinya dan
diteguhkan hatinya agar mantap dalam keislamannya dan kedudukannya
disamakan tingginya dengan orang Islam lainnya.50
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa muallaf adalah orang yang
baru memeluk Islam yang diteguhkan hatinya dalam keislaman. Karena mereka
baru memeluk agama Islam dan baru mengetahui agama Islam. Maka, mereka
berada pada posisi pihak yang membutuhkan pembinaan dan bimbingan ajaran-
ajaran yang ada dalam agama Islam. Agar mereka mengetahui syariat Islam untuk
kemudian dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Konversi agama dan prosesnya
a. Konversi agama
Secara umum konversi agama dapat diartikan berubah agama atau pindah
agama. Untuk memberikan gambaran yang lebih mengena tentang maksud kata-
kata tersebut perlu dijelaskan melalui uraian yang dilatarbelakangi oleh pengertian
secara etimologis. Dengan pengertian asal kata tersebut tergambar ungkapan kata
itu secara jelas.
Konversi berasal dari kata latin yaitu “conversio” yang berarti tobat,
pindah, berubah (agama). Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam bahasa inggris
49 Syarif Hade Masyah, Hikmah di Balik Hukum Islam (Jakarta: Mustaqim, 2002) , h.
3006-3007. 50 Yunus Yahya, Muslim Thionghoa Kumpulan Karangan (Jakarta: Yayasan Abu Karim
Oei Tjeng Hien, 1985), h. 75.
“ Conversion” yang mempunyai arti berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu
agama ke agama lain.51
Menurut Max Heirick bahwa konversi agama adalah suatu tindakan
dimana seseorang atau kelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem
kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.52
b. Proses konversi agama
Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar.
Proses konversi agama ini merupakan segala bentuk kehidupan batin yang semula
mempunyai pola tersendiri berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya
(agama), maka setelah terjadi konversi agama pada dirinya secara spontan akan
ditinggalkan. Segala bentuk perasaan batin terhadap kepercayaan lama seperti:
harapan, rasa bahagia, keselamatan, kemantapan berubah menjadi berlawanan
arah. Lalu timbullah gejala-gejala baru berupa: perasaan serba tidak lengkap dan
tidak sempurna. Gejala ini menimbulkan proses kejiwaan dalam bentuk:
merenung, timbulnya tekanan batin, penyesalan diri, rasa berdosa, cemas terhadap
masa depan, perasaan susah yang ditimbulkan oleh kebimbangan.
Menurut M.T.L. Penindo bahwa konversi agama mengandung dua unsur
yaitu:
a. Unsur dari dalam (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi
dalam diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini
membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan
oleh krisis yang terjadi dan keputusan yang diambil seseorang berdasarkan
51 DJalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 53 52 DJalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 53
pertimbangan pribadi. Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang
bereaksi dalam bentuk hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring
dengan proses tersebut muncul pula struktur psikologis baru dan dipilih.
b. Unsur dari luar (exogenos origin), yaitu peroses perubahan yang berasal dari
luar diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau
kelompok yang bersangkutan. Kekuatan yang datang dari luar ini kemudian
menekan pengaruhnya terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin,
sehingga memerlukan penyelesaian oleh yang bersangkutan.53
Dari kedua unsur tersebut di atas terlihat adanya pengaruh motivasi dari
unsur tersebut terhadap batin. Jika pemilihan tersebut sudah serasi dengan
kehendak batin maka akan terciptalah suatu ketenangan seiring dengan timbulnya
ketenangan batin tersebut terjadilah semacam perubahan total dalam struktur
psikologis sehingga struktur lama terhapus dan digantikan dengan yang baru
sebagai hasil pilihan yang dianggap baik dan benar.
3. Pengalaman keagamaan pada muallaf
Orang yang telah masuk Islam, maka akan banyak pengalaman yang ia
rasakan antara lain:
a. Pengalaman ritual
Pengalaman ritual yang dibahas pada skripsi ini adalah ibadah
yang sifatnya pribadi, contohnya shalat. Shalat merupakan salah satu
ibadah kepada Allah yang terpenting. Dengannya seorang hamba bisa
berhubungan langsung kepada Allah dengan cara-cara yang telah diajarkan
53 DJalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 61.
secara benar melalui rasulullah.54 Shalat yang benar akan membawa
dampak positif bagi dirinya dan bagi orang lain.
Allah berfirman:
)45: تالعنكبو(. ركنمال واءشحف الن عىهنت ةال الصن اةال الصمقاو
“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari
perbuatan keji dan munkar” (Q.S. al-Ankabut: 45).
Selain shalat, do’a dan dzikir merupakan bentuk amalan atau ibadah yang
dapat dilakukan oleh masing-masing orang muslim, yang dapat
mendekatkan dirinya pada Allah.
b. Keterlibatan sosial
Untuk konteks keterlibatan sosial ini penulis mengutip kata yang
dipakai imam al-Ghazali yaitu ulfah (berkasih sayang) dan ukhuwah
(persaudaraan).
1. Ulfah (berkasih sayang)
Berkasih sayang adalah buah kebaikan budi. Buah kebaikan budi itulah
yang dipujikan Allah Swt. Akan Nabi-Nya, firman Allah.55
“Dan sesungguhnya engkau mempunyai budi pekerti yang tinggi” (Q.S. al-
Qalam, 68: 4).
Nabi Saw bersabda:
54 Anwar R. Prawira, et. Al, Tuntunan Shalat, (Jakarta: Pengurus YPI al-Azhar, 2002), h.
1. 55 Ismail Yakub, Terjemah Ihya’ al-Ghazali (Jakarta: CV. Faizan, 1968), h. 7.
سئل النبي صلى الله عليه وسلم ما أآثر ما عن أبي هريرة قاللتقوى وحسن الخلق وسئل ما أآثر ما يدخل قال ا؟يدخل الجنة
)داودرواه ابو(. قال الأجوفان الفم والفرج؟النار “Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah Saw ditanya:
perbuatan apakah yang sspaling banyak memasukkan manusia ke dalam surga? Beliau menjawab: bertaqwa kepada Allah dan budi pekerti yang baik. Dan beliua juga ditanya: perbuatan apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka? Beliau menjawab: mulut dan kemaluan. (H.R Tirmidzi).56
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa buah kebaikan budi
adalah berkasih sayang (ulfah) yang bisa terwujud dalam kehidupan sehari-
hari, dan siapa yang melakukannya maka ia akan masuk surga.
2. Persaudaraan (ukhuwah)
Ukhuwah merupakan suatu karunia dari Allah yang hanya bisa didapat
oleh hamba-hamba-Nya yang ikhlas dalam beramal. Sebagaimana firman
Allah:
فلا اهللانكل ومهوبل قني بتفلااا معيم جضرالأ ىاف متقفن أول
)63: نفالاأل( .ميك حزيز عهن امهنيب
“Walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang berada di
bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi
Allah telah mempersatukan hati mereka” (Q.S. al-Anfal: 63).
Ukhuwah merupakan kekuatan iman dan spiritual yang dapat
menimbulkan kasih sayang yang amat dalam dan cinta kasih, kemuliyaan dapat
saling percaya terhadap sesama. Yakni yang terdapat ikatan akidah, iman dan
56 Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin (Jakarta: Pustaka Amani, 1994), Jilid 1, h. 582-583.
taqwa.57 Dengan ukhuwah akan timbul keutamaan dan keikhlasan dalam berkasih
sayang dan cinta kasih, sehingga terciptalah nilai-nilai positif dalam kehidupan
bermasyarakat. Yakni tolong menolong dan lebih mengutamakan kepentingan
orang lain, bersikap kasih dan pemaaf, pemurah dan setia kawan. Ukhuwah juga
akan memberikan dampak positif bagi pengusiran akhlak tercela.58 Dengan
persaudaraan mereka senantiasa menghindarkan hal-hal yang membahayakan
pihak lain, baik yang menyangkut kehormatan maupun martabat, harta benda
maupun harkat kemanusiaan.
c. Pemikiran atau ide
Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah dengan sama berpikir
yaitu akal. Sebenarnya setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang
seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan
berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuainya,
lambat laun mulai terbuka dihadapanya. Semakin dalam ia berpikir, 59 semakin
bertambah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap
orang. Harus disadari bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir
serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin.
Dengan berpikir maka akan timbul ide-ide atau pemikiran-pemikiran yang
bisa menghasilkan sesuatu. Seperti seorang berpikir mengenai tujuan penciptaan
alam dan arti keberadaan dirinya di dunia, maka akan lahirlah sebuah pemikiran
atau ide bagaimana cara ia bisa mengetahui hal tersebut.
57 Abdullah Nashih Ulwan, Merajut Keping-Keping Ukhuwah (Solo: CV. Ramadhani,
1989), h. 11. 58 Abdullah Nashih Ulwan, Merajut Keping-Keping Ukhuwah, h. 12. 59 Harun Yahya, Dep Thinking, Bagaimana Seorang Muslim Berpikir (Jakarta: Rabbani
Press, 2001), h. 4.
