13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah suatu upacara daur hidup manusia yang dilakukan secara turun-temurun untuk melanjutkan roda kehidupan. Dalam Undang- Undang Perkawinan no. 1 tahun 1974 pengertian perkawinan atau pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa). Pernikahan merupakan suatu hal yang sifatnya sangat sakral dan penting bagi dua orang sepasang kekasih untuk menjalin hubungan yang lebih intim. Prosesi upacara pernikahan sangat erat kaitannya dengan nilai kebudayaan, karena setiap budaya memiliki prosesi adat pernikahan yang berbeda-beda. Dalam setiap prosesi adat budaya pernikahan memiliki bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana, 2009:18). Budaya sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari- hari karena melalui nilai-nilai budaya yang ditanamkan dalam kehidupan maka dari sanalah seseorang belajar dalam berperilaku dan berkomunikasi dalam suasana interaksi sosial. Baik komunikasi verbal, komunikasi nonverbal dibentuk oleh gagasan budaya, nilai-nilai, kebiasaan, dan sejarah (Andersen, Hecht, Hoobler, & Smallwood, 2002; Emoons, 1998). Arti kebudayaan dalam bahasa sehari-hari adalah segala sesuatu yang indah, misalnya candi, tarian, seni rupa, seni suara, kesasteraan, dan filsafat. Sedangkan menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan

15.04.1188_bab1 (1).pdf

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan adalah suatu upacara daur hidup manusia yang dilakukan

secara turun-temurun untuk melanjutkan roda kehidupan. Dalam Undang-

Undang Perkawinan no. 1 tahun 1974 pengertian perkawinan atau pernikahan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa). Pernikahan merupakan

suatu hal yang sifatnya sangat sakral dan penting bagi dua orang sepasang

kekasih untuk menjalin hubungan yang lebih intim. Prosesi upacara pernikahan

sangat erat kaitannya dengan nilai kebudayaan, karena setiap budaya memiliki

prosesi adat pernikahan yang berbeda-beda. Dalam setiap prosesi adat budaya

pernikahan memiliki bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal.

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal

budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,

nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep

alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar

orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok

(Mulyana, 2009:18). Budaya sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-

hari karena melalui nilai-nilai budaya yang ditanamkan dalam kehidupan maka

dari sanalah seseorang belajar dalam berperilaku dan berkomunikasi dalam

suasana interaksi sosial. Baik komunikasi verbal, komunikasi nonverbal

dibentuk oleh gagasan budaya, nilai-nilai, kebiasaan, dan sejarah (Andersen,

Hecht, Hoobler, & Smallwood, 2002; Emoons, 1998).

Arti kebudayaan dalam bahasa sehari-hari adalah segala sesuatu yang

indah, misalnya candi, tarian, seni rupa, seni suara, kesasteraan, dan filsafat.

Sedangkan menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan

dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan

bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar (Koentjaraningrat,

2011:72).

Dalam menganalisa suatu kebudayaan maka akan dibagi ke dalam

beberapa unsur kebudayaan yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi

sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencarian hidup,

sistem religi, dan kesenian. Semua unsur-unsur tersebut disebut sebagai unsur-

unsur kebudayaan universal karena selalu ada pada setiap sekumpulan

masyarakat (Koentjaraningrat, 2011:80-81).

Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam bentuk kebudayaan yang

kaya dengan ciri khas dan karakteristik unik dalam mengaktualisasikan

perilakunya didalam berkomunikasi pada saat melakukan hubungan sosial

dengan orang lain, baik itu posisinya sebagai komunikator maupun komunikan.

Segala macam bentuk ciri khas dan karakter yang dimiliki oleh tiap individu

tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan yang

dimiliki. Hal ini akan membentuk suatu kebiasaan dan adat istiadat yang

diperoleh secara turun temurun dan juga dari lingkungan wilayah di mana

seseorang hidup. Latar belakang kebudayaan itulah yang akan mempengaruhi

segala tingkah laku individu termasuk dalam melakukan prosesi adat upacara

pernikahan.

