70
PEMERIKSAAN FISIK DAN FUNGSIONAL ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILIT ASI DISUSUN OLEH JALALIN BAGIAN REILITASI MEDIK PENGANTAR Bissmillahirrahmanirrahim Assalammualaikum w w PEMERIKSAAN FISIK DAN FUNGSIONAL ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI DISUSUN OLEH JALALIN BAGIAN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRI PALEMBANG

139686393 Penuntun Pemeriksaan Fisik 2

Embed Size (px)

Citation preview

PEDOMAN

31

PEMERIKSAAN FISIK DAN FUNGSIONAL

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

DISUSUN

OLEH

JALALIN

BAGIAN REILITASI MEDIK

PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim

Assalammualaikum w w

Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kekhadirat Allah SWT , alhamdulillah buku Penuntun Pemeriksaan Klinis dan Fungsional Ilmu Kedokteran Fisik dan Rahabilitasi ini dapat penulis selesaikan.

Buku ini disusun atas dasar pengalaman penulis sebagai pembimbing mahasiswa/i pada kepaniteraan klinis di Bagian Rehabilitasi Medik dimana penulis menyadari kesulitan mahasiswa/i dalam mempraktekkan cara melakukan pemeriksaan klinis dan fungsional serta mencari dan menelaan kepustakaan karena disamping keterbatasan waktu juga karena masih kurangnya bahan bahan bacaan yang praktis dan mudah dipahami.

Dalam menyusun buku ini penulis berpedoman pada beberapa bahan bacaan dan pengalaman penulis dalam menangani pasien pasien yang menjalani pelayanan Rehabilitasi Medik .

Buku ini hanyalah sebagai bahan penuntun dan diperuntukkan dalam lingkungan terbatas yang tentu saja selain buku ini masih diperlukan lagi bahan bacaan lain untuk memperluas dan memperkaya pengetahuan bidang terapi Fisik dan Rehabilitasi .

Penulis menyadari isi buku ini masih banyak sekali kekurangannya dan memerlukan perbaikan disana sini. Kritik, saran dan pendapat yang konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang .

Semoga buku ini dapat berguna dan bermanfaat .

Palembang, Januari 2006

Wassalam penulis

Dr.Jalalin,SpRM

IDENTI TAS

Identitas yang lengkap sangat diperlukan dalam membuat catatan medik seorang pasien, karena dari identitas inilah kita dapat mendapat informasi dan komunikasi tentang rangkuman kondisi kesehatan dari pasien dengan identitas tersebut .

Identitas pasien yang perlu meliputi meliputi :

Nama, jenis kelamin, tanggal lahir / umur , pekerjaan , agama / kepercayaan status perkawinan , tanggal pemeriksaan, tanggal saat pasien mulai mendapat pelayanan/ tanggal pasien masuk rumah sakit ( untuk pasien rawat inap ) , nomor catatan medis . Doter muda yang memeriksa, Dokter pembimbing

ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :

Sedikit berbeda dengan spesialisasi ilmu kedokteran yang lain, dalam Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi lebih menitik beratkan pada keluhan yang mengarah pada gangguan fungsional

Keluhan utama merupakan keluhan yang menyebabkan pasien ingin mendapatkan pelayanan , dan sejak kapan keluhan itu dirasakan . Keluhan tambahan dapat disertakan bila memang didapatkan .

Biasanya dalam satu kalimat yang singkat dan padat.

Dalam rehabilitasi medik keluhan dapat berupa berbagai jenis nyeri ( nyeri leher / tengkuk, nyeri lutut, nyeri pinggang, nyeri tangan, nyeri tumit dll ), yang diungkapkan dalam bentuk kalimat; misalnya kesulitan menoleh karena keterbatan gerak leher, kesulitan menganggkat bahu, atau kesulitan menggaruk punggung karena nyeri dan kekakuan pada bahu, siku sukar diluruskan karena keterbatasan gerak atau nyeri pada sendi siku, kesulitan menggenggam karena nyeri pada persendian tangan, kesulitan jongkok karena nyeri pinggang, kaki menyeret saat berjalan karena kaku atau lumpuh, tidak dapat berdiri karena lumpuh , kalau memegang benda sering terlepas , tidak bisa mengangkat lengan atau tungkai , kesulitan berkumur kumur karena mulut merot ( untuk kelumpuhan syaraf fasialis) , dll .

2. Riwayat Penyakit sekarang :

Berisi uraian kronologis perjalanan penyakit, sifat sifat dari keluhan tersebut, kondisi yang memperberat keluhan, kondisi yang dapat mengurangi keluhan.

Yang penting mengembangkan riwayat penyakit dari keluhan utama yang disampaikan pasien ( baik medis maupun fungsional ) .

Tanggal onset

Karakter dan beratnya keluhan ( khususnya untuk keluhan nyeri )

Lokasi ( misalnya untuk nyeri bagai mana penjalarannya )

Hubungan dari keluhan tersebut

Faktor yang memperburuk / memperberat dan faktor yang memperingan / mengurangi

Masalah medis dan penanganan rehabilitasi sebelumnya.

Aktivitas pribadi ( makan, minum, mandi, gosok gigi, kontrol BAK /BAB, memakai pakaian atas, pakaian bawah )

Aktivitas dirumah ( terutama untuk ibu rumah tangga ), memasak, mencuci, menyapu, mengepel,

Aktivitas di masyarakat ( belanja, menajemen keuangan , aktivitas sosial )

Komunikasi biasa atau penggunaan telepon

Kognisi ( orientasi, memori, kemampuan berfikir abstrak )

Pekerjaan ( tidak dapat lagi bekerja, alih pekerjaan dll )

Lain lain termasuk masalah aktivitas sosial di masyarakat, kehidupan se seksual, psikologi, pembiayaan, riwayat alergi obat, dll .

Contoh 1. Tentang Nyeri pinggang ( Nyeri Punggung bawah / NBP / LBP ) Ditanyakan awal kejadian seperti apa. Misalnya sehabis mengangkat beban berat, sehabis menggeser lemari, setelah jatuh terpeleset, tiba tiba saat bangun tidur, terjadi secara perlahan - lahan. Sifat nyerinya bagaimana misalnya nyeri pegal / sengal, ngilu, seperti melilit lilit, mules , seperti ditarik tarik. Keluhan nyeri timbul pada malam hari, saat bangun tidur. Apakah ada penjalaran rasa nyeri ( misalnya menjalar ke paha bagian belakang seperti rasa kesetrum listrik ) , apakah disertai dengan kelemahan tungkai , apakah disertai rasa baal . Apakah dibandingkan sejak awal keluhan makin memberat atau tetap saja. Kondisi yang memperberat keluhan apa saja ( misalnya saat berdiri, saat berjalan setelah 20 meter harus istirahat, saat naik tangga, saat berjongkok ). Kondisi yang dapat mngurangi keluhan misanya bila tidur telentang, tidur telentang dengan lutut ditekuk, setelah makan obat obatan ( obat apa saja ) . Bagai mana dengan aktifitas berkemih dan baung air besar apakah lancar lancar saja, ada kesulitan menahan, atau tidak bisa berkemih. Begitupun dengan aktifitas seksual kesulitasn ereksi, ejakulasi dan orgasmes. Apakah ada keluhan keluhan lain yang menyertai misalnya tidak nafsu makan, kesuliatan tidur, rasa letih tidak masuk kerja, tidak dapat melakukan pekerjaan yang bisa dikerjakan sehari hari .

Contoh 2. Tentang Nyeri lutut

Apakah keluhan terjadi secara tiba tiba atau berangsur angsur makin lama makin berat . Sifat nyerinya ngilu, kencang, pegal . Rasa kaku saat bangun pagi hari, berapa lama ? ( kurang / lebih dari 15 menit . Ada bengkak, Saat berjalan diiringi suara gemertak. . Nyeri bertambah saat naik tangga, jalan menanjak, saat sholat, saat duduk bersila ( ketika lutut menekuk ).

Contoh 3 Pasien hemiparese karena stroke atau karena penyebab lainnya .

Bagaimana saat kejadian ( omset ) , secara mendadak saat bangun tidur, atau saat beraktivitas . Apakah ada kehilangan kesadaran, muntah muntah, nyeri kepala hebat, gangguan penglihatan . Apakah ada kesulitan bicara, bisa miring kiri kanan, bisa duduk, berdiri, makan minum sendiri , tidak mampu sama sekali menggerakkan anggota gerak, kesulitan mengontrol BAB / BAK ( retensio atau inkontinensia ) . Apakah serangan ini sudah beberapa kali .

Contoh 4. Untuk pasien anak anak, ditanyakan bagaimana riwayat sejak dalam kandungan ( perawatan pre natal ), saat kelahiran, perkembangan tumbuh kembang sampai keadaan sekarang ini . Misanya , penderita anak keberapa, saat hamil ibunya pernah menderita penyakit tertentu ( misalnya Toxoplasma, Rubella dll ) , obat apa saja yang sering ditelan selama hamil, termasuk jamu jamuan, bagai mana pemeriksaan kesehatan selama kehamilan. Bagaimana saat melahirkan, cukup atau kurang bulan, ditolong siapa, adakah penyulit penyulit, apakah ada kemungkinan terjadi asfiksia saat lahir, infeksi, ikterus. Berat badan dan panjang badan saat lahir. Apakah menderita penyakit tertentu saat neonatal, bagaimana perkembangan anak selanjutnya, usia berapa bisa miring miring, usia berapa kepala darat tegak, usia berapa bisa nengkurap, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan. Usia berapa bisa mengucap kata, merangkai kata, atau membuat kalimat . Tanyakan kemampuan apa yang telah anak dapatkan sebelum sakit, dan kemampuan apa yang masih tersisa .

3. Riwayat penyakit dahulu ( berdasarkan ungkapan pasien )

hipertensi sejak kapan

keluhan jantung berdebar -debar

kencing manis sejak kapan

pernah jatuh ( posisi jatuh seperti apa )

pernah terbentur, bagian tubuh yang mana ?

pernah panas tinggi, kejang, kehilangan kesadaran

pernah operasi ( jenis operasi dan atas indikasi apa )

4. Riwayat penyakit pada keluarga

Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk memperjelas kelainan kelainan yang berhubungan dengan faktor genetik seperti muskular distropi, Rhematoid artritis, spondilitis ankilosa dll, serta memperkirakan prognosis penyakit dan prognosis fungsional dikemudian hari .

5. Riwayat pekerjaan

Riwayat pekerjaan yang utama bukan jenis pekerjaan, yang penting untuk mengidentifikasi apakah penyakit yang timbul ada hubungannya dengan aktivitas saat bekerja. Dapat juga sebagai pedoman untuk memberikan edukasi bagai mana posisi yang baik dan benar saat beraktivitas , aktivitas dengan posisi bagaimana yang perlu dilakukan dan dihindarkan . Apakah masih memungkinkan untuk kembali ke jenis pekerjaan semula, apakah perlu penyesuaian pekerjaan dll .

Jenis pekerjaan

Posisi aktifitas kerja ( banyak duduk, banyak jongkok, banyak berdiri, naik turun tangga, banyak angkat junjung, banyak geteran getaran mesin , banyak goncangan, posisi bahu atau anggota gerak atas saat bekerja dll.

6. Riwayat sosial ekonomi

Penting untuk mengetahui sebatas mana dampak penyakit tersebut terhadap handikap yang dialami penderita . Sejauh mana beban ekonomi dan beban sosial serta edukasi terhadap penderita dan keluarganya . Nasihat / edukasi apa yang dapat menolong penderita dalam memperbaiki / meningkatkan kwalitas hidup bila memang perlu anggota tim Rehabilitasi Pekerja Sosial Medik ( Medical Social Worker ) dapat mengadakan kunjungan rumah .

Status perkawinan, jumlah anak, jumlah tanggungan/ jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah.

Tempat tinggal bertingkat ( ada tangga ) , tidak bertingkat

Lokasi dekat jalan raya atau sulit dicapai, apakah jauh /dekat dengan sumber sumber pelayanan sosial ( bank, pasar, tempat ibadah, rumah sakit dll ). Perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai tempat pelayanan tersebut ( cukup jalan kaki, naik beca, naik angkutan ) .