Salah satu jalan yang akan ditempuhnya adalah mentadabburi al-Qur’an
dan membaca buku-buku yang bersangkutan dengan apa yang ia pikirkan bahkan
dengan jalan diskusi ataupun konsultasi.
d. Seni budaya
Kehidupan sederhana dan jihad fi sabilillah mempengaruhi masyarakat
Islam pada zaman rasul dan zaman Khulafaurrasyidin. Masyarakat pada waktu itu,
“bukanlah tanah yang subur bagi segala cabang kesenian” demikian tulis Zaki
Muhammad Hasan dalam bukunya fununul Islam. Pada waktu wilayah Islam telah
berkembang luas dan arab Muslim telah bercampur baur dengan berbagai bangsa
lain, terbukalah mata mereka melihat ke arah seni budaya lama dan kemudian
dikembangkan dengan jiwa agama. Demikian, ufuk seni menjadi meluas dalam
pandangan mereka, dan akhirnya merekapun berhasil menciptakan seni budaya
baru yang tidak menyimpang dari garis Islam.60
Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa Islam tidak hanya membahas
mengenai persoalan-persoalan yang sifatnya jihad. Tapi sesuai dengan
perkembangan zaman umat Islampun bisa mengembangkan diri dalam hal seni
budaya. Hal ini terbukti dengan munculnya syair-syair, kasidah-kasidah61 ataupun
nyanyian yang bernuansa Islami.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi agama
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi agama,
antara lain sebagai berikut:
60 A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam Edisi ke-2 (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h.
143. 61 A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam Edisi ke-2, h. 88.
a. Pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan. Orang yang
gelisah, yang di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan, kadang-
kadang merasa tidak berdaya menghadapi persoalan itu akan mudah
mengalami konversi agama. Dalam kegoncangan jiwa kadang-kadang
orang dengan tiba-tiba terangsang melihat orang yang sedang beribadah
(shalat), atau dalam keadaan bingung tiba-tiba terdengar suara adzan
subuh mengalun di udara, hatinya merasa tertarik, ingin merasa tentram
dan ingin mendapat ampunan dari Tuhan.
b. Pengaruh hubungan dengan tradisi agama. Pendidikan dan suasana
keluarga, serta aktivitas-aktivitas keagamaan diwaktu kecil ikut
mempunyai pengaruh yang besar terhadap diri orang yang kemudian
terjadi konversi agama.
c. Ajakan atau seruan dan sugesti. Banyak pula terbukti, bahwa diantara
peristiwa konversi agama terjadi karena proses sugesti dan bujukan dari
luar. Kendatipun pengaruh sugesti dan bujukan itu pada mulanya dangkal
saja, atau tidak mendalam. Namun jika orang yang mengalami konversi itu
dapat merasakan kelegaan dan ketentraman batin dalam keyakinan yang
baru, maka lama kelamaan akan masuklah keyakinan itu ke dalam
kepribadiannya.
d. Faktor emosi, orang yang emosionil (lebih sensitif atau banyak dikuasai
oleh emosinya), mudah kena sugesti apabila ia sedang ia mengalami
kegelisahan. Kendatipun faktor emosi, secara lahir tampaknya tidak terlalu
banyak pengaruhnya, namun dapat dibuktikan bahwa, ia adalah salah satu
faktor yang ikut mendorong kepada terjadinya konversi agama, yaitu
penelitian George A. Coe terhadap orang-orang yang mengalami peristiwa
konversi agama, ditemukannyalah bahwa konversi agama lebih banyak
terjadi pada orang-orang yang dikuasai emosinya.
e. Kemauan. Inipun memainkan peranan penting dalam konversi agama.
Biasanya terjadi sebagai hasil dari hasil perjuangan batin yang mengalami
perubahan. Dengan mempelajari bermacam-macam ilmu dari berbagai
buku, mengikuti kajian-kajian keilmuan, membandingkan kitab satu
dengan kitab lainya, maka akan timbul keraguan yang berkecamuk dalam
batinya.62
Dari faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa ada lima faktor yang
mempengaruhi konversi agama yaitu: Pertama; terjadinya konflik di dalam jiwa.
Kedua; pendidikan suasana keluarga serta aktivitas-aktivitas keagamaan diwaktu
kecil. Ketiga; pegaruh sugesti dan bujukan dari lingkungan. Keempat; faktor
emosi. Kelima; faktor kemauan untuk berubah, yaitu dengan belajar tentang
kajian-kajian keilmuan, seperti; membandingkan kitab agama yang ia anut dengan
kitab agama yang lain.
Jadi, dengan demikian menurut analisis penulis bahwa melihat fenomena
yang terjadi di masyarakat saat ini terjadinya konversi agama tidak hanya faktor
pertentangan batin, pengaruh hubungan dengan tradisi agama, ajakan atau seruan
dan sugesti, faktor emosi, dan kemauan; melainkan juga faktor kebutuhan
62 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), h. 159-164.
ekonomi. Hal ini merupakan faktor dominan atas kecenderungan konversi agama
saat ini.
BAB III
GAMBARAN UMUM
YAYASAN SOSIAL PENDIDIKAN AL-KARIMIYAH
A.Sejarah Berdirinya
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah didirikan pada tahun 1998 oleh
Drs. H. Abdul Karim SA. Yayasan Pendidikan Sosial al-Karimiyah merupakan
lembaga yang bergerak dibidang keagamaan.63 Letak geografis Yayasan ini
berlokasi di kawasan lingkungan perkampungan Poncol Kelurahan Pondok Cabe
Kecamatan Pamulang Kabupaten Tangerang, dengan luas tanah + 1000 meter.
Keberadaan Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah ini adalah untuk
mendidik anak-anak yang berlatar belakang yatim piatu, fakir miskin, janda, dan
muallaf. Tetapi secara khusus bergerak dibidang sosial pendidikan keagamaan.
Yang menjadi ciri khas lembaga ini adalah shalat malam (tahajjud), kajian al-
63 Wawancara Pribadi dengan Drs. H. Abdul Karim SA, Jakarta, tanggal 5 Januari 2008.
Qur'an, penerimaan dan penyaluran zakat, infaq dan shadaqah, pembinaan kaum
muallaf yang dilakukan secara intensive.64
Pada tahun 1999 lembaga ini memiliki 4 orang anak asuh (muallaf).
Dengan keinginan yang kuat untuk menyebarkan syi'ar Islam, Drs. H. Abdul
Karim SA, tetap optimis untuk terus melanjutkan misi keagamaan. Sehingga,
lambat laun yayasan tersebut semakin berkembang dan bertambah anak asuhnya
menjadi 16 orang, 6 orang muallaf dan 10 orang yatim piatu. Pada perkembangan
berikutnya dirasakan sarana dan prasarana kurang memadai dengan bertambahnya
anak asuh, maka dibangunlah gedung (tiga lantai). Adapun gedung yang dibangun
antara lain; lantai pertama sebagai tempat ibadah (musholla), lantai kedua terdiri
dari dua ruangan yang meliputi ruangan tempat kegiatan belajar mengajar dan
ruang kantor. Kemudian lantai ketiga terdiri dari dua ruangan yang berfungsi
sebagai asrama putra dan putri bagi yang tinggal di Yayasan, masing-masing
ruangan terdapat 20 buah tempat tidur bertingkat yang dilengkapi dengan kasur
dan bantal guling.
Seiring dengan perkembangan Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah
pada tahun 2001 muncul keinginan untuk membenahi manajemen lembaga,
membentuk struktur kepengurusan, membuat AD/ART, dan mengurus akte
notaris berlabel Yayasan ke Departemen Agama. Yayasan Sosial Pendidikan al-
Karimiyah yang awalnya tidak berlabel yayasan akhirnya menjadi sebuah yayasan
yang memiliki akte notaris yang berkekuatan hukum yaitu tepatnya pada tanggal
21 pebruari 2001. Hal ini dilakukan untuk mengikuti gerak tuntutan zaman yang
64 Wawancara Pribadi dengan Agus Shirly, Jakarta, Tanggal 29 Pebruari 2008.
meniscayakan adanya perubahan pola pengelolaan tradisional menuju pola
moderen tanpa meninggalkan trade mark paguyuban (Yayasan). Yayasan Sosial
Pendidikan al-Karimiyah menerapkan sistem pola kehidupan bersama, bergotong
royong, dan penyelesaian problem secara musyawarah serta pendayagunaan
potensi dan swadaya keuangan dari kantong sendiri tetap dijadikan sebagai
penopang keberlangsungan yayasan hingga saat ini.65
B. Visi dan Misi
Visi dan misi adalah suatu aspek penting dalam menjalankan suatu
organisasi, setiap langkah yang diterapkan mengacu pada visi dan misi, hal ini
karena perlunya pembinaan yang terarah tidak hanya belajar dan belajar asal jadi.
Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, yayasan sosial pendidikan al-
Karimiyah memiliki visi dan misi yang jelas sebagai penuntun langkah ke depan.
Adapun visi yayasan sosial pendidikan al-Karimiyah adalah menjadikan
yayasan al-Karimiyah menjadi sebuah lembaga keagamaan Islam yang terkemuka
dalam menerapkan ukhuwah islamiyah dan mempersatukan umat yang bercirikan
independen, menjaga silaturrahmi dan bersikap amanah. Sedangkan misi Yayasan
Sosial Pendidikan al-Karimiyah adalah:
1. Menyampaikan ajaran agama Islam kepada muallaf.
2. Membina muallaf serta meningkatkan keimanan dan pengetahuan
keislamannya.
