83
ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI NOVEL JEJAK KALA KARYA ANINDITA S.THAYF SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NOVIKA SARI NPM. 1402040077 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN 2019

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI NOVEL JEJAK KALA … · menggambarkan keindahan alam, keadaan latar dan kejadian dari alur cerita. Makna gaya ... Angin yang meraung di tengah malam

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI NOVEL JEJAK KALA

    KARYA ANINDITA S.THAYF

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar

    Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Program Studi

    Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    Oleh

    NOVIKA SARI

    NPM. 1402040077

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

    MEDAN

    2019

  • i

    ABSTRAK

    NOVIKA SARI. NPM. 1402040077. Analisis Gaya Bahasa Personifikasi

    Novel Jejak Kala Karya Anindita S.Thayf. Skripsi. Medan: Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Sumatera

    Utara.2019.

    Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan bentuk gaya bahasa

    personifikasi yang terdapat dalam Novel Jejak Kala Karya Anindita S.Thayf. 2)

    Mendeskripsikan makna gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam Novel

    Jejak Kala Karya Anindita S.Thayf. Penelitian ini dikembangkan dengan metode

    kualitatif yang bersifat deskriptif. Teknik analisis data menggunakan metode

    simak dan catat. Metode simak penelitian ini menyimak novel Jejak Kala karya

    Anindita S.Thayf untuk mencari bentuk dan makna gaya bahasa personifikasi.

    Teknik catat dalam penelitian ini digunakan untuk mencatat hasil menyimak novel

    Jejak Kala karya Anindita S.Thayf berupa bentuk dan makna gaya bahasa

    personifikasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa hal yang perlu

    disajikan. Bentuk gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam Novel Jejak

    Kala Karya Anindita S.Thayf yaitu sebanyak 30 data, masing-masing data gaya

    bahasa personifikasi dalam Novel Jejak Kala Karya Anindita S.Thayf

    menggambarkan keindahan alam, keadaan latar dan kejadian dari alur cerita.

    Makna gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam Novel Jejak Kala Karya

    Anindita S.Thayf yaitu untuk menciptakan nilai keindahan cerita dalam novel

    yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia

    sehingga cerita dalam novel lebih menarik dan indah.

    Kata Kunci: Gaya Bahasa Personifikasi, Novel Jejak Kala

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr.Wb

    Alhamdulillah segala puji bagi Allah Subhanahuwata’ala atas nikmat

    hidayah dan karunia yang telah diberikan kepada peneliti. Satu dari sekian banyak

    nikmat-Nya adalah keberhasilan peneliti dalam menyelesaikan karya ilmiah

    skripsi yang berjudul “Analisis Gaya Bahasa Personifikasi Novel Jejak Kala

    Karya Anindita S.Thayf”. Shalawat teriring salam kita hadiahkan kepada Nabi

    Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam yang telah membawa umat manusia dari

    alam kegelapan menuju alam yang terang benderang dan dari zaman kebodohan

    hingga ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini. Skripsi ini

    disusun guna memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana pada program

    Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

    Peneliti sadar bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan

    dan kekurangan. Kesalahan dan kekurangan tersebut tentu dapat dijadikan

    peluang untuk meningkatkan penelitian selanjutnya. Akhirnya peneliti tetap

    berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Dalam

    penelitian ini peneliti dapat banyak masukan dan bimbingan moril maupun materil

    dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih yang

    setulusnya dan sebesar-besarnya kepada yang teristimewa.

  • iii

    Ayahanda saya tercinta Kosim dan ibunda tersayang Suhartini yang

    mengasuh, mendidik, mencintai, membesarkan, memberi nasihat-nasihat, serta

    memberis doa restu atas keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini. Disisi lain,

    peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada:

    - Dr. Agussani, M.AP., Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera

    Utara.

    - Dr. Elfrianto Nasution, S.Pd., M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan

    Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

    - Dra. Hj. Syamsuyurnita, M.Pd., Wakil Dekan 1 dan para Wakil

    Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

    Muhammadiyah Sumatera Utara.

    - Dr. Mhd Isman, M.Hum., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa

    dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

    - Ibu Aisiyah Aztry, M.Pd., Sekretaris Program Studi Pendidikan

    Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Sumatera

    Utara.

    - Ibu Sri Ramadhani, SS, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang

    telah banyak memberikan saran dan masukan terhadap skripsi peneliti

    sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

    - Ibu Fitriani Lubis, S.Pd, M.Pd., selaku dosen penguji yang telah

    banyak memberikan saran dan masukan terhadap peneliti sehingga

    skripsi ini dapat terselesaikan.

  • iv

    - Kepada seluruh dosen dan Staf pegawai biro Program Studi

    Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah

    memberikan pengajaran dan kelancaran administrasi kepada peneliti

    selama ini.

    - Kepada Abang tersayang Salman Adi Saputra dan Kakak tersayang

    Susilawati S.Pd dan Juliana terima kasih sudah memberikan

    dukungannya.

    - Kepada sahabat-sahabat saya Rika Andriani S.Pd, Afsidah Damanik

    S.Pd, Sri Rahayu, Sari, Anisa, Ririn Karlina dan Abangda

    Rudyansyah Lubis terima kasih telah menemani, membantu, dan

    selalu memberi dukungan yang sangat luar biasa untuk peneliti selama

    menjalani pendidikan di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

    - Kepada Team Jombah, Kak Indah Simamora S.Pd, M.Si., Kak

    Samroh Aini Pohan S.E, Kak Diana S.E, Kak Marina Silalahi

    S.Pd, Vera Silalahi S.Ak, Permata Dewi S.E, Nova Hardiani dan

    Desi Ramadani, kalian sahabat yang selalu memberikan semangat

    yang tiada henti-henti sehingga peneliti termotivasi menyelesaikan

    skripsi ini.

  • v

    Akhirnya dengan kerendahan hati, peneliti mengharapkan semoga skripsi

    ini bermanfaat bagi kita semua dan mendapat keberkahan dari Allah Subhanahu

    Wata’ala.

    Medan, Februari 2019

    Peneliti

    Novika Sari

  • vi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK .................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ................................................................................................ vi

    DAFTAR TABEL........................................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

    BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1

    B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 5

    C. Batasan Masalah ....................................................................................... 5

    D. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

    E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

    F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

    BAB II LANDASAN TEORETIS ................................................................. 8

    A. Kerangka Teoretis ..................................................................................... 8

    1 Pengertian Gaya Bahasa ....................................................................... 8

    1.1 Sendi Gaya Bahasa ........................................................................ 10

    a. Kejujuran ................................................................................ 10

    b. Sopan-santun .......................................................................... 11

  • vii

    c. Menarik .................................................................................. 12

    1.2 Jenis-jenis Gaya Bahasa ................................................................ 13

    a. Segi Nonbahasa ......................................................................... 13

    b. Segi Bahasa ............................................................................... 15

    2 Gaya Bahasa Kiasan ............................................................................. 15

    a. Persamaan atau Simile .................................................................. 18

    b. Metafora ........................................................................................ 19

    c. Alegori, Parabel dan Fabel ............................................................ 19

    d. Personifikasi atau Prosopopoeia.................................................... 20

    e. Alusi .............................................................................................. 20

    f. Eponim .......................................................................................... 21

    g. Efitet .............................................................................................. 21

    h. Sinekdoke ...................................................................................... 21

    i. Metonimia ..................................................................................... 21

    j. Antonomasia.................................................................................. 22

    k. Hipalase ......................................................................................... 22

    l. Ironi, Sinisme dan Sarkasme ......................................................... 22

    m. Safire ............................................................................................. 23

    n. Inuendo .......................................................................................... 24

    o. Antifrasis ....................................................................................... 24

    p. Pun atau Paronomasia ................................................................... 25

    3 Hakikat Novel ...................................................................................... 25

    4 Hakikat Novelet .................................................................................... 27

  • viii

    5 Biografi Pengarang ............................................................................... 27

    6 Sinopsis Novel ...................................................................................... 28

    B. Kerangka Konseptual ................................................................................ 31

    C. Pernyataan Penelitian ................................................................................ 32

    BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 33

    A. Lokasi Dan Waktu Penelitian ................................................................... 33

    1 Lokasi Penelitian .................................................................................. 33

    2 Waktu Penelitian .................................................................................. 33

    B. Sumber Data dan Data Penelitian ............................................................. 34

    1 Sumber Data......... ................................................................................ 34

    2 Data Penelitian.......... ........................................................................... 34

    C. Metode Penelitian .................................................................................... 35

    D. Variabel Penelitian .................................................................................... 36

    E. Instrumen Penelitian ................................................................................. 37

    F. Teknik Analisis Data ................................................................................. 38

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN .............................. 40

    A. Deskripsi Hasil Penelitian ......................................................................... 40

    B. Bentuk Gaya Bahasa Personifikasi Dalam Novel Jejak Kala Karya Anindita

    S.Thayf……………………. ..................................................................... 41

    C. Makna Gaya Bahasa Personifikasi Dalam Novel Jejak Kala Karya Anindita

    S.Thayf……………………. ..................................................................... 44

  • ix

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 50

    A. Simpulan ................................................................................................... 50

    B. Saran ......................................................................................................... 50

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Rencana Waktu Penelitian ....................................................................... 33

    Tabel 3.2 Instrumen Penelitian ................................................................................ 37

    Tabel 4.1 Paparan Hasil ........................................................................................... 40

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Permohonan Judul (K-1)

