Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENDAHULUAN
Perekonomian Indonesia saat ini telah memasuki persaingan di pasar global.
Salah satu strategi untuk menjadi perusahaan yang besar dan mampu bersaing
adalah melalui ekspansi, baik dalam bentuk ekspansi internal maupun eksternal.
Ekspansi internal terjadi pada saat devisi-devisi yang ada dalam perusahaan yang
tumbuh secara normal melalui kegiatan capital budgeting sedangkan ekspansi
eksternal dapat dilakukan dalam bentuk penggabungan usaha. Penggabungan Usaha
(Business combination) adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah
menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with)
perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aset dan operasi perusahaan
lain. (PSAK No.22).
Dapat dilihat dalam kasus penggabungan usaha antara Bank Niaga dan Bank
Lippo, PT Bank CIMB Niaga Tbk dan PT Bank Lippo Tbk mendapat persetujuan
resmi Bank Indonesia untuk melakukan penggabungan usaha atau merger.
Persetujuan BI yang diterima dalam bentuk surat tertanggal 16 Oktober 2008
tersebut membuka jalan bagi merger bank pertama, yang dikaitkan dengan
kebijakan kepemilikan tunggal (single presence policy/SPP) yaitu Khazanah Berhad
yang berasal dari Malaysia.
RUPS-LB juga menyetujui bahwa CIMB Group Sdn Bhd, anak perusahaan
dari Bumiputra-Commerce Holdings Berhad (BCHB), akan mengakuisisi 51 persen
saham Bank Lippo dari Santubong Investments, anak perusahaan dari Khazanah
Nasional Bhd seharga 2,07 miliar ringgit Malaysia. Sebagai kompensasinya. BCHB
akan memberikan 207,1 juta saham baru senilai 10 ringgit per lembar saham kepada
Khazanah.
Dalam penggabungan usaha antara Bank Niaga dan Bank Lippo (dimana
Bank Niaga akan menjadi institusi yang dipertahankan dalam proses ini) ini,
pemegang saham Bank Lippo akan menerima 2.822 saham baru Bank Niaga sebagai
kompensasi dari setiap 1.000 saham Bank Lippo yang dimilikinya;
2
Untuk itu, CIMB Group akan menjalankan fasilitas siaga (standby facility)
untuk membeli saham Bank Niaga dan Bank Lippo senilai masing-masing Rp 1.052
dari Rp 2.969 per lembar saham dari pemegang saham minoritas kedua bank
tersebut yang memilih untuk tidak memiliki saham di Bank CIMB Niaga, bank hasil
penggabungan usaha.
CIMB Group nantinya akan memiliki antara 58,7 persen dan 81,3 persen
saham di Bank CIMB Niaga, tergantung dari jumlah pemegang saham minoritas
yang akan memilih untuk berpartisipasi dalam kepemilikan di bank baru tersebut.
Sementara seluruh aset dan kewajiban Bank Lippo akan dialihkan ke Bank Niaga
melalui prosedur hukum.
Bank CIMB Niaga dan Bank Lippo sepakat melakukan konsolidasi terhadap
bisnis mereka pada 2 Juni 2008. Konsolidasi itu memungkinkan Khazanah Nasional
Berhad, pemegang saham kedua bank, memenuhi tenggat waktu aturan SPP, yaitu
akhir tahun 2010. Melalui rencana merger tersebut, CIMB Group akan memiliki
58,7% atau 81,3% saham di Bank CIMB Niaga, tergantung jumlah pemegang
saham yang memilih untuk tetap bergabung dengan bank baru ini.
Pada kesempatan itu disebutkan juga bahwa 10.560 orang karyawan yang
mewakili 96 persen dari gabungan pegawai Bank Niaga dan Bank Lippo,
memutuskan untuk menjadi bagian dari Bank CIMB Niaga per 14 Juli 2008. Tujuan
dari penggabungan usaha ini adalah untuk bertumbuh, sehingga tidak akan ada
pemutusan kerja karyawan.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan yang ada di
dalam Bank CIMB Niaga sebelum dan setelah melakukan penggabungan usaha.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai penggabungan
usaha dan mendapat pengetahuan mengenai bagaimana kinerja dalam Bank CIMB
Niaga.
3
REVIEW LITERATUR
Business combination / Merger
Penggabungan Usaha (Business combination) adalah penyatuan dua atau
lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan
menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control)
atas aset dan operasi perusahaan lain. (PSAK No.22 tentang “Akuntansi
Penggabungan Usaha”).
Menurut Beams (1999:3), Penggabungan Usaha adalah istilah umum yang
meliputi semua bentuk penggabungan entitas usaha yang terpisah. Penggabungan
seperti itu disebut akuisisi (acquisitions) ketika suatu perusahaan memperoleh aset
produktif dari entitas usaha lain dan mengintegrasikan aset-aset tersebut ke dalam
operasi miliknya. Penggabungan usaha juga mengacu pada akuisisi ketika suatu
perusahaan memperoleh pengendalian operasi atas fasilitas produktif entitas lain
dengan memiliki sejumlah besar (mayoritas) saham berhak suara yang beredar.
Perusahaan yang diakuisisi tidak perlu dibubarkan; tetapi, perusahaan tersebut tidak
mempunyai eksistensi lagi.
Istilah merjer dan konsolidasi (peleburan) sering digunakan sebagai sinonim
untuk penggabungan usaha dan akuisisi. Namun, sebenarnya terdapat perbedaan.
Merjer terjadi ketika sebuah perusahaan mengambilalih semua operasi dari entitas
usaha lain dan entitas yang diambilalih tersebut dibubarkan. Sedangkan Konsolidasi
terjadi ketika sebuah perusahaan yang baru dibentuk untuk mengambilalih asset-aset
dan operasi dari dua atau lebih entitas usaha yang terpisah, dan akhirnya entitas
yang terpisah tersebut dibubarkan.
4
Menurut Beams (2003), beberapa factor yang mendorong perusahaan
melakukan penggabungan usaha adalah:
Keuntungan dari sisi biaya
Salah satu penyebab utama dari perusahaan melakukan penggabungan usaha
adalah untuk meningkatkan cost effectives dan cost efficiency dengan cara
melakukan penguasaan pada perusahaan lain yang menjadi tumpuan atau
ketergantungan dalam kegiatan operasionalnya.
Meminimalisasi resiko
Sebagian besar perusahaan berhadapan dengan risiko kegagalan usaha yang
tinggi, khususnya bagi perusahaan yang berada dalam industri dengan
tingkat persaingan yang sangat tinggi. Untuk memperkecil risiko kegagalan
usaha tersebut, sering kali perusahaan akan melakukan penggabungan usaha
dengan pesaingnya, atau mengakuisisi perusahaan yang sebelumnya telah
mempunyai pengalaman pada industrinya.
Memperpendek waktu tunda bagi kegiatan operasional
Faktor ini biasanya mendorong perusahaan dari industri hulu untuk
melakukan akuisisi pada perusahaan yang ada di industri menengah
(intermediary) dan industri hilir, demikian pula sebaliknya.
Menghindari pengambilalihan secara paksa
Dalam era borderless business ini, akan semakin besar peluang dari berbagai
organisasi bisnis untuk melakukan pengambilalihan secara paksa (hostile
takeovers) teradap perusahaan yang dimilikinya.
Penguasaan aktiva tak berwujud
Hasil riset, reputasi, merek dagang, tenaga ahli, tim manajemen yang andal
adalah beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan dalam
melakukan penggabungan usaha.
Faktor-faktor lain
Faktor peraturan pemerintah, masalah perpajakan, dan beberapa alasan
emosional lainnya dapat menjadi faktor pendorong dilakukannya
penggabungan usaha.
5
Integrasi secara fisik adalah suatu jenis penggabungan usaha yang dilakukan
dengan memindahkan aktiva bersih (net assets) dari beberapa jenis perusahaan yang
akan melakukan penggabungan.
Menurut APB Opinion no. 16, ada dua metode yang dapat dipergunakan
untuk menentukan perlakuan akuntansi bagi penggabungan usaha secara fisik ini,
yaitu metode penggabungan kepentingan (pooling of interest) dan metode
pembelian (by purchase). Metode pooling of interest pada dasarnya berpedoman
pada asumsi bahwa suatu penggabungan usaha adalah upaya untuk menggabungkan
semua potensi yang ada dari seluruh perusahaan yang bergabung sehingga
perlakuan akuntansinya adalah dengan mengakumulasikan semua aktiva bersih
dengan berdasarkan pada nilai bukunya masing-masing. Metode pembelian (by
purchase) memandang suatu penggabungan usaha adalah suatu upaya dari
perusahaan yang bergabung untuk mengakumulasikan semua aktiva bersih dengan
prinsip bahwa perusahaan yang baru terbentuk dari hasil penggabungan usaha ini
harus memperhitungkan nilai wajar (fair values) dari aktiva bersih perusahaan yang
terlibat dalam penggabungan usaha sehingga dimungkinkan adanya revaluasi
terhadap aktiva bersih tersebut.
