196

200401261 buku-setengah-abad-menwa-jayakarta

Embed Size (px)

Citation preview

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA: Merambah Jalan Belantara Reformasi

di Pusat Ibukota Negara

Letjend. TNI. Waris, Prof. Dr. Armai Arief, MA, Irjend.Pol. Drs. Bambang Suparno, dkk

EditorRasminto

PPNI PublishingJakarta, Maret 2013

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA: Merambah Jalan Belantara Reformasi di Pusat Ibukota Negara© 2013 Rasminto

Letjend. TNI. Waris, Prof. Dr. Armai Arief,MA, Irjend.Pol. Drs. Bambang Suparno, dkk

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh PPNI Publishing, Januari 2013Jl. Percetakan Negara II/28 Jakarta 10560

Editor:Rasminto

Desain Sampul:Arif ArmandaSeno Wiryawan

Lay Out:IlhamsyahAneke Veta Italia

Kontributor:Nurtissy Beny BarlinAndri Frediansyah

ISBN:978-602-17998-0-2xi + 189 hlm; 14,8 x 21 cm

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku initanpa izin tertulis dari Penerbit.

DAFTAR ISI

Daftar Isi ..........................................................................................................................................................i

Kata Pengantar Editor ...............................................................................................................................iii

Kata Sambutan Dankonas Menwa Indonesia Oleh Ir. A Riza Patria, M.BA ......................................................................................................................vi

Kata Sambutan Danmenwa JayakartaOleh Lukman Hakim, SE .............................................................................................................................ix

PROLOG: Peran Resimen Mahasiswa Jayakarta Dalam Melestarikan 4 Pilar KebangsaanOleh Letjend. TNI. Waris ..............................................................................................................................1

Menwa dari Masa ke MasaOleh Dr. Agus Sutiyono, S.Pd, MM ............................................................................................................5

Menwa Mewarisi Nilai-Nilai Kejuangan ‘45Oleh Irjen.Pol. Drs. Bambang Suparno, SH, M.Hum .............................................................................17

Reposisi Menwa Di Lingkungan KampusOleh Prof. Dr. H. Armai Arief, MA ...........................................................................................................20

Sistem Informasi Pertahanan Negara YangTerintegrasi dalam Menghadapi Perang InformasiOleh Mayjen TNI Hartind Asrin ................................................................................................................26

Menwa Potensi Pertahanan Negara Yang TerlupakanOleh Letkol.Inf. Rachmad,S.IP.,M.Si .........................................................................................................34

Harapan Dan Tantangan Menwa Di Masa DepanOleh Erwin H. Al-Jakartaty, M.Si ...............................................................................................................39

Imperialisme dan Perang Masa DepanOleh Prof. Dr. Connie Rahakundini Bakrie ..............................................................................................48

Resimen Mahasiswa Adalah Resimen Pendidikan Membangun Karakter Bangsa (National Character Building)Oleh H. Icu Zukafril ....................................................................................................................................62

i

Membangun Kesadaran Belanegara dan Rasa Nasionalisme Dengan Mengembangkan Jiwa KewirausahaanOleh Prof. Dr. Haryanto Dhanutirto, Apt, DEA ....................................................................................70

Menwa Sebagai Resimen Pendidikan DenganEtos Profesionalisme dan Komunikator TerbaikOleh Drs. H. Ratiyono Tuslim, MMSi .......................................................................................................81

Jalan Panjang Menwa dalam Rentangan ZamanOleh Tubagus Alvin Haryono, S.Ip ............................................................................................................88

Menwa Akan Punah, Bila Tidak BerubahOleh Agus Setiaji, Drs, M.Si, AAIJ, QIP, RFA, RIFA, CHRP ...............................................................94

Peran Menwa dalam Ketahanan Bangsa dan NegaraOleh Ivan Louise Barus ...............................................................................................................................99

Membumikan Gerakan Resimen Mahasiswa “Dari Kampus untuk Bangsa”Oleh Yahya Abdul Habib, SE ...................................................................................................................106

Tugas Berat Resimen Mahasiswa Jayakarta “Musuh Itu Adalah Kawan Sendiri”Oleh Puadi, S.Pd, MM ...............................................................................................................................113

Eksistensi Resimen Mahasiswa Dalam Kancah Dinamika Pergerakan Mahasiswa Dan Pemuda IndonesiaOleh Ir. Chairul Razak, M.E ....................................................................................................................119

Sebuah Renungan Menuju Kebangkitan Bangsa

Organisasi Kemahasiswaan Berkarakter KebangsaanOleh Virgianto, SE., S.Sos .........................................................................................................................142

Resimen Mahasiswa Dalam Arus Perubahan BangsaOleh Ubaidillah Sadewa .............................................................................................................................145

Wajah Baru Menwa ReformasiOleh Afrizal Pasha, S.Pd ............................................................................................................................149

Epilog: Merambah Jalan Belantara Reformasi Di Pusat NegaraOleh Rahmatullah, S.Pd, M.Si ..................................................................................................................153

Foto Essai ..................................................................................................................................................160

Tentang Penulis .......................................................................................................................................171

.........................................................................................................................................181

ii

KATA PENGANTAR EDITOR

Rasa Bangga Dan TerimakasihPuji serta syukur marilah kita limpahkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan hidayahNya yang tidak terhingga kepada saya selaku editor buku dengan judul “Setengah Abad Menwa Jayakarta: Merambah Jalan Belantara Reformasi Di Pusat Ibukota Negara” atas limpahan rahmat dan hidayahNya tersebut saya dapat merampungkan kumpulan opini dan artikel dari para tokoh, kolega dan para senior yang bersedia menyumbangkan pemikirannya melalui coretan tinta emas mereka untuk menjadi sebuah otokritik, harapan dan solusi-solusi nan cerdas demi menata organisasi Menwa khususnya Menwa Jayakarta di perjalanan setengah abadnya ini selama kurang lebih lima bulan. Ide penyusunan buku ini berawal dari diskusi kecil bersama sahabat-sahabat pengurus HMI Cabang Jakarta Raya dengan saudara Isa Brata Kusuma dan Syurya Muhammad Nur di ruang Kasmenwa Jayakarta di tahun 2011, saat tahun 2011 itu sebenarnya pernah disusun sistematika buku tentang Menwa tetapi dalam perjalanannya kandas di simpang jalan. Dengan semangat dan support dari Pimpinan Menwa Jayakarta dan rekan-rekan Staf Skomen serta para sahabat HMI saya berusaha merangkai kembali asa yang pernah kandas di tahun sebelumnya. Bahkan secara khusus pimpinan Menwa Nasional Bang Arwani Denny yang sejatinya adalah Kepala Staf Komando Menwa Nasional dan anggota DPRD Sumatera Selatan di tengah kesibukannya mem- saya untuk memberikan arahan dan masukan yang sangat positif dalam proses penyusunan buku ini. Rasa bangga dan rasa terimakasih yang yang tidak terhingga saya haturkan kepada para sahabat dan senior berikan kepada saya, semoga Allah SWT membalas kebaikkannya.

Lalu rasa bangga dan terimakasih yang tidak terhinggapun saya haturkan terutama kepada para penulis yang telah bersedia memberikan kesediaan waktunya untuk menulis di dalam buku ini dan kepercayaannya kepada saya untuk mereview tulisannya. Semoga tulisan ini menjadi ilmu yang akan menjadi ladang amal yang akan selalu mengalir menjadi sebuah pahala sampai di akhir zaman. Dalam perjalanan penyusunan buku ini, kita semua didahului untuk menghadap ke sang

iii

khalik oleh salah satu penulis, yaitu pada tanggal 10 Juli 2012 tauladan kita semua Prof. Dr. Haryanto Danutirto, Apt,. DEA menutup usia di usia 72 tahun. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa-dosanya dan menerima segala amal baiknya terutama tulisan almarhum yang disampaikan di dalam buku ini semogadapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Membangun Semangat Akademis

Di setengah abad Menwa Jayakarta ini, rasanya saya bahkan mungkin kita semua yang pernah menjadi salah satu bagian dari organisasi Menwa merasakan ada sebuah sesuatu yang hilang dari Menwa ini yaitu semangat akademis yang merupakan ciri utama dari anggota Menwa sebagai Mahasiswa dan sebagai Resimen dengan semboyannya yaitu “Widya Castrena Dharma Siddha atau disingkat WCDS” dengan makna penyempurnaan pengabdian dengan ilmu pengetahuan dan olah keprajuritan. Semangat akademis ini tersirat secara nyata dari semboyan WCDS dengan kata “ilmu pengetahuan” yang sejatinya menjadi sebuah platform organisasi dalam setiap pengabdian kepada negeri. Semangat wacana akademis yang dahulu ditunjukkan oleh para senior dan pendahulu Menwa dengan menjadi pelopor di dunia kampus dengan mendirikan forum-forum diskusi mahasiswa, aktif menulis, aktif membuat majalah-majalah Kemenwaan dan sebagainya. So, praktis di era reformasi dimana kebebasan berekspresi melalui wacana diskusi maupun tulisan dijamin oleh undang-undang selagi tidak menyimpang dari norma yang ada, memudar bahkan menghilang dalam kehidupan Menwa di era reformasi. Majalah Kemenwaan tidak lagi muncul di Menwa Satuan maupun di tingkat Skomen, tulisan-tulisan bertemakan tentang Menwa-pun sudah tidak ada. Sekalipun ada mereka yang menulis adalah anggota Menwa yang lahir di era tahun “90-an seperti Bang Erwin Jakartaty (Alumni Menwa Jayakarta) dengan tulisan dalam buku “Antara Pena dan Senjata” terbit tahun 2009 dan Mba Yuni (Alumni Menwa Mahawarman) dengan tulisan buku “Resimen Kampus” terbit tahun 2012. Ini sangat ironis sekali dimana Menwa dengan statusnya sebagai mahasiswa sejatinya menunjukkan intelektualitasnya berupa kemampuan menulis dan berdialektika secara ilmiah. Memang ada bagian kecil anggota Menwa dari ribuan anggota Menwa Jayakarta yang mendedikasikan dirinya dengan karya akademisnya berupa skripsi ataupun tesis bertemakan Menwa, tetapi lagi-lagi tidak tersorot oleh publik Menwa ataupun memang tidak peduli dengan yang namanya “tulisan” tentang Menwa tersebut? Semangat akademis ini harus digelorakan kembali karena saya sangat yakin bahwa dengan semangat ini Menwa dapat menghimpun puing-puing bangunan organisasi yang terporak-porandakan

iv

v

oleh derasnya arus reformasi yang nantinya akan menjadi pondasi dasar Menwa sebagai organisasi kemahasiswaan di belantara kampus yang sangat dinamis dengan dunia akademisnya.

Saatnya BerubahArus reformasi sangat berasa menghujam Menwa bak air bah yang

meluluhlantahkan keberadaannya. Sikap penolakan dari berbagai elemen mahasiswa intra maupun ekstra kampus dari berupa aksi unjuk rasa bubarkan Menwa maupun pengkerdilan secara sistematis dilakukan. Ini semata-mata sebagai sikap “balas dendam” atas “dosa lama” yang pernah dilakukan oleh oknum Menwa yang tidak sadar atas perbuatannya dengan terlalu menonjolkan sikap arogansi yang berlebihan. Oknum Menwa tersebut menganggap dengan superioritasnya sebagai anggota Menwa dapat berbuat sekehendak hatinya. Sehingga sikap ini menimbulkan rasa antipatik terhadap Menwa secara kelembagaan yang akhirnya menjadi dendam kusumat yang harus ditebus oleh generasi penerusnya dengan kondisi organisasi yang kritis pada saat ini.

Di akhir tahun ‘90-an jumlah perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya yang masih berdiri organisasi Menwa ada sekitar kurang lebih 120 kampus, tetapi kini hanya tersisa 22 Satuan/organisasi Menwa di perguruan tinggi. Artinya ada 72 persen Satuan Menwa yang bubar. Bubar karena dibubarkan oleh kebijakan pihak kampus, bubar karena penolakan-penolakan oleh gerakan aktivis ekstra maupun intra kampus dan ataupun bubar karena sendirinya tidak ada mahasiswa yang minat lagi untuk bergabung dengan Menwa.

berevolusi diri agar dapat tetap melanjutkan kehidupan oraganisasinya. Perubahan itu pasti ada dan harus diikuti prosesnya oleh seluruh bagian keluarga besar Menwa agar dapat beradaptasi dan mampu survive dengan dinamika yang ada terlebih Menwa harus memiliki andil besar dalam mengawal lahirnya UU Komponen Cadangan dalam memperkuat sistem pertahanan rakyat semesta demi menjaga keutuhan kedaulatan NKRI.

Jakarta, November 2012 Editor,

Rasminto

SAMBUTANKOMANDAN KOMANDO NASIONALRESIMEN MAHASISWA INDONESIA

Ir. Ariza Patria, M.BA

Di tengah Ulang Tahun Resimen Mahasiswa Jayakarta ke-50, saya menyambut gembira diterbitkannya buku dengan judul “Setengah Abad Resimen Mahasiswa Jayakarta: Merambah Jalan Belantara Reformasi di Pusat Ibukota Negara”. Sebuah buku yang menjadi penghilang dahaga di tengah sukarnya gagasan dan ide kreatif dalam rangka membangun wacana intelektualitas kader Menwa melalui membaca dan menulis. Kita ketahui bahwa budaya membaca dan menulis di negeri kita masih teramat rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia. Padahal dengan membaca dan menulis akan membuka wacana seseorang menjadi yang berpengetahuan luas, sehingga akan banyak membantu pembangunan nasional yang dicita-citakan oleh para founding father kita.

Kemajuan dan kemunduran sebuah negara sangat tergantung dari peran generasi muda. Gagasan dan ide cemerlang kaum muda akan sangat menentukan arah kebijakan negara dan kemakmuran yang akan diraih di masa mendatang. Resimen Mahasiswa sebagai elemen pemuda yang secara perjalanan sejarah telah mencatatkan dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam mengawal dan terlibat aktif di berbagai kancah pergerakan dan pembangunan nasional. Di era

Pelajar (TGP), dan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) yang notabene adalah embrio lahirnya Menwa sudah terlibat aktif dalam mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan dari tangan kolonialisme Belanda. Lanjut pada pembanguanan di era orde lama terjadi konfrontasi terhadap Malaysia yang menjadi Negara Boneka Inggris banyak mahasiswa yang anggota Menwa menjadi relawan yang siap diturunkan untuk konfrontasi terhadap Malaysia tersebut. Pada tahun yang sama pula terjadi kudeta berdarah oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), Menwa-pun terlibat aktif dalam penumpasan kekejaman PKI.

vi

Pada kancah Internasional di era orde baru pada tahun 1978-1979 Menwa secara membanggakan ikut serta sebagai Kontingen Garuda (Kotindo) VIII di Timur Tengah dan pada Operasi Seroja Timor Timur dua puluh kali rotasi sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1998 Menwa mengambil andil besar pada operasi terebut. Sejarah panjang ini membuktikan bahwa kepedulian Menwa sangat besar bagi kepentingan bangsa dan Negara.

menjadi sebuah spirit yang bukan saja terkenang melainkan modal dasar membangun fondasi organisasi yang kokoh berdasarkan nilai-nilai kejuangan bangsa yang luhur. Nilai-nilai tersebut akan Menwa wujudkan dengan pengabdian nyata kepada masyarakat, bangsa dan Negara.

Disemangat ulang tahun Menwa Jayakarta, tersirat pesan bagi segenap anggota Menwa Jayakarta. Sebagaimana Ia lahir dan besar di rahim Ibukota Negara yang mempunyai nilai dan peran strategis untuk menghantarkan serta mengawal organisasi Menwa sebagai organisasi yang modern. Organisasi Menwa modern adalah organisasi yang seluruh anggotanya telah mampu mengelola organisasi secara prosedur yang telah ditetapkan dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sehingga dapat menjangkau jaringan seluas-luasnya untuk kepentingan organisasi, bangsa dan Negara yang dapat dihandalkan. Karena saat ini, metode perang bukan lagi secara konvensional dengan mengangkat senjata tetapi dengan cara-cara yang soft yang telah dibuktikan oleh runtuhnya negara kuat di berbagai negara di Timur Tengah seperti Mesir, Libya dan Suriah. Negara mereka terpora-porandakan oleh gerakan masyarakatnya sendiri terutama dari kalangan terpelajar pemuda dan mahasiswanya yang sudah dicekoki oleh pemahaman barat melalui jaringan cyber yang amat cepat merasuki sehingga menimbulkan kebencian yang akhirnya membuat suatu gerakan perlawanan terhadap pemerintahnya sendiri. Tentunya kita sebagai bangsa tidak mau terperdaya oleh hal yang sama dialami bangsa Mesir, Libya dan Suriah yang hingga kini dipenuhi dengan kekacauan yang tidak ada habisnya. Kejadian tersebut menjadi pelajaran yang berharga bagi Bangsa Indonesia untuk membendung gelombang yang sama yang bisa dialami oleh Indonesia apabila kita tidak waspada. Gejala-gejala tersebut sudah ada dan indikasinya sangat kuat. Banyak terjadi gerakan massa dipelopori oleh propaganda media yang cepat sekali tersebar melalui berbagai jaringan cyber social media seperti facebook, twitter, blackberry massanger, social media lainnya.

Hal ini menjadi tanggungjawab segenap anggota Menwa khususnya Menwa Jayakarta agar selalu peka terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi yang menjadi ancaman negara, karena Menwa adalah Mahasiswa plus bagian

vii

civitas akademika yang tentunya landasan garba ilmiah terpatri dalam dirinya serta selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun golongan.

Akhir kata, saya ucapkan dirgahayu Resimen Mahasiswa Jayakarta ke 50. Tingkatkan pengabdian terbaik kepada bangsa dan Negara dengan jalan selalu belajar dan mengutamakan nilai-nilai akademis dan semangat kejuangan “45. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan hidayahNya kepada kita semua untuk menjalankan tugas pengabdian kepada bangsa dan Negara yang kita cintai. Amin.

Jakarta, Desember 2012 Komandan Komando Nasiona Resimen Mahasiswa Indonesia

Ir. A Riza Patria, M.BA NBP. 89690720536

viii

SAMBUTANKOMANDAN RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Lukman Hakim, SE

Keberadaan Resimen Mahasiswa (Menwa) Jayakarta merupakan sebuah

mempertahankan keutuhan NKRI dari ancaman kolonialisme Belanda dan rencana makar Partai Komunis Indonesia yang akan mengganti ideologi bangsa dari Pancasila menjadi faham komunisme. Posisi penting Menwa Jayakarta sebagai bagian organisasi Resimen Mahasiswa di Indonesia yakni Menwa Jayakarta berada di Pusat Ibukota Negara dimana memiliki posisi yang strategis dalam mendukung terciptanya cita-cita organisasi dan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang disegani dalam setiap kancah internasional. Tentunya dalam merealisasikan cita-cita tersebut membutuhkan proses yang tidak instan, ada sebuah tempaan dan penciptaan kondisi sedemikian rupa untuk membangun kader bangsa yang militan dan terdidik secara akademik yang dibutuhkan bangsa dalam mendukung pembangunan nasional.

Patut disyukuri diulang tahun emas setengah abad Menwa Jayakarta, bahwa eksistensi Menwa Jayakarta yang kian hari kebermanfaatannya dapat dirasakan warga masyarakat khususnya warga Ibukota. Ada sebuah warna baru yang harus

terkikis keberadaannya oleh rentangan zaman, kader Menwa Jayakarta harus sungguh-sungguh menjadi “the real Menwa” dalam setiap nafas pergerakannya. Dengan menghayati dan mengamalkan “Widya Castrena Dharma Siddha” yang dijadikan nadi dalam mengabdi pada bangsa ini dan “Panca Dharma Satya” sebagai platform organisasi untuk jalan hidup berbangsa dan bernegara, bukan sekedar “sesanti” dan “pelengkap” yang menjadi penghias tanpa makna.

Akhirnya saya menyampaikan apresiasi dan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Penyusun/Editor dan Para Penulis yang bersedia menorehkan tinta emasnya dalam goretan di buku Setengah Abad Menwa Jayakarta. Semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa membalas amal baiknya dan dengan hadirnya buku ini

ix

dapat memperkokoh eksistensi Menwa Indonesia dalam mengabdi pada bangsa dan Negara Indonesia.

Semoga buku ini bermanfaat, bukan saja bagi para anggota Menwa dan Alumninya, tetapi juga bagi masyarakat umum serta bagi seluruh pemerhati dan masalah-masalah kebangsaan dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jakarta, Desember 2012 Komandan Resimen Mahasiswa Jayakarta

Lukman Hakim, SE NBP. 89700720134

x

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

PROLOG:PERAN RESIMEN MAHASISWA DALAM MELESTARIKANEMPAT PILAR KEBANGSAANOleh: Letjend. TNI. Waris

KEIKUTSERTAAN Resimen Mahasiswa (Menwa) dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia merupakan bagian yang terlalu penting untuk kita lupakan. Keberadaan Menwa mengalami

pasang surut dalam perkembangannya. Salah satu bagian organisasi Menwa di Indonesia yaitu Menwa Jayakarta saat ini telah memasuki ulang tahun emas-nya pada tahun 2012. Di usia yang sudah matang, peran Menwa Jayakarta diharapkan lebih terlihat dan terbukti secara nyata dalam membantu stakeholders lainnya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang menghambat jalannya pembangunan nasional.

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta era globalisasi yang demikian pesat, berimplikasi terhadap semakin berkurangnya pemahaman akan 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI pada sebagian bangsa Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari semakin menurunnya rasa nasionalisme dan paham kebangsaan. Rasa persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa semakin terusik dengan banyaknya tawuran dan bentrokan baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Berkurangnya pemahaman ataupun hilangnya pemahaman akan 4 pilar kebangsaan dapat menyebabkan hilangnya rasa persatuan dan kesatuan yang berakhir kepada disintegrasi bangsa.

Empat pilar kebangsaan merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang tersebar dari Sabang sampai dengan Merauke. Pada satu sisi, hal tersebut merupakan keuntungan yang tidak ternilai bagi bangsa Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Di sisi lain, hal tersebut

1

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Salah satu organisasi pemuda yang dapat digunakan

sebagai wadah untuk menanamkan nilai-nilai

kebangsaan yaitu Resimen Mahasiswa. Keberadaan

Menwa diharapkan mampu untuk menanamkan nilai-

nilai kebangsaan termasuk di dalamnya 4 pilar bangsa ”.

kepentingan di Indonesia. Seluruh elemen bangsa

bertanggungjawab untuk menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan Indonesia. Ini berarti semua lapisan masyarakat bertanggungjawab untuk menjaga keutuhan NKRI sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing. Ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dapat bersifat internal dan eksternal serta mempunyai bentuk yang semakin kompleks. Dewasa ini bentuk ancaman yang bersifat militer memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi, namun dilain pihak, ancaman yang bersifat nonmiliter dapat muncul setiap saat yang dampaknya memiliki implikasi yang sama dengan ancaman militer yaitu hancurnya suatu bangsa.

Dalam menjalankan roda pembangunan dibutuhkan kesepahaman akan nilai-nilai kebangsaan pada seluruh stakeholders yang pada akhirnya berujung kepada tercapainya cita-cita nasional. Pada kenyataannya disadari atau tidak, rasa kebangsaan tersebut mulai hilang dengan banyaknya kepentingan pribadi atau kepentingan golongan yang lebih diutamakan daripada kepentingan bangsa. Beberapa fakta akan kasus perebutan lahan yang terjadi di beberapa daerah seperti di Lampung dan Medan menunjukkan bahwa kepentingan rakyat kecil semakin tertindas dengan kepentingan pihak swasta. Fakta-fakta baru tentang korupsi juga marak terjadi pada hampir seluruh bidang dan bahkan banyak kaum pofesional muda potensial yang sudah terjerat dengan permasalahan-permasalahan tersebut.

Fenomena yang terjadi di atas menunjukkan bahwa kepentingan umum dikalahkan dengan kepentingan individu ataupun sekelompok orang yang berkeinginan untuk mencari keuntungan yang besar. Beberapa kasus yang melibatkan generasi muda menunjukkan penurunan degradasi moral dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Dapat dikatakan pemahaman akan 4 pilar kebangsaan sudah luntur yang menyebabkan beberapa kasus yang terjadi di Indonesia melibatkan generasi muda. Hal tersebut apabila tidak diantisipasi sejak dini maka akan menyebabkan bangsa Indonesia akan dipimpin oleh orang-orang

2

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

yang berpaham Neo Liberal dan tidak mempunyai paham kebangsaan dalam menjalankan roda pembangunan di masa mendatang.

Gejala tersebut diatas harus dapat diantisipasi sejak dini mulai dari bangku pendidikan khususnya di tingkat pendidikan tinggi. Penanaman nilai-nilai kebangsaan haruslah ditanamkan sejak dini dengan mengedepankan contoh-contoh nyata dan bukan sekedar teori saja. Organisasi mahasiswa yang adapun harus dapat menjadi wadah untuk menampung aspirasi generasi muda dan menanamkan bahwa bangsa Indonesia akan dipimpin oleh generasi muda yang ada saat ini. Salah satu organisasi pemuda yang dapat digunakan sebagai wadah untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan yaitu Resimen Mahasiswa. Keberadaan Menwa diharapkan mampu untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan termasuk di dalamnya 4 pilar bangsa.

Menwa Jayakarta yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah salah satu bagian dari organisasi Menwa yang ada di Indonesia. Keberadaan Menwa Jayakarta memiliki tantangan yang cukup besar jika dibandingkan dengan Menwa yang berada di daerah lainnya. DKI Jakarta sebagai kota megapolitan mempunyai berbagai permasalahan yang diantaranya adalah menurunnya nilai-nilai kebangsaan yang disebabkan faktor yang berasal dari dalam dan dari luar. Di sisi lain, generasi muda Jakarta yang cenderung apatis juga menjadi tantangan dalam penanaman nilai-nilai kebangsaan termasuk 4 pilar kebangsaan. Menwa Jayakarta dalam hal ini seyogyanya dapat menecermati permasalahan mengenai nilai-nilai kebangsaan yang sudah mulai luntur di Jakarta.

Menwa Jayakarta harus bahu-membahu dalam memberikan pemahaman kepada penduduk Jakarta khususnya generasi muda tentang pentingnya pemahaman akan 4 pilar kebangsaan. Sosialisasi pemahaman akan 4 pilar kebangsaan dapat dikemas dalam bahasa yang praktis dan mudah dicerna bagi generasi muda Jakarta. Fakta-fakta yang ada mengenai beberapa kejadian saat ini dapat dijadikan contoh tentang pentingnya pemahaman akan nilai kebangsaan.

Menwa Jayakarta juga dapat membantu Pemerintah Daerah dan aparat terkait tentang pelaksanaan sosialisasi program pembangunan bagi masyarakat Jakarta. Keberadaan Menwa Jayakarta akan memberikan kontribusi positf dan bukan kontraproduktif terhadap pemahaman persatuan dan kesatuan. Anggota menwa yang merupakan para mahasiswa dan memiliki berbagai macam disiplin ilmu seyogyanya dapat memberikan solusi untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bagi Indonesia khususnya Jakarta dengan memberikan pemahaman akan

3

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

nilai-nilai 4 pilar kebangsaan yang bersifat lugas, tidak bertele-tele dan mudah dicerna.

Penyebaran pemahaman akan nilai-nilai kebangsaan bukan merupakan suatu hal yang mudah dalam era globalisasi dewasa ini khususnya di Jakarta. Namun, di usianya yang sudah mencapai 50 tahun, Menwa Jayakarta dapat memberikan kontribusi nyata bagi bangsa Indonesia dengan ikut menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia khususnya di kalangan generasi muda Jakarta. Menwa Jayakarta dapat menjadi motor penggerak dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul di generasi muda dengan berdiri di atas semua golongan. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan, maka Menwa Jayakarta akan menjadi salah satu organisasi kepemudaan yang menjadi pelopor dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan menularkan pemahaman akan 4 pilar kebangsaan.

***

4

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

MENWA DARI MASA KE MASA Oleh: Dr. Agus Sutiyono, S.Pd,.MM

PERANAN pemuda sangat menentukan dalam perkembangan suatu negara. Sebelum kemerdekaan, peranan dan kepeloporan pemuda dapat dilihat antara lain dengan berdirinya perkumpulan Boedi

Oetomo pada tahun 1908 yang sebagian besar dari pendiri dan pendukungnya adalah para pemuda, pelajar dan mahasiswa, kemudian dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Perkembangan selanjutnya para pemuda, pelajar dan mahasiswa rela meninggalkan bangku sekolah mereka untuk mengangkat senjata yang dikenal dengan Tentara Pelajar (TP).

Inilah salah satu gambaran bahwa pemuda merupakan tulang punggung bangsa. Pemuda pada hakekatnya menjadi penopang berdirinya suatu Negara, tanpa pemuda akan menjadi lamban atau bahkan matinya roda kehidupan Negara. Dilain sisi apabila pemuda tidak dibina dan dilatih atau dibekali dengan baik sebelum terlibat dalam kegiatan berbangsa dan bernegara maka akan menimbulkan dampak negatif. Hal ini disebabkan oleh jiwa atau naluri pemuda yang cenderung merusak atau anarkis bila tidak ada kontrol atau pendidikan yang tepat dan benar.

Kehadiran Resimen Mahasiswa pada jajaran lembaga kepemudaan nasional di negara Indonesia bermaksud untuk dapat menggembleng para tulang punggung bangsa ke suatu arah kehidupan yang mengutamakan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat terlihat dari dasar yang dipergunakan oleh organisasi Resimen Mahasiswa pada saat dicetuskan oleh Jenderal Besar A. H. Nasution yakni dengan maksud untuk dapat membendung paham komunis, kemudian pada perkembangan selanjutnya dikeluarkannya SKEP Menteri Partahanan dan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan pada tahun 1963 nomor: M/A/20/1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di Perguruan Tinggi. Pada tahun 1965 dikeluarkan lagi SKEP Menko Hankam/ Kasad dan Menteri PTIP nomor : M/A/165/1965 tentang Organisasi dan Prosedur Resimen Mahasiswa.

5

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Pada perkembangan selanjutnya Resimen Mahasiswa mengalami dinamika pasang surut. Kehidupan Menwa selama ini dipenuhi dengan berbagai macam gejolak dan perubahan. Tahun 1965 Menwa sendiri berani mengambil resiko

intern maupun ekstern kampus) menghancurkan basis-basis PKI yang beraliansi dengan kelompok-kelompoknya di kampus seperti CGMI (Consentrasi Gerakan

sampai sekarang ini.Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Menwa sebagai bagian dari

reposisi, reorganisasi, dan refungsi organisasi Menwa terus dilakukan sebagai bagian dari reaktualisasi untuk memenuhi dan menyikapi fenomena bangsa dan negara ini, apalagi sekarang dengan berkembangnya tuntutan demokratisasi dan civil society. Perubahan konstitusi / AD-ART MENWA (yang diatur dalam SKB 3 Menteri) dimulai dari tahun 1978 dan terakhir tahun 2000.

Tinjauan Sejarah terbentuknya Resimen Mahasiswa:

1. Tinjauan HistorisA. Menwa pertama kali dibentuk oleh Jenderal Besar Abdul Haris Nasution pada

masa Orde Lama, misi dan tujuan dari pembentukan Resimen Mahasiswa terutama untuk membendung penyebaran paham komunis dalam kampus, dihadapkan dengan “ancaman nyata”, yaitu organisasi kepartaian basis-basis PKI yang beraliansi dengan kelompok-kelompoknya di kampus seperti Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI).

B. Sesuai dengan Undang – Undang Pertahanan Negara (UU RI Nomor 29 Tahun 1954) yang berlaku waktu itu Panglima Teritorium III/ Siliwangi (TT III/ Slw) dijabat oleh Kolonel R. A. Kosasih pada 13 Juni 1959 mengeluarkan kebijakan dan mengadakan Latihan Keprajuritan. Dengan Sebutan Batalyon Wala 59 merupakan cikal bakal lahirnya Resimen Mahasiswa Indonesia. Saat itu ikut dalam operasi pagar betis menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat. Resimen Mahasiswa lebih dikenal tahun 1963. Legitimasi keabsahannya adalah Keputusan Bersama Menteri Pertama bidang Pertahanan Keamanan (Wampa Hankam) dan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) nomor : M/A/20/1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen

6

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Mahasiswa di Perguruan Tinggi Juga Keputusan Bersama Menko Hankam/ Kasad dan Menteri PTIP nomor: M/A/165/1965 tentang Organisasi dan Prosedur Resimen Mahasiswa.

C. Pada tahun 1963 dibentuklah Resimen Mahasiswa (Menwa) berdasarkan keputusan bersama Wampa bidang HANKAM dengan Menteri PTIP bersumber dari mahasiswa yang sudah mendapatkan latihan dasar keprajuritan, maka lahirlah Resimen Mahasiswa di berbagai Propinsi.

D. Pada tahun 1967 terjadi perubahan pokok pikiran yang menggabungkan tiga bentuk DIKHANKAMNAS menjadi 1 bentuk yakni wajib latih Mahasiswa

Walawa bersifat sukarela selektif, ekstra kulikuler – intra universitas (dengan rekomendasi Rektor).

E. Setelah diadakan evaluasi pada tahun 1972 maka Walawa ditingkatkan menjadi Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan, dengan Keputusan Bersama tiga Menteri Menhankam/ Pangab, Mendagri dan Mendikbud nomor : Kep/39/XI/1975, 0246 a/U/1975 dan 247 tahun 1975 tentang Pembinaan Organisasi resimen Mahasiswa dalam rangka mengikutsertakan Rakyat dalam Pembelaan Negara. Selain itu, Resimen Mahasiswa menjadi tanggungjawab tiga Departemen yakni Dephankam, Departemen P & K dan Departemen Dalam Negeri yang prosedur pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Bersama tanggal 19 Januari 1978 nomor : Kep/02/I/1978, 05/a/U/1978 dan 17 A tahun 1978 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa.

F. Pada tanggal 28 Desember 1994 diadakan peninjauan kembali dengan menghasilkan Keputusan Bersama Tiga Menteri yang baru yakni Nomor : Kep/11/XII/1994, 0342/U/1994,149 tahun 1994 tentang Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa dalam Bela Negara. Pada tahun 1995 MENWA melakukan refungsiliasi dan rekonsiliasi dengan mengemban dua misi, yaitu :

7

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

1. Misi Kejuangan:Menghasilkan Cendekiawan Merah Putih (Kader Bangsa) dengan landasan

kejuangannya Pancasila (Ideologi), Sumpah Pemuda (Rasa Kebangsaan), Panca Dharma Satya Menwa (Kode Etik Menwa), Tri Dharma Perguruan Tinggi (dengan semangat Visi dan Misi Universitas masing –masing), Jiwa dan semangat 45 (Heroisme Bela Negara).

2. Misi Hankamneg: Menghasilkan Cadangan TNI, yaitu: (a) Korps Pendidikan

Perwira Cadangan; (b) Kekuatan Cadangan Nasional. Dengan landasan konstitusionalnya adalah: UUD 1945 Pasal 30, UU No. 20 tahun 1982.

3. Sebagai petunjuk pelaksananya pada tanggal 14 Maret 1996 dikeluarkan beberapa keputusan Dirjen Persmanvet:

- Nomor Kep/03/III/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Resimen Mahasiswa.

- Nomor Kep/04/III/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pakaian Seragam, Dhuaja dan Tunggul Resimen Mahasiswa dan dan Pemakaiannya.

- Nomor Kep/05/III/1996 tentang Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa. - Kemudian pada tanggal 13 November 1996 Keputusan Dirjen Dikti Dep-dikbud Nomor: 522/DIKTI/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembi-naan Satuan Resimen Mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi.

G. Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa yang cenderung berkiblat kepada TNI dan seolah – olah terlepas dari pembinaan kampus, maka pada hari Rabu tanggal 11 Oktober 2000 dikeluarkan KB Tiga Menteri. Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor: KB/14/M/XI/2000, 6/U/KB/2000, dan 39A Tahun 2000 tentang pembinaan dan pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Dengan dikeluarkannya KB Tiga Menteri tahun 2000 ini bukan berarti pembubaran Resimen Mahasiswa tetapi merupakan pengaturan kembali tentang mekanisme Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa agar diarahkan sesuai dengan kedudukan baik melalui lembaga kemahasiswaan maupun melalui Rakyat Terlatih (RATIH).

8

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

2. Tinjauan YuridisA. Undang – undang Pertahanan Negara (UU RI No. 29 Tahun 1954), yang dalam

ketentuan peralihan UU RI No.20/1982 tentang ketentuan – ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan RI sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 1 tahun 1988 tentang perubahan atas UU RI No.20/1982 tersebut. Tentang ketentuan pokok Hankamneg, MENWA dimasukkan dalam kategori Rakyat Terlatih yang dalam pasal 10 point a dinyatakan sebagai kekuatan dasar dari sistem Hankamneg di negeri ini. Menwa sendiri bukanlah suatu organisasi yang langka sebab di negara-negara lain pun ada atau sejenis. Di Amerika Serikat namanya ROTC ( ), di Bangladesh diistilahkan BNCC ( ), di Malaysia dikenal dengan nama PALAPES (Pasukan Latih Pegawai Perwira Simpanan).

B. Kepres RI No. 55 tahun 1972 tentang penyempurnaan Hansip dan Wankamra dalam rangka penertiban Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat (Sishankamrata), sedangkan pembinaan dan penggunaannya diatur dalam keputusan bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri tahun 1975.

C. Kepres tersebut ditindaklanjuti dengan Keputusan Bersama Menhankam, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/11/XII/1984, tanggal 28 Desember 1984 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa dalam Bela Negara.

D. Undang – undang RI No. 56 tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih (RATIH). - Pasal 1 ayat 3 Wajib Prabakti adalah kewajiban warga negara RI untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan dalam rangka mewujudkan RATIH.

- Pasal 12 ayat 1 anggota RATIH disusun dalam kesatuan rakyat teratih dan dibina dilingkungan pemukiman, pendidikan dan pekerjaan.

E. Undang – undang RI nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. - Pasal 1 ayat 6 komponen Cadangan adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama.

9

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

- Pasal 8 ayat 1 komponen cadangan terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.

- Pasal 9a. ayat 2 titik b keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara,

diselenggarakan melalui pelatihan dasar kemiliteran secara wajib.b. ayat 3 ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar

kemiliteran secara wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur undang – undang.

Resimen Mahasiswa Indonesia1. Tupoksi Menwa

Untuk menindaklanjuti KB Tiga Menteri Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan nasional dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa maka diadakan Forum Silaturahmi Kepala Staf Menwa (Kasmenwa) se-Indonesia tanggal 23 s.d 25 Februari 2001 di Bali. Adapun tujuan, tugas dan fungsi Resimen Mahasiswa berdasarkan Keputusan hasil Forum Silaturahmi Kasmen se-Indonesia tanggal 23 s.d 25 Februari 2001 di Bali sebagai berikut:

1) Tujuana. Sebagai wadah penyaluran potensi mahasiswa dalam rangka mewujudkan

hak dan kewajiban warga negara dalam bela negara.b. Mempersiapkan mahasiswa yang memiliki sikap disiplin, wawasan bela negara,

serta menanamkan dasar – dasar kepemimpinan dengan tetap mengacu pada tujuan pendidikan nasional.

c. Mempersiapkan potensi mahasiswa sebagai bagian dari potensi rakyat dalam rangka Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) serta usaha pengabdian kepada masyarakat dengan mengacu kepada Tri Dharma Perguruan Tinggi.

2) Tugasa. Merencanakan, mempersiapkan, dan menyusun seluruh potensi mahasiswa

10

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

pada setiap propinsi, kota dan kabupaten untuk menetapkan Ketahanan Nasional dengan melaksanakan usaha dan kegiatan RATIH serta sebagai stabilisator dan dinamisator di kampus (intern).

b. Membantu terlaksananya kesadaran bela negara serta kelancaran kegiatan dan program pemerintah lainnya di Daerah.

3) Fungsia. Melaksanakan pemeliharaan dan peningkatan kemampuan bela negara

perorangan ataupun Satmenwa di Bidang RATIH.b. Bersama dengan mahasiswa lainnya dan masyarakat melaksanakan kegiatan

dan program kerja Pemda, khususnya dibidang Ketahanan dan Pertahanan nasional.

c. Membantu menumbuhkan dan meningkatkan sikap bela negara di masyarakat dan berperan serta secara aktif dalam pembangunan nasional.

d. Membantu Pemerintah Daerah dalam rangka terselenggaranya fungsi Linmas.e. Membantu TNI/POLRI dalam melaksanakan kegiatan pembinaan

kemananan dan pertahanan nasional.

2. Keberadaan Menwa Di KampusSebagai warga bangsa, mahasiswa berupaya menyalurkan hak dan

kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini sikap kritis, objektif, dan menjunjung tinggi etika serta moral akan menjadi karakter yang menonjol pada peran mahasiswa. Guna memberikan wadah pembinaan dan pemberdayaan mahasiswa dalam menyalurkan peran dirinya sebagai warga kampus, dibentuklah berbagai Organisasi kemahasiswaan (OK) yang merupakan salah satu unsur lembaga kemahasiswaan di tingkat perguruan tinggi, selain Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM).

Dalam bidang olah keprajuritan, kedisiplinan, dan wawasan bela negara telah pula dibentuk UKM Resimen Mahasiswa (Menwa). Sejarah menulis bahwa pengalaman Menwa kurang mengenakkan dalam kehidupan kegiatan kemahasiswaan di dalam kampus. Mungkin juga ada benarnya simbul – simbul militer dalam kegiatan keprajuritan pada masa yang lalu telah membawa ekses munculnya perasaan “super” pada anggota Menwa. Bila analisis ini benar, maka munculnya reaksi kontra atas keberadaan Menwa beberapa waktu yang lalu

11

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

sesungguhnya dapat menjadi pelajaran yang positif bagi kalangan Menwa. Kedepannya Menwa harus mampu mengelola keunggulan karakteristik kegiatannya menjadi keteladanan yang dapat memancarkan citra keutamaan. Dalam pemahaman yang sederhana setelah Menwa berada dalam barisan yang sama, dalam wadah UKM sebagaimana kelompok lainnya, maka citra Menwa akan lebih dekat dengan karakter “disiplin dan tanggungjawab”. Dalam hal ini performance militer dan keprajuritan yang melekat pada Menwa justru akan kian memancarkan citra dan wibawa Menwa yang identik dengan keteladanan nilai – nilai keutamaan, bukan sebaliknya memancarkan sikap eksklusif atau perasaan super diantara mahasiswa.

Keberadaan Menwa di Perguruan Tinggi terus – menerus mendapat kritik dan perlawanan dari mahasiswa yang tidak sependapat atau anti TNI. Sebagian mahasiswa menghendaki Menwa dibubarkan, disisi lain anggota Menwa masih mengharapkan Menwa tetap eksis di kampus perguruan tinggi. Masalah tersebut kalau tidak segera diselesaikan akan menjadi besar. Hal ini diungkapkan Dirjen Pendidikan Tinggi, Satryo Soemantri Brojonegoro dalam Rapat Teras di Depdiknas, Jakarta. beberapa waktu yang lalu (Oktober/2000). Untuk itu, dalam rangka memperjelas status keberadaan Menwa di perguruan tinggi, Ditjen Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas bersama Ditjen Sumdaman Departemen Pertahanan, dan Ditjen Kesbang dan Linmas Depdagri dan Otonomi Daerah, berupaya menyusun kembali aturannya guna meletakkan Menwa pada status dan keberadaannya di kampus perguruan tinggi dalam wadah UKM, yaitu dengan mencabut Keputusan Bersama (KB) Tiga Menteri (Dephankam, Depdiknas dan Depdagri) dan menggantinya dengan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia No.KB/14/M/X/2000, No. 6/U/KB/2000 dan No.39 A Tahun 2000, tanggal 11 Oktober 2000, tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa (Menwa) yang lahir sebagai respon positif akibat terjadinya perubahan paradigma di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. KB baru itu intinya menyatakan bahwa kewenangan TNI sudah terputus atau tidak ada jalur struktural lagi dengan UKM Resimen Mahasiswa. Dirjen Dikti lebih lanjut melaporkan, perkembangan terakhir dari permasalahan Menwa adalah ada keinginan beberapa perguruan tinggi terutama dari perguruan tinggi agama Islam yang menghendaki agar Dirjen Dikti menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) tentang Menwa.

12

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Berdasarkan hasil pertemuan dengan Pokja Menwa, diputuskan bahwa dalam menata kembali UKM Resimen Mahasiswa cukup dengan Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor: 212/D/T/2001 tanggal 19 Januari 2001 yang berisi memberikan wewenang sepenuhnya kepada perguruan tinggi untuk mengatur Menwa dan mengacu pada Permendikbud Nomor: 155/U/1998 dan Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor: 208/D/T/2000 tanggal 30 Agustus 2000, dengan disesuaikan kondisi perguruan tinggi masing – masing.

Pembinaan dan pemberdayaan Menwa dalam melaksankan fungsi perlindungan masyarakat menjadi tanggung jawab Menteri Dalam Negeri dan Otonomi daerah. Namun demikian kunci pokok keberhasilan kegaiatan Menwa akan sangat ditentukan oleh sikap keteladanan yang dipancarkan oleh Menwa sendiri.

3. Resimen Mahasiswa sebagai Resimen Pendidikan (Training Corps)Banyak organisasi kemasyarakatan dan kemahasiswaan lainnya yang

sebenarnya juga dapat dijadikan wahana mencetak pemimpin. Akan tetapi organisasi – organisasi tersebut pada umumnya memiliki landasan idil dan

terjangnya sama sekali tidak mencerminkan nilai – nilai yang termaktub didalam Pancasila. Dan, kalaupun mereka semua memiliki landasan Konstitusional yang sama, yaitu UUD 1945, landasan Konsitusional itu seringkali terlihat hanya sekedar penghias Mukadimah Anggaran Dasar mereka saja. Bahwasanya dengan menjadikan Konstitusi Negara sebagai landasan Konstitusional seharusnya berarti bahwa mereka akan mengutamakan kepentingan Nasional diatas kepentingan golongan maupun pribadi, dan membela Pancasila sebagai sistem nilai seluruh rakyat Indonesia, itu tidak berani mereka tampilkan. Oleh karena itu, maka Resimen Mahasiswa menurut saya haruslah tetap ada di negeri ini. Bahwasanya dijaman Orde Baru kemarin Resimen Mahasiswa memberi kesan seolah – olah merupakan antek – anteknya Orde Baru atau antek – anteknya TNI yang pada gilirannya merupakan centengnya Orde Baru, dan sering pula bertingkah laku overacting, bukanlah berarti bahwa Resimen Mahasiswa harus dibubarkan dan dibiarkan nasibnya terkatung – katung tanpa induk yang jelas seperti sekarang ini (Juli/2006) Menurut saya yang sebenarnya harus dilakukan adalah mengembalikan Resimen Mahasiswa sebagai Resimen pendidikan ( ) yang bebas dari muatan politik dan kekuasaan serta primordialisme, sehingga menjadi wadah

13

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

penggemblengan generasi muda, khususnya mahasiswa untuk menghasilkan calon pemimpin yang berkwalitas dan berwawasan kebangsaan serta menbela Kontitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Seorang pakar manajemen Henry Minzberg menyatakan cukup 10% saja yang mengerti Konstitusi Negara dapat memberikan 90% pengaman terhadap Konstitusi Negara, yang 10% itu adalah para pemimpin yang mengerti dengan sungguh-sungguh Konstitusi Negara. Pemimpin, berbeda dengan pengetahuan klasik yang mengatakan adalah dilahirkan, menurut pengetahuan modern dapatlah dibentuk. Pemimpin dapat diciptakan melalui pendidikan dan latihan, sekalipun tidak dapat disangkal bahwa seorang yang berbakat atau berjiwa pemimpin akan lebih mudah terbentuk tenjadi seorang pemimpin yang baik melalui pendidikan dan latihan. Di Indonesia, menurut Hermansyah XIV ada dua cara yang murni dan dapat didayagunakan untuk mempersiapkan Pemimpin sipil yang mengerti dan setia pada Konstitusi Negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Kedua cara itu adalah dengan organisasi:

1) Gerakan PramukaGerakan Pramuka adalah organisasi yang terkecilnya berada di Sekolah

Dasar, SLTP, SMA/SMK dan di Perguruaan Tinggi.

2) Resimen MahasiswaResimen Mahasiswa adalah organisasi kemahasiswaan berupa Unit

Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berada di Perguruan Tinggi. Tingkatan hierarki organisasinya adalah; di tingkat kampus berupa Satmenwa/ Kompi Menwa dengan di bawah pembinaan Rektor sebagai pimpinan Perguruan Tinggi, selanjutnya Staf Komando Menwa (Skomenwa) di tingkat Provinsi dengan kewenangan mengkordinasikan seluruh kegiatan Satmenwa dan tingkatan selanjutnya Komando Nasional yang mengkordinasikan seluruh kegiatan Skomenwa di seluruh Indonesia.

Organisasi Gerakan Pramuka dan Resimen Mahasiswa yang berada di Indonesia berlandaskan Konstitusi Negara yang sesuai dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

KesimpulanResimen mahasiswa pernah mendapat sorotan tajam dari berbagai media

14

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Menwa memberikan tantangan yang terus menerus

yang akan membentuk anggotanya agar mempunyai

“naluri tempur”. Naluri yang akan membuat seorang menjadi rakus akan tugas-tugas, hal ini bila dilatih terus menerus akan

menimbulkan etos kerja ”

massa yang menyangkut ulah segelintir oknum Menwa yang merugikan nama baik corps. Di luar penilaian terhadap ungkapan tuntutan agar Menwa dibubarkan. Mau, tidak mau objektif ataupun subjektif harus kita akui secara jujur bahwa strategi pembinaan terhadap Menwa memang perlu untuk dibenahi. Adanya kasus – kasus negatif akibat ulah oknum – oknum Menwa adalah karena tidak adanya pembinaan yang sistematis serta salah dalam penggunaannya. Karena ketidak tahuan para pemimpin perguruan tinggi serta para pembinanya karena meletakan status Menwa yang bukan pada tempatnya. Menwa harus kembali ke khittahnya yaitu sebagai “Resimen Pendidikan”, untuk menghasilkan kekuatan cadangan nasional dan sekaligus “Cendekiawan Merah Putih” karena statusnya pendidikan, maka Menwa tidak boleh digunakan dalam bentuk operasional, kecuali dalam keadaan darurat dan penting. Riwayat hidup Menwa dipenuhi dengan tugas – tugas sebagai cadangan TNI atau Komponen Pertahanan Negara yang potensial.

