View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
FAKTOR PENYEBAB TRADISI BULLYING
DI SMA AL AZHAR 2 PEJATEN JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
ANNISA ELFA ARIANTY
NIM : 1112054100016
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
FAKTOR PENYEBAB TRADISI BULLYING
DI SMA AL AZHAR 2 PEJATEN JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
ANNISA ELFA ARIANTY
NIM : 1112054100016
Dibawah Bimbingan
Ahmad Zaky, M.Si.
NIP. 19771127 200710 100 1
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan Kesejahteraan
Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan
hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain
(plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku dari Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2016
Annisa Elfa Arianty
NIM : 1112054100016
i
ABSTRAK
Annisa Elfa Arianty
Faktor Penyebab Tradisi Bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan
Perilaku bullying yang terjadi di lingkungan sekolah sudah bukan hal yang
biasa. Data menunjukan bahwa terjadi peningkatan kasus bullying, tindakan
kekerasan tersebut dianggap sebagai hal yang wajar terjadi sehingga permasalahan
bullying terjadi terus menerus bahkan menjadi sebuah tradisi disekolah. Perilaku
tradisi bullying juga dirasakan di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan dimana
kegiatan penindasan yang dilakukan oleh para murid terjadi begitu saja
Penelitian ini penting dilakukan karena masih banyak sekolah-sekolah yang
tidak mengetahui ciri-ciri orang menjadi pelaku bullying khusus nya di SMA Al
Azhar dan bagaimana dampak yang dirasakan oleh korban, selain itu untuk memberi
solusi bagi sekolah yang belum memiliki program penanganan dan pencegahan
bullying dengan baik agar kasus bullying di sekolah bisa dihindari sedini mungkin.
Penelitian ini merumuskan beberapa masalah yaitu Bagaimana penyebab
terjadinya bullying di SMA Al Azhar 2? Dan bagaimana peran sekolah dalam
menangani dan mencegah perilaku bullying di sekolah. Pada Penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif (Descriptive Research). Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan serangkaian observasi, wawancara dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan dapat diketahui bahwa setiap jenjang
kelas terdapat peluang terjadinya kasus bullying, namun presentase terbesar
terjadinya bullying terdapat pada kelas XII kepada kelas X. Selain itu data yang
didapatkan dari guru bimbingan konseling dan perwakilan dari bidang ketahanan
sekolah mengatakan penyebab pelaku melakukan tindakan bullying adalah adanya
permasalahan pola asuh dari keluarga, kurangnya perhatian dari keluarga menjadi
faktor penyebab anak berperilaku bullying. Tidak hanya itu penyebab perilaku
bullying dikarenakan masalah senioritas serta rasa dendam yang dialami oleh korban
sehingga menjadi pelaku saat menjadi senior. Korban tindakan bullying adalah anak
yang terlihat mencolok di angkatannya ataupun anak yang terlihat pendiam dan
pemalu, kelompok minoritas dikelas, dan korban yang memiliki ciri atau etnis yang
berbeda dengan mayoritas anak dikelasnya. Tindakan bullying berdampak pada
penurunan prestasi akademik korban di sekolah, pola belajar korban, interaksi sosial
korban dengan orang-orang disekitarnya bahkan perilaku korban sehari-hari yang bisa
menjadikan penyimpangan perilaku, sehingga saat mereka menjadi senior akan
melakukan hal yang sama pada juniornya.
Key words: bullying, tradisi, remaja
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya
kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Faktor Penyebab Tradisi Bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan”.
Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna
meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menghaturkan banyak
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusun
skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Suparto,
M. Ed, Ph. D selaku wakil Dekan bidang akademik. Dr. Roudhonah, MA
selaku wakil Dekan bidang Administrasi Umum. Dr. Suhaimi, MSi selaku
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
iii
2. Lisma Dyawati Fuaida,MSi selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial,
Hj. Nunung Khairiyah,MA selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan
Sosial. Terimakasih atas nasihat dan bimbingannya.
3. Bapak Ahmad Zaky, MSi selaku dosen pembimbing yang luar biasa sabar
dalam membantu mengarahkan, membina, dan selalu bersedia meluangkan
waktunya sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.
5. Kepada informan yaitu Bapak Abdullah, MSi selaku Kepala Sekolah SMA
Islam Al Azhar 2 Pejaten dan Bu Nurniati, S.Pd selaku guru bimbingan dan
konseling (BK), serta kepada seluruh informan peneliti yang telah bersedia
memberikan informasi dan waktunya sehingga penelitian ini dapat selesai
tepat waktu dan terimakasih juga untuk pengalaman serta cerita kalian yang
membuat peneliti paham secara mendalam mengenai penelitian ini.
6. Terimakasih yang tidak terhingga untuk mama ku tersayang yang sudah selalu
mendukung, selalu mendoakan, dan selalu memberikan perhatian penuh
selama mengerjakan tugas akhir ini. Terimakasih untuk Papa tercinta yang
tiada henti memberikan motivasi terbesar sejak mulai kuliah hingga Papa
dipanggil Allah yang Maha Kuasa. Kalian penyemangat terbesar sehingga
tugas akhir ini berjalan dengan lancar.
iv
7. Untuk kakak ku, Novita Elfasari serta adik-adik ku Dimas adjie Fachrian dan
Aisyah Elfa Naila terimakasih sudah menjadi penyemangat tugas akhir skripsi
ini.
8. Terimakasih untuk Hendry Boy Syamshier selaku teman terdekat yang selalu
ada dan selalu memberikan support terbaik baik materiil maupun moril. Ich
Liebe Dich, Bang!
9. Untuk Aisyah Rahma Utami, S.Sos yang selalu meluangkan waktu untuk
memberikan masukan dan dorongan, serta selalu memberikan bantuan berupa
tenaga, pikirannya dan terus menyemangati untuk menyelesaikan tugas akhir
skripsi.
10. Untuk Sarah Meutia, terimakasih selalu menghibur dan memberikan semangat
untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Serta untuk teman-teman Happy
Family yang selalu memberi semangat dan menghibur.
11. Teman-teman di kampus Eka Puji, Dyah Ayu, Nurmila, Tria Anjarwati, Ira
Rahmawati, Saila Arimy, Khusnul Fadilah, kessos 2012. Serta teman-teman
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namun selalu memberikan support
yang tiada hentinya, tanpa kalian mungkin skripsi ini terasa sangat berat.
Terimakasih semua atas dukungan kalian.
Jakarta, September 2016
Annisa Elfa Arianty
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar belakang ....................................................................................................... 1
B. Pembatasan dan perumusan penelitian................................................................. 9
C. Tujuan dan manfaat penelitian ........................................................................... 10
D. Metodologi penelitian ........................................................................................ 11
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................................. 23
A. Bullying .............................................................................................................. 23
1. Definisi bullying ............................................................................................ 23
2. Faktor penyebab perilaku bullying ............................................................... 27
3. Bentuk-bentuk bullying ................................................................................ 29
4. Ciri-ciri bullying ........................................................................................... 30
5. Karakteristik bullying .................................................................................... 31
B. Remaja................................................................................................................ 33
1. Definisi Remaja ............................................................................................ 33
2. Tahap Perkembangan Remaja ...................................................................... 35
3. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Remaja ........................................... 36
4. Kenakalan Remaja ........................................................................................ 41
BAB III .......................................................................................................................... 43
A. Profil SMA Al Azhar 2 ...................................................................................... 43
1. Sejarah SMA Al Azhar 2 ............................................................................. 43
vi
2. Latar Belakang Berdirinya SMA Al Azhar 2 ............................................... 45
3. Visi dan Misi SMA Al Azhar 2 ................................................................... 46
4. Struktur Organisasi SMA Al Azhar 2 .......................................................... 48
B. Prosedur Kerja Bimbingan dan Konseling ......................................................... 49
1. Perencanaan program bimbingan murid ...................................................... 49
2. Pengidentifikasian keadaan dan masalah murid .......................................... 50
3. Pelaksanaaan layanan bimbingan dan konseling ......................................... 50
4. Evaluasi ........................................................................................................ 52
5. Pelaporan ...................................................................................................... 52
C. Mekanisme Penanganan Murid Bermasalah ...................................................... 52
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS ............................................................ 54
A. Penyebab Terjadinya Bullying ........................................................................... 54
1. Hubungan Keluarga ..................................................................................... 55
2. Senioritas ...................................................................................................... 62
3. Rasa Dendam ............................................................................................... 65
B. Bentuk-bentuk Bullying ...................................................................................... 69
C. Dampak Bullying bagi Korban ........................................................................... 77
D. Peran Sekolah Dalam Menangani dan Mencegah Bullying ............................... 81
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 90
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 90
B. Saran ................................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 94
LAMPIRAN
1
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Berita tentang kasus tindak kekerasan yang terjadi di sekolah sering kita baca
atau dengar di media massa. Tindak kekerasan yang diberitakan berbagai macam
antara lain yang dilakukan oleh oknum guru terhadap muridnya, kakak kelas terhadap
adik kelasnya maupun antar teman sebaya. Tindak kekerasan ini diyakini sudah lama
terjadi namun kurang mendapat perhatian, oleh karenanya tidak diekspos oleh media
massa. Oleh beberapa orang, tindak kekerasan tersebut dianggap sebagai hal yang
wajar terjadi hingga suatu situasi dimana korban mengalami luka parah ataupun
sampai meninggal baru diberitakan sebagai berita yang menggemparkan, bahkan
terkadang masih banyak kasus kekerasan pada anak seperti ini yang tidak sampai
terekspos oleh media.
Banyak pihak seperti orang tua, sekolah, masyarakat belum familiar dengan
istilah bullying, sehingga orang tua serta pihak sekolah sering kali mengabaikan,
membiarkan dan menganggap sepele masalah bullying.
Istilah bullying pertama kali muncul di Swedia sekitar akhir tahun 1960 – awal
tahun 1970.1Perilaku bullying memiliki dampak negatif bagi siswa baik sebagai
korban maupun pelaku bullying. Dampak bullying terhadap korban, yaitu hilangnya
rasa percaya diri, merasa cemas ketika berinteraksi dengan orang lain, merasa tidak
berharga, depresi, sulit berkonsentrasi di sekolah, merasakan fisiknya sakit, sulit
1 Olweus, D, Bullying at School : Understanding children‟s worlds, (USA: Blackwell
Publishing, 1993)
2
tidur, dan yang paling parah adalah bunuh diri.2 Sedangkan dampak bagi pelaku
bullying yaitu akan lebih mudah untuk melakukan kekerasan, mengalami gangguan
perilaku, dan secara keseluruhan akan berdampak pada rendahnya fungsi sosial,
misalnya bermasalah dalam berinteraksi dengan orang lain atau pasangan.3
Telah hilangnya rasa kasih sayang dan sifat kelembutan dalam diri seseorang
menyebabkan lahirnya tindakan kekerasan dan penganiayaan, melakukan perbuatan-
perbuatan yang merusak, serta menimbulkan kerugian dan penderitaan kepada orang
lain, padahal Islam telah mensyari‟atkan perlunya manusia itu bersifat lemah lembut
kepada sesama dan saling berkasih sayang. Dalam Islam sendiri sangat melarang
keras dan sangat tidak menganjurkan perilaku merendahkan orang lain atau
berperilaku bullying terhadap sesama. Hal ini sebagai mana penjelasan pada sebuah
firman Allah swt dalam surat Al-Hujurat ayat 11:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-
buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang
tidak bertobat,maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”(Q.S. Al-Hujurat: 11)
2 Sharps, S, & Smith, P.K, School Bullying : Insight and Perspective, (New York: Routledge, 2003) 3Brank, E.M, Hoetger, Lori.A& Hazen, K.P, Bullying, Annual Review of Law Social Sciences, (2012)
3
Dari ayat tersebut sudah sangat jelas, bahwa sudah sepatutnya setiap muslim
harus berusaha untuk saling menjaga satu sama lain baik dari kejahatan lisan
(mengolok-olok, memanggil bukan dengan namanya (meledek), mengungkit-
ngungkit masalahnya, membongkar rahasianya, membongkar aibnya, dll) dan
tangannya (dari kesemana-menaan, mencuri, merampok, ataupun tindak seksual).
Perilaku bullying terhadap anak di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun, menurut Komisi Perlindungan Anak, Total dari 2011 sampai Agustus 2014
mencapai 12.790 aduan. Korban kasus kekerasan meningkat cukup signifikan di
tahun 2014. Akan tetapi, data KPAI menunjukkan adanya penurunan jumlah kasus
kekerasan di sekolah pada tahun 2015.4
Dari laporan yang diterima Komnas
Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mencatat bahwa di kawasan Jabodetabek
pada 2010 mencapai 2.046 kasus. Laporan kekerasan pada anak tahun 2011 naik
menjadi 2.462 kasus. Pada 2012 naik lagi menjadi 2.626 kasus dan pada 2013
melonjak menjadi 3.339 kasus. Di tahun 2014 di bulan Januari hingga April, KPAI
menerima 622 laporan kekerasan pada anak. Namun, terjadi penurunan kasus anak
dari 2014, 5.666 kasus menjadi 3820 di tahun 2015.
Kasus bullying di Indonesia sering kali terjadi di intitusi pendidikan. Fenomena
bullying di lingkungan sekolah di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Pada
tahun 2014 seorang pelajar bernama Arfiand Caesary Alirhami meninggal dunia
4http://www.kompasiana.com/taurahida/hampir-seluruh-siswa-di-indonesia-pernah-
dibully_562c8f3f527a614808ffd5fe. (2016, februari 15)
4
dengan bekas sejumlah 37 luka pada tubuhnya. Luka-luka tersebut menguatkan
dugaan terjadi penganiayaan terhadap Arfiand saat mengikuti kegiatan
ekstrakulikuler (ekskul) pecinta alam SMU Negeri 3 Setiabudi Jakarta. Kegiatan
tersebut dilakukan di kawasan wisata Tangkuban Perahu Kabupaten Bandung, Jawa
Barat. Arfiand Caesary Alirhami meninggal dunia pada tanggal 20 Juni 2014, tiga
belas hari kemudian Padian Prawirodirya menyusul temannya yang lebih dahulu
meninggal dunia.5
Kasus yang hampir serupa juga sempat terjadi di tahun 2005 lalu, Vivi Kusriani
nekat mengakhiri hidup dengan menggantung diri memakai seutas tali di kamar
mandi rumah nya. Jasadnya ditemukan sekarat oleh ibunya. Mereka mencoba
menolong siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Bantar Gebang itu, tapi gagal.
Menurut Joko Kirsang, ayah Vivi, putrinya sempat mengeluh sering diejek teman
sekolahnya sebagai anak tukang bubur. Apalagi menjelang tahun ajaran baru ini Vivi
belum punya seragam sekolah. Kasus yang terjadi pada Vivi bukan merupakan
kekerasan fisik melainkan mental, Vivi merasa tertekan karena julukan nya sebagai
anak tukang bubur, ia juga sempat menyatakan kesedihan kepada ayah nya karena
ayahnya harus bersusah-payah menjual bubur untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
Selain kasus yang dialami Vivi, masih banyak kasus bullying pada pelajar yang
sampai melakukan percobaan bunuh diri karena tertekan namun jarang terekspos
media.
Maraknya kasus-kasus kekerasan seperti di atas merupakan bagian dari kasus
bullying di sekolah. Kasus bullying merupakan permasalahan yang sudah mendunia,
5 http://www.sudahdong.com/bullying-siapa-yang-dirugikan/ (2016 Februari 15)
5
tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja, tetapi juga di Negara-negara
maju seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Perilaku bullying dari waktu ke waktu terus menghantui anak-anak Indonesia.
Kasus bullying yang sering di jumpai adalah kasus senioritas atau adanya intimidasi
siswa yang lebih senior terhadap adik kelasnya baik fisik maupun secara non-fisik. Di
Indonesia, perilaku bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah belum mendapat
perhatian yang serius. Padahal dibeberapa Negara lain perilaku bullying ini telah
mendapat perhatian yang serius karena telah terlihat dampak negatif dari perilaku
bullying ini baik bagi korban maupun pelaku.
Perilaku bullying memiliki dampak negatif di segala aspek kehidupan (fisik,
psikologis maupun sosial) individu, khususnya remaja. Sehingga hal tersebut akan
terus mempengaruhi perkembangan mereka selanjutnya. Oleh karena itu, sebagai
pekerja sosial professional perlu memberikan pengetahuan bagi remaja terkait
pencegahan perilaku bullying dan cara penanggulangannya yang difokuskan pada
preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif yaitu memberikan pendidikan untuk
pengenalan dan pencegahan atau pengendalian masalah bullying di sekolah.
Faktor yang mempengaruhi perilaku bullying adalah faktor personal meliputi
harga diri, tempramen, dan keluarga yang memberikan kecenderungan individu untuk
menampilkan perilaku agresi. Keluarga yang menggunakan bullying sebagai cara
untuk proses belajar anak akan membuat anak beranggapan bahwa bullying adalah
perilaku yang wajar dan bisa diterima dalam berinteraksi dengan orang lain dan
6
dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan.6 Keluarga merupakan faktor yang
paling berpengaruh dalam menentukan keterlibatan seseorang pada perilaku bullying.
Keluarga merupakan tempat sosialisasi utama bagi anak dan berperan penting dalam
pembentukan perilaku anak.
Ejekan, cemoohan dan olok-olok mungkin terkesan sepele dan tidak signifikan.
Kenyataannya hal ini bisa menjadi senjata tidak kenal ampun yang secara perlahan
tetapi pasti menghancurkan seorang anak. Lebih banyak lagi anak-anak dan remaja
korban bullying yang terus hidup dan tidak cenderung mengakhiri hidupnya namun
tumbuh dewasa menjadi orang-orang yang berkepribadian rapuh, mudah sedih,
pemarah dan tidak percaya diri. Orang-orang seperti ini sulit sekali meraih sukses dan
hidup tidak bahagia.7
Korban bullying bukanlah sekedar pelaku pasif dari situasi bullying. Ia turut
berperan serta memelihara dan melestarikan situasi bullying dengan bersikap diam.
Rata-rata korban bullying tidak pernah melaporkan kepada orang tua dan guru bahwa
mereka telah dianiaya atau ditindas anak lain di sekolahnya. Melihat banyaknya
dampak buruk yang diakibatkan oleh adanya perilaku bullying, maka diperlukan
usaha-usaha kerjasama yang melibatkan peran orang tua maupun guru agar perilaku
ini dapat dicegah atau dibatasi sedini mungkin.
SMA Al Azhar 2 Pejaten, terletak di Jalan Siaga Raya, Pejaten Barat, Jakarta
Selatan. Sekolah yang berorientasi Islam ini masih sering terjadi kasus bullying yang
6O‟Connell, J, Bullying at School (CaliforniaL Department of Education, 2003)
7Sejiwa.Bullying: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru.Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan
Lingkungan. (Jakarta: Grasindo, 2007)
7
sampai menimbulkan korban. Contohnya, pada tahun 2011 kasus bullying atau
penindasan yang dilakukan antara senior terhadap junior ini seperti sudah menjadi
tradisi dan turun temurun. Beberapa murid laki-laki kelas XII memeras atau memalak
adik kelas X untuk memberikan sejumlah uang kepada senior nya setiap hari. bila
para adik kelas menolak, mereka harus menerima pukulan-pukulan dari senior.
