14
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fermentasi Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa- senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol (Adawyah 2007). Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobik atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan alkohol serta beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang menggunakan substrat protein dan lemak (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan (membutuhkan starter). Fermentasi spontan adalah fermentasi yang biasa dilakukan menggunakan media penyeleksi, seperti garam, asam organik, asam mineral, nasi atau pati. Media penyeleksi tersebut akan menyeleksi bakteri patogen dan menjadi media yang baik bagi tumbuh kembang bakteri selektif yang membantu jalannya fermentasi. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme bersama media penyeleksi sehingga proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat (Rahayu et al. 1992). Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba-mikroba pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO 2 dan energi (ATP). Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil penguraiannya adalah air, CO 2 , energi dan sejumlah asam organik lainnya, seperti asam laktat, asam asetat, etanol serta bahan-bahan organik yang mudah menguap. Perkembangan mikroba-mikroba dalam keadaan anaerob biasanya dicirikan sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). Fermentasi glukosa pada prinsipnya terdiri dari dua tahap, yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang

2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Bakteri yang termasuk kelompok bakteri asam laktat adalah Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc,

  • Upload
    vunhan

  • View
    232

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses

memanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein

kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-

senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau

mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol

(Adawyah 2007). Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu

proses oksidasi anaerobik atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan

alkohol serta beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang menggunakan

substrat protein dan lemak (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).

Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak

spontan (membutuhkan starter). Fermentasi spontan adalah fermentasi yang biasa

dilakukan menggunakan media penyeleksi, seperti garam, asam organik, asam

mineral, nasi atau pati. Media penyeleksi tersebut akan menyeleksi bakteri

patogen dan menjadi media yang baik bagi tumbuh kembang bakteri selektif yang

membantu jalannya fermentasi. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang

dilakukan dengan penambahan kultur organisme bersama media penyeleksi

sehingga proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat (Rahayu et al. 1992).

Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba-mikroba

pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang melakukan

fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam

keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO2 dan energi (ATP).

Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan

anaerob dan hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil penguraiannya

adalah air, CO2, energi dan sejumlah asam organik lainnya, seperti asam laktat,

asam asetat, etanol serta bahan-bahan organik yang mudah menguap.

Perkembangan mikroba-mikroba dalam keadaan anaerob biasanya dicirikan

sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).

Fermentasi glukosa pada prinsipnya terdiri dari dua tahap, yaitu

(1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang

4

atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi

daripada glukosa, (2) senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh

atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama, membentuk senyawa-

senyawa lain sebagai hasil fermentasi (Fardiaz 1989).

Tahap pertama fermentasi glukosa selalu menghasilkan asam piruvat.

Jasad renik melakukan pemecahan glukosa menjadi asam piruvat melalui empat

jalur, yaitu:

1. Jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP) atau glikolisis, ditemukan pada

fungi dan kebanyakan bakteri, serta hewan dan manusia.

2. Jalur Entner-Doudoroff (ED), hanya ditemukan pada beberapa bakteri.

3. Jalur Heksosamonofosfat (HMF), ditemukan pada berbagai organisme.

4. Jalur Fosfoketolase (FK), hanya ditemukan pada bakteri yang tergolong

laktobasili heterofermentatif .

Jalur EMP terdiri dari beberapa tahap, masing-masing dikatalis oleh enzim

tertentu. Jalur tersebut ditandai dengan pembentukan fruktosa difosfat, kemudian

pemecahan menjadi dua molekul gliseraldehida fosfat. Reaksi ini dikatalis oleh

enzim aldolase. Kemudian terjadi reaksi dehidrogenasi gliseraldehida fosfat yang

merupakan reaksi oksidasi yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Reaksi

ini dikatalis oleh enzim gliseraldehida fosfat dehidrogenase. Atom hidrogen yang

terlepas akan ditangkap oleh NAD membentuk NADH2. Proses fermentasi dapat

berlangsung terus jika NADH2 dapat dioksidasi kembali pada tahap kedua

fermentasi sehingga melepaskan atom hidrogen kembali. Jadi NAD berfungsi

sebagai pembawa hidrogen dalam proses fermentasi (Fardiaz 1989).

Jalur FK merupakan percabangan dari jalur HMF, karena bakteri ini tidak

mempunyai enzim aldolase yang dapat memecah fruktosa 1,6-difosfat menjadi 2

triose-fosfat, dan tidak mempunyai enzim transaldolase dan transketolase yang

penting dalam jalur HMF (Fardiaz 1989).

