Upload
tiffany-collins
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernikahan adalah suatu upacara daur hidup manusia yang dilakukan
secara turun-temurun untuk melanjutkan roda kehidupan. Dalam Undang-
Undang Perkawinan no. 1 tahun 1974 pengertian perkawinan atau pernikahan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa). Pernikahan merupakan
suatu hal yang sifatnya sangat sakral dan penting bagi dua orang sepasang
kekasih untuk menjalin hubungan yang lebih intim. Prosesi upacara pernikahan
sangat erat kaitannya dengan nilai kebudayaan, karena setiap budaya memiliki
prosesi adat pernikahan yang berbeda-beda. Dalam setiap prosesi adat budaya
pernikahan memiliki bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal
budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,
nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep
alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar
orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok
(Mulyana, 2009:18). Budaya sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-
hari karena melalui nilai-nilai budaya yang ditanamkan dalam kehidupan maka
dari sanalah seseorang belajar dalam berperilaku dan berkomunikasi dalam
suasana interaksi sosial. Baik komunikasi verbal, komunikasi nonverbal
dibentuk oleh gagasan budaya, nilai-nilai, kebiasaan, dan sejarah (Andersen,
Hecht, Hoobler, & Smallwood, 2002; Emoons, 1998).
Arti kebudayaan dalam bahasa sehari-hari adalah segala sesuatu yang
indah, misalnya candi, tarian, seni rupa, seni suara, kesasteraan, dan filsafat.
Sedangkan menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan
dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar (Koentjaraningrat,
2011:72).
Dalam menganalisa suatu kebudayaan maka akan dibagi ke dalam
beberapa unsur kebudayaan yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi
sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencarian hidup,
sistem religi, dan kesenian. Semua unsur-unsur tersebut disebut sebagai unsur-
unsur kebudayaan universal karena selalu ada pada setiap sekumpulan
masyarakat (Koentjaraningrat, 2011:80-81).
Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam bentuk kebudayaan yang
kaya dengan ciri khas dan karakteristik unik dalam mengaktualisasikan
perilakunya didalam berkomunikasi pada saat melakukan hubungan sosial
dengan orang lain, baik itu posisinya sebagai komunikator maupun komunikan.
Segala macam bentuk ciri khas dan karakter yang dimiliki oleh tiap individu
tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan yang
dimiliki. Hal ini akan membentuk suatu kebiasaan dan adat istiadat yang
diperoleh secara turun temurun dan juga dari lingkungan wilayah di mana
seseorang hidup. Latar belakang kebudayaan itulah yang akan mempengaruhi
segala tingkah laku individu termasuk dalam melakukan prosesi adat upacara
pernikahan.
Salah satu bentuk kebudayaan yang menarik untuk dijadikan penelitian
oleh peneliti adalah budaya pada suku sasak. Suku sasak adalah etnis asli
penduduk pulau Lombok. Lombok adalah nama sebuah pulau di Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Luas wilayah pulau Lombok adalah sekitar 5435
2km merupakan pulau terbesar ke 108 di dunia. Pulau ini juga terdiri dari 5
kota dan kabupaten yakni Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat,
Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten
Lombok Utara. Pulau Lombok didiami kurang lebih sekitar 3 juta jiwa yang
80% nya merupakan penduduk asli pulau lombok yaitu Suku Sasak
(http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/987/suku-sasak diakses pada
tanggal 20 November 2014, pukul 08.10 WIB).
Masyarakat suku sasak masih memegang teguh tradisi dan kebudayaan
yang dimiliki hingga saat ini. Terbukti dengan eksistensi tradisi-tradisi yang
tetap diadakan oleh masyarakat suku sasak di beberapa wilayah pulau Lombok
seperti tradisi presean sebagai simbol kejantanan taruna sasak, tradisi bau nyale
sebagai simbol yang mengisahkan tentang Putri Mandalika, dan tradisi
pernikahan kawin culik suku sasak. Upacara pernikahan merupakan suatu
siklus hidup yang kaya akan makna dan mengandung situasi yang sangat sakral
serta dirayakan oleh hampir seluruh umat manusia.
Kawin culik adalah tradisi pernikahan yang dianut oleh masyarakat suku
sasak sejak dahulu kala. Kawin culik menggambarkan bahwa ketika seseorang
lelaki ingin menikahi seorang gadis maka lelaki tersebut harus menculik gadis
tersebut dari keluarga si gadis. Penculikan yang dilakukan pada prosesi adat
pernikahan tentunya merupakan penculikan yang dilegalkan karena penculikan
tersebut memiliki simbol makna tersendiri bagi masyarakat suku sasak yang
menjalani prosesi adat pernikahan.
