View
43
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
Kata Pengantar
Assalamualaikum wr wb,
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah swt atas segala nikmat dan
karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat,
dan para pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
”Kehamilan Serotinus”.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu obstetri dan
ginekologi, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran untuk penyempurnaan kami perlukan, semoga telaah ini dapat berguna dan memberikan
manfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamualaikum wr wb,
Malang, Juni 2013
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
BAB II Status Obstetri dan Ginekologi 5
BAB III Tinjauan Pustaka
A. Definisi 11
B. Epidemiologi 11
C. Etiologi 12
D. Patofisiologi 13
E. Diagnosa 16
F. Pemeriksaan Penunjang 17
G. Pengelolaan 19
H. Komplikasi 25
I. Pencegahan 25
BAB III Penutup
1. Kesimpulan 26
2. Saran 27
Daftar pustaka 28
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang usia gestasi janin penting untuk diketahui pada setiap kehamilan
terutama jika kehamilan tersebut bermasalah untuk menghindari kesalahan dalam pengelolaan
selanjutnya. Usia gestasi janin dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Naegele, dimana
tanggal persalinan yang diperkirakan didapat dari tanggal HPHT ditambah 7, bulan dikurangi
3 dan tahun ditambah 1. Untuk itu dipastikan bahwa siklus haid teratur, lama haid dalam batas
normal dan perdarahan haid terakhir bulan merupakan akibat dari metode kontrasepsi yang
digunakan sebelum kehamilan.
Usia kehamilan atau usia gestasi janin pada umumnya berlangsung selama 40 minggu atau
280 hari, jika dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Perhitungan ini, dengan
simpang baku sekitar 2 minggu, dengan asumsi bahwa ovulasi dan konsepsi terjadi pada hari
ke 14 dari siklus hais, dimana siklus haid umunya berlangsung selama 28 hari.
Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294 hari)
atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Pada umumnya
KLB dianggap berkaitan erat dengan kesakitan pada janin maupun ibunya. Terdapat dua
pilihan macam pengelolaan KLB yaitu dengan pengelolaan aktif/progresif dengan melakukan
induksi persalinan secara rutin pada umur kehamilan 41 atau 42 minggu, atau pengelolaan
ekpektatif/pasif dengan pemeriksaan kesejahteraan janin dan induksi persalinan dilakukan
apabila serviks sudah matang atau timbul komplikasi obstetri yang menjadi indikasi untuk
mengakhiri kehamilan.
2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana etiologi dan patofisiologi pada kehamilan lewat bulan?
Bagaimana diagnosis dan pengelolaan pada kehamilan lewat bulan?
3. TUJUAN
Mengetahui etiologi dan patofisiologi pada kehamilan lewat bulan.
Mengetahui cara mendiagnosis dan pengelolaan pada kehamilan lewat bulan.
3
4. MANFAAT
Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu kebidanan dan
kandungan pada khususnya
Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan
4
BAB II
STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
I. IDENTITAS PASIEN
No. Reg : 322101
Identitas pribadi :
Nama penderita : Ny. S Nama Suami : Tn. S
Umur penderita : 36 tahun Umur suami : 40 tahun
Alamat : Ngajum
Pekerjaan penderita : Swasta Pekerjaan suami : Swasta
Pendidikan penderita : SLTA Pendidikan suami : SLTA
Anamnesa :
1. Masuk rumah sakit tanggal : 10 Juni 2013
2. Keluhan utama : Hamil 42 minggu belum melahirkan terasa kenceng-kenceng
3. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang pada tanggal 10-6-2013 dengan keluhan
perut kenceng- kenceng mulai 2 minggu yang lalu, kemarin pada jam 16.00 periksa ke
bidan, pada pemeriksaan ditemukan portio menutup, dan umur kehamilan telah lewat
bulan yaitu 42-43 Minggu.
4. Riwayat kehamilan yang sekarang : Ini merupakan kehamilan keempat pasien, pada
saat trisemester I & II tidak ada keluhan, mual muntah (+). Pasien rutin kontrol
kehamilan di bidan 1x tiap bulan, kehamilan 9 bulan 4x dalam sebulan.
5. Riwayat menstruasi : Menarche umur 15 tahun, menstruasi teratur tiap bulan dengan
lama sekitar 6-7 hari, HPHT 15-08-2012, TPL 22-05-2013.
6. Riwayat perkawinan : pasien menikah 2 x, lama pernikahan yang sekarang 3 tahun,
umur pertama menikah 17 tahun.
7. Riwayat persalinan sebelumnya :
Anak 1 = Saat umur 17 tahun pasien melahirkan anak laki-laki, lahir normal di bidan
dengan UK 39-40 minggu. BBJ= 3000 gram. Coitus (-), jatuh (-), kuret (-), di bidan.
Anak 2 = Saat umur 22 tahun pasien melahirkan anak laki-laki, lahir normal di bidan
dengan UK 39-40 minggu. BBJ = 2600 gram.
5
Anak 3 = Saat umur 25 tahun pasien keguguran, UK 8-9 minggu. Coitus (-), jatuh (-),
kuret (-)
Anak 4: hamil ini
8. Riwayat penggunaan kontrasepsi : Pil , selama 1 tahun
9. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : -
10. Riwayat penyakit keluarga : -
11. Riwayat kebiasaan dan sosial : sosial menengah ke bawah, kebiasaan : pijat (-), jamu
(-).
12. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : Pasien mendapat vitamin dari bidan.
Pemeriksaan fisik
A. Status present
Keadaan umum : kesadaran compos mentis
Tekanan darah : 110/80 Nadi : 100x/menit
Suhu: 35,9°C Jumlah pernapasan : 18x/menit
B. Pemeriksaan umum
Kulit : normal
Kepala :
Mata : anemi (-/-) ikterik (-/-) odem palpebra (-/-)
Wajah : simetris
Mulut : kebersihan gigi geligi kurang stomatitis (-)
hiperemi faring (-) pembesaran tonsil (-)
Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-)
pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru :
Inspeksi : hiperpigmentasi areola mammae (+) ASI (-)
pergerakan pernapasan simetris tipe pernapasan normal
retraksi costa -/-
Palpasi : teraba massa abnormal -/- pembesaran kelenjar axila -/-
Perkusi : sonor +/+ hipersonor -/- pekak -/-
Auskultasi : vesikuler +/+ suara nafas menurun -/-
6
wheezing -/- ronki -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : thrill -/-
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : denyut jantung S1(+) S2(+) reguler
Abdomen :
Inspeksi : flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh darah kolateral -/-
Palpasi : pembesaran organ -/- nyeri tekan -/-
teraba massa abnormal -/-
Perkusi : timpani
Auskultasi : suara bising usus +/+ metallic sound -/-
Ekstremitas : odem -/-
C. Status obstetri
Pemeriksaan luar
Leopold I : diatas bulat, besar, lunak, kurang lenting
Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah procesus xiphoideus
Bagian teratas dari janin : bokong
Leopold II : Tahanan memanjang disebelah kiri
Punggung janin : sebelah kiri Tunggal/gemelli : tunggal
Leopold III : Di bagian bawah teraba bulat, besar, keras
Bagian terendah dari janin : kepala
Leopold IV : Di bagian bawah teraba bulat, besar, keras
Bagian terendah janin belum masuk ke PAP
Bunyi jantung janin : 145x/menit, regular
Ukuran panggul luar (jika diperlukan) : -
Pemeriksaan Dalam
Vulva / vagina : Taa
Pembukaan waktu his : -
Penipisan portio : -(menutup)
Ketuban : -
7
Ringkasan :
Anamnesa : Pasien datang pada tanggal 10-6-2013 dengan keluhan perut kenceng- kenceng
mulai 2 minggu yang lalu, kemarin pada jam 16.00 periksa ke bidan, pada pemeriksaan
ditemukan portio menutup, dan umur kehamilan telah lewat bulan yaitu 42-43 Minggu.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum : kesadaran compos mentis, tekanan darah : 110/80 nadi :
100x/menit, suhu: 35,9°C, pernapasan : 18x/menit
Pemeriksaan obstetric luar :
Leopold I : diatas bulat, besar, lunak, kurang lenting
Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah procesus xiphoideus
Bagian teratas dari janin : bokong
Leopold II : Tahanan memanjang disebelah kiri
Punggung janin : sebelah kiri Tunggal/gemelli : tunggal
Leopold III : Di bagian bawah teraba bulat, besar, keras
Bagian terendah dari janin : kepala
Leopold IV : Di bagian bawah teraba bulat, besar, keras
Bagian terendah janin belum masuk ke PAP
Bunyi jantung janin : 145x/menit, regular
Pemeriksaan obstetric dalam : Vulva / vagina : taa, pembukaan portio (-)
Diagnosa : GIVP2002Ab100 belum inpartu umur kehamilan 42-43 minggu dengan
kehamilan postterm
Rencana tindakan :
1. Observasi
2. IVFD RL 20tpm
3. DC
4. pro SC
8
Lembar Follow Up
Nama pasien : Ny. S
Ruang kelas : IRNA B
Dignose : GIVP2002Ab100 belum inpartu umur kehamilan 42-43 minggu
Tanggal/jam Catatan Observasi Keterangan
10 Juni 2012
11 Juni 2012
14 Juni 20112
S : Periksa kehamilan
O : T : 110/80 mmHg
N : 100x/menit,
S : 35,9 °C
DJJ :140 x/mnt
A : GIV P2002 AB100 dengan
Kehamilan Serotinus
P : IVFD RL 20 tpm
DC
Pro SC
S : Pasien post operasi SC MOW
O : T : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit,
S : 36,4 °C
A : P3003 AB100 post SC
P : IVFD RL 20 tpm
Injeksi ceftazidime 3x1
Injeksi ketorolac 2x1
S : sakit di tempat bekas
operasi, buang angin (+),
ASI (+).
O : T : 120/70 mmHg
N: 80 x/menit
Laboratorium :
Hb 11,9 g/dL
Leukosit 10.350
sel/cmm
Trombosit 336.006
sel/cmm
Hct 35 %
Masa perdarahan 1’30’’
Masa pembekuan 9’00’’
GDS=70
SC jam 09.18
Perempuan, A-S 7-8
BB/PB: 3550/54
LK/LD/LLA:
33/33,5/11
Caput (-)Anus (+) Cacat
(-)
Ketuban jernih
Tanda serotinus (-)
9
S : 36,8°C
A : P3003 AB100 post
SC MOW hari ke-3.