Beberapa catatan Permasalahan Menwa yang utama di kampus adalah mampu atau tidaknya untuk tetap eksis dan selalu mempunyai peran yang konseptual dalam dunia kemahasiswaan. Menwa yang merupakan bagian dari kegiatan kemahasiswaan yang positif sesuai dengan Keputusan Bersama Tiga Menteri yaitu Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah pada tanggal 11- Oktober 2000 dengan Nomor : KB/14/M/XI/2000, 6/U/KB/2000, dan 39A Tahun 2000 tentang pembinaan dan pemberdayaan Resimen Mahasiswa untuk menghasilkan Sarjana plus serta generasi yang mengerti dan setia pada Konstitusi Negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Resimen Mahasiswa haruslah memenuhi beberapa kriteria berikut :

Menwa harus bebas dari muatan politik dan kekuasaan, serta primordialisme. Resimen Mahasiswa adalah Resimen Pendidikan , wadah penggemblengan generasi muda, khususnya mahasiswa untuk menghasilkan calon pemimpin yang berkwalitas dan berwawasan kebangsaan.

15

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa akan kemahiran berorganisasi. Menwa hendaknya dapat membekali anggotanya dengan kemampuan leadership dan manajemen yang bertujuan untuk menghasilkan Sarjana plus. Selain itu Menwa adalah wadah untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa akan nilai-nilai keprajuritan dan kebangsaan seperti nasionalisme, patriotisme, berani, loyal, disiplin, berdedikasi tinggi, pantang menyerah, adil dan jujur yang sangat diperlukan dalam era globalisasi dewasa ini.

Nilai-nilai keprajuritan dan kebangsaan akan membentuk etos kerja yang tinggi dan daya tahan luar biasa. bila didukung oleh intelektual yang baik dan leadership yang tangguh serta manajemen yang handal akan menghasilkan pemimpin yang tangguh, berdedikasi, berwawasan kebangsaan dan menjunjung profesionalisme.

Sebagai bagian dari masyarakat akademis anggota Menwa haruslah menjunjung “human right” menghormati orang lain harus hidup bersama dalam perbedaan. Dalam masyarakat kampus yang kita junjung adalah keilmiahan,

menghormati, saling menghargai pendapat orang lain. Kalau ada orang yang tidak setuju dengan Menwa jangan dimusuhi.

Khusus kepada para senior dan pemimpin satuan dalam pembinaan di Resimen Mahasiswa haruslah dapat menyediakan tantangan. Menwa memberikan tantangan yang terus menerus yang akan membentuk anggotanya agar mempunyai “naluri tempur”. Naluri yang akan membuat seorang menjadi rakus akan tugas-tugas, hal ini bila dilatih terus menerus akan menimbulkan etos kerja.

Dari uraian ini jelas mengapa banyak tokoh dunia, seperti Ratu Inggris, Raja Yordania, Raja Persia dan lain-lain menyekolahkan anak mereka ke sekolah militer yang terbaik seperti West Point, di Amerika. Karena mereka ingin membentuk anak – anaknya dalam “hard process”, dalam tantangan. Pendidikan militer sudah menjadi idola dan diakui kehandalannya.

***

16

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

MENWA MEWARISI NILAI-NILAI KEJUANGAN ‘45Oleh: Irjend.Pol. Drs. Bambang Suparno, SH,.M.Hum

PERINGATAN Hari Ulang Tahun Menwa Jayakarta pada hakikatnya merupakan bentuk penghormatan sekaligus penghargaan kepada para pendiri Menwa Jayakarta yang telah memberikan pengabdiannya

melampaui apa yang seharusnya diberikan. Oleh sebab itu, Menwa Jayakarta sebagai bagian generasi penerus, wujud penghormatan dan penghargaan kita yang paling mulia adalah mewarisi tradisi dan nilai-nilai kejuangan serta bersama-sama melanjutkan untuk mengisi kemerdekaan di bidang pembangunan. Hari ulang tahun Menwa Jayakarta yang memasuki genap usianya ke 50 tahun (15 Mei 1962-15 Mei 2012) adalah hari yang paling bersejarah monumental yang tercatat dalam lembaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dari sinilah awal titik tolak Menwa Jayakarta sebagai suatu Resimen Mahasiswa dalam penyempurnaan pengabdian dengan ilmu pengetahuan dan ilmu olah keprajuritan, dalam membangun kesadaran belanegara dan rasa nasionalisme di kalangan pemuda dan mahasiswa. Sehingga dapat dilakukan kajian dan koreksi apa yang telah dilakukan selama 50 tahun dan apa yang akan dikerjakan untuk menyongsong masa depan.

Di tengah kondisi serba terbatas saat ini, pengabdian Menwa Jayakarta masih penuh semangat, tulus iklas dan profesional untuk membangun kesadaran bela negara. Secara jujur harus diakui bahwa kondisi ketahanan nasional kita belum sepenuhnya menggembirakan, banyak contoh dan kenyataan sehari-hari pada seluruh bidang dan aspek kehidupan yang kita rasa dan saksikan mencerminkan betapa kondisi ketahanan nasional kita, harus kita jaga dan tingkatkan. Upaya penguatan dan pemantapan ketahanan nasional itu harus menjadi kepedulian seluruh komponen bangsa. Salah satu komponen pendukung bangsa yang memiliki kepedulian kondisi tersebut tentunya Resimen Mahasiswa, dimana selama ini telah memberikan sumbangsih terhadap negara dalam hal

17

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Di tengah kondisi serba terbatas saat ini, pengabdian

Menwa Jayakarta masih penuh semangat, tulus ikhlas dan

profesional untuk membangun kesadaran bela negara ”.

pengabdian dalam olah keprajuritan dan ikut mewarisi nilai-nilai kejuangan’45, baik dalam kehidupan dalam institusinya maupun dalam kehidupan di lingkungan masyarakat..

Di samping itu, sebagai pewaris nilai-nilai kejuangan ’45 Menwa Jayakarta harus memiliki disiplin, militansi, semangat nasionalisme dan patriotisme sebagai bangsa yang terus lebih ditingkatkan, sehingga kelemahan yang ada dapat tereliminir agar ketahanan nasional dapat lebih meningkat dan kuat pada semua lini kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu Menwa harus pula memiliki kesadaran alamiah untuk bersatu sebagai suatu bangsa yang lahir karena persamaan sejarah, kesamaan aspirasi perjuangan bangsa di masa lampau, kesadaran akan kebersamaan dalam memperjuangkan kepentingan bangsa, kesamaan pandangan, harapan dan tujuan dalam mencapai cita-cita bangsa.

Bahwa ancaman dan tantangan global di masa depan, kita perkirakan semakin kompleks dan beragam. Sebagi bagian dari kehidupan global, bangsa dan negara kita juga akan menghadapi tantangan global berikut dengan segala dimensinya yang pada akhirnya berpengaruh pada keamanan dalam negeri. Dewasa ini keamanan dalam negeri dihadapkan pada tantangan kelangkaan pangan, krisis

meningkatnya aksi kriminal dan lain-lain, sehingga upaya penegakan hukum harus lebih intensif. Oleh sebab itu, masih banyak yang perlu lebih mendapatkan perhatian kita semua untuk ikut serta memelihara stabilitas nasional tetap dapat terjaga dengan baik. Untuk itu hendaknya Menwa Jayakarta harus terus tetap menjaga komitmen yang selama ini dibangun dapat dipertahankan, sehingga Menwa Jayakarta benar-benar menjadi institusi yang lebih profesional sebagai komponen pendukung yang ikut dalam menjaga dan memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan negara.

Untuk semua itu, maka dalam membangun, memantapkan dan mengembangkan kesadaran belanegara dan rasa nasionalisme mewarisi nilai-nilai kejuangan’45 yang dilakukan oleh Menwa Jayakarta, diperlukan adanya

18

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

keteladanan dari semua pihak dalam institusi Menwa, baik perorangan maupun kelompok disemua strata dan semua bidang kehidupan Menwa. Dengan begitu diperlukan tindakan proaktif dan nyata dalam mewarisi nilai-nilai kejuangan’45 melalui gerakan-gerakan yang produktif baik melalui pengabdian ilmu pengetahuan maupun ilmu olah keprajuritan di lapangan yang dilakukan secara simultan dibawah komando dari pimpinan Menwa itu sendiri.

Dalam kaitan itu tentunya masyarakat mengharapkan agar Menwa Jayakarta dalam menjalankan misinya hendaknya senantiasa dapat berperan lebih aktif dalam penyempurnaan pengabdian dengan ilmu pengetahuan dan ilmu olah keprajuritan. Setidaknya Menwa Jayakarta harus mampu mencegah diri sendiri agar jangan sampai menjadi beban apalagi sumber masalah bagi masyarakat di sekelilingnya. Amalkan “Panca Dharma Satya” sebagai komitmen moral anggota Menwa Jayakarta dalam meringankan beban kehidupan masyarakat. Kita jadikan peringatan ini menjadi tonggak baru yang lebih segar dengan memupuk karakter dan nilai-nilai luhur bangsa menuju Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Selamat Ulang Tahun ke 50 tahun Menwa Jayakarta semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkahi pengabdian kita kepada negara yang kita cintai.

***

19

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

REPOSISI MENWA DI LINGKUNGAN KAMPUSOleh Prof. Dr. H. Armai Arief, MA

MAHASISWAadalah sosok yang terbiasa bergelut dengan nilai-nilai ilmiah, selalu terdorong untuk bersikap dinamis dalam menentukan

langkah hidup sesuai dengan arah logika (rasional) yang ia bangun. Oleh karena

keputusan, rupanya tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini tentunya menjadi ciri khas tersendiri bagi mahasiswa, ia bergerak sesuai dengan hati nuraninya bukan atas dasar kepentingan pragmatis yang memang terkadang selalu menghantuinya.

Sebagai sosok yang kritis dan berani mengambil keputusan, mahasiswa memiliki landasan asumsi bahwa dalam hidup ini mesti ada kedinamisan, yaitu suatu kondisi perubahan menuju ke arah perbaikan. Maka dengan asumsi ini tidak jarang para mahasiswa melakukan preasure kepada pihak penguasa jika keadaan yang ada di sekelilingnya (dirasakan) terdapat kejanggalan-kejanggaian. Karena itu mahasiswa dapat dikatakan sebagai agent of social change, karena keberhasilannya menjalankan peran aktif dalam transformasi sosial masyarakat sekitarnya.

Dalam hal ini sejarah mencatat bahwa mahasiswa merupakan komponen bangsa yang hingga sampai saat ini masih tetap berperan dalam arena sejarah perkembangan bangsa. Sebagaimana diketahui bahwa setiap beralihnya tongkat kepemimpinan nasional tidak lepas dari peran aktif para mahasiswa, bahkan sejak bangsa ini masih dalam cengkeraman penjajah, para mahasiswa sebagai pemuda yang memiliki sikap nasionalisme yang tinggi turut serta mempraksrsai berdirinya Budi Utomo, lahirnya Sumpah Pemuda, dar. berbagai organisasi kepemudaan lainnya.

Masih hangat dalam ingatan kita, bagaimana peran aktif mahasiswa dalam menumbangkan rezim Orde Baru dan menggulirkan reformasi. Hal ini semakin menunjukan kepada kita bahwa mahasiswa sebagai komponen bangsa memiliki peran strategis dalam mengambil langkah-langkah yang berpihak kepada

20

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“…Menwa dituntut untuk introspeksi diri dan mengkaji

secara mendalam tentang langkah-langkah strategis apa yang mesti dilakukan. Untuk

itu keluasan wawasan dan ketajaman analisa lingkungan sangat diperlukan, paling tidak

memperbaharui diri dalam berpartisipasi aktif untuk

pembangunan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, maju dan bermartabat ”

kepentingan nasional.Namun demikian, gelombang reformasi yang dahulu digulirkan oleh

mahasiswa nampaknya mulai ternoda dengan adanya sekelompok mahasiswa yang mendasarkan aktivitasnya (gerakannya) pada kepentingan pragmatis dan mengabaikan kepentingan nasional dalam skala yang lebih luas. Pada kondisi ini, tidak jarang gerakan-gerakan mahasiswa “diboncengi” oleh pihak-pihak luar yang secara sengaja memanfaatkan kesemangatan dan kekuatan mahasiswa, sehingga munculah “demo-demo pesanan” yang secara langsung ‘ maupun tidak langsung akan menurunkan kredibilitas mahasiswa itu sendiri.

Menyikapi hal ini, organisasi-organisasi kemahasiswaan termasuk di dalamnya Resimen Mahasiswa atau Menwa dituntut untuk introspeksi diri dan mengkaji secara mendalam tentang langkah-langkah strategis apa yang mesti dilakukan. Untuk itu keluasan wawasan dan ketajaman analisa lingkungan sangat diperlukan, paling tidak memperbaharui diri dalam berpartisipasi aktif untuk pembangunan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, maju dan bermartabat.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, Menwa cenderung tidak begitu populer di kalangan kampus, bahkan cenderung dipandang negatif oleh sebagian kalangan. Hal ini tentunya tidak bisa lepas dari perjuangan mahasiswa dalam menumbangkan suatu rezim yang memberikan keleluasaan lebih kepada militer di mana Menwa diidentikkan sebagai “antek-antek militer atau militernya kampus”. Dengan alasan ini timbul berbagai gejolak yang menginginkan agar Menwa dibubarkan saja dari dunia kampus. Karena keberadaannya dianggap sebagai kepanjangan tangan dari militer. Apa lagi, saat ini muncul berbagai diskursus yang menginginkan adanya suatu pemerintahan yang dikelola oleh sipil, sedangkan militer dikembalikan kepada fungsi. pertahanan dan keamanan negara.

Menanggapi hal itu, introspeksi diri secara terbuka merupakan sikap yang

21

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

elegan, yang bukan berarti kalah dari kecenderungan situasi yang nampaknya kurang memihak kepada Menwa. Oleh karena itu, pemikiran terhadap suatu paradigma baru untuk menjadikan Menwa sebagai organisasi yang lebih matang, solid dan independen sangat diperlukan. Dalam hal ini munculnya Surat Keputusan Bersama 3 Menteri (Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah) Nomor: KB/14/M/X/2000, Nomor : 6/U/KB/2000; Nomor : 39 A tahun 2000, tanggal 11 Oktober 2000 tentang pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa (Menwa) sebagai pengganti dari SKB 3 Menteri tahun 1994, jelas merupakan angin segar bagi Menwa untuk mampu menempatkan dirinya sebagai organisasi kemahasiswaan yang matang, solid dan independen. Karena dengan munculnya 8KB 3 Menteri yang baru ini, pembinaan dan pemberdayaan Menwa diserahkan kepada perguruan tinggi masing-masing. Ini menunjukkan bahwa keberadaan Menwa secara organisasi tidak berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya yang ada di lingkungan kampus.

Sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Menwa merupakan lembaga atau organisasi otonom kemahasiswaan yang ada dan diakui oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dan berfungsi sebagai wadah kegiatan khusus dalam upaya mengembangkan potensi, minat dan bakat serta pengabdian kepada masyarakat di tingkat perguruan tinggi.

Dalam kedudukannya sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Menwa dituntut untuk mampu membuktikan dirinya sebagai organisasi yang telah mapan, tangguh dan propesional, karena jika hal ini gagal dilakukan oleh Menwa, maka tidak menutup kemungkinan eksistensinya akan kembali terusik. Ini merupakan cost yang mahal, yang mesti dibayar oleh Menwa baik secara organisasi maupun secara personal. Untuk itu sikap selalu memperbaiki diri dan membuka diri terhadap cakrawala kecenderungan dunia luar sangat diperlukan.

Dalam hal ini bukan berarti saya mendudukan Menwa pada posisi yang

hal ini masih menyisakan sebuah pertanyaan besar yaitu “dosa apa yang dilakukan oleh Menwa sehingga ia menanggung akibat dari kebencian sebagian masyarakat terhadap militer”-. Namun pada posisi ini, bukan juga merupakan suatu kearifan jika pihak Menwa menyalahkan adanya pandangan sebagian mahasiswa yang menyatakan bahwa Menwa adalah kepanjangan militer di lingkungan kampus, karena hal ini terjadi berdasarkan ketidaktahuan masyarakat dan mahasiswa

22

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

terhadap Menwa itu sendiri.Oleh karena itu, sikap yang terbaik dalam hal ini adalah mensosialisasikan

jati diri Menwa sebagai organisasi kemahasiswaan. Sebagai salah satu UKM yang berada di lingkungan kampus dan memiliki kedudukan yang sama dengan organisasi-organisasi yang lainnya dan bukan merupakan kepanjangan tangan dari militer. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai macam kegiatan pembinaan baik

yang tidak dimiliki oleh UKM-UKM lainnya, yaitu sikap memegang teguh disiplin,

dibarengi dengan penajaman wawasan intelektual.Dengan demikian, kegiatan-kegiatan olah keprajuritan yang selama ini lebih

ditonjolkan akan lebih baik jika dibarengi dengan kegiatan-kegiatan yang bertumpu pada pengembangan diri, ilmu pengetahuan (intelektualitas) dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat.

Dalam kedudukannya sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Menwa dituntut untuk senantiasa menjadi organisasi yang lentur -bukan berarti tanpa pendirian- dan demokratis namun tetap mengedepankan sikap tegas dan disiplin terhadap para anggotanya dengan memegang garis komando yang merupakan ciri khas tersendiri dan yang membedakan organisasi ini dengan UKM-UKM yang lainnya di lingkungan kampus.

Sebagai organisasi yang tumbuh dan berkembang di lingkungan kampus, Menwa merupakan organisasi mahasiswa yang bukan saja menekankan kegiatannya kepada kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang biasa dilakukan, seperti peningkatan intelektualitas dan lain sebagainya, akan tetapi merupakan wadah partisipasi mahasiswa dalam upaya bela negara. Sejarah mencatat bahwa Menwa yang didirikan oleh Jenderal Besar (Purn) A.H. Nasution pada pemerintahan Orde Lama terutama sekali ditujukan untuk turutserta dalam upaya membendung penyebaran paham komunis khususnya di lingkungan kampus. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan Menwa di lingkungan kampus sebagai upaya memberikan ruang yang lebih terbuka kepada para mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pertahanan dan keamanan dan pemeliharaan stabilitas nasional.

Oleh karena itu, sebagai bagian dari gerakan kemahasiswaan, Menwa tidak saja dibekali dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, melainkan juga

23

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

dibekali dengan ilmu keprajuritan yang dikenal dengan mottonya “Dharma Siddha”. Dengan demikian tidak berlebihan jika Menwa diharapkan dapat mengabdikan dirinya kepada perguruan tinggi tempat ia bernaung dalam menciptakan ketertiban kampus.

Berkaitan dengan bela negara, maka setiap warga negara berhak turut serta dalam usaha bela negara. Karena itu Menwa tidak lebih merupakan bagian kecil dari komponen masyarakat In¬donesia yang diharapkan berpartisipasi aktif dalam kegiatan bela negara. Justru peranan masyarakat yang lebih luas sangat diharapkan, sehingga stabilitas nasional dapat terjaga.

Namun demikian, usaha-usaha bela negara tidak bisa hanya dimaknai dengan kegiatan mengangkat senjata untuk melawan musuh. Di sini ada pemaknaan yang lebih luas dari sekedar mengangkat senjata, melainkan dapat berupa aktivitas-aktivitas dalam berbagai sektor kehidupan bangsa yang didasari dengan semangat dan kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sini nampak jelas bahwa usaha bela negara dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja, termasuk oleh Menwa di lingkungan kampusnya masing-masing.

Kegiatan menanamkan rasa kebangsaan juga merupakan bagian dari aktivitas bela negara, begitupun dengan sikap saling menghormati, saling menolong sesama, memelihara keamanan dan ketertiban di lingkungan masing-masing, juga merupakan bagian dari aktivitas bela negara. Karena hal tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan dapat menciptakan suasana kerukunan yang pada gilirannya akan memelihara persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berangkat dari pemikiran di atas, Menwa yang merupakan bagian integral dari warga negara Indonesia, merupakan wadah partisipasi aktif para mahasiswa khususnya dalam bidang pemeliharaan keamanan nasional. Hal ini didasarkan karena keamanan nasional tidak akan terbentuk tanpa adanya keamanan dalam lingkup terkecil yaitu keamanan pribadi, keluarga, lingkungan kampus, dan lingkungan masyarakat.

Seperti umumnya mahasiswa, anggota Menwa juga diharapkan mampu memainkan peran dan fungsinya baik ketika ia masih duduk di bangku kuliah maupun ketika sudah menyandang predikat sebagai sarjana. Ketika masih duduk di bangku kuliah, ia diharapkan dapat memainkan perannya sebagai agent of social change dalam pesatnya transformasi kehidupan sosial masyarakat. Namun bukan berarti ia dituntut untuk aktif dalam kegiatan di luar kampus dengan mengabaikan

24

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

tugas intinya yaitu menuntut ilmu. Melainkan adanya keseimbangan yang didasari kesadaran pribadi dan kesadaran sosial. Ketika ia sudah menyandang predikat sarjana, maka anggota Menwa diharapkan memberikan pengabdiannya kepada masyarakat dan turut berpartisipasi aktif dalam membangun bangsa menjadi bangsa yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Sebagai bagian dari generasi penerus tongkat kepemimpinan bangsa, Menwa merupakan wahana memupuk kader pejuang dan pengabdi kepada masyarakat dan negara yang dilandasi sikap nasionalisme dan penuh tanggung jawab. Dalam hal ini Menwa banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang menanamkan sikap patriotisme, mewarisi nilai-nilai perjuangan dengan penuh keikhlasan dan tanpa pamrih. Dengan demikian, kader Menwa adalah kader pejuang, pembaharu, pemikir, pemimpin masa depari bangsa dan kader pengisi pembangunan nasional yang tetap diharapkan kehadirannya. Oleh karena itu, Menwa merupakan kader potensial dan aset bangsa yang keberadaan dan kiprahnya akan selalu ditunggu-tunggu.

Dengan demikian, Menwa memiliki hak dan kewajiban yang sama serta kedudukan yang sederajat dengan organisasi-organisasi kemahasiswaan lainnya. Oleh karena itu ia dituntut untuk mampu mengembangkan dirinya di tengah-tengah ketatnya kompetisi di antara organisasi kemahasiswaan yang ada. Menwa berhak melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah merupakan ciri khasnya, seperti pendidikan olah keprajuritan yang dibarengi dengan peningkatan intelektual para anggotanya. Kegiatan ini dapat berbentuk Latsarmil (Latihan Dasar Kemiliteran), Pendidikan dan Latihan Perlindungan Masyarakat dan lain sebagainya. Karena dalam hal ini, pihak perguruan tinggi tidak berhak memperlakukan diskriminatif terhadap Menwa.

Sebagian bagian dari warga negara yang peduli terhadap bela negara, Menwa merupakan wadah partisipasi aktif para mahasiswa khususnya dalam bidang pertahanan dan keamanan nasional. Sebagai organisasi yang pada kegiatannya telah dibekali latihan-latihan khusus tentang kemiliteran, Menwa dituntut untuk berpartipipasi aktif dalam segala usaha pembelaan terhadap negara. Hal ini juga sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 27 ayat 3 dan pasal 30 ayat 1. Di samping itu juga, usaha bela negara merupakan wujud dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan Panca Dharma Satya Resimen Mahasiswa dalam lingkungan masyarakat, bangsa negara Indonesia.

***

25

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARAYANG TERINTEGRASI DALAM MENGHADAPI PERANG INFORMASIOleh: Mayjend. TNI. Hartind Asrin

Pendahuluan

PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi saat ini begitu pesat dan telah menyentuh hampir di setiap aspek kehidupan. Teknologi informasi tidak hanya dipakai dalam bidang industri

ataupun ekonomi, tetapi juga dibidang pertahanan yang banyak memanfaatkan teknologi informasi untuk proses penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan. Kemajuan teknologi informasi juga menggeser hakikat ancaman yang datang dari negara (state threat) melalui penggunaan senjata pemusnah massal menjadi kelompok (non state threat) dengan penguasaan teknologi tinggi. Ancaman terhadap negara tidak lagi menyangkut kekuatan militer, tetapi lebih luas spektrumnya yakni nirmiliter seperti ancaman “cyber crime”.

Sun Tzu pakar strategi China dari abad ke lima sebelum masehi mengajarkan bahwa jenderal yang paling hebat adalah ia yang dapat mencapai tujuan perangnya tanpa melakukan pertempuran. Berarti dapat menundukkan musuh tanpa penggunaan kekerasan senjata. Ajaran Sun Tzu inilah yang rupanya dikembangkan Hitler. Setelah Hitler metoda itu juga digunakan Uni Soviet dan Partai Komunis Soviet, dan akhirnya tidak ada bangsa besar dan maju yang tidak berusaha mempunyai kemampuan melakukan metoda itu.

Akibat dari perubahan radikal ini, maka sekarang negara besar yang mempunyai kehendak menguasai negara kecil belum tentu akan melakukannya dengan menggunakan kekuatan militernya secara langsung. Ia akan lebih dahulu mengusahakan agar bangsa negara kecil dapat dibawa cara berpikir dan berpersepsi yang sesuai dengan kepentingan negara besar. Untuk itu yang terutama digarap adalah pikiran dan persepsi masyarakat dengan melakukan berbagai usaha yang mengganggu, baik di bidang politik, ekonomi, maupun kebudayaan dan sosial. Ia

26

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“…sangatlah strategis apabila peran Menwa lebih memahami ancaman pertahanan Negara pada perang informasi saat ini

dengan jiwa dan semangat nasionalisme dan patriotisme di dadanya yang didapat dari

tempaan sebagai anggota Menwa dari ancaman cyber crime yang dapat merusak generasi muda dalam pola pikir, tindak dan

perilakunya ”

akan berusaha menguasai media massa di negara kecil itu dan memanfaatkannya untuk secara sistematis dan terus menerus mempengaruhi pikiran dan perasaan masyarakat.

Rasanya di tengah perkembangan teknologi sistem informasi yang demikian canggih, Resimen Mahasiswa Jayakarta yang tahun ini genap berusia 50 tahun harus berkembang dan menjadi wadah organisasi kemahasiswaan yang lebih peka terhadap ancaman pertahanan negaranya terutama perang di dunia cyber. Kenapa harus Menwa? Dengan sesanti “Siddha-nya” dengan makna penyempurnaan pengabdian dengan olah keprajuritan dan ilmu pengetahuan bukan saja pengembangan

semata tetapi lebih pada pengembangan ilmu pengetahuannya. Di sisi lain, keberadaan Menwa sebagai Organisasi Kemahasiswaan tentunya tidak asing lagi dengan teknologi sistem informasi yang berkembang saat ini dengan bekal sebagai warga kampus dimana perkembangan teknologi sistem informasi sudah bukan barang baru lagi dan menjadi muatan wajib pada kurikulum perguruan tinggi diberbagai strata yang ada. Oleh karena itu, sangatlah strategis apabila peran Menwa lebih memahami ancaman pertahanan Negara

semangat nasionalisme dan patriotisme di dadanya yang didapat dari tempaan sebagai anggota Menwa dari ancaman cyber crime yang dapat merusak generasi muda dalam pola pikir, tindak dan perilakunya.

Perlu diketahui, saat ini Kementerian Pertahanan Republik Indonesia sedang membangun Sistem Informasi Pertahanan Negara atau lebih dikenal lagi dengan istilah Sisfohanneg yang berbasis pada penyediaan data dan informasi yang cepat, akurat, real time sehingga aman dalam proses penetapan kebijakan keputusan. Keberadaan Sisfohanneg ini sangat penting sekali dimasa damai guna menghadapi perang informasi seperti saat ini.

27

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Kedudukan Pusat Komunikasi Publik atau Pusat Kompublik yang berfungsi sebagai perumusan dan pelaksanaan kebijakan pelaksanaan teknis di bidang informasi pertahanan memegang peranan cukup penting dalam perang informasi di era damai seperti saat ini. Diperlukan percepatan pengolahan informasi yang didukung dengan tenaga-tenaga yang mampu merespon setiap kejadian atau informasi yang berkembang di segala aspek kehidupan masyarakat saat ini.

Sistem Informasi Pertahanan Negara.Informasi merupakan aset yang strategis bagi setiap organisasi. Inilah

yang menyebabkan mengapa banyak pemerintahan ataupun badan tertentu menghabiskan jutaan bahkan miliaran dollar untuk mendapatkan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan ancaman potensial bagi keamanan mereka. Tanpa informasi yang tepat dapat menyebabkan kegagalan khususnya dalam bidang pertahanan, sehingga kemampuan untuk menyediakan informasi potensial merupakan faktor yang sangat menentukan dari kekuatan pertahanan suatu negara.

Secara garis besar Sisfohanneg merupakan integrasi data internal dan eksternal dalam jaringan komunikasi data (komta) yang terdiri dari data internal strategi pertahanan (Strahan) perencanaan pertahanan (Renhan), kekuatan pertahanan (Kuathan), potensi pertahanan (Pothan), dan sarana pertahanan (Ranahan) serta terintegrasi pula dengan data eksternal yang berasal dari ketiga angkatan militer (AD, AL, AU)

Adapun prioritas pengembangan Sisfohanneg dibagi dalam 5 (lima) prioritas yakni (1) Sistem jaringan komunikasi data, (2) Sistem Aplikasi, (3) Up dating data secara online, (4) sistem keamanan data/sandi dan (5) pembinaan sumber daya manusia (SDM) bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

1. Sistem Jaringan Komunikasi Data.Gelar jaringan komunikasi data hingga tahun 2014 nanti mencakup seluruh

bidang di lingkungan kerja Kemhan dan instansi pemerintahan lainnya yang relatif

negara. Diharapkan dengan terbangun jaringan komunikasi data ini maka akan terjadi percepatan arus informasi secara dua arah (two ways).

2. Sistem Aplikasi Dalam pengembangan aplikasi Sisfohanneg menitik beratkan pada

28

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

dan matriks disajikan dalam digital dashboard untuk memudahkan pimpinan dalam proses pengambilan keputusan strategis. Selain itu dikembangkan pula sistem

Geograpic Information System (GIS) yang saat ini telah mencakup 3 (tiga) satker yaitu Strahan (Pos Pamtas, ALKI, Pulau Terluar, Garis Perbatasan); Pothan (Batas Kodam, Batas Korem, Batas Kodim) dan Kuathan (Gelar pasukan TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU).

3. Updating Data On Line. Bagian yang terpenting dari suatu sistem informasi adalah ketersediaan

data. Data tersebut harus disajikan secara cepat dan akurat serta terintegrasi satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan informasi penting untuk proses penetapan kebijakan serta pengambilan keputusan. Data yang diolah bukan hanya data terstruktur saja namun juga data tak struktur. Adapun jenis data meliputi data Renhan (APBN), Strahan (daerah perbatasan, pos Pamtas, pulau terluar hingga kesiapan tempur), Kuathan (personil TNI dan PNS, alutsista hingga Pangkalan TNI-AL & Sipil), Pothan (Produksi Pangan & Palawija, Rumkit Sipil, Personil Medis Paramedis Sipil, hingga stasiun radio dan TV), Ranahan (Industri Pertahanan, Kontrak Pengadaan Alutsista KE/Non KE, Kelaikan Materil & Kelaikan Instruktur, Materil Kontrak & Negara Supplier

Terrain/Citra Satelit, Pulau Terluar, Perbatasan. Kesemua data tersebut diatas terintegrasi pula dengan data yang dimiliki

oleh Markas Besar (AD, AL, AU) serta instansi lain yang terhubung dalam jaringan komunikasi data Sisfohanneg, sehingga updating data dapat dilakukan secara online. Dari sisi integrasi sistem, teknologi informasi membuat kompleksitas pada organisasi pertahanan lebih berat dari pada sebelumnya. Kompleksitas ini dapat diatasi dengan menggunakan piranti lunak yang dirancang untuk keperluan tersebut, terutama piranti lunak Data Base. Dengan demikian integrasi sistem dalam organisasi militer menjadi lebih baik.

4. Sistem Keamanan Data/Sandi. Saat ini ancaman terhadap negara tidak lagi menyangkut kekuatan

militer, tetapi lebih luas spektrumnya yakni nirmiliter seperti ancaman cyber crime. Karena itu, sistem keamanan pada sistem informasi negara sangat diperlukan.

29

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Hal tersebut pula yang menjadi dasar untuk membangun Sisfohanneg yang aman dari gangguan-gangguan dalam dan luar. Dan salah satu fokus pembangunan Sisfohanneg adalah sistem keamanan data. Selain perangkat keras dan lunak dibutuhkan juga tenaga-tenaga Teknologi Informasi (TI) terdidik yang mampu mendeteksi secara cepat ancaman/gangguan terhadap Sisfohanneg.

Wall Street Journal edisi 31 Mei lalu, melansir pemberitaan bahwa Pentagon menyatakan jika aksi pengrusakan komputer suatu negara merupakan tindakan perang. Ini merupakan kebijakan resmi pertama yang dikeluarkan Pentagon mengenai strategi perang internet dan diperkirakan bagian non-rahasia dari kebijakan tersebut diumumkan Juni. Pada batas tertentu, Pentagon berencana memanfaatkan kebijakan ini untuk memperingatkan musuh potensial, agar menyadari konsekuensi bila coba menyerang AS melalui internet. Seorang pejabat militer mengatakan, jika seseorang memutus jaringan listrik kami, mungkin kami akan menjatuhkan sebuah rudal ke cerobong asapnya. Strategi tersebut mengindikasikan bahwa pihak AS telah mulai menjajaki pengaruh internet terhadap keamanan dunia. Dengan situasi ini, ancaman peretas terhadap reaktor nuklir, kereta bawah tanah atau pipa pengiriman minyak milik AS dapat diumpamakan sebagai ancaman dari pasukan militer suatu negara terhadap infrastruktur tersebut.

Dari uraian tersebut diatas jelas bahwa ancaman pencurian dan pengrusakan data sudah menjadi ancaman yang dapat menyulut api peperangan. Oleh karena itu Sisfohanneg juga memfokuskan pembangunan sistem keamanan data sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.

5. Pembinaan SDM TIK Dengan adanya implementasi Sisfohanneg maka sebagai konsekuensinya

akan merubah cara kerja organisasi saat ini memerlukan SDM yang handal, untuk mengoperasionalkan teknologi yang cukup canggih. Dibutuhkan transfer pengetahuan (transfer knowledge) dari pengembang sistem atau pemasok teknologi kepada SDM yang telah disiapkan sebelumnya secara kontinyu dan berkesinambungan. Hal ini untuk menjamin kemampuan SDM yang siap terhadap perubahan-perubahan teknologi yang sangat cepat seperti saat ini. Pembinaan SDM menjadi bagian integral dari pembangunan Sisfohanneg.

30

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Perang Informasi. Masih hangat dalam ingatan kita peristiwa pemberontakan rakyat Libya

media informasi sangat vital kala itu. Dalam tulisannya di erabaru.net (Rabu, 24/8/11) Aron Lamn menulis ”Perang Informasi mengamuk di Libya”, pasukan

serangan informasi satu sama lainnya dengan tujuan mencari dukungan kepada rakyat Libya dan dunia internasional. Facebook, Twitter, dan SMS menjadi sarana favorit untuk menyampaikan ajakan-ajakan hasutan, dan informasi kepada rakyat Libya secara cepat dan murah. Hal tersebut terjadi pula dalam kerusuhan yang baru-baru ini terjadi di Inggris. Kembali media sosial menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan kepada para perusuh.

Dari hal tersebut di atas nampak perubahan radikal dibidang perang informasi. Sekarang negara besar yang mempunyai kehendak menguasai negara kecil belum tentu akan melakukannya dengan menggunakan kekuatan militernya secara langsung. Ia akan terlebih dahulu mengusahakan agar bangsa negara kecil dapat dibawa cara berpikir dan berpersepsi yang sesuai dengan kepentingan negara besar. Untuk itu yang utama digarap adalah pikiran dan persepsi masyarakat dengan melakukan berbagai usaha yang menggangu, baik dibidang politik, ekonomi, kebudayaan dan sosial. Ia akan berusaha menguasai media massa di negara kecil itu dan memanfaatkannya untuk secara sistematis dan terus menerus mempengaruhi pikiran dan perasaan masyarakat.

Saat ini adalah zaman informasi kecepatan tinggi. Teknologi informasi sudah berkembang sedemikian rupa yang membuat suatu informasi, baik berupa berita, analisa ataupun pandangan segera sampai di hadapan kita dalam hitungan detik. Setiap tempat di dunia seolah hanya berjarak sejengkal dari tempat kita duduk atau berdiri. Setiap orang juga terhubung dalam suatu jaringan informasi. Jarak saat ini bukan lagi suatu masalah, setiap orang di manapun dia akan selalu dapat dihubungi dan akan selalu dapat menerima berbagai macam informasi baik berupa berita, analisa ataupun pandangan seseorang, dan menjadi sangat penting untuk diketahui. Kita tidak lagi bisa menutup mata dan telinga, kehidupan sekarang memang sangat dipengaruhi oleh informasi yang kita terima. Banyak media, baik radio, televisi, internet, ataupun jejaring sosial yang menyediakan dan memberikan informasi untuk masyarakat dunia. Semua itu akan masuk ke otak kita untuk mempengaruhi pikiran, membuat kita senang, menyentuh perasaan,

31

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

ataupun akan menimbulkan rasa takut. Informasi yang tersedia tidak semuanya baik untuk diterima, tidak semua

bertujuan mulia, dan tidak semuanya benar. Ini adalah perang informasi. Semua informasi bercampur aduk, orang yang benar akan menyampaikan kebenaran dan orang yang tidak baik akan menyampaikan segala kebohongan. Orang akan membuat berita dan analisa sesuai dengan kepentingannya. Untuk itu, karena banyaknya informasi yang tersedia, kita perlu mengetahui sumber dan inti dari suatu informasi. Sumber informasi penting untuk kita ketahui, agar kita menilai apakah sumber tersebut adalah benar, sumber yang netral ataukah sumber yang punya kepentingan.

Mengintegrasikan Informasi Pertahanan Menghadapi Perang Informasi. Internet pada awalnya merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh

Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1969, melalui proyek ARPA atau ARPANET (Advanced Research Project Agency Network). Program berbasis komunikasi data ini bertujuan menghubungkan para periset ke pusat-pusat komputer, sehingga dapat bersama-sama memanfaatkan sarana komputer, seperti disk space, data base dan lain-lain. Selain itu, proyek tersebut juga membuat sistem jaringan komunikasi antar komputer yang tersebar didaerah-daerah vital. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan.

Internet Protocol (IP) memegang peranan penting dalam jaringan sistem informasi karena bisa menghubungkan komunikasi dari darat, laut, udara, maupun luar angkasa. IP juga memiliki kemampuan untuk membuat bermacam-macam sistem komunikasi. Karena itu meskipun menggunakan sistem yang saling tidak kompatibel namun antara yang satu dengan yang lain tetap dapat saling berkomunikasi.

Kemajuan TI berimplikasi pada pergeseran paradigma memenangkan perang. Pada awalnya, cukup dengan konsep Komando dan Kendali (Kodal/K2), yang pada prinsipnya merupakan hubungan intern antara komandan dengan anak buahnya dalam tugas operasi. Namun kemudian komunikasi dengan satuan lain dalam suatu operasi menjadi keharusan sehingga lahir konsep baru yaitu Komando, Kendali dan Komunikasi (K3). Dengan teknologi komunikasi yang semakin mutakhir, maka ditambahkan keterangan atau data intelijen (K3I). Informasi yang akurat dan strategis memang menjadi faktor yang sangat

32

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

menentukan bagi kekuatan pertahanan suatu negara. Sebab informasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari komando dan kendali yang merupakan kunci setiap operasi.

Informasi menjadi dasar pembuatan kebijakan atau untuk menyusun strategi dalam menghadapi ancaman yang ada. Taktik brilian untuk menggempur lawan tidak akan terlahir tanpa adanya informasi yang lengkap, akurat, dan cepat. Untuk itu, siapapun kita, informasi apapun yang diterima, pastikan dan pahami dengan baik. Kita jangan hanya membaca kesimpulan atau rekomendasi saja, tetapi pelajari secara keseluruhan dari informasi yang kita terima.

Ancaman terhadap negara tidak lagi menyangkut kekuatan militer, tetapi lebih luas spektrumnya yakni nirmiliter seperti halnya “cyber crime”. Oleh karena itu, memahami perkembangan sistem teknologi informasi terutama memahami bagaimana proteksi sistem yang ada. Kementerian Pertahanan telah punya Lembaga Sandi Negara yang tugasnya memberikan proteksi pada sistem informasi negara yang dikembangkan, sehingga mampu memproteksi sistem pertahanan negara dari ancaman peretas dari luar yang teknologinya lebih maju. Ke depan, tidak hanya sistem informasi, tetapi seluruh sensor dan sistem persenjataan dapat terhubung secara penuh dalam sebuah lingkungan perencanaan, penaksiran, dan pelaksanaan yang terintegrasi untuk mengimplementasikan kebijakan maupun strategi di lapangan.

Marilah kita bersama-sama dengan ancaman perang yang modern yang begitu menakutkan melalui perang cyber, diulang tahun Menwa ke 50 tahun ini kita tingkatkan kewaspadaan kita demi terciptanya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Damai, Aman, Makmur dan Sejahtera. Dirgahayu Menwa Jayakarta ke 50 tahun, Jayalah selalu demi pengabdian terbaik bagi Nusa dan Bangsa Indonesia yang kita cintai.

***

33

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

MENWA POTENSI PERTAHANAN YANG TERABAIKANOleh: Letkol.Inf. Rachmad PS,S.IP,.M.Si

Mahasiswa Indonesia, seperti juga mahasiswa di negara-negara lain merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat bangsa, khususnya dari golongan pemuda. Kemajuan-kemajuan yang dicapai melukiskan kemajuan bangsa, prestasinya adalah prestasi bangsa. Sebaliknya jika universitas dan mahasiswa mundur, itu juga merupakan pencerminan yang jelas dari masyarakat bangsa.

PADA hampir semua belahan dunia, mahasiswa selalu menjadi unsur yang sangat penting dari perkembangan bagsa dan negara. Mahasiswa dipandang sebagai angkatan muda yang paling banyak

memberikan harapan hari depan. Mahasiswa memiliki dinamika, militansi, keberanian, kejujuran, kerelaan berkorban. Ada satu lagi kekhususan mahasiswa, yaitu memiliki kecerdasan otak dan kemampuan berpikir tinggi yang didapatnya dari pendidikan-pendidikan sebelumnya secara berturut-turut. Artinya perbedaan yang ada hanyalah pada pendidikan, yang menyebabkan mahasiswa berpikir secara ilmiah dari yang bukan mahasiswa. Dengan kelebihannya ini mahasiswa bisa menjadi agent of change di kalangan masyarakat yang ada di sekitarnya, demikian halnya jika mahasiwa turut terlibat dalam permasalahan bangsa dan negara, termasuk di dalam upaya bela negara mahasiswa yang bernaung di dalam lembaga Resimen Mahasiswa (Menwa).

Tradisi perjuanganResimen Mahasiswa lahir dari sebuah sejarah panjang dengan tradisi yang

terbangun dari tradisi yang hidup dalam masyarakat. Pertama adalah tradisi nasional adalah tradisi tentara pelajar pejuang, yaitu tradisi Tentara Pelajar (TP) dan Corps Mahasiswa (CP), yaitu tradisi meninggalkan bangku sekolah untuk berjuang di bidang pertahanan negara. Resimen Mahasiswa lahir dari

34

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

suasana negara yang tidak menentu pada akhir tahun 1950-an, suasana perang kemerdekaan juga masih mewarnai semangat pemuda/mahasiswa saat itu. Dalam suasana seperti ini, berbagai organisasi pemuda, pelajar dan mahasiswa yang ada saat itu tumbuh dengan semangat “Perang Kemerdekaan”. Tidak heran jika waktu itu wajib latih militer menjadi bagian kehidupan pemuda, pelajar dan mahasiswa. Terutama bagi mereka yang tergabung dalam berbagai organisasi mobilisasi massa seperti Tentara Pelajar dan Corps Mahasiswa yang menjadi cikal bakal Menwa.

Keberadaan Menwa di kampus sebagai potensi pertahanan negara cukup eksis dengan berbagai payung hukum yang melindunginya selama ini. Skep Bersama oleh Menteri Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan (PTIP) dan Wanpa Hankam yang menggambarkan pokok pikiran pada masa itu, yaitu Nomor M/A/20/ 1963 tentang Wajib Latih Mahasiswa (Walawa) dan pembentukan Menwa. Dua tahun kemudian ke luar Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menko Hankam dan Menteri PTIP Nomor : M/A/165/1965 dan Nomor 2/ PTP/1965 tentang Organisasi dan Prosedur Resimen mahasiswa. Tahun 1975, dikeluarkanlah SKB tiga menteri tentang pembinaan organisasi Resimen Mahasiswa dalam rangka mengikutsertakan rakyat dalam pembelaan negara. Keputusan itu pertama kali dimuat dalam SKB Menhankam Pangab/Mendikbud/Mendagri No. Kep/39/XI/1975, 0246a/U/1975, 247/A/1975 tanggal 11 November 1975. Sedangkan Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Menwa baru dikeluarkan tanggal 19 Januari 1978 dalam SKB Menhankam/Pangab Nomor Kep/021/1978, 05a/ U/1978, 17A/1978.

Perlu revitalisasi payung hukumSeiring dengan semakin banyaknya kritik tentang Menwa, pemerintah

pada tanggal 11 Desember 1994 kembali menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pembinaan Menwa. Pemerintah memandang bahwa Menwa masih dianggap fungsional, dan SKB ini sebenarnya hanya meneruskan SKB yang ada sebelumnya. Namun ada perbedaan mendasar dari SKB 1994 ini adalah menyangkut tanggung jawab pembinaan, dimana dalam SKB 1994 Menwa secara tegas dinyatakan sebagai Rakyat Terlatih. Memasuki era reformasi dan menguatnya tuntutan pembubaran Menwa, maka dalam sebuah rapat Pembantu Rektor III Perguruan Tinggi se-Indonesia pada pertengahan Mei 2000, diputuskan untuk meninjau kembali keberadaan Menwa. Namun mengingat pentingnya peran Menwa di kampus, terlebih perannya dalam menanamkan wawasan kebangsaan,

35

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

khususnya bela negara di kalangan pemuda/mahasiswa, maka keberadaan Menwa tetap dipertahankan dengan menyesuaikan perubahan paradigma yang berkembang. Hal ini selanjutnya tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SJB) Menhan Nomor : KB/14/M/X/2000, Mendagri dan Otda Nomor : 6/U/KB/200 dan Mendiknas Nomor : 39 A TAHUN 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa.

Surat Keputusan Bersama tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa adalah aturan terakhir yang mengatur tentang Menwa, dimana SKB masih mengacu pada Undang Undang No. 20 tahun 1982 tentang Pokok Pokok Pertahanan Negara sebagai “rohnya”. Namun “roh” dari Surat Keputusan Bersama tahun 2000 tersebut saat ini telah hilang seiring bergantinya UU Pertahanan, yaitu UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. SKB tahun 2000 seharusnya direvisi kembali dengan mengacu pada UU Pertahanan yang baru, yaitu UU No. 3 tahun 2002. Terjadi kegamangan dalam pembinaan Menwa, dan sangat beralasan jika Menwa saat ini kehilangan pijakan payung hukum, karena SKB yang mengaturnya sendiri telah kehilangan “roh” terkait UU Pertahanan yang melandasinya. Oleh karena itu revitalisasi payung hukum menyangkut pembinaan Menwa menjadi sesuatu yang harus segera dilakukan saat ini, sehingga peran dan fungsi Menwa ke depan bisa lebih tertata, terutama mengatur kontribusi Menwa dalam upaya bela negera.

Harus survive dalam situasi apapun

Menwa lahir dari sebuah sejarah panjang Indonesia dalam menghadapi berbagai ancaman baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Harus diakui bahwa keberadaan organisasi Menwa sempat mengalami pasang surut sesuai dinamika perkembangan situasi politik Indonesia. Menwa berkembang dari sebuah organisasi yang didasarkan pada kesadaran bela negara di kalangan kampus yang sangat berpengaruh pada masa Orde Baru, hingga munculnya berbagai tuntutan pembubaran seiring gelombang reformasi. Saat itu banyak kalangan menganggap Menwa terlalu dekat dengan militer (bahkan dituduh sebagai kaki tangan militer di kampus), sehingga tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang dibangun di kampus. Ini adalah tantangan yang bukan hanya harus dihadapi Menwa, tetapi juga oleh para penyelenggara negara yang berhubungan langsung dengan Menwa. Sebagai lembaga intra kampus yang mengabdikan diri di bidang bela negara, Menwa jelas tidak dapat membangun dirinya sendiri tanpa adanya dukungan dari

36

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Yang penting saat ini bagi Menwa adalah terus berkarya memberikan subangan nyata untuk kepentingan negara dan masyarakat, sehingga keberadaan Menwa bisa memberikan menfaat bagi masyarakat sekelilingnya. Yakinkan bahwa setiap

kegiatan positif yang dilakukan Menwa akan senantiasa mendapatkan apresiasi dari masyarakat

maupun pemerintah ”

pihak-pihak terkait, khususnya dari Kemendiknas dan Kemenhan. Mencermati perkembangan Menwa dan perubahan paradigma politik

di tanah air, ada kecenderungan bahwa eksisensi Menwa semakin surut di banyak perguruan tinggi, baik dilihat dalam pola pembinaan, jumlah anggota, aktivitas kegiatan, peran maupun dukungan dari instansi terkait. Kondisi ini memang kurang menguntungkan untuk perkembangan Menwa, namun realitas ini harus dihadapi Menwa dengan terus melakukan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk memelihara eksistensi Menwa sebagai potensi bela negara di kalangan generasi muda, tanpa harus menunggu adanya kejelasan payung hukum. Yang penting saat ini bagi Menwa adalah terus berkarya memberikan subangan nyata untuk kepentingan negara dan masyarakat, sehingga keberadaan Menwa bisa memberikan menfaat bagi masyarakat sekelilingnya. Yakinkan bahwa setiap kegiatan positif yang dilakukan Menwa akan senantiasa mendapatkan apresiasi dari masyarakat maupun pemerintah.

Kegiatan positif Menwa seperti keikutsertaan dalam penanggulangan bencana alam, pelibatan dalam SAR, aktivitas di bidang bela negara dsb, sejauh ini telah mengangkat nama Menwa dan semakin meyakinkan bahwa keberadaan Menwa memang diperlukan. Sebenarnya masih banyak institusi yang peduli dengan Menwa mereka siap untuk mendorong Menwa bergerak maju, tinggal bagaimana Menwa menangkap momentum ini. Sebagai prajurit Kopassus, penulis merasakan bahwa Kopassus selama ini sangat peduli dengan Menwa, sejumlah kegiatan Menwa telah dilaksanakan dan difasilitasi oleh Kopassus. Berbagai kursus seperti Suskalak dan Suskapin Menwa yang terhenti pelaksanaannya sejak reformasi berhasil dilaksanakan di Kopassus, bahkan sudah 2 kali dilaksanakan (tahun 2007 dan 2012). Menwa juga diikutsertakan dalam kegiatan berskala nasional seperti ekspedisi Bukit Barisan (tahun 2011) dan ekspedisi Katulistiwa (tahun 2012) serta ekspedisi NKRI Koridor Sulawesi (tahun 2013).

