1
PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN
NOMOR 13 TAHUN 2004
TENTANG :
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BALIKPAPAN,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun
2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah . Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II
di Kalimantan (Lembaran Negara Nomor 9 Tahun 1953) sebagai
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1959, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1820);
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 296,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4084);
2
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
5. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47);
7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4310);
8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4355);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 72, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3952);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana
Perimbangan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4021); sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun
2001 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4165).
3
11. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 203,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 204, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4024);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan
Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan
Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4029);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Informasi
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4081);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4138);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4139);
4
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA BALIKPAPAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG POKOK-POKOK
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Kota adalah Kota Balikpapan
2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Balikpapan
3. Walikota adalah Walikota Balikpapan.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Balikpapan.
5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Balikpapan.
6. Perangkat Daerah adalah orang/lembaga pada pemerintah daerah
yang bertanggung jawab kepada Walikota dan membantu
Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas
Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah,
Kecamatan dan Kelurahan sesuai dengan kebutuhan daerah.
7. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam
kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
5
8. Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah adalah
kewenangan menyelenggarakan keseluruhan Pengelolaan
Keuangan Daerah
9. Pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan daerah adalah
Walikota yang karena jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah dan
mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD
10. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah Pejabat dan atau
Pegawai Daerah yang berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku diberikan kewenangan dalam kerangka
Pengelolaan Keuangan Daerah.
11. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas dan
kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan Umum Pengelola
Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan, pengeluaran Kas
Daerah serta segala bentuk kekayaan Daerah yang disebut juga
satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah.
12. Pengguna Anggaran Daerah adalah Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah selaku Pejabat Pemegang Kekuasaan Pengguna
Anggaran Belanja Daerah pada satuan kerja yang dipimpinannya.
13. Pemegang Kas adalah setiap orang yang ditunjuk dan diserahi
tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di setiap
unit kerja pengguna anggaran daerah.
14. Pemegang Kas Penerima adalah orang yang ditunjuk untuk
menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja Perangkat Daerah.
6
15. Pemegang Kas Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk
menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan
mempertanggungjawabkaban uang keperluan Belanja Daerah
dalam rangka pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah.
16. Pemegang Barang adalah orang yang ditunjuk dan berstatus
Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkup Struktural dari
satuan unit kerja yang diserahi tugas melaksanakan tata usaha
Barang Daerah.
17. Pembantu Pemegang Kas Penerima adalah orang yang ditunjuk
dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas
membantu Pemegang Kas Penerima dan berfungsi sebagai Kasir
(penyimpan dan penyetor uang), pencatat pembukuan, pembuat
dokumen dan bertanggungjawab atas uang pendapatan Daerah
dalam rangka pelaksanaan APBD pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah.
18. Pembantu Pemegang Kas Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk
dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas
membantu Pemegang Kas Pengeluaran dan berfungsi sebagai
Kasir (penyimpan/pembayaran uang), pencatat pembukuan,
pembuat dokumen dan bertanggungjawab atas pengeluaran
Daerah.
19. Pemegang Kas Pembiayaan adalah orang yang ditunjuk dan
berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas
menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan uang keperluan bagi investasi, dana
cadangan, pengembalian pinjaman Daerah.
20. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
7
21. Peraturan Daerah tentang APBD, Perubahan APBD, dan
Perhitungan APBD adalah dokumen yang diterbitkan Pemerintah
Kota yang bersifat terbuka dan diundangkan dalam Lembaran
Daerah.
22. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah dalam
suatu periode tertentu.
23. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah
dalam suatu periode tertentu.
24. Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Kota yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam suatu periode
tertentu.
25. Belanja Daerah adalah kewajiban Pemerintah Kota yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam suatu periode
tertentu.
26. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya.
27. Belanja Administrasi Umum adalah Komponen Belanja Rutin
yang manfaatnya tidak secara langsung menunjang pelayanan
publik.
28. Belanja Operasi dan Pemeliharaan adalah komponen belanja
yang manfaatnya secara langsung menunjang pelayanan publik
maupun Aparatur Daerah.
29. Belanja Modal/pembangunan adalah pengeluaran-pengeluaran
yang bersifat investasi dan menambah kekayaan Daerah;
30. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan adalah pengalihan
uang dari Pemerintah Daerah dengan kriteria :
- Tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa
seperti yang layak terjadi dalam transaksi pembelian dan
penjualan;
8
- Tidak mengharapkan pembayaran kembali dimasa yang akan
datang seperti yang diharapkan pada suatu pinjaman;
- Tidak mengharapkan hasil pendapatan seperti layaknya yang
diharapkan pada kegiatan investasi.
31. Belanja Tidak Tersangka adalah semua pengeluaran yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota untuk membiayai kegiatan-
kegiatan yang tidak tersangka dan kejadian-kejadian yang sifatnya
luar biasa.
32. Surplus APBD adalah selisih lebih antara Pendapatan Daerah
dengan Belanja Daerah dalam satu tahun anggaran yang dapat
dipergunakan sebagai dana cadangan, depresiasi Asset Daerah
atau melunasi Kewajiban Daerah.
33. Defisit APBD adalah selisih kurang antara Pendapatan Daerah
dan Belanja Daerah dalam tahun anggaran yang dapat ditutupi
dengan sisa lebih penggunaan anggaran tahun sebelumnya atau
melalui Pinjaman Daerah.
34. Laporan Arus Kas adalah laporan yang memuat saldo kas awal
ditambah dengan arus kas dari aktifitas operasi, aktifitas investasi
dan aktifitas pembiayaan selama periode 1 (satu) Tahun
Anggaran;
35. Neraca Daerah adalah laporan yang memuat aktiva, kewajiban
dan Ekuitas Pemerintah Daerah pada suatu periode tertentu.
36. Satuan Kerja adalah sebutan untuk Kelembagaan Perangkat
Daerah
37. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Kota.
38. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung
kebutuhan yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak
dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran atau dana yang
disisihkan untuk menampung nilai depresiasi Asset Tetap Daerah
dan pengembalian Pinjaman Daerah yang belum atau telah jatuh
tempo.
9
39. Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah.
40. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada
Pemerintah Kota dan/atau hak Pemerintah Kota yang dapat dinilai
dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
akibat lainnya yang sah.
41. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan
daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat
bernilai uang sehingga daerah dibebani kewajiban untuk
membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang
lazim terjadi dalam perdagangan.
42. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang Daerah yang
ditentukan oleh Walikota untuk menampung seluruh penerimaan
daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
43. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat
penyimpanan dan penampungan seluruh penerimaan dan
pengeluaran Daerah pada Bank yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah.
44. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disebut
SILPA adalah Sisa Lebih Penerimaan dikurangi Pengeluaran dan
Pembiayaan serta sisa kurang dari rencana belanja, pembiayaan
dengan rencana belanja dalam satu tahun anggaran.
45. Tahun fiskal APBD adalah tahun fiskal APBN terhitung sejak
tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang
bersangkutan.
46. Keputusan Walikota adalah Keputusan yang
dikeluarkan/ditetapkan oleh Walikota atau atas nama Walikota.
10
47. Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan
barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
48. Standar Biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku bagi
masing-masing Daerah.
49. Standar Analisis Biaya adalah standar untuk menganalisis
anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau
kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
BAB II
ASAS UMUM PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH
Pasal 2
(1) Pengelolaan Keuangan Daerah didasarkan pada asas keadilan dan
kepatutan dilakukan secara tertib, taat pada Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku, ekonomis, efisien, efektif, transparan dan
bertanggung jawab.
(2) Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pengendalian, pengawasan dan
pertanggungjawaban APBD serta bersifat aspiratif terhadap
kepentingan publik.
(3) Semua transaksi Keuangan Daerah yang berkaitan dengan
Penerimaan dan Pengeluaran dicatat dan disajikan secara utuh
dan jelas peruntukannya dalam satu dokumen Anggaran yang
tertuang dalam APBD setiap tahunnya serta dilaksanakan melalui
Kas Daerah, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
11
Pasal 3
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun
anggaran berkenaan.
Pasal 4
Tahun fiskal APBD sama dengan tahun fiskal APBN terhitung sejak
tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang
bersangkutan.
Pasal 5
(1) Segala penerimaan dan pengeluaran daerah dalam rangka
pelaksanaan dekonsentrasi dicatat dan dikelola dalam APBD.
(2) APBD, Perubahan APBD, dan Perhitungan APBD ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
BAB III
PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pemegang Kekuasaan Umum Pengelola Keuangan Daerah
Pasal 6
(1) Walikota adalah pemegang kekuasaan umum Pengelolaan
Keuangan Daerah.
