30
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia DAFTAR ISI BAB I - PENDAHULUAN.......................................... 2 1.1 Latar Belakang..........................................2 1.2 Pokok Permasalahan......................................3 1.3 Tujuan Penelitian.......................................3 1.4 Manfaat Penelitian......................................3 1.5 Metode Penelitian......................................4 BAB II - PEMBAHASAN.......................................... 4 2.1 Efektivitas Pemerintah Indonesia Dalam Menjalankan Perannya Sebagai Administrator Pembangunan Pada Tahun 1969-1999................................................4 2.1.1 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Motivator..........5 2.1.2 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Modernisator.......7 2.1.3 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Katalisator........8 2.1.4 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Dinamisator.......10 2.1.5 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Stabilisator......11 2.2. Penyebab Gagalnya Repelita I-V Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai Welfare State.........................13 2.21 Latar Belakang Repelita I-V.........................13 2.2.1 Kesalahan Dalam Prioritas Perencanaan Pendidikan. . .14 BAB III - PENUTUP........................................... 16 3.1 Kesimpulan.............................................16 3.2 Saran..................................................17 DAFTAR PUSTAKA.............................................. 18 Universitas Indonesia Page 1

Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hasil Repelita I - Repelita V. Dimana pada akhir Repelita ke-V (tahun 1999) Indonesia ditargetkan akan mencapai Welfare State atau Negara kesejahteraan. Penelitian ini akan menguji efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V) serta efektivitas hukum yang dibuat berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang tersebut dengan menggunakan pendekatan teori-teori terkemuka dalam hukum administrasi pembangunan.

Citation preview

Page 1: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

BAB I - PENDAHULUAN......................................................................................................2

1.1 Latar Belakang................................................................................................................2

1.2 Pokok Permasalahan.......................................................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................3

1.5 Metode Penelitian..........................................................................................................4

BAB II - PEMBAHASAN.......................................................................................................42.1 Efektivitas Pemerintah Indonesia Dalam Menjalankan Perannya Sebagai Administrator

Pembangunan Pada Tahun 1969-1999...........................................................................4

2.1.1 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Motivator..........................................................5

2.1.2 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Modernisator....................................................7

2.1.3 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Katalisator........................................................8

2.1.4 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Dinamisator....................................................10

2.1.5 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Stabilisator......................................................112.2. Penyebab Gagalnya Repelita I-V Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai Welfare

State.............................................................................................................................13

2.21 Latar Belakang Repelita I-V...................................................................................13

2.2.1 Kesalahan Dalam Prioritas Perencanaan Pendidikan.............................................14

BAB III - PENUTUP..............................................................................................................16

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................16

3.2 Saran.............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

Universitas Indonesia Page 1

Page 2: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

BAB I - PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan sejarah Republik Indonesia dari tahun 1969-1999, Republik

Indonesia telah melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Ke-I

yang direalisasikan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita I-V).1

Dimana pada akhir Repelita ke-V (tahun 1999) Indonesia ditargetkan akan

mencapai Welfare State atau Negara kesejahteraan.2

Namun pada kenyataannya, hingga saat makalah ini ditulis, indikator

kesejahteraan Indonesia masih sangatlah jauh apabila dibandingkan dengan

negara maju. Human Development Index (HDI) Indonesia yang mencakup ukuran

angka harapan hidup, indeks melek huruf orang dewasa, index pendidikan, dan

pendapatan domestic bruto, berdasarkan data dari United Nations Development

Program (UNDP) hanya menduduki peringkat ke 124 di dunia3. Pasal 34 ayat (1),

Pasal 28H (1) Hidup sejahtera lahir batin mendapatkan tempat tinggal lingkungan

hidup yang baik dan sehat, pasal 28H (3) semua orang berhak atas jaminan social

yang memungkinakan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang

bermartabat. Hal ini tentunya merupakan indikasi bahwa Indonesia telah gagal

dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang tersebut. Menurut Prof. Safri

Nugraha indikasi apakah suatu negara telah melaksanakan Good Governance

dengan baik adalah dengan melihat tercapai atau tidaknya tujuan pembangunan

negara tersebut.4

Keberhasilan ataupun kegagalan pembangunan suatu negara tentunya tidak

terlepas dari aspek-aspek yang menyangkut peran pemerintah sebagai

administrator pembangunan serta peran hukum yang telah dibentuk sebagai

patokan perencanaan pembangunan.5

1 Ginandjar Kartasasmita, Administrasi Pembangunan: Perkembangan dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1997), hal. 19.

2 Ibid. hal.633 United Nations Development Program, “International human Development Indicators,”

http://hdrstats.undp.org/en/countries/profiles/idn.html, diunduh 11 Maret 2013.4 Safri Nugraha, Laporan Akhir Tim Kompendium Bidang hukum Pemerintahan yang Baik,

(Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen hukum dan Ham RI, 2007), hal. 52.5 Made Asdhiana, “Indonesia Memiliki Lima Ciri Negara Gagal,”

http://nasional.kompas.com/read/2011/07/16/12040941/Indonesia.Miliki.Lima.Ciri.Negara.Gagal, diunduh 10 Maret 2013.

Universitas Indonesia Page 2

Page 3: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Penelitian ini akan menguji efektivitas fungsi pemerintah sebagai

administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V) serta efektivitas

hukum yang dibuat berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang tersebut

dengan menggunakan pendekatan teori-teori terkemuka dalam hukum

administrasi pembangunan.

1.2 Pokok Permasalahan

Dari pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan dua permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah efektivitas pemerintah Republik Indonesia dalam menjalankan

perannya sebagai sebagai pelopor, inovator, modernisator, katalisator, hingga

stabilisator pada tahun 1969-1999?

2. Mengapa keefektivan Repelita I-V tidak optimal dalam membawa Indonesia

menuju Negara kesejahteraan?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis efektivitas peran pemerintah Republik Indonesia sebagai

administrator pembangunan untuk menjalankan fungsinya sebagai pelopor,

inovator, modernisator, katalisator, hingga stabilisator pembangunan

dalam periode tahun 1969-1999.

2. Menganalisa penyebab kegagalan Repelita I-V untuk membawa Indonesia

menjadi negara kesejahteraan (Welfare State).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui apakah perencanaan dan peran

administrator pembangunan di Indonesia telah sesuai dengan tataran ideal untuk

menuju negara kesejahteraan. Selain itu penelitian ini juga akan mengukur sejauh

Universitas Indonesia Page 3

Page 4: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

mana Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahap Kedua 2000-2025

telah menjadi lebih baik dibandingkan dengan RPJP tahap pertama.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis

normatif dengan mengkaji berbagai sumber data sekunder, yaitu dengan

melakukan studi pustaka baik dengan menggunakan bahan hukum primer maupun

bahan hukum sekunder yang di peroleh melalui kepustakaan maupun media

elektronik seperti internet.

BAB II - PEMBAHASAN

2.1 Efektivitas Pemerintah Indonesia Dalam Menjalankan Perannya Sebagai

Administrator Pembangunan Pada Tahun 1969-1999.

Pemerintah sebagai birokrat, melaksanakan pembangunan berlandaskan

Idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945. Oleh karena itu perlu

mengetahui sejauh mana peran pemerintah harus dilaksanakan untuk menunjang

berhasilnya pembangunan.6

Berikut ini adalah fungsi-fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan:

1. PERAN SELAKU MOTIVATOR

Pemerintah harus mampu mendorong seluruh komponen masyarakat untuk

turut serta baik secara aktif maupun secara pasif dalam melaksanakan

pembangunan.

2. PERAN SELAKU MODERNISATOR

Pemerintah mampu menyeleksi norma mana yang masih dapat dipergu

nakan dan norma baru mana yang hendak diperkenalkan dan

harus mampu menggerakkan masyarakat dalam pola pikir dan gaya

6 Safri Nugraha et. al., Hukum Administrasi Negara (Depok: CLGS Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), hal.384

Universitas Indonesia Page 4

Page 5: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

hidup yang menunjang proses pembangunan.

3. PERAN PEMERINTAH SELAKU KATALISATOR

Pemerintah mampu memberi contoh dan suri tauladan dengan gerak

dan kemampuan kerja tanpa mengorbankan mutu.

4. PERAN PEMERINTAH SELAKU DINAMISATOR

Pemerintah harus menunjukan suatu dinamika yg “action oriented” (dinamika

Pemerintahan yg tinggi dlm menyelenggarakan pembangunan)

5. PERAN PEMERINTAH SELAKU STABILISATOR

Pemerintah harus mampu menciptakan suasana kestabilan administrasi, sebagai

Syarat untuk berlangsungnya proses pembangunan.7

Untuk melaksanakan fungsi-fungsi diatas, pemerintah memiliki alat untuk

mewujudkan target pembangunan yang dinamakan dengan aparatur pemerintah.

Aparatur pemerintah ialah alat pemerintah untukmenjalankan semua gugas-tugas

pemerintahan untuk tujuan kesejahteraan masyarakat. Dari kelima bentuk

peranan pemerintah tersebut di atas dapat terlihat jelas peran aparatur pemerintah

dalam pelaksanaan administrasi pembangunan.

Menurut Fritz Morstein Marx, aparatur pemerintah terstuktur dalam

sebuah organisasi administrative pemeritahan, yaitu alat-alat birokrasi untuk

mencapai tujuan-tujuan nasional dan tujuan-tujuan pemerintahan.8

Dengan demikian, penelitian ini akan menganalisa sejauh mana birokrat di

Indonesia telah menjalankan fungsi-fungsi administrator pembangunan diatas

dalam periode tahun 1969-1999.

2.1.1 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Motivator

Sebagai motivator, pemerintah harus mampu mendorong seluruh komponen

masyarakat untuk turut serta baik secara aktif maupun secara pasif dalam

melaksanakan pembangunan. Kendala terbesar dalam mengajak masyarakat

negara berkembang untuk turut serta dalam pembangunan adalah kualitas sumber 7 Ibid.8 Fritz Morstein Marx, The Administrative State, (Chicago: University of Chicago Press, 1957),

hal.32.

Universitas Indonesia Page 5

Page 6: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

daya manusia (SDM) yang masih sangat rendah, yang menyebabkan kesadaran

masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan masih sangat rendah.9

Kualitas SDM ditentukan oleh berbagai faktor terutama pendidikan,

kesehatan, dan juga nilai-nilai budaya seperti sikap terhadap kerja (work ethics),

dan disiplin. Namun, untuk membatasi lingkup pembahasan agar mengarah pada

tema seminar ini, kita batasi saja pada masalah pendidikan sebagai sumber mata

airnya. Berbagai studi menunjukkan eratnya kaitan antara pendidikan dan

pertumbuhan ekonomi.10

Selama Repelita I-V pada tahun 1969-1999, Pemerintah Indonesia telah

menanamkan nilai-nilai yang baik untuk memotivasi masyarakat untuk bersama-

sama melakukan pembangunan, misalnya saja norma gotong royong yang

ditanamkan sejak Sekolah Dasar.

Pemerintah juga mendorong petani untuk meningkatkan produktivitas

dengan membentuk kelompok pertain di setiap desa untuk mengkuti bimbingan

dari para penyuluh pertanian yang disebut intensifikasi massal dan bimbingan

massal. Bukan hanya lewat tatap muka, tetapi juga disiarkan melalui radio dan

televise, bahkan juga sejumlah media cetak menyediakan halaman khusu untuk

Koran masuk desa dengan muatan materi siaran yang khas pedesaan,

membimbing petani.11

Keberhasilan ini telah membuat Edouard Saouma, Direktur Jendereal FAO

mengundang Presiden Soeharto untuk bicara pada forum dunia, pada tanggal 14

November 1985. Organisasi pangan dan pertanian dari PBB tersebut juga

9 Tim Dixon dan John O’ Mahony. Australia in The Global Economy, Ed.2006 (Sydney: Leading Edge, 2005) hal.1

10 Antara lain: Gary S. Becker, Human Capital: A Theoritical Approach and Empirical Analysis with Special Reference to Education. New York: Columbia University Press, 1964; Gregory N. Mankiw, David Romer, dan D. Weil, “A Contribution to the Empirics of Economic Growth”. Quarterly Journal of Economic. May 1992; Robert J. Barro, “Economic Growth in Cross Section Countries”. Quarterly Journal of Economics. May 1991; Nancy Birdsall, Social Development is Economic Development, The Policy Research Working Paper Number 1123. Washington: World Bank, 1993; World Bank, The East Asian Miracle: Economic Growth and Public Policy. Oxford: The World Bank, 1993.

11 Ken dan Ant, “Soeharto dan Swasembada Pangan,”http://klipingut.wordpress.com/2008/01/27/soeharto-dan-swasembada-pangan/, diunduh pada 3 Maret 2013.

Universitas Indonesia Page 6

Page 7: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

menganugerahi Presiden Soeharto dengan penghargaan berupa medali emas FAO

“From Rice Importer to Self Sufficiency”.12

Keberhasilan pemerintah untuk menggalang para petani untuk

bekerjasama melakukan revolusi pangan sangatlah sulit. Karena memerlukan dana

yang besar disamping keterbatasan lahan lumbung padi di Jawa, Bali dan

Sumatera.13 Maka peran Pemerintah sebagai motivator sebagai administrator

pembangunan dalam sektor pangan dan pertanian telah teruji.

2.1.2 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Modernisator

Sebagai modernisator, pemerintah harus menyeleksi norma mana yang

masih dapat dipergunakan dan norma baru mana yang hendak diperkenalkan dan

harus mampu menggerakkan masyarakat dalam pola pikir dan gaya hidup yang

menunjang proses pembangunan.

Pada masa Repelita I-V, pemerintah telah menjaga dan menanamkan

norma sopan santun, tenggang rasa, dengan Pendidikan P4 lalu PPKN sejak

Sekolah Dasar, disamping itu Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah

satu dasar utama untuk meningkatkan produktivitas. Berbagai upaya peningkatan

teknologi terutama di bidang pertanian dan kesehatan telah membuahkan hasil

selama PJP I dan dua tahun pertama Repelita VI telah membuahkan hasil.

Keberhasilan lain yang dapat dicatat adalah meningkatnya kemampuan rekayasa

dan rancang bangun dalam industri manufaktur, mulai dari industri dengan

teknologi sederhana sampai industri canggih seperti pesawat terbang.14

Dalam ranah hukum, berbagai perbaikan di bidang hukum telah dilakukan dan

diarahkan menurut petunjuk UUD 1945. Dalam kaitan ini, antara lain telah

ditetapkan Undang-undang tentang KUHAP, Undang-undang tentang Hak Cipta,

Paten, dan Merek, kompilasi hukum Islam, dan lain-lain. Selain itu, agar hukum

dapat dijalankan berdasarkan peraturan- peraturan yang berlaku, telah pula

12 Ginanjar Kartasasmita, “Hasil-Hasil Pembangunan Nasional Dan Perspektifnya Pada Repelita VII,”(Jakarta: Bappenas,1996), hal. 1

13 Ken, op. cit., hal.214 Kartasasmita, loc. cit., hal.4

Universitas Indonesia Page 7

Page 8: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

dilakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat luas maupun kepada aparat

pemerintah.15

2.1.3 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Katalisator

Sebagai Katalisator, memberi contoh dan suri tauladan dengan gerak

dan kemampuan kerja tanpa mengorbankan mutu. Pada Repelita I-V, Pemerintah

telah menjadi tauladan di tingkat makro, dengan Repelita yang begitu

komprehensif dalam menjalankan GBHN. Namun pada tingkat mikro, para

birokrat tidak menjadi tauladan bagi masyarakat dalam menjalankan

pembangunan.

Pegawai negeri sipil tidak produktif, kondisi pelayanan sarat dengan

nuansa kultur kekuasaan, publik menjadi pihak yang paling dirugikan. Kultur

kekuasaan dalam birokrasi yang dominan membawa dampak pada terabaikannya

fungsi dan kultur pelayanan birokrasi sebagai abdi masyarakat. Pada tataran

tersebut sebenarnya berbagai praktik penyelewengan yang dilakukan oleh

birokrasi terjadi tanpa dapat dicegah secara efektif. Penyelewengan yang

dilakukan birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa menjadikan masyarakat

sebagai objek pelayanan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan pribadi

pejabat ataupun aparat birokrasi.16

Karakteristik birokrasi pada Repelita I-V:17

Sistem Politik Tertutup dan Otoriter,

Sistem Patron-Client

sangat kentara.

Kinerja Birokrasi Administrasi yang

sangat terbelit-belit,

proses administrasi

yang lama, tunduk dari

satu perintah

15 Ibid.16 Afan Gaffar, “Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi,”(Yogyakarta: Pustaka pelajar,

1999), hal. 61.17 Anonim, “Birokrasi dalam Era Keterbukaan Informasi Publik,” (Jakarta: Kementrian Komunikasi

dan Informatika RI, 2009)

Universitas Indonesia Page 8

Page 9: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

(komando)

Transparansi Sangat buruk, karena

badan pengawas

tunduk kepada

Presiden.

Akuntabilitas Sangat buruk, karena

tanggungjawab

langsung dengan

Presiden, tanpa

tanggungjawab kepada

masyarakat.

Efisiensi Kinerja Inefisien terlihat

dengan jelas, dan belum

mampu untuk ditekan,

karena partisipasi

publik sama sekali

belum ada, atau bisa

dibilang keotoriteran

soeharto menutup akses

bagi masyarakat untuk

berpartisipasi

Partisipasi Publik Tidak ada, karena

keharusan seseorang

untuk mengikuti partai

dari presiden yang

berkuasa, selain itu

pemaksaan terhadap

masyarakat untuk

memilih partai tertentu

menyebabkan

kebebasan

berpartisipasi menjadi

Universitas Indonesia Page 9

Page 10: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

pudar.

Dalam fungsi sebagai katalisator, Pemerintah hanya berhasil menjadi

tauladan pada tingkat perencanaan dan program makro, namun birokrat yang

bersentuhan dengan pelayanan masyarakat memberikan pelayanan public yang

tidak prima, malas-malasan, sering hanya mengisi absen saja lalu meninggalkan

kantor18, sehingga birokrat yang merupakan pelaksana peran pemerintah tidak

menjadi tauladan bagi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan.