3. Mempersatukan muallaf
4. Menggalang persatuan umat Islam demi terwujudnya ukhuwah Islamiyah.
65 Wawancara Pribadi dengan Drs. H. Abdul Karim SA, Jakarta, tanggal 17 Maret 2008.
C. Tujuan dan Struktur Kepengurusan
Maksud dan tujuan didirikannya yayasan ini adalah untuk membantu
pemerintah dalam usaha pemerataan pelayanan, pembinaan, dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan yang berguna. Dilihat dari sudut ini,
tampak jelas peran dan fungsi Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah yang
semula hanya bergerak dibidang dakwah secara kecil-kecilan, kemudian
merambah pada wilayah-wilayah lain yang lebih luas. Wilayah operasional
dakwah Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah yang semakin luas tersebut
sesuai dengan tuntutan zaman yang menghendaki implementasi syi'ar Islam bukan
hanya pada tataran konvevsional, melainkan juga pada tataran teknis kehidupan.66
Struktur Kepengurusan
66 Dokumen Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah
Pengasuh Drs. H. Abdul Karim SA
Bendahara Hj. Azdawati SPG
Tenaga pengajar Mubdi Tazai S.Pd.I
Drs. H. Syrajuddin SA. M. Mashuri S.Sos.I M. Khotibul Umam
M. Junaidi S.Ag
Pembantu Umum Ahmad Busyro
Sekretaris Agus Shirly
D. Sistematika Pengislaman Muallaf di Yayasan Sosial Pendidikan al-
Karimiyah
Ada beberapa proses pengislaman muallaf yang dilakukan di Yayasan
Sosial Pendidikan al-Karimiyah terhadap para muallaf antara lain; pertama,
dilakukan upacara pemeriksaan kesehatan. Kedua, khitan oleh tim kesehatan,
ketiga, diajarkan mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat yang dipimpin langsung
oleh pengasuh dibaca secara bersama-sama yang disaksikan oleh para hadirin.
Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat maka calon yang ingin masuk Islam
tersebut sudah menjadi seorang muslim, kewajiban-kewajiban serta larangan-
larangan dalam Islam berlaku atas dirinya.
Hal ini merupakan upacara pengislaman yang dilakukan di Yayasan Sosial
Pendidikan al-Karimiyah. Kemudian penjelasan singkat dari pengasuh yayasan
tentang dasar-dasar Islam seperti rukun Islam, rukun iman, akhlak dan
sebagainya. Setelah penjelasan selesai, para muallaf diharapkan memahami apa
yang telah disampaikan oleh pengasuh tersebut terutama yang paling penting
adalah menghafal 2 (dua) kalimat syahadat beserta terjemahannya.67
E. Profil Muallaf
67 Wawancara Pribadi dengan Drs. H. Abdul Karim SA, Jakarta, tanggal 18 Maret 2008.
Peserta didik
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah (YASPAK) merupakan salah
satu tempat mendidik para muallaf yang kurang mendapat perhatian dari lembaga-
lembaga keagamaan lain. Muallaf yang ada di Yayasan ini di sebut "pelajar".
Melihat lebih lanjut, pelajar yang ada di yayasan sosial pendidikan al-
Karimiyah mayoritas berasal dari daerah yang ada di Pulau Jawa. Kondisi sosial
pedesaan di Jawa memiliki pekerjaan sebagai petani. Dilihat dari letak
geografisnya, Pulau Jawa adalah daerah yang potensial untuk bidang agraris,
selain sebagai petani mereka bekerja sebagai pedagang, dan juga sebagai
pembantu rumah tangga.
Jika dilihat dari tingkat pendidikan, sebagian besar dari pelajar di Yayasan
Sosial Pendidikan al-Karimiyah tidak merasakan pendidikan secara formal seperti
pada umumnya, walaupun ada hanya sebagian saja yang pernah duduk di bangku
sekolah. Faktor utama penyebab kurangnya pendidikan adalah faktor ekonomi
yang kurang menunjang serta sarana yang tersedia kurang memadai, dikarenakan
di tempat tinggal asal mereka untuk mendapatkan pendidikan sangatlah sulit
berhubung situasi yang tidak memungkinkan. Ada juga diantara mereka yang
tidak memperhatikan pentingnya pendidikan. Seperti dikatakan oleh Ibu Sari:
"…Saya dulu ingin sekolah, tetapi orang tua saya tidak mengijinkan untuk
sekolah, karena anak perempuan nanti juga kalau sudah menikah pasti
hanya kerja di dapur…"68
Dalam pendidikan formal, materi keagamaan diberikan hanya sebatas teori
dengan ditambah sedikit prakteknya. Lain halnya dengan pendidikan non formal,
68 Wawancara Pribadi dengan Ibu Sari, Jakarta, tanggal 17 April 2008.
dimana pendidik banyak mengajarkan agama serta prakteknya yang diperagakan
oleh pendidik. Bahkan dalam hal biayapun tidak begitu memberatkan, karena
biasanya pendidik tidak menetapkan iuran-iuran wajib. Para muallaf sebelum
masuk Islam mayoritas pemeluk agama Kristen, hal ini dapat dilihat pada riwayat
hidup sebagai berikut:
1. Informan Ibu Sari
Ibu Sari berusia 38 tahun, ia berasal dari Karawang sebelumnya beragama
Kristen dan masuk Islam ketika berusia 34 tahun. Alasan masuk Islam karena
ikut-ikutan dengan teman-temannya yang beragama Islam. Pada tahun 2004 Ibu
Sari mempunyai inisiatif untuk mengikuti kegiatan keagamaan dengan rutin di
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah, sudah terhitung empat tahun.
Pendidikan terakhirnya sebatas sekolah dasar (SD), ia tinggal bersama anaknya di
rumah kontrakan. Saat ini ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk
memenuhi biaya hidupnya. Dia menjalankan pekerjaannya dengan tekun, karena
ia seorang janda sekaligus kepala rumah tangga. Ia merasa senang masuk Yayasan
ini , karena bisa belajar dan beribadah dengan tenang bersama para muallaf
lainnya.
2. Informan Sitorus
Sitorus adalah seorang yang beragama kristen berusia 35 tahun berasal
dari Lampung. Mulai masuk Islam pada tahun 2005 setelah diajak temannya
menghadiri suatu tempat pengajian yaitu langgar (mushollah) di Krui-Lampung.
Awalnya Sitorus sudah mengalami kegelisahan dalam batinnya, bahkan lebih
cenderung mengakui tentang kebenaran agama Islam. Setelah beberapa bulan
kemudian, Sitorus memutuskan untuk masuk Islam dengan membaca sahadat.
Namun sahadat yang ia baca terasa masih kurang sempurna tanpa disaksikan oleh
seorang ustadz, akhirnya ia meminta izin kepada keluarganya untuk pergi ke
Jakarta dan mencari Yayasan yang membina para muallaf, tanpa malu-malu ia
masuk ke Yayasan Sosial al-Karimiyah dengan tekad dan keinginan yang kuat
untuk bisa membaca sahadat dan kenal lebih akrab dengan agama Islam.
Keputusan Sitorus memeluk agama Islam mendapat restu dari keluarganya
sekalipun mereka sendiri sampai saat ini masih sebagai pemeluk agama kristen.
Pendidikan terakhir Sitorus sampai SMP. ia tinggal di rumah pamannya tak jauh
dari yayasan. Ia seorang duda dan tidak mempunyai anak.
Pada tahun 2006 Sitorus mulai aktif mengikuti kegiatan di Yayasan Sosial
Pendidikan al-Karimiyah. Ia merasa senang belajar di yayasan ini karena ia
merasa bisa mengenal Islam lebih jauh dan beribadah berjamaah, sehingga jiwa
merasa tenang dan damai, selain itu ukhuwah Islamiyah lebih terlihat nyata saling
membantu dan saling mengunjungi sesama muallaf.
3. Informan Kliwon
Bapak Kliwon berusia 45 tahun berasal dari Yogyakarta, sebelumnya ia
beragama Kristen, masuk Islam pada usia 39 tahun. Alasan masuk Islam karena ia
terharu mendengar tetangganya sedang mendendangkan ayat-ayat al-Qur'an
bahkan lebih-lebih sampai mengeluarkan air mata. Setelah itu ia mengajak istri
dan anak-anaknya untuk belajar membaca al-Qur'an dengan lagu-lagunya,
walaupun secara resmi ia belum membaca sahadat dan masuk Islam.
Pada tahun 2003 Bapak Kliwon mencoba mengikuti beberapa kegiatan
yang dilaksanakan di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah bahkan tergolong
aktif. Dan sekarang ia tinggal di rumah kontrakan tak jauh dari yayasan bersama
istri dan anaknya di Pondok Cabe Ilir Pamulang. Bapak Kliwon pernah merasakan
pendidikan formal sampai SMA.
Bapak Kliwon bekerja sebagai karyawan PLN. Ia dikenal bertetangga
sangat baik, sering memberi makan tetangganya yang tidak mampu.
Berawal Informasi dari temannya bahwa ada yayasan yang melaksanakan
pembinaan kegamaan terhadap para muallaf, maka ia memutuskan untuk belajar
dan mengikuti kegiatan keagamaan secara rutin di Yayasan Sosial Pendidikan al-
Karimiyah. Ia sangat senang karena bisa belajar tentang Islam lebih dalam dan
sekaligus punya banyak teman sesama muallaf.
