Presentasi Kasus
KEJANG DEMAM KOMPLEKS
OLEH :
Oleh:
Ratna Prabawati N G99141157/ C05
Namira Qisthina G99141158/C06
Pembimbing:
Noor Alifah, dr., Sp. A
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD PANDAN ARANG
BOYOLALI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam atau biasa disebut stuip merupakan gangguan kejang
yang paling lazim terjadi pada anak dengan prognosis yang sangat baik secara
seragam. Namun, kejang demam dapat menandakan penyakit infeksi akut serius
yang mendasari seperti sepsis dan meningitis bakteria sehingga setiap anak harus
diperiksa secara cermat dan secara tepat diamati mengenai penyebab demam yang
menyertai. Kejang demam jarang terjadi dibanding epilepsi dan kejang demam ini
secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu.
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak
berusia diatas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Kejang demam disebut kejang demam kompleks apabila kejang lamanya >15
menit dan berulang.
Kepentingan kasus kejang demam kompleks dibuat sebagai kasus karena
ada banyak alasan, diantaranya adalah :
1. Untuk mengetahui definisi kejang demam kompleks
2. Untuk mempelajari etiologi kejang demam kompleks
3. Untuk mempelajari patofisiologi dan manifestasi klinis kejang demam
kompleks
4. Untuk mempelajari cara mendiagnosis kejang demam kompleks
5. Untuk mempelajari penatalaksanaan dari kejang demam kompleks
6. Untuk mengetahui prognosis kejang demam kompleks
Karena pentingnya hal tersebut kita sebagai dokter harus bisa menegakkan
diagnosis dari kejang demam kompleks.
1
BAB II
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Umur : 14 bulan
BeratBadan : 9 kg
PanjangBadan : cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Regolo RT/RW 4/7 Pulisan, Boyolali
Tanggal masuk : 20 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 20 April 2015
No. CM : 14469681
2. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara aloanamnesis terhadap ibu
pasien tanggal 20 April 2015.
A. Keluhan Utama
Deman dan kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien kejang. Kejang terjadi
saat pasien demam tinggi. Saat kejang kaki dan tangan pasien kaku, mata
mendelik keatas dan gigi mengatup kuat. Kejang terjadi selama 15 menit
dan saat kejang pasien sadar. Pasien kemudian dibawa ke IGD RSPA. Saat
di IGD pasien masih kejang kemudian diberi diazepam per rectal 5 mg dan
kejang berhenti. Setelah kejang berhenti, anak menangis.
Hari sebelum masuk rumah sakit pasien batuk pilek. Keluhan batuk
disertai dengan dahak. Dua hari sebelum masuk rumah sakit pasien
2
demam tinggi, turun dengan obat penurun panas, tetapi kemudian naik
lagi. Selama sakit tidak ada keluhan diare, muntah, keluar cairan dari
telinga.
Saat di IGD pasien masih demam, BAK terakhir 1 jam sebelum
masuk rumah sakit.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya : disangkal
Riwayat dirawat di RS : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang di keluarga : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama ibu, bapak dan kakak. Saat ini pasien
dirawat dengan biaya BPJS. Pasien tinggal di perkampungan, sudah
memiliki kamar mandi dan jamban pribadi. Sumber air yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari berasal dari sumur.
F. Riwayat NutrisiAnak
1) ASI rutin diberikan semenjak lahir sampai dengan sekarang.
Diberikan minimal 3 jam sekali, bergantian payudara kanan dan kiri
sampai anak tertidur.
2) Bubur susu saat usia 5 bulan.
G. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan kehamilan dilakukan rutin oleh ibu pasien, di bidan.
Tidak ada penyakit yang diderita Ibu pasien selama masa kehamilan.
3
Riwayat minum jamu selama hamil (-), vitamin (-), dan tablet penambah
darah (-).
H. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di rumah bidan dan ditolong oleh bidan. Kelahiran
berlangsung saat usia kehamilan 9 bulan, lahir spontan dengan berat badan
3100 gram, menangis kuat segera setelah lahir, tidak biru dan tidak
ditemukan cacat tubuh.
I. Riwayat Imunisasi
Imunisasi belum lengkap sesuai KMS.
BCG : 1 bulan
Polio : 1, 2, 3, 4 bulan
DPT : 2, 3, 4 bulan
Hep-B : 1, 2, 3, 4 bulan
Kesan : Imunisasi belum lengkap menurut Kemenkes
J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan
Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan
Berkata 2-3 kata spesifik : 1 tahun 3 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 3,5 bulan
Menunjukkan benda : 1,2 tahun
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
4
Mulai makan : 6 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
Kesan : Tidak ada keterlambatan perkembangan.
K. Pohon Keluarga
Penderita merupakan anak pertama dan belum memilki saudara,
Ayah dan ibu menikah satu kali.
III. PEMERIKSAAN FISIS
1. Keadaan Umum : E4V5M6, sakit sedang, gizi kesan cukup
2. Vital sign
Suhu : 38,7oC per aksiler
Nadi : 130 x/menit, teraba kuat, intensitas reguler
Frekuensi napas : 30 x/menit, reguler, kedalaman cukup
Status gizi : severe underweight, severe stunted, normoweight.
Berat Badan : 9 kg
Panjang Badan : 76cm
Umur : 14 bulan
Lingkar Kepala : 40 cm, mesocephal
BB/U = 8/8,8 x 100% = 88,9% (-2 SD <Z-Score < 2 SD)
TB/U = 70/71 x 100% = 97,2% (-2 SD <Z-Score < 2 SD)
5
An. S, ♂, 13 bulan, 9,1 kg, 7,6 cm
I
II
III
BB/PB = 8/9 x 100% = 94,1% (-2 SD < Z-Score < 2 SD)
Kesimpulan : status gizi secara antropometri baik (normoweight,
normoheight, gizi baik) menurut WHO 2004.
3. Kepala :bentuk mesocephal, rambut hitam, distribusi merata dan
tidak mudah dicabut. UUB belum tertutup sempurna
UUK:
4. Mata :cowong (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor 2mm/2mm,
conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), air mata (+/+),
oedem palpebra (-/-)
5. Telinga : sekret (-/-)
6. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
7. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-)
8. Tenggorokan : tonsil T1_T1hiperemis (-/-) faring hiperemis (-),
9. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
10. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-/-), gerakan simetris kanan
kiri
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC IV
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung tidak dapat dievaluasi
Auskultasi : BJ I-II intensitas meningkat reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Suaradasar vesikuler (+/+), suara tambahan(-/-)
11. Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : supel, lien dan hepar tidak teraba, nyeri
tekan (-)
Turgor : kembali cepat
12. Ekstremitas:
6
akral dingin oedem
Capillary Refill Time < 2 detik
Reflek fisologis:
a. Biceps : (+2)
b. Triceps : (+2)
c. Achilles : (+2)
d. Patella : (+2)
Reflek patologis :
a. Babinsky : (-/-)
b. Chaddock : (-/-)
c. Oppenheim : (-/-)
d. Gordon : (-/-)
Meningeal sign :
a. Kaku kuduk : (-)
b. Brudzinky I/II : (-)
c. Laseg : (-)
d. Kernig : (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan 20/4/2015 Satuan Rujukan
HEMATOLOGIDARAH LENGKAPHemoglobin 10,4 ↓ g/dl 11.5-13,5
Hematokrit 31.8 ↓ % 35-45
Trombosit 280 103/uL 150-450
Eritrosit 4.45 106/uL 3,9-5,9
Leukosit 6700 /uL 4500-14500
Protein plasma - g/dl 6-8
LED 25 /mm 0-20
7
- ---
- ---
INDEX ERITROSIT
MCV 66,5 ↓ F L 80-100
MCH 21,9 ↓ pg 27-32
MCHC 32,9 g/dl 32-36
RDW 15,15 % <15
HITUNG JENIS
Eosinofil 0 % 1 - 3
Basofil 0 % 0 - 1
Neutrofil batang 0 % 1 - 6
Neutrofil segmen 62,8 % 50-70
Limfosit% 32,3 % 20 – 40
Monosit 5,6 % 2 - 8
Gula Darah sewaktu - mg/dl
V. RESUME
Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien kejang. Kejang terjadi
saat pasien demam tinggi. Saat kejang kaki dan tangan pasien kaku, mata
mendelik keatas dan gigi mengatup kuat. Kejang terjadi selama 15 menit
dan saat kejang pasien sadar. Pasien kemudian dibawa ke IGD RSPA. Saat
di IGD pasien masih kejang kemudian diberi diazepam per rectal 5 mg dan
kejang berhenti. Setelah kejang berhenti, anak menangis.
