Upload
marshall-pribadi
View
405
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hasil Repelita I - Repelita V. Dimana pada akhir Repelita ke-V (tahun 1999) Indonesia ditargetkan akan mencapai Welfare State atau Negara kesejahteraan. Penelitian ini akan menguji efektivitas fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V) serta efektivitas hukum yang dibuat berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang tersebut dengan menggunakan pendekatan teori-teori terkemuka dalam hukum administrasi pembangunan.
Citation preview
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
BAB I - PENDAHULUAN......................................................................................................2
1.1 Latar Belakang................................................................................................................2
1.2 Pokok Permasalahan.......................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................3
1.5 Metode Penelitian..........................................................................................................4
BAB II - PEMBAHASAN.......................................................................................................42.1 Efektivitas Pemerintah Indonesia Dalam Menjalankan Perannya Sebagai Administrator
Pembangunan Pada Tahun 1969-1999...........................................................................4
2.1.1 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Motivator..........................................................5
2.1.2 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Modernisator....................................................7
2.1.3 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Katalisator........................................................8
2.1.4 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Dinamisator....................................................10
2.1.5 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Stabilisator......................................................112.2. Penyebab Gagalnya Repelita I-V Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai Welfare
State.............................................................................................................................13
2.21 Latar Belakang Repelita I-V...................................................................................13
2.2.1 Kesalahan Dalam Prioritas Perencanaan Pendidikan.............................................14
BAB III - PENUTUP..............................................................................................................16
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................16
3.2 Saran.............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
Universitas Indonesia Page 1
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
BAB I - PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan sejarah Republik Indonesia dari tahun 1969-1999, Republik
Indonesia telah melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap Ke-I
yang direalisasikan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita I-V).1
Dimana pada akhir Repelita ke-V (tahun 1999) Indonesia ditargetkan akan
mencapai Welfare State atau Negara kesejahteraan.2
Namun pada kenyataannya, hingga saat makalah ini ditulis, indikator
kesejahteraan Indonesia masih sangatlah jauh apabila dibandingkan dengan
negara maju. Human Development Index (HDI) Indonesia yang mencakup ukuran
angka harapan hidup, indeks melek huruf orang dewasa, index pendidikan, dan
pendapatan domestic bruto, berdasarkan data dari United Nations Development
Program (UNDP) hanya menduduki peringkat ke 124 di dunia3. Pasal 34 ayat (1),
Pasal 28H (1) Hidup sejahtera lahir batin mendapatkan tempat tinggal lingkungan
hidup yang baik dan sehat, pasal 28H (3) semua orang berhak atas jaminan social
yang memungkinakan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat. Hal ini tentunya merupakan indikasi bahwa Indonesia telah gagal
dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang tersebut. Menurut Prof. Safri
Nugraha indikasi apakah suatu negara telah melaksanakan Good Governance
dengan baik adalah dengan melihat tercapai atau tidaknya tujuan pembangunan
negara tersebut.4
Keberhasilan ataupun kegagalan pembangunan suatu negara tentunya tidak
terlepas dari aspek-aspek yang menyangkut peran pemerintah sebagai
administrator pembangunan serta peran hukum yang telah dibentuk sebagai
patokan perencanaan pembangunan.5
1 Ginandjar Kartasasmita, Administrasi Pembangunan: Perkembangan dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1997), hal. 19.
2 Ibid. hal.633 United Nations Development Program, “International human Development Indicators,”
http://hdrstats.undp.org/en/countries/profiles/idn.html, diunduh 11 Maret 2013.4 Safri Nugraha, Laporan Akhir Tim Kompendium Bidang hukum Pemerintahan yang Baik,
(Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen hukum dan Ham RI, 2007), hal. 52.5 Made Asdhiana, “Indonesia Memiliki Lima Ciri Negara Gagal,”
http://nasional.kompas.com/read/2011/07/16/12040941/Indonesia.Miliki.Lima.Ciri.Negara.Gagal, diunduh 10 Maret 2013.
Universitas Indonesia Page 2
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Penelitian ini akan menguji efektivitas fungsi pemerintah sebagai
administrator pembangunan dari tahun 1969-1999 (Repelita I-V) serta efektivitas
hukum yang dibuat berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang tersebut
dengan menggunakan pendekatan teori-teori terkemuka dalam hukum
administrasi pembangunan.
1.2 Pokok Permasalahan
Dari pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan dua permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah efektivitas pemerintah Republik Indonesia dalam menjalankan
perannya sebagai sebagai pelopor, inovator, modernisator, katalisator, hingga
stabilisator pada tahun 1969-1999?
