36
TEORI SOSIAL KOGNITIF MAKALAH Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah APTL 1 Dosen Pengampu : Sesya Dias Mumpuni, M.pd Disusun Oleh : Langgeng Prayogo (1113500033) Mia Paramita (1113500116) Astri Dian Pamungkas (1113500120) Hera Agnita (1113500134) Harnum Aprilliani (1113500127) Anggih Marista Irawan (1113500058) Sakti Utomo (1113500032)

Teori sosial kognitif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teori sosial kognitif

TEORI

SOSIAL KOGNITIF

MAKALAH

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah APTL 1

Dosen Pengampu : Sesya Dias Mumpuni, M.pd

 

Disusun Oleh :

Langgeng Prayogo (1113500033)

Mia Paramita (1113500116)

Astri Dian Pamungkas (1113500120)

Hera Agnita (1113500134)

Harnum Aprilliani (1113500127)

Anggih Marista Irawan (1113500058)

Sakti Utomo (1113500032)

Kelas : 4E

 

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2015

Page 2: Teori sosial kognitif

A. SEJARAH KEHIDUPAN BANDURA

Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Disember

1925. Ia tumbuh sebagai anak laki-laki satu-satunya dari keluarga dengan lima kakak

perempuannya. Kedua orang tuanya telah beremigrasi dari Negara Eropa Timur saat

mereka remaja. Ayahnya berasal dari Polandia dan ibunya berasal dari Ukrania. Bandura

didukung oleh kakak-kakak perempuannya untuk menjadi mandiri dan dapat bergantung

pada dirinya sendiri. Ia juga belajar untuk mengarahkan disekolah kecil yang berada di

kota tersebut, yang hanya memiliki guru sedikit. Ia menjadi siswa di sekolah menengah

atas yang hanya memiliki dua pengajar untuk mengajar keseluruhan kurikulum.

Dalam lingkungan seperti itu, proses belajar bergantung pada inisiatif dari para

pelajar, sebuah situasi yang sangat sesuai untuk seorang pelajar yang brilian seperti

Bandura. Pelajar lainnya juga terlihat sangat berkembang dalam atmosfir seperti ini,

hampir semua teman sekelas Bandura kemudian memasuki Universitas, pencapaian yang

tidak biasa untuk masa awal tahun 1940-an. Setelah lulus dari sekolah menengah atas,

Bandura kemudian melewatkan musim panas di Yukon, bekerja di highway Alaska.

Pengalaman ini membawanya berkenalan dengan sesama pekerjaan yang bervariasi,

kebanyakan dari mereka melarikan diri dari kreditor, kewajiban tunjangan anak, dan

hutang-hutang mereka yang lain. Selain itu, beberapa rekan kerjanya menunjukan berbagai

bentuk psikopatologi dengan kadar yang berbeda-beda.

Walaupun observasinya terhadap sesama pekerjaan ini mulai menumbuhkan minatnya

dalam psikologi klinis, ia tidak memutuskan untuk menjadi psikolog sampai ia memasuki

University of British Columbia. Semasa di University of British Columbia, beliau menaiki

bas awal kerana terpaksa berebut dengan pelajar jurusan lain memandangkan kelas

pengenalan psikologii adalah satu -satunya kelas yang paling awal diadakan di universiti

tersebut.

Keputusan Bandura untuk menjadi psikolog cukup tidak disengaja, hal tersebut terjadi

sebagai hasil dari kejadian yang tidak direncanakan. Di Universita, Bandura berteman

dengan mahasiswa kedokteran dan teknik yang merupakan orang-orang yang selalu

memulai dengan kegiatan sejak pagi hari. Bandura memutuskan untuk mengikuti sesuatu

kelas psikologi yang kebetulan di adakan pada periode waktu tersebut. Ia merasa kelas

Page 3: Teori sosial kognitif

tersebut menarik dan kemudian memutuskan untuk mengambil jurusan psikologi. Bandura

kemudian menyadari bahwa kajadian yang tidak disengaja mempunyai pengaruh yang

penting bagi kehidupan manusia.

Kemudian, beliau melanjutkn pelajaran ke Universiti Iowa dan di sini beliau banyak

dipengaruhi oleh Kenneth Spence, seorang pakar psikologii pembelajaran yang terkenal

pada ketika itu.

Pada tahun 1949, beliau mendapat pendidikan di Universiti British Columbia dalam

jurusan psikologi, dan lulus dalam waktu 3 tahun. Bandura mencapai program

pascasarjana psikologi klinis, yang mempunyai dasar teoritisyang kuat. Dia memperoleh

gelaran Master didalam bidang psikologii pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga

meraih gelaran doktor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program kedoktorannya dalam

bidang psikologii klinik pada tahun 1952. Setahun setelah lulus, ia bekerja di Standford

University. Beliau banyak terpengaruh dengan pendekatan teori pembelajaran untuk

meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen.

Beliau kemudiannya mengahwini Virginia Varns, seorang guru di kolej kejururawatan

dan seterusnya pindah di Iowa Kansas selepas menamatkan pengajiannya. Selain itu,

dalam tahun 1952, selepas mendapat gelaran ph.D, Albert Bandura telah menamatkan

praktikum di Wichita Guidance Centre dan seterusnya dilantik sebagai tenaga pengajar di

Universiti Stanford. Pada tahun 1964, Albert Bandura telah dilantik sebagai profesor dan

Seterusnya menerima anugerah American Psychological Association untuk Distinguished

Scientific Contribution, pada tahun 1980 .

Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang

pengaruh keluarga dengan tingkah laku sosial dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura

sudah mula meneliti tentang agresi pembelajaran sosial dan mengambil Richard Walters,

muridnya yang pertama mendapat gelaran doktor sebagai pekerja di makmalnya. Bagi

pendapat Bandura, walaupun prinsip bela jar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan

perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang

diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. 

Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Sosial Learning

Theory), salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen

kognitif dari pemikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert Bandura menjabat sebagai ketua

Page 4: Teori sosial kognitif

APA pada tahun 1974 dan pernah dianugerahi penghargaan Distinguished Scientist Award

pada tahun 1972.

Semasa bertugas sebagai tenaga pengajar, Beliau sangat disayangi oleh pelajar-

pelajarnya kerana sikap beliau yang ambil berat dan sanggup memberi bantuan maklumat

yang mereka perlukan.

B. PRINSIP-PRINSIP TEORI BANDURA

Prinsip-prinsip yang Mendasari Teori Belajar Sosial

Adapun prinsip-prinsip yang mendasari teori belajar sosial yang dikemukakan oleh

Bandura, yaitu:

1. Prinsip faktor-faktor yang saling menentukan;

2. Kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang;

3. Kemampuan berfikir kedepan;

4. Kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain;

5. Kemampuan mengatur diri sendiri;

6. Kemampuan untuk berefleksi

1) Prinsip faktor-faktor yang saling menentukan

Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sistem

(sistem diri/self system). Sebagai suatu sistem bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor

pada diri seseorang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut,

secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab yang satu terhadap

yang lainnya.Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses

pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku

dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang

lain.Dalam teori menjelaskan hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan antara

kognitif , perilaku ,dan lingkungan.

Kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh terhadap perilaku

kita.Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam kehidupan sosial kita sehari

hari.Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian kita.Dalam skema diatas dapat kita

lihat,bahwa antara behavioral, environment, dan perception sangatlah memberikan andil

dalam proses pembelajaran sosial kita.Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi

Page 5: Teori sosial kognitif

perilaku kita,dan perilaku pribadi kita akan menimbulkan reaksi dari orang lain.Begitu

pula dengan lingkungan, keadaan lingkungan sekitar kita akan mempengaruhi perilaku

kita.Keadaan lingkungan akan menimbulkan reaksi – reaksi tersendiri dari individu

tersebut.Yang dapat memberikan stimulus terhadap individu untuk melakukan sesuatu

berdasarkan apa yang mereka lihat , cermati , dalam lingkungan tersebut.

Kemudian reaksi – reaksi yang ditunjukkan oleh individu tersebut akan memberikan

penilaian tersendiri terhadap dirinya sendiri,dan karakteristik dari individu tersebut akan

memberikan penilaian tersendiri dari orang lain.Dari keadaan lingkungan sekitar yang kita

lihat dan reaksi – reaksi dari individu akan memberikan pengaruh terhadap persepsi dan

aksi kita akan stimulus yang diperlihatkan di dalam lingkungan tersebut.Persepsi timbul

karena ada stimulus dari orang lain maupun dari lingkungan sekitar kita.

Jadi antara behavioral, environment, dan perception sangatlah bergantung satu sama

lain,ketiga komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Namun antar ketiga komponen

itu saling memberikan pengaruh atau saling memberikan perannnya dalam terlaksananya

teori pembelajaran sosial.Komponen – komponen tersebut saling berhubungan antar

komponen yang lain ,dan saling timbal balik, menerima dan memberi.Tidak akan tercipta

pembelajaran sosial jika tidak ada lingkungan , individu , dan aksi reaksi sebagai akibat

dari adanya stimulus yang ada.

2) Kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang

Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis melalui gambar-

gambar kognitif, jadi orang lebih bereaksi terhadap gambaran kognitif dari dunia sekitar

dari pada dunia itu sendiri. Artinya, karena orang memiliki kemampuan berfikir dan

memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk berfikir, maka hal-hal yang telah berlalu dapat

disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan datang dapat pula “diuji” secara simbolis

dalam pikiran. Perilaku-perilaku yang mungkin diperlihatkan akan dapat diduga,

diharapkan, dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu secara simbolis, dalam

pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu. Karena pikiran-pikiran

yang merupakan simbul atau gambaran kognitif dari masa lalu maupun masa depan itulah

yang mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku tertentu.

3) Kemampuan berpikir ke depan

Page 6: Teori sosial kognitif

Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah pernah dialami,

kemampuan berpikir atau mengolah simbol tersebut dapat dimanfaatkan untuk

merencanakan masa depan. Orang dapat menduga bagaimana orang lain bisa bereaksi

terhadap seseorang, dapat menentukan tujuan, dan merencanakan tindakan-tindakan yang

harus diambil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Inilah yang disebut dengan pikiran

ke depan, karena biasanya pikiran mengawali tindakan.

4) Kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh oranglain

Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan cara memperhatikan

orang lain berperilaku dan memperhatikan konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang

dinamakan belajar dari apa yang dialami orang lain.

5) Kemampuan mengatur diri sendiri

Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya memiliki kemampuan

untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Seberapa giat orang bekerja dan belajar,

berapa jam orang tidur, bagaimana bersikap di muka umum, apakah orang mengerjakan

pekerjaan kuliah dengan teratur, dan sebgainya, adalah contoh perilaku yang dikendalikan.

Perilaku ini tidak dikerjakan tidak selalu untuk memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan

standar dan motivasi yang ditetapkan diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh

perilaku orang lain, namun tanggung jawab utama tetap berada pada diri sendiri.

6) Kemampuan untuk berefleksi

Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang sering melakukan refleksi

atau perenungan untuk memikirkan kemampuan diri mereka pribadi. Mereka umumnya

mampu memantau ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus

menilai diri mereka sendiri. Dari semua penilaian diri sendiri itu, yang paling penting

adalah penilaian terhadap beberapa komponen atau seberapa mampu mereka mengira diri

mereka dapat mengerjakan suatu tugas dengan sukses.

C. PANDANGAN TENTANG INDIVIDU

Albert Bandura mengenalkan teorinya dengan teori kognitif sosial. Dalam hal ini

bandura menekankan kejadian-kejadian yang tidak disengaja walaupun juga menyadari

bahwa pertemuan dan kejadian ini tidak selalu mengubah dalam hidup seseorang. Teori ini

memiliki beberapa asumsi dasar.

Page 7: Teori sosial kognitif

1. Karakteristik yang paling menonjol dalam diri manusia adalah plastisitas,

yaitu bahwa manusia mempunyai fleksibilitas untuk belajar berbagai jenis

perilaku dalam situasi yang berbeda.

2. Melalui model triadic reciprocal causation yang meliputi prilaku, lingkungan

dan faktor pribadi, dapat terlihat bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk

mengontrol kehidupannya.

3. Teori kognitif sosial menggunakan perspektif agen, yaitu manusia mempunyai

kapasitas untuk mengontrol sifat dan kualitas hidup mereka.

4. Manusia mengontrol tingkah lakunya bersasarkan faktor-faktor internal dan

eksternal. Faktor eksternal meliputi lingkungan fisik dan sosial dari seseorang,

sementara faktor internal meliputi observasi diri, proses nilai dan reaksi diri.

5. Saat seseorang menemukan dirinya dalam situasi yang ambigu secara moral,

mereka biasanya berusaha untuk mengontrol prilaku mereka melalui agensi

moral, yang meliputi mendefinisi ulang suatu prilaku, merendahkan atau

mendistorsi konsekuensi dari perilaku mereka, melakukan dehumanisasi atau

menyalahkan korban dari perilaku mereka.

D. PANDANGAN TENTANG ILMU KEPRIBADIAN

Teori kepribadian menurut Albert Bandura adalah sebagai berikut :

1. Belajar

Salah satu asumsi awal dan dasar teori kognitif sosial Bandura adalah manusia

cukup fleksibel dan mampu mempelajari berbagai sikap, kemampuan dan prilaku

serta cukup banyak dari pembelajaran tersebut yang merupakan hasil dari pengalaman

tidak langsung. Sosial kognitif (Belajar sosial) adalah perilaku dibentuk melalui

konteks sosial. Perilaku dapat dipelajari baik sebagai hasil reinformecement maupun

reiforcement. Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur

tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi

objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan,

karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Bandura menyatakan, banyak

aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi dengan orang lain. Dampaknya, teori

kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah

laku itu diperoleh dan dipelihara.

Page 8: Teori sosial kognitif

2. Belajar Melalui Observasi

Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforcement yang nyata. Dalam

penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon

orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu,

dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforcement dari tingkah lakunya.

Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman

langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga

banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan.

3. Peniruan (Modelling)

Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru

sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan

sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan seorang model (orang lain),

tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang

teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses

kognitif.Contoh lain, berdasarkan social learnig theory menyatakan bahwa tingkah

laku manusia bukan semata – mata bersifat refleks atau otomatis, melainkan juga

merupakan akibat dari reaksi yang tombul sebagai hasil interaksi antara lingkungan

dengan skema kognitif. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia

dipelajari melalui peniruan (imitation) maupun penyajian contoh perilaku

(modelling). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai

seorang model atau tokoh bagi anak untuk menirukan perilaku membaca. Anggota

keluarga yang sering dilihat oleh anak membaca atau memegang buku di rumah akan

merangsang anak untuk mencoba mengenal buku.

4. Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori belajar social dari Albert

Bandura. Pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang untuk

mengajarkan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang diajarkan

setahap demi setahap. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu

fase di mana Dosen memodelkan atau mencontohkan melalui demonstrasi bagaimana

suatu keterampilan itu dilakukan.Pada saat Dosen melakukan modeling Mahasiswa

melakukan pengamatan terhadap keterampilan yang dimodelkan itu. Selanjutnya

Page 9: Teori sosial kognitif

Mahasiswa diberi kesempatan untuk meniru model yang dilakukan oleh Dosen

melalui kesempatan latihan di bawah bimbingan Dosen.

5. Belajar Observasional Modeling

Teoritikus sosial kognitif menggunakan berbagai prinsip teoritis ini untuk

memahami 2 aktivitas psikologis utama, atau yang disebut disini sebagai 2 fungsi

psikologi :

Menguasai pengetahuan dan keterampilan baru, khususnya melalui proses

belajar obsevasional.,

Menggunakan kontrol atau regulasi diri, terhadapap tindakan dan

pengalaman emosional sendiri.

Teori yang menangani isu ini secara lebih eksplisit adalah behaviorisme. Behavioris

mengklaim bahwa orang belajar sesuatu melalu proses belajar trial and erorr yang

disebut shaping atau succesive approximation (aproksimasi berturutan). Albert

Bandura telah berhasil menjelaskan kelemahan teori behavioris ini dan memberikan

penjelasan teoritis alternative bagi psikologi. Teori sosial kognitif menjelaskan

bahwa orang dapat belajar dengan hanya mengobservasi prilaku orang lain. Orang

yang diamati disebut model dan proses belajar observasional itu juga dikenal dengan

“modelling”(pemodelan).

E. STRUKTUR KEPRIBADIAN

1. Sistem Self (Self System)

Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memilki konstruk self, Bandura yakin

bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku

tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan dan kekuatan peramalan.

Dengan kata lain self diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinis

menempatkan semua hal saling berinteraksi, dimana pusat atau pemulanya adalah sistem

self. Sistem self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tapi mengacu ke

struktur persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis atau

mengatur tingkah laku secara ontonom, tetapi self menjadi interaksi resiprokal.

2.        Regulasi Diri

Bandura mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku

yang diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated behavior). Manusia belajar suatu standar

Page 10: Teori sosial kognitif

performa (performance standards), yang menjadi dasar evaluasi diri. Apabila tindakan

seseorang bisa sesuai atau bahkan melebihi standar performa, maka ia akan dinilai positif,

tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu berperilaku sesuai standar, dengan kata lain

performanya dibawah standar, maka ia akan dinilai negatif.