MCK ( sumber air bersih di dalam / di luar rumah ) . Bila diluar rumah berapa jauh . Kakus jenis berjongkok atau duduk . Penerangan kamar mandi, apa tersdia pegangan tangan didalam kamar mandi .

Aktifitas sosial dulu dan saat ini, pekerjaan untuk mencari nafkah, aktif pada sutu organisasi masyarakat, aktif dalam organisasi pemerintah sebagai pemuka masyarakat. Aktif menjalankan hobi, Dll .

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum

Keadaan umum : penampakan pasien pasien secara sepintas, dengan memperhatikan mimik wajah( bila nyeri sangat penderita menampakkan mimik wajah gelisah), dapat juga dengan menilai tingkat nyerinya dengan menggunakan VAS ( Visual analog Scale ) , gerakan nafas, gerakan anggota tubuh, suara suara rintihan yang keluar dari pasien. Tidak ada patokan yang tegas dalam penilaian ini, namun biasanya penilaain berupa tampak sakit ringan / sakit sedang / atau sakit berat .

Kesadaran: dapat berpedoman dengan GCS

Keadaan gizi : dapat dinilai dengan menilai Indeks masa tubuh dengan rumus : BB dalam kg dibagi dengan kwadrat Tinggi badan dalam meter. Nilai yang didapatkan dicocokan dengan tabel BMI . Dari sini dapat menilai apakah pasien tergolong kurus, normal, atau berlebihan ( over weight )

Gait ( gaya berjalan ) :

Dapat dinilai saat pasien memasuki ruangan periksa bila pasien mampu berjalan sendiri , atau pasien diminta untuk memperagakan bagaimana dia berjalan . Apakah pasien menggunakan alat bantu ( tongkat biasa, tongkat ketiak, tongkat kaki tiga, kaki empat, walker atau kursi roda .

Antalgik gait : gaya berjalan pada pasien yang mengalami nyeri pada anggota gerak bawah, dimana saat berjalan pasien mempercepat fase menyangga pada sisi tungkai yang mengalami nyeri

Waddle gait : gaya berjalan pada pasien yang mengalami kelemahan pada otot otot tungkai proksimal. Saat berjalan pasien merenggangkan jarak kedua kakinya.

Trendelenburg gait : Gaya berjalan dengan goyangan pinggul berlebihan pada tungkai yang sakit . Biasanya akibat kelemahan otot gluteus medius

Hemiparetik gait : Gerakan fleksi dan ekstensi tungkai yang mengalami kelumpuhan nampak kaku .

Stappege gait : pada pasien dengan paraparesis flaksid atau paralisis proneus ( dropfoot ) , dimana kaki pada sisi yang sakit diangkat secara berlebihan untuk menghindari ujung kaki menyapu tanah / lantai. . Tungkai diayunkan jauh kedepan, bila ada kelumpuhan otot ekstensor lutut .

Parkinson gait : paisen berjalan dalam posisi membungkuk, agak kaku dan langkah kecil kecil

Waddle gait : pasien berjalan dengan merenggangkan jarak kedua kaki . Biasanya pada pasien yang mengalami kelemahan otot otot proksimal .

Bahasa / Bicara : apakah ada kesulitan berbicara secara verbal karena ada kelumpuhan otot otot bicara misalnya sengau, atau pelo ( disartri ) , dengan bahasa isyarat, atau sama sekali tak ada kontak dengan lawan bicara

Ciri ciri membedakan berbagai sindroma afasia sebagai berikut

Jenis afasia Kelancaran perkataan Meniru Pemahaman

Afasia GlobalTidak lancar __

Afasia Broca Tidak lancar _+

Afasia Transcortkal motorikTidak lancar++

Afasia Transcortical campuran Tidak lancar +_

Afasia Wernicke Lancar __

Afasia Transcortical sensorik Lancar+_

Afasia Konduksi Lancar _+

Afasia anomis Lancar ++

Pemerisaan tanda Vital : Tekanan darah, nadi, Respirasi, suhu.

Kulit : secara umum diperhatikan apakah tampak ada kelainan wujud, misalnya kering, pucat, ada ulkus dekubitus .

Ulkus dekubitus dibagi atas 5 tingkatan

Grade1. ulkus terbatas pada kulit yang memperlihatkan erithema atau indurasi diatas permukaan tulang yang menonjol

Grade2. ulserasi superfisial yang meluas sampai lapisan dermis

Grade3. Ulserasi yang meluas ke jaringan subkutan tetapi belum sampai ke jaringan otot

Grade 4. Ulserasi dalam yang meluas sapai ke jaringan otot

Grade 5. Ulkus yang meluas sampai sepanjang bursa pada sendi atau rongga tubuh ( rectum, intestinum, vagina, balader )

Status psikis

Sikap : kooperatif atau tidak, apakah tampak pasien cemas , sulit tidur, tidak nafsu makan . Kontak mata saat wawancara ada atau tidak, seperti pada pasien autis sulit melakuan kontak, atau pasien afasia tampak pasien bingung atau dalam wawancara masih dalam batas batas kewajaran . Bagaimana perhatian pasien saat diperiksa apakah penuh perhatian atau acuh tak acuh. Ekspresi wajah apakah tampak wajar atau meringis kesakitan , atau tatapan wajah yang kosong .

Pada penderita yang mengalami kecacatan umumnya mengalami proses psikologis yang cukup lama serta melalui tahapan tahapan sbb

Shock mental

Pada permulaannya penderita akan mengalami keadaan ini, ekspresi yang tampak penderita begitu murung, depresi dan putus asa, seakan dunia kehidupan sudah tertutup baginya . kadang kadang didalam tahapan ini dapat sampai mengarah kepada gangguan mental psikiatris yang lebih berat . Untuk tahap ini pada umumnya akan membutuhkan waktu beberapa lama dan berkurang sejalan dengan kemajuan kesembuhan yang didapat .

Harapan untuk sembuh kembali sebagai semula .

Sejalan dengan pemulihan yang didapatnya, penderita kembali mempunyai harapan harapan baru, sekiranya ia dapat kembali sehat sebagai semula .

Frustrasi / kecewa

Pada tingkat / tahapan ini, penderita tampak kecewa dan putus asa karena harapan- harapan yang pernah diimpikannya semula, ternyata tidak sama dengan kenyataan yang ada .

Menerima keadaan / menyesuaikan diri

Pada akhirnya penderita dari sedikit demi sedikit dapat menyadari dan menerima kenyataan yang ada pada dirinya, serta berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada sekarang ini.

B. Pemeriksaan syaraf - syaraf kepala ( Nervus kranialis )

Sayaraf kepala ada 12 pasang . Pemeriksaan klinis secara praktis dan sederhana harus dilakukan untuk mengetahui apakah ada gangguan .

Nervus Olfactorius

Sebelumnya pasien diberitahukan dulu bahwa akan dilakukan pemeriksaan fungsi penciumannya, periksa dulu apakah ada gangguan pada mukosa hidung yang dapat berakibat hasil pemeriksaan positif palsu . Pasien diminta untuk mengidentifikasi apa yang tercium olehnya saat botot kecil yang berisis bubuk kopi, tembakau, jeruk didekakan pada lobang hidungnya

Nervus Optikus

Pemeriksaan nervus optikus meliputi pemeriksaan daya penglihatan, pemeriksaan pengenalan warna, pemeriksaan medan ( lapangan ) pandang, pemeriksaan fundus ( funduskopi .

Untuk kepentingan pemeriksaan rehabilitasi medik dapat dilakuakan pemeriksaan daya penglihatan dan lapangan pandang saja. Untuk pemeriksaan daya penglihatan dapat menggunakan kartu snellen atau menggunakan jari jari tangan pemeriksa . Dengan visus normal jari dapat dilihat pada jarak 60 meter . Jadi apabila seseorang tidak dapat melihat jari tangan pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter , maka perkiraan visusnya adalah 2/ 60.

Untuk memeriksa medan ( lapangan ) penglihatan secara sederhana dapat menggunakan test konfrontasi, yaitu dengan cara pasien dan pemerisa berhadap hadapan pada jarak 30 40 cm . Lapangan pandang pemeriksa harus normal . Untuk memeriksa kampus mata kanan pasien maka mata kiri pasien dan mata kanan pemeriksa harus ditutup. Mata pasien dan pemeriksa berada pada posisi saling tatap. Objek yang digunakan ( 2 jari pemeriksa / ball point ) digerakkan mulai dari lapangan pandang kanan dan kiri, atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus kedepan ( ke mata pemeriksa ) dan tidak boleh melirik ke arah objek tersebut.

Nervus Occulomotorius

Pemeriksaan meliputi

Retraksi kelopk mata atas

Ptosis

Pupil

Gerakan bola mata ( bersamaan dengan N IV dan VI )

Nervus Trocholearis ( pemeriksaan gerakan bola mata bersama N III )

Nervus Trigeminus

Pemeriksaan sensibilitas

Pemeriksaan motorik

Pemeriksaan membuka dan menutup mulut, palpasi otot masseter, kekuatan menggigit .

Refleks ( refleks kornea , nasala refleks, refleks masseter ( jaw jerk reflex)

Nervus Trochlearis

( pemeriksaan gerakan bola mata bersama N III, IV)

Nervus Facialis

Perhatikan apakah parese tipe sentral atau perifer

Perhatikan saat diam apakah tampak asimetri

Mengangkat alis , logophalmus , bandingkan kanan kiri

Menutup mata sekuat kuatnya ( perhatikan asimetri ) , coba pemeriksa membuka kelopak mata kanan kiri secara bersamaan bandingkan kekuatan kanan dan kiri

Tersenyum , penderita disuruh memperlihatkan gigi ( perhatikan simetri )

Bersiul , bibir mencucu ( asimetri / deviasi ujung bibir )

Sensorik khusus , memeriksa pengecapan 2 /3 depan lidah

Nervus Acusticus

Ada 2 devisi yaitu pendengaran ( Auditorius ) dan keseimbangan ( Vestibularis ) .

Tes pendengaran

Gesekan jari

Detik arloji

Audiogram

Untuk membedakan tuli saraf dengan tuli kondukasi dipakai tes Rinne dan Weber

Pemeriksaan N.Vestibularis

Nystagmus

Tes Romberg dan berjalan lurus dengan mata tertututp

Head tilt yaitu tes untuk postural nystagmus

Nervus Glossopharygeus dan N.Vagus

Karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama sama . Anamnesis yang teliti meliputi kesedak / keselak ( kelumpuhan palatum ), kesulitan menelan dan disartri ( khas bernada hidung / bindeng ) .

Pemeriksaan sensoris saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian belakang rongga mulut atau 1/3 belakang lidah dan faring, otot otot faring dan pita suara serta refleks muntah / menelan/ batuk .

Gerakan palatum

Penderita diminta mengucapkan a atau ah dengan panjang, sementara itu pemeriksa melihat gerakan uvula akan berdeviasi ke arah yang normal .

Gerekan pita suara ( dilakukan di bagian THT dengan indirect laryngoscope )

Refleks muntah dan pemeriksaan sensorik

Pemeriksa meraba dinding belakang pharynx dan bandingkan refleks muntah kanan dan kiri . Refleks muntah ini mungkin hilang pada pasien pasien berusia tua .

Kecepatan menelan dan kekuatan batuk

Nervus Accessorius

Pemeriksaan otot sternocleidomastoideus diperiksa dengan menahan gerakan fleksi lateral dari kepala/leher penderita atau sebaliknya

Pemeriksaan kekuatan otot trapezius bagian atas diperiksa dengan menekan kedua bahu penderita ke bawah, sementara itu penderita berusaha mempertahankan posisi kedua bahu terangkat ( sebaiknya posisi penderita duduk dan dokter berada dibelakang pasien )

Disamping pemeriksaan kekuatan otot dapat juga dilihat tanda tanda kelumpuhan otot ( atrofi dan fasikulasi )

Nervus Hypoglossus

Lesi LMN ditandai dengan adanya atrofi lidah dan fasikulasi

Pemeriksaan dengan menjulurkan lidah, menggerakkan lidah ke lateral, melakukan pemeriksaan kekuatan otot lidah .

Kepala

Bentuk : normal, asimetris. Ukuran : normal, hydrosefalus posisi dll, mata konjungtiva anemis atau tidak, sklera icteri atau tidak , apakah ada tanda- tanda strabismus, exopthalmus , sulit mengedipkan mata dll

Wajah : apakah tidak simetris, merot kekiri / kekanan. Gerakan involunter tic fasialis .