Salah satu bentuk kebudayaan yang menarik untuk dijadikan penelitian

oleh peneliti adalah budaya pada suku sasak. Suku sasak adalah etnis asli

penduduk pulau Lombok. Lombok adalah nama sebuah pulau di Provinsi Nusa

Tenggara Barat. Luas wilayah pulau Lombok adalah sekitar 5435

2km merupakan pulau terbesar ke 108 di dunia. Pulau ini juga terdiri dari 5

kota dan kabupaten yakni Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat,

Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten

Lombok Utara. Pulau Lombok didiami kurang lebih sekitar 3 juta jiwa yang

80% nya merupakan penduduk asli pulau lombok yaitu Suku Sasak

(http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/987/suku-sasak diakses pada

tanggal 20 November 2014, pukul 08.10 WIB).

Masyarakat suku sasak masih memegang teguh tradisi dan kebudayaan

yang dimiliki hingga saat ini. Terbukti dengan eksistensi tradisi-tradisi yang

tetap diadakan oleh masyarakat suku sasak di beberapa wilayah pulau Lombok

seperti tradisi presean sebagai simbol kejantanan taruna sasak, tradisi bau nyale

sebagai simbol yang mengisahkan tentang Putri Mandalika, dan tradisi

pernikahan kawin culik suku sasak. Upacara pernikahan merupakan suatu

siklus hidup yang kaya akan makna dan mengandung situasi yang sangat sakral

serta dirayakan oleh hampir seluruh umat manusia.

Kawin culik adalah tradisi pernikahan yang dianut oleh masyarakat suku

sasak sejak dahulu kala. Kawin culik menggambarkan bahwa ketika seseorang

lelaki ingin menikahi seorang gadis maka lelaki tersebut harus menculik gadis

tersebut dari keluarga si gadis. Penculikan yang dilakukan pada prosesi adat

pernikahan tentunya merupakan penculikan yang dilegalkan karena penculikan

tersebut memiliki simbol makna tersendiri bagi masyarakat suku sasak yang

menjalani prosesi adat pernikahan.

Suatu prosesi upacara pernikahan yang mengandung nilai adat budaya

tentunya mengandung nilai luhur adat istiadat dan ciri khas unik budaya. Selain

mencitrakan kesukuan dan identitas, upacara pernikahan juga menciptakan

suasana sakral dan mengukukan kelestarian budaya.Namun hal yang tidak

dapat dipungkiri di era modernisasi saat ini yaitu dimana tradisi suatu budaya

semakin memudar seiring dengan perkembangan zaman, termasuk pada suatu

adat budaya upacara pernikahan pada suatu daerah.

Masyarakat suku sasak tidak dapat memungkiri adanya modernisasi yang

terjadi dalam kehidupan masyarakat suku sasak, termasuk didalamnya yaitu

pada prosesi adat pernikahan suku sasak. Tradisi pernikahan kawin culik yang

mencerminkan ciri khas dari masyarakat suku sasak saat ini perlahan-lahan

mulai ditinggalkan oleh masyarakat suku sasak saat melakukan prosesi

pernikahan. Saat ini dikenal beberapa tradisi masyarakat suku sasak dalam

melakukan pernikahan yaitu dengan cara perondongan (perjodohan), mepadik

lamar (kawin lamar), dan merariq (kawin culik atau kawin lari) (sumber:

https://nusamutiara.wordpress.com/2011/08/07/adat-perkawinan-suku-

sasak/diakses pada tanggal 1 Februari 2015, pukul 21.37 WIB). Pada era

modernisasi ini sebagian besar masyarakat suku sasak melakukan pernikahan

dengan tradisi yang lebih modern yaitu kawin lamar. Hanya sebagian kecil

masyarakat suku sasak yang tetap mempertahankan tradisi khas pernikahan

kawin culik yang sesungguhnya merupakan ciri khas dari masyarakat suku

sasak sejak dahulu kala.

