142
SKRIPSI PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH TNI-AL DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF OLEH : FIRMAN SETIADHI MAKMUR B 111 07 612 BAGIAN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

SKRIPSIdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 26. · Ruang Lingkup Kriminologi 28 3. Aliran Pemikiran Dalam Kriminologi 29 C. Tindak Pidana Perikanan

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • SKRIPSI

    PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH TNI-AL

    DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

    OLEH :

    FIRMAN SETIADHI MAKMUR

    B 111 07 612

    BAGIAN HUKUM PIDANA

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2012

  • i

    HALAMAN JUDUL

    PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH TNI-AL

    DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

    OLEH :

    FIRMAN SETIADHI MAKMUR

    B 111 07 612

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesain Studi Sarjana dalam

    Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum

    Pada

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2012

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    ABSTRAK

    FIRMAN SETIADHI MAKMUR (B11107 612). Penanggulangan Tindak Pidana Perikanan oleh TNI-AL (dibimbing oleh Muhadar dan Kaisaruddin Kamaruddin).

    Penelitian ini bertujuan Untuk menganalisis dan memahami berbagai faktor yang turut mempengaruhi terjadinya tindak pidana perikanan di wilayah zona ekonomi eksklusif indonesia (ZEEI) Guna mengetahui sejauhmana upaya TNI-AL dalam penanggulangan tindak pidana perikanan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI).

    Penelitian ini dilaksanakan Di Kota Makassar dan memilih instansi

    Lantamal VI Kota Makassar dan Pusat Dokumentasi & Informasi Hukum Laboratorium Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Faktor yang mempengaruhi

    terjadinya tindak pidana perikanan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) lebih didasari oleh faktor ekonomi. Faktor ekonomi sangat dominan oleh karena di wilayah ZEEI banyak mengandung sumber daya alam hayati dan non hayati yang berlimpah. Motivasi memperoleh keuntungan besar dari segi bisnis mendorong untuk melanggar ketentuan perundang-undangan di bidang perikanan di wilayah ZEEI. (2) Penanggulangan tindak pidana perikanan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) oleh TNI-AL dilakukan dalam bentuk preventif dan represif. Bentuk preventif mengarah kepada upaya pencegahan terhadap niat pihak-pihak tertentu untuk melakukan berbagai pelanggaran dilaut, seperti: memfokuskan kehadiran unsur laut dan patrol udara maritim di perairan perbatasan dan jalur –jalur strategik serta perairan rawan selektif. Sedangkan, bentuk represif yaitu TNI-AL senantiasa menindak tegas pihak-pihak tertentu yang terbukti melakukan tindak pidana di laut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku upaya ini dilakukan secara cepat untuk menghindari timbulnya kerugian dan klaim dari pihak yang di rugikan,konsisten dengan penerapan sanksi yang seimbang dan dengan adanya efek penjeraan, serta profesional dengan tindakan aparat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

  • vi

    ABSTRACT

    FIRMAN SETIADHI MAKMUR ( B11107 612). Penanggulangan of Doing An Injustice (of) Fishery by TNI-AL ( guided by Muhadar and Kaisaruddin Kamaruddin).

    This Research aim to To analyse and comprehend various factor

    which partake to influence the happening of doing an injustice [of] fishery [in] exclusive economic zona region [of] indonesia ( ZEEI) Utilize to know the sejauhmana strive the TNI-AL in penanggulangan of doing an injustice (of) fishery [in] exclusive economic zona region (of) Indonesia ( ZEEI)

    This Research (is) executed (In) Town Makassar and chosen the institution of Lantamal VI of Town Makassar and Center The Documentation & Information Punish The Science Laboratory Punish The Faculty Of Law of University Hasanuddin

    Result of research indicate that ( 1) Factor influencing the happening of doing an injustice (of) fishery (in) exclusive economic zona region [of] Indonesia ( ZEEI) more constituted by economic factor. Economic factor very dominant because of (in) region ZEEI (of) a lot of containing experienced resource involve and non involving galore. Motivate to obtain;get the big advantage from business facet push to impinge the legislation rule (in) fishery area [in] region ZEEI. ( 2) Penanggulangan of doing an injustice (of) fishery [in] exclusive economic zona region (of) Indonesia ( ZEEI) by TNI-AL (done/conducted) in the form of preventif and represif. Form the preventif instruct to prevention effort to certain unrightious intention to (do/conduct) various collision gone out to sea, like: focussed the element attendance go out to sea and patrol of air maritim (in) territorial water of frontier and band - strategic band and also territorial water selective gristle. While, form represif that is TNI-AL ever act coherent (of) proven certain partys [do/conduct) doing an injustice (in) sea (of) according to law and regulation going into effect this effort (is) (done/conducted) quickly to avoid incidence (of) loss and claim from party which is (in),konsisten with the well-balanced sanction applying and with the existence of discouragement effect, professional and also with the action aparat

  • vii

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Segala puji dan syukur Penulis ucapkan yang tiada hentinya kepada

    Allah SWT yang maha esa atas segala rahmat dan karunia-Nya berupa

    nikmat iman dan kesehatan ,sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi

    ini.

    “Tak ada gading yang tak retak” pribahasa inilah yang dapat penulis

    kiaskan,karena Penulis menyadari bahwa skripsi ini, disusun atas segala

    keterbatasan yang di miliki sehingga masih jauh dari kesempurnaan.oleh

    karena itu segala saran dan kritik Penulis harapkan sebagai sebuah masukan

    dan pelajaran bagi Penulis.

    Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan dan kesulitan

    yang di hadapi oleh Penulis,tetapi semua itu dapat dilewati Penulis berkat

    dorongan dan bantuan dari berbagai pihak .oleh karena itu ,dengan segala

    kerendahan hati Penulis haturkan terima kasih kepada segala pihak yang

    membantu dalam penyusunan skripsi ini.

    Pada kesempatan ini ,Penulis ingin menghaturkan terima kasih

    kepada pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini

    terutama kepada :

    1. Ayahanda H.Nadir Makmur,S.E dan ibunda Hj.Rosinah nurdin, S.E

    yang telah menjadi orang tua nomor satu di dunia karena berkat

  • viii

    kesabaran, kasih sayang dan doa restunya selama penulis menuntut

    ilmu , dan juga kepada saudara-saudaraku Andhika Kurniawan

    Makmur,SE dan Hardian Dewantara Makmur yang selama ini telah

    menjadi saudara sekaligus sahabat bagi penulis.

    2. Bapak Prof.Dr Muhadar,S.H,M.S selaku pembimbing 1dan Bapak

    Kaisaruddin Kamaruddin,S.H selaku pembimbing 2 yang telah

    meluangkan waktu membagi ilmu yang berharga dalam membimbing

    Penulis menyusun skripsi ini.

    3. Bapak Prof.Dr,dr,Idrus Patturusi selaku Rektor Universitas Hasanuddin

    beserta segenap jajarannya.

    4. Bapak Prof .Dr.Aswanto,S.H,M.H,DFM, selaku Dekan fakultas Hukum

    Universitas Hasanuddin beserta jajarannya.

    5. Bapak Prof.Dr.Aswanto,S.H,M.H,DFM, Bapak Amir Ilyas S.H,M.H dan

    ibu Haeranah ,S.H,M.H selaku penguji dalam ujian skripsi Penulis

    yang telah memberikan saran-saran dalam perbaikan dalam skripsi ini.

    6. Seluruh Bapak dan Ibu DosenFakultas Hukum Universitas Hasanuddin

    atas segala ilmu yang telah diberikan selama kurang lebih empat

    tahun Penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Univeritas

    Hasanuddin.

    7. Para staf akademik ,kemahasiswaan ,dan perpustakaan yang telah

    banyak membantu Penulis.

  • ix

    8. Komandan Lantamal VI (wilayah Makassar)beserta seluruh jajarannya

    yang membantu Penulis memperoleh data yang dibutuhkan.

    9. Sahabat-sahabat Penulis Nadia Natasya, Mayor satu taruna Akhmad

    Rivandy, Mayor satu taruna. Rizal Nugraha, A.Khadijah S.Pawi S.H,

    Syahraeni Arsam S.H, Randi H.Salim , dan Andi Marksun Setiawan.

    10. Teman-teman seperjuangan Insan Anshari S.H,Alamsyah S.H,Anshar

    nugraha S.H, Yogie Adhiyaksa S.H dan Dwi Awal S.H

    11. My lovely Buje “Sakina Setia Mana”, yang dengan sabar memberikan

    dukungan,doa dan mendampingi Penulis dalam penyelesaiaan Skripsi

    ini.

    12. Rekan-rekan Posko Biraeng Nurmaulani S.E, Andi syuranti Akhmad

    S.Pt ,Greace Tulak S.T, Risma Fatimah Lolok, Faizal Alimaturahim

    S.Pi, Hardiansyah ,dan Wahyudi

    13. LEGALITAS 07 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

    ,COMPANERO , OVJ FC serta semua pihak yang tidak Dapat Penulis

    sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan sumbangsih

    pikiran ,dukungan, baik materi dan non materi ,penulis haturkan terima

    kasih.

    Semoga Allah SWT senantiasa membalas pengorbanan tulus yang

    telah diberikan dengan segala limpahan rahmat dan hidayah dari-

  • x

    Nya.akhir kata Penulis persembahkan karya ini semoga bermanfaat bagi

    kita semua.Amin.