Pada tahap kedua fermentasi, asam piruvat akan diubah menjadi produk-

produk akhir yang spesifik untuk berbagai proses fermentasi, menggunakan atom

hidrogen yang diproduksi pada tahap pertama fermentasi (Fardiaz 1989).

5

2.2 Bekasam

Bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi yang

rasanya asam. Olahan tersebut banyak dikenal di daerah Jawa Tengah, Sumatera

Selatan dan Kalimantan Selatan. Ikan yang dapat digunakan sebagai bekasam

merupakan jenis ikan air tawar. Pengolahan bekasam di daerah Kalimantan

Selatan umumnya dikenal dengan nama samu. Bahan baku berupa ikan gabus,

betok, sepat siam dan sepat rawa dengan penambahan garam sekitar 15-20%, dan

ditambahkan samu atau beras ginseng sebanyak 15%, kemudian difermentasi

sekitar satu minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas bekasam

(Adawyah 2007).

Produk-produk fermentasi ikan yang menggunakan garam dan bahan yang

berfungsi sebagai sumber karbohidrat banyak terdapat di negara-negara Asia

Tenggara. Burongisda adalah produk sejenis bekasam yang berasal dari Filipina.

Burongisda ini dibuat dari campuran ikan air tawar, nasi, garam dan angkak

(beras merah sebagai pewarna). Proses fermentasi pada pembuatan burongisda

berlangsung sampai daging ikan menjadi lembut serta rasa dan bau asam mulai

berkembang. Bakteri asam laktat yang dominan pada burongisda adalah

Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cereviceae dan Lactobacilus

plantarum (Rahayu et al. 1992).

Pla-ra merupakan produk sejenis bekasam yang berasal dari Thailand

dengan waktu fermentasi selama 6 bulan. Proses pembuatan pla-ra biasanya

menggunakan udang sebagai tambahan bahan baku yang berfungsi sebagai

pembentuk aroma. Produk pla-ra mengandung protein sebesar 11,61-23,32%, pH

sekitar 4,10-6,90 dan asam laktat sebesar 0,17-1,94%. Mikroba yang ditemukan

pada produk ini adalah Pediococcus halophilus, Staphylococcus epidermidis,

Micrococcus sp. dan Bacillus sp. (Rahayu et al. 1992).

Pengolahan bekasam dilakukan dengan menambahkan sumber karbohidrat

dalam kondisi anaerobik. Karbohidrat didekomposisi melalui proses fermentasi

menjadi gula-gula sederhana kemudian dikonversi menjadi alkohol dan asam yang

berperan sebagai pengawet dan memberikan rasa dan bau spesifik pada bekasam

(Irianto 2008). Selama proses fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi

asam-asam amino dan peptida, kemudian asam-asam amino akan terurai lebih

6

lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam membentuk

citarasa produk (Adawyah 2007).

Kualitas produk-produk ikan fermentasi dijaga untuk waktu yang relatif

lama karena adanya penghambatan pertumbuhan bakteri lain oleh hidrogen

peroksida dan antibiotik yang dihasilkan oleh Lactobacilli (Irianto 2008).

2.3 Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang melakukan

penguraian karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat yang akan menurunkan

pH serta menimbulkan rasa asam (Muchtadi dan Ayutaningwarno 2010).

Anggota bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram-positif, batang atau

kokus yang tunggal, berpasangan atau rantai tidak berspora, terkadang

membentuk segi empat, katalase negatif, toleran terhadap asam dan

anaerob fakultatif (Defigueredo dan Splittstoesser 1976; Mozzi et al. 2010).

Bakteri yang termasuk kelompok bakteri asam laktat adalah Aerococcus,

Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc,

Pediococcus (Ringo dan Gatesoupe 1998).

Bakteri asam laktat dibagi menjadi dua grup berdasarkan hasil akhir

metabolisme glukosa. Bakteri asam laktat yang hanya menghasilkan asam laktat

pada fermentasi glukosa termasuk dalam golongan homofermentatif. Bakteri asam

laktat yang menghasilkan asam laktat, CO2 dan etanol dari heksosa termasuk

dalam golongan heterofermentatif (Jay et al. 2005). Golongan heterofermentatif

memfermentasi glukosa melalui jalur fosfoketolase, sedangkan golongan

homofermentatif melalui jalur EMP (Embden-Meyerhof-Parnas Pathway)

(Hidayat et al. 2006). Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat

mengubah 95% dari glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat.