4. Informan Ibu Juminah
Seperti halnya ibu Sari, Ibu Juminah sebelum masuk Islam termasuk orang
yang beragama kristen yang taat beribadah. Ia berasal dari Solo, masuk Islam
ketika berusia 34 tahun pendidikan terakhir kelas 2 sekolah dasar (SD), sekarang
ia berusia 37 tahun dan tinggal di rumah kontrakan bersama dua anaknya. Ibu
Juminah hidup sebagai seorang janda. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya
Ibu Juminah harus berjualan sayur. Ia bekerja keras dengan harapan dapat
membiayai sekolah kedua anaknya setinggi mungkin. Alasan masuk Islam karena
ia merasa jenuh dengan agama yang ia anut sebelumnya dan merasa tidak puas
dengan agamanya yaitu Kristen.
Selain sebagai pedagang sayur, ia juga sebagai muallaf yang kritis tentang
keyakinannya. Sebelum belajar di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah ia
mengalami keragu-raguan tentang keyakinan agamanya, ia merasa bahwa semua
agama tidak ada yang bisa memberikan ketenangan dan kebahagiaan. Seperti yang
diungkapkan oleh ibu Juminah bahwa "Kehidupan saya dari dulu sampai sekarang
tetap saja susah".69 Setelah beberapa lama kemudian saya bertemu dengan seorang
guru agama, saya bertanya, agama yang benar yang mana pak Ustadz?. Soalnya
banyak orang mengatakan bahwa semua agama bagus. Pak Ustadz tersebut
memberikan jawaban kepada saya bahwa semua agama bagus, tetapi tidak semua
agama memberikan keselamatan dan kebahagiaan kecuali agama Islam.
Berangkat dari keragu-raguan tersebut, Ibu Juminah mencoba belajar di
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah + awal tahun 2006 dan sampai sekarang
ia sudah sedikit memahami tentang ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Dia
merasa sangat senang bisa belajar bersama-sama dengan para muallaf lainnya
untuk mempelajari agama Islam.
Dari profil di atas dapat dikatakan bahwa meskipun sebagian mereka
sudah beberapa tahun memeluk agama Islam, namun mereka baru mempelajari
ajaran Islam secara intensif dan memahami ajaran Islam sejak mereka mengikuti
pembinaan yang diadakan di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah. Oleh
karena itu, sebelumnya keimanan mereka belum mantap dan memerlukan
bimbingan dalam mempelajari ajaran Islam.
5. Informan Prisilia
69 Wawancara Pribadi dengan Ibu Juminah, Jakarta, tanggal 22 Januari 2008.
Prisilia seorang gadis warga keturunan Cina berusia 25 tahun, beragama
kristen berasal dari Surabaya, pendidikan terakhir SMA. Mulai masuk Islam pada
tahun 2006. Awalnya ketika bertemu dan kenal dengan pengasuh Yayasan al-
Karimiyah di sebuah tempat pengajian di jawa Timur. Prisilia masuk Islam karena
terpengaruh oleh saudara kandungnya sendiri yang lebih dulu memeluk agama
Islam begitu rajin dalam bribadah dan taat kepada agamanya. Walaupun kedua
orang tuanya beragama Kristen, namun Prisilia merasakan ada kebahagiaan
tersendiri di dalam agama Islam.
Pada awal tahun 2007, Prisilia memutuskan merantau ke Jakarta untuk
belajar tentang agama Islam di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimyah. Setelah
mendapat bimbingan dari pembimbing, maka hatinya semakin yakin dan tergugah
bahwa dirinya benar-benar mendapat hidayah dari Tuhan. Kemudian di Yayasan
ini ia dibimbing secara terus menerus untuk mengenal lebih jauh tentang ajaran
Islam. Ia sekarang merasa bahagia dengan agama Islam dan senang tinggal di
Yayasan ini.
6. Informan Agustina
Agustina berusia 28 tahun adalah seorang yang beragama kristen juga
termasuk gadis warga keturunan Cina yang tinggal di Yayasan Sosial Pendidikan
al-Karimiyah. Ia berasal dari Bekasi Jati Bening 1 Jakarta Timur. Pendidikan
terakhir S1 di Universitas Kristen Indonsia (UKI) Jakarta Timur.
Sifat dasar Agustina yang pembelajar dan gemar membaca membuat
Agustina penasaran dengan sebuah VCD yang diterbitkan oleh Forum Peduli
Pemurtadan yang memuat sebuah kesaksian seorang mantan biarawati Hj. Irene
Handono. Hal ini kemudian menimbulkan gejolak pertentangan batin dan
keinginan untuk mempelajari dan mendalami lebih jauh agama Kristen dan
agama Islam. Secara diam-diam Agustina mempelajari agama Islam dan mulai
membanding-bandingkan dengan agama yang ia anut. Pada bulan Pebruari tahun
2008, sekalipun tanpa restu keluarganya, Agustina memutuskan masuk Islam di
bawah bimbingan Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah dan ia merasakan
ketenangan dengan agama barunya yaitu agama Islam.
F. Pola Pembinaan dan Bentuk-bentuk Kegiatan
Bentuk-bentuk kegiatan pembinaan di Yayasan Sosial Pendidikan al-
Karimiyah berupa pembinaan keagamaan, karena pembinaan keagamaan
merupakan suatu upaya atau proses yang terus menerus dilakukan untuk
memperkuat keyakinan atau ketaatan terhadap suatu ajaran agama, serta
menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa bentuk program kegiatan yang dilakukan dalam membina
para muallaf, antara lain sebagai berikut:
1. Bimbingan mengenal huruf-huruf hijaiyah dan membaca al-Qur'an (iqra').
Kegiatan ini dilakukan setiap malam setelah shalat maghrib berjamaah,
dengan durasi 1 jam. Materi al-Qur'an diberikan bertujuan agar mereka
mampu membaca al-Qur'an yaitu tata cara dasar membaca Al-Qur'an dengan
menggunakan iqra jilid 1 sampai 6.
2. Bimbingan wudhu' dilanjutkan dengan praktek shalat, menghafal surat-surat
pendek serta menghafal Do'a sehari-hari. Kegiatan ini dilakukan setiap malam
setelah shalat isya', dengan durasi 1 jam.
3. Mengkaji kandungan ayat-ayat suci al-Qur'an. Diadakan setiap hari setelah
shalat subuh berjamaah, dengan durasi 1 jam.
4. Bimbimgan ketauhidan (mengenal sifat-sifat Allah dan para rasul-Nya).
Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari minggu setelah shalat ashar berjamaah.
Tujuan bimbingan ketauhidan ini adalah agar mereka paham tentang masalah
ketauhidan dalam Islam sehingga mereka benar-benar meyakini dengan
mantap kebenaran agama Islam. Adapun materi yang diberikan meliputi; ilmu
tauhid, kaidah ilmu tauhid, hukum mempelajari ilmu tauhid atas umat Islam,
rukun Islam, rukun iman, iman dan Islam, Sahadat, beriman kepada rasul, dan
beriman kepada hal-hal yang ghaib.
BAB IV
PEMBINAAN KEBERAGAMAAN MUALLAF
DI YAYASAN SOSIAL PENDIDIKAN AL-KARIMIYAH
Pokok pembahasan pada bab ini adalah peran pembinaan keagamaan dan
dampak yang terjadi pada muallaf setelah mengikuti program kegiatan di Yayasan
Sosial Pendidikan al-Karimiyah. Adapun yang dimaksud dengan peran pembinaan
keagamaan adalah upaya pembimbing dalam memberikan pencerahan-pencerahan
tentang ketauhidan, keimanan, keyakinan, ilmu pengetahuan tentang akidah-
akidah Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan "dampak" merupakakn efek
yang dilakukan Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah terhadap keberagamaan
muallaf.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu
dengan cara mengolah dan menganalisis data secara deskriptif dengan
menafsirkannya secara kualitatif. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh
mana tingkat pemahaman dan ketaatan muallaf terhadap agama yang dianutnya.
Karena muallaf yang telah memiliki pemahaman tersebut selalu teringat untuk
mengerjakan hal-hal yang telah diperintahkan oleh agamanya. Kemudian penulis
akan memaparkan lebih rinci dengan pendekatan ilmu pengetahuan, keyakinan,
ibadah, amal shalih, dan penghayatan yang diuraikan sebagai berikut.
A. Ilmu Pengetahuan
Dimensi ini berkaitan dengan pemahaman seseorang terhadap ajaran-
ajaran agamanya. Seseorang yang beragama paling tidak harus mengetahui hal-hal
yang pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-
tradisi. al-Qur'an merupakan pedoman hidup sekaligus sumber ilmu pengetahuan
bagi umat Islam.