(2) Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), paling lambat satu bulan
setelah penetapan APBD menetapkan keputusan tentang:
a. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat
Keputusan Otorisasi (SKO);
b. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat
Permintaan Pembayaran (SPP);
c. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Perintah
Membayar (SPM);
12
d. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Cek;
e. Pejabat yang diberi wewenang mengesahkan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ);
f. Pejabat yang diberi wewenang mengelola penerimaan dan
pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk kekayaan Daerah
lainnya;
g. Pejabat yang diserahi tugas melaksanakan kegiatan
kebendaharawanan dalam rangka pelaksanaan APBD di setiap
Unit Kerja Pengguna Anggaran Daerah;
h. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani surat bukti
dasar pemungutan pendapatan Daerah;
i. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Bukti
Penerimaan Kas dan bukti pendapatan lainnya yang sah;
j. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani ikatan atau
perjanjian dengan Pihak Ketiga yang mengakibatkan
pendapatan dan pengeluaran APBD;
k. Pejabat yang diberi wewenang mengesahkan dokumen
pelaksanaan anggaran.
(3) Walikota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada
Sekretaris Daerah Kota atau Pejabat Pengelola Keuangan lainnya.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Bagian Kedua
Bendahara Umum Daerah
Pasal 7
(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah adalah
Bendahara Umum Daerah.
13
(2) Bendahara Umum Daerah berwenang:
a. menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksaaan sistem penerimaan
dan pengeluaran kas daerah;
e. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah;
f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD
oleh bank yang telah ditunjuk;
g. menyimpan uang daerah;
h. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola
investasi;
i. melakukan pembayaran atas beban rekening kas umum
daerah;
j. melakukan pengelolaan pinjaman dan piutang daerah;
k. melakukan penagihan piutang daerah;
l. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan
daerah;
m. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta
penghapusan barang milik daerah.
Pasal 8
(1) Bendahara Umum Daerah menyimpan uang milik Daerah pada
Bank Pemerintah yang sehat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah
dengan cara membuka Rekening Kas Daerah.
(2) Penunjukan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
lebih dari 1 (satu) Bank Pemerintah.
(3) Pembukaan rekening pada Bank sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diberitahukan kepada DPRD.
14
Pasal 9
(1) Uang milik Daerah yang sementara belum digunakan, dapat
didepositokan dan atau diinvestasikan dalam jangka pendek
sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan Daerah.
(2) Bunga Deposito, jasa giro dan penerimaan dari investasi jangka
pendek merupakan pendapatan Daerah.
(3) Pemanfaatan uang milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) harus mendapat persetujuan DPRD.
Pasal 10
Bendahara Umum Daerah setiap bulan mengadakan Rekonsiliasi Bank
untuk mencocokkan saldo kas menurut pembukuan Bendahara Umum
Daerah dengan Laporan Bank.
Pasal 11
Bendahara Umum Daerah menyerahkan bukti transaksi yang asli atas
penerimaan dan pengeluaran uang secara harian kepada unit yang
melaksanakan akuntansi keuangan Pemerintah Kota sebagai dasar
pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran kas.
Bagian Ketiga
Pengguna Anggaran
Pasal 12
(1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertindak sebagai
Pengguna Anggaran bertanggungjawab atas penyusunan dalam
bentuk Rencana Anggaran Satuan Kerja dan Dokumen Anggaran
Satuan Kerja dan tertib penatausahaan pelaksanaan anggaran yang
dialokasikan pada Unit Satuan Kerja yang dipimpinnya.
15
(2) Kepala Unit Satuan Kerja Pengguna Anggaran melakukan
pemeriksaan kas yang dikelola oleh Pemegang Kas sekurang-
kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
(3) Kepala Unit Satuan Kerja Pengguna Anggaran wajib menyusun
laporan dan mempertanggungjawabkan uang yang dikelolanya
kepada Walikota.
Bagian Keempat
Pemegang Kas dan Pemegang Barang
Pasal 13
(1) Setiap Unit Kerja Perangkat Daerah ditunjuk 1 (satu) orang
Pemegang Kas untuk melaksanakan tata usaha keuangan Daerah
dan 1 (satu) orang Pemegang Kas Barang untuk melaksanakan
tata usaha Barang Daerah.
(2) Pemegang Kas dan Pemegang Kas Barang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah bukan jabatan struktural dan atau bukan
jabatan fungsional yang tidak boleh merangkap sebagai
pengelola keuangan daerah lainnya.
Pasal 14
(1) Untuk melaksanakan tata usaha keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 Pemegang Kas dapat dibantu oleh beberapa orang
Pembantu Pemegang Kas Penerima, Pengeluaran Daerah yang
berfungsi sebagai kasir, penyimpan uang, pencatat pembukuan
dan pembuat dokumen penerimaan, pengeluaran uang dan
membantu pemegang barang yang berfungsi mencatat,
membukukan dan membuat dokumen barang Daerah.
16
(2) Pada Unit Satuan Kerja Daerah yang bertanggungjawab atas
Pendapatan Asli Daerah, tugas Kasir dibagi menjadi Kasir
Penerima Uang dan Kasir Pembayar Uang dan yang
bertanggungjawab atas Penatausahaan Keuangan Daerah
ditambah seorang Pembantu Pemegang Kas yang bertugas
menyiapkan Surat Permintaan Pembayaran Gaji.
(3) Dalam melaksanakan tata usaha barang Pemegang Barang dapat
dibantu seorang penyimpan, pencatat dan pengelola barang.
(4) Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas selanjutnya disebut
Satuan Pemegang Kas.
(5) Dalam hal Pemerintah Kota akan melaksanakan investasi,
pembentukan Dana Cadangan, depresiasi Asset Daerah ditunjuk
pejabat sebagai Pemegang Kas Pembiayaan.
Pasal 15
(1) Dalam fungsinya sebagai penerima pendapatan Daerah, Satuan
Pemegang Kas sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (4) dilarang
menggunakan uang yang diterimanya secara langsung untuk
membiayai pengeluaran Unit Satuan Kerja.
(2) Satuan Pemegang Kas wajib menyetor seluruh uang yang
diterimanya ke Bank atas nama Rekening Kas Daerah paling
lambat satu hari kerja sejak saat uang kas tersebut diterima.
(3) Pengecualian batas waktu penyetoran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
BAB IV
A P B D
Bagian Pertama
Struktur APBD
17
Pasal 16
(1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari
anggaran pendapatan daerah, anggaran belanja daerah dan
anggaran pembiayaan.
(2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi semua penerimaan yang merupakan hak Daerah dalam
satu tahun anggaran yang akan menjadi penerimaan Kas Daerah.
(3) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
semua pengeluaran yang merupakan kewajiban Daerah dalam
satu tahun anggaran yang akan menjadi pengeluaran Kas Daerah.
(4) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk
memanfaatkan surplus.
Pasal 17
(1) Struktur APBD sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1)
diklasifikasikan sesuai dengan bidang Pemerintahan Daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam rangka standarisasi kode rekening yang sesuai dengan
klasifikasi untuk penyusunan statistik keuangan pemerintah,
bidang Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) disesuaikan dengan jenis kewenangan Kota, yang
dilaksanakan oleh Unit Satuan Kerja sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi masing-masing.
Pasal 18
Semua pendapatan, belanja dan pembiayaan dianggarkan secara bruto
dalam APBD.
18
Bagian Kedua
Pendapatan Daerah
Pasal 19
(1) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (2)
berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan
Lain-lain Pendapatan Yang Sah.
(2) Setiap kelompok Pendapatan dirinci menurut jenis pendapatan
dan setiap jenis pendapatan dirinci menurut obyek pendapatan dan
setiap obyek pendapatan dirinci menurut rincian obyek
pendapatan.
Bagian Ketiga
Belanja Daerah
Pasal 20
(1) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (3)
dirinci menurut bidang kewenangan, fungsi, dan jenis belanja.
(2) Belanja Daerah terdiri dari belanja Aparatur Daerah dan belanja
Pelayanan Publik.
(3) Masing-masing belanja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dirinci menurut kelompok belanja yang meliputi Belanja
Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan serta
Belanja Modal.
(4) Setiap kelompok belanja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
kecuali Belanja Modal, dirinci menurut jenis belanja yang
meliputi Belanja Pegawai/Personalia, Belanja Barang dan Jasa,
Belanja Pemeliharaan dan Belanja Perjalanan Dinas.
(5) Setiap jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dirinci
menurut obyek belanja. Setiap obyek belanja dirinci menurut
rincian obyek belanja.
19
Pasal 21
(1) Belanja Tidak Tersangka dianggarkan untuk pengeluaran
penanganan bencana alam, bencana sosial atau pengeluaran
lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan
kewenangan pemerintahan daerah.
(2) Pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka
penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) yaitu:
a. Pengeluaran-pengeluaran yang sangat dibutuhkan untuk
penyediaan sarana dan prasarana yang berhubungan langsung
dengan pelayanan masyarakat, yang anggarannya tidak
tersedia dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan;
b. Pengembalian atas kelebihan penerimaan yang terjadi dalam
tahun anggaran yang telah ditutup dengan didukung bukti-
bukti yang sah.
Pasal 22
Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dianggarkan untuk
pengeluaran dengan kriteria sebagai berikut :
a tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa seperti
lazimnya yang terjadi dalam transaksi pembelian dan penjualan;
b tidak mengharapkan akan diterima kembali dimasa yang akan
datang seperti lazimnya suatu piutang;
c tidak mengharapkan adanya hasil seperti lazimnya suatu penyertaan
modal atau investasi.