2. Mengapa keefektivan Repelita I-V tidak optimal dalam membawa Indonesia
menuju Negara kesejahteraan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis efektivitas peran pemerintah Republik Indonesia sebagai
administrator pembangunan untuk menjalankan fungsinya sebagai pelopor,
inovator, modernisator, katalisator, hingga stabilisator pembangunan
dalam periode tahun 1969-1999.
2. Menganalisa penyebab kegagalan Repelita I-V untuk membawa Indonesia
menjadi negara kesejahteraan (Welfare State).
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui apakah perencanaan dan peran
administrator pembangunan di Indonesia telah sesuai dengan tataran ideal untuk
menuju negara kesejahteraan. Selain itu penelitian ini juga akan mengukur sejauh
Universitas Indonesia Page 3
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
mana Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahap Kedua 2000-2025
telah menjadi lebih baik dibandingkan dengan RPJP tahap pertama.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis
normatif dengan mengkaji berbagai sumber data sekunder, yaitu dengan
melakukan studi pustaka baik dengan menggunakan bahan hukum primer maupun
bahan hukum sekunder yang di peroleh melalui kepustakaan maupun media
elektronik seperti internet.
BAB II - PEMBAHASAN
2.1 Efektivitas Pemerintah Indonesia Dalam Menjalankan Perannya Sebagai
Administrator Pembangunan Pada Tahun 1969-1999.
Pemerintah sebagai birokrat, melaksanakan pembangunan berlandaskan
Idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945. Oleh karena itu perlu
mengetahui sejauh mana peran pemerintah harus dilaksanakan untuk menunjang
berhasilnya pembangunan.6
Berikut ini adalah fungsi-fungsi pemerintah sebagai administrator pembangunan:
1. PERAN SELAKU MOTIVATOR
Pemerintah harus mampu mendorong seluruh komponen masyarakat untuk
turut serta baik secara aktif maupun secara pasif dalam melaksanakan
pembangunan.
2. PERAN SELAKU MODERNISATOR
Pemerintah mampu menyeleksi norma mana yang masih dapat dipergu
nakan dan norma baru mana yang hendak diperkenalkan dan
harus mampu menggerakkan masyarakat dalam pola pikir dan gaya
6 Safri Nugraha et. al., Hukum Administrasi Negara (Depok: CLGS Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007), hal.384
Universitas Indonesia Page 4
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
hidup yang menunjang proses pembangunan.
3. PERAN PEMERINTAH SELAKU KATALISATOR
Pemerintah mampu memberi contoh dan suri tauladan dengan gerak
dan kemampuan kerja tanpa mengorbankan mutu.
4. PERAN PEMERINTAH SELAKU DINAMISATOR
Pemerintah harus menunjukan suatu dinamika yg “action oriented” (dinamika
Pemerintahan yg tinggi dlm menyelenggarakan pembangunan)
5. PERAN PEMERINTAH SELAKU STABILISATOR
Pemerintah harus mampu menciptakan suasana kestabilan administrasi, sebagai
Syarat untuk berlangsungnya proses pembangunan.7
Untuk melaksanakan fungsi-fungsi diatas, pemerintah memiliki alat untuk
mewujudkan target pembangunan yang dinamakan dengan aparatur pemerintah.
Aparatur pemerintah ialah alat pemerintah untukmenjalankan semua gugas-tugas
pemerintahan untuk tujuan kesejahteraan masyarakat. Dari kelima bentuk
peranan pemerintah tersebut di atas dapat terlihat jelas peran aparatur pemerintah
dalam pelaksanaan administrasi pembangunan.
Menurut Fritz Morstein Marx, aparatur pemerintah terstuktur dalam
sebuah organisasi administrative pemeritahan, yaitu alat-alat birokrasi untuk
mencapai tujuan-tujuan nasional dan tujuan-tujuan pemerintahan.8
Dengan demikian, penelitian ini akan menganalisa sejauh mana birokrat di
Indonesia telah menjalankan fungsi-fungsi administrator pembangunan diatas
dalam periode tahun 1969-1999.
2.1.1 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, pemerintah harus mampu mendorong seluruh komponen
masyarakat untuk turut serta baik secara aktif maupun secara pasif dalam
melaksanakan pembangunan. Kendala terbesar dalam mengajak masyarakat
negara berkembang untuk turut serta dalam pembangunan adalah kualitas sumber 7 Ibid.8 Fritz Morstein Marx, The Administrative State, (Chicago: University of Chicago Press, 1957),
hal.32.
