27
14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar merupakan suatu usaha dalam mewujudkan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia yang ada dalam kurikulum pendidikan. Hal ini dikemukakan oleh Resmini dkk. (2009, hlm. 28) bahwa “Hakikat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD merupakan a. bentuk penerapan kurikulum, b. bentuk pencapaian tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia, c. upaya peningkatan kemampuan siswa SD mulai dari kelas I sampai kelas VI SD dalam mencapai tujuan mata pelajaran tersebut.” Pembelajaran bahasa Indonesia tidak hanya dipelajari dalam lingkup teori semata.Siswa diharapkan mampu menggunakan kemampuannya secara fungsional, otentik dan utuh dalam berkomunikasi. Menurut Diknas (dalam Resmini dkk., 2009, hlm. 29) „Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusastraan.‟ Hal ini mengakibatkan pembelajaran yang dilakukan harus bisa disesuaikan dengan situasi yang akan dihadapi siswa saat ia berkomunikasi menggunakan kemampuaan berbahasanya. Djuanda (2014, hlm.4) mengemukakan bahwa “Pada waktu belajar bahasa berlangsung, siswa harus dihadapkan pada kondisi pembelajaran bahasa yang mirip dengan kondisi pada waktu siswa menggunakan bahasa itu di dalam kehidupan sehari-hari.” Kemampuan berkomunikasi ditingkatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan memperhatikan beberapa aspek. Aminuddin (dalam Resmini dkk. 2009, hlm. 32) menjelaskan bahwa „Peningkatan kemampuan berkomunikasi itu meliputi aspek skemata (pengetahuan dan pengalaman), kebahasaan, strategi produktif, mekanisme psikofisik, dan konteks.‟ Aspek-aspek tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini.

14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

  • Upload
    dinhnhi

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia

1. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar merupakan suatu usaha

dalam mewujudkan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia yang ada dalam

kurikulum pendidikan. Hal ini dikemukakan oleh Resmini dkk. (2009, hlm. 28)

bahwa “Hakikat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD merupakan

a. bentuk penerapan kurikulum,

b. bentuk pencapaian tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia,

c. upaya peningkatan kemampuan siswa SD mulai dari kelas I sampai kelas VI

SD dalam mencapai tujuan mata pelajaran tersebut.”

Pembelajaran bahasa Indonesia tidak hanya dipelajari dalam lingkup teori

semata.Siswa diharapkan mampu menggunakan kemampuannya secara

fungsional, otentik dan utuh dalam berkomunikasi. Menurut Diknas (dalam

Resmini dkk., 2009, hlm. 29) „Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD

diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam

bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis serta

menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusastraan.‟ Hal ini

mengakibatkan pembelajaran yang dilakukan harus bisa disesuaikan dengan

situasi yang akan dihadapi siswa saat ia berkomunikasi menggunakan

kemampuaan berbahasanya. Djuanda (2014, hlm.4) mengemukakan bahwa “Pada

waktu belajar bahasa berlangsung, siswa harus dihadapkan pada kondisi

pembelajaran bahasa yang mirip dengan kondisi pada waktu siswa menggunakan

bahasa itu di dalam kehidupan sehari-hari.”

Kemampuan berkomunikasi ditingkatkan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia dengan memperhatikan beberapa aspek. Aminuddin (dalam Resmini

dkk. 2009, hlm. 32) menjelaskan bahwa „Peningkatan kemampuan berkomunikasi

itu meliputi aspek skemata (pengetahuan dan pengalaman), kebahasaan, strategi

produktif, mekanisme psikofisik, dan konteks.‟ Aspek-aspek tersebut

digambarkan dalam bagan berikut ini.

Page 2: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

15

Bagan 2.1

Aspek-aspek Peningkatan Komunikasi

(Aminuddin, dalam Resmini dkk. 2009, hlm. 33)

Peningkatan kemampuan komunikasi siswa didukung oleh isi

pembelajaran bahasa Indonesia itu sendiri. Isi pembelajaran tersebut meliputi

bahan ajar yang berisikan kemampuan-kemampuan berbahasa. Menurut

Kurikulum (dalam Resmini, 2009, hlm. 31) “Ruang lingkup mata pelajaran

bahasa Indonesia mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang

meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) mendengarkan (menyimak), (2)

berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis.

2. Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran bahasa Indonesia berlandaskan pada beberapa teori belajar.

Teori ini memiliki beberapa kegunaan dalam pembelajaran bahasa. Djuanda

(2014, hlm.8) mengemukakan bahwa

Kegunaan teori, termasuk di dalamnya teori belajar bahasa, berguna untuk

: (a) menyempurnakan suatu praktik, (b) memperjelas sesuatu, membuat

orang mengerti sesuatu atau memberi tahu bagaimana mengerjakan

sesuatu, (c) dapat merangsang pengetahuan baru dengan jalan memberikan

bimbingan ke arah penyelidikan selanjutnya, misalnya dengan membuat

deduksi tentang apa yang akan terjadi pada situasi dalam konteks tertentu.

Menurut Resmini dkk.(2009, hlm. 4) “Pembelajaran bahasa Indonesia

dilaksanakan mengacu pada wawasan pembelajaran yang dilandasi prinsip (1)

humanisme, (2) progresivisme, dan (3) rekonstruksionisme.” Selain prinsip

belajar yang telah dikemukakan, ada beberapa prinsip atau teori belajar yang

dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Teori tersebut terdiri

Skemata Kebahasaan

Strategi Produktif

Mekanisme Psikofisik

Konteks

Page 3: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

16

dari behaviorisme, mentalisme, kognitivisme, kontruktivisme, dan

fungsionalisme. Dalam penelitian ini, teori belajar yang berkaitan dengan

penggunaan metode 6P pada materi meringkas buku meliputi teori humanisme,

behaviorisme, kognitivisme, konstruksionisme, dan fungsionalisme.

a. Humanisme

Menurut Resmini dkk. (2009) pada prinsip ini terdapat wawasan bahwa

manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu.

Perilaku manusia juga dilandasi oleh motif dan minat tertentu.Manusia selain

memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi prinsip ini pada

pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar yaitu guru hanya menjadi

fasilitator dan model, siswa diyakini dapat menemukan pemahamannya sendiri,

pembelajaran harus dirasa bermakna dan berguna, isi pembelajaran harus

disesuaikan dengan perkembangan siswa, serta guru juga harus melihat siswa

secara individual dengan keunikannya sehingga pembelajaran tidak hanya

dilakukan secara klasikal saja. Djuanda (2014, hlm 24) mengemukakan bahwa

“Menurut pandangan ini, bahasa haruslah dilihat sebagai suatu totalitas yang

melibatkan siswa secara utuh bukan sekedar sesuatu yang intelektual semata-

mata.”

Kaitan teori humanisme dengan penelitian ini bahwa siswa akan

menemukan pemahamannya sendiri tentang bagaimana suatu kalimat dapat dibuat

secara ringkas. Pembelajaran di kelas juga menjadikan guru hanya sebagai

fasilitator agar siswa terlibat dalam pembelajaran dengan baik.

b. Behaviorisme

Prinsip behaviorisme dikembangkan oleh Ivan Pavlov. Prinsip ini

menyatakan di mana ada stimulus pasti akan ada respon. Jika respon yang

diharapkan bermakna, maka harus disiapkan kondisi stimulus yang bermakna

pula. Namun, sebelumnya harus melakukan kontrol terhadap lingkungan stimulus

yang akan diberikan. Menurut Edward L. Thorndike (dalam Djuanda, 2014, hlm.