P : IVFD RL 20 tpm
Injeksi ceftazidime 3x1
Injeksi ketorolac 2x1
LAPORAN KELUAR RUMAH SAKIT
KRS tanggal : 10 Des 2011
Keadaan ibu waktu pulang : keadaan umum cukup, tekanan darah110/80 mmHg
Fundus uteri : TFU 3 jari diatas simpisis pubis
His : -
PPV : +
BJA : -
Gerak janin : -
Diagnose saat pulang : P4004Ab100 Post SC MOW
Kondisi Janin :
Lahir SC d/I Serotinus
Tgl 11 Juni 2013
Jam 09.18
Jenis kelamin perempuan
A-S 7-8
BB/PB: 3550/54
LK/LD/LLA: 33/33,5/11
Caput (-)
Anus (+)
Cacat (-)
Ketuban jernih
Tanda serotinus (-)
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294
hari) atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Beberapa
penulis juga menyatakan KLB sebagai kehamilan melebihi 42 minggu. Jika ditinjau dari segi
bayi yang dilahirkan maka lebih dianjurkan menggunakan istilah postmatur, dimana istilah ini
merujuk pada fungsi. Jika ditinjau dari segi bayi, maka usia gestasi dilihat dengan memeriksa
tanda-tanda fisik dan laboratorium yang ditemukan pada bayi dan dengan melakukan
penilaian menurut score maturity rating. Istilah kehamilan lewat bulan mempunyai beberapa
sinonim yaitu: post-term pregnancy, kehamilan postdatisme, prolonged pregnancy, extended
pregnancy, kehamilan postmatur, kehamilan serotinus, late pregnancy, post maturity
pregnancy.
Beberapa istilah yang perlu dimengerti antara lain: janin aterm adalah janin pada
kehamilan minggu ke 38-42 setelah HPHT, dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah
HPHT. Preterm dimaksudkan untuk kehamilan dan janin adalah saat sebelum minggu ke 38
dari HPHT, sedangkan bayi prematur adalah bayi yang lahir pada minggu ke 37 atau kurang.
Prematuritas adalah bayi yang lahir hidup dengan berat badan 2.500 gram atau kurang. Istilah
postmature sering digunakan secara keliru sebagai kehamilan yang terus berlangsung melewai
taksiran persalinan. Sebenarnya istilah tersebut digunakan bagi bayi baru lahir dari KLB yang
terbukti terjadi gangguan nutrisi intra uterin dan bayi lahir dengan dismature yaitu dengan
adanya tanda-tanda sindroma postmaturitas.
B. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian KLB rata-rata 10%, bervariasi antara 3,5%-14% dan 4%-7,3%
diantaranya kehamilan berlangsung melebihi 43 minggu. Perbedaan yang lebar ini disebabkan
perbedaan dalam menentukan umur kehamilan berdasarkan definisi yang dianut, populasi dan
kriteria dalam penentuan umur kehamilan. Karena pada umumnya umur kehamilan
diperhitungkan dengan rumus Naegle, sehingga masih ada faktor kesalahan pada penentuan
siklus haid dan kesalahan dalam perhitungan.
11
Dengan adanya ultrasonografi maka angka kejadian KLB dari 7,5% berdasarkan HPHT
turun menjadi 2,6% berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi secara dini (pada umur
kehamilan 12-18 minggu) dan turun menjadi 1,1% bila diagnosis ditegakkan berdasarkan
HPHT dan ultrasonografi. Saito dkk dalam penelitian terhadap 110 pasien yang taksiran
tanggal ovulasi diketahui berdasarkan suhu basal, angka kejadian KLB adalah 11%
berdasarkan HPHT dibandingkan 9% berdasarkan tanggal ovulasi.
Menurut Shime et al makin lama janin berada dalam kandungan, maka makin besar
resiko gangguan berat atau asfiksia yang akan dialami janin dan bayi baru lahir demikian juga
ibu. Menurut Eastman, jika dipakai batasan umur kehamilan 43 minggu maka angka kejadian
KLB sebesar 4% saja, sedangkan jika dipakai batasan umur kehamilan 42 minggu maka
angka kejadian KLB sebesar 12%. Tapi mengingat resiko yang dihadapi oleh janin dan ibu,
maka batasan yang digunakan adalah umur kehamilan 42 minggu atau lebih. Untuk itu
penderita perlu dirawat karena termasuk kehamilan resiko tinggi.
C. ETIOLOGI
Terjadinya KLB sampai sekarang belum jelas diketahui, beberapa teori dicoba untuk
menjelaskan terjadinya KLB. Secara umum teori-teori tersebut menyatakan KLB terjadi
karena adanya gangguan terhadap timbulnya persalinan. Menjelang persalinan terjadi
penurunan hormon progesteron, peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin,
tetapi yang paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang menyebabkan
his adekuat.
Secara garis besar penyebab terjadinya KLB dari beberapa teori tersebut di atas dapat
dirangkum:
1. HPHT tidak jelas terutama pada ibu-ibu yang tidak melakukan pemeriksaan
antenatal yang teratur dan berpendidikan rendah.
2. Ovulasi yang tidak teratur dan adanya variasi waktu ovulasi oleh karena sebab
apapun.
3. Kehamilan ekstrauterin.
4. Riwayat KLB sebelumnya, sebesar 15% beresiko untuk mengalami KLB.
5. Penurunan kadar estrogen janin, dapat disebabkan karena:
- Kurangnya produksi 16-a-hidroksidehidroeplandrosteron-sulfat (prekursor
estrogen) janin, yang sering ditemukan pada anensefalus.
12
- Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofisis janin yang dapat mengakibatkan
penurunan produksi prekursor estriol sintesis.
- Defisiensi sulfatase plasenta, yang merupakan x-linked inherited disease yang
bersifat resesif, sehingga pemecahan sulfat dari dehidroandrosteron sulfat tidak
terjadi
6. Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin serta peningkatan
reseptor oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi uterus yang kuat, yang
paling berperan adalah prostaglandin.
7. Nwotsu et al menemukan bahwa kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta dan
rendahnya kadar kortisol dalam darah janin akan menimbulkan kerentanan terhadap
tekanan dari miometrium sehingga tidak timbul kontraksi.
8. Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan penyimpanan
glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan penyedia asam arakidonat
pada pembentukan konversi prostaglandin.
9. Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan, diduga gangguan yang
menyebabkan tidak adanya tekanan pada pleksus Frankenhauser oleh bagian tubuh
janin, oleh sebab apapun, dapat mengakibatkan terjadinya KLB.
D. PATOFISIOLOGI
1) Sindrom Postmatur
Deskripsi Clifford 1954 tentang bayi postmatur didasarkan pada 37 kelahiran secara
tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Ia membagi postmatur menjadi
tiga tahapan:
Stadium 1: cairan amnion jernih, kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi
berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium 2: kulit berwarna hijau, disertai mekonium.
Stadium 3: kulit menjadi berwarna kuning-hijau pada kuku, kulit dan tali pusat.
Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas. Gambaran ini berupa kulit
keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukkan pengurasan energy, dan
maturitas lanjut karena bayi tersebut bermata terbuka, tampak luar biasa siaga, tua dan cemas.
Kulit keriput dapat amat mencolok di telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biasanya cukup
panjang. Kebanyakan bayi postmatur seperti itu tidak mengalami hambatan pertumbuhan
karena berat lahirnya jarang turun di bawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Namun,
13
dapat terjadi hambatan pertumbuhan berat, yang logisnya harus sudah lebih dahulu terjadi
sebelum minggu 42 minggu lengkap.banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang
sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Beberapa bayi yang bertahan hidup
mengalami kerusakan otak.
Insiden sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, 43 minggu masing-masing belum
dapat ditentukan dengan pasti. Shime dkk (1984), dalam satu diantara segelintir laporan
kontemporer tentang kronik postmatur, menemukan bahwa sindrom ini terjadi pada sekitar
10% kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33% pada 44 minggu.
Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.
Trimmer dkk (1990) mendiagnosis oligohidramnion bila kantung cairan amnion vertical
maksimum pada USG berukuran 1 cm atau kurang pada gestasi 42 minggu dan 88% bayi
adalah postmatur.
2) Disfungsi Plasenta
Clifford (1954) mengajukan bahwa perubahan kulit pada postmatur disebabkan oleh
hilangnya efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis keduanya yang terus mempengaruhi
konsep-konsep kontemporer menghubungkan sindrom postmaturitas dengan penuaan
plasenta. Namun Clifford tidak dapat mendemonstrasikan degenerasi plasenta secara
histologis. Memang, dalam 40 tahun berikutnya tidak ditemukan perubahan morfologis dan
kuantitatif yang signifikan. Smith and Barker (1999) baru-baru ini melaporkan bahwa
apoptosis plasenta meningkat secara signifikan pada gestasi 41 sampai 42 minggu lengkap
dibanding dengan 36 sampai 39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut tidak jelas sampai
sekarang.
Jazayeri dkk (1998) meneliti kadar eritropoetin plasma tali pusat pada 124 neonatus
tumbuh normal yang dialhirkan dari usia gestasi 37 sampai 43 minggu. Mereka ingin menilai
apakah oksigenasi janin terganggu, yang mungkin disebabkan oleh penuaan plasenta, pada
kehamilan yang berlanjut melampaui waktu seharusnya. Penurunan tekanan parsial oksigen
adalah satu-satunya stimulator eritropoetin yang diketahui. Setiap wanita yang diteliti
mempunyai perjalanan persalinan dan perlahiran nonkomplikata tanpa tanda-tanda gawat
janin atau pengeluaran mekonium. Kadar eritropoetin plasma tali pusat menindkat secara
signifikan pada kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada skor
apgar dan gas tali darah pusat yang abnormal pada bayi-bayi ini, penulis menyimpulkan
bahwa ada penurunan oksigenasi janin pada sejumlah kehamilan postterm.
14
Janin postterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa
besar pada saat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukkan bahwa fungsi plasenta tidak
terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat
adalah ciri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu. Nahum dkk (1995) baru-baru ini
memastikan bahwa pertumbuhan janin terus berlangsung sekurang-kurangnya sampai 42
minggu.
3) Gawat Janin dan Oligohidramnion
Alasan-alasan utama meningkatnya resiko pada janin postterm dijelaskan oleh Leveno
dkk. Mereka melaporkan bahwa bahaya pada janin intrapartum merupakan konsekuensi
kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion.
Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42
minggu. Mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion
yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada
sindrom aspirasi mekonium.
Trimmer dkk (1990) mengukur produksi urin janin tiap jam dengan menggunakan
pengukuran volume kandung kemih ultrasonic serial pada 38 kehamilan dengan usia gestasi
42 minggu atau lebih. Produksi urin yang berkurang ditemukan menyertai oligohidramnion.
Namun, ada hipotesis bahwa aliran urin janin yang berkurang mungkin merupakan akibat
oligohiramnion yang sudah ada dan membatasi penelanan cairan amnion oleh janin. Velle dkk
(1993) dengan menggunakan bentuk-bentuk gelombang Doppler berdenyut, melaporkan
bahwa aliran darah ginjal janin berkurang pada kehamilan postterm dengan oligohidramnion.
4) Pertumbuhan Janin Terhambat
Hingga kini makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan yang seharusnya
tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Morbiditas dan mortalitas meningkat secara
signifikan pada bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan . seperempat kasus lahir mati
yang terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan
yang jumlahnya relative kecil.
E. DIAGNOSA
Dalam menegakkan diagnosis KLB sering kita mengalami kesulitan, terutama jika
dihadapkan pada penderita yang tidak mengetahui/memperhatikan siklus haidnnya. Karena itu
banyak diagnosis KLB yang terjadi hanya 10% menunjukkan bayi yang sesuai.
15
Diagnosis yang tepat bagi KLB memerlukan penentuan HPHT secara hati-hati dan
pemeriksaan klinis awal serta pemeriksaan ultrasonografi untuk mencocokan tanggal haid
terakhir. Penentuan saat terjadi konsepsi adalah sangat penting dalam mengurangi kesalahan
diagnosis KLB dan membantu menentukan kapan resiko kehamilan meningkat. Taksiran
persalinan dianggap dapat lebih diyakini bila umur kehamilan dapat ditentukan secara akurat
pada awal kehamilan.
Untuk menegakkan diagnosis KLB, perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang
teliti, dapat dilakukan saat antenatal maupun postnatal. Anamnesis dan pemeriksaan yang
perlu dilakukan dalam menegakkan diagnosis KLB antara lain:
1. Riwayat haid
2. Denyut jantung janin
3. Gerakan janin
4. Pemeriksaan ultrasonografi
5. Pemeriksaan radiologi
6. Pemeriksaan sitologi
Menurut pernoll, digunakan beberapa parameter, dianggap KLB jika 3 dari 4 kriteria
hasil pemeriksaan ditemukan, yaitu:
1. Telah lewat 36 minggu sejak tess kehamilan urin dinyatakan positif
2. Telah lewat 32 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan
menggunakan fetalphone Doppler.
3. Telah lewat 24 minggu sejak ibu merasakan aktivitas/gerakan janin (quickening)
4. Telah lewat 22 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan
menggunakan stetoskop Laennec.
Parameter yang dapat membantu penentuan umur kehamilan adalah tanggal saat
pertama kali tes kehamilan positif (+_ UK 6 minggu) persepsi ibu akan adanya gerakan janin
(quickening) pada UK 16-18 minggu, waktu saat detk jantung janin pertama kali terdengar
(10-12 minggu dengan fetal phone/Doppler dan 19-20 minggu dengan fetoskop)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan sebagai gold standar dalam membantu
menentukan UK. Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi berubah seiring dengan lamanya
umur kehamilan saat diperiksa. Pada trimester I, parameter yang paling sering dipakai adalah
panjang puncak kepala-bokong (CRL=Crown-Rump Lenght), sedangkan pada trimester
16
kedua digunakan diameter biparetal (BPD-Biparetal Diameter), lingkar kepala (HC=Head
Circumference) dan panjang femur (FL=Femur Lenght).
Berdasarkan pengukuran CRL, 90% dengan interval kepercayaaan ± 3 hari. BPD
sampai UK 20 minggu memeiliki ketepatan 90% interval kepercayaan ± 8 hari, tetapi antara
UK 18-24 minggu ketepatan 90% dengan interval kepercayaan ± 12 hari. Pengukuran BPD
dan FL pada trimester ketiga masing-masing ketepatannya ± 21 hari dan ± 16 hari. Panjang
femur pada umumnya dipakai sebagai pedoman pada UK 14 minggu, dan bila digunakan
sebelum UK 20 minggu ketepatannya ± 7 hari. Waktu yang paling baik untuk konfirmasi UK
dengan ultrasonografi adalah antara 16-20 minggu. Bila perkiraan UK dengan perhitungan
berdasarkan HPHT berbeda lebih dari 10-12 hari dibandingkan pemeriksaan ultrasonografi
tersebut.
Pemeriksaan laboratorium juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa kehamilan
lewat bulan.
