33
ABSES SEREBRI MULTIPEL Dr. IRINA KEMALA NST NIP. 19800903 200604 2 001 DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2014 Universitas Sumatera Utara

Abses serebri_2

  • Upload
    hadhyaz

  • View
    39

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

xzaxz

Citation preview

  • ABSES SEREBRI MULTIPEL

    Dr. IRINA KEMALA NST NIP. 19800903 200604 2 001

    DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK

    MEDAN 2014

    Universitas Sumatera Utara

  • KATA PENGANTAR

    Abses serebri adalah suatu penumpukan bahan piogenik yang terlokalisir di dalam

    parenkim otak dan merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain.

    Penatalaksanaan dari abses serebri ini meliputi tindakan bedah dan medikamentosa. Prognosa

    abses serebri ini umumnya baik.

    Melalui tulisan ini akan dibahas mengenai aspek epidemiologi, etiologi, prosedur

    diagnosis, penatalaksanaan serta prognosa penderita Abses serebri multipel.

    Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam menjalani

    pendidikan keahlian dibidang Ilmu Penyakit Saraf.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yuneldi Anwar, SpS (K) selaku

    pembimbing I dan Prof.DR.Dr.Hasan Sjahrir, SpS(K) selaku pembimbing II atas bimbingan dan

    pengarahannya dalam penulisan laporan kasus ini.

    Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

    Hormat saya,

    Penulis

    Universitas Sumatera Utara

  • DAFTAR ISI

    Lembar Pengesahan . ii

    Kata Pengantar . iii

    Daftar Isi .. iv

    Daftar Singkatan .. vi

    Daftar Tabel . vii

    Daftar Gambar . vii

    Abstrak . viii

    Abstract . ix

    I. PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang .. 1

    2. Tujuan Penulisan 1

    3. Manfaat Penulisan . 1

    II. LAPORAN KASUS

    1. Identitas .. 2

    2. Anamnesis .. 2

    3. Pemeriksaan Fisik ... 2

    4. Pemeriksaan Neurologis . 3

    5. Diagnosis . 4

    6. Penatalaksanaan . 4

    7. Pemeriksaan Penunjang .. 5

    8. Kesimpulan Pemeriksaan . 7

    9. Diagnosa Akhir . 7

    10.Prognosa 7

    III. TINJAUAN PUSTAKA

    1 Definisi . 8

    2. Epidemiologi . 8

    3 Etiologi .. 9

    4 Patogenesis . 10

    5 Patologi .. 12

    Universitas Sumatera Utara

  • 6 Gambaran Klinis 13

    7 Prosedur Diagnostik .. 14

    8 Diagnosis Banding ... 17

    9 Penatalaksanaan 18

    10 Komplikasi 21

    10 Prognosis . 21

    IV. DISKUSI KASUS .. 21

    V. PERMASALAHAN 23

    VI. KESIMPULAN .. 23

    VII. SARAN .. 23

    VIII. DAFTAR PUSTAKA 24

    IX. LAMPIRAN .. 25

    Universitas Sumatera Utara

  • DAFTAR SINGKATAN

    ADC : Apparent-Diffusion-Coefficient

    BBB : Blood Brain Barrier

    CNS : Central Nervous System

    CRP : C-Reaktif Protein

    CSS : Cairan Serebrospinal

    CT-scan : Computed Tomography-scanning

    DWI : Diffusion-Weighted Imaging

    Ig A : Immunoglobulin A

    HIV : Human Immunodeficiency Virus

    ICAM : Intracellular Adhesion Molecule

    IL : Interleukin

    LED : Laju Endap Darah

    MCP : Monocyte Chemoattractant Protein

    MIP : Macrophage Inflammatory Protein

    MRI : Magnetic Resonance Imaging

    PGN : Peptidoglycan

    PMN : Polimorfonuclear

    TIK : Tekanan Intrakranial

    TLR : Toll Like Receptor

    VCAM : Vaascular Cell Adhesion Molecule

    Universitas Sumatera Utara

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Penderita dengan peningkatan resiko munculnya abses serebri.. 8

    Tabel 2. Lokasi dan flora mikroba abses serebri . 9

    Tabel 3. Gejala dan tanda penderita abses serebri. 14

    Tabel 4. Gejala-gejala fokal yang tampak pada abses otak .. 14

    Tabel 5. Pendekatan dalam diagnosis abses serebri . 17

    Tabel 6. Pemberian Antibiotika pada Abses Serebri.. 19

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Penyebaran hematogen pada susunan saraf pusat ... 11

    Gambar 2. Imunopatogenesis Abses Serebri.. 12

    Universitas Sumatera Utara

  • ABSTRAK

    Abses serebri terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan hampir selalu

    merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain. Daerah frontoparietalis dan

    temporalis merupakan lokasi yang paling sering dikenai. Mekanisme jalan masuk ke otak,

    perluasan langsung dari infeksi yang berdekatan, melalui aliran darah dan melalui luka setelah

    trauma kepala. Pada kasus ini dilaporkan seorang wanita, 22 tahun, datang ke RSUP.H.Adam

    Malik Medan dengan keluhan utama penurunan kesadaran. Dari pemeriksaan neurologis

    ditemukan somnolen, papil edema, parese N.VII UMN dextra, hemiparese dextra dan

    peningkatan refleks fisiologis dextra. Dari pemeriksaan Head CT-scan menunjukkan Abses pada

    frontal kiri dengan perifokal edema Penderita didiagnosa dengan abses serebri multipel

    Kata kunci : abses serebri, infeksi, bakteri piogenik

    Universitas Sumatera Utara

  • ABSTRACT

    Serebral abscess occur when pyogenic bacteria gain access to the CNS and always secondary to

    a purulent focus elsewhere in the body. The frontoparietal and temporal lobes are more

    frequently involved. Mechanisms of entry into the brain are direct extension, hematogenous and

    following penetrating head injury. This is a case report of female, 22 years, admitted to RSUP.

    H. Adam Malik Medan with major complain is loss of consciousness. From neurologic

    examination we found somnolent, papil oedem, right paralysis cranial nerve 7th

    UMN type, right

    hemiparalysis and increase right physiologic reflex. From Head CT-scan shows abscess in left

    frontal lobe and oedem perifocal. The patient diagnosed as multiple serebral abscess.

    Key word : serebral abscess, infection, pyogenic bacteria

    Universitas Sumatera Utara

  • I. PENDAHULUAN

    I.1. LATAR BELAKANG

    Abses intrakranial jarang dijumpai. Merupakan penyakit yang serius dan mengancam

    jiwa1. Abses serebri dapat terjadi pada semua usia, lebih sering mengenai pria dibandingkan

    wanita (2 : 1). Daerah frontoparietalis dan temporalis merupakan lokasi yang paling sering

    dikenai 2. Abses serebri terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan

    hampir selalu merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain 2,3. Organisme

    penyebab yang sering adalah Streptococcus, Staphylococcus, dan jarang akibat

    Pneumococcus, Meningococcus, dan Haemophylus Influenza.

    Ada 3 mekanisme bahan-bahan infeksius bisa masuk ke otak, yang pertama dengan

    perluasan langsung dari infeksi yang berdekatan seperti otitis media, mastoiditis, atau

    sinusitis paranasal, kemudian dengan cara melalui aliran darah biasanya berasal dari infeksi

    yang jauh seperti infeksi paru dan lain-lain serta terakhir melalui luka setelah trauma

    kepala.

    1,3,4

    Penatalaksanaan dari abses serebri ini meliputi tindakan bedah dan medikamentosa

    seperti antibiotik dan anti konvulsan

    1,2,5,6

    2,5. Prognosa abses serebri ini umumnya baik, prognosa

    menjadi buruk jika penegakkan diagnosis terlambat atau salah diagnosis, lokasi yang dalam,

    multiple, koma, penyebabnya jamur, serta adanya ruptur ventrikel.

    1,5,6

    I.2. Tujuan Penulisan

    Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi, patofisiologi,

    gambaran klinik, penegakan diagnosa, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita Abses

    serebri multipel

    I.3. Manfaat Penulisan

    Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan lebih lanjut

    mengenai patogenesa dan penanganan bagi penderita abses serebri multipel sehingga akan

    dapat dipahami perjalanan penyakit serta penanganan yang lebih baik bagi penderita di

    kemudian hari.

    Universitas Sumatera Utara

  • II. LAPORAN KASUS

    II.1. ANAMNESE PRIBADI Seorang wanita (L), umur 22, suku Jawa, pekerjaan ibu rumah tangga ,

    menikah, alamat Kompleks PT. Pandawa, masuk ke RS H.Adam Malik pada tanggal

    16 Agustus 2008.

    II.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

    Telaah : Hal ini dialami os sejak 7 hari sebelum masuk RS.HAM, terjadi

    secara perlahan-lahan. Diawali dengan adanya nyeri kepala sejak

    3 bulan yang lalu dan memberat dalam 2 minggu ini tidak

    berkurang dengan pemberian obat penghilang rasa sakit. Nyeri

    kepala pada mulanya bersifat hilang timbul pada seluruh kepala,

    terasa menekan. Kejang juga dialami oleh os sebanyak 3 kali,

    bersifat kaku dan menyentak pada seluruh tubuh, lamanya kejang

    5 menit. Riwayat sakit gigi pada rahang bawah dijumpai.

    Selain itu os sering mengeluhkan pilek yang berkepanjangan

    sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat muntah menyembur tidak

    dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai. Riwayat sakit telinga,

    tenggorokan serta trauma tidak dijumpai. Riwayat sakit paru

    tidak dijumpai. Sebelumnya os dirawat di RS Rantau Prapat

    selama 5 hari.

    RPT : -

    RPO : tidak jelas

    II.3. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum :

    Sensorium : Somnolen

    Tekanan Darah : 110 / 80 mmHg

    Nadi : 68 x / menit, reguler

    Pernapasan : 24 x / i

    Temperatur : 36,5 C

    Universitas Sumatera Utara

  • Kepala : normosefalik

    Thoraks : Simetris fusiform

    Jantung : Bunyi jantung normal, Desah (-)

    Paru-paru : Pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)

    Abdomen : Soepel, peristaltik normal

    Leher/Aksila/Inguinal : Dalam batas normal

    II.4. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Sensorium : Somnolen

    Tanda perangsangan meningeal : Kaku kuduk (-) Brudzinsky I : (-)

    Kernig (-) Brudzinsky II : (-)

    Tanda peninggian TIK : Sakit kepala (-) Kejang (+)

    Muntah (-)

    NERVUS KRANIALIS :

    N I : Sulit dinilai

    N II, III : Refleks cahaya + / +, pupil isokor, 3 mm

    Pemeriksaan funduskopi

    Optik disc Kanan Kiri

    Warna : Jingga Jingga

    Batas : Tidak tegas Tidak tegas

    Ekskavasio : Cembung Cembung

    Pembuluh darah A/V: 2/3 2/3

    Perdarahan retina : (-) (-)

    Kesan : Papil edema

    N III, IV, VI : Dolls eye phenomenon (+)

    N V : Refleks kornea (+)

    N VII : Sudut mulut jatuh di kanan

    N VIII : Sulit dinilai

    N IX, X : Refleks muntah (+)

    N XI : Sulit dinilai

    N XII : Lidah istirahat medial

    Universitas Sumatera Utara

  • Sistem Motorik

    Trofi : Eutrofi

    Tonus : Normotonus

    Kekuatan Otot : Sulit dinilai. Kesan : Lateralisasi ke kanan

    Refleks Fisiologis : kanan kiri

    Biceps / Triceps : + / + + /+

    KPR / APR : + / + + / +

    Refleks Patologis : (-)

    Sistem sensibiltas : Sulit dinilai

    Vegetatif : Tidak terganggu

    Gejala serebellar : Sulit dinilai

    Fungsi Luhur : Sulit dinilai

    II.5. DIAGNOSA Diagnosa Fungsional : Somnolen + Konvulsi + Hemiparese dextra + Parese

    N.VII UMN dextra

    Diagnosa Anatomis : Intrakranial

    Diagnosa Etiologis : Infeksi

    Diagnosa Banding : 1. SOL Intrakranial ec Abses Serebri

    2. SOL Intrakranial ec Tumor Serebri

    3. Stroke Iskemik

    Diagnosa Kerja : SOL Intrakranial ec Abses Serebri

    II.6. PENATALAKSANAAN

    IVFD Ringer Solution 20 gtt/i

    O2 2-3 L/i

    NGT, Kateter

    Diet SV

    Inj Ceftiraxone 2 gr/ 12 jam skin test Inj. Deksamethasone 2 ampul,lanjut 1 amp/6 jam tapering off Inj.Ranitidin 1 amp / 12 jam

    Fenitoin 2 x 100 mg

    Universitas Sumatera Utara

  • II.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG II.7.1. Hasil Laboratorium tgl 16 Agustus 2008

    Hb : 11,8 g / dl Ureum : 20 mg/dl

    Ht : 36,4 % Kreatinin : 0,7 mg/dl

    Leukosit : 15500 / mm3

    Trombosit : 356.000 / mm3 Natrium : 141 mEq / L

    Asam urat : 5,0 mg/dl

    LED : 10 mm/jam Kalium : 3,6 mEq / L

    KGD ad : 116 mg/dl Chlorida : 107 mEq / L

    SGOT : 20 U/L SGPT : 28 U/L

    II.7.2. Hasil Foto Thoraks (16 Agustus 2008) Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

    II.7.3. Hasil EKG (20 Agustus 2008) Kesan : Penyakit jantung katub ec 1. Bawaan

    2. Didapat ec RHD

    Anjuran : 1. ASTO, CRP, LED

    2. Ekokardiografi

    II.7.4. Hasil Konsul Gigi dan Mulut (22 Agustus 2008) Kesimpulan : Gangren radiks dan impaksi

    Anjuran : Bila keadaan umum memungkinkan, os dapat dikonsul ulang

    untuk dilakukan pencabutan dengan anatesi lokal

    II.7.5. Hasil Konsul THT (22 Agustus 2008) Kesimpulan : Sinusitis Ethmoidalis + sphenoidalis bilateral

    Terapi : sesuai TS

    II.7.6. Head CT-scan (13 Agustus 2008) RS Rantau Prapat NCCT : Tampak lesi hipodens multiple pada lobus frontal kiri dengan edema

    finger like disekitarnya yang mendorong midline anterior ke kiri dan

    mengobliterasi ventrikel lateral kiri.

    Sulci kedua hemisfer serebri sempit terutama sisi kiri

    Universitas Sumatera Utara

  • Sisterna ambient dan quadrigemina agak sempit

    Tampak perselubungan pada sinus frontal, ethmoid, dan sphenoid

    bilateral

    Mastoid air cell bersih

    CECT : Tampak lesi hipodens multiple pada lobus frontal kanan yang enhance

    pada tepi, tipis, dan reguler

    Kesan : Abses multiple pada lobus frontal kiri dengan edema + Herniasi supra

    callosal ke kiri + brain swelling diffuse terutama kiri + ancaman herniasi trans

    tentorial desenden sentralis + sinusitis frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis

    bilateral.

    II.7.7. Head CT-scan (29 Agustus 2008) RS HAM NCCT : Infratentorial cerebellum dan ventrikel IV tampak normal

    Supratentorial tampak lesi hyperdense berbatas teratur pada frontal kiri

    dengan mass effect dan midline shift ke kanan

    Ventrikel lateralis kiri tertekan

    Cortical sulci obliterated

    CECT : -

    Kesan : Abses pada frontal kiri dengan perifokal edema

    DD : Mass

    Anjuran : Head CT-scan dengan pemberian contras intravena untuk konfirmasi

    lebih lanjut

    II.7.8 Hasil laboratorium (27 Agustus 2008)

    LED : 10 mm/jam

    CRP : Negatif

    ASTO : < 200

    II.7.9 Hasil Konsul Bedah saraf (30 Agustus 2008)

    Diagnosa Banding : Multiple Brain Abscess

    Glioblastoma multiform

    Anjuran : Tindakan operasi

    Universitas Sumatera Utara

  • II.8. KESIMPULAN PEMERIKSAAN Telah diperiksa seorang wanita (L), 22 tahun, Jawa, Islam, Ibu rumah tangga,

    dengan keluhan utama penurunan kesadaran.

    Dari anamnese didapati Hal ini dialami os sejak 7 hari sebelum masuk

    RS.HAM, terjadi secara perlahan-lahan. Tiga bulan sebelum masuk RS HAM os

    mengeluhkan nyeri kepala dan dalam 2 minggu ini tidak berkurang dengan pemberian

    obat penghilang rasa sakit. Nyeri kepala pada mulanya bersifat hilang timbul pada

    seluruh kepala, terasa menekan. Kejang dialami oleh os sebanyak 3 kali, bersifat kaku

    dan menyentak pada seluruh tubuh, lamanya kejang 5 menit. Riwayat sakit gigi

    pada rahang bawah (+). Selain itu os sering mengeluhkan pilek yang berkepanjangan

    sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat muntah menyembur (-). Riwayat demam (-).

    Riwayat sakit telinga, tenggorokan serta trauma (-). Riwayat sakit paru (-)

    Sebelumnya os dirawat di RS Rantau Prapat selama 5 hari.

    Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai sensorium somnolen, vital sign dalam

    batas normal. Hasil pemeriksaan neurologis parese N.VII UMN dextra, papil edema,

    hemiparese dextra dan peningkatan refleks fisiologis ekstremitas dextra.

    Dari hasil pemeriksaan penunjang dijumpai Head CT-scan di RS Rantau Prapat

    menunjukkan kesan Abses multiple pada lobus frontal kiri dengan edema + Herniasi

    supra callosal ke kiri + brain swelling diffuse terutama kiri + ancaman herniasi trans

    tentorial desenden sentralis + sinusitis frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis

    bilateral. Head CT-scan di RS HAM dengan kesan Abses pada frontal kiri dengan

    perifokal edema.

    II.9. DIAGNOSA AKHIR SOL Intrakranial ec Abses Serebri

    II.10. PROGNOSA - Ad vitam : dubia ad bonam

    - Ad functionam : dubia ad bonam

    - Ad sanationam : dubia ad bonam

    Universitas Sumatera Utara

  • III. TINJAUAN PUSTAKA

    III.1 DEFENISI

    Abses serebri adalah suatu penumpukan bahan piogenik yang terlokalisir di dalam

    parenkim otak.

    2

    III.2 EPIDEMIOLOGI

    Insiden abses serebri diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 penduduk per tahun

    dimana perbandingan pria dan wanita yaitu 2:1 sampai 3:1 6. Di Amerika Serikat didapati sekitar

    1500-2500 kasus setiap tahunnya. Abses serebri jarang dijumpai di negara berkembang tetapi

    merupakan masalah yang sulit di Negara berkembang 1. Pada umumnya dapat terjadi pada setiap

    usia, sering pada dekade pertama sampai ketiga karena tingginya insiden penyakit mastoid dan

    sinus paranasal.

    4

    Tabel 1. Penderita dengan peningkatan resiko munculnya abses serebri

    Ket: AVM : Arteriovenous Malformation; BMT : Bone Marrow Transplant; SCT : Stem Cell Transplant Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd

    edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501

    Universitas Sumatera Utara

  • III.3 ETIOLOGI

    Pada era preantibiotika, dari hasil analisa pus intrakranial didapati bahwa

    Staphylococcus Aureus terdapat pada 25-30% penderita, Streptococcus pada 30%, Coliform pada

    12% dan tidak adanya pertumbuhan kuman dijumpai sekitar 50% kasus.

    Organisme yang sering menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus Aureus,

    Streptococcus, Enterobacteriaceae, Pseudomonas dan Bacteroides, sementara penyebab yang

    jarang adalah Pneumococcus, Meningococcus dan Haemophilus Influenza.

    6

    Lokasi dari abses serebri atau faktor predisposisinya sering memberikan

    gambaran kemungkinan besar agen penyebab terjadinya abses serebri (Tabel 2)

    3,4

    Tabel 2. Lokasi dan flora mikroba abses serebri

    Dikutip dari : Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd

    edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501

    Universitas Sumatera Utara

  • III.4 PATOGENESIS

    Abses serebri selalu bersifat sekunder terhadap fokus infeksi purulen di tempat

    lain pada tubuh manusia 3. Abses serebri dapat disebabkan oleh inflamasi intrakranial.

    Kira-kira 15% daripada kasus ini tidak dapat diketahui sumber infeksinya 1. Infeksi ini

    terjadi melalui 3 cara, yaitu:

    1. Infeksi fokus yang berdekatan

    1,5,6

    Perluasan secara langsung terjadi melalui daerah nekrosis osteomielitis di

    dinding posterior sinus frontal melalui sinus sphenoid dan ethmoid. Jalur

    perluasan langsung ke intrakranial pada umumnya disebabkan oleh otitis

    kronik, mastoiditis, dibandingkan dengan sinusitis. Infeksi gigi dapat meluas

    ke intrakranial melalui jalur langsung atau secara hematogen. Perluasan

    daerah yang berdekatan dapat menyebar ke beberapa tempat di sistem saraf

    pusat, menyebabkan trombosis sinus kavernosus, meningitis, epidural abses,

    subdural abses dan abses serebri.

    2. Penyebaran hematogen dari fokus yang jauh

    1

    Penyebaran abses serebri secara hematogen memberikan beberapa

    karakteristik, yaitu 6

    Fokus infeksi jauh, paling sering berasal dari daerah rongga dada

    :

    Berlokasi pada area distribusi arteri serebri media

    Lokasi awal pada daerah gray matter-white matter junction

    Poor encapsulation

    Mortalitas tinggi

    Umunya dijumpai lesi multipel dan multilokulated dan biasanya ditemukan

    didistribusi daerah arteri serebri media. Infeksi ini berhubungan dengan

    cyanotic heart disease, endocarditis, infeksi paru, kulit dan juga Human

    Immunodeficiency Virus (HIV).

    3. Trauma kranial

    1,6

    Pada trauma kranial dengan fraktur terbuka, menyebabkan pertumbuhan

    organisme di otak. Selain itu abses otak juga dapat disebabkan oleh

    pembedahan intrakranial.

    1

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 1. Penyebaran hematogen pada susunan saraf pusat

    Dikutip dari : Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. 2nd

    ed. New York : Thieme ;2004

    Untuk membatasi perluasan dari infeksi, respon imun memegang peranan penting

    dalam pembentukan abses dan juga merusak sekitar jaringan otak yang normal. Oleh karena itu,

    membatasi intensitas dan atau durasi respon imun anti bacterial dapat meminimalkan kerusakan

    disekitar jaringan otak. Mekanisme yang menjelaskan imunopatogenesa abses otak dapat dilihat

    pada gambar 2.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2. Imunopatogenesis Abses Serebri

    Dikutip dari : Kielian T. Immunopathogenesis of Brain Abcess. Available From: http://www.jneuroinflammation.com-content/1/1/1

    III.5 PATOLOGI

    Perkembangan abses serebri berlangsung dalam empat tahap yaitu :

    1. Stadium serebritis dini (early cerebritis stage)

    Stadium serebritis dini berlangsung mulai dari hari 1-3 dan ditandai dengan

    penumpukan neutrofil, jaringan nekrosis dan edema disekeliling white matter serta

    dijumpai aktivasi mikroglia dan astrosit. 6,8

    2. Stadium serebritis lanjut (late cerebritis stage)

    Stadium ini berlangsung dari hari ke 4-9 dan ditandai dengan adanya infiltrasi

    makrofag dan limfosit 8. Inti dari serebritis menjadi nekrosis serta meluas dan mulai

    terbentuk kapsul fibroblast.

    Infeksi menjadi lebih fokal dengan daerah nekrosis. Pembuluh darah mengelilingi

    proliferasi infeksi. Bagian tengah infeksi mengalami nekrosis, dikelilingi sel

    inflamasi berbentuk cincin, makrofage, jaringan granulasi dan fibroblast.

    2,3,6

    9

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Stadium formasi kapsul dini (early capsule stage)

    Berlangsung mulai dari hari ke 10-13 ditandai dengan penurunan ukuran inti nekrosis.

    Kapsul sudah terbentuk dengan proliferasi fibroblast, dikelilingi proliferasi astrosit

    dan edema.

    Ketika stadium pembentukan kapsul dimulai, kolagen dan reticulum membentuk

    kapsul berbatas jelas. Bagian inti tengah terdiri dari jaringan nekrotik dan debris

    inflamasi. Kapsul semakin menebal dengan bertambahnya kolagen. Pembentukan

    kapsul yang semakin tegas, efek massa dan edema yang mengelilinginya mulai

    berkurang. Selanjutnya gliosis di sekitar pinggir abses mempertegas area ini.

    2,6

    4. Stadium formasi kapsul lanjut (late capsule stage)

    9

    Stadium ini berlangsung pada hari ke 14. Kapsul yang matang dan tebal mengelilingi

    bagian tengah yang berongga yang mengandung sel debris dan sel-sel

    polimorfnuklear 2. Secara patologi dinding dari kapsul abses disusun dari tiga lapisan

    yaitu lapisan sebelah dalam yang merupakan suatu jaringan granulasi, lapisan tengah

    yang relative tebal terdiri dari kolagen dan lapisan paling luar yang membentuk

    jaringan glial.

    10

    III.6 GAMBARAN KLINIS

    Sakit kepala merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan pada abses

    serebri. Trias klasik dari abses serebri berupa sakit kepala, demam dan defisit neurologi fokal

    ditemukan pada kurang dari 50% penderita. Edema yang berada disekitar jaringan otak dapat

    meningkat tekanan intrakranial dengan cepat sehingga memperberat sakit kepala, mual dan

    muntah merupakan gejala awalnya.Sakit kepala yang memberat dengan tiba-tiba dengan kaku

    kuduk menunjukkan terjadinya ruptus abses otak ke ruang ventrikel. Kejang baik fokal maupun

    umum sering dijumpai.1,2,3,4,5

    Gejala fokal seperti gangguan mental dan hemiparesis tampak pada 50%

    penderita abses tergantung dari lokasinya. Pada abses serebellar gejala yang muncul adalah

    nistagmus, ataksia dan intention tremor.

    Pada pemeriksaan neurologis bisa dijumpai papil edema dan tanda neurologi fokal

    tergantung dari lokasi abses. Pasien dengan abses serebri multipel lebih cepat terjadi peningkatan

    intrakranial dengan sakit kepala, drowsinnes dengan cepat menjadi stupor.

    4

    2

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 3. Gejala dan tanda penderita abses serebri

    Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd

    edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501

    Tabel 4. Gejala-gejala fokal yang tampak pada abses otak

    Dikutip dari : Lombardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem Saraf. Dalam : Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi Keempat. Jakarta : EGC ; 1995. Hal. 1006-1007

    III.7 PROSEDUR DIAGNOSTIK

    Secara klinis abses serebri dapat diduga bila dijumpai nyeri kepala, kejang, tanda

    neurologis fokal atau peningkatan tekanan intrakranial (TIK) pada penderita dengan penyakit

    jantung kongenital atau dengan infeksi akut atau kronik pada telinga tengah, sinus nasalis,

    jantung dan paru.

    4

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Pemeriksaan darah

    Pemeriksaan darah pada abses serebri jarang membantu dalam menegakkan diagnosis 6.

    Dijumpai peningkatan lekosit dan Laju Endap Darah (LED) 1,2,4,5. Nilai serum C Reaktif

    Protein (CRP) pada umumnya meningkat 6. Pada kultur darah hanya positif pada 30%

    penderita. Hasil kultur darah ini sebagai dasar dalam menentukan antibiotik yang sesuai 5.

    Kultur darah menunjukkan organism pada penderita endokarditis.

    2. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)

    12

    Lumbal pungsi sebaiknya tidak dilakukan pada kasus dengan dugaan abses serebri

    dengan peningkatan TIK karena dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan

    kematian1,2,4,6. Prosedur ini jarang memberikan informasi tambahan yang signifikan dan

    dikaitkan dengan resiko herniasi pada sejumlah kasus.3 Perubahan CSS tidak spesifik,

    dan harus dihindari.4

    Pada CSS dijumpai sejumlah sel berkisar 0-100.000 sel/Ul, didominasi oleh PMN,

    protein mulai dari normal sampai lebih dari 500 mg/dl dan konsentrasi gula darah normal

    atau menurun

    4,6. Kultur CSS positif hanya dilaporkan sekitar 6% kecuali ditemukan

    ruptur abses ke sistem ventrikel atau ruang subarachnoid maka dijumpai lebih dari 20%

    kasus dengan kultur CSS positif.

    3. Computed Tomography ( CT) Scan

    6

    Pemeriksaan CT Scan baik dalam menentukan ukuran, jumlah dan lokasi abses dan juga

    untuk memantau keberhasilan terapi 1,4,5. Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat

    membedakan abses dengan tumor.

    Pada pemeriksaan CT Scan tanpa kontras, stadium serebritis pada awalnya terlihat

    sebagai suatu area hipodens di white matter dengan batas yang tidak jelas dengan efek

    suatu massa regional atau tersebar luas yang mencerminkan kongesti vaskular dan edema.

    Pada pemberian kontras dapat dijumpai sedikit atau tidak dijumpai kontras enhancement

    pada stadium ini.

    13

    Pada kontras dijumpai oval atau circular peripheral ringlike contrast enhancement yang

    menggambarkan kapsul abses. Dinding kapsul biasanya tipis (3-6 mm) dan ketebalannya

    sama meskipun beberapa abses memperlihatkan dinding tebal irregular yang mirip

    dengan dinding suatu glioblastoma.

    2,10

    10

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

    Pemeriksaan MRI paling sensitif untuk abses. Menunjukkan adanya hypointense pada

    area nekrosis (abses) dikelilingi sinyal hyperintense (edema) pada T2-weighted atau fluid

    attenuated inversion recovery (FLAIR) images.

    Pemeriksaan ini lebih baik dalam menunjukkan stadium serebritis serta perluasan

    inflamasi ke ruang ventrikel dan subarachnoid.

    11

    Pada stadium serebritis awal, dapat dilihat hyperintense pada subkortikal pada T2-

    weighted imaging. Lesi yang tampak hyperintense pada diffusion-weighted imaging

    (DWI) dengan apparent-diffusion-coefficient (ADC), dengan nilai 2 menunjukkan lesi

    kistik nonabses.

    1

    Pada stadium serebritis lanjut, menunjukkan area nekrosis sentral yang hyperintense pada

    jaringan otak dan rangkaian T2-weighted. Penebalan irregular di pinggir lingkaran

    tampak isointense menuju mild hyperintense pada spin-echo T1-weighted images dan

    isointense serta hypointense pada T2-weighted. Edema perifer dan lesi satelit tampak.

    9

    Pada stadium formasi kapsul dini dan lanjut, kapsul abses kolagen lebih jelas dengan

    gambaran penebalan dinding cincin isointense sampai hyperintense ringan dan menjadi

    hypointense pada T2-weighted. Diffusion Weighted Imaging menunjukkan gambaran

    khas. Bila terjadi rupture abses ke sistem ventricular, DWI menunjukkan gambaran

    spesifik. Bahan purulen di dalam ventrikel tampak sama dengan kavitas abses sentral,

    dengan sinyal hyperintense pada DWI.

    9

    Pada saat ini DWI dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapi abses. Adanya

    pengurangan sinyal

    9

    intensitas dari DWI dan peningkatan nilai ADC pada kavitas abses

    dihubungkan dengan keberhasilan terapi.

    5. Biopsi Otak

    14

    Terkadang hanya tindakan operatif yang dapat menegakkan diagnosa 3. Biopsi otak aman

    dilakukan jika lokasi abses di permukaan otak. Jika abses dalam, aspirasi jarum dengan

    bantuan stereotactic mungkin diperlukan.

    12

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 5. Pendekatan dalam diagnosis abses serebri

    Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd

    edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501

    III.8 DIAGNOSA BANDING

    1. Tumor Intrakranial

    Abses serebri dapat menyerupai suatu tumor intrakranial dalam hal progresifitas dan

    tanda-tanda neurologi fokal. Adanya riwayat infeksi serta gambaran CT Scan dan MRI

    dapat membedakan kedua keadaan ini.

    2. Meningitis

    2

    Infeksi otak stadium awal memberikan gambaran serebritis fokal yang menyerupai

    meningitis dengan adanya demam, nyeri kepala dan menigismus akan tetapi abses yang

    telah terbentuk lengkap biasanya memberikan gambaran sebagai suatu lesi massa dengan

    tanda-tanda fokal dan papil edema.

    2

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Hematoma subdural kronik

    Adanya riwayat trauma, tidak ada tanda-tanda infeksi serta gambaran CT Scan dan MRI

    dapat menegakkan diagnosis hematoma subdural.

    4. Empyema subdural

    2

    Empiema subdural biasanya merupakan komplikasi dari sinusitis paranasalis dan dapat

    sangat mirip dengan suatu abses serebri. Pemeriksaan CT Scan atau MRI dapat

    membedakan kedua keadaan ini.

    5. Infark Serebri

    Onset infark serebri lebih bersifat tiba-tiba dan dari pemeriksaan CT Scan terdapat

    gambaran abses berupa typical ring.

    6. Tuberkuloma

    2

    Adanya riwayat tuberculosis dan gambaran CT Scan dapat membedakan abses dan

    tuberkuloma.

    2

    III.9 PENATALAKSANAAN

    A. Terapi Konservatif

    Sebelum abses terbentuk kapsul dan terlokalisasi, pengobatan konservatif bermanfaat

    pada penderita abses 1. Pengobatan segera dengan antibiotika intravena pada saat infeksi

    masih stadium serebritis dapat menyebabkan terjadi resolusi total tanpa perlu tindakan

    intervensi.

    1. Antibiotika

    2

    Abses dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 cm secara umum respon dengan

    terapi antimikrobial, sementara abses dengan ukuran lebih dari 2,5 cm tidak

    memberikan respon terhadap terapi tersebut.

    Pasien dengan gejala kurang dari 1 minggu memiliki respon yang baik

    terhadap terapi medis dibandingkan dengan gejala menetap lebih dari 1

    minggu.

    1

    Sebagai terapi empiris awal untuk abses serebri :

    1

    - Penicillin G 10-20 juta unit/hari/iv ditambah

    3,15

    - Chloramphenicol 3 gr/hari/iv diberikan setiap 8 jam, ditambah

    - Metronidazole 2 gr/hari/iv, diberikan setiap 6 jam

    Universitas Sumatera Utara

  • Terapi antimikrobial pada abses serebri biasanya lama (6-8 minggu)

    dikarenakan dibutuhkan waktu yang panjang untuk perbaikan jaringan otak

    dan ruang abses yang tertutup. Perjalanan awal melalui rute intravena, sering

    diikuti dengan tambahan 2-6 bulan pemberian oral.

    Jika abses serebri berasal dari prosedur operasi :

    1

    - Vancomycin 1 gr/12 jam/iv

    3

    Computed Tomography Scanning dan MRI menunjukkan pengurangan dari

    ukuran lesi, pengurangan edema, serta berkurangnya enhancement ring.

    Perbaikan pada CT Scan secara umum dan dapat dilihat dalam 1-4 minggu

    (rata-rata 2.5 minggu) dan resolusi yang komplit dalam 1-11 bulan (rata-rata

    3.5 bulan).

    Tabel.6 Pemberian Antibiotika pada Abses Serebri

    1

    Dikutip dari : Koppel BS. Bacterial, Fungal and Parasitic Infections of The Nervous System. In : Brust JC, editor. Current Diagnosis and Treatment. New York : Mc-Graw Hill ; 2007.P.408-411

    2. Anti Edema Serebri

    Penggunaan dari kortikosteroid ini masih kontroversial. Dimana steroid dapat

    memperlambat proses encapsulation, meningkatkan nekrosis, mengurangi penetrasi

    antibiotika ke tempat abses, meningkatkan resiko rupture ventrikel 1. Penggunaan

    jangka panjang dari kortikosteroid tidak dianjurkan, dikarenakan steroid dapat

    mengganggu pembentukan jaringan granulasi 4 . Sehingga bila untuk mengurangi

    edema serebri, terapi harus dalam durasi yang singkat, dosis yang tepat dan waktu

    yang tepat.1

    Universitas Sumatera Utara

  • Pemberian kortikosteroid untuk dewasa, dosis awal : 10-12 mg IV dan dosis lanjutan

    4 mg IV/6 jam. Sedangkan untuk anak-anak, dosis awal : 1-2 mg/kg/dosis IV dan

    dosis lanjutan 1-1,5 mg/kg/ IV.

    3. Anti Konvulsan

    1

    Antikonvulsan yang digunakan seperi diphenylhidantoin atau karbamazepin untuk

    profilaksis ataupun untuk mencegah berulangnya kejang. Umumnya, obat ini

    diberikan sampai 3 bulan setelah operasi abses.

    B. Terapi Operatif

    4

    Indikasi dilakukan operasi pada abses serebri, yaitu :

    Penekanan pada otak dan gejala bertambah buruk

    1

    Ukuran dari abses serebri tidak berkurang dengan terapi konservatif

    Penanganan dengan terapi operatif berupa : stereotactic-guided aspiration dan eksisi 1.

    Aspirasi menyebabkan sedikit kerusakan dari jaringan otak dibandingkan dengan eksisi,

    CT (atau MRI) guided aspirasi streotaksik melalui burr hole dipertimbangkan menjadi

    pilihan 6. Beberapa keuntungan dari aspirasi streotaktik yaitu :

    Dapat dilakukan secara cepat dan aman melalui single burr hole dengan

    pasien dalam anestesi lokal

    16

    Aspirasi dari abses memungkinkan konfirmasi patologis dari diagnosis,

    dimana sangat membantu dalam membedakannya dengan tumor

    Prosedur dasar dari sterotaksik dengan tindakan invasif yang minimal

    Kultur bakteri dari sampel diambil secara langsung dari abses yang diaspirasi

    Aspirasi tambahan dapat memberikan keuntungan dan secara mudah dapat

    dilakukan prosedur streotaksik berulang dengan anestesi lokal

    Tindakan eksisi abses dilakukan pada sejumlah keadaan seperti:

    Multiloculated abses

    1,12

    Abses yang meluas dengan pemberian antibiotika

    Herniasi

    Lesi unencapsulated akibat infeksi jamur dan helminthes

    Infeksi yang diakibatkan trauma kepala (untuk mengeluarkan benda asing)

    Penurunan kesadaran

    Tidak ada perbaikan dalam 7 hari, dan atau terjadi progresifitas dari

    perkembangan abses

    Universitas Sumatera Utara

  • III.10 KOMPLIKASI

    Komplikasi yang paling penting pada abses serebri :

    1. Herniasi

    5,6

    2. Ruptur abses ke ruang ventrikel dan subarachnoid

    3. Rekuren abses

    4. Hidrosefalus obstruktif

    5. Sekuele defisit neurologi (kejang, hemiparesis)

    III.11 PROGNOSIS

    Survival rate untuk abses serebri baik. Prognosis baik berkaitan dengan :

    1. Usia muda

    5

    2. Tidak dijumpai defisit neurologi pada awal penyakit

    3. Tidak dijumpai perburukan klinis

    4. Tidak dijumpai penyakit komorbid

    Sementara prognosis buruk pada abses serebri berhubungan dengan :

    1. Dijumpai gambaran herniasi pada awal penyakit

    1,5,6,12

    2. Diagnosis terlambat atau salah diagnosis

    3. Gambaran perluasan lesi pada radiologi (peningkatan ukuran, lokasi berbahaya, lesi

    multipel, perluasan edema/midline shift)

    4. Ruptur ventrikel

    5. Penyebabnya infeksi jamur

    6. Usia > 60 tahun

    IV. DISKUSI KASUS

    Pada kasus ini telah dirawat di RS.H.Adam Malik Medan seorang wanita (L), 22 tahun,

    Jawa, Islam, ibu rumah tangga, didiagnosa menderita suatu abses serebri multipel berdasarkan

    hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

    Dari anamnesis didapatkan keluhan utama penurunan kesadaran. Hal ini dialami os sejak

    7 hari sebelum masuk RS.HAM, terjadi secara perlahan-lahan. Diawali dengan adanya nyeri

    kepala sejak 3 bulan yang lalu dan tidak berkurang dengan pemberian obat penghilang rasa sakit

    dalam 2 minggu ini. Nyeri kepala pada mulanya bersifat hilang timbul pada seluruh kepala,

    terasa menekan. Os juga mengalami kejang sebanyak 3 kali, bersifat kaku dan menyentak pada

    Universitas Sumatera Utara

  • seluruh tubuh, lamanya kejang 5 menit. Riwayat sakit gigi pada rahang bawah dijumpai. Selain

    itu os sering mengeluhkan pilek yang berkepanjangan sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat muntah

    menyembur, demam, sakit telinga dan tenggorokan, trauma, serta sakit paru tidak dijumpai.

    Dari pemeriksaan fisik djumpai status presens sensorium somnolen, vital sign dalam

    batas normal. Hasil pemeriksaan neurologis parese N.VII UMN dextra, papil edema, hemiparese

    dextra dan peningkatan refleks fisiologis ekstremitas dextra.

    Dari hasil pemeriksaan penunjang berupa Head CT-scan di RS Rantau Prapat

    menunjukkan kesan Abses multiple pada lobus frontal kiri dengan edema + Herniasi supra

    callosal ke kiri + brain swelling diffuse terutama kiri + ancaman herniasi trans tentorial desenden

    sentralis + sinusitis frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis bilateral. Head CT-scan di RS HAM

    dengan kesan Abses pada frontal kiri dengan perifokal edema.

    Saat masuk os didiagnosis banding dengan tumor intrakranial. Dikarenakan pada

    pemeriksaan neurologis dijumpai adanya tanda defisit neurologis yang berkembang lambat.

    Tetapi pada tumor intrakranial tanda-tanda infeksi tidak dijumpai. Kemudian didiagnosa banding

    dengan stroke iskemik dikarenakan pada pemeriksaan neurologis dijumpai hemiparese dextra,

    parese N VII UMN dextra dan peningkatan refleks fisiologis dextra, tetapi pada stroke onsetnya

    terjadi secara tiba-tiba. Kedua diagnosa banding ini disingkirkan dengan pemeriksaan Head CT

    scan yang menunjukkan ring enhancement yang berupa cincin dengan hyperdense yang

    mengelilingi area sentral yang hypodense. Dari bagian bedah saraf os direncanakan untuk

    dilakukan tindakan operasi.

    Universitas Sumatera Utara

  • V. PERMASALAHAN

    1. Bagaimanakah memastikan bahwa penyakit jantung pada pasien ini yang merupakan

    faktor predisposisi terjadinya abses serebri multipel ?

    2. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada kasus ini ?

    VI. KESIMPULAN

    1. Diagnosa Abses serebri multipel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,

    pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang dan imaging.

    2. Penyakit jantung merupakan salah satu faktor predisposisi yang dijumpai pada kasus ini

    3. Penatalaksanaan Abses serebri multipel pada kasus ini dengan terapi konservatif

    VII. SARAN

    1. Sebaiknya diterangkan kepada keluarga mengenai penyakit dan sekuele yang mungkin

    terjadi setelah mendapat pengobatan

    2. Uji resistensi dan kultur sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan antibiotik yang sesuai

    Universitas Sumatera Utara

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Brook I. Brain Abcess. 2008. Available From : http://www.emedicine.com/MED/topic.htm

    2. Gilroy J. Basic Neurology, 3rd3. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology, 7

    ed. New York : McGraw-Hill ; 2000 th

    4. Bernardini GL. Focal Infections. In : Rowland LP, editor. Merrits Neurology. 10

    edition. New York : McGraw-Hill ; 2000

    th

    5. Thomas LE. Brain Abscess. 2008. Available from :

    edition. Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins ; 2000. P.128-133

    http://www.emedicine.medscape.com6. Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM,

    Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3

    /article/781021-overview

    rd

    7. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. 2

    edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2004. P. 479-501

    nd

    8. Kielian T. Immunopathogenesis of Brain Abcess. 2004. Available from : ed. New York : Thieme ;2004

    http://www.jneuroinflammation.com-content/1/1/16 9. Nadalo LA. Brain, Abcess. 2007. Available From :

    http://www.emedicine.com/radio/topic.91.htm 10. Sze G. Lee SH. Infectious Disease. In : Lee SH, Rao KCVG, Zimmerman RA, editors.

    Cranial MRI and CT. 4th11. Lombardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem Saraf. Dalam :

    Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi Keempat. Jakarta : EGC ; 1995. Hal. 1006-1007

    ed. New York : McGraw-Hill ; 1999.P.453-516

    12. Koppel BS. Bacterial, Fungal & Parasitic Infections of The Nervous System. In : Brust JC.M, editor. Current Diagnosis and Treatment. New York : Mc-Graw Hill ; 2007.P.408-411

    13. Lange S, Grumme T, Kluge W, Ringel K, M Wolfgang. Cerebral and Spinal Computerized Tomography, 2nd

    14. W Fabiola, Zumelzu C, Staurou I, Castillo M, Eisenhuber E, Knosp E, Thurnher M. Diffusion-Weighted Imaging in the Assesment of Brain Abcess Therapy. AJNR Am JNeuroradiol 25 : 1310-1317

    edition. Germany : Schering AG ;1989

    15. Hankey GJ, Wardlaw JM. Clinical Neurology. 1st16. Su CF, Loh TW, Chen YW, Chen SY, Wang LS. Advantages of Stereotactic Aspiration

    on Surgical Management of Pyrogenic Brain Abcess. Tsu Chi Med J 2004 ; 16 : 143-150

    edition. Manson Publishing. 2008

    Universitas Sumatera Utara

  • LAMPIRAN

    Head CT-scan RS. Rantau Prapat (13 Agustus 2008)

    Foto Thorax

    Head CT-scan RS.H.Adam Malik Medan (29 Agustus 2008)

    Universitas Sumatera Utara