View
1.020
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
BANI ABBASIYAH
O
L
E
H
KELOMPOK 6 :
SRI HARYANI BAHAR ( 70 100 109 084 )
ASRIANI EKA PUTRI ( 70 100 109 017 )
FERDI ANDRIAWAN ( 70 100 107 0 )
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA – GOWA
2010
BANI ABBASIYAH
PENDAHULUAN
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah diperoleh bukan sebagai akibat komplotan
kaum istana, melainkan hasil koalisi dari beberapa kelompok yang berbeda
(Persia, Turki dan Bani Abbas) yang dipimpin oleh Abdullah al Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Koalisi terjadi karena dilatar
belakangi oleh persamaan nasib yang sama, yaitu sama-sama tertindas oleh
penguasa dinasti Umayyah. Persamaan nasib inilah yang akhirnya memunculkan
sebuah gerakan untuk menumbangkan kekuasaan dinasti Umayyah yang
dianggapnya dlalim. Usaha mereka tidak sia-sia, sehingga pada tahun 750 M
dinasti Umayyah dapat digulingkan. Sejak saat itulah, kekuasaan dinasti Umayyah
digantikan oleh dinasti Abbasiyah.
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: )اسدين ,العّب al-
Abbāsidīn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang
ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam
sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi
keilmuan Yunani dan Persia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari
paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-
652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa
mulai tahun 750 M dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad.
SIMBOL KEEMASAN PERADABAN ISLAM
Dalam perjalanan dan rentang sejarah, ternyata Bani Abbas dalam sejarah
lebih banyak berbuat daripada Bani Umayyah. Pergantian dinasti Umayyah ke
dinasti Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu
telah mengubah, menoreh wajah dunia islam dalam refleksi kegiatan ilmiah.
Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbasiyah merupakan
pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan.
Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar-
Rasyid (786 – 809 M) dan puteranya Al-Ma’mun (813 – 833 M). Kekayaan
negara banyak dimanfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan
mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan Farmasi. Pada masanya
sudah terdapat sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian – pemandian
umum juga dibangun. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai
negara terkuat dan tak tertandingi.
Al-Ma'mun, pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang
sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan
buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia
menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain
yang ahli (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Ia juga banyak mendirikan
sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-
Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar.
Bani Abbasiyah mencapai puncak kegemilangannya tidak terlepas dari
beberapa faktor diantaranya:
1. Letak Baghdad yang berada di tepi sungai Tigris menjadikannya kota
pelabuhan dan transit
2. Diterjemahkannya buku – buku filsafat dan ilmu pengetahuan dari Yunani
dan Persia ke dalam bahasa dan tulisan Arab. Gerakan terjemahan ini
dilakukan dalam 3 fase.
3. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa lain
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DAN POLITIK
Selama dinasti ini berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan itu berbeda
– beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarakan
perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasa membagi masa
pemerintahan bani Abbasiyah ke dalam lima periode, yaitu:
1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh
Arab dan Persia pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh
Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti
Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut
juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan
daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya
disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali)
Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas
dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar
kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Untuk mempertahankan diri dari berbagai kemungkinan adanya gangguan
atau timbulnya pemberontakan, maka para Khalifah dinasti Abbasiyah
mengambil beberapa kebijaksanaan politik dalam negerinya, yaitu:
1. Kebijaksanaan politik terhadap Bani Umayyah
Untuk menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari kalangan Bani
Umayyah yang bermaksud mengambil kembali kekuasaan dari
pemerintahan dinasti Abbasiyah, maka para khalifah Abbasiyah
mengambil suatu tindakan terhadap para pendukung dan keluarga Bani
Umayyah yang masih tersisa. Kebijaksanaan itu menyebabkan banyak
diantara penduduk dan keluarga Bani Umayyah melarikan diri ke wilayah
Andalusia, Afrika, dll. Di tempat pelarian itu mereka mendirikan
pemerintahan baru sebagai tandingan kekuasaan pemerintahan Dinasti
Abbasiyah di Baghdad.
2. Kebijaksanaan politik terhadap orang – orang Persia
Dalam rangka mempertahankan kekuatan politik pemerintahan dinasti
Abbasiyah, disamping melakukan kebijaksanaan politik terhadap
kelompok dan pendukung Bani Umayyah, kelompok “Mawaly” (terutama
orang – orang Persia) diberikan kesempatan diberbagai bidang
pemerintahan. Kedudukan kaum Malawy ini mendapatkan posisi yang
sangat istimewa dalam pemerintahan Bani Abbasiyah.
3. Kebijaksanaan politik pemerintahan
Perkembangan politik pemerintahan pada masa Dinasti Abbasiyah adalah
kemajuan yang dicapai melalui pembentukan beberapa lembaga
pemerintahan yang baru, antara lain:
a. Pengangkatan wazir atau menteri sebagai pembantu utama khalifah
dalam melancarkan roda pemerintahan.
b. Pembentukan Diwanul kitabah (semacam Sekretariat Negara) yang
dipimpin oleh Raisul Kitabah (Sekretaris Negara). Raisul Kitabah ini
dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa orang sekretaris,
yaitu:
- Katibul Rasail (untuk urusan surat menyurat)
- Katibul Kharraj (untuk urusan pajak/keuangan)
- Katibul Jundi (untuk urusan tentara/kemiliteran)
- Katibul Qudha (untuk urusan kehakiman)
- Katibul Syurthan (untuk urusan kepolisian).
c. Pembentukan beberapa departemen sebagai pembantu wazir, antara
lain ialah:
- Diwanul Kharij (Departemen Luar Negeri)
- Diwanul Ziman (Departemen Pengawasan Urusan Negara)
- Diwanul Jundi (Departemen Pertahanan dan Keamanana)
- Diwanul Akarah (Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga
Kerja)
- Diwanul Rasail ( Departemen Pos dan Telekomunikasi)
d. Pengangkatan Amir dan Syeikh Qura
e. Pembentukan angkatan bersenjata terdiri dari angkatan darat dan laut
f. Pembentukan baitul mal (kas negara) yang terdiri dari:
- Diwanul Khazanah (Perbendaharaan Negara)
- Diwanul Azra’a ( Urusan Hasil Bumi)
- Diwanul Khazainushilah ( Urusan Perlengkapan Tentara)
g. Pembentukan Mahkamah Agung yang terdiri atas:
- Al-Qadha (bertugas mengurus perkara-perkara agama, hakimnya
disebut Qadhi)
- Al-Hisbah (bertugas mengurus masalah-masalah umum baik
pidana maupun perdata, hakimnya disebut Al-Mustashib)
- An-Nazhar fil Mazhalim (bertugas menyelesaikan perkara-
perkara banding dari tingkat Al-Qadha dan Al-Hisbah dan
hakimnya disebut Shahibul Mazhalim).
Disamping semua itu, banyak usaha perbaikan sistem pemerintahan yang
dilakukan para khalifah Abbasiyah antara lain usaha yang dilakukan khalifah Al-
Mansur, seperti penagaturan dan penerbitan pemerintahan, pembinaan keamanan
dan stabilitas dalam negeri, pembinaan politik luar negeri untuk kemajuan dan
perkembangan dinasti Abbasiyah. Selain itu pula, Harun Al-Rasyid pernah
menjalin hubungan diplomasi politik dengan Raja Poppie di Byzantium untuk
bekerjasama menghalau kekuatan politik militer tentara Umayyah di Andalusia.
PERKEMBANGAN SAINS DAN KEBUDAYAAN
Bidang Ilmu Pengetahuan
Pada masa pemerintahan khalifah Al-Ma'mun Baghdad mulai menjadi
pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Pada masa ini umat Islam telah banyak
melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan
baik aqli rasional ataupun yang naqli mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Pada masa ini proses pengalihan ilmu pengetahuan dengan cara penerjemahan
berbagai buku karangan bangsa – bangsa terdahulu, seperti buku – buku karya
bangsa Yunani, Romawi, dan Persia, serta sumber dari berbagai naskah yang ada
di kawasan Timur Tengah dan Afrka, seperti Mesopotamia dan Mesir.
Walaupun tidak seluruhnya kemajuan yang ada berawal dari kreativitas
penguasa Bani Abbas sendiri, melainkan sebagian di antaranya sudah dimulai
sejak awal kebangkitan Islam, seperti :
1. Maktab/kuttab dan Masjid, Maktab/Kuttab dan Masjid, yaitu lembaga
pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan,
hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu
agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
2. Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam
ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau
beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya,
ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya
berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama
bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di
istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli
ke sana.
tetapi puncak perkembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan terjadi pada
pemerintahan Bani Abbasiyah.
Lembaga-lembaga pendidikan di atas kemudian berkembang pada masa
pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di
samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan
berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari lembaga – lemabaga
pendidikan inilah banyak dilahirkan para sarjana dan para ahli ilmu pengetahuan
yang membawa kejayaan dinasti Abbasiyah.
Diantara ilmu pengetahuan yang berkembang pesat pada masa Dinasti
Abbasiyah, yaitu:
1. Ilmu Tafsir
2. Ilmu Hadist
3. Ilmu Kalam
4. Ilmu Tasawuf
5. Ilmu Bahasa
6. Ilmu Fiqih
Dalam bidang kebudayaan
Diantara kemjuan dalam bidang sosila budaya adalah terjadinya proses
akulturasi dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu
membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam
pada masa ini. Karna dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka
miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya
lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan
ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya
yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan
arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain
sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan kota-
kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara banguan
kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain - lainnya. Kemajuan
juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada masa inilah lahir
seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah,
Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran
mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna.
Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih
dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik
Islam, Al farabi dan lain-lainnya.
DISINTEGRASI POLITIK
Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani
Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan
dinasti ini mulai menurun, terutama di bidang politik. Dimana salah satu sebabnya
adalah kecenderungan penguasa untuk hidup mewah dan kelemahan khalifah
dalam memimpin roda pemerintahan.
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir
zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan
sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan
pemerintahan Bani Abbasiyah. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari
awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah
kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada
pemerintahan Bani Abbasiyah. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di
Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar
dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah
tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan
gubernur-gubernur propinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai
dengan pembayaran pajak.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah
Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah
Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun
banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada diantaranya yang cukup besar, namun
yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan
berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan
khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah
tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan
dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat
serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut
masa pertengahan.
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa
kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor
penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah
terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat,
benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani
Abbasiyah terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan
sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa
mengatur roda pemerintahan.
ANALISIS KEMUNDURAN dan KEJATUHAN
Setelah berkuasa lebih kurang lima abad ( 750-1258 M ), akhirnya Dinasti
Abbasiyah mengalami masa-masa suram. Masa suram ini terjadi ketika para
penguasaa setelah Al-Makmun, Al- Mu’tashim dan Al-Mutawakkil, tidak lagi
memiliki kekuatan yang besar, sebab para khalifah sesudahnya lebih merupakan
boneka para amir dan para wajir dinasti Buwaihiyah dan Salajikah. Para khalifah
Abbasiyah pada periode terakhir lebih mementingkan kepentingan peribadi,
ketimbang kepentingan masyarakat umum. Mereka saling melalaikan tugas-tugas
sebagai pemimpin dan kepala negara, bahkan banyak di antara mereka yang lebih
memilih hidup bermewah-mewahan. Pada akhirnya mereka kehilangan semangat
juang untuk menegakan kekuasaan. Kenyataan ini dipengaruhui dengan situasi
politik umat Islam ketika itu. Konflik antar etnis dan suku bangsa sering terjadi,
terutama perseteruan antara bangsa Arab dan bangsa Persia dengan bangsa Turki.