Suatu prosesi upacara pernikahan yang mengandung nilai adat budaya
tentunya mengandung nilai luhur adat istiadat dan ciri khas unik budaya. Selain
mencitrakan kesukuan dan identitas, upacara pernikahan juga menciptakan
suasana sakral dan mengukukan kelestarian budaya.Namun hal yang tidak
dapat dipungkiri di era modernisasi saat ini yaitu dimana tradisi suatu budaya
semakin memudar seiring dengan perkembangan zaman, termasuk pada suatu
adat budaya upacara pernikahan pada suatu daerah.
Masyarakat suku sasak tidak dapat memungkiri adanya modernisasi yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat suku sasak, termasuk didalamnya yaitu
pada prosesi adat pernikahan suku sasak. Tradisi pernikahan kawin culik yang
mencerminkan ciri khas dari masyarakat suku sasak saat ini perlahan-lahan
mulai ditinggalkan oleh masyarakat suku sasak saat melakukan prosesi
pernikahan. Saat ini dikenal beberapa tradisi masyarakat suku sasak dalam
melakukan pernikahan yaitu dengan cara perondongan (perjodohan), mepadik
lamar (kawin lamar), dan merariq (kawin culik atau kawin lari) (sumber:
https://nusamutiara.wordpress.com/2011/08/07/adat-perkawinan-suku-
sasak/diakses pada tanggal 1 Februari 2015, pukul 21.37 WIB). Pada era
modernisasi ini sebagian besar masyarakat suku sasak melakukan pernikahan
dengan tradisi yang lebih modern yaitu kawin lamar. Hanya sebagian kecil
masyarakat suku sasak yang tetap mempertahankan tradisi khas pernikahan
kawin culik yang sesungguhnya merupakan ciri khas dari masyarakat suku
sasak sejak dahulu kala.
Hal menarik yang diangkat oleh peneliti adalah di tengah modernisasi
masyarakat suku sasak di Pulau Lombok terdapat suatu kumpulan masyarakat
di salah satu desa yang masyarakatnya terdiri dari masyarakat suku sasak asli.
Hingga saat ini masih mempertahankan budaya serta adat istiadat masyarakat
suku sasak. Desa tersebut adalah Desa Rembitan kecamatan Pujut yang terletak
di Lombok Tengah. Bahasa yang digunakan di lingkungan desa adalah bahasa
sasak, seluruh masyarakat Desa Rembitan beragama Islam. Di tengah
modernisasi, Desa Rembitan dapat mencerminkan gambaran masyarakat suku
sasak asli mulai dari bangunan rumah asli suku sasak yang masih
dipertahankan, tradisi-tradisi suku sasak yang masih dijalankan hingga saat ini.
Selain kondisi masyarakat dan wilayah Desa Rembitan yang
mencerminkan gambaran masyarakat suku sasak, hal yang tetap dipertahankan
hingga saat ini oleh masyarakat Desa Rembitan adalah tradisi kawin culik
dalam prosesi adat pernikahan. Seluruh masyarakat Desa Rembitan harus
melakukan prosesi adat pernikahan kawin culik dengan mempertahankan
makna dari simbol-simbol prosesi kawin culik, dan tentunya mempertahankan
suasana yang penuh sakral pada prosesi pernikahan kawin culik. Pernikahan di
Desa Rembitan dapat dikatakan sebagai pernikahan dini yaitu pada umur 17-18
tahun. Pada umur tersebut gadis Desa Rembitan sudah siap untuk diculik
setelah melaksanakan proses midang dengan beberapa laki-laki. Setelah itu
gadis tersebut akan memilih salah satu laki-laki yang diinginkan untuk
dinikahi.
Fenomena menarik lainnya dari pernikahan kawin culik di Desa Rembitan
adalah tradisi masyarakat Desa Rembitan yang menikah dengan sepupu atau
saudara sendiri, atau yang biasa disebut pernikahan sedarah (incest). Menurut
penuturan masyarakat Desa Rembitan mereka menikah dengan sepupu atau
saudara sendiri karena ingin mempertahankan keturunan masyarakat suku
sasak asli Desa Rembitan. Selain itu mahar untuk pernikahan sedarah jauh
lebih murah dibandingkan dengan mahar yang digunakan dalam pernikahan
tidak sedarah. Karena jika menikah sedarah untuk menentukan nominal mahar
terdapat proses tawar menawar hingga mencapai kesepakatan bersama. Hal ini
setidaknya mencerminkan gambaran sisi lain Desa Rembitan yaitu keterbatasan
ekonomi pada masyarakat Desa Rembitan.
Bagi gadis Desa Rembitan sebelum menikah biasanya mereka memiliki
kekasih lebih dari satu karena semakin banyak gadis tersebut memiliki kekasih
dianggap sebagai gadis yang “laris” di kalangan para lelaki. Selain itu bagi
keluarga gadis Desa Rembitan prosesi adat pernikahan kawin lamar dianggap
menghina keluarga gadis tersebut karena seakan-akan orang tua gadis tersebut
secara suka rela menyerahkan anak gadisnya. Oleh karena itu hingga saat ini
masyarakat Desa Rembitan masih memegang teguh tradisi pernikahan kawin
culik karena seorang lelaki dianggap lebih ksatria, jika berhasil menculik anak
gadis dari keluarga gadis tersebut, dan keluarga gadis tersebut merasa
terhormati apabila anak gadisnya diculik untuk dinikahi.
Tradisi kawin culik di Desa Rembitan yaitu ketika seorang lelaki ingin
menikahi sang gadis maka lelaki tersebut harus menculik gadis tersebut secara
paksa dari keluarga sang gadis tersebut. Sehingga tak jarang seorang gadis
tersebut harus menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya. Karena ketika
lelaki telah berhasil menculik gadis tersebut maka maknanya adalah bahwa
gadis tersebut telah menikah dengan lelaki tersebut setelah itu tentunya akan
dilaksanakan prosesi adat pernikahan selanjutnya sesuai dengan kaidah Agama
dan tradisi khas masyarakat suku sasak. Proses penculikan yang dilakukan oleh
lelaki pada gadis yang ingin dinikahi tentunya tidak boleh diketahui oleh
keluarga gadis tersebut karena jika diketahui maka tidak akan terjadi proses
pernikahan. Walaupun sang gadis berhasil diculik oleh lelaki tantangan
selanjutnya yaitu lelaki harus berhasil menyembunyikan sang gadis dan jangan
sampai ditemukan oleh orang tua sang gadis. Apabila orang tua gadis berhasil
bertemu dengan anak gadisnya sebelum terjadi pernikahan maka lelaki tersebut
harus membayar sanksi tertentu kepada keluarga gadis.
Setiap prosesi upacara kawin culik dilaksanakan penuh dengan suasana
sakral dan setiap tahapan-tahapan prosesinya memiliki makna tersendiri
sehingga hal ini tetap untuk dipertahankan oleh masyarakat suku sasak Desa
Rembitan. Namun terjadi proses asimilasi tradisi adat pada prosesi pernikahan
kawin culik suku sasak pada masyarakat Desa Rembitan, seiring dengan
perkembangan teknologi yang berkembang saat ini. Asimilasi adalah
pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas
kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah tradisi budaya suku sasak tradisional dengan suku sasak
modern sehingga membentuk suatu budaya yang baru. Saat ini beberapa
pasangan muda di Desa Rembitan tetap melakukan prosesi upacara pernikahan
kawin culik menurut adat sasak, namun terjadi perbedaan ketika seorang gadis
memilih lelaki untuk dijadikan suaminya. Jika pada zaman dahulu seorang
gadis bisa saja diculik dengan paksa, namun saat ini proses penculikan
dilakukan atas dasar suka sama suka.
Saat ini jika seorang gadis dan lelaki ingin melakukan kawin culik maka
terjadilah kesepakatan sebelumnya untuk merencanakan dan melaksanakan
aturan main dalam melakukan kawin culik tersebut. Sehingga dapat dikatakan
proses kawin culik masih tetap ada, namun terdapat skenario penculikan di
dalamnya antara laki-laki dan gadis yang ingin menikah. Untuk melaksanakan
sebuah skenario penculikan maka dibutuhkan peran komunikasi di dalamnya.
Setelah proses penculikan tersebut, prosesi selanjutnya tetap seperti tradisi
yang sesungguhnya dalam suasana sakral dan penuh makna menurut adat suku
sasak.