37

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Menjadi penting kiranya bahwa Menwa harus terus berkarya dan menunjukkan kepada pihak luar, bahwa dalam situasi apapun Menwa akan selalu memberikan sumbangsih nyata untuk kemajuan negara. Widya Castrena Dharma Siddha.

***

38

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

HARAPAN DAN TANTANGAN MENWA DI MASA DEPANOleh: Erwin H. Al-Jakartaty, M.Si

Pendahuluan

SETELAH sekitar 14 tahun perjalanan kebangsaan kita pasca gerakan reformasi nasional yang dipelopori kalangan mahasiswa tahun 1998, kondisi bangsa ini sebenarnya belum beranjak jauh dari keterpurukan.

Meski secara ekonomi ada sedikit perbaikan, namun dalam kondisi moral masih jauh dari harapan, hal ini dapat dilihat dari tingginya angka korupsi diberbagai tingkatan jabatan publik dari para penyelenggara pemerintahan. Kebudayaan nasional juga mengalami degradasi di tengah serbuan budaya pop dunia, aspek pertahanan keamanan pun meski ada penambahan sejumlah alutsista, secara umum masih melemah, rasa persatuan nasional belum membulat dengan masih terdapatnya

reformasi hanyalah kemajuan dalam berdemokrasi, itu pun masih dengan catatan merah bahwa demokrasi yang dijalankan acapkali kebablasan, semisal chaos yang suka terjadi mengiringi kekalahan satu kandidat terhadap lawannya dalam suatu pemilihan kepala daerah.

Dalam tulisan ini, gambaran diparagraf awal menyiratkan bahwa hal serius yang telah tereduksi selama berjalannya orde reformasi adalah telah terjadi suatu kealpaan bagi bangsa ini untuk meningkatkan wawasan kebangsaan dengan salah satunya memiliki kesadaran bela Negara. Padahal dalam konteks penguatan nasionalisme, peningkatan kesadaran bela Negara merupakan bagian penting dari Ketahanan Nasional yang berfungsi untuk meningkatkan moral bangsa. Motif moral ini menjadi gambaran kecerdasan sosial dalam wujud kemampuan untuk mengamati dan mengawasi kondisi ancaman terhadap bangsa secara komprehensif. Kemampuan ini berguna untuk menumbuhkan partisipatif warga Negara dalam wujud kemampuan melakukan kontrol sosial yang dilandasi dengan nilai moral kebangsaan. Ditengah tantangan yang sulit itu, sebenarnya masih ada

39

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

secercah harapan. Harapan yang dibangun melalui pendidikan karakter bangsa dalam melakukan semacam indoktrinasi atau penanaman nilai-nilai kebangsaan bagi para generasi muda bangsa.

Resimen Mahasiswa (Menwa) Indonesia adalah salah satu wadah kaum muda yang memiliki kemampuan untuk membentuk jiwa dan karakter generasi

menyongsong hari depan yang lebih baik. Kesadaran bela Negara lebih terfokus

nasional dan perkembangan zaman yang berorientasi kepada kepentingan, kebutuhan situasi dan kondisi perkembangan masyarakat, sehingga terwujud warga Negara Indonesia yang memiliki kesadaran bela Negara, berbangsa dan bernegara serta cinta tanah air. Dengan demikian pembinaan Menwa yang didalamnya telah terkandung kesadaran bela Negara, diarahkan untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian yang memiliki jiwa kebangsaan dan cinta tanah air, serta memiliki kesadaran dalam pembelaan Negara, Sebagaimana amanat dari konstitusi. Baik sebagai upaya membangun karakter sumberdaya manusia Indonesia seluruhnya dan juga sebagai prasyarat untuk membangun pertahanan nasional yang sistematis. Namun eksistensi Menwa selama puluhan tahun di Republik ini masih dipandang sebelah mata dan belum maksimal diperankan sebagai bagian dalam penguatan karakter bangsa dalam hal semangat bela Negara maupun wahana untuk pelatihan disiplin generasi muda apalagi dijadikan bagian dari sistem pertahanan nasional.

Tantangan bangsa Indonesia kedepan semakin besar terlebih dengan situasi globalisasi yang tengah melanda. Arus modernisasi diberbagai bidang seakan tiada henti dan sirkulasi budaya antar bangsa pun semakin deras dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Perkembangan yang fenomenal dengan kemajuan sains, informasi dan teknologi ini tentunya harus disaring mana yang baik dan buruk bagi kehidupan kebangsaan kita. Tentunya yang baik adalah yang terkait dengan kepentingan nasional (national interest) dan keamanan nasional (national security) kita, hal ini jarang dicermati oleh para penyelenggara Negara, akademisi, paea pengamat dan sebagian besar Rakyat Indonesia. Dan Menwa sebagai elemen muda bangsa, calon pewaris estafet kepemimpinan bangsa yang dual-function; disatu sisi sebagai cendekiawan muda penerus kemajuan iptek bangsa ini dan disisi lain memiliki pemahaman akan kesadaran akan bela Negara dan telah mendapatkan penguatan berupa latihan kemiliteran, diharapkan mampu

40

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

menjembatani kemasyarakat akan pentingnya memelihara semangat dan jiwa bela Negara ditengah kondisi globalisasi saat ini yang tengah menggerus nasionalisme kita.

A. KONDISI AKTUAL Pada dasarnya Menwa adalah wadah organisasi kemahasiswaan yang

lahir dari semangat perjuangan kemerdekaan 1945 yang terpadu dengan semangat sumpah pemuda 1928. Klaim ini tidaklah berlebihan jika kita mengamati postur

pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Jarang-jarang ditemukan organisasi kemahasiswaan seperti model ini, bahkan cuma satu-satunya di republik ini. Esensinya Menwa merupakan organisasi kemahasiswaan berskala nasional dan memiliki struktur organisasi yang bersifat komando dengan platform organisasi garis dan staff. Mengadopsi sedikit dari struktur organisasi militer. Hal ini tidaklah berlebihan, mengingat visi-misi dan pola organisasi ini merupakan himpunan para pemuda-mahasiswa yang berjiwa Spartan untuk turut membela Negara

dan mengikuti pelatihan dasar bela Negara yang pelatihnya berasal dari kalangan militer, khususnya TNI AD. Dan penanaman nilai-nilai selanjutnya dalam konsepsi bela Negara dilanjut dengan serangkaian pendidikan dan latihan berikutnya secara berjenjang di pusat-pusat sekolah tentara. Untuk tahap lanjutan ini, para pendidik tidak lagi berasal dari TNI AD, tetapi juga dari TNI AU dan TNI AL, bahkan ada pula yang berasal dari POLRI. Untuk itulah maka sebagai mahasiswa yang tergabung dalam Menwa memiliki pemahaman dan wawasan yang lebih mumpuni tentang makna dan hakikat bela Negara secara utuh. Pun semangat bela Negara serta persatuan nasional lebih kental.

Tak heran dengan latar belakang demikian, banyak mantan anggota Menwa yang kemudian mengabdi kepada bangsa dan Negara dengan berkarir di lembaga TNI ataupun POLRI dengan potensi bidang keilmuan yang dimiliki masing-masing berdasarkan latar belakang pendidikan yang ditempuh selama di perguruan tinggi. Sementara yang menempuh perjuangan sebagai kader bangsa di lembaga-lembaga pemerintahan, lembaga sosial maupun swasta tetap tidak kehilangan rasa disiplin, loyalitas, kinerja dan ketangguhan yang dimiliki akibat dari pendidikan ala Spartan yang pernah didapat semasa menjadi anggota

41

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Jika dimaksimalkan upaya pengembangan organisasi

yang berdampak luas pada pembentukan moral dan karakter kaum muda

Indonesia, eksistensi Menwa tentunya mampu menjadi pionir dalam membangun semangat patriotisme, cinta

tanah air dan penguatan akan pondasi nasionalisme bangsa ”

Menwa aktif. Dan sepengamatan penulis, setiap anggota Menwa yang berkarir di manapun telah menunjukkan kinerjanya yang terbaik, tak jarang tampil pula memimpin di institusi masing-masing, juga tak sedikit yang kemudian menjadi pucuk pimpinan sipil diberbagai daerah sebagai Gubernur, Bupati dan Walikota atau sebagai wakil rakyat (legislatif). Artinya Menwa telah memberikan yang terbaik bagi bangsa ini dalam hal potensi SDM yang mumpuni serta berkomitmen akan bela negara.

Di sisi lain, struktur organisasi Menwa yang pada awalnya hanya terserak di wilayah-wilayah provinsi berdasarkan letak

dan dalam pembinaan Kodam-kodam kini telah terintegrasi dalam suatu Komando di tingkat nasional yang disebut Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia atau disingkat KONAS MENWA. Latar belakang terbentuknya struktur organisasi tingkat nasional ini mengingat bahwa pasca reformasi ditengah gemuruhnya proses demokratisasi dan otonomi daerah, telah mengakibatkan – secara tidak langsung – terpinggirkannya semangat bela Negara atau bias dikatakan mengendur. Akibatnya banyak kesatuan Menwa ditingkat kampus yang bubar; baik membubarkan diri ataupun dibubarkan oleh pihak kampus. Tak hanya ditingkat kampus, imbasnya terasa hingga komando menwa tingkat provinsi pun (Skomen) yang turut vakum. Akibatnya wadah penanaman nilai-nilai semangat bela negarapun nyaris menghilang. Hingga beberapa pimpinan Menwa daerah (Danmen/Kasmen) berinisiatif untuk menyatukan potensi dengan mengadakan serangkaian pertemuan nasional hingga terbentuk Konas Menwa pada tahun 2006. Dengan adanya struktur teratas ini, maka secara perlahan Menwa mulai bangkit kembali dan pelatihan-pelatihan anggota Menwa berbagai jenjang mulai dapat terlaksana kembali. Bedanya jika dimasa sebelum reformasi segala bentuk pendidikan kemenwaan merupakan bagian dari kebijakan pemerintah dan mendapatkan subsidi anggaran untuk penyelenggaraan, maka dimasa kini pola pendidikan Menwa yang telah berjalan lebih banyak diselenggarakan secara

42

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

swadaya oleh para anggota dan alumni Menwa yang peduli. Meski begitu beberapa kegiatan atau program kerja organisasi tetap berjalan seperti operasi kemanusiaan dalam berbagai bencana alam, Napak tilas rute perjuangan, turut serta dalam operasi penjagaan perbatasan Negara, Seminar-seminar dan lain sebagainya.

Harapan Jika dimaksimalkan upaya pengembangan organisasi yang berdampak luas

pada pembentukan moral dan karakter kaum muda Indonesia, eksistensi Menwa tentunya mampu menjadi pionir dalam membangun semangat patriotisme, cinta tanah air dan penguatan akan pondasi nasionalisme bangsa. Menwa dapat juga dikatakan sebagai wujud transisi dari gerakan pramuka di sekolah-sekolah dasar dan menengah yang mengenalkan nilai-nilai dasar akan wawasan kebangsaan menjadi wadah yang mengarahkan kader-kader muda intelektual dan calon pemimpin bangsa agar lebih bersikap militan akan kebanggaan sebagai putra Ibu Pertiwi. Upaya pemaksimalan peran dan fungsi Menwa saat ini masih terbatas, Kinerja Negara dalam hal ini dari Kementerian Pendidikan Nasional RI sebagai induk majunya dunia pendidikan nasional terhadap para mahasiswa yang sadar akan bela Negara serta menjadi anggota Menwa masih sangat kurang, demikian juga peranan dari Kementerian Pertahanan RI sebagai tulang punggung upaya pertahanan dan ketahanan nasional. Dua institusi Negara yang penting ini seakan melalaikan tanggung jawab untuk membina generasi bangsa yang patriotis. Padahal jika pembinaan yang simultan dilakukan terhadap Menwa, dengan menjadikan struktur Komando Nasional Menwa sebagai mitra aktif (stakeholders) tentunya akan menjadikan Menwa berdaya guna dan akan menjadi harapan dari sebuah indikator kebanggaan rakyat terhadap negaranya. Dan ini merupakan sebuah investasi sosial bangsa yang besar dikemudian hari. Mengingat bahwa kader-kader anggota Menwa merupakan aset bangsa yang sangat memahami hakikat bela negara, semangat juang yang patriotis dan nasionalistis.

Jika pembinaan pemerintah yang disertai dengan tata-kelola organisasi yang lebih baik dan modern, ditambah kepedulian alumni yang tetap berkomitmen menjaga semangat juang dan patriotisme, tidak menutup kemungkinan Menwa menjadi bagian utama dari konsepsi bala cadangan nasional. Menwa memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi kekuatan cadangan (reserve power) dalam sistem pertahanan nasional. Tarik-mundur pembahasan RUU Kamnas saat ini mungkin merupakan bukti kurangnya pemahaman dan kesadaran bela negara

43

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

semata dalam penggodokan materi RUU Kamnas. Padahal sejatinya sebuah undang-undang yang mengatur tentang mekanisme pertahanan atau keamanan nasional merupakan sebuah hal yang mutlak harus dimiliki dalam penyelenggaran negara. Suka atau tidak suka, Indonesia harus memiliki kekuatan cadangan dari rakyat untuk memperkuat pertahanan nasional. Karena masalah penjagaan keutuhan integritas negara-bangsa ini tidak begitu saja harus dibebankan kepada bala tentara nasional (TNI) saja, tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama. Dengan memahami situasi ini, kita tentunya berharap bahwa konsepsi kekuatan cadangan nasional harus dibangun dalam sebuah kerangka kerja yang sistematis jika konsepsi wajib militer cenderung dihindari mengingat pembiayaan yang besar dan mahal. Disini terbersit harapan bahwa Menwa memiliki potensi yang besar untuk dijadikan komponen cadangan pertahanan nasional beserta elemen-elemen masyarakat lainnya yang sesuai.

Tantangan Kondisi kebangsaan saat ini merupakan gambaran keadaan bangsa di

masa depan. Potret saat ini seakan mengandung pesimisme, namun bukan tanpa harapan akan kemajuan Indonesia di masa yang akan datang. Yang terpenting semangat untuk membangun dan jiwa oprimisme harus terus di pelihara. Hampir semua bangsa didunia ini pernah mengalami kondisi terlemah dalam perjalanan kenegaraannya. RRC misalnya, bisa mencapai status sebagai naga dunia saat ini setelah melalui masa-masa suram di masa lalu, dari mulai masa perang sipil

bersenjata dengan Jepang, Perang Korea, Masa revolusi kebudayaan hingga peristiwa berdarah Tian nan men (1991). Namun kerja keras yang diiringi dengan cucuran airmata, darah dan harta benda telah menjadikan bangsa kulit kuning langsat ini menjadi sebuah negara-bangsa yang sangat maju sangat ini. Demikian pula dengan Jepang, Jerman, AS dan lain-lain yang telah melewati masa-masa

negara. Namun seiring perkembangan zaman dengan bekerja keras dan semangat perjuangan yang tinggi serta etos kerja maksimal ditambah kesadaran untuk bersatu, maka bangsa-bangsa itu bisa tampil sebagai bangsa-bangsa yang maju dan terkemuka di jagat raya. Bahkan dua negara tetangga Indonesia yang masih serumpun, Malaysia dan Singapura juga mampu melalui masa-masa sulitnya

44

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

contoh nyata bahwa kemajuan suatu bangsa harus melewati suatu tahapan tertentu hingga berhasil mengatasi tantangan yang ada.

Upaya untuk mencapai kemajuan mustahil jika tanpa adanya tantangan. Indonesia pun demikian, banyak tantangan guna menuju masa depan yang lebih baik. Tantangan terbesar justru adalah bagaimana dapat mengendalikan diri untuk sadar berjuang guna kesejahteraan bangsa ditengah arus perubahan global. Membangun kesadaran diri ini tidak hanya dari pribadi-pribadi setiap anak bangsa, kesadaran ini juga dapat dibangun secara massal melalui kiprah organisasi. Menwa saat ini mewarisi semangat juang dari Tentara Pelajar yang telah berperan cukup besar dalam perang kemerdekaan. Tentunya semangat itu dapat di transformasikan sesuai dengan perkembangan zaman, sebagaimana salah satu visi-misi Menwa Indonesia untuk turut serta terlibat dalam pembangunan bangsa, terutama membangun mental dan semangat juang pemuda Indonesia

Menwa kedepan harus mampu melewati tantangan yang terbentang, mulai dari kurangnya kepedulian aparatur pemerintah dalam pembinaan organisasi Menwa, kurangnya kebersamaan dan kekompakan para alumninya guna lebih peduli akan pengembangan keorganisasian yang tengah dijalankan oleh para yuniornya, hingga kesadaran untuk melakukan berbagai inovasi dan terobosan positif pengembangan kiprah dan peran organisasi seusai dengan perkembangan zaman. Berbagai tantangan yang menghadang ini bukan untuk dihindari tetapi tentunya harus diatasi untuk kemudian dilewati. Namun tantangan terbesar bagi anggota Menwa saat ini juga para pengambil keputusan negara, siapkah untuk membangun suatu kekutan cadangan nasional atau bala cadangan yang riil dan terintegrasi serta melibatkan potensi Menwa didalamnya?

Kiprah Dan Komitmen Korps Baret Ungu

beberapa saat, khususnya diawal reformasi (1998) hingga tahun 2003. Maka secara bertahap resimen mahasiswa Indonesia yang juga dikenal sebagai Korps baret Ungu ini mulai mengaktifasi dirinya secara gradual. Di balik musibah selalu ada hikmah dan pembelajaran hidup. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pihak-pihak lain yang banyak terlibat dalam menanggulangi bencana berskala global, seperti tsunami di Aceh (Desember 2004), Menwa dalam periode ini

45

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

mulai muncul pasca terjadinya bencana yang maha dahsyat ini. Ribuan anggota Menwa secara bergiliran turun dalam aksi sosial kemanusiaan terbesar dalam sejarah saat itu. Ditengah keterpurukannya, secara spontan para anggota Menwa dan alumninya se-Indonesia terlibat dalam penanganan bencana tersebut selama kurun waktu 6 bulan. Hikmah dari peristiwa ini adalah munculnya kesadaran untuk mengkonsolidasikan diri kembali, disaat organisasi Menwa mulai ditinggalkan oleh

untuk melesatarikan Menwa sebagai wadah berhimpun kaum muda yang sadar akan hak dan kewajiban warga negara untuk turut serta dalam bela negara. Kebersamaan di medan tugas sosial di Aceh itulah yang kemudian mendorong lahirnya Komando nasional Menwa Indonesia sebagai struktur tertinggi organisasi ini pada tahun 2006. Semenjak itu, upaya pengembangan organisasi mulai lebih serius dijalankan. Kiprah Menwa pun kembali dapat dirasakan oleh masyarakat.

Berbagai kegiatan mulai kembali dihidupkan. Meski dengan pembiayan secara swadaya pihak-pihak yang masih memiliki kepedulian. Diawali dengan kaderisasi keanggotaan, melalui program pendidikan dan latihan dasar (diklatsar) kemenwaan disetiap perguruan tinggi dan provinsi. kemudian pendidikan kesadaran bela negara mulai dilakukan secara berjenjang, semisal Kursus Kader Pelaksana (Suskalak) dan Kursus Kader Pemimpin (Suskapin) serta berbagai program peningkatan skill individu untuk bela negara, seperti latihan menembak, survival, manajemen organisasi dan juga cross country/napak tilas perjuangan pejuang bangsa; seperti napak tilas perjuangan ke pulau terdepan (pulau sentolo di pesisir selatan Jawa Barat (2009) dan lain sebagainya. Hingga kemudian pola perekrutan dan pelatihan anggota mulai kembali tertata. Sementara kegiatan sosial kemanusiaan berskala nasional juga terus dilakukan dengan manajemen lebih baik, seperti penanganan korban banjir di Jakarta (2007), Bencana Gempa Bumi di Sumatera Barat (2009), Bencana letusan Gunung Merapi dan gempa-tsunami di Mentawai (2010) dan berbagai penanganan bencana lainnya yang berskala lebih kecil diberbagai daerah. Para anggota Menwa dikordinir oleh Konas Menwa bahu-membahu dengan berbagai pihak lainnya guna membantu sesama. Tak lupa pula pembenahan struktur organisasi pun mulai ditata kembali. Jika dimasa lalu kesan militeristik sangat kental, maka di era ini Menwa telah menerapkan pola struktur organisasi yang lebih civilian. Pimpinan organisasi dipilih secara demokratis oleh para anggota melalui mekanisme rapat konsolidasi organisasi disetiap akhir masa jabatan.

46

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Di sisi lain naluri Menwa untuk turut berkiprah menjaga keutuhan wilayah dan integritas nasional terus berlanjut. Berbagai program mengenal tanah air di galakkan. Dahulu saat Menwa masih dalam pembinaan langsung Kementerian Pertahanan, setiap tahun dilibatkan dalam bhakti sosial membangun pedesaan dan kondisi masyarakat di Timor-timur mulai tahun 1979-1997, namun seiring lepasnya eks provinsi ke-27 tersebut sebagai negara berdaulat Maka program yang positif tersebut guna membangun karakter kebangsaan pemuda pun tiada. Kini Konas Menwa berupaya melanjutkan kembali program sejenis. Dengan melakukan pendekatan ke berbagai pihak, maka tahun 2012 dirintis kembali program sejenis dengan dilibatkannya Menwa oleh TNI AD khususnya Kopassus dalam melakukan ekspedisi Kalimantan 2012 untuk melakukan patroli disepanjang perbatasan Malaysia-Indonesia di Pulau Kalimantan. Program yang dilakukan selama kurang lebih tiga bulan ini diisi dengan beragam rangkaian kegiatan, seperti bakti sosial kepada masyarakat di tapal batas negara, penggantian patok perbatasan yang rusak ataupun hilang, penelitian sosial dan lingkungan hidup serta kegiatan lainnya. Hal ini disadari sekali oleh anggota Menwa sebagai bagian dari komitmen organisasi untuk menunjukkan semangat patriotis dan nasionalis sebagai warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya untuk melakukan bela negara. Hal ini sesuai dengan sesanti atau motto organisasi ini yakni Widya castrena dharma sidda atau yang bermakna “menyempurnakan kewajiban dengan ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan”. Maju terus korps baret ungu.

***

47

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Imperialisme Baru Dan Perang Masa DepanOleh: Connie Rahakundini Bakrie

RESIMEN Mahasiswa Jayakarta salah satu bagian dari Resimen Mahasiswa yang ada di Indonesia yang tahun ini sedang berulang tahun ke 50 merupakan komponen pertahanan yang potensial.

Berasal dari kelompok mahasiswa yang notabene adalah kaum intelektual yang apabila dikelola dengan baik dapat menjadi sumber kekuatan pertahanan yang

Mahasiswa perlu lebih memahami tentang bentuk-bentuk imperialisme dan perang masa depan agar menjadi komponen pertahanan yang lebih siap dalam membangun daya tangkal terhadap imperialisme dan perang masa depan tersebut.

Banyak cara dalam melacak jejak penyebaran imperialisme, antara lain dengan menghitung seberapa banyak jumlah koloni yang diduduki. Itu dahulu. Namun, pada Abad XXI ini, yang dimaksud dengan koloni bisa terjelma dalam berbagai gaya, salah satunya melalui pangkalan militer sebuah negara di negara lainnya. Dengan cara ini, mari kita ikuti koloni terbentuk dan menyebar ke seantero dunia dan melahirkan “kekaisaran militer”. Pada perspektif dinamika politik global, kita bisa menyimak bagaimana kekaisaran militer AS semakin tumbuh menuju wujudnya di tahun 2020. Kekaisaran militer itu kini terus berproses sejak Presiden Goerge Walker Bush menetapkannya pada 14 Januari 2004.

Kebanyakan dari kita -- atau bangsa AS sendiri -- tidak ingin mengakui, bahwa faktanya, AS telah mendominasi dunia melalui kekuasaan militernya. Dengan alasan kerahasiaan negara, warga AS sendiri sering tidak menyadari bahwa pendudukan pasukan-pasukan AS sesungguhnya telah mengepung planet bumi ini. Kecuali kawasan Antartika. Salah satu cara untuk memahami hal ini, dengan memahami jumlah dan ukuran dari aspirasi “kekaisaran militeri” AS tersebut, dimana, tentara formal plus mata-mata yang terselimuti melalui jejaring lembaga donor, teknisi, guru, serta badan usaha sudah tersebar membentuk koloni di negara-negara lain.

48

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Bukan hanya di darat, kekaisaran militer AS juga mendominasi angkasa hingga samudera. Mereka membangun kekuatan Angkatan Laut yang hebat dengan mencantumkan nama-nama pemimpin mereka pada kapal induknya, seperti: Kitty Hawk, John F. Kennedy, Dwight D. Eisenhower, Carl Vinson, Theodore Roosevelt, Abraham Lincoln, George Washington, Harry S. Truman, dan Ronald Reagan. AS juga membangun begitu banyak pangkalan rahasia yang difungsikan sekedar untuk memonitor apa yang dikerjakan masyarakat dunia -- termasuk warga negara AS sendiri. Mereka mampu memonitor apa yang isi percakapan, surat menyurat baik lewat fax atau pun email.

Chalmers Johnson’s dalam buku terakhirnya The Sorrows of Empire:

of American Empire, mencatumkan bahwa di Okinawa, pulau paling selatan Jepang yang telah menjadi koloni militer AS selama 58 tahun, terdapat 10 pangkalan korps marinir, dan stasiun udara yang menduduki 1,186 Ha di pusat kota (Manhattan’s Central Park hanya 843 hektar). Selain itu, di Inggris terdapat instalasi miliiter dan mata-mata AS senilai US$5 miliar yang disamarkan sebagai pangkalan Royal Air Force. Kalau ada sebuah hitungan secara jujur akan berapa besaran “Kekaisaran Militer AS”, maka diyakini jumlahnya telah mencapai lebih dari 1,000 pangkalan di negara berbeda. Bahkan, Pentagon sekalipun mungkin tidak tahu secara pasti jumlah nyata setiap penghuninya.

Data resmi dari U.S. Departement of Defence (DoD) pada laporan struktur

Sekedar gambaran akan nilainya, setidaknya dibutuhkan US$113.2 - US$591.5 miliar untuk menggeser sebuah pangkalan militer AS tersebut. Pada pangkalannya di luar AS, jumlah tentara tak berseragam mencapai 253,288 personel (mereka bisa menembak atau melakukan kekerasan dengan pakaian sipil ataupun pakaian tentara setempat).

AS juga mempekerjakan 44,446 orang lainnya sebagai staff tambahan lokal yang disewa. Pentagon mengklaim, pangkalannya mencakup 44,870 barracks, hangars, rumah sakit, dan bangunan lain sebanyak lebih dari 4,844 bangunan. Gambaran tersebut membawa kita pada kesadaran bahwa sebenarnya hanya sedikit sekali ruang yang ditinggalkan di planet bumi ini yang tidak terisi oleh kekuatan militer AS. Dan ruang kosong itu, adalah kawasan kita, wilayah Indonesia terus menuju arah bawah melalui Samudera Hindia kearah Antartika.

49

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Reformasi TNIDi Indonesia, sejak reformasi 1998, pembangunan profesionalisme militer

sampai saat ini masih menemui banyak hambatan. Tekad kuat TNI untuk menjadi militer profesional yang berfungsi sebagai alat pertahanan negara, tidak serta-merta bisa diwujudkan. Karena memprofesionalkan militer, bagaimana pun juga menimbulkan konsekuensi yang harus dipenuhi oleh kedua pihak. Utamanya, militer membutuhkan dukungan sipil atas persoalan alokasi “anggaran terikat” dalam rangka mengatasi berbagai ancaman yang timbul. Kabinet bisa saja silih berganti, tetapi road map pertahanan jangka panjang adalah sesuatu yang harus diisi dengan komitmen tinggi seluruh elemen bangsa untuk memenuhinya.

Bila kita realistis dan berpikir kritis, sampai hari ini, ketidaksepakatan di kalangan pemimpin sipil mengenai beberapa konsep kebijakan pertahanan keamanan negara menjadi sebab dari inkonsistensi atau terhambatnya regulasi yang diperlukan. Persoalan bertambah kompleks, ketika munculnya wacana bahwa demokrasi dan militer adalah 2 hal yang tak dapat disatukan. Disadari atau tidak, virus berpikir seperti ini yang secara sistematis disebarkan, akhirnya hanya akan membuat sipil semakin tidak memahami fungsi militernya untuk kepentingan eksistensi negara.

Seakan, militer tidak dibutuhkan lagi dalam negara berdemokrasi. Padahal, pembangunan demokrasi sebuah negara membutuhkan “pengawal”. Demokrasi yang mengakomodasi perbedaan, faktanya akan melahirkan banyak kepentingan yang perlu dikelola dengan tepat. Karenanya, peran militer dalam menjaga demokratisasi disebuah negara yang berdaulat, sangat penting.

Faktanya, AS sebagai negara yang mengklaim paling berdemokrasi di muka bumi, memiliki sekaligus militer yang paling kuat di dunia. Bukan hanya di dalam negeri, tapi tumbuh berkembang menjadi koloni-koloni diberbagai belahan bumi. Militer mereka hadir sebagai komponen inti untuk menjaga kedaulatan dan memelihara keberlangsungan kepentingan nasional AS. Dengan membandingkan, bagaimana AS membangun “kekaisaran militer”-nya.

Tak terbayangkan apa yang akan terjadi di masa datang jika Indonesia tidak segera memperkuat TNI untuk menghadapi “perang” perebutan sumber daya alam dan jalur perdagangan, dimana Indonesia sebagai jantung maritim Asia tidak dapat menghindari dampak langsung dan tidak langsung yang pasti harus dihadapinya.

50

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Mengapa Bisa Terjadi?Patut dipahami, untuk memenangkan kepentingan nasionalnya, yang

diwujudkan dalam peran politik luar negerinya, AS gemar dalam mendakwa militer atau pemimpin negara lain sebagai pelanggar HAM dan melakukan tirani kepemimpinan. Itulah mengapa, Presiden Soeharto, Muhammad Khadaffy, Hosni Mubarrak, serta pemimpin negara lain mulai dari Yaman sampai ke Iran, dengan

negara lainnya tidak dapat menyebut - apalagi menggiring opini – bahwa Goerge Bush atau siapapun Presiden AS berikut personil militer AS sebagai Tiran atau pelanggar HAM berat.

Kenapa militer AS bisa mampu begitu mendominasi? Ini dikarenakan instalasi pangkalan militernya di luar negeri membawa keuntungan tak terkirakan untuk kemajuan industri ekonomi mereka. Mulai dari pembuatan senjata, pakaian untuk tentara berseragam dan pasukan tidak berseragam, stok makanan dan bisnis fasilitas pendidikan hingga liburan bagi tentara. Keseluruhan dari sektor ekonomi AS sebenarnya mengandalkan militer untuk target penjualannya!

Simak saja, sebagai contoh, untuk pangkalan militer AS di Irak, selain DoD harus memesan extra ration of cruise missiles dan depleted-uranium armor-piercing tank shells, DoD juga mengakuisisi sebanyak 273,000 botol sunblock yang dianggap sama pentingnya seperti rudal bagi para tentaranya disana! Selain itu, biaya binatu, dapur, surat menyurat, pengiriman barang, serta cleaning services yang telah dikontrak militer dari perusahaan swasta, juga menjadi bagian dari kegiatan membangun dan mengembangkan sektor ekonomi AS. Diketahui, sepertiga dari dana US$30 miliar tambahan yang dianggarkan untuk perang Irak, habis untuk service layananan bagi kenyamanan tentaranya.

Dengan begitu, keberadaan militer AS di front-front perang tampak sama seperti kehidupan di rumah ala Hollywood. Selain itu pengamanan juga dilakukan melalui subkontrak pada private military companies seperti , dan pernah mengkritisi kondisi yang terjadi di Fallujah, bagian barat Baghdad. Bagaimana pelayan-pelayan berkemeja putih bercelana hitam dan berdasi kupu-kupu bertugas setiap malamnya melayani makan malam untuk petugas dari 82nd Airborne Division. Disamping, jelas tersedianya juga Burger King.

Beberapa dari pangkalan ini, karena sangat luasnya, membutuhkan 9 trayek bus internal untuk di dalam area berkawat tersebut. Pangkalan Anaconda,

51

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

kantor pusat Divisi Brigade ke-3 dan Infanteri ke-4 yang bertugas menjadi ‘polisi’ sepanjang 1.500 mil persegi wilayah Irak, ke Utara Bagdad dan Samarra, menempati area sebesar 25 Km persegi berikut perumahan untuk sebanyak 20.000 pasukan.

Adapun pergerakan tentara AS, dilayani dengan armada penerbangan C-17 Globemasters, C-5 Galaxies, C-141 Starlifters, KC-135 Stratotankers, KC-10 Extenders, dan C-9 Nightingales sehingga mampu menyambungkan langsung militer AS langsung dari Greenland hingga Australia. Bisa dibayangkan betapa jauhnya dengan cara kita memperlakukan personil militer yang untuk bertugas pun kadang harus berutang obat nyamuk di warung setempat, terdampar di pulau terluar menjaga perbatasan dengan segala fasilitas basic yang sangat terbatas dan minim dan harus siap sedia dituduh selalu sebagai pelanggar HAM.

Bagi para Jenderal, Laksamana dan Admiralnya 72 buah Learjet’s, 13 buah Gulfstream IIIs, dan 17 buah . Transportasi ini akan menerbangkan mereka dan keluarganya ke tempat liburan mewah di pegunungan Bavaria atau terbang ke salah satu diantara 234 military golf courses yang dioperasionalisasikan Pentagon di seluruh belahan dunia. Menteri Pertahanan AS Leon Panetta terbang kesana kemari memenuhi tugasnya dengan pesawat pribadi Boeing 757, dengan kode yang dikenal sebagai C-32A.

Perkembangan terkini kekaisaran militer AS, bisa disimak dari pernyataan Panetta beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa 60 persen kekuatan militer AS

tersebut ada dibawah kendali dan tanggung jawab Andy Hoehn, Wakil Menhan AS untuk bidang strategi. Hoen dan dan rekan-rekannya mengatur tahapan implementasi akan apa yang disebut Bush sebagai strategi perang pencegahan terhadap “persatuan negara merah dan manusia jahat”. Negara-negara ini telah

Andes di Colombia terus kearah Afrika Utara dan kemudian menyapu negeri negeri seberang Timur Tengah, hingga termasuk Filipina dan Indonesia.

Brigadir Jenderal Mastin Robeson, Komandan pasukan sebesar 1.800 orang di Camp Lemonier Perancis telah mengakui bahwa untuk menempatkan “perang pencegahan”, AS memerlukan sebuah “kehadiran global” dengan cara-cara hegemoni dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Menurut lembaga sayap kanan AS, Enterprise Institute, ide utamanya adalah untuk menciptakan sebuah “kavaleri global” yang dapat sewaktu-waktu menghantam siapa saja yang dianggap ‘sang penjahat’.

52

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Dalam rangka menempatkan pasukan AS pada setiap daerah bahaya di ‘’busur ketidakstabilan” itu, Pentagon mengusulkankan apa yang biasanya disebut “repositioning” pangkalan militer. Model baru, -- disebut Pentagon sebagai “String of Bases” -- telah dibangun di sekitar Teluk Persia. Wilayah itu melebar hingga ke daerah Otokrasi seperti Bahrain, Kuwait, Qatar, Oman, dan Uni Emirat Arab. Rencana AS untuk terus mengendalikan Kuwait tersebar dalam area seluas 1.600 mil - 6,900 mil2 untuk keperluan suplai logistik legiun di Irak dan sebagai zona hijau untuk area bersantai para birokrat. Colin Powell juga menyebutkan daerah lainnya yaitu “New European”: Romania, Polandia, dan Bulgaria; sementara di Asia adalah Pakistan (4 pangkalan militer sudah disana), India, Australia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan bahkan Vietnam; sementara di Afrika Utara – tersebar dari Maroko, Tunisia, hingga Aljazair.

Markas besar militer AS di Stuttgart yang terdiri al. atas Ramstein Air Force Base, Spangdahlem Air Force Base, dan Grafenwhr Training sangatlah luas sehingga Pentagon sendiri disinyalir tidak mengetahui seberapa banyak bangunan yang menampung 71,702 tentara dan bagaimana mahalnya infrastruktur pangkalan tersebut. Karena, pada anggaran pertahanan per 2004 saja terdapat tagihan sebesar US$ 401.3 miliar yang ditandatangani Bush untuk membayar spesies terancam mamalia laut yang di klaim Jerman atas dampak adanya pangkalan AS disana.

Jelaslah, perang terhadap terorisme adalah sebagian kecil dari alasan untuk semua – strategirisasi militer AS di belahan dunia. Alasan sebenarnya adalah untuk membangun cincin baru dari pangkalan AS hingga sepanjang khatulistiwa guna memperluas kekaisaran militernya dalam mendominasi dunia.

Arah kebijakan pertahanan negara Indonesia saat ini telah berubah dari threat based planing ke capabilities based planning. Itu sudah ditetapkan. Akan tetapi, apakah kita sudah sepakat sebagai bangsa untuk menyadari dan memahami persepsi ancaman yang sebenarnya sedang dihadapi dalam waktu 8 tahun mendatang, yakni dampak tersebarnya 60 persen kekuatan militer AS ke kawasan ini?

Persis sama seperti saat Irak akan digempur melalui persiapan Operation of Enduring Freedom, sesungguhnya saat ini Indonesia sudah terkurung oleh pangkalan-pangkalan AS sejak titik di Diego Garcia, Christmas Island, Coco Island, Darwin, Guam, Philiphina, Thailand, terus berputar hingga ke Malaysia, Singapore, Vietnam hingga kepulauan Andaman dan Nicobar.

Dengan kondisi ini, jelas sekali, tidak tersedia waktu banyak bagi elite untuk segera mereposisi arah kebijakan luar negeri dan pertahanan Indonesia yang lebih

53

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

tegas dan strategis dalam menyikapi perubahan konstalasi politik di kawasan. Itu artinya, kita semua harus memiliki komitmen panjang memperkuat TNI sebagai aktor pertahanan yang tugas utamanya adalah untuk melindungi segenap wilayah kedaulatan termasuk kekayaan dan kesejahteraan dan kepentingan nasional Indonesia. Sayangnya, kondisi 14 tahun setelah reformasi ternyata telah membentuk TNI menjadi tentara yang hanya ditekankan pada kemampuan tugas-tugas stabilisasi dan rekonstruksi, tetapi tidak sebagai tentara profesional yang memiliki kemampuan pertahanan outward looking dan ‘’menang perang’’ seperti bagaimana seharusnya.

Grand Strategy Pertahanan

ancaman telah muncul mengikuti trend geopolitik yang berjalan. Kebijakan luar negeri Indonesia harus di reshaping mengikuti kebijakan luar negeri AS ke kawasan, dalam cita-cita kita membangun keseimbangan regional merupakan tugas terbesar kita. Semakin cepat terjawab, semakin baik. Sehingga kita tahu TNI seperti apa yang harus dipersiapkan untuk mengantisipasinya.

Sejarah manusia yang panjang telah membuktikan negara atau malah korporasi sekalipun bisa menjadi besar karena memiliki angkatan perang yang tangguh. Disinilah letak penting ditetapkan grand strategy pertahanan akan bagaimana dan untuk tujuan apa negara menempatkan posisinya dalam sistem internasional. Walaupun secara tradisional grand strategy pertahanan selalunya difokuskan pada persoalan aliansi kekuatan atau kesiapan militer, namun juga dapat melingkupi persoalan dalam bidang strategis lain, seperti politik dan ekonomi (dalam persepektif energy dan food securities).

Jika strategi bagi kepentingan nasional yang dibangun lebih menekankan pada soft politics, maka konsekuensinya hanya akan menciptakan stabilitas nasional yang kondusif sebatas bagi investor asing. Akibatnya? Pembangunan postur militer pada akhirnya akan mengikuti desain tersebut. Padahal, tekanan kapitalisme melalui organisasi ekonomi internasional dan berbagai MNCs (multi national cooperations) akan selalu memperlemah posisi negara, mengingat visi-nya sebagai korporasi lintas abad MNCs membangun visinya jauh ke depan. Maka, tidak mengherankan keterlibatan semakin jauh MNCs dalam kasus privatisasi perang maupun akumulasi modal dan jelas terdapat peluang bagi MNCs untuk menyewa tentara (seperti di Papua) untuk melindungi kepentingan ekonomi atau

54

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

bahkan membiayai militer untuk ‘perang’ guna mencapai tujuannya.Hal yang terpenting bagi TNI bukanlah semata-mata persoalan bagaimana

Alutsista yang perlu diganti dan mana yang masih layak pakai. Lebih dari itu, dalam membangun TNI yang profesional dan berwibawa di mata internasional, diperlukan sebuah grand strategy atas postur TNI. Postur TNI yang ideal untuk menghadapi segala bentuk ancaman yang segera akan terbentang di kawasan ini. Artinya, diperlukan komitmen jangka panjang sipil untuk memenuhi road map kebutuhan anggaran TNI untuk perbaikan dan peningkatan kualitas serta kuantitas Alutsista, yang juga merupakan salah satu konsekuensi dari pembangunan profesionalisme militer kita.

Persepsi ancaman terhadap kedaulatan negara abad ini harus semakin mencermati faktor ‘globalisasi dan internasionalisasi’ dengan menekankan pada persoalan perkembangan teknologi dan komunikasi yang mempengaruhi terjadinya perubahan sifat, bentuk ancaman serta perubahan karakter perang. Logika dasarnya mengarah pada intensitas, karakter, dan sifat dari ancaman yang dipersepsikan akan mempengaruhi strategi pembangunan pertahanan negara yang ujungnya terkait dengan kualitas dan kuantitas postur militer. Kendala utama pembangunan postur militer di negara berkembang terletak pada lemahnya perekonomian nasional.

Karenanya, jika kekuatan militer selalunya dibangun mengikuti keadaan perekonomian, maka dapat dipastikan bahwa tidak akan ada negara berkembang yang siap menghadapi ancaman dan mampu membangun kekuatan militer yang tangguh. Terlebih lagi jika dalam keterbatasannya itu negara menerapkan sistem ‘procrument’ pada aspek strategis yang lemah. Untuk Indonesia, ironisnya UU mengamanatkan TNI memiliki tugas pertahanan negara yang bersifat eksternal. Artinya, tentara kita harus memiliki kapabilitas mumpuni untuk menghadapi ancaman yang datang dari luar negara – sejak diujung batas 200 Nm hingga ke daratan wilayah kedaulatan. Dari sisi ancaman, Indonesia sesungguhnya ketat terkepung oleh yang jelas akan tergabung dalam kepentingan dan kekuatan yang hampir sama di FPDA ( ). FPDA sesungguhnya harus menjadi ukuran kita dalam memandang ancaman terdekat.

chokepoints seharusnya mampu menetapkan peta jalan Indonesia menuju keamanan samudera

55

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

dan dirgantara yang jauh lebih utuh dan komprehensif. Perkembangan situasi

dan mengetahui dengan jelas akan arah tujuan dalam merumuskan strategi pertahanan maritim dan udaranya. Artinya, mampu mengukur dengan jernih kemampuan yang sudah dan akan dimiliki berbanding apa yang harus dicapai dengan jujur.

Sayangnya, Jakarta, tidak seperti Beijing dan Washington, belum terlihat mengangkat issue penting keamanan regional terkait keseluruhan keamanan SLOCs dan chokepoints serta wilayah maritim Asia Tenggara, Samudera Hindia dan

Far Beyond Indonesia’’. Arah kebijakan pertahanan Indonesia belum melihat akan percikan ancaman dari berseterunya Strategi Dua Samudera Cina terhadap tumbuhnya basis strategis pangkalan AS di Darwin dan khususnya Guam yang pada 2014 akan menjadi pusat perpindahan USMC dari Okinawa. Dengan 10.3 milyar USD, pangkalan AU dan AL Guam

dalam sistem kontrol dan pertahanan masa depan peperangan laut dan udara AS ( ), dengan bunker bawah tanah (JDAM storage) dan kemampuan BMD (Balistic Misille Defense).

Jakarta juga lalai memperhatikan busur ancaman kerjasama maritim ragional yang akan melampaui selat-selat strategis Indonesia selain selat Tsushima, Tsugaru, Osumi, dan Soya (La Perouse) di perairan Asia Timur dengan 2 poros ‘mini cooperation litteral’ antara JAUS (Japan – Australia - US) dan JIUS (Japan - India – US) bagi terwujudnya kerjasama maritim multilateral untuk terwujudnya keamanan SLOCs, dimana SLOCs tidak dilihat berakhir di wilayah tunggal, tetapi sebagai – Broad Selatan (Oceania) dan usulan akan “Expanded Asia” yang mengintegrasikan Asia Timur dan Selatan diantara 2 samudera tersebut sebagai penghubungnya. JAUS dan JIUS segera akan meninggalkan Indonesia dalam kebingungan menempatkan dirinya dalam pembangunan kekuatan maritim dan dirgantara jika tidak segera meningkatkan kesepadanan kemampuan kekuatan yang diperlukannya kelak dalam kolaborasi maritim dan keamanan yang akan diwujudkan.

Maka, bukan saja kita harus segera mengantisipasi dampak pasukan marinir AS di Darwin yang hanya berjarak 2 jam terbang dari gerbang pulau terdepan kita di Tanimbar (Maluku Tanggara Barat) dengan Masala blok-nya. Tetapi, perlu juga

56

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

dicermati mengapa kerjasama maritim India dan Australia semakin mendalam dan berpangkalan di Christmas Island, sementara Singapura juga menetapkan kenaikan anggaran pertahanan sebesar 23 Trilyun USD di 2015 dengan alasan mengubah militer Singapura untuk tumbuh menjadi 3rd military generation dengan membeli pesawat survaillance Heron 1, sistem pertahanan udara Spyder-SR, AMX-13 Tank dan SM1 serta bagi angkatan lautnya.

Perang Masa DepanUntuk memahami strategi pertahanan negara, maka selain persepsi dan

skala ancaman, perlu dijabarkan apa saja konsep mendasar yang menjadi landasan dalam merancang sistem pertahanan negara. Konsep utama dan paling penting adalah pemahaman akan perang. Untuk perang udara yang menjadi salah satu icon kekuatan utama perang masa depan, kekuatan pertahanan udara akan terletak juga pada kemampuan pengendalian udara yang mencakup: Supremasi Udara (Air Supremacy)suatu angkatan udara di mana lawan tidak mampu menginterfensi secara efektif. Keunggulan Udara (Air Superiority)tingkat dominasi oleh suatu angkatan udara untuk dapat melakukan operasi darat, laut dan udara tanpa dapat dicegah. Terakhir, Keadaan Udara yang Menguntungkan (Favourable Air Situation) dimana situasi pertahanan udara masih sangat terbatas oleh ruang dan waktu, sehingga dimungkinkan terjadi interfensi udara oleh musuh.

Operasi Pertahanan Udara (Opshanud) sendiri terbagi atas Hanud Aktif dan Pasif. Hanud Aktif mencakup langkah-langkah seperti penggunaan pesawat, senjata langsung dan tidak langsung pertahanan udara dan peperangan elektronik.

(elektronis, korelasi dan visual) dan penindakan (pesawat tempur sergap, rudal jarak sedang dan rudal taktis) terhadap ancaman kekuatan musuh. Hanud Pasif mencakup semua tindakan selain pertahanan udara aktif, yang diambil untuk

penggunaan konstruksi pelindung. Dalam konteks ini, skala ancaman menjadi logika utama bagi pembangunan

strategi penangkalan yang efektif dimana didalamnya organisasi TNI, personel dan

57

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

kapabilitas alutsista berada. Ketiga komponen mendasar dalam postur pertahanan inilah yang akan menentukan sejauh mana negara siap untuk melindungi segenap wilayahnya.

Persoalan alutsista bukanlah persoalan yang mudah. Isu seputar transparansi anggaran hanyalah porsi kecil dari kompleksitas pengadaan alutsista. Ketika anggaran selalu menjadi fokus utama, maka seringkali masalah perencanaan kebutuhan alutsista yang sebetulnya menjadi sumber dari permasalahan menjadi terabaikan.

Berdasarkan kemampuan alutsista, sektor wilayah pertahanan udara disusun kedalam; 1). Pertahanan Udara Area dimana pertahanan udara yang dilaksanakan menggunakan unsur Tempur Sergap sebagai alat penindak dan dimensi wilayah pertahanan udara ditentukan oleh jangkauan efektif pesawat Tempur Sergap yang dioperasikan; 2). Pertahanan Udara Terminal yaitu pertahanan udara yang dilaksanakan menggunakan unsur rudal jarak sedang sebagai alat penghancur dimana dimensi ditentukan oleh jangkauan efektif rudal yang dioperasikan dan saat rudal tidak/belum berfungi maka Hanud dilaksanakan menggunakan pesawat Tempur Sergap; 3). Pertahanan Udara Titik yaitu Pertahanan udara yang dilaksanakan menggunakan rudal Taktis sebagai alat penghancur dan dimensi wilayah ditentukan oleh jangkauan efektif rudal Taktis yang dioperasikan.

Garhan dan Road Map Pertahanan Bagi Indonesia, peningkatan Garhan yang kemudian diikuti beli-hibah 24

pesawat F-16 Block 25 dengan rencana upgrade engine menjadi PW 220, upgrade airframe Falcon Star sebagai syarat untuk mampu mencapai 8000 jam terbang, upgrade RWR (Radar Warning Receiver) dan IFF setara dengan block 52. Tetapi, dengan timeline yang diberikan di HUT-TNI tahun 2014, avionics pesawat tidak dapat ter-upgrade dengan kendala keterbatasan waktu dan dana.

Artinya, jarak jangkau pantauan radar F-16 beli-hibah kita kelak tetap akan terbatas di ±60-80Nm saja sementara kemampuan F-16 negara FPDA telah mencapai 150Nm. Mengingat bagi perang udara motto ‘lost sight’ jelas akan berarti

locking pesawat lawan karena radar dan pernika yang tetap jauh tertinggal, ditambah lagi pesawat2 tempur kawasan sudah memiliki kemampuan ECCM/anti jamming.

Terkait IFF ( ), barisan pesawat FPDA kawasan

58

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

telah memiliki interogator sehingga yang tertampil di radar akan langsung terbaca sebagai pesawat musuh atau kawan. Sementara, kita tetap harus

atau

Dalam kemampuan BVR (beyond visual range), avionics pesawat F-16 Blok 50/52 kawasan dirancang mampu membawa baik short, medium, ataupun long range missille (Amraam hingga 45 Nm).

Dapat dibayangkan, jika para kita hanya dibekali rudal short range, mereka harus mendekat ke pesawat musuh untuk menembak dengan jarak kurang dari 10Nm, sementara lawan telah mampu menembaki sejak jarak 45 Nm. Dari sisi jam terbang, 24 pesawat hibah ini rata rata juga sudah mencapai 6500 jam sehingga yang tersisa hanya sekitar 1500 jam. Artinya, kita hanya bisa menerbangkan masing2 pesawat selama10 jam/bulan untuk dapat awet digunakan 10 tahun (tahun 2014-2024) sambil menanti tibanya pesawat tempur KFX kerjasama kita dengan Korea bila berhasil diwujudkan.

Nicholas de Larrinaga, analis di IHS Jane, menyatakan berpacunya negara negara kawasan Asia Tenggara mempercepat belanja senjata karena kekhawatiran akan China khususnya terkait sengketa teritorial di LCS. Stockholm International Peace Research Institutemeningkat hingga dua kali lipat. Bagaimanapun, jumlah, teknologi dan dukungan logistic bagi Alutsistamerupakan faktor penentu dalam sebuah peperangan.

Laporan Jane’s Fighting Ship 2011-2012 belum memperlihatkan langkah nyata Indonesia untuk membeli kapal utama; Kapal Selam, Destroyer ataupun Freegat. Padahal, kapal utama didukung pesawa tempur yang canggihlah yang diperlukan bila Indonesia ingin menerapkan Sistem Pertahanan Berlapis untuk menghadapi ancaman yang datang dari luar negara bahkan “forward defence” (yang berarti “preemptive”, bahkan “offensive”) seperti yang dianut negara FPDA tetangga kita, Singapura.

Dengan itu, modernisasi Alutsista berteknologi mutakhir didukung kemampuan peperangan elektronika sudah harus mulai menampakkan bentuk kekuatannya. Periode 2014 diharapkan paling tidak TNI sudah mampu menyeimbangi kekuatan negara2 ASEAN dan di 2025 sewajarnya TNI telah menjadi kekuatan yang kembali diperhitungkan di kawasan. Maka, sudah tepatkah cara kita kita dalam memandang ancaman, mengelola procruments dan mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk akan internasionalisasi

59

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Pepatah latin mengatakan,

timeatur nascitur”. Ya, ketika tidak ada lagi yang kita

takuti, maka sesuatu yang menakutkan akan segera

terjadi ”

issue domestik kedaulatan ekonomi (terkait SDA) dan perubahan kondisi keamanan dan politik kawasan?

Sesungguhnya, dengan cara kita yang salah dalam memetakan ancaman pada konstelasi politik keamanan kawasan, maka kekuatan pertahanan Indonesia saat ini tidak mencapai MEF- (minimum essential forces), jangankan lagi mencapai MEF+ (maximum essential forces) sesuai dengan tuntutan SSR 1998 (reformasi sektor keamanan) yang bertujuan memprofesionalkan TNI. Jika benar benar mau jujur, kekuatan pertahanan yang ada bagi terwujudnya kedaulatan dan kepentingan nasional akan samudera, dirgantara dan belantara NKRI jika berbanding kekuatan kawasan, sesungguhnya baru mencapai kekuatan SHY- ness (being shy).

Ditinjau dari aspek output kebijakan, road map kebijakan pertahanan yang ada hari ini tidak dibuat melalui proses panjang dan dibahas oleh ratusan pakar dari berbagai lintas disiplin ilmu dan militer terpilih dan tidak dilakukan secara komprehensif serta terintegrasi seperti pada perumusan kebijakan pertahanan di periode Orde Baru. Karenanya, kebijakan pertahanan yang ada belum juga mampu melahirkan doktrin pembinaan pertahanan keamanan nasional yang dilampiri dengan doktrin pembinaan pertahanan darat, maritim dan udara nasional serta konsep operasi pertahanan keamanan nasional.

Padahal, tanpa standar ideal road map pertahanan maka kita tidak akan pernah tahu kemana tujuan negara ini 100 - 200 tahun mendatang. Jelaslah “Kekaisaran TNI” yang kita cintai harus dibangun sebagai postur militer yang kuat, berwibawa, mumpuni dan profesional dalam menghadapi ancaman dan risiko yang akan tersebar dihadapan wajah NKRI di 8 tahun mendatang. Begitu sulitkah militer ideal bangsa besar ini diwujudkan dalam kenyataan? Pepatah latin mengatakan, ‘ ’. Ya, ketika tidak ada lagi yang kita takuti, maka sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi.

Kepada Resimen Mahasiswa Jayakarta yang sedang berulang tahun ke 50, semoga lebih menunjukkan eksistensinya dalam mendukung kekuatan pertahanan Negara yang dapat dihandalkan dengan lebih menyumbangkan kemampuan baik

60

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

pemikiran-pemikiran yang brilliant karena memang statusnya sebagai mahasiswa pilihan maupun dengan turut aksi ke berbagai kancah dinamika kehidupan masyarakat untuk mewarnai kehidupan yang lebih positif.

***

61

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

PERAN MENWA DALAM MEMBANGUN NATIONAL CHARACTER BUILDINGOleh: H. Icu Zukafril

“Karakter” secara psikologis konsepnya adalah individu. Dan secara etimologi, membahas sifat-sifat kejiwaan, terkait dengan akhlak dan atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, yang juga dikenal dengan “tabiat” atau “watak”. Berdasarkan terminologi, istilah karakter sudah menjadi suatu kesepakatan bersama (konvensi) sebagai sebuah “nilai” dari suatu komunitas atau kemasyarakatan dan lebih luas sebagai suatu bangsa. Karenanya diperlukan instrumen sebagai alat evaluasi yaitu budaya (culture), yang berisi sistem nilai, norma dan kepercayaan, yang sesuai dengan landasan Negara Republik Indonesia “Pancasila”.

Indonesia sebagai Negara Bangsa - 1908 bangkitnya jiwa kebangsaan; - 1928 bangkitnya semangat kebangsaan; - 1945 Proklamasi sebagai bangkitnya pikiran kebangsaan; - Pasca Kemerdekaaan bangkitnya paham kebangsaan; - Kedaulatan dengan sistem Demokrasi, pluralis dengan sesanti “ke-Bhineka

Tunggal Ika-an”, konstitusi Negara (UUD 45) sebagai konsensus Nasional berdiri tegak sebagai Negara-Bangsa yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.

- Kemudian menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara. - 1966, kembali kepada Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen;

yang kemudian dikenal dengan ORBA. - 1998, pelurusan dan menata ulang kehidupan Negara – Bangsa yang mandiri

dan bermartabat, sesuai cita-cita Proklamasi; yang kemudian di kenal REFORMASI.

62

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Reformasi sebagai Konsensus Nasional Format UDD 1945, terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan; Amandemen (perubahan) ke I, II, III dan ke IV merupakan lampiran yang tidak dapat di pisahkan dengan naskah asli UUD 1945.Perekat NKRI; teridiri dari Pembukaan UUD 1945, Pasal 37 UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan Sapta Marga/Tri Brata.Reformasi merupakan jembatan emas membangun kemandirian Negara-Bangsa Indonesia, melepaskan diri dari ketergantungan dan menarik campur tangan luar negeri.Agenda Reformasi sudah di laksanakan sesuai tahapan dan tahap kemandirian harus kita raih, “siapa pun” yang mengklim sebagai lokomotif Reformasi ?, harus mampu menjadi pangawal tercapainya kemandirian Negara-Bangsa Indonesia yang teramat sangat kita cintai, agar kita menjadi Bangsa yang bermartabat.

Karakter sebagai Martabat dan Peradaban Bangsa.Bangunan Martabat dan Peradaban bangsa Indonesia itu tercermin oleh

seluruh isi dan makna Pembukaan UUD 45.Bagian ini tidak masuk yang di amandemen UUD 45 oleh MPR 1999–2004. Bangunan Martabat dan Peradaban itu disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia sesungguhnya adalah mewujudkan perikehidupan rakyat dan bangsa yang aman, tentram, adil, makmur, sejahtera lahir dan bathin serta berkepribadian dalam suatu tatanan dan percaturan kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Kaum muda yang dinamis, tidak mudah terjebak dalam stagnasi, bahkan cenderung anti kemapanan, maka gerakan dan pemikiran nasionalisme kaum muda bergulir dengan dinamikanya sendiri.

Pemikiran nasionalisme kaum muda, menurut hemat biru saya, hendaklah tetap berasas pada kenyataan bahwa kemajemukan (pluralisme) merupakan tiang utama atas eksistensi Indonesia sebagai nation-state (negara-bangsa).

Kemajemukan atau heterogenitas Indonesia, sesungguhnya bersifat given (terberikan).Kemajemukan dari perspektif imaniah (religiusitas), sudah sepatutnya diterima sebagai anugrah Tuhan YME-Allah SWT. Dengan demikian, Nasionalisme yang mesti diresapi dan dikembangkan sebagai pemahaman bersama para Mahasiswa. Kita simak bersama beberapa persolan yang mendasar yang dihadapi kaum muda khususnya dan Bangsa Indonesia umumnya adalah: (1) arus pragmatisme yang tidak terbendung telah menjebak kaum muda untuk berpikir statis, jauh dari dari dimensi idealisme-kualitatif. Kecenderungan pragmatisme

63

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

ini telah melanda berbegai bidang kehidupan, yang tidak lepas dari mental permisif, yang pada gilirannya menumbuhsuburkan praktik KKN; (2) masih kita jumpai kenyataan yang kuat dan terasa telah mengakar dalam dunia kepemudaan terhadap budaya patronatif. Artinya kaum muda belum dapat dikatakan mandiri.Kita saksikan pola-pola patron-klien yang melibatkan kamui muda masih sangat kental;(3) disebagaian besar kaum muda kita belum terbiasa melakukan persaingan

memenangkan persaingan kualitatif. Persaingan yang tidak “sophisticated compettion”, artinya persaingan yang

terjadi tidak melibatkan unsur-unsur patronatif dan semata persaingan murni dan objektif, melainkan kebalikan dari itu, lebih bersifat “complex competition”. Pola persaingan yang mengedepankan bukan prestasi dan kaulitas sebagai ukuran, tetapi mencari “backing” dan “penghambaan-penghambaan” dengan kekuatan patronatif, sehingga yang terjadi sebenarnya adalah prokondisi bagi tumbuh suburnya budaya patronatif; (4) selama ini umumnya gerakan-gerakan kepemudaan nasional nyaris kehilangan vitalitas dan daya hidupnya. Mereka mengalami

memerankan diri secara tepat dan progresif di tengah lingkungan sosial-politik yang rentan gejolak di era transisi ini.

Sebagai ilustrasi: Ada masalah yang belum terjawab sampai saat ini adalah apakah pepimpin itu ada (hadir) atau diadakan (dihadirkan) dalam masyarakat manusia. Kalau pemimpin itu ada (hadir) dengan sendirinya berarti sudah ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Namun kalu pemimpin itu diadakan (dihadirkan) oleh masyarakat manusia, berarti ada unsur pendidikan (belajar sebagai proses, baik itu proses disiapkan oleh manusia lain atau calon pemimpin itu sendiri yang menyeiapkan diri atau mempelajarinya. Hadirnya seorang pemimpin baru merupakan tantangan, terutama pemimpin yang benar-benar lahir dari rkayat dan mengerti amanat pendiritaan rakyat.Kita sebagai anak bangsa di negeri ini, terus menerus terjadi krisis kepemimpinan.

Pemimpin Indonesia yang direpresentasikan sebagai Presiden, selalu lahir dari krisis. Pemimpin yang lahir terpaksa akibat krisis yang berlangsung dan memang

Kepeimimpinan yang lahir tidak melalui krisis adalah kepemimpinan intlektual, yang lebih mengedepankan kemampuan seseorang dibidang ilmu pengetahuan tertentu yang memberi kabaikan kepada umat manusia. Pemimpin seperti inilah

64

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

yang seharusnya dipupuk, yang disesuaikan dengan sejumlah kreteria yang dibutuhkan oleh negara atau kelompok masyarakat yang membutuhkannya.Kepemimpinan inteletual biasanya lahir dari kampus.Namun kampus jarang sekali berorientasi ke arah menyeiapkan kepemimpinan, yang lebih banyak memberikan ilmu pengetahuan terbatas.Kembali kita simak soal Nasionalisme, ada yang berpandangan, jauh lebih penting nation dibandingkan dengan nasionalisme. Nation adalah wujud lebih kongkret ketimbang paham kebangsaan. Paham Kebangsaan atau Nasionalisme itu naik-turun sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi, tetapi bangsa tetap berada pada stabilitas (kestabilan). Ketika nation lebih penting dari nasionalisme, maka bentuk state juga tidak terlalu penting. Beberapa contoh kasus: Aceh dan Papua menunjukan bahwa nasionalisme tidak perlu dibatasi oleh nation-state. Cita-cita Aceh dan Papua sebetulanya suci untuk mendapatkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Namun terjadi penterjemahan nasionalisme menjadi penyempit tatkala kepentingan nation-state diutamakan. Simak contoh kasus lain, OKP bentukan Pemerintah dan akan terus menjadi Satpam kekeuasaan, dan yang semacam ini sudah terlalu lama berlangsung, sehingga mempersulit jembatan antara nasionalisme kaum muda diseberang sana dengan kaum muda yang di seberang sini. KNPI misalnya, sangat sulit menjadi penyeimbang karena lembaga ini, dalam sejarahnya memang dibentuk sebagai bagian dari kooporatisme negara.

Berbagai literatur menjelaskan bahwa Nasionalisme adalah suatu rasa kebangsaan, yang ketika di era pergerakan mendasari para founding fathers mempersatukan berbagai suku bangsa atau daerah ke dalam suatu negara kesatuan. Terwujudnya nasionalisme ketika itu merupakan berkah dari kolonialisme (penjajahan). Kemudian spirit nasionalisme ditumbuhkembangkan oleh founding fathers sehingga terwujud Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kini Indonesia

nasionalisme mengalami perluasan makna, bukan saja hanya melepaskan diri

neo-imperealisme dan neo-kolonialisme. Artinya penjajahan ekonomi yang berwujud materialisme. Bentuk penjajahan inilah yang kini menjadi tantangan nasionalisme baru Indonesia, yang bersama globalisasi seolah-olah telah menjadi tamu tak di undang hadir diberanda muka rumah kebangsaan Indonesia.

Indonesia merupakan negara-bangsa multi-etnik, hal yang tidak mungkin untuk tidak ada potensi perpecahan seperti Yugoslavia. Etno-nasionalisme adalah

65

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

paham kebangsaan yang kembali memecah konsentrasi bangsa ini bukan jarang terjadi.Beberapa kasus yang muncul selama ini memang kurang terdengar dengan nyaring kecuali berita-berita stabilitas nasional pemerintah. Etno-nasionalisme adalah paham kebangsaan dengan sentimen etnis (agama, ras, suku/bangsa) sebagai basis. Apa yang selama ini bernama etnisitas atau semangat etnisentrisme ada usaha homogenisasi pengertian bangsa, artinya pengertian bangsa lebih diperkecil kepada ikatan perasaan sesuku yang ditandai dengan kesamaan budaya bahasa atau kesetiaan pada suatu teritorial tertentu.

Hingga kini, ikatan nasionalisme Indonesia ada empat faktor yang melemahkan ikatan nasionalisme Indonesia itu (Profesor Politik asal Inggris) Barbara Godwin, yaitu;

(1) Apa yang menjadi basis identitas nasional kita ? Apakah terbangun atas kesamaan bahasa, agama, etnis, atau merasa serumpun atau lainnya ? Hampir tidak ada satupun jawaban yang pasti, karena memang banyak basisnya. Hingga saat ini basis nasioalisme yang kita angkat adalah anti kolonialisme dan semangat kemerdekaan saja.

(2) A license for pragmentation.tidak mengenal batas waktu. Ia bisa muncul dan tenggelam tanpa kita tahu kapan

(3) The problem multiple loyalities. Sebagai manusia yang tinggal atau merasa sebagai orang Indonesia, pada dasarnya memiliki loyalitas yang berlapis-lapis. Ia sebagai bagian dari keluarga , pertemanan, asosiatik politik, agama, lokalitas, kelompok etnik, kelompok linguistik dan negara secara berbarengan. Ini yang disebut clavages (perpecahan) dalam masyarakat, baik atas dasar klas, ras maupun agama. Kita harus berani mengatakan bahwa Indonesia adalah terdiri dari banyak bangsa, atau negara multibangsa (multistate).

(4) Robert Gollner menulis dalam bukunya, “Nation and Nationalism”, bahwa nation makes man sekaligus juga nation are artifacts of men is convention, loyalities and solidaritiesyang sifatnya volountaries atas keberadaan sebuah nation. Pilihan subjektivitas ini juga didasarkan pada sesuatu yang objektif, misalnya mempertanyakan untung ruginya menjadi orang Indonesia. Pada titik ini kita menyadari bahwa sirkulatitas terus berubah dan berkembang bergantung pada situasi dan kondisi setiap subjek

66

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

oleh sebuah paksaan atau rekayasa.Indonesia saat ini dan di masa datang, terus membangun dan

mempertahankan integrasi nasional adalah . Untuk melakukannya diperlukan konsistensi, kesungguhan, dan sekaligus kesabaran. Agar upaya pembinaan (tidak saja dilakukan oleh Pemerintah) ini efektif dan berhasil, diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat. Dengan demikian diperlukan framework yang baru untuk memperkukuh integrasi nasional;(a) Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak

untuk bersatu.(b) Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun

konsensus (kompromi dan kesepakatan).(c) Membangun kelembagaan (pranata) yang berdasarkan nilai dan norma yang

menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.(d) Merumuskan kebijakan dan regulasi yang kongkret, tegas dan tepat dalam

segala aspek kehidupan dan pembangunan bangsa.(e) Membangun upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional dengan

melahirkan pemimpin yang arif dan bijaksana.Kita punya pengalaman untuk melahirkan kepemimpinan intelektual,

seperti dengan terbentuknya KAMI sebagai wadah generasi Mahasiswa untuk melanjutkan perannya dalam masa Orde Baru. Berkurangnya peran KAMI sebagai persatuan dan kesatuan generasi muda Mahasiswa menimbulkan situasi tidak menentu dalam melanjutkan peran kaum muda pada masa berikutnya.

Kaum muda ketika itu, baik secara individual maupun secara organisasi

nasional.Sewaktu melakukan kiprah sendiri-sendiri, pertanyaan-pertanyaan

suatu yang lebih sentral dalam pemikiran kaum muda.Dalam keadaan itulah kaum muda menyadari bahwa diperlukan suatu orientasi baru dalam melihat persoalan bangsa-negara. Orientasi baru itu akan beorientasi pada pemikiran yang jauh melebihi kelompoknya sendiri, sehingga dapat menjangkau seluruh bangsa dimasa kini dan masa akan datang. Masalah ini juga menjadi perhatian kekuatan sosial politik yang tengah tumbuh sebagai suatu gejala dalam kehidupan politik di Indonesia yaitu Golongan Karya sebagai fenomena baru dalam sistem politik di Indonesia.

67

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“…karakter dan postur anggota Resimen Mahasiswa

harus mencerminkan intelektual yang berwatak

kebangsaan Indonesia. Dan organisasi Resimen Mahasiswa

bagi usaha peningkatan kesejahteraan rakyat yang

berkeadilan ”

Median Sirait ketika itu menjabat sebagai Sekretaris bidang Pemuda Pelajar Mahasiswa Cendikiawan dan Wanita (Papelmacenta) menyatakan bahwa pembaharuan sosial politik dengan menampilkan ikatan-ikatan baru dengan meninggalkan ikatan-ikatan lama dan ideologi yang sempit.Papelmacenta Golkar memperkenalkan ikatan baru dikalangan Mahasiswa berupa ikatan kesamaan disiplin ilmu yang sedang dijalani.Ikatan ini kemudian dikenal dengan Ikatana Mahasiswa Profesi.

Sejak itulah dikenal dalam kehidupan Mahasiswa organisasi-organisasi profesi seperti Ikatan Mahasiswa Kedokteran Indonesia (IMKI); Ikatan Mahasiswa Psikologi Indonesia (IMPsi); Ikatan Mahasiswa Arsitek Indonesia (IMArch), Ikatan Mahasiswa Ilmu Sosial Ilmu Politik (IMSIPOL) dan lain sebagainya. Ketika itu keseluruhannya mencapai 14 organisasi mahasiswa profesi.

Pengaruh Perang Dingin yang berlangsung sejak berakhirnya Perang Dunia II juga turut mempengaruhi kehidupan kepemudaan dan kemahasiswaaan antar bangsa. Terbentuknya organisasi-organisasi profesi merupakan strategi peredam pengaruh persaingan dua kekuatan Perang Dingin, juga termasuk kehidupan kepemudaan dan kemahasiswaan antar bangsa.Pada Tahun 1972 Uni Soviet membentuk World Federation of Democratic Youth (WFDY) yang bermarkas di Praha, Cekoslovakia, untuk menndingin pengaruh World Assembly of Youth (WAY) sebuah badan pemuda dunia PBB, yang banyak dipengaruhi Amerika Serikat. Di Dunia lebih dari 4000 bahasa manusia dengan adat istiadatnya dan diantaranya 314 bahasa ada di Indonesia.

Sejumlah isu domestik dan international (dunia) seperti:Kaji ulang data statistik BPS 2006 dan yg tercecer 2009;Ketahanan pangan masih dan makin rapuh;Bahan baku dan produksi sandang hampir pingsan;Rumah tempat tinggal makin tidak terjangkau;Lapangan Kerja/Kesempatan Kerja/Usaha Terbatas;Kemiskinan terus merangkak naik, diikuti pengangguran terus bertambah;

68

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Irigasi pedesaan dan pertanian tidak mencukupi;Sumber air makin langka, resapan dan parkir air tidak dijumpai alamatnya;Pupuk makin jauh dari jangkauan tangan petani;Solar untuk nelayan makin langka dan harga tdk terjangkau;UMR untuk hidup layak belum terwujud;Investor dalam negeri perlu rasa aman dan kepastian usaha;Penyelundupan makin terbuka;Perdagangan orang (perempuan dan anak);Narkoba, judi, tontonan vulgar makin menggurita;Agama menjadi gaya hidup;

Sumber daya alam terus dikuras/terkuras;

Pemerintah selalu ragu, tidak lugas, tidak tegas, tidak jelas;DPR lupa dengan alamat konstituen/pemilihnya;Mantra-mantra globalisasi: liberalisasi, kapitalisasi, deregulasi, devestasi, privatisasi, dll telah membuat Negara di Asia, Afrika dan negara berkembang lainnya, menjadi pingsan/setengah mati, hanya menjadi pelayan (komparador) negara-negara kapitalis;

Semua hal-hal di atas terjadi, karena “politik pembiaran” oleh negara, “jangan biarkan korporatokrasi terus menggurita” – “lawan” penindasan dan kezaliman

Itulah yang menjadi alasan saya, bahwa Resimen Mahasiswa adalah

professional. Resimen Mahasiswa sebagai Resimen Pendidikan sudah menjadi keharusan dalam susunan struktur silabus rekrutmen, pendidikan dan pelatihan, organisasi, program aksi, dan seterusnya diorientasikan kepada cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Karena Resimen Mahasiswa adalah Resimen Pendidikan, maka karakter dan postur anggota Resimen Mahasiswa harus mencerminkan intelektual yang berwatak kebangsaan Indonesia. Dan organisasi

kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

***

69

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

MEMBANGUN KESADARAN BELANEGARA DAN RASA NASIONALISME DENGAN MENGEMBANGKAN JIWA KEWIRAUSAHAANOleh: Prof. Dr. H. Haryanto Dhanutirto, Apt, DEA

Pendahuluan

MEMASUKI abad ke-21, persaingan secara nasional, regional dan global semakin ketat, sehingga menuntut suatu upaya dan kerja keras para lulusan. Tantangan dalam mencari pekerjaan mungkin

lebih besar dan lebih sulit dibanding dengan upaya dalam menyelesaikan studi. Tingkat persaingan yang semakin tinggi pada era globalisasi ini, dipengaruhi juga oleh pertumbuhan jumlah penduduk dunia yang sangat tinggi.

Seiring dengan pertambahan penduduk dunia yang terus bertambah, maka jumlah pengangguranpun bertambah terus, sementara itu pertumbuhan lapangan

orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 2.650.000 orang penganggur terdidik lulusan perguruan tinggi.

Pengembangaan pendidikan Kewirausahaan merupakan salah satu program Kementerian Penididikan Nasional yang pada intinya adalah pengembangan metodologi pendidikan yang bertujuan untuk membangun manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif dan wirausaha. Program ini ditindaklanjuti dengan upaya mengintegrasikan metodologi pembelajaran, pendidikan karakter, pendidikan ekonomi kreatif dan pendidikan kewirausahaan ke dalam kurikulum. Pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Instruksi ini mengamanatkan kepada seluruh masyakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan program-program Kewirausahaan. Selanjutnya dalam mendukung Pengembangan Ekonomi Kreatif (PEK) tahun 2010-2114, yakni pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada kreativitas, keterampilan

70

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

2000

7.00%

5.40%

3.60%

4.50%4.88%

5.13%

6.70%

GDP INDONESIA

5.50%

6.32% 6.10%

5.50%6.00%

5.00%

4.00%

3.00%

2.00%

1.00%

0.00%2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Aktivitas kewirausahaan tidak hanya dalam tataran micro-economy melainkan masuk juga pada tataran macro-economy. Dalam menghadapi globalisasi Indonesia perlu menyiapkan peran pendidikan tinggi untuk dapat mewujudkan insan yang cerdas yang mampu berwirausaha.

Kondisi Obyektif Indonesia2.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Perekonomian Indonesia di tahun 2009 menunjukkan daya tahan yang cukup kuat di tengah krisis ekonomi global. Hal ini terlihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih mampu tumbuh 5,5%, dan pada tahun 2008 pada awal krisis pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6,10% seperti disajikan pada Gambar 1.

Sumber: World Economic Outlook IMF, 2008Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2000-2009

71

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

2.2. Daya Saing Indonesia Dari 133 negara yang disurvey dalam 2009-2010,

Indonesia menempati urutan ke 54, nyaris tidak beranjak dari posisi tahun 2007 (rangking 54 dari 131 negara). Peringkat Indonesia rendah ini relatif terhadap negara lain disebabkan oleh jeleknya infrastruktur, pendidikan dan kesehatan masyarakat, dan kesiapan teknologi, dimana untuk indikator-indikator ini Indonesia menempati peringkat antara 82-88 dari 133 negara. Namun bila dilihat secara absolut, sebenarnya indeks pendidikan dan kesehatan Indonesia cukup baik, yaitu sebesar 5,2 dari skala 1-7. Indeks terburuk terjadi pada infrastruktur (3,2), kesiapan teknologi (3,2), inovasi (3,6), dan pendidikan tinggi dan pelatihan (3,9).

Berasarkan World Economic Forum (WEF) telah mengumumkan peringkat (GCI) negara masing-masing yang dimuat dalam Global

(GCR) untuk 2010-2011. Dalam GCI tahun 2010, peringkat daya saing Indonesia telah mengalami kenaikan substansial yakni menempati peringkat ke-44 di tahun 2010 ini dari peringkat ke-54 pada tahun 2009.

kepercayaan masyarakat usaha dunia terhadap upaya Pemerintah Indonesia dalam memperbaiki infrastruktur dan iklim usaha di Indonesia, kondisi ini diperkirakan akan mendorong masuknya investasi asing ke Indonesia.

Sumber: World Economic Forum, 2009 -20010, 2009Tabel1. Peringkat CGI Indonesia Tahun 2009

CGI 2009 - 2010 54 4.3CGI 2008 - 2009 (dari 134 negara) 55 4.3CGI 2007 - 2008 (dari 131 negara) 54 4.2Basic Requirements 70 4.3Pilar 1 : Intuisi 58 4.0 Pilar 2 : Infrastruktur 84 3.2Pilar 3 : Stabilitas Ekonomi Makro 52 4.8Pilar 4 : Pendidikan Dasar dan Kesehatan 82 5.2Ef!ciency Enhancer 50 4.2 Pilar 5 : Pendidikan Tinggi dan Pelatihan 69 3.9Pilar 6 : E!siensi Pasar Barang 41 4.5 Pilar 7 : E!siensi Pasar Tenaga Kerja 75 4.3Pilar 8 : Kecanggihan Pasar Keuangan 61 4.3Pilar 9 : Kesiapan Teknologi 88 3.2Pilar 10 : Ukuran Pasar 16 5.2Innovation and Sophistication Factors 40 4.0Pilar 11 : Kecanggihan Usaha 40 4.5Pilar 12 : Inovasi 39 3.6

Peringkat(dari 133 negara) SKOR ( 1-7 )

72

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Dengan populasi sebanyak 234 juta jiwa dan GDP per kapita US$ 2.200 yang diperkirakan ke depan akan terus tumbuh, Indonesia merupakan pasar yang menarik. Ukuran pasar yang besar memungkinkan bisnis untuk mengeksploitasi economies of scale dalam produksi. Permasalahannya adalah, apakah Indonesia hanya menjadi target pasar ekspor negara lain, atau menjadi production base perusahaan lokal dan Multi Nasional yang melayani pasar domestik sekaligus ekspor.

Industri nasional telah memiliki potensi pertumbuhan yang kuat, dan menjadi motor penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Potensi industri nasional akan mempunyai kaitan (linkage) yang kuat dan sinergis antar sub sektor industri dan dengan berbagai sektor ekonomi lainnya. Industri ini mengandung muatan lokal yang tinggi, menguasai pasar domestik, memiliki produk unggulan industri masa depan, dapat tumbuh secara berkelanjutan, serta mempunyai daya tahan (resilience) yang tinggi terhadap gejolak perekonomian dunia. Untuk itu industri nasional minimal telah memiliki keadaan sebagai berikut: a. Mempunyai kaitan (linkage) yang kuat dan sinergis antar sub sektor industri dan

dengan berbagai sektor ekonomi lainnya, artinya sektor industri mempunyai struktur yang kokoh antar cabang industri dan kedalaman yang kuat antara hulu dan hilirnya. Sebaliknya ke luar (antara sektor industri manufaktur dengan sektor ekonomi lainnya) terjalin sinergi yang baik, saling menguatkan satu sama lain

b. Memiliki kandungan lokal yang tinggi berarti industri manufaktur nasional mampu menghasilkan berbagai kebutuhannya sendiri terutama barang modal untuk pengembangan industri ke depan, sehingga tidak tergantung pada impor bahan baku maupun penolong. Disamping itu, kondisi ini juga menunjukkan kemampuan industri manufaktur menghasilkan efek berganda yang besar bagi sektor ekonomi lainnya.

c. Menguasai pasar domestik, berarti industri manufaktur nasional menjadi pemasok utama kebutuhan produk industri Nasional.

d. Memiliki produk unggulan industri masa depan, berarti industri manufaktur nasional mempunyai produk mandiri yang dapat dibanggakan dan berkembang menjadi industri kelas dunia.

e. Dapat tumbuh secara berkelanjutan, artinya memiliki kemampuan penelitian dan pengembangan produk, serta sistemnya secara berkelanjutan.

f. Mempunyai daya tahan (resilience) yang tinggi terhadap gejolak perekonomian dunia, artinya industri manufaktur nasional, memiliki pangsa pasar yang cukup

73

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

besar baik di pasar domestik maupun pasar International.

Pentingnya Kewirausahaan Kewirausahaan ini sangat penting untuk pengembangan suatu bangsa.

Begitu pentingnya wirausaha bagi suatu bangsa, PBB menyampaikan bahwa suatu negara akan mampu membangun bila memiliki pengusaha minimal 2% dari jumlah penduduk. Sebagai contoh, Jepang maju sebab memiliki 2% pengusaha menengah dan 20% pengusaha kecil.

Kenyataan menunjukkan bahwa dalam meraih masa depan yang cerah, selain ditentukan oleh kemampuan profesinya, juga oleh kemampuan personal dan pendekatan sosial dalam menghadapi dan memecahkan berbagai persoalan yang terjadi di sekitarnya.

Pada masa depan, masyarakat Indonesia yang kita kehendaki adalah masyarakat yang lebih demokratis dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat akan pilihan-pilihan untuk berusaha dan melibatkan diri dalam pembangunan. Keberadaan sarjana-sarjana di masyarakat akan berperan sebagai agen perubahan untuk meningkatkan kernampuan sumberdaya manusia. Aspek pemberdayaan SDM ini merupakan prasyarat partisipasi rnasyarakat yang memerlukan pelayanan bimbingan, pelatihan dan penyuluhan serta pendampingan yang rnemadai.

Di samping itu, diperlukan tersedianya sarana dan prasarana untuk berusaha, dukungan organisasi dan koordinasi di berbagai tingkat kelembagaan pemerintah, kelembagaan masyarakat pedesaan, dan penyediaan kredit usaha kecil dan menengah. Di sini berarti, kita perlu membangun sistem industri yang

kelembagaan akan memainkan peranan yang menentukan.Aspek lain yang penting juga kita antisipasi ke depan adalah perlunya

merubah paradigma Pembangunan. Melihat kondisi tersebut, maka paradigma pembangunan di Indonesia haruslah berorientasi kepada (1) kepedulian sosial, (2) kepedulian akan lingkungan yakni kegiatan industri yang tetap mendukung ramah lingkungan, (3) peningkatan wawasan kewirausahaan serta (4) perlunya pendekatan yang interdisipliner sehingga timbul suatu jaringan kerja (networking) yang terpadu dan saling mendukung.

74

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

LOGICAL

KIRI KANAN

CREATIVEIntuitiveRandomMusic

Learning

Remembering

LogicalSequentialLanguageVerbal

Analysis

Menurut Peggy & Charles (1999), Entrepreneur harus memiliki 4 unsur pokok:1. Kemampuan (IQ & Skill)

membaca peluang;berinovasi;mengelola;menjual.

2. Keberanian (EQ & Mental)mengatasi ketakutan;mengendalikan resiko keluar dari zona kenyamanan.

3. Keteguhan Hati (Motivasi Diri)persistence (ulet), pantang menyerah;determinasi (teguh dalam keyakinannya);Kekuatan akan pikiran (power of mind) bahwa anda juga bisa.

4. Kreativitas

Recruiters say that “soft” skills – such as leadership, communication and the ability to work in teams – are just as important as the hard stuff. And a lot harder to teach.”(Wall

It’s the human impression and connections that really matter in business (Geoffrey Hitch,

Research in Harvard University showed that successfulness of people is determined by 80% soft skill and 20 % hard skill.Pada dasarnya otak manusia Otak manusia secara mental terbagi menjadi

dua belahan atau hemisfer, yaitu belahan otak kiri dan belahan otak kanan. Pendidikan wirausaha sebaiknya memaksimalkan fungsi otak yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Fungsi Otak Bekerja75

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Untuk mampu menciptakan kondisi yang diharapkan tersebut, maka kembali kuncinya adalah perlunya peningkatan kemampuan sumberdaya manusia (SDM). Tantangan di atas tentunya menuntut pula perubahan paradigma pendidikan tinggi di negeri ini.

Hal tersebut harus diantisipasi dan disiapkan oleh Perguruan Tinggi dalam menyikapi kesiapannya menghadapi globalisasi. Perguruan tinggi harus menyiapkan rencana strategis yang diantaranya mengamanatkan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang profesinya, peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan serta mempunyai mental wirausaha. Diperlukan adanya pengisian tentang nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup nilai moral, etika dan budaya yang sesuai dengan lingkungannya.

Para lulusan dituntut untuk mempunyai jiwa kepemimpinan serta tanggung jawab moral sebagai generasi penerus bagi bangsa dan keberadaan umat manusia di abad-abad mendatang. Pendidikan tinggi harus menggunakan pendekatan multi dan interdisiplin ilmu yang mendayagunakan perkembangan teknologi informasi seoptimal mungkin. Peran pendidikan tinggi di era globalisasi dituntut mampu menghasilkan terobosan dam inovasi IPTEK yang berrnanfaat bagi masyarakat sekarang serta yang akan datang. Penelitian harus difokuskan pada hal-hal yang memberikan manfaat bagi umat manusia yang dilatarbelakangi oleh tanggungjawab moral yang tinggi.

Perguruan Tinggi tidak bisa lagi hanya menjadi menara gading, dia harus memecahkan dinding pemisah antara kampus dengan masyarakat. Sehingga proses alih teknologi, pengembangan kemitraan dengan industri, pemerintah daerah, masyarakat luas, harus ditingkatkan. Perguruan tinggi beserta civitas akademikanya akan berperan sebagai agen pembaharuan, dan proses perubahan harus bisa dikelola secara positif yang menghasilkan dampak manfaat bagi masyarakat. Proses kompetisi dan kooperatif yang berlangsung di perguruan tinggi akan menentukan keberhasilan perguruan tinggi tersebut dalam mewujudkan misinya. Lembaga pendidikan tinggi diharapkan mampu menciptakan jiwa wirausaha sehingga mereka mampu mandiri dan menciptakan lapangan kerja dan Pendidikan Kewirausahaan / Entrepreneurship di Perguruan Tinggi perlu ditingkatkan. Beberapa titik penajaman program Softskill dalam mewujudkan insan enterpreuner disajikan pada Gambar 3 dan pradigma dalam pengembangan jiwa kewirausahaan disajikan pada Gambar 4 di berikut.

76

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Gambar 3. Beberapa titik penajaman program Softskill dalam mewujudkan insan enterpreuner

Gambar 4. Paradigma Pendidikan dalam mewujudkan Lulusan yang berjiwa Kewirausahaan

77

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Menwa Jayakarta sebagai generasi muda sudah saatnya

mengubah pola pandang,

pegawai setelah lulus dari Perguruan Tinggi, apalagi Pegawai Negeri, menjadi

sebagai pilihan ”

PenutupDi era globalisasi tidak akan ada yang

bisa menghalangi Pemberlakuan Persetujuan Perdagangan Bebas karena tidak ada lagi batas negara bagi para pengusaha dalam mengembangkan usaha dan menciptakan lapangan kerja baru. Selanjutnya, di tengah kondisi persaingan saat ini dibutuhkan mental yang tangguh bagi lulusan sehingga para lulusan harus gigih tidak saja dalam mencari pekerjaan, tetapi dalam menciptakan pekerjaan berdasarkan profesionalisme serta etika dan etos kerja yang telah dikembangkan selama belajar di perguruan tinggi yaitu dengan berwirausaha.

Kita dituntut untuk berani mengambil resiko dan menangkap peluang-peluang di bidang industri yang terbuka lebar. Dengan semangat juang yang tinggi dan rasa percaya diri akan profesi yang diperoleh kesulitan mencari lapangan pekerjaan tidak menjadi masalah utama lagi. Banyak kesempatan bewirausaha terbuka dan secara bisnis sangat menjanjikan.

Dengan persiapan mental seperti ini diharapkan sarjana mampu mengantisipasi rnasa depan secara kreatif dan proaktif, sehingga upaya pengembangan diri rnenjadi suatu keharusan. Oleh karena itu, mulai saat ini ada baiknya kita mengubah pola pikir baik mental maupun motivasi orang tua, dosen dan mahasiswa agar kelak anak-anak dibiasakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dari pada mencari pekerjaan.

Di ulang tahunnya yang ke 50 Menwa Jayakarta sebagai generasi muda

setelah lulus dari Perguruan Tinggi, apalagi Pegawai Negeri, menjadi Wirausaha

itu karena bisnis bukan menjadi pegawai/ karyawan perusahan.

***

78

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Sumber:Alma, Buchari. 2007. Kewirausahaan. Edisi Revisi. Penerbit Alfabeta, Bandung.Blakely, E.J. 2002. Planning Local Economic Development. Sage Publication. London.Bregman EM, Feses EJ. 2003.

The Web Book of Regional Science.Cho., D.S dan H.C. Moon. 2003. From Adam Smith to Michael Porter : Evolusi Teori Daya Saing (Edisi Bahasa Indonesia). Penerbit Salemba 4, Jakarta.Ciputra. Kompas 31-8-2009David, F.R.. 2001. Strategic Management. Prentice Hall, New Jersey.Departemen Perindustrian RI. 2008. Pengembangan Kegiatan Pemasaran Produk dan Peningkatan Pemanfaatan Inovasi Teknologi. http://www.depperin.go.id/teknologi/. Hartarto, A. 2004. Penerbit Andi. Yogyakarta.Inpres RI No. 4 Tahun 1995 tanggal 30 Juni tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudidayakan KewirausahaanKasmir, 2007. KewirausahaanMeredith, Geoffrey G., Nelson, Robert E., & Neck, Phllip A. (2002).

. Jakarta: Penerbit PPM.Porter, M. E. 1990. . Free Press. New York----------------- 1993. Keunggulan Bersaing : Menciptakan dan Mempertahankan

. Penerbit Erlangga. Jakarta.---------------- 2007. Strategi Bersaing, Teknik menganalisis industri dan pesaing

. Karisma Publishing Group. Tangerang.Robert, B. dan Shimson R.T. 1998. Multisectoral Quantitative Análisis a Tool

Development. The Analysis of Regional Science : Vol. 32 No. 4 : 469-494---------------- 1998. “Clusters and the New Economics of Competition.” Harvard Business Review: 77-90.-----------------2000. “Location, Competition, and Economic Development: Local Clusters in a Global Economy.” Economic Development Quarterly 14 (1): 15-34.

79

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

---------------- 2003. “The Economic Performance of Regions.” Regional Studies 37 (6/7): 549-578.Schmitz, H. 1993. Industrial Districts in Europe – Policy Lessons for Developing

Discussion Paper. Institute of Development Studies.

80

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Resimen yang tanpa lelah selalu belajar dan belajar

dalam memperbaharui dirinya agar mampu beradaptasi

dengan tuntutan perkembangan zaman yang begitu keras ”

MENWA SEBAGAI RESIMEN PENDIDIKANDENGAN ETOS PROFESIONALISME DAN KOMUNIKATOR TERBAIKOleh: Drs. H. Ratiyono Tuslim,.MMSi

Pendahuluan

MENWA Jayakarta yang kini memasuki usia setengah abad, bukanlah usia yang mudah dilaluinya, tentunya dalam perjalanannya banyak aral dan rintangan yang menghadang.

berusaha menjadi pengabdi bagi Ibu pertiwi Indonesia tercinta. Menapaki anak tangga selangkah demi selangkah nan pasti untuk menjaga eksistensi organisasi terus dilakukan. Pembenahan diri dari mulai menata organisasi sampai membangun paradigma kekinian dengan lebih menonjolkan sisi intelektualitas adalah modal utama Menwa Jayakarta untuk tetap eksis dengan serba keterbatasannya dibanding masa-masa lampau yang lalu.

Yang perlu dipahami oleh segenap anggota Menwa bahwa Menwa bukanlah “Resimen Tempur” tetapi “Resimen Pendidikan” dimana dalam wadah Menwa terkandung sebuah nilai-nilai pembentukan karakter kebangsaan yang sangat dibutuhkan dalam menopang pembangunan nasional. Resimen yang tanpa lelah selalu belajar dan belajar dalam memperbaharui dirinya agar mampu beradaptasi dengan tuntutan perkembangan zaman yang begitu keras. Resimen yang selalu belajar arti sebuah loyalitas, arti sebuah kedisiplinan, arti sebuah sportivitas dan arti sebuah rasa empatik akan permasalahan dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Agar kelak mampu menjadi pemimpin bangsa

81

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

yang bijaksana. Oleh karena itu, Menwa sebagai Resimen Pendidikan harus menanamkan sifat-sifat etos kerja profesionalisme dan komunikator yang baik agar menjadi insan dengan prestasi terbaik.

Membangun Etos ProfesionalismeMenwa sebagai Resimen Pendidikan tentunya harus menjadi wadah

pembentukan karakter bagi setiap anggotanya yang memiliki etos profesionalisme. Sebab kita tahu, terbitnya etos kerja yang profesional adalah sebuah rute kunci menuju jalan keberhasilan. Tanpa dilumuri oleh etos kerja yang penuh profesionalisme, kita mungkin akan mudah tergelincir menjadi barisan para pecundang. Tanpa kesadaran batiniah untuk menjejakkan etos profesionalisme dalam segenap raga, kita mungkin akan segera menjadi insan-insan yang gagap dengan dinamika perubahan. Miskin prestasi, dan absen dari perjalanan panjang menuju manusia produktif, mulia nan bermartabat. Kalaulah demikian adanya, lalu apa yang mesti diteguk untuk menjadi insan yang kuyup dengan guyuran etos profesionalisme? Di sini Menwa harus mengeksplorasi tiga pilar kunci yang rasanya layak dicermati manakala ada asa untuk menjadi insan yang profesional. Pilar yang pertama adalah achievement orientation. Bahwa salah satu faktor yang membuat sebuah komunitas atau masyarakat lebih unggul dibanding yang lainnya adalah karena mereka dipenuhi dengan individu yang punya high need for achievement (high NAch).

Hari-hari perjalanan setengah abad ini, menjadi serpihan peristiwa demi peristiwa yang tentunya pernah menemani azas spiritualitas dan kemuliaan hidup yang terus bertebaran disana-sini agar kelak “menjadi orang yang siap”. Dimana dunia kerja di negeri ini – tempat dimana setiap hari jutaan orang merengkuh sejumput nafkah – niscaya akan menjelma menjadi arena yang indah kala ruh spiritualitas bisa memancar di setiap sudutnya. Dunia kerja di negeri ini mungkin bisa terus melenting menuju kemuliaan kalau saja setiap pelakunya bisa merajut etos spiritualitas dalam sekujur raganya. Dunia kerja di negeri ini mungkin bisa terus mendaki menuju puncak keagungan kalau saja setiap pelakunya basah kuyup dengan siraman ruh spiritualitas yang terus mengalir. Jadi ketika telah ada niatan untuk membangun dunia kerja yang penuh kemuliaan, lalu apa yang bisa disumbangkan oleh etos spiritualisme? Disini kita mencatat dua jenis kontribusi penting yang bisa disumbangkan bagi kemajuan dunia kerja dan praktek manajemen. Yang pertama, dimensi spiritualitas memberikan pondasi yang kuat

82

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

untuk membangun integritas moral yang kokoh bagi para pelaku dunai kerja

yang dinaungi dengan sikap kejujuran, kesederhanaan, dan sikap yang mengacu pada etika kebenaran serta niatan mulia untuk memanggul amanah (jujur dan dan tidak mau menyelewengkan posisi dan jabatan demi segenggam berlian).

Dimensi yang pertama ini demikian menghujam, sebab tanpa sikap moral yang amanah, bersih dan jujur, bagaimana mungkin kita bisa merajut dunia kerja yang penuh kemuliaan? Tanpa etika moralitas yang kuat, dunia kerja kita niscaya akan selalu terpelanting dalam kenistaan. Tanpa sikap amanah yang sarat dengan keikhlasan, dunia kerja kita akan senantiasa tenggelam dalam duka yang memilukan. Kontribusi yang kedua berkaitan dengan pengembangan etos kerja yang berorientasi pada kemajuan dan keunggulan kinerja (excellent performance). Dimensi spiritualitas semestinya mampu dijadikan driving force yang kuat untuk menancapkan motivasi dan etos kerja yang selalu mengacu pada prestasi terbaik. Dalam konteks ini mestinya ada kesadaran kuat untuk menjalankan ”teologi kerja” atau sebuah niatan suci untuk selalu menganggap pekerjaan kita sebagai sebuah ibadah dan bentuk pengabdian kita pada Yang Maha Agung.

Ketika kita bekerja di kantor dengan asal-asalan dan menghasilkan kualitas seadanya, atau ketika kita mencederai amanah yang telah diberikan, maka mestinya kita menganggap ini semua sebagai sebuah ”dosa” dan kita mesti merasa malu dihadapan Yang Maha Tahu. Sebaliknya, ketika kita selalu bisa mempersembahkan kinerja yang mulia, atau ketika kita mampu menggagas dan melaksanakan ide-ide kreatif untuk memajukan organisasi, maka mestinya ini semua tidak melulu didasari oleh keinginan untuk pamrih, melainkan pertama-tama mesti dilatari oleh niatan suci untuk beribadah. Sebuah niatan yang didorong oleh kehendak untuk mengabdi dan memuliakan Yang Diatas. Dalam konteks inilah, dimensi spiritualitas dapat menjelma sebagai sebuah inner force yang kokoh dan mampu memotivasi kita untuk terus bekerja keras memberikan yang terbaik. Perjalanan membangun dunia kerja yang profesional dan sarat dengan nilai-nilai kemuliaan adalah sebuah marathon, bukan sprint. Disana dibutuhkan ketekunan, kegigihan dan sikap istiqomah untuk terus menggedor nurani diri kita dengan kesadaran bahwa “hidup ini hanyalah merupakan pengabdian tanpa henti pada Yang Menciptakan Hidup”. Dibutuhkan sejenis ketegaran yang terus melengking dengan menyuarakan kesadaran untuk terus menancapkan etos spiritualitas dalam dunia kerja kita sehari-hari.

83

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Dua dimensi spiritualitas yang telah dibahas di atas selayaknya bisa terus mengendap dalam ruang batin segenap anggota Menwa. Sebab dengan itulah anggota Menwa bisa bersama-sama merangkai sebuah bangunan dunia kerja yang indah dan mendapat limpahan berkah tanpa henti. Sebab dengan itu pula, kelak ketika kita diwawanacarai oleh malaikat di ujung pintu surga, kita bisa menceritakan segenap pengalaman kerja kita dengan penuh senyum dan kebahagiaan.

Berbicara tentang need for achievement dengan merujuk pada gairah untuk melakoni kerja yang sebaik-baiknya demi terengkuhnya hasil karya yang juga layak dibanggakan. Yang muncul adalah sebuah etos, sebuah dedikasi, dan sebuah tanggungjawab untuk meretas prestasi terbaik. Ketika tugas dan tantangan membentang di depan kita, yang kemudian muncul adalah sebuah niat tulus untuk mentransformasi rangkaian tantangan dan tugas itu menjadi sebuah prestasi kerja yang terbaik. Orang-orang yang memiliki High NAch selalu percaya bahwa berderet tugas – apapun tugas dan pekerjaan itu – selalu menjadi sebuah rute untuk mempersembahkan karya terbaik. Dan sungguh, inilah elemen kunci yang mesti dipahat oleh siapapun yang berkehendak menjadi insan yang profesional.

Pilar profesionalisme yang kedua adalah dengan ikhtiar untuk terus “belajar mengembangkan kompetensi diri”. Sebuah tekad yang dibalut oleh semangat untuk mempraktekkan prinsip lifetime learning (belajar sepanjang hidup). Bagi mereka selalu akan ada celah dan ruang untuk terus memekarkan potensi dan kapasitas diri. Selalu akan ada jalan untuk merekahkan pengetahuan, membasuh ilmu dan merajut ketrampilan. Bagi anggota Menwa yang profesional semacam itu, proses belajar mengembangkan kompetensi selalu bisa direngkuh dari segala jurusan. Sebab dalam semboyan Menwa Jayakarta dengan “Murda Sarwa Labda” dengan memiliki makna sebagai pelopor di segala bidang. Kepeloporan ini harus diimbangi dengan selalu belajar sepanjang hayat, everyone is a teacher and every place is a school. Sebuah kalimat yang indah bukan? Ya, sumber ilmu selalu bisa dijemput dari siapapun – entah dari seorang guru, dari atasan, bawahan atau dari rekan kerja. Dan sumber ilmu juga dicegat dari lokasi mana saja entah dari sekolah, dari perpustakaan, dari pasar yang penuh keramaian, atau dari lingkungan kantor yang selalu penuh dinamika.

Pilar profesionalisme yang ketiga adalah yang paling penting. Pilar itu adalah ruh spiritualitas yang kokoh. Sebab bagi kita, profesionalisme yang paling hakiki hanya akan punya makna jika ia dibalut oleh semangat spiritualisme yang kokoh. Inilah sebuah semangat yang selalu percaya bahwa segenap laku jejak

84

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

kehidupan profesional kita selalu ditautkan pada pengabdian kepada Yang Maha Mencipta. “Dan sesungguhnya, sholatku, ibadahku, dan hidup matiku hanyalah untuk Tuhan Sang Pencipta Alam”. Sebab itulah, insan yang profesional tidak hanya cerdas dalam praktek manajemen modern, namun juga mereka yang hatinya selalu rindu akan masjid (atau rindu pada gereja bagi para umat Kristiani, atau rindu pada pura bagi para pemeluk Hindu). Insan profesional sejati tidak hanya fasih bicara mengenai strategi dan leadership, namun mereka juga senantiasa fasih berdzikir memuja kebesaran Sang Pencipta. Dan insan profesional sejati tidak hanya tangkas mengelola tugas dan mengambil keputusan, namun mereka juga selalu mau bangun di tengah malam untuk berkontemplasi, membangun sebuah meeting yang sangat intens dengan Sang Pemelihara Jagat Raya.

Itulah tiga pilar yang menopang bangunan etos kerja profesional dalam sebuah semangat untuk merengkuh prestasi terbaik, sebuah semangat untuk terus belajar, dan sebuah semangat untuk selalu mengabdi pada Sang Pemberi Hidup. Praktekkan tiga pilar kunci ini, dan segenap insan Menwa pasti akan berjalan menuju Kemenangan Sejati.

Jadilah Komunikator TerbaikRealitas kehidupan Ibukota dengan heterogenitasnya menuntut kemampuan

komunikasi yang baik agar dapat beradaptasi dengan lingkungan yang penuh dengan segala dinamika kehidupan metropolitan. Anggota Menwa Jayakarta menjadi elemen pemuda yang berperan penting dalam pembangunan Ibukota Jakarta perlu membangun komunikasi ke berbagai elemen organisasi pemuda lainnya ataupun instansi pemerintah yang terkait. Kemampuan komunikasi yang baik menjadi modal dasar dalam membangun kesepahaman diantara elemen organisasi pemuda yang beragam asas dengan dasar etnis, agama ataupun kesamaan tujuan dan dapat menangkap tujuan empirik program pembangunan Ibukota oleh segala stakeholders. Oleh karena itu, ada 4 prinsip dasar untuk menjadi komunikator terbaik yaitu; prinsip pertama adalah fokus pada solusi, bukan pada masalah. Ketika kita berinteraksi di organisasi, acap kita menyaksikan orang saling sibuk berbicara mencari kambing hitam, menyalahkan pihak lain, dan melulu berfokus pada masalah. Bagian staf operasi menyalahkan staf Humas. Staf Humas menyalahkan Staf Personil. Dan Staf Kemarkasan menjadi tempat tumpahan kekesalan semua staf yang ada. Alih-alih berfokus melulu pada masalah dan sibuk mencari siapa kambing hitamnya, komunikasi kita akan jauh lebih

85

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

produktif jika kita fokus pada solusi. Sebagai misal, jika kita menemui hambatan dalam salah satu program kerja yang dijalankan di organisasi, maka segera kita mesti berdiskusi mencari jalan keluar untuk mengatasi hambatan itu. Otak kita mesti kita gedor untuk segera bicara mengenai solusi, dan menutup pintu bagi munculnya kata-kata yang menyalahkan pihak lain. Mencari-cari kesalahan dan menyalahkan pihak lain memang mudah, dan secara intuitif, banyak orang yang menyukainya. Namun ini hanya buang waktu, dan itulah mengapa banyak kinerja organisasi macet di tengah jalan. Lipatlah kebiasaan ini dan simpan rapat-rapat di dalam laci. Kelak jika Anda menemui rintangan, munculkan sikap yang FOKUS pada SOLUSI. Prinsip kedua yaitu Ganti kata-kata Tidak Bisa menjadi Bisa. Contoh sederhana : “Ndan, kita TIDAK bisa menyelesaikan “renops” ini tanpa dukungan tim logistik yang handal”. Kalimat ini akan menjadi lebih produktif dan meletupkan optimisme jika kita ganti menjadi : “Ndan kita bisa menyelesaikan “renops” ini dengan dukungan yang bagus dari tim logistik”. Atau contoh simpel lainnya : “Nak, kamu tidak akan naik kelas jika tidak belajar tekun”. Kalimat ini akan menjadi lebih elegan kalau kita ubah menjadi : “Nak, kamu pasti akan naik kelas jika rajin belajar”. Para pakar psikologi bilang, semakin banyak kata “tidak” dan kata negatif lainnya kita ucapkan, secara tidak sadar hal ini akan mendorong perilaku kita ke arah negatif (tidak bisa, tidak mampu, dst). Sebaliknya, dengan kalimat yang positif, dan ini dilakukan secara berulang, akan membuat perilaku kita menjadi lebih optimis dan kian produktif. Itulah mengapa ada sebuah nasehat yang mengharapkan agar setiap kosa kata yang mengandung makna negatif (seperti kata; tidak bisa, gagal, tidak mampu, tidak berpengalaman, tidak kompeten, dll) sebaiknya dienyahkan dari perbendaharaan komunikasi kita sehari-hari. Prinsip ketiga yaitu Katakan apa yang anda inginkan, bukan apa yang tidak anda inginkan. Prinsip ini mirip dengan prinsip nomer dua diatas. Yakni mengajarkan kepada kita untuk selalu membuat kalimat positif ketika ingin menyampaikan pesan. Sebagai misal, daripada mengatakan : “Mas, kalau nyetir mobil jangan kebut-kebut” lebih baik disampaikan dengan kalimat : “Mas, nyetir mobilnya hati-hati ya”. Atau contoh lain: “Kalau bikin laporan jangan ceroboh dan banyak bikin kesalahan”. Mengapa kita tidak menggantinya menjadi : “Kalau bikin laporan, tolong konsentrasi penuh agar semua data tersaji dengan akurat”. Prinsip terakhir atau keempat yaitu Fokus ke depan, bukan ke masa lalu. Dalam lingkungan pergaulan di organisasi kita acap mendengar kalimat seperti : “Nah, apa gue bilang kan……”. Atau kalimat seperti ini: “Nah, bener kan apa yang gue

86

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

sampekan…”. Oke, kalimat-kalimat seperti ini memang membuat yang ngomong merasa “hebat”, but so what? Jadi, daripada fokus pada masa lalu sebaiknya kita ucapkan : “Okay, kita ambil hikmahnya. Mulai sekarang dan ke depan, kita harus lebih…..”. Kalimat ini akan membuat mitra bicara kita menjadi lebih mendapat respek. Kalimat itu juga akan membuat kita lebih bisa fokus pada solusi, dan maju ke arah masa depan yang lebih baik. Demikianlah empat prinsip dasar komunikasi yang efektif. Semuanya sejatinya bersifat simpel, sederhana dan praktikal. Namun memang acap kita lupa untuk mempraktekkannya, dan dimana-mana kita banyak melihat orang mengabaikannya.

Di akhir tulisan saya, tersirat harapan semoga di ulang tahun setengah Abad ini Menwa Jayakarta dapat menjadi Resimen Pendidikan yang benar-benar menjadi laboratorium kepemimpinan bagi pembentukan karakter kebangsaan yang dapat dibanggakan dalam membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta, khususnya membangun Ibukota Jakarta yang kian hari kian membutuhkan kehadiran sosok pemuda pilihan dengan selalu menunjukkan prestasi terbaiknya.

***

87

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

JALAN PANJANG MENWA DALAM RENTANGAN ZAMANOleh: Tubagus Alvin Haryono, S.IP

Mendung di Langit Menwa

RESIMEN Mahasiswa atau yang biasa kita kenal sebagai Menwa seringkali diartikan sempit sebagai bentuk militerisasi kampus. Turunan dari pemikiran tersebut yang seringkali kemudian

mengembangkan wacana perlu atau tidaknya Menwa dipertahankan eksistensinya. Menurut anda?.

Ditelisik dari aspek sejarahnya bahwasanya pembentukan Menwa memiliki arah pada pembentukan sebuah kekuatan cadangan yang sewaktu-waktu selalu siap sedia bila diperlukan untuk mengangkat senjata mempertahankan keutuhan NKRI.

Selaras dengan makna lambang pena dan senjata; maka seorang anggota Menwa seharusnya mampu menselaraskan antara Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Keprajuritan. Sedangkan makna lambang buku; mengingatkan bahwasanya tugas utama anggota Menwa sebagai Mahasiswa adalah mengembangkan sisi keilmuan akademisnya.

Dari wacana di atas maka banyak sisi positif yang bisa diambil dari kegiatan Menwa dan seorang anggota Menwa seharusnya mampu menjadi role model bagi Mahasiswa lainnya, karena selain memiliki kemampuan akademis, seorang anggota Menwa memiliki sikap dan mentalitas yang kuat khususnya dalam hal ketegasan dan kedisiplinan.

Jika memang banyak segi positifnya, mengapa masih timbul wacana perlu atau tidaknya Menwa dipertahankan dalam dunia kampus di era sekarang ini?.

Menwa dan Fungsi Bela NegaraTRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) yang merupakan embrio

Menwa, lahir dalam situasi kondisi perang kemerdekaan dan turut bahu membahu

88

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

dengan komponen angkatan perang lainnya serta rakyat yang telah terbukti berhasil dalam hal mencapai kemerdekaan, sehingga kiprah dan perannya tidak perlu dipertanyakan lagi.

Sebagai suatu lembaga tingkat Mahasiswa, Menwa sesungguhnya mempunyai nilai strategis dan ideal bagi penggembangan potensi individu seorang Mahasiswa maupun kepentingan bela negara mempertahankan NKRI. Seperti konsep (ROTC/Korps Perwira Cadangan) yang dipraktekkan di beberapa perguruan tinggi di Amerika. Harapan yang sama bahwasanya Menwa diharapkan dapat mengisi celah yang kosong yang tidak dapat dipenuhi oleh lembaga resmi di bidang pertahanan.

ROTC sendiri di Amerika menjadi salah satu pintu perkaderan dan rekruitment yang penting untuk mendapatkan perwira-perwira militer yang mempunyai keahlian di bidang khusus yang dibutuhkan oleh institusi militer, sehingga ROTC di Amerika itu mempunyai nilai, peran, dan fungsi yang strategis. Hal inilah yang sejalan dengan semangat Menwa yang dilambangkan dengan pena dan senjata.

Menwa; “Kampus, Aku Pulang”Tanpa disadari atau entah memang sudah menjadi suatu budaya yang melekat,

bahwasannya menjadi anggota Menwa memiliki suatu gengsi sendiri. Bahkan harus diakui, bahwa ada sebagian anggota Menwa yang kemudian memiliki rasa superior dibandingkan mahasiswa lainnya. Dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri tahun 2000 yang menyatakan bahwa Menwa kini tidak lagi berada di bawah pembinaan Kementrian Pertahanan, melainkan berada di bawah pembinaan Perguruan Tinggi dengan status sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Atas dasar tersebut, maka jelas yang terjadi adalah penyamarataan dan tidak ada alasan lagi untuk merasa superior karena Menwa kini sudah benar-benar kembali ke kampus dan menjadi milik kampus seutuhnya. Sehingga di satu sisi yang berbeda sudah tidak tepat bila masih dikatakan bahwasannya Menwa sebagai konsep militerisasi kampus.

Meski berstatus sebagai UKM, Menwa tidak bisa disamaratakan begitu saja dengan UKM lainnya di kampus, karena jelas visi, misi, serta tujuan didirikannya Menwa memiliki arah yang jelas dengan sebuah cita-cita luhur tentang konsep bela negara, sehingga jelas tidak akan bisa bila diperbandingkan dengan UKM bersifat hobi atau olah raga.

89

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“…sebagai UKM yang memiliki konsep bela negara yang jelas, Menwa memikul harapan besar bahwasanya kombinasi civitas akademis dan penanaman jiwa perwira

yang dimiliki Menwa seharusnya mampu melahirkan

sosok negarawan ataupun pemimpin besar di masa

mendatang…”

Dalam sudut pandang lain, dengan statusnya yang kini sebagai UKM yang notabennya organisasi intra kampus, maka besar pengharapan dari berbagai pihak bahwasanya Menwa menjadi organisasi yang bebas dari kepentingan manapun, mampu manjaga idealisme, dan netralitas dalam bertindak. Dan sebagai UKM yang memiliki konsep bela negara yang jelas, Menwa memikul harapan besar bahwasanya kombinasi civitas akademis dan penanaman jiwa perwira yang dimiliki Menwa seharusnya mampu melahirkan sosok negarawan ataupun pemimpin besar di masa mendatang yang mampu membawa Indonesia pada suatu lompatan besar, serta mampu menjaga wibawa bangsa di mata dunia.

Menwa di Era InformasiSeiring dengan semakin berkembangnya zaman dan tingkat kompeksitasnya

yang semakin tinggi, maka Menwapun dituntut untuk dapat bergerak secara dinamis dalam melakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi perkembangan zaman tersebut.

Saat ini dunia tengah memasuki wilayah yang sering disebut dengan information age. Ditengah-tengah era informasi ini, penguasaan informasi dan teknologi merupakan suatu keharusan mutlak.

Kemajuan IPTEK yang semakin cepat ini juga diikuti dengan dinamika kemahasiswaan yang terjadi secara simultan, tidak terkecuali dengan Menwa. Meski dididik dengan konsep-konsep militer yang kental, para anggota Menwa diharapkan mampu mengikuti perkembangan zaman tidak hanya pada informasi yang bersifat formil, tapi juga yang bersifat pergaulan anak muda yang lebay, narsis, bahkan alay. Di sisi lain, para anggota Menwa harus tetap memiliki ketegasan, kedisiplinan, dan wibawa khas militer sehingga mampu menjaga Menwa sebagai perwujudan organisasi yang mempunyai wibawa, mapan, dan stabil.

Secara fungsi strategis, dengan dukungan teknologi maka penguatan jaringan informasi harus mampu dimanfaatkan dengan sangat baik untuk

90

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

membangun jaringan yang luas guna menopang fungsi strategis Menwa sebagai kekuatan cadangan baik untuk melakukan kordinasi dan konsolidasi untuk bergerak secara lokal, nasional, regional, dan bahkan internasional ataupun merespons secara cepat dan tepat terhadap setiap isu yang berkembang dalam rangka mempertahankan NKRI. Karena jelas bahwa peperangan zaman sekarang

orientasi penguasaan arus informasi.

Menwa Dengan Sebuah Pendekatan Bercita Rasa HumanisKuatnya arus informasi telah menciptakan suatu percepatan dalam

perkembangan zaman dan dinamika kehidupan berbangsa yang dinamis dan hal tersebut bergerak linier dengan tantangan yang harus dihadapi tak terkecuali pada area pola pikir ataupun budaya pergaulan dari Mahasiswa. Hal inilah yang harus mampu direspon oleh setiap individu anggota Menwa sehingga mampu menyesuaikan gaya namun tetap dalam kooridor baik, sehingga tetap memiliki wibawa dan mampu memberi warna yang baik sebagai role model, bukannya terwarnai oleh suasana budaya yang kian sekuler dan seringkali tidak mengindahkan norma-norma ketimuran yang selama ini menjadi suatu kebanggaan dalam kearifan lokal khas bangsa Indonesia.

Paradigma tentang Menwa yang telah terbentuk dan stigma yang melekat sekian lama membuat anggota Menwa punya kelas tersendiri di mata teman-teman kampusnya. Entah bercanda karena hormat atau meledek (tapi anggap saja itu suatu sanjungan) sering terdengar sapaan canda “siap komandan”, “apa kabar perbatasan”, atau “laut arafuru aman ndan”; pastinya hal tersebut telah

anggota Menwa di mata teman-teman mahasiswanya.Permasalahan yang masih sering timbul ada saat ini adalah merubah stigma

paradigma tentang “anak Menwa” yang terkesan “menakjubkan” bila tidak boleh menyebut “angker”. Dengan demikian, yang sebenarnya perlu dilakukan adalah perubahan pola pendekatan yang lebih bersifat humanis karena “Menwa juga Mahasiswa yang berhak punya cinta”.

Dunia Mahasiswa yang identik dengan kebebasan jelas berbeda dengan dunia Akademi Militer yang sarat dengan kedisiplinan. Karenanya peranan Menwa yang ada pada dua alam tersebut sebagai mahasiswa dan sebagai “pasukan cadangan” juga harus bisa berperan sebagai “jembatan” yang mampu mengejawantahkan

91

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

secara benar bahasa ataupun tindakan Militer dengan ala Mahasiswa yang sering kali beda cara pandang meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama

Bukan suatu hal buruk tentang apa yang menjadi stereotype anggota Menwa. Namun dengan karakteristik Menwa yang kuat justru seharusnya hal itu dimanfaatkan menjadi strong point untuk menanamkan hal-hal positif yang membangun, wabil khusus dalam hal konsep-konsep nasionalisme, bela negara, semangat jiwa patriotis dan nation building dikalangan mahasiswa secara khusus dan di kehidupan bermasyarakat secara umum.

Sebagai contoh pendekatan humanis; belakangan ini sering kita lihat aparat penegak hukum include seragam kebesaran korpsnya tampil melucu, bernyanyi, aktif dalam jejaring sosial hingga berdakwah. Bahkan ketika hal ini disorot oleh media untuk menjadi santapan publik hal ini telah mampu memberi citraan tersendiri bahkan memiliki tempat khusus dalam dunia entertainment negeri ini dan hasilnyapun direspons positif oleh masyarakat. Namun demikian, pendekatan humanis tersebut tidak bisa disebut suatu terobosan, karena hal inilah yang memang telah menjadi tuntutan keadaan untuk menghilangkan sekat antara militer dengan sipil. Karena hanya dengan pendekatan humanislah cara paling efektif yang mampu membangun kesadaran bahwa militer adalah “kue” yang sama meski dalam irisan berbeda. Meski bisa bergerak teratur, seirama, dan menjadi yes man bagi atasannya individu dalam anggota militer bukanlah robot yang terprogram. Kedisiplinan adalah hasil latihan dan ketegasan adalah karakter yang terbentuk dari profesionalisme. Namun demikian individu dalam anggota militer tetaplah manusia biasa berhak mengumbar lagu cinta dan juga punya air mata saat patah hati

Bukan hal mudah untuk menanamkan hal-hal berbau bela negara, nasionalisme, dan sebagainya yang berbau euforia patriotik kepada mahasiswa secara khusus dan anak muda secara umum, yang sesungguhnya hal tersebut menjadi modal dasar yang maha penting guna mempertahankan keutuhan suatu bangsa dari gempuran arus budaya informasi yang menjajah secara terselubung dengan kesenangan yang memabukkan dan terkadang memecah belah akibat tidak

perlu kemasan apik yang mampu menyentuh hal-hal kesenangan yang sesuai dengan usia dan tingkat sosial tertentu. Tugas Menwalah sebagai kelompok anak muda/Mahasiswa yang memiliki pengetahuan akademis mumpuni dan lebih dulu memiliki tingkat kesadadaran/tersadarkan tinggi akan pentingnya penanaman

92

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

rasa nasionalisme dan bela negara yang dinilai paling tepat untuk bisa memberi pendekatan humanis dengan kemasan apik sesuai dengan tingkat usia dan tingkat sosial anak muda/Mahasiswa.

Perjalanan Panjang Berusia Setengah AbadBukan hal mudah untuk mempertahankan eksistensi organisasi selama

setengah abad. Memperingati setengah abad Menwa Jayakarta (15 mei 1962-15 Mei 2012), Menwa Jayakarta perlu mendapat apresiasi atas pengabdiannya baik di lingkungan kampus maupun sosial kemasyarakatan.

Di tengah pasang surut semangat organisasi, benturan dalam masyarakat, hingga dinamika politik nasional yang secara langsung ataupun tidak langsung

mampu tidak saja bertahan, tapi berdiri tegak diantara pusaran badai. Hal ini secara sadar ataupun tidak telah menjadi suatu pembuktian bahwa Menwa Jayakarta telah menjadi organisasi besar. Bisa dikatakan besar bukan hanya karena faktor usia saja, tapi terlihat dari bagaimana Menwa Jayakarta mampu mempertahankan eksistensi dalam sebuah ritme yang relatif stabil. Karena banyak organisasi yang tua secara usia namun tidak bisa mempertahankan ritme sehingga bukan semakin besar justru makin mengkerdil dan memasuki era anti klimaks.

Pemuda masa kini adalah gambaran masa depan negeri ini. Masih dalam rangka semangat euforia setengah abad Menwa Jayakarta, inilah moment yang tepat untuk Menwa Jayakarta mengambil posisi sentral dalam warna perubahan bangsa di masa mendatang, tidak hanya berperan sebagai agent of change tapi memerankan fungsi sebagai director of change. Alasan kuatnya adalah bangsa ini perlu dipegang oleh tangan yang tepat untuk menjadi besar. Amat sangat disayangkan bila sebuah organisasi besar dengan blue print yang bagus hanya menempatkan kadernya yang berintegritas tinggi hanya pada posisi agent yang skema besarnya dipegang oleh seorang director yang entah darimana asalnya.

Sebagai penutup, dengan penuh hormat terhatur doa untuk kebesaran Menwa Jayakarta yang telah genap berusia setengah abad. Semoga karya dan pengabdian Menwa Jayakarta pada bangsa Indonesia hingga saat ini dan di masa mendatang mampu memberi arti pada arah bangsa Indonesia, menjadi pelangi yang indah setelah hujan, menjadi pohon besar nan kuat yang meneduhkan, dan janganlah usia setengah abad ini hanya menjadi bunga indah yang sekali berarti setelah itu mati.

***

93

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

MENWA AKAN PUNAH, BILA TIDAK BERUBAHOleh: Drs. Agus Setiaji,M.Si., AAIJ., QIP., RFA., RIFA., CHRP

ALANGKAH bangganya seorang lulusan SMAN 46 Jakarta, pada suatu hari di tahun 1985, membaca pengumuman Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru), pada lembaran

pengumuman tercantum nama Agus Setiaji diterima sebagai Mahasiswa IKIP Jakarta Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan.

Beberapa bulan kemudian, kebanggaan saya bertambah, ketika pada pengumuman penerimaan anggota baru Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta, saya dinyatakan diterima setelah melewati beberapa tahap seleksi di tingkat kampus yang cukup keras. Dari 300 pendaftar, yang dinyatakan diterima sebagai anggota hanya 60 orang, bayangkan apakah tidak bangga dari 3.000 mahasiswa baru IKIP Jakarta tahun 1985, hanya 60 yang menjadi anggota baru Menwa IKIP Jakarta.

Rasa bangga saya tidak berhenti, bertambah terus setiap tahun, bertambah bangga setelah aktif di Menwa, dan dipercaya para Senior Menwa IKIP Jakarta menjadi Komandan Peleton, Komandan Kompi, Wakil Asisten Operasi dan bertambah bangga sekali, setelah terpilih menjadi Komandan Batalyon 3 IKIP Jakarta periode 1988 – 1989. Rasa bangga tak terhenti sampai, hingga pada Rapat Ikatan Keluarga Alumni Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta tahun 2012, dipercaya Senior Alumni Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta menjadi Bendahara Ikatan Keluarga Alumni Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta. Jadi banyak sekali rasa bangga yang saya dapatkan dari Menwa mulai tahun 1985 – 2012.

Ketika Kasmenwa Jayakarta, Saudara Rasminto pada acara Silaturahmi Alumni Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta bulan September 2012, meminta saya untuk menyampaikan opini terhadap Menwa, saya juga sangat bangga, dihargai sebagai Senior Menwa Jayakarta.

Judul opini di atas, terinspirasi dari cerita mengenai binatang yang bernama Dinosaurus, dimana pada beberapa ribu tahun yang lalu, Dinosaurus menjadi binatang yang paling besar, berpengaruh dan berkuasa di muka bumi ini.

94

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Pada perkembangannya, Dinosaurus, lenyap atau punah, dan menurut penelitian para ahli purbakala, Dinosaurus punah dari muka bumi ini, karena tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah, beradaptasi dalam banyak hal, sehingga sampai dengan hari ini kita tidak akan pernah melihat lagi secara realvideo dan cerita para ahli sejarah purbakala semata. Begitu pula dengan organisasi kemahasiswaan yang kita banggakan, yang bernama Menwa, jangan sampai beberapa puluh tahun lagi, atau beberapa tahun lagi, tidak akan terdengar atau bahkan tidak ada lagi Menwa, alangkah sedihnya para pendiri dan para alumni, apabila hal tersebut benar menjadi kenyataan. Waktu yang akan menjawab?!! apakah Menwa akan tetap ada atau tidak ada, di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini?!!.

Dengan pertimbangan organisasi Menwa harus tetap abadi sepanjang masa, sebagaimana Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka tampaknya Menwa harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, menyesuaikan diri dengan bermacam perubahan di dunia ini, dimana tidak ada yang dapat abadi di dunia ini, yang abadi hanya perubahan itu sendiri.

Memperhatikan hal tersebut, maka perlu dilakukan langkah strategis, agar dapat terus berdirinya organisasi yang bernama Menwa.

Untuk mencapai harapan tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan, dimana Menwa memiliki beberapa tantangan & hambatan antara lain : diakui atau tidak, dari dulu sampai sekarang tidak semua pihak senang dengan keberadaan Menwa, koordinasi diantara anggota Menwa sulit, keputusan lambat, wewenang tak jelas dan anggaran terbatas.

Namun dibalik hambatan tersebut, Menwa memiliki potensi untuk menjadi organisasi terbaik di Indonesia, potensi tersebut adalah : disiplin yang kuat, penghormatan yang tinggi kepada Senior, legalitas organisasi yang jelas, ikatan solidaritas yang kuat, anggota yang tersebar di seluruh Propinsi di Indonesia, sehingga memiliki jaringan yang luas.

Memperhatikan hal tersebut, maka diperlukan usaha dan proses perbaikan yang sangat besar dari Menwa, dimana dibutuhkan perubahan secara bertahap dari Menwa, dalam hal ini melakukan penyesuaian diri dengan perubahan zaman, jika bahasa kerennya adalah Menwa harus melakukan Transformasi dan Reformasi.

Next, yang dibutuhkan dari Menwa untuk mensukseskan program tersebut adalah : full komitmen dan kerjasama, karena program tersebut merupakan

95

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

program Menwa semata. Transformasi dan Reformasi apa yang diperlukan Menwa dewasa ini? yang

diperlukan Menwa adalah melakukan Transformasi dan Reformasi dibidang :1. Organisasi Menwa2. Pembinaan Anggota Menwa3. Pembinaan Alumni MenwaPertama, bagi Menwa diperlukan suatu model organisasi yang sesuai

dengan perkembangan zaman, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Trend organisasi dewasa ini adalah . Menwa harus menjadi organisasi kemahasiswaan yang fokus kepada kebutuhan Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa serta berfungsi men-deliver layanan yang dibutuhkan Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa itu sendiri.

Organisasi Menwa merupakan organisasi kemahasiswaan, dimana interaksi, fokus kepada kebutuhan Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa adalah menjadi prioritas.

Implementasi dari program ini dapat dilakukan dengan melikuidasi Batalyon atau Satuan Menwa yang tidak fokus kepada kebutuhan Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa serta tidak berfungsi mendeliver layanan yang dibutuhkan Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa. Sebaliknya Menwa juga harus mengembangkan organisasi Batalyon atau Satuan yang fokus kepada kebutuhan dan mendeliver layanan yang dibutuhkan Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa.

Apabila Menwa telah dapat fokus kepada kebutuhan dan mendeliver layanan kepada Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa, serta dapat memberikan kepuasan yang optimal, diharapkan eksistensi Menwa dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya oleh Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa.

Kedua, Transformasi dan Reformasi dalam bidang Pembinaan Anggota Menwa, dimana Batalyon atau Satuan merupakan ujung tombak organisasi dalam melayani Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa serta melayani anggota Menwa sendiri.

Trend pengelolaan dewasa ini adalah Implementasinya adalah dengan memiliki anggota dengan , baik unsur anggota, staff ataupun pimpinan Menwa, dengan

96

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“…janganlah takut dengan perubahan, takutlah bila di

Menwa tidak ada perubahan. Bila Menwa tidak berubah,

Menwa akan punah ”

ciri umum : team work, disiplin, penuh semangat kerja, rasa percaya diri, suka bersosialisasi, bisa melakukan humor.

Tahap pertama dari pemenuhan anggota Menwa dilakukan dengan assesment terhadap calon anggota Menwa. Seleksi dapat dilakukan bersama Fakultas Psikologi atau Konsultan Psikologi, untuk mencari anggota Menwa yang memiliki

. Apabila dalam hasil assesment, calon Menwa tidak memenuhi maka calon tersebut tidak dapat diterima menjadi anggota

Menwa. Tidak ada pilihan lain dewasa ini, dimana segenap anggota Menwa harus memiliki baik sebagai unsur staff maupun pimpinan.

Setelah dilakukan assesment & rekrut, dilanjutkan training dengan materi pelatihan yang disusun berdasarkan kebutuhan Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa, yang antara lain meliputi : latihan dasar kemiliteran, kepemimpinan, organisasi, bela diri, bahasa Inggris, wirausaha, komunikasi, bermacam kompetensi yang dibutuhkan dan masih banyak yang lain. Dengan implementasi program tersebut, maka anggota Menwa akan menjadi anggota yang terseleksi secara transparan, profesional, menjunjung tinggi kompetensi dan memiliki

Ketiga, Transformasi dan Reformasi dalam Pembinaan Alumni Menwa. Tidak semua alumni Menwa mendapatkan pekerjaan yang layak di masyarakat, namun terdapat pula alumni yang sukses di pemerintahan atau swasta serta terdapat alumni Menwa yang belum berhasil diserap lapangan pekerjaan.

Mungkin ini merupakan satu faktor mengapa jumlah anggota Menwa menurun setiap tahun, dimana sebagai contoh adalah Menwa IKIP Jakarta yang dahulu dikategorikan setingkat Batalyon yang memiliki ratusan anggota, pada masa sekarang hanya digolongkan setingkat Satuan yang anggotanya dapat dihitung dengan jari tangan dan jari kaki.

mengikuti kegiatan lain yang lebih bermanfaat untuk masa depan ketimbang menjadi anggota Menwa yang masa depannya tak terjamin, apalagi setelah aktif malang melintang 24 jam sehari berbakti di Menwa, kadang yang namanya kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki.

97

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Memperhatikan hal tersebut, maka masa depan anggota Menwa harus mendapatkan perhatian dari Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa, jika ingin Menwa tetap abadi sepanjang masa.

Strategi Pembinaan Alumni Menwa harus bergerak ke arah Implementasi program tersebut adalah dengan memberikan banyak pelatihan

dibutuhkan oleh lapangan kerja, sehingga alumni Menwa yang telah lulus kuliah dapat diserap oleh lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia, tanpa terkecuali. Kegiatan tersebut harus pula mendapatkan dukungan dari Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa.

Dengan program ini, diharapkan alumni Menwa dapat diserap sebagai tenaga pengajar atau tenaga administrasi di Universitas atau menjadi anggota TNI/Polri atau bekerja di BUMN/BUMD di seluruh Indonesia atau menjadi anggota DPR/DPRD atau bahkan duduk di Kabinet Pemerintahan. Jadi kebutuhan dunia kerja dari Sabang sampai Merauke dapat diisi oleh Alumni Menwa.

Implementasi tahap awal dari program ini yang relatif mudah adalah dengan memberikan beasiswa kepada seluruh anggota Menwa oleh Civitas Akademika Universitas dan Stakeholder Menwa. Dengan Transformasi dan Reformasi Berbasis , diharapkan organisasi Menwa akan menjadi organisasi kemahasiswaan yang keberadaannya akan tetap abadi sepanjang masa. Tampaknya rasa bangga saya terhadap Menwa akan sepanjang masa, sepanjang keberadaan Menwa yang tetap abadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jadi, janganlah takut dengan perubahan, takutlah bila di Menwa tidak ada perubahan. Bila Menwa tidak berubah, Menwa akan punah.

***

98

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

PERAN RESIMEN MAHASISWADALAM KETAHANAN BANGSA DAN NEGARAOleh: Ivan Louise Barus

DI umurnya yang setengah abad ini, Resimen Mahasiswa sebagai sebuah organisasi kepemudaan telah banyak memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa dan negara Indonesia

secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung banyak rekan-rekan didalam Resimen Mahasiswa terlibat diberbagai misi kemanusiaan di seluruh Indonesia dalam mendukung tugas dan peran Pemerintah seperti di Timor-timur. Peran aktif Menwa dalam menjadi tenaga pendukung di daerah-daerah seperti Timor-timur telah meringankan tugas Pemerintah dan membantu mendidik sesama saudara bangsa di daerah yang mungkin orang-orang biasa enggan atau sungkan untuk bekerja di sana. Di lingkungan kampus, peran menwa juga sangat terasa, disetiap kesempatan Menwa terlibat sebagai organisasi yang mampu menjaga keamanan dan ketertiban. Di saat negara dalam keadaan gawat ataupun perang, menwa berfungsi sebagai komponen cadangan apabila diperlukan oleh negara. Secara langsung Menwa sebagai organisasi kepemudaan memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam menunjang pertahanan dan ketahanan bangsa Indonesia. Di sisi lain, diusianya yang ke lima puluh banyak sekali suara-suara yang menyerukan untuk pembubaran menwa sebagai sebuah organisasi. Suara-suara yang menyerukan ini kadang menpunyai persepsi yang salah dan masih terbelenggu oleh euporia reformasi. Hingga saat ini masih banyak yang sedang melakukan misi kampanye gelap terhadap segala hal yang berbau orde baru dan militer gaya lama. Persepsi masyarakat yang seperti ini memang dapat dimaklumi karena memang dulu menwa bekerjasama erat dengan militer dan di perparah dengan perilaku segelintir oknum yang mencemarkan nama baik menwa secara menyeluruh. Akan tetapi sekarang kita tahu bahwa seiring dengan reformasi, menwapun juga telah mengikuti arus perubahan yang disertai dengan perbaikan diri secara intens di dalam organisasi mereka. Wacana pembubaran menwa yang dihembuskan oleh elemen-elemen

99

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Wacana pembubaran Menwa yang dihembuskan oleh elemen-

elemen masyarakat tertentu sangatlah tidak tepat. Disadari ataupun tidak, Menwa sebagai sebuah organisasi kepemudaan memiliki fungsi dan peran yang

lebih penting secara strategis untuk ketahanan bangsa

Indonesia saat ini dan di masa selanjutnya ”

masyarakat tertentu sangatlah tidak tepat. Disadari ataupun tidak, Menwa sebagai sebuah organisasi kepemudaan memiliki fungsi dan peran yang lebih penting secara strategis untuk ketahanan bangsa Indonesia saat ini dan di masa selanjutnya. Menwa sebagai organisasi adalah sebuah platform yang baik untuk membentuk perangkat lunak calon-calon pemimpin bangsa kita kedepanya.

Pengertian pertahanan di abad ke duapuluh satu sekarang ini telah meluas bukan hanya sekedar dalam pengertian pertahanan konvensional yang mempertahanankan negara dari invasi negara asing. Di abad ke dua puluh satu, konsep ketahanan negara mencakup ketahanan ekonomi, politik, energi, pangan dan masih banyak lagi dimensi yang lainya. Untuk suatu negara menguasai negara lain sekarang ini lebih banyak dipergunakan cara-cara rahasia dan bawah tanah. Sekarang ini sangatlah jarang sebuah negara mau menginvasi secara langsung dengan mengirimkan pasukan-pasukanya ke negara tertentu untuk mendudukinya seperti zaman kolonial dulu. Perang konvensional seperti perang di Irak dan Afghanistan memerlukan biaya yang sangat tinggi sehinga dapat mengguncangkan ekonomi negara sekelas Amerika Serikat sekalipun. Pada zaman sekarang ini, negara-negara yang mau mengusai negara tertentu lebih suka mengunakan cara adu domba yang lebih murah. Dengan membuat suatu negara menjadi tidak stabil dan tidak kuat, negara-negara adidaya tersebut dapat menguasai sumber daya negara yang dituju. Libya dan Mesir adalah contoh negara yang menjadi korban oleh cara-cara seperti itu.

sendiri yang dimodali oleh pihak asing sehingga mereka yang sudah berkuasa dengan tangan besi sekian lamapun dapat digulingkan. Sesuatu yang mirip terjadi kepada negara kita pada jaman Pak Harto di tahun ‘98. Hal –hal tersebut akan sangat lebih mudah terjadi di negara-negara dengan sistem demokrasi yang belum matang seperti Indonesia.

100

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Apa penyebab semua itu? kenapa negara-negara tersebut dapat dengan mudah diadu domba? jawabanya adalah karena banyaknya pemuda-pemuda negara tersebut yang sudah dipengaruhi oleh agen-agen asing dan telah melupakan ajaran dasar negaranya dan hilanganya rasa kebangsaan dan nasionalisme pemuda di negara-negara tersebut. Bukannya menjadi pelopor pembangunan tetapi mereka malah menjadi agen asing dalam mengeksploitasi bangsanya sendiri. Secara sistematis negara-negara adidaya juga aktif merekrut pemuda-pemuda di negara yang mereka ingin kuasai. Berbagai cara yang mereka lakukan dari memberi beasiswa, pertukaran pelajar dan bahkan secara langsung mendekati pemuda-pemuda tersebut dengan iming-iming uang kerap dilakukan. Semua ini dapat dengan mudah terjadi di negara yang dimana pemudanya mempunyai semagat nasionalisme yang rendah.

Realitas tersebutlah yang membuat peran Menwa dalam menunjang ketahanan Negara menjadi lebih penting dan strategis lagi. Ini semua seperti apa yang telah kita perhatikan akhir-akhir ini bahwa Indonesia sudah memasuki tahap pengkondisian adu domba ditengah masyarakat untuk memecah-belah negara ini. Pada dasarnya kesatuan bangsa kita memang rawan perpecahan karena faktor–faktor yang berbau SARA dan bahkan sekarang ditambah dimensi pertentangan politik, kesenjangan sosial, dll. Masalah ini diperparah dengan kondisi sosial masyarakat yang dimana masih banyaknya masyarakat yang memiliki pendidikan rendah dan tingginya jurang kesenjangan sosial di masyarakat kita. Kondisi masyarakat yang seperti ini sangatlah mudah menjadi ajang permainan pihak asing.

Tanpa pemimpin-pemimpin di masyarakat yang mampu menjelaskan dan menetralisir kondisi ini di masyarakat, kita hanya tinggal menunggu waktu untuk negara kita mengalami nasib yang sama seperti Libya dan Mesir, bahkan seperti Yugoslavia. Realitas ini sangatlah nyata di negara kita sekarang ini. Indonesia yang terletak di jalur perdagangan internasional yang strategis ditambah sumber daya alam dan pasar yang besar selalu menjadi rebutan banyak negara dari dulu hingga sekarang. Ini membuat negara kita menghadapi gangguan-gangguan dari negara-negara asing yang mencoba menguasai sumber daya alam kita. Fungsi strategis Menwa disini adalah membantu membentuk perangkat lunak dari calon-calon pemimpin masa depan kita. Resimen Mahasiswa yang merupakan suatu organisasi yang semi militer membantu membentuk karakter para mahasiswa-mahasiswa kita yang notabennya calon–calon pemimpin masa depan kita. Di sana

101

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

mereka diajarkan untuk menjadi pribadi-pribadi yang disiplin, berjiwa ksatria, pantang menyerah yang perduli pada bangsa dan negaranya. Menwa membantu membentuk cendikawan-cendikawan yang diperlukan untuk membangun bangsa dan negara ini. Cendikiawan–cendikiawan sangatlah diperlukan di bangsa ini karena berbeda dengan hanya sekedar pintar, cendikiawan adalah orang pintar yang perduli akan sekitarnya. Dan menwa sangat mampu untuk membentuk pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi cendikiawan-cendikiawan Indonesia.

Setiap anggota Menwa akan mendapatkan pelatihan semi militer yang dapat memperkuat karakter mereka. Karakter yang kuat yang melatih mereka untuk tahan atas kesulitan yang dialami melalui latihan–latihan seperti itu akan membuat mereka menjadi pemuda-pemuda yang tidak gampang menyerah dan cengeng. Karakter yang sangat diperlukan untuk memimpin negara seperti Indonesia. Disini mereka juga dilatih untuk menjadi pemimpin–pemimpin melalui berbagai kegiatan-kegiatan pelatihan kepemimpinan dan juga melalui penempatan–penempatan di berbagai unsur kepemimpinan dalam struktur organisasi menwa itu sendiri. Sturuktur yang jelas dan aturan–aturan yang ada akan membuat mereka menjadi terbiasa untuk mengikuti peraturan apabila nanti mereka ditempatkan menjadi pemimpin di masyarakat. Mahasiswa-mahasiswa yang notabennya memiliki kelebihan secara intelektual akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi karena merekapun akan memiliki karakter pejuang yang tidak gampang menyerah karena mereka mendapat pelatihan-pelatihan tersebut di dalam Resimen Mahasiswa.

Pemuda–pemuda yang tangguh pintar dan berkarakter sangatlah kita butuhkan karena mereka yang akan menjadi pemimpin-pemimpin kita di masa depan. Resimen mahasiswa sangatlah diperlukan sebagai garda terakhir untuk mendapatkan dan melatih calon-calon pemimpin yang berkarakter karena sekarang ini dari kota hingga desa para pemuda kita sudah dipengaruhi oleh gaya hidup hedonistik yang lebih mementingkan kepuasan material. Resimen Mahasiswa sebagai penyaluran kegiatan yang positif akan juga menghindarkan pemuda-mahasiwa dari tindakan-tindakan yang negatif seperti penyalahgunaan narkoba, tawuran dan demonstrasi bayaran di jalan-jalan. Menwa juga merupakan pengalihan yang baik agar mahasiswa-mahasiswa menghabiskan waktu senggang mereka secara positif.

Di dalam Menwa wawasan kebangsaan dan cinta tanah airpun sangat kental diajarkan kepada anggota-anggotanya. Hasilnya ini menciptakan pemuda-

102

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

pemuda yang nasionalis yang paham atas dasar-dasar negara dan cinta terhadap tanah airnya. Bilamana mereka menjadi seorang pemimpin di masa depan jiwa nasionalisme yang mereka miliki akan sangat berguna untuk melawan upaya-upaya pihak luar yang ingin menggunakan dan mengadu domba masyarakat kita. Selain itu, pengetahuan dan antusiasme nasionalisme yang mereka dapati selama pelatihan keresimenan dapat mereka tularkan ke lingkungan mereka dan teman-teman mereka sehingga mereka menjadi agen-agen penular semangat nasionalis yang efektif.

Selain itu juga, kegiatan Resimen Mahasiswa dapat menumbuhkan rasa persatuan diantara pemuda-pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai macam latar belakang. Ini karena di dalam pelatihan yang berat, kesusahan yang mereka rasakan bersama akan menimbulkan rasa persaudaraan yang kental yang disebabkan oleh latihan berat yang mereka lalui bersama-sama. Sehingga sewaktu mereka terjun di masyarakat menjadi pemimpin di lingkungan mereka dapat menjadi contoh yang mempromosikan toleransi antar sesama saudara sebangsa yang sudah sangat berkurang saat ini. Walaupun terlihat sebagai organisasi kepemudaan biasa tapi apabila kita melihat lebih dalam dan cermati, kita jelas-jelas dapat melihat betapa pentingnya menwa untuk kepentingan bangsa dan negara ini. Menwa membantu melatih pemuda-pemuda kita yang terbaik secara intelektual untuk memiliki karakter dan pola tindak yang nasionalis. Menwa secara sadar ataupun tidak telah berkontribusi secara langsung dan tidak langsung dalam membangun ketahanan bangsa kita. Langsung sebagai rekan dan komponen cadangan dalam keadaan sulit . Dan tidak langsung karena menwa dapat menjadi wadah untuk membentuk calon-calon pemimpin yang memiliki karakter.

Jadi sangatlah tidak rasional bilamana ada suara-suara yang menyerukan pembubaran menwa sebagai suatu organisasi kepemudaan. Walalupun menwa memiliki beberapa kelemahan tapi kita bisa memperbaiki kekurangan itu daripada membubarkan organisasi menwa secara menyeluruh. Ini karena apabila kita melakukan hal tersebut bukan hanya saja konyol tapi kita malah mengambil langkah mundur. Di banyak negara maju mereka malah memperluas pendirian organisasi semacam menwa hingga tingkat SMP dan SMA. Sebagai contoh bagi saya yang telah lama bersekolah di Singapura sangat meyakini pembentukan organisasi semi militer seperti menwa. Mereka bahkan telah membentuk organisasi semacam menwa dari tingkat SMP hingga SMA yang disebut NCC (

). Di Singapura selain pendidikan intelektual yang digalakan merekapun

103

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

berinvestasi banyak ke dalam mekanisme perkembangan karakter. Apabila banyak yang takut kalau Menwa akan menjadi organisasi yang terlalu militeristik dan arogan kita bisa mencontoh Singapura. Di Singapura organisasi seperti NCC bukan saja semi militer tetapi malah seratus persen mengadopsi cara-cara dan artribut militer lengkap dengan kepangkatannya. Selain itu, mereka memiliki wajib militer yang diharuskan untuk semua pemudanya. Hasilnya, Singapura negara kecil yang tidak mempunyai kelebihan sumber daya alam yang seperti dimiliki Indonesia dapat menjadi negara termakmur di Asia Tenggara. Ini semua bisa terjadi karena mereka memiliki pemuda-pemuda yang pintar dan berkarakter kuat dan nasionalis. Singapura negara kecil yang relatif damai bahkan telah mengambil langkah menggunakan jalur militer untuk membentuk karakter pemudanya. Di Indonesia apabila kita tidak mampu melakukan wajib militer karena masalah biaya dan lain-lain setidaknya kita harus mempertahankan menwa sehingga kita masih bisa membentuk karakter calon-calon pemimpin masa depan kita.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal Menwa sebagai sebuah organisasi harus menanggapi kritikan dengan bijaksana. Menwa harus memperbaiki doktrin sehingga masyarakat tidak melihat menwa sebagai suatu organisasi yang terlalu militeristik. Pendidikan demokrasi dan wawasan kebangsaan harus lebih ditingkatkan. Seleksi calon anggotapun harus seketat mungkin sehingga berkurangnya insiden-insiden yang mencoreng nama Menwa yang melibatkan oknum Menwa yang kurang baik. Pendekatan ke masyarakatpun harus ditingkatkan sehingga dengan meningkatnya komunikasi akan mengurangi kesalahpahaman dan memperbaiki citra menwa. Menwa sebagai kumpulan para intelektual muda Indonesia harus lebih sering lagi menunjukan buah pemikiran mereka di dalam masyarakat. Tunjukan bahwa Menwa itu adalah calon-calon pemimpin bangsa yang demokratis dan nasionalis. Strategi public relation harus diubah yang menunjukan karakter humanis nasioanalis menwa dibandingkan sosok militeristiknya. Ini karena bagaimanapun juga kita sudah terlanjur berkomitmen terhadap reformasi dan mengadopsi cara-cara demokratis. Bilamana menwa mau lebih lama lagi berperan dalam pembangunan bangsa maka menwapun harus melakukan perubahan-perubahan yang sesuai dengan tuntutan jaman tapi tetap tanpa mengkompromikan karakter dasar Menwa yang menjunjung intelektualitas dan nasioanalisme.

Menwa memiliki peran yang sangat strategis dalam ketahanan bangsa. Selama lima puluh tahun Menwa Jayakarta telah berkontribusi secara langsung

104

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia. Menwa telah menjadi partner negara dalam melakukan pembangunan di seluruh tanah air. Akan tetapi fungsi mereka yang lebih penting adalah pembentukan calon-calon pemimpin bangsa yang berjiwa nasionalis dan perduli akan bangsanya. Untuk menghindari negara ini dari perpecahan yang dikondisikan oleh bangsa lain kita perlu pemimpin-pemimpin yang pintar, berkarakter kuat dan cinta akan tanah airnya. Ini adalah sesuatu yang dapat dicapai oleh menwa sebagai sebuah organisasi. Walaupun Menwa memiliki beberapa kelemahan akan tetapi fungsi dan kontribusi strategisnya lebih banyak daripada kelemahan-kelemahan tersebut. Bijaksanalah dalam mengambil keputusan karena apabila kita membubarkan menwa bukan saja kita salah tetapi kita mengambil langkah mundur dalam perkembangan bangsa ini. Lebih baik kita bersama-sama mencari solusi untuk menjadikan menwa sebuah organisasi yang lebih matang. Itu dikarenakan Menwa memiliki fungsi strategis jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Di sisi lain, Menwapun harus mau berubah untuk menjadi lebih lebih baik lagi sehingga Menwa dapat berperan lagi dalam pembangunan bangsa untuk lima puluh tahun ke depan dan bahkan lima ratus tahun ke depan. Dirgahayu yang ke lima puluh tahun untuk Menwa Jayakarta, Jaya selalu dan terus semangat dalam membangun bangsa dan negara yang kita cintai ini.

***

105

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

MEMBUMIKAN GERAKAN RESIMEN MAHASISWA DARI KAMPUS UNTUK BANGSAOleh: Yahya Abdul Habib, SE

RESIMEN Mahasiswa dikenal sebagai Organisasi yang berkiprah di lingkungan kampus, dimana seluruh gerakan organisasi ini difokuskan untuk membangun Kesadaran akan Belanegara. Dalam

perjalanannya Resimen Mahasiswa tentu mempunyai berbagai rintangan dan tantangan, tulisan ini didedikasikan penulis untuk Resimen Mahasiswa Jayakarta yang tahun ini genap merayakan hari jadinya yang ke 50 tahun. Sebuah usia Emas yang tak bisa dianggap remeh, di tengah pergulatan eksistensi kaum muda di Era-Reformasi yang kian hari kian membutuhkan perhatian organisasi ini, terutama dalam menyikapi isu-isu kebangsaan yang hari-hari belakangan ini marak dibicarakan berbagai kalangan di Republik ini.