    Makassar, November 2011

    Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL i

    PENGESAHAN SKRIPSI ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

    PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI iv

    ABSTRAK v

    UCAPAN TERIMA KASIH vi

    DAFTAR ISI x

    DAFTAR GAMBAR xii

    BAB I PENDAHULUAN 1

    A. Latar belakang masalah 1

    B. Rumusan masalah 8

    C. Tujuan penilitian 8

    D. Kegunaan penilitian 8

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9

    A. Tindak Pidana 9

    1. Pengertian Tindak Pidana 9

    2. Unsur-Unsur Tindak Pidana 11

    3. Penggolongan Tindak Pidana 14

    4. Tempat dan Waktu Terjadinya 20

    5. Jenis-Jenis Tindak Pidana 21

    6. Faktor-Faktor yang menimbulkan tindak pidana 22

    B. Kriminologi 26

    1. Pengertian Kriminologi . 26

    2. Ruang Lingkup Kriminologi 28

    3. Aliran Pemikiran Dalam Kriminologi 29

    C. Tindak Pidana Perikanan 32

    D. TNI –AL Dalam Ketentuan Undang-Undang Perikanan 65

  • xii

    E. Zona Ekonomi Eksklusif 67

    1. Definisi Zona Ekonomi Eksklusif 67

    2. Status Hukum Zona Ekonomi Eksklusif 74

    BAB III METODE PENELITIAN 77

    A. Lokasi Penilitian 77

    B. Jenis dan Sumber Data 77

    C. Teknik Pengumpulan Data 78

    D. Teknik Analisis Data 78

    BAB IV PEMBAHASAN 79

    A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Tindak Pidana

    Perikanan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 79

    B. Upaya TNI –AL dalam penanggulangan tindak pidana Perikanan

    di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 94

    BAB V PENUTUP 126

    A. Kesimpulan 126

    B. Saran 127

    DAFTAR PUSTAKA 128

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 . Purse Seine bagian 1

    Gambar 2. Purse Seine bagian 2

    Gambar 3. Trawl bagian 1

    Gambar 4.Trawl bagian 2

    Gambar 5. Mekanisme Penegakkan Hukum Di laut

    Gambar 6.Mekanisme Penyelesaian Tindak Pidana di Lantamal

  • 14

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Negara Republik Indonesia terletak pada Lintang Utara -

    Lintang Selatan dan Bujur Timur - Bujur Timur. Terletak di Asia

    Tenggara, melintang di garis khatulistiwa di antara Benua Asia dan

    Australia serta diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Karena

    terletak di antara dua benua dan dua samudera, Indonesia disebut juga

    sebagai Nusantara, yang bermakna Kepulauan Antara. Indonesia

    berbatasan dengan Malaysia di pulau Kalimantan, berbatasan dengan

    Singapura dan Malaysia di timur laut yang dibatasi oleh selat Malaka,

    berbatasan dengan Philipina yang dibatasi laut Sulawesi, berbatasan

    langsung dengan Papua Nugini di pulau Papua, berbatasan langsung

    dengan Timor Leste (Timor Timur) di Pulau Timor, dan berbatasan

    dengan Australia di sebelah selatan yang dibatasi oleh Samudera Hindia

    atau Samudera Indonesia (Gamal Komandoko, 2010:7) .

    Indonesia juga tercatat sebagai Negara kepulauan terbesar

    didunia. Jumlah pulau besar maupun kecil yang termasuk dalam wilayah

    Negara Republik Indonesia sekitar 17.508 pulau. Pulau-pulau utama di

  • 15

    Indonesia adalah pulau Kalimantan (539.460 ), Irian atau Papua

    (421.981 ), Sulawesi (189.216 ), Sumatera (473.606 ), dan

    Jawa (132.107 ). Luas wilayah keseluruhan Negara Indonesia sekitar

    1.904.443 yang dihuni penduduk Indonesia, menurut sensus tahun

    2005, sekitar 241.973.900 jiwa jumlahnya dengan angka kepadatan

    penduduk 127 jiwa/ . Dengan wilayah seluas itu dan juga besar jumlah

    penduduknya membuat Negara Republik Indonesia tercatat sebagai

    Negara terluas ke-15 dunia dan Negara berpenduduk terbesar ke-4 dunia

    di bawah Republik Rakyat China, India, dan Amerika Serikat. Selain itu,

    Negara Republik Indonesia juga tercatat selaku Negara dengan garis

    pantai terpanjang nomor 2 di dunia setelah Kanada (Gamal Komandoko,

    2010:7).

    Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau, sekitar 6.000 di antaranya

    tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar khatulistiwa, memberikan

    cuaca tropis (iklim di Indonesia dapat dikategorikan menjadi: musim

    (muson), tropika, dan laut). Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung

    berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi terletak di dasar laut dan tidak

    terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat pertemuan dua

    rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire), dan terdapat puluhan

    patahan aktif di wilayah Indonesia. Suhu udara di dataran rendah

  • 16

    Indonesia berkisar antara 23 derajat celcius sampai 28 derajat celcius

    sepanjang tahun.

    Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, di

    daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi

    sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera barat, Sumatera Utara, Riau,

    Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi

    Barat, Sulawesi Utara, Malaku Utara dan Delta Mamberamo di

    Irian.(www.wikipedia.com, Diakses Pada Tanggal 12 September 2011).

    Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud

    dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

    memiliki kedaulatan dan yurisdiksi atas wilayah perairan Indonesia, serta

    kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan tentang pemanfaatan

    sumber daya ikan, baik untuk kegiatan penangkapan maupun

    pembudidayaan ikan sekaligus meningktakan kemakmuran dan keadilan,

    guna pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa dan

    Negara dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya

    ikan dan lingkungannya serta kesinambungan pembangunan perikanan

    nasional (Penjelasan Umum Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang

    Perikanan).

    http://www.wikipedia.com/

  • 17

    Untuk definisi perikanan itu sendiri telah ditentukan dalam Pasal 1

    Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan :

    “Perikanan adalah semua kegiatan yang yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.”

    Jelas bahwa bidang perikanan mempunyai peranan yang penting

    dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama

    dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan

    pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya,

    nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, dan pihak-pihak pelaku usaha di

    bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan

    ketersediaan sumber daya ikan.

    Pelaksanaan penegakan hukum di bidang perikanan menjadi

    sangat penting dan strategis dalam rangka menunjang pembangunan

    perikanan secara terkendali dan sesuai dengan asas pengelolaan

    perikanan, sehingga pembangunan perikanan dapat berjalan secara

    berkelanjutan. Oleh karena itu, adanya kepastian hukum merupakan

    suatu kondisi yang mutlak diperlukan. Penegakan hukum atas tindak

    pidana perikanan meliputi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di

    siding pengadilan.

  • 18

    Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, penuntutan,

    dan pemeriksaan di siding pengadilan, disamping mengikuti hokum acara

    yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981Tentang Kitab

    Undang-Undang Hukum Acara Pidana, juga dalam undang-undang

    perikanan yang memuat ketentuan khusus.

    Lalu kemudian muncul pertanyaan, sejauh manakah keterkaitan

    TNI-AL dalam penegakan hukum pidana di bidang perikanan ?.

    berdasarkan kontekstual pasal dalam Undang-Undang No. 31 Tahun

    2004 Tentang Perikanan telah ditentukan dengan tegas melalui Pasal 73

    Ayat (1) :

    “Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Perwira TNI-AL, dan pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.”

    Ayat (2) :

    “Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi.”

    Ayat (3) :

    “Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b pelaksanaannya harus sudah diterapkan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini diundangkan.”

  • 19

    Berdasarkan ketentuan diatas dapat dikatakan TNI-AL dalam

    upaya penanganan tindak pidana perikanan hanya berperan sebagai

    penyidik, disamping penyidik pegawai negeri sipil perikanan dan pejabat

    polisi Negara Republik Indonesia serta dapat juga menjalin koordinasi

    bersama dalam penanganan tindak pidana perikanan.

    Hal tersebut diatas dibuktikan sebagaimana berita yang diperoleh

    penulis dibawah ini (www.detiknews.com, diakses pada tanggal 13

    September 2011) :

    “Aparat TNI AL menangkap menangkap kapal ikan berbendera Taiwan dan tugboat serta tongkang berbendera Singapura karena beroperasi secara ilegal. Kapal Taiwan, Hwang Jyi Long, ditangkap di perairan Ranai, Kepulauan Natuna. Sedangkan tugboat serta tongkang berbendera Singapura TB Marcopolo-107 dan TK Marcopolo-108 dibekuk di perairan Bengkalis, Sumatera Utara. Kapal-kapal itu ditangkap pada Kamis (12/3/2009). Demikian disampaikan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul dalam rilis yang diterima detikcom. Kapal ikan tuna long line Hwang Jyi Long dengan tanda selar CT4-2976 ditangkap oleh KRI Imam Bonjol-383 pada posisi 04 52 75 Utara dan 8211; 107 > 07 00 Timur. Kapal Taiwan tersebut diawaki 11 orang anak buah kapal (ABK) dan memuat kurang lebih 50 ton ikan tuna yang diduga ditangkap di perairan yurisdiksi nasional Indonesia secara ilegal karena tidak disertai dokumen perizinan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku, antara lain tidak memiliki dokumen kapal untuk pelayaran berupa Port Clearence maupun Log Book. Berdasarkan data recording posisi kapal CT4-2978 pada Sea Map yang terpasang di kapal menunjukkan bahwa kapal Hwang Jyi Long memasuki wilayah teritorial Indonesia, sehingga kapal tersebut diduga melakukan transhipment di perairan yurisdiksi nasional Indonesia. Bukti-bukti yang ditemukan termasuk jaring dan tuna long line. Kapal itu diduga kapal tersebut melakukan tindak pidana perikanan yang melanggar UU 31/ 2004 tentang Perikanan dan UU RI No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Selanjutnya kapal dan sejumlah barang bukti lainnya

    http://www.detiknews.com/

  • 20

    dikawal menuju Pos TNI AL Sabang Mawang, Ranai, Natuna. Sementara itu, TB. Marcopolo 107 dengan tanda selar GT 164 No. 157/PPJ yang diawaki 10 ABK dan nakhoda Donal Wahyudi adalah milik PT. Pelayaran Teguh Persada Kencana. Sedangkan TK. Marcopolo-108 dengan tanda selar GT-1967 NT.591 adalah milik PT. Pelayaran Armada Maritim Nusantara berbendera Singapura bermuatan tisu 40 container, Pulp 33 konteiner dan kertas 128 konteiner. TB. Marcopolo-107 ketika sedang menarik TB. Marcopolo-108 ditangkap oleh Patroli Keamanan Laut (Patkamla) Lanal Dumai pada posisi 01 17 970 Utara dan 8211; 102 25 590 Timur karena tidak memiliki dokumen yang seharusnya ada di atas kapal sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya kedua kapal tersebut dikawal menuju Pos TNI AL Bengkalis.”