Bahkan ketika akan ditindak lanjuti oleh pihak sekolah, seluruh siswa dari ketiga
angkatan menolak hukuman tersebut untuk si pelaku karena mereka merasa bahwa
penindasan seperti ini wajar terjadi setiap tahunnya. Berdasarkan data grafik
presentase tingkat bullying yang dibuat oleh Bimbingan Konseling, didapati bahwa
tingkat bullying menurun dari tahun 2014 hingga 2016. Berikut tabel grafik
presentasenya:
GRAFIK PRESENTASE TINGKAT BULLYING
DI SMA ISLAM AL AZHAR 2
TAHUN AJARAN 2014, 2015, 2016
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
2013-2014 2014-2015 2015-2016
GRAFIK PRESENTASE BULLYING SMA ISLAM AL AZHAR 2 TAHUN 2014, 2015, 2016
8
Menurut data dari Bimbingan Konseling SMA Al Azhar 2, kasus bullying
masih sering terjadi, terlihat dari data yang tercatat di Buku kasus bimbingan
konseling. Kasus penindasan oleh senior terhadap junior masih terjadi sampai tahun
2016 ini, hanya saja kasus bullying yang terjadi sekarang kebanyakan dilakukan oleh
siswa perempuan. Seperti memalak meminta dibelikan barang, makanan atau sekedar
accessories yang dibutuhkan para pelaku. Dari hasil observasi sementara peneliti
kepada guru bimbingan konseling di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan ini,
ternyata kasus bullying yang terjadi masih melibatkan alumni disela-sela siswa.
Campur tangan alumni yang meminta sejumlah uang untuk kegiatan rutin yang
diadakan sebuah organisasi atau “genk” turun-temurun di sekolah, juga pemungutan
uang untuk pembuatan almamater bertuliskan nama “genk” tersebut dengan ancaman
agar semua adik kelas menuruti permintaan alumni dan beberapa kakak kelas yang
diperintahkan untuk mengkoordinasi kegiatan tersebut.
Peneliti tertarik untuk meneliti penyebab terjadinya tradisi perilaku bullying
terhadap junior karena beberapa perilaku bullying yang mencuat ke permukaan di
Indonesia kebanyakan dilakukan oleh senior terhadap juniornya, selain itu masih
banyak yang beranggapan bahwa pelaku bullying adalah orang yang salah 100%
padahal kita tidak tahu sebenarnya apa yang melatar belakangi seseorang berperilaku
bullying tersebut. Penelitian juga akan dilakukan pada mantan pelaku bullying
(alumni SMA) untuk mendapatkan pandangan dari orang yang pernah melakukan
namun sudah tidak pernah melakukan perilaku bullying kembali. Hal ini
dimaksudkan agar peneliti dapat meminimalisasi kemungkinan didapatkannya
jawaban-jawaban yang bersifat defensif dari informan ketika wawancara, mengingat
9
topik penelitian yang cukup sensitif. Pada penelitian ini juga dipaparkan bagaimana
peranan sekolah dan kebijakannya dalam menangani dan mencegah perilaku bullying
agar tidak timbul kembali.
Penelitian ini akan dilakukan di SMA Al Azhar 2 Pejaten karena „keunikan‟
perilaku bullying yang umumnya terjadi pada sekolah tersebut. Berdasarkan
permasalahan yang telah dikemukakan, maka peneliti terdorong untuk mengambil
judul “FAKTOR PENYEBAB TRADISI BULLYING DI SMA AL AZHAR 2
PEJATEN JAKARTA SELATAN”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Karena permasalahan bullying sangat kompleks maka peneliti
membatasi fokus permasalahan yang akan dijadikan bahan penelitian. Yaitu
yang akan menjadi pembatas masalah pada penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor penyebab terjadinya tradisi bullying yang terjadi di
lingkungan SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan serta bagaimana peran
sekolah dalam menangani dan mencegah perilaku bullying agar tidak terulang
kembali.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan penelitian diatas, masalah yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah "Faktor Penyebab Tradisi Bullying di SMA Al
Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan". Dari permasalahan utama ini, peneliti
selanjutnya merumuskan beberapa sub permasalahan, yaitu:
10
a) Bagaimana penyebab terjadinya tradisi bullying di lingkungan SMA Al
Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan?
b) Bagaimana peran sekolah dalam menangani dan mencegah perilaku
bullying?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, maka yang menjadi tujuan
peneliti adalah:
a) Untuk mengetahui apa saja penyebab terjadinya tradisi bullying di SMA Al
Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan.
b) Untuk mengetahui bagaimanakah upaya sekolah dalam menangani dan
mencegah perilaku bullying.
2. Manfaat Penelitian
a) Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa
khususnya jurusan Kesejahteraan Sosial yang nantinya akan berhadapan
dengan kasus Bullying, agar dapat mengetahui bagaimana bullying bisa
terjadi. Sebab Bullying sampai sekarang masih terjadi berulang kali setiap
tahunnya dan sulit menemui titik terang.
b) Manfaat Praktis
Untuk menambah wawasan kepada peneliti agar dapat mampu
menyelesaikan permasalahan bullying yang ada di lingkungan sekitar.
11
Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat luas khususnya orang
tua untuk mencegah anak nya melakukan atau menjadi korban bullying
disekolah dan untuk mencegah berkembangnya perilaku bullying setiap
tahun nya di sekolah. Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran orangtua
dalam mendidik seorang anak agar tidak tumbuh dengan sikap
temperamental. Serta mampu mengetahui hal apa yang harus dilakukan apa
bila sudah terlihat ciri-ciri perilaku bullying baik untuk pelaku maupun
korban.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan metode penelitian
kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berupaya menghimpun data, mengolah
dan menganalisa data secara kualitatif dan menafsirkannya secara kualitatif. Hal
ini dimaksudkan bahwa penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati secara
langsung dan wawancara mendalam dengan informan yang sangat memahami
permasalahan yang diteliti
Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti merupakan suatu
nilai dibalik data yang tampak8
2. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah menggunakan
penelitian deskriptif (Descriptive Research), yaitu penelitian yang
8Sugiono, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D, h.3.
12
menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu berdasarkan data yang
diperoleh dilapangan secara terperinci sesuai dengan focus penelitian yang telah
ditetapkan.9
Tipe penelitian ini didasarkan pada pertanyaan dasar yaitu
bagaimana.10
Kita tidak puas bila hanya mengetahui apa masalah nya secara
eksploratif, tetapi ingin mengetahui juga bagaimana peristiwa tersebut dapat
terjadi. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-
kata, gambar dan bukan angka-angka.
Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data
untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari
naskah wawancara secara langsung, catatan lapangan atau memo dan
dokumentasi lainnya.11
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di sekitar wilayah Jakarta sesuai dengan
lokasi informan yang akan diteliti. Dan waktu penelitian dilaksanakan pada
bulan maret 2016 sampai dengan bulan September 2016
4. Teknik Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini pemilihan informan menggunakan teknik purposive
sampling. Teknik purposive sampling bertujuan dimana informan dipilih
9Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.131 10
W. Gulo, Metodelogi Kualitatif (Jakarta : Grafindo, 2000), h. 19. 11
Burhan Bugin, Analisis Data dan Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2003), cet. Ke-2
13
berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang
tepat untuk memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.12
Konsep sampel dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan
bagaimana memilih informan misalnya orang tersebut dianggap paling tahu
tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga
akan mempermudah peneliti menjelajahi objek/ situasi sosial yang diteliti.
Yang terpenting disini bukan jumlah informannya, melainkan potensi dari
setiap kasus untuk dapat memberikan secara teoritis mengenai aspek yang
dipelajari.13
Dalam penelitian ini, jumlah informan penelitian berjumlah 5 (lima)
orang yaitu 2 orang pelaku bullying masing-masing dari perempuan dan laki-
laki dan korban bullying yang sudah menjadi alumni SMA Al Azhar 2 Pejaten
Jakarta Selatan dengan latar belakang kasus bullying yang berbeda-beda, selain
itu peneliti memilih guru bimbingan konseling dan bidang ketahan sekolah
untuk menjadi informan dalam melengkapi penelitian ini. Dua informan yaitu
pelaku bullying yang peneliti pilih yaitu “AM” dan “NE” adalah seorang
karyawan swasta. Peneliti memilih kedua nya sebagai informan dikarenakan
mereka sudah menjadi alumni dan pernah melakukan perilaku bullying dengan
cara yang berbeda dari pihak siswa laki-laki dan siswa perempuan. selain itu,
sudah banyak pihak yang mengetahui permasalahan perilaku bullying yang
12
Soeharto Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan
Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h.63 13
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2009), Cet ke-
5, h. 54
14
mereka lakukan. Informan selanjutnya sebagai korban yaitu “ATC”, ia adalah
alumni SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan yang kerap kali menjadi
korban bullying saat masih sekolah, kini ia adalah seorang mahasiswi di satu
kampus di Jakarta. Peneliti memilih informan “ATC” karena pengalaman nya
menjadi korban bullying dan karena perubahan perilaku yang ia alami. Yang
terakhir adalah guru bimbingan konseling dan bidang ketahanan sekolah,
peneliti memilih guru BK dan perwakilan dari TanSek karena dapat
memberikan informasi bagaimana kebijakan sekolah dalam penanganan dan
pencegahan perilaku bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan.
5. Sumber Data
Sumber data yang diambil peneliti ini terdapat dua data, yaitu data
primer (pokok) dan data sekunder (pendukung).
a) Data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk menjawab
masalah penelitian, data harus diperoleh dari sumber aslinya. Pada penelitian
ini data akan diperoleh dari pelaku bullying (perempuan dan laki-laki) dan
korban bullying yang sudah menjadi alumni di SMA Al Azhar 2 Pejaten,
data dari kepala sekolah, guru bimbingan konseling serta bidang ketahanan
sekolah (TanSek).
b) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan surat kabar
atau media kabar, dokumen yang berkaitan dengan penelitia14
seperti isu-isu
yang terjadi di Indonesia melalui pemberitaan online, surat kabar atau Koran
14
Jaenal Arifin, Theknik Penarikan Sample Dan Pengumpulan Data, (Jakarta, 2005) h.17.
15
yang membahas mengenai permasalahan, dan dari data-data yang diberikan
oleh SMA Al Azhar 2 Pejaten.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan data yang
digunakan, yaitu sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi, yaitu mengadakan pengamatan terhadap obyek penelitian untuk
mengetahui gejala-gejala yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang
diteliti dengan harapan akan memperoleh suatu kelengkapan data. Observasi
atau pengamatan pada informan yang berperan serta menceritakan kepada
peneliti apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti
memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan atau observasi. Observasi
atau pengamatan berperan serta sebagai peneliti yang mencirikan interaksi
secara sosial memakan waktu cukup lama antara peneliti dan subjek dalam
lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan
dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.15
Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan observasi partisipatif, yaitu sebuah teknik
pengumpulan data yang mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam
kehidupan dari seseorang yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami
gejala-gejala yang ada.16
15 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 194. 16M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), h. 166.
16
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan
informan. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan
tatap muka. Dengan wawancara, proses wawancara data yang diperoleh dapat
langsung diketahui objektivitasnya karena dilaksanakan secara tatap muka.17
Wawancara ini dilakukan karena peneliti bermaksud untuk memperoleh
pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu
berkenaan dengan topik yang diteliti. Dalam hal ini, peneliti menggunakan
wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang pertanyaannya akan diajukan
telah ditetapkan oleh peneliti sendiri secara jelas dalam suatu bentuk catatan.
Selain dengan wawancara mendalam peneliti juga menggunakan jenis
wawancara pembicaraan informal, dalam jenis ini pertanyaan yang diajukan
sangat tergantung pada pewawancara, jadi bergantung pada spontanitasnya
dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara.Hubungan pewawancara
dengan terwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan
dan jawabannya berjalan seperti pembicaraanbiasa dalam kehidupan sehari-hari
saja. Sewaktu pembicaraan berjalan, terwawancara malah barangkali tidak
mengetahui atau tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai18
.
17
W. Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 119. 18Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009) Cetakan
Ke-26 edisi revisi, h. 187.
17
c. Dokumentasi
Dokumen adalah setiap bahan yang tertulis atau foto sehingga dengan
adanya bantuan dokumen peneliti terbantu mendapatkan data yang sesuai
dengan masalah penelitian. Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film,
lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang
penyelidik atau peneliti. Dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian
sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumentasi sebagai sumber data
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan19
.
E. Teknik Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif, data yang diperoleh
melalui wawancara dan pengamatan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian.
Menurut Bogdam, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain.20
Pada saat menganalisis data hasil wawancara, peneliti mengamatinya secara
detail dan dilakukan berulang ulang dari awal sampai akhir, kemudian
menyimpulkannya. Setelah itu menganalisa katagori katagori yang terlihat pada data
data tersebut. Analisa data melibatkan upaya mengidentifikasi suatu objek dan
peristiwa. Katagori dari analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang terlihat
19
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 216.
20Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2009) Cet. 8. h. 244
18
pada tempat penelitian tersebut. Setelah data dianalisa kemudian disajikan dalam
tulisan tulisan.
F. Teknik Keabsahan Data
Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi
merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar data pengecekan atau perbandingan terhadap dua data tersebut. Teknik
triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lainnya.21
G. Tinjauan Pustaka
NAMA JUDUL ISI SKRIPSI
Ari Nur Husaini Hubungan Antara
Persepsi Jenis Pola Asuh
Orangtua Terhadap
Risiko Perilaku Bullying
Siswa di SMA Triguna
Utama Ciputat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pola asuh demokratis memiliki resiko
perilaku bullying rendah, serta adanya
hubungan yang signifikan antara
persepsi jenis pola asuh orangtua
terhadap resiko perilaku bullying
siswa. Dalam penelitian ini diharapkan
sekolah bersama orangtua siswa
diharapkan dapat lebih memperhatikan
bullying, dan tidak menganggap
bullying sebagai hal yang biasa terjadi
di sekolah, dan dapat bekerjasama
dengan bidang keperawatan untuk
pencegahan dampai penanggulangan
bullying, penyuluhan tentang problem
solving, manajemen marah, atau
penyuluhan bullying beserta dampak
21
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009)
Cetakan Ke-18 edisi revisi, h. 330
19
cara menanganinya.
Farisa Handini Hubungan Konsep Diri
Dengan Kecenderungan
Berperilaku Bullying
Siswa SMAN 70 Jakarta
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan konsep diri
dengan kecenderungan berperilaku
bullying siswa SMAN 70 Jakarta.
Dengan hasil penelitiannya yaitu
adanya hubungan antara konsep diri
dengan kecenderungan berperilaku
bullying SISWA SMAN 70 Jakarta
yang hasilnya adalah semakin tinggi
konsep diri siswa, maka semakin
rendah kecenderungan berperilaku
bullyingnya, begitupula sebaliknya,
semakin rendah konsep diri siswa
maka semakin tinggi kecenderungan
berperilaku bullyingnya. Konsep diri
terbagi menjadi konsep diri positif dan
negatif. karena siswa yang memiliki
konsep diri positif tidak mengarah
pada perilaku bullying, sedangkan
siswa berkonsep diri negatif memiliki
kecenderungan berperilaku bullying.
Wuriyanti
Handayani
Hubungan Antara
Faktor-faktor
Munculnya Konformitas
Kelompok Sebaya
dengan Perilaku
Bullying pada Remaja
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara faktor-
faktor munculnya konformitas
kelompok sebaya dengan perilaku
bullying pada remaja. Pada masa
remaja perkembangan sosial yang
dialami beirkaitan dengan perluasan
pergaulan pada remaja yang menuntut
remaja untuk melakukan banyak
penyesuaian terhadap kelompok
sosialnya yang sebaya. Tekanan
kelompok dalam konformitas pada
remaja bisa berpengaruh positif dan
negatif. Salah satu pengaruh negatif
dari konformitas adalah munculnya
perilaku agresif seperti perilaku
bullying yaitu penggunaan kekerasan
20
dengan tujuan untuk menyakiti korban.
Siti Nurbaiti Peran Bimbingan dan
Konseling dalam
Mengatasi Perilaku
Bullying Siswa SMA Al
Izhar Pondok Labu
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran bimbingan dan
konseling dalam menangani perilaku
bullying karena seperti yang sudah kita
ketahui perilaku bullying adalah
merupakan masalah yang serius yang
harus segera di atasi karena bullying
membawa banyak dampak yang
negatif terhadap siswa dan
lingkungannya. Dalam mengatasi
permasalahan tersebut, di setiap
sekolah harus sudah memiliki lembaga
atau unit yang menangani setiap
permasalahan siswa seperti bimbingan
dan konseling.
Annisa Hubungan Antara Pola
Asuh Ibu dengan
Perilaku Bullying
Remaja
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengindikasi apakah ada hubungan
antara pola asuh ibu dengan perilaku
bullying pada remaja. Peliknya
masalah bullying pada remaja harus
ditangani karena dampak besar yang
diakibatkan oleh perilaku bullying.
Karena keluarga adalah salah satu
faktor yang menyebabkan seseorang
mem-bully orang lainnya. Sebagai
bagian dari orangtua, seorang ibu
sangat berperan penting dalam
mendidik seorang anak. Diharapkan
dari penelitian ini dapat memberi
pengetahuan bagi orangtua khususnya
ibu dalam mendidik seorang anak agar
anak dapat menangani kemarahannya
dan dapat meminimalisasi perilaku
bullying.
Dairisena Arsela Gambaran Sikap Remaja
Terhadap Perilaku
Bullying saat SMA di
Kota Maju
Sikap pemuda yang setuju terhadap
perilaku bullying menjadi salah satu
prediktor perilaku bullying, karena
sikap dipengaruhi oleh lingkungan
21
dimana seseorang tinggal. Dalam
penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sikap remaja apakah
mereka menyetujui perilaku bullying
yang terjadi di sekolah.
H. Teknik Penelitian
Adapun dalam penelitian skripsi ini, peneliti berpedoman pada buku “Pedoman
Penelitian Karya Ilmiah”, (skripsi, tesis, dan disertasi).Diterbitkan oleh CeQDA
(Center For Quality Development amd Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, Press tahun 2007.22
I. Sistematikan Penelitian
Secara garis besar skripsi ini akan dibagi dalam lima (5) bab dan setiap bab
dibagi atas beberapa sub bab dengan kebutuhan pembahasan dan uraiannya,
yaitu:
BAB I : Bab ini berisi tentang latar belakang masalah tentang
bullying, berbagai macam kasus bullying secara global ataupun universal, fakta-
fakta serta faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi pelaku ataupun
korban bullying. Selanjutnya pada bab ini peneliti menuliskan apa yang menjadi
tujuan dan manfaat penelitian dalam menuliskan hasil temuan dalam
melaksanakan penelitian ini dan metodologi penelitian, tinjauan pustaka serta
sistematika penelitian.
22
Pedoman Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN (Jakarta, UIN Jakarta Press: 2007)
22
BAB II : Bab ini akan membahas mengenai landasan teori saat
melaksanakan penelitian. Seperti mengetahui apa pengertian bullying, berbagai
ciri, bentuk, dampak-dampak yang didapatkan pelaku maupun korban bullying,
serta pemahaman bagaimana penyebab terjadinya bullying tersebut.
BAB III : Pada bab ini berisi tentang profil lembaga yaitu SMA Al
Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan.
BAB IV : Analisis Temuan Lapangan. Pada bab ini peneliti mencoba
memberikan temuan dan analisis terhadap apa yang menyebabkan bullying bisa
terjadi di SMA Al Azhar 2 Pejaten serta bagaimana peran sekolah dalam
menangani dan mencegah terjadinya perilaku bullying.
BAB V : Penutup pada bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan
hasil dari pelaksanaan penelitian dan saran-saran yang menjadi penutup dari
pembahasan skripsi ini.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab dua ini akan diuraikan mengenai konsep dan pengertian yang
berkaitan dengan topik penelitian yaitu bullying dan remaja. Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing konsep dan pengertiannya.
A. Bullying
1. Pengertian Bullying
Berbagai definisi serta konsep mengenai bullying telah banyak diberikan
oleh para ahli, peneliti dan pengarang mengenai bullying. Terlebih pada beberapa
tahun belakangan ini, banyak dari mereka para ahli, peneliti, ataupun pengarang
yang tertarik pada permasalahan mengenai bullying, terutama bullying yang terjadi
di sekolah-sekolah. Dalam Kamus Bahasa Indonesia bullying diartikan sebagai
perilaku „menggertak‟ atau „menggencet‟ namun padanan kata tersebut dirasa
belum tepat untuk merepresentasikan kata bullying itu sendiri sehingga untuk
pembahasan selanjutnya, kata bullying akan tetap dipakai.
Sejarah bullying dimulai bahkan sejak ratus ribu tahun yang lalu saat
manusia Neanderthal digantikan oleh Homo Sapiens yang lebih kuat dan lebih
berkembang. Tema utama yang terekam dari sejarah-sejarah mengenai perilaku
bullying adalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara tidak sengaja
namun secara purposif atau bertujuan.
24
Sekalipun bullying telah menjadi sebuah masalah selama berabad-abad,
bullying tidak menerima perhatian penelitian signifikan sampai tahun 1970-an
(Olweus, 1978). Profesor Dan Olweus adalah ilmuwan pertama yang
memfokuskan diri pada topik tersebut dan mengkontribusikan data ilmiahnya pada
literatur bullying. Banyak penelitian Olweus menjelaskan mengapa beberapa anak
melakukan bullying dan mengapa beberapa lainnya menjadi korban bullying.
Bukan itu saja, Olweus juga menunjukkan bahwa bullying di sekolah dapat
direduksi secara signifikan. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat penting.
Menurut Sullivan, dalam bukunya “The Anti-Bullying Handbook Tahun
2000”, mendefinisikan bullying adalah tindakan menyerang yang dilakukan secara
sadar dan sengaja dan atau di manipulasi oleh satu atau lebih banyak orang
terhadap orang lain atau orang banyak. Bullying dapat bertahan untuk waktu yang
singkat atau bahkan selama bertahun-tahun, dan ini adalah sebuah penyalahgunaan
kekuasaan oleh mereka yang melakukannyanya. Kadang-kadang direncanakan,
dan kadang-kadang dilakukan dengan oportunis, kadang-kadang dilakukan
terutama terhadap satu korban, dan kadang-kadang terjadi berturutan dan acak.23
Sedangkan menurut Olweus (1993) menyatakan bahwa bullying ialah:“I
define bullying or victimization in the following general way: A student is being
bullied or victimized when he or she is exposed, repeatedly and over time, to
negative actions on the part of one or more other students.”
Olweus mendefinisikan bahwa bullying atau penganiayaan sebagai berikut:
Seorang siswa sedang ditindas atau menjadi korban ketika ia dipermalukan secara
23
Sullivan, K, The Anti Bullying Handbook, (Oxford University Press, 2000)
25
berulang-ulang dan dari waktu ke waktu, untuk sebuah tindakan negatif dari satu
atau lebih siswa lain.24
Menurut Ken Rigby Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat
ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini
dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak
bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.25
Bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan dengan tenang/tanpa beban,
disengaja dan berulang untuk menyerang target atau korban, yang secara khusus
adalah seseorang yang lemah, mudah diejek dan tidak bisa membela diri.
Sedangkan bila kita mengkhususkan bullying yang terjadi di lingkungan
sekolah (school bullying) maka dapat diambil sebuah pengertian school bullying
sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok
siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah,
dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut
berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah praktik kekuasaan. Ketika
sebuah kelas mendominasi kelas yang lain, maka didalam proses dominasi tersebut
akan menghasilkan sebuah kekerasan. Kekerasan muncul sebagai upaya kelas
dominan untuk melanggengkan dominasi atau kekuasaannya dalam strukur sosial.
24
Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford: Blackwell,
1993) 25
Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak, (Jakarta:
Grasindo, 2008)
26
Jadi, kekerasan dan kekuasaan merupakan dua konsep yang tidak dapat
dipisahkan.26
Bullying adalah perilaku menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik
dalam bentuk kekerasan fisik, verbal, ataupun psikologis. Tindakan ini bisa
dengan mudah dikenali, di antaranya adalah pelecehan, diskriminasi, intimidasi,
pengucilan, ejekan, dan kekerasan nonfisik lainnya. Dampaknya bukan hanya pada
fisik tetapi aspek psikologis, apalagi bagi anak-anak usia sekolah yang sangat
rentan menciptakan awal yang buruk bagi masa depannya.27
Dampak paling fatal yang sangat ditakutkan adalah bagi perkembangan
psikologi anak itu sendiri. Karena konsekuensi logisnya bisa menjadi efek negatif
yang permanen dan merusak masa depan anak yang khususnya ada dalam kondisi
yang transisional. Anak yang menjadi korban bullying umumnya akan terlihat
enggan pergi ke sekolah, roman wajah muram, dan prestasi akademik menurun.
Olweus (1993) pun mengatakan: “Bullying involves a desire to hurt, hurtfill
action, a power imabalance (an imbalance is obvious enough when a bully towers
over a cowering victim or group of bullies abuse a solitary Individual), (typically)
repetition, an unjust use of power, avidental enjoyment by aggressor and a sense
of being oppressed on the part of the victim”.
Berdasarkan pernyataan Olweus di atas, maka di dapat pengertian bahwa
bullying dapat terjadi karena adanya hasrat untuk menyakiti atau perilaku
merugikan, adanya kekuatan atau power yang tidak seimbang (ketidakseimbangan
tersebut cukup jelas terlihat, ketika pelaku bullying atau yang biasa disebut bully
menyebabkan ketakutan yang berlebih pada korban atau melakukan macam-
26
Nanang, M, Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre
Bourdieu), PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2012), h. 39 27
Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford: Blackwell,
1993)
27
macam dari perilaku bullying itu terhadap individu yang dikucilkan). Terdapat
adanya pengulangan dalam melakukan bullying, adanya penyalahgunaan kekuatan
(kekuasaan), merasakan adanya kenikmatan dengan melakukan tindakan agresif
dan penindasan terhadap korbannya.28
Tanpa sadar siswa kelas bawah dijadikan korban dominasi, korban
penindasan kelas atas secara simbolis. Sering kali mereka (siswa kelas bawah)
tidak sadar ketika mereka sebenarnya hanya menjadi objek, menjadi bahan
tontonan dan hiburan, menjadi bahan olokan atau ejekan, dan menjadi objek bels
kasihan kelas dominan.29
2. Faktor-faktor penyebab Bullying
Tindakan bullying mencerminkan bahwa bullying adalah masalah penting
yang dapat terjadi di setiap sekolah jika tidak terjadi hubungan sosial yang akrab
oleh sekolah terhadap komunitasnya, yakni murid, staf, masyarakat sekitar, dan
orang tua murid. Faktor-faktor bullying antara lain disebabkan sebagai berikut:30
a. Perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, agama, jender, etnisitas/rasisme.
b. Senioritas, sebagai salah satu perilaku bullying, seringkali pula justru
diperluas oleh siswa sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. Keinginan
mereka untuk melanjutkan masalah senioritas adalah untuk hiburan,
28
Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford: Blackwell,
1993) 29
Nanang, M, Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre
Bourdieu), PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2012), h.102 30
Sullivan, dkk, Bullying in Secondary Schools: What is Looks Like and How to Manage it
(Corwin Press, 2004)
28
penyaluran dendam, iri hati, atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi
atau untuk menunjukkan kekuasaan.
c. Keluarga yang tidak rukun.
d. Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif.
e. Karakter individu/ kelompok, seperti:
1. Dendam atau iri hati
2. Adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuatan fisik dan
daya tarik seksual; dan
3. Untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainan
(peer group)-nya.
4. Pemahaman nilai yang salah atas perilaku korban.
3. Bentuk-bentuk Bullying
Perilaku bullying yang merupakan bentuk dari tindakan agresivitas yang
membuat korban merasa tidak nyaman dan terluka, baik secara fisik maupun
psikologis, seperti telah dikatakan oleh para ahli di atas, maka terdapat jenis-jenis
dari perilaku bullying tersebut diantaranya, bullying dibagi dalam 2 bentuk:31
a. Fisik
Contohnya adalah menggigit, menarik rambut, memukul, menendang,
mengunci, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari,
memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, meludahi, mengancam, dan
31
Sullivan, dkk, Bullying in Secondary Schools: What is Looks Like and How to Manage it
(Corwin Press, 2004)
29
merusak kepemilikan (property) korban, penggunaan senjata dan perbuatan
kriminal.
b. Non - Fisik: Terbagi dalam bentuk verbal dan non-verbal
Verbal: Contohnya, panggilan telepon yang meledek, pemalakan,
pemerasan, mengancam, atau intimidasi, menghasut, berkata jorok pada
korban, berkata menekan, menyebarluaskan kejelekan korban. Non-Verbal:
terbagi menjadi langsung dan tidak langsung:
1. Tidak Langsung:
Diantaranya adalah manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak
mengikutsertakan, mengirim pesan menghasut, curang, dan sembunyi-
sembunyi.
2. Langsung:
Contohnya gerakan (tangan, kaki, atau anggota badan lain) kasar atau
mengancam, menatap, muka mengancam, menggeram, hentakan,
mengancam, atau menakuti.
Berdasarkan penjelasan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk
bullying terbagi manjadi dua, yaitu fisik dan non fisik. Fisik seperti memukul
dan menendang, sedangkan non-fisik terbagi menjadi dua, yaitu verbal seperti
mengancam atau mengintimidasi, dan non-verbal seperti menghasut dan
menakuti.
30
4. Ciri perilaku Bullying
Pelaku bullying mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:32
1. Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa di sekolah;
2. Menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah/di sekitarnya;
3. Merupakan tokoh popular di sekolah;
4. Gerak-geriknya seringkali dapat ditandai: sering berjalan di depan, sengaja
menabrak, berkata kasar, menyepelekan/melecehkan.
Sedangkan, ciri-ciri korban yang mengalami bullying antara lain:
1. Pemalu/ pendiam/ penyendiri;
2. Bodoh/ Dungu;
3. Mendadak menjadi penyendiri/pendiam;
4. Sering tidak masuk sekolah dengan alasan tak jelas;
5. Berperilaku aneh atau tidak biasa (takut/ marah tanpa sebab, mencoret-
coret, dsb).
Berdasarkan pemaparan di atas, dijelaskan ciri-ciri pelaku bullying dan
korban bullying. Ciri pelaku bullying diantaranya ialah hidup berkelompok,
berkuasa, tokoh popular di sekolah, sedangkan cirri-ciri korban bullying ialah
pemalu, pendiam, bodoh, sering tidak masuk sekolah karena alasan yang tidak
jelas dan berperilaku yang aneh (tidak biasa).
32
Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak, (Jakarta:
Grasindo, 2008)
31
5. Karakterisitik Bullying
Berdasarkan hasil penelitian para ahli, antara lain oleh Rigby, bullying
yang banyak dilakukan di sekolah umumnya mempunyai tiga karakteristik yang
terintegrasi sebagai berikut:33
1. Ada perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti
korbannya.
2. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan
perasaan tertekan korban.
3. Perilaku itu dilakukan secara berulang atau terus-menerus.
Beberapa sumber psikologis yang mendasari munculnya perilaku bullying.
Sumber-sumber psikologis tersebut adalah:34
a. Para pelaku bullying mempunyai keinginan yang kuat untuk kekuasaan
dan dominasi. Mereka terlihat sangat menikmati dalam mengontrol orang
lain dan adanya keinginan untuk memiliki orang lain dalam maksud yang
tidak baik.
b. Bagaimana para pelaku bullying ini dibesarkan di lingkungan
keluarganya. Pelaku bullying dibesarkan di dalam keluarga yang
authoritarian dengan tingkat kepaduan yang rendah dan menunjukkan
sikap bermusuhan. Orangtua menganggap bahwa pendapat orangtua lah
yang benar dan tidak menghargai pendapat anak. Hukuman fisik pun
33
Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak, (Jakarta:
Grasindo, 2008) 34
Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford: Blackwell,
1993)
32
sering dilakukan untuk menghukum anak mereka. Dengan demikian,
adalah hal yang wajar untuk berasumsi bahwa para pelaku bullying
tersebut telah mengembangkan sikap bermusuhan terhadap lingkungan
mereka sendiri, seperti perasaan yang dapat membuat mereka merasa
senang atau puas ketika telah membuat seseorang terluka dan menderita.
c. Adanya komponen keuntungan atas perilaku mereka.
Para pelaku bullying terkadang suka memanfaatkan korban bullying untuk
memberikan mereka rokok, uang, bir, atau sesuatu yang berharga atau ada
harganya untuk para pelaku bullying. Dapat disimpulkan bahwa bullying
merupakan perilaku yang mengandung komponen anti sosial dan perilaku
yang suka melanggar aturan. Hal itu dapat menyebabkan remaja yang
berperilaku agresif dan suka melakukan bullying terhadap orang lain
mempunyai kesempatan menjadi seseorang yang selalu dipenuhi dengan
masalah-masalah seperti kriminalitas dan alkoholik (pecandu minuman
keras).
Dari berbagai teori yang dipaparkan oleh para ahli diatas, dapat disimpulkan
bahwa bullying adalah suatu tindakan agresi yang dapat terjadi karena adanya
hasrat untuk menyakiti atau perilaku merugikan, selain itu adanya kekuatan atau
power yang tidak seimbang serta adanya pengulangan dalam melakukan bullying
hingga perilaku seperti ini terus terjadi karena adanya kenikmatan yang didapatkan
oleh pelaku bullying dengan melakukan tindakan agresif dan penindasan terhadap
korbannya. Selain itu, dalam segi faktor penyebab perilaku bullying di lingkungan
33
SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan di antaranya adalah lingkungan keluarga
yang tidak rukun, senioritas serta rasa dendam yang di alami oleh korban bullying.
Sikap perilaku bullying bergantung dengan bagaimana mereka dibesarkan di
lingkungan keluarganya. Seseorang yang dibesarkan didalam lingkungan keluarga
yang menerapkan sistem hukuman akan membuat seseorang terbiasa dengan
perasaan yang membuat mereka merasa senang atau puas ketika telah membuat
seseorang terluka dan menderita, sehingga membuat seseorang menyalahgunakan
kekuasaan saat ia berada dalam kelas yang dominan.
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia, kata remaja
(adolescence) berasal dari bahasa latin yaitu “adolescare” yang artinya tumbuh
atau tumbuh menjadi dewasa. Remaja merupakan suatu masa peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa yang dimulai dengan adanya kematangan
seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun atau
menjelang dewasa muda.35
Remaja adalah bila seorang anak telah mencapai
umur 10-20 tahun.36
Berikut beberapa definisi remaja, yaitu:
a. Menurut UU No. 1 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, remaja adalah
yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.
35 Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, (Jakarta: Sagung Seto, 2004) 36 Wong, dkk,.Buku Ajar Keperawatan Pediatri Wong. Edisi 6, Volume 1,. (Jakarta: EGC, 2002)
34
b. Menurut UU perburuhan tahun 1997, anak dianggap remaja apabila
mencapai usia 15-18 tahun.
c. Menurut UU perkawinan No. 1 tahun 1979, seorang anak dianggap
remaja apabila sudah cukup matang, usia 16 tahun untuk perempuan dan
19 tahun untuk laki-laki.
Jadi dari beberapa pengertian remaja di atas dapat disimpulkan bahwa
remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia, berupa masa peralihan
dari anak-anak menjadi dewasa dimulai pada usia 10-22 tahun dan belum
menikah.
Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan anak terdapat pada
UU No. 35 tahun 2014 yang berisi bahwa setiap orang dilarang menempatkan,
membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan
kekerasan terhadap anak, dengan hukuman bagi yang melanggar akan di pidana
penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda paling banyak Rp. 72.000.000
Selain itu, undang-undang tentang perilaku bullying jika terjadi di
lingkungan pendidikan terdapat pada UU No. 35 Tahun 2014 pada pasal 54
yang isinya adalah “anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib
mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan
seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, sesama peserta didik ataupun pihak lain.
35
2. Tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap
perkembangan remaja, yatu:37
a. Remaja awal (early adolescence)
Remaja awal ini masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi
pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan
itu. Dan pada saat ini mereka mulai menyukai lawan jenis dan menjadi
lebih mudah terangsang.Mereka memiliki kepekaan yang berlebihan
terhadap lawan jenis.
b. Remaja madya (middle adolescence)
Remaja pada tahapan ini membutuhkan banyak teman-teman sehingga
mereka akan merasa senang apabila punya banyak teman dan diterima oleh
teman-temannya, selain itu remaja ini mempunyai kecenderungan narsistik,
yaitu menyukai diri sendiri dan orang-orang yang sama dengan dirinya.
Pada masa ini terjadi kebingungan seperti memilih mana yang peka atau
tidak peduli, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya.
Remaja pria juga sudah harus membebaskan dari oedipus complex
(perasaan cinta pada ibu sendiri seperti pada masa anak-anak) dengan cara
mempererat hubungan dengan teman-temannya.
c. Remaja akhir (late adolescence)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yaitu
ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu:
37 Sarwono, S.W, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)
36
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Egonya untuk mencari kesempatan bersatu dengan orang lain dan
dalam pengalaman-pengalaman baru.
3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4) Egosentrisme (memusatkan perhatian pada diri sendiri) menjadi
keseimbangan antara kepentingan sendiri dengan orang lain.
5) Tumbuhnya “dinding” yang menjadi pemisah diri pribadinya dan
masyarakat umum.
3. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Remaja
Masa remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat,
pertumbuhan dan perkembangan itu adalah biologis, kognitif, dan sosio-
emosional.38
a. Pertumbuhan Biologis
Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis yang bersifat
prgresif dan kontinu dan berlangsung dalam periode tertentu. Pertumbuhan
ini bersifat kuantitatif dan berkisar hanya pada aspek fisik individu (Ali,
2010).Perubahan yang pesat di masa remaja juga biasa disebut dengan
masa puberitas.Puberitas adalah sebuah periode dimana kematangan fisik
begitu pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang
terutama berlangsung di masa remaja awal.Hormon adalah zat kimia yang
38
Santrock, John W. Life-Span Development, (New York: McGraw-Hill, 2002)
37
kuat yang diciptakan oleh kelenjar edokrin dan dibawa keseluruh tubuh
melalui aliran darah.39
Pesatnya perubahan akan menyebabkan kejutan pada remaja, sebagai
contoh pakaian yang dimiliki oleh remaja sering kali tidak dapat digunakan
lagi, dan harus membeli lagi baju baru. Pada remaja putri ada perasaan
seolah-olah belum dapat menerima kenyataan bahwa tanpa dibayangkan
sebelumnya payudaranya membesar.Oleh sebab itu sering kali gerak-gerik
remaja menjadi canggung dan tidak bebas, gangguan yang terjadi karena
pesatnya pertumbuhan fisik seperti ini biasa disebut dengan gangguan
regulasi.40
Pertumbuhan fisik meliputi dua hal, yakni internal dan eksternal.
Perubahan internal contohnya perubahan pada pencernaan makanan,
bertambah besarnya berat dan ukuran jantung dan paru-paru, dan
bertambah sempurnanya kelenjar endokrin atau kelamin dan seluruh bagian
tubuh.Sedangkan perubahan eksternal contohnya bertambahnya tinggi
badan, bertambah lingkar tubuh, ukuran dan panjang lingkar tubuh, ukuran
seks, munculnya tanda-tanda kelamin sekunder.41
Selain itu ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik:
a. Faktor Internal
Faktor Internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
individu, yaitu:
39
Santrock, John W. Remaja jilid 2 ed.11 (Jakarta: Erlangga, 2007) 40
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010) 41
Ibid,
38
1) Sifat jasmaniah yang diwariskan oleh orangtua nya
Anak yang orangtua nya bertubuh tinggi cenderung lebih lekas
menjadi tinggi daripada anak dengan orang tuanya yang bertubuh
pendek, dalam hal ini dapat dikatakan juga faktor genetik.
2) Kematangan
Faktor kematangan mempengaruhi pertumbuhan fisik, sebagai
contoh anak yang berumur tiga bulan walaupun diberikan makanan
bergizi supaya menunjang otot kakinya agar dapat berjalan, tidak
mungkin berhasil jika usianya sebelum lebih dari sepuluh bulan.
b. Faktor Eksternal
1) Kesehatan
Anak yang sering sakit-sakitan pertumbuhan fisiknya akan
terhambat.
2) Makanan
Makanan yang bergizi akan membuat anak tumbuh dengan pesat
dibandingkan anak yang tidak mendapatkan makanan bergizi.
3) Stimulasi Lingkungan
Individu yang tubuhnya sering dilatih oleh lingkungannya untuk
meningkatkan percepatan pertumbuhannya, akan berbeda dengan
yang tidak mendapatkan latihan.42
Oleh karena adanya faktor-faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan individu,
42
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010)
39
maka akan menyebabkan pertumbuhan fisik bervariasi setiap
orangnya.
b. Perubahan Kognitif
Kemampuan pemikiran remaja yang sedang berkembang, membuat
cakrawala kognitif yang baru.Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan
idealis dan lebih cenderung memantau dunia sosial. Remaja termotivasi
untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi
biologis. Remaja secara aktif mengkonstruksi dunia kognitifnya sendiri,
mereka juga melibatkan gagasan-gagasan baru karena informasi ini dapat
meningkatkan pemahaman mereka.43
Tahap perkembangan kognitif dibagi menjadi empat yaitu
sensorimotor, pra-operasional motor, operasi konkret, dan operasi formal.
Setiap tahap yang tergantung pada usia ini memiliki cara berfikir yang
berbeda, sedangkan remaja sendiri termasuk kedalam tahap operasional
formal, yaitu remaja bernalar secara lebih abstrak, idealis, dan logis.
c. Perubahan Emosional
Definisi emosional menurut Chaplin adalah suatu keadaan yang
terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari,
yang sifatnya mendalam dari perubahan perilaku. Sedangkan perubahan
sosio-emosional adalah perubahan relasi individu dengan orang lain, emosi,
kepribadian dan konteks sosial.44
43
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010) 44
Ibid,
40
Dalam hal ini emosi memiliki peranan penting dalam tingkah laku
individu termasuk dalam masalah sosial ini saling berkaitan.Daniel Goleman
mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa
emosi memainkan peranan penting dalam pola pikir maupun tingkah laku
individu.Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah respon yang
cepat tetapi ceroboh, mendahulukan perasaan kemudian pemikiran,
memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik, masa lampau diposisikan
sebagai masa sekarang, realitas yang ditentukan oleh keadaan.45
Remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar
sedangkan pengendalian diri belum sempurna.Selain itu perkembangan
emosi remaja juga dipengaruhi bebrapa faktor, yaitu perubahan jasmani,
perubahan pola interaksi dengan orang tua, perubahan interaksi dengan
teman sebaya, perubahan pandangan luar, perubahan interaksi dengan
sekolah. Dengan perbedaan faktor-faktor tersebut perkembangan emosi
remaja sangat dimungkinkan berbeda satu sama lain.
d. Perubahan Sosial
Perkembangan sosial terjadi karena adanya hubungan sosial yang
berubah karena adanya dorongan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu
yang ada disekitarnya. Hubungan sosial ini berawal dari rumah yang
kemudian dilanjutkan di sekolah dan dilanjutkan lagi ketempat yang lebih
luas yaitu pergaulan teman sebaya. Pergaulan adalah juga sesuatu untuk
memperkembangkan aspek sosial anak. Seorang anak membutuhkan anak
45
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010)
41
lain atau kelompok yang kira-kira sebaya. Melalui hubungan dengan
lingkungan sosialnya, anak sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak
langsung terpengaruh kepribadiannya.46
Ada karakteristik yang unik dari perkembangan sosial remaja, yaitu
berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan untuk bergaul,
adanya upaya untuk memilih nilai-nilai sosial, meningkatnya kesadaran akan
lawan jenis, dan mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karier
tertentu. Akan tetapi perkembangan sosial setiap remaja tentu saja tidak akan
sama karena dipengaruhi oleh keluarga, sekolah dan masyarakat.47
4. Kenakalan Remaja
a. Pengertian kenakalan Remaja:
Kenakalan remaja atau dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah
Juvenile delinquency, merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial yang berakibat mereka
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang.48
Menurut Santrock,
kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang
tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.49
Sedangkan menurut Sudarsono, kenakalan remaja adalah perbuatan/
46
Gunarsa, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004) 47
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010) 48
Kartono, Kartini, Patologi Sosial, (Jakarta: CV, Rajawali, 1997) 49
Santrock, John W. Remaja jilid 2 ed.11 (Jakarta: Erlangga, 2007)
42
kejahatan/ pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat
melawan hukum, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.50
Jadi, kenakalan remaja adalah segala sesuatu perilaku remaja yang
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang sampai
pada tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja. Adapun kenakalan
remaja yang sering terjadi di sekolah dalah perilaku bullying.
b. Jenis-jenis kenakalan remaja
Kenakalan remaja terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:
a) Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain.
Seperti: perkelahian, pembunuhan, perampokan, dan lain-lain.
b) Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian,
pemerasan, dan lain-lain.
c) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain.
Seperti: pelacuran, penyalahgunaan obat, dan lain-lain.
d) Kenakalan yang melawan status, seperti: mengingkari status sebagai
pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan
cara minggat dari rumah, dan lain-lain.51
50
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012) 51
Sarwono, S.W, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)
43
BAB III
PROFIL LEMBAGA
A. Profil SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan
1. Sejarah SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan
Perjalanan panjang yang telah dilalui bagi Yayasan Pesantren Islam Al-
Azhar atau biasa juga disebut YPI, merupakan perjuangan yang sangat
berarti.Apalagi kehadirannya telah banyak memberi manfaat yang dapat
dirasakan oleh Ummat dan Bangsa.Masyarakat Indonesia telah mengenal Al-
Azhar, melalui Masjidnya yang Agung, Sekolahnya yang prestisius, dan kitab
Tafsir Al-Azhar yang telah berulang kali dicetak di dalam maupun di luar
negeri.Namun masih sedikit yang mengetahui sosok Al-Azhar di usianya yang
mencapai setengah abad lebih sejak berdirinya tanggal 7 April 1952 secara
utuh.Mulai dari usaha untuk mendapatkan tanah yang strategis di daerah
strategis, hingga berbagai upaya untuk memakmurkannya.
YPI Al-Azhar, semula merupakan suatu yayasan yang dibentuk dalam
rangka menerima dana sosial dari pemerintah untuk pembangunan tempat
ibadah bagi ummat Islam. Hal ini mendapat respon positif dan dibicarakan oleh
kurang lebih 14 tokoh Muslim dari berbagai kalangan, di kantor Masyumi,
Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Dalam Pertemuan itu disepakati untuk
membentuk Yayasan yang diberi nama Yayasan Pesantren Islam. Hasil
kesepakatan itu, pada hari Senin, tepatnya 7 April 1952, oleh Soedirdjo, Tan In
Hok dan Ghozali Sjahlan dibawa ke notaris Raden Kediman, serta dicatat
44
dalam akte notaris nomor 25 yang kemudian atas bantuan Walikota Jakarta
Raya, Sjamsuridjal di temukanlah tempat ideal berlokasi di kota Satelit
Kebayoran.
Setelah 6 tahun kegiatan Yayasan terfokus pada pembangunan fisik
Masjid, maka sejak tahun 1958 Prof. Dr. Buya Hamka sebagai imam memulai
kegiatan Pembinaan ummat melalui peribadatan dan dakwah. Pada Februari
1961, Syaikh Al-Azhar Dr. Mahmud Syalthouth memberi nama "Al-Azhar"
kepada Masjid Agung Kebayoran yang kemudian dikenal dengan Masjid
Agung Al-Azhar.
SMA Islam Al-Azhar 2 berdiri sejak tanggal 16 Juli 1990 menempati
lokasi di Jalan Siaga Raya Pejaten Barat, Pasar Minggu - Jakarta Selatan dan
berada di bawah naungan YPI Al-Azhar.
Dengan lokasi yang strategis, tenang dan nyaman, SMA Islam Al-Azhar 2
Pejaten Jakarta Selatan memungkinkan murid untuk belajar dengan landasan
perpaduan antara IPTEK dan IMTAQ. Dengan tenaga pengajar yang handal
dan berdedikasi tinggi, SMA Islam Al-Azhar 2 siap menjawab tantangan
globalisasi, siap melangkah ke masa depan.
2. Latar Belakang Berdirinya SMA AL AZHAR 2 PEJATEN Jakarta
Selatan
SMA Islam Al Azhar atau lebih dikenal dengan sebutan ALPEN,
akronim dari kata Al Azhar Pejaten, adalah sala satu sekolah yang secara
langsung dibawah naungan YPI Al Azhar setelah kampus utamanya di Jalan
45
Sisingamangraja Kebayoran Baru. Sebagai lembga pendidikan tingkat atas,
SMA Islam Al Azhar bertekad memenuhi harapan umat menjadi sekolah yang
berkualitas, bik di bidang IPTEK maupun IMTAK.
Karena besarnya animo masyarakat terhadap pendidikan yang bermisi
keislaman dan sesuai dengan program Yayasan Pesantren Islam Al Azhar serta
tuntutan umat agama agar Al Azhar segera membuka sekolah baru setingkat
SMA, maka didirikanlah SMA Islam Al Azhar 2 Pejaten Jakarta pada tanggal
01 Juli 1990 dengan izin operasional Depdikbud N0. 705p/101 A1/I/91.
Tujuan SMA Islam Al Azhar adalah sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional dan tujuan pendidikan di Yayasan Pesantren Islam Al Azhar. Dan
secara khusus berusaha memiliki keunggulan dalam hal:
a. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
b. Nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.
c. Wawasan IPTAK dan Imtak yang mendalam dan luas.
d. Motivasi dan komitmen yang tinggi untuk mencapai prestasi.
e. Kepekaan sosial, budaya dan kepemimpinan.
f. Disiplin dan tanggung jawab yang tinggi.
Latar belakang pertimbangan atau alasan pendirian SMA Islam Azhar 2
Pejaten Jakarta Selatan diantaranya adalah:
1. Dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan program belajar
untuk mencerdaskan bangsa.
46
2. Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk
mendapatkan pendidikan yang bertumpu pada ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek), keimanan dan taqwa (imtaq) serta berakhlakul karimah.
3. Untuk memberikan pendidikan yang berkesinambungan di Yayasan
Pesantren Islam Al Azhar dari jenjang Taman Kanak-kanak sampai
dengan Perguruan Tinggi.
4. Mewujudkan Visi dan Misi Yayasan Pesantren Islam Al Azhar.
5. Adanya warga yang memberikan wakaf tanah.
3. VISI dan MISI SMA Al Azhar 2 Pejaten
1. VISI
“Cerdas, Berprestasi, dan Berakhlak Mulia”
2. MISI
a. Membentuk prbadi muslim yang berakhlak mulia.
b. Mewujudkan proses kegiatan belajar mengajar yang interaktif, inisiatif
dan inovatif.
c. Menumbuh kembangkan kreatifitas murid sesuai dengan talenta, minat
dan bakat yang dimiliki peserta didik.
d. Menumbuh kembangkan jiwa kepemimpinan yang berkarakter.
e. Mewujudkan profesionalisme dan manajemen sekolah yang berbasis
pada teknologi informasi.
47
Rincian Program Pembinaan Murid
a. Bidang Agama
Jumlah jam mata pelajaran agama secara keseluruhan berjumlah 7 jam,
penyisipan jiwa agama pada setiap mata pelajaran dengan mengintegrasi
bidang Imtaq dan Iptek, Pesantren Alam (SALAM) Al Azhar di Diklat
Cigombong. Ikrar, do‟a dan tadarus Al Qur‟an, hapalan Al Qur‟an, Sholat
dzuhur dan sholat jum‟at berjama‟ah.
b. Bidang Ketertiban Sekolah
1. Memasyarakatkan tata tertib
2. Menegakan disiplin sekolah
3. Operasi wijaya kusuma
4. Penyuluhan bahaya narkoba dan sex education
5. Penyuluhan sebab dan akibat bullying at school
6. Pemeriksaan tes kesehatan dan narkoba
7. Patroli sekitar lingkungan sekolah
c. Bidang Bimbingan Konseling
Bimbingan pribadi, Bimbingan social, Bimbingan belajar, Bimbingan
karier, Layanan orientasi, Layanan informasi, Layanan penempatan dan
penyaluran, Layanan pembelajaran, Layanan konseling perorangan dan
kelompok, Layanan bimbingan kelompok, Informasi PT dan SNMPTN,
diadakan penyuluhan bahaya narkoba, bullying dan sex education,
Psikotes kelas X dan XII, Tour D‟Campus.
48
4. Struktur Organisasi SMA Islam Al Azhar 2
Sumber: Guru Bimbingan dan Konseling SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan.
KEPALA SEKOLAH
Abdullah, M. Si
WAKIL KEPALA SEKOLAH
Drs. Bukhori Muslim
JAM‟IYYAH
Iin Yuniarti
TATA USAHA/ BENDAHARA
Windu Restina
KORBID AGAMA
Abdul Hafiz, M. Pdi
KORBID KURIKULUM
Abu Hurairah, S. Ag
KORBID KEMURIDAN
Hanan Munthaha, S. Ag
KORBID
TANSEK
Drs. Ismanto
KORBID TU & SARPAS
Abdul Haris
KORBID KESRA
Drs. Marjuned Harun
WALI KELAS DEWAN GURU BK
MURID
49
B. Prosedur Kerja Bimbingan Konseling
1. Perencanaan Program Bimbingan Murid
a. Setiap awal tahun ajaran baru, koordinator BK (Bimbingan dan Konseling)
membuat rencana program Bimbingan Konseling Tahunan yang
selanjutnya diajukan kepada kepala sekolah untuk mendapatkan
persetujuan.
b. Program layanan bimbingan dan konseling yang telah disetujui dan di
sahkan kepala sekolah akan menjadi program kerja tahunan Bimbingan dan
Konseling.
c. Berdasarkan program kerja tahunan, koordinator BK membuat jadwal
kegiatan layanan bimbingan dan konseling per-semester. Serta membuat
silabus pelayanan bimbingan dan konseling.
d. Bimbingan yang disediakan terhadap murid adalah sebagai berikut:
- Bimbingan Pribadi
- Bimbingan Sosial
- Bimbingan Karier
- Bimbingan Belajar
e. Berdasarkan layanan bimbingan yang tersedia, Koordinator BK menyusun
personel BK yang terdiri dari guru Pembimbing serta pembagian tugas
(sesuia SK Kepala Sekolah) yang dituangkan dalam:
- Jadwal tatap muka dengan murid (sesuai dengan jadwal BK yang
diberikan
- Jadwal Piket Konsultasi BK
50
- Daftar Layanan Binaan BK
2. Pengidentifiksian Keadaan dan Masalah Murid
a. Dalam mengidentifikasi permasalahan dikalangan murid, guru BK
melakukan kegiatan layanan bimbingan dan konseling dengan
menggunakan “Buku Catatan Pribadi Murid”.
b. Untuk melengkapi data keperluan konseling, guru BK berkoordinasi
dengan wali kelas, bagian kemuridan, ketahanan sekolah (TanSe), Security,
kurikulum dan Kepala Tata Usaha, (TU) untuk memperoleh data sebagai
berikut:
- Data kejadian pelanggaran tata tertib murid.
- Data nilai harian dan semester
- Data informasi murid secara menyeluruh.
Data tersebut akan disimpan kedalam buku Catatan Pribadi Murid.
3. Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
a. Berdasarkan data hasil identifikasi keadaan dan atau masalah murid, guru
BK memanggil murid yang mendapat prioritas untuk dikonseling dan
mencatat hasilnya di buku catatan pribadi murid.
b. Semua data yang diperoleh dari wali kelas, bidang kemuridan, bidang tanse,
laporan guru akan dicatat dalam buku catatan pribadi murid dan akan
menjadi bahan konseling jika diperlukan.
c. Layanan bimbingan juga bersifat insidentil atas kemauan murid yang
bermasalah, baik masalah pribadi, belajar, sosial, karier, keluarga, ekonomi,
kesehatan dan masalah lainnya.
51
d. Untuk bimbingan karir, guru bimbingan dan konseling (BK) memberikan
informasi tentang dunia karir sesuai dengan spesifikasi mata pelajaran.
e. Jika hasil konseling membutuhkan keterlibatan orangtua, maka guru BK
mengajukan undangan untuk orangtua dengan berkoordinasi dengan wali
kelas, dan undangan ditandatangani oleh pimpinan sekolah.
f. Setiap murid ataupun orang tua yang hadir dan melakukan konseling atau
bimbingan di ruang BK (Bimbingan dan Konseling) atau di sekolah, wajib
menandatangani form kehadiran konsultasi yang disediakan guru BK.
g. Jika orangtua berhalangan untuk hadir dan atau guru BK membutuhkan data
tambahan, atau atas rekomendasi wali kelas untuk melakukan kunjungan
rumah (home visit) maka guru BK bersama wali kelas melakukan kunjungan
rumah dengan membawa buku catatan pribadi murid dan membawa surat
dari sekolah yang ditandangani oleh pimpinan sekolah dan pihak yang
dikunjungi.
h. Untuk murid-murid yang membutuhkan penanganan khusu di bidang
peningkatan akademik, akan dipantau melalui layanan khusus dengan
menggunakan form evaluasi dan rencana belajar.
i. Untuk penyelesaian masalah yang terkait dengan Bidang Ketahanan Sekolah
(TanSe) dan membutuhkan pendapat atau perhatian guru dan pihak lain yang
terkait, maka diadakan konferensi kasus yang laporannya tertuang dalam
form dan melampirkan data kehadiran peserta konferensi kasus.
j. Sekiranya masalah murid memerlukan penanganan khusus seperti dari
dokter, psikolog, psikiater, dan atau kepolisian maka murid dialihtangankan
52
(referal) kepada yang berwenang di antara tersebut diatas dengan persetujuan
murid yang bersangkutan, orang tua, dan pimpinan sekolah (form terlampir
di buku catatan pribadi murid).
4. Evaluasi
a. Layanan bimbingan dan konseling perlu di nilai untuk mengetahui
efektifitas layanan dan dampak positif yang diperoleh murid.
b. Fokus penilaian hasil layanan adalah diperolehnya pemahaman baru,
berkembangnya perasaan positif dan rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan paska layanan demi terentasnya masalah.
c. Jika dalam evaluasi ini ditemukan hal-hal yang tidak sejalan dan belum
berhasil, maka dilakukan tindak lanjut dengan alternatif treatmen yang lain.
5. Pelaporan
Sebagai bukti fisik kegiatan pelaksaan layanan bimbingan dan konseling,
guru BK menuangkan laporannya kepada wali kelas dan pimpinan sekolah
dalam bentuk:
a. Agenda harian kegiatan yang dilaporkan setiap awal bulan.
b. Laporan layanan konseling individu yang dilaporkan setiap awal bulan.
c. Laporan layanan konseling kelompok yang dilaporkan setiap awal bulan.
C. MEKANISME PENANGANAN MURID BERMASALAH
a. Murid bermasalah di bidang akademik, ditangani oleh guru yang
bersangkutan, wali kelas dan bimbingan konseling. Jika masalah sangat berat
atau parah maka di referal ke tenaga ahli.
53
b. Murid bermasalah di bidang sikap atau perilaku:
Ringan
- Ditangani oleh guru yang bersangkutan.
- Jika berulang sampai 3 kali, dilaporkan ke wali kelas.
- Berulang sampai 5 kali, ditangani wali kelas dan BK.
- Berulang sampai lebih dari 7 kali, ditangani wali kelas, BK, dan Tansek.
- Berulang sampai lebih dari 10 kali, di referal ke tenaga ahli.
Sedang
- Ditangani oleh guru yang bersangkutan dan kerjasama dengan wali
kelas
- Jika berulang, ditangani oleh guru, wali kelas, Tanse, dan BK.
- Jika berulang sampai 4 kali, dilakukan konferensi kasus.
- Referal ke tenaga ahli.
Berat
Ditangani oleh guru yang yang bersangkutan, wali kelas, BK dan Tansek
jika diperlukan ditangani melalui konferensi kasus.
54
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS
Berdasarkan hasil temuan yang peneliti peroleh mengenai gambaran penyebab
tradisi bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan. Peneliti akan
menjelaskan pada bab ini melalui teori bullying dari beberapa ahli. Adapun sub bab
yang akan dibahas diantaranya adalah penyebab terjadinya bullying di SMA Al Azhar
2 Pejaten Jakarta Selatan, dampak bullying bagi korban, serta peran sekolah dalam
menangani bullying.
A. PENYEBAB TERJADINYA BULLYING
Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke
dalam aksi, sehingga menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara
langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab,
biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.52
Perilaku bullying
merupakan bentuk dari tindakan agresivitas yang membuat korban merasa tidak
nyaman dan terluka, baik secara fisik maupun psikologis.
Tindakan bullying mencerminkan bahwa bullying adalah masalah penting yang
dapat terjadi di setiap sekolah jika tidak terjadi hubungan sosial yang akrab oleh
sekolah terhadap komunitasnya, yakni murid, staf, masyarakat sekitar, dan orang tua
52 Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak, (Jakarta: Grasindo,
2008)
55
murid.53
Beberapa penyebab terjadinya bullying di SMA Al Azhar 2 yang pernah
menjadi pengalaman bullying dari informan “NE” dan “AM” sebagai berikut:
1. Hubungan Keluarga
Latar belakang seseorang memiliki perilaku bullying salah satunya adalah
peranan kelurga. Keluarga sangat mempengaruhi perilaku bullying pada individu.
Banyak orangtua yang menghukum anaknya dengan kekerasan meskipun si anak
hanya melakukan kesalahan yang kecil. Sebenarnya ada berbagai tujuan kenapa
orangtua melakukan kekerasan yakni ingin anaknya disiplin, supaya menuruti kata
orangtua, supaya anaknya jera, paling parah lagi karena prestasi.54
Ada beberapa alasan mengapa keluarga sangat berpengaruh terhadap pola asuh
seorang anak untuk menjadi pelaku bullying, yang tampak bahwa hukuman dengan
kekerasan akan membuat anak menjadi disiplin serta anak juga dapat belajar dari
kesalahan. Tapi disisi lain, anak yang diperlakukan dengan kekerasan rentan
menghadapi trauma, dendam, bahkan ketika dewasa ia cenderung suka melakukan
kekerasan untuk menyelesaikan persoalan.55
beberapa diantaranya terjadi pada
informan “NE” dan “AM”. Menurut informan “AM”, sejak kecil orangtua “AM”
mendidiknya dengan pola asuh yang sedikit otoriter, bila “AM” dan kedua kakak nya
membuat kesalahan terkadang orang tua nya menggunakan hukuman sebagai bentuk
disiplin.
53
Sullivan, dkk, Bullying in Secondary Schools: What is Looks Like and How to Manage it (Corwin Press, 2004) 54
Beranda Agency, mengasuh dan mendidik buah hati tanpa kekerasan, (PT. Gramedia, Jakarta, 2015), h.2 55
Ibid, h.5
56
“hahahah gue udah agak kebal sih kalau mereka ngomel (marah), gue dari
kecil sering dihukum. Bokap nyokap gue itu pake cara kalau bikin salah
dihukum gitu, kalau bikin sesuatu yang baik ya dapet reward”56
Menurut pengakuan “AM”, tindakan kasar sebagai hukuman dari orangtua nya
sudah biasa ia rasakan, sebelumnya hukuman yang ia dapatkan tidak sampai terlalu
parah, tetapi semakin lama semakin ayahnya geram “AM” sampai harus merasakan
diusir dari rumah. Namun ibu nya selalu membela dirinya.
“kalau gamparan (tamparan) dari bokap mah gue udah biasa sih.. sempet
juga gue di usir dari rumah heheheh tapi nyokap belain waktu itu”57
Informan “AM” menerima bahwa semua hukuman yang ia dapatkan memang
setimpal dengan kenakalan yang sudah ia lakukan, namun pola asuh seperti ini
membuat seorang anak tumbuh dengan sikap yang keras dan tidak merasa takut
terhadap apapun diluar rumah.
“ya gitu deh gue jadi berani sama orang lain..”58
Menurut pengakuan “AM” hukuman dirumah tidak hanya ia dapatkan dari
orangtuanya, tetapi tindak kekerasan seperti itu tetap ia dapatkan dari kakak nya
setelah ayah “AM” meninggal dunia. Namun, karena “AM” menganggap yang
menghukum hanya seorang kakak, ia berpikir masih bisa melawan dan tetap mencoba
bersikap santai.
“gue kayak agak bebas gitu bokap ngga ada, ngga ada yang gue takutin
lagi, tapi ternyata gue malah digamparin kakak gue hahahah sama aja
kena juga, tapi yaudah gue sih santai aja, makin gede gue makin bisa
ngelawan.”59
56
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) 57
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 58
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 59
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016)
57
Terlihat raut wajah “AM” yang tiba-tiba berubah menjadi sedikit muram saat
dirinya bercerita mengenai hal ini,60
ia merasa menyesal karena selalu membuat
ayahnya geram dan belum sempat menjadi anak yang baik selama semasa hidup
ayahnya.
“gue kayak nyesel kenapa gue ngga jadi anak baik dari dulu biar bokap
ngga perlu maki-maki gue sampe darahnya harus tinggi dan sakit. Gue
kadang suka nyesel dan mikir bokap ngga ada itu karena ulah gue”61
Latar belakang pola asuh orangtua sebagai penyebab seseorang menjadi pelaku
bullying bukan hanya dikarenakan cara didik yang otoriter, tetapi cara mendidik yang
permissive terkadang dengan pola asuh yang serba membolehkan namun terkadang
terlalu membatasi anak untuk berperilaku juga dapat menjadikan anak tumbuh
dengan sikap yang menyimpang. Seorang anak akan meluapkan emosinya diluar
rumah dengan orang yang tidak bersalah.
Berbeda dengan informan “AM” yang di didik dengan hukuman oleh
orangtuanya, informan “NE” justru lebih dibatasi untuk berperilaku. “NE” mengaku
dirinya menjadi anak yang pendiam dirumah, namun bila sedang diluar rumah ia
merasa bebas melakukan segala hal. Orangtua “NE” termasuk orangtua yang sangat
memperhatikan perilaku anaknya, hanya saja karena selalu membatasi anak-anaknya
berperilaku, membuat “NE” mencari kebebasan diluar rumah.
“Dari kecil bokap selalu batasin apa-apa yang harus dan ngga harus
dilakuin,”62
60
Hasil Observasi Langsung dengan Informan “AM”, (Jakarta, 11 Agustus 2016) 61
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 62
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016)
58
Kesibukan “NE” diluar rumah membuat dirinya merasa bebas karena tidak ada
yang membatasi apapun yang ingin ia lakukan, walaupun orangtua “NE” selalu
memantau dirinya lewat telepon. “NE” mengaku jauhnya jarak rumah dan sekolah
menjadi alasan ia lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah.
“gue jarang dirumah, gue lebih banyak abisin waktu setiap hari itu
disekolah, sampe rumah ya kira-kira jam tujuh malem karena lumayan
jauh juga sekolah gue. Nah gue mulai deh nge-eksplor diri gue…”63
Menurut pengakuan “NE”, karena dirinya lebih banyak menghabiskan waktu
diluar rumah, membuat dirinya menjadi anak yang membangkang, ia berani melawan
orangtua walaupun masih dalam batas yang wajar. Saat SMA ia tidak mau
disekolahkan di SMA Al Azhar 2 karena ingin bersekolah di sekolah negeri
pilihannya seperti teman-temannya. Orangtua “NE” tetap menyekolahkan “NE” di
SMA Al Azhar dengan keyakinan bahwa “NE” dapat di didik menjadi pribadi yang
lebih baik dengan nilai-nilai keagamaan yang diberikan sekolah kepada murid. saat
awal masuk sekolah, “NE” sering memberontak dan selalu melawan orangtuanya, ia
ingin diberi kebebasan karena ia merasa sejak kecil selalu dibatasi keinginannya.
“NE” mengaku kerap kali ia membohongi orangtuanya karena ia sering „cabut‟
sekolah entah kemana perginya asal tidak ke sekolah. “NE” menjadi anak yang sulit
beradaptasi dengan lingkungan baru karena sejak kecil yang ia tahu lingkungan nya
selalu dibatasi oleh orangtuanya.
“Gue itu susah beradaptasi orangnya, gue susah nerima keberadaan
orang baru dilingkungan gue, mungkin karena gue dari kecil lingkungan
nya itu-itu aja kali ya..”64
63
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 64
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”
59
“…Gue susah nerima orang baru juga mungkin karena dari kecil apa-apa
gue dibatasin sama orangtua gue, jadi kalau ada temen gue punya temen
baru gue ngga suka yaudah gue musuhin…”65
Penyebab seseorang anak menjadi pelaku bullying tidak terlepas dari pola asuh
orangtua yang sangat berperan penting dalam mendidik tumbuh kembang anak.
Penolakan, pelecehan (abusive), kesalahan mendidik (mistreatment), serta sikap keras
orangtua terhadap anak cenderung menyebabkan anak bertindak agresif termasuk
bullying.66
ECOMAP INFORMAN
Informan “AM” (Pelaku laki-laki)
65
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” 66
Astuti, R.P. Meredam Bullying (3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak), 2008, Jakarta: PT. Grasindo
Informan
“AM”
Ayah
“PB”
Ibu
“YS”
Kakak Perempuan
“NL”
Teman-teman
Kakak
Laki-laki
“TF”
60
Dari Ecomap informan “AM” dapat diketahui bahwa hubungan “AM” dengan
keluarga tidak begitu baik. Sejak kecil “AM” dididik dengan cara keras oleh ayahnya,
sehingga saat “AM” besar ia tumbuh menjadi anak yang keras dan sering melawan
orangtua nya sebagai bentuk pemberontakan. Begitu pula hubungan “AM” dengan
kedua kakaknya, setelah ayah nya meninggal “AM” lebih sering mendapat tindak
kekerasan dari kakak laki-lakinya bila ia melakukan kesalahan baik itu dirumah
maupun di sekolah seperti pukulan dan hukuman-hukuman secara fisik lainnya, hal
ini membuat “AM” tumbuh menjadi anak yang pendendam.
Informan “NE” (Pelaku Perempuan)
Dari hasil Ecomap pada informan “NE” dapat diketahui bahwa ayahnya perduli
dengan “NE”, hanya saja “NE” menganggap sikap perduli ayahnya hanya sebagai
Informa
n “NE”
Ayah
“AF”
Ibu “ET”
Adik perempuan
“AS”
Adik Laki-
laki “JF”
Teman-
teman “NE”
61
tekanan, begitupula hubungan “NE” dengan adik laki-lakinya, karena “NE” jarang di
rumah membuat ia tidak begitu dekat dengan adiknya, namun dengan adik
perempuan nya “NE” masih sering bercerita karena ia masih tidur satu kamar. “NE”
merasa lebih dekat dengan teman-temannya karena ia lebih sering menghabiskan
waktu bersama teman-teman.
Informan “ATC” (Korban bullying)
Penjelasan dari ecomap informan “ATC” sebagai korban bullying bahwa hubungan
antara dirinya dengan ayah kandungnya kurang baik, karena ayahnya tidak tinggal
satu rumah dengan “ATC” saat ini, hal itu karena ayah dan ibu “ATC” yang sudah
berpisah. Hubungan informan dengan kakak laki-laki juga kurang begitu baik karena
keduanya jarang bertemu. “ATC” lebih banyak berinteraksi dengan Ibu dan teman-
teman sekolahnya.
Informa
n “ATC
Ayah
“ATC”
Ibu
“ATC”
Kakak laki-laki
“GD” Teman-
teman “ATC”
62
2. Senioritas
Bullying di lembaga pendidikan dapat terjadi karena adanya superioritas dalam
diri siswa, bullying adalah arogansi yang terwujud dalam tindakan. Remaja yang
melakukan bullying memiliki hawa superioritas yang sering dijadikan topeng untuk
menutupi ketidakmampuan dirinya. Pelaku bullying berdalih bahwa superioritas
dianggap memperbolehkan remaja melukai seseorang yang mereka anggap lebih
lemah padahal semuanya adalah dalih untuk merendahkan seseorang sehingga
mereka merasa lebih unggul.67
Adanya perbedaan kelas yang biasa disebut dengan senior dan junior secara
tidak langsung memunculkan anggapan bahwa senior lebih berkuasa daripada
juniornya. Senior yang menyalahartikan tingkatannya dalam kelompok, dapat
memanfaatkannya untuk mem-bully junior. Hal tersebut dibenarkan oleh informan
“AM” yang mengaku bahwa tingkat kuasa antar kelas memang benar adanya. Senior
kelas tiga akan merasa menjadi yang paling berkuasa diantara kedua tingkat
dibawahnya.
“disekolah itu ada strata nya, kelas 1 itu budak, kelas 2 rakyat, kelas 3
raja. Jadi yang boleh makan di meja kantin itu cuma anak kelas 3 dan
kelas 2 juga masih dikit yang makan di kantin.”68
“senioritas buat gue sih wajar aja ya.. biar ade kelas tuh ngga belagu, jadi
ada yang ditakutin gitu…”69
67
Coloroso, Barbara. Stop Bullying (Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU), Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi, 2007 68
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) 69
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”
63
Bentuk-bentuk senioritas yang sering terjadi di sekolah tidak selalu mengarah
pada kekerasan, tetapi lebih pada agar junior menghormati seniornya, bersikap sopan
santun serta tidak terkesan menantang.
“biar mereka tau caranya ngehormatin orang yang lebih tua.. biasanya sih
kayak harus nunduk kalau ketemu kakak kelas, harus nyapa kalau tau
nama, kalau diem aja apalagi nyolot (menantang) ya pasti kena
batunya.”70
Menurut pengakuan “AM”, senioritas lebih difokuskan pada murid kelas satu
yang baru masuk sekolah, dengan tujuan agar junior lebih menghormati senior yang
lebih tua.
“Tapi biasanya itu sih antar anak kelas satu sama kelas tiga, kelas dua
mah kayak dilemma gitu ya, gabisa apa-apa, gaboleh nindas dan ga
ditindas juga sih kebanyakan..”71
Berbeda dengan informan “NE” sebagai murid perempuan, “NE” mengaku
bahwa senioritas antar siswa perempuan sudah didapatkan sejak kelas satu. Bukan
hanya harus menghormati senior, tetapi juga harus memperhatikan penampilan.
Menurut “NE”, murid kelas satu tidak diperbolehkan berpenampilan mencolok, tidak
diperkenankan mengenakan seragam yang ketat dan pendek, serta tidak boleh
membawa barang-barang yang menurut senior tidak pantas dibawa.
“senioritas tuh lebih ke kayak ngajarin apa-apa aja yang harus dilakuin
dan ngga dilakuin adek kelas…”72
Menurut pengakuan “NE”, setiap tahunnya bentuk senioritas yang terjadi di
sekolah sudah diawali pada masa awal tahun ajaran baru. Kelas tiga akan
70
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 71
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 72
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016)
64
mengumpulkan adik-adik kelas satu untuk diperiksa apakah sudah ada yang
melanggar aturan atau apakah ada junior yang berpenampilan tidak pantas.
“ada waktu di mana kelas satu dikumpulin di satu kelas, itu cewek-cewek
doang.. disitu kita periksain anak-anak kelas satu yang gaya nya udah
ngocol (tidak mematuhi aturan), udah dipotong pendek seragam nya, trus
rok udah sepan ngatung, baju seragam ketat ada kupnat-an..”73
Setelah diketahui beberapa junior berpenampilan yang tidak seharusnya, senior
akan memerintahkan mereka beridiri di hadapan teman-teman kelas satu untuk
dijadikan contoh bahwa mereka tidak pantas untuk ditiru. Senior akan dengan senang
hati memaki-maki junior yang dipilih berdiri di depan kelas untuk diberitahu agar
tidak mengulangi kesalahan yang sama serta untuk mempermalukan mereka di
hadapan teman-temannya.