Menurut Bandura manusia mempunyai kemampuan berpikir, dan dengan kemampuan

itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat

kegiatan manusia. Bandura berpendapat akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam

regulasi diri.strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir

tecapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi dan

membimbing tingkah lakunya sendiri dengan strategi proaktif, menciptakan

ketidakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan

atisipasi apa saja yang dibutuhhkan untuki mencapai tujuan. Ada tiga proses yang dipakai

untuk melakukan pengaturan diri, yaitu memanipulasi faktor eksternal, memonitor da

mengevaluasi tingkah laku internal. Tingkah laku manusia adalah hasil pengaruh

resiprokal faktor eksternal dan faktor internal itu.

2.1.   Faktor Eksternal

Faktor eksternal mempengaruhi bagian diri dengan dua cara, pertama faktor

eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor

lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh diri seseorang, melalui

orang tua dan guru anak-anak belajar baik-buruk, tingkah laku ynag

dikehendaki dan tingkah laku yang tidak dikehendaki. Kedua, faktor eksternal

meempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah

intrinsik tidak selalu memberi kepuasan , orang membutuhkan insentif yang

berasal dari lingkungan eksternal.

2.2.   Faktor Internal

Banduran mengemukakan 3 bentuk pengaruh internal, yaitu :

1.    Observasi diri (self observation) : dilakukan berdasarkan faktor kualitas

dan kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku, dan seterusnya. Orang

harus mampu memonitor perfomansinya, apa yang diobservasi seseorang

tergantung dari minat dan konsep dirinya. Kompetensi atau skill adalah

kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menyelesaikan dan menghadapi

masalah dalam hidupnya. Kompetensi meliputi cara bepikir tentang masalah

dalam kehidupan dan kemampuan bertingkah laku dalam menyelesaikan

masalah. Skill adalah kompetensi yang dimiliki individu dalam konteks yang

Page 11: Teori sosial kognitif

spesifik. Kompetensi diperoleh melalui interaksi sosial dan observasi terhadap

dunia. Perkembangan kompetensi kognitif dan tingkah laku juga turut

mempengaruhi delay gratification skill, kemampuan individu dalam menunda

kepuasan impuls yang tidak tepat secara social atau secara potential

membahayakan diri sendiri. Delay gratification skill ditentukan oleh hasil

yang diinginkan, pengalaman pribadi di masa lalu serta observasi terhadap

konsekuensi yang diterima oleh model.

Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgement procces) :

melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan

tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain,

menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi

performansi.

Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model

misalnya orang tua.guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari

perfomansi diri. Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat

penguatan, proses kognitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya

sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selalu sinkron dengan kenyataan.

Standar pribadi ini jumlahnya terbatas. Sebagian besar aktivitas harus dinilai

dengan membandingkan ddengan ukuran eksternal, berupa norma standar

perbandingan sosial, perbandingan dengan orang lain, atau perbandingan

kolektif.

2.    Reaksi-diri-afektif : akhirnya berdasarkan pengamatan dan judgement itu,

orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian

menghadiahi atau menghukum diri sendiri. bisa terjadi tidak muncul reaksi

afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi

evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual.

Individu memiliki evaluative standards yang merepresentasikan tujuan yang

akan dicapai dan landasan dalam mengharapkan reinforcement dari orang lain

dan diri sendiri. Evaluative standard yang melibatkan pemikiran mengenai

sesuatu harus seperti apa, yaitu kriteria mental untuk mengevaluasi baik atau

buruknya suatu peristiwa. Hal ini meliputi pengalaman akan emosi seperti

malu, bangga, merasa puas atau tidak puas terhadap dirinya. Evaluative

standards yang dipelajari juga meliputi prinsip-prinsip moral dan etika dalam

bertingkah laku. Di dalam evaluative standards yang dimiliki seseorang

Page 12: Teori sosial kognitif

terdapat pengaruh eksternal meskipun berasal dari internal individu.

Evaluative standards merupakan hal yang mendasari motivasi dan

performance dari seseorang. Standar evaluasi sering memicu reaksi emosional.

Seseorang merasa bangga bila mencapai standar performanya dan kecewa

ketika gagal mencapai standar tersebut. Hal tersebut mengarah pada self-

evaluation reactions, yaitu seseorang mengevaluasi tindakannya dan kemudian

berespons secara emosional (puas atau tidak puas) sebagai hasil dari evaluasi.

Tabel Proses Regulasi Diri

Faktor

Eksternal

Faktor Internal

Self-Obsevation Judgement Process Self-Response

1.Standar

masyarakat

2.Penguatan

1. Dimensi Performansi :

-Kualita

-Keseringan

-Kuantita

-Orisinalitas

-Kebenaran bukti

-Dampak

-Penyimpangan

-Etika

1. Standar Pribadi:

Sumber model

Sumber penguat

2. Pedoman

Performansi :

-Norma standar

-Perbandingan sosial

-Perbandingan

personal -

perbandingan

kolektif

3. Menghargai

Aktivitas :

-Sangat dihormati

-Netral

-Direndahkan

4. Atribusi

Performansi :

-Lokus pribadi

-Lokus eksternal

1. Reaksi evaluasi

diri:

-positif

-negatif

2. Dampak

terhadap self :

-dihadiahi

-dihukum

3. Tanpa respon

self

Page 13: Teori sosial kognitif

3. Efikasi Diri (Self-Efficacy)

Bagaimana orang bertingkah laku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal

antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhunungan

dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak mampu melakukan tindakan yang

memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efikasi diri, dan

harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil. Bandura bependapat harapan/keyakinan ada 2,

yaitu :