9) “Dalam melakukan kontrol perlu diperhatikan tiga hal yaitu law of effect atau

kaidah efek, law of excersise atau kaidah latihan, law of readinnes atau kaidah

kesiapan.” Kaidah efek menjelaskan bahwa respon akan terbentuk tergantung

pada efek yang diperoleh. Jika efek yang diperoleh suatu kesenangan maka respon

Page 4: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

17

yang diberikan akan maksimal, begitu sebaliknya. Kaidah latihan beranggapan

bahwa semakin sering diadakan latihan maka semakin bagus respon yang

diberikan. Kaidah kesiapan beranggapan bahwa belajar itu akan lebih baik berada

dalam keadaan tegang dan disiplin agar tercipta suatu keseriusan.

Implikasi prinsip behaviorisme dalam pembelajaran bahasa menurut

Djuanda (2014) pada tahun 1970-an terdapat wawasan bahwa belajar bahasa

merupakan pemberian stimulus kebahasaan yang bisa berbentuk latihan, peniruan,

dan pembiasaan yang diikuti penguatan dari guru. Belajar bahasa juga harus

difokuskan pada keterampilan tertentu. Selain itu belajar bahasa tidak melibatkan

aktivitas mental, melainkan kenyataan yang muncul pada respon.

Kaitan teori ini denga penelitian yang dilakukan terletak pada keterlibatan

siswa dalam pembelajaran. Agar siswa tertib dalam mengerjakan tugas, diberikan

stimulus berupa sanksi dan pujian. Ketika siswa tidak mengerjakan tugasnya

maka ia akan diberi bintang merah sebagai peringatan.

Dalam kaitan kebahasaannya, siswa diberikan latihan berupa menulis

huruf kapital dengan benar dan melihat guru membuat pemetaan pikiran.

c. Kognitivisme

Teori kognitivisme dipelopori oleh Jean Piaget. Menurut teori ini,

pengalaman yang sudah ada (skemata) dimanfaatkan untuk memperoleh

pengetahun baru. Teori ini memandang pembelajaran sebagaimana dikemukakan

Djuanda (2014, hlm. 17) “...belajar juga dapat disikapi sebagai asimilasi dan

akomodasi yang bermakna sehingga dapat menghasilkan pemahaman,

penghayatan, dan keterampilan.” Asimilasi di sini berarti bahwa siswa tidak harus

mengubah skematanya ketika menerima pengetahhuan baru. Sedangkan

akomodasi menuntut siswa mengubah terlebih dahulu skematanya untuk

menerima pengetahuan baru.

Aminuddin (dalam Djuanda, 2014) menyarankankan bahwa dalam

pembelajaran menurut teori ini menganjurkan guru menyajikan materi yang saling

berkaitan. Selain itu, pembelajaran juga harus disesuaikan dengan pengetahuan

siswa, proses pembelajaran yang menarik, alamiah, dan memiliki nilai fungsional

bagi siswa.

Page 5: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

18

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, siswa diharapkan dapat

mengembangkan skematanya setelah membaca buku, mengaitkan setiap gagasan

yang ia temukan dengan gagasan lain sehingga membentuk pengetahuan isi buku

yang ia baca.

d. Konstruktivisme

Teori konstruktivisme didasari oleh pandangan Jean Piaget, Vigotsky, dan

Bruner. Teori ini menekankan bahwa siswa dengan sendirinya mengkonstruksi

pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan konsep rasional. Menurut Djuanda

(2014, hlm. 118) “Pemahaman kenyataan dan pemecahan masalah menghasilkan

pengetahuan baru dalam proses yang aktif dan dinamis. Siswa merekonstruksi

pengetahuannya oleh dirinya sendiri.”

Beberapa hal perlu diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran

berdasarkan teori konstruktivisme. Hal ini dikemukakan oleh Djuanda (2014)

bahwa dalam merencanakan isi dan proses pembelajaran bahasa Indonesia, guru

harus mempersiapkan materi konkret yang bisa diamati siswa, karakteristik

materi, hubungan materi dengan lingkungan siswa, serta keterhubungan

pembelajaran dengan kehidupan sosial siswa.

Hubungan antara teori konstruktivisme dengan penelitian ini yaitu ketika

siswa membaca sebuah buku, maka kemudian ia akan membangun sebuah

pemikiran tentang isi buku tersebut. Pengetahuan yang telah ia dapatkan dari

membaca buku akan dituangkan dalam sebuah pemetaan pikiran.

e. Fungsionalisme

Teori fungsionalisme merupakan landasan dari pendekatan komunikatif.

Perbedaan teori ini dengan teori lain dikemukkan oleh Djuanda (2014) bahwa

bahasa merupakan fakta soisal, bahasa memiliki tiga tataran fungsi (ideasional,

interpersonal, tekstual), belajar bahasa harus sesuai dengan fungsinya dalam

kehidupan, memahami bahasa berawal dari memahami penggunaannya, serta

hakikat belajar bahasa adalah belajar menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi

dan kaidah sosial.

Implikasi teori fungsionalisme pada pembelajaran bahasa Indonesia

menurut Djuanda (2014) yaitu bahwa pembelajaran bahasa Indonesia harus

bermakna dan berfungsi bagi siswa, merujuk pada kepentingan pengembangan

Page 6: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

19

berbahasa baik secara individu maupun kelompok, serta berorientasi pada

pengembangan kemampuan untuk meningkatkan nilai kebangsaan dari bahasa

Indonesia.

Kaitan teori pembelajaran fungsionalisme dengan penelitian ini adalah

kegunaan dari menulis ringkasan sangat dibutuhkan oleh siswa. Pada saat tertentu

dijenjang pendidikan selanjutnya, siswa akan mengahadapi materi pembelajaran

yang lebih rumit. Oleh karena itu, kemampuan menulis ringkasan ini diajarkan

agar mempermudah siswa mempelajari pelajaran dijenjang selanjutnya.

3. Sumber dan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah siswa

melakukan proses pembelajaran, bukan hanya sekedar buku paket atau lembar

kerja siswa yang dibeli di sekolah saja.Sudjana (dalam Djuanda, 2014, 53)

mengemukakan bahwa “Sumber belajar adalah segala daya yang dapat

dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajar.”

Banyak ragam dan jenis dari sumber belajar yang dapat digunakan dalam

pembelajaran bahasa Indonesia. Menurut Djuanda (2014) sumber belajar terdiri

dari dua kategori yaitu learning resources by design dan learning resources by

utilization. Learning resources by designadalah sumber belajar yang sengaja

dibuat untuk kegiatan belajar. Pembuatan sumber belajar ini disesuaikan dengan

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Contoh dari sumber belajar ini yaitu

buku, brosur, video, tape, dan sebagainya. Sedangkan learning resources by

utilizationadalah sumber belajar yang tidak sengaja dibuat tetapi dapat

dimanfaatkan dan mempermudah kegiatan pembelajaran. Contohnya lingkungan

di sekitar seperti pasar, museum, dan sebagainya.

Pada penelitian ini, sumber yang digunakan adalah buku pengetahuan dan

buku sederhana pintar meringkas. Sumber ini termasuk pada kategori learning

resources by design.

Media pembelajaran adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan

pesan dari pembelajaran. Menurut Sadiman (dalam Djuanda, 2014, hlm 149)

media pembelajaran adalah “Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa agar proses belajar

Page 7: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

20

terjadi. Salah satu media yang mudah dipakai dalam pembelajaran bahasa

Indonesia adalah media gambar. Media gambar termasuk dalam kategori media

visual yng tidak diproyeksikan karena tidak menggunakan alat proyektor. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hastuti (dalam Djuanda, 2014) bahwa media

dikelompokan menjadi dua kategori yaitu media visual yang tidak dapat

diproyeksikan dan media yang dapat diproyeksikan.