Universitas Indonesia Page 5
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
daya manusia (SDM) yang masih sangat rendah, yang menyebabkan kesadaran
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan masih sangat rendah.9
Kualitas SDM ditentukan oleh berbagai faktor terutama pendidikan,
kesehatan, dan juga nilai-nilai budaya seperti sikap terhadap kerja (work ethics),
dan disiplin. Namun, untuk membatasi lingkup pembahasan agar mengarah pada
tema seminar ini, kita batasi saja pada masalah pendidikan sebagai sumber mata
airnya. Berbagai studi menunjukkan eratnya kaitan antara pendidikan dan
pertumbuhan ekonomi.10
Selama Repelita I-V pada tahun 1969-1999, Pemerintah Indonesia telah
menanamkan nilai-nilai yang baik untuk memotivasi masyarakat untuk bersama-
sama melakukan pembangunan, misalnya saja norma gotong royong yang
ditanamkan sejak Sekolah Dasar.
Pemerintah juga mendorong petani untuk meningkatkan produktivitas
dengan membentuk kelompok pertain di setiap desa untuk mengkuti bimbingan
dari para penyuluh pertanian yang disebut intensifikasi massal dan bimbingan
massal. Bukan hanya lewat tatap muka, tetapi juga disiarkan melalui radio dan
televise, bahkan juga sejumlah media cetak menyediakan halaman khusu untuk
Koran masuk desa dengan muatan materi siaran yang khas pedesaan,
membimbing petani.11
Keberhasilan ini telah membuat Edouard Saouma, Direktur Jendereal FAO
mengundang Presiden Soeharto untuk bicara pada forum dunia, pada tanggal 14
November 1985. Organisasi pangan dan pertanian dari PBB tersebut juga
9 Tim Dixon dan John O’ Mahony. Australia in The Global Economy, Ed.2006 (Sydney: Leading Edge, 2005) hal.1
10 Antara lain: Gary S. Becker, Human Capital: A Theoritical Approach and Empirical Analysis with Special Reference to Education. New York: Columbia University Press, 1964; Gregory N. Mankiw, David Romer, dan D. Weil, “A Contribution to the Empirics of Economic Growth”. Quarterly Journal of Economic. May 1992; Robert J. Barro, “Economic Growth in Cross Section Countries”. Quarterly Journal of Economics. May 1991; Nancy Birdsall, Social Development is Economic Development, The Policy Research Working Paper Number 1123. Washington: World Bank, 1993; World Bank, The East Asian Miracle: Economic Growth and Public Policy. Oxford: The World Bank, 1993.
11 Ken dan Ant, “Soeharto dan Swasembada Pangan,”http://klipingut.wordpress.com/2008/01/27/soeharto-dan-swasembada-pangan/, diunduh pada 3 Maret 2013.
Universitas Indonesia Page 6
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
menganugerahi Presiden Soeharto dengan penghargaan berupa medali emas FAO
“From Rice Importer to Self Sufficiency”.12
Keberhasilan pemerintah untuk menggalang para petani untuk
bekerjasama melakukan revolusi pangan sangatlah sulit. Karena memerlukan dana
yang besar disamping keterbatasan lahan lumbung padi di Jawa, Bali dan
Sumatera.13 Maka peran Pemerintah sebagai motivator sebagai administrator
pembangunan dalam sektor pangan dan pertanian telah teruji.
2.1.2 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Modernisator
Sebagai modernisator, pemerintah harus menyeleksi norma mana yang
masih dapat dipergunakan dan norma baru mana yang hendak diperkenalkan dan
harus mampu menggerakkan masyarakat dalam pola pikir dan gaya hidup yang
menunjang proses pembangunan.
Pada masa Repelita I-V, pemerintah telah menjaga dan menanamkan
norma sopan santun, tenggang rasa, dengan Pendidikan P4 lalu PPKN sejak
Sekolah Dasar, disamping itu Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah
satu dasar utama untuk meningkatkan produktivitas. Berbagai upaya peningkatan
teknologi terutama di bidang pertanian dan kesehatan telah membuahkan hasil
selama PJP I dan dua tahun pertama Repelita VI telah membuahkan hasil.