1.      Efikasi diri atau efikasi ekspektasi

Adalah “persepsi diri sendriri seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi

tertentu”. Dalam kata lain, efikasi diri juga disebut aspek perilaku yang sudah ada lebih

dulu dimana Bandura menyebutnya perilaku antecedent determinants. Seseorang belajar

bahwa kejadian-kejadian tertentu kemungkinan besar menimbulkan respon pada

perilakunya dalam kondisi tertentu dan kemudian berharap terjadi ketika keadaan tersebut

muncul lagi. Untuk perilaku yang tidak termasuk dalam kebiasaan, orang-orang

mengantisipasi beberapa aspek dari keadaan dimana kemungkinan perilaku dilakukan,

berkembang, dan pengujian strategi yang berhubungan dengan keadaan dan antisipasi apa

yang akan mungkin terjadi sebagai hasil dari perilaku mereka pada keadaan tersebut. Pada

keadaan seperti itu, orang-orang mengembangkan ekspektasinya mengenai keadaan dan

ekspektasi untuk hasil dari perilaku mereka sebelum mereka benar-benar mengalami

keadaan tersebut. Pada kasus yang paling banyak, perilaku yang sudah ada lebih dulu

mengurangi kegelisahan mereka dan meningkatkan kemapuan mereka untuk

mengendalikan situasi.

Pencegahan merokok pada remaja memberikan contoh bagaimana ekspektasi dapat

berkembang dan berubah. Secara umum, remaja belajar menduga-duga dari iklan, kawan

orang yang lebih tua darinya, atau mencontoh dari peranan orang dewasa bahwa merokok

dapat menjadi menyenangkan atau pengalaman yang menarik atau dia dapat mencapai

kedewasaan atau bahkan penampilan yang lebih menarik dengan merokok. Pendekatan ini

telah berhasil dalam menangulangi bahaya merokok (Flay, 1985). Hal ini berhasil karena

konsekuensi sosial negatif (akibat negatif ekspektasi) untuk remaja yang lebih muda, hal

ini telah berubah.

2.    Ekspektasi hasil (Outcome expectations)

Outcome expectancies (disebut incentives oleh Bandura, 1997b, 1996) berbeda

dengan harapan (expectation) dimana ekspetasi (expectancies) merupakan nilai dimana

Page 14: Teori sosial kognitif

seseorang bertempat pada hasil tertentu. Ekspetasi memiliki besaran, nilai kuantitatif bisa

positif atau negatif dan biasanya mewakili dalam suatu rangkaian dari -1 sampai +1.

Ekspektasi mempengaruhi perilaku menurut pada prinsip hedonic, yaitu jika semua barang

adalah sama, seseorang akan memilih untuk melakukan aktivitas yang maksimum hasilnya

positif atau minimal hasilnya negatif. Mischel (1973) mengusulkan bahwa ekspektasi

menjelaskan kondisi klasik. Sebagai contoh, ketika mengajar kemampuan mengurangi

berat badan pada orang dewasa yang kelebihan berat badan, salah satunya mungkin

dibutuhkan untuk menolong orang tersebut menggantikan hasil positif dari komsumsi

makanan dengan hasil yang negatif.

Harapan positif seseorang akan bisa menafsirkan secepatnya dalam beberapa proyek

membentuk perubahan dalam perilaku sehat, agar dapat mengidentifikasi motivator untuk

perilaku tersebut. Beberapa peneliti telah mengobservasi, sebagai contoh , seseorang akan

lebih menyukai untuk menyewa dalam kativitas fisik untuk menghasilkan keuntungan

yang sementara (menjadi lebih baik, kompetitif dengan teman dalam tennis) dibandingan

dengan menghasilkan penambahan dalam jangka panjang (sebagai contoh, menghindar

dari serangan jantung selama 30 tahun dari sekarang). McAlister (1980) menunjukkan

bahwa program pencegahan merokok bagi remaja lebih berhasil jika mereka

mengemukakan efek negatif dari rokok secara serta merta, seperti sulit bernapas

dibandingan dengan efek jangka panjang, seperti kesaitan dan kematian akibat kanker dan

penyakit hati. Oleh sebab itu, penekanan secara serta merta akan lebih mempengaruhi

terhadap perilaku dibandingkan dengan penekanan dalam jangka yang lama. Dari sumber

lain juga mengatakan bahwa ekspektasi hasil merupakan perkiraan atau estimasi diri

bahwa tingkah laku yang dilakukan itu akan mencapai hasil tertentu (Alwisol, 2009)

Jadi, Self-efficacy adalah keyakinan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan

tertentu, termasuk keyakinan dalam mengatasi masalah saat melakukan tindakan. Bandura

mengemukakan bahwa self-efficacy adalah prasyarat yang paling penting dalam perubahan

perilaku karena hal ini mempengaruhi seberapa besar usaha yang dilakukan dalam suatu

tugas dan pada tingkat berapa suatu tindakan dapat dicapai (Erwart, Taylor, Reese, dan

Debusk, 1983). Self-efficacy merupakan suatu peramal utama dalam pemilihan makanan

sehat antara anak-anak kelas 3 dan 4 (Parcel dan lain-lain, 1995).

Teknik observasional dan interactive learning dapat digunakan dalam

memperkenalkan dan mempromosikan setiap rangkaian perilaku target (Badura, 1986).

Pengulangan tindakan dalam suatu tugas tunggal membangun self-efficacy seseorang

dengan terjadinya perubahan tindakan ekspetasi seseorang. Sebagai contoh, ahli kesehatan

Page 15: Teori sosial kognitif

yang melatih penderita diabetes untuk melakukan sendiri injeksi insulin. Proses

penginjeksian insulin terbagi dalam sejumlah tahapan-tahapan kecil dimana setiap

individu dapat belajar secara berulang-ulang (contohnya, mengisi suntikan dengan jumlah

insulin yang tepat, memastikan bahwa semua alat steril, melihat bahwa tidak ada

gelembung yang masuk ke dalam suntikan, dan memastikan bahwa cairan tepat pada tanda

dalam suntikan). Kemudahan setiap tahapan dan keikutsertaan individu dalam berlatih

pada setiap tahapan secara terpisah disertai beberapa pengulangan tindakan,

memungkinkan mereka untuk membentuk self-efficacy hampir di setiap tahapan. Ketika

seseorang memiliki keyakinan di setiap tahapan, mereka akan menempatkan setiap

tahapan secara bersama-sama dan membangun self-efficacy hampir di seluruh kegiatan.