Menurut Djuanda (2014) gambar dapat digunakan untuk mengatasi

keterbatasan ruang dan waktu, mudah di dapat, dan dapat menerjemahkan ide

abstrak. Pemilihan gambar harus berdasarkan kriteria tertentu dengan ciri-ciri yng

baik. Menurut Sudirman (dalam Djuanda, 2014, hlm. 152) „Gambar atau foto

yang baik dan dapat digunakan sebagai media belajar ialah foto atau gambar yang

memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Dapat menyampaikan pesandan ide tertentu.

b. Memberi kesan yang kuat dan menarik perhatian kesederhanaan, yaitu

sederhana dalam warna, tetapi memiliki kesan tertentu.

c. Merangsang orang melihat untuk ingin mengungkapkan tentang

objek-objek dalam gambar.

d. Berani, dinamis, pembuatan gambar hendaknya menunjukkan gerak

atau perbuatan.

e. Bentuk gambar bagus, menarik, dan disesuaikan dengan tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan.

B. Hakikat Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

1. Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

Keterampilan menulis adalah bentuk dari sebuah komunikasi yang

merupakan suatu kegiatan mengorganisasikan pengetahuan dan

pengalaman.Menurut Resmini dkk.(2009) pembelajaran menulis hendaknya

berorientasi pada kemampuan berkomunikasi untuk menyampaikan pesan setelah

siswa mengalami prosedur berkomunikasi dengan memadukan aspek

pengetahuan, pengalaman (skemata), kebahasaan, strategi produktif, mekanisme

psikofisik dan konteks. Pengetahuan yang telah dimiliki siswa dipadukan dengan

aspek kebahasaaan lalu diolah melalui mekanisme psikofisik dan strategi

produktif untuk menghasilkan tulisan yang sesuai dengan konteks.

Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling sulit di antara

keterampilan lainnya.Keterampilan menulis juga bukan merupakan bawaan dari

lahir.Oleh karena itu, pembelajaran menulis dilakukan dengan mengadakan

Page 8: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

21

banyak latihan menggunakan berbagai metode dan strategi.Metode yang

digunakan haruslah sesuai dengan karakteristik siswanya.Selain itu, pembelajaran

menulis juga harus dilakukan secara berkelanjutan.

Pembelajaran menulis dapat ditingkatkan dengan menggunakan

pendekatan proses menulis dan pendekatan produk tulisan. Menurut Tompkins

(dalam Resmini, 2009, hlm. 218) „Fokus orientasi pembelajaran menulis adalah

bagaimana siswa dapat menulis (learning about written language) dan belajar

melalui tulisan (learning trough writing).‟ Guru dalam proses pembelajarannya

mengarahkan siswa untuk belajar menulis, belajar bahasa tulis, dan belajar

melalui tulisan.

Inti dari pembelajaran menulis adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru

untuk meningkatkan kemampuan sehingga siswa dapat memiliki keterampilan

menulis yang baik.Menurut Resmini dkk.(2009, hlm. 214) “Guru hendaknya

selalu memberdayakan potensi siswa untuk menulis, mulai dari menulis huruf,

kata-kata, dan kalimat sampai tulisan yang berbentuk teks.” Dengan demikian,

pembelajaran menulis pun harus mempertimbangkan karakteristik yang dimiliki

oleh siswa. Siswa harus dipandang sebagai seorang individu yang memiliki

kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan. Mereka dapat membangun

pengetahuannya tentang menulis yang diperoleh dari interaksi sosialnya dengan

cara dan tujuan yang berbeda. Hal ini dikemukakan oleh Pappas (dalam Resmini,

2009, hlm. 215) bahwa ada beberapa asumsi yang harus dipertimbangkan dalam

pembelajaran menulis yaitu

Children (all human) are active and constructive learners, language is

organizedin different ways and different patterns or registers because it is

used for different purpous in different contexs, knowledge is organized and

conctructed by individual learners trough social interaction.

Dalam pembelajaran menulis juga terdapat unsur-unsur belajar sebagai

faktor berlangsungnya suatu pembelajaran. Menurut Suyono dan Hariyanto

(2011) unsur belajar meliputi tujuan belajar, proses belajar, dan hasil

belajar.Unsur-unsur tersebut tidak terlepas dari peran seorang guru. Guru tentu

harus membuat perencanaan pembelajaran untuk menentukan tujuan yang harus

dicapai. Dalam unsur proses belajar, terdapat aktivitas siswa dan kinerja guru

dalam melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran tersebut akan memperlihatkan

Page 9: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

22

hasil belajar siswa. Menurut Gage dan Berliner (Suyono & Hariyanto, 2011, hlm.

187) „Ada tiga fungsi utama guru dalam pembelajaran, yaitu sebagai perencana

(planner), pelaksana dan pengelola (organizer), dan penilai (evaluator).‟Dalam

penelitian ini unsur–unsur tersebut diteliti dalam pembelajaran menulis ringkasan

isi buku di kelas V SDN Sirahcipelang dengan menggunakan metode 6P.

2. Tujuan Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

Menulis merupakan keterampilan untuk mengkomunikasikan pesan baik

berupa ide, informasi atau perasaan ke dalam bentuk tulisan.Keterampilan

menulis ini perlu dimiliki oleh siswa sekolah dasar guna bekal awal untuk

peningkatan kemampuan berkomunikasinya.Oleh karena itu, menurt Resmini dkk.

(2009, hlm.215) “Tujuan utama dari pembelajaran menulis adalah untuk

meningkatkan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan pesan melalui

bahasa tulisan.”Secara rinci tujuan menulis di sekolah dasar dikemukakan oleh

Resmini dkk.(2006) bahwa siswa dapat memupuk dan mengembangkan

kemampuan siswa untuk memahami dan melaksanakan cara menulis dengan baik,

melatih dan mengembangkan kemampuan siswa untuk mengenal dan menuliskan

huruf-huruf sebagai tanda bunyi, melatih mengembangkan kemampuan siswa agar

terampil menuliskan bunyi atau suara yang didengarnya, melatih keterampilan

siswa untuk dapat menetapkan arti tertentu dari sebuah kata dalam konteks

kalimat, mengungkapkan ide dan pesan sederhana secara tertulis.

Menurut Depdiknas (dalam Djuanda, 2008, hlm. 178) ada beberapa

kompetensi menulis yang harus dimiliki siswa.

Kompetensi menulis yang diharapkan dari siswa sekolah dasar ialah dapat

menulis naratif dan non naratif dengan tulisn rapi dan jelas dengan

memperhatikan tujuan dan ragam pembaca, memakai ejaan dan tanda

baca, dan kosakata yang tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan

kalimat majemuk.

Menurut Djuanda (2008, hlm 178) “Tujuan di atas pada hakikatnya

mengacu pada pengembangan aspek logika dan aspek linguistik.” Aspek logika

berkaitan dengan isi dan penyusunannya sehingga hal ini mengacu pada tujuan

bahwa siswa harus mampu mendisiplinkan penorganisasian gagasnnya. Aspek

linguistik berkaitan dengan cara penyampaian apa yang ada dalam pikiran ke

dalam tulisan sehingga hal ini mengacu pada tujuan agar siswa dapat

Page 10: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

23

mendisiplinkan tulisannya dalam berbahasa menggunakan tata bahasa dan ejaan

yang baik dan benar.

3. Perkembangan Tulisan Siswa Sekolah Dasar

Kemampuan menulis siswa mengalami perkembangan. Perkembangan ini

terjadi melalui beberapa cara, ada siswa berkembang secara berkesinambungan,

ada siswa yang perkembangannya lambat, ada juga siswa yang mengalami

perkembangan secara pesat. Menurut Resmini dkk.(2006, hlm. 220)

“Perkembangan tulisan anak itu beranjak dari spiral sejalan dengan perkembangan

mentalnya. Dari nonrepresentasional sampai pada representasional, dari pramelek

aksara hingga fasih beraksara, dari menggambar aksara hingga melahirkan

tulisan.”Berdasarakan hal tersebut, perkembangan tulisan siswa sekolah dasar

dibagi dalam dua kategori yaitu kelas rendah untuk kelas satu sampai kelas tiga

dan kelas tinggi untuk kelas empat sampai kelas enam.

Pada siswa kelas satu, mereka jarang mengkhawatirkan tulisnnya.Mereka

hanya menikmati kegiatan menulisnya bukan untuk mencari perhatian dari

pembacanya.Setelah memasuki kelas dua dan tiga, siswa merasa bahwa tulisannya

perlu mendapat perhatian pembacanya, mereka ingin mendapat pengakuan dari

guru atau temannya. Siswa akan menuliskan cerita yang bersifat naratif. Menurut

Calkins (dalam Resmini dkk., 2006, hlm. 216) „Anak-anak pada usia ini sering

membuat cerita bed to bed yang naratif dalam kejadian-kejadian yang terjadi dari

waktu mereka bangun tidur di pagi hari sampai tidur di malam hari.‟

Pada pembelajarannya, siswa kelas rendah masih bergantung pada apa

yang guru perintahkan. Sehingga saat siswa belajar, guru harus mengembangkan

pembelajarannya agar dapat merangsang kemampuan siswa.Hal ini dikemukan

oleh Resmini dkk.(2006, hlm.215) “Guru diharapkan membekali dirinya dengan

kemampuan menulis. Guru pun dituntut memiliki kemampuan memilih metode

yang sesuai sehingga dapat merangsang kreativitas siswa.”

Pada kelas tinggi siswa yang telah melalui masa menulis permulaan sudah

mampu mempertimbangkan aspek-aspek menulis. Kroll dan Wells (dalam

Resmini, dkk. 2006, hlm. 216) mengemukkan bahwa „Anak telah dapat

mengaplikasikan konteks komunikatif dalam mengarang seprti bentuk, gaya,

pembaca, dan tujuan penulisan.‟ Berdasarkan proses menulisnya, Farris (dalam

Page 11: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

24

Resmini, dkk. 2006) mengemukakan bahwa siswa kelas tinggi pada tahap

pramenulis sudah mampu memfokuskan pada suatu topik dan berpikir abstrak.

Pada tahap membuat draf siswa mampu menuangkan gagasannya dalam sebuah

draf sesuai minatnya, menyadari adanya pembaca, dapat mengawali cerita dari

bagian mana saja, dan menunjukan perhatian.Pada tahap perbaikan, siswa mampu

menyunting tulisannya dan menerapkan aspek mekanikal seperti tanda baca dan

ejaan pada tulisnnya.

Pada penelitian ini, siswa yang diteliti merupakan kelas V SD. Kelas V ini

berada dalam tingkatan kelas tinggi di mana siswa telah dapat memfokuskan

sebuah topik dan mampu memperbaiki tulisannya.

4. Penyekoran dan Penilaian Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

Menulis yang merupakan kegiatan multidimensi tidak hanya dapat diukur

dengan menghitung nilai semata.Menurut Resmini dkk.(2006, hlm. 261) “Ada

tiga prosedur untuk memonitor secara harian kemajuan siswa dalam menulis

adalah mengobservasi, mendiskusikan, dan mengumpulkan karangan dalam

map.”Prosedur tersebut dapat diaplikasikan dalam penilaian otentik berupa

penggunaan portofolio, cuplikan kerja, rubrik, diskusi, jurnal, dan catatan

anekdot.

Menurut Resmini dkk.(2006) penilaian portofolio dalam pembelajaran

menulis adalah alat untuk mengetahui perkembangan tulisan siswa secara

sistematis.Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana siswa dapat

mengembangkan gagasan dan meyajikannya dalam sebuah tulisan.

Gurumemberikan komentarnya terhadap perkembangan siswa. Porofolio dibuat

secara sistematis dengan memberikan nama dan tanggal pada setiap tugas

menulis. Penilaian cuplikan kerja menurut Resmini dkk.(2006) merupakan

penilaian terhadap kinerja yang dilakukan siswa. Guru memperhatikan kinerja

siswa kemudian menilai pengetahuan dan keterampilannya berdasarkan kinerja

siswa. Penilaian rubrik menurut Resmini dkk.(2006, hlm.262) “Rubrik adalah

pedoman penilaian yang berisi aspek-spek yang akan dievaluasi berkaitan dengan

tulisan siswa.” Penilaian melalui diskusi, guru akan melakukan tanya jawab

dengan siswa secara informal tentang tulisan dan masalah yang ia hadapi saat

menulis, kemudian guru membeikan alternatif pemecahannya. Penilaian diskusi

Page 12: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

25

dilakukan secara individual.Penilaian dengan menggunakan jurnal dilakukan

dengan mencatat kegiatan yang dilakukan siswa saat kegiatan penulisan dan

keterlibatan siswa saat menulis. Penilaian melalui catatan anekdot dilakukan

dengan cara menuliskan komentar singkat mengenai apa yang dikerjakan dan

yang harus siswa kerjakan, gaya belajar dan strategi yang digunakan siswa.

Penilaian ini didokumentasikan secara berkelanjutan sehingga guru mendapatkan

gambaran secara umum mengenai perkembangan menulis siswa.

Dalam melakukan penilaian menulis, guru juga melakukan penyekoran.

Menurut Omaggio dan Cooper (dalam Resmini dkk., 2009, hlm. 296)

„Penyekoran karangan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga macam teknik,

yaitu teknik penyekoran holistik, teknik penyekoran analitik, dan teknik

penyekoran unsur-unsur yang diutamakan.‟

Teknik penyekoran holistik adalah teknik yang menilai suatu tulisan

secara keseluruhan.Kriteria penyekoran holistik dikemukakan oleh Resmini

dkk.(2009, hlm 296) yaitu “Kejelasan karangan, topik serta kecukupan

pengembangan ide, efektifitas permasalahan yang dimunculkan, kesesuaian atau

ketepatannya dengan kebutuhan pembaca, tingkat kekohesifan gramatika dan

leksikal serta kekoherensiannya secara keseluruhan, dan keefektifan penggunaan

piranti rektorikanya.”

Teknik penyekoran analitik menurut Resmini dkk.(2009) dilakukan

dengan menghitung kesalahan-kesalahan dalam karangan pada komponen

pembentuk tulisan.Kelebihan teknik ini yaitu dapat menilai semua komponen

tulisan secara rinci, namun memiliki kekurangan saat mengkuantifikasikan hasil

penyekoran.Berikut ini contoh pedoman penyekoran analitik.

Tabel 2.1

Contoh Penyekoran Analitik Aspek yang dinilai Skala Penilaian

1. Judul A B C D E

2. Gagasan

3. Organisasi

a. Kesatuan

b. Kepaduan

c. Kelogisan

4. Penggunaan struktur

5. Pemilihan diksi

6. Tanda baca dan ejaan

Page 13: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

26

Teknik penyekoran unsur-unsur yang diutamakan menurut Resmini

dkk.(2009) yaitu dengan menyekor secara keseluruhan dengan menekankan pada

komponen tertentu seperti struktur, kosakata isi, atau organisasi tulisan.Kelebihan

penilaian ini yaitu dapat memusatkan komponen yang ingin diukur tetapi

memiliki kelemahan karena dapat terjadi kemungkinan terlewatnya suatu

komponen untuk diukur.

Dalam penelitian ini, penilaian yang digunakan adalah penilaian rubrik

yakni menilai aspek-spek yang akan dievaluasi berkaitan dengan ringkasan seperti

kelengkapan gagasan, panjang ringkasan, dan penggunaan huruf kapital serta

tanda titik. Sedangkan penyekoran yang digunakan adalah penyekoran analitik,

yaitu mengukur berapa jumlah kesalahan yang ada dalam ringkasan.

5. Materi Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

Materi pembelajaran menulis di sekolah dasar banyak ragamnya. Diawali

dengan mengajarkan bagaimana posisi menulis, hingga menulis karangan bebas.

