Konsep profesi keguruan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan di sekolah
sekaligus memegang tugas dan fungsi ganda, yaitu sebagai pengajar dan sebagai
pendidik. Sebagai pengajar guru hendaknya mampu menuangkan sejumlah bahan
pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru diharapkan
dapat membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang
cakap, aktif, kreatif, dan mandiri (Deden, 2011).
Setiap profesi memiliki kode etik masing-masing, begitu pula dengan guru. Kode
etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota
profesi dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang
bagaimana mereka melaksanakn profesinya dan larangan-larangan, yaitu
ketentuan-ketentuan tentang yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh
mereka tidak hanay dalam melaksanakan tugas profesi mereka melainkan juga
menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya
sehari-hari didalam masyarakat.
Selain itu agar dapat memberikan layanan yang optimal, diperlukan persyaratan-
persyaratan dan ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana layanan itu diberikan
(kewajiban) kepada peserta didik. Sikap profesionalisme guru juga patut
diperhatikan guna meningkatkan kinerja guru. Sikap yang baik tercermin dari
pribadi yang baik pula, hal tersebut erat kaitannya dengan kompetensi guru yaitu
kompetensi kepribadian. Empat kompetensii guru (kepribadian, pedagogik, sosial,
dan profesional) menjadi salah satu syarat seorang guru dapat dikatakan
profesional.
Berdasarkan pemaparan tersebut, kami akan membahas makalah tentang
pengertian profesi, profesi keguruan dan syarat-syarat profesi keguruan, serta
kode etik dan organisasi profesional keguruan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian profesi dan profesi keguruan?
2. Apa saja syarat-syarat dan kode etik profesi keguruan?
3. Apa saja fungsi dan tujuan organisasi profesi keguruan (PGRI)?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan beberapa tujuan
penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian profesi dan profesi keguruan.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat dan kode etik profesi keguruan.
3. Untuk mengetahui apa saja fungsi dan tujuan organisasi profesi keguruan
(PGRI).
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.Bagi mahasiswa
(1) Mahasiswa sebagai calon guru mendapat pengalaman dalam membuat
makalah serta menambah wawasan terkait profesi keguruan, syarat-syarat dan
kode etik profesi keguruan.
(2) Mahasiswa dapat menyiapkan diri sebagai calon guru dalam mengetahui
syarat dan kode etik profesi keguruan.
(3) Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan tujuan Organisasi Profesional
Keguruan.
b.Bagi guru
(1) Guru dapat lebih mengetahui syarat-syarat dan kode etik profesi keguruan.
Sehingga tercipta sikap dan kinerja profesional yang hendaknya diterapkan di
sekolah.
(2) Guru dapat menerapkan sikap dan kenerja guru yang profesional sesuai
profesinya.
(3) Guru dapat menciptakan hubungan yang harmonis serta dapat meningkatkan
kualitas profesinya.
c.Bagi penulis lain
Makalah ini diharapkan dapat menjadi informasi berharga bagi para penulis guna
menciptakan tulisan yang lebih bermanfaat khususnya untuk bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. A. KONSEP DAN SYARAT-SYARAT PROFESI
1. Pengertian Profesi dan Syarat-Syarat Profesi
Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau
bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan
mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara
terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan
tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya
persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan
praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki
tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan
atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta
dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus
diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan.
Menurut Webstar (1989), Profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang ingin
ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu pekerjaan tertentu
yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang didapat dari
pendidikan akademis yang intensif. Dari pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa profesi merupakan pekerjaan yang tidak sembarang orang bisa
melakukannya dan dari pengertian tersebut dapat dilihat syarat-syarat suatu
pekerjaan dapat dikatakan profesi, yakni :
1. Adanya ilmu pengetahuan yang mendasari teknik dan prosedur kerja yang
diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus.
2. Adanya kode etik profesi.
3. Adanya pengakuan Formal Legalistik dari masyarakat dan pemerintah.
4. Adanya organisasi yang memayungi pelaku profesi serta melindungi
masyarakat dari layanan yang tidak semestinya.
Ciri-ciri utama suatu profesi menurut Sanusi,dkk (1991) adalah sebagai berikut:
Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang
menentukan (crusial).
Jabatan yang menuntut keterampilan atau keahlian tertentu.
Keterampilan atau keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui
pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas,
sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu
yang cukup lama.
Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan
sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu
berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement
terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan
bebas dari campur tangan orang luar.