“Kalau ada kelas satu yang udah gaya-gayaan (menentang) kayak gitu
kita suruh diri didepan kelas depan temen-temennya, kita malu-maluin,
kita contohin seragam yang ngga boleh dipake tuh ya kayak gitu..”74
“Disitu kita kasih tau buat ngga boleh dipake lagi, kalau besok-besok nya
kita liat masih make ya terpaksa kita harus turun tangan lagi lah, malah
seru ada mainan.”75
Senioritas yang salah diartikan dan dijadikan kesempatan atau alasan untuk
mem-bully junior terkadang tidak berhenti dalam satu periode saja. Hal seperti ini
tidak jarang menjadi peraturan yang tidak tertulis yang diwariskan secara turun
temurun kepada tingkatan berikutnya. Karakter individu atau kelompok juga sangat
berpengaruh pada tindakan senioritas yang sering terjadi di sekolah-sekolah.
73
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 74
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” 75
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”
65
Menurut Bourdieu, kekerasan berada dalam lingkup kekuasaan. Hal tersebut
berarti kekerasan merupakan pangkal atau hasil sebuah praktik kekuasaan. Ketika
sebuah kelas mendominasi kelas yang lain, maka didalam proses dominasi tersebut
akan menghasilkan sebuah kekerasan. Kekerasan muncul sebagai upaya kelas
dominan untuk melanggengkan dominasi atau kekuasaannya dalam strukur sosial.
Jadi, kekerasan dan kekuasaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.76
3. Rasa Dendam
Pelaku bullying umumnya bersifat temperamental. Mereka melakukan bullying
terhadap orang lain sebagai pelampiasan kekesalan dan kekecewaannya. Ada kalanya
karena mereka merasa tidak punya teman, sehingga ia menciptakan situasi bullying
supaya memiliki „pengikut‟ dan kelompok sendiri. Bisa jadi mereka takut kembali
menjadi korban bullying, sehingga lebih dulu mengambil inisiatif sebagai pelaku
bullying untuk keamanan dirinya sendiri.
Rasa dendam ingin membalas atas perlakuan kekerasan yang dialami biasanya
muncul pada diri seseorang. Anak akan memiliki dorongan balas dendam pada anak-
anak yang pemberani, bila ia memiliki kesempatan untuk membalas maka iapun
langsung melampiaskan pada orang tuanya. Tetapi efeknya adalah anak juga akan
melampiaskan kekerasan pada orang lain ketika orang tersebut berupaya
menentangnya.77
76
Nanang, M, Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu), PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2012), h. 39 77
Beranda Agency, mengasuh dan mendidik buah hati tanpa kekerasan, (PT. Gramedia, Jakarta, 2015),
h.8
66
Pelaku bullying kemungkinan besar juga sekedar mengulangi apa yang pernah
ia lihat dan alami sendiri. Ia menganiaya anak lain karena mungkin ia sendiri dianiaya
orangtuanya dirumah, atau pernah ditindas dan dianiaya anak lain yang lebih kuat
darinya di masa lalu.
Hal ini serupa dengan apa yang informan “AM” sampaikan, bahwa ia mem-
bully junior karena ia pernah di bully oleh senior sebelumnya. Ia menganggap bahwa
tindakan bullying senior kepada junior memang wajar terjadi.
“kenapa gitu, soalnya dulu gue juga pernah ngalamin hal yang sama. Gue
juga waktu kelas 1 makan di kantin trus gue disiram juga dikepala gue,
gue juga disuruh makan yang di lantai. Ya gue mau ngga mau gue makan
lah.. nah terus deh ke bawah berlanjut tradisi kayak gitu, ngga tau deh
kalau sekarang. Pokoknya gue cuma nerusin apa yang udah gue rasain
waktu gue masih jadi junior.”78
Menurut “AM” tindakan bullying yang turun menurun memang biasa terjadi,
rasa dendam yang di rasakan korban-korban bullying lah yang memunculkan sikap
menindas selanjutnya. Penyebab terjadinya bullying tidak jarang dikaitkan dengan
adanya tindak kekerasan yang dialami oleh pelaku dimasa sebelumnya.
“Gue ditindas harus diem, gue lawan gue makin abis (tertekan), ya pas
gue jadi senior gue juga mau ngerjain junior gitu biar mereka juga
ngerasain hal yang sama kaya yang gue rasain.”79
Aksi bullying yang paling sering terlihat dan dianggap sebagai suatu tradisi
yang wajar adalah ketika Masa Orientasi Siswa (MOS). Ketika MOS, umumnya
kakak-kakak kelas selalu memberi pembenaran bagi sikap-sikapnya yang sudah
masuk kategori sebagai pelaku bullying untuk menindas adik kelasnya yang lebih
78
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) 79
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”
67
muda atau lebih lemah.80
“AM” mengaku sebelumnya ia sering menjadi korban
bullying oleh seniornya karena ia termasuk anak yang melawan. Pengalaman menjadi
korban bullying di SMP membuat dirinya melampiaskan kekecewaan dan
kekesalannya terhadap orang lain. Saat SMA “AM” mengambil inisiatif untuk
menjadi pelaku bullying sebagai bentuk pertahanan dirinya agar pengalaman pahit
menjadi korban bullying tidak terulang kembali. Hal tersebut diakui oleh informan
“AM” bahwa pelaku bullying biasanya adalah korban sebelumnya.
“kalau nge-bully gini sih bukan turunan ya, tapi pasti yang pernah dibully
bakalan nge-bully lagi selanjutnya.”81
“Ya dengan nge-bully gue jadi semakin ditakutin dan dipandang orang,
gue jadi dapetin kekuatan gitu buat standing di lingkungan.”82
Bentuk pertahanan diri yang informan “AM” lakukan sebagai pelaku bullying
tidak dilakukan semata-mata hanya untuk mencari nama agar dihormati, namun ia
melakukan tindakan bullying seperti ini lebih cenderung karena alasan dirinya
menyimpan dendam setelah sebelumnya ia pernah menjadi korban bullying saat
masih SMP. “AM” mengaku akibat menjadi korban bullying, membuat dirinya
terbentuk menjadi seorang anak yang bersikap keras atau temperamental.
“Dan sejak saat itu juga gue nyimpen dendam, gue bertekad gue ngga mau
diinjek-injek orang lagi, jadilah terbentuk gue anak yang keras..”83
Para pelaku bullying umumnya memiliki sifat berani, tidak mudah takut dan
punya motif dasar tertentu seperti agresifitas, rasa rendah diri dan kecemasan. Dengan
menjadi pelaku bullying, dapat digunakan menjadi pertahanan diri dan untuk
80
SEJIWA, Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 15 81
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 82
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”, (Jakarta, 11 Agustus 2016)) 83
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”
68
menutupi rasa rendah dirinya tersebut. Sama halnya dengan informan “AM” yang
melakukan perilaku bullying karena alasan dendam bahwa dirinya pernah menjadi
korban bullying, informan “NE”-pun mengaku bahwa tindakan bullying memang
wajar terjadi setiap tahunnya. Menurutnya, perilaku senioritas dapat membantu
membentuk mental junior agar lebih kuat serta dapat menghormati orang yang lebih
tua.
“Buat gue juga wajar aja ada kayak begini, biar mereka kuat lah mental
nya, ngga cengeng, yang cengeng ya paling „mental‟ (tersingkirkan)”84
Rasa dendam sebagai junior pasti sering dirasakan oleh korban-korban bullying,
terkadang ada yang menerima perlakuan seperti ini namun lebih banyak korban yang
akhirnya membalaskan dendam nya kepada orang lain. Sikap melawan yang informan
“NE” miliki terkadang menjadi perhatian seniornya, kerap kali “NE” menjadi korban
bullying karena dirinya melawan senior.
“gue juga kan pernah jadi kelas satu, gue juga pernah ngalamin kayak
gitu.. kadang kalau lagi iseng gue suka ngelawan, bikin mereka makin
kesel, pura-pura nurut ntar gue lawan lagi, gitu aja”85
Korban bullying umumnya bukanlah pemberani, memiliki rasa cemas dan
rendah diri, yang menjadikan mereka sebagai korban bullying. Akibat mendapatkan
perlakuan ini, tidak jarang korban pun memiliki rasa dendam, untuk suatu ketika akan
membalaskan dendamnya terhadap orang lain. Sehingga bukan tidak mungkin korban
bullying akan menjadi pelaku bullying pada anak lain yang ia pandang sesuai dengan
tujuannya, yaitu agar mendapatkan kepuasan dengan cara membalas dendam.
84
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016) 85
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016
69
B. BENTUK-BENTUK BULLYING
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Bullying adalah suatu perilaku
agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/ sekelompok siswa yang
memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan
menyakiti orang tersebut.86
1. Bullying Secara Fisik
Salah satu bentuk bullying adalah bullying fisik secara langsung, yang
dimaksud bullying fisik secara langsung adalah kontak fisik yang terjadi antara
pelaku dengan korban bullying.
Bentuk bullying seperti ini merupakan jenis bullying yang paling tampak,
siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan
korbannya.87
Bullying dengan tipe ini memang mudah untuk diidentifikasi. Namun,
bullying secara fisik merupakan bullying yang paling jarang dilakukan. Kasus
bullying secara fisik yang dilakukan murid sekolah biasanya terjadi terutama pada
murid laki-laki. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh informan “AM” yang
melakukan perilaku bullying secara fisik pada murid kelas satu saat merasa dirinya
dilawan. Berikut penuturannya:
“Gue ngga suka sama anak yang belagu, yang nyolot, sengak atau kayak
sok mau ngelawan gue gitu..… kalau gue rasa dia sengak dan ngelawan gue,
pasti gue abisin…. ya gue ngga segan-segan buat mukulin itu orang”88
86 Tim Musyawarah Guru BK, Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan
Menengah, (Jakarta, PT. Grasindo), h.88 87
SEJIWA, Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak, (PT. Grasindo Jakarta, 2008) h. 2 88
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016)
70
Selain melakukan bullying fisik secara langsung, “AM” juga kerap kali
memerintahkan junior kelas satu untuk berkumpul di basement sepulang sekolah atau
menyuruh mereka Push up bahkan sampai memukul juniornya apabila mereka tidak
mau memberikan uang setoran yang diminta “AM” dan teman-temannya.
“kalau ngga ngasih kita kumpulin pulang sekolah di basement atau di depan
sekolah yang tempat parkir, kita maki-maki semua, suruh push up, trus
kalau ada yang ngelawan ya kena tabok”89
Sama dengan pernyataan informan diatas bahwa “NE” juga pernah melakukan
bullying secara fisik. Namun, menurutnya yang ia lakukan tidak terlalu berat, seperti
yang ia sampaikan pada wawancara dengan peneliti.
“gue pernah minta beliin barang di mall, sebelumnya gue tanya dulu dia
besok nya ke mall atau ngga, mau ngga mau dia bilang iya dong karena tau
kalau gue mau nitip, trus gue bilang aja gue nitip kertas file lah, ntar gue
minta beliin jepitan rambut atau cuma sekedar makanan cemilan gitu.. dia
harus beliin lah.. kalau ngga dibawain, besok nya ya paling gue injek gitu
kakinya…”90
Saat informan “NE” menceritakan hal tersebut ia terdengar seperti tidak
canggung dan terlihat puas pernah melakukan tindakan seperti ini.91
Namun, bullying
secara fisik merupakan bullying yang paling jarang ia lakukan. Perilaku bullying
secara fisik yang pernah ia lakukan diantaranya seperti merusak barang dan
menyenggol dengan bahu.
“pas SMA juga gue sempet ngga suka sama ade kelas gue tuh kelas satu,
gue suruh dia beliin jajanan di kantin, dia banyak alesan pas beli salah gue
kesel banget, pas gue ketemu lagi gue tabrak aja badan nya, trus gue sempet
89
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) 90
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016) 91
Hasil observasi langsung dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016)
71
umpetin sepatu nya waktu sholat dzuhur di masjid, ngga jauh sih tapi gue
pengin ngerjain aja...”92
Saat wawancara, informan “NE” terlihat tidak malu-malu menceritakan tentang
pengalaman perilaku bullying yang dilakukannya saat SMA. Informan “NE” terlihat
begitu terbuka saat menceritakan bagaimana ia menindas juniornya. Terlihat “NE”
memperagakan bagaimana ia menabrakan bahu kepada juniornya saat permintaan nya
tidak dapat dipenuhi.93
2. Bullying Non-Fisik
Selain bullying fisik secara langsung, bentuk bully non-fisik juga pernah
dilakukan oleh informan, tipe bullying non fisik terbagi menjadi verbal dan non-
verbal, tidakan bullying secara verbal bertujuan untuk merendahkan harga diri
korbannya, misalnya dengan mengatakan dia jelek, atau atribut fisik lainnya yang
mungkin saja dimiliki oleh korban tersebut dan membuat dia menjadi “aneh” di
lingkungannya. Ini jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa tertangkap
indra pendengaran kita.94
Bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah
dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari perilaku bullying yang
lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih
lanjut.
92
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 93
Hasil observasi langsung dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 94
SEJIWA, Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak, (PT. Grasindo Jakarta, 2008) h.3
72
Sikap menindas secara verbal seperti ini juga pernah dilakukan oleh informan
“NE”, khususnya dengan cara mengejek atau memberi julukan seseorang dengan
sebutan yang tidak pantas. Seperti yang dituturkan oleh informan “NE”.
“yang paling gue inget itu ada anak yang muka nya aneh gitu kalau di
liat.. hahaha bukan gitu, aduh gimana ya.. muka nya mirip kartun menurut
gue, gue jadi pengin ngejek kalau liat mukanya”95
Perlakuan “NE” seperti itu ternyata sampai berdampak buruk bagi juniornya
tersebut, hingga membuat ia pindah sekolah karena tidak kuat menahan ejekan dari
“NE” dan teman-teman setiap kali “NE” bertemu dengan juniornya tersebut.
“Pas gue ketemu lagi di depan ruang guru dia lagi sama orangtua nya,
gue pikir dia mau ngaduin gue gitu, ngga taunya dia mau pindah sekolah.
Pas gue cari tau ternyata dia pindah sekolah gara-gara gue…”96
Berbeda dengan informan “NE”, Sikap bullying non-fisik yang “AM” lakukan
biasanya seperti memeras atau memalak, ia mengaku pernah memeras junior kelas
satu baik saat sendiri maupun bersama teman-teman. Pemerasan dalam hal ini, “AM”
mengajak junior yang ia pikir pantas untuk dikerjai ke suatu tempat makan dan
meminta dibayarkan semua makanannya. Tidak hanya memalak, “AM” bersama
teman-teman juga mengancam junior tersebut agar tidak mengadu kepada siapapun
termasuk orang tua dan pihak sekolah.
“kalau gue bilang bayarin, ya harus bayarin. Itupun juga diancem lah
ngga boleh ngadu ke siapapun. Kita ngasih tau dia kalau dia nurut aja kita
pasti temenin, tapi ngga gitu kenyataan nya, pasti berapa kali kita kerjain
gitu…”97
95
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 96
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” 97
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016)
73
Pemalakan atau pemerasan yang dilakukan “AM” bersama teman-temannya
bukan hanya membelikan suatu barang tapi juga diminta untuk mengumpulkan uang
sebagai tambahan „jajan‟ untuk senior. Seperti yang informan “AM” sampaikan:
“di angkatan itu ada setoran yang di maintain senior gitu buat tambahan
jajan atau buat beli apalah yang ngga penting yang penting ngumpulin
uang aja..”98
Menurut pengakuan “AM”, ia juga kerap kali menyembunyikan barang-barang
milik junior yang ia tidak sukai. Bukan hanya itu, “AM” juga sering menghina atau
mengejek junior bila ia merasa junior tersebut bertingkah menyebalkan sedangkan
tidak ada yang menonjol dari diri junior tersebut.
“ngehina… pernah sih, kalo ada yang keliatan nya nyolot, ngelawan tapi
kemampuan nya sebenernya ngga ada nih waahhh enak banget itu buat
dikerjain. Tapi paling gue sih gue ledek-ledek gitu, kayak nyindir gitu loh..
hahahah gue tau gue cowo sih tapi gue kesel aja bawaan nya sama yang
kaya begitu orang nya.”99
Selain bullying secara verbal, adapula tindakan bullying secara non-verbal yang
terbagi menjadi dua, secara langsung dan tidak langsung, pada kasus bullying non-
verbal secara langsung biasanya dilakukan informan “AM” saat ia merasa ada junior
yang terlihat „sengak‟ ia akan mencoba menghasut teman-teman junior tersebut agar
tidak diajak bermain.
“Kalau sengak, gue bisa aja bikin dia jadi ngga di temenin sama temen-
temen nya, temen-temen nya mau ngga mau harus nurutin gue lah
daripada mereka juga jadi inceran gue kan”100
Informan “AM” menceritakan pengalaman nya secara terbuka tanpa terlihat
malu. “AM” tidak banyak menceritakan teman-teman nya, ia hanya menceritakan
98
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 99
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 100
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016)
74
pengalaman pribadi nya saat ia melakukan bullying. Sesekali senyum tipis terlihat
saat ia bercerita101
Dalam kasus bullying biasanya “AM” hanya menindas siswa yang mayoritas
laki-laki, ia tidak terlalu mengurusi junior yang perempuan karena bagi “AM”
perempuan terlalu peka dan terlalu lemah untuk dikerjai.
“kalau cewe itu urusan anak-anak yang cewe aja, soalnya ribet berurusan
sama mereka tuh cengeng banget. Gampang banget nangis nya.”102
Menurut pengakuan “AM” ia juga sempat di minta oleh teman perempuan nya
untuk mengerjai junior perempuan yang terlibat masalah dengan senior, namun “AM”
merasa bahwa mem-bully junior perempuan bukan menjadi urusannya selama junior
tersebut tidak mencari masalah dengan dirinya.
“Pernah sih gue disuruh sama temen gue yang cewe buat ngerjain ade
kelas inceran dia, disuruh deketin gitu.. Cuma gue jadi ngga tega hahahah
mending ngga dari pada gimana-gimana kan.. gue urusin yang cowo-cowo
ajalah selama yang cewe ngga ada yang berurusan sama gue.”103
Menurut “AM” ia lebih senang mengerjai junior yang laki-laki seperti melihat
dengan sinis atau memelototi junior saat ia sedang „iseng‟.
“Paling kalau lagi iseng ya gue nyari-nyari kesalahan ade kelas aja, kayak
melototin atau ngeliat sinis gitu ke mereka, ngga salah juga ngga apa-apa
pokoknya mau gue isengin aja..”104
Tindakan mem-bully non-verbal secara tidak langsung seperti ini tidak hanya
dilakukan oleh “AM” sebagai siswa laki-laki, mem-bully dengan cara mengasingkan
junior juga pernah dilakukan oleh “NE” sebagai siswa perempuan. “NE” mengaku
101
Hasil Observasi Langsung dengan Informan “AM”, (Jakarta, 11 Agustus 2016) 102
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 103
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) 104
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”
75
pernah mengasingkan salah satu junior nya pada saat mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler, menurut “NE” junior yang terlihat lugu memang perlu dikerjai.
“.. gue malah lebih ngga suka sama yang keliatan nya culun (lugu)..
kenapa gitu harus culun? Nge-bully nya ya paling kayak gue asingkan gitu
pas lagi ekskul, kalau harus ngumpul atau apa ya dia gue diemin sih..”105
Menurut informan “NE”, tindakan mem-bully junior seperti itu hanya ingin
memberikan pelajaran untuk junior yang terlihat lugu agar bisa lebih percaya diri dan
memiliki mental yang kuat, “NE” berperilaku seperti itu tanpa memikirkan dampak
yang didapatkan oleh juniornya tersebut.