Pengukuran self-efficacy harus lebih spesifik pada perilaku target serta dalam menghadapi

masalah yang berdasarkan pada pemahaman dan kemampuan target pendengar dan

anggota pendengar (Maibach dan Murphy, 1995).

Sumber Efikasi Diri

Perubahan tingkah laku, dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi

efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah,

ditingkatkan atau diturunkan melalui salah satu sumber, yakni :

  Pengalaman sebelumnya dalam situasi yang hampir sama (performing attainment)

atau pengalaman menguasai suatu prestasi (performance accomplishment)

  Observasi lain dalam situasi yang hampir sama (vicarious experience)

  Mendengar situasi yang hampir sama dari orang lain atau kepercayaan sosial (sosial

persuation)

  Respon/pembangkitan emosional (Emotionall Physiological states) atau psikologi

perilaku (physiological arousal)

Tabel Strategi Pengubahan Sumber Ekspektasi Efikasi

Sumber Cara Induksi

Pengalaman Performansi Participant modelling Meniru model yang

berrprestasi

Performance desensitization Menghilangkan pengaruh

buruk pada prestasi buruk

masa lalu

Performance exposure Menonjolkan keberhasilan

yang prnah diraih

Page 16: Teori sosial kognitif

Self-instructed performance Melatih diri untuk

melakukan yang terbaik

Pengalaaman Vikarius

Live modelling Mengamati model yang

nyata

Symbolic modelling Mengamati model

simbolik, komik, film,

cerita.

Persuasi Verbal

Sugestion Mempengaruhi dengan

kata-kata berdasarkan

kenyataan

Exhortation Nasihat, peringatan yang

mendesak/memaksa

Self-instruction Memerintah diri sendiri

Intrepretive treatment Interpretasi baru

memperbaiki interpretasi

lama yang salah

Pembangkitan Emosi

Atribution Mengubah atribusi,

penanggung jawab suatu

kejadia emosional

Relaxation biofeedback Relaksasi

Symbolic desensitization Menghilangkan sikap

emosional dengan

modeling sombolik

Symbolic exposure Memunculkan emosi

secara simbolik

        Pengalaman Vikarius

Diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati

keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jiks mengamati orang yang

kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya dan ternyata gagal. Kalau figur yang

diamati bewrbeda dengan diri si pengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya,

ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau

mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya dalam jangka waktu

lama.

Page 17: Teori sosial kognitif

        Persuasi Sosial

Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat, atau diperlemahkan melalui persuasi

sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi sosial dari

orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada

pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

        Keadaan Emosi

Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi diri

dibidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri.

Namun bisa terjadi peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikasi

diri.

Bandura (1977b) mengakui bahwa timbulnya emosi yang berlebih menghambat

pembelajaran dan penampilan, dan dia mengusulkan stimulus tertentu memberikan

peningkatan pada pemikiran ketakutan yang berlebih (stimulus-outcome-expectancies).

Pikiran takut yang berlebih ini mengakibatkan timbulnya emosi dan perilaku bertahan

yang cepat. Perilaku bertahan berhubungan secara efektif dengan stimulus, sehigga adanya

penurunan rasa ketakutan, kegelisahan, permusuhan, atau emosi.

Kategori dari manajemen perilaku untuk emosi dan psikologi diidentifikasi oleh Moos

(1976). Salah satu kategrori termasuk psikologi bertahan (penolakan, penekanan, dan

sublimasi). Kategori yang lain termasuk di dalamnya beberapa tehnik kognitif, seperti

merestrukturisasi masalah. Kategori ketiga, yaitu tehnik manajemen stress (relaksasi atau

olah raga) dimana merawat gejala penderitaan secara emosional. Kategori keempat

termasuk metode-metode penyelesaian masalah secara efektif (klarifikasi masalah dan

identifikasi, seleksi, dan implementasi solusi yang dapat mengakibatkan timbulnya emosi).

Konsep dan metode teori sosial kognitif biasanya direalisasikan untuk mempelajari

kemampuan manajemen perilaku tersebut. Meskipun banyak program menggunakan

strategi manajemen perilaku, strategi ini berbeda berdasarkan individu dan budayanya

(Diaz-Guerrero, 1979). Sebagai contoh, beberapa orang yang mengalami kelebihan berat

badan menemukan bahwa sulit untuk menolak atau menahan kondisi mereka. Orang-orang

sering bereaksi negatif pada orang yang kelebihan berat badan, dan reaksi ini dapat

meningkatkan kegelisahan mengenai kelebihan berat badan (Hudson dan William, 1981).

Untuk orang yang obesitas, kegelisahan ini mengakibatkan reaksi yang berlebihan di

kemudian hari (Slochower dan Kaplan, 1980). Kegelisahan yang tinggi juga dapat

membuat hal ini sulit bagi orang tersebut untuk menghadiri pesan kesehatan dari ahli

kesehatan (Ley dan Spelman, 1965). Oleh karena itu, pendidik kesehatan dan sarjana

Page 18: Teori sosial kognitif

jurusan perilaku dapat membantu orang belajar metode yang membantu meminimalisasi

timbulnya emosi sebelum mereka menolong mereka merubah perilaku mereka atau

menunda intervensi sampai dengan kegelisahan mereda.

Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah Laku

Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antar

lingkungan, tingkah lakum dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang

penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai

prestasi, akan menjadi penentu tingkahlaku mendatang yang penting. Berbeda dengan

konsep diri (Rogers) yang bersifat kesatuan umu, efikasi diri bersifat fragmental. Setiap

individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung

kepada :

1.      Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu

2.      Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu

3.      Keadan fisiologis dan emosional : kelelaham, kecemasan, apatis, murung, dll.

Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif

atau tidak responsif akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku.