Perseteruan ini terjadi ketika bangsa Turki semakin memiliki posisi strategis
dipemerintahan dan menggeser posisi bangsa Arab dan Persia, yang merupakan
dua suku bangsa yang memiliki peran penting di dalam proses berdirinya
pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Pada masa pemerintahan khalifah al- Mutawakkil, pengaruh bangsa Turki
semakin kuat, sehingga bangsa Arab dan Persia merasa cemburu. Sikap anti Turki
ini pada akhirnya menimbulkan gerakan pemberontakan di setiap daerah, yang
kemudian masing-masing mendirikan kekuasaan-kekuasaan lokal. Di anatara
kekuatan lokal yang sangat berpengaruh dalam proses melemahnya kekuasaan
Dinasti Abbasiyah adalah dikarenakan luasnya wilayah kekuasaan sehingga tidak
dapat melakukan kontrol pemerintah dengan baik ke seluruh wilayahnya,
sehingga peluang ini dimanfaatkan oleh penguasa daerah yang jauh dari
pemerintah pusat untuk melepaskan diri menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Dianatar
kerajaan-kerajaan kecil yang dapat melepaskan diri adalah:
- Dinasti Buwaihiyah ( 945-1055 M )
- Dinasti Salajiqah ( 1037-1157 M ).
- Dinasti Bani Fathimiyah yang didirikan di Tunisia pada tahun 297-323 H /
909-934 M oleh Al Mahdi. Dinasti ini berkuasa cukup lama, hingga akhirnya
dihancurkan oleh Salahuddin al- Ayyubi.
- Dinasti Idrisiyah yang didirikan oleh Idris bin Abdullah ( 172-311 H/ 788-
932 M )
- Dinasti Aghlabiyah didirikan oleh Ibrahim bin Aghlab ( 184-296 H/ 800-909
M )
- Dinasti Thuluniyah, didirikan oleh Ahmad bin Thulun ( 254-292 H/868-905
M )
- Dinasti Ikhsyidiyah, didirikan oleh Muhammad bin Tughj ( 323-358 H/ 935-
969 M )
- Dinasti Hamdaniyah, didirikan oleh Hamdan bin Hamdan ( 293-394 H/ 905-
1004 M )
- Dinasti Thahriyah, didirikan oleh Thahir bin Husein ( 205-259 H/ 821-873
M )
- Dinasti Samaniyah, didirikan oleh Saman Khuda ( 261-9-389 H/ 874-999 M )
Kemunculan kerajaan-kerajaan ini, sedikit banyak memperlemah kekuasaan dan
wibawa kerajaan Bani Abbas. Sebab paling tidak pemasukan dan pengaruh para
khalifah Bani Abbasiyah berkurang. Lama kelamaan, akan membawa kelemahan,
kemunduran dan kemudian kehancuran Dinasti Bani Abbasiyah.
Persoalan lain yang juga memperlemah kekuasaan Bani Abbasiyah adalah
konflik internal dikalangan Bani Abbas. Konflik ini dimanfaatkan oleh para
pendatang baru, seperti bangsa Turki yang kemudian menguasai sistem
pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Bahkan bangsa Turki mendirikan kekuasaan di
wilayah pemerintahan Bani Abbasiyah dan menguasi Baghdad. Ketika para
kalifah semakin lemah, baik secara militer atau ekonomi, para tentara bayaran
mendominasi kekuatan, sehingga mereka menciptakan ketergantunan khalifah
kepada tentara bayaran. Ketergantungan ini merupakan salah satu faktor penyebab
melemahnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Pada saat semua mengalami
kelemahan, kekuatan baru datang dan berusaha menghancurkan Dinasti
Abbasiyah, yaitu kekuatan bangsa Mongol. Dibawah pimpinan hulaghu Khan,
kota Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah diluluh lantakan
pada tahun 1258 M. Serangan bangsa Mongol ini manandai akhir dari masa
kekuasaan dinasti Abbasiyah.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol
bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga
merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena
Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan
khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan
Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.
~SELESAI~
Recommended