Kadar lesitin/spingomielin
Bila lesitin/spongiomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur kehamilan
sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spongiomielin 28-32 minggu, pada kehamilan
genap bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan
kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah janin cukup
umur/matang untuk dialhirkan yang berkaitan mencegah kesalahan dalam tindakan
pengakhiran kehamilan.
Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah.
Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42
minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu
didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA antara 42-46 detik
menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemah dalam cairan amnion. Bila jumlah sel
yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila
50% atau lebih, maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
Sitologi vagina
17
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai sensitivitas 75%. Perlu
diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.
Tabel 1. Umur kehamilan menurut terlihatnya inti penulangan
Inti penulangan Umur kehamilan (minggu)
Kalkaneus
Talus
Femur distal
Tibia proksimal
Kuboid
Humerus proksimal
Korpus kapitatum
Korpus hamitatum
Kuneiformis ke-3
Femur proksimal
24-26
26-28
36
38
38-40
38-40
≥ 40
≥ 40
≥ 40
≥ 40
Tabel 2. Gambaran sitologi hormonal kehamilan mendekati genap bulan, genap bulan dan KLB
Sitologi Mendekati genap bulan Genap bulan Lewat bulan
Kelompok dan lipatan sel
Sel navikular
Penyebaran sel tersendiri
Sel superficial tersendiri
Sel intermediate tersendiri
Sel basal eksterna tersendiri
Indeks piknotik
Indeks eosinofil
Sel radang
++
+++
+
0
+
0
< 10%
1%
+
+/0
+/0
++/+++
++
++
0
15-20%
2-15%
+
0
0
+++
+++
+/0
++
>20%
10-20%
++
G. PENGELOLAAN
Terdapat dua pendapat dalam pengelolaan KLB yaitu:
1. Pengelolaan ekspektatif/konservatif/pasif
2. Pengelolaan aktif
Pertimbangan dalam pengelolaan pasif adalah dengan mengingat beberapa hal:
18
a) Usia gestasi tidak selalu diketahui dengan benar, sehingga janin mungkin kurang
matur.
b) Sulit untuk mengidentifikasi dengan jelas apakah janin akan meninggal atau akan
mengalami morbiditas serius jika tetap dipertahankan.
c) Mayoritas janin lahir dalam keadaan baik.
d) Induksi persalinan tidak selalu berhasil.
e) Bedah Caesar meningkatkan resiko morbiditas ibu, bukan hanya pada kehamilan ini,
tapi juga kehamilan berikutnya.
Tapi mengingat resiko untuk terjadinya kegawatan pada janin cukup besar, dimana resiko
kematian janin dapat terjadi setiap saat antepartum, intrapartum maupun pasca persalinan,
maka dianjurkan pengelolaan secara aktif dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:
a) Terjadinya oligohidramnion tidak dapat diramalkan, bahkan dapat terjadi dalam 24
jam setelah dilakukan pemeriksaan, dimana ditemukan indeks cairan amnion cukup.
b) Induksi persalinan tidak meningkatkan angka bedah Caesar.
c) Resiko morbiditas dan mortalitas yang dihadapi janin cukup besar, dengan makin
lamanya kehamilan berlangsung.
1. Pengelolaan ekspektatif
Kehamilan dibiarkan berlangsung sampai 42 minggu dan seterusnya sampai terjadi
persalinan spontan sepanjang hasil uji kesejahteraan janin masih baik. Induksi dilakukan bila
terjadi: skor Bishop >5 (matang) atau terdapat indikasi obstetri untuk mengakhiri kehamilan
antara lain bila tes tanpa tekanan hasilnya abnormal.
Sejak UK 42 minggu dilakukan uji kesejahteraan janin. Uji kesejahteraan janin dapat
menggunakan metode tes tekanan darah oksitosin CST (contraction stress test) atau tes tanpa
tekanan NST (non stress test), profil biofisik, rasio estrogen-kretinin ibu.
Untuk negara berkembang, Thongsong (1999) mengusulkan pemeriksaan profil biofisik
secara cepat (rapid biophysic profile) yang terdiri atas pemeriksaan gerakan janin yang
terprovokasi suara (sound-provoked foetal movement) dan pengukuran indeks air ketuban
(amnion fluid index=AFI), keduanya dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi.
Rapid biophysic profile memiliki kelebihan: sederhana, murah, interpretasi hasil lebih
mudah, waktu yang diperlukan lebih pendek, dan apabila dibandingkan dengan profile
biofisik yang lengkap (NST dan AFI) serta 3 komponen gerakan spontan janin yaitu gerak
19
nafas, gerak janin dan tonus janin) maupun profil biofisik yang telah dimodifikasi (hanya
NST dan AFI) memiliki ketepatan yang hampir sama.
2. Pengelolaan aktif
Pengelolaan aktif adalah upaya untuk menimbulkan persalinan pada setiap kehamilan
sebelum terjadi kehamilan lewat bulan atau pada UK 42 minggu. Sehingga didapatkan
perbedaan mengenai kapan dilakukan induksi persalinan: pada UK 41 minggu atau 42
minggu. Beberapa penulis menganjurkan suatu tindakan aktif dengan melakukan induksi
persalinan pada UK 41 minggu untuk menghindari kemungkinan akibat buruk dari KLB.