Penggabungan usaha menurut PSAK No. 22, dibedakan menjadi dua:
1. Akuisisi (Acquisiton) adalah suatu penggabungan usaha di mana salah satu
perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aset neto dan
operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aset tertentu,
mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
2. Penyatuan Kepemilikan (Uniting of interest / Pooling of Interest) adalah
suatu penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang
bergabung bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif
seluruh aset neto dan operasi perusahaan yang bergabung tersebut dan
selanjutnya memikul bersama segala resiko dan manfaat yang melekat pada
entitas gabungan, sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasi sebagai
perusahaan pengakuisisi (acquirer).
6
Menurut PSAK no. 22, terdapat dua metode pencatatan akuntansi dalam
transaksi penggabungan usaha:
Metode Purchase (Nilai Pasar) digunakan untuk penggabungan usaha melalui
akuisisi
Pada Metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai biaya perolehan (cost of
investment) yaitu sejumlah kas atau harga pasar aktiva lain yang dikeluarkan
untuk membeli perusahaan.
Nilai aktiva diadjust sesuai harga pasar (fair value) dan menjadi dasar
pengenaan depresiasi dan amortisasi yang baru bagi perusahaan setelah
akuisisi.
Goodwill diakui sebagai selisih biaya perolehan (cost of investment) dengan
harga pasar (fair value) aktiva perusahaan yang diakuisisi. Nantinya akan
diamortisasi oleh perusahaan setelah akuisisi.
Metode Pooling of Interest (Nilai Buku) digunakan untuk penggabungan usaha
melalui akuisisi penyatuan kepemilikan
Pada metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai nilai buku (book value),
tidak terdapat goodwill dan kenaikan nilai aktiva.
selisih biaya perolehan (cost of investment) dengan nilai buku (book value)
aktiva perusahaan
Metode akuisisi dalam penggabungan usaha
IFRS 3 Business Combinations menyatakan bahwa, “An entity shall account
for each business combination by applying the acquisition method.” [IFRS 3 (2008),
par. 4] Implikasi dari ketentuan ini adalah, semua penggabungan usaha, yang berada
di dalam cakupan IFRS 3, harus dianggap sebagai transaksi akuisisi (pembelian).
Pihak pembeli (acquirer) mengorbankan sumber daya untuk membeli suatu bisnis
(acquiree) yang tujuannya adalah memperoleh kendali (control) atas bisnis itu.
Pihak penjual umumnya adalah pemilik lama yang sebelumnya mengendalikan
bisnis tersebut.
7
Akuisisi dianggap terjadi dalam transaksi yang sukarela (arm’s length
transaction); masing-masing pihak yang terlibat bersedia dan memiliki informasi
yang cukup terkait transaksi yang mereka lakukan. Asumsi inilah yang
menjustifikasi digunakannya nilai wajar (fair value), baik untuk mengukur
pengorbanan yang diserahkan maupun bisnis yang diakuisisi.
Selanjutnya, IFRS 3 menyatakan empat tahap yang harus ditempuh dalam
menerapkan metode akuisisi:
1. Mengidentifikasi pihak pengakuisisi (acquirer);
2. Menentukan tanggal akuisisi;
3. Mengidentifikasi, mengakui, dan mengukur asset yang diakuisisi dan
liabilitas yang ditanggung, serta mengakui dan mengukur kepentingan non-
pengenali, jika ada;
4. Mengakui dan mengukur goodwill atau keuntungan dari pembelian murah.
IFRS 3 menjelaskan Mengidentifikasi pihak pengakuisisi, yaitu:
Untuk setiap penggabungan usaha, salah satu entitas menggabungkan harus
diidentifikasi
sebagai pengakuisisi.
Pedoman dalam IAS 27 Laporan Keuangan Konsolidasi dan terpisah harus
digunakan untuk mengidentifikasi pengakuisisi-entitas yang memperoleh
kendali diakuisisi. Jika bisnis kombinasi telah terjadi tetapi menerapkan
pedoman dalam IAS 27 tidak jelas menunjukkan yang mana dari entitas
menggabungkan adalah pengakuisisi, faktor-faktor dalam paragraph B14-B18
(IFRS 3) harus dipertimbangkan dalam membuat penentuan itu.
8
Dalam IAS 27 berisi:
Laporan Keuangan Konsolidasi dan terpisah
Standar ini harus diterapkan dalam penyusunan dan penyajian konsolidasi
Laporan keuangan bagi sekelompok entitas di bawah kendali induk. Konsolidasi
Laporan keuangan adalah laporan keuangan disajikan sebagai kelompok orang-
orang dari entitas ekonomi tunggal. Kontrol kekuasaan untuk mengatur keuangan
dan operasi kebijakan dari suatu entitas sehingga dapat memperoleh manfaat dari
aktivitasnya. Kelompok adalah Induk dan semua anak perusahaannya. Induk adalah
sebuah entitas yang memiliki satu atau lebih anak perusahaan. Sebuah anak
perusahaan adalah suatu entitas, termasuk entitas unincorporated seperti kemitraan,
yaitu dikendalikan oleh entitas lain.
Induk harus menyajikan laporan keuangan konsolidasi yang
mengkonsolidasikan nya investasi pada anak perusahaan sesuai dengan Pernyataan
ini. Induk tidak perlu keuangan konsolidasi ini jika dan hanya jika:
A. Induk itu sendiri merupakan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki, atau
merupakan anak perusahaan yang dimiliki sebagian entitas lain dan pemilik
lainnya, termasuk mereka yang tidak dinyatakan berhak suara, telah diberitahu
tentang, dan tidak keberatan, Induk tidak menyajikan laporan keuangan
konsolidasi;
B. utang induk atau instrumen ekuitas tidak diperdagangkan di pasar umum (Bursa
efek dalam negeri atau asing atau pasar over-the-counter, termasuk lokal dan
regional pasar);
C. Induk tidak mengajukan, tidak pula dalam proses pengajuan, laporan keuangan
dengan surat berharga komisi atau organisasi peraturan lainnya untuk tujuan
penerbitan setiap kelas instrumen di pasar umum, dan
D. akhir atau induk antara induk menghasilkan konsolidasi laporan keuangan yang
tersedia untuk penggunaan umum yang sesuai dengan International Standar
Pelaporan Keuangan.
Laporan keuangan konsolidasi harus mencakup semua anak perusahaan induk.
9
Prosedur Konsolidasi
Laporan keuangan konsolidasi disusun dengan menggunakan kebijakan
akuntansi yang seragam untuk transaksi dan peristiwa lain seperti dalam situasi
yang sama.
Dalam mempersiapkan laporan keuangan konsolidasi, menggabungkan
entitas keuangan pernyataan dari orangtua dan anak perusahaannya baris demi baris
dengan menambahkan bersama-sama seperti item aset, kewajiban, ekuitas,
pendapatan dan pengeluaran. Agar konsolidasi laporan keuangan menyajikan
informasi keuangan tentang kelompok sebagai bahwa dari satu entitas ekonomi,
langkah-langkah berikut ini kemudian diambil:
A. jumlah tercatat investasi Induk pada anak perusahaan masing-masing dan
orangtua bagian dari ekuitas masing-masing anak perusahaan dieliminasi (lihat
IFRS 3, yang menjelaskan pengobatan dari setiap goodwill resultan);
kepentingan minoritas
B. dalam laba atau rugi anak perusahaan konsolidasi untuk pelaporan periode
diidentifikasi, dan
C. hak minoritas atas aktiva bersih anak perusahaan konsolidasi diidentifikasi
secara terpisah dari ekuitas pemegang saham induk di dalamnya. Hak minoritas
dalam aktiva bersih terdiri dari:
(i) jumlah mereka minoritas pada tanggal kombinasi asli dihitung sesuai dengan
IFRS 3, dan
(ii) bagian minoritas dari perubahan ekuitas sejak tanggal kombinasi. Intragroup
saldo, transaksi, penghasilan dan beban dieliminasi harus secara penuh.
Kepentingan minoritas harus disajikan dalam neraca konsolidasi dalam
ekuitas, secara terpisah dari ekuitas pemegang saham induk '. Hak minoritas atas
laba atau rugi kelompok juga harus diungkapkan secara terpisah. Minoritas adalah
bagian dari keuntungan atau kerugian dan aktiva bersih anak perusahaan disebabkan
oleh kepentingan ekuitas yang tidak dimiliki, secara langsung atau tidak langsung
melalui anak perusahaan, oleh Induk.
10
Akuntansi untuk investasi pada anak perusahaan, pengendalian bersama
entitas dan rekan dalam laporan keuangan yang terpisah
Standar ini juga harus diterapkan dalam akuntansi untuk investasi pada anak
perusahaan, pengendalian bersama entitas dan entitas asosiasi ketika memilih, atau
diharuskan oleh lokal peraturan, untuk menyajikan laporan keuangan yang
terpisah. Pisahkan laporan keuangan adalah mereka disajikan oleh Induk, seorang
investor pada perusahaan asosiasi atau orang yg suka mengambil risiko di sebuah
bersama entitas yang dikendalikan, di mana investasi dicatat berdasarkan langsung
bunga ekuitas daripada berdasarkan hasil yang dilaporkan dan aktiva bersih dari
asosiasi.
