View
304
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN TUGAS AKHIR
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN Tn.S DENGAN
DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS Susp. DKA (DIABETIC
KETOASIDOSIS)
Oleh :
PIANIKE WIDIAWATI, S.Kep
070112b060
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDI WALUYO UNGARAN
2013
BAB I
PEMBAHASAN
DIABETES MELLITUS
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen degan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price dan Wilson, 2005).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (Sudoyo dkk, 2006).
Diabetes mellitus yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas
untuk mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan
glukosa) secara adekuat akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare,
2002).
2. Menurut Smeltzer and Bare (2002), Klasifikasi penggolongan Diabetes
Mellitus dibedakan menjadi:
a. Tipe I : Diabetes Mellitus tergantung insulin (IDDM)
b. Tipe 2 : Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
c. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
d. Diabetes Mellitus Gestasional atau kehamilan.
3. Etiologi
Penyebab diabetes mellitus berdasarkan klasifikasinya :
a. Diabetes Mellitus Tipe I/IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula
lingkungan (misalnya infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan
distruksi sel beta.
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons
outoimun. Respon ini merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-
olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat
diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum
timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I.
3) Faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan
faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.
Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapt memicu proses outoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Mellitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes Tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.
Faktor risiko :
1) Kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin
Hal ini yang terjadi pada diabetes mellitus tipe II, penyebabnya sel tidak
dapat memberikan respon yang baik terhadap insulin walaupun insulinnya
sendiri sebenarnya cukup jumlahnya. Dalam bahasa ilmiah dikatakan karena
kurangnya jumlah atau aktivitas reseptor insulin yang terdapat pada sel.
2) Genetik
Gen merupakan sel pembawa sifat yang diwariskan orangtua kepada
turunannya. Diabetes tipe II lebih banyak terkait dengan faktor riwayat
keluarga atau keturunan ketimbang diabetes tipe 1. Pada diabetes tipe 1,
kemungkinan orang terkena diabetes hanya 3-5% bila orang tua dan
saudaranya adalah pengidap diabetes.
3) Usia
Diabetes Mellitus tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin
sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia
lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50-
92% (Rochman dalam Sudoyo, 2006).
4) Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. Hal ini disebabkan
jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum
untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan secara berlebihan
dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat
menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan menyebabkan diabetes
mellitus.
5) Berat badan
Obesitas adalah berat badan yang berlebihan minimal 20% dari BB idaman
atau indeks massa tubuh lebih dari 25 kg, obesitas menyebabkan respon sel
beta pankreas terhadap peningkatan glukosa darah berkurang, selain itu
reseptor insulin pada sel di seluruh tubuh termasuk di otot berkurang
jumlahnya dan kurang sensitif (Soegondo dalam sudoyo, 2006).
6) Aktivitas fisik
Kurangnya aktifitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam
menyebabkan resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II (Soegondo dalam
sudoyo, 2006). Mekanisme aktifitas fisik dapat mencegah atau menghambat
perkembangan diabetes mellitus tipe II yaitu : 1) Penurunan resistensi insulin;
2) peningkatan toleransi glukosa; 3) Penurunan lemak adipose; 4) Pengurangan
lemak sentral; perubahan jaringan. Semakin jarang kita melakukan aktivitas
fisik maka gula yang dikonsumsi juga akan semakin lama terpakai, akibatnya
prevalensi peningkatan kadar gula dalam darah juga akan semakin tinggi.
7) Stres
Respon stres menyebabkan terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang
diikuti oleh eksresi simpatis-medular, dan bila stres menetap maka sistem
hipotalamus-pituitari akan diaktifkan dan akan mensekresi corticotropin
releasing factor yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi
adenocorticotropic factor (ACTH). ACTH menstimulasi produksi kortisol,
yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah (Guyton & Hall,
1996; Smeltzer & Bare, 2002).
8) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas
tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan
untuk metabolisme di dalam tubuh, termasuk hormon insulin. Obat-obatan
dengan kandungan steroid yang kerjanya berlawanan dengan insulin yaitu
menaikkan gula darah (Nurrahmani, 2012).
c. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
Diabetes gestasional (GDM) dikenal pertama kali selama kehamilan dan
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM
adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan
riwayat gestasional terdahulu. Karena terjadinya peningkatan sekresi
berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi
glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik (Price &
Wilson, 2005).
4. PATOFISIOLOGI
Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan menghasikan insulin karena sel-
sel beta telah dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa tidak
terukur oleh hati, maka terjadi hiperglikemia. Jika konsentrasi glokosa dalam
darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa, akibatnya glukosa
muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan diekskresikan
dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis osmotik). Akibat
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih
(poliuri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan .
pasien juga mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat penurunan
simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbanagn asam basah tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan
bila tidak ditangani akan mengalami perubahan kesadarn, hingga kematian.
Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan serta pemantauan kadar
glukosa darah merupakan komponen terapi yang paling penting.
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini
disertai dengan penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada gangguan sekresi
insulin berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau
sedikit meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan insulin maka kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti
kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat
tinggi ). Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
dari DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya, karena itu ketoasidosis tidak terjadi pada DM tipe II, namun
demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol akan menyebabkan HHNK
(hiperglikemik hiperosmolaritas nonketotik sindrome) ( Smeltzer and Bare,
2002 ).
5. MANIFESTASI KLINIK
a. Gejala paradiabetes
Kelelahan yang berlebihan, keletihan dan mengantuk setelah makan,
kesulitan berkonsentrasi, kesukaan pada makanan yang manis, roti-
rotian dan segala makanan yang memiliki tingkat karbohidrat tinggi,
mengalami kelebihan berat badan atau sulit menurunkannya, menjadi
terganggu jika tidak makan dalam waktu yang lama (Nurrahmani,
2012).
b. Gejala diabetes
Sering buang air kecil (poliuri) terutama pada malam hari, sering
haus (polidipsia) dan lapar (polifagia), cepat lemas dan cepat lelah, berat
badan menurun drastis, kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal-gatal,
penglihatan kabur atau berubah, gairah seks menurun, luka sukar
sembuh (Junaidi, 2009). Pada tahap awal akan ditemukan :
1) Poliuri
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah
meningkat sampai melampaui daya serap ginjal (kadar 180 mg/dl)
terhadap glukosa sehingga terjadi osmotik diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing.
2) Polidipsi
` Hal ini disebabkan karena pembakaran terlalu banyak dan
kehilangan cairan karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi
klien lebih banyak minum.
3) Polifagi
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
yang mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya
klien akan terus menerus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada pada
pembuluh darah.
4) Berat badan menurun , lemas, lekas lelah, tenaga berkurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur
jadi glukosa, maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari
bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus
merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada pada jaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan diabetes mellitus walaupun
banyak makan akan tetap kurus.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Carpenito, 2001). Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut
pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan keseimbangan
kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah
(Smeltzer and bare, 2002 : 1258)
a. Diabetik Ketoasidosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasidosis
disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata. Keadaan ini dapat mengakibatkan gamgguan pada metabolisme
karbohidrat,protein dan lemak. Ada 3 gambaran klinis yang penting pada
diabetes ketoasidosis.
1) Dehidrasi
2) Kehilangan elektrolit
3) Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali . kedua factor ini akan menimbulkan hipoglikemia. dan
dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yng berlebihan dari dalam
tubuh, ginjal akan meekskresikan glukosa bersama air dan elektrolit dalam
kurung sperti natrium dan kalium.diuresis osmotic yang di tandai oleh
urinasi berlebiahan (poli uri)ini akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetic yang berat dapat
kehilangan kira-kira 400-500 nIEq natrium, kalium serta klorida selama
priode 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol, asam lemak bebas akan di
ubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidodis diabetic terjadi
perkusi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin
yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut . Badan
keton bersifat asam. Dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah , badan
keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
Manifestasi klinis. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetic di lukiskan
secara garis besar. Hiperglikemia pada ketoasidosis diabetic akan
menimbulkan poliuria dan polidipsia . di samping itu, pasien dapat
mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien
dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan
mendirita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat pula
menimbulkan hipotensi yang nyata di sertai denyut nadi lemah dan cepat.
Ketosis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis
menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, dan
nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala fisik pada pemeriksaan dapat
begitu berat sehingga tampak terjadi tanda proses intraabdominal yang
memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton
(berbau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan
keton. selain itu hiperventilasi (di sertai dengan nafas yang sangat dalam
tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi. Pernafasan kussmaul ini
menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan
efek dari pembentukan badan keton. Perubahan status mental pada
ketoasidosis diabetic bervariasi antara psien yang satu dengan yang lain,
pasien bisa terlihat sadar , mengantuk(letargik) atau koma,hal ini biasanya
tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif –osmotik).
Nilai laboratorium . kadar glukosa darah dapat berpariasi dari 300-
800mb/dl (16-44 mmol/L). sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar
glukosa darah yang lebih rendah.dan sebgian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai 1000 mg/dl (55,5 mmol/L) atau lebih.
a. Harus di sadari bahwa ketoasidosis diabetek tidak selalu
berhubungan dengan glukosa darah
b. Sebagaian pasien dapat mengalami asidosis berat di sertai dengan
kadar glukosa darah yang berkisar antara 100-200 mg/dl (5,5-11,1
mmol/L). sebagian lain mungkin tidak mengalami ketoasidosis
diabetic sekalipun kadar glukosa darahnya mencpai 500 mg/dl.
Bukti adanya ketoasidosis di cerminkan oleh kadar bikarbonat serum
yang rendah (0-15 mEq/L)dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCo2
yang rendah (10-30 mmHg) mencerminkan konpensasi respiratorik
terhadap asidosis metabolic . akumulasi badan beton (yang mencetuskan
asidosis) di cerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Kadar kalium dan natrium bisa rendah, normalnya atau tinggi. Sesuai
jumlah cairan yang hilang (dehidrasi )sekalipun terdapat penekanan plasma
harus di ingat adanya deplesi total elektrolit tersebut (dan elektrolit )yang
tampak nyata dari tubuh. Elektrolit yang mengalami penurunan ini harus
diganti. Kenaikan kadar kreatinin , urea nitrogen darah (BUN). Hemoglobin
dan hematokrit juga dapat terjadi pada dehidrasi . Selain terapi rehidrasi .
setelah terapi rehidrasi di lakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN
serum yang terus berlanjut akan di jumpai pada pasien yang mengalami
insufisiensi renal.
Penyebab. Ada 3 penyebab utama diabetes ketoasidosis :
1) Insulin tidak di berikan atau di berikan dengan dosis yang di kurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
terobati
Penurunan kadar insulin dapat terjadi akibat insulin yang diresepkan tidak
adekuat atau pasien tidak menyuntikan insulin denggan dosis yang cukup.
Kesalahan yang menyebabkan dosis insulin yang harus di berikan berkurang,
terjadi pada pasien-pasien yang sakit dan menganggap jika mereka berkurang
makan atau menderita muntah , maka dosis insulinya di kurangi (karana keadaan
sakit (khusunya infeksi) dapat meningkatan kadar glukosa darah, maka pasien tidak
perlu menurunkan dosis insulin untuk mengimbangi asupan makanan yang
berkurang ketika sakit dan bahkan mungkin harus meningkatkan dosis insulinnya.
Penyebab potensial lainya yang menurunkan kadar insulin mencakup
kesalahan pasien dalam mengaspirasi atau menyuntikan insulin (khususnya pada
pasien dengan gangguan penglihatan ): sengaja melewatkan pemberian insulin
(khususnya pada pasien remaja yang menghadapi kesulitan dalam mengatasi
diabetes atau aspek kehidupan yang lain ), masalah peralatan (minsalnya,
penyumbatan selang pompa insulin ).
Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistansi insulin. Sebagai respons
terhadpa stress fisik (atau emosional ) terjadi peningkatan kadar hormon stress
yaitu glucagon , efineprin norefinepren, kortisol, dan hormone pertumbuhan .
hormone ini akan meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan menggangu
penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja
insulin . jika kadar insulin tidak meningkat dalam keadaan sakit dan inffeksi , maka
hiperglikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis diabetic. Terapi.
Terapi ketoasidosis diabetic di arahkan pada perbaikan 3 pemaslahan utama:
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Dehidrasi. Rehidarasi merupakan tindakan yang penting untuk
mempertahankan perfusi jaringan . di samping itu. Penggantian cairan akan
menggantikan sekresi glukosa yang berlebihan melalui ginjal. Pasien mungkin
memerlukan 6-10 liter air infuse untuk menggantikan kehilangan cairan yang di
sebabkan oleh poliuria, hiperventilasi, diare, muntah.
Pada mulanya larutan saline 0,9 % diberikan dengan kecepatan yang sangat
tinggi – biasanya 0.5 hingga 1 L/jam selama 2 hingga 3 jam. Larutan normal saline
hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada psein pasien yang menderita hipertensi
ataupun hipernatremia atau yang berisiko mengalami gagal jantung kongestif.
Setelah beberapa jam pertama, larutan normal saline 45%, merupakan cairan infus
pilihan untuk terapi rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar
natriumnya tidak terlalu rendah. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200
hingga 500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.
Pemantauan status volume cairan mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital
yang sering (termasuk memnatua perubahan ortostatik pada tekanan darah dan
frekuensi jantung), pengkajian paru dan pemantauan asupan serta haluaran cairan.