Proses upacara pernikahan kawin culik mulai dari tahapan awal penculikan
hingga tahap akhir proses upacara pernikahan suku Sasak di Desa Rembitan
tentunya terdapat proses komunikasi di dalamnya. Komunikasi merupakan
aktivitas penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia
tidak dapat tidak berkomunikasi, bahkan dalam keadaan diam pun manusia
mengekspresikan emosinya sabagai bentuk bagian dari komunikasi. Seperti
ungkapan Deddy Mulyana (2011:108), we cannot not communicate yang
artinya kita tidak dapat tidak berkomunikasi. Amat sulit bagi seseorang untuk
tidak berkomunikasi, karena setiap perilaku manusia mempunyai potensi untuk
ditafsirkan sebagai sebuah bentuk komunikasi. Dalam berinteraksi manusia
melakukan aktivitas komunikasi, komunikasi dapat dilakukan dengan cara
yang sederhana maupun dengan cara yang kompleks.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari
kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama
(communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang
merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi
menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara
sama (Mulyana, 2011:46). Dalam berkomunikasi orang yang menyampaikan
pesan disebut komunikator dan yang menerima pesan disebut komunikan.
Komunikasi tidak hanya sebatas kata-kata yang diucapkan oleh seseorang
atau disebut bahasa verbal. Melainkan terdapat bentuk komunikasi lainnya
berupa senyuman, anggukan kepala, gerakan badan, gerakan mata, ataupun
diam sekalipun, semua itu dikatakan sebagai bahasa non verbal. Dalam
melakukan komunikasi, bahasa verbal dan bahasa non verbal berkombinasi
satu sama lainnya yang bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Kunci pada saat seseorang melakukan komunikasi adalah untuk mencapai
pemahaman yang sama dan mencapai suatu tujuan tertentu. Melalui proses
komunikasi manusia juga menciptakan simbol-simbol tertentu, dimana simbol-
simbol yang dibentuk oleh manusia mengandung makna-makna tertentu pula.
Dalam penelitian mengenai upacara pernikahan kawin culik suku sasak di
Desa Rembitan, peneliti akan membahas mengenai aktivitas komunikasi yang
ada di dalamnya. Aktivitas komunikasi sama artinya dengan
mengidentifikasikan peristiwa komunikasi dan atau proses komunikasi. Proses
atau peristiwa komunikasi yang dibahas adalah proses komunikasi yang khas
yang dapat dibedakan dengan proses komunikasi yang dibahas pada konteks
komunikasi yang lain (Kuswarno, 2008:41).
Untuk membantu peneliti dalam meninjau pembahasan penelitian, peneliti
menggunakan suatu metode penelitian etnografi komunikasi. Studi etnografi
komunikasi akan mampu menggambarkan, menjelaskan dan membangun
hubungan dari kategori-kategori data yang ditemukan oleh peneliti (Kuswarno,
2008:86). Oleh karena beberapa ketertarikan yang telah diungkapkan peneliti
sebelumnya, peneliti hendak mengangkat penelitian dengan judul
“AKTIVITAS KOMUNIKASI UPACARA PERNIKAHAN SUKU
SASAK (Studi Etnografi Komunikasi Dalam Upacara Kawin Culik Di
Desa Rembitan, Lombok Tengah)”.
1.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka fokus
penelitian yang ingin diangkat adalah :
1. Bagaimana terjadinya situasi komunikatif/konteks dalam upacara
pernikahan kawin culik suku sasak di Desa Rembitan?
2. Bagaimana peristiwa komunikatif dalam upacara pernikahan kawin
culik suku sasak di Desa Rembitan?
3. Bagaimana tindak komunikatif dalam upacara pernikahan kawin culik
suku sasak di Desa Rembitan?
1.3 Tujuan Penelitian
Atas dasar permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka dapat
ditetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui situasi komunikatif/konteks dalam upacara
pernikahan kawin culik suku sasak di Desa Rembitan.
2. Untuk mengetahui peristiwa komunikatif dalam upacara pernikahan
kawin culik suku sasak di Desa Rembitan.
3. Untuk mengetahui tindak komunikatif dalam upacara pernikahan kawin
culik suku sasak di Desa Rembitan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis :
1.4.1 Aspek Teoritis
Penelitian ini kelak diharapkan menjadi rujukan dan masukan bagi
penelitian di bidang ilmu komunikasi yang berkaitan dengan aktivitas
komunikasi pada upacara pernikahan dalam suatu adat budaya dengan
metode etnografi komunikasi, dan dapat memberikan kontribusi pemikiran
dan gagasan ilmiah mengenai pernikahan dalam suatu ikatan adat budaya.
Beberapa temuan yang terungkap dalam penelitian ini juga diharapkan
dapat dijadikan rujukan bagi penelitian berikutnya. Selain itu juga
diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi pihak
akademisi, khususnya mahasiswa.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan dari hasil penelitian aktivitas komunikasi upacara
pernikahan kawin culik suku sasak ini dapat dijadikan referensi dalam
menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai pernikahan kawin
culik suku sasak khususnya di Desa Rembitan, Lombok Tengah.