“…biar jadi pelajaran aja buat dia, harus bisa interaksi lah sama lingkungan,
jangan sok menyendiri gitu, kasian sih tapi tetep aja kesel…”106
3. Bullying Psikis
Bentuk bullying selanjutnya yang pernah dilakukan informan adalah bullying
secara psikis, tindakan bullying secara psikis merupakan bullying yang paling
berbahaya karena tidak terungkap oleh mata atau telinga jika kita tidak awas dalam
mendeteksinya. Praktik bullying psikis ini biasanya terjadi diam-diam dan diluar
radar pemantauan kita.107
Selain bentuk-bentuk bullying seperti fisik, verbal dan non verbal yang dapat
terdeteksi bentuknya, bullying psikis juga salah satu bentuk penindasan yang pernah
dilakukan oleh informan “AM”. Bullying psikis dapat berupa pelecehan seksual,
memfitnah, menyingkirkan, mengucilkan, mendiamkan, mencibir, penghinaan,
105
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”,(Jakarta, 8 Agustus 2016) 106
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” 107
SEJIWA, Handout Workshop Nasional Anti Bullying ke-3 (Jakarta, 2008), h. 2-5
76
ataupun menyebarkan gossip. Dalam kasus seperti ini, “AM” tidak melakukan
tindakan bullying yang begitu serius seperti pelecehan seksual, dalam pengakuan
“AM” ia pernah melakukan penghinaan dan merendahkan junior nya yang terkesan
melawan senior.
“…kalo ada yang keliatan nya nyolot, ngelawan…. Tapi paling gue sih gue
ledek-ledek gitu, kayak nyindir gitu loh..”108
Informan “AM” menyadari bahwa perilaku seperti itu biasanya dilakukan oleh
perempuan, namun “AM” tetap melakukannya hanya karena dirinya merasa tidak
senang dengan perilaku junior nya tersebut.
“gue tau gue cowo sih tapi gue kesel aja bawaan nya sama yang kaya
begitu orang nya.”109
Tidak jauh berbeda dengan informan “AM”, perilaku bullying secara psikis
juga pernah dilakukan oleh informan “NE”. dalam kasus yang dilakukan “NE”,
biasanya ia senang mengerjai juniornya karena terkesan seperti anak yang lugu dan
tidak dapat melawan. Menurut pengakuannya, ia pernah melakukan bullying psikis
dengan cara membuat gossip tentang junior nya tersebut.
“ya gue bully lah kalau ada anak cupu.. gue itu punya temen ya sebut aja
namanya Bunga, dia tuh cupu banget, pake kacamata, gendut, sendirian
mulu. Pas banget gue lagi suka sama kakak kelas gue, namain aja dia
Lebah. Karena gue ngga suka sama si Bunga, gue tulis disetiap tembok di
sekolah BUNGA LOVE LEBAH”110
Saat bercerita tentang hal ini, informan “NE” terlihat tertawa lepas tanpa
beban,111
menurut pengakuan “NE” setelah ia mengerjai junior nya, ia melihat junior
108
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”,(Jakarta, 11 Agustus 2016) 109
Wawancara Pribadi dengan Informan “AM” 110
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016) 111
Hasil observasi langsung dengan Informan “NE”, (Jakarta, 8 Agustus 2016)
77
tersebut dipanggil oleh BK dan terlihat menangis setelah keluar dari ruangan. Ia tidak
terlalu memperdulikan apakah ada yang mengetahui perilaku nya seperti itu atau
tidak, yang informan “NE” tahu hanyalah ia merasa dirinya puas setelah melakukan
itu.
“…keluar ruang BK dia nangis-nangis hahahahah sampe sekarang kayak
nya ngga ada yang tau gue yang buat itu deh. Bodo amat juga sih gue
hahahaha yang penting gue seneng…”112
C. DAMPAK BULLYING BAGI KORBAN
Bullying memiliki berbagai dampak negatif yang dapat dirasakan oleh semua
pihak yang terlibat di dalamnya, baik pelaku, korban, ataupun orang-orang yang
menyaksikan tindakan bullying. Dalam jangka pendek, bullying dapat menimbulkan
perasaan tidak aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, hingga perasaan
depresi atau stress yang dapat berakhir bunuh diri. Sedangkan dalam jangka panjang,
korban bullying dapat menderita masalah emosional dan perilaku.
Hal tersebut serupa dengan pengakuan “ATC” selaku alumni SMA Al Azhar 2
yang pernah menjadi korban bullying saat menjadi murid SMA Al Azhar. Ia mengaku
pernah merasakan tekanan yang luar biasa saat dirinya menjadi junior kelas satu, ia
merasa sekolah bukanlah tempat yang aman dan nyaman.
“awalnya takut, sedih, panik, campur aduk lah rasanya…. rasanya ngga
enak. Orang mau nyaman disekolah eh malah di bully…”113
112
Wawancara Pribadi dengan Informan “NE” 113
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC”,(Jakarta, 26 Agustus 2016)
78
Rasa tertekan yang informan “ATC” rasakan begitu mendalam dan berlangsung
sampai ia kelas dua, ia selalu menjadi incaran kakak kelas. Menurutnya segala gerak-
gerik dirinya selalu di awasi oleh senior.
“kayaknya gerak-gerik di perhatiin banget, salah mulu.. ngga enak lah
punya perasaan takut setiap hari..”114
Dampak jangka pendek yang “ATC” rasakan bukan hanya tidak mau pergi ke
sekolah, tapi juga sampai kesulitan tidur saat malam karena mengingat esok harinya
akan ada kejadian apa lagi yang ia dapatkan dari senior, “ATC” mengaku dirinya
kerap kali mencari alasan agar tidak masuk sekolah, berbagai alasan ia agar ia tidak
datang ke sekolah.
“Gue ngga mau ke sekolah, gue takut setiap dateng ke sekolah. gue sering
pura-pura sakit biar gue ngga ke sekolah.. jadi panik pas malem pengin
tidur inget besok nya sekolah, gue bakal diapain lagi ya.. gitu hhh takut
aja bawaannya.”115
Saat informan “ATC” bercerita terlihat raut wajah yang menunjukkan perasaan
yang ia rasakan saat menjadi korban bullying, sesekali ia menyeruput minuman yang
ia pesan, dan kembali bercerita.116
Efek jangka panjang bullying bisa jadi tidak disadari baik oleh pelaku, korban,
maupun guru dan orangtua. Dalam jangka panjang, korban bullying dapat menderita
masalah emosional dan perilaku. Karena dampaknya lebih bersifat psikis dan emosi
114
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC” 115
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC” 116
Hasil observasi langsung dengan Informan “ATC”, (Jakarta, 26 Agustus 2016)
79
yang tidak terlihat dan prosesnya sangat perlahan, berlangsung lama dan tidak
langsung muncul saat itu juga.
Hal ini serupa dengan pengakuan “ATC” yang tidak menyadari perubahan
perilakunya, awalnya ia merasa tidak ada pengaruh, setiap hari ia hanya merasakan
takut untuk pergi ke sekolah. Namun, hari demi hari ia merasa ada yang berbeda, ia
mulai berani melawan rasa takutnya.
“perubahan jelas banyak.. dulu gue iya iya aja di bully, lama-lama gue
jadi banyak ngelawan,”117
Bullying bukanlah aktivitas normal pada anak-anak yang akan berlalu dengan
sendirinya seiring mereka dewasa. Perilaku bullying yang tidak ditangani dengan baik
pada masa anak-anak sampai remaja justru dapat menyebabkan gangguan perilaku
yang lebih serius. Namun, tidak sedikit korban bullying yang menerima perlakuan
senior atau teman sebaya untuk selalu di bully, banyak korban bullying yang akhirnya
menganggap bahwa perilaku mem-bully seperti ini memang wajar terjadi dan berpikir
bahwa sekolah tidak perlu tahu tentang kegiatan bullying yang terjadi disekolah.
Padahal, bila korban menceritakan kejadian sebenarnya kepada pihak sekolah,
akan sangat membantu pihak sekolah dalam menangani kasus bullying yang terjadi di
sekolah. Hanya saja, banyak korban bullying yang beranggapan bahwa bullying wajar
terjadi hingga menjadikan dampak bullying yang tadinya hanya untuk diri korban
menjadi berimbas pada orang lain yang tidak bersalah. Hal ini serupa dengan
pengakuan informan “ATC” yang akhirnya mengubah rasa takut menjadi melawan
117
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC”, (26 Agustus 2016)
80
sebagai bentuk pertahan dirinya. Ia beranggapan sekolah tidak perlu mengetahui apa
yang terjadi seperti tindakan bullying yang menimpa dirinya. Menurutnya, bullying
wajar terjadi di sekolah sebagai pembentukkan mental yang kuat.
“Buat gue ya bully wajar aja terjadi asal ngga sampe ngelukain fisik,
kalau sekedar ngasih tau dengan tujuan baik ya masih ngga apa-apa..”118
“Buat gue ya senioritas pasti ada, bisa bikin kita jadi lebih kuat mental
juga kan.. belajar buat bertahan, bikin ketahanan diri biar ngga di bully,
ya dapet didikan juga selain belajar dikelas”119
“sekolah ngga tau, gue ngga mau malah nambah masalah gue. Ntar gue
makin di bully, gue cuma mikir kalau gue tahan nantinya gue pasti lama-
lama kebal. Ya ternyata bener, gue kebal aja kalau gue di bully
selanjutnya.”120
Selain dampak negatifnya, bullying juga dapat mendorong munculnya
beerbagai perkembangan positif bagi anak-anak yang menjadi korban bullying. Anak-
anak korban bullying cenderung akan lebih kuat dan tegar dalam menghadapi suatu
masalah, termotivasi untuk menunjukkan potensi mereka agar tidak lagi direndahkan,
serta terdorong untuk berinterospeksi diri.
“ya gue ambil positif nya aja ternyata gue jadi lebih berani buat
berekspresi di masyarakat atau lingkungan sekitar gue..”121
Hal ini serupa dengan apa yang informan “ATC” katakan, ia merasa menjadi
lebih kuat mental, selalu berusaha untuk membentuk ketahanan diri agar tidak lagi
menjadi korban bullying dan lebih sering berinterospeksi diri.
“ini semua bentuk pembelajaran diri gue, gue pernah ngerasain takut yang
luar biasa sampe ngerasain gue juga dijadiin posisi yang ditakutin..”122
118
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC”,(Jakarta, 26 Agustus 2016) 119
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC”, (Jakarta, 26 Agustus 2016) 120
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC” 121
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC” 122
Wawancara Pribadi dengan Informan “ATC”
81
“gue nyoba buat tenang sih, kadang interospeksi diri aja kalau gue emang
salah.”
Namun, walaupun ada beberapa dampak positif yang didapatkan dari perilaku
bullying, tetap saja perilaku seperti itu tidak dibenarkan karena tidak sepantasnya
seseorang merasa tertekan dalam hidupnya. Berbagai dampak negatif yang dirasakan
informan “ATC” dan korban-korban bullying lainnya hanya membuat tradisi bullying
yang selanjutnya akan terus terjadi disetiap generasi.
D. PERAN SEKOLAH DALAM MENANGANI DAN MENCEGAH
TERJADINYA BULLYING
Bullying telah menjadi masalah besar yang berimbas pada banyak sekolah di
seluruh dunia. Tantangan terberat dalam hal ini adalah bagaimana cara pencegahan
dan penanganan bullying yang masih tetap ada di lingkungan sekolah. Perkembangan
di bidang teknologi secara umum dan media sosial internet membuat bullying
menjadi lebih bervariatif lagi. Masalah baru ini tentunya harus diatasi dengan solusi
yang juga modern. Bullying bukanlah aktivitas normal pada anak-anak yang akan
berlalu dengan sendirinya seiring mereka dewasa. Perilaku bullying yang tidak
ditangani dengan baik pada masa anak-anak justru dapat menyebabkan gangguan
perilaku yang lebih serius.
Penanganan dan pencegahan adalah dua tindakan yang berbeda dalam
mengatasi kasus bullying yang terjadi di sekolah. Di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta
Selatan sendiri, ada berbagai cara dalam menangani kasus bullying yang biasa terjadi
82
di sekolah. Seperti yang sudah disampaikan oleh Bu Nia, selaku guru Bimbingan dan
Konseling di SMA Al Azhar serta pihak Ketahanan Sekolah yang menjelaskan
tentang pelayanan konseling yang diberikan untuk murid-murid SMA Al Azhar 2
Pejaten Jakarta Selatan.
Program anti-bullying di sekolah dilakukan antara lain dengan cara
menggiatkan pengawasan dan pemberian sanksi secara tepat kepada pelaku, atau
melakukan kampanye melalui berbagai cara. Memasukkan materi bullying ke dalam
pembelajaran akan berdampak positif bagi pengembangan pribadi para murid. Hal
tersebut sesuai dengan penuturan Bu Nia selaku guru Bimbingan dan Konseling
“salah satu nya layanan konseling. Layanan konseling itu ada empat, ada
layanan bimbingan karir, bimbingan belajar, bimbingan pribadi dan
bimbingan sosial dimana dari keempat bimbingan itu pasti ada
penempatan nya…”123
“…bimbingan sosial, biasanya anak-anak yang kita berikan bimbingan
sosial adalah anak-anak yang memang mengalami kesulitan atau kendala
terhadap hubungan sosial dengan teman sebayanya, dimana kita dapat
membantu dalam meningkatkan kepercayaan dirinya, memotivasi, dengan
kelebihan yang anak itu bisa miliki sehingga tidak minder lagi. Bisa
bergaul dengan teman sebayanya.”124
Bukan hanya upaya pencegahan yang dilakukan oleh pihak sekolah, tetapi juga
penanganan atau tindakan untuk kasus bullying yang terjadi agar pelaku merasa jera
melakukan tindakan bullying seperti ini dan untuk adik-adik kelas agar berpikir dua
kali bila ingin mengikuti perilaku tidak baik seperti pelaku bullying sebelumnya.
Bentuk penanganan paling ideal adalah apabila ada kebijakan dan tindakan
terintegrasi yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala
123
Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016) 124
Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016)
83
sekolah, sampai orangtua, yang bertujuan untuk menghentikan perilaku bullying dan
menjamin rasa aman bagi korban. Menurut Bu Nia, segala bentuk penanganan sudah
dilakukan pihak sekolah, seperti membentuk tim dalam upaya mengatasi kasus
bullying yang sedang terjadi.
“ya ini biasanya beberapa guru membentuk tim, ada tansek, BK dan wali
kelas. Dimana ketika kita sudah tahu kasus bullying ini, kita akan membagi
tugas untuk menginterogasi anak-anak yang memang dikategorikan
sebagai pelaku dan korban dalam kasus bullying ini, gitu.. jadi kita
mencari data sebanyak-banyaknya, selanjutnya kita akan bawa ke rapat
dewan guru. “125
Ada berbagai kebijakan yang sekolah tetapkan sesuai dengan sanksi yang
tertulis dalam buku tata tertib sekolah, dari sanksi yang ringan sampai berat. Dalam
hal ini, guru BK tidak berwenang menentukan sanksi dan poin untuk berbagai macam
pelanggaran, tetapi yang berwenang dalam hal ini adalah bidang ketahanan sekolah.
Hal tersebut serupa dengan penuturan dari bidang TanSek.
“kalau untuk bagian pengurusan sanksi dan poin sudah menjadi tanggung
jawab tim bidang ketahanan sekolah, setiap tahunnya kami akan
mengadakan rapat untuk perubahan poin atau sanksi untuk tata tertib yang
akan berlaku di sekolah.”126
Penuturan tentang hal ini bukan hanya dijelaskan oleh bidang TanSek,
diperjelas oleh Bu Nia selaku guru BK bahwa, guru BK lebih kepada membantu bila
sedang ada kasus pelanggaran tata tertib yang terjadi. Disamping itu, BK akan
berusaha untuk memberikan rasa nyaman bagi para murid yang tersandung kasus
pelanggaran tata tertib agar dapat lebih percaya untuk bercerita tentan segala
permasalahan.
125
Wawancara Pribadi dengan Guru BK 126
Wawancara Pribadi dengan Bidang Ketahanan Sekolah, (Jakarta, 5 september 2016)
84
“biasanya kalau di SMA Islam Al Azhar 2 sendiri ada bidang yang
namanya TanSek atau bidang Ketahanan Sekolah, jadi dimana tidak dari
BK sendiri yang menentukan pelanggaran dan poin, tapi dari ketahanan
sekolah sendiri yang menentukannya karena kalau untuk guru BK
diseluruh Al Azhar memang tidak diperkenankan untuk menjadi polisi
sekolah gitu.. agar anak-anak tidak merasa takut untuk datang ke guru BK,
jadi sehingga dibuatlah bidang ketahanan sekolah tersebut. Tapi untuk
peranan BK disitu adalah untuk membantu menyelesaikan kasus tersebut,
membantu juga mencari data.”127
Dalam menangani berbagai kasus yang ada di sekolah, semua sudah tersusun
dalam buku tata tertib dan dengan aturan yang sudah dibuat. Selain itu, upaya
penanganan dilakukan dengan hukuman yang tidak semata-mata diberikan langsung
pada saat terjadi kasus bullying, tetapi sesuai SOP (standart operational procedure)
atau prosedur mekanisme dalam menangani kasus yang terjadi di SMA Al Azhar 2
Pejaten Jakarta Selatan.
“Kalau untuk SOP nya, dimana ketika anak itu mengalami kasus ada tiga
kategori pelanggaran ringan, pelanggaran sedang dan berat. Dimana
kalau pelanggaran ringan kalau memang saat itu anak itu ditemukan
melakukan pelanggaran, yang bertindak adalah guru yang bersangkutan
yang menemukan pelanggaran tersebut, jadi langsung diselesaikan oleh
guru tersebut. Kalau pelanggaran sedang biasanya ketika guru tersebut
menemukan pelanggaran pada seorang anak langsung disampaikan
kepada wali kelas, nah wali kelas bisa bekerjasama dengan BK. Kalau
pelanggaran berat biasanya kita sampai mengadakan rapat kasus, dimana
seluruh guru akan ikut berpartisipasi dan terlibat dalam kasus tersebut.
Dari pimpinan, guru-guru semuanya ikut, jadi semua stake-holder
disekolah akan terlibat untuk menangani kasus tersebut.”128
Berbagai macam bentuk pelanggaran tata tertib sudah ditetapkan sanksi dan
poin yang akan diberikan kepada murid, begitu pula dengan sanksi, penanganan serta
pencegahan bagi kasus bullying yang setiap tahunnya terjadi di SMA Al Azhar 2 ini.
Segala bentuk upaya sekolah sudah dilaksanakan hingga sedikit demi sedikit kasus
127
Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016) 128
Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016)
85
bullying yang diketahui di sekolah semakin berkurang. Hal tersebut serupa dengan
pengakuan Bu Nia, beliau menuturkan bahwa perilaku bullying masih terjadi hingga
saat ini, hanya saja kasus bullying beberapa tahun terakhir ini tidak sampai ke arah
yang fatal, hingga dapat diidentifikasi dan dilakukan penanganan lebih cepat.