Keberhasilan lain yang dapat dicatat adalah meningkatnya kemampuan rekayasa
dan rancang bangun dalam industri manufaktur, mulai dari industri dengan
teknologi sederhana sampai industri canggih seperti pesawat terbang.14
Dalam ranah hukum, berbagai perbaikan di bidang hukum telah dilakukan dan
diarahkan menurut petunjuk UUD 1945. Dalam kaitan ini, antara lain telah
ditetapkan Undang-undang tentang KUHAP, Undang-undang tentang Hak Cipta,
Paten, dan Merek, kompilasi hukum Islam, dan lain-lain. Selain itu, agar hukum
dapat dijalankan berdasarkan peraturan- peraturan yang berlaku, telah pula
12 Ginanjar Kartasasmita, “Hasil-Hasil Pembangunan Nasional Dan Perspektifnya Pada Repelita VII,”(Jakarta: Bappenas,1996), hal. 1
13 Ken, op. cit., hal.214 Kartasasmita, loc. cit., hal.4
Universitas Indonesia Page 7
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
dilakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat luas maupun kepada aparat
pemerintah.15
2.1.3 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Katalisator
Sebagai Katalisator, memberi contoh dan suri tauladan dengan gerak
dan kemampuan kerja tanpa mengorbankan mutu. Pada Repelita I-V, Pemerintah
telah menjadi tauladan di tingkat makro, dengan Repelita yang begitu
komprehensif dalam menjalankan GBHN. Namun pada tingkat mikro, para
birokrat tidak menjadi tauladan bagi masyarakat dalam menjalankan
pembangunan.
Pegawai negeri sipil tidak produktif, kondisi pelayanan sarat dengan
nuansa kultur kekuasaan, publik menjadi pihak yang paling dirugikan. Kultur
kekuasaan dalam birokrasi yang dominan membawa dampak pada terabaikannya
fungsi dan kultur pelayanan birokrasi sebagai abdi masyarakat. Pada tataran
tersebut sebenarnya berbagai praktik penyelewengan yang dilakukan oleh
birokrasi terjadi tanpa dapat dicegah secara efektif. Penyelewengan yang
dilakukan birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa menjadikan masyarakat
sebagai objek pelayanan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan pribadi
pejabat ataupun aparat birokrasi.16
Karakteristik birokrasi pada Repelita I-V:17
Sistem Politik Tertutup dan Otoriter,
Sistem Patron-Client
sangat kentara.
Kinerja Birokrasi Administrasi yang
sangat terbelit-belit,
proses administrasi
yang lama, tunduk dari
satu perintah
15 Ibid.16 Afan Gaffar, “Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi,”(Yogyakarta: Pustaka pelajar,
1999), hal. 61.17 Anonim, “Birokrasi dalam Era Keterbukaan Informasi Publik,” (Jakarta: Kementrian Komunikasi
dan Informatika RI, 2009)
Universitas Indonesia Page 8
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
(komando)
Transparansi Sangat buruk, karena
badan pengawas
tunduk kepada
Presiden.
Akuntabilitas Sangat buruk, karena
tanggungjawab
langsung dengan
Presiden, tanpa
tanggungjawab kepada
masyarakat.
Efisiensi Kinerja Inefisien terlihat
dengan jelas, dan belum
mampu untuk ditekan,
karena partisipasi
publik sama sekali
belum ada, atau bisa
dibilang keotoriteran
soeharto menutup akses
bagi masyarakat untuk
berpartisipasi
Partisipasi Publik Tidak ada, karena
keharusan seseorang
untuk mengikuti partai
dari presiden yang
berkuasa, selain itu
pemaksaan terhadap
masyarakat untuk
memilih partai tertentu
menyebabkan
kebebasan
berpartisipasi menjadi
Universitas Indonesia Page 9
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
pudar.
Dalam fungsi sebagai katalisator, Pemerintah hanya berhasil menjadi
tauladan pada tingkat perencanaan dan program makro, namun birokrat yang
bersentuhan dengan pelayanan masyarakat memberikan pelayanan public yang
tidak prima, malas-malasan, sering hanya mengisi absen saja lalu meninggalkan
kantor18, sehingga birokrat yang merupakan pelaksana peran pemerintah tidak
menjadi tauladan bagi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan.
2.1.4 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Dinamisator
Sebagai dinamisator, pemerintah harus menunjukan suatu dinamika yg
“action oriented” (dinamika Pemerintahan yg tinggi dlm menyelenggarakan
pembangunan), program Repelita I-V yang dibuat oleh pemerintah telah
menunjukkan bahwa pemerintah sangat action oriented pada tingkat makro,
namun di tingkat mikro, birokrat yang merupakan pelaksanan tuga pemerintah
cenderung tidak produktif, malas dan korup, pulang kerja sebelum waktunya,
dan tidak memberikan pelayanan publik yang prima.