Ketika laporan keuangan disusun terpisah, investasi pada anak perusahaan,
bersama-sama dikendalikan pemerintah dan asosiasi yang tidak diklasifikasikan
sebagai dimiliki untuk dijual (atau termasuk dalam kelompok pembuangan yang
diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual) sesuai dengan IFRS 5 harus
menyumbang baik:
(A) biaya, atau
(B) sesuai dengan IAS 39.
Para akuntansi yang sama harus diterapkan untuk setiap kategori investasi. Investasi
pada anak perusahaan, pengendalian bersama entitas dan rekan yang
diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual (atau termasuk dalam kelompok
pembuangan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual) sesuai dengan
IFRS 5 harus dibukukan sesuai dengan IFRS.
Investasi dalam pengendalian bersama entitas dan asosiasi yang dicatat
dalam sesuai PSAK 39 dalam laporan keuangan konsolidasi harus diperhitungkan
dalam cara yang sama dalam laporan terpisah investor keuangan.
11
IFRS 3 menjelaskan Menentukan tanggal akuisisi, yaitu:
pengakuisisi harus mengidentifikasi tanggal akuisisi, yang merupakan tanggal
yang memperoleh kontrol diakuisisi.
Tanggal di mana pengakuisisi memperoleh kendali diakuisisi umumnya tanggal
pengakuisisi secara legal transfer pertimbangan, mengakuisisi asset dan
mengasumsikan kewajiban tanggal diakuisisi-penutupan. Namun, pengakuisisi
mungkin mendapatkan kontrol pada tanggal yang baik awal atau lebih lambat
dari tanggal penutupan. Sebagai contoh, tanggal akuisisi mendahului tanggal
penutupan jika perjanjian tertulis menyatakan bahwa pengakuisisi memperoleh
kendali diakuisisi pada tanggal sebelum tanggal penutupan. Pengakuisisi akan
mempertimbangkan semua fakta yang bersangkutan dan keadaan dalam
mengidentifikasi tanggal akuisisi.
Mengakui dan pengukuran aset diidentifikasi diperoleh, kewajiban diasumsikan
dan setiap non-pengendalian minat diakuisisi
Pada tanggal akuisisi, perusahaan pengakuisisi harus mengklasifikasikan atau
menunjuk diidentifikasi aset yang diperoleh dan kewajiban diasumsikan sebagai
diperlukan untuk menerapkan SAK lain selanjutnya. Pengakuisisi harus
membuat orang-klasifikasi atau sebutan pada dasar syarat kontrak, kondisi
ekonomi, operasi atau kebijakan akuntansi dan kondisi terkait lainnya saat
mereka ada di akuisisi tanggal.
12
Tanggal akuisisi harus ditetapkan karena nilai-nilai wajar asset, liabilitas,
dan ekuitas yang dipertukarkan dalam penggabungan usaha didasarkan pada tanggal
akuisisi. Tanggal akuisisi (acquisition date) adalah tanggal diperolehnya kendali
(control) oleh pihak pengakuisisi (acquirer) atas bisnis yang diakuisisi (acquiree).
Tanggil ini mungkin saja berbeda dengan tanggal pertukaran ketika pengorbanan
diserahkan oleh pihak pengakuisisi kepada pihak penjual.
Dalam IFRS 3, penggabungan usaha didefinisi sebagai transaksi-transaksi
atau kejadian-kejadian lainnya yang mengakibatkan diperolehnya kendali (control)
oleh satu pihak pengakuisisi atas satu atau lebih bisnis yang diakuisisi (acquiree).
Meskipun dalam kebanyakan kasus, pihak yang memperoleh kendali (acquirer)
mudah untuk diidentifikasi, kasus-kasus penggabungan usaha tertentu kadang kala
menimbulkan masalah yang pelik. Sebagai contoh, IFRS 3 memberikan panduan
yang relatif rinci terkait akuisisi terbalik (reverse acquisition) mengingat kerumitan
fitur transaksinya.
IFRS 3 menjelaskan Prinsip Pengakuan, yaitu:
Sejak tanggal akuisisi, perusahaan pengakuisisi harus mengakui, secara terpisah dari
goodwill, aset yang dapat diidentifikasi yang diperoleh, kewajiban diasumsikan dan
setiap non-pengendalian minat diakuisisi. Pengakuan aktiva dan kewajiban
teridentifikasi yang diperoleh diasumsikan tunduk pada kondisi yang ditentukan
dalam paragraf 11 dan 12 (IFRS 3).
Selanjutnya, asset yang diperoleh dan liabilitas yang ditanggung dari bisnis
yang diakuisisi harus diidentifikasi, diakui, dan diukur nilai-nilai wajarnya. Sekadar
mengingatkan, istilah asset netto (net asset) sama dengan asset dikurangi liabilitas,
dan IFRS 3 menegaskan bahwa pembelian asset dan liabilitas harus merupakan
sebuah bisnis untuk dapat diperlakukan dengan metode akuisisi. Pembelian asset
atau pengalihan liabilitas yang bukan merupakan sebuah bisnis harus diperlakukan
sebagai pembelian asset atau pengalihan liabilitas secara umum, tanpa adanya
pengakuan goodwill.
13
Apakah yang dimaksud dengan goodwill? Secara konseptual, IFRS 3
memberikan definisi goodwill sebagai berikut:
“An asset representing the future economic benefits arising from other
assets acquired in a business combination that are not individually identified and
separately recognised. (Asset yang mencerminkan manfaat ekonomi di masa depan
yang berasal dari asset-asset lainnya yang diakuisisi melalui penggabungan usaha
yang tidak teridentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah.)” [IFRS 3
(2008), App. A]
Sebaliknya, keuntungan dari pembelian murah (gain from a bargain
purchase) terjadi ketika nilai wajar pengorbanan yang diserahkan lebih kecil
dibandingkan nilai wajar bisnis yang diperoleh. Situasi ini mungkin terjadi jika
bisnis yang diakuisisi sedang dalam kondisi yang buruk. Sebagai contoh, bisnis itu
sedang menghadapi gugatan perdata yang kemungkinan besar akan mengakibatkan
kewajiban untuk membayar ganti rugi yang cukup besar.
Kepentingan non-pengendali (non-controlling interest) adalah kepentingan
dalam perusahaan anak (subsidiary) yang bukan merupakan kepentingan pengendali
yang dimiliki oleh perusahaan induk (parent). Adanya kepentingan non-pengendali
diakibatkan oleh tidak dimilikinya perusahaan anak secara penuh oleh perusahaan
induk.
14
CAMELS (Penilaian Kesehatan Bank)
Metode penilaian tingkat kesehatan bank dikenal dengan metode CAMEL.
Rasio keuangan CAMEL merupakan salah satu alat manajemen dalam menjalankan
fungsi manajemen dan berguna sebagai alat pengambil keputusan investasi.
Informasi akuntansi dalam bentuk rasio keuangan khususnya rasio keuangan
CAMEL mempunyai informasi yang bermanfaat untuk menilai kondisi kesehatan
suatu bank. Penilaian kesehatan bank meliputi 5 aspek yaitu (Info Bank, 2000) :
1) Capital, untuk rasio kecukupan modal
2) Assets, untuk rasio kualitas aktiva
3) Management, untuk menilai kualitas manajemen
4) Earning, untuk rasio-rasio rentabilitas bank
5) Liquidity, untuk rasio-rasio likuiditas bank.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/8/PBI/2003
sebagaimana telah diubah sesuai PBI No. 11/25/PBI/2009 Tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, mewajibkan setiap bank menerapkan
manajemen risiko yang efektif sesuai tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan
kompleksitas serta kemampuan bank. Selain hal tersebut, Bank Indonesia melalui
PBI tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank (CAMELS) memasukkan unsur
penilaian sensitivitas risiko pasar.
Untuk menilai kinerja pada perusahaan perbankan, umumnya menggunakan
6 aspek penilaian, yaitu Capital, Assets, Manajement, Earnings, Liquidity, dan
Sensitivity to Market Risk, atau yang biasa disebut dengan CAMELS. Dalam kamus
perbankan (Institut Bankir Indonesia) edisi 2 tahun 1999, CAMEL merupakan aspek
yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank dan merupakan
tolak ukur yang menjadi objek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh regulator
bank. Enam aspek penilaian tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Capital: Untuk memastikan kecukupan modal dan cadangan dan untuk memikul
resiko yang mungkin timbul. Modal merupakan benteng pertahanan bagi bank
15
Assets: Untuk memastikan kualitas asset yang dimiliki bank dan nilai riil dari
asset tersebut. Kemerosotan kualitas dan nilai asset merupakan sumber erosi
terbesar bagi modal bank.
Management: Untuk memastikan kualitas dan tingkat kedalaman penerapan
prinsip manajemen bank yang sehat terutama yang terkait dengan manajemen
resiko. Manajemen yang kompeten dan memiliki integritas yang tinggi
merupakan ujung tombak atau pemeran terdepan dari pertahanan atas resiko
bank.
Earnings: untuk memastikan efisiensi dan kualitas pendapatan bank secara benar
dan akurat. Kelemahan dari segi pendapatan riil merupakan indikator terhadap
potensi masalah bank.