Leher :

Inspeksi :

statis /dinamis, simetris / asimetris . Apakah tampak otot otot paraservikal tegang . Tortikolis dan kaku kuduk .

Posisi trachea ( simetris, asismetris ), pembesaran kelenjar gondok/ kelenjar getah bening, , kaku kuduk

Pada anak anak apakah kontrol leher terhadap kepala baik

Palpasi :

Tekanan vena jugularis meninggi atau tidak .

Apakah teraba tumor, kaku kuduk .

Apakah ada spasme otot otot para servikal .

Pemeriksaan ROM ( Range Of Motion )

Fleksi, ekstensi, Laterofleksi kanan / kiri dan Rotasi kanan / kiri

Nilai normal ROM : Ante / retrofleksi

( 65 0 / 50 0 )

Laterofleksi dekstra / Sinistra ( 40 0 / 40 0 )

Rotasi dekstra / sinistra ( 45 0 / 45 0 )

Pemeriksaan tes provokasi ( tes Lhermite/ Spurling , tes distraksi, tes Valsalva dan Nafziger )

Test provokasi dilakukan pada psien dengan nyeri servikal .

Tes Lhermitte / Spurling : dilakukan dengan cara : Sebelumnya pasien diberitahukan bahwa akan dilakukan pemeriksaan dengan cara menekan kepala. Pasien duduk dikursi dalam posisi leher dan kepala tegak lurus . Pemerisa berada di belakang pasien . Kedua tangan pemeriksa dalam posisi masing masing jari berpegangan ( jari bersilangan ) menekan puncak kepala pasien . Penekanan dapat juga dilakukan dalam berbagai posisi kepala. Test positif bila pasien merasakan ada rasa nyeri yang menjalar dari leher sampai ke lengan bahkan sampai ketangan .

Sebaliknya pasien dengan nyeri leher dilakukan tes distraksi berupa tarikan kepala keatas ( kebalikan dari tes Lhermitte ) pada kepala dengan kedua tangan pemeriksa bertopang di dagu dan belakang kepala pasien . tes positif bila pasien merasakan nyeri lehernya berkurang

Tes Valsalva : bertujuan meninggikan tekanan intratekal. Bila terdapat proses desak ruang di kanalis vertebralis bagian servikal maka dengan ditingkatkannya tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler yaitu nyeri saraf ( rasa ngilu atau seperti kesetrum listrik ) yang menjalar dari akar saraf di servikal ke lengan - tangan .Cara melakukan tes valsalva : sebelumnya pasien diberitahu akan dilakukan pemeriksaan . Lalu pasien di suruh menarik nafas sedalam mungkin lalu mengejan . tes positif bila timbul nyeri radikuler seperti disebutkan diatas .

Thorak :

Dinding dada saat statis ( tidak sedang bernafas ) dan dinamis ( saat bernafas inspirasi dan ekspirasi ) simetris / tidak simetris . Bentuk abnormal misalnya Barel chest . Retraksi interkosta. Pada pasien dengan gangguan pemekaran dinding dada misalnya pasien dengan PPOK, Spondilitis Ankilosa dapat dilakukan pemeriksaan luasnya ekspansi thorak dengan mengukur lingkaran dinding thoraks sebatas papila mamae atau procesus xypoideus. Bandingkan saat ekspirasi maksimum dan inspirasi maksimum . Bila kurang dari 2 cm berarti ada keterbatasan mengembangan dinding dada.

`

Paru paru

Inspeksi : statis / dinamis , simetrris / asimetris

Palpasi : Stemfremitus normal, mengeras , melemah / menghilang

Perkusi : redup , sonor, hypersonor, nyeri ketok .

Auskultasi : Visikuler , ronchi, wheizing

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis

Palpasi : Ictus cordis teraba / tidak

Perkusi : batas atas jantung, batas kanan dan kiri

Auskultasi : Laju denyut jantung ( Heart rate , bising bising abnormal pada jantung )

F. Abdomen

Inspeksi : dinding abdomen datar , membusung

Palpasi : lemas, kaku, nyeri tekan , hepar lien teraba / tidak

Perkusi : redup, tympani

Auskultasi : bising usus .

Trunkus ( batang tubuh ) / Pemeriksaan kolumna vertebralis

Pemeriksaan dapat dilakkan ditempat tidur, saat duduk, saat berdiri atau kalau perlu saat pasien membungkuk .

Inspeksi :

Apakah tampak simetris . Deformitas ( kyfosis yang berlebihan, gibus, skoliosis ) . Lordosis lumbosakral apakah masih dalam batas normal, berlebihan ( hyperlordosis ), atau menghilang . Apakah ada hairy spot yaitu tanda warna hitam disekitar tulang belakang , bila tanda ini ditemukan sering menyertai proses patologis pada struktur dibawahnya bisa berupa spina bifiada, meningocele dll. Pelvic tilt ( kemiringan pelvis ) apakah simetris / asimetris .

Palpasi :

Adakah spasme pada otot otot para vertebrae lumbal, adakah nyeri tekan, bila ada lokasinya dimana ( procesus spinosus, otot otot para lumbal, sakroiliaka, permukaan otot piriformis

Luas gerak sendi / ROM lumbosakral

Nilai normal ROM Lumbosakral rata rata pada orang normal :

Ante / retrofleksi

( 95 0 / 35 0 )

Laterofleksi dekstra / Sinistra ( 40 0 / 40 0 )

Rotasi dekstra / sinistra ( 35 0 / 35 0 )

Tes provokasi valsalva dan nafziger dapat juga dilakukan sama seperti pada pemeriksaan sevikal, hanya sensasi neri dirasakan pada daerah tungkai sampai kaki

Beberapa tes Provokasi lain yang penting antara lain

Test Laseque

Test ini bertujuan untuk menilai iritasi radiks saraf yang membentuk fleksus lumbosakral ( saraf iskhiadikus ) .

Cara melakukan : pasien berbaring telentang dalam keadaan santai . Salah satu dari tungkai bawah yang akan diperiksa dengan pelahan lahan difleksikan secara pasif pada sendi paha dengan cara telapak tangan pemeriksa berada pada tumit penderita dimana sendi lutut dalam keadaan ekstensi . Untuk menambah regangan dapat juga dilakukan dalam saat bersamaan dilakukan fleksi pada leher ( dagu penderita menyentuh dada )

Test dinyatakan positif bila pasien merasakan nyeri yang menjalar disepanjang perjalanan saraf iskhiadikus .

Test SLR

Prinsip cara melakukan Test SLR sama dengan test Laseque , bahkan pada beberapa buku dikatakan sinonim . Namun untuk memperjelas maknanya pada test SLR disamping untuk menentukan apakah ada iritasi pada saraf iskhiadikus dimana rasa nyeri tersebut terasa pada sudut kurang dari 70 derajat dapat juga menilai apakah rasa nyeri tersebut sebagai akibat dari adanya keterbatasan ritme luas gerak fleksi dari fleksi sendi paha , dimana yang berperan dalam ritme gerakan tersebut selain sendi paha sendiri juga melibatkan sendi lumbosakral .

Test Bragard dan Sicard

Modifikasi dari test Laseque hanya saat melakukan fleksi ditambah dengan dorsofleksi pada sendi pergelangan kaki ( Bargard ), atau mendorsofleksikan ibu jari kaki ( Sicard )

Test OConnell

Test inin disebut juga test Laseque silang , karena nyeri yang bangkit terasa pada tungkai yang sakit pada saat dilakukan pada tungkai yang sehat .

Femoral Nerv Stretch Test ( FNST )

Test ini bertujuan untuk menilai iritasi pada saraf femoralis ( dibentuk oleh radiks L2, L3 dan L4 ) dengan cara pasien berbaring miring pada sisi yang tidak sakit dengan sendi paha dan sendi lutut yang sakit sedikit fleksi , pinggang dan punggung lurus dan kepala difleksikan . secara perlahan lahan fleksi lutut ditambah dan sendi paha diekstensikan .

Test positif bila terasa nyeri yang menjalar seoanjang permukaan paha bagian anterior .

Test Patrick

Tujuan test ini untuk membangkitkan nyeri di sendi panggul yang terkena penyakit .

Cara melakukan : penderita dalam keadaan tidur telentang . Tempatkan tumit dari tungkai yang akan diperiksa pada lutut tungkai yang sehat , lalu dengan agak sedikit menekan lakukan dorongan kebawah pada sendi lutut.

Jadi posisi gerakan Fleksi pada sendi lutut , Abduksi pada sendi panggul, Eksorotasi pada sendi panggul . ( FABERI )

Test dinyatakan positif bila penderita merasakan nyeri daerah panggul .

Test Kebalikan Patrick ( Kontra Patrick )

Test ini bertujuan untuk menentukan lokasi patologi di sendi sakroiliaka . Cara melakukan pemeriksaan, posisi tungkai sama dengan test Patrick, bedanya gerakan berlawanan dengan arah gerakan test patrick . Pada test ini posisi gerakan berupa Fleksi pada sendi lutut, Adduksi dan endorotasi pada sendi panggul . Saat endorotasi sendi panggul dilakukan dengan agak menekan

Test dinyatakan positif bila penderita merasakan nyeri pada daerah sakroiliaka ( daerah bokong ) dapat juga menjalar ke paha.

Test Gaenslen

Tujuan test ini juga untuk menentukan adanya kelainan pada sendi sakroiliaka .

Cara melakukan : pasien dalam posisi telentang dengan kedua tungkai feksi pada sendi paha dan sendi lutut.( posisi kedua tangan merangkul kedua lutut ) . Posisi tungkai yang akan diperiksa diletakkan agak ketepi dari tempat pemeriksaan . Dengan secara tiba tiba pasien diminta untuk menjatuhkan tungkai yang akan diperiksa kebawah ( posisi menggantung ) Test dinyatakan positif bila penderita merakan nyeri pada daerah sakroiliaka dari tungkai ipsi lateral saat tungkai tersebut dilepaskan untuk jatuh kebawah .

Pemeriksaan Schober

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur kelenturan atau fleksibiltas trunkus ( dari batang tubuh ) .

Cara pemeriksaan : mula-mula pasien berdiri tegak lalu pasien disuruh melakukan gerakan membungkuk ( fleksi ) maksimal, tentukan 4 titik mulai dari prominentia spinosus sakralis superior kearah atas dan dengan jarak antara satu titik dengan titik lainnya masing masing 10 cm . Kemudian pasien disuruh berdiri tegak dan jarak dari titik titik itu diukur kembali . dalam keadaan normal akan terjadi pemendekan jarak titik titik tersebut berturut turut adalah 50 %, 40 % dan 30 % .

Cara lain dengan mengukur jarak C 7 sampai T 12 dan T12 sampai S1 dalam keadaan berdiri tegak, kemudian pasien disuruh untuk melakukan fleksi maksimal pada trunkus . Normal jarak antara C7 sampai T 12 akan memanjang 2- 3 cm dan T12 sampai S1 akan memanjang 7 8 cm .

Anggota gerak atas

Inspeksi

Apakah ada tanda deformitas pada sendi bahu, sendi siku, pergelangan tangan dan jari jari tangan , tumor , pembengkakan, gerakan gerakan involuneter

Perhatikan apakah terdapat asimetri scapula ( sprengels deformity ) . Winging scapula karena paralis otot otot trapezius akibat parese nervus assesorius . Dimana skapula tidak dapat diangkat atau tidak dapat diadduksikan . Kelainan ini tampak jelas bila terjadi secara unilateral .

Pada parese fleksu brakhialis dapat ditemui posisi a waiter asking for a tip ( Erbs palsy ). Dimana lengan dalam posisi rotasi internal dan adduksi posisi pergelangan tangan dan jari jari tangan flkesi .

Pada sendi siku dapat dijumpai gunstok deformity ( angulasi varus ) atau sebaliknya angulasi valgus the carrying angel .

Pembengkakan pada daerah siku akibat bursitis olecranon

Perhatikan telapak tangan, apakah ada atropi dari otot otot tenar dan hypotenar, pada jari jari tangan saat digerakkan apakah ada jari tangan yang tertinggal saat fleksi ekstensi ( pada trigger finger ) .

