27
1 LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa: Nama : Karmilah Nihaya Nim : 111 2015 0025 Judul Referat : Tes Pendengaran Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Makassar, Maret 2016 Mengetahui, Pembimbing Co-Ass Dr.dr. Amsyar Akil Sp.THT-KL (K) Karmilah Nihaya

refarat tes fungsi pendengaran

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: refarat tes fungsi pendengaran

1

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Karmilah Nihaya

Nim : 111 2015 0025

Judul Referat : Tes Pendengaran

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu kesehatan

THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Maret 2016

Mengetahui,

Pembimbing Co-Ass

Dr.dr. Amsyar Akil Sp.THT-KL (K) Karmilah Nihaya

Page 2: refarat tes fungsi pendengaran

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

ANATOMI TELINGA .................................................................................... 2

TELINGA LUAR (AURIS EKSTERNA) ....................................................... 2

TELINGA TENGAH (AURIS MEDIA) ......................................................... 4

TELINGA DALAM (AURIS INTERNA) ...................................................... 7

SIRKULASI TELINGA .................................................................................. 8

PERSARAFAN TELINGA ............................................................................. 9

FISIOLOGI TELINGA.................................................................................... 9

TEST PENALA ............................................................................................... 12

TEST RINNE ................................................................................................... 12

TEST WEBER ................................................................................................. 13

TEST SWABACH ........................................................................................... 14

TEST BING ..................................................................................................... 16

TEST STENGER ............................................................................................. 16

TEST BERBISIK ............................................................................................. 16

AUDIOMETRI NADA MURNI ..................................................................... 18

KESIMPULAN ................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24

Page 3: refarat tes fungsi pendengaran

3

BAB I

PENDAHULUAN

Telinga merupakan organ yang penting bagi kehidupan manusia. Fungsi telinga

sebagai indra pendengaran mutlak membantu proses komunikasi, proses belajar pada anak-

anak terutama, bahkan ada profesi yang membutuhkan kejelian indra pendengaran dalam

menerima suara. 5

Dalam fungsinya sebagai indra pendengaran, terkadang mengalami gangguan atau

penurunan fungsi, dapat diakibatkan oleh adanya gangguan hantaran udara dan atau tulang,

trauma, ataupun karena proses usia. Untuk itu, kita dapat melakukan pemeriksaan tes fungsi

pendengaran. 6

Ada beberapa macam test fungsi pendengaran yang lazim dilakukan. Dimulai dari tes

yang masih sederhana yakni Tes dengan Penala meliputi Tes Rinne, Webber, dan Swabach.

Tes Berbisik, lebih canggih lagi dengan tes audiometri.5

Page 4: refarat tes fungsi pendengaran

4

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

A. ANATOMI TELINGA

Telinga terdiri dari telinga luar (Auris Eksterna), telinga tengah (Auris Media) dan

telinga dalam (Auris Interna).4

Gambar 2.1

TELINGA LUAR (AURIS EKSTERNA)

Telinga luar terdiri atas daun telinga (Aurikula) dan liang telinga (Meatus Akustikus

Eksterna).4

Page 5: refarat tes fungsi pendengaran

5

Daun Telinga (Aurikula)

Aurikula mempunyai kerangka dari tulang rawan yang dilapisi oleh kulit. Di bagian

anterior dari aurikula, kulit tersebut melekat pada epikondrium sedangkan dibagian posterior

kulit melekat secara longgar. Bagian aurikula yang tidak mempunyai tulang rawan adalah

lobulus.3

Gambar 2.2

Liang Telinga ( Meatus Akustikus Eksterna )

