BAB I
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. BY
Usia : 44 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Banda Aceh
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku : Aceh
Status Perkawinan : Menikah
No. CM : 1-06-91-94
Tanggal masuk Rumah Sakit : 8 Desember 2015
Tanggal pemeriksaan : 9 Desember 2015
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri dada
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien kiriman dari Pasien kiriman dari Puskesman banda raya. Dengan keluhan
memberat seminggu terakhir ini, nyeri dirakan menjalar ke bahu, pasien merasakan mudah
lelah saat beraktifitas. Setiap timbul nyeri pasien beristirahat, nyeri dirasakan berkurang jika
pasien beristirahat.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien memiliki riwayat penyakit maag
Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluarga tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Penggunaan Obat
- Tidak ada
Riwayat Kebiasaan Sosial
- Pasien sering mengkonsumsi merokok sebanyak 1 bungkus/hari.
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
TD : 120/80
Nadi : 72 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,7 C
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Kulit
Warna :Sawo matang
Turgor : cepat kembali
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Edema : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan normocephali
Mata : Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-), kongj. Palpebra inf. pucat
(-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Palatum : melengkung (-)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel,. Getah Bening : Kesan simetris, pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : R-2 cmH20
Axilla
Pembesaran KGB : (-)
Paru-paru
Inspeksi
Bentuk dan gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan : abdominal
Retraksi : (-)
Palpasi
Pergerakan dada simetris
Nyeri tekan (-/-)
Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi
Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea aksilaris anterior
Perkusi :
Batas jantung atas ICS III Kiri
Batas Jantung kanan ICS IV parasternal dextra
Batas jantung kiri melebar
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Soepel
Auskultasi : Peristaltik usus normal, bising usus (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), shifting dullnes (-), hepar, lien dan renal tidak
teraba membesar
Perkusi : Timpani (+), nyeri ketok kostovertebra (-)
Ekstremitas
Superior : pucat (-/-), edema (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : pucat (-/-), edema (-/-), akral dingin (-/-)
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Jenis Pemeriksaan 9 Desember 2015 Nilai Rujukan
HemoglobinHematokritEritrositLeukositTrombositCK-MBNaKClUreum KreatininTroponinGDS
15.1465,45,2248141444.110521
1.00<0.01
93
14,0-17,0 gr/dL45-55 %
4,7-6,1 x 103/mm3
4,5-10,5 x 103/mm3
150-450 x 103/mm3
<25 U/L135-1453,5-4,5
90-110 mmol/L13-43 mg/dL
0,67-1,17 mg/dL<1.5<200
Pemeriksaan Elektrokardiografi4.0
Elektrokardiografi (8 Desember 2015)
Interpretasi EKG :
- Interpretasi EKG :
- Irama : Irama sinus ritme
- Rate : 70 kali / menit
- Axis : Normo axis
- Gel P : 0,08 mV
- PR Interval : 0,20 mV
- Segmen ST
ST Elevasi : (V2,V3,V4,V5,V6)
ST Depresi : (-)
- Q patologis : -
Kesimpulan : Irama sinus , reguler, HR 70x/menit , Normoaksis, infark anterolateral
3.6 DIAGNOSIS KERJA
Infark miokard akut (STEMI)
3.7 PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
a. Tirah baring
Medikamentosa
Terapi Kardiologi:
a. IVFD RL 20 gtt/i
b. Aristra 2,5 cc
c. Esvat 20 mg
d. Aspilet 1x 80 mg
e. Clopidogrel 75 mg
3.8 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
BAB II
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa pasien mengalami infark miokard akut. Diagnosis miokard akut
ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien yaitu nyeri dada semakin memberat,
menjalar sampai ke bahu. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria miokard akut yang
makin bertambah berat. Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada
substernum yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan
ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada.
Nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada
hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan
pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna.
Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses
depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan
terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang
berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan
dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana
elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak
menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi. nekrosis miokard dilihat
dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami
oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG
berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q . Pada Kasus ini
didapatkan ST-Elevasi pada V3,V4,V6 maka dari itu kasus ini dapat digolongkan
STEMI.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial
dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik . Oleh
sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang
disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase
(AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin,
carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T
(cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya
infark miokard.