    Lampiran 2 Permohonan Proyek Proposal (K-2)

    Lampiran 3 Pengesahan Proyek Proposal dan Dosen Pembimbing (K-3)

    Lampiran 4 Berita Acara Bimbingan Proposal

    Lampiran 5 Lembar Pengesahan Proposal

    Lampiran 6 Surat Permohonan Seminar Proposal Skripsi

    Lampiran 7 Surat Keterangan Seminar

    Lampiran 8 Lembar Pengesahan Hasil Seminar Proposal

    Lampiran 9 Surat Pernyataan ( Plagiat)

    Lampiran 10 Surat Permohonan Perubahan Judul Skripsi

    Lampiran 11 Permohonan Izin Riset

    Lampiran 12 Surat Balasan Riset

    Lampiran 13 Berita Acara Bimbingan Skripsi

    Lampiran 14 Lembar Pengesahan Skripsi

    Lampiran 15 Lembar Permohonan Ujian Skripsi

    Lampiran 16 Lembar Surat Pernyataan

    Lampiran 17 Daftar Riwayat Hidup

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Sastra merupakan bagian hidup sebagian besar pencipta dan penikmat

    karya sastra. Oleh sebab itu, pada zaman modern ini kedudukan sastra dianggap

    mempunyai peran penting. Sastra merupakan wahana komunikasi kreatif dan

    imajinatif. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam,

    bukan sekadar cerita khayal dari pengarang saja, melainkan wujud dari proses

    kreativitas pengarang ketika menggali dan menuangkan ide yang ada dalam

    pikirannya.

    Didalam dunia sastra ada yang namanya pembaca, tanpa pembaca sastra

    bukanlah sesuatu yang menarik, pembaca disini memiliki tugas, sebagai pemberi

    tanggapan, komentar pembaca tersebut yang memberi nilai terhadap suatu karya

    sastra apakah sebuah karya sastra tersebut bagus untuk dibaca atau tidak.

    Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra memegang peranan penting

    dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik imajinatif.

    Persoalan yang dibicarakan dalam novel adalah persoalan tentang manusia dan

    kemanusiaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sayuti, “Novel biasanya

    memungkinkan adanya penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang,

    sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu

    menjadi topik utama” (2006:6). Lebih lanjut, untuk menghasilkan novel yang

    bagus juga diperlukan pengolahan bahasa.

  • 2

    Bahasa merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah karya sastra.

    Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur keindahan. Keindahan adalah aspek

    dari estetika. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Zulfahnur dkk (1996),

    bahwa sastra merupakan karya seni yang berunsur keindahan. Keindahan dalam

    novel dibangun oleh pengarang melalui seni kata. Seni kata atau seni bahasa

    berupa kata-kata yang indah terwujud dari ekspresi jiwa. Hal tersebut senada

    dengan pendapat Nurgiyanto (2005), “Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan

    dengan cat warna. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan sarana yang

    mengandung nilai lebih untuk dijadikan sebuah karya. Sebagai salah satu unsur

    terpenting, maka bahasa berperan sebagai sarana pengungkapan dan penyampaian

    pesan dalam sastra. Dengan demikian, sebuah novel dikatakan menarik apabila

    informasi yang diungkapkan, disajikan dengan bahasa yang menarik dan

    mengandung nilai estetik”. (Ekawati dkk, 2012).

    Gaya bahasa dan penulisan merupakan salah satu unsur yang menarik

    dalam sebuah bacaan. Pengarang memiliki gaya yang berbeda-beda dalam

    menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap tulisan yang dihasilkan nantinya

    mempunyai gaya yang dipengaruhi oleh penulisnya, sehingga dapat dikatakan,

    watak seorang penulis sangat mempengaruhi sebuah karya yang dihasilkannya.

    Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah

    style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk

    menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan

    mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu

    penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu

  • 3

    berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan

    kata-kata secara indah.

    Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan

    benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki

    sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak

    khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat,

    berbicara seperti manusia. Misalnya :

    Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi

    ketakutan kami.

    Seperti halnya dengan simile dan metafora, personifikasi mengandung

    suatu unsur persamaan. Kalau metafora (sebagai istilah umum) membuat

    perbandingan dengan suatu hal yang lain, maka dalam penginsanan hal yang lain

    itu adalah benda-benda mati yang bertindak dan berbuat seperti manusia, atau

    perwatakan manusia. Pokok yang dibandingkan itu seolah-olah berwujud

    manusia, baik dalam tindak-tanduk, perasaan, dan perwatakan manusia lainnya.

    Novel merupakan salah satu karya sastra yang menyuguhkan serangkaian

    peristiwa dengan menggunakan gaya bahasa personifikasi untuk menarik minat

    pembaca. Terkadang seorang pembaca belum paham apa yang dimaksudkan

    pengarang tentang isi novel.

    Adapun kesengajaan peneliti menganalisis novel ini karena tedapat banyak

    gaya bahasa personifikasi. Kebanyakan memang pengarang karya sastra selalu

    berusaha menunjukkan kemampuan sastranya dengan mengolah banyak kata-kata

    dan kalimat seindah mungkin. Keindahan inilah yang membuat status pengarang

  • 4

    menjadi tinggi atau tidak. Dalam mengolah kata atau kalimat, mereka biasanya

    secara tidak langsung akan menggunakan berbagai macam gaya bahasa seperti

    penggunaan kata-kata slang, kata-kata personifikasi, simile, metafora, peribahasa,

    dan lain-lain. Karena itulah peneliti tertarik untuk meneliti Novel Jejak Kala

    Karya Anindita S.Thayf, untuk mengetahui seberapa jauh ia menggunakan kata-

    kata indah dalam novelnya.

    Pada novel yang dikarang oleh Anindita S.Thayf ini menceritakan Kala,

    seorang gadis miskin yang harus rela kehilangan masa kecilnya karena harus

    membantu ibunya mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kala

    tidak sempat menikmati bangku sekolah, bermain dengan teman-temannya dan

    melakukan hal-hal lain selayaknya anak seusia dengannya. Nasib lalu membawa

    Kala pada kehidupan kota besar. Dari seorang pembantu, Kala beralih menjadi

    pengasuh anak bagi sebuah keluarga menengah. Di kota Kala juga berkesempatan

    untuk mengenyam pendidikan sekalipun hanya tamatan SMP. Tahun demi tahun

    berlalu, usianya pun sudah dibilang matang tidak seperti kanak-kanak lagi.

    Suatu ketika Kala memutuskan untuk kembali ke kampung halaman.

    Namun ternyata sesampainya dikampung, Kala harus menerima kenyataan kalau

    kini Ibunya telah tiada. Di kampung halaman ia tinggal dengan Kemi dan keluarga

    kecilnya dan mereka hidup sederhana. Sampai akhirnya Kala sakit-sakitan dan

    menutup usia bersama kesendiriannya.

    Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengangkat novel Jejak Kala

    karya Anindita S.Thayf sebagai bahan penelitian skripsi, dan penelitian ini

  • 5

    mengambil judul “Analisis Gaya Bahasa Personifikasi Novel Jejak Kala Karya

    Anindita S.Thayf”.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, muncul

    berbagai masalah yang mendasari penelitian ini. Berikut adalah masalah-masalah

    yang diidentifikasi:

    1. Terdapat banyak bentuk gaya bahasa personifikasi pada novel “Jejak

    Kala” karya Anindita S.Thayf.

    2. Terdapat makna gaya bahasa personifikasi yang belum jelas pada novel

    “Jejak Kala” karya Anindita S.Thayf.

    3. Terdapat penggunaan kata-kata slang pada novel “Jejak Kala” karya

    Anindita S.Thayf.

    C. Batasan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka perlu dibuat batasan

    masalah yang nantinya akan menjadi bahasan dari penelitian ini, penelitian ini

    akan membahas bentuk dan makna gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam

    novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf.

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka masalah yang diteliti dalam

    penelitian ini dapat dijabarkan dalam rumusan masalah yaitu:

  • 6

    1. Bagaimanakah bentuk gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam

    Novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf ?

    2. Bagaimanakah makna gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam

    Novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf ?

    E. Tujuan Penelitian

    Setiap melaksanakan suatu kegiatan, peneliti akan memiliki tujuan yang

    ingin dicapai. Tujuan itu selanjutnya akan mengarahkan pada pelaksanaan yang

    sistematis. Tanpa adanya tujuan yang jelas, maka arah tujuan yang akan dilakukan

    tidak tearah karena tidak tahu apa yang akan dicapai dalam kegiatan tersebut.

    Untuk lebih jelasnya peneliti menguraikan tujuan yang akan dicapai dalam

    pelaksanaan penelitian yaitu sebagai berikut:

    1. Mendeskripsikan bentuk gaya bahasa personifikasi dalam novel Jejak Kala

    karya Anindita S.Thayf.

    2. Mendeskripsikan makna gaya bahasa personifikasi dalam novel Jejak Kala

    karya Anindita S.Thayf.

    F. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini mempunyai dua manfaat yaitu secara teoritis dan secara

    praktis.

    1. Manfaat Teoretis

    a. Memperkuat teori mengenai gaya bahasa personifikasi dalam sebuah

    wacana.

  • 7

    b. Dapat menambah khasanah keilmuan dalam pengajaran bidang bahasa

    dan sastra Indonesia, khususnya tentang gaya bahasa personifikasi

    dalam Novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf.

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat memberi masukan untuk dapat

    menciptakan karya sastra yang lebih baik lagi.

    b. Bagi Pembaca, penelitian ini bagi pembaca diharapkan dapat lebih

    memahami isi Novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf dan

    mengambil manfaatnya. Selain itu, dapat menambah minat membaca

    dan menambah kemampuan menginterpretasikan karya sastra dalam

    mengapresiasikan karya sastra.

    c. Bagi Peneliti yang Lain, penelitian ini dapat memperkaya wawasan

    sastra dan menambah khasanah penelitian sastra Indonesia sehingga

    bermanfaat bagi perkembangan sastra Indonesia.

  • 8

    BAB II

    LANDASAN TEORETIS

    A. Kerangka Teoretis

    1. Pengertian Gaya Bahasa

    Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah

    style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk

    menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan

    mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu

    penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu

    berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan

    kata-kata secara indah.

    Karena perkembangan itu, gaya bahasa atau style menjadi masalah atau

    bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya

    pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu.

    Sebab itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata

    secara individual, frasa, klausa, dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah

    wacana secara keseluruhan. Malahan nada yang tersirat di balik sebuah wacana

    termasuk pula persoalan gaya bahasa. Jadi jangkauan gaya bahasa sebenarnya

    sangat luas, tidak hanya mencakup unsur-unsur kalimat yang mengandung corak-

    corak tertentu, seperti yang umum terdapat dalam retorika-retorika klasik.

    8

  • 9

    Walaupun kata style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah

    mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang

    terkenal, yaitu:

    (a) Aliran Platonik: menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan;

    menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang

    tidak memiliki style.

    (b) Aliran Aristoteles: menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang

    inheren, yang ada dalam tiap ungkapan.

    Dengan demikian, aliran Plato mengatakan bahwa ada karya yang

    memiliki gaya dan ada karya yang sama sekali tidak memiliki gaya. Sebaliknya,

    aliran Aristoteles mengatakan bahwa semua karya memiliki gaya, tetapi ada karya

    yang memiliki gaya yang tinggi ada yang rendah, ada karya yang memiliki gaya

    yang kuat ada yang lemah, ada yang memiliki gaya yang yang baik ada yang

    memiliki gaya yang jelek.

    Bila kita melihat gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya

    adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku,

    berpakaian, dan sebagainya. Dengan menerima pengertian ini, maka kita dapat

    mengatakan, “Cara berpakaiannya menarik perhatian orang banyak”, “Cara

    menulisnya lain daripada kebanyakan orang”, “Cara jalannya lain dari yang lain”,

    yang memang sama artinya dengan “gaya berpakaian”, “gaya menulis” dan “gaya

    berjalan”. Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan watak,

    dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya

  • 10

    bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya

    bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya.

    Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara

    mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa

    dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

    1.1. Sendi Gaya Bahasa

    Syarat-syarat manakah yang diperlukan untuk membedakan suatu gaya

    bahasa yang baik dari gaya bahasa yang buruk? Sebuah gaya bahasa yang baik

    harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik.

    a. Kejujuran

    Hidup manusia hanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi

    sesamanya, kalau hidup itu dilandaskan pada sendi-sendi kejujuran. Kejujuran

    adalah suatu pengorbanan, karena kadang-kadang ia meminta kita melaksanakan

    sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita sendiri. Namun tidak ada jalan lain

    bagi mereka yang ingin jujur dan bertindak jujur. Bila orang hanya mencari

    kesenangan dengan mengabaikan segi kejujuran, maka akan timbullah hal-hal

    yang menjijikkan.

    Kejujuran dalam bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-

    kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur

    dan tak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit, adalah jalan untuk

    mengundang ketidakjujuran. Pembicara atau penulis tidak menyampaikan isi

  • 11

    pikirannya secara terus terang; ia seolah-olah menyembunyikan pikirannya itu di

    balik rangkaian kata-kata yang kabur dan jaringan kalimat yang berbelit-belit tak

    menentu. Ia hanya mengelabui pendengar atau pembaca dengan mempergunakan

    kata-kata yang kabur dan “hebat”; nya. Di pihak lain, pemakaian bahasa yang

    berbelit-belit menandakan bahwa pembicara atau penulis tidak tahu apa yang akan

    dikatakannya. Ia mencoba menyembunyikan kekurangannya di balik berondongan

    kata-kata hampa.

    Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu, ia harus

    digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.

    b. Sopan-santun

    Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan atau

    menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa

    hormat di sini tidak berarti memberikan penghargaan atau menciptakan

    kenikmatan melalui kata-kata, atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai

    dengan basa-basi dalam pergaulan masyarakat beradab. Bukan itu! Rasa hormat

    dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan.

    Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau

    pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan.

    Di samping itu, pembaca atau pendengar tidak perlu membuang-buang waktu

    untuk mendengar atau membaca sesuatu secara panjang lebar, kalau hal itu bisa

    diungkapkan dalam beberapa rangkaian kata. Kejelasan dengan demikian akan

    diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu:

  • 12

    (1) Kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat.

    (2) Kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan

    melalui kata-kata atau kalimat tadi.

    (3) Kejelasan dalam pengurutan ide secara logis.

    (4) Kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan.

    Kesingkatan sering jauh lebih efektif daripada jalinan yang berliku-liku.

    Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara

    efesien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang bersinonim secara

    longgar, menghindari tautology, atau mengadakan repetisi yang tidak perlu.

    Di antara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan-santun, syarat

    kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.

    c. Menarik

    Kejujuran, kejelasan serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar dan

    langkah awal. Bila seluruh gaya bahasa hanya mengandalkan kedua (atau ketiga)

    kaidah tersebut di atas, maka bahasa yang digunakan masih terasa tawar, tidak

    menarik. Sebab itu, sebuah gaya bahasa harus pula menarik. Sebuah gaya yang

    menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut: variasi, humor yang

    sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal

    (imajinasi).

    Penggunaan variasi akan menghindari monotoni dalam nada, struktur, dan

    pilihan kata. Untuk itu, seorang penulis perlu memiliki kekayaan dalam kosa kata,

    memiliki kemauan untuk mengubah panjang-pendeknya kalimat, dan struktur-

  • 13

    struktur morfologis. Humor yang sehat berarti gaya bahasa itu mengandung

    tenaga untuk menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan daya khayal

    adalah pembawaan yang berangsur-angsur dikembangkan melalui pendidikan,

    latihan, dan pengalaman.

    1.2. Jenis-jenis Gaya Bahasa

    Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan. Oleh

    sebab itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat

    menyeluruh dan dapat diterima olehsemua pihak. Pandangan-pandangan atau

    pendapat-pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurang-kurangnya dapat

    dibedakan, pertama, dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua dilihat dari segi

    bahasanya sendiri. Untuk melihat gaya secara luas, maka pembagian berdasarkan

    masalah nonbahasa tetap diperlukan. Tetappi untuk memberi kemampuan dan

    keterampilan, maka uraian mengenai gaya dilihat dari aspek kebahasaan akan

    lebih diperlukan.

    a. Segi Nonbahasa

    Pengikut Aristoteles menerima style sebagai hasil dari bermacam-macam

    unsur. Pada dasarnya style dapat dibagi atas tujuh pokok sebagai berikut:

    (1) Berdasarkan Pengarang: gaya yang disebut sesuai dengan nama

    pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang

    atau penulis dalam karangannya. Pengarang yang kuat dapat

    mempengaruhi orang-orang sejamannya, atau pengikut-pengikutnya,

  • 14

    sehingga dapat membentuk sebuah aliran. Kita mengenal gaya Chairil,

    gaya Takdir, dan sebagainya.

    (2) Berdasarkan Masa: gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal

    karena cirri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu

    tertentu. Misalnya ada gaya lama, gaya klasik, gaya sastra modern, dan

    sebagainya.

    (3) Berdasarkan Medium: yang dimaksud dengan medium adalah bahasa

    dalam arti alat komunikasi. Tiap bahasa, karena struktur dan situasi sosial

    pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri. Sebuah karya yang ditulis

    dalam bahasa Jerman akan memiliki gaya yang berlainan, bila ditulis

    dalam bahasa Indonesia, Prancis, atau Jepang. Dengan demikian kita

    mengenal gaya Jerman, Inggris, Prancis, Indonesia, dan sebagainya.

    (4) Berdasarakan Subyek: subyek yang menjadi pokok pembicaraan dalam

    sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan.

    Berdasarkan hal ini kita mengenal gaya: filsafat, ilmiah (hukum, teknik,

    sastra, dsb), popular, didaktik, dan sebagainya.

    (5) Berdasarkan Tempat: gaya ini mendapat namanya dari lokasi geografis,

    karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi

    bahasanya. Ada gaya Jakarta, gaya Jogya, ada gaya Medan, Ujung

    Pandang, dan sebagainya.

    (6) Berdasarkan Hadirin: seperti halnya dengan subyek, maka hadirin atau

    jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang

    pengarang. Ada gaya popular atau gaya demagog yang cocok untuk rakyat

  • 15

    banyak. Ada gaya sopan yang cocok untuk lingkungan istana atau

    lingkungan yang terhormat. Ada pula gaya intim (familiar) yang cocok

    untuk lingkungan keluarga atau untuk orang yang akrab.

    (7) Berdasarkan Tujuan: gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari

    maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, di mana pengarang ingin

    mencurahkan gejolak emotifnya. Ada gaya sentimental, ada gaya

    sarkastik, gaya diplomatis, gaya agung atau luhur, gaya teknis atau

    informasional dan gaya humor.