Sekilas Sejarah BangsaDalam sejarahnya Bangsa ini dikenal sebagai Bangsa yang majemuk,

dengan segala peradaban yang hadir di Bumi Nusantara tercinta ini, katakanlah beragamnya suku bangsa, Ras dan Agama tak menyurutkan warga Bangsa ini untuk tetap bersatu dalam Ke-Bhinekaan, sebuah budaya yang terlahir dari Ilmu Bangsa sendiri yang patut kita syukuri.

Dalam konteks generasi Muda Bangsa, tentunya kita sangat beruntung memiliki Kaum Muda yang berintegritas mengawal Republik tercinta sejak zaman pergerakan sebelum Kemerdekaan, hingga zaman Kemerdekaan saat ini. Zaman silih berganti, begitupun generasi bangsa ini, tapi NKRI tetap harga mati bagi 240an juta Rakyat Negeri ini.

Sekilas kita coba memotret wajah pergerakan kaum muda Bangsa ini, yang lahir tumbuh dan berkembang ditempa oleh zaman yang tentunya diharapkan dapat mendewasakan kita semua, untuk dapat berbuat, berkarya dan berkhidmat kepada Bangsa, Negara dan Seluruh Rakyat Indonesia.

106

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Diawali sejak Kebangkitan Nasional 1908 yang dimotori oleh Gerakan Kaum Muda Boedi Uetomo, dimana kaum muda terpelajar Indonesia, mulai memantapkan niat dan perjuangannya di tengah zaman Kolonialisme yang masih mencengkram, dimana organisasi ini mulai menebar benih-benih kesadaran akan hidup berbangsa, dengan membangun kesadaran diri untuk hidup lebih mandiri, bersatu dan saling menolong dalam kekurangan dan kesusahan pada zaman itu.

Benih-benih kesadaran yang ditebarkan oleh Boedi Oetomo ternyata tumbuh subur dan berkembang di setiap dada Kaum Muda Indonesia yang dalam perjalanannya mencapai titik puncak dimana saat itulah terjadi sebuah fakta sejarah yang sangat suci dan fenomenal, yang kita kenal dengan sebutan Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928. Makna Soempah Pemoeda 1928 ini merupakan sebuah Anugrah Tuhan Yang Maha Kuasa, dimana secara Langsung, Sadar dan Lantang kita telah mendeklarasikan diri sebagai Bangsa Indonesia dengan Menerima segala Keragaman yang hadir sebagai satu kekuatan Bangsa dengan Ikrar Satu Bangsa dan Satu Bahasa: INDONESIA !!!.

Atas dasar Sumpah Suci 1928 inilah, akhirnya Bangsa ini melahirkan negaranya dimana pada 17 Agustus 1945 melalui Dwi Tunggal Republik ini yang di Kawal oleh Para Pemuda Indonesia dengan tegas memproklamirkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dimana pada tanggal 18 Agustus 1945 Majelis Konstituante dalam sidangnya-pun melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bersama Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusinya.

Jika kita pahami dan cermati perjalanan bangsa ini dari mulai era Kebangkitan nasional hingga zaman Kemerdekaan, semua itu tidak pernah lepas dari peran dan sumbangsih Kaum Muda Bangsa ini, mereka semua tampil di Garda Terdepan sebagai Pencetus dan Motor Gerakan Kebangsaan yang melahirkan Kemerdekaan yang telah kita nikmati hingga saat ini.

Kesadaran Kaum Muda Indonesia terus bergelora dimasa-masa awal Kemerdekaan dimana semua ini berkat Pemimpin Bangsa Indonesia yang kita kenal dengan sebutan Dwi Tunggal Soekarno-Hatta yang tampil sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI Pertama Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Bung Karno dan Bung Hatta adalah Potret Pemimpin Indonesia yang sangat sederhana di zamannya, tentunya ini merupakan fakta sejarah yang tak boleh kita khianati sebagai anak Bangsa. Dimana sumbangsih dan pengorbanan mereka telah mampu mengantarkan Bangsa ini kedepan Pintu Gerbang Kemerdekaan seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Hari ini saatnya kita semua harus

107

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

mengisi Kemerdekaan yang telah diraih tanpa harus menyembunyikan berbagai sejarah Cemerlang dan Kelam Bangsa ini karena itu semua merupakan perjalanan yang harus kita tempuh dan terima dengan Ikhlas sebagai Bangsa yang Merdeka.

Era Soekarno sebagai Pemimpin Bangsa berakhir setelah menempuh perjalanan sekitar 20 tahun, dimana tahun 1965 dengan pergulatan politik dalam negeri yang dikenal dengan sebutan G30S/PKI membuat perubahan besar bagi bangsa ini, terutama bergantinya era dari Orde lama ke Orde Baru yang dipimpin oleh Mayjen Soeharto pada saat itu.

Sekilas perjalanan bangsa di era Soekarno dengan segala dinamikanya patut kita sadari dan pahami sebagai sebuah perjalanan bangsa yang sedang mencari bentuk untuk menata peradabannya. Kita memiliki Ilmu Bangsa yang selalu disampaikan oleh The Founding Father kita Soekarno, dimana Pancasila dan UUD 1945 sebagai Dasar dan Konstitusi Negara yang harus bisa dipahami oleh seluruh Warga Bangsa ini. Bangunan Bangsa ini dari mulai Rakyat Jelata hingga ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah representasi kekuatan dari Kedaulatan Rakyat yang hakiki. Sementara bangunan Negara terdiri dari Presiden, Lembaga-Lembaga Tinggi Negara yang berjalan sesuai UUD 1945 adalah merupakan representasi amanah yang diberikan Rakyat Indonesia kepada para pengemban amanah dengan satu tujuan untuk menciptakan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Namun dalam perjalanan Bangsa ini dimana Era Orde Lama berganti ke Era Orde Baru dan Saat ini kita hidup di Era Reformasi, semuanya adalah sebuah fakta sejarah yang harus kita pahami dan lagi-lagi terima dengan Ikhlas jika kita ingin menata masa depan yang lebih baik demi Bangsa dan Generasi Mendatang.

Era Orde Lama pun berakhir dengan runtuhnya Rezim Soeharto dengan gerakan Reformasi yang digerakan oleh Mahasiswa dan Pemuda Indonesia 1998. Sebelum Era Reformasi pun para kaum muda Indonesia telah melakukan perjuangan demi Bangsa nya, sebut saja tahun 1974 dimana telah terjadi perlawanan oleh para Mahasiswa dan Pemuda Indonesia yang kita kenal dengan sebutan Peristiwa Malari, namun gerakan ini masih belum mampu membawa angin perubahan dimana Rezim yang berkuasa masih sangat kuat untuk dapat kembali menanamkan kekuasaanya di Republik ini. Akan tetapi bibit perjuangan yang disebar para aktivis Malari ternyata terus berkembang dan akhirnya melahirkan gerakan 1998 yang kita kenal dan telah melahirkan Era Reformasi.

Dari Soekarno ke Soeharto, terus berlanjut silih berganti hingga hari ini,

108

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Indonesia telah memiliki 6 Presiden yang telah dan sedang memimpin, sebut saja BJ Habibie, KH Abdurahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarno Putri dan sekarang masih menjabat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ke enam Mantan dan Presiden kita ini adalah semuanya Pemimpin, dimana mereka semua telah mendapatkan amanah tidak hanya dari Rakyat namun dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis yakin bahwa di dalam hati kecil mereka tidak pernah terbersit sedikitpun untuk membawa Bangsa ini menuju Kehancuran. Untuk itu sudah sepantasnya kita sebagai Warga Bangsa kembali Ikhlas menerima mereka dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada sebagai satu Lintasan Sejarah Bangsa ini yang tertulis dan akan selalu dikenang tanpa harus dihilangkan fakta-fakta nya karena itu merupakan pelajaran bagi Generasi yang akan hidup saat ini dan masa yang akan datang.

Tantangan Dan Permasalahan Bangsa Sebagai bangsa yang berdaulat, ternyata Indonesia memiliki segudang

masalah yang lahir menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan, diantaranya yang dapat penulis sampaikan adalah:

Demokratisasi Demokratisasi di Indonesia bagaikan Anugerah di awal-awal penerapannya,

bagaimana tidak ketika pertama paham Demokrasi ini ditawarkan ke Rakyat Indonesia di tengah euforianya kita sebagai Bangsa Merdeka, namun sayang ternyata demokratisasi yang berkembang sekarang justru membuat bangsa ini selalu menciptakan masalah demi masalah yang belum terselesaikan. Demokrasi

demokrasi plagiat ala barat yang justru jauh dari nilai-nilai ke Indonesiaan kita.

pandang kita sebagai bangsa merdeka, baik dari sisi Agama, Budaya hingga Peradaban Asli Indonesia sudah tergerus hanyut bagai buih di lautan, tertelan gelombang individualistik anak bangsa, yang akhirnya melahirkan berbagai

dari rasa persatuan dan tenggang rasa serta gotong royong yang menjadi cikal bakal Republik ini lahir, ditambah dengan politisasi segala isu kebangsaan yang membuat Negeri ini semakin jauh dari tujuan didirikannya.

109

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Para Kader Menwa Jayakarta di usia setengah abad

ini harus dan wajib untuk menghibahkan pengabdianya

dalam rangka membantu Masyarakat Indonesia untuk kembali bangkit dan menata

Asli Indonesia ”

Dehumanisasi Bangsa ini sangat menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi

Manusianya, namun sayang ketika kita melihat perjalanan sejarah bangsa ini, dimana masalah HAM dan Penindasan serta ketidak adilan masih saja menjadi objek untuk mencapai tujuan-tujuan politis di Negeri ini. Kemanusiaan hanya dijadikan alat pelengkap yang hanya patut disuguhkan ketika bangsa ini akan menggelar Pemilu, Pilkada dan hal-hal sejenis lainnya. Manusia Indonesia terjebak dengan stigma menang kalah yang akhirnya merobek-robek budaya persatuan kita sebagai Bangsa yang berdaulat. Banyak sekali persoalan kemanusiaan yang belum juga tuntas bahkan terus bertambah dari tahun ke tahun, sebut saja soal urbanisasi, pengangguran, kemiskinan dan kemandirian kita sebagai Bangsa merdeka masih jauh dari yang diharapkan.

Demoralisasi Degradasi akibat demokratisasi dan

dehumanisasi yang kebablasan akhirnya mengantarkan kita pada situasi rusaknya moral Bangsa yang tak dapat terelakan, persoalan inilah yang menjadi bahan bakar terjadinya berbagai penyimpangan fundamental di Republik ini dari mulai korupsi, kolusi dan nepotisme yang paling anyar adalah hancurnya bangunan Bangsa ini karena Konstitusi kita UUD 1945 yang telah terintervensi oleh kepentingan-kepentingan Asing, sehingga perlu beberapa kali di Amandemen. Ditambah lagi persoalan liberalisasi ekonomi yang dengan produk-produk turunannya mampu merubah watak Bangsa ini melalui Media dari yang Moralis menjadi Amoral, sehingga generasi-generasi yang Hedonis, Malas, Egois, dan individualistik hadir di tengah Bangsa ini dengan menyulutkan api-api perpecahan dari tingkat Pelajar, Mahasiswa, Pemuda dan Masyarakat pada umumnya.

Dekapitalisasi Dari sisi Ekonomi sejak runtuhnya Orde Lama, Bangsa ini tanpa terasa

110

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

telah terseret ke Arena Kapitalisasi, Dimana Perekonomian kita menganut ekonomi makro dan mengenyampingkan sektor mikro, akibatnya Negara hidup dan dihidupkan dengan hutang-hutang luar negeri, yang jika dihitung saat ini telah hampir mencapai 2000 Milyar Dolar Amerika. Sebuah angka yang fantastis yang semuanya harus menjadi tanggunggan seluruh rakyat negeri ini tanpa ada perbedaan sedikitpun, baik yang hidup miskin maupun yang kaya. Jurang kesenjangan sosial akibat masalah kelirunya cara pandang ekonomi Negeri ini jika tidak segera ditangani akan menjadi bencana kemanusiaan yang sangat mengerikan di Bumi Gemah Ripah Lo Jinawe ini.

Peran Strategis Menwa JayakartaDari fakta sejarah dan permasalahan yang dihadapi Bangsa ini, tentunya

harus menggugah kader-kader muda bangsa ini, terutama yang tergabung di dalam Menwa Jayakarta yang tahun ini genap berusia 50 tahun (1962 – 2012). Menwa Jayakarta yang dikenal sebagai salah satu Organisasi Intra Kampus tentunya harus berbenah diri dalam rangka melakukan kerja-kerja Kebangsaan dimana tuntutan saat ini adalah untuk melakukan “PERUBAHAN MINDSET” atau “ bangsa ini dari yang tidak original atau asli, menjadi ASLI INDONESIA sesuai dengan Ilmu Bangsa yang dimiliki.

Para Kader Menwa Jayakarta di usia setengah abad ini harus dan wajib untuk menghibahkan pengabdianya dalam rangka membantu Masyarakat Indonesia untuk kembali bangkit dan menata Cara Pandang, Cara Fikir dan Cara Kerja untuk mencapai Cara Sukses yang Asli Indonesia. Kenapa harus Menwa Jayakarta? jawabanya sederhana, karena Menwa Jayakarta adalah organisasi yang telah memiliki jaringan dan mempunyai bekal intelektual dan kedisiplinan, yang semua itu bisa menjadi modal untuk menjadi Generasi Pelopor yang mampu mengawal Bangsa dan Masyarakat Indonesia khususnya di Jakarta untuk Kembali Ke Ilmu Bangsanya Sendiri dimana Penguatan nilai-nilai Kebangsaan yang terkandung dalam pondasi Bangsa ini dimana PANCASILA dan Bhineka Tunggal Ika menjadi sarana untuk menegakkan bangunan Bangsa ini berupa Peradaban yang Cinta Persatuan, dengan Idealisme Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, untuk melahirkan Kebijaksanaan seluruh elemen Bangsa agar mencapai tujuan sucinya yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Untuk mewujudkan ini semua, maka sekarang tuntutannya adalah Resimen Mahasiswa (Menwa) Jayakarta, harus mampu melahirkan program-program yang

111

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

bersentuhan langsung dengan masyarakat, Menwa Jayakarta tidak boleh lagi menjadi Organisasi yang Ekslusif, bawalah lembaga ini menjadi Lembaga atau Organisasi yang Egaliter, membaur dan membumi demi Bangsa dan Negara ini.

Resimen Mahasiswa Jayakarta, harus sudah bisa maju selangkah lebih maju dari organisasi-organisasi yang lainnya, ini sangat mungkin untuk dilakukan jika komitmen Bela Negara yang selama ini didengungkan mulai dibuktikan di tengah masyarakat, sehingga ke depannya Menwa Jayakarta mampu tampil menjadi model percontohan yang Membumikan Ilmu Bangsa dan menjadi Solution Maker bagi persoalan Bangsa yang kita cintai ini. Semoga ini dapat terwujud, Selamat Harlah Menwa Jayakarta ke 50th, Salam Resimen Mahasiswa!.

***

112

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

MUSUH ITU ADALAH KAWAN SENDIRIOleh: Puadi, S.Pd,.MM

PADA zaman penjajahan dan zaman mempertahankan kemerdekaan kita melawan penjajah dengan meggunakan kekuatan senjata. Mahasiswa dan pelajar sebagai kekuatan intelektual kader bangsa

tidak ketinggalan turut mempertahankan kemerdekaan dengan mengangkat senjata. Jejak dan sejarah bahwa mahasiswa dan pelajar memiliki andil dalam melawan penjajah dapat kita amati dari berdirinya Tentara Pelajar. Tentara Pelajar yang terdiri dari elemen mahasiswa dan pelajar pada waktu itu rela meninggalkan bangku sekolah dan mengangkat sejata dan bertempur, berperang mengusir penjajah Belanda.

Sejak berdirinya dari tahun 1945-1960 Bukan waktu yang singkat, Tentara Pelajar bersama Tentara Nasional Indonesia turut mengawal bangsa dan negara ini dalam melawan penjajah. Dengan semangat patriaotisme Tentara Pelajar dalam mengawal perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaanya. Nasionalisme yang tinggi menjadikan semangat para kaum muda terpelajar ini tidak pernah pudar dalam membangun Republik ini. Seiring dengan pertumbuhan Republik ini Tentara Pelajar (TR) pada tahun 1960 dirubah menjadi Wajib Latih Mahasiswa (WALAWA) dan tahun 1978 menjadi Resimen Mahasiswa (Menwa).

Di Jakarta Menwa berdiri pada tahun 1962, sebuah masa yang dihadapkan pada sebuah dilematisasi dimana di Jakarta menjadi pusat pergerakan para pemberontak. PKI yang nyaru wuwus kembali tentunya akan lebih sulit dalam menghadapinya karena jelas yang kita hadapi bukan musuh atau penjajah tetapi yang kita hadapi adalah melawan bangsa sendiri. Resimen mahasiswa Jakarta pada dasarnya walaupun berada di Ibu Kota Negara memiliki peran yang sangat penting di Ibu Kota ini.

Seiring perkembangan waktu Resimen Mahasiswa Jakarta (Menwa Jayakarta) menjadi garda terdepan ditingkat pelajar dalam menanamkan rasa

113

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

patriotisme dan nasionalisme kepada kawan sesamanya. Karena pada dasarnya perjuangan mempertahankan kemerdekaan hingga saat ini masih belum selesai terbukti dari adanya beberapa provinsi yang ingin memerdekakan diri. Sebut saja Irian Jaya (Papua), Nanggroe Aceh Darussalam, dan beberapa provinsi lainya juga ada yang menyuarakan kemerdekaanya. Dan suara-suara kemerdekaan tersebut dalam melakukan konsolidasi berada di wilayah Ibu Kota Negara yaitu di Provinsi DKI Jakarta.

Negara Islam Indonesia (NII) yang sampai saat ini masih menjadi momok yang sangat dan perlu diwaspadai tentu menjadi tugas Menwa Jayakarta. Ideologi trans nasional yang datang dari berbagai belahan dunia dan masuk ke Indonesia menjadikan sebuah masalah baru bagi rakyat Indonesia yang tidak memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Saat ini ideologi trans nasional sudah mulai merasuki para kaum muda dan terpelajar diseluruh sekolah dan berbagai universitas.

Di Universitas-Universitas kini muncul gerakan pembebasan dimana gerakan tersebut ingin menjadikan Islam sebagai Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Islam Indonesiapun berhasil memperdaya beberapa mahasiswa di Perguruan Tinggi top Ibukota dan kampus lainnya. Tidak segan-segan dalam melakukan aksinya para calon pelaku makar tersebut menculik, mencuri, menipu dan melakukan tindakan kriminal lainnya. Dari beberapa kasus

korban yang berhasil disadarkan kembali.Tugas Menwa semakin berat, karena mereka dalam menjalankan

pengaruhnya sangat handal, lihai, dan hampir tidak ada perbedaanya namun sedikit demi sedikit rasa nasionalisme kita dikikis dan habis oleh gerakan tipu dayanya. Mereka melakukan penculikan secara biadab, mencuci otak dan membawa kabur sanak family keluarga saudara kita yang menjadi korban. Belum selesai disitu ada juga gerakan pembebasan di Universitas, Sekolah dan lembaga pendidikan. Kita kenal dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mana mereka selalu menyuarakan ideologi dan Hukum Syariat Islam di Republik Indonesia. Dalam aksinya mereka sering melakukan aksi demonstrasi besar-besaran mengusung Syariat Islam sebagai Ideologi perubahan.

Mengganti Pancasila, merubah UUD 1945 dengan hukum baru yang mereka sebut sebagai solusi di Republik tercinta ini. Dikhawatirkan pergerakan tersebut didanai oleh pihak asing yang ingin mencari dukungan Internasional dalam menjalankan pengaruhnya di NKRI. Mereka dalam mencari sasaranya

114

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

lebih senang menggoyang ideologi kaum muda yang masih kosong dan mudah terombang ambing. Maka dari itu sudah menjadi kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya kaum muda dan terpelajar harus lebih selektif dalam menerima transformasi ke-ilmuan agar tidak terjerumus menjadi korban penipuan.

Pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 dimana pada waktu itu ditetapkan sebagai hari kemerdekaan Republik Indonesia juga bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan. Dimana pada 9 Ramadhan adalah adalah 10 hari pertama Ramadhan disebut juga sepertiga pertama bulan Ramadhan. Telah diabadikan dalam pembukaan UUD 1945 dengan kalimat yang bunyinya “Atas Rahmat Allah Yang Maha Kuasa…….menjadi sebuah nilai tatanan dan tuntunan bagi kehidupan berbangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menwa Memberikan Bimbingan Nasionalisme Kepada Kaum Pelajar Agar Tidak Dicuci Otak Untuk Menjadi Makar

Menwa Jayakarta sudah harus terbuka, melihat, meneliti dan menelaah perilaku kaum terpelajar kita di lingkungan Kampus dan sekolah. Sebagai elemen komponen pertahanan Negara potensial di Republik Indonesia. Menwa memikul beban yang lebih berat, karena musuh saat ini adalah sahabat karibnya sendiri. Tugas yang diembanpun tidak main-main bukan hanya menanamkan nasionalisme kepada pelajar dan mahasiswa saja tetapi kepada adik-adiknya yang sekarang banyak menjadi korban hasutan sehingga berubah haluan dengan terkikis ideologinya menjadi anti Pancasila.

Universitas-Universitas pun tak luput dari serangan ideologi yang ingin menghancurkan perjuangan bangsa ini dengan mengganti ideologi baru. Di Salah Satu Perguruan Tinggi Negeri di Depok sendiri yang menjadi pusat peradaban pendidikan bahkan menjadi sasaran empuk bagi para penghasut yang ingin menghacurkan keutuhan dan persatuan Bangsa Indonesia. Nasionalisme dikikis, dihancurkan hingga luluh lantah berkeping-keping sehingga menjadi nilai patriotisme pemuda dan mahasiswa menjadi luntur. Walaupun hingga kini belum ada bukti autentik yang pasti, namun Perguruan Tinggi terebut perlu diwaspadai terkait dengan ideologi selain Pancasila dan UUD 1945. Dari tampilan terlihat adanya indikasi seperti munculnya HTI di beberapa kampus-kampus besar di Indonesia yang menginginkan juga berubahnya Indonesia menjadi Negara Islam dan mengganti hukum dengan hukum Islam.

115

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Sebenarnya para kaum muda yang intelek ini sedang mencari jati diri dan ketenangan hidup dengan mengkaji lebih jauh tentang wawasan keagamaan. Namun karena lemahnya pengetahuan keagamaan sahabat-sahabat yang dulu bersekolah non agama menjadikan rasa ingin tahu yang tinggi tentang agama dalam hal ini Islam. Mahasiwa ini ingin mencari dan mendalami Islam secara kaffah (sempurna) sehingga pencariannya pun tak terkontrol dengan baik. Semangat yang menggebu-gebu serta rasa keingin tahuan yang luar biasa menyebabkan kaum muda ini menjadi militan dan fundamental. Artinya bahwa apa yang didapatnya adalah yang paling benar dan menganggap yang lainnya salah. Tentu hal ini menjadi salah kaprah, karena kalau andai itu benar tidak menjadi masalah jikalau tidak bertentangan dengan Syariat Islam dan Pancasila serta UUD 1945.

Persoalannya adalah bagaimana menyadarkan mereka tentang bagaimana belajar agama Islam yang benar dan tidak menjadi bertentangan dengan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak hanya NII saja di Republik tercinta ini yang mengacaukan NKRI menjadi terpecah belah, tetapi juga ada HTI yang selalu mengusik kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Ibu Kota Negara Indonesia Provinsi DKI Jakarta ini masih perlu dan sangat membutuhkan sebuah gerakan yang bernaung bersama-sama dengan mahasiswa, pelajar dan pemuda untuk menumbuh kembangkan semangat kebangsaan. Semangat kebangsaan atau biasa kita kenal rasa Nasionalisme menjadi tanggung jawab semua pihak di Republik tercinta ini.

Pembangunan karakter, menumbuhkan kesamaan diantara perbedaan, menyatukan dengan sebuah ikatan kebangsaan pun belum cukup. Penanaman semangat kebangsaan perlu terus dipupuk dan disiram dengan rasa memiliki bahwa tanah air tercinta ini adalah milik kita bersama. Tanah air yang direbut oleh kaum muda pada waktu itu dengan pengorbanan keringat, darah, air mata, dan nyawa. Semangat patriotisme yang selama ini seolah-olah hanya milik Resimen Mahasiswa saja juga perlu ditularkan kepada kawan-kawan yang masih mudah terombang-ambing pendirianya.

Tugas Berat Menanti Menwa JayakartaPelatihan bersifat kemiliteran, kegagahan, kemandirian, kecerdasan,

serta keteladanan yang dimiliki oleh anggota Menwa Jayakarta di Rindam Jaya menjadi pasukan terlatih untuk membela Negara. Terakhir Tanggal 10 Januari 2012 Resimen Mahasiswa Jayakarta baru saja telah selesai mengikuti pendidikan

116

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Menwa Jayakarta di samping menjadi tauladan juga sangat

diperlukan keberadaanya di lingkungan baik sekolah

maupun rumah. Karena bahaya laten pengaruh ideologi

yang akan merusak rasa Nasionalisme kaum muda selalu mengintai disetiap

kehidupan dari tingkat Negara hingga terkecil di tingkat

keluarga ”

di kawah Candradimuka Rindam Jaya Jakarta. Mereka telah dididik untuk menjadi pembela Negara dengan dibekali berbagai

kemampuan keahlian. Beberapa perwira tinggi dan Menengah TNI dan POLRI pun turut menghadiri penutupan acara pendidikan pada hari itu untuk memberikan mejangan dengan harapan Menwa Jayakarta lebih loyal dan lebih siap menjadi garda tedepan membela Negara khususnya ditingkat kemahasiswaan.

Harapan sangat besar ditaruh oleh para anggota Menwa tersebut untuk menjaga keutuhan Bangsa ini dan tidak terpengaruh seperti kawan-kawan yang kehilangan semangat kebangsaannya. Tidak hanya Pangdam Jaya Mayjen TNI. Waris semata yang memiliki harapan itu tetapi seluruh warga Jakarta pun menaruh harapan besar untuk menjadi seperti mereka. Dimana kecintaannya terhadap Negara sangat tidak diragukan, tetapi juga memiliki bekal ilmu keintelektualan. Kedisiplinan yang tercermin, kecerdasan yang dimiliki, sifat patriotik, berperilaku ksatria, dan jiwa perwira yang dimilikinya kita jadikan suri tauladan bagi kawan-kawan mahsiswa yang lain.

Menwa Jayakarta mempunyai tugas membendung segala perilaku yang mengikis rasa Nasionalisme serta menghancurkan elemen-elemen kebangsaan. Berbagai macam cara dan upaya sudah dilakukan oleh orang-orang yang tidak menginginkan keberlangsungan Republik ini. Mengawasi gerak-gerik setiap perkumpulan di kampus dan sekolahan, mewarnai kegiatan di lingkunganya untuk menjadi panutan disetiap kegiatan. Menjadi teman dengan senyum, kerendahan hati, rendah diri, mampu mumukau kawan sejawatnya.

Menwa Jayakarta di samping menjadi tauladan juga sangat diperlukan keberadaanya di lingkungan baik sekolah maupun rumah. Karena bahaya laten pengaruh ideologi yang akan merusak rasa Nasionalisme kaum muda selalu mengintai disetiap kehidupan dari tingkat Negara hingga terkecil di tingkat keluarga. Musuh Negara yang paling berbahaya justru dari dalam negara itu

117

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

sendiri, kwalitas ketahanan menjadi rapuh, sistem pertahanan semesta mudah digoyang. Di lingkunganya Menwa Jayakarta harus menjaga diri dan warga sekitarnya untuk terjaga dari pengaruh yang merusak persatuan dan kesatuan. Menwa Jayakarta juga memiliki tugas untuk mengawal dan bersama-sama mereka untuk selalu kepangkuan Ibu Pertiwi Indonesia tercinta. Dengan bekal tersebut mampu mengawal dan mendampingi Bangsa Indonesia sampai zaman berakhir pada masanya.

Resimen Mahasiswa Jayakarta Tauladan Semangat Nasionalisme Kaum Muda

Resimen Mahasiswa Jayakarta yang sudah berumur 50 tahun (1962-2012) tidak lagi mengangkat senapan untuk berperang. Bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI), Menwa Jayakarta menyebarkan kembali semangat Kebhineka Tunggal Ika-an kita serta nilai-nilai Pancasila. Dari berbagai macam reaksi atas kejadian yang mengakibatkan pendangkalan nilai-nilai Pancasila kita tentu menjadi tanggung jawab setiap warga Negara Indonesia. Bangsa Indonesia yang dulu dikenal santun kini menjadi bangsa yang mudah marah, keras dan tidak mudah lagi terkontrol, itu terjadi karena lunturnya nilai ke-Bhinekaan kita.

Nasionalisme atau semangat kebangsaan Indonesia tentu berbeda dengan Negara lain. Rasa Nasionalisme Indonesia lahir dari perbedaan yang begitu banyaknya, sementara Negara lain belum tentu seperti Indonesia. Ideologi trans nasional baik berupa HTI, atau ideologi neo liberalisme menjadi persoalan tersendiri di Republik ini. Apakah kita Mau jadi Failure State (bangsa yang gagal) dengan ancaman tersendiri demikian beratnya. Namun berpatok kembali kepada Pancasila dan UUD 1945, segala bentuk yang mengancam persatuan dan kesatuan serta keutuhan Republik Indonesia wajib kita lawan.

Menwa Jayakarta bersama segenap elemen bangsa Indonesia baik sipil maupun militer bekerjasama untuk membela Negara di setiap waktu dan di mana pun. Peranan tidak hanya diucapkan belaka tetapi harus diwujudkan dengan menjadi pengawal dan pembela dalam mepertahankan keutuhan Bangsa Indonesia di wilayah lingkungan mahasiswa dan lingkungan keluarga. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi bahan kajian bagi pihak yang terkait.

***

118

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

EKSISTENSI RESIMEN MAHASISWADALAM KANCAH DINAMIKA PERGERAKAN MAHASISWA DAN PEMUDA INDONESIAOleh: Ir. Chairul Razak, ME

RESIMEN Mahasiswa (Menwa) sebagai wadah penyalur potensi mahasiswa dalam mengembangkan nilai-nilai, sikap, perilaku, keterampilan serta kemandirian melalui corak latihan kepemimpinan

dan keterampilan bela negara tidak bisa dipisahkan dari setiap episode perjalanan sejarah Indonesia. Oleh karena itu segenap anggota dan alumni Menwa perlu senantiasa menata diri seraya tak abai pada dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga Menwa (dalam konteks organisasi) terus tumbuh dan berkembang secara terencana, teratur, terpadu, dan berkesinambungan. Tulisan ini adalah pokok-pokok pikiran dan sarana berbagi pengalaman ketika penulis diamanahkan sebagai Danmenwa Jayakarta “pertama” pasca Reformasi tahun 1998 yang berasal dari internal anggota Menwa menggantikan Pamen Kodam Jayakarta yang sesuai aturan dan tradisi adalah Danmenwa Jayakarta.

Sejenak berkaca pada sejarah, hampir di setiap negara, peranan pemuda dan mahasiswa sangatlah menentukan pada setiap bidang, demikian pula di negara kita, Indonesia, peranan pemuda dan mahasiswa sangatlah menonjol, baik sebelum maupun setelah kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan, peranan dan kepeloporan pemuda ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908 yang sebagian besar pendirinya adalah pemuda dan mahasiswa, demikian pula pada saat dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928, bahkan pada saat

dan pelajar dengan rela meninggalkan bangku sekolahnya untuk mengangkat senjata, yang kemudian dikenal sebagai Tentara Pelajar (TP), Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dan Corps Mahasiswa (CM). Semua itu mereka lakukan karena adanya jiwa dan semangat cinta tanah air. Sebagaimana yang terjadi pada perang kemerdekaan, belajar dan berjuang bagi pemuda kita menjadi “Way Of

119

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Life”. Sikap kepeloporan TP/TRIP dan CM inilah yang melandasi sikap dan perjuangan serta pengabdian Menwa kepada bangsa dan negara.

Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1952, masalah pertahanan diintroduksi kedalam kurikulum perguruan tinggi oleh UGM (sebagai dosen Mayor Jenderal TB Simatupang). Dalam perkembangan selanjutnya berubah menjadi kewiraan (sebagai dosen Prof. Hardjo, SH) dan kemudian di tahun 1960 oleh Letnan Kolonel Sutopo Yoewono. Pengajaran tersebut bersifat kuliah, dilakukan dalam kelas dan

Nomor 40-25/S/1959 diselenggarakan wajib latih bagi mahasiswa perguruan tinggi di Bandung yang pesertanya berjumlah 960 orang dan pelaksanaannya dimulai tanggal 13 Juni 1959 dan ditutup tanggal 28 November 1959, kemudian dikeluarkan SKIP Menteri Keamanan Nasional Nomor: Mi/0307/1961 tanggal 30 Desember 1961 tentang Latihan Kemiliteran di perguruan tinggi dengan scope 147 jam. Selanjutnya pada tahun 1963 dikeluarkan 3 Keputusan Bersama oleh Menteri PTIP dan WAMPA HANKAM yang menggambarkan pokok pikiran pada masa itu tentang adanya tiga bentuk Dikhankamnas di lingkungan Pendidikan Tinggi yakni: (i) Keputusan Bersama Nomor: M/A/1963 tentang Pengaturan Mata Kuliah Pertahanan Negara ke dalam Kurikulum Perguruan Tinggi, (ii) Keputusan Bersama Nomor: M/A/20/1963 tentang Wajib Latih Mahasiswa dan Pembentukan Resimen Mahasiswa, (iii) Keputusan Bersama Nomor: M/A/21/1963 tentang Pendidikan Perwira Cadangan sebagai dinas pertama Wajib Militer. Keputusan lain yang menandai perkembangan Menwa adalah diterbitkannya Keputusan Bersama Menko Hankam dan Menteri PTIP Nomor: M/A/165/1965 tanggal 17 Maret 1965 dan Nomor: 2/PTIP/1965 tentang organisasi dan prosedur Resimen Mahasiswa yang antara lain menetapkan bahwa setiap Kodam hanya ada 1 Resimen Mahasiswa.

Pada tahun 1967 terjadi perubahan pokok pikiran yang menggabungkan 3 bentuk Dikhankamnas menjadi 1 bentuk yakni Wajib Latih Mahasiswa (WALAWA) yang bersifat sukarela selektif, ekstra kurikuler intra universitas dengan rekomendasi Rektor. Setelah diadakan evaluasi pada tahun 1972 maka Walawa ditingkatkan menjadi pendidikan kewiraan dan pendidikan perwira cadangan dengan Keputusan Bersama Tiga Menteri, Menhankam/Pangab, Mendagri dan Menteri P & K Nomor: Kep/39/XI/1975, Nomor: 0246 a/U/1975 dan Nomor: 247 Tahun 1975 Tentang Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa dalam rangka mengikutsertakan rakyat dalam pembelaan negara. Pendidikan Kewiraan tersebut

120

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

bersifat wajib dan intra kulikuler yang menjadi tanggung jawab Departemen P & K sedangkan pendidikan perwira cadangan bersifat sukarela selektif ekstra kulikuler intra universitas dan dipertanggungjawabkan kepada Departemen Hankam.

Selanjutnya pembinaan Resimen Mahasiswa yang bersifat sukarela selektif ekstra kulikuler intra universitas diatur prosedur pelaksanaannya dengan Keputusan Bersama 3 Menteri, yaitu Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/02/I/1978, Nomor: 05/a/U/1978, dan Nomor: 17 A Tahun 1978 tanggal 19 Januari 1978 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa.

Kemudian guna menyesuaikan situasi dan kondisi serta perkembangan yang ada maka pada tanggal 28 Desember 1994 diadakan peninjauan kembali dengan menghasilkan Keputusan Bersama Tiga Menteri, Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri Nomor: Kep/11/XII/1994, Nomor: 0342/U/1994, dan Nomor: 149 Tahun 1994 Tentang Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara. Dan sebagai petunjuk pelaksanaannya pada tanggal 14 Maret 1996 dikeluarkanlah beberapa keputusan Dirjen Persmanvet Nomor: Kep/03/III/1996 tentang petunjuk pelaksanaan Pendidikan dan PelatihanResimen Mahasiswa, keputusan Nomor: Kep/04/III/1996 tentang petunjuk pelaksanaan pakaian seragam, Dhuaja dan Tunggul Resimen Mahasiswa dan pemakaiannya, serta keputusan Nomor: Kep/05/III/1996 tentang Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa. Selanjutnya pada tanggal 13 Nopember 1996 dikeluarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud Nomor: 522/DIKTI/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan satuan Resimen Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi.

Dengan terjadinya perubahan paradigma di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pasca Reformasi maka pembinaan dan penggunaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara dilakukan penyesuaian dengan dikeluarkannya Keputusan Bersama 3 Menteri, Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, dan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah Nomor: KB/14/M/X/2000, Nomor: 6/U/KB/2000, dan Nomor: 39 A Tahun 2000 tanggal 11 Oktober 2000 tentang Pembinaan Dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa.

Keberadaan Resimen Mahasiswa Jayakarta ditandai dengan adanya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor: Kep 05-02/K/VII/12/1976 tanggal 29 Desember 1976 tentang Peleburan Mahajaya,

121

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Mahatirta dan WALAWA UI menjadi Resimen Mahasiswa Jayakarta. Sebelumnya telah ada terlebih dahulu Resimen Mahajaya yang dibentuk berdasarkan Keputusan Penguasa Perang Daerah Jakarta Raya dan Sekitarnya Nomor 062 tahun 1962 tanggal 15 Mei 1962 tentang Pengesahan Berdirinya dan Penentuan Tugas Pokok, Organisasi dan Prosedur Resimen Mahajaya. Disamping itu adalah WALAWA UI yang dibentuk setelah dikumandangkannya TRIKORA berdasarkan SKIP Menteri Keamanan Nasional Nomor: Mi/0307/1961 tanggal 30 Desember 1961 tentang Wajib Latih Mahasiswa.

Pembinaan Dan Pemberdayaan Resimen MahasiswaDalam Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan

Nasional, dan Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah tahun 2000 dijelaskan tentang pembinaan dan pemberdayaan Resimen Mahasiswa, yaitu: (i) Kegiatan ekstrakulikuler mahasiswa dibidang olah keprajuritan, kedisiplinan, dan wawasan bela negara dilaksanakan melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan menjadi tanggungjawab pimpinan perguruan tinggi, (ii) Pembinaan dan pemberdayaan Resimen Mahasiswa sebagai komponen pertahanan negara menjadi tanggung jawab Menteri Pertahanan, (iii) Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa dalam melaksanakan fungsi perlindungan masyarakat menjadi tanggung jawab Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Selanjutnya ketentuan mengenai Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa lebih lanjut sesuai fungsi dan tugasnya diatur masing-masing Menteri.

Sebagai tindak lanjut Keputusan Bersama Tiga Menteri Tahun 2000, diterbitkan Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor: 212/D/T/2001 tanggal 19 Januari 2001 yang menjelaskan bahwa dalam rangka mengembangkan UKM dibidang olah keprajuritan, kedisiplinan, dan wawasan bela negara, mengacu pada Keputusan Mendikbud Nomor: 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Dalam Pasal 2 Keputusan Mendikbud Nomor: 155/U/1998 disebutkan bahwa organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa. Selanjutnya pada BAB II Ayat 3 disebutkan bahwa Bentuk dan badan kelengkapan organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi ditetapkan berdasarkan kesepakatan antar mahasiswa, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang belaku, dan statuta perguruan tinggi yang bersangkutan. Kemudian pada Pasal 7

122

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Ayat 2 disebutkan bahwa pengurus ditetapkan melalui pemilihan yang tata cara dan mekanismenya ditetapkan oleh mahasiswa perguruan tinggi yang bersangkutan.

Pembinaan Resimen Mahasiswa di dalam kampus khususnya tanggung jawab diserahkan penuh kepada Pimpinan Perguruan Tinggi setempat, sedangkan Menwa diluar kampus selaku Rakyat Terlatih menjadi tanggung jawab Pembina Daerah dalam hal ini Pangdam, dan pembinaan dalam melaksanakan fungsi Linmas menjadi tanggung jawab Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Secara visual, aplikasi semangat dan cinta tanah air dalam diri anggota Menwa dapat dilihat dari bentuk dan wujud lambang Menwa, yaitu: (i) Bintang bersudut lima ditopang seuntai padi berbutir 45, berwarna kuning, disebelah kiri delapan buah bunga kapas mekar berwarna putih dan tujuh belas daun kapas warna hijau disebelah kanan, dengan warna dasar merah, (ii) Ditengah-tengah terdapat lambing Tiga Angkatan dan POLRI berwarna kuning berlandaskan buku terbuka berwarna putih, (iii) Ditengah-tengah di depan lambang Tiga Angkatan dan POLRI terdapat simbul senjata bersilang bulu kalam berwarna hitam, (iv) Pita yang melandasi warna kuning dengan tulisan di tengahnya DHARMA SIDDHA”. Adapun arti dan makna lambang tersebut adalah (i) Warna lambang: merah melambangkan keberanian, kuning melambangkan keluhuran, putih melambangkan kesucian, hitam melambangkan keteguhan, dan hijau melambangkan generasi muda. (ii) Segi Lima berarti Pancasila yang menjadi Landasan Idiil. (iii) Simbul TNI/POLRI berarti tanggungjawab pembinaan dalam arti pengetahuan kematraan. (iv) Senjata Bersilang bulu kalam berarti pemuda pejuang. (v) Padi dan kapas berarti sejahtera dalam lingkungan pembinaan Departemen Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah. (vi) Buku berarti ilmu pengetahuan (garba ilmiah) lingkup Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (v) Motto berarti penyempurnaan kewajiban dengan ilmu pengeahuan dan ilmu keprajuritan.

Adapun bentuk dan wujud lambang Menwa Jayakarta adalah: (i) Pisau terhumus berkepala kuning Garuda warna kuning emas berdiri tegak di tengah-tengah, dengan warna dasar ungu. (ii) Lambang Pataka Kodam Jaya berwarna kuning emas, terpampang dimuka pisau terhumus. (iii) Lambang Pemda DKI Jakarta berwarna biru persis dimuka pisau terhumus dan berada di tengah-tengah lambang Pataka Kodam Jaya. (iv) Buku tebuka berwarna putih berada di bawah lambang Pemda DKI Jakarta. (v) Di bawah buku terbuka pita berwarna kuning yang betuliskan “MURDA SARWA LABDA” berwarna hitam. Arti

123

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

dan makna lambing tersebut adalah: (i) Warna lambang: merah melambangkan keberanian, putih melambangkan kesucian, biru melambangkan keuletan, kuning melambangkan keluhuran, ungu melambangkan tunas bangsa. (ii) Pisau terhumus berkepala Burung Garuda berdiri tegak, berarti bahwa Resimen Mahasiswa Jayakarta siap menyelamatkan, mengamankan dan mempertahankan Pancasila, menjunjung tinggi Panca Dharma Satya Resimen Mahasiswa Indonesia, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, serta Resimen Mahasiswa Jayakarta selaku cadangan nasional dalam rangka bela negara berjiwa ksatria, senantiasa waaspada dan siap menghadapi berbagai macam permasalahan, hambatan, tantangan dan ancaman. (iii) Lambang Kodam Jaya, berarti bahwa secara teknis operasional berada di bawah pembinaan Pangdam Jaya Cq. Kodam Jaya. (iv) Lambang Pemda DKI Jakarta, berarti bahwa kedudukan Resimen Mahasiswa Jayakarta berada di wilayah Ibukota RI dan secara teknis administratif dibawah pembinaan Gubernur DKI Jakarta Cq. Pemda DKI Jakarta. (v) Buku Terbuka Berwarna Putih adalah implementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, tekun belajar dan gigih menggali ilmu pengetahuan dan keahlian sesuai dengan bakat dan jurusan yang dipilihnya, dalam pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan secara logis, musyawarah dan mufakat, serta pembinaan teknis administratif dan pengarahan dalam rangka penugasan didalam kampus adalah dibawah pimpinan perguruan tinggi. (vi) Motto “MURDA SARWA LABDA” mempunyai pengertian seluas-luasnya yaitu pelopor di segala bidang.

Sebagai sosok organisasi kader, Menwa dituntut kiprahnya dalam mengembangkan spirit dan langkah gerakan mahasiswa yang dilandasi paradigma kritis konstruktif. Karenanya kebijakan organisasi Menwa Jayakarta menurut pendapat saya tidak dapat dilepaskan dari strategic factors berupa konsolidasi, kaderisasi, dan revitalisasi peran Menwa. Memperingati HUT Menwa Jayakarta adalah momentum strategis dalam melakukan evaluasi kritis terhadap kinerja organisasi seraya merumuskan langkah-langkah strategis dalam mewujudkan maksud dan tujuan Menwa, yaitu menghimpun, membina dan menggerakkan potensi mahasiswa serta meningkatkan perannya sebagai anak bangsa untuk mencapai tujuan Kemerdekaan Indonesia.

Revitalisasi Peran Resimen MahasiswaMenwa sebagai bagian dari Mahasiswa Indonesia dituntut perannya dalam

mengurai persoalan kebangsaan yang masih mengalami ketertinggalan dalam

124

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

segala hal. Disinilah pentingnya kehadiran kader Menwa yang nota bene adalah intelektual untuk memberikan solusi. Tugas seorang inteketual harus mengarah pada pengembangan potensi leadership dan manajerial yang tangguh. Ia menjadi pemikir sekaligus menjadi aktor pada setiap zamannya. Artinya kekuatan manajerial intektual harus mampu membangun proses yang tangguh dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Dalam konteks itu, Menwa Jayakarta dengan semboyan “Murda Sarwa Labda” yang artinya pelopor di segala bidang perlu merekonstruksi paradigma organisasi sebagai titik pijak dalam membangun konstruksi pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan perilaku organisasi dalam mewujudkan misi dan cita-citanya. Dalam khazanah ilmu sosial, ada beberapa pengertian paradigma yang dibangun oleh para pemikir sosiologi. Salah satu diantaranya adalah G. Ritzer yang memberi pengertian paradigma sebagai pandangan fundamental tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu. Paradigma membantu apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus dijawab, bagaimana semestinya pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dan aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban atas realitas itu. Paradigma merupakan kesatuan consensusmenghubungkan antara teori, metode serta instrumen yang terdapat didalamnya. Dengan kata lain, paradigma merupakan cara dalam ‘mendekati’ obyek kajiannya (the subject matter of particular dicipline). Perbedaan paradigma yang digunakan akan berakibat pada timbulnya perbedaan dalam menyusun teori, membuat konstruksi pemikiran, cara pandang sampai pada aksi dan solusi yang diambil.

Sejalan dengan rekonstruksi paradigma itu, hal lain yang juga tidak bisa diabaikan adalah terus melakukan penguatan sistem kaderisasi yang menghasilkan kader-kader yang memiliki kompetensi: (i) Moral competencies, dapat mengaplikasikan nilai-nilai suci dan ethics sebagai pilar moral dalam kancah dinamika pergerakan mahasiswa dan pemuda Indonesia. (ii) Emotional competencies, mempunyai kemampuan menangkal pengaruh negatif, berintegritas, mandiri dan percaya diri. (iii) competencies, memiliki komitmen untuk terus belajar dan menggapai

Social competencies, memiliki kemampuan dalam berinteraksi, bersopsialisasi dan berkomunikasi, sekaligus mampu menjadi problem solver.

Paralel dengan itu, Menwa juga dituntut untuk terus melakukan konsolidasi organisasi seraya merapatkan barisan serta membudayakan sistem pengambilan

125

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

keputusan yang objektif dan transparan berdasarkan rule of conduct dan key performance indicator. Disamping itu, Menwa juga dituntut untuk melakukan revitalisasi peran dan fungsi sebagai: (i) Katalisator, pelopor yang senantiasa membangun sinergitas untuk kemajuan Indonesia. (ii) Artikulator, memberikan solusi alternatif dan jawaban positif atas problematika rakyat melalui prakarsa amal saleh dalam semangat kompetisi dalam berbuat kebajikan ( ). (iii) Dinamisator, mengedepankan kepeloporan dan keteladanan melalui prakarsa kebajikan guna kemaslahatan rakyat sebagai suatu proses learning by doing. (iv) Fasilitator, membangun kultur dialogis dikalangan mahasiswa dan pemuda, sehingga tercipta sinergi kualitatif yang logis, bukan tersekat dalam fenomena psikologis

Salah satu tantangan yang kita hadapi saat ini adalah masih rendahnya indeks pembangunan manusia (human development index) akibat masih rendahnya golongan masyarakat yang terdidik, tingginya penggangguran pemuda dan besarnya sarjana lulusan perguruan tinggi yang antri mencari kerja. Tantangan tersebut semakin berat karena kita juga berada pada era globalisasi yang menuntut kita mampu meningkatkan daya saing nasional yang harus ditopang oleh kualitas

pertumbuhan merupakan sisi penawaran (supply side) yang keberlangsungannya ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain modal, tenaga kerja, dan teknologi. Ketiga faktor ini diramu oleh entrepreneur untuk menggerakkan roda produksi. Pilar kedua adalah stabilitas ekonomi. Faktor yang mempengaruhi stabilitas ekonomi lazimnya dikelompokkan ke dalam sisi permintaan (demand side) seperti: komponen-komponen konsumsi swasta (private consumption), investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor, yang saling berinteraksi melalui variabel-variabel

proses yang menentukan apakah interaksi antara sisi penawaran dan permintaan berlangsung secara optimal. Sisi penawaran akan menggeliat dengan topangan kokoh didasarkan pada pola keunggulan kompetitif sehingga memungkinkan

dari lingkungan internal maupun eksternalnya.Agar ketiga pilar tersebut menghasilkan suatu bangunan ekonomi yang

kokoh, dibutuhkan suatu arena kelembagaan yang memungkinkan seluruh elemen dari sisi penawaran dan permintaan saling berinteraksi secara harmonis menuju

126

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Menwa Jayakarta dengan semboyan “Murda Sarwa

Labda” yang artinya pelopor di segala bidang perlu

merekonstruksi paradigma organisasi sebagai titik

pijak dalam membangun konstruksi pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan perilaku

organisasi dalam mewujudkan misi dan cita-citanya ”

sebagai institutional area. Terwujudnya keadilan juga ditopang oleh tiga pilar, yaitu: kebebasan individu (freedom), tertib sosial (social order), dan pemerataan ( ). Adapun institutional area untuk menjamin kokohnya bangunan keadilan adalah good governance. Jika market merupakan kendaraan untuk mewujudkan bangunan kesejahteraan sosial, maka good governance bisa diibaratkan sebagai pengemudi yang andal dari kendaraan tersebut.