Perhatikan apakah ada deformitas swan neck , boutonniere, mallet finger pada jari jari tangan .

Palpasi :

Dilakukan palpasi pada struktur anatomi tulang , persendian dan jaringan lunak , nyeri tekan , nyeri gerak , krepitasi pada sendi sendi .

Pada persendian bahu dilakukan palpasi pada semua permukaan persendian yang membentuk shoulder girdel ( gelang bahu ) meliputi sternoclavicular joint, acromioclacicular joint, glenohumeral joint dan scapulothoracic articulation .

Pada regio sekitar siku dapat dilakukan palpasi pada regio epicondylus medialis dan lateralis , pada sekitar pergelangan tangan dilakukan palpasi pada semua permukaan sendi juga dapat dipalpasi disekitar procesus styloideus radialis yang terdapat snuff box yang teraba nyeri pada tendonitis De Quervains . Palpasi pada semua persendian jari tangan apakah terdapat nyeri tekan .

Pemeriksaan neurologi meliputi pemeriksaan :

Motorik

Gerakan : apakah pasien mampu menggerakan bagian bagian anggota gerak atas perintah untuk menilai apakah ada kelumpuhan

Kekuatan : sebaiknya dilakukan penilaian pada semua arah gerak sendi, untuk menilai apakah terdapat disabilitas dalam melakukan aktivitas atau paling kurang dilakukan pemeriksaan segmen segmen penting untuk menilai keterlibatan akar saraf misalnya :

servikal 4 . Abduksi lengan / bahu

servikal 5 Fleksi siku

servikal 6 . Ekstensi siku

servikal 7. Ekstensi pergelangan tangan

servikal 8. Fleksi jari jari tangan ( posisi menggenggam ) thorakal 1 abduksi adduksi jari jari tangan

Nilai kekuatan otot secara praktis dengan Manual Muscle test

0 : Tidak ada kontraksi otot yang tampak maupun yang teraba

1 : Tampak ada kontrasksi otot namun tidak dapat mengerakan persendian

2 : Tampak kontrasi otot dan dapat menggerakkan persendian, namun tidak dapat melawan gaya gravitasi

3 : Tampak kontraksi otot dan dapat melawan gaya gravitasi namun tidak mampu untuk melawan beban minimal

4 : Tampak kontraksi otot dan dapat melawan beban minimal namun tidak mampu melawan beban maksimal

5 : Tampak kontrasi otot dan dapat melawan beban maksimal

Pada kasus Cidera Medula Spinalis baik Tetraparese maupun Para Parese dapat memakai Motor Index Score (M I S )

Kanan Key Muscle Segment Kiri

5C5 : Deltoid, Biceps, Brachialis dan Bronchoradialis 5

5C6 : Eks, Carpi radialis longus & brevis5

5C7 : Triceps 5

5C8 : Flexor digitorum profundus 5

5T1 : Interosei 5

5L2 : Iliopsoas 5

5L3 : Quadriceps 5

5L4 : Tibialis anterior 5

5L5 : Eks.hallucis longus 5

5S1 : gastrocnemius dan Soleus 5

5050

Total Score Maksimum = 100

Tonus : Untuk mendapatkan hasil yang baik pasien harus dalam keadaan tenang dan posisi santai, ruang periksa juga tenang tidak terlalu panas atau terlalu sejuk . Pasien tidur dalam posisi telentang dan releks . Agar perhatian pasien tidak tertuju pada gerakan yang dilakukan pasien boleh diajak ngobrol .

Pemeriksaan tonus otot dilakukan dengan cara melakukan gerakan pasif secara berulang ulang sambil dirasakan apakah terdapat tahanan. Untuk ekstremitas atas dapat dinilai pada gerakan pasif pada sendi siku dengan melakukan fleksi dan ekstensi . Apabila terdapat tahanan yang terasa secara sinambung, maka tonus otot yang meningkat itu dikenal dengan spstisitas. Bila tahanan itu hilang timbul secara berselingan maka dinamakan regiditas. Untuk menilai berat atau tidaknya spastisitas dapat dilakukan penilaian dengan skala Ashworth atau modifikasi nya

Modified Ashwaorth Scale for grading spastisicity

GradeKeterangan

0Tidak ada kenaikan dalam tonus otot

1Kenaikan ringan dalam tonus otot, muncul ketika dipegang dan dilepas atau dengan tahanan minimal pada akhir dari LGS ketika bagian yang terkena digerakan dalam gerakan fleksi atau ekstensi

2Kenaikan ringan dalam tonus otot, muncul ketika dipegang diikuti dengan tahanan minmal pada sisi ( kurang dari separuh ) dari LGS

3Kenaikan yang lebih jelas dalam tonus otot , pada sebagian besar LGS tetapi bagian yang terkena dapat digerakkan dengan mudah

4Kenaikan yang besar dalam tonus otot, dimana gerakan pasif sulit dilakukan

5Bagian yang terkena kaku dalam gerakan fleksi atau ekstensi

Keterangan :

Grade 0 = normal , 1 = sangat ringan, 2 = ringan, 3 = sedang , 4 = agak berat, dan 5 = berat

Tropi otot yaitu hilangnya atau mengecilnya bentuk otot disebabkan oleh musnahnya serabut otot. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan inspeksi membandingkan dengan kontur otot yang sehat , biasanya tampak masa ototnya mengecil . Bila hanya pada satu sisi yang mengalami atropi dapat dilakukan mengukuran diameter kelompok otot pada lokasi yang sama . Penilaian dapat berupa tropi otot normal, hypertropi, hypotropi atau atropi .

Refleks fisiologis

Pemeriksaan refleks dengan menggunakan hamer yang dilakukan pada tendon , ligamentum atau periosteteum . Ketukan dilakuakn secara bebas, hamer dipegang dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, dan yang diayunkan adalah pergelangan tangan bukan lengan seperti pada gerakan memotong kayu .

Nilai respon atas pengetukan tendon didasarkan atas kecepatan gerakan reflektorik yang bangkit, amplitudo dan lamanya suatu kontraksi berlangsung . Penderajatan hasil penilaian tersebut sebagai berikut :

Nilai Keterangan

0Tidak terdapat gerakan reflektorik apapun

+ Ada gerakan reflektorik yang lemah

++gerakan reflektorik yang cukup cepat, beramplitudo cukup dan berlangsung cukup lama Nilai ini terdapat pada orang yang sehat

+++Gerakan reflektorik yang melebihi respon umum, tetapi tidak selalu bersifat patologik

++++gerakan reflektorik yang melebihi keadaan umum dan jelas patologi

Pada ekstremitas superior pemeriksaan refleks fisiologis meliputi

Refleks tendon bisep , refleks tendon trisep, refleks tendon brakhioradialis

Pemeriksaan refleks patologis

Refleks patologis yang lazim dilakukan pada ekstremitas superior adalah

Refleks Tromner

Cara melakukan : Posisi penderita bisa tidur telentang atau duduk, tangan pemeriksa sisi kiri memegang tangan penderita pada telapak tangan penderita yang dalam keadaan fleksi sedang pada sendi siku dan sendi pergelangan tangan serta pronasi . Usahakan paisen dalam posisi relaks . Dengan jari tengah atau jari telunjuk pemeriksa lakukan colekan dari arah bawah keatas pada jari tengah tangan penderita.

Respon : jari telunjuk, terutama ibu jari dan jari jari lainnya terjadi fleksi bersamaan dengan colekan tersebut .

Refleks Hoffman

Cara melakukan pada prinsipnya sama dengan pemeriksaan refleks tromner , hanya stimulus yang digunakan untuk membangkitkan reaksi fleksi dari jari jari tangan penderita dengan mengadakan goresan dengan kuku ibu jari tangan pemeriksa pada kuku jari tengah penderita dari atas ke bawah . Respon yang ditimbulkan juga sama dengan refleks tromner .

Pemeriksaan sensoris

Protopatik :

Pemeriksaan berupa rangsangan raba, nyeri ( dengan tusukan tajam misalnya jarum atau reder ), panas ( air panas dalam botol dengan suhu sekitar 40o 45o C serta raba halus misalnya dengan kapas atau bulu unggas . Prinsipnya dilakukan percobaan terlebih dahulu pada regio yang sehat atau regio yang dinilai cukup sehat misalnya sekitar dada atau kening . Dan diminta agar pasien benar benar mengenal atau merasakan rangsangan tersebut , lalu kemudian dilakukan pemeriksaan pada regio yang akan diperiksa pasien diminta memejamkan mata dan menyebutkan perbandingan antara sisi sehat serta sisi kiri dan kanan .

Lakukan penilaian secara dermatom untuk menentukan bagian akar saraf mana yang mengalami gangguan .

Proprioseptik

Meliputi pemeriksaa perasaan gerak, perasaan sikap dan perasaan getar .

Untuk rasa sikap, dalam posisi mata penderita terpejam, tempatkan salah satu lengan penderita pada posisi tertentu, lalu penderita disuruh untuk menyebutkan berada di posisi mana lengan tersebut .

Untuk posisi gerak pasien disuruh memejamkan mata, lalu gerakkan ibu jari tangan atau kaki penderita secara pasif oleh pemeriksa pada sutu gerakan tertentu misal keatas, tanyakan pada penderita di gerakkan kemana ibu jari tangan atau kaki tersebut .

Untuk pemeriksaan rasa getar dapat dilakukan dengan menggunakan garpu tala yang berfrekuensi 128 / detik . Getarkan garpu tala tersebut lalu letakkan pada salah satu bagian tubuh pasien misalnya daerah tulang yang menonjol seperti maleolus . Lalu pasien diminta untuk menyebutkan apa yang dia rasakan dan dimana terasanya. Perhatikan jawaban pasien .

Pemeriksaan Range Of Motion ( ROM ) / Luas Gerak Sendi ( LGS )

Untuk melakukan pemeriksaan ROM menggunakan alat goniometer . Perlu pengetahuan tentang sumbu gerak (sagital, frontal, transversal ) Perlu mengetahui titik nol ( posisi anatomi ) dari suatu gerakan sendi tersebut . Sistim yang digunakan biasanya yaitu 3600 ( menurut Knapp dan West) dan sistim 180 0 ( menurut Norkin danWhite )

Beberapa istilah yang banyak dipakai sehubungan dengan pemeriksaan ROM ( Range Of Motion )

Goniometer : alat untuk mengukur sudut sendi

Bidang Sagital atau Vertikal : bidang anterior -posterior sepanjang aksis longitudinal dari tubuh, membagi tubuh menjadi bagian kanan dan kiri

Bidang frontal atau koronal : bidang yang tegak lurus dengan bidang sagital, membagi tubuh menjadi bidang vetral dan dorsal

Bidang horizontal atau transversal : bidang yang sejajar dengan horison

Fleksi: gerakan menekukkan sendi sehingga mendekatkan kedua segmen sendi dan susut sendi berkurang

Ekstensi : gerakan meluruskan sendi sehingga menjauhkan kedua segmen sendi dan sudut sendi bertambah

Rotasi: perputaran atau gerakan mengelilingi aksis

Supinasi : rotasi dari lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke atas ( anterior dalam posisi anatomi )

Pronasi: rotasi dari lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah ( posterior dalam posisi anatomi )

Deviasi: gerakan menjauhi kedudukan awal ; seringkali menunjukkan abduksi atau abduksi relatif terhadap garis tengah , atau rotasi dari kedudukan awal

Inversi : perputaran kearah dalam ; telapak kaki meghadap ke medial

Eversi : perputaran kearah luar; telapak kaki menghadap ke lateral

Abduksi : gerakan sendi sehingga segmen bergerak ke lateral menjauhi garis tengah

Adduksi : gerakan sendi sehingga segmen bergerak ke medial mendekati garis tengah

Dorsofleksi: fleksi atau gerakan menekukkan telapak kaki mendekati tungkai bawah sehingga sudut antara permukaan dorsal telapak kaki dan tungkai bawah berkurang

Plantar fleksi : fleksi atau gerakan melengkungkan searah telapak kaki sehingga sudut antara permukaan dorsal telapak kaki dan tungkai bawah bertambah

Oposisi: gerakan ibu jari tangan menjauhi telapak tangan dengan arah tegak lurus bidang telapak tangan

Aksis rotasi : suatu garis yang tegak lurus bidang yang berbatasan dengan gerakan segmen tungkai dan gerakannya melingkar

Aksis longitudinal : suatu garis yang menembus tulang atau segmen dan membagi kedua bagian secara simetris, dan terletak pada bidang frontal dan sagital .

