DISUSUN OLEH:ARDIYAN NASUTION
(101001029)
REFERATGANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL
BAB IPENDAHULUAN
Sexual identity (Identitas Kelamin)
Gender identity (Identitas Jenis Kelamin)
Gender role behaviour (Perilaku Peranan Jenis Kelamin)
Empat Fase Siklus Respon dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM– IV)
• FASE I (Hasrat)• FASE II (Perangsangan)• FASE III (Orgasme)• FASE IV (Resolusi)
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Gangguan preferensi seksual atau parafilia adalah gangguan
seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat yang biasanya dilakukan berulang kali dan menakutkan bagi seseorang, yang merupakan penyimpangan dari norma-norma dalam hubungan seksual yang dipertahankan secara tradisional, yang secara sosial tidak dapat diterima.
KLASIFIKASI
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM-IV) adalah :
1. Ekshibisionisme 2. Fethishisme 3. Frotteurisme 4. Pedofilia 5. Masokisme seksual 6. Sadisme seksual 7. Voyeurisme 8. Fethisisme transvestik 9. Parafilia lain yang tidak ditentukan
EPIDEMIOLOGI
Parafilia dipraktekkan oleh sejumlah kecil populasi. Sifat gangguan yang terus menerus dan berulang, menyebabkan tingginya frekuensi kerusakan akibat tindakan orang dengan parafilia. Diantara semua kasus parafilia, yang paling sering adalah pedofilia. 10-20% dari semua anak pernah diganggu pada usia 18 tahun.
Faktor Psikoseksual
Faktor Organik
ETIOLOGI
DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS
Ekshibisionisme
Berdasarkan PPDGJ-III antara lain:
• Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau niat untuk berhubungan lebih akrab.
• Ekshibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam jarak yang aman di tempat umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut, atau terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat.
• Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual, tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (simultaneously) dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik dalam hubungan tersebut.
• Kebanyakan penderita ekshibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat “ego-alien” (suatu benda asing bagi dirinya)
Fetishisme
Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik fetihisme adalah:
• Mengandalkan pada beberapa benda mati (non-living object) sebagai rangsangan untuk membangkitkan keinginan seksual dan memberikan kepuasan seksual. Kebanyakan benda tersebut (objek fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaian atau sepatu.
• Diagnosis ditegakkan apabila objek fetish benar-benar merupakan sumber yang utama dari rangsangan seksual atau penting sekali untuk respons seksual yang memuaskan.
Frotteurisme
Pedofilia
Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik pedofilia antara lain:
• Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya prapubertas atau awal masa pubertas baik laki-laki maupun perempuan.
• Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan.• Preferensi tersebut harus berulang dan menetap. • Termasuk: laki-laki dewasa yang mempunyai
preferensi patner seksual dewasa tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaannya beralih kepada anak-anak sebagai pengganti.
Kriteria Diagnostik Pedofilia
A. Waktu sekuramg-kurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, adanya dorongan seksual, atau perilaku berulang dan kuat berupa aktifitas
seksual dengan anak prapubertas atau anak-anak (biasanya berusia 13 tahun atau
kurang).
B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi
penting lainnya.
C. Orang sekurang-kurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun
lebih tua dari anak .
MASOKISME & SADISME
Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnostik Sadomasokisme antara lain:
• preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan pengikatan atau menimbulkan rasa sakit atau penghinaan (individu yang lebih suka untuk menjadi resipien dari rangsangan demikian disebut “masochism”, sebagai pelaku “sadism”).
• Seringkali individu mendapatkan rasangan seksual dari aktivitas sadistic maupun masokistik
• Kategori ini hanya digunakan apabila aktivitas sadomasokistik merupakan sumber rangsangan yang penting untuk pemuasan seks.
• Harus dibedakan dari kebrutalan dalam hubungan seksual atau kemarahan yang tidak berhubungan dengan erotisme
Voyeurisme
kriteria diagnostik voyeurism antara lain:
• Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian.
• Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan masturbasi, yang dilakukan tanpa orang yang diintip menyadarinya.
FETIHISME TRANSVESTIME
Berdasarkan PPDGJ-III kriteria diagnosis antara lain:
• Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk mencapai kepuasan seksual.• Gangguan ini harus dibedakan dari fetishisme dimana pakaian sebagai objek fetish bukan
hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk menciptakan penampilan seorang dari lawan jenis kelaminnya. Biasanya lebih dari satu jenis barang yang dipakai dan seringkali suatu perlengkapan menyeluruh, termasuk rambut palsu dan tat arias wajah.
• Transvestisme Fetishistik dibedakan dari transvestisme transsexual oleh adanya hubungan yang jelas dengan bangkitnya gairah seksual dan keinginan/hasrat yang kuat untuk melepaskan baju tersebut apabila orgasme sudah terjadi dan rangsangan seksual menurun.
• Adanya riwayat Transvestisme Fetishistik biasanya dilaporkansebagai suatu fase awal oleh para penderita transeksualisme dan kemungkinan merupakan suatu stadium dalam perkembangan transeksualisme.
Parafilia yang tak ditentukan
TERAPI
Ada lima macam intervensi psikiatrik yang digunakan dalam kasus parafilia:
• kontrol eksternal, • pengurangan dari dorongan seksual, • pengobatan kondisi komorbid (seperti
depresi atau kecemasan), • terapi cognitive-behavioral, dan • psikoterapi dinamik
PROGNOSIS
Prognosis buruk pada parafilia berhubungan dengan onset usia yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau malu terhadap tindakan tersebut dan penyalahgunaan zat.
Prognosis baik jika pasien memiliki riwayat koitus di samping parafilianya, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien datang atas kemauan sendiri bukan dikirim oleh badan hukum.
Terima kasih
Recommended