    Peranan TNI AL dalam penanggulangan tindak pidana perikanan

    akan sangat terasa apabila tindak pidana perikanan itu diwujudkan

    diwilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI). Oleh karena dalam

    undang-undang perikanan tepatnya pada Pasal 97 Ayat (1) ditegaskan :

    “Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbedera asing yang tidak memiliki izin penangkapan ikan, yang selama berada di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tidak menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Ayat (1), dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

    Ayat (2) berbunyi :

    “Nakhoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbedera asing yang telah memiliki izin penangkapan ikan dengan 1 (satu) jenis alat penangkapan ikan tertentu pada bagian tertentu di ZEEI yang membawa alat penangkpan ikan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Ayat (2), dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milliar rupiah).”

  • 21

    Jadi berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengangkat

    suatu karya ilmiah dengan judul “PENANGGULANGAN TINDAK

    PIDANA PERIKANAN OLEH TNI-AL”.

    B. Rumusan Masalah

    1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana

    perikanan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI)?

    2. Bagaimanakah upaya TNI-AL dalam penanggulangan tindak pidana

    perikanan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) ?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Untuk menganalisis dan memahami berbagai faktor yang turut

    mempengaruhi terjadinya tindak pidana perikanan di wilayah zona

    ekonomi eksklusif (ZEE)

    2. Guna mengetahui sejauhmana upaya TNI-AL dalam penanggulangan

    tindak pidana perikanan di wialayah zona ekonomi eksklusif (ZEE)

    D. Kegunaan Penelitian

    1. Data menjadi bahan pembelajaran dan pengembangan ilmu

    pengetahuan dibidang hukum pidana khususnya pada bidang tindak

    pidana perikanan.

    2. Melengkapi sumber pustaka bagi penelitian selanjutnya.

  • 22

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tindak Pidana

    1. Pengertian Tindak Pidana

    Pembentuk Undang-Undang kita menyebut istilah tindak

    pidana sebagai pengganti dari perkataan Strafbaar feit. Perkataan

    feit berasal dari bahasa Belanda, sedangkan Strafbaar berarti

    “dapat dihukum” sedangkan feit yang berarti “sebagian dari suatu

    kenyataan”. Secara harafiah perkataan Strafbaar feit dapat

    diterjemahkan sebagai dari suatu kenyataan yang dapat dihukum,

    sehingga akan diketahui bahwa yang dapat dihukum sebenarnya

    adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuataan,

    ataupun tindakan. Selain tindak pidana, Strafbaar feit juga

    diterjemahkan sebagai perbuatan pidana.

    Peristiwa pidana dan perbuatan yang dapat hukum.

    Moeljatno (2001 : 76) menggunakan istilah perbuatan pidana yaitu

    sebagai berikut :

    “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan

    hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu

    diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu suatu

    keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang),

  • 23

    sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang

    menimbulkannya kejadian itu”.

    Yaitu adanya kelakuan atau perbuatan, dirumuskan dalam

    Undang-Undang, Bersifat melawan hukum atau bertentangan,

    diancam pidana atau patut dipidana dan dilakukan oleh orang yang

    mampu bertanggung jawab.

    Alasan Moeljatno menggunakan istilah perbuatan karena

    antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat

    antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu

    berhubungan erat. Untuk menyatakan hubungan yang erat itu

    dipakai perkataan perbuataan yaitu suatu pengertian abstrak yang

    menunjuk kepada dua keadaan konkrit yaitu adanya kejadian

    tertentu dan adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan

    kejadian itu.

    Strafbaar feit atau yang biasa dikenal dengan tindak pidana

    atau perbuatan pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam

    hukum pidana. Pengertian perbuatan ternyata yang dimaksudkan

    bukan hanya yang berbentuk “positif”, artinya “sesuatu” atau

    “berbuat sesuatu” (yang dilarang), dan berbentuk ”negatif”, artinya

    ”tidak berbuat sesuatu” (yang dilarang) dan “berbentuk negatif”,

    artinya “tidak berbuat sesuatu” (yang diharuskan).

  • 24

    Berdasarkan pengertian di atas dapat dirumuskan, bahwa

    tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melawan hukum yang

    dilarang oleh aturan pidana baik dilakukan secara sengaja maupun

    tidak sengaja yang merugikan orang lain dan bagi pelakunya akan

    dikenakan pidana.

    2. Unsur-unsur Tindak Pidana

    Di dalam suatu tindak pidana terdapat unsur–unsur dalam

    arti luas yaitu yang membuat suatu perbuatan itu menjadi tindak

    pidana ditinjau dari segi subjektif. Kecuali itu tindak pidana mewakili

    unsur-unsur dalam arti sempit yaitu unsur-unsur yang dijumpai

    dalam rumusan tiap-tiap delik di dalam pasal-pasalnya, dengan

    maksud untuk memiliki.

    Unsur-unsur subyektif pidana adalah yang melekat pada diri

    pelaku:

    1) Kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa)

    2) Niat atau maksud dengan segala bentuknya

    3) Ada atau tidaknya perencanaan untuk melakukan

    perbuatan tersebut;

    4) Adanya perasaan takut.

    Sedangkan unsur obyektif dalam tindak pidana adalah hal-

    hal yang berhubungan dengan keadaan lahiriah ketika tindak

    pidana dilakukan, antara lain:

  • 25

    1) Sifat melawan hukum

    2) Kualitas atau kedudukan si pelaku

    3) Kausalitas, yaitu hubungan sebab akibat yang terdapat

    di dalamnya.

    Suatu perbuatan akan menjadi suatu tindakan pidana

    apabila perbuataan tersebut:

    1) Melawan hukum

    2) Merugikan masyarakat

    3) Dilarang oleh aturan dengan pidana

    4) Pelakunya diancam dengan pidana

    Rumusan tindak pidana terdapat dalam buku Kedua dan

    Ketiga KUHPidana dan biasanya dimulai dengan kata barangsiapa

    yang berarti yang dapat melakukan suatu tindak pidana atau

    subyek tindak pidana atau subyek pidana pada umumnya adalah

    manusia. Ancaman pidana yang dapat dijatuhkan sesuai dengan

    Pasal 10 KUHP, seperti pidana mati, pidana penjara, pidana

    kurungan, denda, dan tambahan mengena pencabutan hak, dan

    sebagainya. Menunjukkan bahwa yang dapat dikenai pada

    umumnya adalah manusia atau person.

    Undang-Undang mengenai pengertian tindak pidana

    penganiayaan, hal itu tidak ditentukan oleh Undang-Undang. Di

    dalam KUHP tidak memberikan ketentuan apakah yang diartikan

  • 26

    dengan penganiayaan, sebagaimana di dalam yurisprudensi,

    penganiayaan diartikan sebagai sengaja menyebabkan perasaan

    tidak enak (penderitaan) merasa sakit termasuk pula sengaja

    merusak kesehatan orang.

    Untuk unsur-unsur tindak pidana ini, Moeljatno (2001:128)

    melihat dari segi yang lain yaitu mengemukakan bahwa unsur-

    unsur tindak pidana berdasarkan rumusan undang-undang adalah:

    1) Dalam tiap-tiap delik terdapat unsur tindakan atau perbuatan seseorang;

    2) Dalam beberapa delik disebutkan apa yang dinamakan akibat konstitutif, terdapat dalam delik materiil, misalnya hilangnya nyawa orang lain.

    3) Banyak delik yang memuat unsur-unsur psikis, seperti kesengajaan atau kealpaan.

    4) Dalam beberapa delik terdapat faktor subyektif psikis dan subyektif non psikis.

    5) Dalam beberapa delik terdapat keadaan yang obyektif; 6) Beberapa delik memuat syarat tambahan untuk dapat

    dipidana; 7) Dalam berbagai delik terdapat sifat melawan hukum

    yang disebut dengan tegas.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur suatu peristiwa

    dikatakan sebagai perkara tindak pidana apabila memenuhi

    syarat-syarat sebagai berikut :

    1) harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang

    dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang;

    2) perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan

    dalam undang-undang. Pelakunya harus telah

  • 27

    melakukan suatu kesalahan dan harus

    mempertanggungjawabkan perbuatannya;

    3) harus ada kesalahan yang dapat

    dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang

    dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang

    melanggar ketentuan hukum; dan

    4) harus ada ancaman hukumnya. Dengan kata lain,

    ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan

    sanksinya.

    3. Penggolongan Tindak Pidana

    Pembagian tindak pidana dalam suatu kelompok benda atau

    manusia dalam jenis tertentu dapat sangat bermacam-macam

    sesuai dengan kehendak yang mengelompokkan yaitu menurut

    dasar apa yang diinginkan, demikian pula dengan tindak pidana.

    Menurut Moeljatno pembentuk undang-undang membuat

    penggolongan tindak pidana dari berbagai undang-undang tentang

    hukum pidana, yaitu penggolongan kejahatan (misdrijven) dan

    pelanggaran (overtredingen).

  • 28

    Penggolongan yang dimaksud diatas tadi terlihat dalam

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terdiri dari :

    1) Buku I, memuat Ketentuan Umum (algemene leerstrukken); Terdiri atas Bab I – IX (Pasal – 103)

    2) Buku II, memuat tentang Kejahatan (misdrijven) Terdiri atas Bab I – XXXI (Pasal 104 – 488)

    3) Buku III, memuat tentang Pelanggaran (overtredingen). Terdiri atas Bab I – IX (Pasal 489 – 569)

    KUHP sendiri mengklarifikasi tindak pidana atau delik ke

    dalam dua kelompok besar yaitu dalam buku Kedua dan Ketiga

    masing-masing menjadi kelompok kejahatan dan pelanggaran-

    pelanggaran, misalnya Bab I buku Kedua adalah kejahatan

    terhadap keamanan negara dengan demikian merupakan kelompok

    yang tindak pidana yang sasarannya adalah keamanan negara,

    yaitu :

    1. Kejahatan dan Pelanggaran

    KUHP menempatkan kejahatan di dalam KUHP

    buku kedua dan pelanggaran pada buku Ketiga, tetapi

    tidak ada penjelasan mengenai apa yang disebut dengan

    kejahatan dan pelanggaran.

    Kejahatan merupakan suatu delik hukum dan

    sedangkan pelanggaran adalah merupakan suatu delik

    Undang-Undang. Delik Hukum adalah suatu pelanggaran

    hukum yang dirasakan melanggar keadilan misal;

  • 29

    pembunuhan, mencuri, dan sebagainya. Sedangkan delik

    Undang-Undang misalnya; keharusan memiliki SIM dan

    mengenakan helm ketika mengendarai sepeda motor.

    Karena adanya pembedaan kualitatif di atas sulit

    dipertahankan, akhirnya orang mencoba membedakan

    secara kuantitatif yaitu ditinjau dari berat ringannya

    ancaman pidana. Untuk kejahatan ancaman pidananya

    lebih berat daripada pelanggaran.

    2. Delik formal dan delik material

    Delik formal di sini adalah suatu delik yang

    dianggap selesai dengan “dilakukan perbuatan” itu atau

    titik beratnya berada pada perbuatan itu sendiri. Inti delik

    formal adalah perbuatannya sedangkan akibatnya adalah

    hanya merupakan hal yang kebetulan.

    Untuk delik material, titik beratnya ada pada “akibat

    yang dilarang”, delik ini dianggap selesai jika akibat sudah

    terjadi. Di dalam pembuktian, membuktikan delik materi

    lebih sulit karena kecuali harus membuktikan bahwa

    seseorang telah melakukan delik tersebut juga harus

    dibuktikan hubungan sebab akibatnya.

  • 30

    3. Delik Dolus dan Delik Culpa

    a) Delik Dolus adalah delik yang memuat unsur

    kesengajaan, rumusan kesengajaan mungkin dengan

    kata-kata yang tegas ……dengan sengaja, tetapi

    mungkin juga dengan kata-kata lain yang senada,

    seperti … diketahui, dan sebagainya.

    b) Delik Culpa membuat unsur kealpaan, dengan kata

    ….karena kealpaannya.

    4. Delik Commisionis dan Omissionis

    Pelanggaran hukum ini dapat berbentuk berbuat

    sesuatu yang dilarang atau tidak berbuat sesuatu yang

    diharuskan.

    a. Delik Commisionis

    Contoh berbuat mengambil, menganiaya, dan

    sebagainya

    b. Delik Ommisionis

    Misal Pasal 522 (tidak datang menghadap ke

    Pengadilan sebagai saksi).

    Ada juga Delik Commersial Perommissionem

    Commisa, contoh seorang penjaga pintu lintasan kereta

    api yang tidak menutup pintu sehingga terjadi kecelakaan

    (164).

  • 31

    5. Delik Aduan dan Delik Biasa

    Delik aduan adalah tindak pidana yang

    pengetahuannya hanya dilakukan atas dasar adanya

    pengawasan dari pihak yang berkepentingan. Ada dua

    jenis delik aduan yaitu :

    a. Delik aduan absolute

    Yang penuntutannya berdasarkan pengaduan

    b. Delik aduan relative

    Karena adanya hubungan istimewa antara pelaku

    dengan korban.

    Contoh pencurian dalam keluarga (pasal 367 ayat (2)

    dan (3)).

    Sebaliknya dalam masalah pembajakan buku,

    kaset dan sebagainya yang semula merupakan delik

    aduan di dalam UU hak cipta yang baru dinyatakan

    bukan sebagai delik aduan.

    6. Delik berturut-turut

    Tindak pidana yang dilakukan berturut-turut

    7. Delik yang berlangsung terus

    8. Delik berkualifikasi

    Tindak pidana dengan pemberatan

    9. Delik dengan Privilege

  • 32

    Delik ini dengan peringanan

    10. Delik politik

    11. Suatu tindak pidana yang berkaitan dengan negara

    sebagai suatu keseluruhan.

    12. Delik Propria

    Suatu tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang

    mempunyai kualitas tertentu.

    Demikian penelaahan dari pengertian tindak pidana atau

    strafbaar feit.

    Sedangkan perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau

    sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan

    yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman.

    Perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:

    1. Perbuatan pidana (delik) formal ialah perbuatan pidana yang

    sudah dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar

    ketentuan yang dirumuskan dalam pasal undang-undang yang

    bersangkutan. Contoh : pencurian adalah perbuatan yang

    sesuai dengan rumusan Pasal 326 KUHP.

    2. Delik material adalah suatu perbuatan pidana yang dilarang,

    yaitu akibat yang timbul dari perbuatan. Contoh : Pembunuhan.

  • 33

    3. Delik dolus adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan

    dengan sengaja. Contoh pembunuhan berencana (Pasal 340

    KUHP).

    4. Delik Culpa adalah perbuatan pidana yang tidak sengaja,

    karena kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang.

    Contoh : Pasal 359 KUHP.

    5. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan

    pengaduan orang lain. Jadi sebelum ada pengaduan belum

    merupakan delik. Contoh : perzinahan, penghinaan.

    4. Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan

    kepada keamanan Negara baik secara langsung maupun tidak

    langsung. Contoh : pemberontakan menggulingkan pemerintahan

    yang sah. (Kansil & Christine, 2001:166-172)

    5. Tempat dan Waktu Terjadinya Tindak Pidana

    Mengenai tempat di mana peristiwa itu terjadi (locus

    delictie), adalah penting untuk menetapkan :

    1) Apakah terhadap suatu peristiwa itu berlaku undang-

    undang negara kita sendiri ataukah undang-undang

    pidana negeri asing.

    2) Pengadilan mana yang kompeten mengadili perkaranya,

    berhubung dengan ketentuan pembagian kekuasaan

    pengadilan.

  • 34

    Sedangkan mengenai waktu terjadinya peristiwa pidana

    (tempus delicti) penting untuk (Kuffal, 2007:210) :

    1. Menetapkan, apakah yang harus diperlakukan itu

    ketentuan-ketentuan dari KUHP yang berlaku sekarang

    ataukah yang berlaku sebelumnya.

    2. Menetapkan berlaku tidaknya pasal 45, 46, 47 KUHP,

    yaitu ketentuan terhadap tertuduh pada waktu melakukan

    tindak pidana belum cukup umur.

    3. Menetapkan berlaku tidaknya pasal 79 ayat (1) KUHP,

    yaitu tentang daluwarsa (verjaring).

    6. Jenis-jenis Tindak Pidana

    Ada beberapa jenis-jenis tindak pidana, yaitu:

    1) Tindak Pidana Materiil (materieel delict) adalah apabila

    tindak pidana yang dimaksudkan dalam suatu ketentuan

    hukum pidana di situ dirumuskan sebagai perbuatan

    yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tanpa

    merumuskan wujud dari perbuatan itu.

    2) Tindak pidana formal (formeel delict) adalah apabila

    tindak pidana yang dimaksudkan dirumuskan sebagai

    wujud perbuatanya, tanpa mempersoalkan akibat yang

    disebabkan oleh perbuatan itu.

  • 35

    3) Commissie Delict adalah tindak pidana yang berupa

    melakukan suatu perbuatan positif, umpamanya

    membunuh, mencuri dan lainlain. Jadi hampir meliputi

    semua tindak pidana.

    4) Ommissie delict adalah melalaikan kewajiban untuk

    melakukan sesuatu.

    5) Gequalificeerd Delict, istilah ini digunakan untuk suatu

    tindak pidana tertentu yang bersifat istimewa.

    6) Voortidurend Delict adalah tindak pidana yang tidak ada

    hentinya.

    7. Faktor-faktor Yang Menimbulkan Tindak Pidana

    Sebab-sebab timbulnya tindak pidana atau suatu kejahatan

    dapat dijumpai dalam berbagai faktor. secara garis besar faktor-

    faktor yang dapat menimbulkan tindak pidana atau suatu kejahatan

    terdiri atas dua bagian yaitu (Waluyadi, 2003:29-56) :

    1. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri individu (intern),

    seperti :

    a) Sifat khusus dalam diri individu

    (1) Sakit jiwa : orang yang terkena sakit jiwa mempunyai

    kecenderungan untuk bersikap anti sosial. Seorang sakit

  • 36

    jiwa mempunyai kecenderungan untuk melakukan

    penyimpangan.

    (2) Data emosional : masalah emosional erat hubungannya

    dengan masalah sosial yang dapat mendorong seseorang

    untuk berbuat menyimpang. Penyimpangan ini dapat

    mengarah kepada suatu perbuatan kriminal jika orang

    tersebut tidak mampu untuk mencapai keseimbangan

    antara emosinya dengan kehendak masyarakat.

    (3) Rendahnya mental : rendahnya mental erat hubungannya

    dengan daya intelegensi. Jika seseorang mempunyai daya

    intelegensi yang tajam dan dapat menilai realitas, maka

    semakin mudah ia untuk dapat menyesuaikan diri dengan

    masyarakat dan begitu pun sebaliknya.