Bagian Keempat
Surplus dan Defisit Anggaran
Pasal 23
(1) Selisih antara Anggaran Pendapatan Daerah dan Anggaran
Belanja Daerah merupakan surplus atau defisit anggaran.
20
(2) Surplus anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terjadi
apabila Anggaran Pendapatan Daerah lebih besar dari Anggaran
Belanja Daerah dan Defisit anggaran terjadi apabila Anggaran
Pendapatan Daerah lebih kecil dari Anggaran Belanja Daerah
dalam satu tahun fiskal APBD.
(3) Jumlah kumulatif defisit APBD dibatasi tidak melebihi 3% (tiga
persen) dari PDRB tahun berkenan.
(4) Dalam hal APBD diperkirakan difisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit APBD.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 24
(1) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 Ayat (4),
dirinci menurut sumber pembiayaan yang merupakan Penerimaan
Daerah dan Pengeluaran Daerah.
(2) Penerimaan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
dari penerimaan pinjaman dan obligsi, transfer dari dana
cadangan, penjualan asset daerah yang dipisahkan, penerimaan
piutang daerah dan sisa lebih perhitungan anggaran tahun yang
lalu.
(3) Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
dari pembayaran pokok pinjaman dan obligasi yang jatuh tempo,
transfer ke dana cadangan, penyertaan modal dan sisa lebih
perhitungan anggaran tahun berjalan.
(4) Surplus Anggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (2)
dimanfaatkan antara lain untuk transfer ke dana cadangan,
pembayaran pokok pinjaman, bunga dan jasa lainnya dari
pinjaman depresiasi Asset Daerah.
21
(5) Sisa Perhitungan Anggaran Tahun Berkenaan merupakan selisih
lebih dari Surplus atau Defisit ditambah dengan pos penerimaan
pembiayaan daerah dikurangi dengan pos pengeluaran
pembiayaan Daerah.
Bagian Keenam
Investasi
Pasal 25
Asset Daerah berupa Aktiva Tetap selain tanah yang digunakan untuk
operasional secara langsung oleh Pemerintah Kota dapat didepresiasi
berdasarkan umur ekonomisnya, sesuai kemampuan keuangan daerah.
Pasal 26
(1) Pemerintah Kota dapat melakukan penyertaan modal atau
investasi pada perusahaan negara/daerah/swasta.
(2) Investasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan persetujuan DPRD.
(3) Investasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
Bagian Ketujuh
Pinjaman Daerah
Pasal 27
(1) Penerimaan Pinjaman Daerah dalam APBD dianggarkan pada
Kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek
Pinjaman dan Obligasi, sesuai dengan jumlah yang akan diterima
dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Program dan kegiatan yang dibiayai dengan Pinjaman Daerah
dianggarkan pada Bagian, Kelompok, Jenis, Obyek, dan Rincian
Obyek Belanja sesuai dengan penggunaan Pinjaman Daerah.
22
Pasal 28
(1) Jumlah Pinjaman yang jatuh tempo dianggarkan pada Kelompok
Pembiayaan, Jenis Pengeluaran Daerah, Obyek Pembayaran
Pokok Pinjaman.
(2) Semua bentuk hak atas penerimaan pendapatan tahun sebelumnya
merupakan piutang daerah yang dianggarkan dalam kelompok
pembiayaan pada sisi penerimaan daerah.
(3) Semua bentuk kewajiban atas pembayaran tahun sebelumnya
merupakan pinjaman daerah termasuk bunga, denda dan biaya
administrasi pinjaman yang dianggarkan dalam kelompok
pembiayaan pada sisi pengeluaran daerah.
Bagian Kedelapan
Dana Cadangan
Pasal 29
(1) Pemerintah Kota dapat membentuk Dana Cadangan guna
membiayai kebutuhan dana yang tidak dapat dibebankan dalam
satu tahun anggaran, yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah
tersendiri yang mengatur tujuan, besaran, dan sumber Dana
Cadangan serta jenis program/kegiatan.
(2) Dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dicadangkan dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun lalu
dan atau dari Surplus APBD tahun berjalan dan ditempatkan pada
kelompok pembiayaan pada sisi pengeluaran daerah, kecuali dari
Dana Alokasi Khusus, Pinjaman Daerah dan Dana Darurat.
(3) Pengisian Dana Cadangan setiap tahun dianggarkan dalam
Kelompok Pembiayaan Jenis Pengeluaran Daerah dalam Obyek
Transfer ke Dana Cadangan.
23
(4) Penggunaan Dana Cadangan dianggarkan pada Kelompok
Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek Transfer dari Dana
Cadangan sesuai dengan Bagian, Kelompok, dan Jenis Belanja
Modal.
(5) Semua sumber pendapatan Dana Cadangan dan semua belanja
atas beban Dana Cadangan dicatat dan dikelola dalam lampiran
tersendiri pada APBD.
BAB V
PENYUSUNAN A P B D
Bagian Pertama
Prinsip Penyusunan APBD
Pasal 30
APBD disusun dengan pendekatan kinerja atau prestasi kerja yang akan
dicapai.
Pasal 31
(1) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk
setiap sumber pendapatan.
(2) Jumlah pengeluaran yang dianggarkan dalam APBD harus terukur
dan didukung dengan kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup.
(3) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas
tertinggi untuk setiap jenis belanja.
24
Pasal 32
Perkiraan Sisa Perhitungan APBD Tahun Lalu dicatat sebagai saldo
awal pada APBD tahun berikutnya, sedangkan realisasi Sisa
Perhitungan APBD Tahun Lalu dicatat sebagai saldo awal pada
perubahan APBD.
Bagian Kedua
Proses Penyusunan APBD
Pasal 33
(1) Dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, Pemerintah Kota
bersama-sama DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum
APBD.
(2) Dalam menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diawali dengan
penjaringan aspirasi masyarakat, berpedoman pada Rencana
Strategis Daerah dan atau dokumen perencanaan Daerah lainnya
yang ditetapkan Daerah, serta pokok-pokok kebijakan Nasional.
(3) Berdasarkan Arah dan Kebijakan Umum APBD sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Walikota menyusun strategi dan
prioritas APBD .
(4) Walikota menyiapkan Rancangan APBD berdasarkan strategi dan
prioritas APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dengan
mempertimbangkan kondisi ekonomi dan kemampuan Keuangan
Daerah
(5) APBD disusun dengan pendekatan Kinerja sebagaimana
dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) dan disusun sesuai dengan arah
dan kebijakan umum APBD, antara lain memuat :
a. Sasaran yang akan dicapai sesuai dengan fungsi belanja;
b. Pelayanan yang akan dicapai dan perkiraan biaya satuan
komponen kegiatan yang bersangkutan;
25
c. Bagian pendapatan yang membiayai belanja administrasi
umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal
atau pembangunan.
(6) Sebagai tolok ukur kinerja Keuangan Pemerintah Kota dalam
penyusunan APBD diperlukan Standar Analisa Belanja dan
Standar Biaya.
Pasal 34
(1) Berdasarkan Arah dan Kebijakan Umum dan Strategi Prioritas
APBD Unit Satuan Kerja wajib menyusun usulan Program,
Kegiatan dan Anggaran berdasarkan pendekatan kinerja, yang
dituangkan dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja disebut
RASK.
(2) Berdasarkan RASK disusun konsep Rancangan APBD yang
selanjutnya dibahas dalam pembicaraan Pendahuluan bersama
DPRD.
Bagian Ketiga
Dokumen Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD
Pasal 35
(1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD terdiri dari
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD beserta lampirannya.
(2) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (1) pasal ini terdiri dari:
a. Ringkasan APBD;
b. Rincian APBD;
26
c. Daftar Rekapitulasi APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan
dan Unit Satuan Kerja;
d. Daftar Jumlah Pegawai per Golongan dan per Jabatan;
e. Daftar Piutang Daerah;
f. Daftar Pinjaman Daerah;
g. Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah;
h. Neraca Daerah;
i. Daftar Dana Cadangan.
(3) Rincian APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b
memuat uraian bagian, kelompok, jenis, objek, rincian obyek
pendapatan, belanja serta pembiayaan untuk setiap Unit Satuan
Kerja.
(4) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD beserta lampirannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tercantum dalam Lampiran
I Peraturan Daerah APBD ini dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan.
Bagian Keempat
Penetapan APBD
Pasal 36
(1) Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan.
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan Nota Penjelasan
Keuangan Daerah.
(3) DPRD menetapkan agenda Pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) .
27
(4) Sebelum dilakukan pembahasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD perlu
disosialisasikan kepada masyarakat untuk mendapatkan masukan.
(5) Persetujuan DPRD terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan paling
lambat satu bulan setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) ditetapkan.
(6) Apabila Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tidak
disetujui DPRD, Pemerintah Kota berkewajiban
menyempurnakan Rancangan APBD tersebut.
(7) Penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disampaikan
kembali kepada DPRD selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal
tidak disetujui.
(8) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) tidak disetujui DPRD,
untuk membiayai keperluan setiap bulannya Pemerintah Kota
dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka
APBD tahun anggaran sebelumnya.