Tabel kombinasi efikasi dengan lingkungan sebagai predikto tingkah laku

Efikasi Lingkungan Prediksi hasil tingkah laku

Tinggi Responsif Sukses, melaksanakan tugas sesuai dengan

kemampuannya

Rendah Tidak responsif Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang

dianggapnya sulit

Tinggi Tidak responsif Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi

responsif, melakukan protes, aktivasi sosial, bahkan

melaksanakan perubahan

Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu

Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)

Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat mengasilkan

perubahan sosial tertentu disebut efikasi kolektif. Ini bukan “jiwa kelompok” tetapi lebih

sebagai efikasi pribadi dari orang banyak yang bekerja sama. Bandura berpendapat, orang

berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi

juga melalui efikasi kolektif. Efikasi kolektif timbul berkaitan dengan masalah-masalah

Page 19: Teori sosial kognitif

perusakan hutan, kebijakan perdagangan internasional, perusakan ozone, kemajuan

teknologi, huku, dan kejahatan, birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan

sebagainya.

Selain itu, ada lagi satu hal yang berkaitan dengan efikasi diri, yaitu beliefs. Sebuah

pemikiran melibatkan beliefs mengenai seperti apa dunia yang sesungguhnya dan seperti

apa masa depan. Ketika beliefs diarahkan pada masa depan maka disebut dengan

expectancies. Ekspektansi terhadap masa depan merupakan hal utama yang menentukan

bagaimana kita bertingkah laku. Individu memiliki ekspektansi pada tingkah laku yang

diterima oleh orang, reward dan punishment yang mengikuti tingkah laku tertentu, serta

kemampuan individu untuk mengatasi stres dan tantangan. Inti dari kepribadian adalah

pada perbedaan cara dimana manusia sebagai individu yang unik menerima suatu situasi,

mengembangkan ekspektansi mengenai keadaan yang akan datang, dan menampilkan

perbedaan pola perilaku sebagai hasil dari perbedaan persepsi dan ekspektansi tersebut.

Sama halnya dengan kompetensi, ekspektansi yang dimiliki individu bersifat kontekstual.

Bandura (1997, 2001, dalam Pervin, Cervone, & John, 2005) telah menekankan bahwa

ekpektansi manusia mengenai kemampuan performanya menjadi kunci dalam prestasi

manusia dan kesejahteraannya. Bandura mengacu ekspektansi tersebut sebagai persepsi

dari self-efficacy. Perceived self-efficacy kemudian mengacu pada persepsi seseorang

terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk bertindak dalam situasi yang akan datang.

Persepsi self-efficacy menjadi penting karena mempengaruhi keberhasilan seseorang.

F. DINAMIKA KEPRIBADIAN

Menurut Bandura, motivasi adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber,

gambaran hasil pada masa yang akan datang (yang dapat menimbulkan motivasi tingkah

laku saat ini), dan harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman menetapkan tujuan-

tujuan anatara.. Dengan kata lain, harapan mendapat reinforsemen pada masa yang akan

datanng memotivasi seseorang untuk bertingkha laku tertentu, dan dengan menetapkan

tujuan atau tingkat performansi yang diinginkan, dan kemudian mengevaluasi

performansi dirinya, orang termotivasi untuk bertindak pada tingkat tertentu.

Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun orang juga dapat

belajar dengan penganut yang diwakilkan (vicarious reinforcement), penguat yang

ditunda (expectation reinforcement), atau bahkan tanpa penguat (beyond reinforcement) :

1.      Penguatan vikarius : mengamati orang lain yang berhasil dan berusaha dengan gigih

untuk menjadi sperti orang yang diamati tersebut.

Page 20: Teori sosial kognitif

2.      Penguatan yang ditunda : orang terus menerus berbuat tanpa penguatan, karena yakin

akan mendapatkan penguatan yang memuaskan dimasa yang mendatang.

3.      Tanpa penguatan : belar tanpa ada reinforsemen sama sekali, mirip dengan konsep

otonomi fungsional dari Allport.

Dinamika kepribadian menurut teori social-cognitive, fungsi-fungsi kompetensi,

ekspektasi, goal dan evaluative standards dapat berkembang melalui observasi terhadap

orang lain (observational learning dan vicarious conditioning) maupun dari pengalaman

sendiri. Observational learning adalah keadaan di mana individu dapat belajar dengan

cara mengobservasi atau mengamati tingkah laku orang lain (model). Sementara itu,

vicarious conditioning dapat diartikan sebagai proses mempelajari reaksi emosional

melalui observasi terhadap orang lain. Bandura mengatakan bahwa terdapat dua prinsip

teoritis yang harus digunakan untuk menganalisis dinamika proses kepribadian, yaitu

penyebab perilaku yang disebut dengan reciprocal determinism, dan lainnya adalah

kerangka kerja untuk berpikir mengenai proses kepribadian internal yang disebut dengan

cognitive-affective processing system (CAPS). CAPS ini akan dibahas dalam teori Walter

Mischel.

Tindakan Moral (Moral Conduct)

Seseorang akan mempelajari kode moral (moral code) dari model. Kode moral ini

menentukan perilaku mana yang boleh dilakukan dan perilaku mana yang akan mendapat

sangsi bila dilakukan dan perilaku mana yang tidak. Apabila seseorang melanggar kode

moral, orang tersebut akan mengalami self-contempt (menyalahkan/jijik pada diri sendiri),

yang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Namun dalam

perkembangannya, Bandura melihat sebuah mekanisme dimana seseorang bisa melakukan

pelanggaran moral tanpa mengalami self-contempt. Mekanisme ini seperti dijabarkan oleh

Hergenhahn dan Olson (1997) adalah:

-          Justifikasi Moral (Moral Justification)

Dalam justifikasi moral, seseorang membenarkan pelanggaran moral karena alasan

yang lebih mulia.