Jabatan ini mempunyai prestise yang tingi dalam masyarakat dan oleh
karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
1. Profesi Keguruan dan Perkembangan Profesi Keguruan di Indonesia
v Profesi keguruan
PGRI telah merealisasikan pengertian profesi keguruan untuk pendidikan di
Indonesia sebagai berikut:
1. Profesi keguruan adalah suatu bidang pengabdian atau dedikasi kepada
kepentingan anak didik dalam perkembangannya menuju kesempurnaan
manusiawi
2. Para anggota profesi keguruan, terikat oleh pola sikapdan perilaku guru
yang dirumuskan dalam kode etik guru Indonesia.
3. Para anggota profesi keguruan, dituntut untuk menyelesaikan suatu proses
pendidikan persiapan jabatan yang relatif panjang.
4. Para anggota profesi keguruan terpanggil untuk senantiasa menyegarkan
sertamenambah pengetahuan (dalam arti khusus dan dalam arti kedalaman
ilmu
pengetahuan umum dan pengetahuan khusus profesi keguruan).
1. Untuk dapat melaksanakan profesi keguruan dengan baik, para anggota
harus memiliki kecakapan atau keterampilan teknis yang mampu
menyentuh nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar.
2. Para anggota profesi keguruan perlu memiliki sikap bahwa jaminan
tentang hak-hak profesional harus seimbang dan merupakan imbalan dari
profesi profesionalnya.
3. Para anggota profesi keguruan sepantasnya berserikat secara profesional
(Maman Achdiat).
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun
kriterianya. Misalkan, National Education Association (NEA 1989) menyarankan
kriteria berikut:
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Memerlukan persiapan profesional yang lama.
4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Menetukan standarnya sendiri.
7. Lebih mementingkan layanan diatas keuntungan sendiri.
8. Mempunyai organisasi yang kuat dan terjalin erat.
v Perkembangan profesi keguruan di Indonesia
dalam buku Sejarah Pendidikan Indonesia (1987) secara jelas melukiskan sejarah
pendidikan terutama dalam zaman kolonial Belanda, termasuk profesi keguruan.
Guru-guru yang pada mulanya di angkat dari orang yang tidak dididiksecara
khusus menjadi guru yang berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan
guru-guru lulusan dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama yang didirikan
pertama kalidi Solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak
pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru, yakni sebagai berikut:
1. Guru lulusan sekolah yaitu guru yang di anggap sebagai guru yang
berwenang penuh.
2. Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan
untuk menjadi guru.
3. Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.
4. Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan
calon guru.
5. Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal
dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
Keadaan seperti itu berlangsung sampai akhir perang kemerdekaan. Seiring
berjalannya waktu sekolah guru makin meningkatkan mutunya, sehinnga hanya
ada satu Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan(LPTK) dan saat ini di
Indonesia telah ada organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia. Dalam
sejarahnya guru pernah mempunyai staus yang tinggi d masyarakat. Namun saat
ini telah mulai memudar pudar seiring kepedulian yang tinggi terhadap imbalan
balas jasa. Selain itu kalah gengsi dari jabatan lain yang pendapatannya lebih baik.
B. KODE ETIK PROFESI KEGURUAN
Pengertian Kode Etik
Menurut Undang-undang nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian. Pasal 28 undang-undang ini menyimpulkan bahwa kode etik
merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas
dan dalam hidup sehari-hari.
1. Berdasar pidato ketua umum PGRI kongres pendidikan XIII, disimpulkan
bahwa kode etik guru Indonesia terdiri dari 2 unsur pokok yaitu sebagai
pedoman moral dan sebagai pedoman tingkah laku.
1. Tujuan Kode etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum
tujuan mengadakan kode etik sebagai berikut (R. Hermawan S,1979):
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau
masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remes terhadap
profesi akan melarang. Oleh karenya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang
6
berbagai bentuk tindak-tanduk atauk kelakuan anggota profesi yang dapat
mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode etik
juga sering kali disebut kode kehormatan.
1. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau
material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental).Dalam hal
kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-
larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
merupakan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-
tarif minimum bagi honorium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya,
sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap
tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para
anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya
untuk melaksanakan profesinya.
Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi
tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam
berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
1. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan
pengabian profesi, sehingga bagi anggota profesi daapat dengan mudah
megnetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya.
Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan
para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
1. Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan
anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu
pengabdian para anggotanya.
1. Untuk meningkatkan mutu organisasi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap
anggota untuk secara aktif berpartispasi dalam membina organisasi profesi dan
kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi. Dari uraian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk
menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejateraan para
anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu
profesi dan mutu organisasi profesi.
1. Penetapan kode etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan
mengikat para naggotanya.Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu
kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh
dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-
orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak
menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai
pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika
semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota)
dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di
dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa
profesi tersebut dapat dijalankan seccara murini dan baik, karena setiap anggota
profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat
dikenakan sanksi.