MAE merupakan saluran langsung yang menuju ke telinga tengah dan berakhir di

membran timpani. MAE mempunyai diameter 0,5 cm dan panjang 2,5-3 cm. MAE

merupakan saluran yang tidak lurus, tetapi berbelok dari arah postero-superior di bagian luar

kearah antero-inferior. Selain itu ada penyempitan dibagian tengah yang disebut dengan

isthmus. Dinding MAE sepertiga lateral dibentuk oleh tulang rawan aurikula yang disebut

pars kartilagenus. Bagian ini bersifat elastis dan dilapisi kulit yang melekat erat pada

perikondrium. Kulit pada bagian ini mengandung jaringan subkutan, folikel rambut, kelenjer

lemak (glandula sebasea) dan kelenjar serumen (glandula serumenosa).3

Page 6: refarat tes fungsi pendengaran

6

Dinding MAE dua pertiga bagian medial dibentuk oleh tulang dan disebut pars

osseus. Kulit yang meliputi bagian ini sangat tipis dan melekat erat pada periosteum. Pada

bagian ini tidak didapatkan folikel rambut ataupun kelenjar. Dengan demikian dapat

dimengerti jika serumen dan furunkel hanya dapat ditemukan di sepertiga bagian lateral

MAE.4

TELINGA TENGAH ( AURIS MEDIA)

Merupakan ruangan yang berisi udara dan terletak di tulang temporal. Auris media

terdiri dari :

a. Kavum timpani

b. Tuba eustachius

c. Mastoid yang terdiri dari antrum dan selulae mastoid.

Semua ruangan yang berbentuk auris media dilapisi mukosa dan epitel selapis kubis

yang sama dengan mukosa kavum nasi dan nasofaring. Selain itu mukosa auris media

merupakan kelanjutan mukosa nasofaring dan mukosa tuba eustachius. Secara klinis hal ini

mempermudah keradangan pada nasofaring dapat meluas ke kavum timpani sehingga

menimbulkan keradangan.3

Kavum Timpani

Kavum timpani merupakan merupakan bagian terpenting dari auris media, mengingat

banyaknya struktur di dalamnya yaitu tulang, otot, ligament, saraf dan pembuluh darah.

Kavum timpani dapat dibayangkan sebagai kotak dengan dinding enam dan dindingnya

berbatasan dengan organ terpenting. Pada kavum timpani terdapat: 4

Page 7: refarat tes fungsi pendengaran

7

Osikula yang terdiri atas:

a. Malleus yaitu dengan bagian-bagiannya yaitu kaput, kolum, prosessus brevis,

prosessus longus dan manubrium mallei. Kaput mallei mengisi epitimpanum

sedangkan bagian lain mengisi mesotimpanum.

b. Inkus, terdiri atas kaput, prosessus brevis dan prosessus longus. Sebagian

besar bagian inkus mengisi epitimpanum dan hanya sebagian dari prosessus

longus yang mengisi mesotimpanum.

c. Stapes terdiri atas kaput, kolum, krus anterior, krus posterior dan basis.

Muskuli terdiri atas M.tensor timpani yang mempunyai fungsi meregangkan

membran timpani dan M. stapedius yang mempunyai fungsi atas pergerakan

stapes.

Ligamen mempunyai fungsi mempertahankan posisi osikula di dalam kavum

timpani.

Saraf yang berada dalam kavum timpani N.korda timpani saraf ini merupakan

cabang dari pars vertikalis N.VII (N. fasialis).

Gambar 2.3

Page 8: refarat tes fungsi pendengaran

8

Tuba Eustachius

Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan

nasofaring, berbentuk terompet, panjang 37 mm. Tuba eustachius dari kavum timpani menuju

nasofaring terletak dengan posisi infero-antero-medial sehingga ada perbedaan ketinggian

antara muara pada kavum timpani dengan muara pada nasofaring sekitar 15 mm.3

Pada bayi tuba eustachius terletak lebih horizontal, lebih pendek dan lebih lebar

sehingga mudah terjadi keradangan telinga tengah. Muara pada kavum timpani selalu

terbuka, sedangkan muara pada nasofaring selalu tertutup dan baru terbuka bila ada kontraksi