Hari sebelum masuk rumah sakit pasien batuk pilek. Keluhan batuk
disertai dengan dahak. Dua hari sebelum masuk rumah sakit pasien
demam tinggi, turun dengan obat penurun panas, tetapi kemudian naik
lagi. Selama sakit tidak ada keluhan diare, muntah, keluar cairan dari
telinga.
Saat di IGD pasien masih demam, BAK terakhir 1 jam sebelum
masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan kesadaran compos mentis, kesan
sakit sedangdan gizi kesan cukup, tanda vital didapatkan suhu 38,9oC per
aksiler, 130 x/menit, teraba kuat, intensitas reguler, frekuensi 30 x/menit,
reguler, kedalaman cukup, mesocephal, pupil isokor. Reflek fisiologis
dalam batas normal, refleks patologis (-/-), dan tanda-tandakaku kuduk (-).
8
VI. DAFTAR MASALAH
1. Kejang
2. Demam (+); T: 390C
3. Batuk
4. Faring hiperemis
5. Pemeriksaan fisis pulmo didapatkan ronki basah kasar
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam kompleks
2. Meningitis
VIII. DIAGNOSA KERJA
Kejang demam kompleks
IX. PENATALAKSANAAN
Terapi
Rawat bangsalanak
IVFD D ½ NS 8 tpm makro
Stesolid supp 5 mg jika masih kejang
Pamol syr 3 x cth ¾ jika masih panas
Planning
Elektrolit
Monitoring
Keadaan umum dan tanda vital tiap 8 jam
Balance Cairan dan Diuresis tiap 8 jam
Awasi kejang berulang
9
X. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
XI. FOLLOW UP PASIEN
Follow up 20 April 2015 9 Maret 2015 10 Maret 2015
S Demam (+), batuk (+), dahak
(+), pilek (-), kejang (+) ketika
di IGD, mual (-), muntah (-),
makan (+), minum (+), BAB
(+), BAK (+), rewel (-)
Demam (-), batuk (+)<<,
dahak (+) <<t, pilek (-),
kejang (-), mual (-), muntah
(-), makan (+), minum (+),
BAB (+), BAK (+), rewel (-)
Demam (-), batuk (-), pilek
(-), kejang (-), mual (-),
muntah (-), makan (+),
minum (+), BAB (+), BAK
(+), rewel (-)
O KU: sakit sedang, CM, gizi
baik, E4 V5 M6
KU: sakit sedang, CM, gizi
baik, E4 V5 M6
KU: sakit sedang, CM, gizi
baik, E4 V5 M6
Tanda Vital HR : 131 x/menit
RR : 35 x/menit
T : 39,1oC (per axiler)
HR : 100 x/menit
RR : 34 x/menit
T : 36,1oC (per axiler)
HR : 120 x/menit
RR : 32 x/menit
T : 36,2oC (per axiler)
Kepala Mesocephal Mesocephal Mesocephal
Mata Konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), mata cekung
(-/-), pupil isokor
(2mm/2mm), reflek cahaya
(+/+)
Konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), mata cekung
(-/-), pupil isokor
(2mm/2mm), reflek cahaya
(+/+)
Konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), mata cekung
(-/-), pupil isokor
(2mm/2mm), reflek cahaya
(+/+) (+/+)
Hidung Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-),
faring hiperemis (+), T2-T2
hiperemis (+)
Mukosabasah (+), sianosis
(-), faring hiperemis (+), T1-
T1hiperemis (-)
Mukosabasah (+), sianosis
(-), faring hiperemis (-), T1-
T1hiperemis (-)
Telinga Bentuk normal, sekret (-/-) Bentuk normal, sekret (-/-) Bentuk normal, sekret (-/-)