Menurut Djuanda (2008) materi menulis yang diajarkan di sekolah dasar terbagi

tiga kelompok. Menurut tingkatan kelas, menulis terdiri menulis permulaan (kelas

1 dan 2) dan menulis lanjut (kelas 3-6). Menurut isi atau bentuknya terdiri dari

karangan verslag (laporan), karangan fantasi, dan karangan reproduksi, dan

karangan argumentasi. Sedangkan menurut susunannya terdiri dari karangan

terikat, bebas, dan karangan setengah bebas setengah terikat. Menurut Resmini,

dkk. (2009, hlm. 209)

Untuk tingkat permulaan, kegiatan menulis lebih didominasi oleh hal-hal

yang bersifat mekanis. Kegiatan mekanis yang dimaksud dapat berupa:

sikap duduk yang baik dalam menulis, cara memegang pensil/alat tulis,

cara memegang buku, melemaskan tangan dengan cara menulis di udara,

dan melemaskan jari-jari melalui kegiatan menggambar,

menjiplak/ngeblat, melatih dasar-dasar menulis.

Pada tingkat lanjut, materi pembelajaran menulis sudah mengarah pada

tulisan untuk kegiatan sehari-hari. Menurut Resmini, dkk. (2009, hlm. 203)

“Pembelajaran menulis lanjut di SD menekankan pelatihan penulisan berbagai

bentuk tulisan, misalnya surat, prosa, puisi, pidato, naskah drama, laporan, naskah

berita, pengumuman, iklan, cara menulis ringkasan, dan mengisi formulir dan

sebagainya.

Page 14: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

27

Di kelas V, materi pembelajaran bahasa Indonesia keterampilan menulis

meliputi menulis karangan, menulis undangan, menulis dialog, meringkas isi

buku, menulis laporan pengamatan, dan menulis puisi bebas. Berikut ini standar

kompetensi dan kompetensi dasar menulis SD kelas V sesuai dengan KTSP.

Tabel 2.2

Kompetensi Dasar Menulis Di SD Kelas V

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Menulis

4. Mengungkapkan pikiran, perasaan,

informasi, dan pengalaman secara tertulis

dalam bentuk karangan, surat undangan,

dan dialog tertulis.

4.1Menulis karangan berdasarkan pengalaman

dengan memperhatikan pilihan kata dan

penggunaan ejaan.

4.2 Menulis surat undangan (ulang tahun,

acara agama, kegiatan sekolah, kenaikan

kelas, dll.) dengan kalimat efektif dan

memperhatikan penggunaan ejaan.

4.3 Menulis dialog sederhana antara dua atau

tiga tokoh dengan memperhatikan isi

serta perannya.

8. Mengungkapkan pikiran, perasaan,

informasi, dan fakta secara tertulis dalam

bentuk ringkasan, laporan, dan puisi

bebas.

8.1 Meringkas isi buku yang dipilih sendiri

dengan memperhatikan penggunaan

ejaan.

8.2 Menulis laporan pengamatan atau

kunjungan berdasarkan tahapan (catatan,

konsep awal, perbaikan, final) dengan

memperhatikan penggunaan ejaan.

8.3 Menulis puisi bebas dengan pilihan kata

yang tepat.

Penelitan ini meneliti tentang materi yang berada di kelas V yaitu

meringkas isi buku yang dipilih sendiri dengan memperhatikan penggunaan ejaan,

standar kompetensi nomor 8, kompetensi dasar nomor 8.1.

C. Hakikat Menulis

1. Pengertian Menulis

Menulis yang merupakan bagian dari keterampilan berbahasa digunakan

dalam berkomunikasi secara tidak langsung.Penulis hanya mengungkapkan

gagasan dalam bentuk tulisan sehingga pembaca tidak bertemu secara langsung

Page 15: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

28

saat mendapatkan informasi. Hal ini didukung oleh pendapat Tarigan (2013,

hlm.3) bahwa “Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang

dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka

dengan orang lain.” Suriamiharja (dalam Djuanda, 2008, hlm. 180)

mengemukakan bahwa “Menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran,

perasaan dan kehendak kepada orang lain.” Sedangkan menurut Tarigan (dalam

Djuanda, 2008, hlm. 180) mengemukakan bahwa

Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga

orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka

memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut.

Takala (dalam Cahyani dan Rosmana, 2006, hlm. 97) mengemukakan

bahwa „Menulis adalah sebagai suatu proses menyususn, mencatat, dan

mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan

untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sistem tanda-tanda

konvensional yang dapat dibaca.‟

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa

menulis adalah suatu keterampilan untuk berkomunikasi dalam bentuk lambang-

lambang yang dapat dimengerti yang dilakukan secara tidak langsung sehingga

tidak membutuhkan intonasi melainkan memerlukan tanda baca dan ejaan yang

baik dan benar.

2. Proses Menulis

Menulis bukanlah keterampilan yang diperoleh secara alamiah.Belajar

menulis perlu dilakukan secara berkelanjutan dalam prosesnya.Mengacu pada hal

tersebut Resmini, dkk. (2006, hlm. 229) berpendapat bahwa “Mengacu pada

proses pelaksanaanya, menulis merupakan kegiatan yang dapat dipandang dapat

sebagai suatu keterampilan, proses berpikir (kegiatan bernalar), kegiatan

transformasi, kegiatan komunikasi, dan sebuah proses.”

Sebagai suatu keterampilan, menulis diajarkan secara konsisten dalam

latihannya sehingga dengan latihan yang baik dapat meningkatkan keterampilan

menulis. Sebagai proses berpikir, menulis merupakan kegiatan memproses dan

mengorganisasi gagasan dalam pikiran secara kreatif untuk dituangkan dalam

sebuah tulisan. Sebagai kegiatan transformatif, menulis memerlukan proses

Page 16: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

29

bagaimana mengorganisasikan ide dan perasaan yang harus dituangkan dalam

bentuk tulisan yang sistematis dengan bahasa tulisan, baik pemilihan kalimat,

aturan penulisan dan sebagainya. Sebagai kegiatan berkomunikasi, isi dan bentuk

tulisan harus diperhatikan karena akan disajikansecara komunikatif kepada orang

lain. Sebagai suatu proses, menulis dilakukan melalui kegiatan dalam beberapa

tahapan. Resmini, dkk. (2006) mengemukakan proses menulis terdiri dari

menyusun rencana (perencanaan dan pramenulis), menulis draft, perbaikan,

penyuntingan, dan pemublikasian.

Proses menulis (writing proces) menurut Resmini dkk. (2006, hlm. 230)

“Merupakan suatu pendekatan untuk mengamati pembelajaran menulis yang

penekanannya bergeser dari produk pada proses penuangan apa yang dipikir dan

ditulis siswa.” Proses ini dilakukan secara berulang, fleksibel dan tidak kaku.

Ketika beberapa tahap telah terlewati, penulis dapat kembali pada tahap

sebelumnya guna menjadikan tulisannya lebih baik.Setiap tahapan memiliki

penekanan tersendiri.

a. Menyusun rencana

Pada tahap ini penulis memilih topik, tujuan dan bentuk tulisan serta

mengorganisasikan gagasan-gagasan dari topik yang telah dipilih dengan

membuat kerangka karangan.

b. Menulis draft

Tahap kedua ini menekankan pada penyususnan konsep kasar mengenai

isi dari tulisan. Penulis dapat menuliskan semua gagasan yang akan

dikembangkan tanpa harus memperhatikan ejaan dan tanda baca terlebih dahulu.

c. Perbaikan

Pada tahap ini penulis mulai menyaring ide yang telah

dituangkannya.Penulis dapat menambah atau mengurangi hal yang

ditulisnya.Yang menjadi fokus pada tahap ini adalah memperbaiki isi dari tulisan.

d. Penyuntingan

Tahapan keempat menekankan pada aspek mekanik dalam menulis.Setelah

isi diperbiki, maka ejaan dan tanda baca yang harus diperbaiki agar menjadi

sebuah tulisan yang utuh.