Contohnya, orang yang mencuri mengatakan bahwa dia mencuri untuk menghidupi

keluarganya.

-          Pelabelan Eufemistis (Euphemistic Labelling)

Dalam pelabelan eufimistis, seseorang menyebut hal yang tercela sebagai suatu ungkapan

yang halus.

Page 21: Teori sosial kognitif

Contohnya, seorang dokter disebut bukan “membunuh pasiennya” tetapi “menghilangkan

penderitaan pasien”.

-          Perbandingan yang Menguntungkan (Advantageous Comparison)

Dalam perbandingan yang menguntungkan, seseorang membandingkan perilaku

pelanggaran moral dengan pelanggaran lain yang lebih berat, sehingga orang tersebut bisa

membenarkan diri.

Contohnya, seorang pencuri ayam membandingkan perbuatannya dengan seorang koruptor,

yang “dosanya” lebih besar.

-          Pengalihan Tanggung Jawab (Displacement of Responsibility)

Dalam pengalihan tanggung jawab, seseorang membenarkan pelanggaran moral karena ada

perintah dari pihak otoritas yang lebih tinggi.

Contohnya, seorang pembunuh bayaran tidak merasa beralah, karena yang menyuruhnya

adalah sang bos.

-          Difusi Tanggung Jawab (Diffusion of Responsibility)

Dalam difusi tanggung jawab, pertanggungjawaban atas suatu pelanggaran moral memudar

(bias) atas pelanggaran moral karena ditanggung bersama-sama.

Sebagai contoh, koruptor tidak merasa bersalah, karena dia melakukan korupsi bersama-sama

dengan rekan-rekan kerjanya.

-          Pengabaian atau Distorsi Konsekuensi (Disregard or Distortion of Consequences)

Dalam pengabaian atau distorsi konsekuensi, seseorang mengabaikan bahaya yang akan

ditimbulkan dari perbuatannya.

Contohnya, para teroris yang melakukan pemboman, mereka mungkin mengatakan bahwa

mereka hanya menaruh bom, kemudian bom itu akan hilang ditelan asap.

-          Dehumanisasi (Dehumanization)

Dengan menganggap manusia lain sebagai makhluk yang lebih rendah, pelanggaran moral

bisa dilakukan tanpa self-contempt.

Contohnya, pada zaman dahulu, orang kulit putih bisa dengan semena-mena mempekerjakan

dan menyiksa orang kulit hitam karena merasa bahwa orang kulit hitam memiliki derajat

yang lebih rendah dari dirinya.

-          Atribusi Kesalahan (Attribution of Blame)

Dalam atribusi kesalahan, seseorang menyalahkan pihak lain atas pelanggaran moral yang

telah diperbuatnya.

Page 22: Teori sosial kognitif

Contohnya, pemerkosa tidak merasa bersalah karena korban memakai pakaian dan

berperilaku menggoda.

Determinisme versus kebebasan (Determinism versus Freedom)

Karena manusia bisa mengatur perilakunya sendiri, bukan berarti dia bisa bebas

melakukan apa saja sekehendak hatinya. Bandura mendefinisikan kebebasan (freedom)

sebagai sejumlah pilihan yang tersedia dan kesempatan untuk melakukannya (Hergenhahn

dan Olson, 1997).

Ketidakleluasaan dari pilihan bebas:

1.      Inkompetensi (Incompetence)

Pada inkompetensi, orang tidak mampu untuk memanfaatkan kesempatan dan pilihan-

pilihan yang ada di lingkungan.

2.      Ketakutan akan ketidakterjaminan (Unwarranted Fears)

Adanya ketakutan bahwa pilihan-pilihan dan kesempatan-kesempatan tidak menjamin

keuntungan bagi diri membuat pilihan bebas seseorang terganggu.

3.      Kepastian diri yang berlebihan (Excessive Self-Ensure)

Rasa kepercayaan diri yang berlebihan mengakibatkan seseorang untuk mengambil pilihan

atau kesempatan yang terlalu tinggi, yang tidak sesuai dengan kondisi aktual dirinya, dan

pada akhirnya, dia sendiri tidak mampu untuk menjalankannya.

4.      Penghambat Sosial, berupa prasangka dan diskriminasi (Social Inhibitors - prejudice,

discrimination). Prasangka dan diskriminasi dari masyarakat membuat pilihan bebas

seseorang terbatas.

F. IMPLIKAI BAGI KONSELING

Terapi Kontrol-diri

Gagasan-gagasan yang tercakup di dalam konsep regulasi diri diwujudkan ke dalam teknik

terapi yang disebut terapi kontrol-diri. Terapi ini cenderung lebih berhasil pada persoalan-

persoalan sederhana, seperti merokok, banyak makan atau kebiasaan belajar yang buruk.

1. Grafik-grafik behavioral. Pengamatan-diri mengharuskan Anda terus menerus mengawasi

perilaku Anda sendiri, baik sebelum Anda berubah maupun setelahnya. Cara ini mencakup hal-hal

yang sederhana seperti menghitung berapa batang rokok yang anda habiskan dalam sehari sampai

pada hal-hal yang lebih rumit, seperti membuat catatan harian tentang prilaku anda sendiri.

Page 23: Teori sosial kognitif

2. Perencannaan lingkungan. Ambil salah satu kartu atau catatan harian perilaku anda dan

jadikan sebagai patokan. Setelah itu, anda merusaha mengubah lingkungan anda. Misalnya, anda

bisa menghilangkan atau menghindari factor-faktor yang akan membawa kita pada perilaku yang

jelek, seperti menyingkirkan asbak, tidak lagi minum kopi, menghindari pergaulan dengan teman-

teman yang merokok.

3. Perjanjian diri. Akhirnya anda harus bersiap untuk memberiimbalan kepada diri anda sendiri

ketika anda berhasil melaksanakan rencana-rencana anda sendiri, dan siap pula menghukum diri

sendiri ketika tidak berhasil menjalankannya.