M.levator dan M. tensor velipalatini yaitu pada waktu menguap dan menelan. Fungsi tuba

eustachius antara lain adalah untuk menjaga agar tekanan di dalam kavum timpani

sama dengan tekanan udara luar (1 atm) dan untuk menjadi ventilasi udara di dalam

kavum timapani.2

Mastoid

Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa ossis

temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus ad antrum, diameter

auditus ad antrum lebih kurang 1 cm.2

Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus ad antrum,

dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum. Dinding lateral

tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan

dengan kanalis semicircularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang,

yaitu tegmen timpani, yang berhubungan dengan meninges pada fossa kranii media dan lobus

temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan

cellulae mastoideae.2,3

Page 9: refarat tes fungsi pendengaran

9

TELINGA DALAM (AURIS INTERNA)

Auris interna disebut juga labirin. Di dalamnya terdapat dua alat yang saling

berdekatan yaitu organ status (alat imbang) dan organ aditus (alat dengar). Keduanya

berbentuk tabung yang masing-masing berisi endolimf dan perilimf. Cairan endolimf keluar

melalui duktus endolimfatikus sedangkan cairan perilimfe berhubungan dengan liquor

serebrospinalis melalui duktus perilimfatikus. Hal ini berakibat bahwa melalui jalur tersebut,

keradangan dalam kavum timpani dapat menjalar ke dalam endokranium.4

Organ Status

Terdiri atas 3 semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis horizontal, kanalis

semisirkularis vertikal posterior (inferior) dan kanalis semisirkularis vertikal anterior

(superior). Alat keseimbangan inilah yang membuat seseorang menjadi sadar akan posisi

tubuhnya dalam suatu ruangan. Jika alat ini terganggu akan keluhan pusing atau vertigo.4

Organ Aditus

Alat pendengaran terdiri dari koklea yang berbentuk rumah siput dengan dua setengah

lingkaran yang akan mengubah getaran suara dari sistem konduksi menjadi sistem saraf. Jika

alat ini terganggu akan timbul keluhan kurang pendengaran atau tuli.4

Gambar 2.4

Page 10: refarat tes fungsi pendengaran

10

SIRKULASI TELINGA

Sirkulasi telinga terdiri dari 2 macam yang masing – masing secara keseluruhan

berdiri satu–satu memperdarahi telinga luar dan tengah, dan satu lagi memperdarahi telinga

dalam tampa ada satu pun anastomosis diantara keduanya.4

Telinga luar terutama diperdarahi oleh cabang aurikula temporal a.temporalis

superficial di bagian anterior dan dibagian posterior diperdarahi oleh cabang

aurikuloposterior a.karotis externa.4

Telinga tengah dan mastiod diperdarahi oleh sirkulasi arteri yang mempunyai banyak

sekali anastomosis. Cabang timpani anterior a.maxila externa masuk melalui fisura

retrotimpani. Melalui dinding anterior mesotimpanum juga berjalan aa.karotikotimpanik

yang merupakan cabang a.karotis ke timpanum .dibagian superior,a.meningia media

memberikan cabang timpanik superior yang masuk ketelinga tengah melalui fisura

petroskuamosa.A.meningea media juga memberikan percabangan a.petrosa superficial yang

berjalan bersama Nervus petrosa mayor memasuki kanalis fasial pada hiatus yang berisi

ganglion genikulatum. 4

Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a.auditori interna (a. labirintin) yang

berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu

end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.3,4

PERSARAFAN TELINGA

Daun telinga dan liang telinga luar menerima cabang–cabang sensoris dari cabang

aurikulotemporal saraf ke–5 (N. Mandibularis) dibagian depan, dibagian posterior dari

Nervus aurikuler mayor dan minor, dan cabang–cabang Nervus Glofaringeus dan

Vagus.Cabang Nervus Vagus dikenal sebagai Nervus Arnold. Stimulasi saraf ini

Page 11: refarat tes fungsi pendengaran

11

menyebabkan reflek batuk bila telinga luar dibersihkan. Liang telinga bagian tulang sebelah

posterior superior dipersarafi oleh cabang sensorik Nervus Fasial.4

Tuba auditiva menerima serabut saraf dari ganglion pterygopalatinum dan saraf–saraf

yang berasal dari pleksus timpanikus yang dibentuk oleh Nervus Cranialis VII dan IX.