Hal menarik yang diangkat oleh peneliti adalah di tengah modernisasi

masyarakat suku sasak di Pulau Lombok terdapat suatu kumpulan masyarakat

di salah satu desa yang masyarakatnya terdiri dari masyarakat suku sasak asli.

Hingga saat ini masih mempertahankan budaya serta adat istiadat masyarakat

suku sasak. Desa tersebut adalah Desa Rembitan kecamatan Pujut yang terletak

di Lombok Tengah. Bahasa yang digunakan di lingkungan desa adalah bahasa

sasak, seluruh masyarakat Desa Rembitan beragama Islam. Di tengah

modernisasi, Desa Rembitan dapat mencerminkan gambaran masyarakat suku

sasak asli mulai dari bangunan rumah asli suku sasak yang masih

dipertahankan, tradisi-tradisi suku sasak yang masih dijalankan hingga saat ini.

Selain kondisi masyarakat dan wilayah Desa Rembitan yang

mencerminkan gambaran masyarakat suku sasak, hal yang tetap dipertahankan

hingga saat ini oleh masyarakat Desa Rembitan adalah tradisi kawin culik

dalam prosesi adat pernikahan. Seluruh masyarakat Desa Rembitan harus

melakukan prosesi adat pernikahan kawin culik dengan mempertahankan

makna dari simbol-simbol prosesi kawin culik, dan tentunya mempertahankan

suasana yang penuh sakral pada prosesi pernikahan kawin culik. Pernikahan di

Desa Rembitan dapat dikatakan sebagai pernikahan dini yaitu pada umur 17-18

tahun. Pada umur tersebut gadis Desa Rembitan sudah siap untuk diculik

setelah melaksanakan proses midang dengan beberapa laki-laki. Setelah itu

gadis tersebut akan memilih salah satu laki-laki yang diinginkan untuk

dinikahi.

Fenomena menarik lainnya dari pernikahan kawin culik di Desa Rembitan

adalah tradisi masyarakat Desa Rembitan yang menikah dengan sepupu atau

saudara sendiri, atau yang biasa disebut pernikahan sedarah (incest). Menurut

penuturan masyarakat Desa Rembitan mereka menikah dengan sepupu atau

saudara sendiri karena ingin mempertahankan keturunan masyarakat suku

sasak asli Desa Rembitan. Selain itu mahar untuk pernikahan sedarah jauh

lebih murah dibandingkan dengan mahar yang digunakan dalam pernikahan

tidak sedarah. Karena jika menikah sedarah untuk menentukan nominal mahar

terdapat proses tawar menawar hingga mencapai kesepakatan bersama. Hal ini

setidaknya mencerminkan gambaran sisi lain Desa Rembitan yaitu keterbatasan

ekonomi pada masyarakat Desa Rembitan.

Bagi gadis Desa Rembitan sebelum menikah biasanya mereka memiliki

kekasih lebih dari satu karena semakin banyak gadis tersebut memiliki kekasih

dianggap sebagai gadis yang “laris” di kalangan para lelaki. Selain itu bagi

keluarga gadis Desa Rembitan prosesi adat pernikahan kawin lamar dianggap

menghina keluarga gadis tersebut karena seakan-akan orang tua gadis tersebut

secara suka rela menyerahkan anak gadisnya. Oleh karena itu hingga saat ini

masyarakat Desa Rembitan masih memegang teguh tradisi pernikahan kawin

culik karena seorang lelaki dianggap lebih ksatria, jika berhasil menculik anak

gadis dari keluarga gadis tersebut, dan keluarga gadis tersebut merasa

terhormati apabila anak gadisnya diculik untuk dinikahi.