Beberapa kondisi yang mempengaruhi gerakan sendi, dan hal hal yang perlu pertimbangan

Secara aktif pasien merubah kedudukannya atau secara psif pemeriksa yang merubah kedudukannya

Apakah gerakan sendi dapat dicapai dengan mudah atau dipaksa

Apakah dalam melakukan pemeriksaan sendi pasien merasakan nyeri

Apakah dalam melakukan pemeriksaan sendi ada tahanan volunter dan involunter

Bila terdapat tahanan , apakah terdapat daya dalam melawan tahanan oleh pemeriksa

Apakah selama pemeriksaan pasien cukup kooperatif

Apakah pasien mengalami ketegangan pikiran atau kecemasan

Apakah terdapat penyulit dalam melakukan pemeriksaan sehingga membatasi ; misalnya luka operasi, pemakaian alat atau terjadi hipertropi otot

Beberapa sistem pengukuran ROM, diantaranya :

A. Sistem 360 derajat oleh Knapp dan West

Pada sistem ini pasien berada pada posisi anatomis dimana titik 0 derajat di kepala sedangkan 180 derajat di bawah kaki

Pada bidang sagital 0 180 derajat adalah bagian anterior dan 180 360 derajat bagian posterior tubuh

B. Sistem 180 derajat oleh Norkin dan White

Pada sistem ini 180 derajat mengidentifikasi posisi anatomis sebagai 0 derajat dan gerakan dari posisi anatomis ke bidang sebagai nilai positif dari 0 180 derajat .

Sebagai contoh ROM sendi bahu pada gambar berikut : gambar 1 3.

Gambar : 1 3 Fleksi dan ekstensi bahu . A. sistem 1800 B. Sitem 360 0

Gambar 1-6

Sisi bahu dari dalam dan rotasi external

Posisi pasien: Supinasi, bahu pada posisi abduksi 900, siku pada posisi fleksi 900, tangan pronasi

Dataran gerak : Transversal

ROM normal: Rotasi internal, 00- 900Gerakan yang harus dihindari pasien : Gerakan ke belakang (seperti menarik panah), rotasi tubuh, gerakan siku.

Penempatan berdasarkan ukuran sudut : Axis sendi siku longitudinal axis humerus, lengan tetap pada 00, gerakan lengan parallel ke tangan.

Gambar 1-7

Fleksi siku

Posisi pasien : Supinasi atau duduk, tangan supinasi

Dataran gerak: Sagital

ROM normal: 00-1500Penempatan berdasarkan ukuran sudut : Axisnya berpusat di alteral siku, lengan tetap pada 00, gerakan lengan paralel ke tangan.

Gambar 1-9

Pergelangan tangan fleksi dan ekstensi

Posisi pasien: Siku fleksi, tangan pronasi

Dataran gerak: Sagital

ROM normal: Fleksi, 00-800 ; ekstensi 00-700Penempatan berdasarkan ukuran sudut : Axis berpusat pada pergelangan tangan lateral dari sisi styloid ulnar, lengan tetap pada 00, gerakan lengan paralel ke metacarpal kelima.

Gambar 1-11

Fleksi dari metacarpophalangeal 2-5

Posisi pasien: fleksi siku, pronasi lengan bawah, pergelangan tangan netral dengan jari-jari extensi.

POM

: sagital

Normal ROM: 0-90 derajat

Penempatan goniometer : axis masing-masing di persendian phalangeal dorsum, lengan pada posisi 0 derajat. Pergerakan lengan tetap pada dorsum jari masing-masing phalank proksimal.

Gambar 1-12

Fleksi dan interphalang 2-5 bagian proksimal

Posisi pasien: fleksi siku, pronasi lengan bawah, pergelangan netral, metacarpaphalangeal sedikit fleksi

POM

: sagital

Normal ROM: 0-100 derajat

Penempatan goniometer : aksis masing-masing dipersendian phalangeal dorsum, lengan pada posisi 0 derajat. Pergelangan tangan tetap pada dorsum jari masing-masing phalang proksimal.

Gambar 1-13

Panggul fleksi, lutut ekstensi

Posisi pasien : tertelungkup atau tertelentang pada salah satu sisi, lutut ekstensi

POM : sagital

Normal ROM : 0- 90 derajat.

Gambar 1-14

Fleksi pinggul, fleksi lutut

Posisi pasien : terlentang atau berbaring di satu sisi, lutut di fleksi

Bidang gerakan : sagital

ROM normal: 0-1200Gerakan pasien yang harus dihindari : melengkungkan bagian belakang tubuh

Penempatan geniometer : sama dengan Gambar 1-13.

Gambar 1-18 fleksi lutut

Posisi pasien : pronasi atau duduk panggul netral

POM : sagital

ROM normal : 0-135 derajat

Penempatan geinometer : sumbu terletak pada persendian lutut. Sudut lengan 0 derajat pergerakan lengan seiring dengan pergerakan fibula ke lateral

Tes Tes Provokasi Pada ekstremitas superior

Apley Scratch test .

Test ini ditujukan untuk menilai apakah ada keterbatasan lingkup gerak sendi pada persendian bahu .

Cara melakukan

Pasien disuruh untuk meraba / menggaruk daerah sekitar angulus medialis skapula dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala . Gerakan yang dinilai adalah abduksi dan rotasi eksterna . pada kasus - kasus dimana terjadi gangguan pada jaringan sekitar bahu seperti adanya tendinitis suprespinatus, bursitis akromialis, kapsulitis adhesiva ( Frozen shuolder ) pasien tidak dapat melakukannya .

Test Yergason .

Test ini digunakan untuk menentukan apakah kedudukan tendon otot bisep pada daerah sulkus intertuberkularis masih utuh atau tidak .

Cara melakukan

Pasien dapat pada posisi berdiri atau duduk, sendi bahu dalam keadaan adduksi dan sendi siku dalam keadaan fleksi sekitar 90 0

Pemeriksa menyangga siku pasien dengan telapak tangan sisi yang berlawanan dan tangan yang lain dalam posisi saling menggenggam menahan gerakan adduksi bahu yang sedang dilakukan psien . . Apabila tendon otot bisep keluar dasi sulkus intertuberkularis, maka pasien merasakan nyeri dan tampak benjolan disisi medial dari tuberkulum minus humeri dan test dinyatakan posistif

.

Test Moseley ( test lengan jatuh )

Test ini digunakan untuk menentukan apakah ada kerusakan pada otot- otot atau tendon yang menyusun rotator cuff ( otot supra spinatus, infra spinatus dan teres minor ) .

Cara melakukan

Pasien bisa dalam posisi berdiri atau duduk . abduksikan bahu secara maksimal . lalu diturunkan secara perlahan lahan . Bila pada posisi abduksi 90 0 pasien tiba tiba menjatuhkan lengannya ( tidak dapat menurunkan secara perlahan karena nyeri disekitar persendian bahu ) , maka ini berarti test positif ( ada gangguan pada otot otot rotator cuff ) bisa karena tendinitis supraspinatus atau ruptur tendon otot rotator cuff .

Test Finkelstein

Test ini digunakan untuk menentukan ada / tidaknya peyepitan ( tenosinovitis di terowongan pertama ligamentum dorsal ( snap box ) yang dilintasi tendon otot abduktor polisis longus dan ekstensor polisisi brevis .

Cara melakukan .

Pasien disuruh mengepalkan tangannya dalam posisi menggenggam ujung ibu jari tangan tersebut . Kemudian pasien disuruh melakukan fleksi ulnar pada sendi pergelangan tangan . Bila pasien merasakan nyeri pada area sekitar epikondilus radialis waktu melakukan gerakan tersebut maka berarti hasil test positif, ada penyempitan pada terowongan tersebut ( mengalami teosinovitis ) yang dikenal dengan Sindroma De Quervain .

Test Phalen

Test ini digunakan untuk memprovokasi gangguan pada terowongan carpal seperti yang terjadi pada sindroma terowongan carpal ( carpal tunel sindome / CTS ) .

Cara melakukan

Kedua tangan pasien dalam posisi fleksi pada sensi pergelangan tangan dan saling menekan sekuat kuatnya pada dorsum manus. Tangan yang merasakan nyeri atau kesemutan yang sesuai dengan nervus medianus menunjukkan adanya penyempitan pada terowongan carpal ( test Phalen positif ) .

Test Tunnel terowongan karpal

Prinsip tes ini sama dengan Test Phalen, hanya cara memprovokasinya dengan cara pemeriksa menekan pada ligamentum volare pergelangan tangan . Bila timbul nyeri atau parestesia sesuai dengan dermatome nervus medianus menandakan ada penyempitan terowongan carapal ( test positif ) .

Test Tinel pada sulkus ulnaris

Tes ini ditujukan untuk memprovokasi adanya neuroma atau entarapment pada sulkus ulnaris ( tempat lewatnya nervus ulnaris ) .

Cara melakukan

Dengan menggunakan tangan pemeriksa dilakukan fleksi sekitar 900 pada sendi siku pasien, sedang jari telunjuk yang lain dari pemeriksa melakukan tekanan pada sulkus ulnaris ( posterolateral sensi siku ) . test positif bila timbul nyeri atau parestesi sepanjang perjalanan nervus ulnaris .

Pemeriksaan kemampuan gerakan / posisi tangan

Pemeriksaan ini perlu untuk menilai kemampuan fungsi tangan

Anggota gerak bawah

Inspeksi

Untuk menilai apakah ada tanda tanda deformitas, deformitas sendi lutut yang sering ditemui antara lain berupa genu valgus, genu varus atu genu recurvatum , edema, tumor ( benjolan pada fosa poplitea kista Baker ) , atau ada gerakan gerakan involunter, dapat juga memberikan penilaian apakah ada tanda tanda diskrepansi tungkai ( ada perbedaan panjang tungkai ) . Untuk menilai apakah ada diskrepansi panjang tungkai melalui inspesi dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan sebagai berikut . Pasien dalam keadaan tidur telentang, sendi paha fleksi sekitar 45 0 dan sendi lutut difleksikan 90 0 .Bila tibia yang memendek dapat dengan jelas terlihat kalau pemeriksa menghadap ke kedua tungkai pasien ( pandangan dari arah ujung jari pasien ) sedangkan diskrepansi femoral akan terlihat jelas bila pandangan dari sisi samping ( pandangan pada kedua lutut ) . namun untuk lebih akurat dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran lansung pada kedua tungkai dengan pasien berbaring telentang dan diukur panjang dari SIAS sampai ke maleolus lateral pada masing masing tungkai . Pemeriksaan pada kaki baik pada kondisi statis maupun pada kondisi dinamis apakah terdapat kontraktur, pes planus ( telapak aki yang datar ), haluks valgus ( posisi ibu jari kaki yang berdeviasi ke arah samping luar ) , haluks rigiditus ( ibu jari kaki yang tidak dapat digerakkan secara bebas ), hammertoe ( jari kaki menyerupai palu ), bunion ( pembengkakan jaringan lunak yang menutupi sendi metakarpofalangeal pertama yang disertai dengan tanda-tanda peradangan ) , drop foot ( kaki menjuntai kebawah ) , pes kavus ( lengkungan kaki yang berlebihan )

Palpasi

Untuk menilai suhu disekitar persendian ( teraba panas pada radang akut ), apakah ada nyeri tekan ( tenderness ) pada kelompok otot otot paha ( kelompok otot kwadrisep, kelompok otot hamstring), pada fasia lata ( bagian lateral paha , kelompok otot betis ( gastroknemius) , Palpasi pada tulang patela , bursa- bursa sekitar sendi lutut. Di bagian depan terdapat bursa suprapatelaris, prepatelaris, infrapatelaris dan bursa kutaneus. Di bagian medial ; bursa anserina dan bursa M.sartorius , masih ada lagi bursa di bagian belakang dan lateral lutut. Pemeriksaan stabilitas ligamentum pada sendi lutut dengan cara melakukan stress testing baik pada sisi medial, maupun pada sisi lateral dan juga test sorokan ( drawers test ) , pemeriksaan pada sendi pergelangan kaki, nyeri gerak , apakah ada tanda tanda krepitus, nyeri tekan.