Leher Pembesaran KGB (-) Pembesaran KGB (-) Pembesaran KGB (-)
Thorax Retraksi (-)
Pulmo
Inspeksi: pengembangan
dinding dada kanan sama
Retraksi (-)
Pulmo
Inspeksi: pengembangan
dinding dada kanan sama
Retraksi (-)
Pulmo
Inspeksi: pengembangan
dinding dada kanan sama
10
dengan kiri
Palpasi: fremitus dinding
dada kanan sama dengan
kiri
Perkusi: sonor (+/+)
Aukultasi: suara dasar
vesikuler (+/+), RBK (+/+)
Cor
Inspeksi: ictus cordis tidak
tampak
Palpasi: ictus cordis tidak
teraba kuat angkat
Perkusi : batas jantung sde
Auskultasi : BJ I-II
intensitas normal, reguler,
bising (-)
dengan kiri
Palpasi: fremitus dinding
dada kanan sama dengan
kiri
Perkusi: sonor (+/+)
Aukultasi: suara dasar
vesikuler (+/+),RBK
(+/+)<<
Cor
Inspeksi: ictus cordis
tidak tampak
Palpasi: ictus cordis tidak
teraba kuat angkat
Perkusi : batas jantung
sde
Auskultasi : BJ I-II
intensitas normal,
reguler, bising (-)
dengan kiri
Palpasi: fremitus dinding
dada kanan sama dengan
kiri
Perkusi: sonor (+/+)
Aukultasi: suara dasar
vesikuler (+/+),RBK (-/-)
Cor
Inspeksi: ictus cordis
tidak tampak
Palpasi: ictus cordis
tidak teraba kuat angkat
Perkusi : batas jantung
sde
Auskultasi : BJ I-II
intensitas normal,
reguler, bising (-)
Abdomen Inspeksi: dinding dada
sejajar dinding perut
Auskultasi: bising usus (+)
Perkusi: timpani (+)
Palpasi: supel (+), nyeri
tekan (-), hepar dbn, lien
dbn
Inspeksi: dinding dada
sejajar dinding perut
Auskultasi: bising usus
(+)
Perkusi: timpani (+)
Palpasi: supel (+), nyeri
tekan (-), hepar dbn, lien
dbn
Inspeksi: dinding dada
sejajar dinding perut
Auskultasi: bising usus
(+)
Perkusi: timpani (+)
Palpasi: supel (+), nyeri
tekan (-), hepar dbn, lien
dbn
Genital Phymosis (-) Phymosis (-) Phymosis (-)
Ekstremitas Akral dingin (-)
sianosis (-)
CRT < 2 detik
Akral dingin (-)
sianosis (-)
CRT < 2 detik
Akral dingin (-)
sianosis (-)
CRT < 2 detik
11
Asessment Kejang demam
kompleks
Rhinofaringitis
Normoweight,
normoheight, gizi baik
Kejang demam
sederhana
Rhinofaringitis
Normoweight,
normoheight, gizi baik
Kejang demam
sederhana
Rhinofaringitis
Normoweight,
normoheight, gizi baik
Terapi IVFD D ½ NS 5 tpm
makro
Diet bubur susu atau
ASI atau PASI
Paracetamol syr 3x cth
1 Po
Cefixime 2x50 mg
IVFD D ½ NS 5 tpm
makro
Diet bubur susu atau
ASI atau PASI
Paracetamol syr 3x cth
1 Po
Cefixime 2x50 mg
IVFD D ½ NS 5 tpm
makro
Diet bubur susu atau
ASI atau PASI
Paracetamol syr 3x
cth 1 Po
Cefixime 2x50 mg
Plan Cek Urinalisis Fisioterapi BLPL dan diberikan obat
pulang: cefixime 2 x 50 mg
12
BAB III
STUDI PUSTAKA
1. Definisi
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts
Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang
disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan
saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa
riwayat kejang sebelumnya.