“saat ini masih ada beberapa kasus bullying tapi bullyingnya
Alhamdulillah sampai tahun ini mulai berkurang persentasenya. Kalau
untuk bullying secara fisik itu Alhamdulillah sudah tidak ada lagi, tapi
sekarang bullying nya itu lebih berupa bullying senioritas, dari kakak kelas
terhadap adik kelas. Jadi biasanya sih bullying nya berbentuk pemalakan.
Dimana kelas dua belas lebih berperan penting terhadap kelas sepuluh
biasanya. Kalau kelas sebelas tidak berani dipegang-pegang. Jadi hanya
antara kelas dua belas dan kelas sepuluh, tapi nanti saat kelas sebelas
sudah naik kelas dua belas akan seperti itu lagi. Tapi memang
Alhamdulillah kalau bullying bentuk fisik sudah tidak ada lagi, terakhir
bullying bentuk fisik terjadi pada tahun 2011, semakin kesini paling hanya
bullying senioritas seperti pemalakan seperti itu tetapi Alhamdulillah
sekolah cepat tahu jadi penanganan nya lebih cepat, dan saat kami
konsultasikan pada orangtua, para orang tua juga menyetujui dan
mendukung dalam penanganan kasus seperti ini, jadi anak-anakpun lebih
terbuka dan lebih tidak takut menceritakan apa yang terjadi pada diri
mereka. Jadi lebih terbuka baik ke guru BK maupun ke wali kelas sehingga
kasus bullying ini tidak terlalu sampai rumit gitu.. Alhamdulillah bisa
langsung cepat teratasi.”129
Berbagai upaya penanganan kasus bullying terus diperbaiki dan telah
dilaksanakan dengan baik oleh pihak sekolah. Seperti memberikan sanksi dari yang
ringan sampai berat hingga perjanjian murid dikembalikan kepada orangtua bila
murid melakukan tindakan bullying yang terus berulang dan termasuk kategori
bullying dengan tingkat yang berat. Serupa dengan penuturan Bu Nia, menurut
pengakuan beliau, pihak sekolah akan melakukan berbagai macam cara untuk
penanganan kasus bullying yang terjadi. Namun, perilaku bullying yang sampai harus
dikembalikan kepada orangtua belum pernah terjadi sampai saat ini. Karena sekolah
129
Wawancara Pribadi dengan Guru BK
86
akan mempertimbangkan kembali apakah sanksi yang diberikan akan mempengaruhi
ujian akhir sekolah dan ujian nasional. Menurut penuturan Bu Nia, pelaku bullying
biasanya dilakukan oleh senior kelas tiga yang akan mengikuti ujian-ujian untuk
kelulusan.
Menurut Bu Nia, berbagai macam cara untuk pencegahan kasus bullying di
sekolah sudah dilaksanakan, seperti bimbingan atau layanan konseling yang diadakan
di kelas sampai penyuluhan tentang bullying dan kekerasan disetiap tahunnya. Tidak
hanya bentuk-bentuk penanganan bullying yang diberikan oleh sekolah, tetapi
sekolah juga terus berupaya untuk mencegah perilaku bullying muncul setiap
tahunnya dengan memberikan pembinaan, layanan bimbingan konseling, hingga
pencegahan dalam bentuk edukasi atau penyuluhan tentang bullying dan kekerasan
yang di adakan rutin setiap tahunnya. Hal tersebut serupa dengan penuturan Bu Nia.
“upaya sekolah dalam menangani kasus bullying itu beragam misalnya
upaya sekolah adalah setiap tahun pastinya kita tidak hanya dikelas
sepuluh saja tetapi seluruh angkatan, seluruh murid kita berikan
penyuluhan tentang bullying dan anti kekerasan. Kita akan mendatangkan
orang-orang yang memang mumpuni dalam bidangnya, seperti kepolisian,
dari psikolog, dimana kita tidak hanya menjelaskan dampak yang
didapatkan korban bullying, tetapi pelaku nya pun akan mendapatkan
sanksi yang berat dan juga mendapatkan dampak negatif. Serta korban
pun akan mendapatkan trauma yang sulit dihilangkan. Kalau untuk upaya
yang dilakukan sekolah biasanya kita seperti tadi, nyambung dengan
kebijakan, jadi sekolah akan memberikan sanksi yang seberat-beratnya,
gitu. Sampai anak itu malu melakukan bullying kembali. Contohnya, waktu
itu ada beberapa anak yang melakukan bullying, senioritas dan ketahuan,
sudah membuat surat perjanjian lalu anak itu akan disuruh minta maaf
didepan seluruh masyarakat sekolah, guru-guru, kepala sekolah, serta di
depan seluruh murid dari ketiga angkatan. Jadi disitu adik-adik kelas akan
melihat bahwa bila melakukan bullying adalah suatu yang sangat
memalukan juga karena harus meminta maaf didepan seluruh masyarakat
87
sekolah dan itu menjadi pukulan yang berat dan mudah-mudahan adik-
adiknya tidak mengikuti jejak yang sama.”130
Dengan begitu jelas Bu Nia menjelaskan tentang cara penanganan kasus sesuai
dengan SOP yang telah ditentukan sekolah. Terlihat wajah cerah Bu Nia yang
menunjukkan keramahan saat peneliti datang untuk mewawancarai beliau. Sikap
terbuka yang Beliau berikan membuat sesi wawancara berjalan dengan lancar.131
Beliau menjelaskan sanksi-sanksi apa yang diberikan bagi para pelaku bullying di
sekolah, dari sanksi untuk kategori bullying yang ringan hingga pada kategori yang
berat.
“sanksi akan diberikan tergantung pada kategori pelanggaran yang
dibuat. Bahkan ada pelaku bullying yang sampai dengan kategori yang
poin nya 151, jadi langsung dikeluarkan atau langsung dirapatkan jadi
tidak pakai surat perjanjian lagi. Tapi tergantung forum dari guru-guru
juga jadi ada masukan-masukan dari guru demi kebaikan bersama jadi
tidak gegabah untuk mengambil tindakan untuk memberikan sanksi bagi
pelaku bullying tersebut.”132
“selama ini sih kalau untuk dikeluarkan kita belum ada ya jujur, karena
memang biasanya anak–anak pelaku bullying adalah anak-anak yang
dikelas dua belas, sehingga ketika kita keluarkan itu menjadi beban
tersendiri atau dilemma juga buat sekolah karena sekolah sudah
mendaftarkan anak-anak ini untuk mengikuti Ujian Nasional, gitu jadi
sehingga kita mencari solusi yang tepat dan membuat anak ini supaya jera
bagaimana, ketika terjun ke masyarakat tidak berbuat seperti itu lagi dan
biasanya kita berikan sanksi berupa anak ini tidak boleh mengikuti KBM,
try out dan tidak boleh mengikuti UTS dan UAS. Jadi anak ini hanya boleh
mengikuti ujian sekolah saja, ujian-ujian yang memang sudah ditentukan
oleh sekolah, Ujian Sekolah dan Ujian Nasional, gitu..”133
Perubahan perilaku dari dampak negatif yang korban bullying rasakan seperti
rasa dendam yang terpendam juga di akui Bu Nia sebagai penyebab seseorang
130
Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016) 131
Hasil observasi langsung dengan Guru BK, (Jakarta, 5 September 2016) 132
Wawancara Pribadi dengan Guru BK, (Jakarta, 5 september 2016) 133
Wawancara Pribadi dengan Guru BK
88
menjadi pelaku bullying. Pengalaman menjadi korban bullying akan membuat
seorang anak membentuk ketahanan diri agar tidak kembali mengulang pengalaman
pahit menjadi korban bullying. Menurut Bu Nia, banyak pelaku bullying di SMA Al
Azhar 2 yang sebelumnya menjadi korban bullying dan ingin membalaskan dendam
kepada adik-adik kelas selanjutnya.
“ya itu.. biasanya, pelaku-pelaku bullying adalah mereka yang pernah
menjadi korban, biasanya seperti itu. Sampai ada yang cerita ke Ibu
bilang, „Bu saya kan juga dulu jadi korban kayak begini saya dulu begini
ngga di tindak, ngga di bantu sama sekolah..‟ ya kita bilang salah sendiri
kamu ngga laporin, kamu ngga cerita. Salah nya ya itu, kenapa si korban
tidak jujur kepada sekolah sehingga kita bisa membantu menyelesaikan
kasus tersebut, tenyata kan si korban jadi punya dendam, sebenarnya kita
fleksibel ketika anak itu bercerita kita akan cepat menindak perilaku
bullying seperti itu. Kita pihak sekolah tidak akan tahu bila kita tidak
mendapatkan informasi dari wali kelas ataupun dari korban sendiri, atau
dari orangtua, gitu.. jadi seluruh peran orangtua itu sangat penting,
karena sekarang kan bullying itu sudah banyak yang tahu jadi kita tidak
perlu takut untuk bercerita tentang hal-hal yang memang kita harus
luruskan sehingga sekolah ini bisa bersih dari bullying atau setidaknya
semakin kesini ya harus semakin berkurang”134
Sayangnya, masih banyak yang menganggap bahwa bullying adalah bagian dari
perkembangan anak dan nantinya akan berhenti sendiri seiring waktu. Namun,
nyatanya bullying dapat menyebabkan luka mental yang dalam pada korbannya
seperti depresi dan kecanggungan sosial yang akan menghambat perkembangan
mentalnya. Masalah bullying ini tidak hanya berpengaruh buruk pada korbannya saja,
pem-bully juga beresiko terkena depresi mental serta menyebabkan ketidak mampuan
mengikuti kegiatan sekolah dengan baik.
134
Wawancara Pribadi dengan Guru BK
89
MEKANISME PENANGANAN MURID BERMASALAH
1. Murid bermasalah di bidang akademik, ditangani oleh guru yang
bersangkutann, wali kelas (walas) dan bimbingan konseling. Jika masalah
sangat berat/parah maka di referal ke tenaga ahli.
2. Murid bermasalah di bidang sikap/ perilaku:
RINGAN Bila berulang sampai 3x
Dilaporkan ke walas
Berulang sampai 5x
Ditangani walas dan BK
Berulang sampai 7x
Ditangani walas, BK,
dan Tansek
Berulang >10x
Di reveral ke tenaga
ahli
SEDANG Ditangani oleh guru yang
bersangkutan dan kerjasama dgn
walas
Jika berulang, ditangani oleh
guru, walas, Tansek, dan BK
Jika berulang sampai 4x,
dilakukan konferensi kasus
Reveral ke tenaga ahli
BERAT
Ditangani oleh guru yang bersangkutan,
wali kelas, BK dan Tansek jika
diperlukan ditangani melalui konferensi
kasus
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Gambaran Penyebab
Tradisi Bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan dengan rumusan masalah
yaitu penyebab terjadinya bullying di SMA Al Azhar dan peran sekolah dalam
menangani kasus bullying. Dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk bullying
dikategorikan menjadi bullying fisik, lisan dan psikologis. Bullying dapat berdampak
negatif bagi korban, pelaku, pihak yang menyaksikan bullying, serta orangtua. Pelaku
bullying merupakan siswa yang memiliki kekuatan baik fisik ataupun sosial yang
lebih dibanding teman yang lain, memiliki tempramen tinggi dan rasa empati yang
rendah.
Karakteristik perilaku bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan
sebagian besar hanya perilaku mengintimidasi seseorang yang berada dibawahnya,
seperti perbedaan kelas, senioritas, status sosial, baik dalam bentuk cibiran, ejekan,
tatapan intimidasi, dan jarang terjadi bullying yang sifatnya bully fisik.
Pelaku bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten merupakan siswa yang merasa
dirinya lebih dari orang lain, baik dari penampilan maupun lebih tinggi kelasnya,
pelaku bullying merupakan mereka yang haus akan pengakuan dari lingkungannya,
selain itu pelaku bullying biasanya adalah mereka yang pernah menjadi korban
bullying dan ketika mereka menjadi senior, mereka akan melakukan hal yang sama
pada juniornya.
91
Beberapa korban bullying sempat melakukan perlawanan terhadap pelaku,
seperti menolak permintaan dan perintah senior, tidak mau memberikan uang saat
diminta, ataupun mencoba melawan dengan cara memberontak. Namun hasilnya para
korban semakin ditindas oleh para pelaku. Oleh karena itu, kebanyakan dari mereka
tunduk kepada perintah pelaku dan tidak berani melapor pada guru. Sedangkan, siswa
ataupun siswi yang menjadi korban merupakan mereka yang terlihat mencolok
disekolah ataupun yang memiliki keterbatasan baik dari segi ekonomi maupun sosial
yang cenderung pendiam di sekolahnya.
Perilaku bullying berdampak buruk bagi korban pada aspek akademis dimana
mereka menjadi enggan untuk datang ke sekolah dan kurang fokus di sekolah dalam
mengikuti pelajaran. Pada aspek sosial dimana korban bully menjadi pribadi yang
menyendiri. Untuk segi psikologis korban bullying menjadi pribadi yang mudah
tersinggung, mudah marah, dan menyimpan rasa dendam sehingga terkadang korban
memiliki hasrat untuk membalaskan dendam pada saat mereka menjadi senior.
Selain itu penyebab perilaku bullying di SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta
Selatan dapat disebabkan oleh keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter (keras)
dan permisif, adanya permodelan yang negatif dari orangtua atau lingkungan rumah.
Selain itu, lingkungan pergaulan pelaku bullying memiliki tingkat agresifitas tinggi
serta konformitas dengan kelompok bermain yang berperilaku negatif.
Tindakan yang dilakukan SMA Al Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan untuk
menangani dan mencegah perilaku bullying di lingkungan siswanya sudah cukup
terprogram dengan baik. Seperti melakukan penyuluhan mengenai bahaya bullying
dan kekerasan disekolah. Sekolah telah membentuk kerjasama antara guru bimbingan
92
dan konseling (BK), bidang ketahanan sekolah (TanSek), maupun dengan guru-guru
dan staf sekolah untuk mencegah perilaku bullying sejak dini.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya bullying
dapat dilihat dari bebrbagai hal. Untuk itu, peneliti memberikan saran dengan harapan
mampu memberikan informasi bagi seluruh Remaja, pihak sekolah maupun orangtua
agar permasalahan bullying pada murid sekolah tidak terjadi lagi. Adapun saran yang
dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi para guru agar lebih meningkatkan pengelolaan kelas dan melakukan
pendekatan secara individual terhadap siswa, sehingga dapat mendeteksi
adanya kemungkinan-kemungkinan tindakan bullying dan membuat laporan
untuk ditindaklanjuti. Selain itu para guru untuk bertindak lebih responsif
ketika ada siswa yang di-bully serta memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada pelaku, korban, dan pihak yang terlibat.
2. Bagi guru bimbingan dan konseling (BK) dapat membuat laporan secara
berkala tentang keadaan di sekolah serta memastikan tidak terdapat tindakan
bullying. Jika terdapat perilaku bullying agar senantiasa sigap menindaklanjuti.
3. Bagi orangtua siswa agar lebih aktif mengikuti perkembangan perilaku anaknya
di lingkungan sekolah, di lingkungan rumah maupun di lingkungan teman
sebaya. Sebagai orangtua harus dapat memberikan perhatian lebih agar anak
tidak merasa sendiri dan dengan menerapkan pola asuh demokratis yaitu mau
mendengarkan suara anak dengan menerapkan aturan dalam keluarga yang
93
melibatkan anak dalam pembuatan aturan tersebut. Oleh karena itu, dengan
terus adanya komunikasi yang baik dan menerapkan pola asuh demokratis
dapat mendidik anak untuk berkembang menjadi anak yang disiplin dan
mentaati aturan.
4. Sekolah membuat kebijakan untuk menyadarkan seluruh komponen sekolah
bahwa bullying akan sangat mengganggu proses belajar mengajar. Oleh karena
itu, pihak sekolah diharapkan sadar untuk membuat program secara berkala
dalam mengurangi perilaku bullying dilingkungan sekolah.
5. Karena keterbatasan waktu yang peneliti miliki sehingga kurangnya hasil dari
penelitian, maka peneliti berharap selanjutnya diadakan penelitian lanjut
mengenai permasalahan bullying di sekolah dan mampu mengekpolorasi
permasalahan-permasalahan yang di alami pelaku dan korban bullying serta
penanganan dan peran pekerja sosial yang tepat dalam permasalahan bullying
ini.
94
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ali, Zaidin. Pengantar keperawatan keluarga, (Jakarta: EGC, 2010)
Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan pada Anak,
(Jakarta: Grasindo, 2008)
Beranda Agency, mengasuh dan mendidik buah hati tanpa kekerasan, (PT. Gramedia,
Jakarta, 2015), h.2-5
Brank, E.M, Hoetger, Lori.A& Hazen, K.P, Bullying, Annual Review of Law Social
Sciences, (2012)
Burhan Bugin, Analisis Data dan Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), cet. Ke-2
Gunarsa, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004)
Jaenal Arifin, Theknik Penarikan Sample Dan Pengumpulan Data, (Jakarta, 2005)
h.17
Kartono, Kartini, Patologi Sosial, (Jakarta: CV, Rajawali, 1997)
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009) Cetakan Ke-18 edisi revisi, h. 330
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2004), h.131
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 194.
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 166.
Nanang, M, Kekerasan Simbolik di Sekolah (Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre
Bourdieu), PT Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2012), h. 39
O‟Connell, J, Bullying at School (CaliforniaL Department of Education, 2003)
Olweus, D, Bullying at School : Understanding children‟s worlds, (USA: Blackwell
Publishing, 1993)
Olweus, D, Bullying at School, What We Know and What We Can Do (Oxford:
Blackwell, 1993)
Pedoman Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN (Jakarta, UIN Jakarta Press:
2007)
95
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2009),
Cet ke-5, h. 54
Santrock, John W. Life-Span Development, (New York: McGraw-Hill, 2002)
Santrock, John W. Remaja jilid 2 ed.11 (Jakarta: Erlangga, 2007)
Sarwono, S.W, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)
SEJIWA, Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak, (PT.
Grasindo Jakarta, 2008) h. 2
Sejiwa.Bullying: Panduan Bagi Orang Tua dan Guru.Mengatasi Kekerasan di
Sekolah dan Lingkungan. (Jakarta: Grasindo, 2007)
Sharps, S, & Smith, P.K, School Bullying : Insight and Perspective, (New York:
Routledge, 2003)
Soeharto Irawan, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004), h.63
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, (Jakarta: Sagung
Seto, 2004)
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012)
Sugiono, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D,
h.3.
Sullivan, dkk, Bullying in Secondary Schools: What is Looks Like and How to
Manage it (Corwin Press, 2004)
Sullivan, K, The Anti Bullying Handbook, (Oxford University Press, 2000)
Tim Musyawarah Guru BK, Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan
Pendidikan Menengah, (Jakarta, PT. Grasindo), h.88
W. Gulo, Metodelogi Kualitatif (Jakarta : Grafindo, 2000), h. 19.
Wong, dkk,.Buku Ajar Keperawatan Pediatri Wong. Edisi 6, Volume 1,. (Jakarta:
EGC, 2002)
MEDIA ONLINE
http://www.kompasiana.com/taurahida/hampir-seluruh-siswa-di-indonesia-pernah-
dibully_562c8f3f527a614808ffd5fe. (2016, februari 15)
http://www.sudahdong.com/bullying-siapa-yang-dirugikan/ (2016 Februari 15)
Recommended