    (4) Anomi (kebingungan : secara psikologis, kepribadian

    manusia itu sifatnya dinamis yang ditandai dengan adanya

    kehendak, berorganisasi, berbudaya dan sebagaianya.

    Kehendak-kehendak tersebut bersandar pada manusia

    sebagai makhluk sosial. Masa anomi (kebingungan)

    biasanya ditandai dengan ditinggalkannya keadaan yang

    lama dan mulai menginjak dalam keadaan yang baru.

    b) Sifat umum dalam diri individu, seperti :

  • 37

    (1) Umur : sejak kecil hingga dewasa, manusia selalu

    mengalami perubahan-perubahan di dalam jasmani dan

    rohaninya. Dengan adanya perubahan-perubahan tadi

    maka tiap-tiap masa manusia dapat berbuat kejahatan,

    hanya ada perbedaan dalam tingkatan kejahatan sesuai

    dengan perkembangan alam pikiran serta keadaan lain

    yang ada di sekitar individu pada masanya.

    (2) Seks : Hal ini berhubungan dengan keadaan fisik. Fisik laki-

    laki lebih kuat daripada wanita, maka kemungkinan untuk

    berbuat jahat lebih besar.

    (3) Kedudukan individu di dalam masyarakat.

    (4) Pendidikan. Hal ini mempunyai mempengaruhi keadaan

    jiwa, tingkah laku terutama intelegensinya.

    (5) Rekreasi atau hiburan : walaupun kelihatannya sepele, hal

    ini mempunyai hubungan dengan kejahatan, sebab sangat

    kurangnya rekreasi dapat pula menimbulkan suatu tindak

    pidana atau kejahatan di dalam masyarakat.

    2. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri individu, seperti :

    a) Faktor Ekonomi

    Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab

    timbulnya orang melakukan suatu tindak pidana. Beberapa

    ekonomi yang dapat memicu adanya suatu tindak pidana

  • 38

    adalah perubahanperubahan harga, pengangguran dengan

    urbanisasi.

    a) Faktor Agama

    Telah banyak usaha dilakukan untuk mengetahui

    sejauhmana pengaruh faktor agama terhadap timbulnya

    kejahatan. Norma-norma yang terkandung di dalam agama

    mempunyai nilai-nilai yang tinggi dalam hidup manusia, sebab

    norma-norma tersebut merupakan norma Ketuhanan.

    c) Faktor Bacaan

    Bacaan-bacaan yang buruk, porno dan kriminal

    merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya

    kejahatan. Bacaan porno merupakan sumber yang berbahaya,

    khususnya bagi orang-orang yang punya pembawaan

    melakukan kejahatan seks.

    d) Faktor media massa

    Pengaruh film atau tontonan terhadap timbulnya tindak

    pidana hampir sama dengan pengaruh bacaan, hanya terletak

    pada khayalan si pembaca atau penonton. Bacaan dapat

    menimbulkan khayalan secara tidak langsung tentang kejadian

    yang dibacanya, sedangkan penonton dapat langsung

    menganalogikan dirinya pada film yang sedang ditontonnya.

  • 39

    Namun keduanya sama-sama mempunyai pengaruh terhadap

    timbulnya tindak pidana atau kejahatan.

    B. Kriminologi

    1. Pengertian Kriminologi

    Asal mula perkembangan kriminologi tidak dapat disangkal

    berasal dari penyelidikan C.Lomborso (1876). Bahkan lomborso

    menurut Pompe dipandang sebagai salah satu tokoh revolusi

    dalam sejarah hukum pidana, disamping Cesare Baccaria. Namun

    ada pendapat lain yang mengemukakan bahwa penyelidikan

    secara ilmiah tentang kejahatan justru bukan dari Lomborso

    melainkan dari Adolphe Quetelet, seorang Belgia yang memiliki

    keahlian dibidang Matematika. Bahkan, dari dialah berasal “statistic

    kriminil” yang kini dipergunakan terutama oleh pihak kepolisian si

    semua negara dalam memberikan deskripsi tentang perkembangan

    kejahatan di negaranya (Romli Atmasasmita, 2010:9) .

    Kriminologi termasuk cabang ilmu pengetahuan yang

    berkembang pada tahun 1850 bersama-sama dengan ilmu

    sosiologi, antropologi, dan psikologi. Nama kriminologi pertama kali

    ditemukan oleh P.Topinard (1830-1911), seorang ahli antropologi

    Prancis. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian kriminologi,

  • 40

    berikut Penulis kemukakan pandangan beberapa sarjana hukum

    terkemuka, antara lain (A.S. Alam, 2010:1) :

    a. Edwin H. Sutherland menyatakan bahwa Criminology is the

    body of knowledge regarding delinquency and crimes as social

    phenomena (Kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang

    membahas kenakalan remaja dan kejahatan sebagai gejala

    sosial)

    b. W.A. Bonger menjelaskan bahwa kriminologi adalah ilmu

    pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan yang

    seluas-luasnya.

    c. J. Constant mendefinisikan kriminologi sebagai ilmu

    pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang

    menjadi sebab-musabab terjadinya kejahatan dan penjahat.

    d. WME. Noach menjelaskan bahwa kriminologi adalah ilmu

    pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan

    tingkah laku yang tidak senonoh, sebab-musabab serta akibat-

    akibatnya.

    Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di

    atas maka dapat disimpulkan bahwa kriminologi pada dasarnya

    merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan,

    serta faktor-faktor yang mempengaruhi kejahatan dan upaya-upaya

    penanggulangannya.

  • 41

    2. Ruang Lingkup Kriminologi

    Berdasarkan ruang lingkup pembahasan, kriminologi meliputi tiga

    hal pokok, yaitu :

    1) Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making

    laws). Pembahasan dalam proses pembuatan hukum pidana

    (process of making laws) meliputi :

    a. Definisi kejahatan

    b. Unsur-unsur kejahatan

    c. Relativitas pengertian kejahatan

    d. Penggolongan kejahatan

    e. Statistik kejahatan

    2) Etiologi kriminal, yang membahas yang membahas teori-teori

    yang menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of laws).

    Sedangkan yang dibahas dalam etiologi kriminal (breaking of

    laws) meliputi : a) Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi, b)

    Teori-teori kriminologi, c) Berbagai perspektif kriminologi

    3) Reaksi terhadap pelanggaran hukum, (reacting toward the

    breaking of laws). Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan

    kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif tetapi juga

    reaksi terhadap calon pelanggar hukum berupa upaya-upaya

    pencegahan kejahatan (criminal prevention). Selanjutnya yang

    dibahas dalam bagian ketiga adalah perlakuan terhadap

  • 42

    pelanggar-pelanggar hukum (Reacting Toward the Breaking

    laws) meliputi : a) Teori-teori penghukuman, b) Upaya-upaya

    penanggulangan/pencegahan kejahatan baik berupa tindakan

    pre-emtif, preventif, represif, dan rehabilitatif.

    Secara umum dapat disimpulkan bahwa kriminologi

    mempelajari tentang kejahatan yaitu norma-norma yang ada dalam

    peraturan pidana, yang kedua yaitu mempelajari pelakunya yang

    sering disebut penjahat. Dan yang ketiga bagaimana tanggapan

    atau reaksi masyarakat terhadap gejala-gejala timbul dalam

    masyarakat.

    3. Aliran Pemikiran Dalam Kriminologi

    Dalam kriminologi dikenal tiga aliran pemikiran untuk

    menjelaskan fenomena kejahatan yaitu kriminologi klasik, positivis

    dan kritis, yaitu (Susanto, 1991:5) :

    1. Kriminologi Klasik

    Seperti halnya dengan pemikiran klasik pada umunya

    yang menyatakan bahwa intelegensi dan rasionalitas

    merupakan ciri-ciri yang fundamental manusia dan menjadi

    dasar untuk memberikan penjelasan perilaku manusia, baik

    yang bersifat perorangan maupun kelompok, maka masyarakat

    dibentuk sebagaimana adanya sesuai dengan pola yang

  • 43

    dikehendakinya. Ini berarti bahwa manusia mengontrol

    nasibnya sendiri, baik sebagai individu maupun masyarakat.

    Begitu pula kejahatan dan penjahat pada umumnya

    dipandang dari sudut hukum, artinya kejahatan adalah

    perbuatan yang dilarang oleh undang-undang pidana,

    sedangkan penjahat adalah orang yang melakukan kejahatan.

    Kejahatan dipandang sebagai hasil pilihan bebas dari individu

    yang menilai untung ruginya melakukan kejahatan. Tanggapan

    rasional yang diberikan oleh masyarakat adalah agar individu

    tidak melakukan pilihan dengan berbuat kejahatan yaitu dengan

    cara meningkatkan kerugian yang harus dibayar dan sebaliknya

    dengan menurunkan keuntungan yang dapat diperoleh dari

    melakukan kejahatan. Dalam hubungan ini, maka tugas

    kriminologi adalah membuat pola dan menguji sistem hukuman

    yang akan meminimalkan tindak kejahatan.

    2. Kriminologi Positivis

    Aliran pemikiran ini bertolak pada pandangan bahwa

    perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di luar kontrolnya,

    baik yang berupa faktor biologis maupun kultural. Ini berarti

    bahwa manusia bukan makhluk yang bebas untuk berbuat

    menuruti dorongan kehendaknya dan intelegensinya, akan

  • 44

    tetapi makhluk yang dibatasi atau ditentukan oleh situasi

    biologis atau kulturalnya.

    Aliran positivis dalam kriminologi mengarahkan pada

    usaha untuk menganalisis sebab-sebab perilaku kejahatan

    melalui studi ilmiah ciri-ciri penjahat dari aspek fisik, sosial dan

    kultural. Oleh karena kriminologi positivis dalam hal-hal tertentu

    menghadapi kesulitan untuk menggunakan batasan undang-

    undang, akibatnya mereka cenderung untuk memberikan

    batasan kejahatan secara alamiah, yaitu lebih mengarahkan

    pada batasan terhadap ciri-ciri perilaku itu sendiri daripada

    perilaku yang didefinisikan oleh undang-undang.

    3. Kriminologi Kritis

    Aliran pemikiran ini tidak berusaha untuk menjawab

    persoalan-persoalan apakah perilaku manusia itu bebas

    ataukah ditentukan, akan tetapi lebih mengarahkan pada

    proses-proses yang dilakukan oleh manusia dalam membangun

    dunianya di mana dia hidup. Dengan demikian akan

    mempelajari proses-proses dan kondisi-kondisi yang

    mempengaruhi pemberian batasan kejahatan kepada orang-

    orang dan tindakan-tindakan tertentu pada waktu dan tempat

    tertentu.

  • 45

    C. Tindak Pidana Perikanan

    Tindak pidana atau perbuatan pidana menurut Moeljatno dalam

    bukunya “Asas-asas Hukum Pidana” adalah perbuatan yang dilarang

    oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi)

    yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan

    tersebut. Moeljatno (1993 : 54) juga mengemukakan bahwa menurut

    wujud atau sifatnya dalam arti bertentangan atau menghambat akan

    terlaksananya tata pergaulan masyarakat yang dianggap benar dan

    adil. Dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perbuatan menjadi suatu

    tindak pidana, bila perbuatan itu :

    1) Melawan hukum;

    2) Merugikan masyarakat;

    3) Dilarang oleh aturan-aturan pidana;

    4) Pelakunya diancam dengan pidana. (Moeljatno, 1993 : 54)

    Dalam hukum pidana terdapat asas lex specialis derogate legi

    generalis, artinya peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan

    yang umum. Maksudnya apabila undang-undang telah mengatur

    tentang suatu tindak pidana maka tidak perlu menggunakan aturan

    yang ada dalam KUHP. Sehingga hakim dalam memutus terdakwa

    dalam menjatuhkan putusan berdasarkan peraturan perundang-

    undangan yang ada. Dalam perkara penangkapan ikan dengan

    menggunakan bom/bahan peledak ini aturan yang digunakan

  • 46

    hendaknya undang-undang yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 45

    Tahun 2009 tentang Perikanan.

    Adapun yang termasuk kedalam unsur-unsur tindak pidana di

    bidang perikanan (illegal fishing) terkait dengan ketentuan-ketentuan di

    dalm Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

    sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang No. 45 Tahun

    2009 Tentang Perikanan adalah (Aziz Syamsuddin, 2011:38-40) :

    Setiap orang baik orang perseorangan maupun korporasi,

    Nahkoda atau pemimpin kapal perikanan ,ahli penangkapan

    ikan dan anak buah kapal,

    Pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan perikanan

    penanggung jawab perusahaan perikanan ,dan atau operator

    kapal perikanan, dan

    Pemilik perusahaan pembudidayaan ikan ,kuasa pemilik

    perusahaan pembudidayaan ikan ,dan /atau penanggung

    jawab perusahaan budidaya ikan, yang :

    Melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan

    ikan dengan menggunakan bahan kimia ,bahan biologis

    ,bahan peledak alat dan/atau cara, dan/atau bangunan

    yang dapat merugikan, dan/atau membahayakan

    kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya;

  • 47

    Dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa

    ,dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau

    alat bantu penangkap ikan yang berada di kapal

    penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan persyaratan

    ,atau standar yang di tetapkan untuk tipe tertentu

    dan/atau alat penangkap ikan yang tidak sesuai dengan

    persyaratan,atau standar yang di tetapkan untuk tipe alat

    tertentu dan/atau alat penagkap ikan yang di larang

    sebagaimana di dalam Pasal 9 UU No.31 tahun 2004;

    Dengan sengaja memiliki ,menguasai ,membawa ,dan

    atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat

    bantu penangkap ikan yang mengganggu dan merusak

    keberkanjutan sumber daya ikan di kapal penangkapan

    ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara republik

    Indonesia ,sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 UU

    No. 31 Tahun 2004;

    Memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penagkapan

    ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan

    di wilayah pengelolaan perikanan Negara republik

    Indonesia dan/atau di laut lepas ,yang tidak memiliki SIPI

  • 48

    sebagaimana di maksud dalam Pasal 27 Ayat (1) UU

    No.45 Tahun 2009;

    Memiliki dan /atau mengoperasikan kapal ikan

    berbendera asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI

    yang tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 27 Ayat (2) UU No.45 tahun 2009;

    Mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera

    Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara

    republik Indonesia yang tidak membawa SIPI asli

    sebagaimana di maksud dalam Pasal 27 Ayat (3) UU

    No.45 tahun 2009;

    Memalsukan dan/atau menggunakan SIUP, SIPI dan

    SIKPI palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat

    (3) UU No.45 Tahun 2009;

    Tidak memiliki surat persetujuan berlayar yang di

    keluarkan oleh syahbandar di pelabuhan perikanan dan

    berlayar melakukan penangkap ikan dan/atau

    penangkapan ikan dan/atau pengangkutan ikan dari

    pelabuhan perikanan ,sebagaiamana di maksud dalam

    Pasal 42 Ayat (3) UU No.45 Tahun 2009;

  • 49

    Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran

    dan/atau kerusakan sumber daya ikan /atau

    lingkungannya;

    Membudidayakan ikan yang dapat membahayakan

    sumber daya ikan dan/ atau lingkungan sumber daya ikan

    dan/atau kesehatan manusia;

    Membudidayakan ikan hasil rekayasa genetika yang

    dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau

    lingkungan sumber daya ikan dan/atau kesehatan

    manusia sebagaimana di maksud dalam Pasal 12 Ayat (3)

    UU No.31 Tahun 2004;

    Menggunakan obat-obatan dalam pembudidayaan ikan

    yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau

    lingkungan sumber daya ikan dan/atau kesehatan

    manusia sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 12 Ayat

    (4) UU No.31 Tahun 2004;

    Merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber

    daya ikan;

    Memasukkan,mengeluarkan,menagadakan,mengedarkan,

    dan/atau memilihara ikan yang merugikan

    masyarakat,pembudidayaan ikan, sumber daya ikan,

  • 50

    dan/atau lingkungan sumber daya ikan kedalam dan/atau

    keluar wilayah pengelolaan perikanan republik Indonesia;

    Melakukan penanganan dan pengolahan ikan yang tidak

    memenuhi dan tidak menerapkan persyaratan kelayakan

    pengolahan ikan sistem jaminan mutu dan keamanan

    hasil perikanan; dan

    Melakukan pemasukan atau pengeluaran ikan dan/atau

    hasil perikanan dari dan /atau ke wilayah republik

    Indonesia yang tidak di lengkapi sertifikat kesehatan untuk

    konsumsi manusia.

    Sanksi pidana yang di kenakan kepada pelaku tindak pidana di

    bidang perikanan berupa pidana penjara dan pidana denda.(ketentuan

    pasal 84 sampai pasal 102 UU No.31 Tahun 2004 jo ,UU No.45 tahun

    2009)

    Keberadaan tindak Pidana di Bidang Perikanan dapat dikatakan

    merupakan akibat dari perkembangan kejahatan yang melahirkan

    bentuk atau jenis-jenis kejahatan baru, yang kemudian melahirkan

    tuntutan untuk mempersiapkan perangkat-perangkat hukum yang

    khusus untuk mengatur kejahatan tersebut.

  • 51

    Mengenai pengertian tindak pidana perikanan maka pengertian

    tindak pidana perikanan juga dapat didefenisikan dari beberapa aspek,

    seperti :

    a) Pengertian tindak pidana perikanan dilihat dari aspek

    wilayah atau daerah atau tempat terjadinya tindak pidana,

    maka tindak pidana di bidang perikanan dapat diartikan

    sebagai tindak pidana yang merupakan bagian dari tindak

    pidana wilayah perairan.

    b) Pengertian tindak pidana di bidang perikanan diartikan dari

    aspek ruang lingkup aktivitas di bidang perikanan.

    c) Pengertian tindak pidana di bidang perikanan yang diberikan

    atas dasar modus operandi tindak pidana yang dilakukan.

    Secara keseluruhan rumusan tindak pidana perikanan adalah

    melakukan perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-

    undangan perikanan, yang berakibat rusaknya atau membahayakan

    sumber daya ikan, baik itu populasi ikan maupun habitat lingkungan

    ikan.

    Penangkapan ikan dengan menggunakan bom/bahan peledak

    yang digunakan oleh pelaku tindak pidana atau kejahatan dengan

    maksud dan tujuan tertentu, dengan cara atau modus kejahatan yang

    telah direncanakan sehingga menyebabkan terganggu atau rusaknya

    potensi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara

  • 52

    Republik Indonesia merupakan perbuatan yang dilarang oleh

    peraturan perundang-undangan sehingga digolongkan dalam tindak

    pidana perikanan.

    Pengaturan mengenai penangkapan ikan dengan

    menggunakan bom/bahan peledak ini diatur dalam Pasal 85 Undang-

    Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Tindak Pidana Perikanan yang

    berbunyi :

    “Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”

    Untuk perkaran penangkapan ikan dengan menggunakan

    bom/bahan peledak dalam Undang-Undang ini menyebutkan ancaman

    pidana bagi pelaku dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun dan

    denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00. Hal-hal lain yang dapat

    mempengaruhi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan pidana

    kepada pelaku kejahatan dapat mengurangi atau menambahkan

    acaman pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum..

