1
PENELITIAN TENTANG KESIAPAN SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL TERHADAP PENYELENGGARAAN PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN DAERAH MANDIRI DI JAWA TIMUR
O l e h
I N D A S A H
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT STIKES SURYA MITRA HUSADA KEDIRI
2013
2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H1 menyatakan bahwa kesehatan
adalah hak fundamental setiap warga. Karena itu setiap individu, keluarga dan
masyarakat berhak memperoleh perlindungan kesehatannya dan negara
bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya.
Meski demikian, bagaimana sebuah negara memenuhi ”hak” rakyatnya
bergantung pada sistem politik dan ekonomi yang dianut.
Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan Pasal 28 H Undang-Undang
Dasar 1945, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Indonesia menerapkan prinsip-prinsip
social-state model (Bismarck Model) dengan mengakomodasi prinsip-prinsip
welfare-state model (Beveridge Model)2, khususnya bagi masyarakat miskin dan
tidak mampu, sesuai Pasal 34 UUD1945.
Merujuk pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tersebut,
diperkenalkan istilah peserta penerima bantuan iuran, di mana iuran jaminan
sosialnya dibayar oleh pemerintah, dengan kata lain, jaminan kesehatan bagi
masyarakat yang tidak mampu diintegrasikan penyelenggaraannya dengan
masyarakat yang mampu, agar terjadi subsidi tidak langsung, sehingga program
jaminan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu dapat berkelanjutan.
1 Republik Indonesia, Pasal 28 H Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 2 Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagio, Mimpi Negara
Kesejahteraan, Jakarta: LP3ES, penerbit Prakarsa, 2006. Hal. 15.
3
Jaminan kesehatan dalam SJSN diselenggarakan secara nasional
dengan menerapkan prinsip asuransi kesehatan sosial. Penyelenggaraan
jaminan kesehatan secara nasional adalah untuk dapat memenuhi prinsip
portabilitas bahwa jaminan kesehatan bisa dinikmati di seluruh wilayah
Indonesia. Hal ini tidak mengurangi peran pemerintah daerah, khususnya daerah
yang penerimaan daerahnya kecil dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat yang tidak mampu. Dengan pendekatan seperti itu, pemerataan
penyelenggaraan jaminan kesehatan dapat terwujud dan berkelanjutan.
Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah tanggung
jawab pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945 hasil
amandemen Tahun 2002, yang dituangkan dalam pasal 34 ayat 1, 2, dan 3.
Sebagai upaya mewujudkan jaminan sosial bagi mayoritas pekerja di
Indonesia merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi bangsa kita.
Hal ini karena tidak adanya perlindungan, baik berupa jaminan sosial
ketenagakerjaan (employment security), termasuk tunjangan atas berbagai risiko,
misalnya penyakit. Bahkan bagi sebagian besar pekerja, perlindungan yang
paling mendasar yaitu upah minimum juga tidak diberikan. Hal ini disebabkan
karena sebagian besar pekerja di Indonesia bekerja di sektor perekonomian
informal.
Secara konstitusional bahwa setiap warga negara berhak atas jaminan
sosial dan menekankan pentingnya peran negara untuk menyediakan cakupan
jaminan sosial yang bersifat universal. Hal ini yang terkandung dalam Undang-
Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
diberlakukan sejak Oktober 2004. Perangkat hukum ini menjadi tonggak sejarah
4
perkembangan sistem jaminan sosial dalam mendorong terciptanya cakupan
universal secara bertahap.
Salah satu tantangan terberat dalam mencapai tujuan universal adalah
besarnya skala perekonomian informal yang saat ini memperkerjakan sekitar dua
pertiga dari jumlah keseluruhan tenaga kerja di Indonesia. Walaupun dalam
Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
mencakup semua pekerja, baik yang setengah pengangguran (under
employment) ataupun tidak, cakupan wajib sebenarnya hanya dibatasi pada
perusahaan yang mempunyai 10 orang pekerja atau lebih, dengan upah bulanan
lebih dari Rp 1 juta. Artinya, undang-undang hanya mencakup sektor
perekonomian yang bersifat formal, sehingga pelaksanaan Undang-Undang No.
3 Tahun 1992 memang tidak menjangkau pekerja di sektor perekonomian
informal.
Sesuai tujuan pemerintah untuk memperluas cakupan jaminan sosial
secara universal bagi semua orang, maka perlu dipetakan inisiatif-inisiatif apa
saja yang telah dilaksanakan pemerintah dan pemangku kepentingan lain,
terutama bagi pekerja di sektor perekonomian informal. Tantangan dan upaya ke
depan apa saja yang perlu dilaksanakan untuk memperluas dan melaksanakan
cakupan jaminan sosial bagi pekerja di sektor perekonomian informal, terutama
jaminan kesehatan.
Pelaksanaan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
No. 40 tahun 2004 yang sudah resmi diundangkan sejak tahun 2004 harus bisa
dirasakan keberadaannya bagi sektor informal dan formal di Indonesia. Oleh
karena itu, dimasa yang akan datang perlu adanya pembagian berbagai
kelompok yang ada di masyarakat yang nantinya dapat diikutsertakan dalam
5
sistem jaminan sosial, terutama jaminan kesehatan tersebut. Sejauh ini jaminan
sosial yang tersedia di Indonesia masih sangat terbatas jangkauannya, diberikan
kepada hanya sebagian kecil penduduk Indonesia. Mereka yang mewakili kurang
dari 20 persen penduduk yang pada saat ini terjangkau program-program
jaminan sosial, terutama bagi pegawai negeri, ABRI/TNI, maupun pegawai
perusahaan besar lainnya. Sedangkan penduduk yang lain, terutama mereka
yang bekerja di perusahaan-perusahaan kecil, wiraswasta di sektor
perekonomian informal dan yang menganggur atau telah lanjut usia, akan
bergantung pada asuransi pribadi atau bantuan dari keluarga dekat dan jauh
serta masyarakat setempat.
Agar cakupan Sistem Jaminan Sosial dapat diperluas dan menjamin
tercakupnya seluruh penduduk tanpa terkecuali, maka kelompok-kelompok
penduduk yang ada di masyarakat harus dapat dikenali keberadaannya dan
sekaligus dapat dibedakan karakteristiknya. Untuk keperluan ini diperlukan
pendefinisian berbagai segmen penduduk yang ada dalam masyarakat dan
sekaligus dengan cara bagaimana untuk dapat membedakannya. Lebih khusus
lagi misalnya, bagaimana penduduk yang bergerak di sektor informal dapat
diikutsertakan dalam program ini, dimana kelompok penduduk ini sangat
beragam dan perlu pendefinisian lebih lanjut.
Dalam usulan penelitian ini akan dikaji lebih khusus mengenai kelompok
sektor informal dan formal, serta bagaimana cara mereka dapat masuk kedalam
cakupan program jaminan sosial, terutama program jaminan kesehatan.
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang SJSN, manfaat jaminan sosial
harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Sebetulnya kelompok
penduduk ini bukannya tidak memperoleh program-program perlindungan sosial.
6
Berbagai program bantuan sosial, bantuan tunai dan asuransi sosial telah
diberikan untuk masyarakat miskin, namun seringkali tidak dapat menjangkau
sasaran karena berbagai masalah seperti adanya biaya yang harus dikeluarkan
oleh calon penerima bantuan.
Dalam UU SJSN dinyatakan bahwa bagi para peserta yang tidak mampu
maka premi akan dibayar oleh pemerintah. Hal ini berarti bahwa jika seorang
pekerja informal, pekerja mandiri atau seorang karyawan dapat dinyatakan
sebagai tidak mampu maka tampaknya pemerintah berkewajiban untuk
membayar preminya. Disisi lain, seorang pekerja informal yang tidak mampu
tampaknya harus menunggu untuk dimasukkan ke dalam skema. Memang
pelaksanaan UU SJSN dilakukan secara bertahap dimana cakupannya
diharapkan akan semakin meluas hingga seluruh warga dapat memperoleh
jaminan sosial, termasuk jaminan kesehatan. Hal ini berarti bahwa seluruh
pekerja di semua sektor di perkotaan dan perdesaan, termasuk sektor informal
(dan pekerja asing), harus dapat dicakup oleh sistem jaminan sosial nasional
tersebut nantinya. Tidak terdapat penjelasan mengenai bagaimana dan kapan
para pekerja di perekonomian informal akan tercakup, dan bagaimana kontribusi-
kontribusi mereka harus dibayarkan kepada penyelenggara.
Sebagai upaya perluasan cakupan kepesertaan ini, pekerja sektor formal
akan diwajibkan untuk membayar premi sesuai dengan penghasilannya. Bagi
mereka yang bekerja, premi dapat dibayar secara kolektif oleh para karyawan
serta majikan. Akan tetapi undang-undang tidak mengindikasikan kontribusi
relatif dari masing-masing pihak. Apalagi yang menyangkut pekerja di
perekonomian informal yang definisinyapun masih perlu ditetapkan lebih lanjut.
Semua ini memerlukan perangkat hukum dan peraturan-peraturan pelaksana
7
sebagai penjabaran dari UU SJSN, yang dapat digunakan sebagai landasan bagi
berbagai pihak untuk mulai mengimplementasikan UU tersebut (Kementerian
Kesra, 2007).
Sejalan dengan diundangknanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, maka untuk menjamin akses penduduk
terhadap pelayanan kesehatan, mulai Tahun 2008, Pemerintah Provinsi Jawa
Timur mensahkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem
Jaminan Kesehatan Daerah Di Jawa Timur3. Melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengalokasikan sejumlah
dana yang ditujukan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi penduduk
Provinsi Jawa Timur guna mempercepat pencapaian cakupan kepesertaan
program Jamkesda4
Penyelenggaraan program jaminan kesehatan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tersebut, penyelenggaraanya didasarkan
pada pendekatan asuransi kesehatan dan prinsip ekuitas, dengan tujuan untuk
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Oleh karenanya
sasaran kepesertaan program Jamkesda BPJKD di Jawa Timur adalah seluruh
warga masyarakat yang ada pada masa periode masa kepesertaan tertentu,
dengan cakupan kepesertaan dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahapan
yang ditentukan dalam Rencana Tahapan Kepesertaan dan Prioritas Program
(RTK-PP).
3 Baca kembali Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun
2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah Di Jawa Timur 4 Ibid.,
8
Bagi masyarakat miskin yang menjadi peserta program Jamkesda, maka
pembayaran premi bagi mereka ditanggung oleh pemerintah Daerah, serta
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan. Selain itu, peserta
program jaminan kesehatan adalah setiap orang warga masyarakat dan anggota
keluarganya yang telah memenuhi ketentuan keikutsertaan menurut Peraturan
Daerah, di mana setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang
lain diluar jumlah maksimal anggota keluarga yang dapat diikutsertakan menurut
SJKD dengan penambahan iuran. Jumlah maksimal anggota keluarga yang
dapat diikutsertakan dan besarannya iuran sebagaimana diatur berdasarkan
Peraturan Gubernur.
Selanjutnya berdasarkan amanah Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun
2008 bahwa pengelolaan kepesertaan program Jamkesda di Jawa Timur
dilakukan secara bertahap dengan prioritas pada tahap pertama adalah
masyarakat miskin penerima bantuan iuran (PBI) yang dibiayai dari anggaran
APBD Provinsi dalam bentuk alokasi anggaran untuk pelayanan kesehatan
melalui Dinas Kesehatan Provinsi, sedangkan tahapan berikutnya adalah
sasaran kepesertaan di luar peserta miskin untuk ikut dalam program jaminan
kesehatan daerah mandiri.
Kepesertaan program Jamkesda di Jawa Timur saat ini adalah
masyarakat miskin di luar kuota Jamkesmas Kementerian Kesehatan yang
ditetapkan oleh Bupati/Walikota se-Jawa Timur, termasuk seniman yang
ditetapkan Dewan Kesenian Jawa Timur, serta penderita / mantan penderita
kusta yang berobat di RS Kusta milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan
sifat kepesertaanya yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit milik Pemerintah
9
Provinsi Jawa Timur. Jumlah peserta program Jamkesda di Jawa Timur sebesar
1.411.742 jiwa masyarakat miskin non kuota Jamkesmas.
Sebagai upaya pengembangan kepesertaan program jaminan kesehatan
daerah di Jawa Timur dapat dilakukan melalui kepesertaan program Jamkesda
mandiri yang diprioritaskan bagi para pekerja di sektor formal dan informal yang
bekerja di Jawa Timur, termasuk warga negara asing yang telah menetap dan
bekerja di Jawa Timur minimal 6 (enam) bulan. Perlu diketahui bahwa
berdasarkan sektor ini, terdapat perkiraan 70 % bekerja di sektor informal dan
30% di sektor formal (BPS, 2007). Angka ini pasti akan bergeser kearah pekerja
informal semakin besar yang dikarenakan oleh banyaknya perusahaan formal
yang menutup atau merelokasi usahanya keluar Indonesia dan banyaknya
pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga pekerja sektor formal akan beralih
menuju ke sektor informal sehingga jumlah pekerja informal semakin bertambah.
Menurut pandangan ILO, Sektor informal didefinisikan sebagai cara
melakukan pekerjaan apapun dengan karakteristik mudah dimasuki, bersandar
pada sumberdaya lokal, usaha milik sendiri, beroperasi dalam skala kecil, pada
karya dan teknologi yang adaptif, memiliki keahlian di luar system pendidikan
formal, tidak terkena langsung regulasi, dan pasarnya kompetitif. Sedangkan
BPS sektor informal ini diartikan sebagai suatu perusahaan non direktori (PND)
dan Rumah Tangga (URT) dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20 orang.
Pekerja di sektor informal maupun sektor formal merupakan suatu kelompok
potensial, karena jumlahnya besar, ikut berperan dalam tumbuh kembangnya
pembangunan perekonomian negara, dan merupakan tulang punggung ekonomi
keluarga, tetapi dalam upaya mempertahankan serta meningkatkan produktifitas
pekerja belum memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai dengan yang
10
diharapkan, terutama bagi pekerja yang bekerja di sektor informal, padahal
mereka selalu berhadapan dengan faktor resio yang cukup besar dalam
melaksanakan pekerjaaannya.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui rencana pengembangan
program jaminan kesehatan daerah dalam bentuk jaminan kesehatan daerah
mandiri berupaya memberikan perlindungan pelayanan kesehatan kepada
kelompok sektor informal maupun formal ini. Untuk itu, diperlukan penelitian
mendalam untuk mengetahui dan mengkaji secara mendalam kesiapan penkerja
dan pemberi kerja sektor formal dan informal terhadap rencana penyelenggaraan
program jaminan kesehatan daerah mandiri di Jawa Timur.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran dan uraian pada latar belakang diatas,
maka permasalahan dalam penelitian ini dapat disusun sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pemahaman pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan
informal terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri
di Jawa Timur?
2. Bagaimanakah respon pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan informal
terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri di Jawa
Timur ?
3. Bagaimanakah kesiapan pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan informal
terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri di Jawa
Timur ?
11
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk memberikan jaminan kesehatan yang menyeluruh, Pemerintah
Provinsi Jawa Timur mengembangkan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4
Tahun 2008 Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur, dan
Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Sistem Jaminan Kesehatan Daerah sebagaimana disempurnakan dengan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 55 tahun 2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 4 tahun 2009, serta terakhir dirubah
menjadi Peraturan Gubernur Nomor 62 Tahun 2012.
Untuk mendorong keberhasilan pelaksanaan program jaminan kesehatan
daerah mandiri, salah satu tugas dan wewenang Dewan Wali Amanah BPJKD
Provinsi Jawa Timur adalah melakukan penelitian terhadap pelaksanaan
program Jamkesda dan melaporkan hasilnya kepada Gubernur dan DPRD
Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini untuk mengetahui kesiapan sektor formal dan
informal terhadap rencana penyelenggaraan program Jaminan kesehatan daerah
mandiri di Jawa Timur. Berkaitan dengan hal tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
2.1 Mengkaji dan menganalisis tingkat pemahaman pekerja dan pemberi
kerja sektor formal dan informal terhadap penyelenggaraan program
jaminan kesehatan daerah mandiri di Jawa Timur.
2.2 Mengkaji dan menganalisis respon pekerja dan pemberi kerja sektor
formal dan informal terhadap penyelenggaraan program jaminan
kesehatan daerah mandiri di Jawa Timur
12
2.3 Mengkaji dan menganalisis kesiapan pekerja dan pemberi kerja sektor
formal dan informal terhadap penyelenggaraan program jaminan
kesehatan daerah mandiri di Jawa Timur
1.4 Manfaat dan output
1.4.1 Manfaat Operasional Bagi Pembuat Kebijakan
Program Jaminan Kesehatan Daerah sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem
Jaminan Kesehatan Daerah yang diterapkan.Peraturan Daerah ini telah
dilengkapi dengan peraturan-peraturan pendukungnya, yaitu Peraturan Gurbenur
Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Daerah Di Jawa Timur, kemudian disempurnakan menjadi Peraturan Gusbenur
Jawa Timur Nomor : 55 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubenur
Jawa Timur nomor 4 tahun 2009, serta perubahan terakhir menjadi Peraturan
Gurbenur Nomor 62 Tahun 2012 saat ini bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai
alat untuk mencapai tujuan dalam meningkatkan kesejahteraan kesehatan bagi
masyarakat di Jawa Timur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
masukan kepada Pemerintah agar pelaksanaan program Jaminan Kesehatan
Daerah mandiri tetap searah dengan tujuan tersebut, serta dapat memberikan
pelayanan yang memuaskan peserta. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
dipergunakan bagi para pengambil kebijakan agar tujuan program Jaminan
Kesehatan Daerah mandiri dapat mensejahterakan masyarakat, serta
memberikan pelayanan yang sebaik baiknya.
13
1.4.2 Manfaat bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Dengan rencana diimplementasikannya kebijakan program Jaminan
Kesehatan Daerah mandiri di Provinsi Jawa Timur, maka pada penelitian ini
dikumpulkan rumusan konsep dan teori, sehingga terjadi proses baik
metodologis, analitis serta penarikan kesimpulan berkaitan dengan masalah
kesiapan sektor formal dan informal terhadap penyelenggaraan program jaminan
kesehatan daerah mandiri di Jawa Timur, terutama pekerja dan pemberi kerja
pada sektor formal dan informal; pemahaman respon/tanggapan maupun
kesiapan bagi pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan informal di Jawa
Timur terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kebijakan sesuai dengan
tujuan penelitian, yaitu meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program
jaminan kesehatan mandiri di Jawa Timur dalam upaya mencapai universal
coverage jaminan kesehatan.
1.4.3 Output yang dihasilkan
Output yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa sebagai berikut :
1.4.3.1 Laporan Pendahuluan/proposal penelitian tentang Kesiapan Sektor
Formal Dan Informal Terhadap Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan Daerah Mandiri Di Jawa Timur.
1.4.3.2 Data hasil penelitian tentang Kesiapan Sektor Formal Dan Informal
Terhadap Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Daerah
Mandiri Di Jawa Timur.
14
1.4.3.3 Dokumen laporan penelitian tentang Kesiapan Sektor Formal Dan
Informal Terhadap Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
Daerah Mandiri Di Jawa Timur.
1.4.3.4 Rekomendasi kebijakan hasil penelitian tentang Kesiapan Sektor
Formal Dan Informal Terhadap Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan Daerah Mandiri Di Jawa Timur.
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam meningkatkan pelayanan publik,
khususnya pelayanan bidang kesehatan bagi masyarakat kecil saat ini cukup
besar, tidak hanya kebijakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) saja, namun Pemerintah provinsi juga berupaya
mengejawantahkan dalam grand design kesehatan Jawa Timur. Untuk maksud
tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menyusun Peraturan Daerah
Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah. Peraturan ini
mengamanatkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah
untuk mengelola Jaminan Kesehatan Daerah bagi masyarakat di Jawa Timur.
Dalam rangka mewujudkan tujuan dimaksud, Gubernur Provinsi Jawa
Timur Dr H Soekarwo menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang murah dan
memadai bagi masyarakat perlu terus ditingkatkan. Sebab, adanya pelayanan
yang memadai, produktivitas masyarakat dipastikan dapat meningkat, sehingga
dengan jumlah penduduk yang terbesar kedua se Indonesia, pelayanan
kesehatan perlu ditingkatkan, terutama bagi masyarakat yang tidak mampu. Hal
ini disampaikan saat Gubernur memberikan sambutan pembukaan Rapat
Koordinasi (Rakor) kebijakan pembangunan kesehatan dengan mengambil tema
“Penguatan Jejaring Kesehatan dalam Mendukung Good Governance di Jawa
Timur di Garden Palace Hotel (Senin, 6 Juni 2011).
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk yang
mencapai 37.476.011 jiwa, serta laju pertumbuhan penduduk (LPP) pada 2010
berada pada angka 0,49 persen, sehingga pada tahun 2015 nanti sangat
16
membutuhkan pelayanan kesehatan yang memadai. Oleh karenanya, dengan
adanya grand design kesehatan, pelayanan bagi masyarakat diharapkan dapat
tepat sasaran, terutama untuk kalangan masyarakat tidak mampu yang menjadi
prioritas atau perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Sampai saat ini perhatian Pemerintah Jawa Timur masih memprioritaskan
jaminan kesehatan daerah bagi peserta penerima bantuan iuran, terutama
masyarakat miskin dan tidak mampu, sedangkan bagi pekerja dan pemberi kerja
sektor formal dan informal belum masuk dalam skema jaminan kesehatan daerah
mandiri dengan membayar iuran sendiri, padahal pekerja di sektor informal ini
sangat besar jumlahnya dan pada umumnya mereka belum mempunyai
perlindungan kesehatan, sehingga perlu mendapatkan perhatian bagi
penyelenggara Jamkesda di Jawa Timur.
2.1 Definisi sektor formal dan informal
Perkembangan sektor informal atau ekonomi informal telah mengalami
berbagai perubahan konsep / pengertian sesuai dengan kondisi pada saat itu.
Untuk setiap negara / wilayah, institusi/lembaga yang berbeda, pengertian
mengenai sektor informal dapat berbeda pula.
Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan oleh Keith Hart (1991) dalam
Ihsan (2013) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan
kerja kota yang berada di luar pasar tenaga yang terorganisasi. Apa yang
digambarkan oleh Hart memang dirasakan belum cukup dalam memahami
pengertian sektor informal tersebut sering dilengkapi dengan suatu daftar
kegiatan agak arbiter yang terlihat apabila seseorang menyusuri jalan-jalan suatu
kota dunia ketiga; pedagang kaki lima, penjual koran, pengamen, pengemis,
17
pedagang asongan, pelacur, pengojek, dan lain-lain. Mereka adalah pekerja
yang tidak terikat dan tidak tetap (Hart, 1991).
Konsep informal merupakan suatu jenis teori dualisme baru yang telah
populer. Breman (1991) menjelaskan bahwa fenomena dualisme di satu pihak
menunjuk pada perekonomian pasar yang biasa kapitalis, dan di pihak lain
perekonomian subsistensi di pedesaan dengan ciri utamanya sistem produksi
pertanian yang statis.
Dualisme sosio-ekonomi yang berasal dari dalam tahap-tahap
pembangunan baik pada sektor formal maupun informal. Sektor informal
dimaksudkan agar pekerja bisa dialihkan dari sektor sub-sistem di desa agar
dapat membantu meningkatkan produksi non-pertanian. Para ekonom dan
birokrat memandang bahwa kota dengan industri modern sebagai pusat
dinamika yang secara lambat laun mengubah sifat statis dari tatanan pedesaan
dengan ciri pertanian yang lamban berikut produktivitas pekerja yang sangat
rendah. Tetapi anggapan bahwa kelebihan pekerja yang ada akan terserap
dalam sektor modern belum terbukti. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan
penduduk dan angkatan kerja di kota, ternyata beberapa dasa warsa ini
mengenai kesempatan kerja pada sektor formal terutama industri masih
ketinggalan. Sektor informal terdiri dari unit-unit usaha berskala kecil yang
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan pokok
menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri, dan dalam
usahanya itu sangat dihadapkan pada berbagai kendala seperti faktor modal
fisik, pengetahuan dan faktor keterampilan (Sethraman 1981 dalam T.O. Ihromi;
1993).
18
Adapun beberapa definisi tentang sektor informal yang digunakan oleh
berbagai institusi tersebut, antara lain dikutip dalam Kemenko Kesra, Depkes,
dan GTZ (2007) sebagai berikut :
1). ILO (International Labour Organization)
ILO lebih sering menggunakan istilah „ekonomi informal‟ ketimbang „sektor
informal‟ karena „ekonomi informal‟ lebih cocok untuk menggambarkan
pendekatan yang terintegrasi dalam menggambarkan ketidak-formalan (House,
2003). Selanjutnya pandangan ILO (2002) tersebut sebagai berikut :
“Ekonomi informal terdiri dari unit-unit ekonomi yang termarjinalisasi dan pekerja-pekerja yang memiliki karakteristik: mengalami defisit yang parah dalam hal pekerjaan yang layak, defisit dalam hal standar perburuhan, defisit dalam hal produktivitas dan kualitas pekerjaan, defisit dalam hal perlindungan sosial dan defisit dalam hal organisasi dan hak suara. Dengan mengurangi defisit yang dimiliki oleh ekonomi informal, diharapkan akan dapat meningkatkan gerakan kearah kegiatan-kegiatan yang diakui, terlindungi dan formal didalam kerangka perekonomian utama dan yang memenuhi peraturan”.
Meskipun tidak ada konsensus khusus mengenai definisi sektor informal,
pengertian sektor informal ini sering dikaitkan dengan dikotomi sektor formal-
informal. ILO (1972) mengidentifikasi sedikitnya tujuh karakter yang
membedakan kedua sektor tersebut yaitu:
a. kemudahan untuk masuk
b. kemudahan untuk mendapatkan bahan baku
c. sifat kepemilikan
d. skala kegiatan
e. penggunaan tenaga kerja dan teknologi
f. tuntutan keahlian
g. deregulasi dan kompetisi pasar
19
2). Institusi lain
Mengutip laporan dari Kerjasama Kemenko Kesra, Depkes, dan GTZ (2007),
memberikan pengertian-pengertian tentang sektor informal sangatlah beragam,
serta dapat dikelompokkan menjadi beberapa definisi dengan mengacu pada
karakteristik khusus dari sektor informal yang digunakan masing-masing institusi,
antara lain :
a. Menurut PT Jamsostek
Definisi dari sektor informal adalah „tidak adanya hubungan industrial dan
tidak berdasarkan kontrak kerja‟. Yang termasuk dalam kelompok pekerja
sektor informal misalnya, pekerja keluarga, pekerja mandiri (self-employed,
kecuali akuntan, dokter, notaris yang berbadan hukum), pekerja
lepas/serabutan (casual workers) seperti buruh tani dan nelayan. Dengan
berpijak pada UU No.3/1992 (tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja), PT
Jamsostek bekerja sama dengan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Depnakertrans) mulai menjangkau sektor informal dalam hal
jaminan sosial. Karena pekerja informal tidak memiliki pendapatan tetap,
maka untuk penghitungan premi digunakan besarnya upah minimum. Selain
dengan Depnakertrans dan Disnakertrans, Jamsostek juga berkoordinasi
dengan Pemda dan Biro Pusat Statistik (BPS).
b. Badan Pusat Statistik
Definisi kelompok pekerja informal dengan menggunakan kriteria yang
merupakan kombinasi dari Status Pekerjaan dan Jenis Pekerjaan Utama.
Berbeda dengan definisi pekerja informal yang pernah digunakan oleh BPS
20
sebelumnya, penggunaan kombinasi dari „status pekerjaan‟ dan „jenis
pekerjaan utama lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Sebelumnya, BPS hanya berpatokan pada „status pekerjaan‟ untuk
menentukan pekerja informal, yaitu mereka yang berstatus sebagai berusaha
sendiri, berusaha dengan buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian,
pekerja bebas di non-pertanian, dan pekerja tidak dibayar. Tentu saja
perubahan definisi pekerja sektor informal ini akan membawa dampak pada
perubahan dalam penghitungan jumlahnya. BPS juga telah berkoordinasi
dengan beberapa instansi seperti Depsos, Depkes, Depnaker, BKKBN dalam
pembuatan kriteria-kriteria penduduk yang patut menerima bantuan dari
pemerintah (contohnya untuk penerima Bantuan Langsung Tunai atau BLT).
Tabel 2.1. Penetapan Kelompok Pekerja Informal Berdasarkan
Status Pekerjaan dan Jenis Pekerjaan Utama
Status Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Utama
Tenaga Profesi
-onal
Tenaga Kepemim-
pinan
Pejabat
Pelaksana
& Tata Usah
a
Tenaga Penjuala
n
Tenaga
Usaha jasa
Tenaga Usaha
Pertania
n
Tenaga Produksi
Tenaga
Operasi-onal
Pekerja Kasar
Lain nya
Berusaha Sendiri
F F F INF INF INF INF INF INF INF
Berusaha dengan Bantuan Buruh Tidak Tetap
F F F F F INF F F F INF
Berusaha dengan Bantuan Buruh Tetap
F F F F F F F F F F
Buruh/Karyawan/Pekerja Dibayar
F F F F F F F F F F
Pekerja Bebas di Pertanian
F F F INF INF INF INF INF INF INF
21
Pekerja Bebas di Non Pertanian
F F F INF INF INF INF INF INF INF
Pekerja Tak Dibayar
INF
INF INF INF INF INF INF INF INF INF
Sumber : Laporan Teknis untuk menyusun Peraturan pelaksanaan UU Tentang SJSN (2007)
Catatan : F = FORMAL; INF = INFORMAL
c. PT Askes,
Untuk jaminan kesehatan bagi kelompok masyarakat seperti sektor informal,
di Askes dikenal sebagai pelayanan Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan
Iuran (divisi JKPBI). Penerima Bantuan Iuran atau PBI adalah kelompok
penduduk tidak mampu yang untuk menjadi peserta jaminan kesehatan
preminya dibayari sepenuhnya oleh pemerintah. Untuk mengetahui siapa
Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau masyarakat yang tergolong miskin,
dasarnya adalah ketetapan dari masing-masing bupati/walikota, dimana
kriteria yang digunakan berbeda untuk daerah yang satu dengan daerah yang
lain. Dalam penentuan kriterianya masing-masing daerah berkoordinasi
dengan Dinas Sosial, BKKBN, BPS, Dinas Kesehatan setempat.
Menurut Surat Edaran dari Menko Kesra, mulai tahun 2007 acuan pokok
untuk program-program kemiskinan harus menggunakan data BPS. Namun
ketetapan tersebut dirasakan oleh berbagai pihak bahwa landasan hukumnya
kurang kuat. Data BPS harus disertai verifikasi dengan melakukan uji publik,
misalnya dengan mengadakan rembug desa terbuka untuk menegaskan
siapa-siapa yang memang pantas menerima bantuan dari pemerintah. Apabila
jaminan kesehatan diberikan khusus kepada sektor informal, maka beberapa
22
aspek dari sektor informal yang perlu diperhatikan adalah : a. definisinya apa;
b. bagaimana menentukan premi dengan tepat; serta c. bagaimana
mengumpulkan premi dengan tepat (misalnya untuk petani yang panen 3
bulan sekali).
d. Depnakertrans.
Definisi sektor informal sebagai „mereka yang bekerja diluar hubungan kerja‟,
terutama di tingkat pusat dan di tingkat propinsi (Dinas Nakertrans Propinsi).
Contoh yang diberikan untuk mereka yang berada diluar hubungan kerja adalah
pekerja mandiri, pekerja keluarga dan pekerja bebas, yang tidak mempunyai
ketrampilan dan memiliki penghasilan dibawah rata-rata serta tidak tetap.
Umumnya kelompok penduduk seperti ini termasuk dalam penduduk miskin.
e. Departemen sosial (Depsos)
Sektor informal adalah „mereka yang mempunyai penghasilan tidak tetap‟.
Contohnya : tukang ojeg, tukang becak, penjual jamu gendong. Pada umumnya
mereka masuk dalam kelompok keluarga miskin (Gakin) yang berpenghasilan
dibawah Rp. 200.000,-. Pengertian mengenai sektor informal ini digunakan baik
di Depsos pusat maupun di daerah dan menjadi acuan untuk pelaksanaan
program Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos). Program Askesos ini
ditujukan untuk membantu mereka yang berpenghasilan sangat rendah ketika
terjadi gangguan terhadap kelancaran penghasilan, misalnya karena sakit atau
meninggal. Dasar hukum untuk sektor informal ini tidak ada persis, namun
program ini mengacu pada UUD 1945, UU No. 6/1974 ( tentang Ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial), dan UU No. 39/1999 (tentang Hak Asasi Manusia).
23
Koordinasi dengan Depnakertrans dilakukan oleh Depsos khusus untuk
menangani pekerja-pekerja informal.
f. Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag)
Definisi yang agak berbeda mengenai sektor informal adalah yang digunakan
oleh Deperindag dan jajarannya di tingkat propinsi dan kabupaten/kota melihat
sektor informal sebagai „usaha kecil yang tidak terdaftar secara resmi‟. Karena
Deperindag berurusan dengan perusahaan-perusahaan yang harus didaftar
(yang berarti formal), maka jika ada perusahaan yang tidak didaftar, itu berarti dia
informal. Biasanya jenis usaha seperti ini dikelola oleh seorang wiraswasta,
tanpa menggunakan tenaga kerja dari luar lingkungan keluarganya. Contohnya
adalah pedagang keliling, warung/pedagang pinggir jalan. Untuk ketentuan
mengenai usaha kecil informal, jajaran Deperindag mengacu pada UU 9/1995
(tentang pendaftaran perusahaan). Dalam melaksanakan tugasnya Deperindag
berkoordinasi dengan Menteri Negeri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(UKM), Departemen Pekerjaan Umum, Depnakertrans, Depsos, Depkes.
g. Departemen Kesehatan
Sebetulnya departemen ini tidak memiliki definisi khusus untuk sektor informal.
Namun demikian pengertian mengenai sektor informal yang diajukan oleh Dinas
Kesehatan propinsi Jawa Tengah, adalah pekerja a) yang jam kerjanya tidak
tetap dan tidak terjangkau peraturan-peraturan tertulis; b) yang modalnya kecil;
dan c) yang sifatnya kekeluargaan. Dasar hukum khusus untuk definisi sektor
informal belum ada di Depkes, namun untuk pembinaan kesehatan masyarakat
(termasuk pekerja) dapat dilihat sejak keluarnya UU Kesehatan No. 23/1992.
24
2.2 Pemberi kerja dan pekerja sektor formal dan informal
Pemberi kerja, terutama sektor formal yang memerlukan tenaga kerja
dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana
penempatan tenaga kerja. Sesuai dengan UU Ketenagakerjaan, bahwa
pelaksana penempatan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan sejak
rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja. Selanjutnya pemberi kerja dalam
mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup
kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga
kerja.
2.2.1 Sektor formal
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
pengusaha adalah : orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; orang perseorangan, persekutuan,
atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya; serta orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili perusahaan. Sedangkan perusahaan adalah :
Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain; serta usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
25
Sektor ekonomi formal biasanya ditangani dalam bentuk organisasi atau
lembaga formal. Bentuk badan hukum formal tersebut adalah Firma, CV,
Perseroan Terbatas, BUMN, Koperasi. Sektor Formal dapat meliputi berbagai
bidang kegiatan ekonomi, seperti perdagangan, pertanian, industri, jasa dan
pertambangan. Organisasi ini tentu dikelola dengan orang- orang profesional.
Keunggulan dari sektor ekonomi formal antara lain: Sektor ekonomi ini lebih
mudah diawasi dan dibina oleh pemerintah; Sektor ekonomi ini lebih mudah
mendapatkan kepercayaan dari investor; serta Sektor ekonomi ini dituntut untuk
menciptakan orang yang profesional, sedangkan kelemahan dari sektor ekonomi
formal adalah keterbatasan dalam menampung jumlah wirausaha karena setiap
wirausaha dituntut profesionalismenya. Pekerja manajerial (white collar) yang
merepresentasikan pekerja sektor formal terdiri dari tenaga professional, teknisi
dan sejenisnya, tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata usaha
dan sejenisnya, tenaga usaha penjualan, tenaga usaha jasa. Pada beberapa
tahun terakhir tercermin adanya kecenderungan penurunan peran pekerja blue
collar dan sedikit peningkatan pekerja white collar. Ini merupakan sinyal
kemajuan perekonomian dan juga kemajuan pendidikan karena pekerja white
collar secara umum membutuhkan tingkat pendidikan yang memadai.
2.2.2 Sektor Informal
Sektor Informal adalah kelompok usaha (ekonomi) skala kecil, baik
organisasi maupun pemodalan. Kelompok usaha sektor informal biasanya
dicirikan sebagai berikut : Tempat kerja bervariatif, antara permanen hingga
berpindah tempat; Self employed atau family scale; Tidak ada organisasi
pembagian kewenangan; Tidak berbatas jelas secara kewilayahan (dengan
26
pemukiman atau per untukan lainnya); Tidak berbatas jelas dari segi kelompok
umur; Pola kegiatan tidak teratur (waktu, permodalan, penerimaan); Pada
umumnya tidak tersentuh peraturan dan ketentuan pemerintah; Modal,
peralatan, perlengkapan maupun omset biasanya kecil; Pada umumnya tidak
mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggal; Tidak
mempunyai keterkaitan dengan usaha lain yang besar; Pada umumnya dilakukan
oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah; Tidak
membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus (menyerap tenaga kerja
dengan bermacam-macam tingkat pendidikan); Umumnya tenaga dari
lingkungan keluarga atau berasal dari daerah yang sama.
Pengelompokkan definisi formal dan informal menurut Hendri Saparini dan
M. Chatib Basri dari Universitas Indonesia menyebutkan bahwa tenaga Kerja
sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan
tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak.
Definisi lainnya adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan
pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja
(job security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan
tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Sedangkan
ciri-ciri kegiatan-kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang
dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber
daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya,
keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar
yang kompetitif. Contoh dari jenis kegiatan sektor informal antara lain pedagang
kaki lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang
pasar, buruh tani dan lainnya.
27
2.3 Sistem jaminan sosial Nasional
Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor X/2001 telah menugaskan presiden
untuk mengembangkan sistem jaminan sosial nasional Selanjutnya sesuai
dengan perubahan Konstitusi RI telah menentukan pula Pasal 28H ayat (3)
UUD 1945 bahwa "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat." Tentunya program jaminan sosial tersebut, diantaranya termasuk
jaminan pemeliharaan kesehatan prabayar yang bersifat sosial, agar hak
warganegara atas jaminan kesehatan sosial tersebut dapat terpenuhi.\
Menurut Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa
"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.” Oleh karenanya, dukungan politik (political will)
sebagai syarat penyelenggaraan sistem jaminan social telah terwujud dalam
konstitusi sebagai hukum dasar negara. Sistem jaminan sosial sebagaimana
termaktub dalam Pasal 34 Ayat (2) UUD 1945, tidak terlepas dari prinsip-prinsip
universal yang telah lama dikenal, dengan berbagai modifikasi, selain tetap
memperhatikan tradisi, budaya, dan kondisi lokal sistem jaminan sosial
merupakan bagian sistem nasional, baik sistem ekonomi maupun politik bangsa.
Dengan prinsip-prinsip jaminan sosial yang telah ditetapkan dalam UU
nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, kepesertaan
sistem jaminan sosial dikembangkan bertahap, dimulai dari kelompok formal
dan/atau yang telah mampu membayar iuran. Bagi masyarakat yang tidak
mampu, yang menerima subsidi bantuan iuran, terbuka peluang diselenggarakan
28
sesuai dengan prinsip-prinsip sistem jaminan sosial, bila program bantuan sosial
itu telah memenuhi syarat program sistem jaminan sosial.
Ruang lingkup jaminan sosial adalah sangat luas antara lain meliputi
adanya jaminan pendidikan, kesehatan, kematian, PHK, kecelakaan kerja,
kecelakaan diri dan masih banyak lagi macam ragamnya, yang menjamin
kesinambungan ekonomi/penghasilan seseorang meskipun terjadi suatu risiko
pada dirinya. Program Jaminan Sosial adalah jaminan yang menjadi bagian dari
program jaminan ekonomi suatu bangsa.
Sejak keluarnya Pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974
didefinisikan bahwa “jaminan sosial sebagai perwujudan dari pada sekuritas
sosial adalah seluruh sistim perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial
bagi warga negara yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat
guna memelihara taraf kesejahteraan sosial.” Adapun pemenuhan jaminan sosial
dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974, bertujuan agar
taraf kesejahteraan sosial pada warga masyarakat tidak menurun sampai
dibawah suatu taraf yang dipandang layak, tanpa melupakan usaha-usaha untuk
secara terus menerus meningkatkan taraf kesejahteraan sosial segenap
Warganegara Indonesia. Kemudian dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, mendefinisikan
”jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.”5
Berkaitan dengan program jaminan sosial ini, maka penelitian ini hanya
memfokuskan pada pendekatan pelaksanaan program jaminan kesehatan
5 Anton Hardianto, 2007, Naskah Akademis Paket Raperda tentang
Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur
29
daerah di Jawa Timur, terutama rencana pengembangan program Jamkesda di
luar Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Jawa Timur.
2.4 Prinsip-prinsip dalam Jaminan Sosial Nasional
Berdasarkan pasal 28H UUD 45 hasil amendemen tahun 2000
dinyatakan “bahwa…setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan”.
Pencantuman hak terhadap pelayanan kesehatan tersebut bertujuan untuk
menjamin hak-hak kesehatan yang fundamental sesuai dengan deklarasi Hak
Asasi Manusia oleh PBB di tahun 1947.
Selanjutnya menurut Thabrany (2008), bahwa sampai saat ini sistem
kesehatan di Indonesia masih jauh dari cita-cita keadilan sosial bagi seluruh
rakyat. Rakyat kecil sangat terbebani dengan sistem kesehatan yang
diperdagangkan. Rakyat yang membayar lebih banyak mendapat pelayanan
yang lebih banyak atau lebih baik mutunya. Berbagai Penelitian menunjukkan
bahwa kesenjangan pelayanan (inequity, ketidakadilan/ ketidak-setaraan) hanya
dapat diperkecil dengan memperbesar porsi pendanaan publik, baik melalui
APBN (tax funded) maupun melalui sistem asuransi kesehatan sosial.
Pelaksanaan sistem jaminan sosial berlaku prinsip utama dan Pendukung
(tambahan), yaitu ;
a. Prinsip Utama yang terdiri dari:
(1) Prinsip Solidaritas, yaitu suatu prinsip adanya saling membantu diantara
dua segmen yang berbeda sehingga terjadi subsidi silang seperti yang
kaya membantu yang miskin, yang muda membantu yang tua, serta yang
sehat membantu yang sakit. Dengan prinsip tersebut memungkinkan
perluasan cakupan terhadap seluruh penduduk.
30
(2) Prinsip Efisiensi , prinsip ini memungkinkan pelayanan menjadi terkendali
karena pelayanan yang diberikan hanya pelayanan yang dibutuhkan saja.
Selain itu terjadi juga urun biaya, sehingga tidak dirasakan terlalu berat
bagi yang tidak mampu.
(3) Prinsip Ekuitas yang berarti bahwa, setiap penduduk harus memperoleh
pelayanan sesuai kebutuhan dan kemampuannya.
(4) Prinsip Portabilitas yang menunjukkan bahwa, seseorang tidak boleh
kehilangan jaminan / perlindungan.
(5) Prinsip nirlaba, tidak mengambil keuntungan namun bukan berarti harus
merugi tetapi azas manfaat bagi seluruh pelaku asuransi kesehatan
(Bapel, Peserta, Pemberi pelayanan kesehatan serta Pemerintah karena
mempunyai penduduk yang sehat dan produktif).
b. Prinsip Tambahan yang terdiri dari:
(1) Prinsip Responsif yaitu responsif terhadap tuntutan peserta sesuai
standar kebutuhan hidup sehingga sifatnya lebih dinamis.
(2) Prinsip koordinasi manfaat, dengan adanya prinsip ini diharapkan tidak
akan terjadi duplikasi cakupan dan pelayanan, sehingga lebih efisien
(Widodo, 2012)
Agar upaya pemeliharaan kesehatan dapat membawa hasil yang diharapkan,
bila diberikan penekanan yang sama kepada keseluruhan prinsip dan aspek
tersebut di atas secara serentak dan sekaligus. Dengan demikian, harus
dikembangkan suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang
merangkum keseluruhan prinsip dan aspek tersebut dan diarahkan pada:
1. Manajemen Kepesertaan: Pengelolaan kepesertaan, agar tidak terjadi
subsidi yang salah sasaran dan duplikasi pembiayaan. Kejelasan dan
31
legalitas kepesertaan merupakan kunci utama efisiensi penerapan sistem
asuransi kesehatan sosial. Dalam Manajemen Kepesertaan harus ada
kebijakan yang jelas tentang bantuan sosial dan premi yang harus
dibayarkan. Bantuan sosial harus diformat sedemikian rupa sehingga prinsip
keadilan itu akan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat;
2. Manajemen Keuangan: Pengendalian biaya, agar pelayanan kesehatan
dapat lebih terjangkau oleh setiap orang. Pembayaran PPK oleh Bapel
dilakukan dengan pembayaran pra-upaya (prepaid), dalam hal ini dengan
kapitasi atau sistim anggaran. Cara pembayaran di muka ini akan memacu
para PPK untuk merencanakan pelayanan kesehatan yang paling efektif clan
efisien serta berorientasi lebih banyak kepada tindakan promotif clan
preventif. Kapitasi dihitung berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar pada
masing-masing PPK (tidak atas dasar jumlah kunjungan) dan dibayar di
muka, langsung kepada PPK.
3. Manajemen Pelayanan Kesehatan: Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
agar dapat secara efektif dan efisien dan efisien meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Peningkatan mutu juga harus disertai pemeratan
upaya kesehatan dengan peranserta masyarakat yang dilaksanakan secara
selaras, terpadu dan saling memperkuat, agar setiap orang dapat menikmati
hidup sehat;
4. Manajemen Informasi: Adanya penanganan keluhan peserta maupun PPK.
Ketidakpuasan dan keluhan para peserta ataupun PPK harus dapat
disalurkan lewat suatu mekanisme "Penanganan Keluhan" yang tetap,
hingga dapat menjamin stabilitas dalam menerapkan sistem asuransi
kesehatan sosial. Manajemen informasi juga akan menjamin tingkat
32
portabilitas yang tinggi. Selain itu adanya pemantauan pemanfaatan
pelayanan kesehatan untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan medis
peserta clan mengendalikan penggunaan pelayanan yang berlebihan dan
pemborosan yang tidak diperlukan.6
Selanjutnya sesuai amanah Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008
tentang Sistem jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur, Sistem Jaminan Sosial
Daerah diselenggarakan berdasarkan pada prinsip:
a. Prinsip kegotong-royongan dalam ketentuan ini adalah prinsip
kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan
sosial, yang diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari
peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam
bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; sehingga peserta yang
berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang
sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini,
jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
b. Prinsip nirlaba dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan usaha
yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.
Sehingga penyelenggaraan jaminan sosial tidak diutamakan untuk
mencari keuntungan atau tidak dengan sendirinya menjadikan surplus
dana jaminan sosial yang dikelola selama periode tertentu sebagai
nilai penambah kekayaan dari suatu Badan Penyelenggara Jaminan
6 Widodo J Pujirahardjo, 2012, Materi dipersiapkan untuk Rakor RS se
Jawa Timur, tahun 2012. Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dasar pada era universal coverage.
33
Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur. Pengelolaan dana amanat
jaminan sosial tidak dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, akan tetapi tujuan utama
penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-
besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil
pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Oleh karena itu,
diperlukan bentuk badan hukum yang sejalan dan cocok dengan
pelaksanaan prinsip ini.
c. Prinsip keterbukaan dalam ketentuan ini adalah prinsip
mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi
setiap peserta.
d. Prinsip kehati-hatian dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan
dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
e. Prinsip akuntablitas dalam ketentuan ini adalah prinsip pelaksanaan
program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
f. Prinsip portabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip memberikan
jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan
atau tempat tinggal atau bahkan berpindah Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
g. Prinsip kepesertaan wajib dalam ketentuan ini adalah prinsip yang
mengharuskan seluruh warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa
Timur menjadi peserta program jaminan sosial sehingga dapat
34
terlindungi. Tetapi, meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh
warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur, penerapannya tetap
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi warga masyarakat Daerah
Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur
serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dapat
dimulai dari pekerja di sektor formal dan peduduk Daerah Provinsi
Jawa Timur yang tergolong miskin dan tidak mampu sebagai
penerima bantuan iuran, bersamaan dengan itu sektor informal dapat
menjadi peserta secara sukarela, sehingga dapat mencakup petani,
nelayan dan mereka yang bekerja secara mandiri, sehingga pada
akhirnya Sistem Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur dapat
mencakup seluruh warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur,
yang dilaksanakan secara bertahap. Penentuan tahapan luas
cakupan kepesertaan wajib ditetapkan oleh Gubernur Daerah Provinsi
Jawa Timur berdasarkan usulan dan pertimbangan wali amanah.
h. Prinsip dana amanat dalam ketentuan ini adalah dana yang terkumpul
dari iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari
peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Daerah
Provinsi Jawa Timur untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta dan
digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan
sosial.7
7 Prinsip-prinsip penyelenggaraan jaminan kesehatan daerah dapat dibaca secara
lengkap dalam Naskah Akademis Paket Raperda tentang Jaminan Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur dan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur beserta penjelasannya
35
2.5 Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur
Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum dengan
jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional
bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial8.
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian
pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya
pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap
kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif,
perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing
bangsa, serta pembangunan nasional. Upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan
penyakit, kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan
upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan
masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan
8 Baca kembali pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan nasional adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial.
36
rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.
Perkembangan ini tertuang ke dalam dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
sejak tahun 1982 yang selanjutnya disebutkan kedalam GBHN 1983 dan GBHN
1988 sebagai tatanan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan9.
Selanjutnya pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang
memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya
kesehatan sebagai berikut :
(1) asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus
dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang
Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa.
(2) asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus
dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan
mental, serta antara material dan sipiritual.
(3) asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan
yang sehat bagi setiap warga negara.
(4) asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat
memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan
penerima pelayanan kesehatan.
(5) asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa
pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban
masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum.
9 Saat ini GBHN mengalami penyesuaian sejalan dengan perubahan paradigma
pembangunan nasional.
37
(6) asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan
masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.
(7) asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan
tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki.
(8) asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan
dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut
masyarakat.10
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan termasuk
pembiayaannya perlu digerakkan dan diarahkan sehingga dapat berdaya guna
dan berhasil guna, dengan memperhatkan fungsi sosial dan kesehatan bagi
masyarakat yang kurang mampu. Fungsi sosial sarana kesehatan dalam arti
bahwa dalam menyelenggarakan kegiatan setiap sarana kesehatan baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat harus
memperhatikan kebutuhan pelayanan kesehatan golongan masyarakat yang
kurang mampu dan tidak semata-mata mencari keuntungan.
Pengelolaan kesehatan sebagaimana tersebut dilakukan dalam bentuk
asuransi kesehatan, sehingga asuransi kesehatan merupakan suatu alat sosial
untuk menggalang kegotongroyongan. atau solidaritas masyarakat dalam bidang
pelayanan kesehatan. Meskipun secara kultural, asuransi kesehatan bukanlah
budaya bangsa Indonesia dan bukan juga budaya bangsa-bangsa lain, akan
tetapi akar atau elemen asuransi kesehatan sebagai alat gotong royong sudah
merupakan peradaban manusia di dunia. Dalam bentuk tradisional, seluruh
masyarakat bahu-mambahu memberikan pertolongan semampunya untuk
10
Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas untuk memberikan arah pembangunan kesehatan yang saat ini sedang berjalan.
38
membantu anggota masyarakat yang sakit. Perkembangan pelayanan kesehatan
modern dalam bentuk rumah sakit tidak lepas dari semangat kegotong royongan
ini11.
Perjalanan sistem jaminan kesehatan daerah di Jawa Timur dimulai sejak
dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008
tentang SJKD di Jawa Timur. Peraturan Daerah ini telah dilengkapi dengan
beberapa peraturan pendukung lainnya untuk pelaksanaan jaminan kesehatan
daerah di Jawa Timur, pelaksanaan ini mencakup penyelenggaraan, pengelolaan
kepesertaan, mekanisme klaim dan pelayanan kesehatan, pendanaan, serta
sistem monitoring hingga evaluasinya.
2.6 Kepesertaan dan hambatan program jaminan kesehatan daerah
Sejak Rancangan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) dibahas di DPR banyak wacana mengenai penyelenggaraan
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Beragam pendapat dan pandangan
dilontarkan. Ada yang konstruktif dan ada pula yang lepas dari konteks UU SJSN
yang seharusnya menjadi titik tolak pembahasan. Salah satu wacana yang
cukup menarik ialah mengenai prinsip kepesertaan yang bersifat wajib.
Prinsip kepesertaan bersifat wajib ini merupakan salah satu unsur yang
membedakan SJSN dengan sistem jaminan atau asuransi komersial. Dalam
SJSN kepesertaan diwajibkan berdasarkan UU SJSN, artinya seseorang tidak
bebas untuk menentukan apakah ia akan menjadi peserta atau tidak program
11
Baca kembali Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur.
39
jaminan sosial yang ditentukan dalam Undang-undang. Demikian pula BPJS
tidak dapat memilih siapa yang diterima atau tidak diterima menjadi peserta yang
akan ditanggungnya. Sebaliknya dalam sistem asuransi komersial prinsip
kepesertaan yang dianut adalah kesukarelaan, berdasarkan kesepakatan
tertanggung dan penanggung. Seseorang bebas menentukan pilihannya apakah
akan menjadi peserta asuransi komersial atau tidak. Demikian pula penanggung
bebas menentukan apakah ia akan menanggung seseorang yang ingin menjadi
peserta program asuransi yang ditawarkan.
Kepesertaan bersifat wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi
peserta, sehingga dapat terlindungi untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidup yang layak, apabila mereka mengalami risiko yang dapat
mengakibatkan berkurang atau hilangnya pendapatan, karena menderita sakit,
mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau
pensiun. Peserta jaminan sosial menurut UU SJSN adalah setiap orang termasuk
orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia, yang telah
membayar iuran. Setiap orang yang memenuhi syarat yang ditentukan dalam UU
SJSN secara imperatif wajib menjadi peserta. Undang-undang yang mewajibkan
mereka. Mau tidak mau mereka harus menjadi peserta program jaminan sosial.
Atau dengan kata lain perikatan antara tertangggung (peserta) dengan
penanggung (BPJS) dalam jaminan sosial timbul karena Undang-undang.
Meskipun dalam UU SJSN menentukan kepesertaan bersifat wajib bagi
seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi
rakyat dan Pemerintah, serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan
pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor
informal dapat menjadi peserta secara suka rela, sehingga dapat mencakup
40
petani, nelayan, dan meraka yang bekerja secara mandiri, sehingga pada
akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh rakyat. Cakupan kepesertaan bagi
seluruh rakyat ini biasa disebut dengan universal coverage. UU SJSN juga
menentukan bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya
dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS, sesuai dengan program yang
diikuti. Pentahapan tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Mengenai iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah, UU SJSN
menentukan bahwa secara bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan
pemberi kerja. Selain itu UU SJSN juga menentukan bahwa Pemerintah secara
bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada BPJS.
Selanjutnya ditentukan bahwa pada tahap pertama iuran program jaminan sosial
bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu yang dibayar oleh pemerintah
adalah untuk program jaminan kesehatan. Ketentuan mengenai pembayaran
iuran bagi penerima bantuan iuran program jaminan sosial ini diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4
Tahun 2008 disebutkan pula bahwa peserta Jamkesda Jawa Timur adalah
semua warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur yang telah mendaftarkan
diri atau didaftarkan dan telah membayar iuran sesuai dengan ketentuan masing-
masing program jaminan sosial yang diikutinya. Yang dimaksud Warga
masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur adalah setiap orang, baik Warga
Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) yang masuk secara
sah serta bertempat tinggal di wilayah Daerah Provinsi Jawa Timur dan telah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan Gubernur.
41
Pada prinsipnya setiap warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur
wajib menjadi peserta, akan tetapi upaya penegakan hukum atas sifat
kepesertaan yang wajib tersebut diselenggarakan secara bertahap sesuai
dengan kesiapan teknis, diantaranya dalam hal kesiapan sistem informasi
kependudukan, pengumpulan iuran dan kelayakan program. Pengkajian dan
perumusan tahapan kepesertaan dan jenis program jaminan kesehatan tersebut
wajib diikuti warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur yang dilakukan oleh
BPJKD12.
Kepesertaan program Jamkesda di Jawa Timur tersebut mencakup seluruh
warga masyarakat Daerah Provinsi Jawa Timur dan dilakukan secara bertahap
sesuai kesiapan penyelenggaraan dan kelayakan program Jamkesda. Oleh
karena itu, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa
Timur, Pemberi Kerja, Pekerja, Pemerintah dan Masyarakat perlu bersama-sama
mengupayakan perluasan kepesertaan dimaksud dalam bentuk kepesertaan
yang bersifat mandiri dengan membayar iuran (premi). Sasaran kepesertaan
tersebut harus di „manage‟ secara baik agar betul-betul tepat sasaran.13.
Pada bagian proposal ini kami sajikan pula mengenai beberapa hasil
penelitian yang berkaitan dengan hambatan dalam perluasan cakupan
kepesertaan program jaminan sosial, terutama dalam jaminan kesehatan bagi
pekerja sektor informal. Penelitian yang dilakukan Angelini dan Kenichi (2004)
menunjukkan ada beberapa persoalan yang perlu dipertimbangkan dalam
memperluas skema jaminan sosial bagi pekerja di sektor perekonomian informal,
12
Kepesertaan Jamkesda di Jawa Timur diselenggarakan secara bertahap, dimana pada tahap pertama diprioritaskan untuk peserta Maskin penerima bantuan iuran (PBI), dan tahap kepesertaan kedua adalah peserta Jamkesda mandiri (Jamkesman) yang bersifat non PBI.
13 Widodo J Pujirahardjo, 2012, Materi dipersiapkan untuk Rakor RS se Jawa Timur, tahun 2012. Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dasar pada era universal coverage.
42
yaitu, hambatan peraturan, ketidakmampuan membayar iuran, keengganan
membayar iuran, desain tunjangan dan prioritas jaminan sosial, administrasi dan
pelaksanaan, serta subsidi.
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain Penelitian adalah keseluruhan penelitian dari perencanaan untuk
menjawab riset question (pertanyaan penelitian) dan untuk mengantisipasi
beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama proses riset (Nursalam dan
Pariani, 2001). Penelitian ini merupakan penelitian observasi dengan desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Cross
Sectional, Survei Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor pengaruh dengan faktor-faktor
terpengaruh, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach ), artinya, tiap subjek penelitian
hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter
atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010 ).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini direncanakan dilakukan pada Kabupaten/Kota di Jawa
Timur. Sasaran penelitian ini adalah pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan
informal pada 13 Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang menjadi lokasi penelitian.
Pelaksanaan penelitian ini direncanakan selama 4 (empat) bulan, mulai Bulan
Juni s/d September 2013. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat
sebagaimana Tabel 3.1
44
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
3.3 Rencana Metodologi Penelitian
• Untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan
analisis kesiapan sektor formal dan informal terhadap penyelenggaraan
program jaminan kesehatan daerah mandiri di Jawa Timur, rencana
metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, dan jenis
penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus.Teknik yang
dilakukan dengan melakukan survey lapangan guna pengumpulan data
primer, melalui kuisiioner. Adapun data yang di kumpulkan dalam
kuestioner tersebut, antara lain :
a. Tingkat pemahaman pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan informal
terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri di
Jawa Timur.
TAHAP KEGIATAN BLN / MINGGU KE- BLN /MINGGU KE- BLN / MINGGU KE- BLN /MINGGU KE-2
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI
I. Persiapan Penelitian xx xx
II. Penyusunan Proposal
xx xx
III. Pengumpulan, pengolahan dan analisa data
xx Xx xx xx xx xx
IV. Penyusunan laporan xx xx xx
V. Seminar Hasil xx
VI. Perbaikan laporan xx xx
45
b. Gambaran respon pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan informal
terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri di
Jawa Timur.
c. Gambaran kesiapan pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan informal
terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri di
Jawa Timur.
Dalam penelitian ini dikumpulkan juga data sekunder, yaitu data dari
berbagai laporan pemerintah dan hasil penelitian terdahulu. Disamping itu juga
dikumpulkan data berupa peraturan-peraturan/kebijaksanaan penelitian yang
mempunyai keterkaitan dengan objek yang diteliti.
3.4 Populasi, Sampel dan Sampling
3.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007).
Sedangkan menurut Setiawan (2005), populasi adalah kumpulan lengkap dari
elemen-elemen yang sejenis akan tetapi dapat dibedakan berdasarkan
karakteristiknya. Pada penelitian ini, populasinya adalah pekerja dan pemberi
kerja sektor formal dan informal di Jawa Timur. Populasi tersebut tersebar pada
kabupaten dan kota di Jawa Timur.
Pekerja dan pemberi kerja sektor formal pada penelitian ini tersebar pada
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta skala Besar di Jawa Timur.
Sedangkan sektor informal pada penelitian ini difokuskan pada Pedagang Kaki
Lima (PKL) yang ada di Jawa Timur. Sumber data sekunder untuk penelitian ini
46
berasal dari instansi terkait, antara lain Dinas Perindustrian dan Perdagangan,
Badan Pusat Statistik, Dinas Koperasi Usaha Kecil, Menengah dan Mikro, Biro
Perekonomian, serta intansi lainnya yang terkait.
3.4.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi (Setiawan (2005). Adapun sampel
pada penelitian ini diambil sebanyak 1000 responden, yang terdiri dari pekerja
dan pemberi kerja pada sektor formal dan informal di Jawa Timur yang dilakukan
secara random. Adapun pembagian sektor perekonomian pada penelitian ini
dapat dilihat sebagaimana Tabel 3.2
Tabel 3.2 Pembagian sektor perekonomian
pada usaha mikro, kecil dan menengah di Jawa Timur
No. Pembagian sektor perekonomian pada usaha mikro, kecil dan menengah
1. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air bersih
5. Bangunan
6. Perdagangan, hotel dan restoran
7. Pengangkutan dan komunikasi
8. Keuangan, persewaan jasa perusahaan
9. Jasa-jasa
Sumber : Instansi terkait diolah
3.4.3 Sampling
47
Tipe sampling dapat dibedakan berdasarkan dua hal, yaitu tipe sampling
berdasarkan proses pemilihannya dan tipe sampling berdasarkan peluang
pemilihannya. Secara umum tipe sampling dapat dibedakan menjadi sampling
probability dan sampling nonprobability.
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah probability sampling , dimana
setiap individu mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sebagai sampel.
Adapun teknik sampling yang digunakan Cluster random sampling yaitu metode
pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok
yang homogen dan kemudian sampel diambil secara acak . Apabila anggota-
anggota populasi tidak homogen, tetapi bisa dikelompokkan dalam kelompok-
kelompok yang relatif homogen, maka proses pengambilan sampel dengan
metode acak sederhana akan menimbulkan bias, karena keheterogenan yang
ada pada anggota populasi akan berpengaruh terhadap informasi yang diperoleh
dari variabel yang diobservasi. Pada kondisi tersebut perlu dilakukan pembagian
anggota-anggota populasi ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen
tersebut. Agar standar deviasi yang diperoleh tetap kecil, maka satuan sampel
yang relatif homogen dalam karakteristik yang diteliti dijadikan satu kelompok
yang dinamakan cluster. Dengan demikian variasi yang ada antar cluster
mengggambarkan variasi dalam tiap cluster. Selanjutnya dari tiap cluster ini
diambil sampel secara acak
Adapun Teknik pengambilan sampelnya sebagai berikut :
a) Unit sampel merupakan pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan
informal di daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur.
b) Selanjutnya untuk penentuan kabupaten/kota sebagai sampel
penelitian dilakukan secara Cluster Random sampling, di mana setiap
48
wilayah Kabupaten/Kota sebagai daerah sampel secara random.
setiap wilayah di ambil sampel berdasarkan tipe tempat kerja secara
proporsional sesuai masing masing type tempat kerja secara random.
Hasil penarikan sampel secara random dapat dilihat pada table 3.1
Selanjutnya kabupaten/kota hasil penarikan sampel penelitian ini dapat
dilihat daftar dibawah.
1. Kota Surabaya 8. Kabupaten Banyuwangi
2. Kabupaten Gresik 9. Kabupaten Lumajang
3. Kabupaten Mojokerto 10. Kabupaten Tulungagung
4. Kota Pasuruan 11. Kabupaten Blitar
5. Kota Malang 12. Kabupaten Trenggalek
6. Kabupaten Probolinggo 13. Kabupaten Madiun
7. Kota Kediri
• Unit sampel merupakan pemberi kerja dan pekerja sektor formal dan
informal pada 13 Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Timur
• Penarikan sampel (sampling) dilakukan dengan cara :
1. Penentuan kabupaten/kota secara cluster random sampling,
sedangkan penentuan jumlah responden sesuai proporsi.
2. Penentuan responden pemberi kerja dan pekerja sektor formal dan
informal dilakukan secara random sampling
No Kabupaten/Kota Sektor Formal Sektor Informal Jumlah
1 Kota Kediri 20 12 32
2 Kota Pasuruan 25 13 38
3 Kota Surabaya 80 91 171
4 Kota Malang 45 28 73
49
5 Kabupaten Madiun 20 20 40
6 Kab. Trenggalek 27 21 48
7 Kab. Probolinggo 27 26 53
8 Kab. Gresik 42 14 56
9 Kab. Lumajang 37 25 62
10 Kab. Blitar 35 39 74
11 Kab. Banyuwangi 34 47 81
12 Kab. Mojokerto 77 25 102
13 Kab. Tulung Agung 134 36 170
JUMLAH 603 397 1000
3.5 Instrumen Penelitian
Alat utama dalam penelitian ini ialah kuesioner yang ditujukan terhadap
responden yaitu pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan informal di Jawa
Timur yang menjadi daerah sampel penelitian. Disamping itu juga akan dilakukan
wawancara dengan para narasumber (pejabat pemerintah, tokoh masyarakat
baik formal maupun informal) dengan tehnik ini diharapkan dapat memperkuat
informasi yang dikumpulkan melalui kuesioner.
Ketepatan pengujian suatu hipotesis tidak akan mengenai sasaran bila data
yang dipakai tidak valid. Data yang valid dapat diperoleh dari instrumen
penelitian, berupa kuisioner yang reliable dan valid. Untuk itu, perlu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. (Daftar isian kuesioner penelitian
terlampir).
a. Uji validitas
50
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa
yang ingin di ukur (Singarimbun dan Effendi, 1989). Dalam penelitian ini
dilakukan validitas internal yaitu suatu alat pengukur yang menentukan sejauh
mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai
aspek kerangka konsep yang di uji dengan cara menghitung korelasi antara
masing-masing pernyataan (item/ indikator) dengan skor total menggunakan
tehnik korelasi product moment. Perhitungan koefisien korelasi dilakukan dengan
software SPSS for Windows Rel 16.0
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah ukuran yang menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Cara pengukurannya adalah
menggunakan koefisien Alpha Cronbach dimana jika nilai alpha lebih besar 0,6
menunjukkan data tersebut reliable (Malhotra, 1992). Perhitungan koefisien
Alpha Cronbach dilakukan dengan software SPSS for Windows Rel 12.0.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan dengan cara survey, yaitu dengan menanyakan
secara langsung kepada responden melalui kuesioner. Dalam pelaksanaanya di
lapangan, peneliti dibantu oleh tim surveyor. Tenaga surveyor yang akan
diterjunkan ke sektor formal maupun informal pada 13 kabupaten/kota yang
menjadi sasaran lokasi penelitian. Sebelum berangkat ke lapangan surveyor
ditraining oleh peneliti ahli tentang tugas-tugas yang akan dilakukan di lapangan,
baik dalam usaha pengumpulan data primer lewat kuesioner dengan cara
wawancara dengan responden maupun data sekunder dari para nara sumber
51
yang terpilih. Dari data-data yang masuk selanjutnya diseleksi dan kemudian
ditabulasi.
3.7 Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul dilakukan penyuntingan untuk melihat kualitas
data. Dilanjutkan dengan coding dan tabulasi, kemudian disajikan dalam bentuk
croos tab sesuai dengan variable yang hendak diukur (Trihendradi, 2004). Untuk
mengetahui pemahaman, respon dan kesiapan sektor formal dan informal
terhadap penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri di Jawa
Timur digunakan Deskriptive maupun Analitit, yaitu dengan menggunakan teknik
analisis regresi, melalui program SPSS. Teknik ini peneliti menguji beberapa
variabel dependent / independen. Permodelan regresi adalah model mengenai
struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antar variabel.
3.8 Definisi operasional variabel penelitian
1). Sektor Usaha Formal adalah lapangan atau bidang usaha yang mendapat izin dari pejabat berwenang dan terdaftar di kantor pemerintahan. Badan usaha tersebut apabila dilihat di kantor pajak maupun kantor perdagangan dan perindustrian terdaftar nama dan bidang usahanya. Misalnya; BUMN, BUMS maupun Koperasi.
2). Sektor Usaha Informal yaitu bidang usaha yang tidak memiliki keresmian usaha dan usaha tersebut tidak memiliki izin dari pemerintah dan tidak terdaftar di lembaga pemerintahan; Misalnya Pedagang Asongan, Pedagang Keliling, serta Pedagang Kaki Lima (PKL).
3). Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 serta memiliki pekerja kurang dari 5 orang.
4). Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yang memiliki pekerja 5 sampai 19 orang.
52
5). Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, serta memiliki pekerja 19 sampai 99 orang.
6). Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, serta memiliki pekerja minimal 100 orang.
7). Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
8). Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
9). Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lain atau orang / bagian yang ditunjuk dalam mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
10). Pengusaha adalah : a). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c). orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
11). Perusahaan adalah : a). setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b). usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
12). Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
13). Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
14). Pemahaman adalah kemampuan diri seseorang dalam mengerti atau mengetahui dengan benar terhadap sesuatu.
15). Respon adalah setiap tingkah laku manusia yang pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus, yang bersifat baik atau buruk, positif atau negatif. Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan cenderung menyukai atau mendekati objek, sedangkan respon yang negatif cenderung menjauhi objek tersebut.
53
16). Kesiapan (readiness) adalah suatu asumsi bahwa kepuasan seseorang terhadap kecenderungan yang mendorong orang tersebut untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Uji validitas dan reliabilitas
1. Pemahaman Responden
Dari tabel di atas dapat dijelaskan baha pertanyaan tentang pemahaman
responden dari hasil uji correlation person diperoleh nilai signifikan kurang dari
0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanyaan (kuisioner) tersebut valid.
Sedangkan uji dari reliabilitas mak diperoleh nilai Conbach’s Alpha if item Deleted
lebih dari 0,5 ( R tabel ). Sehingga hak ini menunjukkan bahwa pertanyaan
tersebut reliabel.
2. Respon Masyarakat
Dari tabel di atas dapat dijelaskan baha pertanyaan tentang respon masyarakat
dari hasil uji correlation person diperoleh nilai signifikan kurang dari 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanyaan (kuisioner) tersebut valid.
Sedangkan uji dari reliabilitas mak diperoleh nilai Conbach’s Alpha if item Deleted
lebih dari 0,5 ( R tabel ). Sehingga hak ini menunjukkan bahwa pertanyaan
tersebut reliabel.
3. Kesiapan Responden
Dari tabel di atas dapat dijelaskan baha pertanyaan tentang kesiapan responden
dari hasil uji correlation person diperoleh nilai signifikan kurang dari 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanyaan (kuisioner) tersebut valid.
Sedangkan uji dari reliabilitas mak diperoleh nilai Conbach’s Alpha if item Deleted
54
lebih dari 0,5 ( R tabel ). Sehingga hak ini menunjukkan bahwa pertanyaan
tersebut reliabel.
B. Karakteristik responden
Karakteristik Responden dalam penelitian ini meliputi yaitu jenis kelamin, umur,
status perkawinan,status dalam keluarga, jumlah anggota keluarga, Tingkat
pendidikan,Status tempat tinggal, status merokok,penyakit yang di derita, jenis
pekerjaan,pendapatan,skala usaha,jumlah tenaga kerja,pangsa pasar,asset , dan
omset.
1. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid LAKI-LAKI 664 66.4 66.4 66.4
PEREMPUAN 336 33.6 33.6 100.0
Total 1000 100.0 100.0
55
Gambar 4.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden Jamkesman di Jawa
Timur
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar yang bersedia menjadi
responden adalah kebanyakan berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 66,4% atau
sebanyak 664 responden.
b. Umur Responden
UMUR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <14 11 1.1 1.1 1.1
15-64 977 97.7 97.7 98.8
>65 12 1.2 1.2 100.0
Total 1000 100.0 100.0
66.40%
33.60%
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
Laki-laki
Perempuan
56
Gambar 4.2 Distribusi frekuensi umur responden Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa yang bersedia menjadi responden segian
besar adalah usia 15-64 tahun dengan prosentase sebesar 65,8% atau sebanyak
977 responden.
c. Status perkawinan
STATUSPERKAWINAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BELUM KAWIN 221 22.1 22.1 22.1
KAWIN 753 75.3 75.3 97.4
CERAI HIDUP 16 1.6 1.6 99.0
CERAI MATI 10 1.0 1.0 100.0
Total 1000 100.0 100.0
1.10%
98%
1.20%
Prosentase Umur Responden
<14
15-64
>65
57
Gambar 4.3 Distribusi frekuensi status perkawinan responden Jamkesman di
Jawa Timur
Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar yang bersedia
menjadi responden memiliki status menikah yaitu sebesar 75,3% atau sebanyak
753 responden.
d. Status Dalam Keluarga
SDK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid KEPALA KELURGA 544 54.4 54.4 54.4
ANAK 219 21.9 21.9 76.3
SAUDARA 13 1.3 1.3 77.6
LAINNYA 224 22.4 22.4 100.0
Total 1000 100.0 100.0
22.10%
75.30%
1.60%
1%
Status Perkawinan Responden
Belum kawin
Kawin
Cerai Hidup
Cerai Mati
58
Gambar 4.4 Distribusi frekuensi status dalam keluarga responden Jamkesman di
Jawa Timur
Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar yang bersedia menjadi
responden memiliki status dalam keluarga sebagai kepala keluarga yaitu sebesar
54,4% atau sebanyak 544 responden.
e. Jumlah Anggota Keluarga
JAK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid DUA 87 8.7 8.7 8.7
TIGA 333 33.3 33.3 42.0
EMPAT 398 39.8 39.8 81.8
EMPAT LEBIH 182 18.2 18.2 100.0
Total 1000 100.0 100.0
54.40%
21.90%
1.30% 22.40%
Status Dalam Keluarga
Kepala Keluarga
Anak
Saudara
Lainnya
59
Gambar 4.5 Distribusi frekuensi jumlah anggota keluarga Jamkesman di Jawa
Timur
Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga responden
berjumlah 4 yaitu sebesar 39,8% atau sebanyak 398 responden.
f. Tingkat Pendidikan
PENDIDIKAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SD 85 8.5 8.5 8.5
SLTP 219 21.9 21.9 30.4
SLTA 490 49.0 49.0 79.4
DIPLOMA 66 6.6 6.6 86.0
SARJANA 133 13.3 13.3 99.3
LAINNYA 7 .7 .7 100.0
8.70%
33.30%
39.80%
18.20%
Jumlah Anggota Keluarga
Dua
Tiga
Empat
Empat Lebih
60
PENDIDIKAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SD 85 8.5 8.5 8.5
SLTP 219 21.9 21.9 30.4
SLTA 490 49.0 49.0 79.4
DIPLOMA 66 6.6 6.6 86.0
SARJANA 133 13.3 13.3 99.3
LAINNYA 7 .7 .7 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.6 Distribusi frekuensi tingkat pendidikan responden Jamkeman di Jawa
Timur
Dari gambar 4.6 dapat dilihat dengan jelas karakteristik pendidikan responden
yang ditetapkan peneliti adayaitu belum sekolah, SD, SLTP, SLTA, DIPLOMA,
SARJANA, dan tidak sekolah lagi. Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa sebagian
8.50%
21.90%
49.00%
6.60%
13.30% 7%
Tingkat Pendidikan
SD
SLTP
SLTA
DIPLOMA
SARJANA
LAINNYA
61
besar yang bersedia menjadi responden memiliki tingkat pendidikan SLTA
sebesar 49,0% atau sebanyak 490responden.
g. Status Tempat Tinggal
STATUS TEMPAT TINGGAL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid RUMAH SENDRI 632 63.2 63.2 63.2
ORANG TUA 234 23.4 23.4 86.6
KONTRAK 104 10.4 10.4 97.0
ASRAMA 21 2.1 2.1 99.1
LAINNYA 9 .9 .9 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.7 Distribusi frekuensi pendidikan responden Jamkesman di Jawa
Timur
Pada gambar 4.7 dapat dilihat bahwa status tempat tinggal responden tertinggi
adalah rumah sendiri yaitu sebesar 63,20% atau sebanyak 632 responden
63.20% 23.40%
10.40% 2.10%
9%
Status Tempat Tinggal
Rumah Sendiri
Orang Tua
Kontrak
Asrama
Lainnya
62
h. Status Merokok
STATUS MEROKOK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TDK MEROKOK 595 59.5 59.5 59.5
MEROKOK<5 BATANG 123 12.3 12.3 71.8
MEROKOK 5-10 BATANG 213 21.3 21.3 93.1
MEROKOK>10 BATANG 69 6.9 6.9 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.8 Distribusi frekuensi status merokok responden Jamkesman di Jawa
Timur
Dari gambar 4.8 dapat dilihat bahwa status merokok responden lebih dari separuh
adalah tidak merokok yaitu sebesar 59,50% atau sebanyak 595 responden.
59.50% 12.30%
21.30%
6.90%
Status Merokok
Tdk Merokok
Merokok < 5 btg
Merokok 5-10 btg
Merokok > 10 btg
63
i. Penyakit Yang Diderita
PENYAKIT
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid HIPERTENSI 39 3.9 3.9 3.9
REUMATIK 98 9.8 9.8 13.7
KANKER 25 2.5 2.5 16.2
TUMOR 8 .8 .8 17.0
GAGAL GINJAL 7 .7 .7 17.7
LAINNYA 823 82.3 82.3 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.9 Distribusi frekuensi penyakit responden Jamkesman di Jawa Timur
3.90% 9.80%
2.50%
8%
7%
82.30%
Penyakit
Hipertensi
Reumatik
Kanker
Tumor
Gagal Ginjal
Lainnya
64
Dari gambar 4.9 dapat dilihat bahwa penyakit yang paling banyak diderita
responden adalah selain hipertensi, reumatik, kanker, tumor, dan gagal ginjal.
Jenis penyakit tersebut sebanyak 82,3% atau sebanyak 823 responden
j. Jenis pekerjaan
JENISPEKERJAAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid PEMBERI KERJA FORMAL 199 19.9 19.9 19.9
PEMBERI KERJA
INFORMAL 131 13.1 13.1 33.0
PEKERJA FORMAL 405 40.5 40.5 73.5
PEKERJA INFORMAL 265 26.5 26.5 100.0
Total 1000 100.0 100.0
19.90%
13.10%
40.50%
26.50%
Jenis Pekerjaan
Pemberi Kerja Formal
Pemberi Kera Informal
Pekerja Formal
Pekerja Informal
65
Gambar 4.10 Distribusi frekuensi jenis pekerjaan responden Jamkesman di Jawa
Timur
Dari gambar 4.10 dapat dilihat bahwa hampir separuh yang bersedia menjadi
responden memiliki jenis pekerjaan sebagai pekerja formal sebesar 40,50% yaitu
sebanyak 405 responden.
k. Pendapatan
PENDAPATAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <1JT 302 30.2 30.2 30.2
1JT-2JT 296 29.6 29.6 59.8
2JT-3JT 236 23.6 23.6 83.4
>3JT 166 16.6 16.6 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.11 Distribusi frekuensi pendapatan responden Jamkesman di Jawa
Timur
30.20%
29.60%
23.60%
16.60%
Pendapatan
< 1 jt
1 jt - 2 jt
2 jt - 3jt
> 3 jt
66
Dari gambar 4.11 dapat dilihat bahwa rata-rata yang bersedia menjadi responden
memiliki tingkat pendapatan kurang dari 1 juta yaitu sebesar 30,2% atau
sebanyak 302 responden.
SKALA USAHA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SEKTOR INFORMAL 396 39.6 39.6 39.6
USAHA KECIL 31 3.1 3.1 42.7
USAHA MENENGAH 324 32.4 32.4 75.1
USAHA BESAR 249 24.9 24.9 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.12 Distribusi frekuensi skala usaha responden Jamkesman di Jawa
Timur
39.60%
3.10%
32.40%
24.90%
Skala Usaha
Sektor Informal
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
67
Dari gambar 4.12 dapat dilihat bahwa sebagian besar yang menjadi responden
memiliki skala usaha sektor informal yaitu sebesar 39,6% atau sebanyak 396
responden.
l. Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah Tenaga Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <5 ORANG 392 39.2 39.2 39.2
6-19ORANG 346 34.6 34.6 73.8
20-100 ORANG 256 25.6 25.6 99.4
>100 ORANG 6 .6 .6 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.13 Distribusi frekuensi jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh
responden Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.13 dapat dilihat bahwa sebagian besar yang bersedia menjadi
responden memiliki jumlah tenaga kerja < 5 orang sebesar 39,2% atau sebanyak
392 responden.
39.20%
34.60%
25.60%
6%
JUMLAH TENAGA KERJA
< 5 orang
6-19 orang
20-100 orang
> 100 orang
68
m. Pangsa Pasar
PANGSA PASAR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid LOKAL 391 39.1 39.1 39.1
REGIONAL 7 .7 .7 39.8
NASIONAL 348 34.8 34.8 74.6
EXPOR 254 25.4 25.4 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.14 Distribusi frekuensi pangsa pasar yang dimiliki oleh responden
Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa sebagian besar yang bersedia menjadi
responden memiliki pangsa pasar kategori lokal sebesar 39,10% atau sebanyak
391 responden.
n. Aset Usaha
ASET
39.10%
7%
34.80%
25.40%
Pangsa Pasar
Lokal
Regional
Nasional
Export
69
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <50JT 389 38.9 38.9 38.9
50-500JT 342 34.2 34.2 73.1
500-2,5M 8 .8 .8 73.9
>2,5M 261 26.1 26.1 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.15 Distribusi frekuensi aset usaha yang dimiliki oleh responden
Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.15 dapat dilihat bahwa sebagian besar yang bersedia menjadi
responden memiliki aset kurang dari 50 juta sebesar 38,90% atau sebanyak 389
responden.
o. Omset Usaha
OMSET
38.90%
34.20%
8%
26.10%
Aset Usaha
< 50 juta
50 - 500 juta
500 -2,5M
>2,5 M
70
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <300JT 869 86.9 86.9 86.9
300-2,5M 89 8.9 8.9 95.8
2,5M-50M 32 3.2 3.2 99.0
>50M 10 1.0 1.0 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.16 Distribusi frekuensi aset usaha yang dimiliki oleh responden
Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.16 dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden memiliki omset
kurang dari 300 juta yaitu sebesar 86,90% atau sebanyak 869 responden.
86.90%
8.90% 3.20% 1%
Omset
< 300 juta
300 - 2,5 M
2,5 M - 50 M
> 50 M
71
C. Karakteristik Variabel
1. Pemahaman Responden
1. Pengetahuan UU No. 40 tahun 2004
PENGETAHUANUUNO40TH2004
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT MENGETAHUI 7 .7 .7 .7
MENGETAHUI 130 13.0 13.0 13.7
KURANG MENGETAHUI 243 24.3 24.3 38.0
TIDAK MENGETAHUI 620 62.0 62.0 100.0
Total 1000 100.0 100.0
7% 13%
24.30% 62%
Pengetahuan UU No. 40 Tahun 2004
Sangat Mengetahui
Mengetahui
Kurang Mengetahui
Tidak Mengetahui
72
Gambar 4.1 Distribusi peengetahuan responden tentang UU No. 40 Tahun
2004 oleh responden Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh responden tidak
mengetahui tentang UU No.40 Tahun 2004 yaitu sebanyak 62,0% atau
sebanyak 620 responden
2.Sumber Informasi SJSN
SUMBER INFORMASI SJN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid MEDIA ELEKTRONIK 148 14.8 14.8 14.8
MEDIA MASSA 112 11.2 11.2 26.0
MEDIA INTERNET 85 8.5 8.5 34.5
SUMBER LAIN 655 65.5 65.5 100.0
Total 1000 100.0 100.0
14.80%
11.20%
8.50% 65.50%
Sumber Informasi SJSN
Media Elektronik
Media Massa
Media Internet
Sumber Lain
73
Gambar 4.1 Distribusi informasi tentang SJSN oleh responden Jamkesman di
Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh responden tidak
mengetahui informasi tentang SJSN dari sumber lain yaitu sebanyak 65,50%
atau sebanyak 655 responden
3.Pengetahuan tentang UU Nomor 24 Tahun 2011
PENGETAHUANUUNO24TH2011
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT MENGETAHUI 10 1.0 1.0 1.0
MENGATAHUI 122 12.2 12.2 13.2
KURANG MENGATHUI 247 24.7 24.7 37.9
TIDAK MENGETAHUI 621 62.1 62.1 100.0
Total 1000 100.0 100.0
74
Gambar 4.1 Distribusi pengetahuan responden tentang UU No. 24 tahun 2011
oleh responden Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh responden tidak
mengetahui informasi tentang UU No. 24 tahun 2011 yaitu sebanyak 62,10%
atau sebanyak 621responden
4.Sumber Informasi tentang UU No.24 tahhun 2011
SUMBER I NFORMASI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid MEDIA ELEKTRONIK 266 26.6 26.6 26.6
MEDIA MASA 251 25.1 25.1 51.7
MEDIA INTERNET 107 10.7 10.7 62.4
SUMBER LAIN 376 37.6 37.6 100.0
Total 1000 100.0 100.0
1%
12.20%
24.70%
62.10%
Pengetahuan UU No.24 Tahun 2011
Sangat Mengetahui
Mengetahui
Kurang Mengetahui
Tidak Mengetahui
75
Gambar 4.1 Distribusi sumber informasi tentang UU No.24 Tahun 2011 oleh
responden Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa hampir separoh responden
mengetahui informasi tentang UU No. 24 tahun 2011 dari sumber lain yaitu
sebanyak 37,60% atau sebanyak 376 responden
5.Pengetahuan tentang Program Jamkesmas
PENGETAHUANJAMKESMAS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT MENGETAHUI 65 6.5 6.5 6.5
MENGETAHUI 718 71.8 71.8 78.3
KURANG MENGETAHUI 90 9.0 9.0 87.3
TIDAK MENGETAHUI 127 12.7 12.7 100.0
Total 1000 100.0 100.0
26.60%
25.10% 10.70%
37.60%
Sumber InformasiTentang UU No. 24 Tahun 2011
Media Elektronik
Media Massa
Media Internet
Sumber Lain
76
Gambar 4.1 Distribusi pengetahuan tentang Jamkesmas oleh responden
Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa hampir separoh responden
mengetahui informasi tentang UU No. 24 tahun 2011 dari sumber lain yaitu
sebanyak 37,60% atau sebanyak 376 responden
2. Respon Masyarakat
TANGGAPANPELAKSANAANJAMKESDA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETTUJU 111 11.1 11.1 11.1
SETUJU 811 81.1 81.1 92.2
KURANG SETUJU 49 4.9 4.9 97.1
TIDAK SETUJU 29 2.9 2.9 100.0
Total 1000 100.0 100.0
6.50%
71.80%
9.00% 12.70%
Pengetahuan tentang Program Jamkesmas
Sangat Mengetahui
Mengetahui
Kurang Mengetahui
Tidak Mengetahui
77
TANGGAPANTENTANGPERKEMBANGANJAMKESDA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETUJU 134 13.4 13.4 13.4
SETUJU 817 81.7 81.7 95.1
KURANG SETUJU 25 2.5 2.5 97.6
TIDAK SETUJU 24 2.4 2.4 100.0
Total 1000 100.0 100.0
78
TANGGAPANTENTANGMANFAATJAMKESDA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETUJU 129 12.9 12.9 12.9
SETUJU 804 80.4 80.4 93.3
KURANG SETUJU 48 4.8 4.8 98.1
TIDAK SETUJU 19 1.9 1.9 100.0
Total 1000 100.0 100.0
79
TANGGAPANMEKANISMEJAMKESDA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETUJU 78 7.8 7.8 7.8
SETUJU 787 78.7 78.7 86.5
KURANG SETUJU 111 11.1 11.1 97.6
TIDAK SETUJU 24 2.4 2.4 100.0
Total 1000 100.0 100.0
80
TANGGAPANBPJKDJAMKESMAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANAGAT SETUJU 78 7.8 7.8 7.8
SETUJU 713 71.3 71.3 79.1
KURANG SETUJU 145 14.5 14.5 93.6
TIDAK SETUJU 64 6.4 6.4 100.0
Total 1000 100.0 100.0
81
TANGGAPANPREMIJAMKESMANDIBAYAROLEHPEKERJA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETUJU 19 1.9 1.9 1.9
SETUJU 380 38.0 38.0 39.9
KURANG SETUJU 375 37.5 37.5 77.4
TIDAK SETUJU 226 22.6 22.6 100.0
Total 1000 100.0 100.0
82
PREMIDIBAYAROLEHPEMBERIKERJA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETUJU 103 10.3 10.3 10.3
SETUJU 449 44.9 44.9 55.2
KURAG SETUJU 292 29.2 29.2 84.4
TIDAK SETUJU 156 15.6 15.6 100.0
Total 1000 100.0 100.0
83
PEMBAYARANSECARAPROPORSIONAL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETUJU 63 6.3 6.3 6.3
SETUJU 503 50.3 50.3 56.6
KURANG SETUJU 258 25.8 25.8 82.4
TIDAK SETUJU 176 17.6 17.6 100.0
Total 1000 100.0 100.0
84
PENYELENGGARAJAMKESMANOLEHBPJKD
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETUJU 23 2.3 2.3 2.3
SETUJU 768 76.8 76.8 79.1
KURANG SETUJU 111 11.1 11.1 90.2
TIDAK SETUJU 98 9.8 9.8 100.0
Total 1000 100.0 100.0
85
IURANDIPUNGUTOLEHKOORDINATORPESERTA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETUJU 14 1.4 1.4 1.4
SETUJU 462 46.2 46.2 47.6
KURANG SETUJU 245 24.5 24.5 72.1
TIDAK SETUJU 279 27.9 27.9 100.0
Total 1000 100.0 100.0
86
TANGGAPANTENTANGPREMI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SANGAT SETUJU 9 .9 .9 .9
SETUJU 438 43.8 43.8 44.7
KURANG SETUJU 279 27.9 27.9 72.6
TIDAK SETUJU 274 27.4 27.4 100.0
Total 1000 100.0 100.0
87
3. Kesiapan Masyarakat
1. Kesediaan mengikuti Jamkesman
KESEDIAAN MENGIKUTI JAMKESMAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat bersedia 52 5.2 5.2 5.2
88
Bersedia 536 53.6 53.6 58.8
Kuran Bersedia 257 25.7 25.7 84.5
Tidak Bersedia 155 15.5 15.5 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.17 Distribusi kesediaan mengikuti jamkesman oleh responden
Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.17 didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh responden
bersedia mengikuti jamkesman sebanyak 53,60% atau sebanyak 536
responden bersedia mengikuti jamkesman
2. Membayar Premi
MEMBAYAR IURAN ATAU PREMI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sangat Bersedia 33 3.3 3.3 3.3
Bersedia 464 46.4 46.4 49.7
5.20%
53.60% 25.70%
15.50%
Kesediaan
Sangat Bersedia
Bersedia
Kurang bersedia
Tidak Bersedia
89
Kurang Bersedia 341 34.1 34.1 83.8
Tidak Bersedia 162 16.2 16.2 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.17 Distribusi kesediaan membayar premi oleh responden jika
responden mengikuti Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.17 didapatkan hasil bahwa hampir separoh responden
bersedia mengikuti jamkesman yaitu sebanyak 46,40% atau sebanyak 464
responden bersedia membayar premi jamkesman
3. Karakteristik Responden Berdasarkan jumlah sarana transportasi
BESAR IURAN ATAU PREMI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rp20.000 - Rp25.000 639 63.9 63.9 63.9
3.30%
46.40%
34.10%
16.20%
Membayar Premi
Sangat Bersedia
Bersedia
Kurang Bersedia
Tidak Bersedia
90
Rp26.000 - Rp30.000 252 25.2 25.2 89.1
Rp31.000 - Rp35.000 73 7.3 7.3 96.4
Rp36.000 - Rp40.000 19 1.9 1.9 98.3
> Rp40.000 17 1.7 1.7 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.1 Distribusi besarnya iuran premi oleh responden jika
responden mengikuti Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh responden
bersedia membayar premi jamkesman antara Rp. 20.000 – Rp. 25.000
yaitu sebanyak 63,90% atau sebanyak 639 responden
4. Sistem Pembayaran
SISTEM PEMBAYARAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
63.90%
25.20%
7.30% 1.90% 1.70%
Besar Premi
Rp 20.000-Rp 25.000
Rp 26.000-Rp 30.000
Rp 31.000-Rp35.000
Rp 36.000-Rp 40.000
> Rp 40.000
91
Valid setiap bulan 520 52.0 52.0 52.0
setiap 3 bulan 314 31.4 31.4 83.4
setiap 6 bulan 92 9.2 9.2 92.6
setiap tahun 74 7.4 7.4 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.1 Distribusi kesediaan sistem pembayaran premi oleh
responden jika responden mengikuti Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh responden
bersedia membayar premi jamkesman setiap bulan yaitu sebanyak 52,0%
atau sebanyak 520 responden bersedia membayar premi jamkesman setiap
bulan
5. Mekanisme Pembayaran
MEKANIME PEMBAYARAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
52.00% 31.40%
9.20% 7.40%
Sistem Pembayaran
Setiap bulan
Setiap 3 bulan
Setiap 6 bulan
Setiap Tahun
92
Valid membayar sendiri ke BPJKD 217 21.7 21.7 21.7
di bayarkan melalui
perusahaan 346 34.6 34.6 56.3
melalui koordinator 269 26.9 26.9 83.2
tidak tahu 168 16.8 16.8 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.1 Distribusi mekanisme pembayaran premi oleh responden jika
responden mengikuti Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa hampir dari separoh responden
memilih mekanisme pembayaran melalui perusahaan yaitu sebanyak
34,60% atau sebanyak 346 responden bersedia membayar premi
jamkesman melalui perusahaan
6. Kesiapan Responden Menjadi Koordinator
21.70%
34.60%
26.90%
16.80%
Mekanisme Pembayaran
Membayar sendiri ke BPJKD
Di bayarkan melalui perusahaan
Melalui Koordinator
Tidak Tahu
93
KESIAPAN RESPONDEN MENJADI KOODINATOR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid sangat bersedia 16 1.6 1.6 1.6
bersedia 167 16.7 16.7 18.3
tidak bersedia 610 61.0 61.0 79.3
tidak tahu 207 20.7 20.7 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.1 Distribusi kesiapan responden menjadi koordinator jika
responden mengikuti Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh responden
tidak siap menjadi koordinator jamkesman yaitu sebanyak 61,0% atau
sebanyak 610 responden
1.60%
16.70%
61.00%
20.70%
Kesiapan Responden Menjadi Koordinator
Sangat bersedia
Bersedia
Tidak bersedia
Tidak Tahu
94
7. Tanggapan terhadap manfa’at Jamkesman
TANGGAPANTERHADAPPAKETMANFAATJAMKESMAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid sangat setuju 61 6.1 6.1 6.1
setuju 747 74.7 74.7 80.8
tidak setuju 68 6.8 6.8 87.6
tidak tahu 124 12.4 12.4 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.1 Distribusi tanggapan terhadap manfa’at jamkesman oleh
responden jika responden mengikuti Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh responden
memberi tanggapan setuju terhadap manfa’at jamkesman yaitu sebanyak
74,7 % atau sebanyak 747 responden
8. Tanggapan Tentang Mekanisme Layanan
6.10%
74.70%
6.80%
12.40%
Tanggapan Terhadap Manfaat Jamkesman
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Tidak Tahu
95
TANGGAPAN TENTANG MEKANISME LAYANAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid sangat setuju 70 7.0 7.0 7.0
setuju 750 75.0 75.0 82.0
tidaksetuju 50 5.0 5.0 87.0
tidak tahu 130 13.0 13.0 100.0
Total 1000 100.0 100.0
Gambar 4.1 Distribusi tanggapan tentang mekanisme layanan oleh
responden jika responden mengikuti Jamkesman di Jawa Timur
Dari gambar 4.1 didapatkan hasil bahwa hampir seluruh responden
memberi tanggapan setuju tentang mekanisme layanan yaitu sebanyak
75,0% atau sebanyak 750 responden
KARAKTERISTIK VARIABEL BERDASARKAN KATEGORI
7.00%
75.00%
5.00%
13.00%
Tanggapan tentang Mekanisme Layanan
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Tidak Tahu
96
PEMAHAMAN
PEMAHAMAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid KURANG 97 9.7 9.9 9.9
CUKUP 443 44.3 45.2 55.0
BAIK 441 44.1 45.0 100.0
Total 981 98.1 100.0
Missing System 19 1.9
Total 1000 100.0
PEMAHAMAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid KURANG 97 9.7 9.9 9.9
CUKUP 443 44.3 45.2 55.0
BAIK 441 44.1 45.0 100.0
Total 981 98.1 100.0
Missing System 19 1.9
Total 1000 100.0
RESPON BERDASARKAN KATEGORI
RESPON
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BAIK 704 70.4 70.4 70.4
CUKUP 276 27.6 27.6 98.0
97
KURANG 20 2.0 2.0 100.0
Total 1000 100.0 100.0
KESIAPAN BERDASARKAN KATEGORI
KESIAPAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BAIK 474 47.4 47.4 47.4
CUKUP 471 47.1 47.1 94.5
98
KURANG 55 5.5 5.5 100.0
Total 1000 100.0 100.0
CROS TABULASI KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN
VARIABEL
JENISKELAMIN * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN Total
99
KURANG CUKUP BAIK
JENISKELAMIN LAKI-LAKI Count 59 319 281 659
% of Total 5.9% 32.1% 28.2% 66.2%
PEREMPUAN Count 38 138 160 336
% of Total 3.8% 13.9% 16.1% 33.8%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
JENISKELAMIN * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
JENISKELAMIN LAKI-LAKI Count 470 179 15 664
% of Total 47.0% 17.9% 1.5% 66.4%
PEREMPUAN Count 234 97 5 336
% of Total 23.4% 9.7% .5% 33.6%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
JENISKELAMIN * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
JENISKELAMIN LAKI-LAKI Count 323 305 36 664
% of Total 32.3% 30.5% 3.6% 66.4%
PEREMPUAN Count 151 166 19 336
% of Total 15.1% 16.6% 1.9% 33.6%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
STATUSPERKAWINAN * PEMAHAMAN Crosstabulation
100
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
STATUSPERKAWINAN BELUM KAWIN Count 36 84 99 219
% of Total 3.6% 8.4% 9.9% 22.0%
KAWIN Count 59 361 330 750
% of Total 5.9% 36.3% 33.2% 75.4%
CERAI HIDUP Count 2 7 7 16
% of Total .2% .7% .7% 1.6%
CERAI MATI Count 0 5 5 10
% of Total .0% .5% .5% 1.0%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
STATUSPERKAWINAN * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
STATUSPERKAWINAN BELUM KAWIN Count 157 58 6 221
% of Total 15.7% 5.8% .6% 22.1%
KAWIN Count 528 211 14 753
% of Total 52.8% 21.1% 1.4% 75.3%
CERAI HIDUP Count 12 4 0 16
% of Total 1.2% .4% .0% 1.6%
CERAI MATI Count 7 3 0 10
% of Total .7% .3% .0% 1.0%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
STATUSPERKAWINAN * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN Total
101
baik cukup kurang
STATUSPERKAWINAN BELUM KAWIN Count 122 91 8 221
% of Total 12.2% 9.1% .8% 22.1%
KAWIN Count 341 367 45 753
% of Total 34.1% 36.7% 4.5% 75.3%
CERAI HIDUP Count 7 7 2 16
% of Total .7% .7% .2% 1.6%
CERAI MATI Count 4 6 0 10
% of Total .4% .6% .0% 1.0%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
SDK * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
SDK KEPALA KELURGA Count 39 261 241 541
% of Total 3.9% 26.2% 24.2% 54.4%
ANAK Count 36 87 94 217
% of Total 3.6% 8.7% 9.4% 21.8%
SAUDARA Count 0 3 10 13
% of Total .0% .3% 1.0% 1.3%
LAINNYA Count 22 106 96 224
% of Total 2.2% 10.7% 9.6% 22.5%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
SDK * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
102
SDK KEPALA KELURGA Count 386 149 9 544
% of Total 38.6% 14.9% .9% 54.4%
ANAK Count 161 57 1 219
% of Total 16.1% 5.7% .1% 21.9%
SAUDARA Count 7 6 0 13
% of Total .7% .6% .0% 1.3%
LAINNYA Count 150 64 10 224
% of Total 15.0% 6.4% 1.0% 22.4%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
SDK * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
SDK KEPALA KELURGA Count 258 254 32 544
% of Total 25.8% 25.4% 3.2% 54.4%
ANAK Count 121 91 7 219
% of Total 12.1% 9.1% .7% 21.9%
SAUDARA Count 4 7 2 13
% of Total .4% .7% .2% 1.3%
LAINNYA Count 91 119 14 224
% of Total 9.1% 11.9% 1.4% 22.4%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
JAK * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
JAK DUA Count 20 30 36 86
103
% of Total 2.0% 3.0% 3.6% 8.6%
TIGA Count 36 141 153 330
% of Total 3.6% 14.2% 15.4% 33.2%
EMPAT Count 30 203 165 398
% of Total 3.0% 20.4% 16.6% 40.0%
LBH EMPAT Count 11 83 87 181
% of Total 1.1% 8.3% 8.7% 18.2%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
JAK * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
JAK DUA Count 62 24 1 87
% of Total 6.2% 2.4% .1% 8.7%
TIGA Count 233 92 8 333
% of Total 23.3% 9.2% .8% 33.3%
EMPAT Count 278 112 8 398
% of Total 27.8% 11.2% .8% 39.8%
LBH EMPAT Count 131 48 3 182
% of Total 13.1% 4.8% .3% 18.2%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
JAK * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
JAK DUA Count 39 40 8 87
% of Total 3.9% 4.0% .8% 8.7%
104
TIGA Count 161 151 21 333
% of Total 16.1% 15.1% 2.1% 33.3%
EMPAT Count 188 189 21 398
% of Total 18.8% 18.9% 2.1% 39.8%
LBH EMPAT Count 86 91 5 182
% of Total 8.6% 9.1% .5% 18.2%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
PENDIDIKAN * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
PENDIDIKAN SD Count 2 25 57 84
% of Total .2% 2.5% 5.7% 8.4%
SLTP Count 18 103 98 219
% of Total 1.8% 10.4% 9.8% 22.0%
SLTA Count 35 232 221 488
% of Total 3.5% 23.3% 22.2% 49.0%
DIPLOMA Count 11 29 25 65
% of Total 1.1% 2.9% 2.5% 6.5%
SARJANA Count 30 66 36 132
% of Total 3.0% 6.6% 3.6% 13.3%
LAINNYA Count 1 2 4 7
% of Total .1% .2% .4% .7%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
PENDIDIKAN * RESPON Crosstabulation
RESPON Total
105
baik cukup kurang
PENDIDIKAN SD Count 55 28 2 85
% of Total 5.5% 2.8% .2% 8.5%
SLTP Count 153 64 2 219
% of Total 15.3% 6.4% .2% 21.9%
SLTA Count 346 131 13 490
% of Total 34.6% 13.1% 1.3% 49.0%
DIPLOMA Count 55 11 0 66
% of Total 5.5% 1.1% .0% 6.6%
SARJANA Count 91 39 3 133
% of Total 9.1% 3.9% .3% 13.3%
LAINNYA Count 4 3 0 7
% of Total .4% .3% .0% .7%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
PENDIDIKAN * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
PENDIDIKAN SD Count 30 50 5 85
% of Total 3.0% 5.0% .5% 8.5%
SLTP Count 115 93 11 219
% of Total 11.5% 9.3% 1.1% 21.9%
SLTA Count 223 239 28 490
% of Total 22.3% 23.9% 2.8% 49.0%
DIPLOMA Count 35 28 3 66
% of Total 3.5% 2.8% .3% 6.6%
SARJANA Count 67 59 7 133
% of Total 6.7% 5.9% .7% 13.3%
LAINNYA Count 4 2 1 7
106
% of Total .4% .2% .1% .7%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
TMPATTINGGAL * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
TMPATTINGGAL RMAH SENDRI Count 55 306 268 629
% of Total 5.5% 30.8% 26.9% 63.2%
ORANG TUA Count 33 87 114 234
% of Total 3.3% 8.7% 11.5% 23.5%
KONTRAK Count 6 50 47 103
% of Total .6% 5.0% 4.7% 10.4%
ASRAMA Count 1 7 12 20
% of Total .1% .7% 1.2% 2.0%
LAINNYA Count 2 7 0 9
% of Total .2% .7% .0% .9%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
TMPATTINGGAL * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
TMPATTINGGAL RMAH SENDRI Count 439 183 10 632
% of Total 43.9% 18.3% 1.0% 63.2%
ORANG TUA Count 167 59 8 234
% of Total 16.7% 5.9% .8% 23.4%
KONTRAK Count 79 24 1 104
% of Total 7.9% 2.4% .1% 10.4%
107
ASRAMA Count 11 9 1 21
% of Total 1.1% .9% .1% 2.1%
LAINNYA Count 8 1 0 9
% of Total .8% .1% .0% .9%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
TMPATTINGGAL * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
TMPATTINGGAL RMAH SENDRI Count 280 318 34 632
% of Total 28.0% 31.8% 3.4% 63.2%
ORANG TUA Count 135 87 12 234
% of Total 13.5% 8.7% 1.2% 23.4%
KONTRAK Count 45 51 8 104
% of Total 4.5% 5.1% .8% 10.4%
ASRAMA Count 8 12 1 21
% of Total .8% 1.2% .1% 2.1%
LAINNYA Count 6 3 0 9
% of Total .6% .3% .0% .9%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
STATUSMEROKOK * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
STATUSMEROKOK TDK MEROKOK Count 60 266 265 591
% of Total 6.0% 26.7% 26.6% 59.4%
MEROKOK<5BATANG Count 16 60 47 123
108
% of Total 1.6% 6.0% 4.7% 12.4%
MEROKOK 5-10 BATANG Count 17 105 90 212
% of Total 1.7% 10.6% 9.0% 21.3%
MEROKOK>10 BATANG Count 4 26 39 69
% of Total .4% 2.6% 3.9% 6.9%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
STATUSMEROKOK * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
STATUSMEROKOK TDK MEROKOK Count 406 175 14 595
% of Total 40.6% 17.5% 1.4% 59.5%
MEROKOK<5BATANG Count 93 29 1 123
% of Total 9.3% 2.9% .1% 12.3%
MEROKOK 5-10 BATANG Count 154 54 5 213
% of Total 15.4% 5.4% .5% 21.3%
MEROKOK>10 BATANG Count 51 18 0 69
% of Total 5.1% 1.8% .0% 6.9%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
STATUSMEROKOK * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
STATUSMEROKOK TDK MEROKOK Count 270 294 31 595
% of Total 27.0% 29.4% 3.1% 59.5%
MEROKOK<5BATANG Count 52 64 7 123
% of Total 5.2% 6.4% .7% 12.3%
109
MEROKOK 5-10 BATANG Count 119 80 14 213
% of Total 11.9% 8.0% 1.4% 21.3%
MEROKOK>10 BATANG Count 33 33 3 69
% of Total 3.3% 3.3% .3% 6.9%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
PENYAKIT * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
PENYAKIT HIPERTENSI Count 9 17 13 39
% of Total .9% 1.7% 1.3% 3.9%
REUMATIK Count 8 68 22 98
% of Total .8% 6.8% 2.2% 9.8%
KANKER Count 9 9 6 24
% of Total .9% .9% .6% 2.4%
TUMOR Count 5 3 0 8
% of Total .5% .3% .0% .8%
GAGAL GINJAL Count 2 4 1 7
% of Total .2% .4% .1% .7%
LAINNYA Count 64 356 399 819
% of Total 6.4% 35.8% 40.1% 82.3%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
PENYAKIT * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
PENYAKIT HIPERTENSI Count 33 6 0 39
110
% of Total 3.3% .6% .0% 3.9%
REUMATIK Count 83 15 0 98
% of Total 8.3% 1.5% .0% 9.8%
KANKER Count 20 5 0 25
% of Total 2.0% .5% .0% 2.5%
TUMOR Count 7 1 0 8
% of Total .7% .1% .0% .8%
GAGAL GINJAL Count 6 1 0 7
% of Total .6% .1% .0% .7%
LAINNYA Count 555 248 20 823
% of Total 55.5% 24.8% 2.0% 82.3%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
PENYAKIT * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
PENYAKIT HIPERTENSI Count 18 21 0 39
% of Total 1.8% 2.1% .0% 3.9%
REUMATIK Count 58 38 2 98
% of Total 5.8% 3.8% .2% 9.8%
KANKER Count 16 7 2 25
% of Total 1.6% .7% .2% 2.5%
TUMOR Count 6 2 0 8
% of Total .6% .2% .0% .8%
GAGAL GINJAL Count 4 3 0 7
% of Total .4% .3% .0% .7%
LAINNYA Count 372 400 51 823
% of Total 37.2% 40.0% 5.1% 82.3%
Total Count 474 471 55 1000
111
PENYAKIT * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
PENYAKIT HIPERTENSI Count 18 21 0 39
% of Total 1.8% 2.1% .0% 3.9%
REUMATIK Count 58 38 2 98
% of Total 5.8% 3.8% .2% 9.8%
KANKER Count 16 7 2 25
% of Total 1.6% .7% .2% 2.5%
TUMOR Count 6 2 0 8
% of Total .6% .2% .0% .8%
GAGAL GINJAL Count 4 3 0 7
% of Total .4% .3% .0% .7%
LAINNYA Count 372 400 51 823
% of Total 37.2% 40.0% 5.1% 82.3%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
JENISPEKERJAAN * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
JENISPEKERJAAN PEMBERI KERJA FORMAL Count 25 95 77 197
% of Total 2.5% 9.5% 7.7% 19.8%
PEMBERI KERJA
INFORMAL
Count 14 57 58 129
% of Total 1.4% 5.7% 5.8% 13.0%
PEKERJA FORMAL Count 33 181 190 404
% of Total 3.3% 18.2% 19.1% 40.6%
PEKERJA INFORMAL Count 25 124 116 265
% of Total 2.5% 12.5% 11.7% 26.6%
Total Count 97 457 441 995
112
JENISPEKERJAAN * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
JENISPEKERJAAN PEMBERI KERJA FORMAL Count 25 95 77 197
% of Total 2.5% 9.5% 7.7% 19.8%
PEMBERI KERJA
INFORMAL
Count 14 57 58 129
% of Total 1.4% 5.7% 5.8% 13.0%
PEKERJA FORMAL Count 33 181 190 404
% of Total 3.3% 18.2% 19.1% 40.6%
PEKERJA INFORMAL Count 25 124 116 265
% of Total 2.5% 12.5% 11.7% 26.6%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
JENISPEKERJAAN * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
JENISPEKERJAAN PEMBERI KERJA FORMAL Count 153 45 1 199
% of Total 15.3% 4.5% .1% 19.9%
PEMBERI KERJA
INFORMAL
Count 96 31 4 131
% of Total 9.6% 3.1% .4% 13.1%
PEKERJA FORMAL Count 270 125 10 405
% of Total 27.0% 12.5% 1.0% 40.5%
PEKERJA INFORMAL Count 185 75 5 265
% of Total 18.5% 7.5% .5% 26.5%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
JENISPEKERJAAN * KESIAPAN Crosstabulation
113
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
JENISPEKERJAAN PEMBERI KERJA FORMAL Count 102 82 15 199
% of Total 10.2% 8.2% 1.5% 19.9%
PEMBERI KERJA
INFORMAL
Count 69 60 2 131
% of Total 6.9% 6.0% .2% 13.1%
PEKERJA FORMAL Count 173 204 28 405
% of Total 17.3% 20.4% 2.8% 40.5%
PEKERJA INFORMAL Count 130 125 10 265
% of Total 13.0% 12.5% 1.0% 26.5%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
PENDAPATANPEKERJA * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
PENDAPATANPEKERJA <1JT Count 19 116 166 301
% of Total 1.9% 11.7% 16.7% 30.3%
1JT-2JT Count 37 134 125 296
% of Total 3.7% 13.5% 12.6% 29.7%
2JT-3JT Count 25 121 88 234
% of Total 2.5% 12.2% 8.8% 23.5%
>3JT Count 16 86 62 164
% of Total 1.6% 8.6% 6.2% 16.5%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
PENDAPATANPEKERJA * RESPON Crosstabulation
RESPON Total
114
baik cukup kurang
PENDAPATANPEKERJA <1JT Count 217 81 4 302
% of Total 21.7% 8.1% .4% 30.2%
1JT-2JT Count 219 67 10 296
% of Total 21.9% 6.7% 1.0% 29.6%
2JT-3JT Count 158 75 3 236
% of Total 15.8% 7.5% .3% 23.6%
>3JT Count 110 53 3 166
% of Total 11.0% 5.3% .3% 16.6%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
PENDAPATANPEKERJA * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
PENDAPATANPEKERJA <1JT Count 128 158 16 302
% of Total 12.8% 15.8% 1.6% 30.2%
1JT-2JT Count 144 131 21 296
% of Total 14.4% 13.1% 2.1% 29.6%
2JT-3JT Count 115 112 9 236
% of Total 11.5% 11.2% .9% 23.6%
>3JT Count 87 70 9 166
% of Total 8.7% 7.0% .9% 16.6%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
SKALAUSAHA * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
115
SKALAUSAHA SEKTOR INFORMAL Count 39 181 174 394
% of Total 3.9% 18.2% 17.5% 39.6%
UASHA KECIL Count 3 15 13 31
% of Total .3% 1.5% 1.3% 3.1%
USAHA MENENGAH Count 32 147 143 322
% of Total 3.2% 14.8% 14.4% 32.4%
USAHA BESAR Count 23 114 111 248
% of Total 2.3% 11.5% 11.2% 24.9%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
SKALAUSAHA * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
SKALAUSAHA SEKTOR INFORMAL Count 281 106 9 396
% of Total 28.1% 10.6% .9% 39.6%
UASHA KECIL Count 21 10 0 31
% of Total 2.1% 1.0% .0% 3.1%
USAHA MENENGAH Count 212 104 8 324
% of Total 21.2% 10.4% .8% 32.4%
USAHA BESAR Count 190 56 3 249
% of Total 19.0% 5.6% .3% 24.9%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
SKALAUSAHA * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
SKALAUSAHA SEKTOR INFORMAL Count 199 185 12 396
116
% of Total 19.9% 18.5% 1.2% 39.6%
UASHA KECIL Count 15 15 1 31
% of Total 1.5% 1.5% .1% 3.1%
USAHA MENENGAH Count 141 166 17 324
% of Total 14.1% 16.6% 1.7% 32.4%
USAHA BESAR Count 119 105 25 249
% of Total 11.9% 10.5% 2.5% 24.9%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
JTK * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
JTK <5 ORANG Count 39 181 170 390
% of Total 3.9% 18.2% 17.1% 39.2%
6-19ORANG Count 35 162 147 344
% of Total 3.5% 16.3% 14.8% 34.6%
20-100 ORANG Count 23 114 118 255
% of Total 2.3% 11.5% 11.9% 25.6%
>100 ORANG Count 0 0 6 6
% of Total .0% .0% .6% .6%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
JTK * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
JTK <5 ORANG Count 276 107 9 392
% of Total 27.6% 10.7% .9% 39.2%
117
6-19ORANG Count 232 107 7 346
% of Total 23.2% 10.7% .7% 34.6%
20-100 ORANG Count 192 61 3 256
% of Total 19.2% 6.1% .3% 25.6%
>100 ORANG Count 4 1 1 6
% of Total .4% .1% .1% .6%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
JTK * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
JTK <5 ORANG Count 198 182 12 392
% of Total 19.8% 18.2% 1.2% 39.2%
6-19ORANG Count 153 181 12 346
% of Total 15.3% 18.1% 1.2% 34.6%
20-100 ORANG Count 121 107 28 256
% of Total 12.1% 10.7% 2.8% 25.6%
>100 ORANG Count 2 1 3 6
% of Total .2% .1% .3% .6%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
PANGSAPASAR * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
PANGSAPASAR LOKAL Count 39 181 169 389
% of Total 3.9% 18.2% 17.0% 39.1%
REGIONAL Count 0 0 7 7
118
% of Total .0% .0% .7% .7%
NASIONAL Count 35 162 149 346
% of Total 3.5% 16.3% 15.0% 34.8%
EXPOR Count 23 114 116 253
% of Total 2.3% 11.5% 11.7% 25.4%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
PANGSAPASAR * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
PANGSAPASAR LOKAL Count 275 107 9 391
% of Total 27.5% 10.7% .9% 39.1%
REGIONAL Count 6 1 0 7
% of Total .6% .1% .0% .7%
NASIONAL Count 232 108 8 348
% of Total 23.2% 10.8% .8% 34.8%
EXPOR Count 191 60 3 254
% of Total 19.1% 6.0% .3% 25.4%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
PANGSAPASAR * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
PANGSAPASAR LOKAL Count 199 180 12 391
% of Total 19.9% 18.0% 1.2% 39.1%
REGIONAL Count 0 4 3 7
% of Total .0% .4% .3% .7%
119
NASIONAL Count 155 180 13 348
% of Total 15.5% 18.0% 1.3% 34.8%
EXPOR Count 120 107 27 254
% of Total 12.0% 10.7% 2.7% 25.4%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
ASET * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
ASET <50JT Count 39 181 167 387
% of Total 3.9% 18.2% 16.8% 38.9%
50-500JT Count 34 162 144 340
% of Total 3.4% 16.3% 14.5% 34.2%
500-2,5M Count 1 0 7 8
% of Total .1% .0% .7% .8%
>2,5M Count 23 114 123 260
% of Total 2.3% 11.5% 12.4% 26.1%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
ASET * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
ASET <50JT Count 273 107 9 389
% of Total 27.3% 10.7% .9% 38.9%
50-500JT Count 228 106 8 342
% of Total 22.8% 10.6% .8% 34.2%
500-2,5M Count 5 3 0 8
120
% of Total .5% .3% .0% .8%
>2,5M Count 198 60 3 261
% of Total 19.8% 6.0% .3% 26.1%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
ASET * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
ASET <50JT Count 199 178 12 389
% of Total 19.9% 17.8% 1.2% 38.9%
50-500JT Count 156 170 16 342
% of Total 15.6% 17.0% 1.6% 34.2%
500-2,5M Count 0 7 1 8
% of Total .0% .7% .1% .8%
>2,5M Count 119 116 26 261
% of Total 11.9% 11.6% 2.6% 26.1%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
OMSET * PEMAHAMAN Crosstabulation
PEMAHAMAN
Total KURANG CUKUP BAIK
OMSET <300JT Count 75 396 394 865
% of Total 7.5% 39.8% 39.6% 86.9%
300-2,5M Count 21 43 24 88
% of Total 2.1% 4.3% 2.4% 8.8%
2,5M-50M Count 1 17 14 32
% of Total .1% 1.7% 1.4% 3.2%
121
>50M Count 0 1 9 10
% of Total .0% .1% .9% 1.0%
Total Count 97 457 441 995
% of Total 9.7% 45.9% 44.3% 100.0%
OMSET * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
OMSET <300JT Count 607 244 18 869
% of Total 60.7% 24.4% 1.8% 86.9%
300-2,5M Count 75 14 0 89
% of Total 7.5% 1.4% .0% 8.9%
2,5M-50M Count 19 11 2 32
% of Total 1.9% 1.1% .2% 3.2%
>50M Count 3 7 0 10
% of Total .3% .7% .0% 1.0%
Total Count 704 276 20 1000
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
OMSET * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
OMSET <300JT Count 403 419 47 869
% of Total 40.3% 41.9% 4.7% 86.9%
300-2,5M Count 48 38 3 89
% of Total 4.8% 3.8% .3% 8.9%
2,5M-50M Count 15 12 5 32
% of Total 1.5% 1.2% .5% 3.2%
>50M Count 8 2 0 10
122
% of Total .8% .2% .0% 1.0%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
CROSSTABULASI ANTAR VARIABEL
PEMAHAMAN * RESPON Crosstabulation
RESPON
Total baik cukup kurang
PEMAHAMAN KURANG Count 92 5 0 97
% of Total 9.2% .5% .0% 9.7%
CUKUP Count 353 102 2 457
% of Total 35.5% 10.3% .2% 45.9%
BAIK Count 255 168 18 441
% of Total 25.6% 16.9% 1.8% 44.3%
Total Count 700 275 20 995
% of Total 70.4% 27.6% 2.0% 100.0%
PEMAHAMAN * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
PEMAHAMAN KURANG Count 80 17 0 97
% of Total 8.0% 1.7% .0% 9.7%
CUKUP Count 234 211 12 457
% of Total 23.5% 21.2% 1.2% 45.9%
BAIK Count 157 241 43 441
% of Total 15.8% 24.2% 4.3% 44.3%
123
Total Count 471 469 55 995
% of Total 47.3% 47.1% 5.5% 100.0%
RESPON * KESIAPAN Crosstabulation
KESIAPAN
Total baik cukup kurang
RESPON baik Count 391 291 22 704
% of Total 39.1% 29.1% 2.2% 70.4%
cukup Count 81 170 25 276
% of Total 8.1% 17.0% 2.5% 27.6%
kurang Count 2 10 8 20
% of Total .2% 1.0% .8% 2.0%
Total Count 474 471 55 1000
% of Total 47.4% 47.1% 5.5% 100.0%
ANALISIS HUBUNGAN ANTAR VARIABEL
Correlations
PEMAHAMAN RESPON
Spearman's rho PEMAHAMAN Correlation Coefficient 1.000 .272**
Sig. (2-tailed) . .000
N 995 995
RESPON Correlation Coefficient .272** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 995 1000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
124
Correlations
PEMAHAMAN KESIAPAN
Spearman's rho PEMAHAMAN Correlation Coefficient 1.000 .272**
Sig. (2-tailed) . .000
N 995 995
KESIAPAN Correlation Coefficient .272** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 995 1000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
KESIAPAN RESPON
Spearman's rho KESIAPAN Correlation Coefficient 1.000 .276**
Sig. (2-tailed) . .000
N 1000 1000
RESPON Correlation Coefficient .276** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 1000 1000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Buku / Literature
Azrul, Azwar. (1999). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa
Aksara. Aneka Program Asuransi Jiwa dan Pensiun, PT. Kis Aktuaria, 2005.
125
Anton Hardianto, 2007, Naskah Akademis Paket Raperda tentang Jaminan
Sosial Daerah Provinsi Jawa Timur Butler, RJ. The Economics of Social Insurance and Employee Benefits. Kluwer
Academic Publisher, Boston, USA, 1999. Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak
Bappenas , 2010, Evaluasi Pelayanan KB Bagi Masyarakat Miskin (Keluarga Prasejahtera/KPS dan Keluarga Sejahtera‐I/KS‐I)
Depkes RI. Pembinaan Bapel JPKM: Kumpulan Materi. Depkes RI, Jakarta,
1995. Depkes RI. 2007. ARRIME Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta : Depkes
RI. George E. Rejda. "Social Insurance and Economic Security", Third Edition, 1988,
Prentice-Hall, Inc.,ADivision of Simon&Schuster, Englewood Cliffs, New Jersey.
George H. Andrews and John A. Beekman. "Actuarial Projections for the Old-
Age, Survivors, and Disability Insurance Program of Social Security in The United States of America", Actuarial Educaton and Research Fund, 500 Park Boulevard, Itasca, Illinois.
http://adekabang.wordpress.com/2010/10/13/analisis-swot/ (Sethraman 1981
dalam T.O. Ihromi; 1993).
http://dirman-djahura.blogspot.com/2012/09/pemahaman-sebagai pernyataan-hasil.html
WWW.BPS.GO.ID; http://jakarta.bps.go.id/ Muhammad Ihsan, dkk, 2013, Pengaruh Sektor Informal terhadap penyerapan
Angkatan Kerja di Jakarta, http://ihsan1111084000029.blogspot.com/ Ikegami, N dan Campbell, JC. Health Care Reform in Japan: The Virtue of
Muddling Trhough. Health Affairs 18(3):56-75. Kertonegoro, S. Sistem dan Program Jaminan Sosial di Negara-negara ASEAN.
Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, 1998 Kotler, Philip. (2003). Manajemen Pemasaran. Alih Bahasa Hedro teguh.Edisi 9.
Jakarta : Intermedia Mukti, (2004). Pelayanan jasa Kesehatan. Jakarta : Kompas Cyber Media Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan GTZ (Jerman), 2007,
126
Laporan teknis Untuk Penyusunan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang SJSN, Sektor Informal di Indonesia dan Jaminan Sosial.
Kohar Hari Santoso, SpAn. KAP.KIC., Wakil Direktur Pelayanan Medik &
Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya; Optimalisasi rujukan terstruktur dan berjenjang di Jawa Timur.
Laurence S. Seidman. "Funding Social Security, A Strategic Alternative", 1999,
Cambridge University Press. Martin Feldstein, Editor. "Privatizing Social Security", 2000, The University of
Chicago Press. Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek – Aspek Hukum Asuransi Dan Surat
Berharga, , PT. Alumni, 2003. Nazir, Moh. “Metode Penelitian”, Ghalia Indonesia, 1983, 63. Nawawi, Hadari., “Metode Penelitian Bidang Sosial”, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 1987, 63. Oka Mahendra. Dirjen Hukum dan Perundang-undangan. Penjelasan dan Arti
Keputuasn MK yang disampaikan dalam Loka Karya SJSN di Jakarta, Maret 2006
Press Release program Jamkesda dari Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur,
dapat dilihat pada http : // dinkes.jatimprov.go.id/ userimage/ image0120120831151544421.pdf
Rakhmat, Jalaluddin., “Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1984, 24. Rubi, Mahlil. Hubungan Belanja Kesehatan Katastropik Dengan Belanja Protein,
Pendidikan, Dan Pemiskinan Di Indonesia, Tahun 2004. Disertasi. FKMUI, Januri, 2007
Social Health Insurance : A Guidebook for Planning, Charles Normand and Axel
Weber, WHO and ILO, 2000. Subramanian Iyer. "Actuarial mathematics of Social Security Pensions", 2000, A
Joint technical Publication of the International Labour Office (ILO) and the International Social Security Association (ISSA).
Thabrany, H. Dalam Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana
Masyarakat. Rajagrafindo, Jakarta, 2005 Thabrany, H. Introduksi Asuransi Kesehatan. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter
Indonesia, Jakarta, 1999.
127
Thabrany, dkk. Telaah Komprehensif Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di Indonesia. YPKMI, Jakarta, 2000
Thabrany, 2002. Current health insurance coverage in Indonesia. Paper presented in the Asia- Pacific Summit on Health Insurance and Managed Care, Jakarta May 22-26, 2002.
Tangcharoensathien,dkk. Thailand. Dalam Than Sein in Social Health Insurance
in Selected Asian Countries. New Delhi, 2005. Thangcharoensathien, V. Social Health Insurance in South-East Asia. Makalah
disajikan pada Regional Expert Group Meeting on Social Health Insurance, New Delhi, Maret 2003.
Tjiptono, Fandy. (2005). Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Andi Offset Wijono, D. (1999). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya :
UNAIR Widodo J Pujirahardjo, 2012, Materi dipersiapkan untuk Rakor RS se Jawa
Timur, tahun 2012. Pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dasar pada era universal coverage.
Wagsaff A and Doorslair, V.D. Equity in Health Care Financing and Delivery. In
Culyer AJ and Newhouse JP (Ed) Handbook of Health Economics, Vol IB. Elsevier Science, BP. Amsterdam, the Netherland, 2000
Yamit, Zulian. (2005). Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Edisi Pertama,
Cetakan ke IV. Yogyakarta : Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII. B. Dafar Peraturan Perundang-Undangan
1. Deklarasi HAM PBB, 10 Desember 1948 (Pasal 25 ayat (1)
2. Konvensi ILO 102, 1952
3. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dangan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
128
6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
7. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur dan Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun
2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 55 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur.
8. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 tahun 2009 tentang petunjuk
pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 tahun 2008
tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 tahun
2010 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4
tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan
Daerah di Jawa Timur.
9. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 45 tahun 2011 tentang Pejabat
Pengelola Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi
Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa
Timur Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Pejabat Pengelola
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Timur.
10. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Mekanisme pengajuan klaim bagi penerima bantuan iuran jaminan
kesehatan di Jawa Timur
Lampiran 1
Kepada Yth. Bapak/ibu Responden
Di Tempat
129
Dengan Hormat,
Bersama ini kami sampaikan bahwa dalam rangka penyusunan kebijakan
penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri di Jawa Timur oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah (BPJKD), maka kami
bermaksud melakukan penelitian tentang “Kesiapan Sektor Formal Dan Informal
Terhadap Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Daerah Mandiri Di
Jawa Timur”. BPJKD adalah badan hukum publik yang dibentuk Pemerintah
Provinsi Jawa Timur untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan
daerah menurut Sistem Jaminan Kesehatan Daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman, respon serta
kesiapan pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan informal terhadap rencana
penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah mandiri di Jawa Timur.
Jaminan kesehatan daerah mandiri adalah jaminan kesehatan bagi warga
masyarakat di Jawa Timur, di mana peserta wajib membayar iuran / premi secara
mandiri. Iuran / premi tersebut adalah besarnya uang yang dibayarkan kepada
penyelenggara dari peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kami mohon kesediaan Bapak/ibu untuk menjadi responden pada
penelitian ini, serta mengisi kuisioner yang kami berikan. Kami akan menjamin
kerahasian terhadap apapun yang telah bapak/ibu berikan.
Demikian atas partisipasi dan kerjasamanya, kami ucapkan banyak
terima kasih.
Surabaya, Mei 2013
Hormat saya,
Tim Peneliti
Lampiran : 2
PERYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
130
Saya telah mendapatkan penjelasan mengenai manfaat penelitian yang
berjudul “Kesiapan Sektor Formal Dan Informal Terhadap Program Jaminan
Kesehatan Daerah Mandiri Di Jawa Timur”. Saya telah mengerti dan
memahami maksud dan tujuan penelitian tersebut, serta menyatakan bersedia
menjadi responden pada penelitian ini.
Yang menyatakan Responden,
-----------------------
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
131
KESIAPAN SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL TERHADAP PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH MANDIRI DI JAWA TIMUR
Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah secara teliti setiap pertanyaan dan seluruh pilihan jawaban yang
tersedia, agar jawaban yang diberikan sesuai yang diharapkan!
2. Pilihlah jawaban yang paling sesuai menurut pendapat saudara, serta berilah
tanda silang (X) pada jawaban yang saudara pilih!
Nomor / Jenis Responden : .............................................
Tanggal : .............................................
A. Identitas Responden
1. Nama : ……………………………………………….
2. Jenis Kelamin : : Laki-Laki
: : Perempuan
3. Umur responden :
a. <14 tahun
b. 15 s/d 64 tahun
c. > 65 Tahun
4. Status perkawinan :
a. Belum kawin
b. Kawin
c. Cerai hidup
d. Cerai mati
132
5. Status dalam keluarga :
a. Kepala keluarga
b. Anak
c. Saudara
d. Lainnya………….
6. Jumlah anggota keluarga :
a. 2 orang
b. 3 orang
c. 4 orang
e. lebih 4 orang
7. Tingkat Pendidikan :
a. SD/sederajat
b. SLTP/sederajat
c. SLTA/sederajat
d. Diproma (D1-D3)
e. Sarjana (S1)
f. Lainnya……………………
8. Status tempat tinggal :
a. Rumah sendiri
b. Rumah orang tua
c. Rumah sewa / Kontrak
d. Asrama
e. Lainnya............
9. Apakah saudara perokok ? Jika ya, sejak kapan menjadi perokok? Dan berapa
batang rokok per hari?
133
a. Tidak Perokok
b. Ya, perokok sejak umur.................tahun ( 5 batang/hari)
e. Ya, perokok sejak umur.................tahun ( 5-10 batang/hari)
d. Ya, perokok sejak umur.................tahun ( 10 batang/hari)
10. Penyakit yang pernah dan sedang diderita ?
a. Hipertensi
b. Rematik
c. Kanker
d. Tumor
e. Gagal ginjal
f. Lainnya.......................
11. Jenis pekerjaan :
a. Pemberi kerja formal
b. Pemberi kerja informal
c. Pekerja formal
d. Pekerja informal
e. Lainnya………………………………………..……..
12. Jika saudara sebagai pekerja, pendapatan saudara per bulan :
a. < Rp 1.000.000,-
b. Rp 1.000.000 s/d Rp 2.000.000
c. Rp 2.000.000 s/d Rp. 3.000.000
d. > Rp. 3.000.000,- .
13. Jika saudara pemberi kerja, skala usaha yang saudara kelola saat ini :
a. Sektor informal (PKL, Asongan, dsb)
134
b. Usaha kecil
c. Usaha Menengah
e. Usaha besar
14. Jika saudara pemberi kerja, berapa jumlah tenaga kerja yang bekerja pada
saudara?
a. kurang 5 orang (PKL, Asongan, dsb)
b. 6-19 orang (usaha kecil)
c. 20-100 orang (usaha menengah)
e. lebih 100 orang (usaha besar)
15. Pangsa pasar dari produk atau jasa yang saudara hasilkan :
a. Lokal
b. Regional
c. Nasional
e. Ekspor
16. Aset usaha yang saudara kelola sekarang :
a. < Rp 50 juta
b. Rp 50 juta s/d Rp 500 juta
c. Rp. 500 juta s/d 2,5 Miliar.
d. > Rp 2,5 Miliar
17. Omzet usaha yang saudara kelola sekarang :
a. < Rp. 300 juta
b. Rp 300 s/d Rp 2,5 Miliar
c. Rp. 2,5 Miliar s/d 50 Miliar.
d. > Rp 50 Miliar
135
18. Alamat domisili :
………………………………………………...………………………………………
…………………………………………………………………………
….…………………………………………...………………………………..
A. Pemahaman adalah kemampuan diri seseorang dalam mengerti atau
mengetahui dengan benar terhadap sesuatu. Beberapa pertanyaan berikut
adalah pemahaman dari pekerja dan pemberi kerja sektor formal dan
informal terhadap program jaminan kesehatan.
1. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.
Sistem Jaminan Sosial ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Apakah saudara mengetahui
adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tersebut?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
2. Jika saudara mengetahui adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dari manakah informasi tersebut
saudara dapatkan?
a. Media elektronik (TV, Radio, dan sebagainya)
b. Media massa (Koran, majalah, dan sebagainya)
c. Media internet
136
d. Sumber lainnya
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang
dibentuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
BPJS ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS). Apakah saudara telah
mengetahui adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
tersebut?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
4. Jika saudara mengetahui adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS), dari manakah
saudara dapatkan informasi mengenai Undang-Undang tersebut?
a. Media elektronik (TV, Radio, dan sebagainya)
b. Media massa (Koran, majalah, dan sebagainya)
c. Media internet
d. Sumber lainnya
5. Bantuan Iuran adalah Iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan
orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan sosial. Peserta program
jaminan sosial sebagaimana dimaksud, diantaranya adalah peserta program
Jamkesmas dan Jamkesda. Apakah saudara mengetahui tentang Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)?
137
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
6. Jika saudara mengetahui tentang Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS), dari manakah saudara mengetahui tetang program Jamkesmas
?
a. Media elektronik (TV, Radio, dan sebagainya)
b. Media massa (Koran, majalah, dan sebagainya)
c. Media internet
d. Sumber lainnya
7. Apakah saudara mengetahui manfaat menjadi peserta Program Jaminan
Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
8. Sistem jaminan kesehatan daerah adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan kesehatan daerah yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah. Hal ini sebagaimana telah diatur
dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur. Apakah saudara
mengetahui adanya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun
2008 ?
138
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem
Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur telah disyahkan, sehingga untuk
efektivitas pelaksanaannya Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu menetapkan
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah dimaksud dengan Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan
Gubernur Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di
Jawa Timur. Apakah saudara mengetahui adanya Peraturan Gubernur Jawa
Timur Nomor 4 Tahun 2009 tersebut ?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
10. Jaminan Kesehatan Daerah adalah salah satu bentuk usaha kesejahteraan
kesehatan di daerah Provinsi berupa perlindungan dan pemeliharaan
kesejahteraan kesehatan yang memberikan jaminan bagi seluruh warga
masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Apakah saudara mengetahui tentang Program Jaminan Kesehatan Daerah
(JAMKESDA) di Jawa Timur ?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
139
d. Tidak mengetahui
11. Peserta Jamkesda adalah setiap warga masyarakat dan/atau anggota
keluarganya yang telah membayar iuran dan memenuhi ketentuan untuk dapat
ikut serta, yang atas dirinya diadakan program jaminan kesehatan daerah
menurut SJKD. Peserta Jamkesda tersebut terdiri dari Penerima Bantuan Iuran
dan peserta Mndiri dengan membayar iuran. Apakah saudara mengetahui
manfaat menjadi peserta Program Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) di
Jawa Timur ?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
12. Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah adalah badan hukum publik
yang dibentuk Pemerintah Provinsi untuk menyelenggarakan program jaminan
kesehatan daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 4
Tahun 2009. Apakah saudara mengetahui tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Kesehatan Daerah (BPJKD) Provinsi Jawa Timur tersebut?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
13. BPJKD sebagaimana tersebut diuraikan pada pertanyaan Nomor 12 merupakan
badan hukum publik yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi untuk
menyelenggarakan program jamkesda. Apakah saudara mengetahui tugas-
140
tugas Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di Jawa
Timur ?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
14. Peserta Jaminan Kesehatan Daerah adalah setiap warga masyarakat dan/atau
anggota keluarganya yang telah membayar iuran dan memenuhi ketentuan untuk
dapat ikut serta, yang atas dirinya diadakan program jaminan kesehatan daerah,
termasuk warga negara asing yang telah bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia. Apakah saudara mengetahui cara menjadi peserta program jaminan
kesehatan daerah (Jamkesda) di Jawa Timur ?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
15. Peserta Jamkesda di Jawa Timur meliputi masyarakat miskin penerima bantuan
iuran (non kuota program Jamkesmas) dan masyarakat yang membayar iuran
secara mandiri. Bagi peserta Jamkesda mandiri sebagaimana dimaksud wajib
membayar iuran yang besarannya ditetapkan oleh Penyelenggara (BPJKD).
Apakah saudara mengetahui tentang kepesertaan program Jamkesda Mandiri ?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
141
16. luran adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada Penyelenggara (BPJKD)
secara teratur oleh Peserta, Koordinator Peserta, dan/atau Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota menurut SJKD.
Apakah saudara mengetahui berapa besarnya iuran atau premi untuk peserta
program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) di Jawa Timur ?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
17. Berkaitan dengan pertanyaan diatas, apakah saudara mengetahui tata cara
pembayaran iuran atau premi peserta program jaminan kesehatan daerah
(Jamkesda) di Jawa Timur ?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
d. Tidak mengetahui
18. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) adalah sarana pelayanan kesehatan
puskesmas, BP4, BKMM, Rumah Sakit umum, Rumah Sakit Khusus, baik
pemerintah maupun swasta. Pelayanan kesehatan pada PPK tersebut
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang sesuai indikasi medis. Apakah
saudara mengetahui tentang pelayanan kesehatan secara terstruktur dan
berjenjang pada PPK Jamkesda tersebut?
a. Sangat mengetahui
b. Mengetahui
c. Kurang mengetahui
142
d. Tidak mengetahui
B. Respon adalah setiap tingkah laku manusia yang pada hakekatnya sebagai
tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau stimulus, yang bersifat
baik atau buruk, positif atau negatif. Apabila respon positif, maka orang
yang bersangkutan cenderung menyukai atau mendekati objek. Beberapa
pertanyaan berikut adalah respon dari pekerja dan pemberi kerja sektor
formal dan informal terhadap program jaminan kesehatan daerah.
1. Sistem Jaminan Kesehatan Daerah adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan kesehatan daerah oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan Daerah. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa
Timur. Bagaimana tanggapan saudara terhadap pelaksanaan program
Jamkesda di Jawa Timur tersebut ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
2. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 tahun 2008 tentang Sistem
Jaminan Kesehatan Daerah di Jawa Timur telah disyahkan, serta pelaksanaan
nya diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sistem
Jaminan Kesehatan Daerah Di Jawa Timur. Apakah program Jaminan
kesehatan daerah tersebut perlu dikembangkan secara bertahap dan
berkelanjutan ?
a. Sangat setuju
143
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
3. Peserta jaminan kesehatan daerah memperoleh pelayanan meliputi pelayanan
rawat jalan, rawat inap, penunjang, gawat darurat, rehabilitasi medik dan mental,
baik tingkat pertama maupun lanjutan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Gubernur. Bagaimana tanggapan saudara terhadap manfaat pelayanan
kesehatan bagi peserta Jamkesda tersebut ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
4. Pelayanan kesehatan sebagaimana tersebut diatas dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang sesuai indikasi medis. Pelayanan kesehatan tingkat
pertama dilaksanakan oleh Puskesmas dan jaringannya, serta Bidan Praktek
Swasta. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan dilaksanakan oleh pemberi
pelayanan kesehatan rujukan yang mempunyai perjanjian kerjasama dengan
BPJKD. Puskesmas (strata pertama) merujuk ke Rumah Sakit tipe D, C dan B
(strata dua), Rumah Sakit tipe D, C dan B merujuk ke Rumah Sakit tipe A (strata
tiga). Bagaimana tanggapan saudara terhadap mekanisme pelayanan
kesehatan peserta Jamkesda tersebut ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
144
5. Pelaksanaan jamkesda di Jawa Timur perlu dilakukan secara bertahap sesuai
Rencana Tahapan Kepesertaan dan Prioritas Program oleh Pejabat Pengelola
dan dimonitoring oleh Dewan Wali Amanah. Bagaimana tanggapan saudara, jika
Badan Penyelenggara Jaminan Daerah (BPJKD) menyelenggarakan program
Jaminan Kesehatan Mandiri (Jamkesman)?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
6. Bilamana BPJKD menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Daerah
Mandiri, bagaimanakah tanggapan saudara apabila iuran atau premi untuk
mengikuti program Jaminan Kesehatan Mandiri (Jamkesman) tersebut
ditanggung oleh pekerja ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
7. Berkaitan pertanyaan No. 6, Bilamana BPJKD menyelenggarakan program
Jaminan Kesehatan Daerah Mandiri, apakah saudara setuju apabila iuran atau
premi untuk mengikuti program Jaminan Kesehatan Mandiri (Jamkesman)
tersebut ditanggung oleh pemberi kerja ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
145
8. Berkaitan pertanyaan No. 7, Bilamana saudara mengikuti program Jaminan
Kesehatan Daerah Mandiri yang diselenggarakan oleh BPJKD, apakah saudara
setuju apabila iuran atau premi untuk mengikuti program Jaminan Kesehatan
Mandiri (Jamkesman) ditanggung oleh pemberi kerja dan pekerja secara
proporsional?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
9. Apakah saudara setuju iuran atau premi dari peserta program Jaminan
Kesehatan Mandiri (Jamkesman) tersebut dikelola oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Kesehatan Daerah (BPJKD) Jawa Timur?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
10.Bilamana BPJKD menyelenggarakan program Jamkesda mandiri, apakah
saudara setuju pembayaran iuran atau premi program Jaminan Kesehatan
Mandiri (Jamkesman) dipungut oleh koordinator peserta ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
11. Bagi peserta Jamkesda mandiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur
Nomor 4 Tahun 2009, terutama yang ditanggung oleh intansi, jumlah
146
tertanggung paling banyak 4 (empat) orang dan apabila ada tambahan anggota
keluarga akan dikenakan iuran tambahan. Bagaimana tanggapan saudara
terhadap sistem pembayaran iuran atau premi tersebut?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
C. Kesiapan (readiness) adalah suatu asumsi bahwa kepuasan seseorang
terhadap kecenderungan yang mendorong orang tersebut untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu. Pertanyaan berikut adalah kesiapan pekerja
dan pemberi kerja sektor formal dan informal terhadap rencana
penyelenggaraan program jaminan kesehatan daerah
1. Bilamana BPJKD menyelenggrakan program Jaminan Kesehatan Daerah
Mandiri, apakah saudara bersedia mengikuti program Jaminan Kesehatan
Mandiri (Jamkesman) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara
Jamkesda Jawa Timur tersebut ?
a. Sangat bersedia
b. Bersedia
c. Kurang bersedia
d. Tidak bersedia
2. Berkaitan dengan pertanyaan Nomor 1. Bilamana BPJKD
menyelenggrakan program Jaminan Kesehatan Daerah Mandiri, apakah
saudara bersedia mengikuti program Jaminan Kesehatan Mandiri
(Jamkesman) tersebut dengan membayar iuran atau premi ?
a. Sangat bersedia
147
b. Bersedia
c. Tidak bersedia
d. Tidak tahu
3. Berkaitan dengan pertanyaan Nomor. 2, jika saudara bersedia mengikuti
program Jamkesda mandiri di Jawa Timur berapa besarnya iuran atau
premi yang saudara harapkan ?
a. Rp 20.000 – Rp. 25.0000 / bulan
b. Rp 26.000,- Rp. 30.000 / bulan
c. Rp 31.000,- Rp. 35.000 /bulan
d. Rp. 36.000 – Rp. 40.000 /bulan
e. > Rp. 40.000 / bulan
4. Bilamana BPJKD menyelenggarakan program Jamkesda mandiri,
bagaimana sistem pembayaran iuran atau premi dari peserta harus
dilakukan ?
a. Setiap bulanan
b. Setiap 3 Bulan
c. Setiap 6 Bulan
d. Setiap tahun
5. Bilamana saudara mengikuti program Jaminan Kesehatan Daerah Mandiri,
bagaimanakah mekanisme pembayaran iuran atau premi kepada BPJKD
harus dilakukan ?
a. Dibayarkan sendiri ke BPJKD
b. Dibayarkan melalui perusahaan (pengusaha)
c. Dibayarkan melalui koordinator
c. Tidak tahu
148
6. Bilamana BPJKD menyelenggarakan program Jamkesda mandiri, apakah
saudara bersedia menjadi koordinator dalam pengumpulan iuran atau
premi untuk penyelenggaraan program Jamkesda mandiri tersebut ?
a. Sangat bersedia
b. Bersedia
c. Tidak bersedia
d. Tidak tahu
7. Bilamana BPJKD menyelenggarakan program Jamkesda Mandiri, maka
peserta program jaminan kesehatan daerah mandiri akan memperoleh
pelayanan meliputi pelayanan rawat jalan, rawat inap, penunjang, gawat
darurat, rehabilitasi medik dan mental, baik tingkat pertama maupun
lanjutan sesuai ketentuan paket manfaat yang diatur oleh BPJKD.
Bagaimana tanggapan saudara terhadap ketentuan paket manfaat bagi
peserta program Jamkesda Mandiri tersebut ?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Tidak tahu.
8. Bilamana saudara mengikuti program Jamkesda mandiri, maka saudara
akan mendapatkan paket manfaat pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang sesuai indikasi medis,
dimana pelayanan kesehatan tingkat pertama dilaksanakan oleh
Puskesmas dan jaringannya, serta Bidan Praktek Swasta, serta pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan dilaksanakan oleh pemberi pelayanan
kesehatan rujukan yang mempunyai perjanjian kerjasama dengan BPJKD.
149
Puskesmas (strata pertama) merujuk ke Rumah Sakit tipe D, C dan B
(strata dua), Rumah Sakit tipe D, C dan B merujuk ke Rumah Sakit tipe A
(strata tiga). Bagaimana tanggapan saudara terhadap ketentuan
mekanisme pelayanan kesehatan dengan sistem rujukan secara terstruktur
dan berjenjang dalam program jaminan kesehatan daerah mandiri
tersebut?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Tidak setuju
d. Tidak tahu.
Demikian keterangan ini kami buat dengan sebenarnya
sebagai upaya menyusun kebijakan program jaminan kesehatan daerah mandiri
di Jawa Timur
Surveyor, Responden,
...................................... ........................................