Karbondioksida dan asam-asam volatil lainnya juga dihasilkan, tapi jumlahnya

sangat kecil (Adawyah 2007). Perbedaan fermentasi homolaktat dan heterolaktat

dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

7

Gambar 1 Fermentasi homolaktat. Fermentasi 1 mol glukosa menghasilkan 2 mol

asam laktat melalui jalur Embden-Meyerhof Parnas (Theron dan

Lues 2011).

8

Gambar 2 Fermentasi heterolaktat. Fermentasi 1 mol glukosa menghasilkan

masing-masing 1 mol asam laktat, etanol dan karbondioksida melalui

jalur fosfoketolase (Theron dan Lues 2011).

Salah satu karakteristik yang paling penting dari BAL adalah

kemampuannya untuk memproduksi beragam metabolit dengan sifat antimikroba.

Bakteri asam laktat memproduksi asam laktat, asam asetat, etanol, diasetil, CO2

(sebagai asam karbonat), H2O2, reuterin, derivat asam laktat (hidroksi asam laktat)

dan peptida kecil tergantung pada tipe strain dan nutrisi, fisik, dan lingkungan

pertumbuhan. Antimikroba ini dapat menghambat atau membunuh

mikroorganisme target seperti kapang, ragi, bakteri vegetatif, spora bakteri, dan

9

bahkan virus. Spektrum antimikroba bervariasi tergantung pada spesifikasi

metabolit (Roller 2003).

Bakteri asam laktat termasuk mikroorganisme yang aman jika

ditambahkan dalam pangan karena sifatnya tidak toksik dan tidak menghasilkan

toksin, maka disebut food grade microorganism atau dikenal sebagai

mikroorganisme yang Generally Recognized As Safe (GRAS), yaitu

mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan, bahkan beberapa jenis

bakteri tersebut berguna bagi kesehatan. Bakteri asam laktat bermanfaat untuk

peningkatan kualitas higiene dan keamanan pangan melalui penghambatan secara

alami terhadap flora berbahaya yang bersifat patogen (Daeschel 1983 diacu dalam

Kusmiati dan Malik 2002).

Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi

oleh kepadatan dan strainnya serta komposisi media (Jeppensen dan Huss 1993

diacu dalam Rostini 2007). Produki substansi penghambat dari BAL

dipengaruhi oleh media pertumbuhan, pH, dan temperatur lingkungan (Ahn dan

Stiles 1990 diacu dalam Rostini 2007).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat

Proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan bakteri

asam laktat. Oleh karena itu, perlu dibuat kondisi yang ideal bagi pertumbuhan

bakteri tersebut. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan

bakteri asam laktat antara lain adalah suhu, nilai pH, kadar garam, dan

karbohidrat.

Suhu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan juga pembentukan

produk oleh mikroba. Hal ini berhubungan dengan jenis mikroba yang dominan

selama fermentasi (Fardiaz 1988). Berdasarkan suhu (minimum, optimum dan

maksimum) untuk pertumbuhannya mikroba dibedakan atas tiga grup, yakni

psikrofilik, mesofilik dan termofilik. Nilai pH medium merupakan salah satu

parameter penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Bakteri pada

umumnya tumbuh dengan baik pada pH sekitar 6,5-7,5. Bakteri yang berperan

dalam fermentasi silase adalah bakteri asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan

akan menurunkan nilai pH pada lingkungan pertumbuhannya.

10

Garam sering digunakan dalam proses fermentasi ikan. Jumlah garam

yang ditambahkan dalam pembuatan bekasam berkisar antara 15-20% dari berat

ikan segar (Murtini 1992). Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum

mikroorganisme bervariasi, tergantung dari sifat dinding sel dan tekanan osmotik

internalnya (Fardiaz 1992). Karbohidrat merupakan sumber energi bagi bakteri

asam laktat. Penambahan karbohidrat akan membuat lingkungan yang baik bagi

pertumbuhan bakteri tersebut. Selama fermentasi, karbohidrat akan diuraikan

menjadi senyawa-senyawa yang sederhana seperti asam laktat, asam asetat, asam

propionat dan etil alkohol. Senyawa-senyawa ini yang meyebabkan rasa asam

pada produk dan dapat berfungsi sebagai pengawet (Rahayu et al. 1992).