Dari anamnesis didapatkan juga bahwa pasien sering mengkonsumsi kopi dan
merokok sebanyak 2 bungkus/hari selama 35 tahun . Hal ini merupakan faktor resiko
yang dapat menyebabkan terbentuknya plak di arteri koroner. Terjadinya trombus
disebabkan oleh rupture plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh
trombosit. Lokasi dan luasnya infark miokard tergantung pada arteri yang oklusi dan
aliran darah kolateral.
BAB III
PENDAHULUANLatar Belakang
Infark Miokard merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di Negara
maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas
menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap
hidup pada perawatan awal,meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.2
Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner.Terjadinya
trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus
oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang oklusi dan
aliran darah kolateral.4
Infark miokard yang mengenai endocardium sampai epikardium disebut infark
transmural, namun bisa juga mengenai daerah subendokardial. Setelah 20 menit terjadi
sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-
rata dalam 4 jam terjadi infark transmural.Hal ini kadang-kadang belum selesai karena
daerah sekitar infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih berlanjut.4
Bila arteri left anterior descending yang oklusi,infark mengenai dinding anterior
ventrikel kiri dan bisa mengenai septum. Bila arteri left circumflex yang oklusi,infark
mengenai dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri koroner kanan yang
oklusi,infark terutama mengenai dinding anterior dari ventrikel kiri,tetapi bisa juga
septum dan ventrikel kanan.4
Oklusi arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah
yang diperdarahi arteri yang oklusi tersebut mendapat pasokan oleh kolateral pembuluh
arteri lainnya.4
Tujuan utama tatalaksana adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin diakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplateet, pemverian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi. 2
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. Patofisiologi Infark Miokard
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.2
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan okusi arteri
koroner.Penelitian histologis menujukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya ipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patoogis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi
alasan pada STEMI memberikan respons terhadap trombolitik.2
Seanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen,ADP,
epinefrin,serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam
amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul mutivaen yang dapat mengikat 2 platelet
yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan siang platelet dan agregasi.2
Kaskade koagualasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin,
yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin.Arteri koroner yang terlibat
kemudian akan mengalami oklusi oleh tombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.2
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oeh emboi koroner,
abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi.2
Infark transmural biasanya mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan,
sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium otot
yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya
proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan
sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul
edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung
dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses
degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrosik. Selama fase ini, dinding
nekrotik menjadi relatif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami
penebalan yang progresif. Pada minggu ke enam, jaringan parut sudah terbentuk dengan
jelas.3
Infark miokardium jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang
nekrosis kehilngan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia di sekitarnya juga
mengalami gannguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia: (1) daya kontraksi menurun,
(2) gerakan dinding abnormal, (3) perubahan daya kembang dinding ventrikel, (4)
pengurangan volume sekuncup, (5) pengurangan fraksi ejeksi, (6) peningkatan volume
akhir sistolik dan akhir diastolic ventrikel, dan (7) peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri.3
2. Tatalaksana yang Tepat terhadap Infark Miokard
Tujuan utama tatalaksana IMA adalahdiagnosis cepat, menghilangkan nyeri
dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA.Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST
yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 da ESC tahun 2003. Walaupun edmukian perlu
disesuaikan dengan kondisi sarana /fasilitas di tempat masing-masing center dan
kemampuan ahli yang ada.2
2.1 Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Pengobatan dapat dimulai segera setelah diagnosis kerja ditegakkan (sakit dada
khas dan elektrokardiogram) oleh karena kematian akibat infark miokard akut terjadi
pada jam-jam pertama. Penderita dapat diberikan obat penghilang rasa sakit dan
penenang. Biasanya bila sakit hebat diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg
secara intravena perlahan-lahan. Sebagai penenang dapat diberikan Diazepam 5-10 mg.