Tradisi kawin culik di Desa Rembitan yaitu ketika seorang lelaki ingin

menikahi sang gadis maka lelaki tersebut harus menculik gadis tersebut secara

paksa dari keluarga sang gadis tersebut. Sehingga tak jarang seorang gadis

tersebut harus menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya. Karena ketika

lelaki telah berhasil menculik gadis tersebut maka maknanya adalah bahwa

gadis tersebut telah menikah dengan lelaki tersebut setelah itu tentunya akan

dilaksanakan prosesi adat pernikahan selanjutnya sesuai dengan kaidah Agama

dan tradisi khas masyarakat suku sasak. Proses penculikan yang dilakukan oleh

lelaki pada gadis yang ingin dinikahi tentunya tidak boleh diketahui oleh

keluarga gadis tersebut karena jika diketahui maka tidak akan terjadi proses

pernikahan. Walaupun sang gadis berhasil diculik oleh lelaki tantangan

selanjutnya yaitu lelaki harus berhasil menyembunyikan sang gadis dan jangan

sampai ditemukan oleh orang tua sang gadis. Apabila orang tua gadis berhasil

bertemu dengan anak gadisnya sebelum terjadi pernikahan maka lelaki tersebut

harus membayar sanksi tertentu kepada keluarga gadis.

Setiap prosesi upacara kawin culik dilaksanakan penuh dengan suasana

sakral dan setiap tahapan-tahapan prosesinya memiliki makna tersendiri

sehingga hal ini tetap untuk dipertahankan oleh masyarakat suku sasak Desa

Rembitan. Namun terjadi proses asimilasi tradisi adat pada prosesi pernikahan

kawin culik suku sasak pada masyarakat Desa Rembitan, seiring dengan

perkembangan teknologi yang berkembang saat ini. Asimilasi adalah

pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas

kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Dalam hal ini yang

dimaksud adalah tradisi budaya suku sasak tradisional dengan suku sasak

modern sehingga membentuk suatu budaya yang baru. Saat ini beberapa

pasangan muda di Desa Rembitan tetap melakukan prosesi upacara pernikahan

kawin culik menurut adat sasak, namun terjadi perbedaan ketika seorang gadis

memilih lelaki untuk dijadikan suaminya. Jika pada zaman dahulu seorang

gadis bisa saja diculik dengan paksa, namun saat ini proses penculikan

dilakukan atas dasar suka sama suka.

Saat ini jika seorang gadis dan lelaki ingin melakukan kawin culik maka

terjadilah kesepakatan sebelumnya untuk merencanakan dan melaksanakan

aturan main dalam melakukan kawin culik tersebut. Sehingga dapat dikatakan

proses kawin culik masih tetap ada, namun terdapat skenario penculikan di

dalamnya antara laki-laki dan gadis yang ingin menikah. Untuk melaksanakan

sebuah skenario penculikan maka dibutuhkan peran komunikasi di dalamnya.

Setelah proses penculikan tersebut, prosesi selanjutnya tetap seperti tradisi

yang sesungguhnya dalam suasana sakral dan penuh makna menurut adat suku

sasak.

Proses upacara pernikahan kawin culik mulai dari tahapan awal penculikan

hingga tahap akhir proses upacara pernikahan suku Sasak di Desa Rembitan

tentunya terdapat proses komunikasi di dalamnya. Komunikasi merupakan

aktivitas penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia

tidak dapat tidak berkomunikasi, bahkan dalam keadaan diam pun manusia

mengekspresikan emosinya sabagai bentuk bagian dari komunikasi. Seperti

ungkapan Deddy Mulyana (2011:108), we cannot not communicate yang

artinya kita tidak dapat tidak berkomunikasi. Amat sulit bagi seseorang untuk

tidak berkomunikasi, karena setiap perilaku manusia mempunyai potensi untuk

ditafsirkan sebagai sebuah bentuk komunikasi. Dalam berinteraksi manusia

melakukan aktivitas komunikasi, komunikasi dapat dilakukan dengan cara

yang sederhana maupun dengan cara yang kompleks.

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari

kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau

communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama

(communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang

merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi

menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara

sama (Mulyana, 2011:46). Dalam berkomunikasi orang yang menyampaikan

pesan disebut komunikator dan yang menerima pesan disebut komunikan.