Liquidity : untuk memastikan dilaksanakannya manajemen asset dan kewajiban
dalam menentukan dan menyediakan likuiditas yang cukup serta mengurangi
exposure yang sensitive terhadap resiko suku bunga. Kelemahan dari segi
likuiditas merupakan indicator terhadapadanya ancaman bagi bank yang paling
cepat dapat diketahui. (Gandapraja, 2004)
Sensitivity to Market Risk : untuk mengetahui kemampuan modal bank dalam
mencover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi suku bunga dan nilai tukar
serta menilai kecukupan penerapan manajemen resiko pasar (www.bi.go.id)
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing rasio yang ada pada
CAMELS:
1. Capital Adequacy Ratio (Aspek Permodalan / Capital)
Aspek penilaian capital tercermin dari rasio CAR (Capital Adequacy
Ratio) atau sering disebut sebagai rasio kecukupan modal. Rasio ini digunakan
untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada guna menutup kemungkinan
kerugian di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga.
CAR diperoleh dengan membandingkan Modal Sendiri dengan Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) yang dihitung dari bank yang bersangkutan.
Semakin tinggi rasio CAR semakin baik kemampuan kecukupan modalnya.
16
Dalam menghitung rasio CAR, komponen Modal Sendiri didapat dari
penjumlahan antara modal inti dan modal pelengkap. Dimana modal inti terdiri
dari modal disetor, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan, laba
ditahan, laba atau rugi tahun lalu, laba atau rugi tahun berjalan, goodwill dan
kekurangan pembentukan PPAP. Sedangkan modal pelengkap terdiri dari
cadangan revaluasi aktiva tetap, penyisihan penghapusan aktiva produktif, modal
pinjaman dan pinjaman subordinasi.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) berasal dari komponen
aktiva di neraca dikalikan dengan bobot risiko yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Komponen aktiva tersebut terdiri dari kas, Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), kredit dengan jaminan, simpanan pada bank lain dalam bentuk giro,
deposito dan tabungan, kredit kepada bank lain, kredit yang dijamin oleh bank
lain, kredit pemilikan rumah sebagai jaminan hipotik, tagihan yang dijamin, aktiva
tetap dan inventaris, serta aktiva lainnya.
2. Non Performing Loan (Aspek Kualitas Aset / Assets)
Rasio yang mencerminkan aspek penilaian dari assets adalah NPL (Non
Performing Loans). Rasio ini digunakan untuk mengukur kualitas dari suatu assets
yang dimiliki oleh suatu perusahaan perbankan. NPL diperoleh dengan
membandingkan rasio Kualitas Aktiva Produktif Bermasalah dengan Aktiva
Produktif. Semakin tinggi rasio NPL maka semakin buruk kualitas assets
perusahaan perbankan.
Dalam menghitung rasio NPL, komponen Kualitas Aktiva Produktif
Bermasalah didapat dari kolektibilitas kredit yang kurang lancar, diragukan dan
kredit macet. Sedangkan komponen Aktiva Produktif didapat dari kolektibilitas
kredit secara keseluruhan baik kredit yang lancar, kurang lancar, diragukan dan
kredit macet.
17
3. Management (Aspek Kualitas Manajemen)
Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja,
juga dapat dilihat dari pendidikan serta pengalaman karyawannya dalam menangani
berbagai kasus yang terjadi. Unsur-unsur penilaian dalam kualitas manajemen
adalah manajemen permodalan, aktiva, umum, rentabilitas dan likuiditas, yang
didasarkan pada jawaban dari pertanyaan yang diajukan.
4. Net Interest Margin (Aspek Rentabilitas / Earning)
Aspek penilaian ini diukur dengan menggunakan rasio NIM (Net Interest
Margin). Rasio NIM merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur Pendapatan
Bunga Bersih terhadap penggunaan Rata-Rata Aktiva Produktif. Semakin besar
rasio NIM maka semakin baik kinerja perusahaan perbankan dalam menghasilkan
laba.
Dalam menghitung rasio NIM, komponen Pendapatan Bunga Bersih didapat
dari keuntungan atas bunga kredit. Sedangkan komponen Rata-Rata Aktiva
Produktif berasal dari kolektibilitas kredit secara keseluruhan baik kredit yang
lancar, kurang lancar, diragukan dan kredit macet yang dibagi empat sehingga
didapatkan rata-ratanya.
5. Reserve Requirement (Aspek Likuiditas / Liquidity)
Rasio yang mencerminkan aspek penilaian liquidity adalah rasio Giro Wajib
Minimum (GWM) atau Reserve Requirement. GWM merupakan perbandingan Giro
pada Bank Indonesia dengan Seluruh Dana yang Berhasil Dihimpun. Semakin
tinggi rasio GWM semakin baik tingkat likuiditas perusahaan perbankan.
Dalam menghitung rasio GWM, komponen Giro pada Bank Indonesia
berasal dari seluruh penempatan dana atau simpanan yang ada pada Bank Indonesia.
Sedangkan komponen Seluruh Dana yang Berhasil Dihimpun berasal dari tabungan,
deposito, giro, piutang dalam jangka waktu kurang dari tiga bulan dan modal inti.
18
6. Sensitivity of Market Risk (Aspek Kemampuan Modal Bank)
Pada tanggal 5 Januari 2011 Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penilaian tingkat kesehatan bank umum
tersebut menggantikan PBI sebelumnya Nomor No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang telah berlaku selama hampir tujuh
tahun.
Namun PBI terbaru tersebut baru berlaku efektif pada tanggal 1 Januari
2012. Secara umum PBI tersebut tidak berubah drastis seperti ketika penilaian
tingkat kesehatan bank umum tahun 2004 (yang lebih populer dengan CAMELS)
menggantikan PBI sebelumnya (CAMEL).
Penilaian terhadap Sensitivity to Market Risk mencakup kemampuan modal
bank untuk mencover akibat yang ditimbulkan oleh perubahan risiko pasar dalam
berbagai skenario. Risiko pasar didefinisikan sebagai risiko yang timbul akibat
adanya pergerakan variable pasar dari portfolio yang dapat merugikan bank
(adverse movement).
Penilaian mencakaup seluruh asset & liability maupun rekening
administrative baik pada banking book maupun trading book. Trading book adalah
surat berharga yang dimiliki dengan tujuan untuk dijual kembali, dan banking book
adalah seluruh surat berharga yang tidak termasuk dalam definisi trading book.
GAP adalah perbedaan atau selisih antara asset yang sensitif terhadap bunga
(Rate Sensitive Asset/RSA) dengan Liability yang sensitif terhadap suku bunga
(Rate Sensitive Liability/RSL).
19
Manajemen GAP adalah upaya-upaya untuk mengelola dan mengendalikan
kesenjangan (GAP) antara asset dan liability pada suatu periode yang sama,
meliputi kesenjangan dalam hal jumlah dana, suku bunga, maturity atau perpaduan
ketiganya (mix mismatch). Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
GAP Management adalah suatu aktifitas untuk mengatur atau menata Asset dan
Liabilities yang sensitive terhadap gejolak tingkat bunga sehingga terhindar atau
meminimumkan pengaruhnya dan akhirnya akan dapat dicapai keuntungan yang
stabil dan berkembang.
Rumusan singkat GAP (mismatch) adalah GAP=RSA-RSL.
Tujuan GAP Manajement adalah mengelola risiko perubahan tingkat bunga
dalam hubungannya dengan kesenjangan posisi (mismatch) untuk tujuan repricing
structure pada kedua posisi neraca (asset and liability), memaksimalkan pendapatan
bunga neto (net interest income) sambil tetap pada tingkat risiko yang bisa ditolerir
dan menata struktur neraca untuk mencapai hasil maksimal dalam kaitannya dengan
arah perubahan tingkat bunga yang mungkin terjadi, atau dengan kata lain bahwa
tujuan GAP Management adalah mempersempit lebarnya kesenjangan antara Rate
Sensitive Asset dan Rate Sensitive Liability.
Tingkat sensitivitas earning bank terhadap peruabahan suku bunga sangat
bergantung kepada karakteristik instrument keuangan yang membentuk portofolio
bank, antara lain :
Maturity and Repricing, maturity adalah jangka waktu sisa jatuh tempo,
sedangkan repricing adalah jangka waktu penetapan kembali tingkat suku
bunga.
Interest Rate Forecast, yaitu perkiraan terhadap perubahan tingkat bunga.
Accelerating Change, yaitu pengaturan posisi dengan berdasar kepada interest
rate forecast
20
Terdapat tiga pengaruh yang dapat terjadi terhadap pendapatan / earning
berhubungan dengan perubahan tingkat bunga, yaitu :
1. rate sensitive asset lebih besar daripada rate sensitive liability yang dikatakan
gap positif yang berarti bahwa pendapatan bergerak searah dengan tingkat
bunga;
2. rate sensitive asset lebih kecil daripada rate sensitive liability yang dikatakan
gap negatif yang berarti bahwa tingkat bunga dan tingkat pendapatan bergerak
dalam arah yang berlawanan;
3. rate sensitive asset sama dengan rate sensitive liability yang dikatakan bahwa
tidak terjadi perubahan pergerakan. Kondisi yang ketiga tersebut dapat
dikatakan tidak ada.