Pasal 37
(1) Peraturan Daerah tentang APBD ditindaklanjuti dengan
Keputusan Walikota tentang Penjabaran APBD.
(2) Keputusan Walikota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun menurut bagian, kelompok, jenis, objek, rincian objek
pendapatan, belanja dan pembiayaan untuk setiap Unit Satuan
Kerja.
Pasal 38
(1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD, Walikota
menetapkan Rencana Anggaran Satuan Kerja menjadi Dokumen
Anggaran Satuan Kerja.
28
(2) Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) memuat anggaran Pendapatan dan Belanja setiap Unit
Satuan Kerja yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh
Pengguna Anggaran.
(3) Penetapan Dokumen Anggaran Satuan Kerja paling lambat satu
bulan setelah Peraturan Daerah tentang APBD ditetapkan.
Bagian Kelima
Perubahan APBD
Pasal 39
(1) Perubahan APBD dilakukan atas dasar pertimbangan dan atau
untuk menampung adanya :
a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan
umum APBD;
b. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Kota
yang bersifat strategis;
c. Penyesuaian akibat tidak tercapainya target Penerimaan
Daerah yang ditetapkan;
d. Kebutuhan pembiayaan yang bersifat mendesak, keadaan
darurat yang tidak dapat ditangguhkan hingga Tahun
Anggaran berikutnya dan keadaan yang menyebabkan
keharusan untuk dilakukan pergeseran anggaran.
(2) Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya Perubahan APBD,
dibahas bersama dengan DPRD dan selanjutnya dituangkan dalam
Perubahan Arah dan Kebijakan Umum APBD.
(3) Perubahan Arah dan Kebijakan Umum APBD sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditindaklanjuti dengan Perubahan
Strategi dan Prioritas APBD dan ditetapkan oleh Walikota sebagai
pedoman Perangkat Daerah dalam menyusun usulan perubahan
program, kegiatan dan anggaran.
29
(4) Usulan perubahan program, kegiatan dan anggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dituangkan dalam Perubahan Rencana
Anggaran Satuan Kerja untuk disusun ke dalam Rancangan
Perubahan APBD.
(5) Perubahan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya Tahun Anggaran berkenaan.
Bagian Keenam
Dokumen Rancangan Peraturan Daerah
tentang Perubahan APBD
Pasal 40
(1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD
terdiri dari Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan
APBD beserta lampirannya.
(2) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri dari :
a. Ringkasan Perubahan APBD;
b. Rincian Perubahan APBD;
c. Daftar Rekapitulasi Perubahan APBD berdasarkan Bidang
Pemerintahan dan Unit Satuan Kerja ;
d. Daftar Piutang Daerah ;
e. Daftar Pinjaman Daerah ;
f. Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah ;
g. Daftar Dana Cadangan
h. Neraca Daerah Tahun Anggaran Yang Lalu.
(3) Rincian Perubahan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf b memuat uraian kelompok, jenis, objek dan rincian obyek
pendapatan, belanja dan pembiayaan untuk setiap Unit Satuan
Kerja.
30
(4) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD beserta
lampirannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tercantum dalam
Lampiran II Peraturan Daerah APBD dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan.
Pasal 41
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD beserta
lampirannya disampaikan oleh Walikota kepada DPRD untuk
dimintakan persetujuan.
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan Nota Perubahan APBD.
(3) DPRD menetapkan agenda Pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD yang
telah disetujui DPRD disahkan oleh Walikota menjadi Peraturan
Daerah tentang Perubahan APBD paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum tahun anggaran berakhir.
Pasal 42
(2) Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD ditindaklanjuti dengan Keputusan Walikota tentang Penjabaran Perubahan APBD.
(3) Keputusan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun menurut bagian, kelompok, jenis, objek dan rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan untuk setiap Unit Satuan Kerja .
Pasal 43
(1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD,
Walikota menetapkan Perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja
menjadi Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja, yang
memuat Pendapatan dan Belanja setiap Unit Satuan Kerja yang
digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh Pengguna Anggaran.
31
(2) Penetapan Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja paling
lambat satu bulan setelah Peraturan Daerah tentang Perubahan
APBD ditetapkan.
Bagian Ketujuh
Pergeseran APBD
Pasal 44
(1) Untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas pelaksanaan anggaran
dan untuk penyesuaian dengan keadaan atau kebutuhan yang
sangat mendesak maka Pemerintah Kota dengan persetujuan
DPRD melalui rapat Panitia Anggaran yang terkait, dapat
melakukan penggeseran anggaran yang berakibat pada terjadinya
perubahan lokasi dan tolok ukur kegiatan yang ditetapkan dengan
Keputusan Walikota selanjutnya dituangkan dalam perubahan
APBD.
(2) Anggaran yang dapat dilakukan penggeseran adalah anggaran
yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah APBD yang
bersangkutan.
(3) Pelaksanaan penggeseran anggaran harus dilengkapi dengan
Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) termasuk
perubahan Tolok Ukur Kinerja dan disertai alasan-alasan yang
rasional dan dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Penggeseran Anggaran tidak diperkenankan setelah perubahan
APBD ditetapkan.
Pasal 45
(1) Bila dipandang perlu dalam tahun berjalan, Pemerintah Kota
dapat melakukan pergeseran anggaran yang tidak berakibat pada
terjadinya perubahan sebagaimana dimaksud pada pasal 44 ayat
(1).
32
(2) Pelaksanaan pergeseran anggaran dapat dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan Anggaran
Daerah.
(3) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 ayat
(1) dan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
diperbolehkan untuk menambah honorarium, biaya perjalanan
dinas, insentif, dan biaya lembur.
BAB VI
PELAKSANAAN APBD DAN TATA USAHA
KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Dasar-dasar Pelaksanaan APBD dan
Tata Usaha Keuangan Daerah
Pasal 46
(1) Pelaksaanaan APBD dan Tata Usaha Keuangan Daerah setiap
awal Tahun Anggaran ditetapkan Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah dengan Keputusan Walikota;
(2) Tugas dan tanggung jawab Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 47
(1) Pedoman Pelaksanaan APBD dan Tata Usaha Keuangan Daerah
diatur dengan Keputusan Walikota sesuai Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Dalam Pelaksanaan APBD setiap Tahun Anggaran, Standarisasi
Indeks Harga Barang, Biaya Kegiatan, Pemeliharaan, dan
Honorarium ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
33
Bagian Kedua
Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran APBD
Pasal 48
(1) Perangkat Unit Satuan Kerja yang mempunyai tugas pemungutan
pendapatan Daerah wajib melaksanakan intensifikasi.
(2) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat,
potongan, bunga atau nama lain sebagai akibat dari penjualan dan
atau pengadaan barang dan atau jasa dan dari penyimpanan dan
atau penempatan uang Daerah merupakan Pendapatan Daerah.
(3) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
disetorkan ke Kas Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 49
(1) Satuan Pemegang Kas Pembantu yang mempunyai tugas
pemungutan pendapatan daerah wajib menyetorkan
penerimaannya ke Kas Daerah selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam.
(2) Khusus bagi yang lokasi pemungutannya jauh dari tempat
penyetoran, batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota.
(3) Satuan Pemegang Kas Pembantu yang mempunyai tugas
pemungutan pendapatan daerah dilarang menyimpan uang daerah
dalam penguasaannya lebih dari batas waktu yang ditetapkan
dalam ayat (1) dan (2) dan atau atas nama Pribadi/Instansi pada
suatu Bank dan atau Lembaga Keuangan lainnya.
34
Pasal 50
(1) Setiap penerimaan daerah disetor ke Rekening Kas Daerah.
(2) Pemegang Kas Daerah mengeluarkan Surat Tanda Setoran (STS)
atau Bukti Penerimaan Kas lainnya yang sah, sebagai dasar
pencatatan Akutansi Keuangan Daerah .
(3) Tata cara penyetoran dan Pembukuan Pendapatan Daerah diatur
dengan Keputusan Walikota.
Pasal 51
(1) Khusus untuk Unit Satuan Kerja yang bertanggungjawab atas
Pendapatan Asli Daerah, Satuan Pemegang Kas menunjuk
Kolektor Uang pada Unit kerja tertentu yang bertugas
mengumpulkan uang hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
(2) Kolektor Uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
menyetor seluruh uang yang diterimanya ke Bank atas nama
Rekening Kas Daerah paling lambat satu hari kerja sejak saat uang
kas tersebut diterima.
Pasal 52
(1) Untuk kelancaran penerimaan pendapatan daerah, Walikota dapat
menunjuk Bank Pemerintah atau lembaga keuangan lainnya yang
bertugas menerima pendapatan daerah.
(2) Bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib menyetorkan seluruh penerimaan daerah ke
Rekening Kas Daerah dan mempertanggung-jawabkannya kepada
Walikota.
(3) Tata cara pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
35
Pasal 53
(1) Semua kas yang diterima kembali dari pengeluaran yang telah
diselesaikan dengan Surat Perintah Membayar (SPM) dibukukan
sebagai pengurangan atas Pos Belanja Daerah tersebut.