Prosedur perijinan di Indonesia kompleks, lama, dan relatif mahal. Untuk
memulai usaha di Indonesia dibutuhkan sebanyak 12 prosedur yang harus
ditempuh dengan waktu 151 hari (kedua terlama di Asia setelah Laos) dan
biaya sekitar 130,6 persen pendapatan per kapita (keempat termahal di Asia
setelah Kamboja, Yaman, dan Lebanon) atau sekitar US 1.163 (ketujuh
termahal di Asia setelah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Lebanon, Korea,
Kamboja, dan Yaman).19
18 Gaffar, loc. cit., hal.62.19 Tim Investasi Direktorat Perencanaan Makro Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional,
“Analisis Iklim Investasi di Indonesia,” (Jakarta: Bappenas, 2005), hal. IV-1.
Universitas Indonesia Page 10
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Fakta bahwa pelayanan publik berbelit-belit dan mahal menunjukkan bahwa
Pemerintah tidak action oriented dalam mendukung pembangunan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pemerintah telah gagal dalam menjalankan peran sebagai
dinamisator pembangunan.
2.1.5 Analisa Peran Pemerintah Sebagai Stabilisator
Sebagai Stabilisator, Pemerintah harus mampu menjaga suasana kestabilan
administrasi, sebagai syarat untuk berlangsungnya proses pembangunan. Stabilitas
keamanan di dalam negeri merupakan tulang punggung upaya pembangunan
nasional. Dalam hal ini manunggalnya ABRI dengan rakyat dan mantapnya dwi
Universitas Indonesia Page 11
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
fungsi ABRI merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan selama PJP I
sampai pertengahan pelaksanaan Repelita VI.
Namun pemerintah telah gagal dalam menjaga stabilitas keamanan di daerah
konflik seperti Timor Timur yang berujung pada lepasnya Timor Timur dari
Republik Indonesia. Pada ranah ekonomi, pemerintah Indonesia gagal untuk
menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang
berujung pada krisis moneter tahun 1998.
Pada bidang politik, pemerintah berhasil selama 32 tahun untuk menjaga stabilitas
politik. Hal ini terutama dengan telah adanya pedoman penghayatan dan
pengamalan Pancasila serta telah diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya azas
berbangsa dan bernegara oleh seluruh organisasi sosial politik dan organisasi
kemasyarakatan. Selain itu, perlu dicatat pula perampingan organisasi peserta
pemilu dari 10 peserta pada pemilu tahun 1971 menjadi 3 peserta.Dalam
hubungannya dengan politik luar negeri, Indonesia telah memainkan peranan yang
cukup penting dalam upaya menciptakan perdamaian dunia.
Di bidang keagamaan, Sejak awal PJP I sampai dengan tahun 1995/96 telah
dibangun mesjid, gereja Kristen Protestan, gereja Katolik, Pura, dan Wihara oleh
berbagai kalangan baik pemerintah maupun masyarakat masing- masing sebanyak
600,3 ribu mesjid, 31 ribu gereja Protestan, 14 ribu gereja Katolik, 23,7 ribu Pura
dan 4 ribu Wihara.
Namun pemerintah gagal dalam menjaga stabilitas politik yang memuncak pada
tahun 1998 yang berujung pada kerusuhan besar-besaran pada bulan Mei tahun
1998, yang bersamaan dengan krisis moneter yang tentunya telah menghancurkan
proses pembangunan. Dapat disimpulkan bahwa Pemerintah berhasil menjaga
stabilitas politik, moneter, dan keamanan selama 3 dekade, namun gagal pada
tahun 1998-1999.
Universitas Indonesia Page 12
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2.2. Penyebab Gagalnya Repelita I-V Untuk Mewujudkan Indonesia Sebagai
Welfare State.
2.21 Latar Belakang Repelita I-V
Pada tahun 1965, perekonomian Indonesia berada pada titik yang paling
suram. Persediaan beras sangat tipis dan pemerintah tidak memiliki kemampuan
untuk mengimpor beras serta memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Harga-harga
membubung tinggi, yang tercermin dari laju inflasi yang mencapai puncaknya
sebesar 650 persen di tahun 1966. Keadaan politik tidak menentu dan terus
menerus bergejolak hingga pecahnya pemberontakan G-30-S/PKI.20
Sejak Oktober 1966 pemerintah Orde Baru melakukan penataan kembali
kehidupan bangsa di segala bidang, meletakkan dasar-dasar untuk kehidupan
nasional yang konstitusional, demokratis dan berdasarkan hukum. Di bidang
ekonomi, upaya perbaikan dimulai dengan program stabilisasi dan rehabilitasi
ekonomi. Program ini dilaksanakan dengan skala prioritas: (1) pengendalian
inflasi, (2) pencukupan kebutuhan pangan, (3) rehabilitasi prasarana ekonomi, (4)
peningkatan ekspor, dan (5) pencukupan kebutuhan sandang.21
Setelah itu upaya pembangunan yang sistematis mulai dilaksanakan
melalui serangkaian pembangunan lima tahunan dan berjangka dua puluh lima
tahun berdasarkan arahan-arahan GBHN. Repelita I dalam PJP I dimulai pada
tahun 1969/70. Agar pencapaian sasaran pembangunan dapat terwujud secara
optimal dan sesuai dengan yang digariskan, maka sasaran-sasaran pembangunan
dipilah dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan. Seluruh kebijaksanaan
dirancang dan dilaksanakan dalam kerangka Trilogi Pembangunan.22
Sasaran Pelita I
Pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani.