Cara melakukan stress test

Pasien disuruh duduk di tepi tempat tidur, periksa dengan kedua tungkainya digantung. Persendian lutut yang akan diperiksa diluruskan . kaki pasien dikempit ( pada ketiak ) pemeriksa , lakukan dorongan secara paksa dengan salah satu telapak tangan pemeriksa pada sendi latut dari arah lateral ke medial juga sebaliknya dari arah medial ke lateral, bila teraba garis persendian lutut baik pada sisi medial maupun pada sisi lateral menandakan ligamentum kolateral tibiale tidak kuat .

Test Drawers

Untuk menilai stabilitas anteroposterior persendian lutut atau kondisi ligamentum krusiatum persendian lutut . ( ligamentum krusiatum posterior dan anterior mencegah dislokasi anterior dari tibia terhadap femur) .

Cara melakukan

Pasien tidur telantang. Kedua lututnya ditekuk pada 900 . Kedua kaki ditelapakkan pada tempat tidur periksa. Untuk fiksasi posisi pasien kedua kaki di duduki oleh pemeriksa. Kemudia pemeriksa memegang dengan kedua tangannya tendon tendon kelompok otot fleksor lutut sedemikian rupa sehingga ibu jari kedua tangan pemeriksa dapat meraba garis persendian lutut medial dan lutut lateral pasien. Lalu pemeriksa mencoba untuk menyorong tibia ke belakang dan kedepan ( kearah pemeriksa ) . Apabila tibia dapat disorongkan kedepan atau kebelakang terhadap femur, berarti ligamentum mengalami gangguan .

Test Tinel pada sendi lutut

Test ini utnuk menilai neuroma akibat trauma mekanik nervus safenus ( cabang infra patelar ) .

Cara melakukan

Pasien dalam posisi tidur telentang, lakukan penekanan pada bagian medial tuberositas tibiae .

Test positif pada penekanan tersebut timbul nyeri ditempat penekanan yang menjalar ke bagian perifer ( kearah bagian medial betis ) .

Tanda Homan

Test ini untuk mendiagnosa deep vein throbophleboitis

Cara melakukan ; pasien tidur telentang , dilakukan dorsofleksi di pergelangan kaki pasien pada tungkai yang diluruskan . Bila terasa nyeri dibetis akibat dorsofleksi tersebut maka test Homan positif.

Pemeriksaan Lingkup gerak sendi / ROM ( lihat pemriksaan ROM yang telah diuraikan sebelumnya )

Pemeriksaan neurologis

Prinsip cara pemeriksaan sama dengan pemeriksaan pada anggota gerak atas, hanya beberapa pemeriksaan yang berbeda misalnya

Untuk menilai kekuatan otot yang bertujuan untuk menilai keterlibatan akar saraf lumbosakralis berupa : untuk keterlibatan akar saraf lumbosakralis

Lumbal 2 : fleksi sendi paha

Lumbal 3 : ekstensi sendi lutut

Lumbal 4 : dorsofleksi pergelangan kaki

Lumbal 5 : dorsofleksi ibu jari kaki

Sakral 1 : Plantar fleksi pergelangan kaki

Untuk pemeriksaan refleks fisiologis yang diperiksa adalah

Refleks tendon patela, refleks tendon bisep femoris dan refleks tendo achiles

Pemeriksaan Refleks tendon lutut

Cara melakukan

Sikap pasien bisa dalam posisi duduk, atau tidur telentang .

Lutut dalam keadaan fleksi, dan kaki menggantung

Lakukan ketukan dengan palu refleks pada tendon patela

Respons berupa kontraksi otot kwadrisep femoris ( ekstensi tungkai bawah )

Pemeriksaan reflek tendon bisep femoris

Sikap pasien tidur telentang dengan tungkai sedikit fleksi pada sendi lutut

Berikan bantalan jari pemeriksa pada tendon biseps femoris ( sisi lateral fossa Poplitea )

Respon berupa kontraksi otot biseps femoris ( fleksi sendi lutut )

Pemeriksaan refleks tendon Achilles

Sikap pasien fleksi sedang sendi lutut dan kaki dalam posisi sedikit dorsofleksi dan dipertahankan oleh salah satu tangan pemeriksa

Lakukan ketukan dengan palu refleks pada tendon achilles

Respon berupa kontraksi otot gastroknemius soleus ( plantar fleksi pergelangan kaki )

Pemeriksaan klonus yang sering dilakukan adalah klonus pada lutut dan kaki

Pemeriksaan klunus pada lutut

Caramelakukan

Posisi pasien tidur telentang dan lutut dalam keadaan ekstensi , lalu lakukan peregangan pada otot kwadrisep femoris dengan cara mendorong secara tiba- tiba patela kearah distal dan dipertahankan beberapa saat.

Respon yang timbul berupa kontraksi otot kwadrisep femoris yang berulang ulang akibat peregangan tersebut

Pemeriksaan klonus kaki

Cara melakkan

Posisi pasien tidur telentang dengan sendi lutut difleksikan sekitar 900

Lakukan peregangan pada otot gastroknemius Soleus dengan cara melakukan dorongan kearah dorsofleksi sendi pergelangan kaki dan pertahankan beberapa saat .

Rospon yang timbul berupa kontraksi yang berulang pada otot otot gastroknemius soleus .

Pemeriksaan refleks patologi

Refleks Babinski atau ekstensor plantar response

Cara melakukan

Paisne dalam posisi tidur telentang dan tungkai dalam posisi ekstensi pada sendi lutut . lakukan goresan pada pada sisi lateral telapak kaki

Respon yang timbul berupa plantar ekstensi serta pengembangan dari jari jari kaki dan elevasi dari ibu jari kaki .

Reaksi serupa dapat timbul pada metoda perangsangan perangan berbeda seperti Refleks Chaddock, refleks Oppenheim, Refleks Gordon, refleks Scaeffer, Refleks Goda , dan refleks Bing.

Pemeriksaan sensibilitas ( sensorik ) pada annggota gerak bawah, prinsipnya sama dengan pada pemeriksaan sensorik pada anggota gerak atas .

PEMERIKSAAN LAIN LAIN

Pemeriksaan Refleks Primitif ( pada kasus anak anak dengan gangguan SSP

Righting Reaction ( reaksi mengangkat menegakkan )

Reaksi yang perama kali timbul adalah righting reaction, yang berkembang sejak lahir, mencapai puncaknya sekitar 10 12 bulan, kemudian secara bertahap dimodifikasi dan dihambat selanjunya menghilang pada usia + 5 tahun

Neck Righting Reaction

Dengan memutar kepala secara aktif atau pasif kesalah satu sisi, dalam posisi tidur telentang maka akan terjadi rotasi seluruh tubuh kesisi yang sama . dengan adanya reaksi ini anak dapat memutar tubuhnya kesamping ( miring ) .Dalam terapi digunakan untuk meudahkan ( fasilitasi ) gerakan miring ( rolling )

Labirinthin reaction

Reaksi yang terjadi ada;lah menegakkan / mengangkat kepala dalam posisi telungkup ; reaksi ini mula mula lemah dan makin lama makin kuat, sehingga anak dapat mengangkat kepala , muka vertkal dan ulut horizontal . reaksi ini timbul pada usia 1 6 bulan

Reaksi vestibular ( vestibular reaction )

Reaksi ini timbul pada anak telentang, yaitu mengangkat kepala sehingga dengan adanya reaksi ini anak dapat mempertahankan kepalanya pada waktu diangkat keposisi duduk ( mencapai head lag )

Body Righting reaction ( acting on the head )

Reaksi ini berhubungan erat dengan labirinth righting, yang berguna untuk mengatur posisi kepala di udara . Reaksi ini dapat ditimbulkan dengan menyentuhkan kaki ke lantai, akan diikuti dengan tegaknya kepala

Body Righting reaction ( acting on the body )

Terdapat pada anak usia 6 8 bulan

Reaksi ini merupakan modifikasi dari Neck Righting Reaction

Dengan memutar kepala ke samping maka akan diikuti oleh rotasi bahu terhadap sumbu tubuh, kemudian baru diikuti rotasi pelvis atau sebaliknya . Dengan adanya reaksi ini memungkinkan anak tengkurap sendiri ( 8 bulan ) sedangkan untuk membalikkan tubuh dari posisi tengkurap telentang dimungkinkan karena reaksi angkat kepala, extensi tubuh dan pinggulnya sudah berkembang .

Optical Righting Reaction

Reaksi ini pada permulaannya tidaklah sepenting Righting Reaction yang lain, mulai timbul setelah 6 bulan . Semakin bertambah usia , maka reaksi ini menjadi penting, dimana pada orang dewasa penglihatan merupakan faktor utama untuk mempertahankan / mengatur posisi kepala tubuh yang normal, sedangkan reaksi yang lain telah sempurna menjalankan fungsinya dan di hambat .

Reaksi Keseimbangan

Reaksi ini pada dasarnya adalah reaksi kompensasi otomatis yang diperlukan untuk mempertahankan posisi, mengatur dan menyesuaikan sikap tubuh dan anggota tubuh terhadap kekuatan dari luar dan sewaktu menggerakkan bagian tubuh yang lainnya ( balance during movement ) . reaksi keseimbangan ini muncul pertama kali pada usia kira- kira 6 bulan, yang kemudian akan berkembang dan menghambat serta memodifikasi rignhting reaction . Reaksi ini sangat kompleks dan melibatkan kerjasama sejumlah reaksi lain yang bekerja secara harmonis .

The Antigravity Mechanism

Sering disebut Supporting reaction, yaitu reaksi untuk mempertahankan tubuh terhadap gravitasi

The Postural Fixation

Memberikan fiksasi antara bagian bagian tubuh misalnya kepala dengan tubuh

The Counter Position

Disebut juga balance During Motion , merupakan reaksi pengaturan posisi badan dan gerakannya . sehingga memungkinkan terjadinya suatu gerakan selama seseorang mempertahankan suatu posisi / keseimbangannya .

Tilt Reaction

Adalah reaksi tubuh untuk mempertahankan keseimbangn sewaktu diangkat ( menjauhi ) dari bidang horizontal . Reaksi ini mulai timbul dalam posisi tengkurap dan terlentang pada usia 6 bulan .

Tes dilakukan dengan cara meletakkan anak terlentang pada tilt - board dan salah satu sisi diangkat maka badan serta kepala akan membengkok ( lateral kurve ) kesisi yang lebih tinggi, mungkin pula diikuti dengan Protective reaction lengan disisi yang bawah .

Protective reaction

Sering juga disebut reaction to falling; adalah merupakan reaksi yang terjadi pada anggota badan yang mencegah seseorang jatuh ke tanah, jika tilt reaction tak lagi mencukupi untuk mempertahankan keseimbangn misalnya ; - saat berdiri didorong kedepan , reaksinya berupa melangkah atau melompat kedepan ( 12 - 18 bulan )

C. Beberapa reflek / reaksi yang telah disebutkan diatas , perlu juga diketahui pula beberapa refleks / reaksi yang lain

Moro reflex

Normal positif pada usia sampai 4 6 bulan . Jika tetap positif sampai usia 6 bulan : abnormal

Protective extensor thrust / parachute

Normal positif mulai usia 6 bulan sampai seterusnya . Jika tetap negatif sampai usia lebih 6 bulan : abnormal .

Diperiksa dengan penderita duduk, pundak didorong ke salah satu sisi, jika positif terjadi ekstensi lengan kearah jatuh, atau dengan mengangkat penderita- kepala dibawah, gerakan kepala secara mendadak kearah lantai ; Positif jika lengan dan jari ekstensi

Landau

Normal setelah 3 bulan 2 tahun, jika tetap ada sampai usia 2 tahun : abnormal . Dalam terapi digunakan untuk memberi fasilitasi terhadap extensor trunk . Pemeriksaan dengan penderita posisi tengkurap diangkat, maka jika positif tubuh dan tungkai akan ekstensi .

ATNR ( Asyimetric Tonic Neck Reflex )

Normal sampai usia 6 bulan, yang terdapat dan biasanya pathologis dimana pada saat terlentang kepala memutar kesalah satu sisi, lengan dan tungkai di sisi muka sedang pada sisi belakng kepala tampak ekstensi .