(2) Penerimaan-penerimaan seperti dimaksud dalam ayat (1) yang
terjadi setelah tahun anggaran ditutup, dimasukkan pada tahun
anggaran berikutnya dan dibukukan pada Kelompok Pendapatan
Asli Daerah, Jenis Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah.
Pasal 54
(1) Penerimaan Kas Daerah yang berasal dari hasil penjualan dan
atau ganti rugi pelepasan hak aset Daerah dibukukan pada
Kelompok Pendapatan Asli Daerah, Jenis Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah Yang Sah.
(2) Penerimaan kas daerah yang berasal dari hasil penjualan dan atau
ganti rugi pelepasan hak aset Daerah yang dipisahkan dibukukan
pada Kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek
Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Dipisahkan.
Pasal 55
Penerimaan kas daerah yang berasal dari pungutan atau potongan yang
akan disetor kepada pihak ketiga dibukukan pada Pos Pinjaman
Perhitungan Pihak Ketiga (PPK).
Pasal 56
Setiap tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD
tidak dapat dilakukan sebelum ditetapkan Peraturan Daerah tentang
APBD yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah, kecuali
sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat (8).
36
Pasal 57
(1) Pengeluaran kas daerah yang mengakibatkan beban APBD, tidak
dapat dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD disahkan dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah,
kecuali sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 ayat (8).
(2) Pengecualian dari ayat (1) diatur dengan Keputusan Walikota.
(3) Untuk pengeluaran kas daerah atas beban APBD, terlebih dahulu
diterbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) atau Surat
Keputusan lainnya yang disamakan dengan itu, yang ditetapkan
dengan Keputusan Walikota.
(4) Penerbitan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) didasarkan atas Anggaran Kas
sebagaimana tercantum pada Dokumen Anggaran Satuan Kerja
(DASK) yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
(5) Setiap pengeluaran kas harus didukung oleh bukti yang lengkap
dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
Pasal 58
(1) Untuk melaksanakan pengeluaran kas daerah, Pengguna
Anggaran melalui Pemegang Kas mengajukan SPP kepada
Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada Pasal 16
ayat (3).
(2) Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diajukan setelah Surat Keputusan Otorisasi (SKO)
diterbitkan disertai dengan pengantar Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) dan daftar rincian penggunaan anggaran.
(3) Pengajuan pengeluaran kas untuk pembayaran beban tetap
dilakukan dengan Surat Permintaan Pembayaran Beban Tetap
(SPP-BT).
37
(4) Pengajuan pengeluaran kas untuk pembayaran beban yang
bersifat sementara oleh Satuan Pemegang Kas dilakukan
pengisian kas dengan menggunakan Surat Permintaan
Pembayaran Pengisian Kas (SPP-PK).
(5) Sistem, prosedur dan batasan pengeluaran Kas dengan Surat
Permintaan Pembayaran Beban Tetap (SPP-BT) dan Surat
Permintaan Pembayaran Pengisian Kas (SPP-PK) ditetapkan
dengan Keputusan Walikota.
Pasal 59
(1) Pengguna Anggaran bertanggung jawab atas uang yang
digunakan dengan cara membuat Surat Pertanggungjawaban
(SPJ) yang dilampiri dengan bukti-bukti yang sah.
(2) Surat Pertanggungjawaban (SPJ) berikut lampirannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada
Walikota paling lambat tanggal sepuluh bulan berikutnya.
(3) Format Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dan tata cara
pengisiannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Walikota.
Pasal 60
(1) Dalam keadaan mendesak, DPRD dapat memberikan kuasa
kepada Walikota untuk melakukan tindakan yang menyebabkan
pelampauan anggaran yang disediakan dalam APBD.
(2) Walikota dalam keadaan yang mendesak dapat melakukan
tindakan mendahului Perubahan APBD Tahun Anggaran yang
terlebih dahulu mendapat dengan Persetujuan DPRD.
Pasal 61
Penggunaan Anggaran Belanja Tidak Tersangka sebagaimana dimaksud
pada Pasal 21 diberitahukan kepada DPRD.
38
Pasal 62
(1) Setiap Pembebanan APBD harus didukung dengan alat bukti
yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang diperoleh dari pihak yang menagih .
(2) Pejabat yang diberi wewenang menandatangani dan atau
mengesahkan alat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas
beban APBD bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat dari
penggunaan alat bukti tersebut.
Pasal 63
Pembayaran atas beban APBD dilakukan dengan Beban Tetap dan atau
Pengisian Kas .
Pasal 64
(1) Pembayaran dengan beban tetap sebagaimana dimaksud pada
Pasal 63 dilakukan untuk pembayaran :
a. Belanja pegawai, belanja perjalanan dinas sepanjang
mengenai uang pesangon, belanja bagi hasil dan bantuan
keuangan, pembayaran pokok pinjaman yang jatuh tempo,
biaya bunga dan administrasi pinjaman, pelaksanaan
pekerjaan oleh pihak ketiga, pembelian barang dan jasa serta
pembelian barang dan bahan untuk pekerjaan yang dilakukan
sendiri.
b. Pelaksanaan pembelian barang dan atau jasa termasuk
pembelian barang dan bahan untuk pekerjaan yang
dilaksanakan sendiri (swakelola) baik dalam anggaran belanja
administrasi umum, belanja Operasi dan Pemeliharaan
maupun anggaran belanja modal, yang nilainya sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
39
(2) Pembayaran dengan cara Pengisian Kas sebagaimana dimaksud
pada Pasal 63 dilakukan untuk pembayaran :
a. Keperluan lain diluar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a dan b.
b. Pengadaan barang dan atau jasa yang nilainya untuk setiap
jenis barang dan atau jasa ditetapkan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pembiayaan
Pasal 65
Jumlah Sisa Perhitungan Anggaran Tahun Berkenaan di Tahun
Anggaran yang lalu dipindahbukukan pada kelompok Pembiayaan,
jenis Penerimaan Daerah, Obyek Sisa Lebih Anggaran Tahun Lalu
Pasal 66
(1) Dana Cadangan dibukukan dalam Rekening tersendiri atas nama
Dana Cadangan Pemerintah Kota, yang dikelola oleh
Bendaharawan Umum Daerah.
(2) Dana Cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai
program/kegiatan lain diluar yang telah ditetapkan kecuali telah
mendapat persetujuan DPRD.
(3) Program/kegiatan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (1) dilaksanakan
apabila Dana Cadangan yang disisihkan telah tercapai.
(4) Untuk pelaksanaan program/kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) Dana Cadangan terlebih dahulu dipindahbukukan
ke Rekening Kas Daerah.
40
Pasal 67
Penatausahaan pelaksanaan program/kegiatan yang dibiayai dari Dana
Cadangan diperlakukan sama dengan penatausahaan pelaksanaan
program/kegiatan lainnya.
Pasal 68
(1) Pinjaman Daerah jangka pendek dan jangka panjang disalurkan
melalui Rekening Kas Daerah.
(2) Penatausahaan pelaksanaan program/kegiatan yang dibiayai dari
Pinjaman Daerah diperlakukan sama dengan penatausahaan
pelaksanaan program/kegiatan lainnya.
(3) Semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka Pinjaman Daerah
dicantumkan dalam Daftar Pinjaman Daerah.
Bagian Keempat
Pengadaan Barang dan Jasa
Pasal 69
Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan
APBD dilakukan sebagai berikut :
a Efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil tidak
diskriminatif, dan akuntabel.
b Prosedur dan mekanisme pengadaan barang dan jasa diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Walikota sesuai Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
41
Pasal 70
(1) Seluruh barang yang pengadaannya atas beban APBD, dibukukan
ke dalam rekening Asset Daerah yang berkenaan, dan dicatat
dalam Daftar Asset Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Pembukuan Asset Daerah, termasuk penghitungan nilai buku,
depresiasi, dan kapitalisasi, dilakukan oleh Unit Satuan Kerja
yang melaksanakan fungsi akuntansi Pemerintah Kota.
Pasal 71
Dalam hal pengelolaan asset daerah menghasilkan penerimaan, maka
penerimaan tersebut menjadi pendapatan asli daerah dan disetor
seluruhnya ke Kas Daerah.
Pasal 72
(1) Asset daerah yang dicuri atau hilang, rusak, atau musnah, dapat
dihapuskan dari pembukuan asset dan daftar inventaris barang
daerah.
(2) Tata cara penghapusan asset daerah diatur dengan Keputusan
Walikota.
Pasal 73
(1) Asset yang berasal dari pihak ketiga berupa donasi, hibah,
bantuan, sumbangan, kewajiban, dan tukar guling yang menjadi
milik pemerintah daerah dituangkan dalam Berita Acara Serah
Terima dan dicatat dalam Daftar Inventaris Daerah.
(2) Asset sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diukur berdasarkan
nilai wajar dari harga pasar atau nilai pengganti.
42
Pasal 74
Penambahan atau Pengurangan nilai asset daerah akibat perubahan
status hukum kepemilikan dibukukan pada rekening Asset Daerah yang
bersangkutan dan dicatat dalam Daftar Inventaris Daerah.