M.tensor timpani dipersarafi oleh Nervus Mandibularis (Nervus Cranial V).sedangkan

M.Stapedius dipersarafi oleh Nervus Fasialis.4

Korda timpani memasuki telinga tengah tepat dibawah pinggir posterosuperior sulkus

timpani dan berjalan kearah depan lateral ke prosesus longus inkus dan kemudian kebagain

bawah leher maleus tepat diatas perlekatan tendon tensor timpani setelah berjalan kearah

medial menuju ligamen maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani.4

B. FISIOLOGI TELINGA

FISIOLOGI PENDENGARAN

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor khusus

untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian, gelombang suara

hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam

prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi suara yang terjadi secara

alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh

telinga luar dan telinga tengah.4

Daun telinga, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran

telinga luar.Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang dari kanan atau kiri

ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang

terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut

mencapai telinga satunya. Kedua, suara terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga

yang terletak lebih jauh, karena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial

Page 12: refarat tes fungsi pendengaran

12

mengganggu perambatan gelombang suara. Korteks pendengaran mengintegrasikan semua

petunjuk tersebut untuk menentukan lokasi sumber suara. Kita sulit menentukan sumber

suara hanya dengan satu telinga.3

Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar

sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi

dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut

menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.3

Bagan 2.1 Fisiologi Pendengaran

Page 13: refarat tes fungsi pendengaran

13

BAB III

TEST PENDENGARAN

A. TEST PENALA

Satu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah

hingga tinggi akan memudahkan survei kepekaan pendengaran. Perangkat yang lazim

mengambil beberapa sampel nada C dari skala musik, yaitu 128, 256, 512, 1024, 2048, 4096

dan 8192 Hz. Hz adalah singkatan dari Hertz yang merupakan istilah kontemporer dari

“siklus per detik” sebagai satuan frekuensi. Semakin tinggi frekuensi, makin tinggi pula

nadanya. Dengan membatasi survei pada frekuensi bicara, maka frekuensi 512,1024, 2048

sudah memadai. 2

1. Test Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang

(HT) dengan hantaran udara (HU) pada satu telinga pasien. 1,2

Ada 2 macam tes rinne , yaitu :

a. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus

pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak

mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus

pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif

jika pasien tidak dapat mendengarnya.

b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak

lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus

eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus

eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes

rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras.

Page 14: refarat tes fungsi pendengaran

14

Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih

lemah atau lebih keras dibelakang.

Tabel 3.1

Hasil Uji Rinne, Macam gangguan Pendengaran dan

Lokasi Gangguan Telinga

Hasil Uji Rinne Status Pendengaran Lokus

Positif HU ≥ HT Normal atau gangguan

sensorineural

Tak ada atau koklearis-

retrokoklearis

Negatif HU < HT Gangguan konduksi Telinga luar atau tengah

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa

maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus,

tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikula pasien. 2

Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah

tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.

Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala

kedepan meatus akustukus eksternus. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien

tebal. 2

2. Test Weber

Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua

telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu

tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana

yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar

lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-

sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. 1

Page 15: refarat tes fungsi pendengaran

15

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan

terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan patologis pada MAE atau cavum timpani

misal : otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam

cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah

kanan. 2

Gambar 3.1 Tes Rinne dan Tes Weber

3. Test Swabach

Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (Normal)

dengan pasien. Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh getaran

yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo

temporal. 2

Page 16: refarat tes fungsi pendengaran

16

Cara pemeriksaan :

Pemeriksa meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala

pasien. Pasien akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya

tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala,

maka pemeriksa akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang

diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua

kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara. 2

Gambar 3.2 Test Swabach

Contoh :

Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan:

Hasil tes penala :

UJI TELINGA KANAN TELINGA KIRI

Rinne Negative Positif

Weber Lateralisasi kekanan

Schwabach Memanjang Sesuai dengan pemeriksa

Tabel 3.2 Kesimpulan : tuli konduktif pada telinga kanan

Page 17: refarat tes fungsi pendengaran

17

4. Tes Garis Pendengaran

Tujuan untuk menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar oleh pasien

melewati hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal.