Adapun matriks hubungan gap dan interest rate income diuraikan sebagai
berikut adalah sebagai berikut :
Hubungan GAP dan Interest Rate
Sensitivity to Market Risk merupakan komponen baru dalam penilaian
Tingkat Kesehatan Bank yang merupakan pengukuran kemampuan modal bank
mengcover risiko pasar, yang mencakup :
* Ekses Modal / Potential Loss Suku bunga : Modal / cadangan yang dibentuk
untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss
bunga.
* Ekses modal adalah kelebihan modal minimum yang ditetapkan khusus untuk
digunakan untuk mengantisipasi risiko suku bunga.
Posisi GAP Suku Bunga
Naik Turun
Zero (Matched) NIM tetap NIM tetap
Positive (+) NIM Meningkat (+) NIM Menurun (-)
Negative (-) NIM Menurun (-) NIM Meningkat (+)
21
* Potenstial loss suku bunga dalah (gap position dari eksposure trading book +
banking book) dikalikan fluktuasi suku bunga sesuai yang diskenariokan.
* Semakin besar rasio ini, maka risiko semakin rendah dan bank semakin tidak
rentan terhadap pergerakan suku bunga.
Informasi gap pendanaan adalah berpedoman kepada Laporan Maurity
Profile yang bertujuan untuk mengidentifikasi terjadinya gap dalam skala waktu
tertentu. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam proses penyusunan
laporan ini adalah :
Laporan Profil maturitas adalah mencakup aset, kewajiban dan rekening
administratif yang disajikan berdasarkan contractual dan behavior.
Contractual dipetakan berdasarkan sisa waktu sampai jatuh tempo dan
behavior dipetakan berdasarkan asumsi dengan memperhatikan
1). karakteristik produk,
2).perilaku counterparty,
3).perilaku nasabah,
4).kondisi pasar dan
5).pengalaman historis.
Penyusunan profil maturitas dievaluasi berkala dengan disesuaikan dengan
struktur aset, kewajiban dan rekening administratif bank.
22
METODE PENELITIAN
Sumber data
Penelitian ini mengunakan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan dan
diolah peneliti berasal dari laporan keuangan dan laporan pemegang saham Bank
CIMB Niaga, data tersebut merupakan data olahan berupa rasio dan pada sebagian
data dilakukan perhitungan kembali oleh penulis.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Mencari laporan keuangan tahunan Bank Lippo dan Bank Niaga sebelum
melakukan penggabungan usaha, serta Bank CIMB Niaga setelah melakukan
penggabungan usaha.
2. Laporan keuangan tahunan Bank Lippo dan Bank Niaga sebelum melakukan
penggabungan usaha, serta Bank CIMB Niaga setelah melakukan penggabungan
usaha kemudian diolah dan dianalisis, kemudian membuat kesimpulan dari hasil
analisis.
Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan untuk menggambarkan kinerja keuangan
dan operasi perusahaan dengan variabel rasio, yaitu melalui Penilaian Kesehatan
Bank dengan Metode CAMELS. Berikut adalah rumusan dari rasio pengukuran
Kinerja keuangan, yaitu:
a. Capital Adequacy Ratio (CAR):
b. Non Performing Loan (NPL):
CAR
NPL
23
c. Manajement
d. Net Interest Margin (NIM):
e. GWM:
f. Sensitivity Of Market Risk:
NIM
GWM
Zero = 1 atau RSA - RSL = 0
Negative < 1 atau RSA - RSL < 0
Positive > 1 atau RSA - RSL > 0
24
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan keuangan suatu
perusahaan, diperlukan adanya analisis terhadap data keuangan perusahaan yang
bersangkutan. Data keuangan tersebut tercermin di dalam laporan keuangan dimana
laporan keuangan ini sangat penting artinya bagi pihak manajemen dan investor.
Hasil penelitian ini adalah berupa data yang diperoleh peneliti dari berbagai
sumber dan juga karakteristik serta informasi umum mengenai perusahaan sebagai
objek penelitian kemudian diolah untuk mendapatkan hasil akhir yaitu pengambilan
kesimpulan.
Berikut riwayat singkat dari objek penelitian yang di ambil oleh penulis:
Bank Niaga didirikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia, pada tanggal 1
Desember 1955 berdasarkan Akta Pendirian Perusahaan No. 90, notaris Raden
Meester Soewandi;
Bank Lippo didirikan pada tanggal 11 Maret 1948 berdasarkan akta no 51,
notaris Meester Karel Eduard Krijgsman.
Dan pada tanggal 1 Nopember 2008 berdasarkan Akta No. 9 tanggal 16 Oktober
2008 yang dibuat di hadapan Amrul Partomuan Pohan, S.H., LLM, Notaris di
Jakarta, Bank Lippo dan Bank Niaga yang melakukan penggabungan usaha pada
menjadi Bank CIMB Niaga dengan tujuan untuk mewujudkan struktur
perbankan Indonesia yang sehat dan kuat maka diperlukan langkah-langkah
konsolidasi perbankan.
Dalam rangka mendorong konsolidasi perbankan tersebut, Bank Indonesia
(BI) merasa perlu untuk melakukan penataan kembali struktur kepemilikan
perbankan melalui penerapan kebijakan kepemilikan tunggal pada perbankan
Indonesia (single presence policy). Sehubungan dengan hal ini, maka BI
mengeluarkan Peraturan Kepemilikan Tunggal Bank. Berikut ini hasil penelitian
yang dilakukan penulis dengan Rasio CAMELS :
25
Analisis Capital Adequacy Ratio (Rasio Kecukupan Modal)
Dengan menggunakan suatu indikator yaitu CAR yang diperoleh dengan
membandingkan modal sendiri dengan aktiva tertimbang menurut resiko yang
dihitung dari Bank yang bersangkutan.
Rasio kecukupan modal diperoleh penulis dari laporan keuangan yang telah
dipublikasikan melalui media internet. Perhitungan ulang tidak dilakukan kembali,
mengingat terbatasnya data yang tersedia dari laporan publikasi dan juga
keterbatasan waktu. Untuk melakukan perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR)
sesuai dengan ketentuan umum Bank Indonesia yaitu perbandingan modal dengan
Aktiva Tertimbang Menurut Rasio (ATMR).
Dari laporan keuangan tahunan bank tersebut, tercantum besarnya tingkat
kecukupan modal (CAR) yang diberi catatan telah sesuai dengan rumus perhitungan
Bank Indonesia, sehingga diperoleh CAR dari masing-masing periode mulai dari
tahun 2006 dan 2007 (sebelum bank melakukan penggabungan usaha) serta tahun
2009 dan 2010 (setelah bank melakukan penggabungan usaha). Dalam tabel berikut
disajikan besar tingkat kecukupan modal (CAR).
26
Grafik 1. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
tanpa memperhitungkan resiko pasar
Sumber: Perhitungan Data Olahan Annual Report 2006-2010
Dari Grafik 1 tersebut, dapat dilihat bahwa Rasio CAR (tanpa
memperhitungkan resiko pasar) tersebut mengalami perubahan yang signifikan.
Sebelum melakukan penggabungan usaha pada tahun 2007 Bank Lippo memiliki
Rasio CAR yang menurun sebesar 2,96% dari tahun sebelumnya. Sedangkan Rasio
CAR pada Bank Niaga tahun 2007 sebelum penggabungan usaha juga terjadi
penurunan sebesar 1,54% dari tahun sebelumnya. Seperti yang diketahui bahwa
CAR minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah 8%.
Lain halnya dengan Rasio CAR Bank CIMB Niaga sebelum penggabungan
usaha yaitu pada tahun 2007 mengalami penurunan 2,03% dari tahun sebelumnya,
begitu pula pada saat terjadi penggabungan usaha tahun 2008 mengalami penurunan
prosentase CAR sebesar 1,99%, pada tahun pertama setelah penggabungan yaitu
tahun 2009 masih terjadi penurunan yang cukup banyak sebesar 2,7%. Sedangkan
pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 0.92%. CAR ini digunakan untuk
mengetahui seberapa besar jumlah aktiva yang memiliki resiko yang dibiayai oleh
modal selain dana bank, sehingga dapat dikatakan pada tahun 2010 Bank CIMB
Niaga mampu mempertahankan sejumlah aktiva yang memiliki resiko.
27
Dan dapat dilihat besarnya CAR Bank Lippo dibanding dengan CAR Bank
Niaga. Rasio CAR Bank Lippo tahun 2006 lebih besar 9.33% dibanding dengan
Rasio CAR Bank Niaga tahun 2006. Begitu juga Rasio CAR Bank Lippo tahun
2007 lebih besar 7.91% dibanding dengan Rasio CAR Bank Niaga tahun 2007.
Untuk Rasio CAR untuk Bank CIMB Niaga pada tahun 2006 lebih kecil 6.25% jika
dibandingkan dengan Rasio CAR untuk Bank Lippo tahun 2006. Sedangkan Rasio
CAR untuk Bank CIMB Niaga pada tahun 2006 lebih besar 2.9% jika dibandingkan
dengan Rasio CAR untuk Bank Niaga tahun 2006.