2. Faktor Risiko
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
perubahan keseimbangan caira dan elektrolit . Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah (1) riwayat kejang demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18
bulan; (3) temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang
makin sering berulang; dan (4)lamanya demam. Adapun faktor risiko terjadinya
epilepsi di kemudian hari adalah (1) adanya gangguan perkembangan neurologis;
(2) kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsi dalam keluarga; dan (4)
lamanya demam
3. Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih
13
4. Klasifikasi
Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk
penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat
perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang,
tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran
rekaman otak, dan lainnya.
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang
demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1) Kejang lama > 15 menit
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
5. Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak
akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3
kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia
14
dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat
keluarga epilepsi.
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam
kompleks.
6. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
KATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial
membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya.
15
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam
yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjdi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya
aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
16
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari,
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsi.
7. Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh
infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam
24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan
berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit,
gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau
tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan
kulitnya kebiruan.
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam
yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.
8. Diagnosa
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis
kejang demam antara lain:
a. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung
diagnosis ke arah kejang demam, seperti:
17
- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang,
suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang,
penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
- Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam,
seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam
tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.
- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam
berulang adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama,
riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah
demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang
sering, kejang demam pertama berupa kejang demam kompleks .
b. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam
adalah:
- Suhu tubuh mencapai 39°C.
- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang Kepala anak sering
terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku,
bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung
pada jenis kejang.
- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar .
c. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi
maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai
kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG
didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat
fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan
gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai
prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering
menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat
18
digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di
kemudian hari.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
2) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali
sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan 4)diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan
dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak
rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal.
3) Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
4) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
19
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil
edema.
9. Diagnosa Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan
klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama
kadang-kadang diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan
kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh
demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan
kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan
sianosis sehingga menyerupai kejang demam.
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena
adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang
praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam
rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk
anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu
5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam
20
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti
diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti,
pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
b. Pemberian obat pada saat demam
1) Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan
adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.
2) Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi
yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan
fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1) Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu) ;
21
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang
dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.
2) Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam
2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
d. Edukasi Pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya
telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang
diantaranya :
22
1) Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
2) Memberitahukan cara penanganan kejang
3) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4) Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.
e. Beberapa Hal yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang
1) Tetap tenang dan tidak panik.
2) Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
3) Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihakan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
4) Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5) Tetap bersama pasien selama kejang.
6) Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
7) Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih .5
f. Vaksinasi
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi
terhadap anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam
karena vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki
kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada
umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak
akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi
DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi
23
pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5,7 Sedangkan setelah
vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14
setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau
rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi
hingga 3 hari kemudian.
11. Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan
ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan
24
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM
KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan
diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur
dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia
dan hipotensi.
25
KEJANGFenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBBKecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit
KEJANGTransfer ke Ruang Rawat Intensif
KEJANG1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
KEJANGDiazepam rektal
( 5 menit )
Di Rumah Sakit
KEJANGDiazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)(depresi pernapasan dapat terjadi)
Daftar Pustaka
1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.
3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 –
2060
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta.
Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 – 8.
3. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak,
dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media
Aesculapius FK Universitas Indonesia, Jakarta. 2000 : 48, 434 – 437.
4. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.
5. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006 : 271 –
273.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985 : 25, 847 – 855.
26
Recommended