    Sumber daya ikan menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun

    2009 mendefenisikan bahwa sumber daya ikan adalah potensi semua

    jenis ikan. Sehubungan dengan penangkapan ikan yang mengganggu

  • 53

    dan merusak berkelanjutan sumber daya ikan maka diperlukan adanya

    perlindungan lingkungan sumber daya ikan di wilayah pengelolaann

    perikanan Negara Republik Indonesia.

    a) UU. No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Ekslusif

    1) Pasal 16 Ayat (1) “Barang siapa melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) ,pasal 6 dan Pasal 7 dipidana dengan pidana denda setingi-tingginya Rp225.000.000,-(dua ratus dua puluh lima juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Barang siapa

    Unsur objektif

    Tindakan-tindakan yang bertentangan dengan

    ketentuan Pasal 5 ayat (1) ,pasal 6 dan Pasal 7

    Sanksi pidana

    Pidana denda setingi-tingginya Rp225.000.000,-(dua

    ratus dua puluh lima juta rupiah).

    2) Pasal 16 Ayat (3)

    “Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup dan/atau tecemarnya lingkungan hidup dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,diancam dengan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang lingkungan hidup”.

    Unsur subjektif

    Barang siapa

  • 54

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan

    rusaknya lingkungan hidup dan/atau tecemarnya

    lingkungan hidup dalam Zona Ekonomi Eksklusif

    Indonesia

    Sanksi pidana

    Pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan

    yang berlaku dibidang lingkungan hidup.

    3) Pasal 17

    “Barang siapa merusak atau memusnahkan barang-barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana di maksud dalam pasal 16 ayat (1),dengan maksud untuk menghindarkan tindakan-tindakan penyitaan terhadap barang-barang tersebut pada wakti dilakukan pemeriksaan ,dipidana dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp75.0000.000,-(tujuh puluh lima juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Barang siapa

    Unsur objektif

    Merusak dan memusnahkan barang bukti yang dilakukan

    untuk melakukan tindak pidana sebagaimana di maksud

    dalam pasal 16 ayat (1),dengan maksud untuk

    menghindarkan tindakan-tindakan penyitaan terhadap

  • 55

    barang-barang tersebut pada wakti dilakukan

    pemeriksaan

    Sanksi pidana

    Pidana denda setinggi-tingginya Rp75.0000.000,-(tujuh

    puluh lima juta rupiah).

    b) UU. No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

    1) Pasal 84 Ayat (1)

    “Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia,bahan biologis,bahan peledak ,alat dan/atau cara ,dan atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau lingkungannya sebagaimana di maksud dalam pasal 8 ayat (1) ,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan denda paling banyak Rp1.200.000.000,00(satu miliar dua ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Sengaja

    Unsur objektif

    Di wilayah pengolaan perikanan Republik Indonesia

    melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan

    ikan dengan menggunakan bahan kimia,bahan

    biologis,bahan peledak,alat dan/ataumembahayakan

    kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya

  • 56

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 6 (enam)tahun ,dan

    Pidana denda paling banyak Rp1.200.000.000,00

    (satu miliar dua ratus juta rupiah).

    2) Pasal 84 Ayat (2)

    “Nahkoda atau pemimpin kapal perikanan ,ahli penangkapan ikan ,dan anak buah kapal yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia ,bahan biologis ,bahan peledak,alat dan/atau cara ,dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau lingkungannya sebagaimana di maksud dalam pasal 8 ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)tahun dan denda paling banyak Rp1.200.000.000,-(satu miliar dua ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Nahkoda atau pemimpin kapal perikanan,ahli

    penangkapan ikan,dan anak buah kapal

    Dengan sengaja.

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan

    bahan kiimia,bahan biologis,bahan peledak,alat dan/atau

    cara,dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau

    lingkungannya

  • 57

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun,dan

    Pidana denda paling banyak Rp1.200.000.000,00

    (satu miliar dua ratus juta rupiah).

    3) Pasal 84 Ayat (3)

    “Pemilik kapal perikanan , pemilik perusahaan perikanan,penanggung jawab perusahaan perikanan,dan/atau operator kapal perikanan yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan RepubliK Indonesia melakukan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia ,bahan biologis ,bahan peledak,alat dan/atau cara dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana di maksud dalam pasal 8 ayat (3),dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh)tahun dan denda paling banyak Rp2.0000.000.000,00(dua miliar rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Pemilik kapal perikanan , pemilik perusahaan

    perikanan,penanggung jawab perusahaan

    perikanan,dan/atau operator kapal perikanan.

    Dengan sengaja.

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    melakukan usaha penangkapan ikan dengan

    menggunakan bahan kimia,bahan biologis,bahan

    peledak,alat dan/atau cara ,dan/atau bangunan yang

  • 58

    dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestaraan

    sumber daya ikan dan/atau lingkungannya.

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 10(sepuluh)tahun,dan

    Pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00

    (dua miliar rupiah).

    4) Pasal 84 Ayat (4)

    “Pemilik perusahaan pembudidayaan ikan ,kuasa pemilik perusahaan pembudidayaan ikan ,dan/atau penanggung jawab perusahaan pembudidayaan ikan yang dengan sengaja melakukan usaha pembudidayaan ikan di wilayah pengeloaan perikanan Republik Indonesia menggunakan bahan kimia ,bahan biologis,alat dan/atau lingkungannya sebagaimana di maksud dalam pasal 8 ayat (4) ,dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh)tahund dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00(dua miliar rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Pemilik perusahaan pembudidayaan ikan,kuasa

    pemilik,perusahaan pembudidayaan ikan,dan atau

    penanggung jawab perusahaan pembudidayaan ikan.

    Dengan sengaja.

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia,

    menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan

    peledak, alat dan/atau cara,dan/atau bangunan yang

  • 59

    dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian

    sumber daya ikan dan/atau lungkungannya sebagaimana

    dimaksud.

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 10(sepuluh)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00

    (dua miliar rupiah).

    5) Pasal 85

    “Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia memiliki,menguasai, membawa ,dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang berada di kapal penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan ukuran yang di tetapkan ,alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan persyratan ,atau standar yan g di tetapkan untuk tipe alat tertentudan atau alat penangkapan ikan yag dilarang sebagaimana di maksud dalam pasal 9 di pidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00(dua miliar rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    memiliki,menguasai,membawa,dan/atau

    menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat

  • 60

    bantu penangkapan ikan yang berada di kapal

    penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan dengan

    persyaratan ,atau standar yang di tetapkan untuk tipe

    alat tertentu dan/atau alat penangkapan ikan yang

    dilarang sebagaimana dimaksud.

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp.

    2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah)

    6) Pasal 86 Ayat (1)

    “Setiap orang yang dengan sengaja di wlayah pengolahan perikanan Republik Indonesia melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimanadi maksud dalam pasal 12 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00(dua miliar rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran

    dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud.

  • 61

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 10(sepuluh)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00

    (dua miliar rupiah).

    7) Pasal 86 Ayat (2)

    “Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengolahan perikanan Republik Indonesia membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau lingkungan sumber daya ikan dan/atau kesehatan manusia sebagaiman dimaksud dalam pasal 12 ayat(2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00(satu miliar lima ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    membudidayakan ikan yang dapat membahayakan

    sumber daya ikan dan/atau lingkungan sumber daya ikan

    dan/atau kesehatan manusia.

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000,00

    (satu miliar lima ratus juta rupiah).

  • 62

    8) Pasal 86 Ayat (3)

    “Setiap orang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia membudidayakan ikan hasil rekayasa genetika yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau keehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (3),dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam)tahun denda paling banyak Rp1.500.000.000,00(satu miliar lima ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    membudidayakan ikan hasil rekayasa genetika yang

    dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau

    kesehatan manusia

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 6 (enam)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000,00

    (satu miliar lima ratus juta rupiah).

  • 63

    9) Pasal 86 Ayat (4)

    “Setiap orang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia menggunakan obat-obatan dalam pembudidayaan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau lingkungan sumber daya ikan dan/atau kesehatan manusia sebagaimana di maksud dalam pasal 12 ayat(4),dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00(satu miliar lima ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    menggunakan obat-obatan dalam pembudidayaan

    ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan

    dan/atau lingkungan sumber daya ikan dan/atau

    kesehatan umat manusia.

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000,00

    (satu miliar lima ratus juta rupiah).

  • 64

    10) Pasal 87 Ayat (1)

    “Setiap orang yang dengan sengaja di wiliyah pengelolaan perikanan Republik Indonesia merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber daya ikan sebagaimana di maksud dalam pasal 14 ayat (4) di pidana dengan pidana penjara paling lama 2(dua)tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber

    ikan

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 2(dua)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

    (satu miliar rupiah).

    11) Pasal 87 Ayat (2)

    “Setiap orang yang karena kelalaiaannya di wilayah pengelolalaan perikanan Republik Indonesia mengakibatkan rusaknya plasma nutfah yang berkaita dengan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat(4),dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah)”.

  • 65

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    mengakibatkan rusaknya plasma nutfah yang berkaitan

    dengan sumber daya ikan

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 1(satu)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima

    ratus juta rupiah).