Artinya ketika Bank Niaga menggabungkan usahanya dengan Bank Lippo
yang memiliki Rasio CAR lebih tinggi, prosentase Rasio CAR Bank CIMB Niaga
menjadi meningkat. Arti peningkatan prosentase ini ialah CIMB Niaga dapat
menampung resiko kerugian yang lebih tinggi yang mungkin dihadapi oleh bank
atau kemampuan permodalan yang ada guna menutup kemungkinan kerugian di
dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Dalam Tahun
2006 Bank CIMB Niaga dapat menampung resiko kerugian sebesar 20.35%.
28
Grafik 2. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
dengan memperhitungkan resiko pasar
Sumber: Perhitungan Data Olahan Annual Report 2006-2010
Dari Grafik 2 di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 Bank Lippo
memiliki Rasio CAR (dengan memperhitungkan resiko pasar) yang menurun
sebesar 2,84% dari tahun sebelumnya. Sedangkan Rasio CAR pada Bank Niaga
tahun 2007 juga terjadi penurunan sebesar 1,22% dari tahun sebelumnya.
Lain halnya jika kedua bank tersebut dibandingkan dengan setelah
penggabungan usaha. Rasio CAR pada CIMB Niaga tahun 2007 mengalami
penurunan 1,85% dari tahun sebelumnya, begitu pula pada saat terjadi
penggabungan usaha tahun 2008 mengalami penurunan prosentase CAR sebesar
1,44%, pada tahun pertama setelah penggabungan yaitu tahun 2009 masih terjadi
penurunan sebesar 2%. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar
0,35%. CAR ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar jumlah aktiva yang
memiliki resiko yang dibiayai oleh modal selain dana bank, sehingga dapat
dikatakan Bank CIMB Niaga tidak mampu mempertahankan sejumlah aktiva yang
memiliki resiko.
29
Dan dapat dilihat besarnya CAR Bank Lippo dibanding dengan CAR Bank
Niaga. Rasio CAR Bank Lippo tahun 2006 lebih besar 6.86% dibanding dengan
Rasio CAR Bank Niaga tahun 2006. Begitu juga Rasio CAR Bank Lippo tahun
2007 lebih besar 5.24% dibanding dengan Rasio CAR Bank Niaga tahun 2007.
Untuk Rasio CAR untuk Bank CIMB Niaga pada tahun 2006 lebih kecil 4.63% jika
dibandingkan dengan Rasio CAR untuk Bank Lippo tahun 2006. Sedangkan Rasio
CAR untuk Bank CIMB Niaga pada tahun 2006 lebih besar 2.23% jika
dibandingkan dengan Rasio CAR untuk Bank Niaga tahun 2006.
Artinya ketika Bank Niaga menggabungkan usahanya dengan Bank Lippo
yang memiliki Rasio CAR lebih tinggi, prosentase Rasio CAR Bank CIMB Niaga
menjadi meningkat. Arti peningkatan prosentase ini ialah CIMB Niaga dapat
menampung resiko kerugian yang lebih tinggi yang mungkin dihadapi oleh bank
atau kemampuan permodalan yang ada guna menutup kemungkinan kerugian di
dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Dalam Tahun
2006 Bank CIMB Niaga dapat menampung resiko kerugian sebesar 18.88%.
Semakin tinggi rasio CAR semakin baik kemampuan kecukupan modalnya.
30
Analisis Non Performing Loan (NPL)
Data penelitian berupa rasio Non Performing Loan (NPL) diperoleh dari
laporan keuangan yang telah dipublikasikan melalui media internet. Perhitungan
ulang tidak dilakukan kembali, mengingat terbatasnya data yang tersedia dari
laporan publikasi dan juga keterbatasan waktu. Untuk melakukan perhitungan Non
Performing Loan (NPL) sesuai dengan ketentuan umum Bank Indonesia yaitu
perbandingan antara kredit bermasalah (Bad Debt) dengan total kredit (Total Loan).
Indikator kualitas asset yang dipakai adalah rasio kualitas produktif bermasalah
dengan aktiva produktif.
Dari laporan keuangan tahunan bank tersebut, tercantum besarnya tingkat
NPL yang diberi catatan telah sesuai dengan rumus perhitungan Bank Indonesia.
Sehingga diperoleh rasio NPL Bank CIMB Niaga mulai dari tahun 2006 dan 2007
(sebelum bank melakukan penggabungan usaha) serta tahun 2009 dan 2010 (setelah
bank melakukan penggabungan usaha). Dalam tabel berikut disajikan besarnya
NPL.
Grafik 3. Non Performing Loan - Kotor
Sumber: Data Olahan Annual Report 2006-2010
31
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa NPL mengalami perubahan.
Pada NPL Kotor Lippo tahun 2007 terjadi penurunan prosentase NPL sebesar
0,68%. Sedangkan NPL Kotor pada Bank Niaga tahun 2007 terjadi peningkatan
prosentase NPL sebesar 0,32%. Lain halnya jika kedua bank tersebut dibandingkan
dengan setelah penggabungan usaha. NPL Kotor CIMB Niaga tahun 2007
mengalami penurunan 0,05% dari tahun sebelumnya, begitu pula pada saat terjadi
penggabungan usaha tahun 2008 mengalami penurunan prosentase NPL sebesar
0,53%. Sedangkan pada tahun pertama setelah penggabungan yaitu tahun 2009
masih terjadi peningkatan sebesar 0,56%. Juga pada tahun 2010 mengalami
penurunan sebesar 0,53%. Karena NPL ini digunakan untuk mengetahui kualitas
assets suatu bank, atau dapat dikatakan bahwa Bank CIMB Niaga tidak bisa
mempertahankan kualitas asset pada tahun 2007, 2008 dan 2010.
Grafik 4. Non Performing Loan - Bersih
Sumber: Data Olahan Annual Report 2006-2010
32
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa Bank CIMB Niaga memiliki
tingkat NPL kurang dari 5%. Pada NPL Kotor (NPL) Lippo tahun 2007 terjadi
peningkatan prosentase NPL sebesar 0,13%. Sedangkan NPL Kotor pada Bank
Niaga tahun 2007 terjadi penurunan prosentase NPL sebesar 0,21%. Lain halnya
jika kedua bank tersebut dibandingkan dengan setelah penggabungan usaha. NPL
Kotor CIMB Niaga tahun 2007 mengalami penurunan 0,27% dari tahun
sebelumnya, begitu pula pada saat terjadi penggabungan usaha tahun 2008
mengalami penurunan prosentase NPL sebesar 0,52%, pada tahun pertama setelah
penggabungan yaitu tahun 2009 masih terjadi penurunan sebesar 0,38%. Sedangkan
pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 0,81%. Dapat dikatakan bahwa
Bank CIMB Niaga tidak bisa mempertahankan kualitas assetnya, karena sejak
sebelum penggabungan usaha sampai sesudah penggabungan mengalami
penurunan, hanya pada tahun 2010 NPL CIMB Niaga meningkat.
Menurut pendapat penulis, terdapat beberapa hal yang mampu
mempengaruhi naik dan turunnya NPL suatu bank. Yaitu:
1. Kemampuan debitur dari sisi financial untuk melunasi pokok dan bunga
pinjaman, tidak akan ada artinya tanpa kemauan dan itikad baik dari debitur itu
sendiri.
2. Kebijakan Pemerintah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya NPL suatu
perbankan, misalnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM akan
menyebabkan perusahaan yang banyak menggunakan BBM dalam kegiatan
produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambil dari laba yang
dianggarkan untuk pembayaran cicilan utang untuk memenuhi biaya produksi
yang tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam
membayar utang-utangnya kepada Bank.
3. Kondisi perekonomian yang naik turun, mempunyai pengaruh besar terhadap
kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya.
33
Analisis Manajemen
Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja,
juga dapat dilihat dari pendidikan serta pengalaman karyawannya dalam menangani
berbagai kasus yang terjadi. Penulis menggunakan unsur-unsur penilaian dalam
kualitas manajemen adalah manajemen umum, penerapan system manajemen
resiko, dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen
kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. Penilaian ini didasarkan pada
perbandingan sebelum penggabungan dan setelah penggabungan usaha.
1. Manajemen Umum
Bank memerlukan sumber daya manusia yang handal dalam menjalankan
usahanya. Untuk memenuhi tujuan tersebut bank akan melakukan training and
development program, strategic recruitment dan talent retention. Bank akan terus
mengembankan dan membentuk bankir-bankir yang handal dimansa datang dengan
program-program yng komprehensif, selain itu juga meningkatkan kualitas dari
sumber daya manusia yang ada serta memberikan penghargaan berdasarkan kinerja.
Untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan dalam pertumbuhan
kredit, perusahaan juga akan memperkuat struktur permodalannya, usaha-usaha
yang direncanakan untuk memperkuat struktur permodalan ini, termasuk namun
tidak terbatas pada right issue, penerbitan hybrid capital, obligasi senior,
subordinated debt baik dalam denominasi rupiah maupun dalam valuta asing, asset
backed securitization/sekuritisasi asset, Medium Term Notes (MTN) dan/atau
obligasi. Pada kuartal pertama 2011, perseroan telah menuntaskan Right Issue
sebesar Rp1,5 triliun.
34
2. Penerapan Manajemen Resiko
Dampak krisis keuangan global telah berimbas ke perekonomian Indonesia
dan mengakibatkan rontoknya pasar modal dan keuangan di Indonesia, yang
tercermin dengan jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan, melemahnya nilai tukar
Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat serta ketatnya likuiditas di industri
perbankan.
Dampak dari memburuknya kondisi perekonomian ini diperkirakan akan
mulai mempengaruhi berbagai industri dan sektor riil industri di Indonesia pada
semester pertama tahun 2009. Untuk industri jasa keuangan, termasuk sector
perbankan, kemungkinan dampak yang akan terjadi dari kondisi-kondisi tersebut
adalah meningkatnya risiko kegagalan debitur dan turunnya laju pertumbuhan
kredit.
Untuk mengantisipasi dampak dari krisis keuangan ini, Bank CIMB Niaga
telah menyusun beberapa strategi seperti berikut:
meningkatkan kualitas kredit dengan mengaplikasikan kebijakan kredit yang
berhati-hati dan meningkatkan pengawasan penagihan serta pengelolaan kredit;
memastikan program yang tepat guna mendapatkan dan mempertahankan
pendanaan yang stabil;
meningkatkan efisiensi dan mengendalikan biaya operasional secara lebih
selektif.
Walaupun kondisi ekonomi yang memburuk, manajemen berpendapat
bahwa Bank akan dapat terus melanjutkan operasi bisnisnya di masa mendatang.
Maka dari itu, laporan keuangan disusun dengan menggunakan basis usaha yang
berkelanjutan.
35
Bank CIMB Niaga telah mengimplementasikan prosedur manajemen risiko
sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi
bank umum No 5/8/PBI/2003 dan Surat Edaran BI No 5/21/DPNP tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi bank umum. Menurut surat edaran tersebut,
penerapan manajemen risiko harus dilakukan tidak hanya pada risiko kredit, risiko
pasar maupun risiko operasional, namun juga untuk risiko likuiditas, risiko hukum,
risiko reputasi, risiko strategis dan risiko kepatuhan.
Pengungkapan mengenai risiko kredit, risiko mata uang, risiko likuiditas,
risiko tingkat suku bunga dan risiko operasional telah diungkapkan dalam catatan
tersendiri.
a. Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek
yuridis, antara lain yang disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang mendukung aktivitas atau produk Bank, atau kelemahan
perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan
yang tidak sempurna.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi risiko hukum: karakter
nasabah yang negatif, dokumen legal yang lemah, konflik dengan nasabah atau
pihak lain yang tidak diselesaikan dengan baik, dan keluhan nasabah yang tidak
diselesaikan dengan memuaskan.
Guna menghindari kemungkinan litigasi atau gugatan hukum, group legal
bertugas untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum yang terjadi,
menatausahakan setiap events yang terkait dengan hukum termasuk potensi
kerugian.
Bank CIMB Niaga melakukan manajemen risiko hukum dengan melakukan
penanganan proses hukum secara profesional dan jika diperlukan membuat
pencadangan biaya kerugian hukum.
36
b. Risiko Strategis
Risiko strategik adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan
dan pelaksanaan strategi Bank dan pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat
atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal. Berikut adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi risiko strategis: visi Bank, rencana strategis, perubahan
kepemilikan, dan peluncuran produk baru.
Pelaksanaan strategi, visi, misi Bank yang tidak tepat serta pengambilan
keputusan bisnis yang tidak sejalan dengan perubahan eksternal dapat
mempengaruhi kelangsungan bisnis Bank.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut diatas, Bank CIMB Niaga telah
membentuk, merumuskan, menyusun dan memantau pelaksanaan strategi termasuk
corporate plan dan business plan.
Selain itu Bank menetapkan sejumlah indicator penting yang disesuaikan
dengan kecukupan asset, permodalan dan kondisi perubahan pasar agar bisnis Bank
tetap tumbuh dan terus meningkatkan kepercayaan bagi para stockholder dan
shareholder.
c. Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya
publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif
terhadap Bank. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko reputasi antara lain: citra
(image), harga saham, dan konflik internal.
Bank CIMB Niaga melakukan manajemen risiko reputasi dengan melakukan
aktivitas public relation, CSR (Corporate Social Responsibility), respon yang cepat
terhadap keluhan nasabah, dan penerapan Good Corporate Governance yang
konsisten.
37
Pengelolaan risiko dilakukan dengan memantau publikasi negatif dari media
cetak baik surat pembaca maupun artikel termasuk didalamnya keluhan
nasabah.
d. Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan adalah risiko yang terjadi karena Bank tidak mematuhi
atau tidak melaksanakan ketentuan internal dan peraturan perundangundangan. Pada
prakteknya risiko kepatuhan melekat pada risiko Bank yang terkait pada peraturan
perundang-undangan, ketentuan kehati-hatian dan ketentuan lain yang berlaku,
seperti:
Risiko kredit terkait dengan ketentuan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum
(KPMM), Kualitas Aset Produktif, Pembentukan Penyisihan Aset Produktif
(PPAP), dan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
Risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN).
Risiko strategis terkait dengan ketentuan Rencana Kerja Anggaran Tahunan
(RKAT) Bank.
Risiko lain yang terkait dengan ketentuan eksternal dan internal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kepatuhan adalah: perubahan
peraturan eksternal, komunikasi internal, budaya disiplin karyawan, dan
infrastruktur.
Bank melakukan manajemen risiko kepatuhan dengan beberapa cara:
Sanksi terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran atas ketentuan
kepatuhan.
Sosialisasi peraturan dan perundang-undangan.
Pelatihan semua karyawan yang terkait dengan risiko kepatuhan.
Memelihara hubungan baik dengan regulator.
E-Regulation (kemudahan akses oleh karyawan terhadap peraturan-peraturan
eksternal).
38
Penilaian risiko ditekankan kepada jenis-jenis risiko sebagaimana yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu Risiko Kredit, Risiko Likuiditas, Risiko
Pasar, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Kepatuhan, Risiko Reputasi dan
Risiko Strategis. Untuk mendapatkan profil risiko secara keseluruhan dari semua
jenis risiko, Bank memberikan bobot risiko untuk setiap jenis risiko sesuai dengan
risk appetite yang telah direncanakan/ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan laporan yang diserahkan ke Bank Indonesia, profil risiko Bank CIMB
Niaga secara keseluruhan per 31 Desember 2008 dapat dikategorikan Rendah
dengan kecenderungan meningkat.
3. Kepatuhan Bank
Kebijakan Manajemen Resiko tersebut bertujuan agar bank tetap kuat dan
sehat menghadapi persaingan melalui pengelolaan yang transparan dan mengacu
pada good governance. Dampaknya BI akan melakukan penyempurnaan ketentuan
Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test), di awal tahun 2011 dan
peningkatan Fungsi Kepatuhan Bank Umum mulai September 2011. Perusahaan
harus melakukan perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Bank
Umum untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar mulai Januari
2012. Selain itu melakukan pengaturan Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah serta Kualitas Aktiva Bagi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah, efektif 2011.
Melihat dari kriteria-kriteria penilaian apa yang telah dilakukan oleh Bank
maka dapat dikatakan pengelolaan manajemen dalam Bank dapat dikategorikan
rendah dengan cenderung meningkat.
39
Analisis Net Interest Margin (Rasio Bunga Bersih)
Indikator yang dipakai ialah Rasio Margin Bunga Bersih / Net Interest
Margin (NIM) diperoleh penulis dari laporan keuangan Bank CIMB Niaga yang
telah dipublikasikan melalui media internet. Perhitungan ulang tidak dilakukan
kembali, mengingat terbatasnya data yang tersedia dari laporan publikasi dan juga
keterbatasan waktu. Net Interest Margin (NIM) merupakan perbandingan antara
Pendapatan Bunga Bersih dengan Rata-Rata Aktiva Produktif (SE BI
No.6/73/INTERN DPNP tgl 24 Desember 2004) :
Grafik 5. Rasio NIM (Net Interest Margin)
Sumber: Data Olahan Annual Report 2006-2010
Dari Grafik 5 di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 Rasio NIM pada
CIMB Niaga mengalami penurunan 0,33% dari tahun sebelumnya, begitu pula pada
saat terjadi penggabungan usaha tahun 2008 mengalami penurunan prosentase
sebesar 0,39%, pada tahun pertama setelah penggabungan yaitu tahun 2009 masih
terjadi peningkatan sebesar 1,09%. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami
penurunan sebesar 0,32%. Artinya kemampuan manajemen bank dalam mengelola
aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih masih kurang.
Pada tahun 2010 terjadi penurunan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang
dikelola bank.
40
Analisis GWM (Giro Wajib Minimum)
Indikator yang digunakan adalah Reserve Requirement atau Giro Wajib Minimum.