Graps Reflex ( refleks menggenggam ) dengan seluruh jari jari tangan

Positive Supporting

Normal sampai umur 3 bulan . Dengan memberi stimulus tekanan pada telapak kaki ( misal : pada meja , lantai ) akan meningkatkan tonus ekstensor tungkai .

STNR ( Simetric Tonic neck reflex )

Bila kepala ditekuk ( fleksi ) , lengan dan tungkai akan fleksi .

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Darah : darah rutin atau pemeriksaan pemeriksaan khusus yang ditujukan pada penyakit tertentu . Misalnya Rheumatoid factor untuk penyakit Rheumatic artritis, alkaline posfate untuk proses keganasan pada tulang, pemeriksaan enzim creatine kinase ( CK ) untuk kasus distropi otot .

Urine : penting untuk membantu diagnosis dan juga pada kasus kasus retensio urine untuk menilai apakah ada proses infeksi pada tractus urinarius .

Pemeriksaan foto Rontgen

Dalam rehabilitasi medik foto rontgen disamping untuk menentukan diagnosis ( misalnya proses fraktur, keganasan, proses degerasi, osteoporosis, kelainan kongenital ) juga penting untuk terapi dengan diatermia, traksi, manipulasi dll, apakah ada kontra indikasi untuk melakukan tindakan tindakan tersebut .

RESUME

Memuat uraian singkat sebagai kesimpulan dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan secara lengkap . Baik berupa hasil yang positif maupun negatif yang penting dalam membuat suatu diagnosis maupun pelaksanaan terapi .

DIAGNOSA KLINIS

Pada kasus neurologis biasanya meliputi

Diagnosis klinis

Diagnosis topik

Diagnosis etiologi

Dalam Rehabilitasi medik berupa diagnosis fungsional

Impairment

Disabilitas

Handikaps

PROBLEMA

Pendekatan yang terarah untuk penanganan kasus kasus penyakit adalah dengan pendekatan problematik yaitu :

Medis ( semua masalah medis yang dialami pasien ) misalnya sesuai dengan diagnosis neurologis

Rehabilitasi Medis dengan sisitim pendekatan problema fungsional

R1 : Transfer : yaitu berpindah tempat secara mandiri atau perlu bantuan sebagian atau bantuan total untuk aktivitas memiringkan badan kekanan / kekiri , duduk, pindah ke kursi roda, pindah dari kursi roda ke wc atau sebaliknya .

Mobilitas : berdiri dan jalan apakah pasien mampu mandiri secara penuh , dengan alat bantu ( tongkat biasa / cane, tongkat ketiak, tongkat kaki tiga, walker, kursi roda ) atau dengan dipapah oleh anggota keluarga / perawat .

R2 : ADL : apakah pasien mampu mandiri, dengan bantuan sebagian, atau bantuan total untuk melakukan kegiatan makan, minum, berganti pakaian atas / bawah , menyikat gigi, menyisir rambut, berhias .

Selain itu apakah pasien masih mampu untuk dalam pemecahan masalah, berkomunikasi dengan telepon, berbelanja kepasar, mengurus keuangan, memasak dll .

R3 : Komunikasi : apakah pasien dapat berkomunikasi verbal secara lancar, atau ada disartria ( ringan, sedang, berat ), apakah bisa berkomunikasi dengan isyarat, dengan kontak mata, kedipan mata, atau dengan suara yang tidak jelas artinya , atau dengan tulisan atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi .

R4 : Psikologi : apakah ada tanda tanda anxietas, depresi, kehilangan motivasi, kehilangan harapan .

R5 : Sosial : adakah masalah sosial yang perlu diselesaikan, misalnya masalah pembiayaan, masalah pasien tersebut terlantar ( apakah perlu harus dititipkan ke panti sosial ) masalah asuransi kesehatan, masalah lingkungan keluarga, masalah administrasi rumah sakit, masalah visum et repertum, masalah izin ( misalnya izin di sekolah, izin kantor dll ) .

R6 : Vokasional : apakah pasien masih mapu kembali ke pekerjaan semula, atau harus ganti profesi, atau sama sekali tidak bisa lagi kembali bekerja untuk mencari nafkah . Apakah pasien masih mampu untuk menyalurkan hobi ( misalnya berkebun, berternak, memancing, lah raga, atau aktivitas seni )

TERAPI MEDIKAMENTOSA

Apakah pasien memerlukan obat obatan tertentu ( misalnya penggunaan OAINS / Obat Anti Inflamasi Non Steroid ), nerotropik, anti spasme otot, anti anxietas, anti depresan atau perawatan tertentu, pengaturan posisi tubuh tertentu untuk pencegahan pengaruh skunder dari penyakit atau Misalnya perawatan kandung kemih, perawatan ulkus dekubitus, perawatan tulang yang patah , perawatan stump ( puntung ) setelah menajalani amputasi dll .

Penggunaan obat obatan harus benar benar mempertimbangkan aspek farmakologi obat .

PROGRAM REHABILITASI MEDIK

Melakukan latihan posisi

Pada penderita yang mengalami atau ada kecendrungan mengalami imobilisasi lama ditempat tidur harus segera dilakukan pengaturan dan perubahan posisi setiap 2 jam . Dipilih 2 jam karena daya tahan pembuluh darah dalam menahan tekanan selama 2 jam, bila lebih dari 2 jam jaringan pembuluh darah yang tertekan akan mengakibatkan iskemik jaringan yang akan berlanjut menjadi nekrosis dan terjadilah ulkus . Latihan ROM diperlukan karena persendian yang tidak digerakkan ( baik secara aktif maupun pasif ) akan berakibat berkurangnya nutrisi dari komponen persendian tersebut, yang akan berlanjut menjadi perlengketan sendi sehingga sendi sendi menjadi kaku dan keterbatasan ROM .

Fisioterapi :

Terapi panas

Indikasi :

a. Efek analgesik : neuralgia, strain otot / tendo, spasme otot,myalgia

Efek antiinflamasi : setelah fase akut

Meningkatkan suhu jaringan , terjadi vasodilatasi / perbaikan blood flow

Terapi fisik sebelum terapi latihan, peregangan atau stimulasi listrik

Terapi panas dibagi dalam 2 golongan berdasarkan dalamnya penetrasi ke tubuh yaitu :

Terapi panas dangkal ( superfisial ) : yang dibagi lagi atas golongan panas kering ( dry heat ) seperti : lampu infra merah, lampu biasa, botol air panas dan bantal pemanas listrik, serta golongan panas basah ( moist heat ) : air hangat, hydrocolor pack ( HCP ), uap air panas, paraffin wax bath

Terapi panas dalam ( deep heating / diathermy ), dimana panas dapat masuk lebih dalam sampai ke otot dan tulang, dan dikenal 3 modalitas yaitu : Short Wave Diathermy ( SWD ), diatermi golombang pendek frekwensi ultra tinggi ( gel 3 30 m, frekwensi 10 100 megacycle / detik. Dalam penetrasi 1 2 cm . Dosis yang fixed tidak ada meskipun pada tiap alat ada pegangan umum anjuran, tetapi harus disesuaikan dengan penerimaan ( toleransi panas ) penderita. Kontra indikasi untuk kehamilan , methalic implan dan pacemamaker jantung ,

Micro Wave diathermia ( MWD ) , diatermi berdasarkan konversi enersi radiasi electro magnetik ( gelombang radar ), dengan frekwensi 2.456 atau 915 MHz dimana penetrasi frekwensi 915 lebih dalam ( lebih dalam dari SWD, tetapi frekwensi 2.456 kurang dari SWD ) . Juga tidak ada dosis yang fixed sama seperti SWD. Kontra indikasi untuk kehamilan, metalic implan , pacemaker jantung, kantongan cairan didalam tubuh dan daerah mata .

Ultarasound Diathermia ( USD ), diatermi berdasarkan konversi suara frekwensi tinggi ( hight feq acoustic vibration ) . Penetrasi dalam 3 5 cm ) . keuntungan USD dibandingkan dengan SWD & MWD

Dosis dapat ditentukan secara umum ( dosis fixed )

Tidak ada kontra indikasi terhadap metal

Punya efek masase ( micromassage) sehingga lebih efektif pada terapi kontraktur jaringan ikat serta nyeri otot terutama yang berhubungan dengan nyeri MTPS ( Myofascial Trigger Point Syndrome )

Dapat dikombinasikan untuk tujuan memasukkan bahan kimia untuk terapi melalui kulit ( hidrokortison, salisilat, lokal anetesi ), disebut phenophoresis

Kontra indikasi USD .

Pemberian pada mata , daerah otak, medula spinalis post laminectomi, daerah kehamilan, pacemaker jantung, langsung daerah prekardiak, lokasi post radioterapi, daerah epifise yang sedang tumbuh, post op ganti sendi dengan bahan dari methyl methacrylate/ polyethylene ( karena di khawatirkan dapat mencairkan komponene plastiknya) daerah neoplasma .

Kontra indikasi umum untuk terapi panas

Radang / inflamasi akut dan KP akut

Trauma akut ( 72 jam pertama )

Gangguan vaskuler ( obstruksi vena , insufiensi arteri / iskemia )

Diastesis hemoragik / gangguan koagulasi

Malignansi

Penyakit jantung koroner ( tidak absolut )

Gangguan sensasi ( tidak absolut ), perlu diingatkan pada pasien dan dimonitor dengan tangan terapis

Pasien yang tidak kooperatif ( anak anak dan orang usia lanjut ) perlu kehati hatian dan dimonitor )

Teknik pemberian terapi panas dari masing masing alat biasanya didapatkan pada masing masing brosur .

Terapi dingin

Efek yang diharapkan

Efek analgesik

Menghilangkan spasme otot

Mengurangi spastisitas terutama pada cidera medula spinalis

Taruma akut : mengurangi perdarahan, mengurangi edema dan mengurangi kompresi syaraf dan kapiler

Khusus pada terapi spesifik pada MTPS ( Myofasial Triger pain syndrome ) atau Fibromyalgia dengan menggunakan spray chlorethyl

Menenangkan proses trauma akut ( dalam 72 jam setelah trauma ) . Pada trauma akut sering dikenal dengan slogan RICE ( Rest , Icing. Compresi dan Elevasi ) , yang bertujuan agar perdarahan berhenti, edema berkurang, rasa nyeri hilang .

Pada peradangan sendi kronis, terapi dingin ternayata juga berguna didalam hal mengurangi / menghilangkan nyeri, menambah fleksibilitas jaringan dan mungkin penambahan luas gerak sendi .

Teknik pemberian

Massase es dengan menggosokkan es secara langsung pada daerah yang di terapi selama 5 7 menit, 2 3 kali sehari

Kompres es dilakukan selama 20 menit, 2 3 kali sehari

Semprot dingin ( cooling spray / vapocoolant spray ), misalnya dengan Chloretyl spray atau Fluorida methane . terutama digunakan untuk spasme otot dan trigger point syndrome .

Kontara indikasi terapi dingin

Gangguan vaskuler ( Raynaut phenomenon , iskemik lokal atau statis

Alergi atau intoleransi terhadap dingin

Terapi massase

Beberapa istilah yangsering digunakan yaitu : Pijat ( Kneading ), urut ( stroking ), perkusi ( pukulan ) , vibrasi ( getaran )

Kontra indikasi massase

Infeksi

Proses malignansi

gangguan vaskuler misalnya neva thrombosis, diatase hemoragik

Inflamsi akut

penyakit kulit

Traksi leher dan traksi pelvis

Dengan memberikan traksi diharapkan terjadi peregangan ( stretchingb) jaringan lunak dan terjadi pelebaran ruang sendi

Manual cervical traction yaitu traksi leher dengan tanpa menggunakan alat traksi listrik ( non motorized cervical traction ) , yaitu hanya menggunakan sling dan sistim puley ( katrol ) yang digerakkan secara manual, atau hanya menggunakan tangan terapis.

Pada traksi leher , posisi penderita dapat duduk atau berbaring telentang dengan kepala fleksi kedepan 100 - 200 , beban 5 10 kg . Umumnya beban akhir dipilih 10 kg .

Terapi latihan

Latihan ROM ( melakukan gerakan pada persendian baik secara aktif bila kekuatan otot 2 atau lebih, atau secara pasif bila kekuatan otot kurang dari 2 )

Latihan penguatan ( strengthening exercise )

Syarat : kekuatan otot diatas fair ( F 50 % ) atau 3 atau lebih

Beban harus diatas 35% kemampuan otot

Isometric / stattic exercise : adalah kontraksi otot , tidak ada gerakan sendi ( statis ) . Diakatan cukup kontraksioptimal selama 6 detik 1 kali sehari . Hati hati pada penderita hipertensi dan PJK

Isotonic exercise : kontraksi otot bersamaan dengan gerak sendi

( Concentric contraction : kontraksi memendek

( Eccentrik contraction : kontraksi memanjang

Dikenal istilah PRE ( Progresisive resisitence exercise - beban meningkat bertahap )

Isokinetik exercise

Prinsip latihan merupakan gabungan antara isometrik dan isotonik, sehingga hasil optimal, boleh untuk penderita hipertensi dan PJK . Memerlukan alat khusus ( misalnya Cybex Norm ) yang dapat mengatur beban secara dinamik, tetapi kecepatan gerak tetap ( statik ) sepanjang waktu latihan . Sering dipakai pada pusat pusat kebugaran dan pusat latihan atlit .

Latihan peregangan ( stretching exercise ) latihan untuk persendian yang mengalami keterbatasan gerak ( kontraktur ) , dengan melakukan peregangan paksa sesuai toleransi nyeri .

Latihan pola khusus

Williams flexion exercise untuk LBP

Meckenzi ( latihan ekstensi ) untuk LBP

Codmans pendulum exercise untuk Frozen shoulder

Cailliets neck exercise untuk cervical root syndrome

Frenkle exercise untuk ataxia atau penyakit Parkinson

Latihan otot dasar panggul ( Pelvic Floor Exercise ) untuk penguatan otot otot dasar panggul

Latihan otot otot abdomen dan diapragma ( otot otot mengedan ), baik untuk pasien dengan retensio urine akibat kelemahan otot yang berfungsi saat mengedan serta pada wanita hamil untuk mempermudah mengedan saat melahirkan .

Scoliotic exercise : pola Klapp

Latihan drainase postural : untuk mengeluarkan timbunan sputum dalam paru paru seperti pada pasien PPOK

Latihan pernafasan ( pernafasan dada, pernafasan perut, latihan otot otot bantu pernafasan ) , Pursed Lips Breathing exercise yaitu latiahan dengan inspirasi dalam melalui hidung dan lebih cepat kemudian ekspirasi secara lambat dengan melalui mulut dengan mulut mencucur .

Latihan reedukasi otot ( misalnya setelah tendon transfer )

Latihan Bobath ( Nerve Developmental Therapy )

Prinsip latihan Bobath

Inhibisi : Refleks postural yang abormal , sikap tubuh yang abnormal maupun pola gerak yang abnormal .

Dengan cara melakukan pengaturan posisi tubuh tertentu, misalnya spastisitas ekstensor dapat dihambat dengan cara mengartur anak dalam posisi fleksi

Fasilitasi

Yaitu upaya untuk memberikan kemudahan

Teknik teknik fasilitasi ini banyak sekali, dan yang diberikan fasilitasi adalah gerakan gerakan yang lebih normal

Stimulasi

Stimulasi biasanya diberikan pada kondisi flaksid / hypotonus . tekniknya dapat erupa kompresi, tapping atau stroking .

Dalam pelaksanaannya ketiga teknik ini dilakukan secara bersama sama agar hasilnya lebih memuaskan, misalnya setelah inhibisi maka tonus otot mulai menurun lalu dilanjutkan dengan fasilitasi bila diperlukan dapat dilakukan kompresi atau teknik stimulasi yang lain .

Key point of control ( KPOC ) yaitu tempat tempat tertentu yang paling efektif untuk memberikan inhibisi . Biasanya sendi sendi proksimal misalnya panggul, bahu dll .

Okupasi terapi adalah terapi untuk memberikan latihan penguatan, latihan koordinasi otot, latihan melakukan ADL dengan mengg unakan alat, permainann atau simulasi serta edukasi .

Latihan ADL misalnya menulis, makan, minum, memakai pakaian, gosok gigi, menyisir rambut, berhias . Melatih fungsi tangan untuk gerakan gerakan motrik halus dan koordinasi pada penderita yang megalami kelumpuhan otot tangan misalnya latihan menggengam, latihan menjipit, latihan memindahkan benda dll. Latihan berpindah tempat dari kursi roda ke tepat tidur atau sebaliknya . latihan pindah tempat dari tempat tidur ke kursi roda, dari kursi roda ke Closet dll .

Memberikan petunjuk atau edukasi sikap tubuh yang ergonomis ( sikap yang baik dan benar ) saat beraktivitas . Yaitu sikap yang dapat meminimalkan beban muskuloskeletal . Sikap duduk, sikap mengangkat beban, sikap dalam kendaraan, penyesuaian saat ibadah sholat ( bagi Muslim ) dengan posisi duduk dikursi menhadap ke meja dll . dalam kondisi tertentu dapat dilakukan penyesuaian terhadap lingkungan misalnya pada penderita Osteoartritis sendi lutut diupayakan menggunakan Closet duduk, atau melobangi kursi agar dapat mengurangi beban sendi lutut . Pada pasien yang mengalami keseimbangan saat berdiri diupayakan membuat pegangan tangan ( hand rail ) di kamar mandi untuk mencegah agar pasien tidak jatuh / terpeleset .

Pada anak anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dapat diberikan latihan dengan permainan yang menarik dan edukatif . Pada anak anak yang megalami kelumpuhan dapat melakukan modifikasi tempat duduk sehingga anak tersebut dapat duduk sabil bemain .

Ortotik prostetik : Apakah memerlukan alat bantu misalnya Korset, brace, collar servikal , protesa atas lutut / bawah lutut , tongkat ( cane ), tongkat ketiak, tongkat kaki tiga , walker, kursi roda, sepatu koreksi dll . Diberikan latihan dan edukasi menggunakan alat bantu / alat ganti tersebut agar penderita dapat menggunakannya secara baik dan benar dan pasien mengeri manfaat alat tersebut .

Terapi wicara : apakah ada hambatan komunikasi atau gangguan otot otot bicara dan otot otot yang berperan saat menelan .

Untuk anak anak apakah ada gangguan pemusatan perhatian, hiper aktif dll .

Psikologi : memberikan Psikoterapi teradap pasien pasien yang mengalami depresi , anxietas, kehilangan motivasi. Dapat dilakukan oleh Psikolog . Secara garus besar dapat disimpulkan bahwa peran psikolog didalam team rehabilitasi mepunyai tugas antara lain

Membantu mempersiapkan penderita secara mental selama menjalani perawatan medis (misalnya operasi, amputasi, dll ) dan selama dalam proses pemulihan

Mengurangi tegangan emosi

Membantu memecahkan problem problem emosi yang timbul

Membantu mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri

Membantu mempersiapkan lingkungan sosial dimana penderita berada ( misalnya lingkungan keluarga, kerja, sekolah, masyarakat dll )

Sosial medik : untuk kasus kasus yang berhubungan dengan asuransi, visum et repertum, pasien terlantar, memberikan petunjuk tentang aktivitas dirumah setelah pulang ( kunjungan rumah ) baik secara langsung pada pasien maupun terhadap keluarganya, sebagai penghubung antara pasien dan atasan pasien tempat dia bekerja sekolah agar penderita tidak dipecat atau diberhentikan dari sekolah atau pekerjaannya . Bila memungkinkan dapat diberikan saran untuk alih bentuk / jenis pekerjaan .

PROGNOSIS KLINIS DAN FUNGSIONAL

Memberikan penilaian terhadap perkembangan lebih lanjut atas penyakit yang diderita, misalnya untuk kasus osteo artritis akan tetap berlanjut .

Memberikan penilaian secara fungsional : apakah pasien di harapkan masih mampu untuk mobilitas, ADL, kembali ke aktivitas pekarjaan / aktivitas sosial semula

EVALUASI PERKEMBANGAN KLINIS DAN FUNGSIOANAL

Memberikan penilaian mingguan atau bulanan

Dapat menggunakan standar baku misalnya dengan memberikan penilaian dengan standar fungsional FIM ( Functional Independence Measure ) atau dengan Indeks Katz, Indeks Barthel dan lain lain

Indeks barthel

NoKeteranganDengan

bantuan Mandiri

1Makan510

2Transfer bed / kursi 5 - 1015

3Grooming ( personal toilet )

Cuci muka, cuci rambut, bercukur, gosok gigi 05

4Toiletting 510

5Mandi 05

6Berjalan ditempat datar 1015

7Naik dan turun tangga 510

8Berpakaian 510

9Kontrol BAB 510

10Kontrol BAK 510

Keterangan

Skor 0 - 20: keteragantungan total

Skor 21 61 : ketergantungan berat

Skor 62 90 : ketergantungan sedang

Skor 91 - 99: ketergantungan ringan

100: mandiri, tetapi tidak berarti penderita dapat hidup sendiri, penderita mungkin tidak dapat memasak, menjaga rumah atau tidak dapat bermasyarakat .

Modified Index Barthel ( MBI )

Mandiri Dengan bantuan Ketergan

tungan

Sub skor perawatan diri sendiri

Minum dari cangkir

Makan

Memakai pakaian atas

Memakai pakaian bawah

Mengenakan ortotik / prostetik

Merapikan diri

Mandi atau mencuci

Bladder continence

Bowel continence 4

6

5

7

0

5

6

10

10

2

3

3

4

2

3

3

8* / 5

8* /52

0

0

0

0

0

0

0

0

Sub Scor mobilitas

Transfer, kursi

Transfer, toilet

Transfer, tub / pancuran

Berjalan 50 yard di sekitar tempat tidur

Naik turun tangga

Mengayuh kursi roda 50 yard ( bila tidak bisa jalan )15

6

1

15

10

57

3

0

10

5

00

0

0

0

0

0

Kemandirian terbatas pada Bowel & Blader continence,

dinilai masing masing 8

Berdasarkan total skor MBI, dapat dikelompokkan menjadi 8 tingakt kemampuan fungsional

19 : Ketergantungan

20 59 : merawat diri dengan bantuan

60 79 : menggunakan kursi roda dengan bantuan

80 89 : mandiri menggunakan kursi roda

100 : mandiri

Functional Independence Measure ( FIM )

Penilaian pada FIM dilakukan pada 6 katagori fungsi dan terdiri dari 18 item . Setiap item dinilai ketergantungannya dengan menggunakan skala 1 s/d 7

Independence

: Independence komplit

: Modified independence penderita memakai alat bantu

Modified dependence

: Supervisi

: Bantuan minimal ( upaya subyek untuk aktivitas > 75 % )

3 : bantuan sedang ( Subyek : 50 - 75 % )

Comleted dependence

: bantuan maksimal ( Subyek 25 - 50 % )

: bantuan total ( Subyek 0 - 25 % )

Keenam katagori fungsi terdiri dari

1.Perawatan diri

nilai maksimal 42 poin ( 6 aktivitas )

aktivitas yang dinilai adalah makan, grooming, mandi, memakai pakaian atas, memakai pakian bawah dan pergi ke toilet

2.Kontrol sfingter

- nilai maksimal 14 poin ( 2 aktivitas )

- aktivitas yang dinilai adalah manajemen kandung kencing dan usus

3.Mobilitas

- nilai maksimal 21 poin ( 3 aktivitas )

- aktivitas yang dinilai adalah kemampuan transfer untuk BAB dan BAK, transfer untuk mandi dan transfer ke tempat tidur, kursi dan kursi roda

4.Lokomotorik

- nilai maksimal 14 poin ( 2 aktivitas )

- aktivitas yang dinilai adalah berjalan / kursi roda , naik turun tangga

5.Komunikasi

- nilai maksimal 14 poin ( 2 aktivitas )

- aktiitas yang diinilai adalah komprehensi / dapat memaami , ekspresi .

6.Social cognition

- nilai maksimal 21 poin ( 3 aktivitas )

- aktivitas yang dinilai adalah pemecahan masalah, interaksi sosial dan memori

Skor FIM dikembangkan untuk mengukur disabilitas seseorang dan untuk menil