20 Ginanjar Kartasasmita, “Hasil-Hasil Pembangunan Nasional Dan Perspektifnya Pada Repelita VII,”(Jakarta: Bappenas,1996), hal.1-3
21 Ibid.22 Ibid.
Universitas Indonesia Page 13
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Sasaran Pelita II
Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri yang
mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu, timah).
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan,
sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja.
Sasaran Pelita III
Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang.
Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan,
serta menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi.
Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan
Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi
semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Sasaran Pelita IV
Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju
swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan.
Sasaran Pelita V
Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada
pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri
khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak
menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang
dapat menghasilkan mesin mesin industri.
2.2.1 Kesalahan Dalam Prioritas Perencanaan Pendidikan
Dalam teori pembangunan konvensional, masalah kualitas SDM masih belum
mendapat perhatian secara proporsional. Pandangan ini meyakini bahwa sumber
pertumbuhan ekonomi terletak pada akumulasi modal yang diinvestasikan dalam
suatu proses produksi. Namun, dalam berbagai literatur pembangunan akhir-akhir
Universitas Indonesia Page 14
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
ini keyakinan yang demikian telah bergeser. Yang dipercaya bisa memacu
pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan adalah justru faktor kualitas
sumber daya manusia. Pergeseran pandangan ini terjadi bersamaan dengan
pergeseran paradigma pembangunan, yang semula bertumpu pada kekuatan
sumber daya alam (natural-resource based), kemudian bertumpu pada kekuatan
sumber daya manusia (human-resource based) atau lazim pula disebut knowledge
based economy.23
Sebagai contoh sempurna, Singapura yang mulai membangun negaranya
sejak terpisah dari Malaysia pada tahun 1965, melakukan investasi besar-besaran
dan penataan komprehensif pada sistem pendidikan di negaranya, akibatnya
Singapura menyalip Indonesia dalam segala aspek pembangunan.24
Namun, dewasa ini tampak bahwa Indonesia kehilangan momentum itu,
karena dibandingkan dengan negara-negara lain yang setara dengan Indonesia,
kualitas SDM kita mulai tertinggal. Ada beberapa ukuran yang menunjukkan hal
itu. Pertama, menurut laporan the United Nations Development Program (UNDP)
tahun 1996, berdasarkan indikator Human Development Index (HDI), dari 174
negara, Indonesia menempati peringkat ke-102. Sementara negara-negara ASEAN
lain menempati peringkat antara 34 sampai 53, kecuali Filipina yang menempati
peringkat ke-95. Rentang peringkat itu lebih jauh lagi bila dibandingkan dengan
Jepang, Hongkong, atau Korea Selatan, yang masing-masing berada di peringkat
ke-3, ke-22, dan ke-29. 25
Dalam laporan UNDP tahun 1997, peringkat HDI Indonesia meningkat
menjadi urutan ke-99, sementara Filipina turun menjadi 98.5. Kedua, menurut
Asian Productivity Organization (APO, 1995) tingkat produktivitas tenaga kerja
Indonesia tahun 1993 (menurut harga konstan tahun 1985) sebesar US$ 4.195,
jauh lebih rendah dibandingkan misalnya dengan Korea dan Singapura yang
23 Ginanjar Kartasasmita, “Tantangan Pembangunan Memasuki Abad Baru,”(makalah disampaikan pada Munas VIII Kagama, Palembang 24 Juli 1997). Hal.4
24 Han Fook Kwang et. al., “Lee Kuan Yew Hard Truths To Keep Singapore Going,” (Singapore: Straits Time Press, 2011) Hal.32.
25 Kartasasmita, op. cit. Hal.5
Universitas Indonesia Page 15
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
masing-masing telah mencapai US$ 10.883 dan US$ 20.817. Thailand saja pada
tahun 1992 telah mencapai US$ 5.830.26
Repelita I-V yang tidak menitikberatkan pada pendidikan tinggi
menyebabkan kegagalan yang sistemik, karena dengan tingkat pendidikan
masyarakat yang rendah, banyak persoalan yang seharusnya dapat dihindari
menjadi besar. Contohnya gaya hidup sehat, masyarakat yang berpendidikan
tinggi akan lebih paham akan gaya hidup sehat, daya saing tenaga kerja juga
menjadi rendah dengan pendidikan rendah. Hal ini membuat hasil kerja Repelita
I-V tidak kuat menghadapi era globalisasi yang semakin membuka Indonesia
terhadap persaingan negara-negara dengan pendidikan yang lebih maju.
BAB III - PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa selama Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Tahap ke-I (Tahun 1969-1999), dengan Repelita I-
V, pemerintah Indonesia telah berhasil menjalankan peran sebagai Motivator dan
Modernisator Pembangunan dengan sangat baik.
Di sisi lain, Pemerintah hanya berhasil menjalankan peran sebagai
dinamisator dan katalisator pembangunan di tingkat perencanaan makro, namun
birokrat yang turun ke bawah untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat
sehari-hari tidak produktif dan menjadi suri tauladan bagi masyarakat. Pelayanan
publik tidak prima, dan birokrat menunjukkan sikap berkuasa, bukan melayani
masyarakat.
Sebagai stabilisator pembangunan, Pemerintah berhasil menjaga stabilitas
moneter, keamanan, politik dan kerukunan antar umat beragama selama 3 dekade,
namun pada tahun 1997-1999, pemerintah gagal menjaaga suasanan stabilitas
26 Kartasasmita, op. cit. Hal.6
Universitas Indonesia Page 16
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
pembangunan di berbagai sector. Yang paling signifikan adalah kerusuhan Mei
1998, krisis moneter yang menyebabkan turunnya nilai tukar rupiah dengan
sangat drastis, lepasnya Timor Leste dari NKRI, dan bergolaknya perpolitikan
nasional yang langsung membuat hasil pembangunan selama tiga dekade merosot
tajam.
Dari sisi perencanaan yang dituangkan ke hukum dalam bentuk GBHN,
lalu dilaksanakan dengan Repelita I-V, pemerintah berhasil mencapai
swasembada pangan dan peningkatan perindustrian, namun sayangnya pemerintah
hanya mengupayakan pendidikan hingga wajib belajar 9 tahun. Sedangkan pada
decade 1990-an, negara-negara tetangga yang telah berinvestasi dan menata
pendidikan tingginya dengan sungguh-sungguh mulai menuai hasil. Produktivitas
pekerja Indonesia mulai kalah bersaing dengan produktivitas pekerja dari negara
tetangga.
Dengan mulai mengingkatnya tren globalisasi yang mengeliminasi batas
antar negara, dengan tingkat produktivitas pekerja yang rendah, perindustrian
Indonesia mulai terpukul mundur, tuntuntan dunia kerja akan highly skilled
worker tidak dapat terpenuhi oleh tenaga kerja Indonesia, dengan begitu fokus
pembangunan Indonesia yang melupakan pendidikan tinggi adalah suatu
kesalahan besar.
3.2 Saran
Berkaca dan belajar dari pengalaman Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Tahap ke -1 (tahun 1969-1999), Indonesia harus fokus untuk
meningkatkan taraf pendidikan tinggi guna meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia yang berdaya saing internasional. Negara-negara maju di dunia, maju
bukan karena memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi, sehingga produktivitas per orang dalam negara-
negara maju tersebut juga tinggi.
Dengan tenaga kerja berpendidikan dan berproduktivitas tinggi, Indonesia
dapat menyokong perkembangan perindustrian modern di berbagai bidang,
Universitas Indonesia Page 17
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
termasuk pertanian dan pertambangan, sehingga dalam mengelola sumber daya
alam Indonesia yang berlimpah, Indonesia tidak perlu lagi bergantung pada
operator asing. Di samping itu, penduduk berpendidikan tinggi dapat mengisi
jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan dan menjadi pejabat yang lebih
pintar dan baik dibandingkan birokrat yang ada saat ini. Dalam kata lain, dengan
penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, berbagai permasalahan
pembangunan dapat diatasi dengan lebih mudah dan cepat.
