11
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara mensejahterakan rakyatnya dengan membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan masyarakat untuk mendukung kelansungan hidupnya. Berbagai fasilitas yang disediakan tidak kita dapatkan hanya dengan meminta dari pemerintah itu sendiri, tetapi kita harus mengeluarkan suatu kewajiban rakyat yang disebut dengan pajak. Pajak dinegara kita Indonesia terbagi pada beberapa jenis, yaitu : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Bea Materai. Berdasarkan beberapa jenis pajak yang dibebankan negara kepada rakyatnya, pajak penghasilan merupakan pajak yang paling diperhatikan oleh masyarakat karena pajak ini terbagi pula menjadi beberapa bagian, yaitu PPh Pasal 21,22,23,24,25 dan 26. Dari 6 (enam) jenis PPh ini PPh Pasal 21 merupakan pajak penghasilan lebih lumrah dikenal oleh masyarakat karena diwajibkan oleh rata-rata orang yang bekerja. PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukannya wajib pajak orang pribadi baik itu dalam negeri jika itu PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 wajib pajak orang pribadi di luar negeri. Walaupun sudah ada dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah, tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara pasti bagaimana mekanisme pemungutan PPh Pasal 21 dan/ atau PPh pasal 26 itu sendiri, serta hal lain yang bekaitan dengan hal tersebut. Masyarakat menganggap apabila sudah membayar pajak maka kewajibannya sebagai warga negara sudah terpenuhi dan hak yang dibutuhkannya sudah dapat dituntut. Padahal pengetahuan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban itu sangat perlu diketahui, karena pada akhirnya kita yang akan mengalami kerugian atas ketidaktahuan hal tersebut.

Pph 21 dan atau 26

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pph 21 dan atau 26

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suatu negara mensejahterakan rakyatnya dengan membangun fasilitas-fasilitas yang

dibutuhkan masyarakat untuk mendukung kelansungan hidupnya. Berbagai fasilitas yang

disediakan tidak kita dapatkan hanya dengan meminta dari pemerintah itu sendiri, tetapi kita

harus mengeluarkan suatu kewajiban rakyat yang disebut dengan pajak. Pajak dinegara kita

Indonesia terbagi pada beberapa jenis, yaitu : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) dan Bea Materai.

Berdasarkan beberapa jenis pajak yang dibebankan negara kepada rakyatnya, pajak

penghasilan merupakan pajak yang paling diperhatikan oleh masyarakat karena pajak ini

terbagi pula menjadi beberapa bagian, yaitu PPh Pasal 21,22,23,24,25 dan 26. Dari 6 (enam)

jenis PPh ini PPh Pasal 21 merupakan pajak penghasilan lebih lumrah dikenal oleh

masyarakat karena diwajibkan oleh rata-rata orang yang bekerja.

PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan sehubungan dengan

pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukannya wajib pajak orang pribadi baik itu dalam

negeri jika itu PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 wajib pajak orang pribadi di luar negeri.

Walaupun sudah ada dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah,

tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara pasti bagaimana mekanisme

pemungutan PPh Pasal 21 dan/ atau PPh pasal 26 itu sendiri, serta hal lain yang bekaitan

dengan hal tersebut.

Masyarakat menganggap apabila sudah membayar pajak maka kewajibannya sebagai

warga negara sudah terpenuhi dan hak yang dibutuhkannya sudah dapat dituntut. Padahal

pengetahuan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban itu sangat perlu

diketahui, karena pada akhirnya kita yang akan mengalami kerugian atas ketidaktahuan hal

tersebut.

Page 2: Pph 21 dan atau 26

2

Oleh karena itu, didalam makalah ini diuraikan teori tentang PPh Pasal 21 dan/ atau

PPh Pasal 26 serta formula yang dibutuhkan dalam pemotongan untuk PPh yang

bersangkutan.

1.2. Tujuan Penulisan

1. Untuk dapat mengetahui pengertian dan mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 dan/

atau PPh Pasal 26.

2. Agar dapat mengetahui dan menjelaskan pihak yang bertindak sebagai pemotong

pajak serta kewajibannya.

3. Agar dapat mengetahui subjek dan non-subjek pajak PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal

26 serta hak dan kewajibannya.

4. Agar dapat mengetahui objek dan non-objek pajak PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26

serta objek yang dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 final.

5. Untuk dapat mengetahui tata cara perhitungan PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26

serta mengaplikasikannya.

1.3. Manfaat Penulisan

1. Menambah wawasan Mahasiswa tentang mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 dan/

atau PPh Pasal 26.

2. Menciptakan generasi muda yang patuh dan taat pada pajak.

Page 3: Pph 21 dan atau 26

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Dasar Hukum

2.1.1. PPh Pasal 21

Menurut Waluyo (2011:201) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan

Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, honorium,

tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan

pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

dalam negeri.

Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah Pasal 21

Undang-undang pajak Penghasilan Peraturan direktur Jenderal Pajak Nomor Per

57/Pj./2009 yang baru diubah tanggal 12 Oktober 2009 lalu. Selain itu Peraturan

Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang pemotongan PPh Pasal 21 atas

penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua

beserta peraturan pelaksanaanya telah dimuat.

Waluyo (2011:202) juga menyatakan bahwa ketentuan pelaksanaan PPh Pasal

21 akan selalu dilakukan pembaruan sejalan dengan diberlakukannya undang-

undang pajak penghasilan hasil reformasi perundang-undangan yang berlaku per 1

Januari 2009 yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak

Penghasilan.

2.1.2. PPh Pasal 26

Secara umum definisi PPh pasal 21 dan 26 adalah sama, perbedaannya hanya

pada lokasi atau tempat wajib pajak orang pribadi bermukim. Apabila pada PPh

Pasal 21 wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri maka PPh Pasal 26

bagi wajib pajak orang pribadi subjek pajak luar negeri.

PPh Pasal 26 dapat diartikan sebagai pajak penghasilan yang dikenakan oleh

pemerintah sehubungan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak

orang pribadi luar negeri.

PPh Pasal 26 terdapat dalam Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan 2008

yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009. Selain itu diatur dalam Peraturan

Page 4: Pph 21 dan atau 26

4

Menteri Keuangan Nomor 258/PMK/.03/2008 tentang pemotongan pajak

penghasilan Pasal 26.

2.2. Pemotong Pajak

Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan

dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang

Pribadi dalam negeri (Waluyo, 2011:204).

Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh :

1. Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi atau badan, baik pusat, cabang,

perwakilan maupun unit yang memberi gaji, upah, honor atau pembayaran lain,

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah,

3. Badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja dan badan lain yang membayar

THT,

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang

membayar honorarium atau pembayaran lain,

5. Penyelenggara kegiatan

Sedangkan pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 yaitu : 1) badan pemerintah, 2)

subjek pajak dalam negeri, 3) bentuk usaha tetap, 4) penyelenggara kegiatan, 5) perwakilan

perusahaan luar negeri lainnya.

2.3. Subyek dan Obyek Pajak

2.3.1. PPh Pasal 21

a. Subyek Pajak

1. Pegawai;

2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT atau

JHT, termasuk ahli warisnya;

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan;

4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.

b. Obyek Pajak

Page 5: Pph 21 dan atau 26

5

1. Penghasilan yang diterima/diperoleh pegawai/penerima pensiun secara

teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, tunjangan;

2. Penghasilan yang diterima/diperoleh pegawai/penerima pensiun secara

tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, THR, gratifikasi, bonus;

3. Upah harian, upah borongan, upah satuan, upah borongan yang diterima

tenaga kerja lepas;

4. Uang tebusan pensiun, uang THT, uang pesangon, sehubungan dengan

PHK;

5. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan lain yang terkait dengan gaji/honorarium

yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh PNS;

6. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang diberikan

oleh bukan WP selain pemerintah atau WP yang dikenakan PPh final dan

yang dikenakan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit);

7. Honorarium, uang saku, hadiah/penghargaan, komisi, beasiswa dan

pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa: a)

Tenaga ahli, b) Olahrawan, c) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, d)

Pemain musik, pembawa acara, pelawak, e) Agen iklan, f) Peserta

perlombaan, g) Penjaja barang dagangan, h) Peserta pendidikan, pelatihan,

pemagangan dan i) Distributor pengusaha MLM.

2.3.2. PPh Pasal 26

Menurut Waluyo (2011:327),

Subyek pajak yang dipotong PPh Pasal 26 yaitu orang pribadi dengan status

sebagai subyek pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dalam bentuk apa pun, sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan

Direktur Jenderal Pajak, dari pemotong PPh Pasal 26 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.

Obyek dan tarif pajak PPh 26 dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

1. 𝑃𝑃ℎ 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑙 26 = 20% 𝑥 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜

a. Deviden;

b. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan

jaminan pengembalian utang;

Page 6: Pph 21 dan atau 26

6

c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

e. Hadiah dan penghargaan;

f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

g. Premi swap (selisih harga satu mata uang yang menjadi lebih mahal untuk

dibeli) dan transaksi lindung nilai lainnya;

h. Keuntungan karena pembebasan utang.

2. PPh pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto

a. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali

yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak LN selain BUT di Indonesia;

b. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri;

c. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (3c).

3. PPh pasal 26 = PKP BUT – PPh Terutang 𝑥 20%

Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha

tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali

penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

2.4. Formula Perhitungan

Pada dasarnya cara perhitungan PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26 sama dengan

perhitungan pajak lainnya, tetapi pada pasal ini bagi penerima-penerima penghasilan dari

pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu Wajjib Pajak

dalam negeri selain pengurangan berupa PTKP, juga ada pengurangan berupa biaya jabatan,

pensiun dan iuran pensiun. Selain itu tarif yang ditetapkan juga bervariasi sesuai yang diatur

dalam UU Pajak Penghasilan dan peraturan pemerintah.

A. Pegawai Tetap

1. Cara menentukan penghasilan netto, penghasilan bruto dikurangi:

a. Biaya jabatan (biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

penghasilan), 5 % (persen) dari penghasilan bruto, paling tinggi Rp

6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan.

Page 7: Pph 21 dan atau 26

7

b. Iuran yang berhubungan dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana

pensiun.

2. Pengurangan biaya jabatan dan iuran tidak berlaku bagi yang menerima upah

harian. Tidak juga bagi wajib pajak luar negeri yang terutang PPh pasal 26.

3. Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP), Penghasilan Netto dikurangi

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebenarnya.

a. Karyawati menikah, PTKP yang dikurangkan hanya untuk diri sendiri dan

karyawati menikah selain dikurangi dengan diri sendiri juga dikurangi keluarga

sebagai tanggungan sepenuhnya.

b. Karyawati yang menunjukkan keterangan suaminya tidak berpenghasilan,

diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 1.320.000,00 setahun atau Rp

100.000,00 sebulan. Ditambah keluarga yang menjadi tanggungan paling

banyak 3 orang, masing-masing sebesar Rp 1.320.000,00 setahun atau Rp

100.000,00 sebulan.

c. Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada tahun takwim.

4. Tarif yang ditetapkan adalah tarif Pasal 17 Undang-undang PPh.

B. Pegawai Harian/ Pegawai Tidak Tetap/ Tenaga Kerja Lepas

Bagi pegawai harian atau tidak tetap yang dibayar bulanan atau jumlah gaji

seluruhnya dalam satu bulan kalender melebihi Rp 1.320.000,00, maka berlaku:

1. Tidak ada pemotongan PPh Pasal 21, selagi penghasilan sehari belum melebihi Rp

150.000,00;

2. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, apabila penghasilan sehari melebihi Rp

150.000,00 dan jumlah tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari

penghasilan bruto.

C. Penerimaan Pensiun

1. Penghasilan Netto, penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari

penghasilan bruto, paling tinggi Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00

sebulan;

2. PKP, Penghasilan netto dikurangi dengan PTKP yang sebenarnya;

3. Tarif yang ditetapkan adalah tarif pasal 17 UU PPh;

Page 8: Pph 21 dan atau 26

8

4. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau

diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun dihitung sebagai

berikut:

a. Hitung penghasilan netto sebulan:

(𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 − 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖𝑢𝑛)𝑥 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 ∗

∗banyaknya bulan sejak pegawai menerima pensiun sampai bulan Desember.

b. Penghasilan netto yang disetahunkan tersebut ditambah dengan penghasilan

netto pada tahun bersangkutan yang diterima sebelum pegawai pensiun.

c. Menghitung PKP, jumlah penghasilan pada poin b dikurangi dengan PTKP,

lalu dihitung PPh Pasal 21 atas PKP tersebut.

d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung

dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 pada poin c dengan PPh Pasal 21

yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan

pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal

21 sebelum pensiun.

e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti

tersebut pada poin d dibagi dengan banyaknya bulan seperti yang dimaksud

pada poin a.

5. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua

dilakukan dengan cara menghitung penghasilan netto sebulan yang diperoleh

dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun.

𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑛𝑒𝑡𝑜 𝑠𝑒𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 = 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑛𝑒𝑡𝑡𝑡𝑜 − 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖𝑢𝑛

Selanjutnya, PPh dihitung dengan cara yang telah dijelaskan pada poin a,c dan d.

2.5. Tarif PPh Pasal 21

Tarif pajak yang digunakan sebagai tarif pemotongan atas penghasilan yang terutang

PPh pasal 21 yaitu tarif pajak pasal 17 UU PPh. Besarnya tarif pajak PPh pasal 21 yang

diterapkan terhadap WP yang tidak memiliki NPWP menjadi lebih tinggi 20% dari tarif yang

ditetapkan terhadap WP yang mempunyai NPWP.

Page 9: Pph 21 dan atau 26

9

Lapisan Kena Pajak Tarif

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 0%

Rp 50.000.000,00 – Rp 100.000.000,00 5%

Rp 100.000.000,00 – Rp 500.000.000,00 15%

Rp 500.000.000,00 25%

Contoh :

Tn Amir menerima uang pesangon dari PT Amarta sebesar Rp 175.000.000,00 penghitungan

PPh Pasal 21 atas uang pesangon:

Penghasilan bruto Rp 175.000.000,00

PPh Pasal 21 Terutang:

0% x Rp 50.000.000,00 = Rp 00,00

5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00

15% x Rp 75.000.000,00 = Rp 11.500.000,00

Total = Rp 13.500.000,00

2.6. Dasar Pengenaan Pajak atas Pemotongan PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26

1. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang diberlakukan bagi:

a. Pegawai tetap;

b. Penerima pensiun berkala;

c. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan yang jumlah

kumulatif melebihi Rp 1.320.000,00;

d. Bukan pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan secara continue;

2. Penghasilan yang lebih dari Rp 150.000,00 sehari, yang berlaku bagi pegawai

tidak tetap yang menerima upah harian, mingguan sepanjang penghasilan

kumulatif yang diterima selama satu bulan kalender belum melebihi

Rp.1.320.000,00

3. 50% dari penghasilan bruto yang berlaku bagi sipenerima penghasilan selain

penerima yang tersebut pada poin 1,2 dan 3.

Page 10: Pph 21 dan atau 26

10

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto.

Jumlah penghasilan bruto yang diperoleh penerima pnghasilan yang dipotong PPh

Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yaitu seluruh jumlah penghasilan yang diperoleh

dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan.

PKP yang dimaksud pada poin 1 adalah:

a. Bagi pegawai tetap dan penerima pensiun belaka, sebesr penghasilan netto

dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

b. Bagi pegawai tidak tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP;

c. Bukan pegawai, penghasilan bruto dikurangi PTKP yang dihitung secara

bulanan.

Page 11: Pph 21 dan atau 26

11

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pajak penghasilan Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas

penghasilan berupa gaji, upah, honor dan pesangon dengan nama apa pun sehubungan

dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

sedangkan Pajak penghasilan Pasal 26 adalah Pajak penghasilan yang dikenakan pada wajib

pajak orang pribadi luar negeri atas pekerjaan yang dilakukannya selain yang diperoleh dari

bentuk usaha tetap di Indonesia. Kedua jenis pajak ini pada umumnya memiliki karakteristik

yang sama, hanya saja PPh Pasal 21 untuk Wajib pajak orang pribadi dalam negeri

sebaliknya, PPh Pasal 26 untuk wajib pajak orang pribadi luar negeri.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan kewajiban penduduk suatu negara

yang harus ditunaikan dan dapat dipaksakan, walaupun suatu penduduk berada di dalam atau

luar negeri.

3.2. Saran

Berdasarkan uraian makalah perpajakan tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/ atau

PPh Pasal 26 ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang didapatkan dari materi ini.