Penderita kemudian dapat ditransfer ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ruang rawat
koroner intensif. Infus dekstrose 5% atau NaCl 0,9% beserta oksigen nasal harus
terpasang,dan penderita didampingi oleh tenaga terlatih.4
Sebagian besar kemtian mendadak di luar rumah sakit pada STEMI disebabkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama
tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:2
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertilongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
Transportasi pasien ke RUmah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih
Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan
selama transportasi ke Rmah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada
sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ii bias ditanggulangi dengan
cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional keehatan mengenai pentingnya
tatalaksana dini.2
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di
ambulans yang sudah terlatih untuk mengiterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan
kendali komando medis online yang bertanggungjawab pada pemberian terapi. Di
Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.2
2.2 Tatalaksana di ruang emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI
mencakup :mengurangi nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat
terapi reperfusi segera, triase pasien resiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit
dan menghindari pemulangan pasien dengan STEMI.2
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena.NTG intavena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90 mmHG atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark
inferior pada EKG, JVP meningkat).Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang
menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya
karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
3. Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada
Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan
beban jantung.
4. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksivena dan
arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangicurah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi
dengan evaluasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan
IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
menyebabakan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mg IV.
5. Aspirin
Aspirin merupakam tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Seanjutnya aspirin
deberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
6. Penyekat beta
Jika morfin tidakberhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR<0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
7. Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan diltasi ventrikel dn mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau taki aritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi re[erfusi pada pasien STEMI adalah door-to needle ( atau medical
contact –to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.
A. Fibrinolisis
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit
sejak masuk (door-to-needle time < 30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi
cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue
plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA).
Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin,
yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu: golongan
spesifik fibrin seperti tPA dan non spesifik fibrin seperti streptokinase.2
Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relatif kematian di rumah sakit sampai
50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat ini
dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang mendapat terapi
dalam 1-3 jam onset gejala akan mendapat manfaat yang terbaik. Walaupun laju
mortalitas lebih tinggi jika dibandingkan terapi dalam 1-3 jam, terapi masih tetap
bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan beberapa manfaat
tampaknya masih ada sampai 12 jam, terutama jika nyeri dada masih ada dan segmen ST
masih tetap elevasi pada sandapan EKG yang belum menunjukkan gelombang Q yang
baru. Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI primer), fibrinolisis secara umum
merupakan strategi reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika
perhatian terhadap masalah logisik seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik,
atau ada antisipasi keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis
dapat dimulai dibandingkan implementasi PCI.2
a) Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak
boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak
jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah, manfaat pertama diperlihatkan pada GISSI-1 trial.
b) Tissue plasminogen
Global Use of Strategies to Open Coronary coronary Arteries-1 (GUSTO-1) trial
menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15 % pada pasien yang mendapat tPA
disbanding SK. Namun tPA harganya lebih mahal dari pada SK dan resiko perdarahan
intracranial sedikit lebih tinggi.
c) Reteplase (Retavase)
INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada
GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih
panjang.
d) Tenekteplase (TNKase)
Keuntungannya mencakup memperbaikai spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap
plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari Timi 10 B menunjukkan
tenekplase mempumyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarrahan yang sama
disbandingkan dengan tPA.
Indikasi Terapi Fibrinolitik2
Klas I
1. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien
STEMI dengan onset gejala <12 jam dan elevasi ST > 0,1 mV pada sekurang-
kurangnya 2 sandapan prekordial atau sekurang-kurangnya 2 sandapan
ekstremitas.
2. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien
STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan LBBB baru atau di duga baru.
Klas II a
1. Jika tidak terdapat kontrsindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan EKG 12 sandapan
konsisten dengan infark miokard posterior.