Pengetahuan keagamaan yang dimiliki muallaf sesudah mengikuti
pembinaan agama Islam di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah sangat
bertambah. Peningkatan pengetahuan agama Islam tersebut seperti;
memperaktekkan ibadah shalat dengan bacaan-bacaan dan gerakan dalam shalat,
ada juga yang sudah dapat membaca al-Qur'an. Dengan adanya pembinaan
mereka semakin memahami ajaran-ajaran agama yang dianutnuya. Seperti yang
dikatan oleh bapak Sitorus:
"…Saya telah mendapatkan bimbingan di yayasan ini, saya bisa
memahami gerakan-gerakan yang ada dalam shalat dan merasa lebih baik
dan disiplin dari bulan-bulan sebelumnya"70
Hasil wawancara berikutnya juga dapat dilihat pada ungkapan Bapak
Kliwon:
"...Agama memerintahkan kita untuk melaksanakan semua perintah-Nya dan menjahui apa yang dilarang-Nya. Contoh; shalat, puasa, zakat, infaq dan shadaqah. Karena kalau tidak dilaksanakan, Allah Swt akan membalasnya dengan setimpal yaitu api neraka. Tetapi bukan berarti kita melaksanakan perintah Allah karena takut terhadap siksa-Nya melainkan karena Allah semata…"71
Dari ungkapan di atas menggambarkan bahwa pemahaman muallaf setelah
mendapatkan pembinaan di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah ilmu
pengetahuan mereka tentang ibadah sehari-hari semakin bertambah dan konsisten.
Seperti contoh shalat dan ibadah-ibadah lainnya. Selain itu juga adanya rasa
70 Wawancara Pribadi dengan Sitorus, Jakarta, tanggal 22 Januari 2008. 71 Wawancara Pribadi dengan Kliwon, Jakarta, tanggal 3 Maret 2008.
tanggung jawab dan kewajiban untuk bersyukur kepada Allah yang Maha
Pencipta. Karena dari awalnya tidak tahu menjadi tahu terhadap ajaran-ajaran
agama Islam. Dalam hal keyakinan adanya Tuhan semakin kuat, karena setelah
mendapatkan bimbingan para muallaf dapat merasakan bagaimana melaksanakan
perintah-perintah-Nya dengan baik dan benar serta ikhlas dalam
melaksanakannya.
Demikian juga dengan pembinaan mengenal huruf-huruf hijaiyah atau al-
Qur'an, mayoritas para muallaf setelah mendapatkan bimbingan bisa membaca al-
Qur'an, hanya saja tidak selancar orang-orang islam pada umumnya. Seperti yang
dikatakan oleh H. Abdul Karim SA. selaku pembina sekaligus pengasuh yayasan
bahwa "saya sangat bangga dengan mereka karena sekarang bisa tahu huruf-huruf
al-Qur'an, dan sebagian dari mereka sudah ada yang belajar iqra'."72
Hal ini juga terbukti dengan ungkapan Ibu Sari:
"…Setelah mendapatkan bimbingan di yayasan ini, alhamdulillah
saya tahu dengan yang dimaksud huruf hijaiyah dan sampai sekarang saya
masih terus belajar iqra' pada pak ustadz…"73
Lain halnya dengan Ibu Sari, bapak Kliwon cukup merasakan setelah
mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di yayasan ini. Seperti yang
diungkapkan di bawah ini:
"…Dengan istiqamah saya belajar terus menerus mengikuti kegiatan-kegiatan di yayasan, dan hasilnya sangat dirasakan. Sejak awal saya langsung belajar iqra', karena target pertama saya harus bisa membaca al-Qur'an dan sekarang saya sudah lancar iqra'. Insya Allah sebentar lagi saya akan belajar membaca al-Qur'an…"74.
72 Wawancara Pribadi dengan H. Abdul Karim SA, Jakarta, tanggal 4 April 2008. 73 Wawancara Pribadi dengan Ibu Sari, Jakarta, 4 April 2008. 74 Wawancara Pribadi dengan Bapak Kliwon, Jakart, tanggal 4 April 2008.
Selain belajar mengenal huruf-huruf hijaiyah ada juga bentuk-bentuk
kegiatan pembinaan keagamaan lainnya seperti materi wudhu', penghafalan surat-
surat pendek serta do'a-do'a sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar para muallaf
bisa mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini dapat dibuktikan
dengan ungkapan bapak Sitorus sebagai berikut:
"…Sekarang saya sudah bisa mempraktekkan tatacara berwudhu'
dan sebagian sudah hafal surat-surat pendek sebagai modal saya untuk
dibaca dalam shalat, karena sampai saat ini masih sedikit surat-surat yang
saya hafal…"75
Dari penuturan di atas menggambarkan bahwa setelah mendapatkan
bimbingan mereka semakin paham dan bertambah semangat, karena sebelumnya
belum pernah mengetahui sama sekali tentang cara-cara berwudhu' dan membaca
do'a serta surat-surat pendek. Hal ini terlihat dari hasil kegiatan pembinaan di
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah sangat baik. Kegiatan keagamaan pada
muallaf membuktikan bahwa semakin meningkatnya minat terhadap agama
sejalan dengan kadar keyakinannya.
B. Akidah atau keyakinan
Dimensi ini mengungkapkan masalah keyakinan manusia terhadap rukun
iman (iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, Nabi, hari pembalasan, serta
qadha dan qadar), kebenaran agama dan masalah-masalah yang diajarkan oleh
agama.
Para muallaf setelah mendapatkan bimbingan memiliki keyakinan yang
kuat dalam menjalani hidup, seperti ungkapan bapak Kliwon:
75 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sitorus, Jakarta, tanggal 4 April 2008.
"…Kita hidup hanya sementara karena masih ada kehidupan yang lebih kekal yaitu kehidupan akhirat, dan yang dihisab hanya amal kita selama masih hidup di dunia yaitu amal shalih. Maka saya harus banyak beribadah dan beramal shalih (shalat, puasa, infaq, shadhaqah, dan sebagainya), karena amal shalih merupakan perintah pokok yang diajarkan oleh Allah terhadap hamba-hamba-Nya…"76.
Lain halnya yang diungkapkan oleh Ibu Jum sebagai berikut:
"…Setelah mendapatkan bimbingan saya lebih yakin dengan agama Islam dari pada agama yang saya anut sebelumnya, karena bagi saya agama yang saya yakini sekarang benar-benar memberikan jalan keluar terhadap masalah saya, dan saya merasa santai disaat saya mendapatkakn berbagai macam masalah mulai dari masalah keluarga, ekonomi dan sebagainya…"77. Wawancara tersbut di atas menggambarkan bahwa keimanan dan
keyakinan para muallaf kepada Allah Swt. dan kepada hari pembalasan
(kehidupan akhirat) semakin bertambah setelah mendapatkan bimbingan
keagamaan di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah sehingga keislaman
mereka semakin mantap dan teguh. Selain itu juga keyakinan para muallaf
terhadap agama yang dianutnya benar-benar memberikan jalan keluar terhadap
masalah yang dihadapinya.
C. Ibadah
Bentuk-bentuk kegiatan pembinaan lainnya adalah pembinaan shalat. Para
pembina menitik beratkan pada praktek shalat, dalam melaksanakannya para
muallaf belum sempurna. Setelah diberikan pembinaan praktek shalat, para
muallaf lebih baik dari sebelumnya. Seperti yang dikatakan oleh pengasuh
yayasan, H. Abdul Karim SA. Bahwa "Para muallaf setelah diberikan pembinaan
tentang shalat dan gerakan-gerakan yang ada dalam shalat mereka menjadi lebih
76 Wawancara Pribadi dengan Bapapk Kliwon, Jakarta, tanggal 4 Februari 2008. 77 Wawancara Pribadi dengan Ibu Jum, Jakarta, tanggal 4 Februari 2008.
baik dan sempurna dalam melaksanakan shalat"78. Hal ini juga terlihat dari hasil
wawancara dengan Ibu Jum sebagai berikut:
"Alhamdulillah sekarang saya sudah bisa mempraktekkan shalat
dengan baik dan hafal bacaan-bacaan yang ada dalam shalat"79
Dimensi ibadah yang diberikan kepada para muallaf bertujuan agar mereka
dapat melakukan ibadah-ibadah yang disyari'atkan dalam Islam. Berdasarkan hasil
penelitian dengan mengamati proses pembinaan yang digunakan dalam pemberian
materi ibadah yaitu pembiasaan, yang diharapkan para muallaf dapat
membiasakan dan mempraktekkan serta mengamalkan shalat dan ibadah-ibadah
lainnya. Hal ini dapat diketahui sejauh mana tingkat kepatuhan seseorang dalam
mengerjakan kegiatan-kegiatan ibadah sebagaimana yang diperintahkan oleh
agama. Dimensi ini berkaitan dengan frekuensi dan intensitas pelaksanaan ibadah
seseorang.
Adapun materi ibadah yang diberikan antara lain; praktek shalat, hal-hal
yang dilakukan sebelum mengerjakan shalat (bersuci dari hadas besar dan hadas
kecil), hal-hal yang disunnahkan sebelum melaksanakan shalat (adzan, iqamah
dan do'a sesudah adzan), syarat-syarat shalat, rukun-rukun shalat dan hal-hal yang
membatalkan shalat, bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan dalam shalat, shalat
berjamaah, dan puasa.
Dilihat dari dimensi ibadah atau ritual ini, para muallaf setelah
mendapatkan bimbingan semakin rajin, tepat waktu dalam melaksanakan ibadah
dan rajin shalat sunah, seperti yang diungkapkan Ibu Sari:
78 Wawancara Pribadi dengan H. Abdul Karim SA, Jakarta, tanggal 4 April 2008. 79 Wawancara Pribadi dengan Ibu Jum, Jakarta, tanggal 4 April 2008.
"…Kalau lagi dirumah, sebelum waktu shalat tiba saya sudah bersiap-siap (dalam keadaan suci) berangkat ke yayasan untuk shalat berjamaah, setelah melaksanakan shalat dilanjutkan dengan belajar membaca al-Qur'an. Tetapi kalau lagi keluar rumah shalat berjamaah jadi bolos…"80.
Demikian juga dengan Ibu Jum:
"…Walaupun saya lagi jualan sayur kalau sudah masuk waktu shalat, saya selalu berusaha untuk pulang dan ikut berjamaah di yayasan, karena berjamaah itu sudah menjadi kebiasaan saya sehari-hari. Kalau ketinggalan berjamaah diri saya merasa ada yang kurang. Demikian juga shalat sunah, saya selalu berusaha untuk melaksanakannya baik shalat sunah qabliyah maupun yang ba'diyah, karena kata guru saya kalau melakukan shalat sunah bisa menutupi kekurangan-kekurangan shalat fardhu, selain itu juga akan bertambah pahalanya…"81.
Begitupun penuturan Prisilia:
"…Selain melaksanakan shalat wajib, saya juga sering melaksanakan shalat sunah seperti shalat tahajjud dan shalat duha. Tapi terkadang ketika saya melaksanakan ibadah seperti shalat dan semacamnya masih ada orang-orang yang mengejek saya, malah terkadang saya dibilang sok rajin, ingin disanjung dan sebagainya. Tapi Alhamdulillah sampai sekarang saya masih tetap melaksanakannya dan tidak pernah terpengaruh terhadap ejekan-ejekan orang…"82.
Berdasarkan wawancara tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa
para muallaf dalam melaksanakan berbagai macam kegiatan ibadah terutama
shalat yang dilakukan sehari-hari merupakan kesadaran sendiri hidayah dari Allah
Swt. Hal ini terlihat dari peningkatan dalam beribadah kepada Allah seperti
melakukan shalat tepat waktu, baik shalat fardu maupun shalat sunnah yang
dilaksanakan dengan ikhlas serta tulus ditujukan hanya kepada Allah semata.
80 Wawancara Pribadi dengan Ibu Sari, Jakarta, tanggal 10 Februari 2008. 81 Wawancara Pribadi dengan Ibu Jum, Jakarta, tanggal 10 Februari 2008. 82 Wawancara Pribadi dengan Ibu Sari, Jakarta, tanggal 10 Februari 2008.
D. Amal Shalih
Dimensi amal shalih ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk
merealisasikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari
yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama. Dimensi ini menyangkut
hubungan antara manusia dengan lingkungan alamnya. Hal ini menunjukkan pada
seberapa jauh seseorang dalam berprilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran
agamanya.
Melihat pada pernyataan di atas, para muallaf yang sudah mendapatkan
pembinaan keagamaan, maka perilaku sosialnya semakin baik.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sitorus:
"…Pergaulan saya dengan teman-teman yang lainnya di yayasan cukup baik, karena jika ada masalah langsung dibicarakan dengan baik. Selain itu juga hubungan saya dengan semua orang cukup baik, tidak pernah ada perselisihan, walaupun ada hanya sebatas salah paham saja dan itupun tidak berlangsung lama…"83.
Demikian juga dengan bapak Kliwon, dia menuturkan:
"Selama di yayasan saya tidak ada masalah baik dengan teman-teman maupun dengan para pengurus yayasan, karena di yayasan sendiri diajarkan cara bergaul dengan baik dan terbuka satu sama lainnya. Apalagi bergaul dengan orang-orang di luar yayasan (non yayasan) seringkali diwanti-wanti oleh pengasuh untuk saling menghormati dan menghargai orang lain.."84. Dari wawancara tersebut di atas menunjukkan bahwa sikap toleransi yang
diajarkan di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah sangat baik. Hal ini terlihat
dari pola pergaulan para muallaf dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari cara
memecahkan masalah, menghormati satu dengan yang lainnya. Hal ini
83 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sitorus, Jakarta, tanggal 3 Maret 2008. 84 Wawancara Pribadi dengan Bapak Kliwon, Jakarta, tanggal 5 Maret 2008.
dimaksudkan para muallaf untuk senantiasa menciptakan hubungan yang baik dan
harmonis terhadap sesama.
E. Penghayatan (Ihsan)
Dimensi ihsan mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran
Tuhan dalam kehidupan, ketenangan hidup, takut melanggar larangan Tuhan,
keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan Tuhan, dan dorongan untuk
melaksanakan perintah agama.
Dengan mendapat pembinaan keagamaan, penghayatan tentang agama
mereka semakin dalam. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sari:
"…Saya sekarang selalu menjalankan perintah agama Islam
dengan benar-benar, karena kalau tidak melaksanakan saya merasa
berdosa karena nanti di akhirat akan ada balasannya, dan saya sekarang
merasa dekat dengan Allah…"85.
Selain yang dikatakan Ibu Sari, Ibu Jum menuturkan hal yang senada:
"…Saya sekarang merasa dekat dengan Allah setelah menjalankan
segala perintah-Nya, dan bila tidak menjalankannya saya merasa berdosa,
dan saya yakin nanti di akhirat pasti ada balasannya…"86.
Dari ungkapan para muallaf di atas, jika dilihat dari dimensi ini mereka
sangat takut apabila tidak menjalankan perintah agama, dan mereka merasa sangat
dekat dengan Allah ketika mereka melaksanakannya, merasa bersalah apabila
meninggalkan perintahnya. Hal ini merupakan ekspresi dari penghayatan yang
dimiliki para muallaf. Agama berfungsi sebagai penyelamatan bagi mereka.
85 Wawancara Pribadi dengan Ibu Sari, Jakarta, tanggal 10 Maret 2008. 86 Wawancara Pribadi dengan Ibu Jum, Jakarta, tanggal 10 Maret 2008.
Analisa penulis, dengan adanya pembinaan yang dilaksanakan oleh
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah khususnya pada dimensi pengetahuan,
akidah atau keyakinan, ibadah, amal shalih, dan penghayatan, Yayasan Sosial
Pendidikan al-Karimiyah mempunyai peran atau fungsi strategis yaitu;
memelihara dan meningkatkan kualitas kehidupan beragama.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan penelitian dan menganalisis permasalahan-
permasalahan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Peranan pembinaan keagamaan yang dilakukan di Yayasan Sosial
pendidikan al-Karimiyah terhadap muallaf sudah berjalan dengan baik.
Hal ini dapat dilihat dari keseriusan para pembimbing agama yang telah
melakukan bimbingan terhadap para muallaf. Disamping itu juga
keseriusan para muallaf dalam mendalami agama baru mereka (Islam)
sehingga menjadi mantap dalam beragama. Adapun materi yang diberikan
adalah bimbingan mengenal huruf hijaiyah dan membaca al-Qur'an,
bimbingan wudhu', dilanjutkan dengan praktek shalat, menghafal surat-
surat pendek serta menghafal do'a sehari-hari yang diadakan setiap malam
setelah shalat isya' dengan durasi 1 jam, mengkaji kandungan ayat-ayat
suci al-qur'an diadakan setiap hari setelah shalat subuh berjamaah dengan
durasi 1 jam, bimbingan ketauhidan, mengenal sifat-sifat Allah dan para
Rasul-Nya dilaksanakan setiap hari minggu setelah shalat ashar
berjamaah. Hasil dari kegiatan tersebut dapat terlihat pada wawasan dan
pengamalan para muallaf terutama tentang ketauhidan.
2. Sekain itu juga di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah lebih
mempreoritaskan segi peningkatan dalam melaksanakan ibadah. Baik
ibadah yang sifatnya vertikal (kepada Allah) maupun ibadah horizontal
(hubungan terhadap sesama).
B. Saran-Saran
1. Untuk para pembina lebih mendorong para muallaf untuk lebih aktif dalam
mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dengan cara memantau setiap
diadakannya kegiatan-kegiatan keagamaan, serta mengarahkan para
muallaf ke jalan yang diridhoi oleh Allah.
2. Untuk para muallaf agar terus menjalin tali silaturrahmi kepada pihak
yayasan agar tidak putus komunikasi dan pihak yayasan dapat mengetahui
perkembangan para muallaf.
3. Untuk yayasan agar senantiasa memperhatikan atau memberikan pelatihan
dan pembinaan untuk para muallaf.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ancok, Jamaluddin, Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2001). Arifin M. Teori-Teori Konseling dan Agama (Jakarta: PT Golden Terayon, 1996). Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan dan Praktek
(Jakarta: PT. Renika Cipta, 1998). B. S Wibowo dkk, Shoot (Bandung: PT Syamil, 2003). al-Bone, Abd. Aziz, sinopsis disertasi: hubungan antara komunikasi interpersonal
dalam keluarga, pengendalian diri, dan hasil pelajar pendidikan agama Islam, dengan religiusitas SMU Negeri Jakarta Timur.
Bactiar Diana, Fuad Nashori dan, Membangun Kreatifitas Dalam Perspektif
Psikologo Islam. Berry, David, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Pradaya Paramita,
1993). Damayanti, Susi, skripsi: “Hubungan Antara Religiusitas Dengan Prilaku
Prososial Pada Santri Kelas II Aliyah Pondok Pesantren as-Shiddiqiyah Jakarta Barat (Jakarta: UIN, 2001).
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996).
..........................., Pembinaan Jiwa Mental (Jakarta: Bulan Bintang, 1985). Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1988). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1998). Dister, Nico Syukur, Psikologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1989). Djamaluddin, Muhammad, Religiusitas dan Stress Kerja Pada Polisi
(Yogyakarta: UGK Press, 1995).
F.O’Dea, Thomas, Sosiologi Agama, Suatu Pengantar Awal, (Jakarta: CV. Rajawali Press, 1985).
Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam Edisi ke-2 (Jakarta: Bulan Bintang,
1975). K. Nottingham, Elizabeth, Agama dan Masyarakat (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1994). Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000).
Karim Oei Tjeng Hien, 1985).
Masyah, Syarif Hade, Hikmah di Balik Hukum Islam (Jakarta: Mustaqim, 2002). Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 1999), h. 3. Nawawi, Imam, Terjemah Riyadhus Shalihin (Jakarta: Pustaka Amani, 1994),
Jilid 1. Prawira, Anwar R., et. Al, Tuntunan Shalat, (Jakarta: Pengurus YPI al-Azhar,
2002). Puspito, Hendro, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: PT. Kanisius, 1983). Rahardjo, M. Dawam, Intelektual, Intelegensia, dan Prilaku Politik Bangsa:
Risalah Cendikiawan Muslim I (Bandung: Mizan, 1996). Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1991). Ramayulis, Jalaluddin, Pengantar Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Kalam Mulia,
1993). Robertson, Rolland, Agama Dalam Analisa dan Intrpretsi Sosiologi (jakarta: PT.
Rajawali Press, 1993). Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunah, Alih Bahasa Oleh Mahyuddin Syaif, (Bandung: al-
Maarif, 1996). Suparlan, Parsudi, Kebudayaan dan Pembangnunan, (Jakarta: 1996). Ulwan, Abdullah Nashih, Merajut Keping-Keping Ukhuwah (Solo: CV.
Ramadhani, 1989).
Yahya, Harun, Dep Thinking, Bagaimana Seorang Muslim Berpikir (Jakarta: Rabbani Press, 2001).
Yahya, Yunus, Muslim Thionghoa Kumpulan Karangan (Jakarta: Yayasan Abu
Yakub, Ismail, Terjemah Ihya’ al-Ghazali (Jakarta: CV. Faizan, 1968). Internet
Http//www.e-dukasi.net/mol/mo.
http/www.al-Shina.com/html/id/service/maqolat/agama.s
http://www.depag.web.id/research/lektur.
http://www.google.co.id/search/teori peran.
Wawancara
Wawancara Pribadi Dengan Agus Shirly. Jakarta, tanggal 29 Pebruari 2008.
Wawancara Pribadi Dengan Drs. H. Abdul Karim SA, Jakarta, tanggal 5 Januari 2008.
Wawancara Pribadi Dengan Ibu Juminah. Jakarta, tanggal 22 Januari 2008.
Wawancara Pribadi Dengan Informan Sari. Jakarta, tanggal 19 Mei 2008.
Wawancara Pribadi Dengan Kliwon. Jakarta, tanggal 3 Maret 2008.
Wawancara Pribadi Dengan Sitorus. Jakarta, tanggal 22 Januari 2008.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Nama : H. Abdul Karim SA. Jabatan : Pengasuh Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah Hari/Tanggal : Selasa, 18 Maret 2008 Tempat : Sekretariat Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah Pondok
Cabe Ilir Poncol Pamulang
T. Bagaimana latar belakang berdirinya Yayasan Sosial Pendidikan al-
Karimiyah?.
J. Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah didirikan pada tahun 1998. Yayasan
ini merupakan lembaga yang bergerak dibidang keagamaan.
Keberadaan Yayasan ini adalah untuk mendidik anak-anak yang berlatar
belakang yatim piatu, fakir miskin, janda, dan muallaf. Tetapi secara khusus
bergerak dibidang sosial pendidikan keagamaan. Yang menjadi ciri khas
lembaga ini adalah shalat malam (tahajjud), kajian al-Qur'an, penerimaan dan
penyaluran zakat, infaq dan shadaqah, pembinaan kaum muallaf yang
dilakukan secara intensive.
Pada tahun 1999 yayasan ini memiliki 4 orang anak asuh (muallaf). Kemudian
dengan lambat laun yayasan ini semakin berkembang dan bertambah anak
asuhnya menjadi 16 orang, 6 orang muallaf dan 10 orang yatim piatu. Pada
perkembangan berikutnya dirasakan sarana dan prasarana kurang memadai
dengan bertambahnya anak asuh, maka dibangunlah gedung (tiga lantai). Di
antaranya tempat ibadah (musholla), tempat kegiatan belajar mengajar dan
ruang kantor, asrama putra dan putri bagi yang tinggal di Yayasan.
Pada tahun 2001 muncul keinginan untuk membenahi manajemen lembaga,
yaitu membentuk struktur kepengurusan, membuat AD/ART, dan mengurus
akte notaris berlabel Yayasan ke Departemen Agama. Yayasan ini yang
awalnya tidak berlabel yayasan akhirnya menjadi sebuah yayasan yang
memiliki akte notaris yang berkekuatan hukum yaitu tepatnya pada tanggal 21
pebruari 2001. Hal ini dilakukan untuk mengikuti gerak tuntutan zaman yang
meniscayakan adanya perubahan pola pengelolaan tradisional menuju pola
moderen. Kemudian yayasan ini menerapkan sistem pola kehidupan bersama,
bergotong royong, dan penyelesaian problem secara musyawarah serta
pendayagunaan potensi dan swadaya keuangan dari kantong sendiri tetap
dijadikan sebagai penopang keberlangsungan yayasan hingga saat ini.
T. Apa tujuan berdiriya yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah?.
J. Tujuan didirikannya yayasan ini adalah untuk membantu pemerintah dalam
usaha pemerataan pelayanan, pembinaan keagamaan melalui pendidikan yang
berguna.
T. Bagaimana visi dan misi Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah?.
J. Adapun visi Yayasan al-Karimiyah adalah menjadikan yayasan al-Karimiyah
menjadi sebuah lembaga keagamaan Islam yang terkemuka dalam
menerapkan ukhuwah islamiyah dan mempersatukan umat yang bercirikan
independen, menjaga silaturrahmi dan bersikap amanah. Sedangkan misi
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah adalah:
5. Menyampaikan ajaran agama Islam kepada muallaf.
6. Membina muallaf serta meningkatkan keimanan dan pengetahuan
keislamannya.
7. Mempersatukan muallaf.
8. Menggalang persatuan umat Islam demi terwujudnya ukhuwah Islamiyah.
T. Mulai dari usia berapakah murid yang belajar di yayasan ini?.
J. Murid-murid yang belajar di yayasan ini terdiri dari usia sekolah dan dewasa.
Seluruhnya di bagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok orang-orang muallaf
dan anak sekolah. Untuk kelompok orang-orang muallaf rata-rata 25-38 tahun.
Sedangkan kelompok anak sekolah 9-20 tahun.
T. Fasilitas apa saja yang diberikan kepada mereka?.
J. Fasilitas yang diberikan kepada mereka meliputi:
Untuk para muallaf disediakan tempat tidur dan makan oleh yayasan.
Sedangkan yang sekolah diberikan uang saku setelah mengikuti shalat subuh
berjemaah Rp. 5000,-/hari, uang bulanan/SPP diberikan setiap bulan sesuai
dengan jenjang pendidikan yang dijalani. Untuk tingkat sekolah dasar, SPP
yang diberikan RP. 30000,-/anak, untuk tingkat SLTP Rp. 45.000,-/anak,
sedangkan untuk tingkat SLTA Rp. 65.000,-/anak plus praktek, dan
perlengkapan sekolah.
T. Berapa jumlah anak yang tinggal di asrama?.
J. Jumlah yang tinggal di asrama semuanya 7 orang, 4 muallaf dan 3 anak
sekolah. Sementara yang tinggal di rumahnya masing-masing berjumlah 9
orang yang terdiri dari 2 muallaf dan 7 anak sekolah. Mereka lebih menyukai
tinggal di rumah sendiri daripada di yayasan, karena tinggal di yayasan terikat
dengan peraturan, sementara di rumah tidak demikian. Peraturan yang
diberlakukan di asrama antara lain; shalat malam, shalat subuh berjamaah,
membaca wirid, setelah itu harus mengikuti pengajian bersama.
Dengan demikian, jumlah murid yang tinggal di rumah lebih banyak
dibanding murid yang tinggal di asrama. Sehingga, untuk memonitor
perkembangan mereka khususnya yang tinggal di rumah diadakan kegiatan
mingguan setiap hari minggu berupa shalat subuh berjamaah bersama-sama di
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah dan dilanjutkan dengan pengajian.
Pondok Cabe, 18 Maret 2008 Pengasuh Yayasan Sosial Pendidikan
al-Karimiyah
Drs. H. klAbdul Karim SA.
Nama : Sitorus Usia : 35 tahun Jabatan : Muallaf Tempat Tinggal : Lampung Tingkat Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama (SMP) Hari/Tanggal : Selasa,22 Januari 2008. Tempat : Mushalla Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah T. Siapa nama lengkap Bapak?