Cara pemeriksaan : Semua garpu tala (dapat dimulai dari frekuensi terendah

berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya) dibunyikan satu persatu, dengan cara

dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik

dengan ujung jari kuku, didengarkan terlebih dahulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir

hilang untuk mencapai intensitas bunyi yang terendah bagi orang normal/nilai ambang

normal), kemudian diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat

MAE pada jarak 1-2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan

MAE kanan dan kiri.

Interpretasi :

Tuli konduktif : batas bawah naik (tidak dapat mendengar pada frekuensi rendah)

Tuli sensorineural : batas atas turun (tidak dapat mendengar pada frekuensi tinggi

B. TES BERBISIK

Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar.

Hal ini yang diperlukan adalah ruangan yang cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter.

Pada nilai normal tes berbisik : 5/6-6/6. 2

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-

kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita

dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata - kata yang dibisikan dengan

benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter.

Apabila kurang dari 5 ± 6 meter berarti ada kekurangan pendengaran. Apabila penderita tak

Page 18: refarat tes fungsi pendengaran

18

dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak , berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak

dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi. 2

Persyaratan yang perlu diingat dalam melakukan tes ini ialah : 3

1. Ruangan tes. Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan harus ada jarak sebesar 6 meter.

Ruangan harus bebas dari kebisingan. Untuk menghindari gema ruangan dapat ditaruh kayu

di dalamnya.

2. Pemeriksa. Sebagai sumber bunyi harus mengucapkan kata-kata dengan mengucapkan

ucapan kata-kata sesudah ekspirasi normal. Kata – kata yang dibisikkan terdiri dari 2

suku kata (bysillabic) yang terdiri dari kata sehari – hari. Setiap suku kata diucapkan

dengan tekanan yang sama dan di antara dua suku kata bysillabic.

3. Penderita. Telinga yang akan dites dihadapkan kepada pemeriksa dan telinga yang tidak

sedang dites harus ditutup dengan kapas atau oleh tangan si penderita sendiri. Penderita tidak

boleh melihat gerakan mulut penderita.

Cara Pemeriksaan

Sebelum melakukan pemeriksaan penderita harus di beri instruksi yang jelas misalnya

anda akan dibisikkan kata – kata dan setiap kata yang didengar harus diulangi dengan suara

keras. Kemudian dilakukan tes sebagai berikut : 3

a. mula – mula penderita pada jarak 6 meter dibisiki beberapa kata bysillabic. Bila tidak

menyahut penderita maju 1 meter (5 meter dari penderita) dan tes dimulai lagi. Bila

masih belum menyahut pemeriksa maju 1 meter, dan demikian seterusnya sampai

penderita dapat mengulangi 8 kata- kata dari 10 kata – kata yang dibisikkan. Jarak di

mana dapat menyahut 8 dari 10 kata diucapkan disebut jarak pendengaran.

Page 19: refarat tes fungsi pendengaran

19

b. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga lain sampai ditemukan satu

jarak pendengaran.

Evaluasi Tes

a. 6 meter : normal

b. 5 meter : dalam batas normal

c. 4 meter : tuli ringan

d. 3-2 meter : tuli sedang

e. 1 meter atau kurang : tuli berat

C. AUDIOMETRI NADA MURNI

Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini, nada

murni(pure tone), bising NB (narrow band), dan WN (white noise), frekuensi, intensitas

bunyi, ambang dengar,nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram,

jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking.1

Untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometer. Bagian dari audiometer tombol

pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa AC

(hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa BC (hantaran tulang).1

Nada Murni (pure tone) : Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi,

dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.

Bising : Merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari (narrow

band) : spekulum terbatas dan (white noise) : spektrum luas.

Frekuensi : Nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya

harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan

Page 20: refarat tes fungsi pendengaran

20

dalam hertz. Bunyi (suara) yang dapat didengar oleh telinga manusia mempunyai

ferkuensi antara 20-18.000 Hertz. Bunyi yang mempunyai frekuensi di bawah 20

hertz disebut infrasonik, sedangkan bunyi yang frekuensinya di atas 18.000 Hertz

disebut suprasonik (ultrasonik).

Intensitas bunyi : dinyatakan dalam Db (decibell). Dikenal : dB HL (hearing level),

dB SL (sensation level), Db SPL (sound pressure level). Db HL dan Db SL dasarnya

adalah subyektif, dan inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan Db

SPL digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang sesungguhnya secara

fisika (ilmu alam).

Ambang dengar : bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang

masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut

konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini

dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan

audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian.

Nilai nol audiometrik (audiometric zero) : dalam Db HL dan db SL, yaitu intensitas

nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar

oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Pada tiap

frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama. ISO = International standard

Organization dan AZA = American standard Association. 0 Db ISO = -10 Db ASA

atau 10 db ISO = 0 Db ASA

Notasi pada audiogram : untuk pemeriksaan audiogram dipakai grafik AC, yaitu

dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan

grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa : 250-

4000 Hz). Untuk telinga kiri dipaki warna biru, sedangkan untuk telinga kanan, warna

merah.

Page 21: refarat tes fungsi pendengaran

21

Jenis dan derajat ketulian serta GAP : dari audiogram dapat dilihat apakah

pendengaran normal (N) atau tuli. Jenis ketulian, tuli konduktif, tuli sensorineural atau

tuli campur.

Tabel 3.3

Kehilangan

(Desibel)

Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal

>15-25 Kehilangan pendengaran kecil

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

Klasifikasi Derajat Gangguan Dengar Menurut Internasional Standard Organization (ISO)

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada

stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar

bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel,

suara dipresentasikan dengan aerphon (hantaran udara/air conduction/AC) dan skala skull

vibrator (hantaran tulang/bone conduction/BC). 2

Page 22: refarat tes fungsi pendengaran

22

Gambar 3.3 Pemeriksaan Audiometri

D. Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA)

Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) merupakan tes neurologik untuk

fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama kali diuraikan

oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan aplikasi yang paling umum

digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh rangsangan suara. Administrasi dan

pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli audiologi. 5

Indikasi BERA :

Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain bayi baru

lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada anak yang

mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu sebabnya karena anak

tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di telinga.6

BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan pendengaran

apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta

menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik.

Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping, sehingga bisa juga

dimanfaatkan untuk Screening Medical Check Up.7

BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara

singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan menggunakan

earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang ditimbulkan dari respon tersebut

dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan yang biasannya diletakkan pada bagian

vertex kulit kepala dan pada lobus telinga. Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan

panjang gelombang/amplitudo (microvoltage) dalam waktu (millisecond), mirip dengan EEG.

Page 23: refarat tes fungsi pendengaran

23

Puncak dari gelombang yang timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut

normalnya muncul dalam periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada

intensitas tinggi (70-90 dB tingkat pendengaran normal/normal hearing level [nHL]).5

Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan sensitivitas

pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi pendengaran formal, dan

hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa digunakan,

jika tersedia.5

Fisiologi

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) biasanya menggunakan rangsangan

suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar cochlea. Sinyalnya berjalan melalui

jalur pendengaran/auditori pathway dari kompleks inti cochlear, proksimal ke colliculus

inferior. Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi yang benar. Gelombang

selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas postsinaptik pada pusat auditori batang otak

utama secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang puncak dan palung. Puncak positif

dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas aferen kombinasi (dan kemungkinan juga

eferen) dari jalur axonal pada batang otak auditory.5

Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi

berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat pemberian impuls

sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang terjadi sebenarnya

ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III, dan V.5

Gambar 3.4 BERA dan penempatan elektroda-nya

Page 24: refarat tes fungsi pendengaran

24

Komponen Bentuk Gelombang

Gelombang I: Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas dari potensial

aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus cranialis (CN) VIII. Respon

tersebut dipercaya berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf CN VIII (neuron urutan

pertama) saat meninggalkan cochlea dan masuk ke canalis auditori internal.

Gelombang II: gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat memasuki

batang otak.

Gelombang III: gelombang BERA III muncul dari aktivitas aktivitias saraf urutan kedua

arises from (diluar CN VIII) di dalam atau di dekat nukleus cochlearis. Literatur menyatakan

bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons auditori. Nukleus cochlearis

mengandung hampir 100.000 neuron, kebanyakan dipersarafi oleh sembilan serabut saraf.

Gelombang IV: gelombang BERA IV, yang sering memiliki puncak yang sama dengan

gelombang V, diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang kebanyakan

terletak pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya

gelombang IV dapat datang dari nukleus cochlearis dan nukleus dari lemniskus lateral.

Gelombang V: pembentukan gelombang V kemungkinan merupakan dari aktivitas dari

struktur auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang paling

sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa database mengenai

hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V dipercaya berasal dari sekitar

colliculus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin secara sekunder mempengaruhi

beberapa hal dalam pembentukan gelombang V. Colliculus inferior merupakan sebuah

struktur yang komplex, dengan lebih dari 99% akson dari regio auditori batang otak bawah

melewati lemniskus lateral ke colliculus inferior.

Gelombang VI dan VII: Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus (medial

geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih diragukan.5

Page 25: refarat tes fungsi pendengaran

25

BAB IV

KESIMPULAN

Ada beberapa pemeriksaan fungsi pendengaran yakni :

1. Tes Penala (Tes Rinne, Webber, dan Swabach)

Dengan hasil sebagai berikut :

2. Tes Berbisik, dengan Evaluasi tes sebagai berikut :

a. 6 meter : normal

b. 5 meter : dalam batas normal

c. 4 meter : tuli ringan

d. 3-2 meter : tuli sedang

e. 1 meter atau kurang : tuli berat

TEST

DIAGNOSIS

RINNE WEBER SCHWABACH

Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal

Negative Lateralisasi ke telinga yang

sakit

Memanjang Tuli konduktif

Positif

Lateralisasi ke telinga yang

sehat Memendek Tuli sensorineural

Catatan

Pada tuli konduktif < 30

dB, Rinne bisa masih

positif

Page 26: refarat tes fungsi pendengaran

26

3. Audiometri

Hasil pemeriksaan audiometri (kehilangan pendengaran)

Kehilangan (Desibel) Klasifikasi

0-15 Pendengaran normal

>15-25 Kehilangan pendengaran kecil

>25-40 Kehilangan pendengaran ringan

>40-55 Kehilangan pendengaran sedang

>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat

>70-90 Kehilangan pendengaran berat

>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

4. Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) yakni tes neurologik untuk fungsi

pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara. Dapat juga untuk menentukan sumber

gangguan pendengaran apakah di cochlea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem

(batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis

atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping, sehingga

bisa juga dimanfaatkan untuk Screening Medical Check Up.

Page 27: refarat tes fungsi pendengaran

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Edisi 6. Penerbit FKUI Jakarta, 2011.

2. Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 cetakan VI. Penerbit Buku Kedokteran

EGC : 2010.

3. Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed.

9, 1997, Jakarta: EGC

4. Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta,2004

5. Bhattacharyya, Neil, Auditory Brainstem Response Audiometry, dikutp dari situs:

http://emedicine.medscape.com, 2009

6. Dr. Wijana, Sp.THT, Apakah Bayiku Tuli?, dikutip dari situs: http://pr.qiandra.net.id,

2010

7. Dr. T. Balasubramanian M.S. D.L.O, BERA, dikutip dari situs: http://www.drtbalu.co.in/bera.html, 2008