    12) Pasal 88

    “Setiap orang yang dengan sengaja memasukkan ,mengeluarkan ,mengadakan,mengedarkan,dan/atau memilihara ikan yang merugikan masyarakat ,pembudidayan ikan,sumber daya ikan dan/atau lingkungan sumber daya ikan kedalam dan atau lingkungan sumber daya ikan ke dalam dan atau keluar wilayah pengelolaan periakanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00(satu miliar lima ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

  • 66

    Unsur objektif

    Memasukkanmengeluarkan,mengadakan,mengedarkan,

    dan/atau memilihara ikan yang merugikan masyarakat

    ,pembudidayan ikan, sumber daya ikan dan/atau

    lingkungan sumber daya ikan kedalam dan atau

    lingkungan sumber daya ikan ke dalam dan atau keluar

    wilayah pengelolaan periakanan Republik Indonesia

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000,00

    (satu miliar lima ratus juta rupiah)

    13) Pasal 89

    “Setiap orang yang melakukan penanganan dan pengolahan ikan yang tidak memenuhi dan tidak menerapkan persyaratan dan kelayakan pengolahan ikan ,sistem jaminan mutu,dan keamanan hasil perikanan sebagaimana di maksud dalam pasal 20 ayat (3),dipidana dengan denda pidana penjara paling lama 1(satu)tahun dan denda paling banyak Rp.800.000.000,00(delapan ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Unsur objektif

    Yang melakukan dengan penanganan dan

    pengolahan ikan yang tidak memenuhi dan tidak

  • 67

    menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan

    sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 1(satu) tahun; dan

    Pidanadenda paling banyak Rp800.000.000,00

    (delapan ratus juta rupiah).

    14) Pasal 90

    “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasukan atau pengeluaran ikan dan/ atau hasil perikanan dari dan/atau ke wilayah Republik Indonesia yang tidak di lengkapi sertifikat kesehatan untuk konsumsi manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 21,dipidana dengan dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun dan denda paling banyak Rp800.000.000,00(delapan ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Melakukan pemasukan atau pengeluaran ikan dan/atau

    hasil perikanan dari dan/ataukelwilayah Republik

    Indonesia yang tidak di lengkapisertifikat kesehatan

    untuk konsumsi manusia.

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 1(satu)tahun dan

  • 68

    Pidana denda paling banyak Rp800.000.000,00

    (delapan ratus juta rupiah).

    15) Pasal 91

    “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan bahan baku ,bahan tambahan makanan ,bahan penolong ,dan/atau alat yang membahayakan kesehatan manusia dan/atau lingkungan dalam melaksanakan penanganan dan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat(1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00(satu miliar lima ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Menggunakan bahan baku ,bahan tambahan

    makanan,bahan penolong,dan/atau alat yang

    membahayakan kesehatan manusia dan/atau lingkungan

    dalam melaksanakan penanganan dan pengolahan ikan

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000,00

    (satu miliar lima ratus juta rupiah).

  • 69

    16) Pasal 92

    “Setiap orang yag dengan sengaja diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan dibidang penangkapan,pembudidayaan ,pengangkutan ,pengolahan ,dan pemasaran ikan yang tidakmemeiliki SIUP sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 8(delapan)tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00(satu miliar lima ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Dengan sengaja

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan

    ,pembudidayaan,pengangkutan ,pengolahan dan

    pemasaran ikan yang tidak memiliki SIUP

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 8 (delapan)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000,00

    (satu miliar lima ratus juta rupiah).

    17) Pasal 93 Ayat (1)

    “Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan /atau di laut lepas yang tidak memilik SIPI sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat

  • 70

    (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00(dua miliar rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan

    kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan

    penangkapan ikan.

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    dan /atau di laut lepas yang tidak memilik SIPI

    Sanksi pidana

    pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan

    pidana denda banyak Rp2.000.000.000,00(dua miliar

    rupiah).

    18) Pasal 93 Ayat (2)

    “Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Asing melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia,yang tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam)tahun denda paling banyak Rp20.000.000.000,00(dua puluh miliar rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

  • 71

    Unsur objektif

    Memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan

    berbendera Asing melakukan penangkapan ikan. Di

    wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia,yang

    tidak memiliki SIPI

    Sanksi pidana

    pidana penjara paling lama 6(enam)tahun dan

    pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00

    (dua puluh miliar rupiah)”.

    19) Pasal 94

    “Setiap orang yang memiliki dan /atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang melakukan pengangkutan ikan atau kegiatan yang terkait yang tidak memiliki SIKPI sebagaiman dimaksud dalam pasal 28 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun dan denda paling banyakRp 1.500.000.000,00(satu miliar lima ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang yang memiliki dan /atau mengoperasikan

    kapal pengangkut ikan

    Unsur objektif

    Di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    yang melakukan pengangkutan ikan atau kegiatan yang

    terkait yang tidak memiliki SIKPI

  • 72

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun dan

    Pidana denda paling banyakRp 1.500.000.000,00

    (satu miliar lima ratus juta rupiah).

    20) Pasal 95

    “Setiap orang yang membangun,mengimpor,,atau memodifikasi kapal perikanan yang tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1),di pidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu)tahun dan denda paling banyak Rp600.000.000,00(enam ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang yang membangun , mengimpor,atau

    memodifikasi kapal perikanan.

    Unsur objektif

    tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 1(satu)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp600.000.000,00

    (enam ratus juta rupiah)

    21) Pasal 96

    “Setiap orang yang mengoperasikan kapal peikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang tidak mendaftarkan kapal perikanannya sebagai kapal perikanannya sebagai kapal perikanan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1) dipidana

  • 73

    dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun dan deda paling banyak Rp.800.000.000,00(delapan ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang yang mengoperasikan kapal perikanan

    Unsur objektif

    di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    yang tidak mendaftarkan kapal perikanannya sebagai

    kapal perikanannya sebagai kapal perikanan Indonesia

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 1(satu) tahun dan

    Pidanadenda paling banyak Rp.800.000.000,00

    (delapan ratus juta rupiah)”.

    22) Pasal 97 Ayat (1)

    “Nahkoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang tidak memiliki izin penangkap ikan ,yang selama berada di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tidak menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka sebgaimana di maksud dalam pasal 38 ayat (1),dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Nahkoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan

    berbendera asing yang tidak memiliki izin penangkap

    ikan ,yang selama berada

  • 74

    Unsur objektif

    di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    tidak menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka

    Sanksi pidana

    pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00(lima

    ratus juta rupiah)”.

    23) Pasal 97 Ayat (2)

    “Nahkoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang telah memiliki izin penangkapan ikan dengan 1(satu) jenis alat penangkapan ikan tertentu di ZEEI yang membawa alat penangkapan ikan lainnya sebagaimana di maksud dalam pasal 38 ayat (2),dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Nahkoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan

    berbendera asing yang telah memiliki izin penangkapan

    ikan

    Unsur objektif

    1(satu) jenis alat penangkapan ikan tertentu di ZEEI yang

    membawa alat penangkapan ikan lainnya.

    Sanksi pidana

    pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu

    miliar rupiah).

  • 75

    24) Pasal 97 Ayat (3)

    “Nahkoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang telah memiliki izin penangkapan ikan,yang tidak menyimpan alat penangkapan ikan didalam palka selama berada di luar daerah penangkapan ikan yang diizinkan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat(3) ,dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Nahkoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan

    berbendera asing yang telah memiliki izin penangkapan

    ikan,yang tidak menyimpan alat penangkapan ikan

    didalam palka selama berada di luar daerah

    penangkapan ikan yang diizinkan

    Unsur objektif

    di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    Sanksi pidana

    pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00(lima

    ratus juta rupiah)

    25) Pasal 98

    “Nahkoda yang berlayar tidak memiliki surat izin berlayar kappa; perikanan yang dikeluarkan oleh syahbandar sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) ,dipidana penjara paling lama 1(satu)tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00(dua ratus juta rupiah)”.

  • 76

    Unsur subjektif

    Nahkoda

    Unsur objektif

    berlayar tidak memiliki surat izin berlayar kappa;

    perikanan yang dikeluarkan oleh syahbandar

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 1(satu)tahun dan

    Pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00

    (dua ratus juta rupiah).

    26) Pasal 99

    “Setiap orang asing yang melakukan penilitian perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang tidak memiliki izin dari pemerintah sebagaimana dimaksud dlam pasal 55 ayat (1) ,dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang asing yang melakukan penilitian perikanan

    Unsur objektif

    di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia

    yang tidak memiliki izin dari pemerintah

    Sanksi pidana

    Pidana penjara paling lama 1 (satu)tahun dan

  • 77

    Pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

    (satu miliar rupiah).

    27) Pasal 100

    “Setiap orang yang melanggar ketentuan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2)dipidana dengan pidana denda paing banyak Rp.250.000.000,00(dua ratus lima puluh juata rupiah)”.

    Unsur subjektif

    Setiap orang

    Unsur objektif

    melanggar ketentuan yang ditetapkan.

    Sanksi pidana

    pidana denda paling banyak Rp.250.000.000,00(dua

    ratus lima puluh juata rupiah)”.

    28) Pasal 101

    “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 84 ayat (1),pasal 85,pasal 86,pasal 87,pasal 88,pasal 89,pasal 90,pasal 91,pasal 92,pasal 93,pasal 94,pasal 95,dan pasal 96 dilakukan oleh korporasi ,tuntutan dan sanksi pidananya di jatuhakan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya di tambah 1/3(sepertiga)dari pidana yang di jatuhkan”.

    Unsur subjektif

    Korporasi

    Unsur objektif

  • 78

    pasal84 ayat (1),pasal 85,pasal 86,pasal 87,pasal

    88,pasal 89,pasal 90,pasal 91,pasal 92,pasal 93,pasal

    94,pasal 95,dan pasal 96

    Sanksi pidana

    Pidana denda ditambah 1/3(sepertiga)dari pidana ynag

    dijatuhkan.

    29) Pasal 103 Ayat (1)

    Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 84,pasal

    85,pasal 86,pasal 88,pasal 91,pasal 92,pasal 93,dan pasal

    94 adalah kejahatan .

    30) Pasal 103 Ayat (2)

    Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 87,pasal

    89,pasal 90,pasal 95,pasal 96,pasal 97,pasal 98,pasal

    99,dan pasal 100.

    D. TNI-AL Dalam Ketentuan Undang-Undang Perikanan

    Melihat peraturan perundang yang menjadi dasar kewenangan

    untuk melakukan penyidikan aparat penegak hukum dalam

    pe