2. Jika tidak terdapat kontraindikasi dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada pasien dengan gejala STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang
mengalami iskemia yang terus berlanjut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-
kurangnya 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau sekurang-kurangnya 2
sandapan ekstremitas
Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan
elevasi ST > 50 % dalam 90 menit pemberian trombolitik. Trombolitik tidak
menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG dating dengan
IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.2
Kontraindikasi Terapi Fibrinolitik Pada STEMI2
Kontraindikasi absolute
1. Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2. Terdapat lesi vascular serebral structural (malformasi AV)
3. Terdapat neoplasma intraktranial ganas ( primer atau metastasis)
4. Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5. Dicurigai diseksi aorta
6. Perdarahan aktif atau diatesis hemoragis ( kecuali mens)
7. Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
Kontra indikasi relative
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS >180 mmHg atau TDS >110
mmHg)
3. Riwayat srok iskemik sebelumnya >3 bulan, demensia atau diketahui patologi
intracranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik (>10 menit) atau operasi besar (< 3 minggu)
5. Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu)
6. Pungsi vascular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase/anisreplase: riwayat penggunaan > 5 hari sebelumnya atau reaksi
alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru: makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan
B. Anti Trombotik
Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama faskan dan
mempertahankan awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratorium bahwa
trombsis mempunyai peran penting dalam patogenesis. Tujuan utama pengobatan adalah
untuk mempertahankan patensi arteri koroner yang terkat infark. Tujuan sekunder adalah
menurunkan tendensi pasien menjadi thrombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar
pada STEMI. Manfaat antiplatelet terutama aspirin pada STEMI dapat dilihat pada
Antiplatelet Trialists’ collaborations. Data dari hampir 20.000 pasien denan infark
miokard yang berasal dari 15 randomized trial dikumpulkan dan menunjukkan penurunan
relative laju mortalitas sebesar 27 %, dari 14, 2 % pasien pada kelompk control
dibandingkan 10,4 % pada pasien yang mendapat antiplatelet.2
Obat antirombin yang standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah
unfractional heparin. Pemberian UFH IV segera ssebgai tambahan terapi regimen aspirin
dan obat antitrombolitik spesifik fibrin relative (tPA, rPA atau TNK), membantu
trombolisis dan memantapkan dan memperthankan patensi arteri yang terkena infark.
Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan
infuse inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). APTT selama terapi
pemeliharaan harus mencpai 1,5 – 2 kali.2
Antikoagualan alternative pada pasien STEMI adlah LMWH. Pada penelitian
ASSENT-3 enoksapirin dengan tenekplase dosis penuh memperbaiki mortalitas, reinfark
di Rumah Sakit dan iskemia refrakter di Rumah Sakit.2
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung
kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi
atrial merupakan resiko tinggi tromboemboli paru sistemik. Pada keadaan ini harus
mendapat terapi antitrombin kadar terapeutik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat,
dilanjutkan terapi warfarin sekurang-kurangnya 3 bulan.2
2.3 Tatalaksana Di Rumah Sakit
1. Terapi Non Farmakologis
a. Aktivitas.
Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.2
b. Diet.
Tujuan diet
1. Memberikan makanan secuupnya tanpa memberatkan kerja jantung
2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk
3. Mencegah menghilangkan penimbunan garam atau air6
Syarat Diet
1. Enegi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal
2. Protein cukup yaitu 0,8 gr/kgBB
3. Lemak sedang, yaitu 25-30% dari kebutuhan energy total, 10% berasal dari
lemak jenuh, dan 10-15% lemak tidak jenuh
4. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia
5. Vitamin dan mineral cukup.
6. Garam rendah, 2-3 gr/Hari, jika disertai hipertensi atau edema
7. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas
8. Serat cukup untuk menghindari konstipasi
9. Cairan cukup, lebih kurang 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan6
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi, Idrus.2006.Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku
Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Brown.T.Carol.2003.Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Patofisiologi Konsep
Kinis Proses-proses Penyakit.Jakarta: EGC
3. Irmalia.1996.Infark Miokard dalam Buku Ajar Kardiologi.Jakarta: fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Mansjoer.Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius Fakutas
kedokteran Universitas Indonesia.
5. Setiawati,Arini dan Suyatna.Obat Anti Angina dalam Farmakologi dan Terapi Edisi
4.Jakarta: Bagian farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia