30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang telah dilakukan sebanyak empat kali telah mempengaruhi secara substansial dan telah mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia secara mendasar. Aturan dasar atau yang disebut dengan konstitusi ini, pada hakekatnya merupakan landasan eksistensi suatu negara sebagai organisasi kekuasaan, pembagian dan pembatasan kekuasaan. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, sistem hukum yang berlaku tidak segera mengalami perubahan. Untuk mengatasi agar tidak terjadi situasi tersaebut, maka undang-undang maupun peraturan-peraturan yang ada sebelum kita merdeka tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945. 1 Konstitusi atau Undang Undang Dasar yang disusun dan ditetapkan untuk mencegah adanya kemungkinan menyalahgunakan kekuasaan. Dengan perkataan lain, dalam konstitusi berisi pembatasan kekuasaan dalam negara. Adapun pembatasan kekuasaan tersebut terlihat dengan adanya tiga hal dalam setiap konstitusi, yaitu (a) Bahwa Konstitusi atau Undang Undang Dasar harus menjamin hak-hak manusia atau warga negara; (b) Konstitusi atau Undang Undang Dasar juga harus memuat suatu ketatanegaraan pada suatu negara yang bersifat mendasar; (c) 1 Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Bandung, Fokusmedia, 2007, hal. 9

repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang telah

dilakukan sebanyak empat kali telah mempengaruhi secara substansial dan telah

mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia secara mendasar. Aturan dasar atau yang

disebut dengan konstitusi ini, pada hakekatnya merupakan landasan eksistensi suatu

negara sebagai organisasi kekuasaan, pembagian dan pembatasan kekuasaan. Setelah

Indonesia merdeka pada tahun 1945, sistem hukum yang berlaku tidak segera

mengalami perubahan. Untuk mengatasi agar tidak terjadi situasi tersaebut, maka

undang-undang maupun peraturan-peraturan yang ada sebelum kita merdeka tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945.1

Konstitusi atau Undang Undang Dasar yang disusun dan ditetapkan untuk

mencegah adanya kemungkinan menyalahgunakan kekuasaan. Dengan perkataan

lain, dalam konstitusi berisi pembatasan kekuasaan dalam negara. Adapun

pembatasan kekuasaan tersebut terlihat dengan adanya tiga hal dalam setiap

konstitusi, yaitu (a) Bahwa Konstitusi atau Undang Undang Dasar harus menjamin

hak-hak manusia atau warga negara; (b) Konstitusi atau Undang Undang Dasar juga

harus memuat suatu ketatanegaraan pada suatu negara yang bersifat mendasar; (c)

1 Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Bandung, Fokusmedia, 2007, hal. 9

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Konstitusi harus mengatur tugas serta wewenang dalam negara yang juga bersifat

mendasar.2

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, konstitusi yang diberlakukan di

Indonesia telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya sejak Orde

Lama hingga Orde Reformasi yaitu; UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember

1949); Konstitusi RIS (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950); UUDS 1950 (17

Agustus 1950 – 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999); UUD 1945 ( 5 Juli 1959 – 19

Oktober 1999) UUD 1945 dan Perubahan Pertama ( 19 Oktober 1999 – 18 Agustus

2000); UUD 1945 dan Perubahan Pertama, dan Kedua ( 18 Agustus 2000 – 10

November 2001 ); UUD 1945 dan Perubahan Pertama, Kedua dan Ketiga ( 10

November 2001 – 10 Agustus 2002); dan UUD 1945 dan Perubahan Pertama, Kedua,

Ketiga dan Keempat (10 Agustus 2002 – sekarang).

3

Perubahan Pertama terjadi pada Sidang Umum MPR tanggal 14-21 Oktober

1999, kemudian Perubahan Kedua berlangsung dalam Sidang Tahunan MPR 7-18

Agustus 2000, Perubahan Ketiga berlangsung pada Sidang Tahunan MPR tanggal 1-9

November 2001, dan Perubahan Keempat berlangsung pada Sidang Tahunan MPR

dari tanggal 1-11 Agustus 2002.

4

2 PadmoWahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta, Rajawali, 1984, hal.4 3 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta, Prenada Media Group, 2010 hal. 15 4 Firdaus, Perubahan Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Bandung, Yrama Widya, 2007 hal.56

Salah satu gejala yang menandai perubahan tersebut

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

adalah adanya perubahan terhadap lembaga-lembaga negara. Ada yang dihapuskan,

dan sebaliknya timbul pula beberapa lembaga baru.5

Perubahan pertama, UUD 1945 memuat pengendalian kekuasaan presiden

dan tugas serta wewenang Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dalam hal

pembentukan undang-undang.

Secara kronologis substansi pengaturan kelembagaan negara dalam perubahan

UUD 1945 terdapat pada setiap masa perubahannya.

6

Perubahan kedua, UUD 1945 menata ulang keanggotaan, fungsi, hak maupun

cara pengisian lembaga negara.

7

Dan perubahan keempat, UUD 1945, meliputi keanggotaan MPR, pemilihan

presiden dan wakil presiden tahap kedua dan kemungkinan presiden/wakil presiden

berhalangan tetap serta kewenangan presiden.

Perubahan ketiga, membahas ulang kedudukan dan kekuasaan MPR, jabatan

Presiden yang berkaitan dengan tata cara pemilihan dan pemilihan secara langsung,

pembentukan lembaga negara baru meliputi Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan

Perwakilan (DPD), dan Komisi Yudisial (KY) serta pengaturan tambahan Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK).

8

Menurut Prof. Jimly Assidiqie ada beberapa lembaga-lembaga Negara

Indonesia yang menjadi organ konstitusional dan subjek jabatan atau subjek hukum

5 Ibid., hal. 1-2 6 Titik Triwulan Tutik, posit., hal. 19. 7 Ibid., 8 Ibid.,

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

kelembagaan yang ditentukan oleh Undang Undang Dasar 1945 maupun undang-

undang di luar UUD 1945 yaitu:9

1. Presiden

2. Wakil Presideen

3. Dewan Pertimbangan Presiden;

4. Kementerian Negara;

5. Menteri Luar Negeri;

6. Menteri Dalam Negeri;

7. Menteri Pertahanan;

8. Duta;

9. Pemerintahan Daerah Provinsi;

10. Gubernur/ Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi;

11. DPRD Provinsi;

12. Pemerintahan Daerah Kabupaten;

13. Bupati/ Kepala Pemerintahan Daerah Kabupaten;

14. DPRD Kabupaten;

15. Pemerintahan Daerah Kota;

16. Walikota/ Kepala Pemerintahan Daerah Kota;

17. DPRD Kota;

18. Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR);

19. Dewan Perwakilan Rakyat; 9 Ibid., hal. 14

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

20. Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional tetap dan mandiri, yang diatur

lebih lanjut dengan undang undang;

21. Bank Sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan

independensinya diatur lebih lanjut dengan undang undang;

22. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);

23. Mahkamah Agung (MA);

24. Mahkamah Konstitusi (MK);

25. Komisi Yudisial (KY);

26. Tentara Nasional Indonesia (TNI);

27. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI);

28. Angkatan Darat (AD);

29. Angkatan Laut (AL);

30. Angkatan Udara (AU);

31. Satuan Pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa;

32. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman seperti

Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia (Komnas HAM) dan sebagainya;

33. Kesatuan masyarakat hukum adat.

Oleh karena perubahan-perubahan sistem ketatanegaraan yang tidak menentu,

maka dibentuklah lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi. Kehadiran Mahkamah

Konstitusi sebagai lembaga baru di bidang kekuasaan Kehakiman merupakan salah

satu perkembangan mutakhir ketatanegaraan Indonesia.

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman

yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan yang

dimaksudkan untuk menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab

sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi.

Hal ini tercantum dalam perubahan konstitusi, khususnya Pasal 24C ayat (1)

UUD 1945:

“ Mahkamah Konstitusi yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”10

Fungsi Mahkamah Konstitusi tersebut sebagai salah satu bentuk Judicial

Control dalam kerangka sistem check and balances diantara cabang-cabang

kekuasaan pemerintahan

11

“Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.”

yang pada hakikatnya mengawal supaya konstitusi

dijalankan dengan konsisten (the guardian of constitutions) dan menafsirkan

konstitusi atau UUD (the interpreter of constitutions).

Berdasarkan ketentuan Pasal 24C Ayat (3) Perubahan Ketiga UUD 1945 bahwa;

12

Pengangkatan atau penetapan hakim konstitusi dilakukan oleh Presiden

dengan menerbitkan Keputusan Presiden, tetapi bukan berarti para hakim konstitusi

10 Pasal 24 C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 11 Nurudin Hadi, Wewenang Mahkamah Konstitusi, Prestasi Pustaka PUB, Jakarta, 2007, hal.xi 12 Ikhsan Rosyada P.D, Mahkamah Konstitusi: Memahamai Keberadaannya dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hal.20

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

berada di bawah Presiden, melainkan dipandang sebagai salah satu tugas Presiden

dalam kapasitasnya selaku kepala negara.13

Secara konsepsional ada empat pokok pikiran yang menjadi landasan

Mahkamah Konstitusi dalam kerangka amandemen UUD 1945, antara lain:

Penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara saling melengkapi;

Pemisahan kekuasaan dan prinsip checks and balances; Pemurnian sistem

Presidensial; dan Penguatan cita persatuan keragaman dalam wadah Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

14

Namun sistem presidensial pada masa tersebut berdampak positif bagi

kelangsungan kinerja pemerintahan karena Presiden dapat mengendalikan seluruh

penyelenggaraan pemerintahan karena konflik dan pertentangan antar pejabat negara

dapat dihindari.

Jika kita melihat perkembangan sistem presidensial Indonesia yang dianut

pada masa sebelum perubahan UUD 1945 terjadi pemusatan kekuasaan negara

kepada satu lembaga yaitu Lembaga Kepresidenan dan Presiden tidak bertanggung

jawab langsung kepada DPR. Pada masa ini pejabat-pejabat negara yang diangkat

cenderung dimanfaatkan untuk loyal dan mendukung kelangsungan kekuasaan

kekuasaan presiden. Oleh karena hal tersebut, maka kekuasaan Presiden sebagai

kepala negara ‘tidak tak terbatas’ ditutupi oleh kekuasaan tertinggi negara yaitu di

tangan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).

13 Ibid., hal.21 14 Jimly Assidiqie, dalam Firdaus, Pertanggungjawaban Presiden Dalam Negara Hukum Demokrasi, Bandung Yrama Wijaya, 2007, hal.2

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Sebelum Perubahan UUD 1945, lembaga kepresidenan merupakan salah satu

lembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar

itulah Ni’matul Huda menyebutkan bahwa UUD 1945 biasa disebut executive heavy,

menurut istilah Soepomo : “concentration of power and responsibility upon the

president”.15

Dalam sejarah perjalanan Lembaga Kepresidenan (presidential institution)

sebagai penyelenggaraan negara Indonesia dimana pada awal kemerdekaan

penyelenggaraan negara Indonesia dimana pada awal kemerdekaan penyelenggaraan

pemerintahan berdasarkan UUD 1945 telah menganut sistem presidensial. Hal ini

dapat dilihat dari kedudukan Presiden yang memegang kekuasaan sebagai Kepala

Pemerintahan dan juga sebagai Kepala Negara, sebagaimana yang terdapat dalam

Pasal 4 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 bahwa “Presiden memegang kekuasaan

pemerintahan menurut Undang Undang Dasar” artinya Presiden dalam menjalankan

roda pemerintahannya dibantu oleh wakil presiden dan menteri-menterinya

(kabinet).

16

Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, menteri-

menteri itu memimpin departemen pemerintahan. Walaupun demikian sebagaimana

yang diatur dalam UUD 1945, Presiden dalam menggunakan kewenangannya

15 Ibid., hal.3 16 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta, Gama Media-Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1999, hal.20

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

haruslah berjalan dengan baik dengan menjalin hubungan antar lembaga-lembaga

yang lain termasuk juga lembaga pemerintahan yaitu Kejaksaan.17

Dalam sistem ketatanegaran Indonesia, menurut Pasal 24 ayat 3 UUD 1945

amandemen ke-4 disebutkan bahwa ”badan-badan lain yang fungsinya berkaitan

dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”. Ketentuan tentang

badan-badan lain tersebut dipertegas dalam Pasal 41 UU No.4 Tahun 2004 Tentang

Kekuasaan Kehakiman. Dengan ketentuan dasar tersebut, kejaksaan berfungsi

sebagai aparat penegak hukum yang melaksanakan tugasnya dan mewujudkan

supremasi hukum dalam suatu negara hukum (rechstaat).

18

Dari latar belakang sistem ketatanegaraan Indonesia di atas, menimbulkan

dampak terhadap hubungan antar lembaga yang tersebut di atas, Mahkamah

Konstitusi telah mengeluarkan putusan Nomor 49/PUU-VIII/2010 melalui

permohonan yang diajukan oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dengan materi Pasal

22 ayat (1) huruf d Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004, bahwa Jaksa Agung

sebagai Pejabat Negara ( yang pada masa itu diduduki oleh Hendarman Supandji

S.H., CN,) seharusnya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden

berdasarkan kondisi yang pasti, yaitu, jika ia meninggal dunia, atas permintaan

sendiri, atau karena sakit jasmani dan rohani terus-menerus, namun demikian tentang

kapan “berakhir masa jabatannya” merupakan kondisi yang tidak menentu.

19

17 Ibid., hal.2 18 Marwan Effendy, Kejaksaan RI, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, Jakarta, Gramedia, 2009, hal. 19 19 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010 hal. 18

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Hal itu menimbulkan perbedaan pendapat dengan para ahli, bahwa jika Jaksa

Agung yang diangkat dalam jabatan politik setingkat Menteri maka masa jabatannya

harus sudah berakhir bersamaan dengan masa jabatan Presiden yang mengangkatnya,

sedangkan apabila Jaksa Agung diangkat berdasarkan karirnya sebagai Jaksa maka

masa tugasnya harus berakhir pada saat mencapai usia pensiun.20

Ada juga yang berpendapat bahwa jika masa bakti Jaksa Agung yang dilantik

bersamaan dengan Kabinet Indonesia Bersatu (periode 2004-2009, yang dikenal

dengan KIB I) telah berakhir pada tanggal 20 Oktober 2009 maka bersamaan

berakhirnya masa pemerintahan (yang pada saat itu diduduki oleh Susilo BAmbang

Yudhoyono sebagai Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla) telah berakhir pula

masa jabatan Jaksa Agung.

21

Berangkat dari perbedaan pendapat tersebut, kedudukan Kejaksaan sebagai

non Departemen maka Jaksa Agung dimasukkan menjadi anggota kabinet dengan

kedudukan setingkat menteri negara sesuai dengan masa jabatan Presiden. Dengan

demikian Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sesuai dengan Pasal

19 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004.

22

Sebagai rujukan, bahwa berdasarkan Keppres Nomor 83/P Tahun 2009, yang

telah membubarkan Kabinet Indonesia Bersatu yang dibentuk berdasarkan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Periode 2004-2009 pada tanggal 20 Oktober 2009, maka

berakhir pula masa jabatan Hendarman Supandji selaku Jaksa Agung dengan

20 Ibid., hal. 19 21 Ibid., hal.20 22 Ibid., hal.3

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

kedudukan setingkat Menteri Negara berdasarkan Keppres Nomor 31/P Tahun

2007.23

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat latar belakang, penulis berpendapat bahwa

studi Hubungan Jaksa Agung dan Presiden dalam Ketatanegaraan Indonesia menjadi

perhatian para ahli hukum, khususnya hukum tata negara. Hal ini disebabkan Pejabat

Negara setingkat menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden yang secara

otomatis berakhir masa jabatannya sesuai dengan masa jabatan Presiden, namun

belum ada undang undang yang mengatur hal tersebut.

Maka penulis melakukan suatu penelitian, yang pada hakekatnya setiap

permasalahan yang akan diteliti berkaitan dengan latar belakang dapat dikemukakan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah perkembangan institusi Kejaksaan di Indonesia?

2. Bagaimana hubungan kelembagaan Presiden dan Kejaksaan?

3. Bagaimana dampak Implementasi Kewenangan Presiden dalam mengangkat dan

memberhentikan Jaksa Agung dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

49/PUU-VIII/2010 ?

23 Ibid., hal.18

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui sejarah institusi Kejaksaan Republik Indonesia

b. Untuk mengetahui hubungan kelembagaan antara Mahkamah Konstitusi,

Presiden dan Kejaksaan

c. Untuk mengetahui dampak implementasi kewenangan Presiden tersebut

sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010

2. Manfaat Penulisan

a. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan terhadap hubungan kelembagaan negara

khususnya Jaksa Agung dan Presideen yang dikaji melalui amar Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010 mengenai pengangkatan dan pemberhentian

Jaksa Agung oleh Presiden. Jadi secara teoritis manfaat penulisan skripsi ini adalah

untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi

perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran

yang menyoroti dan membahas kekuasaan Presiden sebagai lembaga pemerintahan

serta hubungannya dengan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya.

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

b. Secara Praktis

Hasil penulisan ini semoga bermanfaat bagi semua orang, terutama untuk

peminat pada perkuliahan di Fakultas Hukum khususnya Hukum Tata Negara dan

untuk sumbang pemikiran ilmiah hukum positif di Indonesia. Hal ini tidak terlepas

dari penempatan hukum tata negara sebagai unsure terpenting dalam sistem hukum

Indonesia, dimana salah satu ciri dari negara yang demokratis dengan menjunjung

tinggi supremasi hukum (supremacy of law). Penulisan ini diharapkan mampu

menggambarkan hubungan kelembagaan pemerintahan khususnya Presiden dan Jaksa

Agung terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010.

D. Tinjauan Kepustakaan

Adapun definisi negara menurut para ahli adalah sebagai berikut; Menurut

Aristoteles, Negara adalah persekutuan dari pada keluarga24 dan desa guna

memperoleh hidup yang sebaik-baiknya; Menurut Jean Bodin, Negara adalah suatu

persekutuan dari pada keluarga dan keluarga dengan segala kepentingannya yang

dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat.25

Menurut Hugo de Groot, Negara adalah suatu persekutuan yang sempurna

dari orang-orang yang merdeka untuk memperoleh perlindungan hukum.

26

24 Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, Refika Aditama, Jakarta. 2005, hal. 15 25 Ibid., 26 Ibid.,

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Menurut Bluntschil, Negara adalah suatu diri rakyat yang disusun dalam suatu

organisasi politik di suatu daerah tertentu.27

Menurut Hans Kelsen, Negara adalah suatu susunan pergaulan hidup bersama

dengan tata paksa.

28

Menurut Prof. Sumantri, Negara adalah suatu organisasi kekuasaan oleh

karenanya dalam setiap organisasi yang bernama Negara selalu kita jumpai adanya

organ atau alat perlengkapan yang mempunyai kemampuan untuk memaksakan

kehendaknya kepada siapapun juga yang bertempat tinggal di dalam wilayah

kekuasaannya.

29

Menurut Leon Duguit, Negara adalah kekuasaan orang-orang yang kuat, yang

memerintah orang-orang yang lemah dan kekuasaan orang-orang yang kuat tersebut

diperoleh karena faktor-faktor publik.

30

Menurut Herman Finer, Negara adalah organisasi kewilayahan yang bergerak

di bidang kemasyarakatan dan kepentingan perseorangan dari segenap kehidupan

yang multidimensional untuk pengawasan pemerintahan dengan legalitas kekuasaan

tertinggi (kedaulatan yang sah).

31

Pemerintahan adalah suatu ilmu dan seni. Dikatakan sebagai seni karena

berapa banyak pemimpin pemerintahan yang tanpa pendidikan pemerintahan mampu

berperan serta dengan kharismatik menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan

27 Ibid., 28 Ibid., 29 J.C.T. Simorangkir, Kamus Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 1998, hal. 123 30 Ibid., 31 Ibid.,

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan adalah karena memenuhi syarat-

syaratnya yaitu dapat dipelajari dan diajarkan, memiliki objek, baik objek material

maupun formal, universal sifatnya, sistematis secara spesifik (khas).32

Adapun ilmu pemerintahan menurut para ahli adalah sebagai berikut; Menurut

D.G.A van Poelje “De bestuurskunde leert, hoe men de openbare dienst het beste

inricht en leidt”, maksudnya adalah ilmu pemerintahan mengajarkan bagaimana

dinas umum disusun dan dipimpin dengan sebaik-baiknya.

33

Menurut U. Rosenthal “De bestuurwetenschap is de wetenschap die zich

uitsluitend bezighoudt met de studie van interneen externe werking van de structuren

en prosessen”, maksudnya ilmu pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi

tentang penunjukkan cara kerja ke dalam dan keluar struktur dan proses pemerintahan

umum.

34

Menurut H.A. Briasc: “De bestuurwetenschap waaronder het verstaat de

wetenschap die zich bezighoudt met de wijze waarop de openbare dienst is ingericht

en functioneert, intern en naar buiten tegenover de burgers”, maksudnya ilmu

pemerintahan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara bagaimana

lembaga pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan baik secara ke dalam

maupun ke luar terhadap warganya. Maksudnya pemerintah dalam definisi terbaiknya

32 Inu Kencana Syafie, Sistem Pemerintahan Indonesia Jakarta, Refika Aditama, 2005, hal.11 33 Ibid., hal. 12 34 Ibid.,

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

adalah sebagai organisasi dari negara, yang memperlihatkan dan menjalankan

kekuasaannya.35

Menurut C.F. Strong: “Government in the broader sense, is changed with the

maintenance of the peace and security of state with in and with out. It must therefore,

have first military poweror the control of armed forces, secondly legislative power or

the mean’s of making laws, thirdly financial power or the ability to extract sufficient

money from the community to defray the cost of defending of state and of enforcing

the law it makes on the state’s behalf.” Maksudnya adalah pemerintahan dalam arti

luas mempunyai kewenangan untuk memelihara keamanan dan kedamaian negara, ke

dalam dan ke luar. Oleh karena itu pertama harus mempunyai kekuatan militer atau

kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, yang kedua harus mempunyai

kekuatan legislatif atau dalam arti pembuatan undang-undang, yang ketiga harus

mempunyai kekuatan financial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan

masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadaan negara dalam

menyelenggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan

kepentingan negara.

36

Menurut R. Mac. Iver “Government is the organization of men under

authority…how men can be governed”, maksudnya pemerintahan itu adalah sebagai

suatu organisasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan bagaimana manusia itu

35 Ibid., 36 Ibid., hal.13

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

bisa diperintah. Jadi bagi Mac Iver ilmu pemerintahan sebuah ilmu tentang

bagaimana manusia-manusia dapat diperintah (a science of how men are governed).37

Menurut Wilson, Government in last analysis, is organized armed force, but

two of a few men, of many men, or of a community prepared by organization to

realize its own purpose with references to the common affairs or the community,

artinya bahwa Pemerintah dalam akhir uraiannya adalah suatu pengorganisasian

kekuaatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau kelompok orang yang dipersiapkan

oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksud-maksud bersama mereka, dengan

hal-hal yang memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan.

38

Menurut Apter, Government is the most generalized membership unit

possessing (a) defined responsibilities for maintenance of the system of which it is a

part and (b) a practical monopoly of coercive power, bahwa Pemerintah itu

merupakan satuan anggota yang paling umum yang memiliki (a) tanggung jawab

tertentu untuk mempertahankan sistem yang mencakupnya, itulah bagian dan (b)

monopoli praktis mengenai kekuasaan paksaan.

39

Menurut Merriam, tujuan pemerintah meliputi external security, internal

order, justice, general welfare dan freedom, maksudnya bahwa ilmu pemerintahan

adalah ilmu yang mempelajari bagaimana menyeimbangkan pelaksanaan

kepengurusan (eksekutif), pengaturan (legislatif), kepemimpinan dan koordinasi

37 Ibid., hal. 14 38 Ibid., hal. 15 39 Ibid.,

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

pemerintahan (baik pusat dengan daerah, maupun rakyat dengan pemerintahannya)

dalam berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan, secara baik dan benar.40

Presiden dalam kamus bahasa Indonesia dipergunakan dalam dua arti yaitu

lingkungan jabatan (ambt) dan pejabat (ambtsdarager). Dalam bahasa asing, seperti

bahasa Inggris, dipergunakan istilah yang berbeda. Untuk lingkungan jabatan

dipergunakan istilah presidency atau kalau sebagai ajektif presidential seperti

presidential government. Sebagai pejabat digunakan istilah president. Untuk

menghindari kerancuan pemakaian dua pengertian tersebut, penulisan skripsi ini

mempergunakan istilah lembaga kepresidenan sebagai lingkungan jabatan dan

presiden sebagai pejabat.

41

Dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia jabatan kepala negara dan

kepala pemerintahannya hanyalah dijabat oleh satu orang yang sama yaitu Presiden.

Di dalam suatu negara pada umumnya kepala negara adalah symbol dari suatu

negara, sedangkan kepala pemerintahan yang menjalankan kekuasaan eksekutif.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan

yang berbentuk republic. Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan

republic, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara

sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi,

40 Inu Kencana Syafiie, op.cit. hal.14 41 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, op.cit. hal.15

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang

Undang Dasar”.42

Secara umum kewenangan Presiden berdasarkan UUD 1945 terbagi atas

beberapa kewenangan seperti: (a) kewenangan yang bersifat eksekutif atau

kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan undang undang

dasar; (b) kewenangan yang bersifat legislatif atau kewenangan untuk mengatur

kepentingan; (c) kewenangan yang bersifat judicial dalam rangka pemulihan keadilan

yang terkait dengan putusan pengadilan, yaitu untuk mengurangi masa hukuman,

pengampunan ataupun menghapuskan tuntutan yang terkait dengan kewenangan

pengadilan; (d) kewenangan yang bersifat diplomatik yaitu kewenangan dalam

menjalin hubungan dengan negara lain atau subjek hukum internasional yang lainnya

dalam konteks hubungan luar negeri, baik dalam keadaan perang atau damai; (e)

kewenangan bersifat administratif.

43

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut

44

a. Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala negara

sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih

langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.

;

b. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh Presiden. Kabinet bertanggung jawab

kepada Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.

42 http://arwan black74.blogspot.com, terakhir diakses tanggal 14 Februari 2013 43 Ibid., 44 Ibid.,

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden

tidak dipilih oleh parlemen.

d. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti pada sistem parlementer.

e. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan.

Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.

f. Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen.

Adapun kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial antara lain45

A. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada

parlemen.

;

B. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya,

masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia

adalah lima tahun.

C. Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa

jabatannya.

D. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat

diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

45 Ibid.,

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Namun adapun kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial antara lain46

a. Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat

menciptakan kekuasaan mutlak.

;

b. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.

c. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar menawar

antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan

memakan waktu yang lama.

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti

membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud adalah pembentukan suatu

negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara.47 Selain istilah konstitusi

dikenal pula istilah “konstitusional” dan “konstitusionalisme”. Secara etimologis

antara ketiga kata tersebut ini maknanya sama, namun penggunaan atau penerapan

katanya berbeda. Konstitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai

ketatanegaraan (Undang Undang Dasar, dsb), atau undang undang dasar suatu negara.

Dengan kata lain, segala tindakan atau perilaku sesorang maupun penguasa berupa

kebijakan yang tidak didasarkan atau menyimpang dari konstitusi, berarti tindakan

(kebijakan) tersebut adalah tidak konstitusional.48

46 Ibid., 47 Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, Edisi Revisi, Rajawali Press, 2003, hal.7 48 Ibid.,

Page 22: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

K. C. Wheare menulis, bahwa istilah konstitusi yang dipakai untuk menyebut

sekumpulan prinsip fundamental pemerintahan, baru dimulai digunakan ketika

bangsa Amerika mendeklarasikan konstitusinya, pada tahun 1787.49

Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa istilah konstitusi berasal dari kata

kerja costituer (bahasa Perancis) yang berarti membentuk suatu negara. Sehingga

konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara,

dengan demikian suatu konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental)

mengenai pertama untuk menegakkan bangunan besar, yaitu negara.

50

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim berpendapat bahwa “Konstitusi yang

berasal dari istilah constitution (bhs. Inggris dan Perancis), constitution (bahasa

Latin) atau Verfasung (Bahasa Belanda) memiliki perbedaan dari undang undang

dasar atau Grundgesetz. Jika ada kesamaan, itu merupakan kekhilafan pandangan di

negara-negara modern. Kekhilafan tersebut disebabkan oleh pengarus paham

kodifikasi yang mengkehendaki setiap peraturan harus tertulis, demi mencapai

kesatuan hukum, kesadaran hukum dan kepastian hukum”.

51

49 Wheare, K.C., Konstitusi Konstitusi Modern, Surabaya, Terj. Muhammad Hardani Penerbit Uereka, 2003, hal.4 50 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta, Prenada Media Group, 2010, Hal. 87 51 Ibid., hal.88

Page 23: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Sehubungan dengan istilah konstitusi tersebut para sarjana dan ilmuan Hukum

Tata Negara terjadi perbedaan pendapat:

1. Kelompok yang mempersamakan konstitusi dengan UUD, antara lain;

G.J. Wolhaff berpendapat bahwa kebanyakan negara-negara modern adalah

berdasarkan atas suatu UUD (konstitusi). Sementara itu Sri Sumantri menggunakan

istilah konstitusi sama dengan UUD (grondwet) dan J.C.T. Simorangkir menganggap

bahwa konstitusi adalah sama dengan UUD.

2. Kelompok yang membedakan konstitusi dengan UUD, antara lain;

van Apeldoorn, bahwa UUD adalah bagian tertulis dari konstitusi. Konstitusi

memuat baik peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis; M Solly Lubis, ‘akhirnya

jika kita lukiskanpembagian konstitusi itu dalam suatu skema, maka terdapatlah

skema sebagai konstitusi tertulis (UUD) dan konstitusi tidak tertulis (konvensi)’;

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim berpendapat bahwa setiap peraturan hukum,

karena pentingnya harus ditulis dan kontitusi yang ditulis itu adalah UUD.52

Secara etimologi bahasa, Jaksa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu

“Adhyaksa”. Kata tersebut dari yang dapat diartikan dalam berbagai arti, seperti:

Pengertian Kejaksaan menurut Undang Undang Nomor 15 Tahun 1961

Tentang Ketentuan Pokok Kejaksaan pada Pasal 1 ayat 1 (1) ialah : “Kejaksaan

Republik Indonesia selanjutnya disebut Kejaksaan, ialah Alat Negara Penegak

Hukum yang terutama bertugas sebagai Penuntut Umum.”

52 Ibid,. hal. 89.

Page 24: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Superintendant atau superintendence (Mr. Susanto Kartoatmodjo, dalam Varia

Perailan No.2 Tahun I) berfungi sebagai Pengawasan dalam urusan kependetaan, baik

agama Budha maupun Syiwa dan mengepalai kuil-kuil yang didirikan di sekitar

istana. Disamping itu juga bertugas sebagai Hakim dan demikian ia berada di bawah

perintah serta pengawasan Maha Patih (Dr. W.F. Stutterheim, “Het Hindoisme in de

Archipel”). Adhyaksa” sebagai opperechter-nya (Geireke dan Roorda, kamus Jawa

Belanda”, dikutip dari Susanto Kartoatmodjo).53

“Adhyaksa” sebagai “Rechter vab instuctie bijde Landraad”, yang kalau

dihubungkan dengan jabatan dalam dunia modern sekarang dapat disejajarkan dengan

Hakim Komisaris (Dr. Th Pigeaud Kamus Jawa Modern — Belanda”, dikutip dari

Mr. Susanto Kartoatmodjo).

54

Dalam hal kedudukan kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia,

merupakan satu-satunya lembaga pemerintah pelaksana kekuasaan negara yang

mempunyai tugas dan wewenang di bidang penuntutan dalam penegakan hukum dan

keadilan di lingkungan peradilan umum.

55

53 Djoko Prakoso, Mengenal Lembaga Kejaksaan di Indonesia, Jakarta, PT. Bina Aksara, 1987, hal 16. 54 Ibid., 55 A.A. Oka Mahendra, Undang Undang Kejaksaan Republik Indonesia dalam Memantapkan Kedudukan dan Perananan Kejaksaan, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1993, hal.38

Page 25: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Dalam Pasal 8 ayat (1) Undang Undang Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991

ditentukan bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan

oleh Jaksa Agung.56

Penjelasan pasal tersebut menguraikan bahwa jabatan Jaksa sebagai jabatan

fungsional, terkait dengan fungsi yang secara khusus dijalankan oleh Jaksa dalam

bidang penuntutan sehingga memungkinkan organisasi Kejaksaan menjalankan tugas

pokoknya.

57

Ditentukan Jaksa adalah pejabat fungsional dimaksudkan untuk

memungkinkan terlaksananya tugas dan wewenang Kejaksaan dengan lebih baik dan

untuk lebih mengembangkan profesionalisme Jaksa. Dengan adanya jabatan

fungsional memungkinkan Jaksa berdasarkan prestasinya mencapai pangkat puncak.

Dan sebaliknya Jaksa yang tidak cakap menjalankan tugas misalnya banyak

melakukan kesalahan besar dalam menjalan tugasnya diberhentikan dengan hormat

dari jabatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 12 huruf a Undang Undang Kejaksaan

Nomor 5 Tahun 1991. Atau bila seorang Jaksa terus menerus melalaikan

kewajibannya dalam menjalan tugas/pekerjaannya maka menurut Pasal 13 huruf b

UU No. 5 Tahun 1991, ia diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya.

58

56 Ibid., hal. 39 57 Ibid., 58 Ibid.,

Page 26: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

E. Keaslian Penulisan

Sepanjang pengetahuan Penulis, “HUBUNGAN JAKSA AGUNG DAN

PRESIDEN DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA” yang diangkat menjadi

judul skripsi ini belum eprnah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Topik permasalahan ini sengaja dipilih dan diulas oleh penulis karena sepengetahuan

penulis, topic permasalahan ini semakin menghangat pembahasannya dalam

amsyarakat.

Penulisan skripsi ini oleh penulis adalah berdasarkan hasil pemikiran penuli

sendiri. Skripsi ini belum pernah ada yang membuat,. Kalaupun sudah ada, penulis

yakin bahwasanya substansi pembahasannya adalah berbeda. Dalam skripsi ini,

penulis mencoba mengarahkan pembahasannya ke arah bagaimana hubungan

kelembagaan Presiden dengan Kejaksaan. Dengan demikian keaslian penulisan

skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penulisan

Metode dapat diartikan sebagai jalan kea tau suatu jalan/cara untuk mencapai

sesuatu. Namun demikian, menurut kebiasaan,metode dfapat dirumuskan dengan

kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian

2. Suatu proses pelaksanaan

3. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan

Page 27: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Dalam pembahasan skripsi ini, metodologi penelitian hukum yang digunakan

penulis adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian hukum normative. Dalam hal

penelitian hukum normative, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan

perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul skripsi

penulis ini, yaitu “HUBUNGAN JAKSA AGUNG DAN PRESIDEN DALAM

KETATANEGARAAN INDONESIA” (Sudy Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 49/PUU-VIII/2010)”.

2. Metode Pendekatan

Dalam menyelesaiakan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode

pendekatan yuridis (Legal Approach) mengingat permasalahan-permasalahan yang

diteliti adalah kewenangan Presiden dalam mengangkat dan memberhentikan Jaksa

Agung maka penulis melakukan pendekatan terhadap Undang Undang Kejaksaan

Republik Indonesia dengan Keppres Nomor 84/P Tahun 2009 dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010). Sehingga dapat diketahui

hubungan kelembagaan negara tersebut.

3. Alat Pengumpul Data

Penguluan data yang diperlukan penulis yang berkaitan dengan penyelesaian

skripsi ini ditempuh melaluji cara penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam

Page 28: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

hal ini, penulis melakukan penelitian terhadap literature-literatur untuk memperoleh

bahan teoretis ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar analisis terhadap substansi

pembahasan dalam penulisan skripsi ini. Tujuan penelitian kepustakaan (Library

Research) ini adalah untuk memperoleh data sekunder yang meliputi peraturan

perundang-undangan, buku-buku, majalah, surat kabar, situs internet, maupun bahan

bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (Library Research) akan

dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif yang

berpedoman kepada bagaimana implementasi kewenangan Presiden dalam

mengangkat dan memberhentikan pejabat negara khususnya Jaksa Agung.

Analisis deskriptif artinya penulis semaksimal mungkin berupaya untuk

memaparkan data yang sebenarnya. Metode deduktif artinya berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang kewenangan Presiden dalam

mengangkat dan memberhentikan pejabat negara khususnya Jaksa Agung.

Metode induktif artinya dari data-data khusus mengenai implementasi

kewenangan Presiden akan dapat ditarik kesimpulan umum yang akan digunakan

dalam pembahasan selanjutnya.

Page 29: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik maka pembahasan harus

diuraikan secara sistematis. Oleh karena itu, untuk memudahkan pembahasan ini

maka diperlukan sistematika penulisan yang teratur, terbagi dalam bab/sub bab, serta

berkaitan satu dengan yang lain.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN, yang merupakan pengantar yang di dalamnya terurai

mengenai Latar Belakang penulisan skripsi, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penulisan, Tinjauan Pustaka, Keaslian, Metode Penelitian, dan kemudian diakhiri

dengan Sistematika Penulisan.

BAB II : KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN

INDONESIA, yang didalamnya meliputi tentang Sistem Pemerintahan Indonesia,

Tugas dan Wewenang Presiden dan Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus

Kepala Pemerintahan.

BAB III : JAKSA AGUNG SEBAGAI PEJABAT NEGARA, yang didalamnya

terurai tentang Sejarah Kejaksaan Indonesia, Susunan Organisasi Kejaksaan RI,

Wewenang Jaksa Agung dan Syarat Menjadi Jaksa Agung.

BAB IV : IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR

49/PUU-VIII/2010 yang menguraikan Penetapan Masa jabatan Jaksa Agung dalam

Jabatan Pejabat Negara, Kedudukan Institusi Kejaskaan dalam Penyelenggaraan

Page 30: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789... · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanglembaga negara yang dominan karena memiliki kekuasaan yang besar. Atas dasar itulah

Kekuasaan Negara dan Implementasi Mahkamah Konstitusi Indonesia Nomor

49/PUU-VIII/2010.

BAB V : PENUTUP yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-Saran.