Pada umur kehamilan 41 minggu bila serviks belum matang, maka dialkukan uji
kesejahteraan janin dan dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu.
Vorherr mengusulkan pengelolaan yang individualistik, tidak terpaku pada ketentuan baku
pengelolaan aktif dengan melakukan induksi secara rutin atau pengelolaan ekspektatif.
Pemilihan cara pengelolaan tergantung keadaan klinis, riwayat obstetri, kematangan serviks
dan kesejahteraan janin.
Untuk menentukan pengelolaan perlu dengan jelas diketahui umur kehamilan,
berdasarkan itu pengelolaan KLB dapat ditentukan dengan:
Umur kehamilan diketahui dengan jelas
Jika umur kehamilan dapat diketahui dengan jelas, maka pengelolaan KLB dapat
dilakukan secara pasif. Pengelolaan secara pasif dimana penderita dirawat untuk kemudian
dilakukan pemeriksaan elektronik dan ultrasonografi, untuk melihat kesejahteraan janin,
dengan uji tanpa tekanan (NST). Menurut Benedetti dan Easterling selama uji menunjukkan
hasil normal, dianggap janin terganggu minimal dan tidak dianjurkan dilahirkan. Dengan
mengadakan pemantauan kesejahteraan janin secara serial, maka selama masih dalam keadaan
baik, persalinan dapat ditunggu hingga timbul spontan. Sedangkan secara aktif dengan
melakukan induksi persalinan. Dan jika dalam pemantauan terjadi kegawatan janin maka
dapat diakhiri sesuai dengan indikasi obstetri yang ditemukan.
Umur kehamilan tidak jelas
Jika umur kehamilan tidak diketahui dengan jelas, dianjurkan untuk melakukan
pengelolaan KLB secara pasif/konservatif. Selama kehamilan dilakukan pemeriksaan
kesejahteraan janin secara serial. Intervensi baru dilakukan jika ditemukan gangguan pada
janin berupa kurangnya cairan amnion (oligohidramnion) dan atau gerak janin yang
20
berkurang. Bentuk intervensi yang dilakukan tergantung indikasi obstetri pada saat itu.
Selama tidak terjadi gangguan pada janin, maka persalinan dapat ditunggu untuk terjadi
secara spontan.
Induksi Persalinan
Induksi persalinan merupakan berbagai macam tindakan untuk menimbulkan
dimulainya persalinan atau merangsang timbulnya his pada ibu hamil yang belum inpartu.
Induksi persalinan merupakan salah satu teknik yang sering digunakan pada pengelolaan
persalinan. Di amerika 16% persalinan pada tahun 1997 dilakukan dengan induksi persalinan
dengan berbagai indikasi. Bahkan pada akhir-akhir ini terjadi penurunan agka bedah caesar
dan angka induksi persalinan meningkat.
Coonrod et al dalam studi retrospektifnya menemukan angka induksi persalinan sebesar
20,3%. Bahkan angka induksi persalinan pada bekas bedah Caesar mencapai 38,4% dan
induksi persalinan dapat dilakukan pada umur kehamilan 37-42 minggu. Untuk keberhasilan
induksi persalinan, umumnya dilakukan pemeriksaan kematangan serviks dengan sistem skor
menurut Bishop.
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik operatif/tindakan maupun
dengan menggunakan obat-obatan/medisinal. Untuk menentukan cara induksi persalinan yang
dipilih beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, perlu dipertimbangkan yaitu: paritas,
kondisi serviks, keadaan kulit ketuban dan adanya parut uterus.
Tabel 3. Sistem skoring menurut Bishop
Kriteria 0 1 2 3
Dilatasi serviks (cm)
Pendataran serviks (%)
Penurunan kepala dari H III (cm)
Konsistensi serviks
Posisi serviks
0
0-30
-3
Keras
Posterior
1-2
40-50
-2
Sedang
Medial
3-4
60-70
-1 – (0)
Lunak
Anterior
5-6
80
+1 – (+2)
Induksi persalinan secara operatif/tindakan, yaitu:
Melepas kulit ketuban dari bagian bawah rahim
Amniotomi
21
Rangsangan pada puting susu
Stimulasi listrik
Pemberian bahan-bahan ke dalam rahim/rektum dan hubungan seksual
Induksi persalinan secara medisinal, yaitu:
Tetes oksitosin
Pemakaian prostaglandin
Cairan hipertonik intrauterin/extra-amniotic normal saline.
Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan bermacam-macam indikasi, dapat karena
indikasi dari ibu maupun dari janin.
Indikasi ibu:
Kehamilan dengan hipertensi
Kehamilan dengan diabetes melitus
Perdarahan antepartum tanpa kontaindikasi persalinan pervaginam
Indikasi janin:
Kehamilan lewat bulan
Ketuban pecah dini
Kematian janin dalam rahim
Pertumbuhan janin terhambat
Isoimunisasi-Rhesus
Kelainan kongenital mayor
Kontraindikasi
Pada keadaan ini induksi persalinan tidak dapat dilakukan, atau jika terpaksa dilakukan
diperlukan pengamatan yang sangat berhati-hati:
Malposisi dan malpresentasi janin
Insufisiensi plasenta
Disproporsi sefalopelvik
Cacat rahim
Grandemultipara
Gemeli
Distensi perut berlebihan
Plasenta previa
22
Komplikasi induksi persalinan
Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan meupun setelah bayi
lahir. Pada penggunaan infus oksitosin dianjurkan untuk meneruskan pemberian hingga 4 jam
setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan adalah:
Hiponatremia
Atonia uteri
Hiperstimulasi
Fetal distress
Prolaps tali pusat
Solusio plasenta
Ruptura uteri
Hiperbilirubinemia
Perdarahan postpartum
Kelelahan ibu dan krisis emosional.
Infeksi intrauterin.
Tabel 4. Penanganan Kehamilan Postterm
Kategori Kehamilan postterm tanpa kelainan
Kehamilan postterm dengan kelainan
Penilaian:- Skor bishop- Pemantauan janin- Letak janin
Skor Bishop >5Baiknormal
Skor Bishop <5Ada kelainanAda kelainan
PENANGANANPolindes dan Puskesmas Penilaian umur kehamilan
Riwayat obstetri yang laluTinggi fundus uteriFaktor resikoKehamilan >41 minggu
HPHT
(rujuk)Rumah Sakit Penilaian ulang umur kehamilan
Penilaian skor Bishop Pemeriksaan fetal assessment USG NST (kalau perlu CST)Skor bishop <5: Skor bishop >5:
23
a) - NST normal- USG oligohidramnion- Bayi tidak makrosia
induksi persalinanb) Deselari variabel
induksi persalinan dengan observasi
c) - volume amnion normal- NST non reaktif- CST baik induksi
persalinand) Kehamilan lebih dari 42
minggu sebaiknya diterminasi.
Seksio sesarea dilakukan bila ada kontra indikasi induksi persalinan.
Anak tidak besarNST reaktifPenempatan normalLakukan induksi (sambil observasi)
H. KOMPLIKASI
1. Anak besar dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik.
2. Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janinsampai bayi
meninggal.
3. Keluarnya mekoneum yang dapat menyebabkan aspirasi mekoneum.
I. PENCEGAHAN
1. Konseling antenatal yang baik
2. Evaluasi ulang umur kehamilan bila ada tanda-tanda berat badan tidak naik,
oligohidramnion, gerak anak menurun. Bila ragu periksa untuk konfirmasi umur
kehamilan dan mencegah komplikasi.
24
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294 hari)
atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Beberapa penulis
juga menyatakan KLB sebagai kehamilan melebihi 42 minggu. Jika ditinjau dari segi bayi
yang dilahirkan maka lebih dianjurkan menggunakan istilah postmatur, dimana istilah ini
merujuk pada fungsi. Jika ditinjau dari segi bayi, maka usia gestasi dilihat dengan memeriksa
tanda-tanda fisik dan laboratorium yang ditemukan pada bayi dan dengan melakukan
penilaian menurut score maturity rating.
Secara garis besar penyebab terjadinya KLB dari beberapa teori dapat dirangkum:
1) HPHT tidak jelas
2) Ovulasi yang tidak teratur
3) Kehamilan ekstrauterin.
4) Riwayat KLB sebelumnya
5) Penurunan kadar estrogen janin,
6) Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin serta peningkatan
reseptor oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi uterus yang kuat, yang
paling berperan adalah prostaglandin.
7) Oligohiramnion.
8) Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan penyimpanan
glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan penyedia asam arakidonat pada
pembentukan konversi prostaglandin.
9) Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan dapat mengakibatkan
terjadinya KLB.
Selain itu KLB juga dapat terjadi karena pengaruh disfungsi plasenta, sindrom
postmaturitas, gawat janin dan oligohidramnion, serta pertumbuhan janin yang terhambat.
Penatalaksanaan KLB dengan menggunakan dua metode yaitu dengan pengelolaan
ekspektatif atau dengan pengelolaan aktif.
25
2. SARAN
Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang pentingnya
pemeriksaan rutin kehamilan untuk mengurangi terjadinya kehamilan lewat bulan.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Kristanto, Herman; Mochtar Anantyo B. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo Edisi: 4. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
2. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Paduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
3. Cunningham, Gary dkk. 2005. Obsetri Williams Edisi 21 Vol.1. EGC. Jakarta
4. Muarif, Yanis Samsul. 2002. Perbandingan Keberhasilan Misoprostol dan Tetes
Oksitosin Untuk Induksi Persalinan Pada Kehamilan Lewat Bulan. Program Pendidikan
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.
Semarang.
5. Tjahjanto, Hari. 2000. Prediksi Skor Bishop Dalam Menentukan Keberhasilan Induksi
Persalinan Kehamilan Lewat Bulan. Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
6. Saifudin, Abdul B. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
7. Pasaribu, Hotma Partogi. 2005. Kehamilan Lewat Bulan. Fakultas Kedokteran
Universitaas Sumatera Utara.
8. Winkjosastro Hanifa. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
9. Rusianto, Nuky. 2007. Kelainan Lamanya Kehamilan. Surabaya
10. Norwitz E, Robinson J, Repke J. Labor and delivery. In: Gabbe SG, Niebyl JR,
Simpson JL, eds. 2002. Obstetrics: normal and problem pregnancies.4th ed. New York:
Churchill Livingstone.
27
Recommended