Page 17: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

30

e. Pemublikasian

Pada tahap ini penulis menyempurnakan tulisannya dengan membagikan

apa yang ia tulis kepada orang lain, baik dengan membacakan

ataumemperlihatkan kepada orang lain agar dibaca. Tahapan ini bertujuan agar

penulis mendapat penguatan dari komentar yang diberikan oleh pembaca.

Dalam penelitian ini, siswa tetap menggunakan tahapan menulis mulai dari

menulis draf hingga mempublikasikan ringkasannya. Pada tahap padukan di

metode 6P, siswa membuat draf dengan membuat peta pemikiran dan

menuangkannya dalam ringkasan. Pada tahap panggil siswa memperbaiki isi dari

tulisan. Pada tahap periksa, siswa menyunting penggunaan huruf kaptal dan tanda

titiknya. Stelah itu, siswa membacakan ringkasannya di depan kelsa sebagai tahap

pemublikasian.

3. Hubungan Menulis dengan Keterampilan Berbahasa Lainnya

Keterampilan berbahasa yang terdiri dari menyimak, berbicara, membaca,

dan menulis saling berkaitan satu sama lainnya dan tidak dapat terpisahkan.

Tarigan (2013, hlm. 1) berpendapat bahwa “Keempat keterampilan tersebut pada

dasarnya merupakan satu kesatuan, merupakan catur-tunggal.” Menurut

Alexander (dalam Resmini dkk.2009, hlm. 215) menyatakan aksioma bahwa “

Nothing should be spoken before it has been heard, nothing should be read before

it has been spoken, nothing should be written before it has been read.‟Oleh karena

itu, ada keterhubungan antara keterampilan menulis dengan keterampilan lainnya.

Keterampilan menulis memiliki hubungan dengan keterampilan

menyimak.Keterampilan menyimak yang bersifat reseptif yang hanya menyimak

ujaran bisa menjadi sebuah gagasan yang akan dituangkan secara produktif. Hasil

simakan berupa informasi berbentuk ujaran akan dituangkan kembali dalam

bentuk tulisan dengan menuliskan apa yang telah disimak oleh penulis. Menurut

Suparno dan Yunus (2011, hlm. 1.8) “Melalui menyimak ini, penulis tidak hanya

memperoleh ide atau informasi untuk tulisannya, tetapi juga menginspirasi tata

saji dan struktur penyampaian lisan yang menarik hatinya, yang akan berguna

untuk aktifitas menulisnya.”

Page 18: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

31

Keterampilan menulis juga berkaitan dengan ketermapilan

berbicara.Menurut Humboldt (dalam Tarigan, 2013 hlm. 16) „Bahasa tulis tidak

akan pernah menjelma dan tidak akan ada hari ini tanpa adanya ujaran atau bahasa

lisan.‟Secara ideal, seorang pembicara yang baik adalah seorang penulis yang baik

pula.Namun, terkadang sulit dalam pengamalannya. Menurut Suparno dan Yunus

(2011) menulis dan berbicra merupakan keterampilan yang bersifat aktif produktif

di mana dalam proses menulis dan berbicara bertujuan untuk menyampaikan

pesan kepada orang lain. Banyak ahli berpendapat bahwa kedua keterampilan ini

saling berdiri sendiri di mana menulis merupakan bentuk tulisan sedangkan

berbicara berbentuk ujaran.Namun, pada akhirnya lama-kelamaan kedua

keterampilan ini bertemu dalam sebuah hubungan retorik dan makna.

Keterampilan menulis berhubungan pula dengan keterampilan

membaca.Ketika akan menulis, seorang penulis akan menyampaikan gagasan,

perasaan, atau informasi dalam bentuk tulisan. Terkadang ia mendapatkan

gagasan-gagasan tersebut dari proses membaca karya orang lain, karena menurut

Frank Smith (dalam Suparno dan Yunus, 2011, hlm. 1.7) „Ketika membaca,

secara tidak sadar pembaca membaca seperti penulis.‟ Penulis juga harus bisa

memperhatikan kebutuhan dari pembacanya. Seorang pembaca akan membaca

hasil tulisan dan mencoba memahami gagasan dan informasi yang disajikan dalam

bentuk tulisan tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Goodman (dalam Suparno dan

Yunus, 2011, hlm. 1.8) „Baca tulis merupakan suatu kegiatan yang menjadikan

penulis sebagai pembaca dan pembaca sebagai penulis.‟

Dalam penelitian ini, menulis ringkasan berkaitan erat dengan kemampuan

membaca. Siswa tidak akan bisa menulis ringkasan jika ia tidak membaca buku

terlebih dahulu. Jika ia telah membaca buku, maka ia pasti akan mengetahui isi

buku dan bisa meringkas isi bukunya.

4. Menulis dengan Ejaan yang Benar

Menulis yang baik tidak terlepas dengan penulisan ejaan yang

benar.Menurut Wijayanti dkk. (2013, hlm. 1) “Ejaan adalah kaidah cara

menggambarkan atau melambangkan bunyi-bunyi ujaran (kata, kalimat, dan

sebagainya), dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan

Page 19: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

32

dan penggabungannya dalam suatu bahasa.” Penggunaan ejaan mencakup

penulisan huruf, kata, unsur serapan, angka dan pemakaian tanda baca.

Penggunaan huruf terdiri dari huruf kapital dan huruf miring.Berikut ini

ini disajikan contoh dari penggunaan huruf kapital yang benar menurut Wijayanti

dkk. (2013).

Tabel 2.3

Penggunaan Huruf Kapital No. Penggunaan Huruf Kapital Contoh

1 Huruf pertama dalam penulisan nama

Tuhan, nama pengganti dari Tuhan,

dan kitab suci.

Allah

kuasa-Nya

2 Huruf pertama gelar kehormatan,

keturunan yang diikuti nama orang.

Nabi Ibrahim

Sultan Hasanudin

3 Huruf pertama nama jabatan dan

pangkat yang diikuti nama orang,

instansi, atau nama tempat.

Gubernur Jawa Barat

Presiden Joko Widodo

4 Huruf pertama nama bangsa, suku, dan

bahasa.

bahasa Indonesia

suku Jawa

5 Huruf pertama nama tahun, bulan, hari,

hari raya, dan peristiwa sejarah.

tahun Masehi

bulan Januari

Republik Indonesia

6 Huruf pertama pada nama khas

geografi.

Selat Sunda

Danau Toba.

7 Huruf pertama nama resmi lembaga

Negara dan dokumen resmi.

Kementerian Luar Negeri

Undang-Undang Dasar

8 Huruf pertama kata petunjuk hubungan

kekerabatan yang dipakai sebagai kata

ganti atau sapaan.

Hadiah Bapak sudah saya terima.

Ini apa, Bu?

9 Huruf pertama kata ganti anda. Terima kasih atas perhatian Anda.

Ada beberapa hal mengenai penggunaan huruf kapital yang dikemukakan

pada pedoman penulisan karya ilmiah UPI tahun akademik 2014/2015. Huruf

kapital digunakan pada awal kalimat, huruf pertama petikan langsung, huruf

pertama unsur nama orang.

Tanda baca atau pungtuasi menurut Zainurrahman (2013, hlm. 145)

“Pungtuasi adalah seperangkat tanda baca yang berfungsi sebagai penanda dalam

teks yang memiliki seperangkat fungsi dan makna yang secara konvensional

Page 20: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

33

dipahami oleh masyarakat pengguna.”Jika dalam berbicara ada intonasi dan gerak

tubuh yang dapat membantu lawan bicara memahami maksud dari pembicaraan,

maka dalam menulis dibutuhkan tanda baca untuk membantu pembaca memahami

maksud tulisan. Ada 15 tanda baca yang lazimnya digunakan dalam menulis yaitu

tanda titik, koma, titik koma, titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda tanya,

tanda seru, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda petik, tanda petik tunggal,

tanda garis miring, dan tanda apostrof. Berikut ini hanya akan disajikan

penggunaan tanda titik beserta contohnya.