    Analisa atas sebuah karangan dapat dilihat dari ketujuh macam jenis gaya

    tersebut di atas.

    b. Segi Bahasa

    Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka

    gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang

    dipergunakan, yaitu:

    (1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata.

    (2) Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana.

    (3) Gaya bahasa berdasarkan stuktur kalimat.

    (4) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

    2. Gaya Bahasa Kiasan

    Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan

    atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti

  • 16

    mencoba menemukan cirri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal

    tersebut. Perbandingan sebenarnya mengandung dua pengertian, yaitu

    perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau langsung, dan

    perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Kelompok pertama dalam

    contoh berikut termasuk gaya bahasa langsung dan kelompok kedua termasuk

    gaya bahasa kiasan:

    (1) Dia sama pintar dengan kakaknya

    Kerbau itu sama kuat dengan sapi

    (2) Matanya seperti bintang timur

    Bibirnya seperti delima merekah

    Perbedaan antara kedua perbandingan di atas adalah dalam hal kelasnya.

    Perbandingan biasa mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang

    sama, sedangkan perbandingan kedua, sebagai bahasa kiasan, mencakup dua hal

    yang termasuk dalam kelas yang berlainan.

    Sebab itu, untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan

    bahasa kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut:

    (1) Tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang diperbandingkan.

    (2) Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut.

    (3) Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu diketemukan. Jika tidak

    ada kesamaan maka perbadingan itu adalah bahasa kiasan.

    Pada mulanya, bahasa kiasan berkembang dari analogi. Mula-mula,

    analogi dipakai dengan pengertian proporsi; sebab itu, anologi hanya menyatakan

  • 17

    hubungan kuantitatif. Misalnya hubungan antara 3 dan 4 dinyatakan sebagai

    analog dengan 9 dan 12. Secara lebih umum dapat dikatakan bahwa hubungan

    antara x dan y sebagai analog dengan hubungan antara nx dan ny. Dalam

    memecahkan banyak persamaan, dapat disimpulkan bahwa nilai dari suatu

    kuantitas yang tidak diketahui dapat ditetapkan bila diberikan relasinya dengan

    sebuah kuantitas yang diketahui.

    Sejak Aristoteles, kata analogi dipergunakan baik dengan pengertian

    kuantitatif maupun kualitatif. Dalam pengertian kuantitatif, analogi diartikan

    sebagai kemiripan atau relasi identitas antara dua pasangan istilah berdasarkan

    sejumlah besar cirri yang sama. Sedangkan dalam pegertian kualitatif, analogi

    menyatakan kemiripan hubungan sifat antara dua perangkat istilah. Dalam arti

    yang lebih luas ini, analogi lalu berkembang menjadi kiasan. Gagasan-gagasan

    sering dinyatakan dengan ungkapan-ungkapan yang popular melalui analogi

    kualitatif ini. Hal ini tampak jelas dari seringnya orang mempergunakan

    metafora,yang sebenarnya merupakan sebuah contoh dari analogi kualitatif.

    Penggunaan metaforis dari kata manis dalam frasa lagu yang manis adalah

    suatu ringakasan dari analogi yang berbunyi: lagu ini merangsang telinga dengan

    cara yang sama menyenangkan seperti manisan merangsang alat perasa.

    Ungkapan Ibu Pertiwi mengandung pula analogi yang berarti: hubungan antara

    Tanah Air dengan rakyatnya sama seperti hubungan seorang ibu dengan anak-

    anaknya. Analogi kualitatif ini juga dipakai untuk menciptakan istilah baru

    dengan mempergunakan organ-organ manusia atau organ binatang: kaki meja,

    kepala pasukan, mata angin; sayap pesawat terbang, kapal terbang; kapal

  • 18

    terbang analog dengan kapal laut, yaitu seperti kapal laut berlayar di laut, maka

    kapal terbang berlayar di udara. Analogi juga dipakai dalam hubungan dengan

    tata bahasa, yaitu membuat istilah-istilah baru berdasarkan bentuk yang sudah

    ada. Berdasarkan bentuk tuna karya dibentuk tuna wisma, tuna susila, tuna netra,

    tuna rungu, dan sebagainya.

    Seperti tampak dari contoh-contoh di atas (analogi organ biologis dan

    analogi konstruksi tata bahasa), kemiripan hubungan antara pasangan atau

    perangkat istilah diterima sebagai kesamaan antara istilah-istilah itu sendiri. Sebab

    itu, makna istilah analogi menjadi luas dan akhirnya mengandung arti kesamaan

    pada umumnya, kecuali yang termasuk dalam kelas yang sama.

    Perbandingan dengan analogi ini kemudian muncul dalam bermacam-

    macam gaya bahasa kiasan, seperti diuraikan di bawah ini.

    a. Persamaan atau Simile

    Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang

    dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung

    menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya

    yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama,

    sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.

  • 19

    b. Metafora

    Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara

    langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah

    hati, cindera mata, dan sebagainya.

    c. Alegori, Parabel, dan Fabel

    Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna

    kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-

    nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas

    tersurat.

    Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya

    manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk

    menyebut cerita-cerita fiktif di dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk

    menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.

    Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di

    mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak

    seolah-olah sebagai manusia. Tujuan fabel seperti parabel ialah menyampaikan

    ajaran moral atau budi pekerti. Fabel menyampaikan suatu prinsip tingkah laku

    melalui analogi yang transparan dari tindak-tanduk binatang, tumbuh-tumbuhan,

    atau makhluk yang tak bernyawa.

  • 20

    d. Personifikasi atau Prosopopoeia

    Personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang

    menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

    seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan)

    merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati

    bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia. Misalnya :

    Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi

    ketakutan kami.

    Matahari baru saja kembali ke peraduannya, ketika kami tiba disana.

    Kulihat ada bulan di kotamu lalu turun di bawah pohon belimbing depan

    rumahmu barangkali ia menyeka mimpimu.

    Seperti halnya dengan simile dan metafora, personifikasi mengandung

    suatu unsur persamaan. Kalau metafora (sebagai istilah umum) membuat

    perbandingan dengan suatu hal yang lain, maka dalam penginsanan hal yang lain

    itu adalah benda-benda mati yang bertindak dan berbuat seperti manusia, atau

    perwatakan manusia. Pokok yang dibandingkan itu seolah-olah berwujud

    manusia, baik dalam tindak-tanduk, perasaan, dan perwatakan manusia lainnya.

    e. Alusi

    Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan

    antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi

    yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat

    dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal.

  • 21

    f. Eponim

    Eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering

    dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan

    sifat itu.

    g. Epitet

    Epitet (epiteta) adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau

    ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa

    deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu

    barang.

    h. Sinekdoke

    Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani

    synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah

    semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk

    menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk

    menyatakan sebagian (totum pro parte).

    i. Metonimia

    Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti

    menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian,

    metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk

    menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.

    Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang

  • 22

    yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan

    kulitnya, dan sebagainya. Metonimia dengan demikian adalah suatu bentuk dari

    sinekdoke.

    j. Antonomasia

    Antonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang

    berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar

    resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri.

    k. Hipalase

    Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu

    dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada

    sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah

    suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan.

    l. Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

    Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura.

    Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin

    mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang

    terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu upaya literer

    yang efektif karena ia menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan

    yang besar. Entah dengan sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang

    dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya. Sebab itu, ironi akan

  • 23

    berhasil kalau pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik

    rangkaian kata-katanya.

    Sinisme yang diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian

    yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme

    diturunkan dari nama suatu aliran filsafat Yunani yang mula-mula mengajarkan

    bahwa kebajikan adalah satu-satunya kebaikan, serta hakikatnya terletak dalam

    pengendalian diri dan kebebasan. Tetapi kemudian mereka menjadi kritikus yang

    keras atas kebiasaan-kebiasaan sosial dan filsafat-filsafat lainnya. Walaupun

    sinisme dianggap lebih keras dari ironi, namun kadang-kadang masih sukar

    diadakan perbedaan antara keduanya. Bila contoh mengenai ironi di atas diubah,

    maka akan dijumpai gaya yang lebih bersifat sinis. Dengan kata lain, sinisme

    adalah ironi yang lebih kasar sifatnya.

    Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme.

    Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir.

    Sarkasme dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah

    bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Kata

    sarkasme diturunkan dari kata Yunani sarkasmos, yang lebih jauh diturunkan dari

    kata kerja sakasein yang berarti “merobek-robek daging seperti anjing”,

    “menggigit bibir karena marah”, atau “berbicara dengan kepahitan.

    m. Satire

    Ironi sering kali tidak harus ditafsirkan dari sebuah kalimat atau acuan,

    tetapi harus diturunkan dari suatu uraian yang panjang. Dalam hal terakhir ini,

  • 24

    pembaca yang tidak kritis atau yang sederhana pengetahuannya, bisa sampai

    kepada kesimpulan yang diametral bertentangan dengan apa yang dimaksudkan

    penulis, atau berbeda dengan apa yang dapat ditangkap oleh pembaca kritis.

    Untuk memahami apakah bacaan bersifat ironis atau tidak, pembaca atau

    pendengar harus mencoba meresapi implikasi-implikasi yang tersirat dalam baris-

    baris atau nada-nada suara, bukan hanya pada pernyataan yang eksplisit itu.

    Pembaca harus berhati-hati menelusuri batas antara perasaan dan kegamblangan

    arti harfiahnya.

    Uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannyadisebut

    satire. Kata satire diturunkan dari kata satura yang berarti talam yang penuh

    berisi macam-macam buah-buahan. Satire adalah ungkapan yang menertawakan

    atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire

    mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar

    diadakan perbaikan secara etis maupun estetis.

    n. Inuendo

    Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang

    sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering

    tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu.

    o. Antifrasis

    Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata

    dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau

    kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.

  • 25

    - Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol).

    - Engkau memang orang yang mulia dan terhormat!

    Antifrasis akan diketahui dengan jelas, bila pembaca atau pendengar

    mengetahui atau dihadapkan pada kenyataan bahwa yang datang adalah seorang

    yang cebol, bahwa yang dihadapi adalah seorang koruptor atau penjahat, maka

    kedua contoh itu jelas disebut antifrasis. Kalau tidak diketahui secara pasti, maka

    ia disebut saja sebagai ironi.

    p. Pun atau Paronomasia

    Pun atau paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan

    bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi,

    tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.

    3. Hakikat Novel

    Kokasih (2003:223) Novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti

    ‘sebuah barang baru yang kecil. Kemudian kata itu diartikan sebagai sebuah karya

    sastra dalam bentuk prosa. Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi

    utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.

    Sumardjo (1986:29) menyatakan bahwa, “Novel adalah cerita berbentuk

    prosa dalam ukuran luas”. Ukuran yang luas disini dapat berarti cerita dengan plot

    (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita

    yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula. Namun “ukuran luas” di sini

    juga tidak mutlak demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsure fiksinya

  • 26

    saja, misalnya temanya, sedang karakter setting dan lain-lainnya hanya satu saja.

    Istilah novel sama dengan istilah roman. Kata novel berasal dari Italia yang

    kemudian berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Novel dapat dibagi

    menjadi tiga golongan, yakni novel percintaan, novel petualangan, dan novel

    fantasi. Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara

    seimbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Novel

    petualangan sedikit sekali memasukkan peranan wanita. Jika wanita tersebut

    dalam novel jenis ini, maka pengembaraannya hampir stereotip atau kurang

    berperan.

    Pengertian novel diungkapkan oleh Semi (2003:32) bahwa novel

    merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusian yang lebih

    mendalam dan disajikan dengan halus. Jadi, novel merupakan sebuah karya fiksi

    yang mengungkapkan cerita manusia yang disajikan dengan bahasa yang estetis,

    dan bernilai etis. Novel merupakan cermin keadaan masyarakat pada suatu masa

    yang disampaikan oleh pengarang melalui sebuah bahasa yang tertata dengan

    baik. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Reeve (dalam Atmazaki,

    2005:39) bahwa Novel mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang

    mendalam serta disajikan luar biasa, karena kejadian itu tercipta dari suatu konflik

    atau pertikaian yang ada dalam kehidupan manusia.

    Novel fantasi adalah bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba

    tidak mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini menggunakan

    karakter yang tidak realistis, setting dan plot yang juga tidak wajar untuk

    menyampaikan ide-ide penulisnya. Jenis novel ini mementingkan ide, konsep, dan

  • 27

    gagasan sastrawannya yang hanya dapat jelas kalau diutarakan dalam bentuk

    cerita fantastik, artinya menyalahi hukum empiris, hukum pengalaman sehari-hari.

    4. Hakikat Novelet

    Sumardjo (1986:31) Novelet adalah cerita berbentuk prosa yang

    panjangnya antara novel dan cerita pendek. Bentuk novelet juga sering disebut

    sebagai cerita pendek yang panjang saja. Beda novelet dengan cerita pendek

    adalah novelet lebih luas cakupannya, baik dalam plot, tema, dan unsur-unsur

    yang lain. Beda novelet dengan novel adalah bahwa novelet lebih pendek dari

    novel dan dimaksudkan untuk dibaca dalam sekali duduk untuk mencapai efek

    tunggal bagi pembacanya. dalam praktik ukuran tebal novelet sekitar 60 sampai

    100 halaman, sedang cerita pendek sekitar 5 sampai 15 halaman, dan novel sekitar

    200 halaman lebih.

    Bentuk novelet lebih banyak ditulis di Eropa daripada di Amerika karena

    perhitungan dagang percetakan. Novelet terlalu panjang untuk dimuat dalam

    majalah, tetapi terlalu tipis untuk dicetak dalam bentuk buku berkulit tebal.

    Dengan munculnya pocket books, maka kesempatan menulis novelet tumbuh

    dimana-mana.

    5. Biografi Pengarang

    Anindita Siswanto Thayf. Lahir di Makassar, 5 April 1978. Jatuh cinta

    pertama kali dengan buku sejak usia taman kanak-kanak hingga sekarang.

    Mengawali kegiatan menulis karena suka berkhayal. Memilih menjadi penulis

    karena sudah bosan menunggu lamaran kerjanya diterima. Tanah Tabu adalah

  • 28

    novelnya yang meraih juara pertama dalam sayembara menulis novel Dewan

    Kesenian Jakarta 2008.

    Lulusan Teknik Elektro Universitas Hasanudin, Makassar, ini kerap

    dilanda grogi kalau diminta bicara di depan umum. Guna mendukung kegiatan

    berkhayal dan proses menulisnya, kini dia tinggal di Lereng Merapi yang sepi dan

    dikelilingi kebun salak pondoh bersama suami.

    6. Sinopsis Novel

    Kala, seorang gadis miskin yang harus rela kehilangan masa kecilnya

    karena harus membantu ibunya mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup

    mereka. Kala tinggal di suatu rumah dengan ibu dan seorang kakak perempuan

    bernama Kemi. Kemi bekerja sebagai penjaga toko, sedangkan ibu dan Kala

    bekerja di rumah Pak Dukuh sebagai pembantu. Kala tidak sempat menikmati

    bangku sekolah, bermain dengan teman-temannya dan melakukan hal-hal lain

    selayaknya anak seusia dengannya. Bangun sebelum matahari terbit, menempuh

    perjalanan melintasi hutan, bekerja keras sepanjang hari, dan baru kembali pulang

    ketika matahari telah berangkat tidur. Sekalipun Kala harus bekerja keras, namun

    ia tetaplah seorang anak-anak, yang memiliki keceriaan seolah tanpa beban.

    Kenyataannya dalam hati Kala, ia ingin bebas bermain kapanpun seperti anak-

    anak yang lain, bisa bersekolah. Tanpa harus bekerja, apalagi bekerja sebagai

    pembantu, yang tergolong pekerjaan yang berat dan sangat menguras tenaga bagi

    anak sekecil Kala.

  • 29

    Pekerjaan yang selalu menanti di pagi hari adalah menyiapkan air untuk

    mandi semua anggota keluarga yang ada di rumah Pak Dukuh. Keluarga Pak

    Dukuh terdiri dari 5 orang yaitu Pak Dukuh, Bu Dukuh, Kak Salma, Ano, dan

    Kei. Diantara semuanya Bu Dukuh dan Kak Salmalah yang memiliki sikap ramah

    kepada Kala. Mereka selalu perhatian kepadanya tidak seperti yang lain, hanya

    marah-marah dan menyuruh ini-itu. Bu Dukuh dan Kak Salma tidak pernah

    memarahinya, bahkan tidak ragu membantu pekerjaan Kala ketika sedang

    menumpuk. Didalam rumah itu juga ada si Ano, tukang masak di rumah itu. Ano

    memiliki sikap yang cuek dan pemarah tanpa sebab, banyak orang bilang itulah

    yang menyebabkan sampai saat ini ia belum menikah dan di juluki perawan tua.

    Nasib lalu membawa Kala pada kehidupan kota besar. Dari seorang

    pembantu di keluarga Pak Dukuh di desanya, Kala beralih menjadi pengasuh anak

    bagi sebuah keluarga menengah. Di kota Kala juga berkesempatan

    untukmengenyam pendidikan sekalipun hanya tamatan SMP karena Kala sadar

    akan kemampuannya yang dibawah standart. Maka ia dengan ijin dari Kak Tien

    untuk tidak meneruskan sekolah namun ia kursus keterampilan perempuan tak

    jauh dari tempat tinggal Kala di kota. Di besarkan di kota bersama keluarga Kak

    Banar dan Kak Tien, Kala bertumbuh menjadi gadis yang berkarakter. Tahun

    demi tahun berlalu, usianya pun sudah dibilang matang tidak seperti kanak-kanak

    lagi. Ia mulai mengerti dan merasakan yang namanya cinta. Ketertarikannya

    terhadap lawan jenis yang menghadirkan bara-bara cinta dalam hati Kala. Jatuh

    cinta pertama kali pada seorang ajudan di tempat ia bekerja mengenalkan Kala

    pada rasa sakit akan sebuah cinta yang tak terbalas. Entah trauma atau memang

  • 30

    suratan takdir, hingga usia senja Kala tak juga menemukan tempat yang tepat bagi

    pelabuhan hatinya.

    Suatu ketika, keluarga Kak Banar dan Kak Tien terancam keutuhannya.