1. Sanksi pelanggaran kode etik
Sering ktia jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi,
seingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi
tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang.
Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan
pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi
hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Sebagai contoh dalam hal ini. Jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak
jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika
dianggpakecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan.
Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode
etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya,sedangkan sanksi yang dianggap
terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu,
menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.
1. Kode etik guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan
norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu
sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai
landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam
menuunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar
sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat. Dengan demikian, maka
Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan
sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia
ditetapkandalam suatu konges yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan
Pengurus Daerah PGRI dari seluruh tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XVI
tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989
juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan
tersebut adalah:
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhdapa
Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya.
Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar
1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdian
Republik Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani
dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untukmembentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
1. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
2. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yangmenunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar.
3. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhdap pendidikan.
4. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
5. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
6. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
7. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan
1. C. ORGANISASI PROFESI KEGURUAN
Seperti yang telah disebutkan salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan
profesi harus mempunyai wadah untuk meyatukan gerak langkah dan
mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di
negara kita, wadah ini telah ada yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang
lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal
25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam
mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan
kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986).
Selanjutnya, Basuni menguraikan empat misi utama PGRI, yaitu:
1. Misi politis atau ideologi.
2. Misi persatuan organisatoris.
3. Misi profesi.
4. Misi kesejahteraan.
Kelihatannya, dari praktek pelaksanaan keempat misi tersebut dua misi pertama-
misi politis/ideologis, dan misi perasatuan/oranisasi lebih menonjol realisasinya
dalam program PGRI. Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-wakil
PGRI dalam badan legislatif seperti DPR dan MPR. Peranan yang lebih menonjol
ini dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan bangsa dalam era orde
baru ini. Dalam pelaksanaan misi lainnya, misi kesejateraan, kelihatannya masih
perlu ditingkatkan. Sementara misi ketiga, misi profesi, belum tampak kiprah
nyatanya dan belum terlalu melembaga.
Dalam kaitannya dengan perkembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini
masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan
melakukan program-program penataran guru serta program peningkatan mutu
lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program kualifikasi
guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang masalah-masalah profesional yang
dihadapi oleh para guru dewasa ini. Kebanyak kegiatan yang berkaitan dengan
peningkatan mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan-
kegiatan ulangtahun atau kongres, baik di pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu,
peranan organisasi ini dalam peningkatan mutu profesional keguruan belum
begitu menonjo. Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru
sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut
Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran
pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan profesional dari gur dalam kelompoknya masing-masing.
Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup baik.
Sayangnya, belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara kelompok guru-
guru dalam MGMP ini dengan PGRI. Selain PGRI, ada lagi organisasi profesional
di bidnagn pendidikan yang harus kita ketahui juga yakni Ikatan Sarjana
Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini mempunya divisi-divisi antara lain:
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi
Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa
Indonesia )HSPBI), dan lain-lain. Hubungan formal antara organisasi-organisasi
ini dengan PGRI masih belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan
kerja sama yang saling menunjang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu
anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang sarjana mungkin juga menjadi anggota
salah satu divisi dari ISPI, tetapi tidak banyak anggota ISPI staf pengajar di LPTK
yang juga menjadi anggota PGRI.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan
atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta
dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus
diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan.
Suatu pekerjaan dapat dikatakan profesi jika memiliki beberapa syarat-syarat
tertentu.
Setiap profesi memiliki kode etik masing-masing, kode etik adalah pedoman
sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup
sehari-hari (Undang-undang nomor 8 Tahun 1974). Pada dasarnya tujuan
merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan
kepentingan organisasi profesi itu sendiri.
Seperti yang telah disebutkan salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan
profesi harus mempunyai wadah untuk meyatukan gerak langkah dan
mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di
negara kita, wadah ini telah ada yakni Persatuan Guru Republik Indonesia yang
lebih dikenal dengan singkatan PGRI. Salah satu tujuan PGRI adalah
mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta
meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986).
B. SARAN
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangatlah penulis harapkan demi perbaikan makalah ini.
Dan semoga makalah ini dapat menjadi khazanah pengetahuan khususnya bagi
penulis dan juga kita semua.
Sumber referensi dari buku:
Djumiran,dkk. 2010. Profesi Keguruan 2 SKS. Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2000. Profesi Keguruan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Sumber referensi dari internet:
http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/08/makalah-profesi-keguruan/
http://www.sarjanaku.com/2010/11/kode-etik-profesi-keguruan.html
http://sucipto.guru.fkip.uns.ac.id/2010/01/06/kode-etik-profesi-keguruan/
http://fidanurlaeli.wordpress.com/2010/11/28/kode-etik-profesi-keguruan-profesi-
kependidikan/
Beri peringkat: