View
206
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
ikterus
Citation preview
DIARE PADA ANAK
KELOMPOK 5
030.06.121 Ilham Wijaya Kusuma 030.08.082 Diaz Rahmadi Gusnadi
030.06.142 Kusmayati 030.08.083 Dina Putri Damayanti
030.06.152 Marfira Fuadillah 030.08.084 Dini Noviani
030.06.156 Mario Surjawinata 030.08.085 Dita Rahmita
030.07.120 Kadek 030.08.086 Aditya Ilham Noer
030.07.136 Lady Citra K S M 030.08.087 Diyana
030.08.070 Christy Suryandari 030.08.288 Naridah binti Roslan
030.08.081 Dian Rosa Ari Zona 030.08.289 Nadiratul Nadhira binti Zul
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta, 1 Oktober 2009
DAFTAR ISI
1.1 Pendahuluan …………………………………………………….. 3
1.2 Tinjauan Pustaka
1.2.1 Gambaran Mikroskopik Lobules Hati………………………. 41.2.2 Aliran Cairan Empedu……………………………………… 41.2.3 Katabolisme Heme dan Metabolisme Bilirubin……………. 51.2.4 Siklus Enterohepatik……………………………………….. 71.2.5 Klasifikasi Ikterus dan Patogenesis………………………… 71.2.6 Jenis Bilirubin dan Sifatnya………………………………… 81.2.7 Gambaran Klinis Ikterus Prehepatik,hepatic,Posthepatik….. 81.2.8 Obstruksi Posthepatik……………………………………… 10
1.3 Analisa Kasus
1.3.1 Anamnesis…………………………………………………. 111.3.2 Pemeriksaan Fisik…………………………………………. 121.3.3 Pemeriksaan Laboratorium………………………………… 131.3.4 Pemeriksaan Penunjang…………………………………… 141.3.5 Diagnosis Banding………………………………………… 151.3.6 Diagnosis Kerja……………………………………………. 161.3.7 Penatalaksanaan…………………………………………… 161.3.8 Prognosis………………………………………………….. 17
1.4 Kesimpulan…………………………………………………... 18
1.5 Daftar Pustaka……………………………………………….. 19
PENDAHULUAN
Karsinoma pancreas ditemukan sekitar 3-5% dari semua karsinoma dan
mencapai 17% dari seluruh karsinoma di saluran pencernaan. Lebih banyak
ditemukan pada kaum pria daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Karsinoma
pancreas banyak ditemukan di caput,kurang lebih 70%. Selanjutnya di corpus kurang
lebih 20% dan sisanya sekitar 10% terjadi di cauda. Pada sebagian besar pasien
keluhan pertama yang dirasakan adalah timbulnya ikterus.
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan
lainnya(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena meningkatnya kadar
bilirubin dalam darah. Bilirubin dibentuk adri pemecahan cincin heme, biasanya
sebagai akibat dari metabolism sel darah merah. Kata ikterus berasal dari bahasa
Perancis “jaune” yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya
terang pada siang hari, dengan melihat sclera mata. Ikterus ringan dapat dilihat paling
awal pada sclera mata, dan kalau ini terjadi, konsentrasi bilirubin sudah berkisar
antara 2-2,5 mg%. Jika ikterus sudah terlihat jelas oleh mata maka kadar bilirubin
sudah mencapai 7mg%.
3
TINJAUAN PUSTAKA
A . Gambaran Mikroskopik Lobulus Hati
Di dalam hati manusia terdapat 50.000 – 100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk
heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersususn radial mengelilingi vena
sentralis. Di antara sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang
vena porta dan arteri hepatica. Selain cabang vena porta dan arteri hepatica yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang disebut kanalikuli empedu. (1)
Lobulus hati memiliki tiga zona,yaitu zona periportal,, zona midsonal, zona
centrolobulus.
Zona periportal, zona yang berada di pinggir lobulus, mengandung darah kaya oksigen dan
nutrien karena terletak dekat dengan vena porta dan arteri hepatica yang masing-masing
membawa darah yang kaya nutrien dan darah yang kaya oksigen.
Zona midsonal, zona ini berada lebih dekat ke central lobulus hati namun belum di sentral
lobulus. Zona ini mengandung kaya oksigen namun sedikit nutrient.
Zona centrolobulus, zona ini berada di sentral lobulus hati, di zona ini terdapat vena
sentralis yang miskin oksigen dan miskin nutrien karena terletak jauh dari vena porta dan
arteri hepatica.
B. Aliran Cairan Empedu
Empedu yang dihasilkan di hepatosit akan diekskresikan ke dalam kanalikuli
kemudian melalui kanal Hering dan mengalir ke duktus biliaris. Duktus biliaris dari tiap
lobus membentuk duktus hepatikus dextra dan sinistra, yang kemudian akan menyatu
membentuk duktus hepatikus komunis. Selanjutnya duktus hepatikus komunis bergabung
dengan duktus cysticus menjadi duktus choledocus. Kemudian empedu akan disekresikan ke
duodenum melalui ampula Vaterii. (2)
4
C. Katabolisme Heme dan Metabolisme Bilirubin(3)
Proses katabolisme terjadi di sistem retikulo endoplasma, dengan bahan baku eritrosit
tua yang berumur 120 hari dan inefektif eritrosit. Pemecahan eritrosit akan menghasilkan
hemoglobin. Kemudian hemoglobin dipecah lagi menjadi heme dan globin. Heme akan
mengalami beberapa kali proses oksidasi-reduksi dan dengan bantuan O2 ion ferri dilepaskan
dan dibentuk CO, menghasilkan biliverdin. Kemudian biliverdin diubah menjadi bilirubin
dengan bantuan enzim biliverdin reduktase.
Setelah terbentuk, bilirubin indirek diuptake ke dalam hepatosit. Di dalam hepatosit
bilirubin indirek dikonjugasi menjadi bilirubin direk dengan bantuan asam glukuronat dan
enzim glukuronil transferase. Kemudian bilirubin direk akan disekresi bersama getah empedu
ke dalam duodenum melalui ampula Vaterii.
Metabolisme bilirubin berlangsung dalam tiga fase yaitu : fase prahepatik, fase
hepatik, fase posthepatik.
Fase prahepatik
1. Pembentukan bilirubin
Bahan baku utama pembentukan bilirubin terdiri dari sel darah merah yang sudah
tua (umurnya sudah lebih dari 120 hari). Sel darah merah tersebut di destruksi
menjadi hemoglobin, lalu terjadi pemisahan heme dengan globin pada hemoglobin
tersebut. Heme yang kemudian akan diubah menjadi biliverdin oleh enzim heme
oxygenase di limpa. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui
oksidasi bilirubin . biliverdin akan diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi oleh
enzim biliverdin reductase.
2. Transport plasma
Bilirubin tak terkonjugasi ini mempunyai sifat tidak larut air oleh karena itu untuk
diangkat ke hati bilirubin ini membuthkan albumin, bilirubin tka terkonjugasi ini
akan terikat kuat dengan albumin yang mengangkatnya ke hati. Sehingga bilirubin
ini tidak dapat melewati membrane glomerulus sehingga tidak muncul dalam air
seni.
5
Fase Hepatik
3. Liver uptake
Ambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh sel hati memerlukan protein pengikat
yaitu ligandin atau protein Y. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif
dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.
4. Konjugasi
Bilirubin tak terkonjugasi akan berkonjugasi dengan asam glukoronat dengan
enzim glukoronil transferase yang akan menjadi bilirubin terkonjugasi. Bilirubin
terkonjugasi ini bersifat larut air namun tidak larut dalam lemak.
Fase Posthepatik
5. Ekskresi bilirubin
Transport bilirubin terkonjugasi melalui membrane sel ke dalam empedu melalui
suatu proses aktif. Bilirubin terkonjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikuli biliaris
bersama bahan lain seperti garam empedu. Bilirubin terkonjugasi bersama dengan
garam empedu akan amsuk ke duodenum melalui papilla major duodeni vateri.
Bilirubin terkonjugasi ini di dalam usus akan bertemu dengan flora usus yang
akan men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi
urobilinogen yang akan dibagi ke feses, sirkulasi enterohepatik, dan urin.
Urobilinogen akan dioksidasi oelh kuamn usus besar dan akan menjadi urobilin
yang akan member warna pada feses. Sebagian akan diserap lagi di ileum
terminalis untuk masuk ke sirkulasi enterohepatik yang membawa urobilinogen
kembali ke hati. Sejumlah kecil urobilinogen akan dibawa oleh sirkulasi sistemik
dan akan mencapai ginjal yang kemudian akan mewarnai urin.
6
D. Siklus Enterohepatik
Adalah penyerapan kembali urobilinogen di ileum terminalis melalui vena porta
menuju hati untuk di metabolisme lebih lanjut. Siklus enterohepatik ini disebut juga
pendaurulangan garam-garam empedu antara usus halus dan hepar. Gambar empedu
diperlukan untuk pencernaan makanan sehingga akan direabsorbsi direabsorbsi kembali ke
pembuluh darah menuju ke hepar melalui usus halus terutama pada bagian terminal.
E. Klasifikasi Ikterus dan Patogenesis (3)
1. prehepatik/ hemolitik
Hemolisis meningkat → pembentukan bilirubin direct berlebih → gangguan
glukuronil tranferase → bilirubin indirect juga meningkat
2. hepatic/ hapatoseluler
Kerusakan sel hati, penghambatan glukoronil transferase, gangguan congenital →
bilirubin direct dan indirect meningkat
3. posthepatik/ obstruktif
Batu, tumor, kanker di saluran ekstra hepatic → sumbatan aliran bilirubin → bilirubin
direct meningkat
7
F. Jenis Bilirubin & Sifatnya
Bilirubin indirect Bilirubin direct
Larut lemak Larut air
Unconjugated Conjugated
Non polar Polar
Berikatan dengan albumin Berikatan dengan asam glukuronat
Tipe hemolytic Tipe obstruktif
G. GAMBARAN KLINIS IKTERUS PREHEPATIK, HEPATIK, POST HEPATIK
Gambaran Prehepatik Hepatik Post hepatic
Warna kulit Kuning pucat kuning pekat Kuning – hijau
Warna urin Normal atau gelap
(dengan
urobilinogen)
Gelap (bilirubin
terkonjugasi)
Gelap (bilirubin
terkonjugasi)
Warna feses Normal atau gelap
(sterkobilin banyak)
Pucat (sterkobilin
sedikit)
Warna dempul
(tidak ada
sterkobilin)
Bilirubin indirect
Serum
Meningkat Meningkat Normal
Bilirubin direct
serum
Normal Meningkat Meningkat
Bilirubin urin Tidak ada Ada Ada
Urobilinogen urin
dan feses
Meningkat Menurun Menurun atau tidak
ada
-Mata Kuning
Beberapa keadaan yang bisa menyebabkan mata menjadi kuning, antara lain
hiperpigmentasi pada orang tua, hiperkolesterolemia dan bilirubin darah yang tinggi. Pada
keadaan biliribun darah tinggi, mata menjadi kuning disebabkan karena mata terdiri dari
jaringan elastin yang memiliki afinitas tinggi terhadap bilirubin.
-Tinja dempul
Pada penderita ikterus tipe obstruktif didapatkan warna tinja seperti dempul
dikarenakan bilirubin direct yang tidak dapat disalurkan ke usus karena adanya obstruksi
yang menyebabkan bilirubin direct tersebut tidak dapat direduksi lagi menjadi urobilinogen
sehingga urobilin (yang memberi warna tinja menjadi galap) tidak terbentuk akibatnya tinja
yang keluar akan berwarna seperti dempul.
-Mekanisme gatal
Asam empedu dan bilirubin dalam darah meningkat → bersifat toxic → mengendap di kulit
→ merusak saraf sensorik kulit → timbul rasa gatal.
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh factor fungsional maupun
factor obstruktif, terutama menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Peningkatan
bilirubin terkonjugasi dapat disertai kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan
fosfatase alkali,AST, kolesterol dan garam empedu dalam serum. Kadar garam empedu yang
meningkat menimbulkan gatal-gatal namun patogenesanya belum diketahui dengan pasti.
9
H. Obstruksi posthepatik
Obstruksi posthepatik menyebabkan bilirubin terkonjugasi lebih tinggi kadarnya
daripada bilirubin tidak terkonjugasi. Pada keadaan ini bilirubin tak terkonjugasi normal
diproduksi dan dapat dikonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi karena hati dalam keadaan
baik, namun bilirubin terkonjugasi ini tidak dapat di sekresikan ke traktus gastrointestinal
karena adanya obstruksi sehingga bilirubin terkonjugasi tertumpuk. Konjugasi bilirubin tak
terkonjugasi berlangsung namun saluran empedu masih terhambat sehingga hasilnya yaitu
bilirubin terkonjugas mengalami regurgitasi kembali ke sel-selo hepatosit. BIlirubin
terkonjugasi tersebut merembes ke dalam sel hepatosit untuk masuk ke sinusoid hati. Hal ini
menyebabkan bilirubin terkonjugasi lebih tinggi dariapda bilirubin tak terkonjugasi.
10
ANALISA KASUS
Kasus
Seorang laki-laki umur 30 tahun dengan keluhan demam selama kurang lebih 3 minggu,
beberapa kali berobat ke dokter, diberi antibiotika dan obat panas, demam berkurang
kemudian kambuh lagi. Badan makin lama makin kurus dan merasa lemah, beraktivitas
sedikit sudah merasa lelah.
Pasien tidak mempunyai pekerjaan tetap, lebih banyak waktu di luar ruamh daripada emnetap
di rumah orang tua.mengaku pengguna kokain dengan suntikan.Anamnesis :
Identitas
Nama : -
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : pria
Alamat : -
Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : demam kurang lebih dari 3 minggu yang lalu
Keluhan Tambahan : Badan makin lama makin kurus dan merasa lemah
Beraktivitas sedikit sudah merasa lelah
Riwayat kebiasaan : Sering menggunakan kokain dengan suntikan
Riwayat pekerjaan : Tidak punya pekerjaan tetap,lebih banyak waktu di luar
daripada menetap di rumah orangtua
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : compos mentis, kontak baik
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Heart rate : 120x/menit
Respiration Rate : 14x/menit
Temperatur : 38,5’ C
JVP : 5+3 cm
S1-S2 reguler,S3 gallop (-) , aktivitas RV meningkat, pansystolic murmur grade III/6
dengan punctum maksimum di parasternal kiri intercostals space III-IV
Hepatomegali (-),splenomegaly S2
12
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Rutin :
Hb 8 gr% N 13-16 gr% (anemia)
Leukosit 15000/uL N 4000-10000/uL (infeksi)
LED 40mm/jam N 0-15 mm/jam (infeksi kronis)
Pemeriksaan laboratorium yang perlu ditambahkan :
- Ureum dan kreatinin : untuk menilai fungsi ginjal. Untuk menghindari kemungkinan
bakteri sudah menyerang ginjal
- Serologi : CFT ( complement fixation test )
Digunakan untuk mengetahui adanya infeksi bakteri ,jamur ,virus, atau
kuman
Pemeriksaan Penunjang
Echocardiografi : - Vegetasi pada katup tricuspidal
( indikasi adanya kolonisasi bakteri )
- elalui katup tricuspid dari RV ke RA saat
sistolik
- Tampak rupture chordae tendinae katup
tricuspid ( disebabkan karena adanya bakteri
sehingga menyebabkan nekrosis akhirnya ruptu)
Kultur darah : - Belum ada hasil
Yang harus diperhatikan pada kultur darah pada pasien ini :
- Pemberian antibiotic sebelumnya jika ada pemakaian antibiotik jangka
panajng harus ditunggu hingga 7 hari. Jika pemakaian jangkan pendek ditunggu 3-4 hari.
- Menjaga sterilitas dari pengambilan sampel
- Sampel diambil 4-6 sampel darah dengan interval 1-2 jam
- Pemakaian koagulan diperlukan untuk mencegah pembekuan darah
Serologi : CFT ( complement fixation test )
Digunakan untuk mengetahui adanya infeksi bakteri ,jamur ,virus, atau
kuman
14
Diagnosis Banding
Batu empedu
Tumor pankreas
Diagnosis Kerja : Endokarditis Infektif et causa IVDA
Kami memilih diagnosa kerja Endokaditis Infektif karena dilihat dari adanya nekrosis
di rupture tendinae dan pasien juga menunjukkan manifestasi klinis dari Endokarditis Infektif
seperti febris yang lama, kehilangan berat badan, malaise, bising jantung, splenomegali, dari
laboratorium seperti : anemia, lekositosis. Adanya rupture chgordae tendiane juga merupakan
indikasi adanya Endokarditis Infektif. Pansystolic murmur
Kami memilih et causa IVDA karena dari sumber yang kami dapat IVDA adalah
salah satu factor predisposisi dari Endokarditis Infektif yang terutama mengenai jantung
kanan yang dimana sesuai dengan pasien ini ada gangguan di jantugn kanan.
Mekanisme :
Terjadinya endokarditis infektif pada pasien ini kemungkinan besar terjadi karena
penggunaan jarum suntik yang tidak steril dilihat dari pasien adalah pengguna kokain melalui
jarum suntik. Dari jarum suntik yang tidak steril tersebut kemungkinan banyak bakteri-
bakteri yang dapat merugikan tubuh. Dimulai dari suntikan tidak steril itu bakteri masuk
tubuh melalui pembuluh darah dan dibawa darah ke seluruh tubuh dan akhirnya sampai ke
jantung yang dimana dimulai ke jantung kanan dan akhirnya bakteri berinvasi di katup
jantung trikuspidal.
Etiologi :
Banyak kemungkinan untuk terjadinya Endokarditis Infektif seperti bakteri, jamur, dan
virus. Tapi karena Endokarditis Infektif pada pasien ini disebakkan karena IVDA jadi kami
menyimpulkan kalau etiologi dari pasien yaitu bakteri. Dari kebanyakan bakteri yang dapat
menyebabkan Endokarditis Infektif kami mengambil 3 terbanyak yaitu :
1. Staphyococcus aureus
2. Pseudomonas aeroginosa
3. Streptococcus
Dari kemungkinan 3 bakteri yang disebutkan di atas akan dihubungkan ke terapinya
masing-masing
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan pada pasien ini dapat dilakukan tindakan bedah seperti bedah reseksi
‘kuratif’, bedah paliatif, kemoterapi paliatif, dan terapi simtomatik.
Bedah reseksi ‘kuratif’
Merupakan pengobatan yang paling efektif pada karsinome pancreas, dan biasanya
dilakukan pada kanker kaput pancreas dengan gejala awal ikterus.
Bedah paliatif
Dengan tujuan untuk membebaskan obstruksi bilier dengan cara pintas bilier,
pemasangan stent perkutan dan pemasangan stent per-endoskopik. Stenting
endoskopik lebih baik daripada bedah pintas bilier dalam hal morbiditas.
16
Kemoterapi
Digunakan untuk stadium lanjut
Terapi simtomatik
Pengobatan yang dilakukan sebatas mengontrol rasa sakit yang diberikan secara
bertahap tergantung berat ringan sakit dan respons pasien. Sakit ringan dan sedang
dapat dimulai dengan pemberian analgesic seperti aspirin, asetaminofen, dan obat
anti-inflamasi non-steroid. Bila gagal dengan pengobatan di atas atau sakit yang berat
dapat diberikan obat analgesic narkotik seperti morfin, kodein, meperidin. Pruritus
pada keadaan irreversible biasanya responsive terhadap kolestiramin 4-16 gram/hari
dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Pengobatan yang
lain dapat berupa dietetic dan substitusi enzim pancreas pada malnutrisi, pengobatan
terhadap diabetes.
Prognosis
Dubia ad bonam
Jika ditangani dengan baik
17
KESIMPULAN
Pada kasus ini telah disimpulkan di atas bahwa pasien ini menderita ikterus obstruktif
karena obstruksi saluran empedu akibat kanker kaput pancreas. Hal ini didasarkan atas
didapatkannya gejala-gejala klinis yang mengarah pada ikterus obstruktif seperti mata
kuning, tinja berwarna seperti dempul, serta warna urine yang seperti coca-cola. Pada
pemeriksaan laboratorium pasien ini juga ditemukan peningkatan bilirubin indirek maupun
direk, hal ini yang menyebabkan mata kuning pada pasien. Pada pemeriksaan USG abdomen
didapatkan pelebaran saluran empedu serta massa di kaput pancreas, hal ini yang mendasari
penyebab dari ikterus obstruktif oleh karena tumor kaput pancreas.
Penatalaksanaan pada kasus ini harus ditentukan terlebih dahulu stadium dari tumor
pancreas ini. Sehingga tindakan bedah yang akan dilakukan pada pasien sesuai dengan
stadium yang di derita pada pasien tersebut. Bedah reseksi kuratif biasanya dilakukan pada
tumor kaput pancreas dengan gejala awal ikterus. Terapi bedah lain yang ada adalah bedah
paliatif yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan penderita, hal ini menunjukkan bahwa
bedah paliatif tidak bertujuan untuk menyembuhkan tumor pancreas. Terapi simtomatik
berperan secara holistic yang meliputi obat-obatan dan dietetic.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Leeson T S, Leeson C R, Paparo A A. Buku Ajar Histologi. Edisi V. 1995.
Jakarta: EGC. p 384-385
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi II. 2001. Jakarta: EGC. p
565-566.
3. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. P 420-421.492-6
4. Gunawijaya FA, Kartawiguna E, Penuntun Praktikum kumpulan Foto
mikroskopik Histologi. Jakarta:Universitas Trisakti.2007.
5. http://mayoclinic.com/health/pancreatic-cancer/DS00357 Accesed on september
30
6. http://courses.washington.edu/conj/bess/bile/enterohepatic Accesed on september
30
7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. Kapita Selekta kedokteran. Edisi Ketiga.
2001.Jakarta : Media Aesculapius
19
Recommended