2.1.4 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Dinamisator

Sebagai dinamisator, pemerintah harus menunjukan suatu dinamika yg

“action oriented” (dinamika Pemerintahan yg tinggi dlm menyelenggarakan

pembangunan), program Repelita I-V yang dibuat oleh pemerintah telah

menunjukkan bahwa pemerintah sangat action oriented pada tingkat makro,

namun di tingkat mikro, birokrat yang merupakan pelaksanan tuga pemerintah

cenderung tidak produktif, malas dan korup, pulang kerja sebelum waktunya,

dan tidak memberikan pelayanan publik yang prima.

Prosedur perijinan di Indonesia kompleks, lama, dan relatif mahal. Untuk

memulai usaha di Indonesia dibutuhkan sebanyak 12 prosedur yang harus

ditempuh dengan waktu 151 hari (kedua terlama di Asia setelah Laos) dan

biaya sekitar 130,6 persen pendapatan per kapita (keempat termahal di Asia

setelah Kamboja, Yaman, dan Lebanon) atau sekitar US 1.163 (ketujuh

termahal di Asia setelah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Lebanon, Korea,

Kamboja, dan Yaman).19

18 Gaffar, loc. cit., hal.62.19 Tim Investasi Direktorat Perencanaan Makro Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional,

“Analisis Iklim Investasi di Indonesia,” (Jakarta: Bappenas, 2005), hal. IV-1.

Universitas Indonesia Page 10

Page 11: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Fakta bahwa pelayanan publik berbelit-belit dan mahal menunjukkan bahwa

Pemerintah tidak action oriented dalam mendukung pembangunan, sehingga dapat

disimpulkan bahwa pemerintah telah gagal dalam menjalankan peran sebagai

dinamisator pembangunan.

2.1.5 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Stabilisator

Sebagai Stabilisator, Pemerintah harus mampu menjaga suasana kestabilan

administrasi, sebagai syarat untuk berlangsungnya proses pembangunan. Stabilitas

keamanan di dalam negeri merupakan tulang punggung upaya pembangunan

nasional. Dalam hal ini manunggalnya ABRI dengan rakyat dan mantapnya dwi

Universitas Indonesia Page 11

Page 12: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

fungsi ABRI merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan selama PJP I

sampai pertengahan pelaksanaan Repelita VI.

Namun pemerintah telah gagal dalam menjaga stabilitas keamanan di daerah

konflik seperti Timor Timur yang berujung pada lepasnya Timor Timur dari

Republik Indonesia. Pada ranah ekonomi, pemerintah Indonesia gagal untuk

menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang

berujung pada krisis moneter tahun 1998.

Pada bidang politik, pemerintah berhasil selama 32 tahun untuk menjaga stabilitas

politik. Hal ini terutama dengan telah adanya pedoman penghayatan dan

pengamalan Pancasila serta telah diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya azas

berbangsa dan bernegara oleh seluruh organisasi sosial politik dan organisasi

kemasyarakatan. Selain itu, perlu dicatat pula perampingan organisasi peserta

pemilu dari 10 peserta pada pemilu tahun 1971 menjadi 3 peserta.Dalam

hubungannya dengan politik luar negeri, Indonesia telah memainkan peranan yang

cukup penting dalam upaya menciptakan perdamaian dunia.

Di bidang keagamaan, Sejak awal PJP I sampai dengan tahun 1995/96 telah

dibangun mesjid, gereja Kristen Protestan, gereja Katolik, Pura, dan Wihara oleh

berbagai kalangan baik pemerintah maupun masyarakat masing- masing sebanyak

600,3 ribu mesjid, 31 ribu gereja Protestan, 14 ribu gereja Katolik, 23,7 ribu Pura

dan 4 ribu Wihara.

Namun pemerintah gagal dalam menjaga stabilitas politik yang memuncak pada

tahun 1998 yang berujung pada kerusuhan besar-besaran pada bulan Mei tahun

1998, yang bersamaan dengan krisis moneter yang tentunya telah menghancurkan

proses pembangunan. Dapat disimpulkan bahwa Pemerintah berhasil menjaga

stabilitas politik, moneter, dan keamanan selama 3 dekade, namun gagal pada

tahun 1998-1999.

Universitas Indonesia Page 12

Page 13: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

2.2. Penyebab Gagalnya Repelita I-V Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai

Welfare State.

2.21 Latar Belakang Repelita I-V

Pada tahun 1965, perekonomian Indonesia berada pada titik yang paling

suram. Persediaan beras sangat tipis dan pemerintah tidak memiliki kemampuan

untuk mengimpor beras serta memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Harga-harga

membubung tinggi, yang tercermin dari laju inflasi yang mencapai puncaknya

sebesar 650 persen di tahun 1966. Keadaan politik tidak menentu dan terus

menerus bergejolak hingga pecahnya pemberontakan G-30-S/PKI.20

Sejak Oktober 1966 pemerintah Orde Baru melakukan penataan kembali

kehidupan bangsa di segala bidang, meletakkan dasar-dasar untuk kehidupan

nasional yang konstitusional, demokratis dan berdasarkan hukum. Di bidang

ekonomi, upaya perbaikan dimulai dengan program stabilisasi dan rehabilitasi

ekonomi. Program ini dilaksanakan dengan skala prioritas: (1) pengendalian

inflasi, (2) pencukupan kebutuhan pangan, (3) rehabilitasi prasarana ekonomi, (4)

peningkatan ekspor, dan (5) pencukupan kebutuhan sandang.21

Setelah itu upaya pembangunan yang sistematis mulai dilaksanakan

melalui serangkaian pembangunan lima tahunan dan berjangka dua puluh lima

tahun berdasarkan arahan-arahan GBHN. Repelita I dalam PJP I dimulai pada

tahun 1969/70. Agar pencapaian sasaran pembangunan dapat terwujud secara

optimal dan sesuai dengan yang digariskan, maka sasaran-sasaran pembangunan

dipilah dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan. Seluruh kebijaksanaan

dirancang dan dilaksanakan dalam kerangka Trilogi Pembangunan.22

Sasaran Pelita I

Pangan, sandang,  perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan

kerja, dan kesejahteraan rohani.

20 Ginanjar Kartasasmita, “Hasil-Hasil Pembangunan Nasional Dan Perspektifnya Pada Repelita VII,”(Jakarta: Bappenas,1996), hal.1-3

21 Ibid.22 Ibid.

Universitas Indonesia Page 13

Page 14: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Sasaran Pelita II

Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri yang

mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu, timah).

Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan,

sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja.

Sasaran Pelita III

Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang.

Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan,

serta menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi.

Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan

Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi

semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.

Sasaran Pelita IV

Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju

swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan

mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun  industri ringan.

Sasaran Pelita V

Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada

pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri

khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak

menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang

dapat menghasilkan mesin mesin industri.

2.2.1 Kesalahan Dalam Prioritas Perencanaan Pendidikan

Dalam teori pembangunan konvensional, masalah kualitas SDM masih belum

mendapat perhatian secara proporsional. Pandangan ini meyakini bahwa sumber

pertumbuhan ekonomi terletak pada akumulasi modal yang diinvestasikan dalam

suatu proses produksi. Namun, dalam berbagai literatur pembangunan akhir-akhir

Universitas Indonesia Page 14

Page 15: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

ini keyakinan yang demikian telah bergeser. Yang dipercaya bisa memacu

pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan adalah justru faktor kualitas

sumber daya manusia. Pergeseran pandangan ini terjadi bersamaan dengan

pergeseran paradigma pembangunan, yang semula bertumpu pada kekuatan

sumber daya alam (natural-resource based), kemudian bertumpu pada kekuatan

sumber daya manusia (human-resource based) atau lazim pula disebut knowledge

based economy.23

Sebagai contoh sempurna, Singapura yang mulai membangun negaranya

sejak terpisah dari Malaysia pada tahun 1965, melakukan investasi besar-besaran

dan penataan komprehensif pada sistem pendidikan di negaranya, akibatnya

Singapura menyalip Indonesia dalam segala aspek pembangunan.24

Namun, dewasa ini tampak bahwa Indonesia kehilangan momentum itu,

karena dibandingkan dengan negara-negara lain yang setara dengan Indonesia,

kualitas SDM kita mulai tertinggal. Ada beberapa ukuran yang menunjukkan hal

itu. Pertama, menurut laporan the United Nations Development Program (UNDP)

tahun 1996, berdasarkan indikator Human Development Index (HDI), dari 174

negara, Indonesia menempati peringkat ke-102. Sementara negara-negara ASEAN

lain menempati peringkat antara 34 sampai 53, kecuali Filipina yang menempati

peringkat ke-95. Rentang peringkat itu lebih jauh lagi bila dibandingkan dengan

Jepang, Hongkong, atau Korea Selatan, yang masing-masing berada di peringkat

ke-3, ke-22, dan ke-29. 25

Dalam laporan UNDP tahun 1997, peringkat HDI Indonesia meningkat

menjadi urutan ke-99, sementara Filipina turun menjadi 98.5. Kedua, menurut

Asian Productivity Organization (APO, 1995) tingkat produktivitas tenaga kerja

Indonesia tahun 1993 (menurut harga konstan tahun 1985) sebesar US$ 4.195,

jauh lebih rendah dibandingkan misalnya dengan Korea dan Singapura yang

23 Ginanjar Kartasasmita, “Tantangan Pembangunan Memasuki Abad Baru,”(makalah disampaikan pada Munas VIII Kagama, Palembang 24 Juli 1997). Hal.4

24 Han Fook Kwang et. al., “Lee Kuan Yew Hard Truths To Keep Singapore Going,” (Singapore: Straits Time Press, 2011) Hal.32.