1.5 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian menjadi proses yang dilakukan oleh peneliti untuk
melakukan sebuah penelitian kualitatif.
Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian menurut Moleong yang dikutip
oleh Ghony dan Almanshur (2012:144-157) dibagi dalam tiga tahapan umum,
yaitu pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan analisis data :
1. Tahap Pra-lapangan
a. Menyusun Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian akan dijabarkan secara detail,agar mudah
dimengerti dan dapat dijadikan patokan oleh peneliti kualitatif.
Dalam penelitian ini peneliti merancang latar belakang, fokus
penelitian, metode, hingga teknis pelaksanaan di lapangan.
b. Memilih Lokasi Penelitian
Memilih lokasi penelitian dimulai dengan mempertimbangkan
fokus serta rumusan masalah penelitian dengan kesesuaian yang
ada di lapangan. Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti
adalah Desa Rembitan, Lombok Tengah sebagai wilayah yang
masih menerapkan proses pernikahan kawin culik.
c. Mengurus Perizinan Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti harus mengetahui
pihak yang berwewenang dalam memberikan izin pelaksanaan
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengurus perizinan
kepada prodi Ilmu Komunikasi yang ditujukan kepada Kepala
Desa di Desa Rembitan sebagai pihak yang memiliki hak dalam
perizinan pengambilan data.
d. Menjajaki dan Menilai Lokasi Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian di lapangan maka peneliti harus
melalukan tahap orientasi lapangan. Dalam hal ini peneliti
mencoba memahami cara hidup masyarakat Desa Rembitan,
memahami pandangan hidup masyarakat Desa Rembitan, dan
mencoba mengenal keadaan lingkungan di Desa Rembitan.
e. Memilih dan Memanfaatkan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dalam
penelitian ini peneliti menentukan pasangan yang melakukan
pernikahan kawin culik di Desa Rembitan dan orang-orang yang
terlibat di dalamnya sebagai informan.
f. Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian di lapangan peneliti harus
mempersiapkan alat tulis dan alat perekam untuk membantu
proses pengumpulan data.
g. Persoalan Etika Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian di Desa Rembitan, peneliti
harus mengetahui mengenai peraturan, norma, nilai sosial, adat,
dan kebiasaan hidup masyarakat Desa Rembitan. Sehingga
peneliti dapat mengatur etika dalam melaksanakan penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
a. Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri
Untuk memasuki pekerjaan di lapangan, peneliti harus memahami
terlebih dahulu mengenai latar penelitian, menyesuaikan
penampilan dengan adat di Desa Rembitan, dan melakukan
hubungan baik dengan subjek-subjek yang akan dijadikan
informan.
b. Memasuki Lokasi Penelitian
Pada saat di lapangan peneliti akan membentuk hubungan akrab
dengan masyarakat di Desa Rembitan, peneliti mempelajari
bahasa yang digunakan oleh masyarakat Desa Rembitan yaitu
bahasa sasak, dan peneliti turut serta dalam beberapa kegiatan di
Desa Rembitan.
c. Berperan-Serta Sambil Mengumpulkan Data
Dalam melakukan penelitian, peneliti akan mencatat data dan
setiap bentuk informasi yang didapat peneliti dan peneliti akan
turut serta berpartisipasi dalam proses upacara pernikahan kawin
culik jika diberi kesempatan untuk menambah pendalaman
penelitian.
3. Tahapan Analisis Data
Peneliti melakukan proses analisis data di lapangan selama melakukan
penelitian dan setelah itu melakukan proses analisis data secara
intensif setelah data didapatkan.
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
1.6.1 Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti akan melaksanakan penelitian pada
masyarakat suku sasak di Desa Rembitan, Lombok Tengah.
1.6.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian di lapangan dilaksanakan mulai bulan November
2014-Juni 2015. Rinciannya dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut :
Tabel 1.1 Periode Penelitian
No
.
Tahapan
Bulan
Nov
2014
Des
2014
Jan
2015
Feb
2015
Mar
2015
Apr
2015
Mei
2015
Jun
2015
1 Mencari
Informasi Awal
(Pra-Penelitian)
2 Penyusunan
Proposal Skripsi
3 Seminar
Proposal Skripsi
4 Pengumpulan
Data Primer
5 Pengumpulan
Data Sekunder
6 Pengolahan
Analisis Data
7 Sidang Skripsi
Sumber: Olahan Peneliti, 2015