2.5 Senyawa Antimikroba

Bakteri asam laktat dapat berfungsi sebagai pengawet makanan karena

mampu memproduksi asam organik, menurunkan pH lingkungannya dan

mengekskresikan senyawa yang mampu menghambat mikroorganisme pathogen,

seperti H2O2, diasetil, CO2, asetaldehida, d-isomer asam asam amino dan

bakteriosin (Hardy 1975 diacu dalam Kusmiati dan Malik 2002). Sifat

menghambat dapat disebabkan oleh lepasnya komponen intraselular antimikroba,

seperti asam organik, bakteriosin dan hidrogen peroksida, dari sel nonmetabolit

bakteri asam laktat (Roller 2003).

2.5.1 Asam organik

Aksi antimikroba dari asam organik terutama berdasarkan pada

kemampuannya dalam mereduksi pH pangan dalam fase air. Ketika nilai pH <4,

asam menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme antimikroba berdasarkan

pada hambatan enzim, fungsi membran, transpor nutrien, dan keseluruhan

aktivitas metabolik. Asam organik dalam pangan dapat berperan sebagai

pengawet, sedangkan garam atau esternya efektif sebagai antimikroba pada pH

yang mendekati netral (Roller 2003).

Asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri Gram-negatif

dengan merusak membran luar bakteri Gram-negatif. Asam laktat merupakan

molekul yang larut dalam air sehingga mampu menembus ke dalam periplasma

bakteri Gram-negatif melalui protein porin pada membran luarnya. Pelindung dari

permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada

11

permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antimikroba yang

lain, yaitu diasetil, bakteriosin, hidrogen peroksida dan laktoperidase sistem dapat

berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma (Alokomi et al. 2000). Pertumbuhan

bakteri Gram-positif dan negatif berkurang, diindikasikan oleh meningkatnya aksi

bakteriosin. Asam laktat memiliki efek bakterisidal pada pH dibawah 5,

khususnya pada bakteri Gram-negatif (Ray 2004).

Asam asetat digunakan pada jenis makanan berbeda-beda untuk

menghambat pertumbuhan dan mengurangi kelangsungan hidup bakteri Gram-

positif dan negatif, ragi dan kapang. Asam asetat umumnya bakteriostatik pada

0,2% tapi bakterisidal diatas 0,3% dan lebih efektif menghambat bakteri Gram-

negatif (Ray 2004).

2.5.2 Hidrogen peroksida (H2O2)

Beberapa bakteri asam laktat memproduksi H2O2 dibawah kondisi

pertumbuhan aerobik dan, karena kurangnya katalase selular, pseudokatalase, atau

peroksidase, mereka melepas H2O2 ke lingkungan untuk melindungi diri mereka

sendiri dari aksi antibakteri (Ray 2004). Hidrogen peroksida diproduksi oleh

bakteri asam laktat sebagai hasil dari aksi flavoprotein oksidase atau nikotinamida

adenine dinukleotida (NADH) peroksidase. Efek antimikroba dari H2O2 adalah

hasil dari oksidasi grup sulfihidril yang menyebabkan denaturasi sejumlah enzim,

dan dari peroksidase membran lipid meningkatkan permeabilitas membran (Kong

dan Davison 1980 diacu dalam Ammor et al. 2006). Beberapa strain dapat

memproduksi, pada kondisi pertumbuhan yang cocok, H2O2 yang cukup

menyebabkan bakteriostatik (6-8 µg/ml) tapi jarang bersifat bakterisidal (30-40

µg/ml) (Ray 2004). Hidrogen peroksida dapat juga sebagai prekursor untuk

produksi bakterisidal radikal bebas seperti superoksida (O2-) dan radikal hidroksil

(OH-) yang dapat merusak DNA (Byczkowski dan Gessner 1988 diacu dalam

Ammor et al. 2006).

Hidrogen peroksida merupakan agen pengoksidasi kuat dan dapat menjadi

antimikroba terhadap bakteri, jamur dan virus (juga bakteriofage). Pada kondisi

anaerob, sangat sedikit H2O2 yang dapat dihasilkan dari strain ini. Aksi antibakteri

ini dihasilkan dari sifat pengoksidasi kuat dan kemampuannya untuk merusak

komponen selular, khususnya membran. Karena sifat oksidasinya, maka dapat

12

menyebabkan efek yang tidak diinginkan dalam mutu pangan, seperti diskolorasi

pada daging yang diproses, sehingga penggunaannya terbatas dalam pengawetan

pangan (Ray 2004).