Komunikasi tidak hanya sebatas kata-kata yang diucapkan oleh seseorang

atau disebut bahasa verbal. Melainkan terdapat bentuk komunikasi lainnya

berupa senyuman, anggukan kepala, gerakan badan, gerakan mata, ataupun

diam sekalipun, semua itu dikatakan sebagai bahasa non verbal. Dalam

melakukan komunikasi, bahasa verbal dan bahasa non verbal berkombinasi

satu sama lainnya yang bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada orang

lain. Kunci pada saat seseorang melakukan komunikasi adalah untuk mencapai

pemahaman yang sama dan mencapai suatu tujuan tertentu. Melalui proses

komunikasi manusia juga menciptakan simbol-simbol tertentu, dimana simbol-

simbol yang dibentuk oleh manusia mengandung makna-makna tertentu pula.

Dalam penelitian mengenai upacara pernikahan kawin culik suku sasak di

Desa Rembitan, peneliti akan membahas mengenai aktivitas komunikasi yang

ada di dalamnya. Aktivitas komunikasi sama artinya dengan

mengidentifikasikan peristiwa komunikasi dan atau proses komunikasi. Proses

atau peristiwa komunikasi yang dibahas adalah proses komunikasi yang khas

yang dapat dibedakan dengan proses komunikasi yang dibahas pada konteks

komunikasi yang lain (Kuswarno, 2008:41).

Untuk membantu peneliti dalam meninjau pembahasan penelitian, peneliti

menggunakan suatu metode penelitian etnografi komunikasi. Studi etnografi

komunikasi akan mampu menggambarkan, menjelaskan dan membangun

hubungan dari kategori-kategori data yang ditemukan oleh peneliti (Kuswarno,

2008:86). Oleh karena beberapa ketertarikan yang telah diungkapkan peneliti

sebelumnya, peneliti hendak mengangkat penelitian dengan judul

“AKTIVITAS KOMUNIKASI UPACARA PERNIKAHAN SUKU

SASAK (Studi Etnografi Komunikasi Dalam Upacara Kawin Culik Di

Desa Rembitan, Lombok Tengah)”.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka fokus

penelitian yang ingin diangkat adalah :

1. Bagaimana terjadinya situasi komunikatif/konteks dalam upacara

pernikahan kawin culik suku sasak di Desa Rembitan?

2. Bagaimana peristiwa komunikatif dalam upacara pernikahan kawin

culik suku sasak di Desa Rembitan?

3. Bagaimana tindak komunikatif dalam upacara pernikahan kawin culik

suku sasak di Desa Rembitan?

1.3 Tujuan Penelitian

Atas dasar permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka dapat

ditetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui situasi komunikatif/konteks dalam upacara

pernikahan kawin culik suku sasak di Desa Rembitan.

2. Untuk mengetahui peristiwa komunikatif dalam upacara pernikahan

kawin culik suku sasak di Desa Rembitan.

3. Untuk mengetahui tindak komunikatif dalam upacara pernikahan kawin

culik suku sasak di Desa Rembitan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis :

1.4.1 Aspek Teoritis

Penelitian ini kelak diharapkan menjadi rujukan dan masukan bagi

penelitian di bidang ilmu komunikasi yang berkaitan dengan aktivitas

komunikasi pada upacara pernikahan dalam suatu adat budaya dengan

metode etnografi komunikasi, dan dapat memberikan kontribusi pemikiran

dan gagasan ilmiah mengenai pernikahan dalam suatu ikatan adat budaya.

Beberapa temuan yang terungkap dalam penelitian ini juga diharapkan

dapat dijadikan rujukan bagi penelitian berikutnya. Selain itu juga

diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi pihak

akademisi, khususnya mahasiswa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan dari hasil penelitian aktivitas komunikasi upacara

pernikahan kawin culik suku sasak ini dapat dijadikan referensi dalam

menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai pernikahan kawin

culik suku sasak khususnya di Desa Rembitan, Lombok Tengah.

1.5 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian menjadi proses yang dilakukan oleh peneliti untuk

melakukan sebuah penelitian kualitatif.

Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian menurut Moleong yang dikutip

oleh Ghony dan Almanshur (2012:144-157) dibagi dalam tiga tahapan umum,

yaitu pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan analisis data :

1. Tahap Pra-lapangan

a. Menyusun Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian akan dijabarkan secara detail,agar mudah

dimengerti dan dapat dijadikan patokan oleh peneliti kualitatif.

Dalam penelitian ini peneliti merancang latar belakang, fokus

penelitian, metode, hingga teknis pelaksanaan di lapangan.

b. Memilih Lokasi Penelitian

Memilih lokasi penelitian dimulai dengan mempertimbangkan

fokus serta rumusan masalah penelitian dengan kesesuaian yang

ada di lapangan. Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti

adalah Desa Rembitan, Lombok Tengah sebagai wilayah yang

masih menerapkan proses pernikahan kawin culik.

c. Mengurus Perizinan Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti harus mengetahui

pihak yang berwewenang dalam memberikan izin pelaksanaan

penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengurus perizinan

kepada prodi Ilmu Komunikasi yang ditujukan kepada Kepala

Desa di Desa Rembitan sebagai pihak yang memiliki hak dalam

perizinan pengambilan data.

d. Menjajaki dan Menilai Lokasi Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian di lapangan maka peneliti harus

melalukan tahap orientasi lapangan. Dalam hal ini peneliti

mencoba memahami cara hidup masyarakat Desa Rembitan,

memahami pandangan hidup masyarakat Desa Rembitan, dan

mencoba mengenal keadaan lingkungan di Desa Rembitan.

e. Memilih dan Memanfaatkan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam

penelitian ini peneliti menentukan pasangan yang melakukan

pernikahan kawin culik di Desa Rembitan dan orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagai informan.

f. Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian di lapangan peneliti harus

mempersiapkan alat tulis dan alat perekam untuk membantu

proses pengumpulan data.

g. Persoalan Etika Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian di Desa Rembitan, peneliti

harus mengetahui mengenai peraturan, norma, nilai sosial, adat,

dan kebiasaan hidup masyarakat Desa Rembitan. Sehingga

peneliti dapat mengatur etika dalam melaksanakan penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

a. Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri

Untuk memasuki pekerjaan di lapangan, peneliti harus memahami

terlebih dahulu mengenai latar penelitian, menyesuaikan

penampilan dengan adat di Desa Rembitan, dan melakukan

hubungan baik dengan subjek-subjek yang akan dijadikan

informan.

b. Memasuki Lokasi Penelitian

Pada saat di lapangan peneliti akan membentuk hubungan akrab

dengan masyarakat di Desa Rembitan, peneliti mempelajari

bahasa yang digunakan oleh masyarakat Desa Rembitan yaitu

bahasa sasak, dan peneliti turut serta dalam beberapa kegiatan di

Desa Rembitan.

c. Berperan-Serta Sambil Mengumpulkan Data

Dalam melakukan penelitian, peneliti akan mencatat data dan

setiap bentuk informasi yang didapat peneliti dan peneliti akan

turut serta berpartisipasi dalam proses upacara pernikahan kawin

culik jika diberi kesempatan untuk menambah pendalaman

penelitian.

3. Tahapan Analisis Data

Peneliti melakukan proses analisis data di lapangan selama melakukan

penelitian dan setelah itu melakukan proses analisis data secara

intensif setelah data didapatkan.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

1.6.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti akan melaksanakan penelitian pada

masyarakat suku sasak di Desa Rembitan, Lombok Tengah.

1.6.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian di lapangan dilaksanakan mulai bulan November

2014-Juni 2015. Rinciannya dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1 Periode Penelitian

No

.

Tahapan

Bulan

Nov

2014

Des

2014

Jan

2015

Feb

2015

Mar

2015

Apr

2015

Mei

2015

Jun

2015

1 Mencari

Informasi Awal

(Pra-Penelitian)

2 Penyusunan

Proposal Skripsi

3 Seminar

Proposal Skripsi

4 Pengumpulan

Data Primer

5 Pengumpulan

Data Sekunder

6 Pengolahan

Analisis Data

7 Sidang Skripsi

Sumber: Olahan Peneliti, 2015