Tabel 2.4

Penggunaan Tanda Titik

No. Penggunaan Tanda Titik Contoh

1. Akhir kalimat pernyataan. Ayah tinggal di Solo.

2. Di belakang angka atau huruf

dalam satu bagan, ikhtisar atau

daftar.

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

2. Rumusan Masalah

B. Kajian Pustaka

3. Memisahkan angka jam, menit,

dan detik dalam waktu.

Pukul 11.31.3

4. Digunakan pada penulisan daftar

pustaka seteah nama penulis,

tahun penerbitan, judul tulisan

tanpa tanda tanya, dan penerbit.

Sanjaya, W. (2013). Penelitian

tindakan kelas. Jakarta:

Prenadamedia Group.

5. Memisahkan bilangan ribuan

yang menerangkan jumlah.

99.000

Dalam penelitian ini, ringkasan siswa dinilai dari segi penggunaan huruf

kapital dan tanda titik. Penggunaan huruf kapital dan tanda titik dalam ringkasan

juga sangat penting. Kebanyakan huruf kapital yang digunakan dalam menulis

ringkasan penelitian ini terletak pada awal kalimat dan nama tempat. Penggunaan

tanda titik dalam ringkasan penelitian ini, terletak pada akhir kalimat.

Page 21: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

34

5. Menulis Ringkasan

Menulis ringkasan buku erat kaitannya dengan membaca. Ketika membaca

terkadang kita lebih memperhatikan detil tertentu sehingga berhenti membaca

untuk lebih memahami detil tersebut. Sebaiknya dalam membaca, keseluruhan

lebih utama agar dapat lebih mudah dalam membuat ringkasannya.Oleh karena

itu, menurut Olivia (2009, hlm. 45) “Langkah utama untuk mencoba mendapatkan

ringkasan secara menyeluruh merupakan usaha mendapatkan ide keseluruhan teks

dan terutama bukan detilnya.”

Menurut Wijayanti dkk. (2013, hlm. 172) “Ringkasan (precis) merupakan

cara yang efektif untuk menyajikan suatu tulisan yang panjang dalam bentuk

singkat dan padat.”Sedangkan Olivia (2009, hlm.29) mengemukakan pendapatnya

mengenai ringkasan.

Yang disebut membuat ringkasan dari sebuah buku (baik fiksi dan non

fiksi) diartikan sebagai penyajian singkat dari suatu karangan asli, tetapi

tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang asli,

sedangkan perabandingan bagain atau bab dari karangan asli secara

proporsional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu.

Menurut Sudiati dan Widyamartaya (2005, hlm. 11) “Untuk membuat

ringkasan yang baik, sisiwa harus dapat mengerjakan dua hal pokok ini: (1)

mampu memahami dengan baik isi bacaan yang hendak diringkasnya; (2) mampu

menyusun kembali ide-idenya.”

Menurut Olivia (2009) ada beberapa bentuk ringkasan yaitu abstrak,

sinopsis, dan simpulan.Abstrak merupakan ringkasan pada karya ilmiah yang

meliputi masalah, asumsi dasar, hipotesis, metodologi, dan sebagainya mengenai

karya ilmiah.Sinopsis merupakan ringkasan yang mempengaruhi pembacanya

untuk membaca hal yang diringkas secara utuh.Simpulan merupakan bentuk

ringkasan yang mengungkapkan gagasan utama dari sebuah uraian dengan

memberikan tekanan pada ide sentral.Pada penelitian ini bentuk ringkasan yang

digunakan adalah simpulan.

Tahapan meringkas menurut Olivia (2009) adalah membaca naskah asli

beberapa kali untuk mengetahui kesan umum, mencatat atau menandai gagasan

utama, membuat reproduksi dengan menyusun gagasan yang telah ditandai

menjadi karangan singkat.

Page 22: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

35

Menulis ringkasan memiliki ketentuan tersendiri baik dalam penentuan

panjang ringkasan maupun isi dari ringkasan.Panjang ringkasan ditentukan

berdasarkan kebutuhan. Misalnya, ketentuan panjang ringkasan diminta menjadi

seperseratus, maka harus dilakukan penghitungan kata dalam buku yang akan

diringkas kemudian dibagi seratus. Jumlah pembagian itulah patokan banyaknya

kata yang harus ditulis.

Penghitungan jumlah kata dalam buku bisa secara manual jika buku tidak

terlalu tebal. Namun, jika bukunya tebal maka cara penghitungannya bisa

dilakukan dengan mendekati kenyataan. Adapun cara menghitungnya menurut

Olivia (2009) yaitu

Panjang karangan asli (berupa kata) =

Untuk menentukan panjang ringksan yang akan dibuat dapat dihitung dengan

cara sebagai berikut: panjang ringkasan (berupa kata) =

Setelah menghitung jumlah kata yang dapat ditulis dalam ringkasan, kemudian

harus dihitung panjang halamannya.

Jumlah kata pada satu halaman =

Maka jumlah halaman ringkasan=

Berikut ini penghitungan panjang ringkasan pada buku yang digunakan

dalam penelitian ini.Panjang karangan asli (berupa kata) dihitung secara manual

karena buku hanya 21 halaman.Maka, jumlah kata dalam buku yang digunakan

adalah 285. Perbandingan ringkasan yaitu seperlima sehingga panjang ringkasan

(berupa kata) = . Jumlah kata yang sering siswa tuliskan dalam satu

baris adalah 10 kata.Jumlah baris dalam satu halaman adalah 24 sehingga jumlah

halaman yang diperlukan halaman. Jika dijadikan baris maka

panjang ringkasan adalah 5,7 baris dibulatkan menjadi 6 baris.

Page 23: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

36

Ketentuan tambahan saat menulis ringkasan dapat dilihat dari isi

ringkasan.Menurut Wijayanti dkk. (2013) ketentuan tambahan itu meliputi

penggunaan kalimat yang harus berupa kalimat tunggal, kalimat ringkasan

merupakan frasa bahkan kata, gagasan yang diambil berupa gagasan sentral saja,

semua keterangan atau kata sifat bila perlu dibuang saja, urutan gagasan pada

ringkasan harus sesuai dengan naskah asli, tidak mengandung pemikiran

peringkas, tidak mengandung pemberian contoh dan penjelasan rinci.

D. Hakikat Metode 6P

Metode 6P merupakan kependekan dari dari pasangan, pantau, pangkas,

padukan, panggil, periksa. Metode ini pengembangan dari metode 4P yang

dikembangkan oleh Femi Olivia pada bukunya yang berjudul Teknik Meringkas.

Metode 6P merupakan metode yang digunakan untuk membantu siswa dalam

membuat ringkasan isi buku.Metode ini di bawah lingkup model pembelajaran

Cooperative Script.

Dalam tahap pasangan, digunakan untuk mengelompokan siswa.

Pengelompokan siswa ini berdasarkan pada teori bahwa belajar secara

berkelompok akan lebih efektif. Menurut Suprijono (2012, hlm. 58) “Model

pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu

pembelajaran yang bercirikan memudahkan siswa belajar sesuatu yang

bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi

dengan sesama…”

Pada tahap pantau bertujuan untuk memperoleh informasi secara

keseluruhan mengenai tujuan teks, pengetahuan yang sudah atau belum diketahui.

Setelah mengetahui secara keseluruhan akan lebih mudah mencari detil yang

penting. Kegiatan pantau ini menurut Olivia (2009) dilakukan dengan cara :

1. melihat daftar isi,

2. membaca teks pada sampul buku,

3. membaca kata pengantar dan ringkasan jika ada,

4. membaca keseluruhan buku dengan cepat, fokuskan pada huruf yang ditulis

miring, tebal garis bawah atau tipografi tertentu karena biasanya penulis sudah

menandainya agar pembaca lebih mudah memahami bacaan.