2.5.3 Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida diproduksi terutama oleh BAL heterofermentatif. Karbon

dioksida memainkan peranan penting dalam membuat lingkungan anaerobik

yang menghambat enzimatik dekarboksilase, dan akumulasi CO2 membran lipid

bilayer dapat menyebabkan disfungsi permeabilitas (Eklund 1984 diacu dalam

Ammor et al. 2006). Karbon dioksida secara efektif dapat menghambat banyak

mikroorganisme perusak makanan, terutama bakteri psikrotropik Gram-negatif

(Farber 1991 diacu dalam Ammor et al. 2006).

2.5.4 Diasetil

Diasetil diproduksi oleh strain dalam semua genera dari BAL oleh

fermentasi sitrat (Ray 2004). Diasetil menghambat pertumbuhan bakteri Gram-

negatif yang bereaksi dengan pemanfaatan arginin (Jay 1986 diacu dalam Ammor

et al. 2006). Antibakteri ini efektif terhadap bakteri Gram-positif dan negatif.

Bakteri Gram-negatif sebagian sensitif pada pH ≤5. Diasetil efektif pada

konsentrasi 0,1-0,25%. Studi terkini menunjukkan bahwa diasetil lebih

bakterisidal bila dikombinasi dengan panas. Aksi antibakteri kemungkinan

diproduksi dengan deaktivasi beberapa enzim penting. Grup karbonil (-CO-CO-)

bereaksi dengan arginin pada enzim dan memodifikasi situs katalitiknya

(Ray 2004).

2.5.5 Bakteriosin

Kata bakteriosin biasanya digunakan pada peptida bioaktif yang

diproduksi oleh banyak strain bakteri dari grup Gram-negatif dan positif.

Bakteriosin yang diproduksi oleh banyak strain bakteri asam laktat dan beberapa

bakteri asam propionat merupakan bagian khusus dalam mikrobiologi pangan

karena efek bakterisidalnya biasanya untuk membedakan kerusakan akibat bakteri

Gram-positif dan patogen, dan pada kondisi stress bakteri Gram-negatif yang

penting dalam pangan (Ray 2004).

Kondisi optimum produksi bakteriosin dipengaruhi oleh fase

pertumbuhan, pH media, suhu inkubasi, jenis sumber karbon, jenis sumber

13

nitrogen, dan konsentrasi NaCl (Kim dan Ahn 2000 diacu dalam Usmiati dan

Marwati 2007). Peptida bakteriosin disintesis di ribosom, kationik, amfipatik,

mempunyai struktur α-helical atau β-sheet, atau keduanya, dan dapat memiliki

thioether, jembatan disulfida atau grup thiol bebas. Keberadaan struktur α-helical

amfipatik dengan sisi polar dan nonpolar yang berlawanan sepanjang poros yang

panjang memungkinkan bakteriosin untuk berinteraksi, baik dengan fase air dan

lemak, ketika mengikat permukaan membran sel bakteri yang sensitif, penting

untuk destabilisasi fungsional dan kematian sel (Ray 2004).

Mekanisme aktivitas bakterisidal bakteriosin adalah sebagai berikut: (1)

molekul bakteriosin kontak langsung dengan membran sel, (2) proses kontak ini

mampu mengganggu potensial membran berupa destabilitas membran sitoplasma

sehingga sel menjadi tidak kuat, dan (3) ketidakstabilan membran mampu

memberikan dampak pembentukan lubang atau pori pada membran sel melalui

proses gangguan terhadap PMF (Proton Motive Force) (Gonzalez et al. 1996

diacu dalam Usmiati 2007).

Bakteriosin dapat diproduksi oleh Lactococcus, Lactobacillus dan

Pediococcus yang berasal dari berbagai bahan makanan. Beberapa kelebihan

bakteriosin sehingga potensial digunakan sebagai biopreservatif, yaitu (i) bukan

bahan toksik dan mudah mengalami degradasi oleh enzim proteolitik karena

merupakan senyawa protein; (ii) tidak membahayakan mikroflora usus karena

mudah dicerna oleh enzim saluran pencernaan; (iii) dapat mengurangi penggunaan

bahan kimia sebagai pengawet pangan; (iv) penggunaannya fleksibel; dan (v)

stabil terhadap pH dan suhu yang cukup luas sehingga tahan terhadap proses

pengolahan yang melibatkan asam dan basa, serta kondisi panas dan dingin

(Cleveland et al. 2001 diacu dalam Usmiati dan Marwati 2007).

Beberapa studi menunjukkan bahwa strain yang berbeda dalam spesies

atau bahkan spesies yang berbeda dapat memproduksi bakteriosin yang sama.