Perlu diingat bahwa persaingan saat ini adalah persaingan teknologi dan pelayanan dalam lingkungan teknologi digital yang menciptakan ekonomi tanpa batas dan pasar bebas dengan paradigma

dan costumer satisfying atau disebut costumer value yang berada dalam suatu kondisi yang disebut hyper competition. Selanjutnya untuk mencapai sustainable value di era baru ini, Hermawan Kertajaya dan Philip Kotler memformulasikan “energi” sebuah organisasi dalam tata ekonomi baru dengan menggunakan sebuah persamaan yang diinspirasi dari rumus Albert Einstein tahun 1905, yaitu: E=mc². Rumus ini menyatakan bahwa energi sebuah benda ditentukan dengan mengalikan massa (m) dengan nilai kuadrat dari kecepatan cahaya (c). Karena nilai c adalah tetap sebesar 3.10³ m/s untuk semua benda, maka besar energi tersebut proporsional terhadap m, bukan terhadap c.

Dari ide persamaan Einstein tersebut, dirumuskan energy, atau lebih tepatnya value, sebuah organisasi sebagai E=kMc², dimana k adalah kemampuan organisasi dalam meningkatkan dan mendayagunakan knowledge. M adalah kemampuan organisasi dalam mengaktifkan interaksi dengan pasar melalui MARKET-ing yaitu berinteraksi dengan organisasi pesaing di pasar komersial (commercial market), dengan kader-kader organisasi di pasar kompetensi (competency market) dan dengan para pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) di pasar modal (capital market). Sementara c² adalah teknologi computer & communication untuk membangun

127

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

keunggulan kompetitif. Sejalan dengan rumus Einstein tersebut, besarnya value sebuah organisasi

adalah proporsional dengan besarnya nilai k dan M, bukannya c², karena teknologi dan komunikasi bersifat given dalam pengertian bahwa setiap organisasi memiliki akses yang sama untuk mendapatkannya. k, M dan c² adalah aset intangible yang amat penting bagi organisasi dalam era ini. Mereka merepresentasikan DNA suatu organisasi, yang menentukan kemampuan bersaing organisasi. Organisasi yang mampu membangun dan secara kontinum meningkatkan aset-aset ini akan membangkitkan sustainable value yang tidak lagi cukup diciptakan melalui aset-aset tangiblemelalui aset-aset intangible seperti strategi, merek, kultur dan kepemimpinan, pengetahuan, konstituen, kader organisasi dan mitra. Persamaan sederhana di atas membawa tantangan sangat mendasar bagi setiap organisasi yang ingin mencapai sustainable value dalam era sekarang ini, dimana komponen-komponen tersebut mengisyaratkan bahwa untuk sukses maka melalui c² mau tidak mau suatu organisasi harus mendigitalisasi jaringan organisasi (digitalize network), selanjutnya kompoten M menuntut suatu organisasi untuk mengglobalisasikan pasarnya (globalize market), dan kompoten k menuntut dilakukannya futurisasi “bisnis” yang digeluti suatu organisasi (futurize business), karena customer relationship merupakan sumber daya kunci yang strategis di tengah tekanan globalisasi pasar yang telah mengubah sifat persaingan menjadi persaingan antara jaringan organisasi yang terintegrasi (integrated organization network).

Demikianlah pokok-pokok pikiran ini saya sampaikan, sebagai bahan renungan sekaligus berbagi pengalaman ketika penulis diamanahkan memimpin Menwa jayakarta ditengah “gempuran” pembubaran Menwa sebagai bagian euphoria Reformasi. Ketika itu Menwa nyaris bubar tanpa “dituntut” sekalipun, karena sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 praktis tidak pernah dilakukan Latsarmil sebagai media rekruitmen anggota, apa jadinya suatu organisasi tanpa anggota ? anggota baru tak kunjung bertambah sementara anggota yang ada berangsur-angsur lulus. Atas bantuan para sahabat di Menwa Mahawarman, terselenggaralah latsarmil gabungan antara Menwa Jayakarta dengan Menwa Mahawarman dan lahirlah “Angkatan Jayawangi” yang menggabungkan kekuatan Jayakarta dan Siliwangi. Hasil tindakan itu, tak lama berselang, penulis dipanggil menghadap Pangdam Jaya pada waktu itu Bapak Joko Santoso yang memfasilitasi koordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu Bapak Sutiyoso guna

128

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

mengambil langkah-langkah “penyelamatan”. Rupanya ilmu dalam latsarmil tentang pentingnya tikperor dan tikru senantiasa berguna dalam penyelamatan organisasi. Jayalah Menwa Jayakarta !!!

***

129

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

SEBUAH RENUNGAN MENUJU KEBANGKITAN BANGSA

Pendahuluan

KETIKA hendak berbicara masa depan suatu bangsa, maka itu menjadi variabel dependen yang sangat bergantung pada potret mahasiswa dan pemuda masa kini. Semakin berkualitas kondisi

mahasiswa dan pemuda semakin besar pula peluang suatu bangsa untuk maju. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peran mahasiswa dan pemuda sangatlah besar terhadap keadaan suatu bangsa terutama Indonesia. Di tengah problematika bangsa yang semakin hari semakin kompleks, mahasiswa dan pemuda dituntut untuk bisa menjadi agen yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut secara solutif.

Gerakan-gerakan mahasiswa dan pemuda yang cerdas dan dinamis merupakan kunci dari gembok besi kebodohan dan kemiskinan yang terus menerus membelenggu bangsa ini. Cukup ironi memang, di tengah limpahan sumber daya alam yang begitu besar masih banyak rakyat Indonesia yang mengais tumpukan sampah demi mengganjal perut untuk hanya sekedar bisa hidup dalam satu hari. “Negeri kita kaya, kaya, kaya-raya, Saudara-saudara. Berjiwa besarlah, berimagination. Gali ! Bekerja! Gali! Bekerja! Kita adalah satu tanah air yang paling cantik di dunia“.1

Tetapi pada kenyataanya gerakan mahasiswa dan pemuda saat ini semakin hari semakin tidak terasa pengaruhnya. Seakan terjadi disfungsi sehingga gerakan mahasiswa dan pemuda sudah dianggap sebagai gerakan yang statis, tidak berdampak apa-apa terhadap permasalahan bangsa. Bahkan dalam kaca mata masyarakat, gerakan mahasiswa dan pemuda sudah terlihat anarkis, hedonis dan tidak lagi memiliki kepekaan sosial yang pro-rakyat.

1Argawi Kandito “ The Leadership Secret Of Soekarno” Jakarta : Oncor Semesta Ilmu. hal 70

130

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Realitas Mahasiswa dan Pemuda IndonesiaKomponen utama dalam pergerakan adalah individu-individu yang

melakukannya, yang dalam hal ini adalah mahasiswa dan pemuda itu sendiri. Namun pada kenyataannya, mereka sekarang sudah tidak se-ideal apa yang diinginkan oleh founding fathers bangsa ini. Mahasiswa dan pemuda sekarang sudah banyak yang skeptis terhadap politik dan enggan terlibat dalam mengurus permasalahan bangsa, bahkan terkurung oleh jeruji keprofesian, sehingga probelmatika Bangsa yang tidak memiliki hubungan sama sekali terhadap ilmu yang ditekuninya di Universitas, dia biarkan begitu saja dan tidak mau ikut andil dalam menyelesaikannya.

Menurut Bung Hatta, jika para mahasiswa Belanda, Prancis, dan Inggris bisa menikmati sepenuhnya usia muda, pada masa itu para pemuda kita justru harus mempersiapkan diri untuk berani berkorban agar mampu mengubah nasib bangsa Indonesia ke arah kemerdekaan. Pada kenyataannya pembacaan proklamasi pada 17 Agustus 1945 yang lalu bukanlah merupakan kemerdakaan Indonesia. Proklamasi tersebut hanya sebagai gerbang untuk menuju kemerdekaan yang sesungguhnya dimana Indonesia bisa secara mandiri mengelola Negara dan segala kekayaan yang ada di dalamnya untuk semata-mata kesejahteraan rakyat tanpa intervensi dari para kapitalis. Intinya mahasiswa dan pemuda Indonesia saat ini harus ikut andil dalam mengawasi dan mengawal kebijakan-kebijakan yang dibuat apalagi banyak diantara kebijakan sekarang sudah tidak lagi pro-rakyat.

Masuknya budaya-budaya asing yang hedonis juga salah satu yang mempengaruhi kualitas moral mahasiswa dan pemuda saat ini. Kehidupan borjuis sudah menjadi zona nyaman terutama bagi para mahasiswa sehingga kekritisan yang awalnya merupakan salah satu senjata untuk melawan kedzaliman para penguasa, hilang ditelan oleh gaya hidup yang modern dan serba berkecukupan.

pas-pasan juga lebih memilih jalur pragmatis dengan orientasi yang bersifat materi, yaitu kekayaan dirinya sendiri. Sudah sangat sering terlihat dari fakta kebanyakan mahasiswa top universitas memilih jalur bekerja di perusahaan asing hanya dengan tujuan pemenuhan nafsu materialistis diri pribadi. Efeknya banyak sekali mahasiswa yang buta dan tuli terhadap fenomena dan jeritan kemiskinan yang ada di Negara ini.

Sejarah Singkat Gerakan Mahasiswa dan PemudaRealita karakter mahasiswa dan pemuda saat ini berdampak semakin

131

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Generasi-generasi muda harus dipersiapkan agar semakin kuat rasa cinta tanah air

dan kebangsaanya. Sehingga kelak gerakan-gerakan

yang dilakukan benar-benar berlandaskan hati nurani

untuk membela rakyat dan memajukan Indonesia ”

melempemnya gerakan-gerakan mahasiswa dan pemuda dalam menyelesaikan permasalahan bangsa. Gejala dimensia, yang dalam dunia kedokteran digambarkan sebagai gangguan syaraf dan otak yang mengakibatkan gangguan ingatan, pikiran dan kemampuan untuk memusatkan perhatian sehingga bisa terjadinya penurunan kepribadian, sangat tepat sekali menjadi gambaran realita gerakan pemuda saat ini.

Gangguan ingatan dan pikiran terhadap sejarah pejuangan mahasiswa dan pemuda masa lalu, kerap kali terjadi dalam setiap gerakan-gerakan yang digalang oleh mahasiswa dan pemuda. Padahal fakta sejarah berbicara bahwa kemerdekaan bangsa Indoensia dimulai dari gerakan-gerakan mahasiswa dan pemuda bahkan berdasarkan jajak pendapat baru-baru ini mengatakan bahwa 70% responden yakin mahasiswa dan pemuda adalah kelompok yang paling potensial untuk menggerakkan reformasi2. Hal itu terbukti dari perjuangan para mahasiswa dan pemuda dari semenjak tahun 1908 hingaa tahun 1998.

Pada tahun 1908 yang merupakan awal mula pergerakan mahasiswa di tanah air. Pada masa itu, mahasiswa-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA mendirikan sebuah wadah pergerakan pertama di Indonesia yang bernama Boedi Oetomo. Organisasi ini didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Wadah ini merupakan bentuk sikap kritis mahasiswa tersebut terhadap sistem kolonialisme Belanda yang menurut mereka sudah selayaknya dilawan dan rakyat harus dibebaskan dari bentuk penguasaan terhadap sumber daya alam yang dilakukan oleh penjajah terhadap bangsa ini, walaupun terkesan gerakan yang mereka lakukan masih menunjukkan sifat primordialisme Jawa.

Yang perlu dicatat dalam sejarah kemahasiswaan periode ini adalah ketika insiatif beberapa mahasiswa pada tahun 1908 tersebut telah memunculkan sebuah momentum bersejarah yang diperingati setiap tahun sebagai hari kebangkitan nasional yang jatuh pada saat Boedi Oetomo didirikan. Momentum inilah yang telah menjadi batu loncatan awal bagi setiap pergerakan bangsa di tahun - tahun

2 (Jajak Pendapat Kompas 14 Mei 2012)

132

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

berikutnya.Selanjutnya sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dimana berbagai

kelompok pemuda dari seluruh kawasan Hindia Belanda mengikrarkan diri pada sebuah sumpah yang berisi bahwa mereka bertumpah darah satu: Tanah Indonesia; mengaku berbangsa satu: Bangsa Indonesia; mengaku menjunjung bahasa persatuan: Bahasa Indonesia. Sumpah itu kemudian menjadi semangat baru yang demikian kuat dalam diri tiap Bumi Putera untuk semakin yakin dalam memperjuangkan hak kemerdekaan bangsanya. Sumpah yang diikrarkan dalam sebuah rumah di Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat itulah yang kemudian termasyur sebagai “Soempah Pemoeda” dan menunjukkan betapa peran pemuda saat itu, sangat mendasar dalam sebuah proses kematangan pergerakan nasional.

Kemudian tahun 1945 yang merupakan periode sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia, peran pemuda mahasiswa juga tidak lepas dan terlihat sangat vital dalam mewujudkan suatu misi besar bangsa Indonesia pada saat itu yaitu melepaskan diri dari belenggu pejajahan atau merebut kemerdekaan. Kondisi pergerakan mahasiswa pada saat itu tidak semudah pada periode - perode sebelumnya. Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik, dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan. Dan secara praktis, akhirnya mahasiswa-mahasiswa pada saat itu mulai menurunkan intensitas pergerakannya dan lebih mengerucutkannya dalam bentuk kelompok diskusi.

Yang berbeda pada masa tersebut adalah, mahasiswa-mahasiswa pada waktu itu lebih memilih untuk menjadikan asrama mereka sebagai markas pergerakan. Dimana terdapat 3 asrama yang terkenal dalam mencetak tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh dalam sejarah, yaitu asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Melalui diskusi di asrama inilah kemudian lahir tokoh-tokoh yang menjadi motor penggerak penting munculnya kemerdekaan bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut secara radikal dan melalui pergerakan bawah tanah melakukan desakan kepada Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan setelah melalui radio mereka mendengar bahwa

133

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

telah terjadi insiden bom atom di Jepang, dan mereka berpikir bahwa inilah saat yang tepat untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Mahasiswa-mahasiswa yang terdiri dari Soekarni dan Chairul Saleh inilah yang akhirnya terpaksa menculik Tokoh Proklamator tersebut sampai ke Rengasdengklok agar lebih memberikan tekanan kepada mereka untuk lebih cepat dalam memproklamasikan kemerdekaan. Peristiwa inilah yang kemudian tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa Rengasdengklok.

Tahun 1966 yaitu pada masa setelah kemerdekaan, mulai bermunculan secara bersamaan organisasi-organisasi mahasiswa di berbagai kampus. Berawal dari munculnya organisasi mahasiswa yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa di Sekolah Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta, yang dimotori oleh Lafran Pane dengan mendirikan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 5 Februari 1947. Organisasi ini dibentuk sebagai wadah pergerakan mahasiswa yang dilatarbelakangi oleh 4 faktor utama yang meliputi Situasi Dunia Internasional, Situasi NKRI, Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia, Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan. Selain itu pada tahun yang sama, dibentuk pulalah Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang didirikan melalui kongres mahasiswa di Malang. Lalu pada waktu yang berikutnya didirikan juga organisasi-organisasi mahasiswa yang lain seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berhaluan pada ideologi Marhaenisme Soekarno, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (GAMSOS) yang lebih cenderung ke ideologi Sosialisme Marxist, dan Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang lebih berpandangan komunisme sehingga cenderung lebih dekat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia).

Sebagai imbas daripada kemenangan PKI pada pemilu tahun 1955, organisasi CGMI cenderung lebih menonjol dibandingkan dengan organisasi-organisasi mahasiswa lainnya. Namun justru hal inilah yang menjadi cikal bakal perpecahan pergerakan mahasiswa pada saat itu yang disebabkan karena adanya kecenderungan CGMI terhadap PKI yang tentu saja dipenuhi oleh kepentingan-kepentingan politik PKI. Secara frontal CGMI menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi-organisasi mahasiswa lainnya terutama dengan organisasi HMI yang lebih berazaskan Islam. Berbagai bentuk propaganda politik pencitraan negatif terus dibombardir oleh CGMI dan PKI kepada HMI, beberapa bentuk propaganda yang mereka wujudkan yaitu salah satunya melalui artikel surat kabar yang berjudul Quo Vadis HMI. Perseturuan antara CGMI dan HMI semakin

134

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

memanas ketika CGMI berhasil merebut beberapa jabatan di organisasi PPMI dan juga GMNI, terlebih setelah diadakannya kongres mahasiswa V tahun 1961.

Atas beberapa serangan yang terus menerus dilakukan oleh pihak PKI dan CGMI terhadap beberapa organisasi mahasiswa yang secara ideologi bertentangan dengan mereka, akhirnya beberapa organisasi mahasiswa yang terdiri dari HMI, GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), PMKRI, PMII, Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI), mereka sepakat untuk membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Dimana tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain. Serta dalam mempelopori gerakan frontal secara

Komandani pertama kali oleh Ahmad Tirto Sudiro Tokoh HMI. Corps Mahasiswa ini diprakarsai oleh kelompok gerakan yang bertentangan dengan CGMI seperti HMI, GMKI, PMKRI dan sebagainya, dari CM inilah yang menjadi embrio bagi hadirnya Resimen Mahaiswa.

perjuangan mahasiswa yang dikenal sebagai gerakan angkatan ‘66 inilah yang kemudian mulai melakukan penentangan terhadap PKI dan ideologi komunisnya yang mereka anggap sebagai bahaya laten negara dan harus segera dibasmi dari bumi Nusantara. Namun sayangnya, di tengah semangat idealisme mahasiswa pada saat itu ada saja godaan datang kepada mereka yang pada akhirnya melunturkan idealisme perjuangan mereka, dimana setelah masa orde lama berakhir, mereka yang dulunya berjuang untuk menruntuhkan PKI mendapatkan hadiah oleh pemerintah yang sedang berkuasa dengan disediakan kursi MPR dan DPR serta diangkat menjadi pejabat pemerintahan oleh penguasa Orde Baru. Namun di tengah gelombang peruntuhan idealisme mahasiswa tersebut, ternyata ada sesosok mahasiswa yang sangat dikenal idealismenya hingga saat ini dan sampai sekarang tetap menjadi panutan para aktivis-aktivis mahasiswa di Indonesia, yaitu Soe Hok Gie. Ada seuntai kalimat inspiratif yang dituturkan oleh Soe Hok Gie yang sampai sekarang menjadi inspirasi perjuangan mahasiswa di Indonesia, secara lantang ia mengatakan kepada kawan-kawan seperjuangannya yang telah

135

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

berbelok idealismenya dengan kalimat “lebih baik terasingkan daripada hidup

Periode tahun 1974 ini sangat berbeda sekali dengan periode sebelumnya di tahun 1966, dimana pada masa pergerakan mahasiswa tahun 1966 mahasiswa

ini, mahasiswa justru berkonfrontasi dengan pihak militer yang mereka anggap telah menjadi alat penindas bagi rakyat. Gelombang perlawanan bermula sejak dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dianggap menyengsarakan rakyat. Selain itu, isu pemberantasan korupsi juga dengan lantang digalakkan oleh mahasiswa yang mendesak agar pemerintah lebih tegas dalam menjerat koruptor yang terdiri dari pejabat-pejabat pemerintahan saat itu. Melalui pergerakan inilah muncul suatu gerakan yang disebut “Mahasiswa Menggugat” yang dimotori oleh Arif Budiman dan Hariman Siregar yang menyuarakan isu korupsi dan kenaikan BBM. Menyusul pergerakan mahasiswa yang terus meluas, secara inisisatif mahasiswa membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo.

Namun ketika kebusukan-kebusukan rezim pemerintahan Orde Baru terus mencuat di permukaan, dengan serta merta pemerintah melakukan berbagai rekayasa politik guna meredam protes massa dan mempertahankan terlebih menjelang pemilu tahun 1971.

Akan tetapi hal tersebut tidak juga berhasil dalam meredam gelombang protes mahasiswa, secara bersama-sama, masyarakat dan mahasiswa terus melancarkan sikap ketidakpercayan mereka terhadap 9 partai politik dan Golongan Karya yang selama ini menjadi wadah aspirasi politik mereka dengan munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971. Dimana gerakan ini dimotori oleh Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan, dan Arif Budiman. Selain itu mahasiswa juga melancarkan kritik kepada pemerintah yang telah melakukan pemborosan anggaran negara dengan melakukan beberapa proyek eksklusif yang dinilai tidak perlu untuk pembangunan. Salah satunya adalah dengan mendirikan Taman Mini Indonesia Indah, yang sebenarnya proyek-proyek tersebut dijadikan alasan bagi Indonesia untuk terus - menerus menyerap hutang terhadap pihak luar negeri.

Gelombang Protes semakin meledak ketika harga barang kebutuhan semakin melambung dan budaya korupsi dikalangan pejabat pemerintah semakin menular, gelombang protes inilah yang memunculkan suatu gerakan yang dikenal dengan nama peristiwa Malari pada tahun 1974 yang dimotori oleh Hariman

136

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Siregar. Melalui gerakan tersebut lahirlah Tritura Baru selain daripada 2 tuntutan yaitu Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga.

Periode NKK/BKK, pada masa inilah pergerakan mahasiswa mulai dimatikan peran dan fungsinya oleh pemerintah, yaitu sejak terpilihnya Soeharto untuk yang ketiga kalinya melalui Pemilihan Umum. Maka guna meredam sikap ktiris mahasiswa terhadap pemerintah dan untuk mempertahankan status quo pemerintahan maka dikeluarkanlah Kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) melalui SK No.0156/U/1978. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul diadakannya konsep NKK tersebut maka pemerintah melakukan tindakan pembekuan terhadap beberapa organisasi Dewan Mahasiswa di beberapa kampus di Indonesia yang kemudian diganti dengan membentuk struktur organisasi baru yang disebut Badan Koordinasi Kampus (BKK). Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.

Sehingga praktis, kondisi kehidupan mahasiswa dalam melakukan pergerakan politik menjadi lumpuh. Yang kemudian akhirnya menyebabkan mahasiswa hanya fokus ke urusan akademis dan menjadi apatis. Terlebih lagi dengan munculnya beberapa organisasi kemasyarakatan yang pada saat itu justru menjadi alat kepentingan politik pemerintah. Sehingga tidak heran pada saat itu kondisi rezim semakin kuat dan tegak.

Selanjutnya pada tahun 1998. Pengekangan terhadap mahasiswa melalui NKK/BKK tidak bertahan lama. Gejolak krisis moneter di seluruh dunia telah membuat kondisi perekonomian di Indonesia terguncang hebat. Hal tersebut

137

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

ditandai dengan menaiknya angka tukar rupiah terhadap dolar yang menembus Rp 17.000/Dolar.

Hal ini tentu saja sangat mengejutkan masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa yang akhirnya animo pergerakannya mulai bangkit setelah sebelumnya mengalami mati suri yang cukup panjang. Dimulai ketika pada saat 20 mahasiswa UI yang mendatangi gedung MPR/DPR RI dengan tegas menolak pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan melalui sidang umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional kepada MPR. Kondisi Indonesia semakin tegang sejak harga BBM melonjak naik hingga 71% yang ditandai dengan beberapa kerusuhan yang terjadi di Medan yang setidaknya telah memakan 6 korban jiwa. Kegaduhan berlanjut pada tanggal 7 Mei dan 8 Mei. Yaitu peristiwa cimanggis, dimana pada saat itu telah terjadi bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cidera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata, Kemudian peristiwa Gejayan di Yogyakarta yang telah merenggut nyawa 1 orang mahasiswa.

Hal tersebut tentu saja makin membuat panas situasi antara mahasiswa dan pemerintah, terutama terhadap militer yang mereka anggap telah berbuat semena-mena terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi. Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa pun akhirnya semakin merebak dan meluas. Di Jakarta sendiri, ribuan mahasiswa telah berhasil menduduki gedung MPR/DPR RI pada tanggal 19 Mei 1998. Atas berbagai tekanan yang terjadi itulah akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00. presiden RI pada saat itu, yaitu Soeharto resmi mengundurkan diri, dan kemudian menyerahkan jabatannya ke wakil presidennya yaitu Prof. BJ Habibie.

Namun hal tersebut tidak serta merta membuat masyarakat puas, karena mereka masih menganggap bahwa Habibie merupakan antek orde baru. Peristiwa terus berlanjut hingga menjelang akhir tahun, yaitu ketika sidang istimewa MPR digelar pada bulan November. Mahasiswa terus melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Habibie yang masih mereka anggap sebagai regenerasi Orde Baru, dan menyatakan sikap ketidakpercayaan terhadap anggota MPR/DPR RI yang masih berbau orde baru. Selain itu mereka juga mendesak agar militer dibersihkan dari kegiatan politik dan menentang dwifungsi ABRI.

138

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia Internasional. Hampir seluruh sekolah dan Universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan Universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Aksi perlawanan terus bergejolak dan ketika itulah tragedi ini bermula. Yaitu ketika beberapa aksi mahasiswa tersebut dihadang oleh pihak militer yang bersenjata api lengkap dengan kendaraan lapis baja mereka. Usaha militer untuk membubarkan mahasiswa telah mengakibatkan bentrok yang cukup hebat, usaha tersebut diwarnai dengan beberapa tembakan senjata yang dilakukan oleh aparat terhadap mahasiswa secara membabi buta guna membubarkan massa. Alhasil, Tindakan membabi buta yang dilakukan pihak militer pada saat itu telah menyebabkan 17 orang meninggal dunia, dan satuan lainnya luka berat. Korban meninggal dan luka-luka tidak hanya memakan nyawa mahasiswa saja, mulai dari tim relawan kemanusiaan, wartawan, dan masyarakat juga ikut menjadi korban, termasuk anak kecil yang masih berusia 6 tahun tewas tertembak peluru nyasar.

Peristiwa reformasi inilah yang kemudian menjadi catatan kelam Negeri ini, yang telah menumpahkan darah mereka-mereka yang ingin berjuang untuk Negeri. Yang juga menjadi titik pencerahan baru bagi perubahan Indonesia di masa selanjutnya. Dimana kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kebebasan pers yang sebelumnya tidak dijumpai pada masa orde baru kembali diperoleh oleh masyarakat di Negeri ini. Namun, ada 1 agenda reformasi yang sampai sekarang belum bisa terwujudkan yaitu pemberantasan korupsi yang hingga kini masih menjadi wabah berbahaya bagi stabilitas Negara.

Catatan sejarah pergerakan pemuda dan mahasiswa dalam memperjuangkan dan membela Negara di atas seakan hilang begitu saja dalam memori ingatan pemuda dan mahasiswa saat ini. Mereka lupa akan jutaan liter darah yang mengucur deras tertumpah demi tanah air, dari nadi para pejuang bangsa terdahulu. Sehingga gerakan-gerakan pemuda sekarang lebih berorientasi terhadap pujian dan pamrih, mengedepankan ego wadah gerak masing-masing untuk menunjukan kepada masyarakat bahwa kita sudah bergerak dan berbuat.

Dalam organisasi-organisasi pemuda, terutama kemahasiswaan, juga banyak

139

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

sekali gerakan-gerakan yang dilakukan tanpa esensi yang jelas. Mereka lebih mengandalkan event besar yang mengundang banyak orang, sehingga terlihat mahasiswa sekarang tidak lebih dari sekedar Event Organizer yang memeriahkan setiap agenda gerak kemahasiswaan di kampusnya masing-masing.

Dalam organisasi juga kebanyakan gerakan yang bersifat konservatif.

bergantung kepada lintasan dan nilainya selalu tetap, misalnya gaya gravitasi yang bernilai sama pada setiap titik, lepas dari pengaruh gaya gesek dan udara. Gerakan pemuda sekarang juga kebanyakan konservatif di organisasinya masing-masing. Mereka menjurus ke “program kerja (proker)” oriented, atau berorientasi terhada proker. Sehingga anggota-anggota dari organisasi pemuda banyak yang hanya sekedar menjalankan program kerja tanpa alasan dan landasan yang kuat. Mereka hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh senior-senior sebelumnya. Sehingga layaknya gaya konservatif, mereka seperti gaya yang tidak bergantung terhadap realita-realita bangsa saat ini. Hanya menjadi robot tanpa mengenal esensi dari apa yang sudah mereka lakukan.

Saatnya Mahasiswa dan Pemuda BangkitMenurut Soekarno, membangun kesadaran Nasional harus melalui

proses yang dimulai dari bawah dan bergulir hingga kepuncak. Dimulai dari diri sendiri, kemudian meluas ke teman-teman, hingga kemudian mencapai tingkat nasional3. Tidak ada kata terlambat untuk bangkit. “Jika ingin kemakmuran 100 tahun, tumbuhkanlah (didiklah) manusia.” Itulah yang harus dilakukan oleh bangsa sebagai bekal kemajuan di masa depan. Pendidikan manusia, terutama mahasiswa dan pemuda harus menjadi salah satu titik fokus pergerakan bangsa ini. Generasi-generasi muda harus dipersiapkan agar semakin kuat rasa cinta tanah air dan kebangsaanya. Sehingga kelak gerakan-gerakan yang dilakukan benar-benar berlandaskan hati nurani untuk membela rakyat dan memajukan Indonesia.

Dalam kenyataanya permasalahan tidak hanya terjadi secara makro pada pemerintahan bangsa, namun itu juga terjadi terhadap pergerakan dan peran mahasiswa dan pemuda zaman sekarang. Beberapa realita ketidakidealan dan disfungsi terhadap gerakan mahasiswa dan pemuda seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya harus menjadi pemicu untuk kita segera berubah dan bertindak

3 Argawi Kandito, Op. cit,. hal 33

140

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

menjadi solusi dari akar pemasalahan. Kitalah kunci untuk bangkit dan membawa peradaban di Indonesia ini semakin lebih baik

Oleh karena itu, bagi mahasiswa dan pemuda harus mulai sadar akan peran utamanya sebagai aktor dan pelopor kesatuan Bangsa, mulailah ajak mahasiswa dan pemuda lainnya untuk tergabung dalam barisan rapat perjuangan kohesif nasional bangsa. Sehingga kelak Mahasiswa dan Pemuda Indonesia yang akan memegang tonggak kepemimpinan nantinya bisa memiliki satu visi yang sama, dan secara bijak dan jujur dalam memimpin persatuan Bangsa mengantarkan Indonesia menuju kebangkitan!

Diakhir penutup, itulah sekilas renungan bagi Resimen Mahasiswa Jayakarta yang tahun ini berulang tahun ke 50 (1962-2012). Betapa panjang perjalanan pergerakan pemuda dan mahasiswa dalam menghiasi dan mengisi pembangunan bangsa Indonesia. Bagi kami Menwa adalah bagian pergerakan mahasiswa yang memiliki nilai strategis yang tidak dimiliki organisasi pemuda atau kemahasiswaan lainnya yakni, Menwa dapat menjadi jembatan sipil militer yang selalu mewarnai kepemimpinan Bangsa Indonesia yang kita cintai. Karena Menwa memiliki kedekatan historis kepada kaum militer dan Menwa adalah bagian sipil yang memahami dunia kemilteran dari pola pembinaan organisasinya. Kepada Menwa Jayakarta dari hari hati sanubari yang paling dalam, kami ucapkan selamat dirgahayu Menwa Jayakarta diusia setengah abadnya, semoga semakin bermanfaat bagi kepentingan Bangsa dan Negara.

***

Sumber :Argawi Kandito. The Leadership Secret Of Soekarno. Jakarta: Oncor Semesta Ilmu.Jajak Pendapat Kompas 14 mei 2012http://billyboen.com/lika-liku-gerakan-pemuda-sebuah-renungan-untuk-kebangkitan/http://eenkheryono.blogspot.com/2012/03/latest-topics-saran-dan-kritik-tampilan.htmlhttp://menwa.ukm.ugm.ac.id/2011/10/soempah-pemoeda-sebuah-kebangkitan-nasional

141

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

ORGANISASI KEMAHASISWAAN BERKARAKTER KEBANGSAANOleh: Virgianto, SE., S.Sos

RESIMEN mahasiswa (disingkat Menwa) merupakan kekuatan sipil yang beranggotakan para mahasiswa yang berkedudukan di kampus guna mempertahankan negara kesatuan republik Indonesia

sebagai perwujudan dari sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang biasa kita kenal dengan sebutan (Sishankamrata). Dalam rangka memperingati setengah abad Resimen Mahasiswa Jayakarta (20 Mei 1962 - 20 Mei 2012) dimana sebelumnya bernama Resimen Mahajaya dan pelantikannya dilakukan oleh MKN/KASAD Jenderal Abdul Haris Nasution pada tanggal 20 Mei 1962 yang beranggotakan dari perguruan tinggi di Jakarta dengan Komandan pertama adalah Mayor CHK. Agus Djamali Bc.Hk, dengan masa periode 20 Mei 1962 sampai dengan 17 Februari 1963.

Di usia yang sudah matang ini Resimen Mahasiswa masih mempertegas jati dirinya sebagai wadah berhimpun mahasiswa dengan latar belakang yang memiliki kecintaan pada keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan secara kelembagaan Resimen Mahasiswa membuka ruang pluralisme dan kemajemukan sekaligus menutup berbagai sekat eksklusivisme Agama, Kultural dan ideologi agar terus tumbuh kesadaran terhadap pentingnya wawasan Kebangsaan dan Nasionalisme. Dengan perkembangan situasi dan kondisi yang ada sekarang khususnya Jayakarta dimana berkedudukan di Ibukota Negara sebagai barometer Menwa didaerah lain, maka Menwa Jayakarta mempunyai tugas yang tidak sangat mudah untuk menjaga nama baik sekaligus harus mempunyai terobosan–

Menyadari pentingnya peran yang dilakukan Resimen Mahasiswa Jayakarta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, maka Menwa Jayakarta tetap harus memfokuskan diri sebagai organisasi bela Negara yang bukan hanya bertujuan sebagai pasukan tempur

142

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Menwa Jayakarta dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menyelengarakan kegiatan organisasinya

bukan sekedar mengadakan Pralatsar, Latsarmil ataupun

kegiatan–kegiatan lanjutan lainnya, tapi bagaimana bisa

mengembalikan fungsinya sebagai mahasiswa yang

dinamis dan berada dalam lingkungan kampus yang

multikultural ”.

belaka tapi bagaimana menerapkan sekaligus mensosialisasikan empat (4) pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

Sebagai pengemban empat (4) pilar kehidupan berbangsa dan bernegara Menwa Jayakarta sepakat bahwa pemahaman bangsa itu sebagai kehendak untuk bersatu dan berdaulat dalam satu Negara yang sejahtera. Di sisi lain kondisi pengalaman bahwa di dalam bangsa Indonesia terdapat jarak sosial ekonomi yang terlalu lebar diantara warganya, sehingga terlalu sulit untuk membangun solidaritas bangsa yang terlalu jauh jarak sosial ekonominya. Pemahaman nasionalisme dalam arti kebangsaan (nationality) tercantum dalam setiap identitas warga Negaranya, tetapi nasionalisme dalam arti kebangsaan terasa semakin jauh manakala secara konseptual dihadapkan dua komponen warga yang berbeda. Kesenjangan sosial berdampak pada bidang politik dan akhirnya berkembang ke bidang keamanan. Disinilah Menwa Jayakarta perlu mengejewantahkan semboyan “ ” yang berarti “Penyempurnaan Pengabdian Dengan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Keprajuritan”. Dimana para Menwa – Menwa Jayakarta dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuannya bukan sekedar menempuh jenjang karir saja melainkan tidak melupakan tujuan utama melakukan pengabdian pada masyarakat khususnya di Ibukota Jakarta.

Profesionalisme Menwa Jayakarta dengan nilai–nilai keprajuritan dan kebangsaan akan membentuk etos kerja yang tinggi dan daya tahan yang luar biasa, bila ditunjang dengan leadership yang baik dan mempunyai intelektualitas yang menguasai ilmu pengetahuan sesuai disiplin ilmu masing-masing. Menwa Jayakarta dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menyelengarakan kegiatan organisasinya bukan sekedar mengadakan Pralatsar, Latsarmil ataupun kegiatan–kegiatan lanjutan lainnya, tapi bagaimana bisa mengembalikan fungsinya sebagai

143

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

mahasiswa yang dinamis dan berada dalam lingkungan kampus yang multikultural. Para Menwa Jayakarta wajib mengamalkan “Panca Dharma Satya“ dalam bentuk perilaku yang bersandar kepada keTuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab harus diimplimentasikan dalam pergaulan sehari–hari diantara mahasiswa lainnya yang selalu menjunjung tinggi nilai–nilai keilmiahan, kejujuran

ada di Jayakarta melakukan konsolidasi, baik ke dalam kampus maupun di luar kampus, ke dalam bagaimana melihat potensi–potensi Menwa yang aktif untuk berkembang lebih baik dalam mengaktifkan peran Menwa di dalamnya, sedangkan di luar bagaimana upaya para Menwa Jayakarta merangkul para alumni dan menumbuhkan citra positif diantara masyarakat kampus dan organisasi di luar kampus. Sebagai bagian dari masyarakat kampus anggota Menwa haruslah menjunjung “Human Right” menghormati orang lain dan harus bisa hidup bersama dalam perbedaan.

Dalam hal tersebut Resimen Mahasiswa Jayakarta harus lebih kompak baik sesama almamater para alumni, maupun dengan anggota Menwa seluruh perguruan tinggi yang ada di Jakarta serta di Indonesia. Semoga dihari lahirnya Resimen Mahasiswa Jayakarta yang ke 50 tahun selalu diberkahi oleh Tuhan yang Maha Esa atas segala pengabdian dan pengorbanan baik secara materil maupun moril.

Jaya slalu MENWAKU, Jiwa RagaKU.

***

144

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

RESIMEN MAHASISWA (MENWA) DALAM ARUS PERUBAHAN BANGSAOleh: Ubaidillah Sadewa

“Bangunlah jiwanya, Bangunlah Badannya”

PERANAN pemuda sangat menentukan dalam perkembangan suatu negara. Sebelum kemerdekaan, peranan dan kepeloporan pemuda dapat dilihat antara lain dengan berdirinya perkumpulan Boedi

Oetomo pada tahun 1908 yang sebagian besar dari pendiri dan pendukungnya adalah para pemuda, pelajar dan mahasiswa, kemudian dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 para pemuda, pelajar dan mahasiswa rela meninggalkan bangku sekolah mereka untuk mengangkat senjata yang dikenal dengan Tentara Pelajar (TP).

Inilah salah satu gambaran bahwa pemuda merupakan tulang punggung bangsa. Pemuda pada hakekatnya menjadi penopang berdirinya suatu Negara, tanpa pemuda akan menjadi lamban atau bahkan matinya roda kehidupan Negara. Dilain sisi apabila pemuda tidak dibina dan dilatih atau dibekali dengan baik sebelum terlibat dalam kegiatan berbangsa dan bernegara maka akan menimbulkan dampak negatif. Hal ini disebabkan oleh jiwa atau naluri pemuda yang cenderung merusak atau anarkis bila tidak ada kontrol atau pendidikan yang tepat dan benar.

Resimen Mahasiswa (Menwa) merupakan salah satu perwujudan implementasi Sistem Pertahanan Semesta di Indonesia. Menwa beranggotakan para mahasiswa yang merasa terpanggil untuk membela negara dengan konsep milisi, sebagai konsekuensi logis pasal 30 dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Dasar hukum pendiriannya dapat ditelusuri sampai ke periode Konfrontasi di mana Angkatan Bersenjata Republik

AB/34046/1964, tanggal 21 April 1964 mengenai pembentukan Menwa di tiap

145

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

- tiap Kodam. Hal ini dipertegas dengan Keputusan Bersama Menko Hankam/Kasab dan Men PTIP no. M/A/165/65 dan Nomor 2/PTIP/65 tentang organisasi dan prosedur Mahasiswa untuk ikut serta mendukung Operasi Dwi Komando Rakyat (Dwikora) tanggal 14 Mei 1964.

Setelah menjalankan fungsi pengabdiannya selama masa Orde Lama dan Orde Baru, keguncangan mulai dirasakan oleh Menwa pada saat Reformasi tahun 1998 dimana banyak elemen masyarakat dan mahasiswa yang menuntut pembubarannya karena Menwa dianggap sebagai perpanjangan tangan rezim otoriter di kampus.

Selanjutnya seiring dengan perjalanan sejarah bangsa di era reformasi, MENWA pun terkena imbasnya, salah satunya adalah sesuai surat edaran Depdiknas Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi No. 2081/D/T/2000 tentang pemberdayaan MENWA di perguruan tinggi dan SKB tiga menteri serta otonomi daerah RI tanggal 11 Oktober 2002 No. KB/14/M/X/2002, No. 6/U/KB/2002 dan No. 39A tahun 2000 tentang pemberdayaan MENWA sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing Perguruan Tinggi. Resimen Mahasiswa dituntut untuk dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai seorang pejuang pemikir dengan selalu menyelaraskan IQ, EQ dan SQ yang diperoleh dalam perkuliahan dalam rangka menunjang stabilitas dan dinamisasi kampus menuju tatanan yang kondusif dengan didukung oleh komponen kampus yang ada.

Pengembangan MenwaPengembangan Menwa memiliki dua aspek utama, yaitu pertama,

sebagai wadah untuk aktivitas kemahasiswaan, tak ubah seperti UKM (Unit Kemahasiswaan) yang lain, sebagai wahana penyaluran hobi, bersosialisasi, berorganisasi.

Kedua, Menwa merupakan perwujudan konsep misi/battle orders sebagai konsekuensi logis adanya Pasal 30 UUD 1945 (AH Nasution, 1994).

Sedangkan dalam dimensi praktis, model rekayasa ulang Menwa akan mirip dengan ROTC ( ) di Amerika, sebagai salah satu sumber militer karier sekaligus sebagai wadah community/service UKM perguruan tinggi.

Jangan heran, apabila dijumpai tidak sedikit mahasiswa Indonesia yang belajar di Amerika nyambi menjadi “kadet” sukarela melalui jalur karena mahasiswa Indonesia ingin menyalurkan hobi/bersosialisasi dan belajar

146

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Resimen Mahasiswa

satu perwujudan implementasi Sistem Pertahanan Semesta

di Indonesia. Menwa beranggotakan para mahasiswa yang merasa terpanggil untuk membela negara dengan konsep

milisi, sebagai konsekuensi logis pasal 30 dalam Undang

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945 ”

berorganisasi pada manajemen militer sekaligus menyelesaikan pendidikan akademiknya. Inilah kenyataan yang ada, di Indonesia Menwa dituntut dibubarkan, tetapi di Amerika banyak mahasiswa Indonesia yang numpang latihan bela negara.

keempat SM, mewariskan banyak kebijaksanaan mengenai strategi dan taktik militer yang dapat diterapkan pada semua bisnis. Bahkan kesuksesan “Operasi Badai Gurun” dalam Perang Teluk beberapa tahun lalu, juga telah menghasilkan buku-buku text-book tentang manajemen operasi dan logistik modern.

Inilah yang dapat dijadikan sebagai value yang sangat berharga bagi mahasiswa untuk berperan serta dalam wadah seperti ROTC dan mengkajinya dalam pendekatan ilmiah.

Semua aktivitas tersebut memiliki

berguna sebagai penempaan kepemimpinan mahasiswa masa depan. Jadi aktivitas ROTC bukan sekadar latihan perang-perangan tetapi

laboratorium kepemimpinan alternatif bagi mahasiswa.

Pada akhirnya output yang akan diperoleh setiap mahasiswa berupa pemberdayaan diri yang memiliki sosok kepemimpinan karakter dan keunggulan

Selain juga memiliki nilai-nilai utama antara lain, a) loyalitas kepada kehormatan bangsa, b) melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, c) respek terhadap sesama, d) terbiasa mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, e) kehormatan diri, f) integritas, g) sosok yang bijaksana dalam memandang segala hal.Pembangunan Karakter

“ ” harus kembali digalakkan, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Founding Father kita, Soekarno. Dan hal ini juga dituangkan kedalam bait lagu kebangsaan kita.

Resimen Mahasiswa merupakan salah satu wujud

147

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Building. Hal itu sudah diketahui sejak dulu dalam perjalanan sejarahnya. Sejarah yang menerangkan tentang proses pembinaan Resimen Mahasiswa yang ditekankan dalam pembentukan semangat nasionalisme, disiplin, loyalitas, korsa, serta olah ilmu keprajuritan.

Sebagai salah satu wujud dari Resimen Mahasiswa mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengembangkan semangat kebangsaan serta pembinaan karakter para anggotanya. Karakter yang yang dibentuk disini adalah mandiri. Sebagaimana yang ada pada organisasi kepanduan. Masing-masing mempunyai peran yang sangat penting dalam pembinaan semangat nasionalisme, baik itu organisasi kepanduan, maupun dari Menwa itu sendiri.

Pada pembinaan di dalam tubuh Resimen Mahasiswa, baik itu di dalam pembinaan organisasi maupun pembinaan anggota, karakter-karakter tersebut dibentuk melalui tahapan-tahapan pendidikan. Ada tiga bagian pendidikan di dalam hal itu. Yaitu pendidikan dasar militer resimen mahasiswa (diksar), kursus kader pelaksana (Suskalak), dan Kursus kader kepemimpinan (Suskapin).

Tiga jenjang pendidikan inilah yang membentuk sikap di dalam Menwa itu sendiri. Meskipun memiliki fokus dan tujuannya masing-masing, namun ketiga jenjang tersebut memiliki kesamaan dalam pembinaannya.

Pada pendidikan dasar (diksar) lebih menitik beratkan hal-hal yang berkaitan dengan karakter dasar. Di kursus kader pelaksana (suskalak) lebih fokus pada pembentukan karakter unggul. Dan pada kursus kader kepemimpinan (suskapin) sesuai dengan namanya, lebih menitik beratkan pada pembentukan karakter kepemimpinan.

Resimen Mahasiswa bukan sekedar suatu Unit Kegiatan Mahasiswa, juga bukan sekedar organisasi yang “gila militer”, juga bukan organisasi yang “gila hormat” seperti yang dikatakan sebagian orang. Akan tetapi Resimen Mahasiswa adalah salah satu wadah dalam pembentukan karakter serta semangat nasionalisme dan patriotisme dengan tidak mengabaikan tugas utama dari Resimen Mahasiswa yaitu “BELAJAR”. Sesuai dengan makna dari semboyannya, “Penyempurnaan Kewajiban dengan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Keprajuritan”.

Untuk itu, dalam menempuh era globalisasi saat ini membutuhkan semangat kejuangan, nasionalisme, patriotisme, dan gerakan sadar budaya untuk menyaring segala sesuatu yang bisa merusak NKRI yang telah dirintis oleh para pendahulu kita. Salah satunya adalah lewat Resimen Mahasiswa.

***148

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

WAJAH BARU MENWA REFORMASIOleh: Afrizal Pasha,S.Pd

Melewati Masa Sulit

PENGALAMAN mengurus Menwa dipenghujung tahun 2002, tepatnya di masa terpilihnya secara demokratis Raden Umar –saat itu masih menjabat Komandan Satuan Menwa UNJ—terasa sulit.

Mengingat Skomen yang didapati hanyalah seonggok gedung tua dengan dua lantai di Jl. Pulomas Barat IV Jakarta Timur yang sepi ditinggal para penghuninya. Kecuali sekedar dihuni penjaga kantor di pojok lantai dasar oleh pak Tomo yang kian renta bersama isterinya, Mami Sofy, selain di lantai 2 ditumpangi oleh seorang mantan Menwa yang mengklaim Bakornas. Bahkan yang lebih miris lagi selain sejumlah ruang kosong di setiap lantai, kantor yang menjadi Markas Skomen Jayakarta dihadapkan persoalan PAM dan biaya listrik yang terancam dicabut. Gedung yang mulai pudar kebesaran dan kejayaannya di masa lalu akibat pergolakan euphoria refomasi di ibukota, buntut persoalan isu pembubaran Menwa yang berujung dikeluarkannya SKB Tahun 2000.

Hanya dengan membangun kembali ‘puing-puing’ solidaritas Menwa antar kampus yang tersisa hampir sekitar 20-an Menwa Satuan perguruan tinggi yang masih bertahan, dan bahkan ada yang berserakan antara hidup dan mati untuk dihimpun kembali membangun Menwa Jayakarta, masa sulit akhirnya bisa dihadapi. Merintis kebangkitan Menwa di Ibukota dengan semangat paradigma baru yang reformis bukanlah perkara mudah ditubuh Skomen. Selain masih menghadapi tradisi lama berupa senioritas kaku dan serba romantisme masa lalu yang membelenggu idealitas reformasi yang tengah dijalani, juga hambatan karakter atau mentalitas organisasi yang awalnya serba militeristik --akibat paradigma masa lalu yang telah lama menghujam secara organisatoris karena memiliki garis komando secara territorial di bawah Aster Kodam Jaya.

Membangun Menwa Tanpa “Komandan”Meski Skomen Jayakarta sebagai organisasi sipil mahasiswa berkarakter

149

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Tak dapat disangkal bahwa idealisme Menwa adalah membela negara dengan

dibuktikan berpartisipasi aktif dalam usaha pertahanan

keamanan rakyat semesta, bahkan termasuk aktif

dalam kegiatan sosial dan kelinmasan. Namun sebagai mahasiswa yang menyandang

status intelektual muda untuk turut aksi ke lapangan ekstraparlementer bukanlah hal yang tidak dibolehkan atau terlarang, selama itu

masih dalam koridor aturan perundang-undangan mengenai

kebebasan berpendapat di muka umum ”.

komando, tetapi organisasi ini ketika hendak dibangun paradigma baru ternyata didapati sudah tanpa jabatan Komandan. Akibat kekosongan jabatan komandan, kepemimpinan otomatis di bawah perintah Kepala Staf (Kasmen) yang dijabat Raden Umar untuk merumuskan bagaimana mengkonstruksi kembali pembinaan Menwa yang lama terputus.

Dalam hitungan setengah tahun, LATSARMIL dilaksanakan --sesuai program rapat kerja awal Skomen yang telah disosialisasikan-- di Cikole, Bandung, yakni di pertengahan Maret-April dan berhasil memilih Komandan baru dari kalangan sipil menjelang pemberangkatan LATSARMIL tersebut.

Wacana dan Aksi; Sisi Lain Pergerakan Menwa

Tak dapat disangkal bahwa idealisme Menwa adalah membela negara dengan dibuktikan berpartisipasi aktif dalam usaha pertahanan keamanan rakyat semesta, bahkan termasuk aktif dalam kegiatan sosial dan kelinmasan. Namun sebagai mahasiswa yang menyandang status intelektual muda untuk turut aksi ke lapangan ekstraparlementer bukanlah hal yang tidak dibolehkan atau terlarang, selama itu masih dalam koridor aturan perundang-undangan mengenai kebebasan berpendapat di muka umum. Sebelum LATSARMIL diselenggarakan, banyak peristiwa pergolakan politik nasional yang ramai-ramainya digelorakan para aktivis kampus. Menwa yang hampir dilupakan –bahkan tenggelam dalam arus riuhnya pergerakan mahasiswa di ibukota—berupaya turut serta ambil bagian, dan berupaya membuka mata pada kalangan aktivis bahwa Menwa yang juga mahasiswa tetap memiliki kepedulian terhadap berbagai aksi menggalang solidaritas, dan tetap komitmen terhadap reformasi, serta sangat peduli pada persoalan kebangsaan.