Page 24: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

37

Tahap pantau juga didukung oleh pendapat menurut Iswara (2014) yang

mengemukakan bahwa setiap orang membuka-buka buku,ia akan melihat

paragraf, judul gambar, dan lain sebagainya. Saat seseorang membuka-buka buku

ia pasti membaca satu atau dua kata pada halaman tersebut. Dengan demikian

orang tersebut dapat menduga gambaran secara ringkas buku tersebut. Ketika ia

merasa halaman yang ia baca itu memuat informasi penting, maka ia baru akan

membacanya secara mendalam.

Pada tahap pangkas bertujuan untuk menghilangkan kata yang tidak

penting dan memilih kata kunci.Jangan takut untuk memangkas kata agar

mendapatkan kata kunci.Kata kunci adalah kata yang dirasa penting dan dapat

memberikan gambaran keseluruhan bacaan.Menurut Olivia (2009, hlm. 66) “Cara

mudah membuat ringksan adalah menguasai prinsip dasar kata kunci.” Mencari

kata kunci dapat menggunakancaradengan menentukan tempat yang paling

berpotensi menyimpan informasi seperti kalimat awal paragraf lalu

menggarisbawahinya.Olivia (2009, hlm. 64) mengemukakan tips

menggarisbawahi kata kunci yaitu “Garis bawah yang dibuat harus merupakan

prinsip dasar dan transisi dari analisismu sendiri dari buku pelajaran dan

bentuknya juga harus diorganisasikan.” Dalam mengorganisasikan pemberian

garis bawah dianjurkan tidak terlalu banyak agar informasi tidak menjadi

bias.Iswara (2014) mengemukakan bahwa sebaiknya menggarisbawahi dilakukan

dengan memilih satu bagian saja seperti di sebelah kiri atau kanan

saja.Memberikan garis bawah juga dianjurkan menggunakan pensil

warna.Pemilihan pensil warna karena pensil mudah dihapus dan lebih menarik

karena menggunakan warna.

Setelah memberikan garis bawah pada kata kunci, selanjutnya kata kunci

tersebut digunakan untuk membuat peta pemikiran (mind map).Peta pemikiran ini

bertujuan untuk mendaftar gagasan secara terstuktur dan menyenangkan. Menurut

Buzan (2004, hlm 7) “Dengan menggunakan mind map, daftar informasi yang

panjang dan menjemukan bisa diubah bentuknya menjadi diagram berwarna-

warni, mudah diingat, dan sangat beraturan sejalan dengan cara kerja alami

otak”Cara membuat mind map dari kata kunci yang telah ditandai yaitu buat kata

kunci utama di tengah kertas, baca bagian bacaan, tambahkan kata kunci pada

Page 25: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

38

cabang pemetaan, baca bagian lainnya, tambahkan lagi kata kunci pada cabang

pemetaan, dan seterusnya sampai semua bagian bacaan dibaca. Peletakan kata

kunci harus sesuai dengan bacaan.Hal ini dikemukakan Olivia (2009, hlm.76)

“Perhatikan caramu meletakan kata kunci tersebut dalam mind maping.Karena

saat kamu membacanya lagi, maka pengertiannya harus sama dengan kalimat dari

soal.”Dalam membuat pemetan pikiran hendaknya menggunakan gambar pada

kata kunci sentral dan warna-warna.Hal ini dikemukakan oleh Buzan (2004)

bahwa gambar dapat memusatkan pikiran dan mengandung seribu kata,

sedangkan warna dapat meningkatkan kreatifitas, membuat lebih hidup, dan lebih

menyenangkan.

Tahap selanjutnya yaitu panggil. Pada tahap ini dilakukan proses

mengingat kembali apa yang telah didapat dari memadukan kata kunci. Cara yang

digunakan dapat melalui lisan atau tulisan. Dalam pembelajaran metode 6P,

digunakan kedua cara tersebut. Secara lisan hanya membantu mengingatkan

kembali apa yang telah didapat, sedangkan dengan menuliskan kembali dapat

dilihat kata yang berhasil ditulis, sehingga apabila tulisan masih melebihi kriteria

panjang ringkasan bisa dilakukan pemangkasan kembali.

Pada tahap periksa dilakukan pemeriksaan terhadap aspek mekanikal

berupa penggunaan huruf kapital dan tanda titik. Tahap periksa merupakan tahap

mengedit dari proses menulis. Dalam menulis ringkasan tetap menggunakan

proses menulis. Pengeditan ini dilakukan dengan memeriksa bersama hasil

pekerjaan secara bergiliran. Dalam proses pembelajaran, metode 6P dijbarkan

dalam enam tahap berikut.

1. Pasangan

Di tahap awal ini, siswa diminta untuk berkelompok dengan jumlah

anggota empat orang.

2. Pantau

Pada tahap kedua yaitu pantau, siswa diminta untuk membaca buku yang

ia pilih agar mendapat pemahaman yang menyeluruh mengenai tipe teks dan isi

penting dari buku tersebut. Siswa membuka-buka buku, melihat sampul, daftar isi,

dan isi buku.

Page 26: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

39

3. Pangkas

Pada tahap pangkas, siswa diminta untuk mencari dan memilih kata kunci

sesuai dengan kata utamalalu menandainya, seperti menggarisbawahi atau

memberikan tanda yang dimengerti.

4. Padukan

Pada tahap ini, siswa diminta untuk memadukan kata kunci yang telah

dipilih dengan membuat pemetaan pikiran secara bersama-sama.Pemetaan ini

menggunakan pensil warna-warni atau menggunakan gambar yang dapat dibuat

dan dimengerti siswa.

5. Panggil

Pada tahap panggil, siswa diminta untuk mengingat kembali isi buku

dengan saling bergantian menceritakan pemetaan yang telah dibuat secara

bersama-sama.Teman yang mendengarkan dapat membantu mengingatkan

kembali atau menambahkan hal yang kurang.Hal ini dilakukan secara bergantian

dalam kelompok. Kemudian siswa diminta untuk menuliskan apa yang telah ia

ceritakan sesuai pemetaan ke dalam sebuah ringkasan dengan kertas yang telah

dibatasi oleh guru. Misalnya siswa hanya bisa menuliskan ringkasan dalam 6 baris

pada kertas.

6. Periksa

Setiap siswa memeriksa hasil pekerjaannya.Kemudian seorang siswa

menjelaskan isi ringkasan pada temanya, pasangannya diminta untuk memeriksa

apakah sesuai dengan buku atau tidak.Siswa juga diminta untuk memeriksa ejaan

yang digunakan dengan menandainya.Hal ini dilakukan secara bergantian dalam

kelompok.

Penggunaan metode 6P disertai juga dengan melakukan mini lesson.Mini

lessonadalah pembimbingan yang diberikan guru pada siswa dalam kelompok.

Peran guru dalam kegiatan ini adalah memberikan tips untuk memecahlan

kesulitan yang dihadapi siswa pada suatu fokus materi. Menurut Susiwi (tanpa

tahun, hlm 33) dalam kegiatan ini “Peran guru adalah sebagai organisator KBM,

sumber informasi bagi siswa, pendorong siswa untuk belajar, penyedia materi dan

Page 27: 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran Bahasa

40

kesempatan belajar bagi siswa, pendiagnosa dan pemberi bantuan kepada siswa

sesuai kebutuhannya.”

E. Hipotesis tindakan

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, maka dirumuskanlah hipotesis

tindakan”Jika metode 6P diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di

kelas V SDN Sirahcipelang Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang pada

materi meringkas isi buku, maka keterampilan menulis ringkasan siswa akan

meningkat”.