    Kak Banar sedang berselingkuh dengan perempuan lain. Sejak itu Kak Tien

    memutuskan untuk pergi dari rumah dan tinggal bersama Is, anak semata

    wayangnya yang kini telah berkeluarga. Kak Banar yang dulu menjadi pejabat

    kepolisian dengan karier yang bagus, kini harus meratapi nasibnya. Seperti roda

    yang berputar, kini kejayaannya telah runtuh. Rumah besar yang ditempatinya pun

    telah berpindah tangan ke orang lain. Sekarang Kak Banar tinggal dengan

    selingkuhannya yang kini telah menjadi istri kedua Kak Banar. Kala yang dulu

    menjadi pembantu di rumah Kak Banar pun, pindah ke rumah Is dan bekerja

    disana. Beberapa tahun kemudian, entah karena apa Kak Banar mengajak rujuk

    Kak Tien. Awalnya tidak ada yang setuju namun tekad bulat dari Kak Banar dan

    Kak Tien tidak mampu menghalanginya. Namun tidak sempat menikmati

    kebahagiaan, Kak Banar dan Kak Tien mengalami kecelakaan dan seketika mati

    di tempat kejadian. Kala sangat terpukul akan nasib yang di alami oleh

    majikannya yang kini sudah dianggap sebagai keluarganya.

    Setelah kejadian itu, Kala memutuskan untuk kembali ke kampung

    halaman. Kala berpikir setelah ia kembali ke kampung, kesedian dan kenangannya

    bersama majikannya akan hilang dan kesedihannya akan lenyap. Namun ternyata

    sesampainya di kampung, Kala harus menerima kenyataan kalau kini Ibunya telah

    tiada. Dan kejadian inilah yang menyebabkan Kala di salahkan atas meninggalnya

    Ibunya oleh Kemi karena Kala dalam beberapa tahun tidak pernah pulang ke

  • 31

    kampung untuk sekedar berkunjung. Di kampung halaman ia tinggal dengan

    Kemi dan keluarga kecilnya dan mereka hidup sederhana. Sampai akhirnya Kala

    sakit-sakitan dan menutup usia bersama kesendiriannya.

    B. Kerangka Konseptual

    Dalam kerangka teoretis telah dijabarkan hal-hal yang menjadi

    permasalahan dalam penelitian ini. Pada kerangka konseptual ini menyatakan

    konsep-konsep dasar yang sesuai dengan permasalahan yang menganalisis gaya

    bahasa personifikasi.

    Menurut Sugiyono (2012: 388) kerangka befikir merupakan metode

    konseptual tentang bagaimana teori dengan berbagai faktor yang telah

    diidentifikasikan sebagai masalah yang penting. Pada kerangka teoretis telah

    dijelaskan apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini.

    Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra memegang peranan penting

    dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik imajinatif.

    Persoalan yang dibicarakan dalam novel adalah persoalan tentang manusia dan

    kemanusiaan. Gaya bahasa dan penulisan merupakan salah satu unsur yang

    menarik dalam sebuah bacaan. Pengarang memiliki gaya yang berbeda-beda

    dalam menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap tulisan yang dihasilkan nantinya

    mempunyai gaya yang dipengaruhi oleh penulisnya, sehingga dapat dikatakan,

    watak seorang penulis sangat mempengaruhi sebuah karya yang dihasilkannya.

    Gaya bahasa adalah cara menggunakan watak, dan kemampuan seseorang

    yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik

  • 32

    pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin

    buruk pula penilaian diberikan padanya. Sedangkan personifikasi adalah semacam

    gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang

    yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.

    Dengan demikian peneliti hanya memfokuskan pada Analisis Gaya Bahasa

    Personifikasi Novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf.

    C. Pernyataan Penelitian

    Pernyataan penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

    permasalahan yang menjadi alasan untuk melakukan penelitian. Pernyataan

    penelitian dibuat agar suatu penelitian jadi terarah.

    Penelitian ini adalah penelitian dengan metode deskriptif sehingga tidak

    menggunakan hipotesis penelitian. Sebagai pengganti hipotesis dirumuskan

    pernyataan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini. Adapun

    pernyataan penelitian yang dirumuskan bahwa terdapat gaya bahasa personifikasi

    pada novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf.

  • 33

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Lokasi dan Waktu Penelitian

    1. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini merupakan studi kepustakaan sehingga tidak dibutuhkan lokasi

    khusus tempat penelitian.

    2. Waktu Penelitian

    Waktu penelitian direncanakan selama enam bulan yaitu terhitung dari bulan

    Oktober sampai Maret 2018. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut

    :

    Tabel 3.1

    Rencana Waktu Penelitian

    No. Kegiatan Bulan / Minggu

    Oktober November Desember Januari Februari Maret

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    1. Penulisan Proposal

    2. Perbaikan Proposal

    3. Seminar Proposal

    4. Pengumpulan Data

    5. Pelaksanaan Penelitian

    6. Pengolahan Data

    7. Penulisan Skripsi

    8. Bimbingan Skripsi

    9. Sidang Meja Hijau

    33

  • 34

    B. Sumber Data dan Data Penelitian

    1. Sumber Data

    Menurut Arikunto (2013:172) Sumber data adalah subjek darimana data

    dapat diperoleh. Dalam pengumpulan datanya, sumber data disebut responden,

    yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik

    pernyataan tertulis maupun lisan.

    Sumber data penelitian ini adalah novel Jejak Kala karya Anindita S.thayf

    penerbit Andi, yang terdiri dari 194 halaman. Data penunjang penelitian ini

    diperoleh dari buku atau tulisan yang bermanfaat untuk mendapatkan teori

    pendukung yang relevan dengan topik penelitian.

    2. Data Penelitian

    Data penelitian merupakan proses pengumpulan data. Menurut Nazir

    (2014:153) pengumpulan data adalah prosedur sistematis dan standar untuk

    memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode

    mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang dipecahkan.

    Data penelitian ini adalah hal yang menyangkut penggunaan gaya bahasa

    personifikasi pada novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf. Data dalam

    penelitian ini berupa kalimat yang terdapat pada novel Jejak Kala karya Anindita

    S.Thayf. Untuk menguatkan data-data, peneliti menggunakan buku-buku referensi

    yang relevan sebagai data pendukung. Data penelitian ini berasal dari novel Jejak

    Kala karya Anidita S.Thayf dengan data sebagai berikut:

  • 35

    1. Judul : Jejak Kala

    2. Penulis : Anindita S.Thayf

    3. Penerbit : Andi

    4. Tebal halaman : 194 halaman

    5. Ukuran : 13 x 19 cm

    6. Cetakan ke : Ke-1

    7. Tahun Terbit : 2009

    8. ISBN : 978-979-29-0658-5

    C. Metode Penelitian

    Untuk mencapai tujuan yang diinginkan seseorang dalam melaksanakan

    aktivitasnya selalu menggunakan metode. Metode penelitian memegang peranan

    penting dalam sebuah penelitian. Hal ini penting dalam sebuah penelitian karena

    menentukan tercapai atau tidaknya yang akan dicapai.

    Menurut Sugiyono (2017:2) metode penelitian pada dasarnya merupakan

    cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

    Menurut Arikunto (2013:203) metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh

    peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

    Menurut Nazir (2014:43) metode deskriptif adalah suatu metode dalam

    meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

    pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari

    penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

  • 36

    secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

    hubungan antarfenomena yang diselidiki. Jenis data yang diambil bersifat

    kualitatif, misalnya kalimat yang mendeskripsikan gaya bahasa personifikasi yang

    terdapat pada novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf.

    Data kualitatif berupa sekumpulan hasil wawancara, pengamatan, catatan

    lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya

    sehingga penelitian kualitatif bervariasi (Mulyatiningsih Endang, 2014:44).

    Dapat disimpulkan metode penelitian yang digunakan peneliti dalam

    menganalisis gaya bahasa personifikasi pada novel Jejak Kala karya Anindita

    S.Thayf adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif

    merupakan metode dengan cara mengumpulkan data, mendeskripsikan data dan

    selanjutnya menganalisis data tersebut.

    D. Variabel Penelitian

    Menurut Sugiyono (2012:38) menyatakan bahwa variabel penelitian pada

    dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

    peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

    kemudian ditarik kesimpulannya.

    Menurut Arikunto (2009:36) variabel adalah objek penelitian atau apa

    yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

    Dalam penelitian ini ada variabel penelitian yang harus dijelaskan agar

    pembahasannya lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah

  • 37

    ditetapkan. Variabel yang akan diteliti adalah gaya bahasa personifikasi yang

    terdapat dalam novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf.

    E. Instrumen Penelitian

    Instrumen penelitian merupakan kunci dalam penelitian, sedangkan data

    merupakan kebenaran dan empiris yaitu kesimpulan atau penemuan penelitian.

    Arikunto (2007:203) mengemukakan instrumen penelitian adalah alat atau

    fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

    pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,

    lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah, kualitas instrumen akan

    menentukan kualitas data yang terkumpul.

    Instrumen penelitian ini dilakukan dengan studi dokumentasi.

    Pengumpulan data dari novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf. Penelitian ini

    ditinjau dengan membaca, menyimak, mencatat dan memberi tanda-tanda pada

    bagian-bagian yang dianggap penting maupun uraian peneliti yang dianggap

    bermanfaat dan berpengaruh bagi pembaca. Untuk lebih jelasnya dilihat pada

    tabel di bawah ini.

    Tabel 3.2

    Gaya Bahasa Personifikasi

    No Bentuk Makna

    1.

    2.

  • 38

    3.

    4.

    5.