150

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

Jika sebelumnya aktivis Menwa harus melepas seragam sebagai bukti menjaga nama baik organisasi, namun di saat-saat tertentu, terutama aksi solidaritas untuk keprihatinan nasib bangsa, Menwa Jayakarta berani tampil berseragam di garda terdepan, berorasi di jalanan, hingga membentangkan spanduk bernada kritik pada penguasa dan bahkan membuat barisan/barikade berhadapan langsung dengan aparat kepolisian. Tidak tanggung-tanggung, Menwa tidak saja menjadi peserta aktif dalam berbagai ajang debat dan diskusi dalam wacana pergerakan mahasiswa, tetapi juga memelopori aksi-aksi dengan menjadikan markas Skomenwa Jayakarta menjadi tempat diskusi dengan mengundang para Ketua BEM kampus se-Jabotabek merencanakan demontrasi di Istana Merdeka untuk menuntut turunkan harga BBM, tuntutan selamatkan aset-aset bangsa dari kekuatan modal asing, dan sebagainya sepanjang tahun 2002/2003.

Mengikis Tabu PolitikKini, setelah melewati ranjau-ranjau dunia pergerakan, banyak kalangan

aktivis Menwa bermunculan di berbagai pucuk organisasi pergerakan kemahasiswaan dan kepemudaan. Di KNPI banyak aktivis Menwa berkolaborasi dengan berbagai organ yang berhimpun di dalamnya. Jika selama ini aktivis Menwa tersalurkan melalui IARMI (Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa Indonesia) sebagai tempat para anggota Menwa berkumpul setelah lulus dari kampus, lalu mengirimkan utusan perwakilannya ke KNPI, kini sudah banyak wadah untuk berkiprah secara leluasa, bahkan tidak kurang banyaknya kalangan aktivis Menwa bertebaran mendirikan organisasi pergerakan. Seperti mendirikan Wiramuda Jayakarta yang dipelopori kalangan aktivis Menwa Jayakarta dan berhasil merekrut dari kalangan aktivis non Menwa. Mereka aktif mengalang kegiatan kepemudaan dari berbagai latar belakang kampus dan pemuda perkotaan. Bahkan ada organisasi yang bergerak di bidang pengembangan kultur wacana atau kajian, pelatihan dan pemberdayaan seperti Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Kepemudaan dan Keolahragaan (LP2K) Indonesia, Gerakan Alam Pikir Indonesia (Gerak API), Pemuda Peduli Negeri Indonesia (PPNI) dan sebagainya yang didirikan para aktivis Menwa Jayakarta kian eksis hingga kini.

Jika dulu aktivis Menwa tabu untuk menggunakan seragam di luar aktivitas Menwa dan Kampus, kini setiap acara kepemudaan di ibukota selalu muncul atribut Menwa. Bahkan acara yang tidak terkait dengan pelatihan kepemudaan, seperti sosialisasi peraturan pemerintah hingga keterampilan kewirausahaan, baik

151

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

diselenggarakan pihak swadaya masyarakat maupun pemerintah, Menwa Jayakarta tidak ketinggalan mengirimkan utusan. Termasuk pula ada berbagai organisasi politik yang berpusat di Ibukota dalam menggelar even-even berskala nasional juga melibatkan jasa Menwa sebagai pelaksana acara. Menwa sudah dilirik kembali oleh semua kalangan. Sehingga kini nyaris tiada berita media nasional yang menyudutkan keberadaan Menwa.

Dengan demikian, inilah wajah baru Menwa saat ini, di satu sisi memiliki tanggungjawab utama berperan sebagai ‘suplemen’ bela negara yang dibina latih pertahanan oleh Kemhan melalui PTF Kodam dan kegiatan Linmas oleh Pemda, namun di sisi lain ia juga merupakan kekuatan masyarakat intelektual untuk berkiprah nyata secara sosial sebagai organ kepemudaan yang kian diakui eksistensinya. Selamat Berulang Tahun Menwa Jayakarta!

***

152

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

EPILOG:MERAMBAH JALAN BELANTARA REFORMASI Oleh: Rahmatullah,S.Pd,.M.Si

SEJAK digulirkannya Surat Keputusan Nomor 062/1962 oleh Penguasa Perang Daerah, Kolonel Umar Wirahadikusumah, berisi tentang Pengesahan Pendirian Menwa Mahajaya yang kemudian

berubah menjadi Menwa Jayakarta untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, keberadaannya secara terorganisir telah mengikuti model pertahanan teritorial regional terhitung mulai jejak historisnya yang kini (Tahun 2012) berusia 50 tahun. Namun ideologi Bela Negara dan kiprah perjalanannya lebih dahulu muncul sejak Indonesia diproklamirkan yang tengah mengalami guncangan politik dan ancaman kedaulatan negara. Kini Menwa Jayakarta melewati fase transisi di tengah arus pergerakan reformasi di pusat Ibukota Negara RI.

Heroisme Kaum Intelektual; Untuk Sebuah Eksistensi Bernegara Tidak bisa disangkal bahwa pergerakan nasional yang turut memelopori

berdirinya NKRI adalah sekelompok kaum terpelajar yang cukup patriotis. Jika generasi dr. Sutomo (Budi Utomo, 1908) menggalang kekuatan dan kesadaran dengan sifat cooperative-nya, kemudian menggalang persatuan dengan Sumpah Pemuda pada 1928, hingga generasi berikutnya menegakkan NKRI, di antaranya mereka ada sejumlah elit muda intelektual terdidik secara militer melalui Tentara PETA, Keibondan, Seinendan, Heiho, dan sebagainya (khusus bagi ormas Islam terdapat barisan Tentara Hisbullah). Generasi ini pasca perlucutan tentara Jepang masih terus terlibat pergerakan, yang sebagian terlibat mendirikan Negara RI, serta lainnya menghadapi agresi Belanda dan sekutunya dalam tentara NICA. Dapat dipahami kemudian sejarah nasional menyatakan bahwa banyaknya kaum intelektual muda yang merupakan pendiri negara juga terlatih dalam keprajuritan.

Generasi Soekarno, eks pemimpin PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) yang kemudian dibubarkan dan dikelola Jepang menjadi Jawa Hokkokai, memimpin

153

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

negara hasil proklamasi turut memobilisasi badan-badan kelasykaran seperti kelompok pemuda dan mahasiswa Prapatan 10 untuk mengamankan Ibukota Negara Jakarta.

Perjalanan berikutnya angkatan muda pelajar dan mahasiswa membentuk badan Tentara Pelajar, Tentara Genie Pelajar (TGP), Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) hingga Corps Mahasiswa (CM), yang kemudian menjadi Wajib Latih Mahasiswa (WALAWA) hingga berakhir menjadi Menwa. Simpulnya, demi membela negara maka Menwa lahir, biarpun dari segelintir kaum terpelajar yang berani mengangkat senjata.

Pergolakan Negara dan Menwa; Semut yang diibaratkan GajahPro dan Kontra akan keberadaan Menwa bukan hanya di zaman Orba

hingga Reformasi. Namun gugatan terhadap Menwa seiring dengan pergolakan politik yang terjadi dalam tubuh negara Republik Indonesia. Gugatan agar Menwa dibubarkan justru sudah dimulai oleh PKI di era Orde Lama. Saat pimpinan

PKI, D.N. Aidit meminta Bung Karno agar membubarkan Menwa pada 28 September 1965, namun ditolaknya karena dianggap Presiden Soekarno Menwa merupakan organisasi kemahasiswaan yang nasionalistis, dan berani mendukung menumpas Pemberontakan DI/TII, dan turut berjuang di medan tempur dalam pasukan bela negara TRIKORA dan DWIKORA.

Era Orde Baru, akibat pergolakan politik negara, terutama kalangan gerakan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi, maka Menwa diposisikan terpisah dari Senat Mahasiswa dan sebagai UKM khusus yang juga terkena akibat dampak NKK/BKK pada tahun 1978. Di sinilah Menwa termasuk “harus dibina secara khusus” namun tetap dalam bentuk SKB Tiga Menteri (Mendikbud, Menhan, dan Mendagri) Tahun 1978--yang pada 3 tahun sebelumnya telah diberlakukan SKB tahun 1975. Sejak itulah, seolah terpisah antara mereka mahasiswa yang aktif di Menwa dan mereka yang aktif di Senat Mahasiswa, atau pendek kata; antara Aktivis Menwa dan Aktivis non Menwa (yang sejatinya Menwa adalah aktivis mahasiswa yang terintegrasi dalam kampus).

Pembelahan antara dua kutub aktivisme kemahasiswaan inilah sepanjang Orba menjadikan Menwa seolah ibarat “Tentara Gajah” yang dianggap merupakan Paramiliter (pasukan latih bersenjata) di kampus, padahal keberadaan mereka adalah tetap mahasiswa terdidik di kampus sebagai warga sipil biasa dan hanya memiliki kelebihan dibidang minat bakat keterampilan olah keprajuritan sebagaimana

154

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

semboyan (menyempurnakan pengabdian dengan memadukan ilmu pengetahuan dan olah keprajuritan).

Kelompok aktivis kampus dalam Senat Mahasiswa kerap terusik oleh gerakan sumbang yang menyudutkan Menwa. Sebab seolah Menwa merupakan representasi kekuatan negara melalui hegemoni militeristiknya di kampus. Hal inilah yang melatari direvisinya SKB Tahun 1978 menjadi SKB Tahun 1994 agar segala ‘atribut’ dalam bina-latih Menwa selalu berwajah mahasiswa sipil. Hingga runtuhnya Orba dan memasuki era Reformasi, Menwa kembali dihadirkan dalam posisi yang tersudutkan dalam berbagai tuntutan reformasi kehidupan bernegara.

Tragedi SKB 2000: Dilema Menwa di Ibukota Negara Transisi politik Indonesia pasca gerakan reformasi memang melahirkan

banyak tuntutan baru disetiap kampus Perguruan Tinggi dipelbagai daerah, selain menghendaki amandemen Konstitusi hingga distribusi otonomi daerah dan isu penegakan hukum, salah satu dampak yang kerap bersinggungan dengan eksistensi Menwa “mencabut” Dwi Fungsi ABRI. Tak ada yang salah dengan Menwa, dan tak ada hubungannya Dwi Fungsi tersebut terhadap Menwa, hanya saja kerapkali kelompok kecil pro-demokrasi menyeret-nyeret nama Menwa tanpa alasan logis. Seringkali muncul nyanyian atau yel-yel dalam aksi demontrasi kelompok kiri menyuarakan “Bubarkan ABRI” dengan diikuti kata “Bubarkan Menwa”. Bahkan nyanyian Mars TNI/ABRI yang dipelesetkan ke arah aparatur TNI ikut menjatuhkan Menwa seperti: “Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tidak berguna, bubarkan saja, diganti Menwa ya sama saja, lebih baik diganti Pramuka” yang seringkali digemakan dalam aksi jalanan Ibukota.

Meskipun demikian akal sehat Menwa masih berbicara untuk menjawab eksistensi dunia pergerakan mahasiswa. Banyak anggota Menwa tanpa berseragam bertebaran dalam organisasi intra-kampus seperti Senat Mahasiswa atau BEM maupun dalam ekstra-kampus semacam HMI, PMII, GMNI, GMKI, IMM dan sebagainya membaur dalam pergerakan reformasi menumbangkan Orde Baru. Bahkan sebelumya sudah banyak ditorehkan perjuangan kelompok aktivis Menwa kampus melawan kekuasaan militer Orba semasa kuatnya-kuatnya, seperti Bursah Zarnubi (kini Mantan Ketua Umum DPP PBR) yang notabene aktivis Menwa Kampus Universitas Jayabaya yang juga kental dengan HMI-nya harus mengalami penahanan dalam bui. Begitupun dengan M.S. Ka’ban (Ketua Umum DPP PBB) juga bekas pimpinan Menwa yang kerap bersinggungan dengan hegemoni ideologi

155

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

militer Orde Baru.Dengan bekal kemampuan dan keterampilan lapangan dan kesabaran

menghadapi aksi “liar” gerakan mahasiswa yang destruktif dengan isu “tanpa akal sehat” untuk membubarkan Menwa, sekelompok aktivis Menwa yang tersebar dalam pelbagai organisasi pergerakan reformasi menyarankan para pimpinan Menwa satuan (Dansat) masing-masing agar tidak mudah terpengaruh dan membuka jalan dialog terbuka, bahkan mau meladeni debat akademik dengan mereka serta tetap terus menjaga kelanjutan eksistensi organisasi. Sayangnya hanya beberapa kampus yang masih bertahan dari gempuran “mahasiswa radikal”.

Harus diakui bahwa dampak politik yang muncul dari sebagian kecil kelompok pro demokrasi menghendaki pembubaran Menwa paling terasa di DKI Jakarta. Tahun 2000 terjadi pergolakan diberbagai Kampus seperti Universitas Nasional (UNAS), Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS), Universitas YAI, dan sebagainya sehingga berbuntut direvisinya SKB Tahun 1994 menjadi SKB Tahun 2000. Intinya pembinaan Menwa diberikan ke otoritas kampus masing-masing, dan Dephan yang tetap memfasilitasi Diklat melalui Rindam sesuai regionalnya, serta Depdagri melalui Pemda yang sekedar untuk pemberdayaan fungsi Linmas. Hanya saja SKB 2000 kurang memberikan penajaman terhadap pembinaan Menwa yang sesungguhnya. Misalnya SKB kurang memberikan makna imperatifnya bagi keberadaan Menwa satuan di Kampus. Tidak ada ketegasan pimpinan perguruan tinggi untuk memfasilitasinya sehingga keberadaannya hanyalah sekedar UKM yang seadanya, bahkan antara ada dan tiada. Ujungnya banyak Menwa yang harus hilang dari ‘peredaran’ tanpa harus dibubarkan dengan sengaja. Pasca SKB 2000 di tahun tersebut pula Menwa Satuan yang ada hanya bertahan disekitar 20-an Perguruan Tinggi yang masih aktif yang pada awal sebelumnya ada dihampir semua Perguruan Tinggi diwilayah DKI Jakarta. Melalui SKB tersebut juga keberadaannya menjadi beragam dengan berbagai atribut atau nama yang berbeda antar Menwa di tiap kampus, seperti UKM Bela Negara, UKM Korps Bela Negara, UKM Wira Makara, dan lain sebagainya.

Reposisi Skomenwa Jayakarta; Lahirnya Angkatan Baru Menwa JayawangiBuntut lain dari “tragedi SKB 2000” juga pada pembinaan Menwa Jayakarta

tersebut, yakni setelah pejabat Komando yang berpangkat Perwira Menengah dari Aster KODAM Jaya melepas otoritas pembinaannya dalam Skomenwa, maka seolah pendidikan dan latihan dasar kemiliteran di Rindam Jaya terhenti alias

156

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

terlantar hampir 3 tahun lamanya. Memang era eformasi membawa dampak bagi kondisi Menwa yang ‘yang

dipaksa’ harus berbenah pasca SKB 2000. Hanya saja di tingkat regional –dalam hal ini Skomenwa Jayakarta-- belum mengalami kemajuan berarti alias ‘stagnan’. Ketika Menwa tingkat satuan di tiap kampus di Jakarta mengalami perbedaan konsep dan bentuk organisasi kemahasiswaan hingga berujung pada delegitimasi organisasi, namun Skomenwa Jayakarta malah “mati suri”. Banyak Satuan Menwa bertahan dan merekrut Calon Menwa (Camen) dengan akomodasi “seadanya” untuk tetap eksis mengabdi, namun perkaderan dan regenerasi di tingkat Skomenwa terjadi keterputusan. Banyak Camen di tiap kampus Ibukota “mandeg” tanpa dapat mengikuti Latsarmil sebagai syarat menjadi Menwa ‘penuh’ dan di antaranya bertahan karena memimpin Markas di Satuan, dan selebihnya menghilang atau non aktif.

Bahkan paradigma gerakan Menwa yang selama sebelum kekisruhan SKB 2000 berjalan harmoni dengan kegiatan ke-Linmas-an di pembangunan Ibukota, pun mengalami ke-vakuman. Disinilah muncul kelompok muda Menwa dari berbagai kampus berupaya meregenerasi Skomenwa dari kevakuman organisasi, seperti Raden Umar (Dansat UNJ/IKIP Jakarta), Erwin Al Jakartaty (eks Dansat Untag), M. Arwany Deni dan Lukman Hakim (eks Dansat dan Wadansat UPI YAI), Noviandra (Dansat UIN Syarif Hidayatullah), Bahmin (Dansat UMJ), Otto Edwin (Dansat Universitas Islam Jakarta), Joko (Dansat ABA/ABI LPI), Wulan (Dansat Universitas Atmajaya), dan sebagainya, berupaya menghindari closing generation Menwa terhadap suasana perubahan politik di Ibukota.

Baru sekitar Maret dan April 2003, Skomenwa Jayakarta --dengan persiapan swadaya tanpa bantuan dana Pemerintah-- kembali mengadakan Diklatsarmil dan itupun harus diselenggarakan di Pusat Diklat Bela Negara Rindam Siliwangi, Cikole-Bandung, Jawa Barat, karena urusan di Rindam Jaya yang terlampau sulit. Sebab demikian, kemudian lahir angkatan baru yang disebut angkatan Jayawangi

1. Mengambil nama dan tempat latihan Diksarmil, yakni Menwa Jayakarta dan Rindam Siliwangi dengan mengabadikannya menjadi “Jaya-Wangi” sebagai sebutan hasil kerjasama erat antara Skomenwa Jayakarta dengan Skomenwa Mahawarman yang memfasilitasi pertemuan dengan pihak Kodiklat Rindam Siliwangi, Jawa Barat. Sebab tanpa adanya kerjasama erat tersebut dikhawatirkan Diklatsarmil sulit cepat terwujud dan dikhawatirkan bagi Skomen Jayakarta

157

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

akan terjadi clossing generation karena animo Calon Menwa pada kampus-kampus di DKI kian tergerus dan terancam habis atau bubar.

2. Nama angkatan baru Jayawangi diharapkan kelak generasi baru Menwa di Jakarta kian besar kembali (Jaya) dan harum (wangi) atau mengharumkan kembali untuk kemajuan dan harapan baru Menwa DKI yang selalu sesak oleh berbagai gerakan politik.

3. Nama tersebut juga untuk memberi makna momentum atas peristiwa penaklukan Sunda Kelapa melalui kegiatan long march pangeran Jayakarta dari wilayah Jakarta Utara hingga menuju pusat Ibukota.

Dengan munculnya angkatan baru tersebutlah, maka dinamika kelanjutan generasi di tubuh Menwa Jayakarta banyak mengalami perkembangan baru seiring perjalanan keorganisasiannya, pola pendidikan dan latihan, dan bentuk kegiatannya yang disusun dengan mengikuti dinamika kemahasiswaan kontemporer tanpa harus meninggalkan jati diri sebagai organisasi bela negara.

Merambah “Jalan Baru” di Pusat Negara; Tantangan Akhir Yang Belum Terjawab

Menjawab persoalan organisasi di tengah problem Ibukota, Menwa Jayakarta memang selalu ikut serta memelopori perubahan. Ketika otonomi daerah menjadi “berkah” bagi rakyat Indonesia di era reformasi, Menwa yang tersebar di tiap regional (wilayah) berdasarkan kekuatan teritorial TNI belum memiliki garis “komando” yang hierarkies secara nasional. Jika dalam SKB dinyatakan Dephan bertanggungjawab melalui TNI AD di tingkat Kodam memberikan pembinaan dan latihan, namun SKB 2000 yang masih ‘samar-samar’ ternyata belum mampu menjawab kebutuhan kegiatan Menwa secara nasional. Bahkan posisi Menwa seolah tanpa ‘induk’ latihan, sejak SKB tersebut TNI melepaskan “garis komando” binaannya sehingga posisi Menwa terkatung-katung di berbagai wilayah. Karenanya untuk menjaga kekuatan Komando Menwa di seluruh Indonesia, Menwa Jayakarta turut berinisiatif mengembangkan organisasi bersama Skomenwa di tanah air untuk memperjuangkan eksistensi di tingkat nasional. Berbagai ide muncul seperti perumusan Central Resimen Mahasiswa Indonesia (CRMI), hingga terbentuknya Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) Menwa yang tidak berumur panjang akibat “jenis kelamin” bernama koordinasi kurang berdampak bagi kematangan eksistesi Menwa yang berkarakter ‘Komando’ dalam even-even penting kegiatan di-tingkat nasional.

158

SETENGAH ABAD RESIMEN MAHASISWA JAYAKARTA

“Kepeloporan Menwa Jayakarta di Ibukota Negara Indonesia yang cukup strategis

ini belumlah selesai hanya dengan mendorong terbentuknya Konas. Mengingat masih ada “PR” besar menanti, yakni

hadirnya kekuatan komponen cadangan pertahanan yang

menjadi keharusan Konstitusi NKRI yang hingga hari ini

belum tuntas. Hadirnya Konas memang sudah membuat

Menwa terus berlatih secara nasional, terjun di berbagai

daerah terluar NKRI, terjun menjadi satgas siaga bencana,

tetapi bagaimana konsep Menwa tentang rencana “pengadaan” Komponen

dibiarkan menjadi “makhluk ghaib”? Ini tugas Menwa, terutama yang di pusatnya

negara, Ibukota RI ”

Kini, dengan lahirnya Komando Nasional (Konas) Menwa Indonesia, yang dipimpin Ir. A. Riza Patria –yang juga merupakan generasi muda produk Menwa Jayakarta-- adalah wajah baru tampilan Menwa Indonesia saat ini patut diapresiasi publik. Bahkan keberadaan Menwa kini kian lekat kembali dengan berbagai kalangan aktivis pergerakan, mulai dari organisasi kepemudaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan di tingkat nasional. Tidak hanya itu, berbagai kegiatan Diklat Menwa berskala nasional yang sempat beberapa tahun lamanya ‘stagnan’ di Dephan, seperti Suskalak, Suskapin dan sebagainya, direstore kembali berkat kehadiran Konas yang mampu membangun relasi program bersama Dephan (kini Kemhan) dan TNI.

Namun, lagi-lagi kepeloporan Menwa Jayakarta di Ibukota Negara Indonesia yang cukup strategis ini belumlah selesai hanya dengan mendorong terbentuknya Konas. Mengingat masih ada “PR” besar menanti, yakni hadirnya kekuatan komponen cadangan pertahanan yang menjadi keharusan Konstitusi NKRI yang hingga hari ini belum tuntas. Hadirnya Konas memang sudah membuat Menwa terus berlatih secara nasional, terjun di berbagai daerah terluar NKRI, terjun menjadi satgas siaga bencana, tetapi bagaimana konsep Menwa tentang rencana “pengadaan” Komponen Cadangan? Apakah akan dibiarkan menjadi “makhluk ghaib”? Ini tugas Menwa, terutama yang di pusatnya negara, Ibukota RI. Untuk setengah abad Menwa Jayakarta, Bravo atau Dejavu!!!

***

159

FOTOFOTOFOTOESSAIESSAIFOTOESSAIFOTOFOTOESSAIFOTOFOTOESSAIFOTO

160

161

Foto: Di balik kelembutan Srikandi Menwa. Siswa Putri Menwa memperagakan keterampilan bongsanta dengan mata tertutup.

162

Foto: Anggota Menwa Jaya mempertunjukkan keterampilan bongkar pasang senjata dengan mata tertutup. Dengan latihan yang sangat singkat angggota Menwa dapat memperlihatkan kemahirannya. Ini adalah sebuah potensi komponen pertahanan Negara yang sangat potensial.

Foto: Pangdam Jaya MayjenTNI. Waris memberikan pengarahan kepada Siswa PPBN Menwa Jaya dalam rangka membangun harmonisasi Kodam Jaya sbg Pembina Menwa Jaya.

163

Foto: Anggota Menwa Jaya yang menjadi Satgas Kotindo VIII di Timteng bersiap menjalankan tugas perdamaian sbg bentuk pengabdian pada bangsa dan Negara.

Foto: Pemakaman Almarhun Sukirmanto salah satu Satgas Seroja Timtim dari Anggota Menwa Jayakarta yang gugur dalam menjalankan tugas operasi. Sukirmanto berasal dari kampus STT Sapta Taruna Jakarta. Pelibatan Menwa dalam Satgas Operasi Seroja Timor-Timur tercatat sebanyak 20 kali rotasi sejak tahun 1978 sampai dengan 1998.

Foto:  Medali  Seroja  sebagai  bentuk  penghargaan  negara  bagi  relawan  satgas  Timtim

164

Foto: Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Waris menyematkan baret Menwa kepada anggota Menwa yang telah selesai mengikuti pendidikan pendahuluan belanegara di Rindam Jaya, 10 Januari 2012. (Sumber: Dok. Rindam Jaya)

Foto: Foto bersama mantan siswa PPBN Menwa Jaya dengan Pangdam Jaya Mayjen TNI Waris beserta Asisten dan Kabalak Kodam Jaya pada saat penutupan PPBN angkatan Gajendra Jaya tahun 20011 di Rindam Jaya. (Sumber: Dok. Rindam Jaya)

165

Foto: Anggota Menwa Jayakarta mengikuti long march dalam rangka memperingati hari belanegara yang diperingati setiap tanggal 19 desember. acara berlangsung di sekitar jalan medan merdeka Jakarta pusat oleh Kemenhan RI tgl 19 Desember 2011.

Foto: Sikap Menwa terhadap kedaulatan NKRI yang dirongrong bangsa asing. aksi damai dalam mendukung sikap pemerintah RI yang akan berunding dengan

Malaysia (Sumber: Dok.Liputan 6.com)

166

Foto: Siswa Menwa Jayakarta menunjukkan sikap stelling bersenjata pada sesi latihan Pendidikan Pendahuluan Belanegara. Kemampuan stelling ini dibutuhkan agar pemuda dan mahasiswa menjadi orang yang siap dalam mempertahankan negara dalam kondisi apapun.

Foto: Makan bersama dengan ompreng. Tradisi makan bersama dengan ompreng ini adalah sikap untuk membangun kebersamaan diantara anggota Menwa pada saat pembentukan menjadi anggota Menwa.

167

Foto: Latihan penyeberangan basah sebagai bentuk melatih ketangkasan anggota Menwa.

Foto: Menjinakkan api. Simulasi menjinakkan api merupakan latihan untuk meningkatkan keterampilan anggota menwa dalam keterampilan damkar. latihan ini menjadi sesi khusus yang ada dalam kurikulum pendidikan dasar di Menwa.

168

Foto: Penanaman pohon setelah acara pembukaan perayaan HUT Menwa Jayakarta ke 50th di Rindam Jaya, 11 Maret 2012.

Foto: Anggota Menwa Jaya saat program santunan anak yatim dan piatu di UNJ. Kegiatan ini rutin dilaksanakan oleh Menwa dalam menumbuhkembangkan kompetensi sosial dalam sikap empatik dan kepedulian antar sesame.

169

Foto: Anggota Menwa dari Fakultas Kedokteran sedang memeriksa kesehatan calon siswa. Keahlian medis ini merupakan potensi anggota Menwa dalam mendharma bhaktikan dirinya di masyarakat

Foto: Rektor UNJ Prof. DR. Bedjo Sujanto, M.Pd sedang memaparkan materinya yang menjadi salah satu narasumber Seminar Nasional Belanegara pada puncak perayaan HUT Menwa Jayakarta ke 50th.

170

Foto:Kalimantan tahun 2012 bersama komponen bangsa lainnya sebelum diberangkatkan menjalankan tugas ekspedisi.

Foto: berdiskusi dengan Mantan Wapres RI Bapak HM Jusuf Kalla selaku Ketua PMI Pusat membahas persoalan sinergiitas peran Menwa dalam misi kemanusiaan. Turut hadir Dankonas Menwa Indonesia beserta staf Konas dengan dihadiri pula oleh Staf SKomenwa Jayakarta di Kantor PMI Pusat, Oktober 2010. (Sumber:Dok Konas Menwa)

171

TENTANG PENULIS

Letjend. TNI Waris saat ini diamanahkan jabatan sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional. Penulis lahir pada 12 Desember 1957 di Malang Jawa Timur. Pendidikan militer yang pernah diikuti adalah AKABRI Darat tahun 1981, Susar Para tahun 1980, Susarcab Infanteri tahun 1981, Suspatif Infanteri tahun 1983, Pendidikan Lanjutan Perwira II Infanteri tahun 1990, Seskoad tahun 1994, Susdandim tahun 1997, Sesko TNI 1999, Susdanrem 2005, Susstrat Perang Semesta tahun 2007 dan Lemhanas tahun 2009. Memulai karier sebagai seorang prajurit menjabat sebagai Danton Yonif 745 Kodam IX Udayana, Danton

2/C Yonif 745, Kasi Intel Yonif 745, Kaur Gumiltih Kodam IX Udayana, Wadan Dodik Rindam IX Udayana, PS. Wadan Yonif 507/BS Kodam V Brawijaya, Wadan Yonif 507, Kasdim 0808 Kediri Kodam V Brawijaya. Danyonif 315/ Garuda Kodam III Siliwangi, Patun Susdanyonif, Dansat Protokol Paspampres, Dandim 0814 Korem 082, Wadan Group B Paspampres, Dansatpam Goup B Paspampres, Danyonpam Group B Paspampres, Wadan Group A Paspampres. Danbirigif 13 Divif 1/ Kostrad, Danmen Siswa secapa AD, Asops Kasdam IM, Danrindam II Sriwijaya, Danrem 101/ANT, Inspektur Kostrad dan Menjadi Staf Khusus Kasad, Kasdam Jaya yang kemudian sebelum menjadi Pangdam Jaya ke-26 terlebih dahulu menjabat sebagai Danpaspampres.

Dr. Agus Sutiyono, S,Pd,. MM lahir di Solo 10 Februari 1968 merupakan Dosen di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah dan saat ini menjabat sebagai Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Beliau menekuni dunia sofware pengembangan sumber daya manusia (Mental dan Spiritual Aspek) sejak tahun 1990 bersama almrhumah La Rose.

172

Irjend.Pol. Drs. Bambang Suparno, SH,. M.Hum saat ini menjabat sebagai Deputi V/ Bidang Koordinasi Keamanan Nasional Menko Polhukam RI. Lahir pada tanggal 27 September 1956. Pendidikan yang pernah diikuti AKABRI matra Kepolisian tahun 1980, PTIK (1990), Sespim Polri (1997) dan Sespati LAN (2003). Pengalaman dalam berbagai jabatan di Polda Kaltim dari Jabatan Kapolsek Tj.Selor, Kabagops Polres Bontang dan Kasat Lantas Polresta Balikpapan selanjutnya sebagai Kabag Pammasbang Ditintelpam Polda Maluku, Wakapolres Karawang, Kapolres Karawang, Kapolres Madiun, Kapus Kodalops Polwil Cirebon, Kapolresta Kediri, Sesditlantas Polda Sumut, Dirlantas Polda Kalsel, Dirlantas Polda Sumut, Kakortarsis Ditbintarlat Akpol, Kapolwiltabes Surabaya, Wakapolda Riau, Wakapolda NAD, Widyaiswara Utama Sespim Polri, Sahli Kapolri, Analis Kebijakan Utama Lemdikpol Polri, dan Wakabaharkam Mabes Polri. Tanda jasa yang diterima adalah SL. Dwidya Sistha, SL. Kesetiaan 8, 16 dan 24 tahun, SL. Karya Bhakti, SL. Ksatria Tamtama, SL. Seroja, Bintang Bhayangkara Nararya, Bintang Bhayangkara Pratama.

Prof. Dr. H. Armai Arief, MA adalah Ketua Umum Ikatan Dosen Indonesia (IDI). Saat ini aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Berbagai jabatan struktural di perguruan tinggi pernah diemban, pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan saat ini juga penulis diamanahkan sebagai Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pengalaman beliau di Menwa pernah

menjadi Kepala Staf Resimen Mahasiswa Maharuyung Sumatera Barat.

173

Mayjend. TNI. Hartind Asrin saat ini aktif menjabat sebagai Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan RI. Beliau menyelesaikan pendidikan di Akabri Darat pada tahun 1983. Seskoad tahun 1997, Sesko Komperatif di Singapura tahun 1999, Sesko TNI tahun 2008 dan Lemhanas di China tahun 2010. Berbagai jabatan dilaluinya, mulai Komandan Pleton Yonif 401/Banteng Raiders, Danyonif 412/Raider Kostrad, Waasops Kasdivif-I/Kostrad, Waasintel Kasdivif-I/Kostrad. Selanjutnya menjabat sebagai Atase Pertahanan RI di Kuala Lumpur 2003 - 2006, Asintel Dam VI/

Tanjungpura 2007 - 2008, Paban VI/Mintel dan Paban I/Ren Spamad 2008 - 2009. Penugasan Operasi di antaranya Timor – Timur, Papua dan Komandan Kontingen Garuda XVII – 6 di Philipina Selatan.

Connie Rahakundini Bakrie lahir di Bandung, 3 November 1964. Beliau adalah seorang pengajar dalam bidang ilmu politik dengan konsentrasi masalah pertahanan dan militer di Fakultas Ilmu Sosial dan Poltik Universitas Indonesia. Pengalaman telah memotivasinya untuk study di bidang politik. Beliau menamatkan study program Doctoral (2012), Magister (2007), Sarjana (2005) di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia dan mendapatkan gelar sarjana di School of Graphic Design, Sydney, Australia (1985). Beliau juga merupakan lulusan

sebagai Direktur Eksekutif IODAS (Institute of Defends and Security Studies), Presiden IWAPSI (Ikatan Wanita Pejuang Siliwangi) dan sebagai Peneliti pada INSS (Institute of National Security Studies) Tel Aviv, Israel (2009).

174

Letkol. Inf. Rachmad PS, SIP, M.Si, mengabdi di Kopassus TNI AD sejak tahun 1995, jabatan saat ini Danyon-32 Grup-3 Kopassus. Masuk dinas militer melalui Sepa PK/PSDP TNI tahun 1995, lulus S1 Fisip UGM tahun 1994, S2 Pasca Sarjana UI tahun 2007. Pernah menjabat sebagai Danyon Menwa UGM tahun 1992/1993 serta melaksanakan penugasan Satgas Dharma Bhakti Menwa ke Timtim tahun 1991.

Erwin H Al-Jakartaty,M.Si lahir di Jakarta, 31 Juli 1975. Merupakan lulusan SMA Yapink (1993), selanjutnya menyelesaikan studi S1 di UNTAG Jakarta (1998) dan S2 di UI (2007). Penulis saat ini aktif sebagai Wadankonas Menwa Indonesia yang banyak menggeluti berbagai organisasi seperti Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Hubungan Internasional Indonesia (FKMHII) (1998/1999), Ketua DPC GMNI DKI Jakarta (1999/2001), Pendiri Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB) (2000), Ketua Biro Politik DPD KNPI DKI Jakarta (2002/2005), Wasekjen Bidang SDM DPP KNPI (2008/2011), Ketua Komite Organisasi Bamus Betawi (2008/2013), Wasekjen Bid Pemuda-Olahraga DPP Forkabi (2005/2010), Sekretaris GMD DKI Jakarta (2003/2008), Wakli Ketua DPD IPPI (Ikatan Putra-putri Indonesia) DKI (2004/2007), Ketua Harian Pengda Federasi panjat Tebing Indonesia (FPTI) DKI Jakarta (2007/2010), Ketua Wilayah KW IN GARDA PETA DKI Jakarta (2005/2010), Wakil Sekretaris KOSGORO DKI Jakarta (2008/2013), Wakil Ketua Forum Pemuda Betawi (2007/2012), Commandante KMN Blue Forces (2007/2012), Kompartemen Tenaga Kerja, Buruh Tani dan Nelayan Pengurus Nasional IKA-GMNI (2011/2016), Ketua Bid OKK dan Kaderisasi DPP Macan Kemayoran (2011/2016), dan Wasekjen Bid OKK DPN IARMI (Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa Indonesia) 2010-2015. Penulis bekerja sebagai Staf Komisi IV DPR RI (1999/2002), Staf Khusus Sekjen Depdagri (2002/2004), Editor/Copy Writer KOMUNITAS PENA (2004/2007), Staf Pengajar UT (2004/2008), Guru Muatan Lokal SMA 6 (2005/2008), Staf Direktur Utama PT. Westindo Utama Karya (2003 – 2008), Staf Pengajar UBB (2008 – 2010) dsb.

175

H. Icu Zukafril lahir di Bukit Tinggi, 11 Oktober 1956, saat ini menjabat sebagai Staf Khusus Menteri PAN & RB. Beliau adalah alumnus IKIP Jakarta Jurusan Teknik Elektro tahun 1979; menekuni community developmant dengan melanjutkan study S1 pada pengembangan masyarakat & pendidikan luar sekolah (1983); study S2 pembangunan untuk perencanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat (1989), S2 Ilmu sosial dan ilmu politik (1995); dan S3 ilmu sosial dan ilmu politik – antropologi politik (2011). Penulis pernah menjadi PNS selama 25 tahun (1980-2005); di Bappenas, Departemen Transmigrasi, Departemen Kelautan & Perikanan dan di Setneg dengan pangkat/golongan terakhir Pembina Madya/IV-D, dengan berbagai jabatan struktural , pernah mengikuti berbagai diklat/kursus kedinasan/non kedinasan di dalam & luar negeri; sampai sekarang menjadi narasumber berbagai seminar/ diskusi/ lokakarya/ symposium, dalam dan luar negeri. Ketika mahasiswa aktif di HMI, Menwa, Pencinta alam & LH, Koran Kampus, Forum Diskusi Mahasiswa. Hobby berolah raga dan menekuni olah raga seni beladiri pencak silat. Sampai sekarang masih aktif melakukan pemeberdayaan masyarakat dalam jaringan petani & nelayan, HKTI, HMPTI, PATRI, WAMTI. Pernah menjadi Wakil Ketua tim pemenangan pilpres putaran(I) Amien-Siswono 2004, Wakil Sekjen DPP PAN 2005-2010, Wakil Sekretaris MPP DPP PAN 2010-2011.

Prof. Dr. H. Haryanto Dhanutirto, Apt,. DEA adalah Rektor Istitut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta. Beliau lahir di Purwokerto, Jawa Tengah pada 14 Agustus 1939. Pernah menjabat sebagai Menhub Indonesia pada tahun 1993 hingg a tahun 1998 dalam Kabinet Pembangunan VI pada pemerintahan Presiden Soeharto. Lulusan Fakultas Farmasi Institut Teknologi Bandung ini pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan DPD Golkar (1985-1987)

ini pernah menjadi anggota DPR-RI (1977-1978), dan MPR-RI (1982-1987). Penulis juga mencatatkan diri dalam sejarah Menwa sebagai Kepala Staf Menwa (Kasmen) Mahawarman pertama.

176

Drs. H. Ratiyono Tuslim, MMSi lahir di Kebumen, 27 September 1959, saat ini diamanahkan sebagai Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda Provinsi DKI Jakarta. Beliau menamatkan SMA di Gombong tahun 1979 selanjutnya menyelesaikan studi kesarjanaanya di IKIP Jakarta Jurusan Biologi tahun 1983 dan Program Magister Jurusan Sistem Informasi Bisnis di Universitas Gunadarma tahun 2002 dari program beasiswa. Saat ini masih menempuh pendidikan program Doctoral di Universitas Negeri Jakarta. Pengalaman karir banyak malang melintang di dunia

Kapin Jaktim, SMA Prima Nusantara Jaktim, SMA Yapenda Jakut, dan SMA Al Jihad Jakut selanjutnya diamanahkan sebagai Wakepsek SMAN 7 Jakarta, Kepsek SMAN 24 Jakarta, Kepsek SMAN 1 Jakarta, Kasubdis Tenaga Pendidikan Dinas Dikmenti Provinsi DKI Jakarta, Kasudin Dikmen Jakarta Pusat, dan terakhir sebelum menjabat Kadisorda beliau pernah menjabat Wakil Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (sejak 21 Agustus 2009). Bagi penulis dunia organisasi kemahasiswaan tidaklah asing, beliau pernah menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FMIPA IKIP Jakarta (1981/1982) dan pada saat itu juga mengikuti Latsarmil Menwa di Rinifdam Jaya tahun 1982 yang selanjutnya aktif sebagai Provoost serta terakhir sebagai Wadanki Menwa Bataliyon 3/ IKIP Jakarta. Saat ini penulis juga masih aktif dan dipercaya sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Menwa Universitas Negeri Jakarta/IKIP Jakarta periode 2012/2017.

Yahya Abdul Habib, SE. Adalah lulusan SMA Muhammadiyah 1 Jakarta tahun 1992 dan alumni Universitas Jayabaya Jakarta tahun 2008, saat ini aktif sebagai Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah, Direktur Eksekutif Jakarta Policy Center, Ketua Yayasan Pelangi Pancasila Sakti dan juga sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP KNPI 2011-2014. Penulis juga pernah menjabat sebagai Sekretaris DPD KNPI DKI

Jakarta (2008-2011) dan Ketua DPW Pemuda Muhammadiyah DKI Jakarta.

177

Tubagus Alvin Haryono, S.IP lahir 27 tahun silam di Jakarta. Adalah alumnus FISIP Unsoed yang saat ini sebagai Fungsionaris organisasi Gema Ormas MKGR (2011-Sekarang) dan juga merintis diri di dun ia usaha dengan menduduki berbagai jabatan strategis di perusahaan seperti di CV Aldesra (Komisaris) bidang Perkebunan, Perikanan, dan Peternakan (2002-Sekarang), Pro Hamster (Owner) Profesional Hamster Care; Budidaya, penyedia keperluan, konsultasi, dan perawatan khusus Hamster (2004-2010), Ternak Landak Mini sekala Rumahan (2010-Sekarang), PT. Transmega Energi (Business Development) Usaha Perdagangan Industri Oil & Gas (2008-2011), PT. Agisakti Sukses Makmur (President Director), Agen Aspal Drum Pertamina Wilayah DKI, Jabar, Banten (2011-Sekarang).

Drs. Agus Setiaji, M.Si,. AAIJ., QIP., RFA., RIFA., CHRP adalah alumni Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta, lahir di Jakarta, 30 Agustus 1966. Bekerja di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Divisi Human Capital dan ditugaskan pada posisi Assistant Vice President, sebagai Head of Human Capital PT. BNI Securities. Meraih gelar Master of Sains di bidang Ekonomi Publik pada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta pada tahun 2005 dan Sarjana Pendidikan IKIP Jakarta

Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan pada tahun 1992. Masuk menjadi anggota Menwa tahun 1985 dan dipercaya Senior Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta menjadi Komandan Peleton, Komandan Kompi, Wakil Asisten Operasi dan Komandan Batalyon 3 IKIP Jakarta periode 1988 – 1989. Pada Rapat Ikatan Keluarga Alumni Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta tahun 2012, dipercaya Senior Alumni Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta menjadi Bendahara Ikatan Keluarga Alumni Menwa Batalyon 3 IKIP Jakarta periode 2012/2017. Sedangkan gelar gelar professional yang diperoleh adalah Ahli Asuransi Indonesia Indonesia Jiwa

178

Ivan Louise Barus adalah Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia di Singapura (PPIS) lulusan alumni SMA Singapura tahun 2008 dan saat ini sedang melanjutkan study di Nanyang Technological University Singapura. Berbagai pengalaman jabatan di organisasi dan bisnis diemban oleh penulis seperti sebagai Ketua Perguruan Karate Aru Kyokhusin seluruh Sumatra (2010-sekarang), Maincommite Divisi Sports PPIS 6 (2011-2012) dan Presiden PPIS 7 (2012-2013), jabatan di dunia

bisnis seperti sebagai Direktur Marketing Dan Owner PT HMS (2009-sekarang), Direktur Marketing Dan (2009-2012), Distribution Manager Phoneix Project Shooting Gear (2009-2011). Selain aktif di dunia organisasi dan bisnis, penulis melengkapi kesehariannya dengan mengabdikan diri di dunia pendidikan sebagai Guru Sekolah Minggu BCS Singapore (2006-2010),Guru 180 Singapore (2010-sekarang), Freelance Personal Trainer (2009-sekarang).

Ubaidillah Sadewa lahir di Lamongan, 1 Januari 1981 adalah alumnus Madrasah Aliyah Keagamaan Tebuireng Jombang Jawa Timur lalu menyelesaikan gelar kesarjanaan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini melanjutkan study di Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Aktif juga sebagai Direktur Lembaga Lingkar Muda Nusantara. Pengalaman berorganisasi pernah aktif sebagai Wakil Sekretaris PW IPNU DKI Jakarta, Direktur Lembaga Pers PC IPNU Jakarta Pusat, Presidium Barisan Oposisi Kaum Muda Mahasiswa (BOKMM), Sekretaris Jenderal Lingkar Studi Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI), Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LP2M) PMII Cabang Ciputat, Volunter IAIN Democracy Watch (IDW), dan Litbang Himpunan Mahasiswa Pemikiran Politik Islam. Tulisan yang pernah dipublikasi Ningsih, Cerpen, Swara Rahima (2007), Opini, Duta Masyarakat (2006), Ulama dan Pilkada, Opini, Suara Karya (2005), Mencari Akar Tragedi Maluku, Resensi Buku, Media Indonesia (2004), Menuju Transformasi Remaja Masjid dsb.

179

Puadi, S.Pd, MM adalah lulusan SMAN 1 Sukatani Bekasi tahun 1991 dan alumni IKIP Jakarta tahun 1998 dan S2 Manajemen di STEKPI Jakarta. Penulis aktif sebagai aktivis HMI dimana pernah mengemban jabatan sebagai Bendahara Umum HMI Cabang Jakarta periode 1995-1996. Saat ini masih aktif di dunia keorganisasian sebagai pengurus KAHMI Jaya dan sebagai Komisioner Panwaslu Jakarta Barat.

Ir. Chairul Razak, M.E adalah mantan Komandan Menwa Jayakarta pertama yang berasal dari kalangan sipil pasca era reformasi (2002-2004). Terlahir di Jakarta tanggal 1 Februari 1974. Mengenyam diksarmil Menwa di Rindam Jaya tahun 1995 dengan sandi angkatan Pasopati III. Beliau merupakan alumni D3 Akademi Teknologi Sapta Taruna, S1 di ISTN Jakarta dan S2 MPKP UI. Saat ini beliau bekerja sebagai Dirut PT. Kusuma Negara Pusakagraha Indoartha dan aktif di keorganisasian DPP KNPI sejak tahun 2002 hingga sekarang dari jabatan Wasekjen sampai saat ini sebagai Ketua Bidang. Beliau juga aktif di organisasi keprofesiaan dari anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Anggota Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan Ketua Divisi ARDIN.

Afrizal Pasha, S.Pd adalah Guru SMA Negeri 70 Jakarta. Semasa mahasiswa pernah aktif di lembaga kemahasiswaan Intra-kampus sebagai Pengurus BEM UNJ periode 2002/2003. Selain itu di lembaga Ekstra-kampus pernah menjadi Ketua Umum HMI Komisariat FIS UNJ periode 2000/2001 dan Ketua HMI Cabang Jakarta Raya periode 2004/2006. Selain aktif di dunia pendidikan, kini masih aktif menggeluti aktivitas di LSM Komunitas Peduli Pendidikan (KPP) Jakarta.

180

Rahmatullah, S.Pd. M.Si adalah Dosen UNINDRA PGRI Jakarta, juga Anggota Dewan Pendidikan Wilayah Pemerintahan Kota Administrasi Jakarta Timur masa bakti 2010-2015. Selain itu juga aktif sebagai Pegiat Sosial di LSM Humanika Jakarta. Lahir di Lampung Selatan, 20 Mei 1977. Pendidikan yang digeluti setelah lulus dari MAN 2 Serang pada 1997, lanjut menamatkan gelar kesarjanaan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) secara Yudisium dibidang Pendidikan (2003) dan Magister Sains di Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI secara Yudisium Sangat Memuaskan (2007).

Virgianto, SE., S.Sos. adalah lulusan SMAN 61 Jakarta tahun 1992 dan UPI FE YAI tahun 1998 dan S1 Fakultas Komunikasi UIC tahun 2010. Jabatan di Menwa yang pernah diemban adalah sebagai Kasi Intelpam Yon 19/BS LPT YAI Jakarta dan saat ini beliau masih aktif di Menwa sebagai Asisten Perencanaan Konas Menwa Indonesia. Pernah aktif juga sebagai aktivis HMI Cabang Jakarta dan LSM HUMANIKA Jakarta.

lahir di Jakarta, 26 September 1985. Saat ini aktif sebagai Direktur Eksekutif The Jakarta Institute. Pernah aktif sebagai Kabid Advokasi dan Jaringan BEM FH UIA, Kabid PSDM BEM FH UIA, Presma BEM

Bendahara PB HMI, Ketua Umum Asosiasi Mahasiswa Peduli Energi Nasional (AMPEN) dan Koordinator Presidium BEM Nasional.

181

BIOGRAFI EDITOR

Rasminto lahir di Bekasi, 30 Agustus 1986. Adalah putra pertama dari tiga bersaudara laki-laki. Pendidikan formal sejak Sekolah Dasar hingga SMA ditempuh di Sukatani Bekasi yakni di SDN Pulosirih (1999), SMPN 1 Sukatani (2002) dan SMAN 1 Sukatani (2005) Bekasi, selanjutnya menamatkan

Universitas Negeri Jakarta tahun 2009. Saat ini sedang menempuh program Magister PKLH di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta angkatan 2011/2012.Pengalaman berorganisasi sudah digeluti

sejak masa SMA dengan aktif sebagai Bendahara PMR SMAN 1 Sukatani, anggota Pramuka, anggota Bandung Karate Club (BKC), anggota ekskul olahraga gulat dan lanjut masa kuliah aktif juga sebagai Staf Kaderisasi

Menwa UNJ, Kepala Sub Urusan Humas Menwa UNJ, Dansat Menwa UNJ, Waaspers Menwa Jayakarta, Kabid PAO Korkom HMI UNJ, Wasekum Cabang HMI Jakarta Raya, Wasekum DPD KNPI Jakarta Timur dan Kepala Staf Menwa Jayakarta (sejak 2010 sampai 2012) serta saat ini masih aktif sebagai Kabid PTKP Badko HMI Jabotabeka-Banten (sejak 2011), Ketua Forum Mahasiswa Pascasarjana UNJ (sejak 2012) dan Ketum DPP PPNI (sejak 2009) serta Kapusdiklat Menwa Indonesia (sejak Desember 2012). Pengalaman bekerja sebagai Pengajar dan Marketing The Yellow Jacket, Guru PPL SMAN 68 Jakarta, Guru SMA Budhi Agung Jakarta dan Dosen d UNISMA Bekasi.

182