Haluaran cairan mula-mula akan tidak seimbang dengan asupan cairan infus pada
saat dehidrasi dikoreksi. Plasma ekspander diperlukan untuk mengoreksi hipotensi
berat yang tidak berespon terhadap terapi cairan intravena. Pemantauan tanda-
tanda kelebihan muatan cairan sangat penting dan perlu dilakukan khususnya pada
pasien-pasien lansia atau pasien yang rentan terhadap gagl jantung kongestif.
Kehilangan elektrolit. Masalah elektrolit utama selama terapi diabetes
ketoasidosis adalah kalium . meskipun konsentrasi kalium plasma pada awalnya
rendah, normal atau tinggi, namun simpanan kalium tubuh dapat berkurang secara
signifikan. Selanjutnya kadar kalium akan menurun selama proses penanganan
diabetes ketoasidosis sehingga perlu di lakukan pemantuan kalium yang sering.
Beberapa factor yang berhubungan dengan terapi diabetes ketoasidosis yang
menurunkan konsentrasi kalium serup mencakup;
rehidarasi yang menyebabkan peningkatan volume plasma dan penurunan
konsentrasi kalium serum
rehidrrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium ka dalam urine.
Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan kalium dari
cairan ekstra sel dalam sel.
Penggantian kalium yang di lakukan dengan hati-hati namun tepat waktu
merupakan tindakan yang penting untuk menghindari gangguan irama jantung
berat yang dapat menjadi pada hipokalemia. Samapi 40 mEq kalium / jam ( yang
ditambahkan ke dalam cairan infus) mungkin diperlukan selama beberapa jam.
Karena kadar kalium akanmenurun selama terapi diabetes ketoasidosis,
pemberian kalium lewat infus harus tetap dilakukan meskipun konsentrasi
kalium dalam plasma tetap normal. Setelah diabetes ketoasidosis teratasi,
kecepatan pemberian kalium harus dikurangi . untuk pemberian infus kalium
yang aman, perawat harus memastikan bahwa :
Tidak ada tanda-tanda hiperkalemia, (berupa gelombang T yang tinggi,
lancip atau bertakik, pada pemeriksaan EKG
Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang
nornal atau rendah.
Pasien dapat berkemih (dengan kata lain , tidak mengalami gangguan
fungsi ginjal (renal shutdown)
Pembacaan hasil EKG dan pengukuran kadar kalium yang sering (pada awal 2
hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam pertama terapi, penggantian
kalium ditunda hanya jika terdapat hiperkalemia atau pasien tidak dapat
berkemih, namun karena kadar kalium dapat turun dengan cepat akibat terapi
rehidrasi dan pemberian insulin, penggantian kalium harus segera dimulai
hingga kadarnya mencapai nilai normal.
Asidosis. Akumulasi badan keton (asam) merupakan akibat pemecahan
lemak. Asidosis yang terjadi pada diabetes ketoasidosis dapat diatasi melalui
pemberian insulin. Insulin menghambat pemecahan lemak sehingga
menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam.
Insulin biasanya diberikan via infus, dengan kecepatan lambat tetapi
kontinu ( misalnya 5 unit perjam) kadar glukosa darah tiap jam harus diukur.
Dekstrosa ditambahkan kedalam cairan img/dlnfus ( D5NS, atau D545NS bila
kadar glukosa mencapai 250 hingga 300 mg/dl (13,8 – 16,6 mmol/l), untuk
menghindarai penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat turun.
Berbagai campuran preparat intravena insulin reguler dapat digunakan.
Perawat harus mengubah kecepatan infus insulin perjamn(yang sering
diperintahkan dokter dalam bentuk-bentuk unit perjam) , menjadi kecepatan
tetes infus. Hal yang perlu diingat adalah :
Ketikan mencampur larutan infus insulin, kita harus terlebih dahulu
mengalirkan larutan insulin melewati selurut set infus dan membuang 50 ml
cairan yang pertama. Molekul-molekul insulin akan melekat pada kaca dan
plastik set infus, dengan demikian cairan pertama dapat mengandung insulin
dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Insulin IV harus diberikan melalui infus secara berkesinambungan sampai
pemberian insulin subkutan dapat dimulai kembali. Pemberian insulin yang
terputus putus dapat menyebabkan penumpukan kembali badan keton dan
memperburuk keadaan asidosis dan apabila kondisi kadar glukosa turun
pemberian insulin infus tidak boleh dihentikan. Namun kecepatan atau
konsentrasi infus dekstrosa harus ditingkatkan.
Pencegahan dan pendidikan. Untuk mencegah diabetes ketoasidosis yang
berhubungan dengan keadaaan sakit, pasien harus diajarkan “aturan enam hari (sick
day rules) agar ia mampu menangani diabetesnya ketika sakit (bagan 39-6).
Masalah yang paling penting adalah mengajarkan kepada pasien untuk tidak
mengurangi dosis insulin ketika terjadi mual dan muntah. Sebaliknya, pasien harus
menggunakan insulin dengan dosis yang biasa diberikan (atau dengan dosis “saat
sakit” yang diresepkan sebelumnya) dan kemudian mencoba mengkonsumsi
karbohidrat dalam jumlah sedikit tetapi sering (yang mencakup jenis-jenis makanan
yang biasanya dihindari, seperti sari buah dan minuman yang manis serta jeli).
Minum cairan setiap jam termasuk air kaldu sangat penting untuk menghindari
dehidrasi. Kadar glukosa darah dan keton urin harus disaji setiap 3 hingga 4 jam.
(Dikutip dari : Smeltzer and Bare, 2002 : 1258 )
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang
didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan
tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah
tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN.
Pada hakikatnya, insulin tidak terdapat pada DKA. Dengan
demikian terjadi penguraian simpanan glukosa, protein dan lemak
(penguraian nutrien yang disebut terakhir ini akan menghasilkan badan
keton dan selanjutnya terjadi ketoasidosis). Pada sindrom HHNK, kadar
insulin tidak rendah, meskipun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia
Bagan 39-6
Pedoman yang harus diikuti selama sakit (aturan enam hari)
Gunakan insulin atau obat antidiabetik oral seperti biasanya Lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah dan tes katon urine (untuk
penderita diabetes tipe 1) setiap 3 hingga 4 jam sekali Laporkan kenaikan kadar glukosa darah (yang melebihi 300 mg/dl [16,6
mmol/L] atau jika dinyatakan lain) atau hasil keton urine yang positif kepada dokter
Pasien yang memperoleh insulin membutuhkan dosis tambahan insulin reguler setiap 3 hingga 4 jam
Jika perencanaan makan yang biasa diikuti tidak dapat dipatuhi, ganti dengan makanan lunak (misal ½ mangkuk agar/puding biasa, 1 mangkuk sup, ½ mangkuk custard atau 3 potong graham cracker) enam hingga delapan kali per hari
Jika muntah, diare atau demam menetap, minum cairan (misal ½ gelas soft drink atau jus jeruk, ½ mangkuk kaldu, 1gelas gatorade) setiap ½ hingga 1 jam sekali untuk mencegah dehidrasi dan memenuhi kebutuhan kalori
Laporkan mual, muntah diare kepada dokter karena kehilangan cairan yang berlebihan merupakan keadaan yang berbahaya
Untuk pasien diabetes tipe 1, ketidakmampuan meminum cairan secara oral menyebabkan pasien harus dirawat dirumah sakit untuk menghindari ketoasidosis dan kemungkinan koma)
(dan selanjutnya diuresis osmotik). Namun, sejumlah kecil insulin ini cukup
untuk mencegah pemecahan lemak. Penderita sindrom HHNK tidak akan
mengalami gejala sistem gastroimestinal yang berhubungan dengan ketosis
seperti pada penderita DKA. Pasien yang mengalami sindrom HHNK
biasanya dapat mentoleransi poliuria dan polidipsia selama berminggu-
minggu dan setelah terjadi perubahan neurologis atau setelah penyakit yang
mendasarinya semakin berat, barulah pasien (atau yang lebih sering lagi,
anggota keluarga atau petugas perawatan kesehatan primer) datang untuk
meminta pertolongan medis. Jadi keadaan hiperglikemia dan dehidrasi yang
lebih parah pada sindrom HHNK, terjadi akibat pernanganan yang terlambat
Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi,
dehidrasi berat (membran mukosa kering, turgor kulit jelek), takikardi dan
tanda-tanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang,
hemiparesis). Keadaan ini makin serius dengan angka mortalitas yang
berkisar dari 5% hingga 30% dan biasanya berhubungan dengan penyakit
yang mendasarinya.
Penyebab. Keadaan ini paling sering terjadi pada individu yang
berusia 50 hingga 70 tahun dan tidak memiliki riwayat diabetes atau hanya
menderita diabetes tipe II yang ringan. Timbulnya keadaan akut tersebut
dapat diketahui dengan melacak beberapa kejadian pencetus, seperti sakit
yang akut (pneumonia, infark, miokard, stroke). Konsumsi obat-obat yang
diketahui akan menimbulkan insufisiensi insulin (preparat diuretik tiazida,
propranolol) atau prosedur terapeutik (dialisis peritoneal/hemodialisis,
nutrisi parenteral total). Pada sindrom HHNK anak terjadi gejala poliuris
selama berhari-hari hingga berminggu-minggu disertai asupan cairan yang
tidak adekuat.
Penatalaksanaan. Pendekatan penanganan sindrom HHNK srupa
dengan terapi DKA, yaitu cairan, elektrolit dan insulin. Karena peningkatan
usia yang khas pada penderita sindrom HHNK, maka pemantauan ketat
terhadap status volume dan eletrolit diperlukan untuk mencegah gagal
jantung kongestif serta disrimia jantung. Terapi cairan dimulai dengan
pemberian larutan normal saline 0,9% atau 0,45% sesuai dengan natrium
dan intensitas penurunan volume. Pemantauan tekanan vena sentral atau
tekanan arteri diperlukan untuk mengarahkan penggantian cairan. Kalium
ditambah kedalam cairan infus kalau haluaran urin memadai dan
penambahan ini dipandu dengan pemantauan EKG yang kontinu serta
pengukuran kalium yang sering.
Setelah sindrom HHNK pulih, banyak pasien dapat mengendalikan
diabetesya hanya dengan diet atau diet disertai konsumsi obat hipoglikemia
oral. Insulin mungkin tidak diperlukan lagi setelah komplikasi
hiperglikemia akut disembuhkan. (Smetzer, 2002 : 1262)
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah)
terjadi kalau kadar glukosa dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat
oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktivitas fisik yang berat. Kejadian ini bisa dijumpai sebelum makan,
khususnya jika waktu makan tertunda atau bila pasien lupa makan cemilan.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perwatan di rumah.
Hipoglikemia di cegah melalui pola makan, penyuntikan insulin, dan latihan
terarur. Makan cemilan antara jam makan dan pada saat akan tidur malam
mungkin di perlukan untuk melawan efek insulin yang maksimal. Secara
umum, pasien harus menghadpi saat puncak kerja insulin denagn
mengkonsumsi cemilan dan makanan tambahan pada saat melakukan
aktifitas fisik dengan intensitas yang lebih besar . pemeriksaan kadar
glukosa darah harus di lakukan sehingga perubahan kebutuhan insulin dapat
di antisipasi dan di sesuikan.
Karna hipoglikemia dapat terjadi tampa terduga, semua pasien yang
menggunakan suntikan insulin harus mengggunakan tanda pengenal yang
berupa gelang atau lebel untuk menjelaskan bahwa mereka penderita
diabetes.
Pasien dan angggota keluarga harus di beritahu tentang berbagai
gejal dan potensial terdpaat pada hipoglikemia. Hususnya anggota keluarga
harus mempunyai kesadaran bahwa setiap perubahan yang samar(tetapi
jarang di jumpai) pada prilaku pasien dpat memberikan petunjuk
hipoglikemia mereka harus di ajarkan untuk memotivasi dan bahkan
memastikan agar penderita diabetes memeriksaan kadar glukos daraahnya
jika terdapat kecurigaan akan adanya hipoglikemia. Sebagai pasien
(hipoglikemia) mungkin anggota keluarga yang berusa mengobati
hipoglikemia yang di deritanya . oleh karna itu, anggota keluarga harus di
beritahu untuk memprtahankan sikap mereka dan memahami bahwa
keadaan hipoglikemia dapat membuat seseornag berprilaku irasional dan di
luar kendali.
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori:
Gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat. Pada hipoglikemia ringan,
ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan terangsang.
Pelimpahan adrenalin kedalam daram menyebabkan gejal seperti perspirasi,
tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar. Pada hipoglikemia
sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak
memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tandanya
mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfulsi,
penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir sekitar lidah, bicara pelo,
gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak
rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
Pada hipoglikemia berat, fungsi sistem saraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang
lain untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejalanya dapat
mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit
dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Factor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala
hipoglikemia adalah penurunan respon hormonal (Adrenergik) terhadap
hipoglikemia . keadaaan ini terjadi pada sebagian pasien yang telah
menderita diabetes selama bertahun-tahun . penurunan respon adrenergic
dpat berhubungan dengan salah satu komplikasi kronis diabetes yaitu
neoropati otonom (lihat bagian mengenai ketidak sadaran hipoglikemik).
Dengan penurunan kadar glukosa darah.limpahan adrenalin yang normal
tidak terjadi. Pasien tidak merasakan gejala adrenergic yang lazim seperti
perspirasi dan perasaan lemah . keadaan hipoglikemia ini mungkin baru
terdeteksi setelah timbul gamngguan saraf pusat yang sedang atau berat.
Yang mengesankan adalah bahawa pasien ini melakuakan pemantuan
mandiri glukosa darahnya secara teratur dan sering. Khususnya sebelum
mengendari kendaraan dan melakukan pekerjaan berat lainya. (pemberian
10 gram 15gram gula yang bekeeja cepat peroral, 2-4 tablet glukosa yang
dapat di beli apotik, 4-6 ons sari buah atau teh yang manis, 6-10 butir
permen khususnya, 2-3 sendok the sirup atau madu, 2-3 sendok the sirup
atau madu kedalam sirup buah tidak perlu di tambahkan gula meskipun
pada label tertulis bahwa sari buah tersebut tidak mengandung gula’ gula
buah yang ada dalam sari buah cukup mengandung karbohidrat ringan yang
menaikan kadar gula darah . Apabila gejala bertahan 10-15 menit sesudah
terapi pendahuluan . ulangi pendahuluan tersebut setelah gejalanya
berkurang, berikan makanan yang mengandung protein dan pati (seperti
cracker dengan keju atau susu ) kecuali jika pasien berencana untuk makan
atau makan cemilandalam waktu 30-60 menit menurut jadwal makannya.
Penanganan hipoglikemia berat. Bagi pasien yang tidak sadarkan
diri tidak mampu menelan atau menolak terapi , preparat glucagon 1 mg
dapat di gunakan secara subkutan atau intramuscular.glukagon adalah
hormone yang diproduksi oleh sel-sel pangkreas yang menstimulasi hati
untuk melepaskan glukosa (melalui pemecahan glikogen yaitu simpanan
glukosa) (Smeltzer and Bare, 2002 : 1256)
Komplikasi kronik, Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi
2 yaitu (Long, 1996) :
1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai
kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati
(Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa
(Long, 1996 : 6)
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan–
perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan
dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long,
1996 : 17)
2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke(Long, 1996 : 17)
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang
menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki
yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang tekena
trauma (Long, 1996 : 17)
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah
ke otak menurun (Long, 1996 : 17)
BAB II
PEMBAHASAN
KETOASIDOSIS DIABETIK (DKA)
I. DEFINISI
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I ,
disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia,
asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin (Stillwell, 1992).
Keto Asidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat
mengancam nyawa pada pasien yang menderita diabetes mellitus.ini terjadi
terutama pada mereka dengan DM tipe 1, tetapi bisa juga mereka yang menderita
DM tipe dalam keadaan tertentu. Kejadian KAD (Ketoasidosis Diabetik) ini sering
terjadi pada usia dewasa dan lansia dengan DM tipe 1. KAD ini di sebabkan karena
kekurangan insulin, dimana yang dapat mengancam kehidupan metabolism.
Dikarenakan sel beta dalam pancreas tidak mampu menghasilkan insulin, selain itu
hiperglikemi yang disebabkan karena hiperosmolaritas.
Gangguan metabolism glukosa mempunyai tanda-tanda:
Hiperglikemia (KGD sewaktu > 300 mg/dL),
Hiperketonemia/ ketonuria dan asidosis metabolik (pH darah < 7,3 dan
bikarbonat darah < 15 mEq/ L)
Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari
dalam sel ke serum, hal ini menyebabkan hilangnya cairan dalam urin
sehingga terjadi perubahan elektrolit dan dehidrasi total pada tubuh.
Gangguan metabolic lainnya terjadi karena insulin tidak memungkin
glukosa untuk masuk kedalam sel sehingga sel memecah lemak dan
protein yang digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini menyebabkan
pembentukan keton. Keton menurunkan pH darah dan konsentrasi
bikarbonat dikarenakan ketoasidosis.
Berat ringannya KAD dibagi berdasarkan tingkat asidosisnya:
Ringan : ph darah < 7,3 , bikarbonat plasma < 15 meq/l
Sedang: ph darah < 7,2 , bikarbonat plasma < 10 meq/l
Berat : pH darah < 7,1 , bikarbonat plasma < 5 mEq/L
II. PATOGENESIS DIABETIK KETOASIDOSIS
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic Ketoacidosis
(DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hyperglycaemia yang meningkatkan glycosuria. Meningkatnya lipolysis akan
menyebabkan over-produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi
(dirubah) menjadi ketone, menimbulkan ketonnaemia, asidosis metabolik dan ketonuria.
Glycosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolite-seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi,
bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan
shock hypofolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh
peningkatan derajat ventilasi (peranfasan Kussmaul). Muntah-muntah juga biasanya sering
terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolite. Sehingga, perkembangan
DKA adalah merupakan rangkaian dari iklus interlocking vicious yang seluruhnya harus
diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
III. MANIFESTASI KLINIS KAD
a) Dehydration dehidrasi
b) Rapid, deep, sighing (Kussmaul respiration) nafas cepat dan dalam
(pernapasan kussmaul)
c) Nausea, vomiting, and abdominal pain mimicking mual, muntah, nyeri
abdomen
d) Progressive obtundation and loss of consciousness penurunan kesadaran
e) Increased leukocyte count with left shift perubahan peningkatan leukosit
f) Non-specific elevation of serum amylase tidak spesifik tingginya serum
amylase
g) Fever only when infection is present demam ketika infeksi terjadi
IV. ETIOLOGI DKA
a) Pasien baru DM tipe 1
b) Menurunnya atau menghilangnya dosis insulin
c) Stress
d) Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolism sehingga
kebutuhan insulin meningkat (infeksi, trauma)
e) Kehamilan
f) Peningkatan kadar hormone anti insulin (glucagon, epinefrin, kortisol)
Obat-obatan yang menggangu sekresi insulin:
a) Glukokortikoid (hydrocortisone, prednisone, dexamethasone)
b) Penitoin (dilantin)
c) Thiazide diuretic (hydroclorothiazide)
d) Sympathomimetics (albuterol, dobutamine, dopamine, epinephrine,
norephinephrine, phenylephrine).
Nilai-nilai laboratorium ketoasidosis diabetic:
a) Serum glukosa (250 mg/dl)
b) Tingginya nilai BUN
c) Glukosuria
d) Meningkatnya serum osmolaritas ( > 300 mOsm/L )
e) Arterial pH < 7,35
f) Hiperkalemia (sering pada awal): > 5,4 mEq/L
g) Anion gap : > 20 mEq/L
V. INTERVENSI KEGAWAT DARURATAN DKA
a) Memonitor peningkatan serum glukosa setiap 2 jam. Peningkatan serum
glukosa harus di monitor setiap 1 atau 2 jam ketika pasien menerima infuse
insulin secara terus-menerus
b) Mengganti apabila kekeurangan cairan dan elektrolit yang dapat mengancam
jiwa. Cairan yang digunakan biasanya normal salin 0,9%. Yang baik
digunakan untuk mengganti kekurangan voleme cairan ekstraselular.
Menggunakan normal saline biasanya diguyur, tetapi ketika tekanan darah
pasien sudah normal maka hypotonic saline (0,45% NS) dapat digunakan.
c) Memonitor asidosis dengan menilai ABC. Memeriksa ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit akan memungkinkan ginjal untuk mempermudah
bikarbonat dalam mengembalikan keseimbangan acied – base. Penderita
asidosis biasanya diberikan bikarbonat ketika pH serumnya 7,10 atau lebih.
Dalam pengaturan bikarbonat dapat ditambahkan hipotonik NS dan diganti
secara perlahan.
d) Mengatur insulin secara cepat dan tanggap. Pengaturan insulin intravena
harus rutin pada tingkat 0,1 sampai 0,2 u/kg/jam disarankan melalui infuse
terus-menerus untuk mencapai penurunan bertahap dalam serum glukosa.
e) Memonitor jantung, paru-paru dan status neuro
f) Memonitor keseimbangan elektrolit. IV sebagai pengganti kalium, fosfat,
klorida, dan magnesium mungkin diperlukan. Dieresis osmotic dapat
mengakibatkan deficit kalium. Jika tidak ada kontrindikasi seperti adanya
penyakit ginjal amaka penggantian kalium dimulai dengan terapi cairan yang
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium serum dan urin.
g) Memeriksa timbulnya gejala biasanya terjadi infeksi
h) Memeberi dukungan dan pendidikan kepada pasien dan juga keluarganya.
Pendidikan ini sangat penting dalam pencegahan terjadinya kembali krisis
penderita diabetic. Lebih diperhatikan pemantauan glukosa dan peraturan
jadwal makan, diet, olahraga, dan istirahat.
i) Menghindari komplikasi terapi.
VI. PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
a) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
b) Penggantian cairan dan garam yang hilang
c) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
d) Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
e) Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta
menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
1) Penilaian Klinik Awal
a. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda
asidosis (hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat
dehidrasi.
b. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran
lekositosis), kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa
gas darah.
2) Resusitasi
c. Pertahankan jalan napas.
d. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
e. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB
bolus.
f. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik
tube untuk menghindari aspirasi lambung.
3) Observasi Klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balans cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda
hipo/hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
4) Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected
Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
5) Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi
hiperglikemia yang terjadi.
d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6
mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas
100 mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan
koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan
risiko edema serebri.
6) Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh
walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat
berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium
serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan
resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5
mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus
ditunda, pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup
adekuat.
7) Penggantian Bikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.Pemberian
bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
b. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas
bikarbonat.
Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
Hipertonis dan kelebihan natrium
Meningkatkan insidens hipokalemia
Gangguan fungsi serebral
Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.
c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7,1
dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi
awal, dan pada syok yang persistent. walaupun demikian komplikasi
asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan
indikasi pemberian bikarbonat.
d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran
dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB).
Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.
8) Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan
resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula
darah walaupun insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg
BB/jam pada anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran
0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan
microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan
rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100
mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5
½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan
dengan D10 ½ Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg
BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan
untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian
ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab
kegagalan respon pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara
intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan
menghambat absorpsi insulin.
9) Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema
serebri dibuat, meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Manitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit
(keterlambatan pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
10) Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk:
a. Memulai diet per-oral.
Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara
metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15
mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan
menjadi 2x sampai 30 menit sesudah snack berakhir.
Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai
makanan utama.
Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan
menjadi 2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.
b. Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik,
metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan
utama.
Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan
utama dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit
sesudah insulin subkutan diberikan.
c. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual
tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang
lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
d. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum
makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack
menjelang tidur.
11) TERAPI KAD
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.
Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
a. REHIDRASI
NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm
selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
b. INSULIN
4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal
c. Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS)
Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
d. Infus Bicarbonat
Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L
Berikan 44-132 mEq dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm
Pemberian Bicnat = [ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
e. Antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II s ekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/maintenance:
a. Cairan maintenance
Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
b. Kalium
Perenteral bila K+ <4mEq
Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
c. Insulin reguler 4-6U/4-6jam sc
d. Makanan lunak karbohidrat
Penanganan diabetic ketoacidosis secara rinci diperlihatkan
pada dibawah ini, yakni 0.9% akan pulih kembali selama defisit
cairan dan elektrolite pasien semakin baik. Insulin intravena
diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan pompa
otomatis, dan suplement potasium ditambahkan kedalam regimen
cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita
DKA (diabetic ketoacidosis) adalah melalui monitoring klinis dan
biokimia yang cermat.
Kepentingan skema cairan yang baik, seperti halnya dalam gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang serius, tidak boleh terlalu diandalkan. Input saline
fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan pulih kembali selama defisit cairan dan
elektrolite pasien semakin baik. Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan
menggunakan pompa otomatis, dan supplement potasium ditambahkan kedalam regimen
cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita DKA (diabetic
ketoacidosis) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang cermat.
12) PERBEDAAN ANTARA KAD DAN HHNK
KRITERIA DKA HHS
Komplikasi DM Tipe I DM tipe II
Etiologi Kerusakan sel β pankreas
karena autoimun /
idiopatik
Resistensi sel terhadap
efek insulin
F.Resiko Genetik, kerusakan
kromoson 6 (Gen III +
IV)
Lingkungan ( Infeksi
virus=
sitomegalovirus) dan
( racun kimia=
merokok)
Riwayat
keluarga/sibling
Obesitas/ fisical
inaktivity
Ras/etnik
Pada wanita
(kehamilan DM)
Hipertensi, HDL
kolesterol ≥ 35
mg/dl, trigleserida
≥250 mg/dl
F.Presepitasi Infeksi
( merangsang
H.Kortisol
Glikoneogenesis
Glukosa
Penyakit
pankreatitis
Agen terapeutik
(obat2
kortikosteroid akan
KGD
Prosedur Terapeutik
merangsang
kontraregulator
Hasil laboratorium KGD ≥ 250 mg/dl Hasil diagnostik :
PH ≥ 7,3
Bikarbonat plasma ≤
15 mEq/dl
Ada serum keton,
urine keton dan
glukosa
Kadar Na, Cl,K
abnormal
Ada gejala diabetes
+ diabetes ≥ 200
mg/dl
Glukosa plasma
puasa ≥ 126
Glukosa PP ≥ 200
Mg/dl
Osmolaritis ≥ 340
mg/dl (N; 280 –
300)
Glukosa darah 600
mg/dl dan sering
1000-2000 mg/dl.
Masalah yang
muncul
Hiperosmolaritas
hiperglikemia +
dehidrasi
Asidosis metabolik
dari akumulasi
as.keton
Deplesi cairan
ekstrasel dari diuresis
osmotik
Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
dari diuresis osmotik.
Komplikasi :
Gangguan kadar
glukosa
(hiper/hipoglikemia
)
Gangguan dalam
sist.kardiovaskuler (
makro dan
mikrovaskuler)
Penanganan Rehidrasi : infus loss
claim
Awasi
ketidakseimbangan
asam basa ( beri
natrium bikarbonat)
Pemberian insulin
Indikasi faktor
presipitasi =
Pen.Kes/penyuluhan
Diet,
exercise,pemantaua
n KGD
Intervensi
farmakologi ( obat
OHO, insulin)
ketoasidosis
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
A. PENGKAJIAN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin timbul pada pasien Diabetes mellitus ( DKA) :
a. Kekurangan volume cairan b/d Diuresis osmotik (dari hiperglikemi),
Kehilangan gastrik berlebihan : diare, muntah
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/ lemak)
c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) b/d kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leukosit, perubahan pd sirkulasi. Infeksi pernapasan yg ada sebelumnya
atau ISK (Doengoes dkk,2000)
C. RENCANA KEPERAWATAN
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
1 Kekurangan
volume cairan
b/d
Diuresis
osmotik (dari
hiperglikemi),
Kehilangan
gastrik
berlebihan :
diare, muntah.
Masukan
dibatasi :
mual, kacau
mental.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ....X 24
jam diharapkan
kekurangan
vol.cairan teratasi
dgn KH :
a. TTV stabil
b. Nadi perifer
teraba
c. Turgor kulit
dan pengisian
Mandiri
1. Dapatkan riwayat pasien/orang
terdekat sehubungan dengan
lamanya/intensitas dari gejala
seperti muntah, pengeluaran urine
yang sangat berlebihan.
2. Pantau tanda-tanda vital, catat
adanya perubahan TD ortostatik
1. Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total, tanda dan
gejala mungkin sudah ada pada
beberapa waktu sebelumnya
(beberapa jam sampai beberapa hari).
Adanya proses infeksi mengakibatkan
demam dan keadaan hipermetabolik
yang meningkatkan kehilangan air
tidak kasatmata.
2. Hipovolemia dapat dimanifestasikan
oelh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya
hipovolumia dapat dibuat ketika
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
kapiler baik
d. Haluaran urin
tepat scr
individu
e. Kadar
elektrolit dlm
batas normal
3. Pola napas seperti adanya
pernapasan Kussmaul atau
pernapasan yang berbau keton.
tekanan darah sistolik pasien turun
lebih dari 10 mm Hg dari posisi
berbaring ke posisi duduk/berdiri.
Catatan : Neupati jantung dapat
memutuskan refleks-refleks yang
secara normal meningkatkan denyut
jantung.
3. Paru-paru mengeluarkan asam
karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernapasan yang berbau
aseton berhubungan pemecahan asam
aseto-asetat dan harus berkurang bia
ketosis harus terkoreksi.
4. Koreksi hiperglikemia dan asidosis
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
4. Frekuensi dan kualitas
pernapasan, penggunaan otot
bantu napas dan adanya periode
apnea dan munculnya sianosis.
5. Suhu, warna kulit, atau
kelembabannya.
akan menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan mendekati normal. Tetapi
peningkatan kerja pernapasan:
pernapasan dangkal, pernapasan cepat
: dan munculnya sianosis mungkin
merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan dan/atau mungkin pasien
itu kehilangan kemampuannya untuk
melakukan kompensasi pada asidosis.
5. Meskipun demam, menggigil dan
diaforesis merupakan hal umum
terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit yang kemerahan, kering
mungkin sebagai cerminan dari
dehidrasi.
6. Merupakan indikator dari tingkat
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
6. Kaji nadi perifer, pengisian
kapiler, turgor kulit, dan
membran mukosa.
7. Pantau masukan dan pengeluaran,
catat berat jens urine
8. Ukur berat badan setiap hari.
dehidrasi, atau volume fungsi ginjal,
dan keefektifan dari terapi yang
diberikan.
7. Memberikan perkiraan kebutuhan
akan cairan pengganti fungsi ginjal,
dan keefektifan dari terapi yang
diberikan
8. Memberikan hasil pengkajian yang
terbaik dari status cairan yang sedang
berlansung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
9. Mempertahankan hidrasi/volume
sirkulasi.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
9. Pertahankan untuk memberikan
cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung jika
pemasukan cairan melalui oral
sudah dapat diberikan.
10. Tingkatkan lingkungan yang
dapat menimbulkan rasa nyaman.
Selimuti pasien dengan selimut
tipis
11. Kaji adanya perubahan
mental/sensori
10. Menghindari pemanasan yang
berlebih terhadap pasien lebih lanjut
akan dapat menimbulkan kehilangan
cairan.
11. Perubahan mental dapat berhubungan
dengan glukosa yang tinggi atau yang
rendah (hiperglikemia atau
hipoglikemia), elektrolit yang
abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan berkembangnya
hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran dapat
menjadi predisposisi (pencetus)
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
12. catat hal-hal yang dilaporkan
seperti mual, nyeri abdomen,
muntah dan distensi lambung
13. Observasi adanya perasaan
kelelahan yang meningkat,
edema, peningkatan berat badan,
nadi tidak teratur, dan adanya
aspirasi pada pasien
12. Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, yang
seringkali akan menimbulkan muntah
dan secara potensial akan
menimbulkan kekurangan cairan atau
elektrolit.
13. Pemberian cairan untuk perbaikan
yang cepat mungkin sangat berpotensi
menimbulkan kelebihan beban cairan
dan GJK.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
distensi pada vaskuler.
Kolaborasi
1. Berikan terapi cairan sesuai dengan
indikasi :
Normal salin atau setengah
normal salin dengan atau
tanpa dektrosa
Albumin, plasma, atau
dekstran
Tipe dan jumlah dari cairan
tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respons pasien secara
individual
Plasma ekspander (pengganti) kadang
dibutuhkan jika kekurangan tersebut
mengancam kehidupan atau tekanan
darah sudah tidak dapat kembali
normal dengan usaha-usaha rehidrasi
yang telah dilakukan.
Memberikan pengukuran yang
tepat/akurat terhadap pengukuran
haluaran urine terutama jika neuropati
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Pasang/pertahankan kateter
urine tetap terpasang
2. Pantau pemeriksaan laboratorium
seperti :
Hematokrit (Ht)
otonom menimbulkan gangguan
kantung kemih (retensi urine/in-
kontinensia). Dapat dilepas jika pasien
berada dalam keadaan stabil untuk
menurunkan risiko terjadinya infeksi.
Mengkaji tingkat hidrasi dan
seringkali meningkat akibat
hemokonsentrasi yang terjadi setelah
diuresis osmotik.
Peningkatan nilai dapat
mencerminkan kerusakan set karena
dehidrasi atau tanda awitan kegagalan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
BUN/Kreatinin
Osmolalitas darah
Natrium
ginjal.
Meningkat sehubungan dengan
adanya hiperglikemia dan dehidrasi.
Mungkin menurun yang dapat
mencerminkan perpindahan cairan
dari intrasel (diuresis osmotik). Kadar
natrium yang tinggi mencerminkan
kehilangan cairan/dehidrasi berat atau
reabsorpsi natrium dalam berespons
terhadap sekresi aldosteron.
Awalnya akan terjadi hiperkalemia
dalam berespons pads asidosis, namun
selanjutnya kalium ini akan hilang
melalui urine, kadar kalium absolut
dalam tubuh berkurang. Bila insulin
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Kalium
Berikan kalium atau elektrolit
yang lain melalui IV dan/atau
melalui oral sesuai indikasi
diganti dan acidosis teratasi,
kekurangan kalium serum justru akan
terlihat
Kalium harus ditambahkan pada IV
(segera aliran urine adekuat) untuk
mencegah hipokalemia. Catalan:
Kalium fosfat dapat diberikan jika
cairan IV mengandung natrium
klorida untuk mencegah kelebihan
beban klorida.
Diberikan dengan hati-hati untuk
membantu memperbaiki asidosis pada
adanya hipotensi atau syok.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Berikan bikarbonat jika pH
kurang dari 7,0.
Pasang selang NG dan lakukan
penghisapan sesuai dengan
indikasi
Mendekompresi lambung dan dapat
menghilangkan muntah.
2 Nutrisi kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakcukupa
n insulin
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ...X 24
jam diharapkan
kebutuhan nutrisi
tercukupi dgn
Mandiri
1. Timbang berat badan setiap hari
atau sesuai dengan indikasi.
2. Tentukan program diet dan pola
makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat
1. Mengkaji permasukan makanan
yang adekuat (termasuk absorpsi
dan utilisasinya).
2. Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
(penurunan
ambilan dan
penggunaan
glukosa oleh
jaringan
mengakibatka
n peningkatan
metabolisme
protein/
lemak)
KH :
a. Nilai
laboratorium
normal
b. BB stabil
dihabiskan pasien.
3. Auskultasi bising, catat adanya
nyeri abdomen/perut kembung,
mual, muntahan makanan yang
belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai
dengan indikasi
terapeutik.
3. Hiperglikemia dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menurunkan motilitas/fungsi
lambung (distensi atau ieus
paralitik) yang akan mempengaruhi
pilihan intervensi. Catatan :
Kesulitan jangka panjang dengan
penurunan pengosongan lambung
dan motilitas usus yang rendah
mengisyaratkan adanya neuropati
ototnom yang mempengaruhi
saluran pencernaan dan
memerlukan pengobatan secara
simptomatik.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
4. Berikan makanan cair yang
mengandung zat makanan
(nutrien) dan elektrolit dengan
segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui
pemberian cairan melalui oral.
Dan selajutnya terus
mengupayakan pemberian
makanan yang lebih padat sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
5. Identifikasi makanan yang
disukai/dikehendaki termasuk
kebutuhan etnik/kultural
4. Pemberian makanan melalui oral
lebih baik jika pasien sadar dan
fungsi gastrointestinal baik.
5. Jika makanan yang disukai pasien
dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerja sama ini
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
6. Libatkan keluarga pasien pada
perencanaan makan ini sesuai
dengan indikasi.
7. Observasi tanda-tanda
hipoglikemia. Seperti perubahan
tinkat kesadaran. Kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat,
lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala, pusing, sempoyongan.
dapat diupayakan setelah pulang.
6. Meningkatkan rasa
keterlibatannya : memberikan
informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi
pasien. Catatan : Berbagai metode
bermanfaat untuk perencanaan diet
meliputi pergantian daftar menu,
sistem perhitungan kalori, indeks
glikemik atau seleksi awal menu.
7. Karena metabolisme karbohidrat
mulai terjadi (gula darah akan
berkurang, dan sementara tetap
diberikan insulin maka hipoglikemi
dapat terjadi. Jika pasien dalam
keadaan koma, hipoglikemia
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Kolaborasi
mungkin terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran. Ini secara potensial
dapat mengancam kehidupan yang
harus dikaji dan ditangani secara
cepat melalui tindakan protokol
yang direncanakan. Catatan: DM
tips I yang telah berlangsung lama
mungkin tidak akan menunjukkan
tanda-tanda hipoglikemia seperti
biasanya karena respons normal
terhadap gula darah yang rendah
mungkin dikurangi.
8. Analisa di tempat tidur terhadap
gula darah lebih akurat
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
8. Lakukan pemeriksaan gula darah
dengan menggunakan “finger
stick”.
9. Pantau pemeriksaan laboratorium,
(menunjukkan keadaan saat
dilakukan pemeriksaan) daripada
memantau gula dalam urine
(reduksi urine) yang tidak cukup
akurat untuk mendeteksi fluktuasi
kadar gula darah dan dapat
dipengaruhi oleh ambang ginjal
pasien secara individual atau
adanya retensi urine/gagal ginjal.
Catatan: Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa glukosa urine
20% berhubungan dengan gula
darah antara 140-360 mg/dl.
9. Gula darah akan menurun perlahan
dengan penggantian cairan dan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
seperti glukosa darah, aseton, pH,
dan HCO3
10. Berikan pengobatan insulin
secara teratur dengan metode IV
secara intermiten atau secara
kontinu. Seperti bolus IV diikuti
dengan tetesan yang kontinu
melalui alat pompa kira-kira 5-10
UI/jam sampai glukosa darah
mencapai 250 mg/dl.
terapi insulin terkontrol. Dengan
pemberian insulin dosis optimal,
glukosa kemudian dapat masuk
kedalam sel dan digunakan untuk
sumber kalori. Ketika hal ini
terjadi, kadar aseton akan menurun
dan asidosis dapat dikoreksi.
10. Insulin reguler memiliki awitan
cepat dan karenanya dengan cepat
pula dapat membantu
memindahkan glukosa ke dalam
sel. Pemberian melalui IV
merupakan rute pilihan utama
karena absorpsi dari jaringan
subkutan mungkin tidak
menentu/sangat lambat. Banyak
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
11. Berikan larutan glukosa, misalnya
dekstrosa dan setengah salin
normal
12. Lakukan konsultasi dengan ahli
orang percaya/berpendapat bahwa
metode kontinu ini merupakan
cara, yang optimal untuk
mempermudah transisi pada
metabolisme karbohidrat dan
menurunkan insiden hipoglikemia.
11. Larutan glukosa ditambahkan
setelah insulin dan cairan
membawa gula darah kira-kira 250
mg/dl. Dengan metabolisme
karbohidrat mendekati normal,
perawatan harus diberikan untuk
menghindari terjadinya
hipoglikemia. . .
12. Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
diet
13. Berikan diet kira-kira 60%
karbohidrat, 20% protein dan
20% lemak dalam penataan
makan/pemberian makanan
tambahan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien; menjawab pertanyaan dan
dapat pula membantu pasien atau
orang terdekat dalam
mengembangkan perencanaan
makan.
13. Kompleks karbohidrat (seperti
jagung, wortel, brokoli, buncis,
gandum, dll) menurunkan kadar
glukosa/kebutuhan insulin,
menurunkan kadar kolesterol darah
dan meningkatkan rasa kenyang.
Pemasukan makanan akan
dijadwalkan sesuai karakteristik
insulin yang spesifik (mis. Efek
puncaknya) dan respons pasien
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
14. Berikan obat metaklopramid
(reglan) ; tetrasiklin.
secara individual. Catatan :
Makanan tambahan dari kompleks
karbohidrat terutama sangat
penting (jika insulin diberikan
dalam dosis terbagi) untuk
mencegah hipoglikemia selama
tidur dan potensial respons
Somogyi.
14. Dapat bermanfaat dalam mengatasi
gejala yang berhubungan dengan
neuropat otonom yang
mempengaruhi saluran cerna, yang
selanjutnya meningkatkan
pemasukan melalui oral dan
absorbsi zat makanan (nutrien)
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
3 Resiko tinggi
terhadap
infeksi
(sepsis) b/d
kadar glukosa
tinggi,
penurunan
fungsi
leukosit,
perubahan pd
sirkulasi.
Infeksi
pernapasan yg
ada
sebelumnya
atau ISK
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatab
selama ....X 24
jam diharapkan
tidak terjadi
infeksi dgn KH :
a. Mengidentifik
asi intervensi
untuk
mencegah/me
nurunkan
resiko infeksi
b. Mendemonstra
sikan teknik,
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi
dan peradangan, seperti
demam, kemerahan, adanya
pus pada luka, sputum purulen,
urine warna keruh atau
berkabut
2. Tingkat upaya pencegahan
dengan melakukan cuci tangan
yang baik pada semua orang
yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya
sendiri
3. Pertahankan teknik aseptik
pada prosedur invasif (seperti
1. Pasien mungkin masuk dengan
infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis
atau dapat mengalami infeksi
nosokomial
2. Mencegah timbulnya infeksi silang
(infeksi nosokomial)
3. Kadar glukosa yang tinggi dalam
darah akan menjadi media terbaik
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
perubahan
gaya hidup
untuk
mencegah
infeksi
pemasangan infus, kateter
folley dan sebagainya),
pemberian obat intravena dan
memberikan perawatan
pemeliharaan. Lakukan
pengobatan melalui IV sesuai
indikasi.
4. Pasang kateter/lakukan
perawatan perineal dengan
baik. Ajarkan pasien wanita
untuk membersihkan daerah
perinealnya dari depan kearah
belakang setelah eliminasi
bagi pertumbuhan kuman
4. Mengurangi risiko terjadinya
infeksi saluran kemih. Pasien koma
mungkin memiliki risiko yang
khusus jika terjadi rentensi urine
pada saat awal dirawat. Catatan :
pasien DM wanita lansia
merupakan kelompok utama yang
paling berisiko terjadi infeksi
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
5. Berikan perawatan kulit
dengan teratur dan sungguh-
sungguh masase daerah tulang
yang tertekan, jaga kulit tetap
kering, linen kering dan tetap
kencang (tidak berkerut) .
6. Auskultasi bunyi napas
saluran kemih/vagina
5. Sirkulasi perifer bisa terganggu
yang menempatkan pasien pada
peningkatan risiko terjadinya
kerusakan pada kulit/iritasi kulit
dan infeksi.
6. Ronki mengindikasikan adanya
akumulasi sekret yang mungkin
berhubungan dengan
pneumonia/bronkitis (mungkin
sebagai pencetus dari DKA).
Edema paru (bunyi krekels)
mungkin sebagai akibat dari
pemberian cairan yang terlalu
cepat/berlebihan atau GJK.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
7. Posisikan pasien pada posisi
semi-fowler.
8. Lakukan perubahan posisi dan
anjurkan pasien untuk batuk
efektif/napas dalam jika pasien
sadar dan kooperatif. Lakukan
penghisapan lendir pada jalan
napas dengan menggunakan
teknik steril sesuai
keperluannya.
9. Berikan tisu dan tempat
sputum pada tempat yang
mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau
7. Memberikan kemudahan bagi paru
untuk berkembang; menurunkan
risiko terjadinya aspirasi.
8. Membantu dalam memventilasikan
semua daerah paru dan
memobilisasi sekret. Mencegah
agar sekret tidak statis de ngan
terjadinya peningkatan terhadap
risiko infeksi.
9. Mengurangi penyebaran infeksi.
10. Menurunkan risiko terjadinya
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
sekret yang lainnya.
10. Bantu pasien untuk melakukan
higiene oral
11. Anjurkan untuk makan dan
minum adekuat (pemasukan
makanan dan cairan yang
adekuat) (kira-kira 3000 ml/hr
jika tidak ada kontraindikasi)
Kolaborasi
12. Lakukan pemeriksaan kultur
dan sensitivitas sesuai dengan
indikasi.
penyakit mulut/gusi.
11. Menurunkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Meningkatkan
aliran urine untuk mencegah urine
yang statis dan membantu dalam
mempertahankan pH/keasaman
urine, yang menurunkan
pertumbuhan bakteri dan
pengeluarkan organisme dari
sistem organ tersebut.
12. Untuk mengidentifikasi organisme
sehingga dapat me-
milih/memberikan terapi antibiotik
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
13. Berikan obat antibiotik yang
seksual.
yang terbaik.
13. Penanganan awal dapat membantu
mencegah timbulnya sepsis.
LAPORAN TUGAS AKHIR
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA Tn. S DENGAN DIABETES MELLITUS (DM) DISERTAI
DIABETIK KETOASIDOSIS (DKA) DI RUANG IGD TRIAGE (RESUSITASI)
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH:
PIANIKE WIDIAWATI, S.Kep
070112b070
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDI WALUYO UNGARAN
2013
LAPORAN TUGAS AKHIR
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. Pengkajian keperawatan emergency dan kritis
Tanggal masuk : 29 Agustus 2013
Tanggal pengkajian : 29 Agustus 2013
I. Identitas
1. Identitas pasien
Nama : Tn.S
Umur : 67 Thn
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Suami (kawin)
Pekerjaan : Petani
Diagnosa medis : DM disertai dengan Diabetik ketoasidosis
Alamat : Wonogiri
Nomer RM : 01217467
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. K
Umur : 65 Thn
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dgn pasien : Istri
Pekerjaan : Petani
Alamat : wonogiri
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
(Keluhan yang paling di rasakan pada saat pengkajian)
Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan kesadaran.
2. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Alasan masuk rumah sakit :
Keluarga klien mengatakan ± 2 hari yang lalu SMRS pada tanggal 27 agustus
2013 pada pukul 10.00 WIB, klien mengeluh lemas dan pada ± 2 jam yang lalu
SMRS pukul 16.00 WIB tiba-tiba klien tidak sadarkan diri dan sempat muntah 3x
berisi makanan tanpa darah. Keluarga klien mengatakan sebelum tidak sadarkan
diri klien hanya mengeluh lemas saja , nafsu makan menurun. Keluarga klien
mengatakan klien mempunyai riwayat DM selama ± 5 tahun, jari jempol pada
kaki kanan klien telah diamputasi, dan kaki kiri terdapat ulkus diabetik dengan
ukuran ± 5 x 5 cm, dengan kedalaman ± 2 cm, berbau tidak enak, keluar pus
warna hitam, sekitar kondisi luka kulitnya berwarna hitam , terbungkus kain, luka
merembes basah. Menurut penuturan keluarga klien klien rajin mengonsumsi
obat anti diabetik dari puskesmas, untuk luka dikaki keluarga yang melakukan
perawatan secara mandiri. Setelah masuk IGD klien dalam keadaan penurunan
kesadaran dengan nilai GCS 8 E4 M2 V2 kesadaran sopor. Di IGD klien
mendapatkan terapi nasal kanule O2 3 liter/menit, infus parenteral natrium klorida
(Nacl) loss claim, dilakukan penegecekan GDS hasil HIGH, diberikan injeksi
insulin 10 unit kembali dan sudah habis 3 botol Nacl (1500 ml/jam) . Dari
dokter interna klien Tn.S tidak dilakukan pemindahan ruang, di observasi di IDG
resusitasi menunggu perkembangan penyakit yang dialami klien.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Penyakit yang pernah dialami : keluarga klien mengatakan klien pernah dirawat
dirumah sakit Moewardi dengan keluhan
penyakit DM kemudian amputasi jari kaki
kanannya yang telah membusuk, sekitar 5 tahun
yang lalu.
Kebiasaan hidup tidak sehat : keluarga mengatakan klien mempunyai kebiasan
hidup merokok, dan makan makanan yang
berlemak, dan manis. Namun sekitar 5 tahun
setelah didiagnosis DM klien berusaha
menghindari jenis makanan yang memperburuk
keadaan klien.
4. Primari Survey
a) Circulation
Penurunan kesadaran : sopor GCS 8, TD : 100/65 mmhg, HR : 112 x/m, irama
nadi regular, kedalaman nadi keras dan kuat, CRT 4 detik, Akral dingin,
sianosis, mukosa mulut kering.
b) Airway
Terdapat secret atau sputum pada jalan nafas, terdengar suara gurgling,
hembusan udara melalui hidung dan mulut, warna secret putih keruh.
c) Breathing
Klien mengalami kesulitan bernafas, menggunakan otot bantu pernapasan,
bunyi napas tambahan ronci basah, RR 32 x/m, retraksi intercosta angkat,
irama napas teratur, napas dangkal dan cepat, penembangan dada simetri,
nafas berbau aseton.
d) Disability
Keadaan umum klien lemah, terjadi penurunan kesadaran sopor, GCS E4 M2
V2
Kekuatan otot - -
- -
Pupil isokor dengan diameter 3 mm x 3 mm, reflek cahaya +.
e) Exsposure
Tidak ditemukan jejas pada hidung, telinga, dada dan abdomen. Tidak
terdapat lesi, kaki kiri terjadi kelumpuhan.
f) Folley Cateter
Terpasang kateter urine pada tanggal 29 agustus 2013
g) Nasogastric Tube
Terpasang NGT pada tanggal 29 agustus 2013
a) Heart monitoring
Terpasang bed side monitor, dan oxymetri dengan saturasi 90 %.
5. Secondary Survey
a. Anamnesis
1) A (alergi) : keluarga mengatakan klien tidak ada alergi terhadap
makanan ataupun obat-obatan
2) M ( medicine) :
Keluarga klien mengatakan SMRS klein mengonsumsi obat DM dri
puskesmas
3) P ( past illness) : keluarga klien mengatakan klien pernah dirawat di
rumah sakit Dr.Moewardi dengan penyakit DM dan pengangkatan jari
jempol kaki kanan karena telah membusuk.
4) L ( last meal) : keluarga mengatakan makanan yang dikonsumsi klien
terakhir kali sebelum masuk rumah sakit hanya mengonsumsi 2 sendok
nasi, sayur dan ½ potong tempe goreng.
5) E ( Event ) : Kejadian pada hari kamis jam 16.00 WIB. Dengan
keluhan terjadi penurunan kesadaran, sesak nafas, dan batuk berdahak.
b. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 100/65 mmhg
Heart Rate : 112 x/m
Respirate Rate : 32 x/m
Suhu : 37,7 Z C
Nyeri : Tidak dapat dilakukan pengkajian.
c. Kulit dan kuku
Inspeksi
Warna kulit : sawo matang
Lesi kulit : Tidak ada lesi
Jaringan parut : terdapat jaringan parut
Distribusi rambut : Merata
Kebersihan kuku : kotor dan panjang
Sudut kuku : 160 Z
Kelainan pada plat kuku : Tidak ada kelainan pada kuku.
Palpasi
Tekstur kulit : Halus
Turgor kulit : kurang elastis
Pitting edema : Tidak ditemukan pitting edema.
CRT : 4 detik
d. Kepala
Inspeksi
Bentuk kepala : Mechosepale
Warna rambut : hitam
Kulit kepala : Kotor
Distribusi Rambut : merata
Rambut rontok : Terdapat rambut rontok
Benjolan dikepala :Tidak benjolan di kepala
Palpasi
Nyeri tekan :tidak terkaji
Luka : tidak terdapat luka pada kepala
e. Mata
Inspeksi
Kelopak mata mengalami ptosis : Tidak ditemukan
Konjungtiva : anemis
Sklera : pucat, tidak ikterik
Iris : kecoklatan
Kornea : jernih
Pupil : isokor
Ketajaman penglihatan : tidak terkaji
Gerak bola mata : positif
Medan penglihatan : tidak terkaji
Buta warna : tidak terkaji
Palpasi
Kelopak mata : tidak dapat dikaji
Temuan lain : -
f. Hidung
Inspeksi
Bentuk hidung : Simetris
Warna kulit hidung : sawo matang
Lubang hidung : tidak terdapat secret, bersih
Temuan lain
Palpasi
Motilitas septum hidung : -
Sinusitis : tidak ditemukan
g. Telinga
Inspeksi
Bentuk telinga : simetris kanan-kiri
Lesi pina : tidak terdapat lesi pina
Kebersihan telinga luar : bersih
Kebersihan lubang telinga : bersih
Membrane timpani : mengkilat
Tes arloji : tidak terkaji
Tes bisikan bilangan : tidak terkaji
Tes weber : tidak terkaji
Tes rinne : tidak terkaji
Tes swabach : tidak terkaji
Palpasi
Daun telinga : tidak terkaji
Prosessus mosteideus : tidak ada benjolan
h. Mulut
Inspeksi
Warna bibir : sawo matang
Bibir pecah pecah : tidak ditemukan
Mukosa bibir : kering
Kebersihan gigi : kotor
Gigi berlubang : terdapat gigi berlubang berjumlah 4
Gusi berdarah : ditemukan gusi berdarah
Kebersihan lidah : kotor
Pembesaran tonsil : tidak ditemukan
Temuan lain : -
i. Leher
Inspeksi
Kesimetrisan leher ( muskulus strenokleidomastoideus) : simetris
Palpasi
Kelenjar limfe:-
Kelenjar tyroid:-
Temuan yang lain
j. Dada dan tulang belakang
Inspeksi
Bentuk dada : simetris kanan kiri,
Kelainan bentuk dada : tidak ditemukan
Kelainan tulang belakang : tidak ditemukan
k. Thorak
Inspeksi
Pengembangan dada : sama kanan kiri
Pernafasan cepat/dangkal : cepat dan dangkal
Retraksi intercosta : ditemukan Intercosta angkat
Cuping hidung : -
Palpasi
Taktil fremitus : tidak terkaji
Perkusi
Sonor :( bunyi normal)
Auskultasi
Ronchi basah
l. Jantung
Inspeksi
Titik impuls maksimal : intercosta 4-5 pada midklavikula
sebelah kiri , tidak terlihat ictus cordis
Palpasi
Titik impuls maksimal : ictus cordis tak terasa
Katup aorta : intercosta ke-2 sebelah kanan sternum
Katup pulmonal : intercosta ke-2 sebelah krii sternum
Katup trikuspidalis : batas bawah sebelah kiri dari sternum,
intercosta ke-5
Katup bikuspidalis : midklavikula kiri sejajar katup
trikuspidalis
Perkusi
Batas jantung : tidak ditemukan pelebaran jantung
Auskultasi
Bunyi jantung : s1 dan s2 reguler, tidak ditemukan bising.
m. Abdomen
Inspeksi
Bentuk abdomen : simetris
Auskultasi
Peristaltik usus : 9 x/menit
Perkusi
Ginjal :-
Hati :-
Limpha :-
Abdomen :-
Usus :-
Palpasi
Tidak nyeri tekan
n. Genetalia
Inpeksi :Bersih, tidak ada inflamasi pada gland penis, kondisi
skrotum baik, kondisi prepusium baik, kondisi
pertumbuhan rambut bersih.
Palpasi : Tidak ditemukan adanya pembesaran prostat, tidak ada
hernia.
o. Rektum : bersih, tidak ditemukan hemoroid
p. Ekstremitas
Inspeksi
Lesi kulit : tidak ditemukan lesi pada kulit
Palpasi
Tonus otot ekstremitas atas : lemah
Tonus otot ekstremitas bawah :lemah
Kekuatan otot ekstremitas atas : - -
Kekuatan otot ekstremitas bawah : - -
Reflek bisep : fleksi lengan ke siku +
Reflek trisep : ekstensi pada siku +
Reflek patella : ekstensi dari tungkai bawah +
Reflek achilles : plantar fleksi kaki +
Temuan yang lain
q. Neurologi
( tidak dapat dilakukan pengkajian , pasien sopor)
Nervus I (Olfaktorius) :
Nervus II (Optik) :
Nervus III (Okulomotor) :
Nervus IV (troklear) :
Nervus V (trigeminalis) :
Nervus VI (abdusen) :
Nervus VII (fasial) :
Nervus VIII (auditori) :
Nervus IX (glosofaringeal) :
Nervus X (vagus) :
Nervus XI (aksesorius) :
Nervus XII ( hipoglosus) :
6. Tersiery Surveya. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 29/08/ 2013
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN Nilai Rujukan Kimia KlinikAnalisa gas darahPH 7,320 7,350-7,450BE + 2 Mmol/l -2+3PCO2 37,8 Mmhg 27,0-41,0PO2 99,9 Mmhg 83 – 108Ht 27 % 37- 50HCO3 16 Mmol/l 21-28Total CO2 22,4 Mmol/l 19-2402 saturasi 97,5 % 94-98
Tanggal 29 agustus 2013
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NORMALHematologi Hemoglobin 11,6 g/dl 13,5-17,5Hematokrit 27 % 33 – 45Leukosit 12,9 Ribu/ui 4,5 – 11Trombosit 27,8 Ribu/ui 150- 450
Eritrosit 5.53 Juta/uiGol.darah AHomeostasis APTT 17,8 Detik 10-15INR 14.9 Detik 20-40Kimia klinikGDS 450 Mg/dl 60-140SGOT 12 u/l 0-35SGPT 29 u/l 0-45Creatinine 0.8 Mg/dl 0.9-1,3Ureum 49 Mg/dl < 50ElektrolitNatrium darah 141 Mmol/l 136-145Kalium darah 3.8 Mmo/l 3.3- 5.1Chlorida darah 106 Mmol/l 98-156
7. TerapiTanggal 29 agustus 2013 Jenis terapi Dosis Golongan dan
kandunganFungsi dan farmakodinamik
Natrium chlorida
Gol : cairan isotonik
Kand: elektrolit mEq/LNatrium: 154Klorida: 154
Fungsi : untuk resusitasi, kehilangan natrium > clorida, sindroma yang berkaitan dnegan kehilangan natrium (asidosis diabetik, insuficiensi adrenokortikol, luka bakar, GGA)
Farmako : natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler dan memegang peranan penting pada regulasi tekanan osmotiknya, pada keadaan ini akan terjadi kehilangan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Insulin Gol : anti hiperglikemi
Kand; polipeptida insulin aktif.
Fungsi: Diberikan pada pasien dengan:1. Hiperglikemi disertai
ketoasidosis2. Ketoasidosis hipoglikemi3. HHNK4. Hiperglikemi dg asidosis laktat5. Kehamilan dg DM
Farmako : insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik, berperan dalam metabolisme protein, KH, dan lemak. Insulin yang diproduksi secara endogen dipecah dari peptida proinsulin
yang lebih besar dari sel beta pankreas ke peptida aktif dari insulin dan peptida –C yang dapat digunakan sebagai tanda dari produksi insulin endogen. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka jalan pintu masuknya glukosa ke dalam sel glukosa tersebut dimetabolismekan menjadi tenaga . Bila insulin tidak ada maka glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah artinya akan terjadi hiperglikemia.
B. ANALISA DATA
N
o
Hari/
Tangg
al
Data Fokus Etiologi Masalah
1 Kamis
29/8/1
3
DS:
- Keluarga
mengatakan ± 2
jam SMRS, Tn. S
mual dan muntah
selama 3 kali dan
sebelum terjadi
penurunan
kesadaran
mengeluh lemas.
DO:
- Keadaan umum
klien lemah
- Klien mengalami
penurunan
kesadaran (sopor)
- GCS = E 4, V 2, M 2
- Membrane mukosa
kering
- Turgor kulit kurang
elastis
- Balance Cairan : -
- GDS : HIGH ( 450
mg/dl)
- Tanda-tanda vital
TD = 100/60 mmHg
DKA
Abs. Insulin deficiency
intake
Contraregulator
hormone glukosa
growth hormone
Katekolamine
cortisol
Effect on KH & Protein
Penurunan glukosa
use
Hiperglikemia
Diuresis osmotik
Urine glucose
Poliuria
N = 112 X/menit,
irama reguler,
dengan kedalaman
dalam dan cepat.
RR = 32 X/ menit
T = 37,7°C
-
2 Kamis
22/8/1
3
DS :
± 2 hari SMRS , klien
mengalami penurunan
nafsu makan, mengeluh
lemes mual dan muntah
sebnayak 3 kali.
DO:
- Keadaan umum
klien lemah
- Kesadaran sopor
- Konjungtiva anemis,
lidah kotor,
terdapat gigi
berlubang dan
kebersihan gigi
kotor.
- Perut kembung.
- Px abdomen :
I: datar
A : peristaltik usus 7
x menit
P: hipertimpani
P: -
- BB : 50 kg
- TB : 165 Cm
IMT : ( BB/TB)²
DKA Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
: 18,83
( Kategori : normal
DEPKES 2003, WHO
2003)
- LLA :-
- Tanda-tanda vital :
TD = 100/60 mmHg
N = 112 X/menit
RR = 32 x/m
S = 37, 7 G C
- Hasil lab :
Hb :11,6 mg/dl
Ht :27 %
3 Kamis
22/8/1
3
DS :
- Keluarga klien
mengatakan luka
pada kaki kiri, dan
dilakukan
perawatan mandiri
dirumah.
DO :
- Keadaan umum
klien lemah
- kesadaran sopor
- luka kaki kanan
tebrungkus kain
- luka merembes
- berbau tidak enak,
keluar cairan hitam
- ukuran luka ± 5x 5
Infeksi
cm, dengan
kedalaman ± 2 cm,
- tanda-tanda
infeksi :
Rubor (+), kalor (-),
dolor (-),
tumor(+),funcio
laesa
(+)
- kondisi kulit sekitar
luka: hitam keluar
nanah dan darah
- Hasil leukosit : 12, 9
g/dl
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik (hiperglikemia) yang ditandai dengan poliuria, polidipsia
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidkacukupan insulin ( penurunan ambilan glukosa oleh
jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan
lemak)
3. Infeksi berhubungan dengan agens cidera fisik (kadar glukosa
tinggi) yang ditandai dengan adanya tanda-tanda infeksi rubor,
tumor, kalor, dan functio laesa
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
1 Kekurangan
volume cairan
b/d
Diuresis
osmotik (dari
hiperglikemi),
Kehilangan
gastrik
berlebihan :
diare, muntah.
Masukan
dibatasi :
mual, kacau
mental.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ....X 24
jam diharapkan
kekurangan
vol.cairan teratasi
dgn KH :
f. TTV stabil
TD : 100/70
mmhg atau
120/80 mmhg
N : 60-100
x/m
RR : 16-20
x/m
Mandiri
14. Dapatkan riwayat pasien/orang
terdekat sehubungan dengan
lamanya/intensitas dari gejala
seperti muntah, pengeluaran urine
yang sangat berlebihan.
15. Pantau tanda-tanda vital, catat
adanya perubahan TD ortostatik
14. Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total, tanda dan
gejala mungkin sudah ada pada
beberapa waktu sebelumnya
(beberapa jam sampai beberapa hari).
Adanya proses infeksi mengakibatkan
demam dan keadaan hipermetabolik
yang meningkatkan kehilangan air
tidak kasatmata.
15. Hipovolemia dapat dimanifestasikan
oelh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya
hipovolumia dapat dibuat ketika
tekanan darah sistolik pasien turun
lebih dari 10 mm Hg dari posisi
berbaring ke posisi duduk/berdiri.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
S: 36,5- 37,5
ZC
g. Nadi perifer
teraba
h. Turgor kulit
dan pengisian
kapiler baik
i. Haluaran urin
tepat scr
individu
j. Kadar
elektrolit dlm
batas normal
k. Tidak mual
dan muntah
l. Turgor kulit
baik
m.Kulit dan
membrane
16. Pola napas seperti adanya
pernapasan Kussmaul atau
pernapasan yang berbau keton.
17. Frekuensi dan kualitas
pernapasan, penggunaan otot
bantu napas dan adanya periode
apnea dan munculnya sianosis.
Catatan : Neupati jantung dapat
memutuskan refleks-refleks yang
secara normal meningkatkan denyut
jantung.
16. Paru-paru mengeluarkan asam
karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis
respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernapasan yang berbau
aseton berhubungan pemecahan asam
aseto-asetat dan harus berkurang bia
ketosis harus terkoreksi.
17. Koreksi hiperglikemia dan asidosis
akan menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan mendekati normal. Tetapi
peningkatan kerja pernapasan:
pernapasan dangkal, pernapasan cepat
: dan munculnya sianosis mungkin
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
mukosa
lembab
n.
18. Suhu, warna kulit, atau
kelembabannya.
19. Kaji nadi perifer, pengisian
kapiler, turgor kulit, dan
membran mukosa.
20. Pantau masukan dan pengeluaran,
catat berat jens urine
merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan dan/atau mungkin pasien
itu kehilangan kemampuannya untuk
melakukan kompensasi pada asidosis.
18. Meskipun demam, menggigil dan
diaforesis merupakan hal umum
terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit yang kemerahan, kering
mungkin sebagai cerminan dari
dehidrasi.
19. Merupakan indikator dari tingkat
dehidrasi, atau volume fungsi ginjal,
dan keefektifan dari terapi yang
diberikan.
20. Memberikan perkiraan kebutuhan
akan cairan pengganti fungsi ginjal,
dan keefektifan dari terapi yang
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
21. Ukur berat badan setiap hari.
22. Pertahankan untuk memberikan
cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung jika
pemasukan cairan melalui oral
sudah dapat diberikan.
23. Tingkatkan lingkungan yang
dapat menimbulkan rasa nyaman.
Selimuti pasien dengan selimut
tipis
24. Kaji adanya perubahan
diberikan
21. Memberikan hasil pengkajian yang
terbaik dari status cairan yang sedang
berlansung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
22. Mempertahankan hidrasi/volume
sirkulasi.
23. Menghindari pemanasan yang
berlebih terhadap pasien lebih lanjut
akan dapat menimbulkan kehilangan
cairan.
24. Perubahan mental dapat berhubungan
dengan glukosa yang tinggi atau yang
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
mental/sensori
25. catat hal-hal yang dilaporkan
seperti mual, nyeri abdomen,
muntah dan distensi lambung
26. Observasi adanya perasaan
kelelahan yang meningkat,
rendah (hiperglikemia atau
hipoglikemia), elektrolit yang
abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan berkembangnya
hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran dapat
menjadi predisposisi (pencetus)
aspirasi pada pasien
25. Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, yang
seringkali akan menimbulkan muntah
dan secara potensial akan
menimbulkan kekurangan cairan atau
elektrolit.
26. Pemberian cairan untuk perbaikan
yang cepat mungkin sangat berpotensi
menimbulkan kelebihan beban cairan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
edema, peningkatan berat badan,
nadi tidak teratur, dan adanya
distensi pada vaskuler.
Kolaborasi
3. Berikan terapi cairan sesuai dengan
indikasi :
Normal salin atau setengah
normal salin dengan atau
tanpa dektrosa
Albumin, plasma, atau
dekstran
dan GJK.
Tipe dan jumlah dari cairan
tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respons pasien secara
individual
Plasma ekspander (pengganti) kadang
dibutuhkan jika kekurangan tersebut
mengancam kehidupan atau tekanan
darah sudah tidak dapat kembali
normal dengan usaha-usaha rehidrasi
yang telah dilakukan.
Memberikan pengukuran yang
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Pasang/pertahankan kateter
urine tetap terpasang
4. Pantau pemeriksaan laboratorium
seperti :
Hematokrit (Ht)
BUN/Kreatinin
tepat/akurat terhadap pengukuran
haluaran urine terutama jika neuropati
otonom menimbulkan gangguan
kantung kemih (retensi urine/in-
kontinensia). Dapat dilepas jika pasien
berada dalam keadaan stabil untuk
menurunkan risiko terjadinya infeksi.
Mengkaji tingkat hidrasi dan
seringkali meningkat akibat
hemokonsentrasi yang terjadi setelah
diuresis osmotik.
Peningkatan nilai dapat
mencerminkan kerusakan set karena
dehidrasi atau tanda awitan kegagalan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Osmolalitas darah
Natrium
Kalium
ginjal.
Meningkat sehubungan dengan
adanya hiperglikemia dan dehidrasi.
Mungkin menurun yang dapat
mencerminkan perpindahan cairan
dari intrasel (diuresis osmotik). Kadar
natrium yang tinggi mencerminkan
kehilangan cairan/dehidrasi berat atau
reabsorpsi natrium dalam berespons
terhadap sekresi aldosteron.
Awalnya akan terjadi hiperkalemia
dalam berespons pads asidosis, namun
selanjutnya kalium ini akan hilang
melalui urine, kadar kalium absolut
dalam tubuh berkurang. Bila insulin
diganti dan acidosis teratasi,
kekurangan kalium serum justru akan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Berikan kalium atau elektrolit
yang lain melalui IV dan/atau
melalui oral sesuai indikasi
Berikan bikarbonat jika pH
kurang dari 7,0.
Pasang selang NG dan lakukan
penghisapan sesuai dengan
terlihat
Kalium harus ditambahkan pada IV
(segera aliran urine adekuat) untuk
mencegah hipokalemia. Catalan:
Kalium fosfat dapat diberikan jika
cairan IV mengandung natrium
klorida untuk mencegah kelebihan
beban klorida.
Diberikan dengan hati-hati untuk
membantu memperbaiki asidosis pada
adanya hipotensi atau syok.
Mendekompresi lambung dan dapat
menghilangkan muntah.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
indikasi
2 Nutrisi kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakcukupa
n insulin
(penurunan
ambilan dan
penggunaan
glukosa oleh
jaringan
mengakibatka
n peningkatan
metabolisme
protein/
lemak)
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ...X 24
jam diharapkan
kebutuhan nutrisi
tercukupi dgn
KH :
c. Nilai
laboratorium
normal
d. BB stabil
e. Tidak mual
dan muntah
f. Konjungtiva
tidka anemis
Mandiri
15. Timbang berat badan setiap hari
atau sesuai dengan indikasi.
16. Tentukan program diet dan pola
makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dapat
dihabiskan pasien.
17. Auskultasi bising, catat adanya
nyeri abdomen/perut kembung,
mual, muntahan makanan yang
belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai
dengan indikasi
15. Mengkaji permasukan makanan
yang adekuat (termasuk absorpsi
dan utilisasinya).
16. Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
17. Hiperglikemia dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menurunkan motilitas/fungsi
lambung (distensi atau ieus
paralitik) yang akan mempengaruhi
pilihan intervensi. Catatan :
Kesulitan jangka panjang dengan
penurunan pengosongan lambung
dan motilitas usus yang rendah
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
g. Kebersihan
mulut baik
h. Diare tidak
ada
i. Stomatitis
tidak ada
18. Berikan makanan cair yang
mengandung zat makanan
(nutrien) dan elektrolit dengan
segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui
pemberian cairan melalui oral.
Dan selajutnya terus
mengupayakan pemberian
makanan yang lebih padat sesuai
dengan yang dapat ditoleransi.
19. Identifikasi makanan yang
mengisyaratkan adanya neuropati
ototnom yang mempengaruhi
saluran pencernaan dan
memerlukan pengobatan secara
simptomatik.
18. Pemberian makanan melalui oral
lebih baik jika pasien sadar dan
fungsi gastrointestinal baik.
19. Jika makanan yang disukai pasien
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
disukai/dikehendaki termasuk
kebutuhan etnik/kultural
20. Libatkan keluarga pasien pada
perencanaan makan ini sesuai
dengan indikasi.
21. Observasi tanda-tanda
hipoglikemia. Seperti perubahan
tinkat kesadaran. Kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat,
lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala, pusing, sempoyongan.
dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerja sama ini
dapat diupayakan setelah pulang.
20. Meningkatkan rasa
keterlibatannya : memberikan
informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi
pasien. Catatan : Berbagai metode
bermanfaat untuk perencanaan diet
meliputi pergantian daftar menu,
sistem perhitungan kalori, indeks
glikemik atau seleksi awal menu.
21. Karena metabolisme karbohidrat
mulai terjadi (gula darah akan
berkurang, dan sementara tetap
diberikan insulin maka hipoglikemi
dapat terjadi. Jika pasien dalam
keadaan koma, hipoglikemia
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
Kolaborasi
22. Lakukan pemeriksaan gula darah
dengan menggunakan “finger
stick”.
mungkin terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran. Ini secara potensial
dapat mengancam kehidupan yang
harus dikaji dan ditangani secara
cepat melalui tindakan protokol
yang direncanakan. Catatan: DM
tips I yang telah berlangsung lama
mungkin tidak akan menunjukkan
tanda-tanda hipoglikemia seperti
biasanya karena respons normal
terhadap gula darah yang rendah
mungkin dikurangi.
22. Analisa di tempat tidur terhadap
gula darah lebih akurat
(menunjukkan keadaan saat
dilakukan pemeriksaan) daripada
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
23. Pantau pemeriksaan laboratorium,
seperti glukosa darah, aseton, pH,
dan HCO3
memantau gula dalam urine
(reduksi urine) yang tidak cukup
akurat untuk mendeteksi fluktuasi
kadar gula darah dan dapat
dipengaruhi oleh ambang ginjal
pasien secara individual atau
adanya retensi urine/gagal ginjal.
Catatan: Beberapa penelitian telah
menemukan bahwa glukosa urine
20% berhubungan dengan gula
darah antara 140-360 mg/dl.
23. Gula darah akan menurun perlahan
dengan penggantian cairan dan
terapi insulin terkontrol. Dengan
pemberian insulin dosis optimal,
glukosa kemudian dapat masuk
kedalam sel dan digunakan untuk
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
24. Berikan pengobatan insulin
secara teratur dengan metode IV
secara intermiten atau secara
kontinu. Seperti bolus IV diikuti
dengan tetesan yang kontinu
melalui alat pompa kira-kira 5-10
UI/jam sampai glukosa darah
mencapai 250 mg/dl.
sumber kalori. Ketika hal ini
terjadi, kadar aseton akan menurun
dan asidosis dapat dikoreksi.
24. Insulin reguler memiliki awitan
cepat dan karenanya dengan cepat
pula dapat membantu
memindahkan glukosa ke dalam
sel. Pemberian melalui IV
merupakan rute pilihan utama
karena absorpsi dari jaringan
subkutan mungkin tidak
menentu/sangat lambat. Banyak
orang percaya/berpendapat bahwa
metode kontinu ini merupakan
cara, yang optimal untuk
mempermudah transisi pada
metabolisme karbohidrat dan
menurunkan insiden hipoglikemia.
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
25. Berikan larutan glukosa, misalnya
dekstrosa dan setengah salin
normal
26. Lakukan konsultasi dengan ahli
diet
27. Berikan diet kira-kira 60%
karbohidrat, 20% protein dan
20% lemak dalam penataan
25. Larutan glukosa ditambahkan
setelah insulin dan cairan
membawa gula darah kira-kira 250
mg/dl. Dengan metabolisme
karbohidrat mendekati normal,
perawatan harus diberikan untuk
menghindari terjadinya
hipoglikemia. . .
26. Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien; menjawab pertanyaan dan
dapat pula membantu pasien atau
orang terdekat dalam
mengembangkan perencanaan
makan.
27. Kompleks karbohidrat (seperti
jagung, wortel, brokoli, buncis,
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
makan/pemberian makanan
tambahan
28. Berikan obat metaklopramid
(reglan) ; tetrasiklin.
gandum, dll) menurunkan kadar
glukosa/kebutuhan insulin,
menurunkan kadar kolesterol darah
dan meningkatkan rasa kenyang.
Pemasukan makanan akan
dijadwalkan sesuai karakteristik
insulin yang spesifik (mis. Efek
puncaknya) dan respons pasien
secara individual. Catatan :
Makanan tambahan dari kompleks
karbohidrat terutama sangat
penting (jika insulin diberikan
dalam dosis terbagi) untuk
mencegah hipoglikemia selama
tidur dan potensial respons
Somogyi.
28. Dapat bermanfaat dalam mengatasi
gejala yang berhubungan dengan
neuropat otonom yang
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
mempengaruhi saluran cerna, yang
selanjutnya meningkatkan
pemasukan melalui oral dan
absorbsi zat makanan (nutrien)
3 Resiko tinggi
terhadap
infeksi
(sepsis) b/d
kadar glukosa
tinggi,
penurunan
fungsi
leukosit,
perubahan pd
sirkulasi.
Infeksi
pernapasan yg
ada
sebelumnya
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatab
selama ....X 24
jam diharapkan
tidak terjadi
infeksi dgn KH :
c. Mengidentifik
asi intervensi
untuk
mencegah/me
nurunkan
resiko infeksi
Mandiri
14. Observasi tanda-tanda infeksi
dan peradangan, seperti
demam, kemerahan, adanya
pus pada luka, sputum purulen,
urine warna keruh atau
berkabut
15. Tingkat upaya pencegahan
dengan melakukan cuci tangan
yang baik pada semua orang
yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya
sendiri
14. Pasien mungkin masuk dengan
infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis
atau dapat mengalami infeksi
nosokomial
15. Mencegah timbulnya infeksi silang
(infeksi nosokomial)
16. Kadar glukosa yang tinggi dalam
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
atau ISK d. Mendemonstra
sikan teknik,
perubahan
gaya hidup
untuk
mencegah
infeksi
16. Pertahankan teknik aseptik
pada prosedur invasif (seperti
pemasangan infus, kateter
folley dan sebagainya),
pemberian obat intravena dan
memberikan perawatan
pemeliharaan. Lakukan
pengobatan melalui IV sesuai
indikasi.