    F. Teknik Analisis Data

    Teknik analisis data adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk dapat

    menyimpulkan jawaban permasalahan. Teknik pengumpulan data dalam

    penelitian ini menggunakan metode simak dan catat, metode simak penelitian ini

    menyimak novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf untuk mencari bentuk dan

    makna gaya bahasa personifikasi. Teknik catat dalam penelitian ini digunakan

    untuk mencatat hasil menyimak novel Jejak Kala berupa bentuk dan makna gaya

    bahasa personifikasi.

    Adapun langkah-langkah yang peneliti laksanakan dalam menganalisis

    data sebagai berikut:

    1) Melakukan pengamatan dengan cara membaca dan menyimak dengan

    cermat isi novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf sebagai objek

    penelitian.

    2) Memahami isi dan melakukan penelahaan data dengan cara mencatat

    gaya bahasa personifikasi yang terdapat pada novel Jejak Kala karya

    Anindita S.Thayf.

    3) Mencari buku-buku yang menyangkut dengan judul penelitian

    dijadikan referensi. Dalam hal ini referensi sebagai landasan untuk

  • 39

    mengkaji objek yang telah ditentukan, yaitu teori-teori tentang gaya

    bahasa personifikasi.

    4) Mendeskripsikan gaya bahasa personifikasi yang terdapat pada novel

    Jejak Kala karya Anindita S.Thayf.

    5) Menarik kesimpulan dari hasil penelitian.

  • 40

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

    A. Deskripsi Hasil Penelitian

    Setelah dilakukan penelitian tentang analisis gaya bahasa personifikasi

    novel jejak kala karya Anindita S.Thayf, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

    Tabel 4.1

    Gaya Bahasa Personifikasi

    No Bentuk Makna

    1. Api obornya meliuk-liuk

    genit.

    Api obor dapat meliuk-liuk genit seperti

    makhluk hidup.

    2. Ia tahu matahari akan

    terbangun sebentar lagi.

    Matahari dapat terbangun seperti

    makhluk hidup.

    3. Ketika menaruh timba di

    bibir sumur..

    Timba dapat diletakkan di bibir sumur

    seperti makhluk hidup.

    4. Ujung sapu lidi itu kembali

    mencakar-cakar permukaan

    tanah.

    Sapu lidi dapat mencakar-cakar seperti

    makhluk hidup.

    5. Bulan baru mulai merangkak

    naik.

    Bulan dapat merangkak seperti makhluk

    hidup.

    6. Malam merangkak semakin Malam dapat merangkak seperti makhluk

    40

  • 41

    jauh. hidup.

    7. Perbukitan itu berdiri angkuh. Perbukitan dapat berdiri angkuh seperti

    makhluk hidup.

    8. Sebuah gunung yang

    puncaknya menusuk awan.

    Puncak gunung dapat menusuk seperti

    benda hidup.

    9. Mobil itu seperti terbang di

    atas jalan.

    Mobil dapat terbang seperti makhluk

    hidup.

    10. Langit menawarkan biru. Langit dapat menawarkan seperti

    makhluk hidup

    B. Bentuk Gaya Bahasa Personifikasi Dalam Novel Jejak Kala Karya

    Anindita S.Thayf

    Penelitian ini mendeskripsikan pemakaian gaya bahasa personifikasi

    dalam novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf. Personifikasi adalah semacam

    gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang

    yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Hasil analisis dalam

    novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf terdapat 30 data gaya bahasa

    personifikasi. Berikut beberapa contoh bentuk gaya bahasa personifikasi dalam

    novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf.

    1. Api obornya meliuk-liuk genit mengiringi langkahnya yang setengah

    berlari memasuki dataran berumput yang berujung pada sebuah singkong

    (JK, 6).

  • 42

    Kalimat “api obornya meliuk-liuk genit” dapat dikategorikan sebagai gaya

    bahasa personifikasi karena menganggap bahwa api obor dapat meliuk-

    liuk genit seperti makhluk hidup. Padahal kata meliuk-liuk genit

    digunakan untuk manusia yang bergaya-gaya atau banyak tingkahnya.

    2. Ia tahu matahari akan terbangun sebentar lagi, sementara tugas pertamanya

    hari ini harus segera dilakukan (JK, 8).

    Kalimat “matahari akan terbangun” dapat dikategorikan sebagai gaya

    bahasa personifikasi karena menganggap bahwa matahari dapat terbangun

    seperti makhluk hidup. Padahal kata terbangun digunakan untuk manusia

    yang bangkit dari tidurnya.

    3. Ketika menaruh timba di bibir sumur, Bu Dukuh yang melihatnya kembali

    berujar, “Ayo, ke dapur sana, Kala (JK, 14).

    Kalimat “timba di bibir sumur” dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa

    personifikasi karena menganggap bahwa sumur mempunyai bibir. Padahal

    kata bibir digunakan untuk manusia.

    4. Ujung sapu lidi itu kembali mencakar-cakar permukaan tanah,

    menciptakan suara goresan yang khas (JK, 24).

    Kalimat “ujung sapu lidi itu kembali mencakar-cakar” dapat dikategorikan

    sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap bahwa sapu lidi

    dapat mencakar-cakar seperti makhluk hidup. Padahal kata mencakar-

    cakar digunakan untuk binatang yang melukai mangsanya.

    5. Bulan baru mulai merangkak naik ketika gelap telah benar-benar datang

    (JK, 35).

  • 43

    Kalimat “bulan baru mulai merangkak naik” dapat dikategorikan sebagai

    gaya bahasa personifikasi karena menganggap bahwa bulan dapat

    merangkak seperti makhluk hidup. Padahal kata merangkak digunakan

    untuk bayi yang baru belajar bergerak dengan bertumpu pada tangan dan

    lutut.

    6. Malam merangkak semakin jauh (JK, 46).

    Kalimat “malam merangkak semakin jauh” dapat dikategorikan sebagai

    gaya bahasa personifikasi karena menganggap bahwa malam dapat

    merangkak seperti makhluk hidup. Padahal kata merangkak digunakan

    untuk anak bayi yang baru belajar merangkak.

    7. Perbukitan itu berdiri angkuh di sebelah utara desa, di seberang hamparan

    sawah berseling kebun-kebun kecil milik penduduk (JK, 58).

    Kalimat “perbukitan itu berdiri angkuh” dapat dikategorikan sebagai gaya

    bahasa personifikasi karena menganggap bahwa perbukitan dapat berdiri

    angkuh seperti makhluk hidup. Padahal kata berdiri angkuh digunakan

    untuk manusia yang sombong.

    8. Berlatar belakang sebuah gunung yang puncaknya menusuk awan,

    terbentang hamparan kebun pala di sebelah barat bukit (JK, 61).

    Kalimat “ gunung yang puncaknya menusuk awan” dapat dikategorikan

    sebagai gaya bahasa personifikasi karena menganggap bahwa puncak

    gunung dapat menusuk seperti benda hidup. Padahal kata menusuk

    diibaratkan perilaku manusia yang mencoblos atau menikam dengan

    barang yang runcing.

  • 44

    9. Mobil itu seperti terbang di atas jalan abu-abu yang lurus, tapi terkadang

    berbelok tajam (JK, 62).

    Kalimat “mobil itu seperti terbang” dapat dikategorikan sebagai gaya

    bahasa personifikasi karena menganggap bahwa mobil dapat terbang

    seperti makhluk hidup. Padahal kata terbang digunakan untuk seekor

    burung.

    10. Di atas, langit menawarkan biru yang lain, safir (JK, 99).

    Kalimat “ langit menawarkan biru” dapat dikategorikan sebagai gaya

    bahasa personifikasi karena menganggap bahwa langit dapat menawarkan

    seperti makhluk hidup. Padahal kata menawarkan digunakan untuk

    seorang pedagang.

    C. Makna Gaya Bahasa Personifikasi Dalam Novel Jejak Kala Karya

    Anindita S.Thayf

    Berdasarkan data penggunaan gaya bahasa personifikasi dalam novel Jejak

    Kala karya Anindita S.Thayf, selanjutnya peneliti akan melakukan analisis makna

    yang terdapat dalam gaya bahasa personifikasi. Berikut beberapa contoh hasil

    analisis makna gaya bahasa personifikasi dalam novel Jejak Kala karya Anindita

    S.Thayf.

    1. Api obornya meliuk-liuk genit mengiringi langkahnya yang setengah

    berlari memasuki dataran berumput yang berujung pada sebuah singkong

    (JK, 6).

  • 45

    Kalimat api obornya meliuk-liuk genit di atas dapat diketahui terdapat

    makna konotatif karena pengarang menggunakan kata meliuk-liuk genit

    yang seharusnya digunakan untuk tubuh manusia. Makna sebenarnya yang

    ingin disampaikan oleh penulis novel yaitu api obor yang bergerak-gerak

    sambil mengiringi langkahnya Kala.

    Makna denotasi dari kata meliuk-liuk genit yaitu bergaya-gaya atau banyak

    tingkahnya yang diperuntukkan untuk orang.

    2. Ia tahu matahari akan terbangun sebentar lagi, sementara tugas pertamanya

    hari ini harus segera dilakukan (JK, 8).

    Kalimat matahari akan terbangun di atas dapat diketahui terdapat makna

    konotatif karena pengarang menggunakan kata terbangun yang seharusnya

    digunakan untuk makhluk hidup. Makna sebenarnya yang ingin

    disampaikan oleh penulis novel yaitu Kala tahu matahari akan terbit

    sebentar lagi dan tugas pertamanya harus segera dilakukan.

    Makna denotasi dari kata terbangun yaitu bangkit yang diperuntukkan

    untuk orang.

    3. Ketika menaruh timba di bibir sumur, Bu Dukuh yang melihatnya kembali

    berujar, “Ayo, ke dapur sana, Kala (JK, 14).

    Kalimat ketika menaruh timba di bibir sumur di atas dapat diketahui

    terdapat makna konotatif karena pengarang menggunakan kata bibir yang

    seharusnya digunakan untuk makhluk hidup. Makna sebenarnya yang

    ingin disampaikan oleh penulis novel yaitu ketika Kala menaruh timba di

    tepi sumur, Bu Dukuh memanggilnya.

  • 46

    Makna denotasi dari kata bibir yaitu mulut sebelah bawah dan atas yang

    diperuntukkan untuk orang.

    4. Ujung sapu lidi itu kembali mencakar-cakar permukaan tanah,

    menciptakan suara goresan yang khas (JK, 24).

    Kalimat ujung sapu lidi itu kembali mencakar-cakar di atas dapat

    diketahui terdapat makna konotatif karena pengarang menggunakan kata

    mencakar-cakar yang seharusnya digunakan untuk makhluk hidup. Makna

    sebenarnya yang ingin disampaikan oleh penulis novel yaitu kembali

    membersihkan permukaan tanah dengan sapu lidi.

    Makna denotasi dari kata mencakar-cakar yaitu menggaruk dengan cakar

    (kuku) yang diperuntukkan untuk binatang misalnya burung, harimau,

    singa dan lain sebagainya.

    5. Bulan baru mulai merangkak naik ketika gelap telah benar-benar datang

    (JK, 35).

    Kalimat bulan baru mulai merangkak naik di atas dapat diketahui terdapat

    makna konotatif karena pengarang menggunakan kata merangkak yang

    seharusnya digunakan untuk makhluk hidup. Makna sebenarnya yang

    ingin disampaikan oleh penulis novel yaitu bulan baru mulai bergerak naik

    ketika gelap telah benar-benar datang.

    Makna denotasi dari kata merangkak yaitu bergerak lamban yang

    diperuntukkan untuk orang.

  • 47

    6. Malam merangkak semakin jauh (JK, 46).

    Kalimat malam merangkak semaki jauh di atas dapat diketahui terdapat

    makna konotatif karena pengarang menggunakan kata merangkak yang

    seharusnya digunakan untuk makhluk hidup. Makna sebenarnya yang

    ingin disampaikan oleh penulis novel yaitu malam berpindah semakin

    jauh.

    Makna denotasi dari kata merangkak yaitu bergerak lamban yang

    diperuntukkan untuk orang.

    7. Perbukitan itu berdiri angkuh di sebelah utara desa, di seberang hamparan

    sawah berseling kebun-kebun kecil milik penduduk (JK, 58).

    Kalimat perbukitan itu berdiri angkuh di atas dapat diketahui terdapat

    makna konotatif karena pengarang menggunakan kata berdiri angkuh yang

    seharusnya diigunakan untuk makhluk hidup. Makna sebenarnya yang

    ingin disampaikan oleh penulis novel yaitu perbukitan itu membentang di

    sebelah utara desa, di seberang hamparan sawah berseling kebun-kebun

    kecil milik penduduk.

    Makna denotasi dari kata berdiri angkuh yaitu sifat suka memandang

    rendah kepada orang lain, tinggi hati atau sombong yang diperuntukkan

    untuk orang.

    8. Berlatar belakang sebuah gunung yang puncaknya menusuk awan,

    terbentang hamparan kebun pala di sebelah barat bukit (JK, 61).

    Kalimat gunung yang puncaknya menusuk awan di atas dapat diketahui

    terdapat makna konotatif karena pengarang menggunakan kata menusuk

  • 48

    yang seharusnya digunakan untuk makhluk hidup. Makna sebenarnya

    yang ingin disampaikan oleh penulis novel yaitu sebuah gunung yang

    puncaknya menembus awan dan terbentang hamparan kebun pala di

    sebelah barat bukit.

    Makna denotasi dari kata menusuk yaitu mencoblos atau menikam dengan

    barang yang runcing yang diperuntukkan untuk orang.

    9. Mobil itu seperti terbang di atas jalan abu-abu yang lurus, tapi terkadang

    berbelok tajam (JK, 62).

    Kalimat mobil itu seperti terbang di atas dapat diketahui terdapat makna

    konotatif karena pengarang menggunakan kata terbang yang seharusnya

    digunakan untuk makhluk hidup. Makna sebenarnya yang ingin

    disampaikan oleh penulis novel yaitu mobil itu seperti melayang di atas

    jalan abu-abu yang lurus dan berbelok tajam.

    Makna denotasi dari kata terbang yaitu bergerak atau melayang di udara

    dengan tenaga sayap yang diperuntukkan untuk burung dan lain

    sebagainya.

    10. Di atas, langit menawarkan biru yang lain, safir (JK, 99).

    Kalimat langit menawarkan biru di atas dapat diketahui terdapat makna

    konotatif karena pengarang menggunakan kata menawarkan yang

    seharusnya digunakan untuk makhluk hidup. Makna sebenarnya yang

    ingin disampaikan oleh penulis novel yaitu langit menampakan warna biru

    yang lain.

  • 49

    Makna denotasi dari kata menawarkan yaitu suatu tindakan atau

    mengunjukkan sesuatu dengan maksud supaya dibeli, diambil atau dipakai

    yang diperuntukkan untuk orang.

    Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diketahui gaya bahasa

    personifikasi dalam novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf mengandung makna

    konotatif. Makna konotatif adalah makna kias, bukan makna sebenarnya yang

    terdapat dalam novel. Sedangkan makna denotasi atau denotatif merupakan

    kalimat yang memiliki kata yang maknanya sesuai dengan makna yang

    sebenarnya. Makna konotatif dan denotasi berhubungan erat dengan kebutuhan

    pemakai bahasa. Makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai tautan

    pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu sedangkan

    makna denotasi ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang

    menyertainya. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi dan

    khusus, sedangkan makna denotasi adalah makna yang bersifat umum. Memilih

    konotatif adalah masalah yang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan memilih

    denotasi. Oleh karena itu, pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian dengan

    pilihan kata yang bersifat konotatif.

    Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa dalam novel Jejak Kala

    karya Anindita S.Thayf terdapat makna konotatif yang digunakan untuk

    menggambarkan suasana keindahan dalam karya sastra. Jenis diksi yang

    mengandung makna konotatif, merupakan diksi yang digunakan untuk

    memperindah kata-kata yang ada dalam karya sastra. Kata-kata ini dipilih untuk

    memberikan makna kiasan, sehingga karya sastra tidak membosankan.

  • 50

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan

    Berdasarkan hasil analisis data di atas, maka ditetapkan kesimpulan

    sebagai berikut:

    1. Bentuk gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam Novel Jejak

    Kala karya Anindita S.Thayf yaitu sebanyak 30 data, masing-masing

    data gaya personifikasi dalam Novel Jejak Kala karya Anindita

    S.Thayf menggambarkan keindahan alam, keadaan latar dan kejadian

    dari alur cerita.

    2. Makna gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam Novel Jejak

    Kala karya Anindita S.Thayf yaitu untuk menciptakan nilai keindahan

    cerita dalam novel yang mengiaskan benda-benda mati bertindak,

    berbuat, dan berbicara seperti manusia sehingga cerita dalam novel

    lebih menarik dan indah.

    B. Saran

    Sehubungan dengan hasil penelitian di atas maka yang menjadi saran-

    saran penulis dalam hal ini adalah sebagai berikut:

    1. Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat menggunakan

    hasil penelitian ini sebagai bahan ajar, khususnya pada pembelajaran

    gaya bahasa novel Jejak Kala karya Anindita S.Thayf. Dengan gaya

    50

  • 51

    bahasa yang banyak terdapat di dalam novel Anindita S.Thayf tersebut,

    guru dapat membantu siswa untuk lebih semangat dan tertarik dalam

    mempelajari gaya bahasa khususnya gaya bahasa personifikasi.

    2. Penelitian ini juga memberikan motivasi dan pengetahuan bagi peneliti

    lain untuk mengadakan penelitian terhadap novel ini. Peneliti lain juga

    dapat meneliti novel ini dari unsur gaya bahasa selain personifikasi.

    Gaya bahasa dalam novel ini berguna sebagai referensi peneliti

    selanjutnya dan hasil penelitian dapat memberikan ilmu pengetahuan.

  • 52

    DAFTAR PUSTAKA

    Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

    Jakarta: Rineka Cipta.

    Ekawati, Dian Maya Setia, Sumawarti dan Atikah Anindyarini. 2012. Gaya

    Bahasa Dalam Novel Terjemahan Sang Pengejar Layang-Layang (The Kite

    Runner) Karya Khaled Hosseini. Surakarta : Jurnal Penelitian Bahasa,

    Sastra Indonesia dan Pengajarannya. Vol.1,No. 1.

    Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

    Utama.

    Kokasih. 2003. Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya.

    Mulyatiningsih, Endang. 2014. Metode Penelitian Terapan. Bandung: Alfabeta.

    Nazir, Moh. 2014. Metode Penelitian Terapan. Bogor: Ghalia Indonesia.

    Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

    Alfabeta.

    Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:

    Gramedia.

    S.Thayf, Anindita. 2010. Jejak Kala. Yogyakarta: Andi.

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    DATA PRIBADI

    1. Nama : Novika Sari

    2. NPM : 1402040077