Pasal 75
Pelaksanaan Pengelolaan Barang Daerah meliputi Perencanaan,
Pengadaan, Penyusunan, Pengeluaran, Pemeliharaan, Inventarisasi,
Perubahan Status Hukum, Pemanfaatan, Pengamanan, Pembinaan,
Pengendalian dan Pengawasan diatur dengan Keputusan Walikota.
Bagian Kelima
Akuntansi Keuangan Daerah
Pasal 76
(1) Sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan,
penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta
pelaporan keuangannya dalam rangka pelaksanaan APBD,
dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
diterima umum.
(2) Akuntansi Keuangan Daerah berpedoman pada Standar Akuntansi
Keuangan Daerah.
(3) Sistem dan prosedur akuntansi Keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pelaksanaan standar akuntansi Keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara bertahap.
(5) Sepanjang standar akuntansi Keuangan Daerah belum tersusun,
Daerah menggunakan sistem dan prosedur akuntansi yang
dipergunakan pada saat ini.
43
Pasal 77
(1) Untuk mengatur pengorganisasian dokumen, uang, barang,
catatan akuntansi dan laporan keuangan ditetapkan sistem dan
prosedur akuntansi.
(2) Sistem dan prosedur akuntansi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) terdiri dari:
a. Sistem dan Prosedur Akuntansi Penerimaan Kas;
b. Sistem dan Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas; dan
c. Sistem dan Prosedur Akuntansi Selain Kas.
(3) Sistem dan prosedur akuntansi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota tentang Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah.
BAB VII
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Prinsip-Prinsip Pelaporan Keuangan
Pasal 78
Pelaporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah harus
mengungkapkan:
a. secara wajar dan menyeluruh kegiatan Pemerintah Kota, pencapaian
kinerja keuangan daerah dan pemanfaatan sumber daya ekonomis
serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
b. perbandingan antara realisasi dan anggaran serta penyebab
terjadinya selisih antara realisasi dengan anggarannya;
c. konsistensi penyusunan laporan keuangan antara satu periode
akuntansi dengan periode akuntansi sebelumnya.;
d. perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan;
44
e. transaksi atau kejadian penting yang terjadi setelah tanggal tutup
buku yang mempengaruhi kondisi keuangan; dan
f. catatan-catatan terhadap isi laporan keuangan dan informasi
tambahan lainnya yang diperlukan yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dari pelaporan keuangan.
Bagian Kedua
Laporan Keuangan Pengguna Anggaran
Pasal 79
(1) Setiap akhir bulan Kepala Unit Satuan Kerja Pengguna Anggaran
wajib menyampaikan Laporan Keuangan Pengguna Anggaran
kepada Walikota.
(2) Laporan Keuangan Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) menggambarkan tentang pencapaian kinerja
program dan kegiatan, kemajuan realisasi pencapaian target
pendapatan, realisasi penyerapan belanja, serta realisasi
pembiayaan.
(3) Mekanisme pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Bagian Ketiga
Laporan Keuangan
Pasal 80
(1) Walikota menyampaikan laporan keuangan triwulan kepada
DPRD sebagai pemberitahuan pelaksanaan APBD.
(2) Laporan Triwulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah Triwulan yang
bersangkutan berakhir.
45
(3) Format laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum
dalam Lampiran III merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 81
(1) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada pasal 80 ayat
(1),untuk Triwulan ke dua disusun dalam bentuk Laporan
Semester pertama dan Laporan Semester keempat disusun dalam
bentuk Laporan Semester kedua ;
(2) Laporan Semesteran pertama sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), disertai dengan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya;
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), disampaikan
kepada DPRD selambat-lambatnya akhir Juli tahun anggaran
yang bersangkutan untuk dibahas bersama dengan Pemerintah
Kota.
Bagian Keempat
Laporan Akhir Tahun Anggaran
Pasal 82
(1) Setelah Tahun Anggaran berakhir Walikota menyusun Laporan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
(2) Laporan pertanggungjawaban akhir Tahun Anggaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan paling lambat 3
(tiga) bulan setelah Tahun Anggaran berakhir.
Pasal 83
(1) Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah pada akhir
Tahun Anggaran terdiri atas :
a. Laporan Realisasi APBD;
46
b. Laporan Arus Kas ;
c. Neraca Daerah ;
d. Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan
Laporan Keuangan Perusahaan Daerah .
(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sesuai
penilaian kinerja dan tolok ukur Rencana Strategis Daerah dengan
tujuan untuk mendukung penilaian atas pelaksanaan kebijakan di
bidang ekonomi, sosial budaya dan politik.
(3) Format laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kelima
Realisasi APBD
Pasal 84
(1) Realisasi APBD menjelaskan semua realisasi penerimaan dan
realisasi pengeluaran Tahun Anggaran yang bersangkutan dan
penilaian kinerja berdasarkan Rencana Strategis Daerah.
(2) Susunan nomenklatur yang terdapat dalam Realisasi APBD sama
dengan susunan nomenklatur yang terdapat dalam APBD.
Pasal 85
Laporan Realisasi APBD sebagaimana dimaksud pada Pasal 83 ayat (1)
huruf a berupa rincian anggaran setelah perubahan, rincian realisasi, dan
perhitungan selisih antara anggaran dengan realisasi pendapatan dan
belanja Daerah, disertai dengan penjelasan tentang penyebab terjadinya
selisih antara anggaran dengan realisasi, baik karena faktor terkendali
maupun yang tidak terkendali dari penanggungjawab program/kegiatan.
47
Pasal 86
(1) Nota Perhitungan APBD sebagai bagian dari Catatan atas Laporan
Keuangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 83 ayat (1) huruf d
Peraturan Daerah ini disusun berdasarkan Laporan Realisasi
APBD.
(2) Nota Perhitungan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memuat ringkasan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan
serta laporan kinerja keuangan daerah yang mencakup antara lain:
a. Pencapaian kinerja daerah dalam melaksanakan program yang
direncanakan;
b. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai
Administrasi Umum, kegiatan Operasi dan Pemeliharaan,
Bantuan Keuangan serta Belanja Modal untuk aparatur daerah
dan pelayanan publik;
c. Posisi Rekening Dana Cadangan.
(4) Format Nota Perhitungan APBD sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Pasal 87
(1) Laporan Arus Kas sebagaimana dimaksud pada Pasal 83 ayat (1)
huruf b menyajikan informasi mengenai sumber dan penggunaan
kas dalam aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas
pembiayaan.
(2) Laporan Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
disusun dengan metode langsung atau metode tidak langsung.
(3) Format Laporan Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
48
Pasal 88
(1) Neraca Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 83 ayat (1)
huruf c menyajikan informasi mengenai posisi aktiva, pinjaman
dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
(2) Posisi aktiva sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
termasuk dalam pengertian aktiva sumber daya alam seperti
hutan, sungai, kekayaan di dasar laut, dan kandungan
pertambangan, serta harta peninggalan sejarah yang menjadi aset
nasional.
(3) Format Neraca Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Bagian Keenam
Dokumen Rancangan Peraturan Daerah
tentang Realisasi APBD
Pasal 89
(1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang Realisasi APBD
terdiri dari Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan
APBD beserta lampirannya.
(2) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat terdiri dari :
a. Laporan Realisasi APBD;
b. Laporan Arus Kas.
c. Neraca Daerah.
d. Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan
laporan keuangan Perusahaan Daerah.
(3) Laporan Realisasi APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf a memuat uraian kelompok, jenis, objek dan rincian objek
pendapatan, belanja dan pembiayaan.
49
(4) Format Laporan Realisasi APBD beserta lampirannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tercantum dalam Lampiran
IV Peraturan Daerah APBD dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan.
Bagian Ketujuh
Penetapan Realisasi APBD
Pasal 90
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Realisasi APBD beserta
lampirannya disampaikan oleh Walikota kepada DPRD untuk
dimintakan persetujuan.
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan Laporan Realisasi
APBD, Laporan Arus Kas dan Neraca Daerah.
Pasal 91
(1) Agenda pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Realisasi APBD beserta lampirannya sebagaimana dimaksud
pada Pasal 89 ayat (2) ditentukan oleh DPRD.
(2) Rancangan Peraturan Daerah tentang Realisasi APBD yang telah
disetujui oleh DPRD disahkan oleh Walikota paling lambat tiga
bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(3) Penilaian pencapaian kinerja berdasarkan tolok ukur Rencana
Strategis ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH
50
Bagian Pertama
Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 92
(1) Pengawasan atas pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah
dilakukan oleh DPRD.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan bersifat
pemeriksaan dan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 93
(1) Untuk menjamin efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan
keuangan daerah, Walikota mengangkat Pejabat Satuan
Pengawasan Internal untuk melakukan pengawasan internal atas
Pengelolaan Keuangan Daerah.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
secara efisien dan efektif serta berpedoman pada Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 94
(1) Pemeriksaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan oleh
Badan Pengawas Daerah Kota Balikpapan yang mempunyai tugas
melakukan pemeriksaan berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
51
(3) Hasil pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada Walikota dan diberitahukan kepada DPRD.
(4) DPRD atas pertimbangan tertentu dapat memanfaatkan hasil
pemeriksaan Badan Pengawas Daerah dan/atau jasa pemeriksa
independen (Auditor Independen) untuk melaksanakan
pemeriksaan atas subyek tertentu dalam Pengelolaan Keuangan
Daerah.
BAB IX
KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DAERAH
DAN WAKIL KEPALA DAERAH
Bagian Pertama
Kedudukan Walikota dan Wakil Walikota
Pasal 95
Walikota dan Wakil Walikota adalah Pejabat Negara.
Pasal 96
(1) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Walikota dan Wakil
Walikota dibebaskan dari jabatan organiknya tanpa kehilangan
statusnya sebagai Pegawai Negeri.
(2) Selama menjadi Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri yang bersangkutan
dapat dinaikkan pangkatnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Walikota dan Wakil Walikota yang berasal dari Pegawai Negeri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berhenti dengan
hormat dari jabatannya dikembalikan kepada instansi asalnya.
52
Bagian Kedua
Gaji dan Tunjangan
Pasal 97
(1) Walikota dan Wakil Walikota diberikan gaji yang terdiri dari gaji
pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lainnya.
(2) Besarnya gaji pokok Walikota dan Wakil Walikota ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi Pejabat Negara, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 98
Walikota dan Wakil Walikota tidak dibenarkan menerima penghasilan
dan atau fasilitas rangkap dari Negara.
Bagian Ketiga
Biaya Sarana dan Prasarana
Pasal 99
(1) Walikota dan Wakil Walikota disediakan masing-masing rumah
jabatan beserta perlengkapannya dan biaya pemeliharaan.
(2) Apabila Walikota dan Wakil Walikota berhenti dari jabatannya,
rumah jabatan dan barang-barang perlengkapannya diserahkan
kembali secara lengkap dan dalam keadaan baik kepada
Pemerintah Kota tanpa suatu kewajiban dari Pemerintah Kota.
53
Bagian Keempat
Sarana Mobilitas
Pasal 100
(1) Walikota dan Wakil Walikota sekurang-kurangnya disediakan
sebuah kendaraan dinas.
(2) Apabila Walikota dan Wakil Walikota berhenti dari jabatannya,
kendaraan dinas diserahkan kembali dalam keadaan baik kepada
Pemerintah Kota.
Bagian Kelima
Biaya Operasional
Pasal 101
Untuk pelaksanaan tugas-tugas kepada Walikota dan Wakil Walikota
disediakan:
a. biaya rumah tangga dipergunakan untuk membiayai kegiatan
rumah tangga Walikota dan Wakil Walikota.
b. biaya pembelian inventaris rumah jabatan dipergunakan untuk
membeli barang-barang inventaris rumah jabatan Walikota dan
Wakil Walikota;
c. biaya Pemeliharaan Rumah Jabatan dan barang-barang inventaris
dipergunakan untuk pemeliharaan rumah jabatan dan barang-
barang inventaris yang dipakai atau dipergunakan oleh Walikota
dan Wakil Walikota;
d. biaya pemeliharaan kendaraan dinas dipergunakan untuk
pemeliharaan kendaraan dinas yang dipakai atau dipergunakan
oleh Walikota dan Wakil Walikota;
e. biaya pemeliharaan kesehatan dipergunakan untuk pengobatan,
perawatan, rehabilitasi, tunjangan cacat dan uang duka bagi
Walikota dan Wakil Walikota beserta anggota keluarga;
54
f. biaya Perjalanan Dinas dipergunakan untuk membiayai perjalanan
dinas dalam rangka pelaksanaan tugas Walikota dan Wakil
Walikota;
g. biaya Pakaian Dinas dipergunakan untuk pengadaan pakaian
dinas Walikota dan Wakil Walikota berikut atributnya;
h. biaya penunjang operasional dipergunakan untuk koordinasi,
penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan
kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas
Walikota dan Wakil Walikota.
Pasal 102
Besarnya biaya penunjang operasional sebagaimana dimaksud pada
Pasal 101 huruf h ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli
Daerah sebagai berikut:
a. sampai dengan Rp. 5 milyar paling rendah Rp. 125 juta dan paling
tinggi sebesar 3%;
b. di atas Rp. 5 milyar sampai dengan Rp. 10 milyar paling rendah Rp.
150 juta dan paling tinggi sebesar 2 %;
c. di atas Rp. 10 milyar sampai dengan Rp. 20 milyar paling rendah
Rp. 200 juta dan paling tinggi sebesar 1,50 %;
d. di atas Rp. 20 milyar sampai dengan Rp. 50 milyar paling rendah Rp.
300 juta dan paling tinggi sebesar 0,80 %;
e. di atas Rp. 50 milyar sampai dengan Rp. 150 milyar paling rendah
Rp. 400 juta dan paling tinggi sebesar 0,40 %;
f. di atas Rp. 150 milyar paling rendah Rp. 600 juta dan paling tinggi
sebesar 0,15%.
Pasal 103
Pengeluaran yang berhubungan dengan pelaksanaan Pasal 99, Pasal
100, dan Pasal 101 dibebankan kepada APBD.
55
BAB X
KEDUDUKAN KEUANGAN DPRD
Pasal 104
Kedudukan Keuangan DPRD diatur dengan Peraturan Daerah tentang
Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Balikpapan.
Pasal 105
(1) Pimpinan DPRD dan Sekretaris DPRD menyusun rencana
Anggaran Belanja DPRD.
(2) Anggaran Belanja DPRD dan Sekretariat DPRD merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari APBD.
(3) Pengelolaan Keuangan DPRD dilaksanakan oleh Sekretaris
DPRD dan pertanggungjawaban keuangan DPRD berpedoman
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN KAS DAERAH
Bagian Pertama
Arus Kas
Pasal 106
(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Kota
Balikpapan bertanggung jawab menyusun proyeksi arus kas baik
dari sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran untuk satu periode
Tahun Anggaran.
(2) Rencana arus kas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun
dalam periode bulanan.
56
Bagian Kedua
Buku Kas
Pasal 107
(1) Bendaharawan Umum Daerah sebagai Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah mempergunakan 1 (satu) buku kas dan
membuka rekening Kas Umum Daerah pada Bank yang
ditentukan oleh Walikota.
(2) Setiap penerimaan dan pengeluaran wajib dibukukan dalam buku
kas seketika itu juga dan ditutup setiap hari.
(3) Sisa kas tahun yang lalu harus dipindahbukukan sebagai sisa kas
permulaan tahun berikutnya.
Pasal 108
Setiap bulan Bendaharawan Umum Daerah harus mengirimkan
lembaran asli dan 1 (satu) tindasan dari buku kas kepada Walikota
melalui Unit Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah dengan
melampirkan pada lembaran aslinya surat-surat bukti penerimaan/
pengeluaran yang telah memenuhi syarat-syarat pelunasan.
Pasal 109
(1) Pemegang kas wajib mengirimkan Surat Pertanggungjawaban
kepada Walikota melalui Unit Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah paling lambat tanggal 10, bulan berikutnya.
(2) Dalam hal Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) belum
diterbitkan, Pemegang Kas Khusus Pengeluaran tidak perlu
melakukan pencatatan dan membuat Surat Pertanggungjawaban
(SPJ) nihil.
57
(3) Dalam hal kegiatan sudah selesai dilaksanakan Pemegang Kas
Khusus Pengeluaran tidak perlu mengirimkan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) nihil.
(4) Pemegang kas harus menyetor kembali sisa uang untuk
dipertanggungjawabkan yang tidak dipergunakan ke Kas Daerah
dengan menggunakan Surat Tanda Penyetoran.
Pasal 110
(1) Semua Surat Perintah Membayar Uang harus diterbitkan langsung
atas nama yang berhak menerima, kecuali belanja Pegawai dan
pembayaran Beban Sementara.
(2) Semua Surat Perintah Membayar Uang Pengisian Kas masuk ke
Rekening Pemegang Kas.
Pasal 111
Untuk Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) yang hilang, terbakar,
rusak, dicuri dan lain-lain, dikeluarkan Surat Perintah Membayar Uang
pengganti.
Pasal 112
(1) Pengeluaran Daerah yang tidak berupa uang tunai atau surat
berharga, dan tidak melalui kas, tetapi mengakibatkan
penambahan nilai nominal 1 (satu) atau beberapa kode rekening
penerimaan dan atau pengurangan nilai nominal 1 (satu) atau
beberapa kode rekening pengeluaran sampai suatu jumlah yang
sama, tidak diselesaikan dengan penerbitan Surat Perintah
Membayar Uang.
(2) Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimuat dalam
Perhitungan APBD, dengan mempergunakan Daftar Pembukuan
Administratif.
58
(3) Penerimaan yang tidak berupa uang atau surat berharga tetapi
yang mengakibatkan penambahan nilai nominal 1 (satu) atau
beberapa kode rekening pengeluaran dan atau pengurangan nilai
nominal 1 (satu) atau beberapa kode rekening penerimaan, sampai
suatu jumlah yang sama dimuat dalam Perhitungan Anggaran
Keuangan dengan menggunakan Daftar Pembukuan
Administratif.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
terhadap penerimaan yang diselesaikan dengan jalan pemotongan
pada Surat Perintah Membayar Uang.