17. Pasang kateter/lakukan
perawatan perineal dengan
baik. Ajarkan pasien wanita
untuk membersihkan daerah
perinealnya dari depan kearah
belakang setelah eliminasi
darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman
17. Mengurangi risiko terjadinya
infeksi saluran kemih. Pasien koma
mungkin memiliki risiko yang
khusus jika terjadi rentensi urine
pada saat awal dirawat. Catatan :
pasien DM wanita lansia
merupakan kelompok utama yang
paling berisiko terjadi infeksi
saluran kemih/vagina
18. Sirkulasi perifer bisa terganggu
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
18. Berikan perawatan kulit
dengan teratur dan sungguh-
sungguh masase daerah tulang
yang tertekan, jaga kulit tetap
kering, linen kering dan tetap
kencang (tidak berkerut) .
19. Auskultasi bunyi napas
20. Posisikan pasien pada posisi
semi-fowler.
21. Lakukan perubahan posisi dan
yang menempatkan pasien pada
peningkatan risiko terjadinya
kerusakan pada kulit/iritasi kulit
dan infeksi.
19. Ronki mengindikasikan adanya
akumulasi sekret yang mungkin
berhubungan dengan
pneumonia/bronkitis (mungkin
sebagai pencetus dari DKA).
Edema paru (bunyi krekels)
mungkin sebagai akibat dari
pemberian cairan yang terlalu
cepat/berlebihan atau GJK.
20. Memberikan kemudahan bagi paru
untuk berkembang; menurunkan
risiko terjadinya aspirasi.
21. Membantu dalam memventilasikan
semua daerah paru dan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
anjurkan pasien untuk batuk
efektif/napas dalam jika pasien
sadar dan kooperatif. Lakukan
penghisapan lendir pada jalan
napas dengan menggunakan
teknik steril sesuai
keperluannya.
22. Berikan tisu dan tempat
sputum pada tempat yang
mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau
sekret yang lainnya.
23. Bantu pasien untuk melakukan
higiene oral
24. Anjurkan untuk makan dan
minum adekuat (pemasukan
makanan dan cairan yang
adekuat) (kira-kira 3000 ml/hr
memobilisasi sekret. Mencegah
agar sekret tidak statis de ngan
terjadinya peningkatan terhadap
risiko infeksi.
22. Mengurangi penyebaran infeksi.
23. Menurunkan risiko terjadinya
penyakit mulut/gusi.
24. Menurunkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Meningkatkan
aliran urine untuk mencegah urine
yang statis dan membantu dalam
mempertahankan pH/keasaman
urine, yang menurunkan
Hari/
Tgl
No
Dx
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional TTD
jika tidak ada kontraindikasi)
Kolaborasi
25. Lakukan pemeriksaan kultur
dan sensitivitas sesuai dengan
indikasi.
26. Berikan obat antibiotik yang
seksual.
pertumbuhan bakteri dan
pengeluarkan organisme dari
sistem organ tersebut.
25. Untuk mengidentifikasi organisme
sehingga dapat me-
milih/memberikan terapi antibiotik
yang terbaik.
26. Penanganan awal dapat membantu
mencegah timbulnya sepsis.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.Dx Hari/Tanggal/Jam Tindakan Keperawatan Respon Dan Hasil Ttd
1 Kamis
29 agustus 2013
16.05 WIB
1. Posisi kepala head up 30-45 Z
2. Memberikan terapi oksigen sesuai
indikasi
3. Mengevaluasi masukan dan
haluaran
4. Mengkaji adanya perubahan tanda-
tanda vital
5. Memantau pola nafas klien
( kusmaul)
S:
O: semifowler, keadaan umum lemah
S:
O: O2 kanul terpasnag 3 liter/menit
S : keluarga klien mengatakan 2 jam SMRS klien
banyak minum namun susah makan, habis 1
botol besar ( 1500 ml), ganti pampers 2 kali.
O : urine bag 1 jam observasi terisi 700 ml,
konsistensi warna urine jernih, tidka
bercampur darah
S :keluarga klien mengatakan ± 1tahun ini
mempunyai riwayat darah tinggi
O : TD : 100/60 mmhg
N : 112 x/ m, RR : 32 x/m, suhu : 37,7 Z C
S :
O : penurunan kesadaran, pupuil isokor, bau nafas
aseton, pernafasan cepat dan dangkal,
penggunaan otot bantu nafas, CRT 4 detik,
6. Mengkaji suhu, warna kulit dan
kelembapan
7. Mengkaji nadi perifer, CRT, turgor
kulit dan membrane mukosa
8. Mengkaji adanya perubahan mental
atau sensori
9. Melakukan pemasangan kateter
urine
10. Melakukan pemasangan infus
11. Melakukan pengambilan specimen
darah
akral dingin, RR 32 x/m.
S :
O : Suhu : 37,7o C, warna kulit sawao matang
tidak ada eritema , eritema pada luka ulkus,
turgor kulit kurang elastis dan tidak
lembab/kering
S :
O : CRT 4 detik, membrane mukosa kering, turgor
kulit tidak elastic
S : Keluarga klien mengatakan 2 jam SMRS klien
masih sadar penuh.
O : terjadi penurunan kesadaran, dengan nilail
GCS 8, E4 M2 V2, kesadaran sopor
S :
O : terpasang kateter urine, tanpa hambatan, urine
keluar jernih,tidak ada hematuri
S :
O : Nacl 0,9 % loss clame,
S :
O : Hasil GDS = HIGH
2. Kamis, 29 agustus 2013
Pukul : 16.15 WIB
1. Mengauskultasi bising, catat adanya
hipertimpani, mual dan muntah.
2. Mengobservasi tanda-tanda
hipoglikemi ( melakukan
pengecekan dg finger stick)
3. Melakukan pemasangan NGT
4. Melakukan penyuntikan via IV
(Insulin 10 ui)
S:
O: Px abdomen =
I : datar
A: Peristaltik usus 7x/menit
P: Hipertimpani
P: -,
Muntah (-),
S:
O: hasil GDS : HIGH (450 mg/dl)
Akral dingin, penurunan kesadaran : sopor,
tremor (-), diaforesis (-)
S:
O: NGT terpasang dengan baik, aspirasi (-),
muntah (-), isi lambung hitam keruh.
S:
O: Parenteral Nacl 0,9 % loss clame
Injeksi insulin 10 ui/iv
Insulin masuk tanpa adanya plebitis atau reaksi
muntah.
3 Kamis, 29 agustus 2013
Pukul 16.18 wib
1. Memberikan posisi semi fowler
2. Mengobservasi tanda-tanda infeksi
3. Mengobservasi perawatan cateter
4. Mengauskultasi bunyi napas
S:
O: Klien tampak nyaman, posisi semifowler
S: keluarga klien mengatakan lukanya dirawat
sendiri dirumah, kontrol kalau hanya obat gula
habis.
O: Luka terbalut kain, berbau tidak enak, rubor
(+), kalor (-), dolor (-), tumor (+) , dan funcio
laesa (+),ukuran luka gangren ± 5 x 5
cm, dengan kedalaman ± 2 cm,
kondisi kulit sekitar luka: hitam
keluar nanah dan darah, Hasil
leukosit : 12, 9 g/dl.
S:
O: Pemasangan kateter dengan tehnik aseptik
steril, urine keluar selama 1,5 jam pemasangan
± 700 cc
S:
5. Melakukan tindakan
suction/penghisapan lendir
O: terdapat penumpukan secret pada jalan nafas,
suara gurgling, suara nafas ronki, nampak
sesak nafas, penggunaan otot-otot bantu
interkosta +, nafas cepat dan dangkal
(Kusmaul), bau nafas aseton, hasil AGD
Asidosis Metabolik kompensasi murni ( PH =
7,32 ,N: 7,35- 7,45) (PCO2= 37,8 N: 27-41)
(HCO3= 16,N : 21-28)
S:
O: Tidak terjadi aspirasi, secret keluar warna
putih kental jumlah banyak tidak terdapat
darah, batuk produktif +,
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Hari tanggal jam No. dx Evaluasi ttd
Kamis
29 agustus 2013
17.35 wib
1 S : keluarga klien mengatakan ±2 jam SMRS dan sebelum terjadi penurunan kesadaran klien banyak
minum , nafsu makan menurun, sering keluarga mengganti diapers klien karena BAK yang sering,
sehari ganti 2 – 3 kali, minum lebih dari 1500 cc botol besar, dan mengeluh lemas.
O :
Terjadi penurunan kesadaran, GCS : 8, E4 M2 V2 kesadaran sopor, Terpasang kateter, terpasang
bedside monitor, urine dalam waktu 1,5 jam ± 700 cc, warna kuning jernih tanpa hematuri,
elastitisitas kulit << elastis, turgor kulit kering, mukosa bibir dan mulut kering, dalam waktu 1,5
jam observasi habis 3 botol Nacl 0,9 % loss clame, CRT 4 detik, GDS Hasil : HIGH, hasil TTV =
TD : 95/60 mmhg, RR : 34 x/m, S: 37,7 ZC, N : 120 x/m irama reguler dalam, nasal kanule O2
3 lliter/menit,
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan dan pertahankan intervensi dengan :
1) Memonitor status neurologi, kesadaran, GCS, pupil
2) Memonitor tanda-tanda vital
3) Mempertahankan posisi kepala elevasi 15-45 Zderajat
4) Mengevaluasi masukan dan haluaran urine
5) Memantau pola nafas
6) Mengkaji suhu, warna kulit dan kelembapan
7) Mengkaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa.
8) Kolaborasi dengan dokter dalam melanjutkan terapi
Pemberian oksigen
Injeksi insulin
Pemberian cairan parenteral Nacl 0,9 %
Pengecekan GDS tiap 1 jam
Kamis , 29
agustus 2013
Jam : 17.45 Wib
2 S: Keluarga klien mengatakan 2 hari SMRS klien mengalami penurunan nafsu makan, 2 jam SMRS
muntah 3 kali dalam perjalanan ke RS. Dr.Moewardi, mengalami penurunan berat badan yang
sangat drastis karena sebelummengidap penyakit gula badan klien sangat gemuk, perkiraan turun
lebih dari 10 – 15 kg.
O:
- Terjadi penurunan kesadaran, GCS : 8, E4 M2 V2 kesadaran sopor, Terpasang NGT, konjungtiva
anemis, gigi nampak kotor, ditemukan gigi berlubang, stomatitis (-), kebersihan mulut (-), ,
elastitisitas kulit << elastis, turgor kulit kering, mukosa bibir dan mulut kering, Px abdomen :
I: datar
A : peristaltik usus 7 x menit
P: hipertimpani
P: -
BB : 50 kg
TB : 165 Cm
IMT : ( BB/TB)²
: 18,83 ( Kategori : normal DEPKES 2003, WHO 2003),
Hb :11,6 mg/dl
Ht :27 %, insulin masuk 10 ui/IV 1 jam pengecekan GDS hasil masih HIGH,
Injeksia insulin 10 UI lagi via IV dengan Nacl 0,9 % loss clame.
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi dengan :
1) Mengauskultasi bising usus, catat adanya mual muntah
2) Observasi tanda-tanda hipoglikemi
3) Melakukan pengecekan GD dalam 1 jam berikutnya
4) Pantau dalam pemasangan NGT
5) Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium ( kimia klinik, AGD, hematologi,
elektrolit).
6) Kolaborasid engan ahli gizi dalam pemberian diet
7) Kolaborasi dengan dokter dalam melanjutkan advice :
Pemberian oksigen
Injeksi insulin
Pemberian cairan parenteral Nacl 0,9 %
Kamis, 29
agustus 2013
Jam 17.55 wib
3 S: keluarga klien mengatakan melakukan perawatan luka mandiri dirumah, kontrol hanya pada saat obat
gula Tn.S habis.
O : Penurunan kesadaran, kaki krii jempol amputasi, kaki kanan terdapat gangres ukuran ± 5x 5 cm,
dengan kedalaman ± 2 cm, tanda-tanda infeksi :Rubor (+), kalor (-), dolor (-),
tumor(+),funcio laesa (+), kondisi kulit sekitar luka: hitam keluar nanah dan
darah, luka merembes kotor dan berbau tidak enak, suhu 37,7 G C , posisi semi
fowler, nafas cepat dan dangkal, ronchi, RR 32 x/m, O2 kanule 3 liter/menit,
secret putih kental jumlah banyak tidka bercampur darah, hasil leukosit : 12, 9
g/dl.
A: masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi dengan :
1) Mmelakukan observasi tanda-tanda terhadap adanya infeksi
2) Tingkatkan dengan upaya pencegahan dengan cuci tangan yang baik dan
benar
3) Lakukan peraatan luka dengan tehnik septik dan aseptik
4) Berikan perawatan kulit dengan teratur
5) Pantau jalan nafas
6) Pertahankan posisi semifowler
7) Kolaborasid dengan dokter dalam pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran.YPKAI: Bandung
Price A.S. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
Smeltzer,S.C & Bare B.G. (2006) . Buku ajar keperawatan medical bedah , Edisi 8. EGC : Jakarta
Mansjoer,dkk. ( 2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid 2.Media Aesculapis : Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
Sartono, dkk. (2013). Basic Trauma Cardiac Life Suport- BTCLS. GADAR MEDIK INDONESIA
Hudak, Gallo. (1996). Keperawatan kritis , pendekatan holistik, edisi IV. EGC : Jakarta
Nanda International, 2012-2014 .EGC : Jakarta
Guyton dan hall. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. EGC : Jakarta
Recommended