Bakteriosin yang diproduksi oleh spesies/strain BAL yang berbeda memiliki

karakteristik fisika dan kimia yang sangat berbeda. Bakteriosin dikelompokkan

berdasarkan keberadaan asam amino yang tidak biasa, lanthionin dan β-lanthionin

(Roller 2003).

14

2.6 Cara Kerja Zat Antimikrobial

Secara umum, kemungkinan situs serangan suatu zat antimikrobial dapat

diduga dengan meninjau struktur serta komposisi sel mikroba. Sel hidup yang

normal memiliki sejumlah besar enzim yang melangsungkan proses-proses

metabolik dan juga protein lainnya, asam nukleat serta senyawa-senyawa lain.

Kerusakan pada salah satu dari situs ini dapat mengawali terjadinya perubahan-

perubahan yang menuju pada matinya sel tersebut. Perubahan tersebut antara lain

(Pelczar dan Chan 2005):

(a) Kerusakan pada dinding sel

Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya

atau mengubahnya setelah selesai terbentuk.

(b) Perubahan permeabilitas sel

Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel

serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran

memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan pada

membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau

matinya sel.

(c) Perubahan molekul protein dan asam nukleat

Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein

dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi

yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asam-asam

nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan

konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi

(denaturasi) ireversibel komponen-komponen selular yang vital ini.

(d) Penghambatan kerja enzim

Setiap enzim yang ada di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi

bekerjanya suatu penghambat. Penghambatan ini dapat mengakibatkan

terganggunya metabolisme atau matinya sel.

(e) Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein

DNA, RNA dan protein memegang peranan amat penting di dalam proses

kehidupan normal sel. Gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau

pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel.

15

2.7 Bakteri Uji

Bakteri uji merupakan bakteri yang bersifat patogen dan digunakan

sebagai tolak ukur untuk mengetahui besarnya tingkat aktivitas antibakteri.

Bakteri yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Escherichia coli, Salmonella

typhimurium, dan Listeria monocytogenes.

2.7.1 Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram-negatif, motil, tidak berspora,

berbentuk batang dan anaerobik fakultatif. Escherichia coli menyebabkan

penyakit diare. Escherichia coli juga penyebab utama infeksi urin dan infeksi

nosokomial termasuk septisemia dan meningitis (Holt et al. 1994). Escherichia

coli secara umum terdapat pada usus hewan ruminansia. Sumber makanan yang

berasosiasi dengan E.coli adalah daging mentah, susu, air (Wallace et al. 2011).

Gambar 3 Escherichia coli (Bio Research Laboratories, Inc. 2010).

2.7.2 Salmonella typhimurium

Salmonella typhimurium merupakan bakteri Gram-negatif, tidak berspora,

fakultatif anaerobik, motil, tidak membentuk spora. Salmonella menghasilkan

gas ketika ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa

(Pelczar dan Chan 2005). Salmonella mesofilik, suhu pertumbuhan optimum

35-37 oC, tapi umumnya memiliki range pertumbuhan 5-46

oC. Salmonella mati

pada suhu dan waktu pasteurisasi, sensitif pada pH rendah (Ray 2004).

Salmonella dapat menyebabkan gastroenteritis, diare, nausea dan muntah

(Pelczar dan Chan 2005). Salmonella secara alami terdapat pada usus

hewan, banyak ditemukan pada daging mentah, daging unggas dan telur

(Wallace et al. 2011). Daging ayam dan olahannya dilaporkan sebagai media

penyebaran penyakit salmonellosis (Usmiati 2007).

16

Gambar 2 Salmonella typhimurium (Bio Research Laboratories, Inc. 2010).

2.7.3 Listeria monocytogenes

Listeria monocytogenes merupakan bakteri Gram-positif, psikrotropik,

fakultatif anaerobik, tidak berspora, motil, batang pendek. Pada kultur segar,

selnya terkadang membentuk rantai pendek. Listeria monocytogenes tumbuh pada

kisaran 1-44 o

C, dengan suhu pertumbuhan optimum 35-37 o

C. Bakteri ini

memfermentasi glukosa tanpa menghasilkan gas. Sel ini cukup resisten terhadap

pembekuan, pengeringan, kadar garam tinggi, dan pH ≥5. Listeria monocytogenes

sensitif terhadap suhu pasteurisasi (Ray 2004). Bakteri ini secara alami terdapat

pada tanah, usus hewan dan area pengolahan yang lembab (Wallace et al. 2011).

Gambar 3 Listeria monocytogenes (Bio Research Laboratories, Inc. 2010).