Pasal 113
Dalam hal penagihan Daerah tidak dilakukan dengan jalan pemotongan
pada Surat Perintah Membayar Uang maka selain mengenai pajak,
penagihan dilakukan dengan mengeluarkan :
a. Surat Perintah Penagihan atau;
b. Surat Perintah Penagihan Berulang.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF
DAN GANTI RUGI
Pasal 114
(1) Walikota, Wakil Walikota dan Kepala Unit Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang terbukti secara sah melakukan
penyimpangan kebijakan anggaran yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang APBD, diancam dengan pidana penjara
dan denda sesuai dengan ketentuan Undang-undang.
59
(2) Walikota memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan
Undang-undang kepada Pegawai Negeri serta pihak-pihak lain
yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan
dalam Perturan Daerah tentang APBD.
Pasal 115
(1) Setiap Pejabat Negara dan Pegawai Negeri bukan Pemegang Kas
yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik
langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara
dan atau daerah diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
(2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar,
dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-
barang negara dan/atau daerah adalah satuan pemegang kas yang
wajib menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban kepada
Badan Pemeriksa Keuangan.
(3) Setiap pemegang kas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara
dan/atau daerah yang berada dalam pengurusannya.
BAB XIII
PINJAMAN DAERAH
Pasal 116
(1) Pemerintah Kota dapat mengadakan pinjaman daerah dengan
persetujuan DPRD dan dituangkan dalam perjanjian yang
diundangkan dalam Lembaran Daerah.
(2) Dalam hal melakukan pinjaman, Pemerintah Daerah wajib
mentaati persyaratan jumlah sisa pinjaman daerah ditambah
dengan jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75%
(tujuh puluh persen) dari penerimaan APBD tahun sebelumnya.
60
(3) Sumber pinjaman Pemerintah Daerah dapat berasal dari
Pemerintah Pusat, sumber pinjaman dalam negeri lainnya dan
sumber pinjaman dari luar negeri.
(4) Pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan melalui mekanisme
penerusan pinjaman, dan pelaksanaan pinjaman daerah dari
Pemerintah Pusat maupun dari dalam negeri lainnya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 117
(1) Pemerintah Kota dilarang melakukan tindakan yang bersifat
penjaminan terhadap pinjaman pihak lain yang mengakibatkan
beban atas Keuangan Daerah.
(2) Semua pembayaran yang menjadi kewajiban Daerah dari
Pinjaman Daerah yang akan jatuh tempo merupakan prioritas dan
dianggarkan dalam APBD.
(3) Pemerintah Kota wajib menyelenggarakan Administrasi Pinjaman
Daerah, dan secara berkala dilaporkan kepada DPRD
tembusannya disampaikan pada Menteri Keuangan.
(4) Pelaksanaan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud pada pasal
116 ayat (1) sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
BAB XIV
PENGELOLAAN PIUTANG, PINJAMAN DAN BARANG DAERAH
Bagian Pertama
Pengelolaan Piutang Daerah
61
Pasal 118
(1) Pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja
dan kekayaan daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang
daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu.
(2) Daerah mempunyai hak mendahului atas piutang daerah sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Penyelesaian Piutang Daerah yang timbul sebagai akibat
hubungan keperdataan dapat dilakukan perdamaian yang diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Walikota.
(4) Perubahan atas jumlah uang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), (2) dan (3) ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang
APBD.
(5) Penghapusan Piutang Pemerintah Daerah dapat dihapuskan secara
mutlak atau bersyarat dari pembukuan oleh Walikota sampai
dengan batas Rp. 5.000.000.000,- (lima milyard rupiah) dan jika
lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima milyard rupiah) harus
mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(6) Tata cara penyelesaian dan penghapusan Piutang Daerah akan
diatur dengan Keputusan Walikota.
Bagian Kedua Pengelolaan Pinjaman Daerah
Pasal 119
(1) Walikota dapat menunjuk Pejabat yang diberi kuasa atas nama
Walikota untuk mengadakan Pinjaman Daerah atau menerima
hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pinjaman/Hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
diterus pinjamkan kepada Badan Usaha Milik Daerah.
62
(3) Biaya yang berkenaan dengan proses pengadaan pinjaman atau
hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibebankan pada
APBD.
(4) Tata cara pengadaan pinjaman dan atau penerimaan hibah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) ditetapkan
dengan Keputusan Walikota.
(5) Hak tagih mengenai pinjaman atas beban daerah kadaluwarsa
setelah 5 (lima) tahun sejak hutang tersebut jatuh tempo, kecuali
ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Kadaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tertunda,
apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada daerah
sebelum berakhirnya masa kadaluwarsa.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak berlaku
untuk pembayaran kewajiban bunga, denda, biaya administrasi
pinjaman dan pokok pinjaman daerah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Barang Daerah
Pasal 120
(1) Walikota dapat menunjuk Pejabat yang diberi kuasa mengelola
barang milik Daerah.
(2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah pengguna Barang
daerah bagi satuan Kerja yang dipimpinnya.
(3) Walikota menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik
Daerah.
(4) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah melakukan
pengawasan atas penyelenggaraaan pengelolaan barang milik
daerah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Walikota.
63
(5) Pengguna barang dan atau kuasa pengguna barang wajib
mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.
(6) Barang milik daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas
Pemerintah Kota tidak dapat dipindahtangankan.
(7) Pemindahtanganan barang milik daerah yang dilakukan dengan
cara dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal
Pemerintah Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.
(8) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud huruf a ayat ini tidak
termasuk tanah dan atau bangunan yang :
a. Pemindahtanganan tanah dan atau bangunan
b. Tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud huruf a ayat
ini tidak termasuk tanah dan atau bangunan yang :
1. Sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau
penataan kota.
2. Harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan
pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan
Anggaran.
3. Diperuntukan bagi pengawai negeri.
4. Diperuntukan bagi kepentingan umum.
5. Dikuasai Negara/Daerah berdasarkan Keputusan
Pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan
atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak
secara ekonomis.
c. Pemindahtanganan barang milik Daerah selain tanah dan atau
bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima
milyard rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan
Walikota.
64
(9) Penjualan barang milik daerah dilakukan sesuai dengan cara
lelang kecuali ada ketentuan perundang-undangan yang berlaku
yang mengatur tentang hal itu.
(10) Barang milik Daerah yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah
Kota harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Kota.
(11) Bangunan Milik Daerah harus dilengkapi dengan bukti status
kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
(12) Tanah dan bangunan milik Negara/Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan
tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib
diserahkan pemanfaatannya kepada Walikota untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas Pemerintah Kota.
(13) Barang milik daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain
sebagai pembayaran atas tagihan kepada Pemerintah Kota atau
dijadikan jaminan/digadaikan untuk mendapatkan pinjaman.
BAB XV
LARANGAN PENYITAAN UANG DAN
BARANG MILIK DAERAH DAN ATAU
YANG DIKUASAI DAERAH
Pasal 121
Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap :
a. Uang atau Surat berharga milik daerah baik yang berada pada
Pemerintah Kota maupun pihak ketiga.
b. Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada Kota.
c. Barang bergerak milik Daerah baik yang berada pada Pemerintah
Kota maupun pada pihak ketiga.
d. Barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh Negara/Kota yang
diperlukan untuk penyelenggaraan tugas Pemerintahan.
65
BAB XVI
SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH
Pasal 122
(1) Kota wajib menyampaikan informasi yang berkaitan dengan
Keuangan Daerah kepada Pemerintah Pusat, termasuk didalamnya
mengenai Pinjaman Daerah.
(2) Jenis informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) antara lain:
a. APBD, Perubahan APBD, Realisasi APBD serta Triwulan;
b. Pembiayaan dalam rangka Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan;
c. Neraca Daerah;
d. Dana Cadangan Daerah;
e. Pinjaman dan Hibah Daerah;
f. Piutang Daerah;
g. Laporan Keuangan BUMD;
h. Data yang berkaitan dengan kebutuhan dan potensi Otonomi
Daerah.
(3) Bentuk laporan informasi yang disampaikan dapat berupa narasi,
tabel dan atau grafik yang memenuhi prinsip-prinsi akurasi
sederhana mudah dimengerti, relevan, komparabilitas dan dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 123
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, semua Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berkaitan dengan Teknis Pengelolaan
Keuangan Daerah, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
66
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 124
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
menyangkut teknis pelaksanaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Walikota.
Pasal 125
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Kota Balikpapan.
Disahkan di : Balikpapan
pada tanggal : 12 Agustus 2004
WALIKOTA BALIKPAPAN
TTD
IMDAAD HAMID
Diundangkan di Balikpapan Pada tanggal 12 Agustus 2004 SEKRETARIS DAERAH KOTA BALIKPAPAN DRS. IDHAM KADIR, MSi. LEMBARAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TAHUN 2004 NOMOR 23 SERI : A NOMOR 04