J. Sitorus, dianggil Torus/Rus.
T. Berapa usia Bapak sekarang?.
J. 35 tahun, saya lahir tanggal 5 April 1973.
T. Apa latar belakang pendidikan Bapak?.
J. Saya sekolah hanya sampai SMP.
T. Bisakah bapak menceritakan kegiatan Bapak yang dilakukan di tempat tinggal?
J. Saya belum mempunyai pekerjaan.
T. Bagaimana kegiatan keagamaan Bapak sebelum masuk Yayasan Sosial
Pendidikan al-Karimiyah?
J. Sebelum masuk yayasan ini saya beragama kristen.
T. Bagaimana Bapak menjalankan kegiatan keagamaan di lingkungan keluarga?
J. Saya dan keluarga taat menjalankan perintah agama.
T. Apa alasan Bapak belajar di Yayasan ini?.
J. Saya ingin belajar tentang agama Islam.
T. Sudah berapa lama Bapak mengikuti kegiatan keagamaan di yayasan ini?.
J. Saya mengikuti kegiatan keagamaan di yayasan ini sudah 3 tahun.
T. Apakah bapak merasa senang belajar di yayasan ini?.
J. Awalnya saya merasa malu karena beragama kristen, namun setelah saya masuk
islam lama kelamaan saya sudah mulai kenal dengan beberapa penghuni yang
lain dan saya merasa sangat senang belajar di sini.
T. Sebelum masuk yayasan ini, apakah bapak sering melaksanakan ibadah?
(seperti shalat lima waktu dan membaca al-Qur'an)
J. Saya jarang melaksanakan ibadah, karena sebelumnya saya masih belum paham
betul bagaimana caranya ibadah yang sebenarnya.
T. Apakah bapak sering mengikuti kegiatan keagamaan (seperti pengajian yang
dilakukan dimasjid-masjid) di lingkungan sekitar tempat bapak tinggal?.
J. Tidak pernah.
T. Apa saja kegiatan pembinaan kegamaan di Yayasan Sosial Pendidikan al
Karimiyah?
J. Membaca al-Qur'an, praktek shalat, praktek wudhu', hafalan surat-surat pendek
dan hafalan do'a sehari-hari.
T. Apakah kegiatan pembinaan keagamaan dilakukan setiap hari?.
J. Ya.
T. Siapa saja yang membimbing kegiatan keagamaan bapak di yayasan ini?
J. Yang membimbing kegiatan keagamaan di yayasan ini antara lain; bapak H.
Abdul Karim SA, dan K.H. Syirajuddin SA.
T. Apakah bapak melakukan kegiatan pembinaan keagamaan di yayasan ini
dengan kesadaran sendiri atau karena terpaksa?
J. Saya mengikuti kegiatan disini hasil inisiatif saya sendiri dan keinginan untuk
mengetahui ajaran Islam.
T. Hamabatan apa saja yang bapak temui selama melaksanakan kegiatan
keagamaan di yayasan ini?.
J. Tidak ada hambatan.
T. Bagaimana perasaan bapak setelah mendapatkan bimbingan keagamaan?
J. Saya merasa tenang, karena saya sekarang bisa mengetahui tentang beribadah
yang sebenarnya yang ada dalam agama Islam.
T. Apakah ada perubahan pada diri bapak setelah mendapatkan bimbingan
keagamaan di yayasan ini?
J. Ya ada perubahan, mulai dari ibadah shalat, puasa, zakat, dan ibadah sosial
lainnya.
T. Dari pembinaan keagamaan yang bapak lakukan, apakah ada pengaruh
terhadap pergaulan sehari-hari?
J. Ya ada, sangat banyak pengaruhnya.
T. Bagaimana perilaku bapak sehari-hari setelah mendapatkan pembinaan di
yayasan ini?.
J. Perilaku saya sekarang menjadi berhati-hati dalam bertindak.
T. Menurut bapak apakah kegiatan pembinaan keagamaan disini berhasil?
J. Ya sangat berhasil, karena semua yang belajar disini jadi tahu yang
diperintahkan agama.
T. Apakah kegiatan ibadah bapak meningkat setelah mendapatkan pembinaan
keagamaan di yayasan ini?.
J. Ya, setelah mendapatkan pembinaan keagamaan di yayasan sini, ibadah saya
semakin baik.
Nama : Bapak Kliwon Usia : 45 tahun Jabatan : Muallaf Tempat Tinggal : Yogyakarta Tingkat Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA) Hari/Tanggal : Senin, 3 Maret 2008. Tempat : Mushalla Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah T. Siapa nama lengkap Bapak?
J. Kliwon, dipanggil Masliwon.
T. Berapa usia Bapak sekarang?.
J. 45 tahun, saya lahir tanggal 23 Oktober 1963.
T. Apa latar belakang pendidikan Bapak?.
J. Saya sekolah hanya sampai SMA.
T. Bisakah menceritakan kegiatan Bapak yang dilakukan di tempat tinggal?
J. Saya bekerja sebagai karyawan PLN di Gaplek Pondok Cabe.
T. Bagaimana kegiatan keagamaan Bapak sebelum masuk Yayasan Sosial
Pendidikan al-Karimiyah?
J. Sebelum masuk yayasan ini saya beragama kristen, setiap hari minggu saya
selalu ke gereja.
T. Sudah berapa lama bapak masuk Islam?.
J. Dari tahun 2003.
T. Bagaimana Bapak menjalankan kegiatan keagamaan di lingkungan keluarga?
J. Saya dan keluarga taat menjalankan perintah agama.
T. Apa alasan bapak masuk Islam?.
J. Awal mulanya karena ingin belajar membaca al-Qur'an dan ajaran-ajaran yang
dibawa oleh Muhammad yaitu Islam.
T. Apa alasan Bapak belajar di Yayasan ini?.
J. Saya ingin belajar tentang agama Islam yang benar (tidak sekedar nguping).
T. Sudah berapa lama Bapak mengikuti kegiatan keagamaan di yayasan ini?.
J. Saya mengikuti kegiatan keagamaan di yayasan ini sudah 3 tahun.
T. Apakah bapak merasa senang belajar di yayasan ini?.
J. Awalnya saya merasa malu karena beragama kristen, namun setelah saya masuk
Islam lama kelamaan saya mulai kenal dengan beberapa penghuni yang lain
dan saya merasa sangat senang belajar di sini.
T. Sebelum masuk yayasan ini, apakah bapak sering melaksanakan ibadah?
(seperti shalat lima waktu dan membaca al-Qur'an)
J. Saya jarang melaksanakan ibadah, karena sebelum masuk yayasan saya masih
belum paham bagaimana caranya beribadah dengan benar.
T. Apakah bapak sering mengikuti kegiatan keagamaan (seperti pengajian yang
dilakukan dimasjid-masjid) di lingkungan sekitar tempat tinggal Bapak?.
J. Pernah, tapi karena diajak teman.
T. Apa saja kegiatan pembinaan kegamaan di Yayasan Sosial Pendidikan al
Karimiyah?
J. Membaca al-Qur'an, praktek shalat, praktek wudhu', hafalan surat-surat pendek
dan hafalan do'a sehari-hari.
T. Apakah kegiatan pembinaan keagamaan dilakukan setiap hari?.
J. Ya.
T. Siapa saja yang membimbing kegiatan keagamaan bapak di yayasan ini?
J. Yang membimbing kegiatan keagamaan di yayasan ini diantaranya; bapak H.
Abdul Karim SA, K.H. Syirajuddin SA, dan Drs. Jumaidi.
T. Apakah bapak melakukan kegiatan pembinaan keagamaan di yayasan ini
dengan kesadaran sendiri atau karena terpaksa?
J. Saya mengikuti kegiatan disini hasil dari inisiatif saya sendiri dan keinginan
untuk mengetahui ajaran Islam.
T. Hambatan apa saja yang bapak temui selama melaksanakan kegiatan
keagamaan di yayasan ini?.
J. Tidak ada hambatan.
T. Bagaimana perasaan bapak setelah mendapatkan bimbingan keagamaan?
J. Saya merasa tenang, karena saya sekarang bisa mengetahui tentang beribadah
yang sebenarnya yang ada dalam agama Islam.
T. Apakah ada perubahan pada diri bapak setelah mendapatkan bimbingan
keagamaan di yayasan ini?
J. Ya ada perubahan, mulai dari ibadah shalat, puasa, zakat, dan ibadah sosial
lainnya.
T. Dari pembinaan keagamaan yang bapak lakukan, apakah ada pengaruh
terhadap pergaulan sehari-hari?
J. Ya ada, sangat banyak pengaruhnya.
T. Bagaimana perilaku bapak sehari-hari setelah mendapatkan pembinaan di
yayasan ini?.
J. Perilaku saya sekarang menjadi berhati-hati dalam bertindak.
T. Menurut bapak apakah kegiatan pembinaan keagamaan disini berhasil?
J. Ya sangat berhasil, karena semua yang belajar disini jadi tahu yang
diperintahkan agama.
T. Apakah kegiatan ibadah bapak meningkat setelah mendapatkan pembinaan
keagamaan di yayasan ini?.
J. Ya, setelah mendapatkan pembinaan keagamaan di yayasan sini, ibadah saya
semakin baik.