GWM merupakan perbandingan giro pada Bank Indonesia dengan seluruh dana
yang berhasil dihimpun.
Grafik 6. Rasio GWM (Giro Wajib Minimum) dalam Rupiah
Sumber: Data Olahan Annual Report 2006-2010
Dari Grafik 6 di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 Bank Lippo
memiliki Rasio GWM (dalam rupiah) yang menurun sebesar 0,7%. Sedangkan
Rasio GWM pada Bank Niaga tahun 2007 juga terjadi penurunan sebesar 1,27%.
Lain halnya jika kedua bank (Lippo dan Niaga) tersebut dibandingkan dengan
CIMB Niaga setelah penggabungan usaha. Rasio GWM pada CIMB Niaga tahun
2007 mengalami penurunan 0,97% dari tahun sebelumnya, begitu pula pada saat
terjadi penggabungan usaha tahun 2008 mengalami penurunan prosentase GWM
sebesar 4,62%, pada tahun pertama setelah penggabungan yaitu tahun 2009 terjadi
peningkatan sebesar 1%. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan
sebesar 3,18%. GWM milik Bank dalam Rupiah ini cukup bagus karena dapat
menghindari terjadinya dampak buruk dari sistem perbankan dan perekonomian.
41
Grafik 7. Rasio GWM (Giro Wajib Minimum) dalam Dollar AS
Sumber: Data Olahan Annual Report 2006-2010
Dari Grafik 7 di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 Bank Lippo
memiliki Rasio GWM (dalam Dollar AS) tidak terjadi perubahan. Sedangkan Rasio
GWM pada Bank Niaga tahun 2007 juga terjadi penurunan sebesar 0,07%. Lain
halnya jika kedua bank (Lippo dan Niaga) tersebut dibandingkan dengan CIMB
Niaga setelah penggabungan usaha. Rasio GWM pada CIMB Niaga tahun 2007
mengalami penurunan 0,03% dari tahun sebelumnya, begitu pula pada saat terjadi
penggabungan usaha tahun 2008 mengalami penurunan prosentase GWM sebesar
1,91%, pada tahun pertama setelah penggabungan yaitu tahun 2009 terjadi
peningkatan sebesar 0,08%. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan
sebesar 0,02%. GWM milik Bank dalam US Dollar ini masih kurang karena
dimungkinkan tidak dapat menghindari terjadinya dampak buruk dari sistem
perbankan dan perekonomian.
42
Analisis Sensitivity to Market Risk
Rasio Sensitivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Modal yang
dialokasikan untuk mengantisipasi risiko pasar. Modal dalam hal ini terdiri dari
Modal inti, Modal pelengkap dan Modal pelengkap tambahan. Jika sensitivitas
tinggi maka modal untuk membayar risiko pasar semakin besar juga, sehingga
tingkat profitabilitas juga meningkat. (SE BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004).
Dari Perhitungan RSA dibandingkan dengan RSL didapatkan hasil sebagai
berikut:
Grafik 8. Posisi GAP pada Sensitivity of Market Risk Bank CIMB Niaga
Sumber: Data Olahan Annual Report 2006-2010
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa Posisi GAP CIMB Niaga berada
dalam Posisi Positif. Arti dari Posisi Positif ini adalah ketika Suku Bunga Naik
maka NIM juga akan ikut Naik, begitu juga pada saat Suku Bunga Turun maka NIM
juga akan ikut Turun, seperti dapat dilihat pada Grafik 9 berikut ini.
43
Grafik 9. Hubungan Suku Bunga Pinjaman dengan NIM
pada Bank CIMB Niaga
Sumber: Data Olahan Annual Report 2006-2010
Dalam neraca suatu bank terdapat beberapa pos yang peka terhadap
perubahan tingkat bunga. Pos-pos tersebut berada di sisi asset maupun liability (rate
sensitive asset dan rate sensitive liability). Jika pos-pos tersebut tidak dikelola
dengan baik, maka pendapatan neto bunga, net interest income akan menurun.
Asset dan liability akan selalu berhadapan dengan risiko perubahan tingkat
bunga di pasar. Fluktuasi tingkat bunga telah mendorong manajemen bank untuk
memberikan perhatian yang lebih besar kepada pengelolaan risiko suku bunga.
Kepekaan asset dan liability terhadap risiko perubahan suku bunga merupakan
penyebab terpengaruhnya pendapatan bunga bank, GAP Positif dapat terjadi karena
pendapatan bunga bergerak searah dengan pergerakan tingkat bunga.
44
PENUTUP
Kesimpulan
Sehingga dapat disimpulkan Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga sebelum
dan sesudah penggabungan usaha, dalam segi Permodalan(Capital) mengalami
penurunan, Kualitas Aset (Asset Quality) mengalami kenaikan, Manajemen yang
mengalami kenaikan, Rentabilitas (Earning) mengalami penurunan, Likuiditas
(Liquidity) mengalami penurunan, dan dalam hal menanggapi sensitif terhadap
resiko sudah cukup bagus. Sehingga dapat dikatakan Bank CIMB Niaga masih
harus banyak melakukan pembenahan.
Implikasi
1. Bagi Bank CIMB Niaga, sebaiknya bank melakukan peningkatan dalam segi
Permodalan, Rentabilitas, dan Likuiditasnya.
2. Bagi investor, dalam memlilih bank sebagai tempat untuk berinvestasi sebaiknya
mempertimbangkan kesehatan bank yang dilihat dari kinerja keuangannya.
Keterbatasan Penelitian
1. Pemilihan Rasio Keuangan yang digunakan peneliti terbatas.
2. Dalam menentukan Rasio Manajemen sangat bersifat subjektif dan
menggunakan data sekunder.
3. Penelitian hanya melihat kinerja keuangan dari data olahan pada laporan
keuangan bank. Perhitungan ulang pada beberapa rasio tidak sepenuhnya
dilakukan karena keterbatasan data dalam laporan keuangan.
45
Saran
1. Untuk penelitian ke depannya, sebaiknya tidak hanya melakukan penelitian
terhadap kinerja keuangan pada dua tahun sebelum penggabungan, saat
penggabungan dan dua tahun sesudah penggabungan. Namun juga melihat
kinerja keuangan tahun-tahun sebelumnya dan tahun-tahun sesudahnya.
2. Pada Penelitian selanjutnya dapat dilakukan wawancara terhadap pimpinan
sehingga dapat diketahui nilai-nilai manajemen yang dianut sebelum dan
sesudah Penggabungan Usaha.
3. Dalam penelitian selanjutnya dapat mengukur kinerja keuangan dengan
menggunakan rasio yang belum digunakan oleh peneliti.
4. Serta penelitian selanjutnya dapat dilakukan tidak hanya pada industri
perbankan, namun dapat dilakukan juga untuk industri lainnya.
46
DAFTAR PUSTAKA
______. 1970. Bussiness Combination. Accounting Principles Board Opinion No.
16. New York: American Institute of Certified Public Accountans.
Baker, et al. 2011. “Advance Financial Accounting”. Salemba Empat.
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No.5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli
2003 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk)
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April
2004 perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Bank Indonesia, Surat Edaran Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. perihal
Tatacara Penilaian Kesehatan Bank Umum.
Beams, Floyd A. 1999. Akuntansi Keuangan Lanjutan di Indonesia – Buku
Satu Ed. Revisi. Jakarta : Salemba Empat.
Beams, Floyd A. 2000. Akuntansi Keuangan Lanjutan di Indonesia – Buku
Dua. Jakarta : Salemba Empat.
Beams A. Floyd, Anthony H. Joseph, Robin P. Clement, Suzanne H. Lowensohn.
2003. Advanced Accounting, 8th
edition. Upper Saddle River, New Jersey,
USA: Pearson Education, Inc.,
Faisol, Ahmad. 2007. “Analisis Kinerja Keuangan Bank pada PT Bank Muamalat
Indonesia Tbk”. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Volume 3 No. 2. Januari:
129-170.
Hamzah, Amir. 2006. “Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum dan Sesudah
Reverse Stock Split di PT. Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Manajemen dan
Bisnis Sriwijaya. Volume 4 Nomor 8. Desember: 12-68.
Kompas. 2008. “ Merger Niaga-Lippo Disetujui, Tidak Ada PHK Karyawan”.
http://nasional.kompas.com/read/2008/07/18/18404274/Merger.Niaga-
Lippo.Disetujui.Tidak.Ada.PHK.Karyawan Diakses pada 20 Januari 2012
47
Mawardi, Wisnu. 2005. “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Keuangan Bank Umum di Indonesia (Studi Kasus Pada Bank Umum
Dengan Total Assets Kurang Dari 1 Triliun)”. Jurnal Bisnis Dan Strategi.
Vol.14. No.1. Juli 2005.
PSAK No. 22 tentang penggabungan usaha
Suparwoto, L. 1990. Akuntansi Keuangan Lanjutan - Laporan Keuangan
Konsolidasi Terpadu. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.
Warsidi, 2010. “Metode akuisisi dalam penggabungan usaha”.
http://www.warsidi.com/2010/03/metode-akuisisi-dalam-
penggabungan.html
Diakses pada 26 November 2011.