25 Kartasasmita, op. cit. Hal.5

Universitas Indonesia Page 15

Page 16: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

masing-masing telah mencapai US$ 10.883 dan US$ 20.817. Thailand saja pada

tahun 1992 telah mencapai US$ 5.830.26

Repelita I-V yang tidak menitikberatkan pada pendidikan tinggi

menyebabkan kegagalan yang sistemik, karena dengan tingkat pendidikan

masyarakat yang rendah, banyak persoalan yang seharusnya dapat dihindari

menjadi besar. Contohnya gaya hidup sehat, masyarakat yang berpendidikan

tinggi akan lebih paham akan gaya hidup sehat, daya saing tenaga kerja juga

menjadi rendah dengan pendidikan rendah. Hal ini membuat hasil kerja Repelita

I-V tidak kuat menghadapi era globalisasi yang semakin membuka Indonesia

terhadap persaingan negara-negara dengan pendidikan yang lebih maju.

BAB III - PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa selama Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Tahap ke-I (Tahun 1969-1999), dengan Repelita I-

V, pemerintah Indonesia telah berhasil menjalankan peran sebagai Motivator dan

Modernisator Pembangunan dengan sangat baik.

Di sisi lain, Pemerintah hanya berhasil menjalankan peran sebagai

dinamisator dan katalisator pembangunan di tingkat perencanaan makro, namun

birokrat yang turun ke bawah untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat

sehari-hari tidak produktif dan menjadi suri tauladan bagi masyarakat. Pelayanan

publik tidak prima, dan birokrat menunjukkan sikap berkuasa, bukan melayani

masyarakat.

Sebagai stabilisator pembangunan, Pemerintah berhasil menjaga stabilitas

moneter, keamanan, politik dan kerukunan antar umat beragama selama 3 dekade,

namun pada tahun 1997-1999, pemerintah gagal menjaaga suasanan stabilitas

26 Kartasasmita, op. cit. Hal.6

Universitas Indonesia Page 16

Page 17: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

pembangunan di berbagai sector. Yang paling signifikan adalah kerusuhan Mei

1998, krisis moneter yang menyebabkan turunnya nilai tukar rupiah dengan

sangat drastis, lepasnya Timor Leste dari NKRI, dan bergolaknya perpolitikan

nasional yang langsung membuat hasil pembangunan selama tiga dekade merosot

tajam.

Dari sisi perencanaan yang dituangkan ke hukum dalam bentuk GBHN,

lalu dilaksanakan dengan Repelita I-V, pemerintah berhasil mencapai

swasembada pangan dan peningkatan perindustrian, namun sayangnya pemerintah

hanya mengupayakan pendidikan hingga wajib belajar 9 tahun. Sedangkan pada

decade 1990-an, negara-negara tetangga yang telah berinvestasi dan menata

pendidikan tingginya dengan sungguh-sungguh mulai menuai hasil. Produktivitas

pekerja Indonesia mulai kalah bersaing dengan produktivitas pekerja dari negara

tetangga.

Dengan mulai mengingkatnya tren globalisasi yang mengeliminasi batas

antar negara, dengan tingkat produktivitas pekerja yang rendah, perindustrian

Indonesia mulai terpukul mundur, tuntuntan dunia kerja akan highly skilled

worker tidak dapat terpenuhi oleh tenaga kerja Indonesia, dengan begitu fokus

pembangunan Indonesia yang melupakan pendidikan tinggi adalah suatu

kesalahan besar.

3.2 Saran

Berkaca dan belajar dari pengalaman Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Tahap ke -1 (tahun 1969-1999), Indonesia harus fokus untuk

meningkatkan taraf pendidikan tinggi guna meningkatkan kualitas Sumber Daya

Manusia yang berdaya saing internasional. Negara-negara maju di dunia, maju

bukan karena memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun sumber daya

manusia yang berkualitas tinggi, sehingga produktivitas per orang dalam negara-

negara maju tersebut juga tinggi.

Dengan tenaga kerja berpendidikan dan berproduktivitas tinggi, Indonesia

dapat menyokong perkembangan perindustrian modern di berbagai bidang,

Universitas Indonesia Page 17

Page 18: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

termasuk pertanian dan pertambangan, sehingga dalam mengelola sumber daya

alam Indonesia yang berlimpah, Indonesia tidak perlu lagi bergantung pada

operator asing. Di samping itu, penduduk berpendidikan tinggi dapat mengisi

jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan dan menjadi pejabat yang lebih

pintar dan baik dibandingkan birokrat yang ada saat ini. Dalam kata lain, dengan

penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, berbagai permasalahan

pembangunan dapat diatasi dengan lebih mudah dan cepat.

Melihat kondisi reformasi birokrasi saat ini yang masih tersendat-sendat,

target Indonesia untuk lepas landas pada tahun 2025 nampaknya masih sulit

tercapai. Walaupun APBN sudah dianggarkan sebanyak 20% untuk pendidikan,

namun kenyataannya di lapangan, iklim dunia edukasi dan penelitian masih tidak

kondusif. Pendapatan pengajar dan peneliti masih jauh dibawah eksekutif pada

industri atau bisnis. Dengan demikian, orang-orang dengan tingkat kecerdasan

prima akan menjadikan dunia pendidikan sebagai alternatif karir yang kesekian,

akibatnya adalah dunia pendidikan sulit berkembang jika sumber daya manusia

terbaik tidak terarah untuk berkarir di dunia pendidikan.

Pemerintah seharusnya segera mengubah hal demikian dan menjadikan

dunia pendidikan sama menariknya dengan berkarir di dunia bisnis, agar dunia

pendidikan Indonesia akan terisi oleh sumber daya manusia terbaik, yang akan

menciptakan multiplier effect untuk mencetak generasi yang berpendidikan tinggi

untuk mengisi jabatan pemerintahan maupun membangun industri bangsa dan

menjadi motor pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, “Birokrasi dalam Era Keterbukaan Informasi Publik,” (Jakarta:

Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, 2009)

Universitas Indonesia Page 18

Page 19: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Asdhiana, Made. “Indonesia Memiliki Lima Ciri Negara Gagal,”

http://nasional.kompas.com/read/2011/07/16/12040941/Indonesia.Miliki.Li

ma.Ciri.Negara.Gagal, diunduh 10 Maret 2013.

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitutisionlisme Indonesia, Konpress,

Jakarta, 2005.

Ant, Kent. “Soeharto dan Swasembada

Pangan,”http://klipingut.wordpress.com/2008/01/27/soeharto-dan-

swasembada-pangan/, diunduh pada 3 Maret 2013.

Barro, Robert J. “Economic Growth in Cross Section Countries”. Quarterly

Journal of Economics. May 1991.

Becker, Gary S. Human Capital: A Theoritical Approach and Empirical

Analysis with Special Reference to Education. (New York: Columbia

University Press, 1964).

Birdsall, Nancy Social Development is Economic Development, The Policy

Research Working Paper Number 1123. (Washington: World Bank, 1993)

Dixon, Tim dan John O’ Mahony. Australia in The Global Economy, Ed.2006

(Sydney: Leading Edge, 2005).

Gaffar, Afan. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. (Yogyakarta :

Pustaka pelajar, 1999).

Hayati, Tri, Harsanto Nursadi, dan Andhika Danesjvara. Administrasi

Pembangunan: Suatu Pendekatan Hukum dan Perencanaannya. Depok:

Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

   Kartasasmita, Ginandjar. Administrasi Pembangunan: Perkembangan dan

Praktiknya di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1997.

___________, Ginanjar. “Hasil-Hasil Pembangunan Nasional Dan

Perspektifnya Pada Repelita VII,”(Jakarta: Bappenas,1996).

_____________, Ginandjar “Tantangan Pembangunan Memasuki Abad

Baru,”(makalah disampaikan pada Munas VIII Kagama, Palembang 24

Juli 1997).

Kwang, Han Fook et. al., “Lee Kuan Yew Hard Truths To Keep Singapore

Going,” (Singapore: Straits Time Press, 2011) Hal.32.

Universitas Indonesia Page 19

Page 20: Administrasi Pembangunan - efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V)

Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Mankiw, Gregory N, David Romer, dan D. Weil, “A Contribution to the

Empirics of Economic Growth”. Quarterly Journal of Economic. May

1992.

Marx, Fritz Morstein. The Administrative State, (Chicago: University of

Chicago Press, 1957).

Mukhyi, M. A. Kebijakan-kebijakan pemerintah. Dipublikasikan Fakultas

Ekonomi Universitas Gunadarma diunduh pada tanggal 12 Maret 2012.

Nugraha, Safri. Laporan Akhir Tim Kompendium Bidang hukum

Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional

Departemen hukum dan Ham RI, 2007).

______,Safri et. al., Hukum Administrasi Negara (Depok: CLGS Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2007).

Tamburan, Tulus T,H., Perekonomian Indonesia. (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1996).

Tim Investasi Direktorat Perencanaan Makro Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional. “Analisis Iklim Investasi di Indonesia,”

(Jakarta: Bappenas, 2005).

United Nations Development Program, “International human Development

Indicators,” http://hdrstats.undp.org/en/countries/profiles/idn.html,

diunduh 11 Maret 2013.

World Bank, The East Asian Miracle: Economic Growth and Public Policy.

(Oxford: The World Bank, 1993.)

Universitas Indonesia Page 20