Melihat kondisi reformasi birokrasi saat ini yang masih tersendat-sendat,
target Indonesia untuk lepas landas pada tahun 2025 nampaknya masih sulit
tercapai. Walaupun APBN sudah dianggarkan sebanyak 20% untuk pendidikan,
namun kenyataannya di lapangan, iklim dunia edukasi dan penelitian masih tidak
kondusif. Pendapatan pengajar dan peneliti masih jauh dibawah eksekutif pada
industri atau bisnis. Dengan demikian, orang-orang dengan tingkat kecerdasan
prima akan menjadikan dunia pendidikan sebagai alternatif karir yang kesekian,
akibatnya adalah dunia pendidikan sulit berkembang jika sumber daya manusia
terbaik tidak terarah untuk berkarir di dunia pendidikan.
Pemerintah seharusnya segera mengubah hal demikian dan menjadikan
dunia pendidikan sama menariknya dengan berkarir di dunia bisnis, agar dunia
pendidikan Indonesia akan terisi oleh sumber daya manusia terbaik, yang akan
menciptakan multiplier effect untuk mencetak generasi yang berpendidikan tinggi
untuk mengisi jabatan pemerintahan maupun membangun industri bangsa dan
menjadi motor pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, “Birokrasi dalam Era Keterbukaan Informasi Publik,” (Jakarta:
Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, 2009)
Universitas Indonesia Page 18
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Asdhiana, Made. “Indonesia Memiliki Lima Ciri Negara Gagal,”
http://nasional.kompas.com/read/2011/07/16/12040941/Indonesia.Miliki.Li
ma.Ciri.Negara.Gagal, diunduh 10 Maret 2013.
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitutisionlisme Indonesia, Konpress,
Jakarta, 2005.
Ant, Kent. “Soeharto dan Swasembada
Pangan,”http://klipingut.wordpress.com/2008/01/27/soeharto-dan-
swasembada-pangan/, diunduh pada 3 Maret 2013.
Barro, Robert J. “Economic Growth in Cross Section Countries”. Quarterly
Journal of Economics. May 1991.
Becker, Gary S. Human Capital: A Theoritical Approach and Empirical
Analysis with Special Reference to Education. (New York: Columbia
University Press, 1964).
Birdsall, Nancy Social Development is Economic Development, The Policy
Research Working Paper Number 1123. (Washington: World Bank, 1993)
Dixon, Tim dan John O’ Mahony. Australia in The Global Economy, Ed.2006
(Sydney: Leading Edge, 2005).
Gaffar, Afan. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. (Yogyakarta :
Pustaka pelajar, 1999).
Hayati, Tri, Harsanto Nursadi, dan Andhika Danesjvara. Administrasi
Pembangunan: Suatu Pendekatan Hukum dan Perencanaannya. Depok:
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Kartasasmita, Ginandjar. Administrasi Pembangunan: Perkembangan dan
Praktiknya di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1997.
___________, Ginanjar. “Hasil-Hasil Pembangunan Nasional Dan
Perspektifnya Pada Repelita VII,”(Jakarta: Bappenas,1996).
_____________, Ginandjar “Tantangan Pembangunan Memasuki Abad
Baru,”(makalah disampaikan pada Munas VIII Kagama, Palembang 24
Juli 1997).
Kwang, Han Fook et. al., “Lee Kuan Yew Hard Truths To Keep Singapore
Going,” (Singapore: Straits Time Press, 2011) Hal.32.
Universitas Indonesia Page 19
Marshall Pribadi – Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Mankiw, Gregory N, David Romer, dan D. Weil, “A Contribution to the
Empirics of Economic Growth”. Quarterly Journal of Economic. May
1992.
Marx, Fritz Morstein. The Administrative State, (Chicago: University of
Chicago Press, 1957).
Mukhyi, M. A. Kebijakan-kebijakan pemerintah. Dipublikasikan Fakultas
Ekonomi Universitas Gunadarma diunduh pada tanggal 12 Maret 2012.
Nugraha, Safri. Laporan Akhir Tim Kompendium Bidang hukum
Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen hukum dan Ham RI, 2007).
______,Safri et. al., Hukum Administrasi Negara (Depok: CLGS Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2007).
Tamburan, Tulus T,H., Perekonomian Indonesia. (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1996).
Tim Investasi Direktorat Perencanaan Makro Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional. “Analisis Iklim Investasi di Indonesia,”
(Jakarta: Bappenas, 2005).
United Nations Development Program, “International human Development
Indicators,” http://hdrstats.undp.org/en/countries/profiles/idn.html,
diunduh 11 Maret 2013.
World Bank, The East Asian Miracle: Economic Growth and Public Policy.
(Oxford: The World Bank, 1993.)
Universitas Indonesia Page 20